Kembalinya Pendekar Rajawali 49
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 49
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Sedikit berpikir saja Li Bok-chiu lantas paham duduknya perkara, rupanya Hwesio gede ingin merebut bayi ini, makanya tidak ingin mencelakainya, dasar watak Li Bok-chiu memang keji dan kejam. Sudah tentu ia tidak pedulikan mati hidup orang lain, apalagi sekarang setelah mengetahui jalan pikiran Hoat-ong, diam2 ia bergirang, Setiap kali bila dia terdesak seperti tidak sengaja ia lantas menggunakan si jabang bayi sebagai tameng untuk menggagalkan serangan maut musuh. Dengan demikian bayi ini bukan lagi merupakan beban, bahkan berubah menjadi perisai yang sangat berguna baginya, asalkan dia angkat bayi itu untuk menangkis betapapun lihay jurus serangan musuh juga akan di gagalkan seluruhnya. Begitulah beberapa kali serangan maut Hoat Ong telah di tangkis oleh perisai bayi Li Bok-chiu, karuan Nyo Ko kelabakan, ia kuatir kalau terjadi sedikit kekeliruan antara kedua orang itu, maka bayi yang berusia belum genap satu hari itu pasti akan melayang jiwanya. Baru mencari akal buat rebut kembali bayi itu, dilihatnya roda perak Hoat-ong ditengah kanan mendadak menghantam dari luar ke bagian dalam, sedangkan roda tembaga di tengah kiri menyodok ke depan. Gerakan kedua roda seperti merangkul hingga Li Bok-chiu terkurung antara kedua tangan Hoat-ong. Muka Li Bok-chiu menjadi merah dan memaki gerakan serangan si Hwesio yang kurang ajar itu, cepat kebutnya menyabet ke belakang untuk menangkis roda perak, sedangkan bayi di bawa di depan dada untuk membela diri, Namun sebelumnya Hoat-ong sudah memperhitungkan gerakan susulannya, mendadak tangan kiri melepaskan roda tembaga ke atas untuk menyerang muka Li Bok-chiu. Jarak roda itu dengan Li Bok-chiu hanya satu-dua kaki saja dan mendadak disambitkan dengan cepat sekali, tentu saja sukar di tangkis, untung Li Bok-chiu sudah berpengalaman luas, sudah berpuluh tahun malang melintang di dunia Kangouw, dalam keadaan gawat mendadak ia doyongkan tubuhnya ke belakang, kedua kakinya memaku kencang di tanah, kebutnya terus balas menyerang pundak musuh. Hoat-ong sempat mengegos hingga kebut itu menyerempet lewat pundaknya sementara itu tangan kiri yang kosong itu sempat memotong ke lengan kiri Li Bok-chiu, seketika Li Bok-chiu merasakan lengannya kaku linu, ia menjerit tertahan dan melompat mundur, namun tangannya sudah terasa kosong, bayi itu sudah direbut oleh Kim-lun Hoat-ong. Selagi Hoat-ong bergirang, se-konyong2 dari samping menubruk tiba seorang, Nyo Ko telah samber bayi itu dari tangan Hoat-ong terus bergulingan ke tanah, pedangnya diputar kencang untuk melindungi anak bayi itu, lalu melompat bangun dan siap menghadapi musuh. Rupanya Nyo Ko melihat saat yang bagus sebelum Hoat-ong dapat memondong si bayi dengan baik, tanpa menghiraukan jiwa sendiri ia terus menerjang maju dan sekali serobot ternyata berhasil dengan baik. Begitulah dalam sekejap saja bayi itu telah berpindah tangan antara ketiga orang itu, Li Bok chiu berseru memuji. "Bagus, Ko-ji!" Hoat-ong menjadi gusar, benturan rodanya menerbitkan suara berdering pula, menyusul roda di tangan kanan terus menghantam, Sambil mengegos segera Nyo Ko bermaksud angkat kaki Tiba2 terdengar suara angin menyamber, kiranya Li Bok-chiu dengan mengayun kebutnya telah mengadangnya sambil berkata dengan tertawa. "Jangan pergi dulu, Ko-ji, kita harus melabrak Hoat ong ini!? Karena roda Hoat-ong sudah menghatam pula, terpaksa Nyo Ko memutar pedangnya untuk menangkis. Setelah bertempur beberapa hari ber-turut2 kedua pihak sudah sama apal tipu serangan masing2, begitu saling labrak segera terjadilah serangan kilat, dalam sekejap saja berpuluh jurus sudah berlangsung. Diam2 Li Bok-chiu terkejut, ia heran mengapa dalam waktu sesingkat ini kepandaian Nyo Ko sudah maju sedemikian pesat, tampaknya aku bukan lagi tandingannya, bahkan mendiang Suhu juga belum tentu bisa melebihi dia. Akan tetapi karena Nyo Ko harus memikirkan keselamatan si bayi, betapapun dayi itu adalah puteri sang paman yang dihormatinya itu, maka sedikitpun ia tak berani menirukan cara Li Bok-chiu memperalat bayi itu sebagai tameng. Dan justeru inilah akhirnya Hoat-ong dapat melihat kelemahannya, kini ia lebih banyak mengerahkan serangannya kepada si bayi, dengan demikian Nyo Ko menjadi kelabakan dan sukar bertahan. "Li-supek, lekas bantu aku rnenghalau bangsat gundul ini, urusan lain boleh kita bicarakan nanti" -Sekilas Hoat-ong melirik Li Bok-chiu, tertampak perawakan yang ramping menggiurkan meski usianya sudah lewat setengah umur, tapi gayanya tetap menarik, dengan tersenyum simpul ia mengikuti pertarungan mereka dan tampaknya tidak bermaksud membantu pihak manapun. Diam2 Hoat ong sangat heran bahwa To-koh ini ternyata paman guru si Nyo Ko, tapi mengapa tidak membantu anak muda itu? jangan2 ada rencana licin di balik persoalan ini? Paling penting sekarang bocah she Nyo ini harus lekas dikalahkan dan bayi itu direbut kembali. Begitulah Hoat-ong lantas pergencar serangannya sehingga Nyo K-o terkurung rapat di bawah cahaya rodanya. Li Bok-chiu tahu musuh takkan mencelakai si bayi maka ia tidak ambil pusing terhadap teriakan minta tolong Nyo Ko itu, ia hanya, tersenyum saja sambil bersimpuh tangan dengan adem ayem. Setelah bertempur lagi sebentar, dada Nyo Ko mulai terasa sakit, ia tahu tenaga dalam sendiri tak dapat menandingi lawan, kalau bertempur lebih lama lagi jelas sukar bertahan. Sudah sekian lama ia tidak mendengar suara tangis si bayi, ia menjadi takut terjadi apa2, dalam seribu kesibukannya itu ia coba memandang sekejap kepada si bayi, tertampak wajah si kecil itu putih bersemu merah, molek menyenangkan, kedua matanya yang hitam itu sedang memandang padanya. Padahal bayi itu belum genap satu hari dilahirkan dengan sendirinya belum tahu apa2 tapi air mukanya kelihatan tenang dan tenteram, sama sekali tak mirip seorang bayi yang baru saja dilahirkan. Biasanya Nyo Ko tidak cocok dengan Kwe Hu, tapi menghadapi orok dalam pangkuannya ini, tiba2 timbul semacam pikiran aneh dalam benaknya. "Kini aku membelanya mati2an, kalau nasibnya mujur dan jiwanya dapat diselamatkan, tujuh hari lagi aku sendiri akan mati, kelak kalau dia sudah sebesar kakaknya itu entah dia akan teringat kepadaku atau tidak?" Karena rangsangan perasaannya itu, entah dari mana datangnya kesedihan, tiba2 matanya menjadi merah dan hampir2 meneteskan air mata. Bahwa Nyo Ko sudah kewalahan melayani serangan Hoat-ong itu juga disaksikan oleh Li Bok-chiu, semula ia merasa tidak tega dan bermaksud maju membantu, tapi segera terpikir pula olehnya bahwa kepandaian Nyo Ko sudah lebih tinggi daripada dia, jika sekarang tidak meminjam kepandaian si Hwesio ini untuk membunuhnya, kelak tentu akan mendatangkan bencana baginya. Karena itu ia tetap menonton saja tanpa membantu. Di antara tiga orang ini ilmu silat Hoat-ong paling tinggi, Li Bok-chiu paling kejam, tapi bicara tentang tipu akal adalah Nyo Ko. Setelah bersedih sebentar segera pula ia memikirkan akal cara meloloskan diri, ia jadi teringat kepada tipu akal Khong Bheng di jaman Sam-kok, waktu itu di antara tiga negara, Co jo dari negeri Gui terhitung paling kuat dan negeri Han pimpinan Lau Pi paling lemah, untuk melawan Co Jo terpaksa Lau Pi berterikat dengan Lun Koan dari negeri Go. Kalau sekarang Li Bok-chiu tidak mau membantu terpaksa dirinya sendiri yang harus membantu Li Bok-chiu, untuk ini segera Nyo Ko menyerang dua kali untuk menahan Hoat-ong, habis itu cepat ia melompat mundur dan mendadak menyodorkan bayi itu kepada Li Bok-chiu sambil berseru. "Terima ini!" Kejadian ini benar2 di luar dugaan Li Bok-chiu, seketika ia tidak paham apa maksud Nyo Ko, tapi tanpa pikir ia terima jabang bayi itu. Dalam pada itu Nyo Ko telah berseru pula "Li Supek, lekas lari membawa anak itu, biar kutahan bangsat gundul inil" Berbareng ia melancarkan serangan maut untuk mendesak mundur Hoat-ong. Lik Bok-chiu mengira si Nyo Ko mengharapkan bantuannya sebagai sang paman guru dan tentu takkan membikin susah anaknya, maka dalam keadaan bahaya bayi itu diserahkan lagi padanya, tentu saja ia bergirang dan anggap sangat kebetulan baginya. Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa cara itu adalah tipu akal Nyo Ko, begitu Li Bok-chiu hendak angkat kaki, mendadak Hoat-ong menghantamnya pula dengan roda perak, Karena tiada jalan lain, terpaksa Li Bok-chiu memutar balik kebutnya untuk menangkis. Melihat maksud tujuannya sudah tercapai Nyo Ko menghela napas lega. Tapi dia tetap memikirkan keselamatan si orok dan tidak dapat berpeluk tangan tanpa urus seperti Li Bok - chiu tadi, Setelah istirahat sejenak, segera ia angkat pedang dan menerjang Hoat-ong dari samping. Sementara itu sang surya sedang memancarkan cahaya yang terang, di tengah hutan lebat itu tetap tembus oleh cahaya matahari, semangat Nyo Ko terbangkit, ia mainkan pedangnya terlebih keras. "trang, trang", tiba2 roda perak Hoat-ong terkupas sebagian oleh Kuncu-kiam yang tajam itu. Kim-lun Hoat-ong juga tidak kurang saktinya, meski terkejut, namun gerak serangannya semakin lihay. Tiba2 Nyo Ko mendapat akal, serunya. "Li-supek, awas roda tembaganya itu, bagian yang terkupas itu ada racunnya, jangan kau tersentuh olehnya." "Memangnya kenapa?" Ujar Li Bok-chiu tak acuh. "Racun yang terpoles di pedangku ini sangat lihay" Kata Nyo Ko. Tadi Hoat-ong dilukai oleh pedang Nyo Ko, memangnya dia berkaatir kalau pedang anak muda itu beracun, tapi setelah sekian lama bertempur tiada terasa tanda aneh pada lukanya, maka ia tidak berkuatir lagi, Sekarang Nyo Ko menyebutnya pula, mau-tak-mau hatinya tergetar dan semangatnya menjadi lesu mengingat kekejian Kongsun Ci itu, mustahil pedang Nyo Ko yang diambil dari tempatnya itu tidak -dipoles dengan racun. Mendadak Li Bok chiu berseru "Tusuk dia dengan pedangmu yang beracun itu, Ko-ji!" -Berbareng ia mengayun tangannya seperti menyambitkan senjata rahasia. Cepat Hoat-ong memutar rodanya menjaga rapat tubuhnya, tapi gerakan Li Bok-chiu itu ternyata gertakan belaka, kesempatan itu telah di gunakannya untuk berlari ke sana secepat terbang. Walaupun meragukan terkena racun, tapi Hoat-ong sangat tangkas, ia merasa lukanya tidak geli dan juga tidak bengkak, betapapun ia tak mau pulang dengan tangan hampa, maka cepat ia terus mengudak ke jurusan Li Bok-chiu. Nyo Ko pikir kalau sebentar bertempur dan sebentar udak-mengudak, akhirnya tentu akan membikin susah orok yang baru dilahirkan itu, jalan keluar yang baik adalah menghalau Hoat-ong dengan gabungan tenaga mereka berdua dan urusan lain dapat diselesaikan belakang. Maka ia lantas berteriak. "Tak perlu lari, Li-supek, bangsat gundul ini terkena racun jahat, hidupnya tak tahan lama lagi" Baru habis ucapamrya, dilihatnya. Li Bok-chiu sedang melompat ke depan dan menyusup ke arah sebuah gua di bukit sana. Hoat-ong kelihatan merandek kesima dan tidak berani ikut menerobos ke dalam gua. Karena tidak tahu apa tujuan Li Bok-chiu membawa lari bayi itu, kuatir kalau mendadak bayi itu dibinasakan maka tanpa pikirkan keselamatan sendiri Nyo Ko terus menguber ke sana, ia putar pedangnya untuk menjaga diri, segera ia menerjang ke dalam gua, Terdengarlah suara gemerincing beberapa kali, pedangnya menyampuk jatuh tiga buah Peng-pok-sin-ciam, jarum berbisa yang dihamburkan Li Bok-chiu. "Aku, Li-supek!" Seru Nyo Ko. Di dalam gua gelap guiita, tapi Nyo Ko sudah biasa memandang lalam kegelapan, dilihatnya Li Bok-chiu merangkul si bayi dan tangan lain sudah siapkan segenggam jarum berbisa lagi. Untuk meyakinkan orang bahwa dia tidak bermaksud jahat Nyo Ko sengaja membalik tubuh dan menghadap kesana, lalu berkata. "Biarlah kita bersatu untuk menghalau bangsat gundul itu?" Segera ia berjaga di mulut gua dengan pedang terhunus. Hoatong menduga sementara ini kedua lawan takkan berani menerobos keluar lagi, ia lantas berduduk disamping gua dan membuka baju untuk memeriksa lukanya. Dilihatnya bagian luka merah segar, tiada tanda2 keracunan, waktu ia pencet terasa sakit sedikit. Waktu ia mengerahkan tenaga dalam terasa tiada sesuatu alangan apapun juga. Girang bercampur gemas juga Hoat ong, girangnya karena pedang si Nyo Ko ternyata tidak berbisa sebagaimana dikatakan anak muda itu, gemasnya karena dia telah dikibuli oleh bocah itu sehingga dia berkuatir percuma sekian lama. Ia coba mengawasi gua itu, mulut gua itu ter-aling2 rerumputan lebar gua itu hanya tiba cukup dimasuki seorang, padahal tubuhnya sendiri tinggi besar, kalau menerjang kesana dan bergerak kurang leluasa, mungkin akan disergap malah oleh kedua lawan di dalam gua itu. Seketika ia tidak mendapatkan akal yang baik, pada saat itulah tiba2 ada suara orang berseru padanya. "He, Hwesio gede, apa yang kau lakukan disitu?" Hoat-ong mengenali itulah suara si Hindu cebol Nimo Smgh, ia tetap mengawasi gua itu sambil menjawab "Tiga ekor kelinci menyusup ke dalam gua, aku hendak menghalaunya keluar." Rupanya dari jauh Nimo Singh melihat berkelebatnya roda Kim-lun Hoat-ong" Yang beterbangan di udara, ia tahu pasti Hoat-ong sedang bertempur dengan musuh, maka cepat ia menyusul kesini, Waktu tiba di tempat sementara Nyo Ko berdua sudah menyusup ke dalam gua. Melihat Hoat - ong sedang mengawasi dengan penuh perhatian,Nimo Sing menjadi girang, tanyanya cepat. "Kwe Ceng lari ke dalam gua?" Hoat-ong mendengus dan berkata. "Ada seekor kelinci jantan dan seekor kelinci betina ada pula seekor anakan kelinci" "Hahaa, jadi selain Kwe Cing dan isterinya, si bocah Nyo Ko itu juga berada di situ," Seru Nemo Singh kegirangan. Hoat-ong tidak menggubrisnya dan membiarkan dia mengoceh sendirian ia memandang sekelilingnya, segera ia mendapatkan akal, ia mengumpulkan ranting kayu dan rumput kering serta di tumpuk di mulut gua, lalu dibakarnya rumput kering itu. Kala itu angin sedang meniup dengan kencangnya, tanpa ayal asap tebal lantas tertiup ke dalam gua. Waktu Hoat-ong mulai menimbun kayu dan rumput kering, Nyo Ko tahu maksud keji orang, sedangkan pihak musuh telah bertambah pula dengan datangnya Nimo Singh, Dengan suara pelahan ia berkata kepada Li Bok-chiu. "Akan kuperiksa apakah gua ini ada jalan tembus atau tidak." Segera ia merunduk ke dalam sana, kira2 belasan meter jauhnya, ternyata gua itu sudah buntu, ia putar balik dan berkata pula dengan suara terta han. "Li-supek, mereka menyerang dengan asap bagaimana kita harus bertindak?" Li Bok-chiu pikir menerjang dengan kekerasan jelas sukar loIos.dari kejaran Hoat-ong, sembunyi di dalam gua bukan cara penyelesaian yang baik, jika keadaan benar2 mendesak, jalan satunya terpaksa melarikan diri dengan meninggalkan anak orok toh Karena pikiran ini, sedikitpun ia tidak cemas, ia menyeringai dan tidak menjawab pertanyaan Nyo Ko itu. Tidak lama gumpalan asap yang membanjir ke dalam gua semakin tebal, untuk sementara mereka dapat menahan napas, tapi bayi itu tidak tahan lagi, ya batuk ya menangis tiada hentinya. "Hehe, kau kasihan padanya, bukan?" Jengek Li Bok-chiu pada Nyo Ko. Setelah mengalami perjuangan mati2an, dalam hati Nyo Ko memang sudah timbul kasih sayang kepada bayi perempuan itu, ia menjadi tidak tega mendengar tangisnya yang semakin keras itu. "Biar kupondong dia!" Katanya sambil mengulurkan kedua tangan dan mendekati Li Bok-chiu. Tapi Li Bok-chiu lantas menyabetnya dengan kebut sambil membentak. "Jangan mendekat aku? apa kau tidak takut pada Peng-pok-sin-ciam!" Cepat Nyo Ko melompat mundur, nama jarum nerbisa itu mengingatkannya masa kecilnya dahulu ketika untuk pertama kalinya bertemu dengan, Li-Bok-chiu, hanya sebentar saja ia memegang jarum perak itu, tapi racun sudah menjalar ke tubuhnya, syukur ayah angkatnya, yaitu Auyang Hong, telah menolongnya dengan mengajarkan Lwekang yangj istimewa itu sehingga racun dapat didesak keluar. Tiba2 ia mendapat akal, ia membalut tangannya dengan robekan kain baju, ia menuju, ke mulut gua dan menjemput ketiga jarum berbisa yang disambitkan Li Bok-chiu tadi, ia tancapkan jarum2 itu pada tanah dengan ujung runcing ke atas, habis itu ujung jarum yang menongol sedikit itu diculik pula dengan pasir tanah agar gemilapnya jarum itu tidak kelihatan. Saat itu mulut gua tertutup oleh asap tebal sehingga tindakan Nyo Ko itu tidak dilihat oleh Kim-lun Hoat-ong dan Nimo Singh. Selesai mengatur lalu Nyo Ko mundur lagi ke dalam gua dan membisiki pada Li Bok-chiu. "Aku sudah ada akal menghalau musuh, harap Li-supek pura2 menimang bayi itu supaya jangan me-nangis." Habis berkata, mendadak ia berteriak. "Aha, di belakang gua ini ada jalan tembusnya, Ii-supek, lekas kita pergi!" Semula Li Bok-chiu melengak dan mengira apa yang dikatakan Nyo Ko itu memang betul, tapi Nyo Ko lantas membisikinya pula. "Hanya pura2 saja agar bangsat gundul itu terjebak olehku." Sudah tentu teriakan Nyo Ko itu dapat didengar oleh Kim-lun Hoat-ong dan Nimo Singh, mereka terkejut, mereka coba pasang kuping, di dalam gua sunyi senyap, suara tangisan bayi juga sayup2 semakin lirih, mereka tidak tahu bahwa mulut si bayi telah sengaja ditutup oleh lengan baju Nyo Ko, keruan mereka mengira Nyo Ko bersama Li Bdk-chiu benar2 sudah kabur melalui belakang gua. Watak Nimo Singh tidak sabaran, tanpa pikir ia terus berlari memutar ke belakang gua, maksudnya hendak mencegat musuh, Tapi pikiran Hoat-ong terlebih cermat, setelah mendengarkan dengan teliti, ia merasa suara tangisan anak bayi itu cuma lirih tertahan saja dan tiada tanda2 semakin menjauh, ia tahu pasti si Nyo Ko sedang main gila hendak menipunya ke belakang gua, lalu anak muda itu akan menerjang keluar dari mulut gua. Diam2 ia mentertawai akal Nyo Ko yang dangkal itu, ia pikir biar kusembunyi saja di samping mulut gua, begitu kalian keluar segera kumampuskan kalian. Namun Nyo Ko juga tidak kalah cerdiknya, kembali ia berteriak pula. "He, cepat Li-supek, bangsat gundul itu sudah pergi, marilah kita lari keluar !" Habis ini tiba2 ia membisiki pula "marilah kita menjerit bersama untuk memancing dia masuk ke sini." Li Bok-chiu tidak tahu akal bulus apa yang pedang diatur Nyo Ko itu, tapi ia tahu anak muda itu sangat licin, ia sendiri beberapa kali pernah dikibuli kalau dia sudah mengatur perangkap, rasanya pasti akan berhasil, betapapun ia mempunyai sandera anak bayi itu. asalkan Hoat-ong sudah dihalau pergi, akhirnya Nyo Ko harus menukar si bayi dengan Giok-li-sim-keng. Maka ia lantas mengangguk tanda setuju, kedua orang segera menjerit berbareng "Aduh!" Nyo Ko pura2 terluka parah dan merintih keras2, teriaknya. "Keparat, mengapa kau bertindak sekeji ini padadaku?" - Lalu ia mendesis pula dengan suara tertahan. "Lekas engkau berlagak terancam jiwamu!" Cepat Li Bok-chiu melakukan permintaan itu, iapun berteriak dengan nada murka. "Bagus, biar kumati di... ditanganmu, betapapun, kau si.bangsat kecil ini juga... juga harus mampus di tanganku," Ia membikin suaranya semakin lemah sehingga kalimat terakhir se-akan diucapkan dengan napas ter-engah2. Mendengar itu, Hoat-ong sangat girang, ia pikir kedua orang sedang berebut si bayi dan mulai saling membunuh, tampaknya keduanya sama terluka parah. ia menjadi kuatir si bayi juga ikut tewas, jika terjadi begini berarti akan kehilangan alat pemerasan terhadap Kwe Cing. Tanpa pikir lagi ia menyingkirkan onggokan kayu dan rumput kering yang terbakar itu terus menerjang ke dalam gua. Tapi baru dua-tiga langkah, mendadak telapak kaki kiri terasa sakit, untung ilmu silatnya memang tinggi dan dapat memberi reaksi dengan cepat, sebelum kaki menginjak sepenuhnya ke bawah, cepat kaki yang lain menggunakan tenaga terus melompat mundur lagi keluar gua, Waktu kaki menginjak tanah, terasa kaku kesemutan dan hampir saja jatuh terjungkal. Dengan Lwekangnya yang tinggi itu, biarpun kakinya dibacok beberapa kali juga takkan sempoyongah berdirinya, karena itu segera ia menyadari apa yang telah terjadi, ia tahu telapak kakinya pasti tertusuk oleh benda berbisa. Baru dia hendak membuka sepatu dan kaos kaki untuk memeriksanya, dilihatnya Nimo Singh sudah putar balik dari belakang gua dan sedang mengomel. "Kurangajar! Bangsat kecil itu berdusta, di belakang gua tiada lubang tembusan apapun, Kwe Cing dan isterinya masih di alam gua." Hoat-ong tidak menanggapi apapun, iapun urung membuka sepatu, katanya. "Memangnya tidak salah dugaanmu, sudah sekian lama tiada suatu suara, bisa jadi mereka telah pingsan semua oleh asap tebal tadi." Diam2 Nimo Singh bergirang, ia pikir jasa menangkap Kwe Cing sekali ini pasti akan jatuh di tangannya, iapun tidak berpikir mengapa Kim lun Hoat-ong tidak merebut jasa itu, tanpa bicara lagi ia putar senjata ular bajanya untuk menjaga diri, ia terus menerobos ke dalam gua. Ketiga buah jarum berbisa itu diatur oleh Nyo Ko tepat di tengah jalan yang harus dilalui, tak peduli langkah orang yang akan masuk itu lebar atau cekak, ialah satu jarum itu pasti akan diinjaknya, perawakan Nimo Singh sangat pendek dan langkahnya cekak, tapi ia bertindak dengan cepat, ketika kaki kanan menginjak sebuah jarum itu, begitu terasa sakit dan belum sempat menarik kakinya, tahu2 kaki kiri sudah menginjak lagi pada jarum yang lain. Negeri Thian-tiok (lndia) terkenal negeri berhawa panas, rakyat umumnya suka telanjang kaki, maka Nimo Singh juga tidak bersepatu, meski kulit telapak kakinya sudah terlatih dan tebalnya seperti kulit banteng, namun betapa tajamnya Peng-pok-sin-ciam itu, sedikitnya dua senti menancap ke dalam telapak kakinya itu. Tapi Nitno Singh memang kuat dan perkasa, sedikit luka itu sama sekali tak diperhatikan olehnya, ia ayun senjata ular baja dan menyapu ketanah, ia yakin di depan pasti tak ada jarum lagi dan baru saja hendak menerjang masuk untuk menangkap Kwe Cing, tiba2 kedua kakinya terasa lemas dan tidak sanggup berdiri tegak lagi, kontan ia jatuh terguling. Baru sekarang ia tahu racun pada jarum yang tertancap kakinya itu sangat lihay, lekas2 ia berguling disertai merangkak keluar gua, dilihatnya Hoat-ong sedang memegangi sebelah kakinya yang hitam bengkak. Segera Nimo Singh tahu duduknya perkara, dengan gusar ia membentak. "Bangsat gunduI, sudah tahu kau sendiri terluka oleh jarum berbisa, mengapa kau tidak memberi tahu padaku, sebaliknya sengaja membiarkan aku ikut terperangkap?" "Aku terjcbak, kaupun terperangkap, ini namanya seri, satu-satu!" Jawab Hoat-ong dengan tertawa. Tidak kepalang gusar Nimo Singh, ia memaki "Keparat, menangkap Kwe Cing apa segala tak berarti lagi bagiku, biarlah aku mengadu jiwa dengan kau." Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sebenarnya kakinya sudah tak bertenaga lagi, tapi tangannya menahan tanah, sekaligus ia menubruk ke arah Hoat-ong, senjata ular baja terus mengetok kepala lawan itu. Hoat-ong mengangkat roda tembaganya untuk menangkis, menyusul tangan yang lain terus menyikut Tubuh Nimo Singh lagi menubruk maju sehingga sukar menghindar, apalagi serangan Hoat-ong inipun sangat cepat, seketika bahu Ntmo Singh kena disikut dengan keras, walaupun otot daging Nimo Singh sangat kuat, tidak urung iapun kesakitan setengah mati. Saking murkanya Nimo Singh tidak lagi memikirkan mati-hidupnya sendiri, ia tetap menubruk ke depan dan merangkul tubuh Hoat-ong se-kencang2nya, malah mulutnya terus menggigit dan kebetulan Hiat-to bagian leher kena dikertak. Jika dalam keadaan biasa, betapapun tidak mungkin Nimo Singh dapat mendekati Hoat-ong yang berkepandaian setinggi itu, apalagi hendak merangkul tubuhnya dan menggigit lehernya, Tapi sekarang Hoat-ong sedang mengerahkan segenap tenaga dalamnya untuk menahan menjalarnya racun yang mengenai telapak kakinya itu, sebab itulah waktu Nimo Singh menusuk maju, Hoat-ong sendiri sudah tidak cukup tenaga dalamnya dan hanya dapat melawannya dengan kekuatan luar. Sebaliknya Nimo Singh menyerang dengan sepenuh tenaga, begitu berhasil menggigitnya, maka giginya tidak mau kendur lagi. Cepat Hoat-ong menggunakan kaki kanan untuk menjegal karena kedua kaki Nimo Singh sudah lemas, ia tidak tahan dan terjerembab ke depan sambil menarik Hoat-ong, jadinya kedua orang sama terguling di tanah. Hoat-ong bermaksud menarik orang, namun hiat-to penting tergigit, tenaga tangannya juga berkurang, sukar baginya untuk melepaskan diri, terpaksa tangannya digunakan mencengkeram Tay-hi-hiat dikuduk Nimo Singh, tempat inipun melupakan-Hiat-to penting di tubuh manusia, dengan cengkeraman ini dapatlah ia berjaga agar tidak dikerjai lebih lanjut oleh Nimo Singh. Sebenarnya kedua orang sama2 jago kelas wahid dalam dunia persilatan, tapi mereka sama2 keracunan dan sekarang berkelahi dari jarak dekat secara bergumul keadaan mereka menjadi seperti tukang berkelahi kampungan tanpa harga diri, ke duanya ber-guling2 dan lambat laun mendekati tepi jurang. Hal ini dapat dirasakan oleh Hoatong cepat ia berteriak. "Lepaskan tanganmu, kalau terguling lagi ke sana, kita berdua sama2 hancur terjerumus!" Akan tetapi Nimo Singh sudah kalap, iapun tidak berusaha menolak racun dalam tubuhnya maka tenaganya menjadi lebih kuat daripada Hoat-ong, ia terus mendorong ke depan sehingga Hoat -ong tidak dapat menahannya. Tampaknya sedikit lagi mereka pasti akan ter getincir ke dalam jurang, dalam keadaan kuati tiba2 Hoat-ong mendapat akal, cepat ia berteriak "He, Kwe Cing datang!" "Di mana?" Tanya Nimo Singh melengak kaget. Dan karena ucapannya ini dengan sendirinya mulutnya lantas terbuka sehingga gigitannya pada Hiat to Kim-lun Hoat-ong dilepaskan Kesempatan itu segera digunakan Hoat-ong untuk menghantam. Baru sekarang Nimo Singh menari tertipu, cepat ia mengelak dan kembali menyeruduk lagi. Hantaman Hoat-ong itu sebenarnya hendak memaksa Nimo Singh melompat mundur, tapi ia lupa kedua kaki Nimo Singh sudah tak dapat digunakan lagi karena keracunan oleh jarum tadi sehingga tidak mampu bergerak, jadinya bukan melompat mundur sebaliknya malah menyeruduk maju, Keruan Hoat-ong kaget dan kedua orang kembali bergumul menjadi satu, se-konyong2 dibawah tubuh terasa hampa, tanpa ampun kedua orang terjerumus ke dalam jurang. Melihat akal si Nyo Ko berhasil dengan baik, diam2 Li Bok-chiu mengakui kehebatan anak muda itu. Waktu mendengar suara perkelahian kedua orang diluar, segera Li Bok-chiu bermaksud mengeluyur pergi, tapi mendadak terdengar pula suara jeritan kaget kedua orang, suaranya sangat aneh, itu suara jeritan waktu kedua orang terjatuh ke dalam jurang, tapi lantaran jarak tepi jurang dengan gua itu agak jauh, pula ter-aling2 oleh batu2 dan semak2 sehingga apa yang terjadi di luar itu tidaklah jelas. "He, apa yang mereka lakukan itu" Tanya Li Bok-chiu. Nyo Ko juga tidak menyangka Hoat-ong dan Nimo Singh bisa terjerumus ke dalam jurang, setelah termenung sejenak, lalu menjawab "Bangsat gundul itu sangat licin, jangan2 iapun menirukan cara kita ber-pura2 saling melukai tadi, maksudnya supaya kita terpancing keluar." "Ya, benar, tentu dia ingin memancing aku keluar untuk merampas obat penawar," Ujar Li-Bok-chiu. Pelahan ia mendekati mulut gua dan bermaksud melongok keadaan di luar sana. "Awas jarum di atas tanah itu," Seru Nyo Ko. Li Bok-chiu terkejut dan cepat menarik kembali langkahnya. sementara itu api di mulut gua sudah padam, asap sudah buyar sehingga didalam gua kembali gelap gulita, ia tidak dapat memandang dalam kegelapan seperti Nyo Ko sehingga tidak tahu ketiga jarum itu di tancapkan di bagian mana oleh anak muda itu, kalau sembarangan bertindak bukan mustahil iapun akan menginjaknya! Meski ia sendiri mempunyai obat penawarnya tapi bila kesempatan itu digunakan Nyo Ko untuk menyerangnya, maka sukarlah untuk melawannya andaikan jiwa sendiri tidak melayang oleh racun jarumnya sendiri Karena itulah ia lantas berkata. "Lekas kau cabut jarum2 itu, buat apa kita berdiam terus di sini" "Tunggu sebentar lagi, biar mereka mati keracunan barulah kita keluar," Ujar Nyo Ko. Li Bok-chiu mendengus satu kali, dalam hati ia seperti jeri kepada Nyo Ko, sama2 berdiam di dalam gua yang gelap, sedangkan ilmu silat sendiri belum tentu bisa mengalahkan anak muda itu, bicara tentang tipu akal malahan sudah jelas bukan tandingannya. Karena itulah ia coba merenungkan akal baik untuk meloloskan diri. Sementara itu keadaan di luar gua sudah sunyi sepi, kedua orang di dalam gua juga sedang merenungkan kepentingan masing2 dan sama2 tidak bersuara. Pada saat itulah mendadak anak bayi itu menangis keras, agaknya bayi itu kelaparan, maklumlah, sejak lahir sama sekali belum pernah disusui. Tiba2 Li Bok-chiu menjengek. "Di mana Sumoay? Kenapa dia tidak ambil pusing pada anaknya sendiri yang mungkin mati kelaparan." "Siapa bilang bayi ini anak Kokoh?? jawab Nyo Ko, ini adalah puteri Kwe Cing, Kwe-tayhiap, tahu?" "Hm, kau tidak perlu menggertak aku dengan namanya Kwe-tayhiap, memangnya kau kira aku lantas takut?" Kata Li Bok-chiu. "Jika bayi ini anak orang lain, betapun kau takkan berusaha merebutnya dengan mati2an, pasti anak ini adalah hasil hubungan kalian berdua." "Ya, aku memang bertekad akan memperisteri Kokoh" Teriak Nyo Ko dengan gusar "Tapi kami belum menikah, cara bagaimana bisa mendapatkan anak? Hm, mulutmu harus dicuci bersih sedikit." Kembaii Li Bok-chiu mengejek. "Huh, kau suruh mulutku bersih sedikit, kan seharusnya perbuatan kalian berdua diherankan lebih dulu." Selama hidup Nyo Ko menghormati Siao-Iiong li sebagai malaikat dewata, mana ia tahan sang Koko difitnah dan dinista secara kotor, dengan murka membentak. "Suhuku suci bersih, kan perempuan buta ini janganlah mengoceh semaunya." "Hah, suci bersih, cuma sayang Su-kiong-se (andeng2 cecak merah) pada lengannya sudah punah," Jengek Li Bok-chiu pula. "Sret," Pedang Nyo Ko terus menusuk ke dada orang sambil membentak. "Tak soal jika kau memaki aku, tapi kata2mu menghina Suhuku, biar aku mengadu jiwa dengan kau." "Sretsret-sret," Ber-turut2 ia menyerang lagi tiga kali. ilmu pedang Nyo Ko memang hebat, pula dapat melihat dalam kegelapan, Li Bok-chiu hanya dapat menangkis berdasarkan kepandaian "mendegarkan suara angin dan membedakan arah", meski tangkisannya tidak meleset, tapi beberapa jurus kemudian iapun mulai kewalahan. Untung Nyo Ko memikirkan keselamatan anak bayi itu, ia kuatir kalau serangannya terlalu gencar, dalam keadaan kepepet bukan mustahil Li Bok-chiu akan mencelakai bayi itu, sebab itulah dia tidak melancarkan serangan maut. Begitulah sampai belasan jurus mereka bergebrak di dalam gua, se-koyong2 anak bayi itu menangis satu kali, habis itu lantas diam, sampai lama letap tak bersuara Iagi. "Bagaimana bayi itu, kau mencelakai dia?" Kata Nyo Ko dengan suara kuatir. Melihat si Nyo Ko begitu memperhatikan si bayi, ia tambah yakin bayi itu pasti anak kandung Siao-liong-li, ia tangkis pedang Nyo Ko dengan kebutnya sambil berkata. "Sekarang belum mati, tapi kalau kau membantah perkataanku, memang nya kau kira aku tidak berani mencekik mampus setan cilik ini." Nyo Ko bergidik, ia kenal watak Li Bok-chiu yang kejam itu, jangankan membunuh seorang bayi malahan membunuh segenap keluarga juga perbuatan biasa baginya, Cepat ia menarik kembali pedangnya dan berkata. "jelek2 kau adalah Supekku, asalkai kau tidak memaki Suhuku, dengan sendirinya aku menurut padamu" "Baik, aku takkan memaki gurumu lagi dan kau harus turut perkataanku," Kata Li Bok-chhi "Nah, sekarang kau melongok keluar sana, coba lihat bagaimana kedua bangsat itu." Nyo Ko menurut, ia memeriksa sekeliling di luar gua, tapi tidak nampak bayangan Kim-lun Hoat-ong dan Nimo Singh, ia kuatir Hoat-ong menjebaknya, ia coba menggunakan pedangnya dan membabati semak2 rumput yang mungkin dibuat sembunyi musuh, tapi ternyata tiada sesuatu jejak apa2. Segera ia masuk gua lagi dan berkata. "Kedua orang itu menghilang, mungkin mereka sudah kabur," "Hm, setelah terkena jarumku, seumpama kabur juga takkan mencapai jauh," Jengek Li-Bok-chiu. "sekarang cabutlah semua jarum yang kau tancapkan di mulut gua tadi dan taruh di depanku sini." Karena bayi itu masih terus menangis, Nyo Ko pikir harus lekas mencarikan sesuatu makanan baginya, maka ia turut perintah Li Bok-chiu itu, dengan tangan terbalut ia cabuti jarum2 itu dan di kembalikan kepada yang empunya. Setelah memasukkan jarum berbisa itu ke kantungnya. segera Li Bok-chiu melangkah keluar, Styo Ko mengintilnya dengan cepat dan bertanya "Hendak kau bawa ke mana bayi itu?" "Pulang ke rumahku," Jawab Bok-chiu. "Untuk apa kau membawa pulang anak ini? Kan bukan kau yang melahirkannya," Seru Nyo Ko tanpa pikir. Muka Li Bok-chiu menjadi merah dan men-lamperat. "Ngaco-belo tak keruan! Asalkan kau mengantar Giok-li-sim-keng dari Ko-bong pay kita kepadaku segera kukembalikan anak ini padamu, ku jamin takkan mengganggu seujung rambutnya." Habis berkata ia terus berlari secepat terbang ke utara dengan Ginkang yang tinggi. "He, harus kau susui dia dulu!" Seru Nyo Ko sambil mengikutinya lari. Dengan muka merah padam Li Bok-chiu berpaling dan membentak. "Keparat, kau bicara tidak keruan dan selalu meng-olok2 saja." "Hm, meng-olok2 bagaimana?" Ujar Nyo Ko dengan heran. "Bukankah anak itu akan mati kelaparan jika tidak disusui?" "Aku masih gadis suci bersih, cara bagaimana dapat menyusui setan cilik ini?" Omel Li Bok-chiu Baru sekarang Nyo Ko tahu apa sebabnya muka orang merah, dengan tersenyum ia menjawab. "Li supek, bukan maksudku menyuruh engkau menyusui bocah ini, tapi. kuminta engkau berusaha mencarikan susu baginya." Li Bok-chiu menjaga diri dengan suci bersih dan tidak pernah menikah, selama hidup berkecimpung di dunia Kangouw, mengenai urusan merawat bayi segala sedikitpun ia tidak paham. la menjadi bingung, setelah berpikir sejenak, kemudian ia tanya. "Mencari susu ke mana? Makan nasi saja, bagaimana?" "Boleh kau periksa dia bergigi atau tidak?" Katanya. Li Bok-chiu coba pentang mulut si orok yang mungil itu, lalu menggeleng dan berkata. "Tidak ada, satu bijipun tidak ada," "Hei, kita dapat mencari seorang perempuan yg sedang menyusui anaknya di kampung sana, kita suruh perempuan itu menyusui orok ini, bagus tidak" Ya, kau memang cerdik dan banyak akal," Kata Bok-chiu dengan girang, ia coba memandang jauh ke sana dari tempat tinggi, kelihatan di sebelah barat sana ada asap mengepul. Segera mereka sama berlari ke sana, dalam waktu singkat sampailah mereka di suatu kampung kecil. Sudah lama peperangan melanda kota Siang-yang, maka kota2 kecil sekitarnya juga telah men-jadi korban api peperangan itu dan setelah dihancurkan oleh keganasan pasukan Mongol, hanya di tempat pegunungan yang sunyi ini masih ada sedikit rumah penduduk. "Dari rumah ke rumah Li Bok-chiu memeriksa dengan teliti, sampai rumah petani ke empat barulah dilihatnya seorang perempuan muda sedang menyusui anaknya yang berumur setahunan. Bok-chiu sangat girang, tanpa permisi ia tarik anak perempuan muda itu dan dilemparkan ke atas dipan sana, habis itu bayi yang dipondongnya ia lantas ditaruh pada pangkuan perempuan itu sambil berkata. "Anak ini lapar, lekas kau menyusui dia." Anak kecil yang dilemparkan ke dipan itu terbanting cukup keras, karena kesakitan seketika terdengarlah jerit tangis, Adalah lazim seorang ibu sayang pada anaknya sendiri, lekas2 ia menggendong kembali anaknya itu. Melihat bagian dada perempuan muda itu terbuka, cepat Nyo Ko berpaling keluar rumah. Segera didengarnya bentakan Li Bok chiu "Kusuruh kau menyusui anakku, apa kau tidak dengar? Siapa suruh kau memondong anakmu sendiri?" - Menyusul terdengar kebut menyabet, lalu terdengar suara "Blang" Sekali. Nyo Ko terkejut dan menoleh, dilihatnya anak perempuan petani itu telah dibanting oleh Li Bok -chiu di dekat kaki tembok sana kepalanya berlumuran darah, entah mati atau masih hidup. Tentu saja tidak kepalang pedih hati si perempuan petani, cepat ia menaruh anak Kwe Cing itu diatas dipan dan segera menubruk maju untuk memondong anaknya sendiri sambil menjerit dan menagis. Li Bok-chiu tambah gusar, ia angkat kebutnya hendak menyabet kepala perempuan itu. Syukur Nyo Ko sempat menangkis kebut itu dengan pedangnya, dalam hati ia pikir Li Bok-chiu ini sungguh wanita yang paling kejam dan se-wenang2. tapi dimulut ia berkata. "Li-supek, kalau mau membinasakan dia, orang mati tak dapat lagi menyusui." "Persetan!" Omel Bok-chiu dengan gusar. "Apa toh. kulakukan adalah demi kebaikan anakmu, mengapa kau malah ikut campur urusan tetek bengek." Diam2 Nyo Ko mendongkol sudah jelas bukan anaknya, tapi Li Bok-chiu terus menerus mengatakan bayi itu anaknya, Tapi kalau benar anaknya, mengapa dikatakan pula Nyo Ko ikut campur urusan tetek bengek. Tapi Nyo Ko tidak membantah, katanya dengan tersenyum. "Anak ini sudah kelaparan, paling penting disusui dulu." - Berbareng ia terus hendak membopong bayi di atas dipan itu. Namun Li Bok-chiu telah mengadangnya dengan ancaman kebut dan berseru. "Kau berani merebut anak itu?" Terpaksa Nyo Ko melangkah mundur lagi dan berkata. "Baik, takkan kupondong dia." Li Bok-chiu sendiri lantas pondong bayi itu dan baru saja akan disodorkan lagi kepada perempuan petani tadi, tapi perempuan itu ternyata sudah menghilang entah ke mana. Rupanya selagi mereka berdua bertengkar, perempuan itu terus kabur melalui pintu belakang dengan membawa puteranya yang terluka itu. Dengan murka Li Bok-chiu menerjang keluar pintu, dilihatnya perempuan tadi sedang lari kesetanan ke depan sana dengan anaknya, sekali Li Bok-chiu menjengek, ia melompat ke sana, kebutnya terus menyabet, tahu2 perempuan petani brtsama anaknya sudah menggeletak tak bernyawa dengan tulang kepala pecah berantakan. Masih belum puas dengan itu, Li Bok-chiu terus menyalakan api dan membakar rumah petani itu hingga habis menjadi abu, habis itu barulah ia melangkah pergi.. Diam2 Nyo Ko menyesali Li Bok-chiu yang teramat kejam dan keji itu, ia terus mengintil di belakangnya. Kedua orang sama2 diam dan berjalan di ladang pegunungan, sampai berpuluh li jauhnya, rupanya saking lelahnya bayi itu telah terpulas dalam pondongan Li Bok-chiu. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tengah berjalan, tiba2 Li Bok-chiu bersuara heran dan berhenti, dilihatnya dua ekor anakan macan tutul sedang bersenda gurau di bawah sinar matahari, ia melangkah maju dan baru hendak mendepak minggir kedua ekor macan tutul kecil itu, se-konyong2 terdengar suara meraung dari semak2 di samping sana, seekor induk macan tutul yabg besar menubruk tiba. Biarpun tinggi ilmu silat Li Bok-chiu juga kaget melihat betapa besarnya macan tutul itu, cepat ia melompat ke samping untuk menghindar. Macan tutul itu kelihatan sangat buas, sekali tubruk tidak kena, segera ia memutar balik hendak mencakar, gerakannya sangat gesit seperti jago silat saja, Segera Li Bok-chiu angkat kebutnya dan menyabet, tapi mengenai batok kepala macan tutul itu sehingga binatang itu marah dan semakin buas, macan tutul itu mendekam di tanah dengan menyeringai hingga kelihatan kedua baris giginya yang putih tajam, kedua matanya terus mengincar mangsanya dan siap menerkam pula. Cepat Li Bok-chiu menyambitkan kedua buah jarum untuk menyerang kedua mata harimau itu. Mendadak Nyo Ko berseru. "Nanti dulu!" -Berbareng kedua jarum itu disampuknya dengan pedangnya. Pada saat itu juga macan tutul itu sudah melompat ke atas dan menubruk tiba pula, Namun pada saat yang sama Nyo Ko juga melompat keatas, lebih dulu ia sampok pula dua jarum yang sementara itu disambitkan lagi oleh Li Bok-chiu. Menyusul kepalan kanan dengan cepat menghantam pada tulang punggung di dekat gitok macan itu. Macan tutul itu mengaung kesakitan dan terjatuh, tapi segera menubruk lagi ke arah Nyo Ko. Cepat anak muda itu mengegos sambil menghantamkan sebelah tangannya, betapapun kuatnya binatang itu juga tidak tahan oleh genjotan Nyo Ko dan jatuh terjungkal. Li Bok-chiu menjadi heran mengapa dia menolong harimau itu dari serangan jarumnya, sebaliknya sekarang anak muda itu berkelahi dengan binatang itu. Dilihatnya susul menyusul Nyo Ko memukul macan tutul yang jatuh bangufn itu, hanya tempat yang dihantamnya itu bukan tempat mematikan melainkan tempat yang membuat binatang itu jatuh dan kesakitan melulu. Suara macan tutul itu makin Iama makin perlahan, meski tidak terluka, tapi sudah belasan kali ia dipukul oleh Nyo Ko dan tidak tahan lagi segera ia melompat ke atas lereng bukit Tapi Nyo Ko sudah menduga akan itu, segera ekor harimau itu hendak ditariknya. Tak terduga macan tutul itu mendadak mencawat ekornya di sela2 kaki sehingga tarikan Nyo Ko tidak kena pada sasarannya. Selagi Nyo Ko hendak mengejar, mendadak macan tutul itu berpaling dan meraung seperti memanggil kedua ekor anaknya agar ikut lari. Pikiran Nyo Ko tergerak cepat ia pegang kuduk kedua anakan macan tutul dan diangkat tinggi ke atas. Tampaknya induk macan juga sayang kepada anaknya, tanpa hiraukan keselamatan sendiri kembali macan tutul besar itu menubruk ke arah Nyo Ko. Cepat Nyo Ko melempar kedua anak harimau itu kepada Li Bok-chiu sambil berseru "peganglah ini, jangan dimatikan!" Berbareng itu ia terus meloncat ke atas, bahkan lebih tinggi daripada macan tutul itu, ia incar dengan tepatnya, jatuh ke bawah dengan persis dapat menunggangi punggung macan tutul, kedua tangannya terus mencengkeram kencang telinga binatang itu dan ditahan ke bawah sekuatnya. Macan tutul itu meronta sekuatnya, namun seluruh badannya sudah diatasi lawan, mulutnya yang terpentang lebar juga ambles terbenam ke dalam tanah. "Li-supek, lekas membuat tali dengan kulit pohon dan mengikat keempat kakinya," Seru Nyo Ko. "Hm, aku tiada tempo ikut memain dengan kau," Jengek Li Bok-chiu, habis itu segera ia hendak melangkah pergi Nyo Ko menjadi ribut, teriaknya pula. "Hei, memangnya siapa mengajak kau main2? Maksudku macan tutul ini punya susu!" Baru sekarang Li Bok-chiu paham maksud Nyo Ko, dengan girang ia berkata. "He, betul, Hanya kau yang dapat memikirkan hal ini." - Cepat mengambil belasan lempeng kulit pohon dan dipelintir menjadi tali yang kuat, lebih dulu ia ikat moncong macan tutul itu dengan kencang, habis itulah meringkus keempat kakinya. Dengan tersenyum barulah Nyo Ko melepaskan pegangan pada harimau itu, ia berbangkit sambil kebut debu pasir di tubuhnya. Harimau itu tidak dapat berkutik lagi, sinar matanya memancarkan rasa takut. Nyo Ko me-raba2 kepalanya dan berkata dengan tertawa. "jangan kuatir, jiwamu takkan kami ganggu, kami cuma minta kau menjadi mak inang sementara." Segera Li Bok-chiu mendekatkan mulut si bayi pada punting susu harimau itu. Bayi itu sudah sangat kelaparan, begitu punting susu harimau masuk mulutnya, sekuatnya ia lantas menyedot Air susu harimau tutul itu beberapa kali lipat lebih banyak daripada air susu manusia, tidak berapa lama kenyanglah.bayi itu dan terpulas pula dengan nyenyaknya. Selama bayi itu menyusu hingga tertidur, selama itu pula pandangan Nyo Ko dan Li Bok-chiu tak pernah meninggalkan wajah si kecil yang molek itu, setelah menyaksikan bayi itu kenyang menyusu dan terpulas, air mukanya yang lembut itu tersenyum simpuI, hati kedua orang menjadi girang dab tanpa terasa mereka saling pandang dan tertawa. Saling tertawa ini banyak membawa kedamaian bagi mereka, rasa waswas yang tadinya meliputi perasaan mereka seketika lenyap sebagian, Dengan wajah yang penuh perasaan lembut Li Bok-chiu memondong kembali bayi itu lambil ber-nyanyi2 kecil dengan suara pelahan. Nyo Ko lantas mencari rumput yang lunak dan membuat sebuah "kasur" Kecil dibawah pohon katanya. "Rebahkan di sini biar dia tidur lebih lelap. "Sssst!" Tiba2 Li Bok-chiu mendesis sambil memberi tanda agar anak muda itu jangan berisik. Nyo Ko melelet lidah dengan muka jenaka, Terlihat si bayi telah tertidur dengan tenteram, bara sekarang ia dapat menghela napas lega. Sementara itu kedua ekor anakan macan tutul juga sedang sibuk menyusu pada induknya, Suasana sekeliling aman tenteram, angin meniup sepoi2 manusia dan binatang berdampingan dengan damai Setelah mengalami banyak peristiwa selama beberapa hari ini, baru sekarang Nyo Ko merasakan longgar. Li Bok-chiu duduk menunggui anak bayi itu, kebutnya mengebas pelahan mengusir lalat dan nyamuk yang menghinggapi si kecil, Di bawah kebut ini entah sudah berapa banyak melayang jiwa manusia, untuk pertama kalinya sekarang kebut itu digunakan untuk yang baik dengan perasaan kasih. Nyo Ko melihat Li Bok-chiu terus memandangi si kecil dengan terkesima, terkadang mengulum senyum, lain saat tampak sedih, mendadak kelihatan terangsang, tapi segera kelihatan tenteram lagi. Mungkin batin iblis perempuan ini sedang bergolak dengan hebatnya dan teringat kepada pengalamannya selama ini. Memang Nyo Ko tidak jelas kisah hidup Li Bok-chiu, hanya sekadarnya pernah didengarnya dari Thia Eng dan Liok Bu-siang, bahwa tindak-tanduknya sangat keji dan benci kepada sesamanya, tentu pernah ia pernah mengalami kedukaan yang luar biasa. Selama ini Nyo Ko benci padanya, sekarang terasa timbul juga rasa kasihan nya. Selang agak lama, Li Bok-chiu angkat kepalanya, beradu pandang dengan Nyo Ko, melihat air muka anak muda itu tenang ramah, hati Li Bok-chiu rada tercengang, dengan suara pelahan ia berkat "Hari hampir gelap, bagaimana baiknya malam nanti?" Nyo Ko memandang sekeliling situ. katanya kemudian. "Kita juga tak dapat membawa "mak inang" Raksasa ini dalam perjalanan, sebaiknya kita mencari sebuah gua untuk bermalam, segala persoalan kita tentukan saja besok." Li Bok-chiu mengangguk setuju. Nyo Ko lantas memeriksa sekitar tempat itu menemukan sebuah gua yang sekadarnya cukup untuk berteduh, ia mengumpulkan sedikit rerumputan dan dijereng menjadi dua kasuran besar dan kecil di dalam gua itu lalu berkata. "Li-supek, silahkan mengaso dulu, aku pergi mencari barang makanan." Tidak lama kemudian Nyo Ko sudah kembali dengan membawa tiga ekor kelinci dan belasan buah buahan. ia melepaskan tali yang membelenggu moncong harimau tutul itu dan memberinya makan seekor kelinci, lalu ia membuat api unggun untuk memanggang kedua ekor kelinci yang lain dan dimakan bersama dengan Li Bok-chiu. "Li supek, silakan tidur saja, akan ku jaga di sini" Kata Nyo Ko kemudian. ia ambil seutas tali diikat pada dua batang pohon, di atas tali itulah ia tidur secara terapung. "Cara tidur Nyo Ko itu adalah latihan utama dari Kobong-pay. dengan sendirinya Li Bck-chiu tak merasa heran. Selama ini selain terkadang dalam perjalanan bersama muridnya, Ang Leng-po, biasanya Li Bok-chiu pergi datang sendirian, sekarang Nyo Ko menemani dan melayani dia dengan baik dan rapi. lnilah berbeda rasanya daripada hidup sendirian di pergunungan sunyi di masa lalu, tanpa terasa Li Bok-chiu menghela napas gegetun. Tertidur sampai tengah malang tiba2 Nyo Ko mendengar suara burung berkicau di jurusan tenggara sana, suaranya nyaring halus dan terasa sangat enak didengar. ." Dia pasang telinga mendengarkan sejenak, ia tidak tahu bunyi burung jenis apakah yang sedemikian merdunya. Karena ingin tahu, pelahan ia melompat turun dari ranjang tali dan merunduk ke arah datangnya suara burung itu. Didengarnya suara burung itu terkadang meninggi dan mendadak rendah, tempo cepat dan lain jadi lambat, mirip sekali dengan orang yang sedang memainkan alat musiknya. Mau tak mau timbul hasratnya untuk menangkap burung aneh itu. Begitulah ia terus menyusur maju ke sana, makin lama makin menurun tempatnya, akhirnya ia sama di sebuah lembah yang dalam, terdengar suara burung itu berada tidak jauh di depannya, kuatir mengejutkan burung itu, ia berjalan dengan pelahan dan langkahnya dibuat enteng, hati2 sekali ia menyingkap semak2 dan melongok ke sana, tapi ia menjadi kecewa, heran dan geli pula. Kiranya burung yang berkicau dengan suara yang merdu tadi, bentuknya justeru sangat jelek badannya tinggi besar, malahan lebih tinggi satu kepala kalau berdiri berjajar dengan Nyo Ko. Bulu di sekujur badannya jarang2 sehingga mirip dicabut orang, warna bulunya kuning bercampur hitam dan kelihaian kotor, tampangnya rada mirip dengan sepasang rajawali piaraan Ui Yong di Tho-hoa-to itu, cuma kedua rajawali itu sangat cakap, sebaliknya rajawali aneh ini jelek, bedanya seperti langit dan bumi. Malahan paruhnya besar membengkok, dibatok kepalanya tumbuh sebuah gumpalan daging merah sehingga menyerupai jengger, di antara beribu-ribu jenis burung di dunia ini, rasanya tiada lagi yang lebih jelek rupanya dari pada burung raksasa yang ini. Rajawali jelek ini sedang melangkah kian kemari, terkadang menjulurkan sayap, ternyata sayap juga ada kelainan, sebelah kanan pendek sebelah kiri panjang, entah cara bagaimana ini bisa terbang. Sikap Rajawali aneh ini sangat angkuh, dengan bersitegang leher ia berjalan mondar mandir. Setelah berkicau sejenak, mendadak suaranya berubah, dari halus merdu berubah menjadi galang menantang, tiba2 di sela-sela sana ada suara mendesis. Sejak kecil Nyo Ko ikut ibunya menangkap ular, maka mendengar suara itu segera ia tahu ada tujuh atau delapan ekor ular berbisa besar sedang menyusur tiba. Sudah tentu dia tidak takut pada ular berbisa, tapi jumlah ular cukup banyak, mau tak-mau ia harus ber-jaga2. Baru timbul rasa waswasnya, di bawah cahaya rembulan kelihatanlah warna loreng2, delapan ekor ular berbisa sekaligus menyambar ke arah si rajawali jelek tadi, tapi rajawali itu telah pentang paruhnya yang bengkok itu, ber-turut2 ia mencocok delapan kali, kontan kedelapan ekor ular m tercocok mati. Betapa cepat dan jitu caranya memaruh luar biasa, sekalipun jago silat kelas satu sebangsa Kwe Cing atau Kim-lun Hoat-ong juga tidak lebih dari itu. Nyo Ko terkesima menyaksikan kesaktian rajawali jelek itu, sekejap itu lenyaplah perasaan meremehkan dan mentertawakan rajawali yang buruk rupa itu, sekarang timbul perasaan kagum dan heran. Sementara itu, rajawali aneh itu sedang melalap ular2 berbisa tadi satu demi satu, dari suaranya mengunyah itu se-akan2 mulut burung itu bergigi saja. Semakin heran Nyo Ko menyaksikan itu, ia pikir kalau kejadian ini diceritakan pada orang lain, tentu orang takkan percaya, Selagi ia terpesona oleh kesaktian rajawali yang aneh itu, tiba2 hidungnya mengedus bau amis busuk, nyata ada ular menyusur tiba pula. Agaknya rajawali itupun tahu datangnya ular, dia berkaok tiga kali se-akan sedang menarik perhatian. Mendadak terdengar suara bergedebuk dari atas pohon di depan sana menggelatung turun seekor ular sawa (Python) yang bulat tengahnya sebesar mangkuk, kepalanya bentuk segi tiga, begitu buka mulut, seketika segumpal kabut merah bisa menyembur ke arah rajawali tadi. Namun rajawali itu sama sekali tidak gentar, sebaliknya ia malah memapak maju, mulutnya membuka, kabut berbisa tadi dihirupnya semua ke dalam perut. Berulang tiga kali ular sawa ini menyemburkan kabut racun, tapi seluruhnya dapat diisap oleh rajawali jelek itu. Rupanya ular sawa itu tahu gelagat jelek dan ada tanda takut dan hendak mengerat mundur, namun rajawali itu cepat sekali mematuk sehingga sebuah mata ular itu terpatuk buta. Tampaknya leher rajawali itu cekak lagi kasar, gerak-geriknya seperti kurang leluasa, tapi mulur mengkeretnya ternyata secepat kilat sehingga Nyo Ko tidak sempat melihat jelas cara bagaimana rajawali itu membutakan mata lawannya. Karena kehilangan sebuah matanya, ular sawa-kesakitan sekali ia pentang mulut dan -"crat" Jengger merah diatas kepala rajawali itu terus dipatuknya. Kejadian yang tak terduga ini ikut menjerit kaget. Setelah menyerang berhasil, segera ular sawa itu merambat ke bawah, tubuhnya melilit beberapa kali di badan rajawali terus mengencang sekuatnya, tampaknya jiwa rajawali itu pasti sukar dipertahankan. Lantatan ibunya tewas oleh pagutan ular berbisa, maka selama hidup Nyo Ko sangat benci pada ular, meski dia tidak menaruh simpatik terhadap rajawali buruk rupa itu, tapi iapun tidak ingin burung itu dicelakai ular jahat, cepat ia melompat keluar, pedangnya terus membacok tubuh ular itu. Terdengarlah suara "blang" Yang nyaring pedang nya ternyata terpental balik. Sungguh tak kepalang terkejut "Nyo Ko, Kun cu-kiam yang diperolehnya dari tempat Kongsun Ci itu sangat tajam, sampai roda perak Kim-lun Hoat ong juga terkupas sebagian, betapapun buas dan ganasnya ular sawa ini juga terdiri dari daging darah, mengapa Kun cu-kiam malah terpental. Karena heran dan kejutnya, segera ia tambahi tenaga dan berturut membacok lagi tiga kali, kemudian terdengar "trang-trang-trang" Tiga kali, suara nyaring beradunya logam, jelas bukan suara penuh sisik ular. Waktu Nyo Ko periksa pedangnya, ternyata mata pedangnya ada tiga tempat gempilan kecil, bahwa badan ular dapat membikin pedangnya mental sudah aneh, malahan mata pedangnya gumpil, hal ini sungguh sukar dipercaya, diantara mata pedangnya itu jelas ada noda darah ular, terang ular sawa itu terluka oleh bacokannya Sementara itu pergulatan antara ular dan rajawali sudah mengalami perubahan keadaan, Ular sawa itu semakin kencang melilit lawannya, sedangkan bulu rajawali itu tampak menegak dan melakukan perlawanan sekuat tenaga. Diam2 Nyo Ko berkuatir bagi keselamatan rajawali itu, kalau sebentar ular sawa itu membinasakan rajawali, sasarannya selanjutnya tentu adalah dirinya, sedangkan badan ular itu lebih keras dar| pedang, lalu cara bagaimana akan melawannya. Kalau melarikan diri sekarang jelas dapat lolos dengan selamat, tapi dasar wataknya memang berbudi luhur dan berjiwa pendekar, sekali ia sudah membacok ular sawa, ini berarti dia sudah memihak pada si rajawali untuk menghadapi musuh yang sama, kalau kabur sendirian, betapapun ia merasa tindakan demikian terlalu rendah dan pengecut. Pendekar Misterius Karya Gan Kl Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung