Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 45


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 45


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   "Apakah gempuran pasukan kita atas Siangyang cukup Iancar?"   Tanya Hoat-ong.   "Sebenarnya panglima yang menjaga Siangyang, yaitu Lu Bun-hoan adalah seorang bodoh, yang kukuatiri hanyalah Kwe Cing seorang saja,"   Tutur Kubilai. Hati Nyo Ko tcrkesiap, cepat ia bertanya.   "jadi Kwe Cing memang berada di Siangyang? Kwe Cing ini adalah pembunuh ayahku, jika boleh, maka kumohon diberi tugas untuk membunuhnya,"   "Memangnya begitulah maksud tujuan undanganku kepada para ksatria."   Kata Kubilai dengan girang.   "Cuma kabarnya ilmu silat Kwe Cing itu tergolong nomor satu di seluruh Tinggoan, banyak pula orang kosen yang membantunya, beberapa kali pahlawan yang kusuruh membunuhnya mengalami kegagalan, ada yang tertangkap dan ada yang terbunuh. Sudah tentu kupercaya pada ketangkasan saudara Nyo, tapi seorang diri terasa kurang kuat, maka maksudku kalau bisa para ksatria di sini sekaligus menyusup di Siangyang, dengan begitu kalian dapat turun tangan bersama. Asalkan orang she Kwe itu terbunuh, dengan mudah pula Siangyang akan dapat kita duduki."   Serentak Kim-lun Hoat-ong, Siau-siang-cu dan lain2 berdiri, kata mereka sambil menyilang tangan di depan dada.   "Kami siap mengikuti semua perintah Ongya dan bertempur sekuat tenaga."   "Bagus, bagus!"   Seru Kubilai dengan girang.   "Tak peduli siapa yang akan membunuh Kwe Cing nanti, yang pasti setiap orang yang ikut pergi juga berjasa, Hanya orang yang membunuhnya itulah akan kuusulkan kepada Sri Baginda agar diberi gelar dan diangkat menjadi jago nomor satu dari kerajaan Mongol Raya kita."   Gelar bangsawan sih tidak begitu menarik bagi Siao-siang-cu, Nimo Singh dan lain2, tapi sebutan "jago nomor satu kerajaan Monggol"   Adalah cita2 yang mereka harapkan, sebab dengan begitu namanya akan tersohor ke seluruh jagat Maklumlah waktu itu kerajaan Mongol lagi jaya2nya, wilayah kekuasaannya sangat luas dan belum ada bandingannya dalam sejarah, kecuali benua barat, waktu itu dua pertiga wilayah Tiongkok juga telah didudukinya, sebagai ukuran luasnya wilayah pendudukan kerajaan Mongol waktu itu dapat dilukiskan.   perjalanan dari pusat pemerintah kerajaan ke empat penjuru wilayah pendudukannya diperlukan tempo satu tahun sekalipun dengas kuda yang paling cepat.   Karena itulah dapat dibayangkan betapa membamggakan gelar "jago nomor satu"   Itu bagi setiap manusia.   Semua orang menjadi tertarik dan bersemangat setelah mendengar janji Kubilai itu.   Hanya Siao-liong li saja yang memandangi Nyo Ko dengan rasa cinta yang tak terhingga, ia pikir sebutan dengan gelar bangsawan dan jago nomor satu segala, yang kuharapkan hanya semoga engkau dapat hidup terus.   BegituIah semua orang terus menenggak arak lagi beberapa mangkuk, lalu berangkat, Para Busu Mongol membawakan kuda dan Nyo Ko, Siao-Iiong li serta Kim-lun Hoat-ong dan lain2 sama naik ke atas kuda, mereka ikut di belakang Kubilai dan dilarikan cepat ke arah Siangyang.   Sepanjang jalan rumah penduduk hampir seluruhnya kosong melompong dan hangus terbakar, mayat bergelimpangan memenuhi jalan, Setiap berjumpa orang Han, tanpa kenal ampun prajurit Mongol melakukan pembunuhan.   Tidak kepalang gusar Nyo Ko menyaksikan idaman itu, ia ingin mencegah perbuatan kejam itu, tapi segan terhadap Kubilai.   Diam2 ia hanya membatin.   "Kawanan perajurit Mongol ini sungguh kejam dan menganggap bangsa Han kami lebih rendah daripada binatang. Nanti setelah kubunuh Kwe Cing dan Ui Yong, akupun akan membunuh beberapa perwira Mongol yang paling kejam untuk melampiaskan rasa dendamku."   Kuda tunggangan mereka adalah kuda peran Mongol pilihan, maka beberapa hari kemudian merekapun sampailah di luar kota Siangyang, Sementara itu pertempuran pasukan kedua pihak sudah berlangsung sebulan lebih, di medan peran penuh senjata rusak dan darah berceceran sudah membeku, maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya pertempuran.   Ketika pasukan Mongol diberitahu oleh kurir bahwa pangeran Kubilai datang sendiri di garis depan, para panglima perang segera menyambutnya.   Kubilai menyatakan rasa penyesalannya karena kota Siang yang sudah sekian lama belum dapat diduduki, para panglima itu sama berlutut dan minta ampun, Kubilai terus keprak kudanya dan dilarikan ke depan dengan cepat.   Para panglima itu tetap berlutut dan tidak berani bangun, semuanya merasa kebat-kebit.   Diam2 Nyo Ko sangat mengagumi wibawa Kubilai yang luar biasa itu, biasanya Kubilai sangat ramah tamah terhadap dirinya serta Kim-Iun Hoat-ong dan lain2, tapi menghadapi para panglimanya ternyata berubah menjadi sangat kereng dan disegani.   Sementara itu hari sudah terang, pasukan mendapatkan aba2 menyerang, seketika terjadilah hujan panah dan batu yang berhamburan ke benteng kota, menyusul tembok2 benteng banyak ditempeli tangga panjang, be-ramai2 perajurit Mongol berusaha manjat ke-atas benteng.   Akan tetapi penjagaan benteng juga kuat, beberapa perajurit Han memegangi kayu besar dan banyak tangga melangit itu didorong terpental dari tembok benteng.   Akhirnya ada beberapa ratus perajurit berhasil menyerbu ke atas benteng, sorak-sorai pasukan Mongol menggelegar setiap Pek-hu-tiang (komandan seratus orang, setingkat kapten) Mongol memimpin pasukannya merayap ke atas sebagai bala bantuan.   Mendadak terdengar suara genderang dipukul keras, sepasukan pemanah kerajaan Song muncul di balik tembok sana dapat menahan majunya pasukan Mongol, menyusul sepasukan lain dengan obor be-ramai2 membakar tangga panjang sehingga perajurit Mongol yang sedang merayap ke atas benteng sama jatuh terjungkal ke bawah.   Suasana menjadi gaduh, di tengah pertempuran dahsyat itu, tiba2 di atas benteng muncul sepasukan Iaki2 gagah perkasa bersenjata golok, tombak dan pedang, serentak pasukan Mongol yang berhasil menyerbu ke aras benteng itu disergapnya.   Pasukan laki2 itu tidak memakai seragam pasukan Song ada yang berbaju hitam ringkas, ada yang berjubah panjang dengan warna yang berbeda, waktu bertempur juga tidak menuruti peraturan pasukan, namun semuanya sangat tangkas, jelas tiap2 orang itu memiliki ilmu silat yang terlatih.   Perajurit Mongol yang menyerbu ke atas benteng itu adalah perajurit pilihan yang sudah berpengalaman dan gagah berani, namun sama sekali bukan tandingan pasukan laki2 itu, hanya beberapa gebrakan saja satu persatu mereka dapat dikalahkan dan terbunuh, ada yang menggeletak di atas benteng, ada yang terlempar ke bawah benteng.   Di antara pasukan laki2 itu ada seorang setengah umur berjubah abu2 kelihatan paling tangkas, tanpa bersenjata, tapi berlari kian kemari tanpa.tandingan, di situ pula musuh tercerai berani laksana harimau menyerbu ke tengah kawanan domba.   Kubilai mengawasi sendiri pertempuran itu, melihat betapa gagahnya lelaki setengah tua itu, ia menjadi kesima, katanya dengan gegetun.   "Siapa di antara jago2 di dunia ini ada yang lebih hebat daripada orang ini?"   Nyo Ko berdiri di samping Kubilai, ia lantas berkata.   "Apakah Ongya tahu siapakah dia?"   "Apa mungkin dia ini Kwe Cing?"   Jawab Kubilai terkejut.   "Betul, memang dia,"   Kata Nyo Ko.   Sementara itu beberapa ratus perajurit Mongol yang menyerbu ke atas benteng itu sudah terbunuh dan bersisa beberapa orang saja, hanya tiga orang Pik-hu-tiang dengan bertumbak dan membawa perisai masih terus bertempur dengan mati2an.   Ban-hu-tiang (komandan selaksa orang, setingkat kolonel) yang memimpin pertempuran di bawah benteng kuatir didamperat Kubilai, cepat ia memerintah agar meniupkan tanduk dan memberi aba2 penyerbuan lagi, serentak pasukan Mongol menyerang dengan gagah berani untuk menyelamatkan ketiga Pek-hu-tiang.   Mendadak Kwe Cing bersiul nyaring dan melangkah maju, ketika salah seorang Pek-hu-tiang menusuknya dengan tumbak, dengan tepat gagang tumbak kena dipegang Kwe Cing terus didorong ke depan, menyusul sebelah kakinya melayang dan tepat menendang pada perisai Pek-hu-tiang kedua, meski kedua Pek-hu-tiang itu sangat gagah, tapi sukar menahan tenaga sakti Kwe Cing, seketika keduanya mencelat terjungkal ke bawah benteng dan binasa dengan kepala pecah dan tubuh remuk.   Pek-hu-tiang ketiga berusia lebih tua, rambutnya sudah ubanan, iapun insaf dirinya tak terluput dari kematian, tapi sekuatnya ia putar goloknya dan menyerang dengan kalap, Se-konyong2 Kwe Cing menubruk maju, dengan tepat tangan lawan yang memegang golok itu kena dicengkeramnya, selagi ia hendak menyusuli dengan sekali hantaman untuk membinasakan Pek-hu-tiang itu, tiba2 ia melengak Pek-hu-tiang itupun dapat mengenali Kwi Cing cepat ia berseru.   "He, engkau, Kim-to Hunji (menantu raja bergolok emas)!"   Kiranya Pek-hu-tiang ini adalah bekas anak buah Kwe Cing ketika dahulu Kwe Cing ikut Jengis Khan menyerbu ke wilayah barat Segera Kwe Cing turun dari kuda dan berlari mendekati benteng, mereka menarik busur dan membidikan dua panah ke arah Kwe Cing.   Kepandaian memanah kedua orang itu memang lihay, baru saja terdengar suara teriakan perajurit di atas benteng, tahu2 kedua panah itu sudah menyamber sampai di depan dada Kwe Cing, tampaknya sukar lagi bagi Kwe Cing untuk mengelak, tak terduga mendadak kedua tangan Kwe Cing meraih, satu tangan satu panah telah kena dipegangnya menyusul kedua panah itu berbaIik- disambit ke musuh..   Belum lagi kedua jago pengawal Mongol tadi melihat jelas apakah Kwe Cing jadi mati kena panah mereka atau tidak, mendadak kedua panah sudah menyamber tiba dan menembus dada mereka, kontan mereka binasa.   serentak terdengarlah, suara sorak gemuruh pasukan Song di atas benteng disertai bunyi genderang yang ber-talu2 sebagai tanda kemenangan.   Kubilai menjadi kesal dan memimpin pasukannya mundur ke tempat yang diperintahkan tadi, ditengah jalan tiba2 Nyo Ko berkata.   "Ongya tidak perlu masgul, biarlah sebentar Cayhe masuk ke kota sana untuk membunuh Kwe Cing."   "Tapi Kwe Cing itu serba lihay, namanya memang bukan omong kosong belaka, kurasa rencanamu hendak membunuhnya rada sukar,"   Ujar Kubilai sambil menggeleng.   "Beberapa tahun pernah kutinggal di rumahnya, pula pernah menolong anggota keluarganya, dia pasti tidak curiga apapun padaku,"   Kata Nyo Ko.   "Tadi kau berdiri di sampingku, mungkin sudah dilihat olehnya,"   Kata Kubilai pula.   "Sebelumnya sudah kupikirkan hal ini, maka tadi aku dan nona Liong memakai topi lebar untuk menutupi muka dan pakai mantei bulu puIa, dia pasti pangling padaku,"   Ujar Nyo Ko.   "Baiklah, jika begitu kuharap kau akan berhasil, tentang janji anugrah pasti kupenuhi"   Kata Kubilai.   Nyo Ko mengucapkan terima kasih, Baru saja ia hendak berangkat bersama Siao-b'ong-li, sekilas dilihatnya Kim-lun Hoat-ong, Siausiang-cu dan lain2 menghunjuk rasa kurang senang, segera terpikir oleh Nyo Ko bahwa orang2 itu tentu kuatir kalau gelar "jago nomor satu"   Itu akan direbutnya karena berhasil membunuh Kwe Cing, untuk itu orang2 itu pasti akan menjegalnya supaya usahanya gagal. Maka Nyo Ko lantas berkata pula kepada Kubilai.   "Ada sesuatu pula ingin kutegaskan kepada Yang Mulia."   "Urusan apa, katakan saja,"   Jawab Kubilai.   "Maksudku membunuh Kwe Cing hanya demi membalas sakit hati pribadiku,"   Tutur Nyo Ko.   "selain itu juga kepalanya kuperlukan untuk menukar obat penolong jiwa Kokohku, Maka kalau usahaku berhasil berkat doa restu Ongya, namun gelar jago nomor satu itu sama sekali tak berani kuterima."   "Apa sebabnya? "tanya Kubilai heran.   "Betapapun kepandaianku belum dapat dibandingkan dengan tokoh2 yang hadir di sini ini, mana kuberani mengaku sebagai jago nomor satu?"   Kata Nyo Ko.   "Sebab itulah Ongya harus terima dulu permohonanku ini barulah kuberani melaksanakan tugas"   Karena Nyo Ko bicara dengan sungguh2 dan tegas, pula melihat sikap Siau-siang-cu dan yang lain itu, diam2 Kubilai juga dapat menerka apa yang menjadi pertimbangan anak muda itu, maka berkatalah dia.   "Baiklah, setiap orang memang mempunyai cita2 sendiri, jika begitu kehendakmu akupun tidak ingin memaksakan."   Segera Nyo Ko memohon diri dan berangkat bersama Siao-liong-li.   Ditengah jalan mereka membuang topi dan mantel bulu yang mereka pakai sehingga dandanan sekarang adalah bangsa.   Sampai dibawah benteng kota hari sudah menjelang magrib, terlihat pintu gerbang benteng tertutup rapat, di atas benteng satu regu prajurit sedang ronda kian kemari."   "Hei, aku bernama Nyo Ko dan ingin bertemu dengan Kwetoaya, Kwe Cing,"   Teriak Nyo Ko.   Ketika mendengar suaranya, perwira yang dinas jaga coba melongok ke bawah dan melihat Nyo Ko cuma bersama dengan seorang perempuan, ia percaya pasti bukan musuh yang sengaja hendak menyusup ke kota, segera ia melaporkan hal itu kepada Kwe Cing.   Tidak lama kemudian dua pemuda muncul diatas benteng dan melongok keluar, seorang lantas bersuara.   "Oh, kiranya Nyo-toako, apakah cuma kalian berdua?"   Kiranya kedua pemuda itu adalah Bu Tun-it-dan Bu Siu-bun. Dengan tertawa Nyo Ko lantas meryawabr "Eh, kiranya Bu jiko, Apakah Kwe-pepek ada di situ?"   "Ada, silahkan masuk saja"   Jawab Siu Bun.   Segera ia memberi perintah agar membukakan pintu benteng dan menurunkan jembatan untuk menyambut datangnya Nyo Ko dan Siao-liong li Kedua saudara Bu membawa Nyo Ko ke sebuah rumah besar, dengan wajah berseri Kwe Cing menerima kedatangan mereka, lebih dulu Kwe Cing memberi hormat kepada Siao-liong-li lalu menarik tangan Nyo Ko, katanya dengan tertawa girang.   "Ko-ji, kedatangan kalian sangat kebetuIan, Musuh sedang menyerang kota, kedatangan kalian berarti bantuan yang dapat diandalkan bagiku, sungguh bahagia sekali segenap penduduk kota ini."   Siao-liong-li adalah guru Nyo Ko, maka Kwe Cing menghormatinya sebagai angkatan yang sama dengan ramah ia menyilakan dia masuk kedalam rumah, terhadap Nyo Ko iapun sangat sayang dan menggandeng tangannya.   Ketika teringat bahwa orang yang menggandeng tangannya ini adalah pembunuh ayahnya, sungguh tidak kepalang gemas hati Nyo Ko, kalau bisa sekali tusuk akan dibinasakannya.   Cuma jeri kepada kelihaian Kwe Cing, maka tidak berani sembarangan bergerak, dengan air mukanya yang gembira, iapun menanyakan kesehatan sang paman dan tidak lupa pula menanyakan Ui Yong.   Lantaran rasa dendamnya sebegitu jauh ia tidak memberi sembah hormat kepada Kwe Cing.   Namun Kwe Cing memang orang baik, sedikitpun ia tidak memperhatikan tata adat begitu.   Sampai di ruangan besar, Nyo Ko hendak menemui Ui Yong ke dalam, namun Kwe Cing telah mencegahnya, katanya.   "Bibimu sudah hampir melahirkan, beberapa hari akhir2 ini kesehatannya ada terganggu, boleh kau menemuinya lain hari saja."   Diam2 Nyo Ko bergirang, ia justeru kuatir akan kecerdikan Ui Yong, bukan mustahil maksud kedatangannya ini akan diketahuinya, kalau bibi itu sedang sakit, maka kebetulan baginya.   Tengah bicara, datanglah utusan panglima kota yaitu Lu Bun-hoan, yang mengundang Kwe Cing untuk menghadiri perjamuan merayakan kemenangan yang tadi.   Namun Kwe Cing telah menolak undangan itu dengan alasan dia sendiri lagi menerima tamu, sudah tentu utusan panglima itu sangat heran, dilihatnya usia Nyo Ko masih muda dan tiada sesuatu yang luar biasa, entah mengapa justru anak ini mendapat perhatian Kwe Cing sebesar itu sehingga menolak undangan sang panglima hanya untuk melayani anak muda itu, Terpaksa utusan itu pulang melaporkan hal itu kepada Lu Bun-hoan.   Kwe Cing lantas mengadakan perjamuan sederhana di rumah sendiri untuk merayakan kedatangan Nyo Ko dan Siao-liong-li, ikut hadir di meja perjamuan adalah Cu Cu-liu, Loh Yu-kah, kedua saudara Bu, Kwe Hu dan lainnya.   Ber-ulang2 Cu Cu-liu mengucapkan terima kasih pada Nyo Ko yang pernah menolongnya dgn memaki pangeran Hotu dari Mongol itu menyerahkan obar penawar sehingga Cu Cu-liu terbebas dari renggutan maut.   Sikap Kwe Hu ternyata tawar saja terhadap Nyo Ko, ia cuma memanggil sekali, lalu tidak bicara pula.   Dalam perjamuan itu alis si nona kelihatan terkerot seperti dirundung suatu persoaIan.   Kedua saudara Bu juga, selalu menghindari adu pandang dengan Nyo Ko, ketiga orang juga tidak berbicara sejak awal hingga berakhirnya perjamuan.   Sebaliknya Loh Yu-kah dan Cu Cu-liu sangat gembira ria dan.   asyik ngobrol tentang kemenangan gemilang atas pasukan Mongol siangnya.   Waktu perjamuan selesai, sementara itu sudah lewat tengah malam.   Kwe Cing menyuruh Kwe Hu mengawani Siao liong-li tidur sekamar, ia sendiri menarik Nyo Ko untuk tidur bersama satu ranjang.   Ketika akan pergi Siao-liong-li sempat melirik sekejap pada Nyo Ko dan agar anak muda itu ber-hati2.   Nyo Ko kuatir rahasianya diketahui orang, cepat ia berpaling dan tidak berani menatap Siaoliong-li Kwe Cing menggandeng Nyo Ko ke kamar tidurnya, ber-ulang2 ia memuji anak muda itu melawan Kim-lun Hoat-ong di barisan batu2 itu dan berhasil menyelamatkan Ui Yong, Kwe Hu serta kedua saudara Bu.   Habis itu ia lantas tanya pengalaman Nyo Ko setelah berpisah.   Teringat kejadian tempo hari, diam2 Nyo Ko menyesal telah menolong Ui Yong dengan matian apabila sudah mengetahui Ui Yong adalah musuhnya ia kuatir kalau banyak bicara mungkin rahasia tujuannya akan diketahui Kwe Cing, maka tentang pertemuannya dengan Thia Eng, Liok Bo-siang, Sah Kho dan Ui Yok-su tak diceritakannya, ia hanya mengaku merawat lukanya di pegunungan sunyi, kemudian bertemu dengan Kokoh, lalu bersama ke sini untuk mencari paman.   Sembari membuka baju dan mapan tidur, Kwe Cing berkata.   "Ko-ji, saat ini musuh sudah berada di depan mata, keadaan Song Raya kita benar2 berbahaya, seperti telur di ujung tanduk. Siangyang adalah perisai bagi tanah air kita, kalau kota ini jatuh, mungkin ber-juta2 rakyat kita akan menjadi budak orang Mongol. Dengan mataku sendiri kulihat keganasan orang MongoI, sungguh darahku menjadi mendidih menyaksikan kekejaman musuh itu...."   Segera Nyo Ko teringat juga keganasan perajurit Mongol yang dilihatnya sepanjang perjalanan, saking gusarnya iapun mengertak gigi.   "Kaum kita belajar silat dengan sepenuh tenaga, walaupun tujuannya ingin berbuat kebajikan dan membela kaum kecil, namun ini hanya sebagian kecil saja daripada tugas kita yang sebenarnya,"   Kata Kwe Cing pula.   "Sebabnya orang Kangouw menyebut aku "Kwe-tayhiap", kukira bukan disebabkan kepandaianku yang tinggi melainkan menghormati diriku yang berjuang mati2an demi negara dan rakyat. Namun aku sendiri merasa tenagaku seorang teramat kecil dan belum dapat membebaskan rakyat dari kesengsaraan sesungguhnya aku malu untuk disebut "Tayhiap", Kau masih muda, kepintaranmu dan kecerdasanmu berlipat ganda daripadaku, hari depanmu pasti cemerlang dan tentu jauh melebihi diriku. Hanya kuharap kau selalu ingat kepada pesanku ini.   "Demi negara dan rakyat, itulah tugas utama kita", Semoga kelak namamu termashur dan menjadi seorang Tayhiap (pendekar besar) sejati yang dihormati segenap rakyat jelata. Uraian Kwe Cing itu sangat mengena di lubuk hati Nyo Ko, dilihatnya Kwe Cing bicara dengan sungguh2, simpatik, tapi juga kereng, meski jelas dia adalah musuh yang membunuh ayahnya, tapi tanpa terasa timbul juga rasa hormat dan segannya. Segera ia menjawab.   "Kwe-pepek, jika engkau sudah meninggal aku pasti akan ingat selalu perkataanmu ini."   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sudah tentu Kwe Cing tak mengira bahwa malam ini juga si Nyo Ko akan membunuhnya, dengan rasa sayang ia membelai kepala anak muda itu dan berkata pula "Ya, memang, berjuang sampai titik darah penghabisan kalau negara kita runtuh, jiwa pamanmu ini jelas juga takkan tertinggal lagi.   Baiklah, sudah jauh malam, marilah tidur.   Kabarnya Kubilai sangat pandai mengatur pasukan, kemunduran pasukannya tadi mungkin cuma siasat belaka, dalam beberapa hari ini pasti akan ada pertempuran dahsyat, kau perlu kumpulkan dan memupuk semangat untuk memperlihatkan segenap kepandaianmu di medan perang."   Nyo Ko mengiakan saja, lalu membuka baju dan mapan tidur.   Belati yang dibawanya dari Coat-ceng-kok itu diam2 diselipkan nya di pinggang, ia pikir biar ilmu silatmu beratus kali lebih tinggi, kalau sudah tertidur, sekali tikam dengan belati ini, masakah kau mampu mengelak? Karena siangnya bertempur sengit, maka Kwe Ceng rada lelah, begitu menempel bantal dia terus terpulas.   Sebaliknya Nyo Ko bergolak-golik tak dapat tidur.   Dia tidur di bagian dalam, didengarnya pernapasan Kwe Cing sangat teratur, tarikan dan hembusan napasnya terselang agak lama, diam2 ia kagum terhadap Lwekang sang paman yang hebat itu.   Agak lama kemudian, suasana terasa hening, hanya dari jauh terdengar suara peronda sedang melakukan tugasnya pelahan Nyo Ko berduduk dan meraba belatinya, ia pikir kalau dia sudah kutikam mati, segera kupergi membunuh Ui Yong pula, rasanya membereskan seorang wanita hamil tak terlalu sulit, selesai semuanya segera bersama Kokoh kembali ke Coat-ceng-kok untuk mengambil setengah biji obat itu.   Kemudian kami akan mengasingkan diri di kuburan kuno itu untuk menikmati kebahagiaan hidup dan takkan peduli apakah dunia ini akan menjadi milik Song atau direbut Mongol.   Begitulah hatinya sangat senang berpikir sampai di sini, Tiba2 terdengar suara tangisan seorang anak kecil di rumah tetangga sana,menyusul suata sang ibu sedang meminang anaknya, suara tangis anak itupun mulai mereda dan kemudian sunyi senyap pula.   Seketika hati Nyo Ko tergetar, mendadak teringat olehnya apa yang dilihatnya di perjalanan tempo hari, di mana seorang Busu Mongol telah menyudet perut seorang bayi dan diangkat ke udara seperti sundukan satai, bayi itu tidak lantas mati, tapi masih dapat menjerit ngeri.   Segera terpikir olehnya.   "Untuk membunuh Kwe Cing sekarang bagiku sangat mudah. Tapi kalau dia mati, kota ini takkan dapat dipertahankan lagi dan be-ribu2 anak kecil dalam kota ini tentu akan menjadi mangsa keganasan perajurit Mongol. Aku sendiri berhasil membalas dendam, tapi akibatnya jiwa rakyat jelata yang tak terhitung banyaknya akan menjadi korban, apakah perbuatanku ini dapat dipuji?"   Tapi lantas terpikir pula.   "Kalau tidak kubunuh dia, tentu pula Kiu Jian-jio tak mau memberikan obatnya padaku dan kalau aku mati pasti juga Kokoh tak dapat hidup lagi,"   Betapa mendalam cintanya kepada Siao-liong-li boleh dikatakan tiada taranya, karena itulah menjadi nekat.   "Sudahlah, biar peduli amat dengan jiwa rakyat Siangyang dan negara segala, ketika aku menderita sengsara, selain Kokoh seorang siapa lagi yang pernah menaruh belas kasihan padaku? Orang lain tidak pernah sayang padaku, buat apa aku mesti sayang pada orang lain?"   Begitulah ia lantas angkat belati nya.   tenaga dikumpulkan pada tangan itu, ujung belati mengincar tepat pada dada Kwe Cing.   Lilin di dalam kamar itu sudah dipadamkan tapi Nyo Ko sudah biasa melihat dalam kegelapan, waktu belatinya akan ditusukan, sekilas ia memandang wajah Kwe Cing, dilihatnya air muka paman sangat tenang, wajah seorang welas asih dan berbudi.   Belati sudah tergenggam di tangan Nyo Ko, tapi ia ragu2 untuk turun tangan mengingat keselamatan laksaan jiwa bangsa Han yang akan menjadi korban keganasan serdadu Mongol yang kejam itu.   ----------- nggak nyambung tidurnya sangat nyenyak.   Tiba2 terbayang pula dalam benak Nyo Ko semua kejadian di masa lampau, betapa kasih sayang paman padanya waktu tinggal di Tho-hoa-to dan tanpa mengenal lelah sang paman mengantarnya ke Cong-lam-san untuk belajar siIat, malahan berniat menjodohkan puteri tunggalnya kepadanya.   Tanpa terasa timbul pikirannya.   "Selamanya Kwe pepek bertindak jujur dan terus terang, beliau adalah seorang tua yang baik budi, Pribadi seperti dia ini seharusnya tidak mungkin mencelakai ayahku, Apakah mungkin Sah Koh yang tidak waras itu sembarangan omong? Kalau saja tikaman ini jadi kulaksanakan dan mungkin ternyata salah membunuh orang baik, bnkankah dosaku sukar lagi diampuni? Wah, nanti dulu kukira urutan ini harus kuselidiki dulu. Pelahan2 ia lantas menyimpan kembali belatinya, ia coba merenungkan pula satu demi satu kejadian di masa lalu sejak dia bertemu dengan Kwe Cing dan Ui Yong. Teringat olehnya sikap Ui Yong yang kurang simpatik padanya, beberapa kali dipergoki suami isteri ku sedang membicarakan sesuatu soal apa2, tapi pokok pembicaraan lantas dihentikan begitu dia muncul. Kalau dipikir, tentu ada sesuatu diantara suami isteri itu sengaja dirahasiakannya. lngat pula sang bibi resminya menerimanya sebagai murid, tapi yang diajarkan hanya membaca dan menulis, sedikitpun tidak diajarkan silat. Apakah keramahan paman Kwe kepadaku itu bukan lantaran dia telah mencelakai ayahku dan hatinya merasa tidak tenteram, maka sengaja membaiki aku sekedar menenangkan hatinya yang merasa berdosa itu? Begitulah Nyo Ko terus bergulang-guling tak dapat pulas. Dalam pada itu Kwe Cing masih tidur dengan nyenyaknya, namun pada suatu ketika itu, dapat mengetahui pernapasan Nyo Ko yang rada memburu itu mendadak ia membuka mata dan bertanya.   "Ada apa, Ko-ji? kau tak dapat tidur?"   Badan Nyo Ko rada bergetar, jawabnya.   "Oh tidak apa2"   "Kalau kau tidak biasa tidur bersama orang lain, bolehlah kutidur di meja saja,"   Kata Kwe Cing dengan tertawa.   "Wah, tidak, tidak apa2"   Sahut Nyo Ko cepat "Baiklah, jika begitu lekas tidur."   Ujar Kwe Cing.   "Orang belajar silat harus mengutamakan menenangkan batin dan memusatkan pikiran."   Nyo Ka mengiakan. Akan tetapi pikirannya tetap bergoIak akhirnya ia tidak tahan dan bertanya.   "Kwe-pepek, dahulu waktu kau mengantar diriku ke Cong lam-san,- sampai kuil di kaki gunung itu pernah kutanyakan sesuatu padamu, apakah paman masih ingat?"   Hati Kwe Cing terkesiap, jawabnya.   "Ya, ada apa?"   "Tatkala mana Kwe-pepek marah2 dan menghantam sebuah pilar batu sehingga menimbulkan salah paham para Tosu hari Coan-cin-kau, apakah paman masih ingat persoalanku yang kutanyakan itu?"   "Ya, kalau tidak salah kau tanyai cara bagaimana meninggalnya ayahmu,"   Dengan tatapan tajam Nyo Ko berkata pula.   "Waktu yang kutanyakan padamu adalah siapa kah yang membunuh ayahku."   "Darimana kau mengetahui bahwa ayahmu di bunuh orang?"   Kata Kwe Cing.   "Memangnya ayahku meninggal secara baik2?"   Tanya Nyo Ko dengan suara agak serak. Kwe Cing terdiam sejenak, ia menghela napas panjang, lalu berkata pula.   "Ayahmu meninggal secara menyedihkan, akan tetapi tiada siapapun yang membunuhnya, dia sendirilah yang membunuh dirinya sendiri"   Mendadak Nyo Ko bangun berduduk, dengan perasaan yang sangat terangsang ia berkata.   "Tidak Kwe-pepek dusta padaku, mana mungkin di dunia ini ada orang membunuh dirinya sendiri? seumpama ayahku membunuh diri, tentu juga ada orang-lain yang menyebabkan kematiannya."   Kwe Cing menjadi berduka dan meneteskan air mata, katanya pelahan.   "Anak Ko, kakekmu dan ayahku adalah saudara angkat, ayahmu dan diriku juga mengikat persaudaraan. Kalau ayahmu mati secara penasaran masakah aku tidak berusaha membalas dendam baginya?"   Tubuh Nyo Ko rada gemetar, saking menahan perasaannya hampir saja ia berucap.   "Kau sendiri yang membunuh ayahku dengan sendirinya kau tidak mungkin membalaskan dendamnya."   Tapi ia tahu sekali ucapannya itu dikeluarkan tentu Kwe Cing akan waspada dan selanjutnya pasti sukar hendak membunuhnya. Maka Nyo Ko hanya diam saja, lalu tidak bicara lagi.   "Persoalan ayahmu sebenarnya sangat banyak lika-likunya dan sukar diceritakan dalam waktu singkat."   Kata Kwe Cing pula.   "Dahulu waktu kau bertanya, karena kupikir usiamu masih terlalu muda dan belum dapat memahami sebab musababnya dengan jelas, lantaran itulah aku tidak mau menjelaskan padamu, sekarang kau sudah dewasa, sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang Jahat, maka setelah orang MongoI dipukul mundur, biarlah nanti kuceritakan dari awal hingga akhir."   JeIasnya. Habis berkata ia terus membalik dan tidur lagi. Nyo Ko cukup kenal perangai sang paman yang tegas itu, sekali dia bilang satu, tidak mungkin berubah menjadi dua, Tapi ia menjadi ragu2 lagi dan memaki dirinya sendiri.   "Wahai, Nyo Ko, biasanya kau bertindak sesuatu selalu tegas dan berani, mengapa sekarang kau bimbang dan takut2 ? Apakah kau jeri terhadap ilmu silatnya yang lihay? Bukan saja kesempatan bagus malam ini kau sia2 kan, besok bila Ui Yong mengetahui maksud tujuanmu mungkin Kokohmu akan ikut menjadi korban. Teringat kepada Siao liong li, seketika ia bersemangat lagi, ia meraba pula belatinya, belati yang menempel kulit perutnya itu serasa panas oleh suhu badannya. Baru saja ia hendak mencabut belatinya, tiba2 terdengar daun jendela diketok orang tiga tali dengan sangat pelahan.   "Cepat Nyo Ko pura2 tidur, sedangkan Kwe Ceng, lantas terjaga bangun berduduk serta bertanya "Apakah Yong-ji di situ? Ada urusan apa?"   Namun suara di luar jendela lantas berhenti, Kwe Ceng terus berbangkit, dilihatnya Nyo Ko tertidur nyvnyak, ia pikir anak muda itu baru saja pulas, sebaiknya jangan diganggu lagi.   pelahan2 ia lantas membuka pintu kamar dan keluar, diiihatnya Ui Yong sedang menunggunya di serambi sana, Kwe Cing mendekati sang isteri dan bertanya dengan suara tertahan "Ada urusan apa?"   Ui Yong tidak menjawabnya, ia menarik tangan suaminya ke halaman belakang, setelah memandang sekelilingnya, habis itu baru berkata.   "Percakapanmu dengan Ko-ji sudah kudengar semua. Dia mengandung maksud buruk, apakah kau tidak tahu?"   Kwe Cing terkejut "Apa? Dia bermaksud buruk bagaimana? "   Ia menegas.   "Dari ucapannya itu, tampaknya dia mencurigai kita berdua yang membunuh ayahnya,"   Tutur Ui Yong.   "Ya bisa jadi dia curiga,"   Ujar Kwe Cing sambil menggeleng.   "tapi aku sudah berjanji akan menceritakan sebab musabab kematian ayahnya."   "Memangnya kau benar2 akan menceritakan padanya tanpa menutupi sesuatu apapun ?"   Tanyanya.   "Begitu mengenaskan kematian ayahnya, selama ini akupun selalu merasa bersalah,"   Kata Kwe Cing.   "Meski adik Nyo Khong tersesat ke jalan yang salah, tapi kita juga tidak berusaha menyadarkan dia dan tidak berdaya menyelamatkan dia."   "Hmm orang macam begitu masakah ada harganya dibantu?"   Jengek Ui Yong.   "Malahan aku justeru menyesal tidak membunuhnya sedini mungkin, kalau tidak masakah beberapa gurumu itu sampai tewas di Thoa hoa-to gara2 perbuatannya?"   Teringat kepada peristiwa yang mengenaskan itu, tanpa terasa Kwe Cing menghela napas panjang "Dari anak Hu kudengar kedatangan Ko-ji ini kelihatan agak aneh, katanya pula kau tidur sekamar dengan dia, Aku menjadi kuatir terjadi sesuatu, maka sejak tadi aku sudah mengawasi di luar jendela.   Kukira sebaiknya jangan tidur bersamanya, harus diketahui bahwa hati manusia sukar dijajaki, pula ayahnya...   meninggal akibat keracunan karena memukul bahuku.   "   "Yong-ji, itupun tidak dapat dikatakan kau yang mencelakai dia."   Ujar Kwe Cing.   "Walau kita memang ada maksud membunuhnya, akhirnya dia juga mati akibat diriku, maka soal kita sendiri yang turun tangan membunuhnya atau bukan menjadi tidak penting lagi."   Kata Ui Yong.   Kwe Cing berpikir sejenak, katanya kemudian "Betul juga ucapanmu.   Kalau begitu sementara ini takkan kuceritakan terus terang padanya, Yong ji, sudah jauh malam, lekas kembali ke kamarmu dan mengaso, besok malam biar kupindah tidur ke-markas saja."   Biasanya Kwe Ging memang menuruti segala nasehat Ui Yong, soalnya ia tahu kecerdasan dan pengetahuan sang isteri memang berkali lipat lebih pintar daripada dirinya, dugaannya selalu tepat, perhitungannya tak pernah meleset, meski ia tidak percaya bahwa Nyo Ko bermaksud jahat kepada-nya, tapi sang isteri sudah bilang begitu, maka ia lantas menurut saja.   Segera Kwe Cing memayang sang isteri kembali ke kamarnya, katanya.   "Kukira selekasnya Hu-ji dinikahkan saja dengan Ko-ji agar selesailah persoalan kita ini."   "Aku sendiripun bingung menghadapi urusan ini!"   Ujar Ui Yong sambil menghela napas.   "Kakak Cing, dalam hatiku hanya ada engkau seorang begitu pula dalam hatimu sama ada aku, akan tetapi puteri kita itu ternyata tidak seperti kau, juga tak seperti aku, dalam hatinya justeru sekaligus terisi dua kekasih yang sukar dibedakan mana yang harus dipilih, inilah yang membuat kita sebagai ayah-bundanya serba susah."   "Dua kekasih"   Yang dimaksud Ui Yong bukan lain daripada Bu Tun-si dan Bu Siu-bun.   Kedua anak muda ini sama jatuh cinta kepada Kwe Hu.   sebaliknya Kwe hu juga tidak pilih kasih terhadap kedua saudara Bu-itu.   Waktu masih kecil memang tidak menjadi soal, tetapi ketiganya kini sudah dewasa, persoalan cinta segi tiga inipun menjadi semakin rumit dan serba sulit.   Menurut pikiran Kwe Cing, dia ingin menjodohkan, puterinya kepada Nyo Ko dan, untuk kedua saudara Bu akan dicarikan gadis lain yang setimpal.   Namun pikiran Ui Yong terlebih cermat, ia tahu banyak kesulitan dalam persoalan jodoh ini.   Kendatipun dia sangat pintar, menghadapi soal rumit inipun dia merasa bingung dan tak berdaya.   Begitulah Kwe Cing mengantar isterinya ke dalam kamar, setelah berbaring dan menyelimutinya, ia duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan sang isteri dengan tersenyum bahagia.   Selama sebulan ini keduanya sama sibuk urusan tugas, suami-isteri jarang berkumpul dengan tenang, sekarang keduanya berhadapan tanpa bicara, namun terasa sangat tenang.   Ui Yong memegangi tangan Kwe Cing dan di-gosok2kannya pada pipi sendiri, lalu berkata dengan suara lirih.   "Engkoh Cing, anak kita yang kedua ini bolehlah kau berikan suatu nama yang baik."   "Kau tahu aku tidak sanggup, mengapa kau menggoda aku,"   Jawab Kwe Cing dengan tertawa.   "Kau selalu mengatakan dirimu tidak sanggup apa2, padahal, engkoh Cing, lelaki diseluruh jagat ini tiada keduanya yang mampu melebihi kau,"   Kata Ui Yong dengan mesra dan sungguh2 Kwe Cing menunduk dan mencium pelahan muka sang isteri katanya.   "Kalau anak laki2 kita beri sama Boh-to saja, tapi bila perempuan...."   Dia berpikir sejenak, lalu menyambung "Kau saja yang memberikan namanya."   "Saat ini kita sedang mempertahankan kota Siang yang ini menghadapi serbuan orang MongoI, karena anak dilahirkan di sini, maka kita beri nama Yang saja, agar kelak kalau sudah besar anak ini akan selalu ingat bahwa dia dilahirkan di kota yang sedang berkecamuk peperangan."   "Bagus, diharap saja anak perempuan ini tidak senakal Tacinya, sudah begitu besar masih membikin repot orang tua saja,"   Ujar Kwe Cing.   "Kafau cuma repot sih tidak jadi soal."   Ujar Ui Yong dengan tersenyum.   "justeru dia.... .ahhh aku malah berharap anak ini adalah laki2 saja"   Kwe Cing me-raba2 tangan sang isteri dan ber-kata.   "Anak laki2 atau anak perempuan kan sama saja? Sudahlah, lekas tidur, jangan berpikir macam2"   Setelah menyelimuti sang isteri dan memadamkan lilin, lalu Kwe Cing kembali ke kamarnya, dilihatnya Nyo Ko masih tidur dengan lelapnya, di-dengarnya bunyi kentongan tiga kali, segera ia naik tempat tidur lagi.   Tak diketahuinya bahwa percakapan mereka suami-isteri dihalaman tadi telah dapat didengar semua oleh Nyo Ko yang sembunyi di balik pintu.   Waktu Kwe Cing dan Vi Yong menuju ke ruangan dalam Nyo Ko masih berdiri kesima di balik pintu sambil merenungkan ucapan Ui Yong.   "Aku justeru menyesal tidak membunuhnya lebih dini, ayahnya mati keracunan akibat memukul bahuku, kita sama ada maksud membunuhnya, tapi akhirnya dia juga mati akibat diriku."   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dari kata2 itu jadi sudah jelas bahwa ayahku memang tewas di tangan mereka berdua, hal ini tidak perlu diragukan lagi, demikian pikir Nyo Ko, Diam2 iapun merasa Ui Yong benar2 maha lihay karena mencurigai dirinya, kalau malam ini tidak turun tangan, mungkin kelak tiada kesempatan baik lagi.   Begitulah ia lantas berbaring lagi di tempat tidurnya dan menunggu sampai kembalinya Kwe Cing.   Setelah Kwe Cing merebahkan diri dan memakai selimut, didengarnya Nyo Ko mengeluarkan suara mengorok pelahan.   Diam2 ia pikir anak muda ini nyenyak benar tidurnya.   Karena itu ia mapan tidur dengan pelahan, kuatir kalau mengganggu Nyo Ko.   Selang tak lama, selagi layap2 akan terpulas, tiba2 terasa Nyo Ko membalik tubuh dengan pelahan, tapi waktu membalik tubuh tetap mengeluarkan suara mendengkur Kwe Cing melengak heran, umumnya orang tidur kalau membalik tubuh tentu suara mendengkurnya akan berhenti mengapa pernapasan bocah ini lain daripada yang lain, apakah mungkin latihan Lwekangnya mengalami kesalahan? jika betul demikian bisa celaka.   Hati Kwe Cing memang polos, sama sekali ia tidak pernah menyangka Nyo Ko sengaja pura2 mendengkur Begitulah ketika Nyo Ko membalik tubuh pula pelahan dan melihat Kwe Cing tetap diam saja, segera ia mengeluarkan suara dengkuran lagi sambil turun dari tempat tidur.   Semula ia berniat menikam Kwe Cing dalam selimut, tapi diurungkan karena merasa berbahaya menyerangnya dari jarak dekat, kalau saja sebelum ajalnya Kwe Cing membalas sekali hantam, tentu jiwa sendiri juga akan melayang.   Karena itu ia mengambil keputusan turun tempat tidur dulu, begitu tikamannya mengenai tempat yang mematikan segera ia akan melompat keluar jendela dan melarikan diri, Tapi iapun kuatir kalau suara mendengkurnya berhenti mungkin akan menimbulkan curiga Kwe Cing jika dalam tidurnya itu merasakan sesuatu yang tidak beres maka sambil turun dari tempat tidur ia tetap pura2 ngorok.   Karena kelakuannya inilah membikin Kwe Cing semakin bingung, ia pikir jangan2 bocah ini mengidap penyakit "mimpi berjalan"   Kalau sekarang kubiarkan dia.   karena kagetnya bukan mustahil tenaga dalamnya akan bergolak dan tersesat ke jalan yang keliru, itu berarti maut bagi anak muda itu.   Karena itulah ia tidak berani bergerak dan tetap pasang kuping untuk mengikuti gerak gerik Nyo Ko.   Pelahan Nyo Ko mengeluarkan belatinya danbdigenggamnya kencang di depan dada, dengan hati2 ia mendekati tempat tidur, mendadak ia angkat belatinya terus hendak ditikamkan ke ulu hati Kwe Cing.   "Ko ji, kau mimpi buruk apa?"   Pada saat itu juga mendadak Kwe Cing berseru padanya dengan suara halus.   Sungguh kaget Nyo Kotak terkatakan, begitu ke dua kakinya menutul, secara membalik tubuhnya terus menerobos keluar jendela.   Akan tetapi kecepatannya tetap kalah cepat daripada Kwe Cing sebelum dia tancapkan kakinya di luar, tahu2 kedua bahunya sudah dipegang oleh kedua tangan Kwe Cing.   Seketika Nyo Ko putus asa, ia tahu ilmu silat sendiri se-kali2 bukan tandingan sang paman, melawan juga tiada gunanya, maka ia cuma pejam mata dan menunggu ajal saja.   Tak terduga Kwe Cine terus mengangkat tubuhnya dan melompat masuk pula ke dalam kamar, didudukkannya Nyo Ko di tempat tidur dalam posisi seperti orang lagi semadi.   Diam2 Nyo Ko heran, ia tidak tahu dengan cara bagaimana dirinya akan disiksa oleh Kwe Cing, Tiba2 teringat pada Siao-liong-li, ia menarik napas panjang dan segera bermaksud berteriak memperingatkan nona itu agar lekas melarikan diri.   Melihat si Nyo Ko menghimpun tenaga, Kwe Cing semakin salah paham bahwa anak muda itu sedang menahan sakit.   Cepat ia gunakan tangannya untuk menahan perut Nyo Ko.   Mestinya Nyo Ko hendak berteriak.   tapi perutnya ditekan sehingga sukar bersuara, sedangkan dalam hati menguatirkan keadaan Siao-liong-li, ia menjadi kelabakan tapi perutnya ditahan oleh kwe Cing, ingin merontapun tidak dapat.   Dengan pelahan kemudian Kwe Cing berkata.   "Ko-ji, kau ter-buru2 berlatih, akibatnya malah macet sebaiknya jangan banyak bergerak, tenangkan pikiranmu, akan kubantu kau meredakan pergolakan tenaga dalammu."   Nyo Ko tercengang heran karena tidak tahu apa maksud ucapannya, ia hanya merasakan hawa hangat tersalur dari tangan sang paman ke dalam perutnya dan terasa sangat menyegarkan.   Segera tahulah Nyo Ko bahwa Kwe Cing sedang membantunya dengan Lwekang yang tinggi untuk melancarkan tenaga dalamnya.   Diam2 ia merasa geli dan malu diri pula, Nyata sang paman salah sangka latihan Lwekangnya tersesat sehingga kelakuannya seperti orang sinting.   Agar tidak menimbulkan curiga orang segera ia mengerahkan tenaga dalam sendiri dan sengaja disalurkan ke sana ke sini tanpa teratur dan seperti sukar diatasi.   Tehtu saja Kwe Cmg bertambah kuatir, ia kerahkan tenaganya lebih kuat untuk menghimpun tenaga dalam Nyo Ko yang terpencar itu.   Karena Nyo Ko sudah telanjur berlagak begitu mau-tak mau ia harus berbuat supaya lebih sungguh2 tampaknya.   Dasar Lwekang si Nyo Ko sekarang sudah sangat tinggi, seketika Kwe Cing kena dikelabui sampai agak lama barulah ia berhasil melancarkan tenaga dalam si Nyo Ko yang disangkanya nyasar itu.   Setelah kerja keras begitu, akhirnya Nyo Ko merasa kehabisan tenaga, Kwe Cing juga merasa letih, kedua orang sama2, bersemadi sehingga fajar barulah segar kembali.   "Sudah baik belum, Ko-ji?"   Tanya Kwe Cing dengan tersenyum.   "Sungguh tak terduga bahwa tenaga dalammu sudah begini hebat, hampir saja aku tidak sanggup menolong kau."   Tahu bahwa sang paman tidak sayang mengorbankan tenaga murninya demi untuk menolongnya mau - tak - mau hati Nyo Ko sangat terharu, katanya.   "Terima kasih atas pertolongan Kwe-pepek, semalam aku hampir saja celaka."   Diam2 Kwe Cing bersyukur bahwa anak muda ini tidak menyadari bahwa semalam dia telah angkat belati hendak menikamnya, kalau tahu, tentu anak muda itu akan menyesal tak terhingga.   Nyata Kwe Cing yang berhati jujur dan baik budi itu tetap tidak mencurigai perbuatan Nyo Ko itu, ia malahan kuatir kalau Nyo Ko mengetahui kejadian itu, maka sengaja membelokkan pembicaraan, katanya segera.   "Marilah kau ikut padaku keluar untuk mengontrol pertahanan pasukan kita."   Nyo Ko mengiakan dan ikut keluar. Kedua orang masing2 menunggang kuda perang dan dilarikan keluar benteng kota.   "Ko-ji,"   Kata Kwe Cing ditengah jalan.   "Lwe-kang kaum Coan-cin-pay adalah ilmu yang baik, meski kemajuannya lambat, tapi jarang terjadi kemacetan. Kukira kuncinya sudah cukup kau pahami, nanti kalau musuh sudah mundur akan kujelaskan lebih lanjut."   "Baiklah, kumohon Kwe-pepek jangan menceritakan kejadian semalam kepada bibi, kalau beliau tahu tentu akan mentertawakan diriku yang mempelajari ilmu sesat dari Kokoh segala,"   Kata Nyo Ko.   "Teatu takkan kuceritakan,"   Kata Kwe Cing.   "Padahal Kanghu nona Liong itupun bukan kepandaian jelek, soalnya kau sendiri yang banyak memikirkan hal2 lain dan tidak dapat memusatkan pelajaranmu pada itu saja."   Nyata ocehan Nyo Ko telah berhasil membohongi Kwe Cing sehingga tidak bercuriga sedikitpun, ia tahu bila urusan ini diketahui Ui Yong, maka sukar akan mengelabuhi nyonya maha cerdik itu, ia merasa lega setelah Kwe Cing berjanji takkan memberitahukan kejadian semalam kepada Ui Yong.   Begitulah kedua orang terus melarikan kuda mereka ke barat kota, terlihat sebuah sungai kecil terbentang di kaki bukit sana.   "Sungai ini bernama Tan-keh,"   Tutur Kwe Cing.   "Konon dahulu Lau Pi pada jaman Sam-kok itu dikejar pasukan musuh sampai di tepi sungai ini, Kuda yang ditunggangi Lau Pi bernama Tek-loh, menurut peramal kuda, katanya kuda itu kurang baik bagi sang majikan. Tak terduga pada saat gawat itulah sang kuda mampu melompat melintasi sungai kecil itu sehingga Lau Pi lolos dari kejaran musuh dan selamatlah jiwanya." - Bicara sampai disini, tiba2 ia turingat kepadar ayah Nyo Ko, katanya pula dengan gegetun.   "Sebenarnya manusia juga sama dengan kuda yang bernama Tek-loh itu, baik atau buruk sukar diramal, segala sepatu hanya bergatung pada ketentuan pikiran sekejap saja."   Hati Nyo Ko terkesiap, ia melirik Kwe Cing sekejap, tampaknya wajah sang paman mengunjuk rasa duka dan menyesal, agaknya ucapan itu tidak sengaja ditujukan kepadanya, Diam2 ia membatin.   "Meski tidak salah ucapannya, tapi baik itu apakah, buruk itu apa pula? Kalian suami isteri telah mencelakai ayahku apakah juga perbuatan baik?" - sesungguhnya ia sangat kagum terhadap tindak tanduk Kwe Cing, tapi bila ingat sang ayah yang mati di tangan suami isteri itu, mau-tak-mau timbul rasa dendamnya. Begitulah mereka terus melarikan kuda ke atas sebuah bukit dan memandang jauh ke sana kelihatan air sungai Hansui mengalir memanjang ke selatan, tertampak pula rakyat ber-kelompok2 mengungsi membanjiri Siangyang. Sambil menuding kaum pengungsi itu, Kwe Cing berkata.   "Pasukan Mongol pasti mengganas di perkampungan sana sehingga rakyat jelata kita terpaksa mengungsi menyelamatkan diri, betapa kejamnya orang Mongol sungguh menggemaskan."   Pada saat itulah, tiba2 dilihatnya rombongan pengungsi yang menuju pintu benteng itu ber-lari balik, tapi arus pengungsi dari belakang masih terus membanjir tiba sehingga di luar kota Siangyan seketika kacau balau dan hiruk pikuk.   Kwe Cing terkejut, ia heran mengapa penjaga pintu gerbang kota itu tidak membukakan pintu dan membiarkan kaum pengungsi itu masuk.   Cepat ia melarikan kudanya ke sana, terlihat lah satu regu pemanah berdiri di atas benteng dengan mementang busur menghadap kaum pengungsi itu.   "Hai, ada apa kalian? Lekas membuka pintu!"   Teriak Kwe Cing. Melihat Kwe Cing, perwira penjaga cepat memerintahkan membuka pintu gerbang, dan membiarkan Kwe Cing dan Nyo Ko masuk.   "Rakyat dijagal secara kejam oleh musuh, mengapa tidak membiarkan mereka masuk?"   Tegur Kwe Cing. Perwira piket itu menjawab.   "Lu-tayswe menguatirkan diantara kawanan ptngungsi ada mata2 musuh, maka betapapun mereka dilarang masuk kota agar tidak menimbulkan bencana."   "Andaikata betul ada satu-dua mata2 musuh. yang terselundup masuk juga tidak boleh mengakibatkan jiwa be-ribu2 rakyat jelata menjadi korban?"   Ujar Kwe Cing.   "Hayo lekas membuka pintu."   "Sudah lama Kwe Cing ikut berjasa mempertahankan kota Siangyang, namanya sangat tersohor dan disegani kawan maupun lawan, perwira itu tidak berani membantah perintahnya, terpaksa ia membukakan pintu benteng disamping mengirim berita kepada Lu Bun-hoan. Seketika terjadilah lautan manusia membanjir ke dalam kota, ketika kawanan pengungsi itu hampir masuk kota semua, mendadak dari jauh debu mengepul tinggi, pasukan Mongol menyerbu tiba dari arah utara, Perajurit Song segera siap siaga di belakang tembok benteng, terlihat di depan pasukan Mongol itu didahului oleh suatu rombongan orang yang berpakaian compang camping dan tangan membawa pentung dan sebagainya, tapi tiada sesuatu senjata tajam betul2, cara berjalannya juga tidak teratur, rombongan kaum jembel itu ber-teriak2.   "Jangan memanah, kami adalah rakyat Song!" - Dan pasukan Mongol yang tangkas itu ternyata berlindung di belakang barisan rakyat itu. Sejak Jengis Khan memang pasukan Mongol selalu menggunakan siasat begitu, yakni memakai rakyat negara musuh sebagai perisai untuk menyerbu kedudukan musuh, asalkan penjaga tidak tega hati dan berhenti memanah, maka pasukan Mongol lantas menyerbu maju, Cara itu sangat keji dan ganas, tapi lebih sering berhasil dengan baik, Begitulah maka kelihatan barisan rakyat itu telah digiring pasukan Mongol dan dipaksa mendekati benteng, makin lama makin dekat malahan sebagian sudah mulai memanjat tangga. Saat itu Lu Bun-hoan, panglima pertahanan kota Siangyang, sedang berkeliling mengawasi penjagaan pasukannya, melihat keadaan berbahaya, segera ia memberi perintah agar melepaskan panah, seketika terjadilah hujan panah di tengah jerit tangis rakyat jelata yang jatuh bergelimpangan, rakyat lainnya lantas membalik dan lari serawutan. Namun merekapun menjadi mangsa perajurit Mongol yang menabasnya dgn golok atau menusuknya dgn tumbak, barisan rakyat itu tetap didesak agar menyerbu ke atas benteng. Nyo Ko berdiri di samping Kwe Cing. gusar sekali ia menyaksikan adegan menyedihkan itu.   "Panah! Pahahl"   Terdengar Lu Bun-hoan berteriak2 pula memberi perintah. Segera suatu baris anak panah menyamber lagi ke bawah.   "Hai berhenti! jangan salah membunuh orang baik,"   Seru Kwe Cing.   "Keadaan segawat ini, andaikan orang baik juga terpaksa salah membunuhnya,"   Ujar Lu Bun-Hoan.   "Jangan, orang baik mana boleh salah membunuhnya."   Kata Kwe Cing pula. Tergetar hati Nyo Ko, diam2 ia menggumam.   "jangan salah membunuh orang baik, jangan salah membunuh orang baik."   Mendadak Kwe Cing berseru.   "Hayo saudara2 anggota Kay-pang, ikut padaku!"   Segera ia berlari turun dari atas benteng, Nyo Ko juga akan ikut, tapi Kwe King berkata padanya.   "Semalam kau kelihatan kurang sehat, sebaiknya kau berjaga di sini saja untuk mengawasi keadaanku."   Sebenarnya Nyo Ko ingin ikut Kwe Cing menghajar p rajurit Mongol yang kejam itu, ia tercengang mendengar ucapan Kwe Cing itu, tapi iapun tidak dapat berterus terang kejadian semalam, terpaksa ia tetap tinggal di tempatnya dan menyaksikan Kwe Cing memimpin suatu pasukan tanpa seragam menerjang keluar benteng terus menyergap sayap kanan pasukan Mongol.   Siasat pasukan Mongol yang "meminjam golok untuk membunuh orang"   Adalah cara sekali bertindak mendapat dua hasil, disamping menjagal bangsa Han juga dapat menggoyahkan hati pasukan Song, Tapi mendadak terlihat Kwe Cing memimpin pasukan menyerbu tiba, setiap orang berkepandaian tinggi dan gagah berani.   Pasukan Mongol yang digiring barisan di belakang itu lantas membagi pasukannya untuk menahan serbuan Kwe Cing itu.   Namun pasukan Kwe Cing itu sebagian besar adalah jago2 pilihan dari Kay-pang, sebagian kecil lainnya adalah para ksatria yang sengaja datang ke Siangyang untuk ikut berjuang, serentak mereka menyerbu maju sambil ber-teriak2, semangat tempur mereka yang menyala-nyala itu sudah membikin pasukan Mongol merasa keder.   Maka begitu kedua pihak bergebrak segera ratusan perajurit Mongol dibinasakan.   Tampaknya pasukan Mongol itu sukar menahan pasukan Kwe Cing, tiba2 dari samping sana menerjang tiba pula pasukan Mongol lain, Pasukan Mongol itu memang tangkas dan sudah terlatih, meski barisan pejuang yang dipimpin Kwe Cing itu berilmu silat tinggi, seketika merekapun sukar mengalahkan musuh, sementara itu barisan rakyat yang dipaksa menyerbu ke benteng kota itu lantas berlari serabutan karena pasukan Mongol yang menggiring mereka itu sebagian terpencar untuk menempur pasukan Kwe Cing.   Pada saat itulah terdengar suara tiupan tanduk disebelah timur sana, suara derapan kuda pasukan bergemuruh, dan pasukan Jian-jin-tui (barisan ribuan orang, batalion) Mongol menerjang tiba, menyusul dari sebelah barat kembali dua pasukan Jian-jin-tui menyerbu datang sehingga rombongan Kwe Cing itu terkurung di tengah.   Melihat betapa hebatnya pasukan Mongol itu, saking jerinya Lu Bun-hoan menjadi bingung dan tidak berani mengirim pasukan penolong.   Sambil berdiri di atas benteng, Nyo Ko terus merenungkan ucapan Kwe Cing tadi.   "jangan salah membunuh orang baik! jangan salah membunuh orang baik?"   Sementara itu ia melihat sang paman terkepung rapat oleh pasukan Mongol ia pikir.   "Sebabnya Kwe-pepek terkepung musuh sekarang adalah karena dia tidak mau salah membunuh orang baik2. Padahal rakyat ini bukan sanak kadangnya, tapi dia toh menyelamatkan mereka tanpa menghiraukan jiwa sendiri, Lantas apa sebabnya dia mencelakai ayahku?"   Ia memandangi pertempuran sengit di luar benteng itu, tapi dalam hati terus memikirkan teka-teki yang sukar dipecahkan ini .   "Dia dan ayah adalah saudara angkat, dengan sendirinya hubungan mereka lain daripada yang lain, tapi akhirnya toh Kwe-pepek mencelakai jiwa ayah, apakah ayahku memang orang busuk yang sama sekali tak dapat diampuni?"   Selama hidup Nyo Ko tidak pernah melihat ayah-bundanya sendiri, sejak kecil ia membayangkan sang ayah adalah seorang pendekar budiman, gagah berani, seorang lelaki sejati di dunia ini, kalau mendadak dia disuruh mengakui ayahnya adalah orang busuk, betapapun dia tak dapat terima.   Padahal samar2 dalam lubuk hatinya sudah lama terasa bahwa ayahnya jauh untuk dibandingkan Kwe-pepek, cuma setiap kali kalau timbul pikiran demikian selalu ia menekannya sekuatnya dan sekarang perasaan ini mau tak-mau timbul pula dalam benaknya.   Dalam pada itu medan perang di bawah sana masih berlangsung dengan sengit, suara hiruk pikuk menggelegar menggetar bumi, rombongan Kwe Cing tampak menerjang kian kemari, tapi tetap sukar menembus kepungan musuh.   Cu Cu-liu dan kedua saudara Bu masing2 siap memimpin suatu pasukan hendak keluar benteng untuk membantu, tiba2 terdengar suara tiupan tanduk yang keras dan sahut menyahut, kembali empat pasukan Jian jin-tui Mongol menerjang tiba pula.   Cara Kubilai mengatur pasukannya memang lain daripada yang lain, asalkan pintu gerbang benteng dibuka untuk mengeluarkan bala bantuan, maka pasukan Mongol yang sudah siap itu segera akan menyerbu masuk kota.   Keruan Lu Bun-hoan kebat-kebit ketakutan, cepat ia memberi perintah agar pintu gerbang jangan dibuka.   Diperintahkan pula dua regu perajurit khusus berjaga di pintu gerbang, siapa yang berani membuka pintu segera akan dibinasakannya.   Suasana diluar dan didalam benteng menjadi kacau balau, macam2 pikiran juga bertarung seru dalam benak Nyo Ko, sebentar ia berharap Kwe Cing dilalap saja oleh pertempuran gaduh itu, lain saat ia berharap pula agar sang paman berhasil mendobrak kepungan musuh.   Tiba2 kelihatan pasukan Mongol rada kacau, be-ribu2 perajurit berkudanya tersiak mundur laksana gelombang surut, dengan sebatang tumbak panjang Kwe Cing memacu kudanya keluar dari kepungan disertai barisan orang2 gagah yang dipimpinnya itu, mereka terus menerjang sampai di bawah tembok benteng, Ketika dekat pintu benteng, Kwe Cing terus memutar balik berjaga di belakang pasukan, di mana tumbaknya menyamber, beberapa perajurit dan perwira Mongol lantas terjungkal dari kudanya.   Melihat betapa lihaynya Kwe Cing, seketika pasukan Mongol itu menahan kuda mereka dan tak berani terlalu mendekat.   Pertahanan kota Siangyang boleh dikatakan tiada artinya tanpa Kwe Cing, maka Lu Bun-hoan menganggap Kwe Cing sebagai tulang punggungnya, ia sangat girang melihat Kwe Cing lolos dari kepungan musuh, cepat ia berseru membuka pintu gerbang.   Tapi pintu gerbang itu hanya dibuka selebar Satu-dua meter saja dan cuma cukup dimasuki suatu penunggang kuda saja, para ksatria itu ber turut2 lari ke arah pintu dan menyelinap masuk satu persatu.    Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Mustika Gaib Karya Buyung Hok Keris Maut Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini