Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 47


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 47


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   Itu kitab pusaka kunci saripati ilmu silat yang tak terkatakan hebatnya, semula tenaga yang dikeluarkannya tidak begitu menonjol, tapi setelah belasan jurus, tahu- tenaga pukulan Hang-liong-cap-pek-ciang bisa ber-ubah kadang2 kuat, tiba2 menjadi enteng lagi, mendadak membadai, tahu2 mereda lagi, dari maha kuat bisa berubah menjadi maha lunak, inilah ilmu sakti yang belum sempat dipahami oleh mendiang Ang Chit-kong dahulu.   Nyata sedikitpun dia tidak terdesak oleh ketiga lawannya yang amat tangguh itu, sebaliknya Kwe Cing malah terus menyerang, makin bertempur makin leluasa.   Sungguh kejut dan kagum Nyo Ko tak terhingga, Ketika di kuburan kuno dahulu pernah juga dia mempelajari "Kiu-im-cin-keng", cuma tiada petunjuk dari orang lain sehingga tidak diketahui kehebatan kitab pusaka yang begini luar biasa, ia coba mengikuti ilmu pukulan Kwe Cing itu dan dicocokkan dengan kunci ilmu yang dipelajarinya dari Kiu-im-cin-keng itu, seketika ia banyak mendapatkan teori baru yang sangat bermanfaat dan diingatnya dengan baik2, seketika iapun lupa akan membunuh Kwe Cing untuk menuntut balas sakit hatinya.   Ilmu silat antara Kim - lun Hoat-ong dan Kwe Cing sebenarnya setingkat, meski Kwe Cing lebih banyak mendapatkan penemuan aneh, tapi usia Hoat-ong lebih tua 20-an tahun, itu berarti keuletannya lebih tua 20 tahun pula, kalau satu lawan satu sedikitnya ribuan jurus baru dapat menentukan menang kalah.   Hoat-ong dibantu Siau-siang-cu dan Nimo Singh, sebenarnya tidak ada baginya mengalahkan lawannya, cuma Hang liong-cap-pek-ciang yang dimainkan Kwe Cing itu teramat lihay, ditambah lagi langkah Paktau-tin ajaran Coan-cin-kau yang digunakan Kwe Cing itu sukar diraba arahnya, seorang se-akan2 berubah menjadi tujuh orang, selain itu pertama kali In Kik-si sudah dilukainya lebih dulu, hal ini telah membikin jeri lawan pula, maka Hoat-ong bertiga menjadi tidak berani sembarangan menyerang, dengan begitu Kwe Cing dapat bertahan dengan satu lawan ketiga orang itu.   Setelah beberapa puluh jurus lagi, lambat-laun roda emas Kim-lun Hoat-ong mulai memperlihatkan daya tekanannya, ular besi Nimo Singh juga makin kencang menyerang, diam2 Kwe Cing mengeluh kalau pertarungan berlangsung lebih lama dan tiba2 pihak lawan datang lagi seorang pembantu, maka pasti dirinya tak sanggup bertahan lagi, sedangkan Nyo Ko yang menempur si gede itu entah bagaimana keadaannya.   Maklumlah, terpaksa ia harus memusatkan perhatian untuk melayani lawannya sehingga tidak sempat mengikuti pertarungan Nyo, Ko melawan Be Kong co di sebelah sana itu.   Tiba2 terdengar suara suitan aneh, kedua kaki Siau-siang-cu kaku menegak dan meloncat ke atas, dari udara pentungnya terus menutuk.   Cepat Kwe Cing mengegos ke samping, mendadak pandangannya terasa gelap, dari ujung pentung orang tersembur keluar asap hidup, seketika hidungnya mencium bau busuk amis, kepala menjadi rada pening Kwe Cing mengeluh, ia tahu pentung lawan itu tersimpan barang racun, cepat ia melangkah mundur.   Siau-siang-cu menjadi heran sekali, sudah jelas Kwe Cing telah mengendus racun yang disemburkan dari pentungnya, tapi tidak jatuh kelengar dan bahkan seperti tidak berhalangan apa2, padahal biarpun singa harimau atau binatang buas apapun juga akan jatuh pingsan jika tersembur oleh racun yang disemburkannya itu.   Segera ia meloncat lagi ke atas, untuk kedua kalinya ia menutuknya pula dengan pentungnya yang berbisa itu.   Dahulu waktu dia berlatih ilmu "mayat hidup"   Di daerah pegunungan yang sunyi, kebetulan dilihatnya seekor katak kecil sedang bertempur melawan seekor ular besar, katak pura itu menyemburkan hawa berbisa dan merobohkan lawannya yang jauh lebih besar itu.   Dari situlah Siau-siang-cu mendapatkan ilham, ia menangkap katak puru dan diambil lendir berbisanya untuk disembunyikan di dalam pentungnya.   Pangkal pentung ini ada pesawat rahasianya, sekali ditekan dengan jari akan segera menyemburkan asap berbisa, waktu menyemburkan asap berbisa itu Siau-siang-cu sengaja meloncat ke atas supaya daya guna racun itu tambah keras.   Biasanya asap berbisa itu tidak pernah meleset merobohkan musuh, siapa tahu tenaga dalam Kwe Cing sedemikian kuatnya dan sanggup bertahan.   Kim-lun Hoat-ong dan Nimo Singh meski bukan sasaran racun Siau-siang-cu itu, tapi merekapun ikut mengendus racun dan terasa muak, cepat mereka melompat mundur, Siau-siang-cu sendiri sudah memakai obat penawar sehingga tidak kuatir keracunan, ia angkat pentungnya dan menubruk maju lagi.   Sebelum lawan menggunakan racun pula, mendadak Kwe Cing menyambutnya dengan pukulan dahsyat ke dengkul musuh.   Terpaksa Siau-siang-cu tarik kembali pentungnya untuk menangkis, walaupun begitu tidak urung tubuhnya tergentak mundur beberapa langkah oleh tenaga pukulan Kwe Cing yang lihay itu.   Waktu Kwe Cing berpaling ke sana, dilihatnya senjata ular Nimo Singh sedang menyambar tiba.   di siang hati bolong jelas kelihatan ular besi lawan itu dapat mulur mengkeret, tampaknya juga ada sesuatu yang aneh, jika mendadak membidikkan senjata rahasia, seketika sukar ditahan.   Cepat Kwe Cing mendahului menghantam ke dada musuh sebelum senjata ular lawan itu mendekat.   Nimo Sing menyadari betapa hebat tenaga pukulan Kwe Cing, lekas2 ia tarik kembali senjata ularnya, kedua tangan memegangi kedua ujung senjata dan berusaha menangkis pukulan lawan.   Akan tetapi cara Kwe Cing menggunakan tenaga pukulannya ternyata lain daripada yang lain, bagian tengah tidak membawa tenaga, sebaliknya tenaga pakaiannya memencar ke sekeliling titik sasaran jadi tangkisan Nimo Singh lantas terasa hampa, sebaliknya perut dan muka segera merasakan samberan tenaga pukulan yang dahsyat.   Untung gerak-gerik Nimo Singh juga cepat dan gesit, pula tubuhnya pendek kecil, lekas ia menjatuhkan diri, disertai dengan beberapa kali jumpalitan laksana boIa saja ia menggelinding ke sana sehingga luput dari hantaman Kwe Cing itu.   Melihat ada kesempatan baik, cepat Kwe Cing melompat pergi saja - Tanpa ayal ia melangkah ketempat peluang yang di tinggalkan Nimo Sing tadi.   Kim-lun Hoat-ong terkejut melihat musuhnya loIos dari kepungan, cepat ia menubruk maju.   Sementara itu Kwe Cing telah dicegat oleh barisan pasukan Mongol, belasan tumbak telah di tusukkan kearahnya, Mendadak Kwe Cing angkat kedua tangannya, beberapa tombak disampuk pergi, sekali tangannya membalik, dua prajurit kena dicengkeramnya terus dilemparkan ke arah Hoat ong sambil berseru.   "Awas, tangkap ini."   Kalau Kim-lun Hoat-ong tidak pegang kedua perajurit Mongol itu, tentu keduanya akan terbanting mampus, sebaliknya kalau kedua orang itu di tangkapnya, itu berarti dia teralang dan kesempatan itu akan digunakan Kwe Cing untuk kabur lebih jauh.   Dasarnya memang keji, tanpa pikir Hoat-ong terus memiringkan tubuh ke samping dan ditunjuknya kedua perajurit itu dengan bahunya, kontan kedua orang itu terpental beberapa meter jauhnya dan terguling binasa.   Segera pula roda emas mengepruk ke punggung Kwe Cing.   Asalkan Kwe Cing menangkis atau balas menyerang maka sukar lagi untuk kabur.   Cepat Kwe Cing merampas dua tumbak dan menusuk ke belakang, Caranya merampas dan menyerang dilakukannya dalam sekejap saja, sedang kakinya tidak pernah berhenti, tusukannya ke belakang seperti punggungnya bermata saja, tumbak yang satu menusuk bahu kanan Hoat-ong sedang tombak lain menusuk kaki kirinya, jitu lagi keras.   Diam2 Hoat-ong memuji ketangkasan lawan, segera menggunakan roda emas untuk menghantam.   "krak-krak", kedua tumbak itu patah semua, karena sedikit merandek itulah Kwe Cing sempat menyusup ke tengah pasukan MongoI. Pasukan Mongol itu mendapat perintah Kubilai agar menawan hidup2 Kwe Cing, sekarang sasarannya itu malah menerobos ke tengah barisan, dengan sendirinya mereka menjadi serba salah, menawannya sukar, melukainya tidak boleh. Yang terdengar hanya suara benturan senjata dan bentakan di sana-sini yang riuh, keadaan menjadi kacau dan Hoat-ong bertiga malah teralang. Dengan sembunyi di tengah pasukan musuh. Kwe Cing malah dapat lolos dengan leluasa seperti menyusup ke tengah rimba lebat saja. Beberapa kali lompat dapatlah dia mendekati seorang Pek-hu-tiang, sekali betot ia seret orang itu dari kudanya segera ia cemplak ke atas kuda rampasan itu terus menerjang ke sana-sini, sebentar saja ia sudah menerobos keluar barisan musuh dan membedakan kudanya secepat terbang. Waktu ia bersuit, kuda merah kesayangan yang menunggu jauh disana itu lalu berlari mendatangi. Asalkan Kwe Cing sudah berada di atas kuda mestikanya, biarpun Kubilai mengerahkan segenap pasukannya yang paling tangkas juga sukar menyusulnya lagi Dari jauh Nyo Ko dapat melihat kuda merah itu sedang menghampiri Kwe Cing, diam2 ia me-ngeluh, tiba2 ia mendapat akal, oepat ia berteriak.   "Aduh, mati aku!"- Habis ini ia sengaja sempoyongan seperti akan roboh, berbareng ia membisiki Be Kong-oo.   "Lekas menyingkir, jangan bicara padaku, lekas pergi sejauhnya!"   Jeritannya mengaduh itu dilakukan dengan tenaga dalam yang kuat, meski di medan perang yang gaduh itu juga pasti didengar oleh Kwe Cing, ia yakin sang paman pasti akan putar balik untuk menolongnya, tapi kalau Be Kong-co masih berada jadi sekali dipukul oleh Kwe Cing jiwanya dogol itu akan melayang, sebab itulah dia suruh Be Kong-co lekas pergi.   SemuIa Be Kong-co melengak heran, tapi segera ia pikir Nyo Ko pasti mempunyai maksud tertentu, tanpa membantah lagi terus angkat langkah seribu dan berlari ke kemah Kubilai.   Benar juga setelah mendengar jeritan Nyo Ko tadi Kwe Cing menjadi kuatir, tanpa menunggu mendekatnya kuda merah segera ia putar kuda rampasannya tadi dan menerjang lagi ke tengah pasukan, ke arah beradanya Nyo Ko.   Sedikit pikir saja Kim-lun Hoat-ong lantas paham maksud tujuan Nyo Ko itu, maka ia tidak merintanginya melainkan membiarkan Kwe Cing menerjang lewat di sampingnya, tapi kemudian baru ia mencegat jalan mundur lawan itu.   Setiba di dekat Nyo Ko, dengan kuatir Kwe Cing lantas berseru.   "Ko-ji, bagaimana kau?"   Nyo Ko pura2 sempoyongan dan menjawab.   "sebenarnya orang gede itu bukan tandinganku tapi entah mengapa, mendadak dadaku sesak dan perutku sakit"   Alasannya ini cukup masuk diakal, sebab ilmu silat Be Kong-co tidak tinggi, kalau dia bilang dikalahkan orang dogol itu tentu Kwe Cing takkan percaya, tapi kalau menyatakan tenaganya mau-tak-mau Kwe Cing akan percaya terutama dihubungkan dengan kejadian semalam, di mana Kwe Cing menyangka lwekang anak muda jta mengalami kemacetan, kalau sekarang penyakitnya komat lagi adalah lazim.   Segera Kwe Cing melompat turun dari kudanya dan berseru.   "lekas naik di punggungku, biar kugendong kau!"   "Tidak, Kwe-pepek,"   Jawab Nyo Ko pucat "jiwaku tidak soal, tapi engkau adalah tulang punggung pertahanan kota Siangyang, segenap perajurjt dan rakyat jelata di sana sedang menantikan kepulanganmu, engkaulah tumpuan harapan mereka."   "Kau datang bersamaku, mana boleh kutinggalkan kau di sini?"   Ujar Kwe Cing,"   Hayo lekas menggemblok di punggungku."   Ketika nampak Nyo Ko masih ragu2, segera Kwe Cing berjongkok dan menarik anak muda-itu ke atas punggungnya.   Pada saat itu juga kuda rampasannya tadi telah roboh binasa oleh beberapa panah musuh.   Sudah biasa Kwe Cing menyerempet bahaya, semakin gawat keadaannya semakin gagah berani pula dia dan menghadapinya dengan tenang.   "Jangan takut, Ko ji, kita pasti dapat menerjang keluar."   Demikian katanya kepada Nyo Ko, segera ia berdiri dan menerjang ke sebelah utara.   Sementara itu Hoat-ong, Nimo Singh dan Siau siangcu juga sudah menyusul tiba, Kwe Cing melihat kepungan musuh di sekelilingnya terlebih rapat daripada tadi.   Di bawah panji kebesaran di depan kemah sana tampak Kubilai sedang menyaksikan pertarungan sengit itu sambil bicara dengan seorang Hwesio, melihat sikapnya yang "adem ayem"   Itu jelas Kubilai yakin kemenangan sudah pasti berada ditangannya.   Kwe Cing menjadi gusar, ia menggertak keras dan mendadak menerjang ke arah Kubilai dengan menggendong Nyo Ko, hanya beberapa kali lompatan saja ia sudah sampai di depan Kubilai.   Keruan para pengawal Kubilai terkejut, be-ramai2 mereka mengacungkan tumbak untuk menerjang Kwe Cing Akan tetapi pukulan Kwe Cing luar biasa dahsyatnya, siapa yang berani merintanginya pasti celaka, Ketika seorang pengawal pribadi Kubilai kena dihatiam terpental asal dia menyerobot maju lagi beberapa langkah, tentu pukulannya dapat mengena.   Beberapa pengawal itu berusaha mengadang dengan mati-matian, namun sukar juga menandingi Kwe Cing yang perkasa itu.   Melihat keadaan berbahaya, cepat Kim-lun Hoat-ong menyambitkan toda emasnya dari kejauhan.   Namun sedikit menunduk kepala dapatlah roda itu dihindari oleh Kwe Cing sambil masih terus menerjang maju.   Nyo Ko pikir sampai Kubilai kena ditawan Kwe Cing sebagai sandera, dalam keadaan terpaksa tentu pihak Mongol akan melepaskannya.   Kalau sekarang aku tidak turun tangan, mau tunggu kapan lagi? Dalam keadaan agak ragu2 ia toh bertanya lagi.   "Paman Kwe, apakah ayahku berniat amat jahat dan berdosa sehingga engkau harus membinasakan dia?"   Melengak juga Kwe Cing atas pertanyaan itu, tapi keadaan tidak mengidzinkannya untuk berpikir ia menjawab.   "Dia mengaku musuh sebagai ayah, berkhianat dan melakukan kejahatan setiap orang dapat membunuhnya,"   "O, begituI"   Kata Nyo Ko, tanpa ragu ia terus angkat pedangnya dan hendak menikam ke kuduk sang paman.   Pada saat itulah mendadak bayangan berkelebat, sebuah pentung menghantam pedangnya sehingga pedangnya tertangkis ke samping.   Waktu Nyo Ko melirik, kiranya yang bertindak itu adalah Siausiang-cu.   ia menjadi heran mengapa oranj| berbuat begitu, tapi segera iapun sadar.   "Ya, kail sengaja menggagalkan usahaku membunuh Kwe Cing agar gelar jago nomor satu itu tidak jatuh kepadaku, Huh, kau mayat hidup ini mana tahu tujuanku hanya ingin menuntut balas saja, tentang nama kosong itu masakah pernah kupikirkan?". Segera ia putar pedangnya, beberapa kali gebrakan ia desak pentung Siau-siang-cu ke samping menyusul ia hendak menikam lagi ke punggung Kwe Cing. Waktu itu Kwe Cing lagi melayani gempuran kim-Iun Hoat-ong dan Nimo Singh, ia tidak maut tahu Nyo Ko sedang main gila di atas punggungnya disangkanya anak muda itu lagi menempur Siau siang cu dengan mati2an, malahan ia lantas memperingatkan Nyo Ko.   "Awas, Ko-ji, pentungnya itu dapat menyemburkan asap berbisa!"   Nyo Ko mengiakan, sementara itu pentung Siau-siang-cu menyambar tiba pula.   Keadaan itu dapat dilihat dengan jelas oleh Kim-lun Hoat-ong.   Nimo Singh yang berdiri di depan sana, jelas Nyo Ko akan berhasil, tapi selalu digagalkan.oleh Siau-siang cu, dengan gusar mereka lantas membentak.   "Hai, Siau-siang cu, kau main gila apa?"   Siau-siang-cu menyeringai seram, mendadak pentungnya menghantam Kwe Cing, ketika untuk ketiga kalinya Nyo Ko hendak menikam punggung Kwe Cing, mendadak Siau-siangcu menangkis lagi pedangnya.   Mengingat Nyo Ko lagi kurang sehat, Kwe Cing menguatirkan anak muda itu tidak sanggup melayani serangan Siau-siang-cu, segera ia membaiki tangan kiri dan menghantam ke dada musuh itu, seketika tubuh Siau-siang-cu tergetar dan terpaksa mundur dua-tiga tindak.   Dalam keadaan bebas tanpa rintangan, asal ditikam lagi tujuan Nyo Ko pasti akan tercapai tapi dilihatnya iga kiri Kwe Cing menjadi tidak terjaga karena serangannya kepada Siau-siang-cu, kesempatan itu telah digunakan Nimo Simgh untuk menerobos maju, senjata ularnya terus me-nusuk.   Karena kuatir tikaman akan berhasil setelah mundur segera Siau-siang-cu menubruk lagi dengan cepat, pentungnya terus menutuk hiatto maut di punggung Nyo Ko untuk membuat anak muda itu mau-tak-mau harus menjaga lebih dulu.   Sementara itu tangan kanan Kwe Cing sedang melayani Hoat-ong, kedua orang sedang mengadu tenaga dalam, tapi dia dan Nyo Ko justeru terancam bahaya sekaligus, dasar watak Kwe Cing memang berbudi luhur, dia tidak menyelamatkan diri sendiri, tapi menolong Nyo Ko lebih dulu, tangan kirinya terus menyampuk dengan jurus Sin-Iiong-pah-bwe" (naga sakti goyang ekor), dengan tepat pentung Siau-siang-cu terhantam, sekujur badan Siau-siangcu terasa panas, mukanya yang pucat seketika berubah merah.   Tapi pada saat yang sama, senjata ular Nimo Singh juga sudah menyamber tiba, Kwe Cing sedang mengerahkan sebagian besar tenaganya untuk melayani Kim-lun Hoat-ong serta menghantam Siau-siang-cu sehingga tiada sisa tenaga untuk menahan serangan Nimo Singh itu, dalam keadaan kepepet sedapatnya menarik tubuhnya sedikit ke belakang.   Serangan Nimo Singh itu dapat dielakkan, walaupun begitu kepala ular besi itu toh masuk juga pada iganya sedalam dua tiga senti-seketika Kwe Cing mengerahkan tenaga dan otot tangannya mengencang, daya tusuknya senjata ular tertahan dan sukar menancap lebih dalam dan sebelah kaki Kwe Cing lantas menendang hingga Nimo Singh terjungkal.   Tadinya Nimo Sing sudah bergirang melihat serangannya berhasil mengenai sasarannya dan yakin Kwe Cing pasti akan binasa dan gelar jago nomor satu akan jatuh padanya, sungguh tak terduga.   bahwa dalam keadaan kepepet Kwe Cing sanggup mengeluarkan kepandaian lihay dan ia sendiri malah kena di tendang tepat pada dadanya kontan tiga tulang rusuknya patah.   Kalau disebelah sini ber-turut2 Siau-siang-cu dan Nimo Singh kecundang, di sebelah sana Kim-lun Hoat-ong terus mendesak lebih kuat dengan tenaga pukuIannya, lantaran luka pada iga kiri sehingga tenaga dalam Kwe Cing banyak terkuras, Kwe Cing tidak sanggup bertahan lagi, terasa suatu tenaga maha dahsyat menimpanya, kalau paksakan diri mengadu tenaga tentu jiwa sendiri akan melayang Terpaksa dilepaskan pertahanannya dan menerima sebuah pukulan dengan Lwekang tingkat tinggi telah dilatih selama sepuluh tahun ini.   "Wuaakkk", tumpahlah darah segar keluar dari muIutnya. Walaupun jiwa sendiri terancam bahaya namun Kwe Cing masih tetap memikirkan keselamatan Nyo Ko, serunya.   "Lekas rebut kuda dan lari, Ko-ji, akan kutahan kejaran musuh bagimu!"   Betapapun hati Nyo Ko tergetar dan darah bergolak dalam rongga dadanya demi menyaksikan sang paman membelanya mati2an tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, tak terpikir lagi olehnya tentang dendam kesumat segala, ia pikir sedemikian luhur budi paman Kwe, kalau aku tidak membalas budi kebaikannya ini berarti percumalah hidupku ini.! Segera ia melompat turun dari gendongan sang paman, ia putar pedangnya sedemikian kencang untuk melindungi Kwe Cing.   ia mengamuk seperti banteng ketaton, ia menyerang mati2an.."   Kim-lun Hoat ong dan Siau-siang-cu tercengang melihat tindakan anak muda itu, seru mereka.   "Hai, Nyo Ko, apa2an kau ini?"   Nyo Ko tidak menjawab "sret", ia menusuk Hoat-ong, begitu musuh mengelak "sret"   Serangannya beralih ke arah Siau-siang-cu. Melihat Nyo Ko seperti orang kalap, tanpa terasa mereka sama melompat mundur.   "Jangan urus diriku, Ko-ji, lekas kau menyelamatkan dirimu!"   Seru Kwe Cing.   "Kwe-pepek, akulah yang bikin susah padamu, biarlah aku mati bersama kau saja,"   Teriak Nyo Ko sambil putar pedangnya dengan kencang dia hanya melindungi Kwe Cing saja tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam dirinya sendiri Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang-cu sama2 ingin berebut gelar "jago nomor satu", karena itu mereka saling berlomba menawan atau membunuh Kwe Cing, senjata mereka berbareng menyerang.   Tapi Nyo Ko telah putar pedangnya begitu hebat sehingga kedua orang itu tak dapat mendekat.   Di sekeliling mereka be-ribu2 perajurit Mangol bersorak sorai riuh rendah mengikuti pertarungan sengit itu.   Ber-ulang2 Kwe Cing mendesak Nyo Ko lekas lari, tapi anak muda itu tetap bertempur membelanya, ia menjadi cemas dan berterima kasih pula, akhirnya ia merasa lemah dan tidak sanggup bertahan Iagi, kedua kakinya terasa lemas,jatuh terduduk.   Nimo Singh benar2 tangkas, meski tulang rusuknya patah tiga buah, ia angkat senjata ular dan mendekat dengan pelahan untuk membunuh Kwe Cing, Sekuatnya Nyo Ko menghalau ini, ia tahu sendirian sukar menahan tiga lawan, mendadak ia menarik Kwe Cing ke punggungnya dengan nekat ia terus menerjang keluar.   Kepandaian Nyo Ko memangnya bukan tandingan Kim-lun Hoat-ong, kini dia menggendong Kwe Cing, tentu saja dia tidak sanggup bertahan, Beberapa gebrakan kemudian lengan kirinya telah kena dilukai oleh roda emas Hoat-ong.   Pada detik yang berbahaya itulah se-konyong2 pasukan Mongol yang mengepung itu tersiak ke samping, seorang tua berkaki pincang bertongkat besi tampak menerjang datang dengan memutar senjatanya yang berbentuk palu besar.   "Lekas terjang keluar, Nyo Ko, akan kulindungi kau dari belakang!"   Seru kakek pincang itu.   Kiranya dia adalah Pang Bik-hong, murid Ui Yok-su.   Seperti diketahui, dia dipaksa wajib kerja bagi pasukan Mongol untuk menggembleng dan membuat senjata, tapi diam2 ia bercita2 akan membunuh beberapa perwira Mongol namun selama ini belum ada kesempatan.   Kebetulan hari ini ia terdengar suara pertempuran yang sengit, dari tempat ketinggian ia melihat Kwe Cing dan Nyo Ko dikepung, segera ia menerjang ke sisi untuk membantu merek., Ia putar palunya yang besar itu dengan kencang, siapa yang kebentur pasti kepala remuk dan tulang patah, karena itu dia berhasil membuka suatu jalan berdarah, Tentu saja Nyo Ko bergirang, cepat ia menerobos ke sana.   Tapi Kim-lun Hoat ong tidak tinggal diam, ia putar rodanya dan sekaligus mengadang di depan Nyo Ko dan Pang Bik-hong, ia sambut semua serangan kedua orang itu..   Hanya kalau pentung Siau-siang-ou menghantam ke punggung Kwe Cing, maka Hoat-ong lantas memberi kesempatan pada Nyo Ko untuk menangkisnya agar serangan Siau-siang-cu itu gagal mengenai Kwe Cing.   Tapi jika rodanya mengepruk Kwe Cing, Siau-siang-cu juga lantas ayun pentungnya untuk menangkiskannya, untunglah kedua orang itu saling berlomba membunuh Kwe Cing, kalau tidak biarpun Nyo Ko bertempur mat2an juga sukar untuk menyelamatkan jiwa Kwe Cing.   sementara itu Kwe Cing dan Nyo Ko sudah bertempur sekian lamanya di tengah kepungan musuh yang ketat itu, Kim-lun Hoat-ong tidak sangsi lagi, cepat ia menubruk maju, rodanya terus menghantam dan beradu dengan pedang Nyo-Ko Kun-cu-kiam yang didapatkan Nyo Ko dari Coat-ceng-kok itu sangat tajam, roda Hoat-ong tertabas secuil, tapi Hoat-ong terus mendorong rodanya ke depan dengan tenaga kuat, kuatir Kwe Cing terluka, Nyo Ko tak berani mengegos ke samping, terpaksa ia menangkis pula dengan pedangnya, karena roda itu sudah menyerang dulu ke samping belakangnya, maka lengannya kembali tergores luka dan mengucurkan darah.   Meski lukanya tidak parah, namun sekali ini, pembuluh darah teriris oleh tepian roda yang tajam, darah terus mengalir, lambat laun Nyo Ko merasa lemas, tenaga juga semakin kurang, sedangkan musuh menyerang lebih gencar sehingga tak sempat membalut lukanya.   Dengan putar tongkat dan palunya Pang Bik-hong bermaksud membantu, namun pukulan Hoat-ong telah membuatnya kelabakan.   Melihat kesempatan baik, mendadak Siau-siang cu melompat ke atas, pentungnya terus menutuk kepala Kwe Cing, segera ia hendak menggunakan asap berbisa.   Tentu saja Nyo Ko terkejut, dengan menggendong Kwe Cing, gerak-geriknya menjadi kurang gesit, tanpa pikir ia mengulur tangan kiri untuk menangkap ujung pentung musuh menyusul pedang di tangan kanan terus menusuk.   Keadaan Nyo Ko sekarang sama sekali tidak terjaga, kalau mau dengan mudah saja Hoat-ong dapat membinasakan anak muda itu, tapi Hoat-ong sengaja hendak memperalat Nyo Ko untuk menghalau serangan Siau-siang-cu, maka setelah mendesak mundur Pang Bik-hong, segera ia mencengkeram punggung Kwe Cing, dengan menawan Kwe Cing hidup2 berarti suatu jasa maha besar.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Dalam pada itu Nyo Ko telah mengeluarkan segenap kemahirannya, ia merebut pentung dan menusuk dengan pedang, kedua gerakan ini dilakukan dengan sekaligus belum lagi kaki Siau-siang-cu menancap kembali di atas tanah, tahu2 pentungnya sudah dipegang lawan, malahan pandangannya menjadi silau, ujung pedang Nyo Ko sudah nyamber tiba di depan Dalam keadaan kepepet, tiada jalan lain kecuali pentung diIepaskannya, tubuhnya terus balik ke belakang dan dengan begitu jiwanya dipertahankan.   Sementara itu Pang Bik-hong menjadi melihat keadaan cukup gawat, kembali tongkat dan palunya menghantam ke punggung Kim-Iun Hoat-ong, Terpaksa Hoat-ong membaliki rodanya untuk menangkis.   "trangtrang", tangan tergetar sakit namun sebelah tangannya masih terus mencengkeram ke punggung Kwe Cing. Pang Bik-hong meraung keras, tongkat dan palu dibuangnya terus menubruk maju dengan kalap, ia rangkul tubuh Kim-Iun Hoat-ong se-kencang2nya, seketika kedua orang jatuh terguling, Tidak kepalang gusar Hoat-ong.   "blang". ia hantam pundak Pang Bik-hong hingga isi perut murid Ui Yok su itu serasa terjungkir balik dan rontok. Namun Pang Bik-hong benar2 sudah nekat, ia telah menyaksikan keganasan pasukan Mongol dan betapa hebatnya Siangyang digempur serta cara Kwe Cing berusaha menghalau musuh dengan mati2an, ia tidak kenal Kwe Cing dan juga tidak orang adalah menantu gurunya, cuma ia pikir kalau Kwe Cing mati, tentu kota Siangyang juga jatuh, sebab itulah ia sudah bertekad akan menoIong Kwe Cing sekalipun jiwa sendiri harus terbunuh... Begitulah tanpa ampun Kim-lun Hoat-ong menghantam beberapa kali, seketika otot Pang Bik-hong putus dan tulang remuk, walaupun terluka parah, namun rangkulannya tidak menjadi kendur, bahkan semakin kencang sehingga kesepuluh jarinya ambles ke dalam daging tubuh Kim-lun Hoat-ong. Tadinya perwira dan perajurit Mongol hanya menyaksikan pertarungan sengit itu, mereka yakin Kim-lun Hoat-ong dan Lain2 pasti akan berhasil kini mendadak tampak Hoat-ong terguling dan Siau-siang-cu melompat mundur, serentak mereka terus mengerubut maju. Dalam keadaan demikian, sekalipun tidak terluka juga Kwe Cing dan Nyo Ko sukar menahan terjangan beribu2 orang itu. Diam2 Nyo Ko mengeluh nasibnya sekali ini pasti akan tamat Tapi sebelum ajal ia pantang menyerah, tanpa pikir ia putar pentung rampasannya dari Siau-siang-cu. Mendadak terdengar mendesis dari ujung pentung itu tersembur keluar asap, kontan sepuluh perajurit Mongol yang paling depan itu roboh terguIing. Kiranya tanpa sengaja Nyo Ko telah menyentuh pesawat rahasianya itu dan menyemprotkan asap berbisa yang tersimpan di dalamnya. Tercengang juga Nyo Ko, tapi segera iapun sadar apa artinya itu, cepat ia gendong Kwe Cing dan melangkah ke depan. Dilihatnya pasukan musuh membanjir tiba pula dari kanan-kiri, cepat ia tekan pesawat rahasia pentung itu, asap hitam tersembul keluar lagi dan berpuluh perajurit musuh kembali terguling. Meski perwira dan perajurit Mongol, pada umumnya sangat tangkas di medan perang, tapi rata2 percaya tahayul, serentak mereka ber-teiak2.   "Awas, dia bisa ilmu sihir, lekas menyingkir lekas!.."   Dengan leluasa dapatlah Nyo Ko menerjang lagi ke depan, ketika ia persuit, kudanya yang kurus itu mendekatinya dari sana, Nyo Ko sendiri sudah lelah, ia taruh Kwe Cing di atas kuda, ia sendiri tidak sanggup lagi lomoat ke atas kudanya, ia hanya tepuk pelahan pantat kuda itu dan berkata.   "Kuda baik, lekas lari !"   Kuda itu sangat cerdik pula, dahulu Nyo Ko menyelamatkan jiwanya maka iapun cinta kepada majikannya, sebelum sang majikan naik di punggungnya, ia hanya angkat kepala dan meringkik saja, betapapun tidak mau lari dengan cepat.   Karena keadaan sangat gawat, pasukan Mongol sedang mengejar datang, terpaksa Nyo Ko gunakan pentungnya untuk menjojoh pantat kuda agar berlari.   "Lekas kabur, kuda baik."   Serunya Tak terduga karena ulahnya, tutukan pentung itu rada menceng dan mengenai kaki Kwe Ceng.   sebenarnya Kwe Cing dalam keadaan hampir tak sadar, tutukan pentung itu membuatnya membuka matanya, segera ia tarik Kyo Ko ke atas kuda.   Merasakan sang majikan sudah berada di punggungnya, kuda itu meringkik girang dan membeda secepat terbang.   Terdengar suara tiupan tanduk riuh rendah di sana sini, pasukan Mongol mengejar dengan kencang, segera Kwe Cing bersuit, kuda merahnya berlari mendekati kuda kurus itu dan menggosokkan moncongnya pada tubuh Kwe Cing...   Nyo Ko tahu kuda sendiri itu betapapun tak dapat menandingi kecepatan kuda merah Kwe Cing itu, sementara itu pasukan Mongol melepaskan panah dari belakang.   ia rangkul Kwe Cing dan sekuatnya melompat keatas kuda merah.   Pada saat itu juga terdengar suara mendengung di belakang, roda emas Hoat-ong sedang menyambar tiba.   Sedih juga Nyo Ko, ia tahu si pandai besi she Pang jelas telah menjadi korban keganasan Kim-lun Hoat-ong.   Dalam pada itu roda musuh sudah semakin mendekat, ia berusaha mendekam di atas kuda dengan harapan roda itu menyamber lewat di atas tubuhnya, Tapi dari suara mendengung itu kedengaran berada di bagian bawah, agaknya sasaran roda itu adalah kaki kuda.   Serangan Kim-lun Hoat-ong ini sungguh keji, Setelah memukul mati Pang Bik-hong tadi, waktu ia berdiri kembali, dilihatnya Kwe Cing dan Nyo Ko sudah menyemplak ke atas kuda, untuk mengubernya jelas tidak keburu lagi segera ia mengumpulkan tenaga dan menyambitkan roda emasnya.   Yang diarah adalah kaki kuda, ia pikir andaikan Nyo Ko atau Kwe Cing tentu korbannya akan tetap dibawa lari oleh kuda itu, hanya kalau kaki tertabas patah barulah maksud tujuannya akan tercapai Begitulah ketika mendengar roda musuh semakin mendekat, terpaksa Nyo Ko membaliki pedang ke belakang untuk menangkis, ia menyadari tenaga sendiri sudah lemah, tangkisan itu tetap sukar menahan roda musuh, soalnya sudah kepepet ia hanya berbuat sebisanya saja.   Tampaknya roda itu semakin mendekati tinggal satu meteran saja dari kaki kuda, suara mendengungnya terdengar mengejutkan Nyo Ko coba, mengacungkan pedangnya ke bawah untuk melindungi kaki kuda.   Siapa duga kuda merah itu seperti sudah keranjingan setan saja, larinya semakin kencang, sekejap kemudian jarak roda dan kaki itu-tetap semeteran dan tidak bertambah dekat Sungguh girang Nyo Ko tak terpikirkan, ia tahu samberan roda emas musuh itu makin lama tentu ma-kin lemah.   Benar juga, sejenak pula jarak roda ini dengan kaki kuda itu sudah bertambah jauh, kini sudah ada dua meteran, habis itu lantas tiga meter, empat meter dan semakin jauh tertinggal di belakang Akhirnya "trang"   Roda emas itu jauh ke tanah.   Selagi bergirang, Yo Ko mendengar suara ringkikan kuda, waktu ia menoleh ke belakang, dilihatnya kudanya sendiri tadi telah terkapar dengan panah menancap di perut.   Hati Nyo Ko menjadi pedih dan tanpa terasa mencucurkan air mata mengingat jasa kuda kurus itu.   Dalam pada itu kuda merah masih terus membedal secepat terbang, dalam sekejap saja pasukan Mongol yang mengejar itu sudah jauh tertinggal di belakang.   Sambil merangkul tubuh Kwe Cing, kemudian Nyo Ko bertanya "Bagaimana keadaanmu Kwe-pepek?"   Kwe Cing hanya bersuara lemah sekali dan tidak menjawabnya.   Waktu Nyo Ko memeriksa pernapasannya, terasa napasnya cukap keras, agaknya tidak menjadi soal sementara ini, hatinya terasa lega dan ia sendiri lantas pingsan malah.   Entah berapa lama ia mendekap di atas kuda dalam keadaan lelap, ketika mendadak dilihatnya di depan be-ribu2 perajurit musuh mengadang pula hendak menangkap Kwe Cing, segera ia memutar pedangnya sambil ber-teriak2.   "Jangan mencelakai paman Kwe!" - ia memudar pedangnya serabutan dan mendadak pandangannya menjadi samar2 di sana-sini banyak wajah orang yang sedang memperhatikannya, waktu ia mengawasi lebih jelas, tiba2 sebuah wajah yang sangat dikenalnya tampak tersenyum padanya. Siapa lagi dia kalau bukan Siaoliong li. Nyo Ko merasa sepeiti dalam mimpi saja, serunya.   "He, Kokoh, engkau juga berada disini. Lekas - lari, jangan pikirkan diriku, Kwepepek, mana Kwe-pepek?"   "Tenanglah, Ko-ji, kau sudah pulang di sini, Kwe-pepekmu juga selamat, jangan kuatir,"   Kata Siao-liong-li dengan suara lembut Sangat lega hati Nyo Ko mendengar keterangan itu, baru sekarang ia merasakan tubuhnya lemas lunglai, ruas tulangnya se-akan2 terlepas semua, segera ia pejamkan mata pula.   Didengarnya suara Ui Yong sedang berkata.   "Dia sudah siuman dan tak beralangan lagi, engkau masih mengawasi dia di sini."   Terdengar Siao-liong-li mengiakan, lalu Ui Yong melangkah pergi.   Tapi sebelum keluar kamar, tiba2 terdengar suara kresek di atap ramah, air muka Ui Yong berubah, sekali ayun tangannya tiup padam api lilin.   Nyo Ko juga kaget dan cepat berduduk, dia cuma terluka luar lantaran banyak mengeluarkan tenaga pula terlalu seIama daIam pertempuran, sebab itulah dia jatuh pingsan.   Tapi setelah istirahat sekian lama, pula Ui Yong telah memberi obat mujarab buatan Tho-hoa-to.   tenaganya sudah pulih sebagian besar, maka begitu mendengar suara mencurigakan segera ia berbangkit hendak menghadapi musuh.   Namun dalam keadaan gelap Siao-liong-li sudah mengadang di depannya dengan pedang terhunus desisnya kepada Nyo Ko.   "jangan bergerak, Ko-ji, kujaga kau di sini!"   Dalam pada itu terdengar suara gelak tertawa seorang di atas rumah, katanya.   "kedatangan ku adalah untuk menyampaikan surat, tak kuduga bahwa menurut adat menerima tamu kalian adalah dalam keadaan gelap gulita." -Dari suaranya dapat dikenali orang ini adalah murid Kim-lun Hoat-ong, yakni pangeran Hotu.   "Menurut adat istiadat bangsa kami, menerima tamu yang terhormat harus di tempat yang terang, untuk menghadapi tamu yang suka main sembunyi paling baik dilakukan pada malam gelap gulita,"   Jawab Ui Yong. Seketika Hotu tak dapat berdebat lagi, pelahan ia melompat turun ke pelataran dan berscru.   "Sepucuk surat ini diaturkan kepada. Kwe-Tayhiap."   Ui Yong membuka pintu kamar dan menjawab.   "Baiklah, silakan masuk!"   Namun Hotu ragu2 karena kamar itu gelap gulita, ia berdiri di luar kamar dan berkata pula.   "lnilah suratnya, harap diterima saja?"   "Kau mengaku sebagai tamu, mengapa tidak mau masuk kemari?"   Tanya Ui Yong.   "Laki2 sejati tidak sudi tersudut di tempat berbahaya, perlu waspada kemungkinan di jebak"   Ujar Hotu.   "Huh, masakah ada laki2 sejati mengukur orang lain dengan jiwa rendah seorang pengecut?"   Jengek Ui Yong.   Muka Hotu menjadi merah, diam2 ia mengakui ketajaman mulut Ui Yong, kalau berdebat pasti bakal kalah, daripada malu lebih baik mundur teratur saja.   Maka ia tidak bicara pula, dengan pandangan tajam ke arah pintu ia menyodorkan surat yang dibawanya itu.   Ui Yong menjulurkan pentung bambunya dan mendadak menutuk kemuka orang, keruan Hotu terkejut dan cepat melompat mundur, tahu2 tangannya terasa kosong, surat yang dipegangnya entah kabur kemana? Kiranya ketika pentingnya menutuk, berbareng Ui Yong terus memutar ujung pentung ke bawah untuk menyanggah surat yang disodorkan Hotu itu, ketika Hotu melompat mundur, surat itu seperti meiengket di ujung pentung dapat ditarik oleh Ui Yong.   soalnya dia sedang hamil tua dan tidak ingin menemui tamu, sebab itulah dia tidak mau berhadapan dengan musuh.   Setelah terkejut segera pula dia berubah menjadi lesu, semangatnya yang menyala ketika memasuki Siangyang seketika lenyap sebagian besar menghadapi kelihayan Ui Yong itu, segera ia berseru.   "Surat sudah kuserahkan sampai bertemu pula petang besok!"   Diam2 Ui Yong mendongkol atas kekurang-ajaran orang yang berani datang dan pergi sesukanya di kota Siangyang mi, mendadak ia ambil poci teh yang terletak di atas meja itu, air teh yang masih panas didalam poci itu terus dipancur-kan ke sana.   Sebenarnya sejak tadi Hotu sudah siap siaga menghadapi segala kemungkinan kalau ada senjata rahasia menyambar keluar dari dalam kamar, akan tetapi pancuran air teh panas itu datangnya tanpa suara apa2, tiada suara mendenging seperti senjata rahasia tajam umum nya, maka ketika dia mengetahui apa yang terjadi, tahu2 leher, dada dan lengannya sudah basah kuyup oleh air teh yang panas itu, ia menjerit terkejut dan cepat mengegos puja ke samping.   Namun Ui Yong sudah berdiri ditepi pintu sebelum Hotu berdiri tegak, cepat pentung bambunya menjulur ke lengan gaya "menjegal"   Dari Pakkau-pang-hoat (ilmu permainan pentung penggebuk anjing).   "plok", ia sabet kaki Hotu hingga pangeran Mongol itu jatuh terjungkal. Cepat Hctu melompat bangun, tapi gaya menjegal pentung Ui Yong masih terus bekerja dengan cepat, belum lagi dia berdiri sudah dirobohkan pula dan begitu seterusnya dia jatuh bangun hingga kepala pusing tujuh keliling. Sebenarnya ilmu silat Hotu tidaklah rendah, kalau bertempur benar2 dengan Ui Yong rasanya takkan dirobohkan secara begitu mengenaskan walaupun kepandaiannya memang masih kalah tinggi dan dibawah pangcu kaum jembel yang sedang hamil tua ini. Tapi lantaran mendadak dia disembur air teh panas, dia mengira kena serangan obat berbisa yang sangat lihay dan bisa jadi jiwanya akan melayang, kalau tertahan lebih lama dan air racun itu bekerja, bukan mustahil badannya akan membusuk dan entah bagaimana dia akan tersiksa. Dalam keadaan kejut dan ragu2 itulah mendadak Ui Yong menyerangnya pula, bahkan pentungnya menyambet ber-turut2 tanpa berhenti, sama sekali dia tidak sempat balas menyerang, keruan dalam kegelapan itu ia jatuh bangun hingga hidung bocor kepala benjut. Sementara kedua saudara Bu juga mendengar keributan itu dan memburu tiba, segera Ui Yong menyuruh mereka meringkus Hotu. Mendadak Hotu mendapat akal, ia tahu kalau bangun lagi pasti akan di jegal jatuh pula, maka ia pura2 menjerit dan terbanting jatuh, padahal tubuhnya memang sudah kesakitan maka sekalian ia lantas berbaring di situ untuk mengaso, Ketika kedua saudara Bu menubruk maju hendak menawannya, se-konyong2 Hotu menjulurkan kipasnya dan sekaligus tutuk Hiat-to kaki kedua orang, menyusul ia dorong tubuh kedua saudara Bu untuk merintangi pentung Ui Yong, ia sendiri terus melompat ke sana dan naik ke atas pagar tembok.   "Ui pangcu, lihay benar permainan pentung-mu, tapi goblok amat anak didikmu!"   Serunya dengan tertawa.   "Huh, tubuhmu sudah terkena air beracun, mana orang lain mau menyentuh tubuhmu?"   Jengek Ui Yong. Seketika Hotu melengak kaget, ia merasa air panas yang mengenai tubuhnya itu berbau teh, entah air racun macam apa? Rupanya Ui Yong dapat menerka pikirannya, ia berkata pula.   "Kau terkena racun, tapi sama sekali kau tak tahu nama racunnya, tentu matipun kau tidak rela, Baiklah, biar kuberitahukan, air racun itu bernama Cu-ngo-kian-kut teh (teh pembusuk tulang sampai lohor)."   "Cu-ngo-kian-kut-teh?"   Hotu mengulang istilah itu..   "Benar,"   Ujar Ui Yong.   "Setetes saja racun itu mengenai tubuh, maka sekujur badan akan membusuk hingga kelihatan tulangnya pada waktu Iohor. Nah, kau masih ada waktu beberapa jam, lekas pulang saja untuk mengurus tempat kuburanmu."   Hotu tahu Ui-pangcu dari Kay-pang ini terkenal lihay dan cerdik, bahwa dia mampu meracik obat racun seperti apa yang dikatakan itu memang tidak perlu disangsikan lagi, seketika ia menjadi termangu bingung, apa mesti pulang menanti ajal atau merendah diri untuk mohon obat penawarnya? Ui Yong juga tahu pangeran Mongol itu bukan orang bodoh, tentang air racun segala hanya dapat menipunya sementara, lama2 tentu juga akan diketahui kebohongannya.   Maka ia lantas berkata pula.   "Sebenarnya kita tiada dendam apa2, kalau kata2mu tidak kasar, tentu jiwamu takkan melayang."   Dari naga ucapan orang Hotu merasa ada setitik sinar harapan untuk hidup, tanpa pikir harga diri lagi segera ia melompat turun dari pagar tembok, ia memberi hormat dan berkata.   "Ya,Cayhe-tadi berlaku kasar padamu, mohon Ui-pangcu sudi memaafkan."   Berdin di belakang pintu dapatlah Ui Yong meraba secomot kotoran debu, lebih dulu ia ludahi dan dipelintir menjadi butiran, Dengan pelahan ia selentikkan "obat pil"   Itu kepada Hotu sambil feerkata.   "Baiklah, lekas minum!"   Cepat Hotu menangkap "pil"   Itu dan tanpa pikir terus ditelan mentah2, walaupun rasanya agak pahit namun jiwa selamat paling perlu, ia memberi hormat pula dan mengucapkan terima kasih kepada Ui Yong, Kini ia sudah patah semangat ia mundur2 ke tepi pagar tembok baru melompat ke atas dan angkat kaki.   Ui Yong menghela napas gegetun setelah Ho tu pergi, dibukanya Hiat-to kedua saudara Bu yang terkutuk tadi.   Teringat olehnya kata2 ejekan Hotu tadi.   "Iihay sangat permainan pentung Ui-pangcu, tapi goblok amat anak didikmu", ia menjadi sedih melihat kedua saudara Bu. Meski caranya menjatuhkan Hotu tadi tidak menggunakan tenaga, tapi perutnya terasa rada sakit juga, ia duduk mengaso di kursi. Sementara itu Siao-liong-li telah menyalakan api lilin, Ui Yong coba membuka surat antaran Hotu itu dan dibacanya, Kiranya surat itu dari Kim-lun Hoat ong yang menyatakan kagum atas ketangkasan Kwe Cing, yang dapat datang dan pergi di tengah pasukan Mongol itu, untuk itulah Kim-lun Hoat-ong menyatakan hendak mengadakan kunjungan balasan ke Siangyang besok. Tentu saja Ui Yong terkejut, ia perlihatkan surat itu kepada Nyo Ko dan Siao-liang li- Katanya.   "Meski tembok benteng Siangyang sangat kuat, tapi sukar menahan tokoh2 persilatan. Paman Kwe terluka parah, akupun tidak mampu berbuat banyak, sedangkan musuh akan datang secara benar2 bagaimana baiknya nanti?"   "Paman Kwe..."   Belum lanjut ucapan Nyo-Ko, tiba2 dilihatnya Siao liong li melirik padanya dengan sinar mata yang mengandung arti menyalahkannya menyelamatkan jiwa Kwe Cing, seketika ia tidak melanjutkan perkataannya. Ui Yong menjadi curiga, ia tanya pula.   "Nona-Liong, kesehatan Ko-ji juga belum pulih, nanti terpaksa harus mengandalkan engkau dan Cu Cu-liu, Cu-toako menghadapi kedatangan musuh."   Siao-liong-li tidak biasa berdusta dan ber-pura2, apa yang dipikirkan. itu pula yang dikatakan, dengan tak acuh ia lantas menjawab.   "Aku cuma melindungi Ko-ji seorang, mati-hidup orang lain tiada sangkut paut dengan kami.."   Tentu saja Ui Yong bertambah heran, seketika iapun tidak dapat bertanya lebih banyak, hanya dikatakan kepada Nyo Ko.   "Menurut paman Kwe, semuanya berkat perjuanganmu."   Teringat kepada maksudnya hendak membunuh Kwe Cing, Nyo Ko merasa malu diri, jawabnya.   "Ah siautit tidak becus hingga membikin Kwe pepek terluka."   "Kau sendiri istirahat dulu, kalau musuh datangi jika tidak mampu melawan dengan tenaga dapatkah kita mengalahkan mereka dengan akal,"   Ujar Ui Yong, Lalu ia berpaling kepada Siao-liontg-Ii "Nona Liong, marilah ikut padaku, aku ingin bicara sebentar dengan kau."   "Tapi dia....."   Siao-liong-li ragu2 memandangi Nyo Ko. Sejak pulangnya anak muda itu, Siao-liong-li terus menunggunya di situ, maka ia merasa berat meninggalkan anak muda itu.   "Musuh menyatakan akan datang besok, ku-yakin malam ini pasti takkan terjadi sesuatu,"   Ujar Ui Yong.   "Marilah ikut, apa yang hendak kubicarakan ada hubungannya dengan Ko-ji."   Siao-liong-li mengangguk. Lebih dulu ia membisik beberapa pesan kepada Nyo Ko, habis itu baru ikut Ui Yong keluar kamar, Ui Yong membawanya ke kamarnya sendiri, letelab menutup pintu kamar barulah ia berkata.   "Nona Liong, kau bermaksud membunuh kami suami istri, bukan?"   Walaupun watak siao-liong-li polos bersih, tapi dia bukanlah orang bodoh, dia bertekad akan membunuh Kwe Cing dan Ui Yong untuk menolong jiwa Nyo Ko, kalau Ui Yong memancingnya dengan kata2 mana dapat mengelabuinya, tapi sekarang Ui Yong dapat meraba wataknya yang lugu, tanpa tedeng aling2 ia tanya secara langsung, Karuan Siao-liong-li menjadi melengak dan menjawab dengan tergagap "Ka...   kalian baik kepada kami, mengapa kami...kami membunuh kalian?"   Melihat sikap orang, Ui Yong tambah yakin akan dugaannya segera ia berkata pula.   "Kau tidak perlu merahasiakannya lagi, sudah kuketahui maksud kalian, Ko-ji menganggap kami yang membinasakan ayahnya, maka dia ingin membunuh kami untuk menuntut balas, Kau suka kepada Ko-ji dan hendak membantu terlaksana cita2nya itu."   Karena isi hatinya dengan jitu kena dikatai, dasar Siao-liong-li memang tidak bisa berdustai, seketika ia terdiam, sejenak kemudian barulah ia menghela napas dan berkata.   "Sungguh aku tidak paham!"   "Tidak paham apa? tanya Ui Yong.   "Sebab apa tadi Ko ji menyelamatkan Kwe-tayhiap dengan mati2an, padahal dia sudah berjanji dengan Kim-lun Hoat-ong akan membunuh Kwe- tayhiap,"   Kata Siao-liong-li.   Terkejut juga Ui Yong mendengar keterangan itu, bahwa dia sudah menduga ada maksud jahat pada Nyo Ko, tapi sama sekali tak tersangka anak muda itu akan bersekongkol dengan pihak Mongol.   Maka iapun tenang2 saja dan berlagak sudah mengetahui semuanya, katanya.   "Mungkin dia melihat Kwe-tayhiap sangat baik hati padanya, akhirnya dia sendiri tidak tega turun tangan."   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Siao-liong-li mensangguk, katanya dengan sedih.   "Urusan sudah telanjur begini, apa mau dikatakan lagi? Kalau dia tidak memikirkan jiwanya sendiri, ya terserah padanya, Aku sudah tahu dia adalah orang paling baik di dunia ini, dia lebih suka mati sendiri daripada mencelakai musuhnya."   Sekilas timbul beberapa pertanyaan dalam benak Ui Yong, tapi sukar juga menarik kesimpulan dari arti ucapan Siao-liong-li itu. Dilihatnya air muka si nona sangat sedih dan cemas, sedapatnya iapun menghiburnya.   "Tentang kematian ayah Ko-ji itu memang banyak lika-likunya, biarlah kelak kita membicarakannya secara lebih jelas, Lukanya tidak parah, setelah istirahat beberapa hari tentu akan sehat kembali, kau tidak perlu berduka."   Siao-liong-li memandangi Ui Yong dengan ter-mangu2, sejenak kemudian mendadak air matanya bercucuran, katanya dengan ter-gagap2.   "Tapi... tapi jiwanya hanya... hanya tinggal tujuh hari, mana mungkin istirahat lagi hehe... beberapa hari segala..."   "Jiwanya tinggal tujuh hari apa maksudmu?"   Ui Yong menegas dengan terkejut "Lekas jelaskan. kita pasti dapat menolongnya."   Siao-liong-li menggeleng pelahan, tapi akhirnya ia menceritakan juga kejadian di Cui-sian-kok itu tentang cara bagaimana Nyo Ko terkena racun bunga cinta dan Kiu Jian-jio cuma memberinya setengah butir pil Coat-ceng-tan serta memberi waktu 18 hari untuk membunuh Kwe Cing dan Ui Yong, habis itu baru setengah butir Coat-ceng-tan yang lain akan diberikan lagi.   Diceritakan juga betapa tersiksanya apabila racun bunga cinta itu mulai bekerja dan bahwa di dunia ini hanya tersisa separoh Coat-ceng-tan itu yang dapat menolong jiwa Nyo Ko.   Semakin kejut dan heran Ui Yong oleh cerita itu, sama sekali tak terduga olehnya bahwa Kiu Jian-jiu itu tokoh Bu-Iim yang terkenal belasan tahun yang lalu itu masih mempunyai seorang adik perempuan serta membangkitkan malapetaka sehebat itu.   Setelah bercerita secara ringkas, akhirnya Siao liong-li berkata.   "Jadi umurnya tinggal tujuh hari lagi, seumpama malam ini kalian suami-istri dapat dibunuh juga tak sempat lagi untuk kembali ke Coat-ceng-kok, lalu untuk apa lagi kubikin celaka kalian? Tujuanku hanya menolong Ko-ji, mengenai dendam kematian ayahnya segala aku tidak urus."   SemuIa Ui Yong mengira maksud tujuan Nyo-Ko hanya ingin menuntut balas kematian ayahnya jtu, siapa tahu di dalam urusan ini masih banyak lika-liku soal lain, jika begitu berarti anak muda itu membunuh diri kalau dia batalkan niatnya membunuh Kwe Cing, sungguh luhur pengorbanan Nyo Ko yang tiada bandingannya ini.   Begitulah Ui Yong mondar mandir di dalam kamar dengan bingung, betapapun cerdik pandainya, tak berdaya juga menghadapi keadaan yang serba sulit ini ia pikir beberapa jam lagi musuh akan menyerbu tiba secara besar2an, meski tadi ia menghibur Nyo Ko agar jangan kuatir dan bahwa dapat mengalahkan musuh dengan akal andaikan tidak mau melawannya dengan kekuatan.   Tapi bagaimana akalnya itu sungguh sukar diperoleh.   Bahwasanya Siao-liong-li hanya memikir dan mencintai Nyo Ko dengan setulus hatinya, sedangkan pikiran Ui Yong justeru bercabang dua, setengahnya ia berikan kepada sang suami dan separuh lain terbagi kepada anak perempuannya.   Yang dipikirkannya kini hanya "Bagaimana caranya menyelamatkan kakak Cing dan anak Hu?"   Tiba2 terpikir olehnya. Kalau Ko-ji dapat mengorbankan dirinya sendiri demi orang lain, mengapa aku tidak? Karena pikiran ini, segera ia berpaling kepada Siao-liong-Ii dan berkata, dengan ikhlas.   "Nona Liong, aku mempunyai akal yang dapat menolong jiwa Ko-ji, apakah kau mau menurut padaku?"   Saking girangnya tubuh Siao-liong-li sampai gemetar, jawabnya "Biarpun aku harus.... harus matipun... Ai, sebenarnya matipun bukan apa2 bagiku, sekalipun berpuluh kali lebih susah daripada mati juga aku... aku akan menurut."   "Baik,"   Kata Ui Yong.   "Urusan ini hanya kau dan aku saja yang tahu, jangan sekali2 kau bocorkan kepada orang lain, Ko-ji sekalipun tidak boleh kau beritahu. Kalau tidak semuanya akan gagal total."   Ber-uIang2 Siao-liong-li mengiakan lalu Ui Yong berkata pula.   "Jika musuh datang nanti, hendaklah kau dan Ko-ji melindungi Kwe-tayhiap sekuat tenaga, bila bahaya ini sudah lalu, segera kuserahkan kepalaku ini padamu dan Ko-ji dapat menggunakan kuda merah ke Coat-ceng-kok untuk menukarkan sisa obat yang diperlukannya itu. Siao-liong-li melengak.   "Apa katamu?"   Ia menegas karena belum paham apa maksudnya. Dengan suara halus Ui Yong menjelaskan "Cintamu kepada Ko-ji melebihi jiwamu sendiri, bukan? Asalkan dia selamat, biarpun kau sendiri akan mati juga kau rela dan gembira, bukan?"   Ucapan Ui Yong dengan jitu mengenai lubuk hati Siao liong-li, nona itu mengangguk dan berkata.   "Sebab serupa kau, akupun cinta kepada suamiku,"   Ucap Ui Yong dengan tersenyum hambar.   Kau tidak punya anak sehingga tidak tahu perasaan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya sesungguhnya tidak kurang daripada kasih sayang antara suami isteri.   Aku cuma minta kau melindungi keselamatan suami dan putriku, selebihnya apa lagi yang kuharapkan?"   Siao-liong-li berpikir sejenak, belum lagi ia menjawab Ui Yong telah berkata pula.   "Kalau kau mau bergabung dengan Ko-ji tentu tidak sukar mengalahkan si gundul Kin lun Hoat-ong, Sudah beberapa kali Ko-ji menolong jiwa kami suami istri, masakah sekali saja aku tak dapat menolong jiwanya? Kuda merah itu sehari dapat berlari ratusan li, tidak sampai tiga hari tentu dapat mencapai Coatceng-kok, ingin kukatakan padamu, Kiu Jian-li dan Nyo Khong semuanya mati di tanganku dan tiada sangkut pautnya dengan Kwe-tayhiap. jika kepalaku sudah diserahkan, walaupun masih belum puas tentu juga Kiu Jian-jio akan memberikan obatnya kepada Ko-ji. selanjutnya kalian berdua semoga dapat berjuang bagi negara dan bangsat andaikan tidak dapat dan ingin mengasingkan diri dipegunungan sunyi juga aku merasa berterima kasih."   Cukup tegas ucapan Ui Yong, kecuali itu memang tiada jalan lain lagi, Beberapa hari terakhir ini Siao-liong-li selalu memikirkan cara bagaimana akan membunuh Kwe Cing dan Ui Yong untuk menyelamatkan jiwa Nyo Ko, tapi sekarang hal itu terucap dari mulut Ui Yong sendiri, ia menjadi merasa tidak enak malah ber-ulang2 ia menggeleng dan berkata.   "Tidak, tidak bisa!"   Selagi Ui Yong hendak membujuknya lebih lanjut, tiba2 terdengar Kwe Hu berseru di luar kamar "lbu, ibu! Engkau di mana?"suaranya kedengaran gelisah dan bingung. Ui Yong terkejut cepat ia menjawab.   "Ada urusan apa, Hu-ji?"   Kwe Hu mendorong pintu dan melangkah masuk, tanpa pedulikan hadirnya Siao-lieng-li di situ, ia terus menubruk ke dalam pelukan sang ibu dan berseru.   "lbu, kedua kakak Bu telah..."   Mendadak ia menangis dan tidak dapat melanjutkan.   "Ada api lagi?"   Tanya Ui Yong sambil mengerutkan dahi.   "Mereka ... mereka kakak beradik telah keluar... keluar benteng untuk ber... berkelahi,"   Tutur Kwe Hu dengan ter sendat2.   "Berkelahi apa?"   Bentak Ui Yong dengan bengis saking gusarnya.   "Maksudmu mereka kakak beradik saling berhantam?"   Jarang sekali Kwe Hu melihat ibunya marah, ia menjadi takut, jawabnya dengan suara gemetar.   "Ya... ya, kuminta mereka jangan berkelahi tapi mereka tidak mau menurut Katanya akan berkelahi mati2an, mereka menyatakan diantara mereka hanya akan pulang seorang saja, yang kalah, andaikan tidak mati juga takkan pulang Idgi untuk menemuiku."   Ui Yong tambah gusar, ia pikir musuh berada di depan mata, jiwa segenap penduduk kota berada di ujung tanduk, tapi kedua saudara Bu itu masih sempat saling bunuh untuk berebut seorang nona.   Saking gusarnya hingga mengganggu kandungannya yang sudah besar itu, seketika keringat dingin memenuhi dahinya.   "Tentu kau lagi yang mengacau."   Kata Ui Yong dengan suara berat "coba ceritakan yang jelas, apa yang telah kau lakukan, sedikitpun tidak boleh dusta."   Kwe Hu melirik sekejap ke arah Siao-Iiong-!i, mukanya berubah merah dan ragu2 untuk bicara.   Siao-liong-li sendiri lagi memikirkan Nyo Ko dan tiada minat buat mendengarkan cerita tentang saling hantamnya kedua saudara Bu itu, segera ia mohon diri dan menuju ke kamar Nyo Ko, sepanjang jalan ia terus merenungkan apa yang diuraikan Ui Yong tadi.   Sesudah Siao-liong-Ii pergi barulah Kwe Hu berkata pula.   "Bu, setelah kedua kakak Bu gagal berusaha membunuh Kubilai dan tertawan musuh sehingga membikin susah ayah, semua itu adalah kesalahan anak. Kalau persoalan ini tidak ku tuturkan bukankah sia2 saja kasih sayang ayah-ibu padaku?"   BegttuIah ia lantas bercerita tentang persaingan kedua saudara Bu kepadanya dan cara bagaimana dia menyuruh mereka membunuh musuh sebagai syarat utama untuk mendapatkan dirinya, tapi akibatnya kedua pemuda itu tertawan musuh.   Ui Yong tahu anak perempuannya ini terlalu dimanjakan sejak kecil, meski berbuat salah juga tidak mau mengaku salah, Maka iapun tidak mengungkat kejadian yang sudah lalu itu, ia hanya berkata.   "Mereka sudah pulang dengan selamat, mengapa keluar benteng lagi untuk berkelahi?"   "Hal ini adalah salahmu, Bu,"   Ujar Kwe Hu.   "Sebab engkau mengatakan mereka adalah murid yang goblok."   "Kapan pernah kukatakan demikian?"    Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini