Kembalinya Pendekar Rajawali 58
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 58
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung "Dalam satu hari aku tak dapat membunuh dua orang, jika ingin kuampuni jiwamu, maka anak itu harus kubunuh-, sebaliknya kalau kau rela mati, jiwa anak itu dapat kuampuni." Sama sekali tak terpikir oleh Li Bok-chiu bahwa dia masih diberi kesempatan untuk hidup, tapi kalau minta Ui Yong membunuh saja anak itu terasa tidak tega, sebaliknya menggunakan jiwa sendiri untuk menukar jiwa anak itupun terasa tidak rela. Dalam pada itu dilihatnya Ui Yong telah menuang sebutir obat dari botol dan diperlihatkan padanya, yang ditunggu hanyalah jawabannya saja. Karena itu ia menjadi nekat. "Baik, aku...." Tapi Ui Yong ternyata sudah mempunyai pertimbangannya sendiri, ia lihat Li Bok-chiu ragu2 sekian lama, betapapun hal ini menandakan ada pertentangan batin dalam hati nurani iblis itu. Bagaimanapun dia akan menjawab, melulu tentu pikiran bajik ini saja sudah pantas untuk mengampuni jiwanya, Bahwa dia sudah berlumuran darah dan penuh dosa, tentu kelak ada orang membinasakan dia. Maka ia terus memotong ucapan Li Bok -chiu tadi dengan tertawa. "Li-totiang, sesungguhnya aku harus berterima kasih atas perhatianmu terhadap anak Yang." "Apa katamu? Anak Yang siapa?" Tanya Li Bok-chiu dengan bingung. "Ketahuilah bahwa anak ini she Kwe bernama Yang, dia adalah puteri Kwe-tayhiap dan diriku baru lahir dia sudah jatuh ke tangan nona Liong, entah cara bagaimana terjadinya sehingga engkau salah paham mengira dia itu puteri nona Liong. Berkat perawatanmu selama ini sehingga anak Yang tampak bertambah sehat dan kuat, sungguh aku merasa berterima kasih." -- Habis berkata ia lantas memberi hormat dan menjejalkan obat yang dipegangnya itu ke mulut Li Bok-chiu, lalu bertanya. "Apakah cukup?" "Racun itu sudah mulai menjalar harus kuminum tiga biji obat itu," Jawab Bok-chiu dengan cepat. Segera Ui Yong menyuapi dua biji obat ke mulut Li Bok-chiu, ia pikir obat penawar ini mungkin ada gunanya kelak, maka tidak dikembalikan kepada iblis itu melainkan dimasukkan ke saku sendiri, lalu berkata dengan tertawa. "Setelah tiga jam Hiat-to yang kututuk akan punah sendiri dan kau dapat pergi sesukamu." Habis itu cepat ia berlari ke dalam hutan tempat ia menaruh Kwe Yang tadi, ia pikir "Sudah selang sekian lama, entah anak Hu sudah pergi belum, kalau dia sempat melihat adik perempuannya tentu dia akan sangat gembira." Cepat ia memutar masuk ke tengah pagar rotan. Akan tetapi setelah tiba di tempatnya seketika ia melongo kaget, sekujur badan lantas menggigil seperti kejeblos ke dalam liang es. Kiranya lingkaran pagar rotan yang dibuatnya itu masih tetap utuh tanpa sesuatu tanda yang mencurigakan, namun bayangan Kwe Yang sudah tak tertampak lagi. Keruan jantungnya ber debar2 seperti mau rontok, sekalipun biasanya dia banyak tipu akalnya, sekarang ia menjadi bingung dan kelabakan sebisanya ia berusaha menenangkan diri. "Jangan gugup, tenang, tenang! Hanya sebentar saja aku bertempur dengan Li Bok-chiu di Iuar sana, anak Yang digondol orang, tentu orang itupun belum jauh perginya." Segera ia memanjat ke pucuk pohon yang paling tinggi di situ dan coba memandang sekeliling, Tanah di luar kota Siangyang cukup datar, dipandang dari pucuk pohon itu dapat mencapai belasan li jauhnya tapi ternyata tiada terlihat sesuatu tanda yang mencurigakan. sementara ini pasukan Mongol sudah mundur jauh ke utara, tanah datar yang luas ini tiada orang berlalu lalang, kalau saja ada seorang dan seekor kuda tentu akan kelihatan meski dalam jarak yang jauh. Ui Yong pikir kalau pencuIik itu belum pergi jauh tentu masih berada di sekitar sini saja. Segera ia berusaha mencari di sekitar pagar rotan, ia berharap dapat menemukan sesuatu jejak pencuIik itu, Tapi keadaan tali rotan itu sedikitpun tiada tergeser atau rusak, hilangnya anak itu pasti bukan digondol oleh binatang buas dan sebagainya. Padahal pagar rotan yang dilingkari menurut perhitungan tai tongpatkwa khas Tho-hoato itu, di dunia ini kecuali anak murid Tho-hoa-to sendiri tiada orang luar yang memahaminya, sekalipun tokoh sebesar macam Kim-lun Hoat-ong juga takdapat bergerak bebas di tengah pagar rotan yang diaturnya-ini, apakah mungkin ayah sendiri yang datang? Begitulah ia menjadi sangsi Mendadak ia menjerit-di dalam hati. "Ah, celaka!" Tiba2 teringat olehnya ketika kepergok Kim-lun Hoat ong beberapa waktu yang lalu, dalam keadaan kepepet ia telah mengatur barisan batu untuk menahan musuh, tatkala itu Nyo Ko datang menolongnya, maka ia lantas menguraikan secara ringkas garis besar barisan batu yang diaturnya itu kepada anak muda itu. Teringat kepada Nyo Ko, seketika kepala Ui Yong menjadi pusing dan menambah rasa kuatirnya, Anak muda itu sangat pintar, diberitahu satu dapat dipahaminya tiga, walaupun hitungan Kiu-kiong-pat-kwa itu tidak mudah dipelajari dalam waktu singkat, tapi setelah tahu garis besarnya, untuk memecahkan pagar rotan itu tidaklah sulit. "Anak Hu telah menabas kutung sebelah lengannya, sakit hatinya kepada keluarga Kwe semakin mendalam, sekali anak Yang jatuh ditangannya, maka pasti tamatlah jiwanya" Begitulah Ui Yong menjadi sedih teringat kepada puteri yang baru lahir beberapa hari itu sudah akan mengalami nasib seburuk itu, tanpa terasa ia meneteskan air mata. Namun Ui Yong sudah banyak pengalaman dan kenyang gemblengan, pintar lagi cerdik, dia bukan perempuan biasa yang tak berdaya bila sedang berduka. Setelah berpikir sejenak, cepat ia menghapus air mata, lalu mulai mencari lagi jejak datang perginya Nyo Ko. Akan tetapi aneh juga, di sekitar situ ternyata tiada sesuatu bekas kaki yang dapat ditemukan. Ia menjadi heran, biarpun Ginkang Nyo Ko sudah maha tinggi, kalau menginjak ditanah pasti akan meninggalkan bekas, memangnya dia datang-pergi dengan terbang? Dugaan Ui Yong ini ternyata cukup mendekati kebenaran, Kwe Yang memang telah dibawa pergi oleh Nyo Ko dan datang perginya anak muda itu juga menyerupai terbang di udara. Seperti telah diceritakan, malam itu Nyo Ko menyaksikan Ui Yong menutuk tokoh Kwe Ceng dan menyuruh Kwe Hu pulang ke Tho-hoa-to, maka Nyo Ko lantas menguntit dari kejauhan, lantaran merasa berat harus berpisah dengan puterinya, maka Ui Yong tidak memperhatikan penguntitan NyoKo itu. Ketika Ui Yong memergoki Li Bok-chiu, lalu kedua tokoh perempuan itu bertempur keluar hutan, diam2 Nyo Ko sudah merancang tindakan apa yang harus dilakukannya. Dia memanjat ke atas pohon besar dan meraih seutas rotan tua dan panjang, ujung rotan ia ikat pada dahan pohon, lalu ia menggandul pada tali rotan serta diayun ke tengah lingkaran pagar rotan yang dibuat Ui Yong untuk mengurung Kwe Yang cilik itu. Kuatir kalau Ui Yong dan Li Bok-chiu akan segera masuk kembali ke hutan itu, maka Nyo Ko lantas menggunakan kedua kakinya mengepit tubuh Kwe Yang kecil itu dan sekali ayun dia keluar lagi dari pagar rotan itu, Dilihatnya UiYong masih bertempur dengan Li Bok-chiu, cepat ia menyelinap keluar hutan dan kabur pergi Ginkang Nyo Ko sekarang boleh dikatakan tiada tandingannya lagi di dunia ini, hanya sekejap saja sudah tiba kembali di kota kecil itu, dilihatnya Kwe Hu sedang celingukan sambil menuntun kuda merah menunggu kembalinya sang ibu. setelah dekat, mendadak Nyo Ko terus mencemplak ke atas kuda merah itu dari belakang. Keruan Kwe Hu terkejut, ia menoleh dan melihat yang menunggangi kuda merah ternyata Nyo Ko adanya, ia menjerit kaget ia melihat Nyo Ko menyeringai padanya. "sret" Cepat ia melolos pedang Ci-wi-kiam yang lemas tajam milik Tokko Kiu-pay itu telah dirampas oleh Kwe Cing, maka yang dibawa Kwe Hu sekarang cuma pedang biasa saja, kalau Nyo Ko mau membinasakan dia boleh dikatakan teramat mudah, akan tetapi ketika melihat si nona ketakutan hingga muka pucat, Nyo Ko hanya mendengus saja, lengan baju kanannya yang kosong itu terus dikebaskan dan membelit pedang Kwe Hu, tangan kirinya terus merebut tali kendati kuda, kedua kakinya mengepit kencang, terus saja kuda merah itu membedal cepat ke depan. Kwe Hu terkesima menyaksikan perginya Nyo-Ko itu, ketika ia periksa pedang sendiri, ternyata batang pedangnya sudah bengkok seperti arit. Nyata tindakan Nyo Ko tadi hanya sebagai "pamer kekuatan" Saja, maksudnya ingin memberi tahu bahwa kalau dia mau, biarpun lengan kanannya sudah buntung, hanya sekali kebas lengan baju saja cukup membikin jiwanya melayang! BegituIah Nyo Ko melarikan kuda merah itu cepat ke utara dengan membawa Kwe Yang cilik, hanya sebentar saja berpuluh li sudah dilaluinya, sebab itulah ketika Ui Yong memandang dari pucuk pohon juga tidak melihat bayangannya. Keadaan Nyo Ko sekarang benar2 serba susah dan sukar mengambil keputusan, mestinya iapun bermaksud menabas sebelah lengan Kwe Hu untuk membalas dendam, tapi sampai detik terakhir dia ternyata tidak tega turun tangan. ia coba memandang Kwe Yang cilik, bayi itu sedang tidur dengan lelapnya dan wajahnya yang cantik mungil. Tiba2 timbul pikirannya. "Paman dan bibi Kwe kehilangan puterinya ini, biar kubawa pergi dan takkan kukembalikan mereka sebagai pembalasan dendamku, penderitaan batin mereka saat ini mungkin jauh melebihi aku." Sekaligus Nyo Ko melarikan kudanya hingga dua tiga ratus li jauhnya, sepanjang jalan mulai banyak rumah penduduk, ia lantas meminta sedikit susu sapi atau susu kambing dari petani yang ditemukan untuk menyuapi Kwe Yang, Kini dia mempunyai kuda bagus, maka ia bertekat akan langsung pulang ke kuburan kuno untuk mencari Siao-liong-li. Hanya beberapa hari saja ia sudah sampai di Cong-lam-san. Teringat kepada masa lalu, terharulah hati Nyo Ko. Setiba di depan kuburan kuno, ia lihat batu nisan kuburan besar itu masih berdiri dengan tegaknya seperti dahulu. Tapi pintu kuburan sudah tertutup rapat ketika diserbu oleh Li Bok-chiu dahulu, untuk masuk ke dalam kuburan tiada jalan lagi selain melalui jalan di bawah tanah dan harus selulup ke dasar sungai. Dengan kesaktian Nyo Ko sekarang, menyelam air dan menyusun jalan bawah tanah itu tentu bukan soal lagi baginya, akan tetapi bagaimana dengan Kwe Yang, ia menjadi serba susah, kalau orok dibawa menyelam, jelas takkan tahan dan pasti mati. Tapi bila teringat kalau Siao-liong-li berada dalam kuburan dan segera akan dapat bertemu dengan kekasihnya itu, ia menjadi tidak sabar lagi. Segera ia menaruh Kwe Yang di dalam sebuah gua di dekat kuburan itu, ia menguruki mulut gua dengan ranting kayu dan belukar kering, ia pikir baik Siao-liong-li dapat ditemukan dalam kuburan atau tidak, yang pasti dia akan segera keluar lagi untuk mengatur Kwe Yang. Selesai memasang perintang di mulut gua, lalu ia memutar ke belakang kuburan, Tapi baru belasan langkah, tiba2 terdengar samar2 beradunya senjatar terbawa desiran angin, ia terkesiap, ia yakin arahnya tepat Tiong-yang-kiong, ia menjadi ragu2. Pada saat lain tiba2 terdengar mendengungnya roda perak yang mencelat ke udara, segera ia mengenali roda itu adalah senjata khas milik Kim lun Hoat-ong. Sekali ini Nyo Ko tidak tahan akan rasa ingin tahunya, cepat ia mengeluarkan Ginkang dan lari ke tempat datangnya suara, yaitu Giokhi--tong di belakang istana Tiong-yangkiong. Pada saat itulah Siao-liong-li tergencet oleh pukulan dahsyat kei lima tokoh Coan-cin-kau dan roda emas Kim lun Hoat-ong sehingga terluka parah. Kalau saja Nyo Ko datang lebih dini sejenak tentu Siao-liong-li akan terhindar dari malapetaka itu. Tapi apa mau dikata lagi, segala apa memang tak dapat seluruhnya memenuhi kehendak manusia. Nasib orang, suka-duka kehidupan manusia dan dengan segala segi2nya acapkali terjadi hanya karena selisih dalam sedetik itu saja. Begitulah ketika mendadak Siao liong-li melihat sebelah lengan Nyo Ko buntung, seketika ia lupa pada luka sendiri yang parah, dengan penuh perhatian dan kasih sayang ia menanyai sebab2 buntungnya lengan anak muda itu. Dengan bersemangat Nyo Ko berkata. "Kokoh, memang sudah kuduga, setelah lenganku buntung, kau tentu akan semakin sayang padaku." Siao-liong-li hanya tertawa manis saja dan tidak menjawab sebenarnya ia cuma ingin bertemu sekali lagi dengan Nyo Ko sebelum ajalnya, kini angan2 nya itu sudah tercapai, tiada lain lagi yang diharapkannya. Kedua muda-mudi itu saling pandang dengan mesranya, perasaan mereka seperti terlebur menjadi satu, biarpun dikelilingi musuh2 tangguh, namun keduanya sama sekali tidak ambil pusing. Melihat Nyo Ko muncul tiba2, Coan-cin-ngo-su merasa urusan ini tambah sukar diselesaikan Segera Khu Ju-ki berseru. "Tiong-yang-kiong adalah tempat suci dan keramat, sebenarnya apa maksud kalian mengacau ke sini?" Dengan gusar Ong Ju-it juga ikut membentak. "Nona Liong, meski Ko-bong-pay kalian dan Coan-cin-pay kami ada selisih paham, untuk itu kita dapat menyelesaikannya sendiri, mengapa kau sengaja mengundang orang2 asing dan kaum perusuh ini hingga mencelakai anak murid kami sebanyak ini?" Siao-liong-li terluka parah, mana dia dapat menjelaskan duduknya perkara dan berdebat dengan mereka. Dengan pelahan Nyo Ko mendukung pinggang Siao-liong-li dan berkata dengan suara halus. "Kokoh, marilah kita pulang ke kuburan kuno dan jangan urus orang2 ini." "Lenganmu masih sakit tidak?" Tanya Siaoliong-li. Nyo Ko menggeleng, jawabnya dengan tertawa. "Tidak, sudah lama sembuh." "Apakah racun bunga cinta ditubuhmu itu tidak kumat?" Tanya pula si nona. "Terkadang juga kumat, tapi tidak begitu lihay seperti dulu," Ujar Nyo Ko. Setelah dilukai Siao-liong-li, sejak tadi Ci-keng sembunyi di belakang dan tak berani nongol, kemudian muncul Coan-cin-ngo-Cu keluar dari tempat menyepinya, ia menjadi kuatir kalau guru dan paman guru itu mengusut persoalannya, tentu jabatan ketua dirinya akan gagal dan bahkan akan dihukum berat. Karena itu ia menjadi nekad, ia pikir keadaam ini harus dibakar lebih lanjut agar tambah kacau sehingga kelima orang tua itu tidak sempat mengurut persoalannya, dengan begitu barulah ada kesempatan baginya untuk menang kalau Kim-tun Hoat-ong dapat menumpas Coan-cin-ngocu akan lebih baik lagi baginya sehingga selamanya dia tidak perlu kuatir lagi. Ci-keng tahu akan ilmu silat Nyo Ko sudah jauh diatas dirinya, tapi kini melihat anak muda itu buntung sebelah lengannya, tangan kiri yang baik itu digunakan memegang Siao-liong-ii sehingga keadaannya itu hampir boleh dikatakan tak bisa berkutik kalau diserang. Selama ini Ci-keng paling benci kepada bekas murid murtad ini, kini ada kesempatan baik, tentu tak dilalukan begitu saja. Segera ia mengedipi muridnya, yaitu Ceng-kong, lalu membentak. "Murid murtad Nyo Ko, kedua Cosuya menanyai kau, mengapa kau diam saja?" Nyo Ko menoleh dan memandangnya dengan sorot mata penuh kebencian pikirnya. "Kokoh telah dilukai kalian para Tosu busuk ini, sementara ini takkan ku urus, kelak saja akan kubikin perhitungan dengan kalian." Ia memandang sekejap pula pada pihak Tosu Coan-cin-kau itu, lalu memayang Siao liong-Ii dan melangkah pergi. "Maju!" Bentak Ci-keng, berbareng Ceng-kong terus menubruk maju dan menusuk pedang mereka di iga kanan Nyo Ko. Ci-keng adalah tokoh terkemuka dari angkatan ketiga Coan-cin-kau, meski ia sendiri terluka, tapi tidak begitu parah, sekarang ia menyerang ke bagian lengan Nyo Ko yang buntung itu, yakin lawan pasti tidak mampu balas menyerang, tentu saja serangannya sangat berbahaya. Meski Khu Ju-ki juga tidak senang atas sikap Nyo Ko yang angkuh dan tidak menghormati orang tua itu, tapi mengingat pesan Kwe Cing serta teringat kepada hubungan baik antara guru dan murid (ayah Nyo Ko, Nyo Khong dan Kwe Cing adalah murid Khu Ju-ki), mau-tak-mau ia harus mencegah serangan Ci-keng yang lihay itu, cepat ia membcntak. "Berhenti, Cikeng!" Sedangkan si dogol Be Kong-co juga lantas berteriak2 memaki. "Huh, Tosu koparat tidak tahu malu, kenapa kau menusuk bagian lengan orang yang buntung?" Akan tetapi di luar dugaan semua orang, mendadak tubuh Ceng-kong yang besar itu mencelat ke udara sambil ber-kaok2. "blang", dengan tepat Ceng-kong menumbuk tubuh Nimo Singh. Dengan kepandaian Nimo Singh sebenarnya tubrukan Ceng-kong bukan soal baginya, tapi lantaran kedua kakinya sudah buntung dan menggunakan tongkat saja, dengan sendirinya tangannya tak dapat pula menolak, maka tumbukan itu membuat Nimo Singh jatuh terjungkal. Tapi begitu punggungnya menempel tanah, seketika ia melompat bangun lagi menegak sebelah tongkatnya terus mengemplang sehingga punggung Ceng-kong terhantam dengan keras dan jatuh semaput. Dalam pada itu tahu2 pedang Ci-keng juga terinjak oleh kaki Nyo Ko, Ci-keng berusaha menarik sekuatnya hingga muka merah padam, tapi pedangnya tidak bergeming sedikitpun. Kejadian ini berlangsung dengan cepat luar biasa, orang yang berkepandaian sedikit rendah hampir tidak tahu cara bagaimana Nyo Ko mengatasi kedua penyerang itu. Tapi Kim-lun Hoatong, Siau siang-cu, In Kik si dan Coan-cin-ngo cu dapat melihatnya dengan jelas. Rupanya waktu kedua pedang penyerangnya mendadak lengan baju kanan Nyo Ko yang kosong itu mengebas dengan tenaga dahsyat sehingga tubuh Ceng-kong yang gemuk itu terlempar tinggi dan menumbuk Nimo Singh, sedangkan Ci-keng memang tidak dapat dipersamakan dengan muridnya itu, ketika mendadak merasa lengan baju orang menyambar dengan kuat, sebisanya ia menahan tubuhnya di tempat sehingga kebasan Nyo Ko itu tidak dapat mengguncangnya. Akan tetapi pedangnya yang terjulur itu lantas tertekan ke bawah sehingga kena diinjak oleh kaki Nyo Ko. Karena sudah digembleng oleh arus air bah, dengan sendiri tenaga kaki Nyo Ko luar biasa kuatnya, injakannya itu sungguh laksana tindihan gunung, meski Ci-keng berusaha menarik pedangnya sepenuh tenaga tetap tak bergoyang sama sekali "Tio-totiang," Kata Nyo Ko dengan dingin. "dahulu di depan Kwe-tayhiap sudah kau katakan bukan lagi guruku, kenapa sekarang kau mengungkap soal guru dan murid! mengingat pernah kupanggil kau sebagai guru, biar kuampuni kau saja!" - Habis berkata, mendadak ia tarik kembali tenaga injakannya. Padahal saat itu Ci keng sedang menarik sekuatnya, keruan tenaga tarikannya serentak terbetot kembali seluruhnya "blang", dengan tepat gagang pedang menyodok dada sendiri, kontan ia muntah darah, pandangannya menjadi gelap dan jatuh terlentang. Melihat itu, Ong Ju-it dan Lau Ju-hian lantai menyerang dari kanan kiri, tapi mendadak sesosok bayangan menerjang tiba dari samping. "trang-trang" Kedua pedang sama terguncang pergi. Kiranya yang menerjang tiba itu adalah Nimo Singh, dia ditubruk terjungkal oleh Ceng-kong walaupun Ceng-kong juga digebuknya hingga kelengar, tapi rasa gusarnya masih belum terlampias, ia pikir pangkal pokoknya adalah gara2 Nyo Ko, maka ia lantas menerjang maju lagi, tongkat kirinya menangkis kedua pedang kedua Tosu itu, tongkat kanan terus mengemplang ke kepala Nyo Ko dan Siao-liong-li. Saat itu Siao-liong-li sama sekali tak bertenaga, dengan lemas ia menggelendot di tubuh Nyo Ko, sedangkan Nyo Ko juga tahu kepandaian Nimo Singh tak dapat di samakan dengan Ci-keng dan Ceng-kong, bila mengebas dengan lengan baju saja mungkin sukar menghalau hantaman tongkat yang hebat itu. Maka cepat ia menggeser sedikit kekiri lengan baju kanan digunakan melibat pinggang Siao-liong-li yang ramping agar si nona menggelendot di sisi kanan dadanya, lalu tangan kiri di gunakan menarik Hian-tian-po-kiam, itu pedang pusaka tumpul dan berat terus di angkat ke atas. Terdengar suara "bluk" Yang keras, tangan Nimo Singh tergetar sakit, tongkat besinya mencelat ke udara dan jatuh ke belakang gua Giok-bi-tong sana. Nyo Ko sendiri juga kaget karena tidak mengira pedang tumpul milik Tokko Kiu-pay memiliki kekuatan begitu hebat dalam pada itu meski sebelah tangan Nimo Singh serasa kaku, tapi dasarnya memang tangkas dan nekat, ia mengerang terus meloncat ke atas dengan bantuan sebelah tongkatnya, menyusul tongkat itu terus menghantam pula ke bawah. Kembali Nyo Ko menangisnya dengan pedang tumpul itu. ia pikir tadi sudah mencoba tenaga kekerasan, biarlah sekarang kucoba tenaga lunak, maka begitu menyentuh senjata musuh, pedangnya terus melengket dengan tongkat, kalau saja dia mau mengerahkan tenaganya, seketika Nimo Singh dapat dilemparkan, jika dibanting ke dinding karang, pasti tubuh Nimo Singh akan hancur. Sebenarnya Nyo Ko juga tidak kenal ampun lagi apabila mengingat Siao-liong-li telah dilukai sedemikian rupa, ia merasa manusia2 jahat ini pantas dibinasakan semua. Tapi ketika dia hendak mengerahkan tenaga, tiba2 dilihatnya tubuh Nimo Singh yang terapung di udara itu tidak mempunyai kaki lagi, ia menjadi teringat kepada dirinya sendiri yang juga buntung sebelah tangan. Dasar hati nuraninya memang baik, tiba2 timbul rasa senasib nya, pedangnya tidak jadi dicungkit ke atas, sebaliknya terus ditekan ke bawah sehingga tongkat besi Nimo Singh itu menancap ke dalam tanah hampir separohnya. Dengan masih memegangi tongkatnya Nimo Singh bermaksud mencabutnya, akan tetapi tangan kanan yang tergetar tadi masih kaku kesakitan sehingga sukar mangeiuarkan tenaga. "Biarlah kuampuni jiwamu sekarang, apakah kau masih mempunyai muka buat tinggal lebih lama di Tionggoan?" Jengek Nyo Ko. Muka Nimo Singh merah padam tak bisa menjawab selain berdiri melongo saja di tempatnya. Walaupun kekalahan Nimo Singh secara luar biasa itu juga di luar dugaan Siau-siang-cu dan In Kik-si, tapi mereka tidak mengira bahwa cuma dalam sebulan saja kekuatan Nyo Ko telah maju sepesat ini, mereka malah menyangka Nimo Singh yang tidak becus setelah kedua kakinya buntung. Segera In Kik-si memburu maju dan mencabutkan tongkat serta diserahkan kembali pada Nimo Singh. Setelah menerima tongkat, segera Nimo Singh menahan tubuhnya lagi dan bermaksud melompat jauh menyingkir ke sana, tak terduga rasa kaku lengannya ternyata belum hilang, baru saja menekan "bluk", kembali ia jatuh terjungkal pula. Siau-siang-cu adalah manusia yang culas, asal orang lain celaka, baik kawan ataupun lawan baginya bukan soal, yang pasti ia justeru merasa senang, ia pikir si cebol Hindu sekali ini pasti tamat riwayatnya, selekasnya Nyo Ko yang sudah cacat badan ini kutangkap lebih dulu, inilah kesempatan baik untuk mencari jasa dan menyohorkan nama. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Maka ia lantas melompat maju dan berseru. "Hai, bocah she Nyo, beberapa kali kau sudah mengacaukan pekerjaan Ongya, sekarang lekas kau ikut pergi saja." Mengingat luka Siao- liong-Ii yang parah, Nyo Ko pikir kalau musuh2 ini tidak lekas dihalau tentu sebentar akan sukar menyelamatkan sang Kokoh, maka dengan suara pelahan ia coba tanya Siao liong-Ii. "Apakah kau kesakitan, Kokoh?" "Mendingan, tidak begitu sakit," Jawab Siao- liong-li. Nyo Ko lantas menoleh kepada Siau-siang-cu dan berkata. "Baiklah maju!" Siau-siang-cu menyeringai seram, katanya. "Ktu cuma bertangan satu, kalau kukalahkan kau dengan dua tangan rasanya tidak adil." Segera ia sisipkan tangan kirinya pada tali pinggang, tangan kanan memutar pentungnya dan berkata pula. "Akupun menggunakan sebelah tangan saja agar matipun kau takkan menyesali." Nyo Ko ingin lekas menyelesaikan persoalan, ia tidak ingin banyak omong, mendadak pedang tumpul di tangan kiri terus mengarah lurus pinggang Siau-siang-cu. Melihat pedang yang kasar kehitam2an serta tumpul laksana sepotong besi tua saja, Siau-siang-cu percaya senjata ini tentu ada sesuatu yang istimewa, akan tetapi di mulut ia tetap menghina, ka-tanya. "Huh, darimana kau menemukan besi tua ini?" Habis berkata ia terus menghantarkan pentungnya pada pedang tumpul. Tanpa menggoyangkan pedangnya, Nyo Ko hanya mengerahkan tenaga saja ke batang pedang itu, maka terdengarlah suara "bluk" Sekali, tahu2 pentung Siau-siang-cu itu patah menjadi beberapa potong dan mencelat betebaran. "Celaka," Keluh Siau-siang-cu sambil mundur dengan cepat Akan tetapi Nyo Ko tidak tinggal diam, pedangnya menjulur kedepan, ia sodok ke kanan satu kali dan pukul ke kiri satu kali, kontan kedua lengan Siau-siangcu patah semua. Melihat gelagat jelek, cepat ln Kik-si menubruk maju sambil putar ruyungnya terus mengadang di depan Siau-siang-cu. ln Kik-si adalah saudagar besar batu permata negeri Persia, dengan sendirinya pandangannya sangat tajam, terutama dalam hal ngekir benda mestika, ketika menyaksikan pedang Nyo Ko itu menggetar terbang tongkat Nimo Singh tadi, dia sudah yakin pedang Nyo Ko itu pasti benda mestika, dari warnanya yang aneh ia menaksir pedang itu mungkin terbuat dari besi murni yang jarang ditemukan Kemudian dilihatnya lagi pentung Siausiang-cu juga tergetar hingga patah menjadi beberapa potong, ia tambah yakin pedang itu pasti benda pusaka. Pada umumnya In Kik-si tidak terlalu jahat, cuma sejak kecil ia telah berdagang intan permata, maka setiap kali melihat benda mestika yang aneh, tentu dia ketarik dan dengan segala jalan ia ingin memilikinya, apakah harus dibeli, ditipu atau kalau perlu direbut dan dicuri. Pedang pusaka Nyo Ko sekarang juga sangat menarik perhatiannya, seketika timbul keserakahannya ingin memiliki, segera ia putar ruyungnya yang lemas itu terus membelit pedang lawan. Nyo Ko sendiri tidak terlalu benci pada In Kik-si karena sikapnya yang cukup ramah dan sopan, ketika melihat ruyung orang menyamber tiba, di atas ruyung tertampak penuh bertatahkan batu permata, maka ia lantas membiarkan pedangnya dibelit oleh ruyung orang, katanya. "ln-heng, selama ini kita tiada permusuhan apa2, sebaiknya lekas tarik kembali ruyungmu dan memberi jalan padaku, Ruyungmu penuh batu mestika, sungguh sayang kalau sampai rusak." "Apakah betul begitu?", ujar In Kik-si dengan tertawa, sekuat nya ia terus membetot. Akan tetapi Nyo Ko tetap berdiri tegak seperti tonggak tanpa bergeming sedikitpun In Kik-si menjadi penasaran, tapi iapun tahu kepandaian lawan sangat lihay, kalau tidak menggunakan akal tentu pedang mustika itu sukar direbut Dengan tertawa ia lantas berkata. "Kepandaian Nyo-heng maju sepesat ini, sungguh harus diberi selamat dan menggembirakan, Siaute menyerah kalah" Sambil mengucap begitu, mendadak tangan lain mengeluarkan sebilah belati terus menikam ke dada Siao-liong-li. Tujuan In Kik-si sebenarnya tidak hendak mencelakai nyawa Siao-liong li, soalnya ia tahu Nyo Ko sangat memperhatikan si nona, kalau melihat nona itu terancam bahaya, tentu akan menolongnya mati2an maka tikamannya pada Siao-liong-li sesungguhnya cuma gertakan belaka, dengan begitu dia akan berhasil merebut pedang pusaka Nyo Ko. Benar juga, Nyo Ko menjadi kaget melihat Siao lior.g-li diserang, Pada saat itulah In Kik-si lantas membentak. "Lepas pedang!" Sekuatnya ia lantas membetot rayungaya untuk merampas pedang lawan. Ternyata Nyo Ko lantas menuruti kehendaknya dan melepaskan pedangnya, cuma sekalian di dorong ke depan, pedang panjang dan belati pendek, karena dorongan itu, jarak kedua orang bertambah jauh sehingga belati yang pendek itu tidak dapat mencapai tubuh Siao-liong-li. Rupanya karena kuatirnya Nyo Ko telah mendorong pedangnya cukup keras sehingga membuat In Kik-si ter-huyung ke belakang, pedang yang berat itu berikut ruyung yang masih melibat itu terus menumbuk ke tubuh In Kiksi. Meski Nyo Ko juga tiada maksud melukai jiwa In Kik-si, tapi untuk menyelamatkan Siao-liong-li, tenaga dorongan yang dikeluarkannya tidak kepalang hebatnya, In Kik-si merasa seperti di tolak oleh tangan maha dahsyat, Sekuatnya dia mengerahkan tenaga dan mendorong ke depan namun begitu ia tetap tergentak mundar lagi beberapa langkah baru kemudian dapat berdiri tegak. Mukanya berubah pucat, tampaknya tetap tersenyum, namun senyuman yang getir. Kiranya In Kik-si merasa isi perutnya se-akan2 jungkir balik, seluruh urat nadinya serasa kacau balau, ia tidak berani sembarangan bergerak lagi dan juga tidak berani menggunakan tenaga, Nyo Ko teIah melangkah maju dan mengambil kembali pedangnya, ketika ia angkat pedang itu, di bawah cahaya sang surya, pandangan semua orang menjadi silau, batu permata telah berhamburan berserakan. Rupanya ketika kedua orang sama2 mengerahkan tenaga, batu permata yang tertatah pada ruyung In Kik si itu telah tergetar hancur dan rontok. Dibandingkan Nimo Singh dan Siau-siang-cu, pribadi In Kik-si terlebih baik, namun karena keserakahannya, luka yang dideritanya menjadi lebih parah daripada kedua kawannya itu. Nyo Ko gemas karena In Kik-si hendak menikam Siong-liong-li dengan belatinya, maka ia tidak perdulikan luka saudagar persi yang cukup berat itu, segera ia berseru. "Kim-lun Hoat-ong, utang-piutang kita perlu diselesaikan sekarang atau ditunda saja lain hari?" Kim lun Hoat-ong sangat licik, dilihatnya Nyo Ko ber-turut2 mengalahkan Nimo Singh, Siau-siang-cu dan In Kik-si yang semuanya hanya berlangsung dalam sekali dua gebrak saja, betapa tinggi ilmu silat anak muda itu sungguh sukar diukur lagi. Kalau dirinya juga memandangi sekarang, meski tidak sampai kalah seperti ketiga kawannya, tapi untuk menang rasanya juga tidak gampang. Namun begitu berada di depan orang sebanyak ini, kalau dirinya kena di gertak begitu saja lantas pergi, betapapun ia ingin menjaga harga diri. ia pikir. "Bocah ini sudah buntung sebelah lengannya, meski tangan kirinya juga lihay, bagian kanan yang buntung pasti lemah, kalau kuserang saja bagian kanan. dia tentu juga menguatirkan keadaan Siao-liong-li, jika berlangsung agak lama, tentu pikirannya akan kacau." Setelah ambil keputusan demikian, ia lantas menyiapkan kelima rodanya, ia tahu pertarungan sekarang ini sesungguhnya mengenai mati-hidup dan dipuji atau terhina selamanya, sedikitpun tidak boleh gegabah. Segera ia melangkah maju, dengan tertawa ia berkata. "Saudara Nyo, kuucapkan selamat padamu atas penemuan istimewa yang kau dapatkan ini sehingga kau memiliki pedang sakti yang tiada tandingannya ini" Siao liong li menggelendot dalam rangkulan Nyo Ko, samar2 ia melihat Kim-lun Hoat-ong telah maju dengan rodanya, ia pikir melulu tenaga Nyo-Ko seorang pasti tak dapat menandingi paderi itu, dengan suara pelahan ia lantas berkata. "Ko-ji, berikanlah pedang padaku, marilah kita binasakan dia dengan Giok-li-kiam-hoat kita." Nyo Ko menjadi terharu, jawabnya. "Jangan kuatir Kokoh, aku sendiri mampu melayani dia." Siao-Iiong-li lantas cepat menggeser ke kanan sedikit agar dapat mengaling lebih banyak di depan Nyo Ko. Sungguh terharu dan terima kasih pula Nyo Ko, serunya. "Kokoh, sekarang kita menempur kawanan iblis ini. andaikan matipun kita tidak menyesal lagi." - Segera pedangnya mengacung ke depan. Hoat-ong tidak berani menghadapinya dari depan, cepat ia melompat mundur, menyusul lantas terdengar suara mendengung, roda timahnya telah menyamber. Waktu Nyo Ko angkat pedangnya menabas, roda itu terus memutar ke belakangnya dan terbang kembali ke arah Hoat-ong sehingga tabasan Nyo Ko mengenai tempat kosong. Habis itu suara mendengung lantas bergemuruh dengan gemerdapnya sinar perak dan cahaya emas. Hnta buah roda K,im-lun Hoat-ong telah dihamburkan sekaligus dari jurusan yang ber-beda2. Kuatir menambah parah luka Siaoliong-li, Nyo Ko tidak berani banyak bergerak, ia terus berdiri saja di tempatnya. Ternyata hamburan kelima roda Kim-lun Hoat-ong itupun cuma serangan percobaan saja, setelah roda2 itu berputar sekeliling,lalu terbang kembali lagi ke tangan Hoat-ong. Melihat Nyo Ko tidak mau bergeser dari tempatnya, tahulah Hoat-ong akan jalan pikiran anak muda itu, ia menjadi girang dan yakin dirinya pasti akan berada pada pihak yang lebih menguntungkan kalau saja menyerang dari jauh dan terus berpisah tempat, dengan cara inipun dirinya pasti takkan kalah, Dengan kedudukan Kim-lun Hoat-ong sebenarnya tidak layak menempur Nyo Ko yang cacat badan-serta harus melindungi seorang yang terluka parah. Namun Hoat-ong juga tahu kesempatan baik sekarang ini sukar dicari lagi di kemudian bari, kalau saja luka Siao-liong-ti sudah sembuh, dengan gabungan kedua muda-mudi itu jelas dirinya bukan tandingannya, andaikan Siao-liong-li tewas oleh luka-nya, sesudah Nyo Ko tida mempunyai tanggungan lagi, dirinya juga bukan tandingan anak muda itu. Sebab itulah ia bertekad harus membinasakan kedua muda-mudi itu sekarang mumpung ada kesempatan bagus, bahwa cara bertempur sekarang ini pantas dan adil atau tidak bukan soal baginya. Keadaan demikian juga cukup dipahami semua orang, merekapun merasa Kim-lun Hoat-ong kurang terhormat menempur Nyo Ko sekarang, segera si dogol Be Kong-co berteriak. "Hai, Hwesio gede, kau terhitung ksatria atau bukan? Kau tahu malu tidak?" Akan tetapi Hoat-ong berlagak pilon saja, kelima rodanya tetap beterbangan pulang pergi dan kian kemari mengitari Nyo Ko berdua, begitu roda2 itu ditangkap kembali segera disambitkan pula oleh Hoat-ong, terkadang tinggi mendadak bisa rebah, lain saat lurus ke depan, tapi tahu2 membelok lagi ke samping, suara yang ditimbulkan juga berbeda, ada yang mendengung keras, ada yang mendenging nyaring. Se-konyong2 terdengar Be Kong-co menjerit kaget, kiranya sebuah roda mendadak menyamber dari samping terus membelok menyerempet kepalanya sehingga kulit kepalanya terkelupas sebagian berikat secomot rambutnya dan berdarah jatuh ke tanah. Roda itu cukup besar dan berat pula, tapi ketika mengupas kulit kepalanya seakan2 sebuah pisau cukur saja yang tipis, yang hebat adalah serempetan itu sedemikian tepatnya hingga tiba pas mengupas kulit berikut rambut saja, kalau lebiti tinggi sedikit tentu takkan mengupas kulit kepalan sebaliknya kalau kerendahan sedikit tentu jiwa Be Kong co sudah melayang, Semua orang sama melongo ngeri melihat kehebatan roda Kim-lun Hoat-ong itu. Nyo Ko menguatirkan keadaan Siao-liong-li, tambah lama tertahan di situ berarti berkurang pula kesempatan menyembuhkannya, segera kaki kirinya melangkah maju, tubuh Siao-liong-li dibawanya maju sedikit, menysul kaki kanan juga melangkah lagi. "Awas"! tiba2 Kim-lun Hoat-ong berseru, tahu2 kelima rodanya bergabung menjadi satu dan terbagi menjadi dua baris terus menyamber dari depan kepada Nyo Ko berdua. Namun Nyo Ko juga mengerahkan tenaga pada tangan kirinya, sedikit ujung pedangnya bergetar "trang trang-trang", ketiga roda emas, tembaga dan besi kena dicungkit ke samping, menyusul pedangnya terus menghantam ke bawah, pandangan semua orang terasa silau, menyusul debu pasir lantas mengepul roda perak dan roda timah telah tertabas pecah menjadi dua oleh pedang Nyo Ko dan jatuh ke tanah. Pada saat itu juga Hoai-ong juga membentak sambil menubruk maju, tangan kirinya memotong miring ke tepi roda tembaga sedangkan roda emas dan besi terus ditangkapnya, menyusul lantas dihantamkan ke kepala Nyo Ko. Nyo Ko tidak menangkis, sebaliknya pedang pusakanya terus menusuk lurus ke dada musuh, Pedang lebih panjang daripada roda, sebelum roda lawan sempat menghantam kepada Nyo Ko, ujung pedang anak muda itu sudah mengancam dan cuma beberapa senti saja di depan dada Hoat-ong. Akan tetapi maju mundurnya Hoat-ong sungguh cepat luar biasa, tak kelihatan bergerak, tahu2 tubuhnya mencelat beberapa meter ke samping. Nyo Ko juga bergerak dengan cepat, segera pula ia menarik pedangnya ke belakang. "trang", roda tembaga yang menyamber lagi dari belakang ditebasnya menjadi dua, bahkan sebelum kedua potong roda itu jatuh, pedangnya menyabet pula dari samping sehingga kedua potong roda tembaga tertabas lagi menjadi empat, walaupun pedang itu tumpul, tapi digunakan dengan tenaga dalam yang kuat, ternyata tajamnya tidak alang kepalang. Hanya sekejap saja tiga antara lima roda Kim-lun Hoat-ong telah dihancurkan namun paderi Tibet ini. benar2 tangkas luar biasa, makin kalah semakin bersemangat ia putar roda emas dan besi dan menyerang pula lebih kencang. Namun Nyo Ko bertahan dengan tenang2 saja, betapa Hoat-ong mengitarinya dan menyerang dari arah manapun tetap tak dapat mendekatinya. Setelah berpuluh jurus lagi, mendadak kedua roda Hoat-ong itu saling bentur, menyusul terus di tolak ke depan, dihantamkan ke tubuh Siao-liong-li. Cepat pedang Nyo Ko juga menusuk ke depan. "creng", dengan tepat pedang itu menahan di tepi roda emas, tenaga dalam kedua orang sama2 di kerahkan pada senjata masing2 hingga keduanya sama tergetar, seketika kedua orang hanya berdiri saja, dan saling bertahan. Nyo Ko merasa tenaga lawan terus menerjang tiba secara bergelombang dan tak putus2, makin lama makin kuat, diam2 ia terkejut, tak disangkanya tenaga dalam lawan ternyata sehebat ini, meski sebelum ini mereka pernah bertarung beberapa kali, tapi baru sekali ini mereka mengadu Lwekang. Karena sekarang mereka mengadu tenaga dalam, dengan sendirinya kehebatan pedang tumpul Nyo Ko itu sukar digunakan sebaliknya sudah berpuluh tahun Kim-Iun Hoatrong menggembleng diri, tentu saja dia lebih ulet daripada Nyo Ko, jika berlangsung lama, akhirnya Nyo Ko yang kewalahan. Ia pikir tiada gunanya main ngotot begini, akan kupancing dia mendekat, lalu kukebut mukanya dengan lengan baju kanan secara mendadak. Karena pikiran ini, pelahan Nyo Ko menarik pedangnya ke belakang, jarak kedua orang tadinya hampir dua meter, lambat laun mengkeret menjadi, satu setengah meter, lalu satu meter dan semakin dekat pula. Kedua murid Hoat-ong, yaitu Darba dan Hotu, sejak tadi juga mengawal di samping sang guru, mereka menjadi girang melihat gurunya berada di atas angin, tapi merekapun prihatin melihat sang guru mengadu Lwekang dengan Nyo Ko, maklumlah mengadu tenaga dalam secara begitu tidak mungkin main licik atau bermaksud menghindar kalau meleng bahkan jiwa bisa melayang. Darba berhati jujur dan berpikir sederhana, yang diperhatikan hanya keselamatan sang guru, maka tanpa terasa ia ikut melangkah maju melihat gurunya semakin mepet lawannya, sedangkan Hotu juga ikut melangkah maju dua-tiga tindak, tapi yang menjadi tujuannya adalah mencari kesempatan untuk menyerang Nyo Ko, dia main kipas-kipas seperti orang mencari angin, tapi kalau lawan meleng sedikit saja segera senjata rahasia pada kipasnya itu akan segera dihamburkan. Namun disebelah sana Khu Ju-ki dan Ong Ju-it juga tidak tinggal diam, mereka sudah berpengalaman melihat gelagatnya segera mereka menduga Hotu dan Darba bermaksud ikut menyerang membantu sang guru, mereka saling pandang sekejap dan berpikir "Meski Nyo Ko memusuhi Coan-cin-kau, tapi seorang lelaki sejati harus bertindak secara terang2an, baik kalah atau menang harus ditentukan menurut kepandaian sejati, mana boleh kaum durjana berbuat sesukanya di atas Cong-lam san sini." Begitulah mereka lantas melangkah maju juga dengan pedang terhunus dan menatap tajam mengawasi gerak-gerik Hotu. Biarpun, sudah ubanan semua, namun wajah kedua Tosu tokoh Coan-cin-kau ini masih merah segar, sorot mata mereka yang tajam membuat Hotu keder dan tidak berani sembarangan bergerak. Dalam pada itu tangan Nyo Ko sudah semakin mengkeret, jarak Hoat-ong dengan dia sekarang kurang dari satu meter, ia pikir kalau Hwesio tua mendesak maju lagi sedikit segera-akan kusabet dia dengan lengan baju kanan, andaikan tak dapat membinasakan dia, sedikitnya juga akan membikin dia kepala pusing dan mata ber-kunang2. Hoat-ong terkesiap juga ketika melihat bahu kanan Nyo Ko bergerak sedikit, sebagai orang yang maha cerdik segera ia tahu maksud si anak muda, pikirnya. "Kebasan lengan bajumu memang hebat tapi biarlah kutahan disabet oleh lengan bajurmu ketika itu tenaga tangan kirimu tentu akan berkurang, kalau aku menyerang sepenuh tenaga secara mendadak tentu kaupun akan terluka parah." Selama menggelendot di tubuh Nyo Ko, keadaan Siao-liong-li semakin lemah hingga hampir tak sadarkan diri, ketika anak muda itu mengerahkan tenaga dalam, jalan darahnya bertambah cepat, suhu badannya semakin panas, karena rasa panas badan anak muda itu semakin bertambah, Siao-liong-li lantas membuka mata, dilihatnya dahi Nyo Ko ada butiran keringat, ia coba mengusapnya dengan lengan baju. Ketika melihat anak muda itu menatap tajam ke depan dengan sikap prihatin iapun mengikuti arah yang dipandang itu, tapi ia menjadi kaget, dilihatnya sepasang mata Kim-lun Hoat-ong-melotot seperti gundu dengan sorot mata yang buas, jaraknya sangat dekat di depannya. Dengan rada takut Siao-liong-li memejamkan lagi matanya, waktu membuka mata pula dilihatnya wajah Hoat-ong dengan4 mata melotot itu bertambah dekat lagi, Akhirnya ia mendongkol dia menggelendot dalam pelukan kekasih, justeru orang melototnya secara menjemukan! Tak terpikir olehnya bahwa saat itu Hoat-ong sedang menempur Nyo Ko, ia hanya anggap Hwesio itu adalah musuh dan juga tidak ingin Hwesio itu mengganggu kebahagiaannya disamping Sang kekasih, maka ia lantas mengeluarkan sebuah jarum tawon putih, pelahan2 ia mencolokkan jarum itu ke mata kiri Hoat-ong. Jangankan jarum itu berbisa, biarpun jarum biasa, kalau bola mata tertusuk juga pasti buta seketika. Hanya saja tujuan Siao-liong-li cuma ingin menghalau pandangan mata musuh yang menjemukan itu, pula dia terluka parah, maka waktu menjulurkan jarumnya itu menjadi tak bertenaga dan maju dengan sangat pelahan. Namun saat itu Hoat-ong sedang mengadu tenaga dalam dengan Nyo Ko, sedikit bergeser saja pasti akan celaka, Maka ketika jarum Siao-liong-li itu menusuk tiba dengan pelahan, sama sekali ia tidak dapat mengelak atau melawannya. Tertampaklah jarum sudah semakin mendekat dan makin mendekat, dari belasan senti menjadi beberapa senti di depan matanya dan kini tinggal satu dua senti saja, Mendadalc Hoat-ong berteriak keras2, kedua rodanya didorong ke depan, ia sendiri lantas berjumpalitan ke belakang, namun begitu tenaga Nyo Ko yang terkumpul pada pedangnya itu sukar dielakan semua, baru saja Hoat-ong dapat berdiri, tubuhnya lantas tergeliat dan akhirnya jatuh terduduk. "Suhu!" Teriak Darba dan Hotu berbareng, mereka terus menubruk maju hendak memayang bangun sang guru. Sementara itu Nyo Ko telah ayun pedangnya hingga roda emas dan besi lawan terbelah menjadi dua, menyusul ia terus memburu maju, pedangnya memotong ke tubuh Kim-Iun Hoat-ong yang terduduk itu. Hoat-ong belum mampu menghimpun kembali tenaganya, dia terduduk dengan lunglai dan tidak sanggup melawan sedikitpun Cepat Darba angkat gadanya dan Hotu juga angkat kipas bajanya ke atas untuk menahan bacokan pedang Nyo Ko. Namun tenaga bacokan Nyo Ko itu sangat hebat, apalagi bobot pedangnya memang juga berat, seketika Darba dan Hotu merasa kaki lemas dan tidak tahan, serentak mereka bertekuk lutut, walau pun begitu mereka tetap bertahan mati2an demi untuk menyelamatkan sang guru. Daya tekanan Nyo Ko semakin kuat, Darba dan Hotu angkat senjata mereka dan bertahan sepenuh tenaga, tulang punggung mereka serasa mau patah, rasa tulang sekujur badan berbunyi berkeriukan. Tiba2 Hotu berkata. "Suheng, tahanlah sejenak, biar ku tolong Suhu, habis itu segera kubantu kau lagi." Dengan gabungan tenaga kedua orang saja tidak mampu menahan, apalagi cuma Darba sendirian, mana dia mampu menahan daya tekanan pedang Nyo Ko itu. Tapi dia m,emang orang yang polos dan berbudi, demi keselamatan sang guru ia rela mengorbankan segalanya, segera ia mengiakan ucapan Hotu itu dan sekuamya mengangkat gadanya ke atas. Hotu dan Darba bicara dalam bahasa Tibet, sehingga Nyo Ko tidak paham apa artinya, hanya tiba2 dirasakan tenaga gada lawan bertambah, ketika dia hendak menekan ke bawah lebih kuat, saat itulah Hotu melompat mundur. Nyata Hotu adalah manusia licik dan licin mana dia bermaksud menyelamatkan sang guru, yang benar adalah ingin menyelamatkan diri sendiri. Begitu lolos segera ia berseru. "Suheng, siaute akan pulang untuk berlatih lagi, sepuluh tahun kemudian akan kucari bocah she Nyo ini untuk membalas sakit hati Suhu dan kau!" Habis berkata ia terus berlari pergi secepat terbang dan menghilang dalam sekejap saja. Merasa diakali Sutenya Darba menjadi murka, diingatnya Nyo Ko adalah retnkarnasi (penjelmaan) Toasuhengnya, ia heran mengapa orang berbuat begini terhadap guru sendiri? Segera ia berseru. "Toasuheng, harap engkau ampuni jiwaku, nanti setelah kuantar pulang Suhu dengan selamat, akan kucari Sute yang durhaka itu untuk kucincang hingga hancur lebur, habis itu akan kuserahkan diriku dan terserah cara bagaimana Toasuheng akan berbuat padaku, baik mau dibunuh atau dibakar, sedikitpun siaute pasti takkan melawan." Dengan sendirinya Nyo Ko tidak paham apa arti ocehan Darba itu, tapi dilihatnya Hotu lari meninggalkan Suhu dan Subeng yang sedang terancam bahaya maut, betapapun ia juga bersimpatik pada Darba yang setia dan jujur itu. Waktu ia menoleh sedikit, dilihatnya Siao-liong-li sedang memandang padanya dengan penuh rasa kasih mesra. Alangkah bahagia perasaan Nyo Ke, seketika rasa ingin membunuh untuk menuntut batas sakit hati segala terlempar ke awang2, terasa segala dendam dan benci di dunia ini bukan apa2 lagi, segera ia angkat pedangnya dan berkata kepada Darba. "Baiklah, kau pergi saja!" Segera Darba berbangkit tapi lantaran terlalu banyak keluar tenaga, seluruh tubuh menjadi lemas ia tidak kuat memegangi gadanya lagi dan jatuh ke tanah. Cepat ia menyembah beberapa kali pada Nyo Ko sebagai tanda terima kasihnya, sementara itu Kim-lun Hoat-ong masih duduk di tanah tak bisa berkutik, tanpa bicara lagi Darba lantas memanggul sang guru dan dibawa pergi tanpa menjemput kembali gadanya. Menyaksikan Nyo Ko hanya dengan satu tangan saja dapat mengalahkan semua tokoh terkemuka pihak MongoI, para Busu Mongol menjadi ketakutan, serentak mereka berteriak dan be-ramai2 membawa Siau-siang-cu, In Kik-si dan Ntano Singh yang terluka parah, hanya sekejap saja merekapun kabur. Hanya Be Kongco saja yang tetap berdiri di situ, ia mendekati Nyo Ko dan mengangkat ibu jarinya, katanya. "Adik cilik, sungguh hebat." "Be-toako" Jawab Nyo Ko. "kawan2mu adalah manusia2 busuk semua, kau pasti rugi jika berkumpul dengan mereka, kukira lebih baik kau mohon diri pada Kubilai dan pulang saja ke kampung halamanmu." "Ucapanmu memang betuI," Ujar Be Kong-eo, ia memandang sekejap pada Siao-liong-li yang tetap cantik motek itu meski dalam keadan terluka parah, lalu berkata pula. "Kapan kau akan menikah dengan nona ini, bagaimana kalau kutinggal di sini untuk meramaikan pestamu?" Nyo Ko tersenyum getir sambil memggeleng kepala, lalu ia memandang sekeliling, beberapa ratus Tosu yang masih merubung disekitarnya itu. "Aha, betul, masih ada kawanan Tosu busuk ini, bagaimana kalau kubantu kau membereskan mereka?" Kata Be Kong-co. Sudah tentu Nyo Ko tidak ingin orang lain ikut menyerempet bahaya baginya, segera ia berseru. "Kau lekas pergi saja, aku sendiri dapat melayani mereka." Be Kong-co melengak, tapi cepat ia mengerti, serunya sambil bertepuk tangan. "Benar, benar! Bahkan Hwesho gede dan mayat hidup yang lain itupun bukan tandinganmu kawanan Tosu busuk ini masakah mampu melawan kau? Eh, adik cilik dan nona cantik, aku Be Kong-co mohon diri!" Habis itu ia terus melangkah pergi sambil menyeret toyanya hingga menimbulkan bunyi gemerantang ketika toya tembaganya menggesek batu di sepanjang jalan. Be Kong-co tidak tahu bahwa ada "perang dingin" Antara Kim-lun Hoat-ong dan kawannya sendiri, waktu Nyo Ko menempur mereka satu per-satu, mereka masing2 sengaja menonton belaka dengan harapan akan menarik keuntungan dari hasil pertarungan itu. Coba kalau mereka mengerubut maju sekaligus, biarpun kepandaian Nyo Ko setinggi langit juga sukar melayani keroyokan lawan sebanyak itu. Apalagi sekarang kalau harus menghadapi pihak Coan-cin-kau, kawanan Tosu itu sudah terlatih dan penuh disiplin, kalau Khu Ju-ki sudah memberi perintah, daya tempur mereka bahkan jauh lebih hebat daripada Kim-lun Hoat-ong dan begundalnya itu. Begitulah dengan pedang menahan tanah, Nyo Ko pandang kawanan Tosu itu dengan dingin. Dengan suara lantang Khu Ju-ki lantas berkata . "Nyo Ko, kepandaianmu sudah terlatih sedemikian tinggi dan sudah melebihi kaum kita, Namun ibegitu, menghadapi Coan-cin-kau kami yang berjumlah beberapa ratus orang ini, apakah kau kira mampu meloloskan diri?" Sejauh Nyo Ko memandangi yang tertampak memang gemerdepnya pedang belaka, setiap tujuh orang Tosu terbentuk menjadi satu regu ber-deret2 susun menyusun sehingga dirinya dan Siao-liong-li terkepung di tengah, walaupun setiap barisan pedang itu terbentuk dari tujuh Tosu yang berkepandaian biasa saja, namun daya tempurnya cukup menandingi seorang tokoh kelas satu, kini di sekitar Nyo Ko sedikitnya ada beberapa puluh barisan pedang. Sudah tentu anak muda itu pantang menyerah, ia coba melangkah maju, serentak tujuh Tosu itu mengadangnya dengan ujung pedang siap menusuk. Waktu Nyo Ko menusukkan pedangnya, seketika ke tujuh Tosu itu menangisnya dengan tujuh pedang pula, terdengarlah suara gemerantang ramai, tujuh pedang patah semua, yang terpegang di tangan para Tosu itu tertinggal garan pedang saja, keruan para Tosu itu kaget dan cepat meloncat ke samping. Cepat Ong Ju-it memberi komando dan segera barisan pedang lain mengadang pula kedepan Nyo Ko. Namun sekali pedang anak muda itu menyabet, biarpun kawanan Tosu itu juga bergerak cepat menggeser tempat, tidak urung dua Tosu telah menjerit, seorang terluka pinggang dan yang lain tertabas pahanya keduanya lantas roboh terguling. Pada saat kun Khu Ju-ki juga telah memberi perintah, empat belas pedang sekaligus mengancam bagian belakang Nyo Ko dan Siao-liong-li. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kalau Nyo Ko putar pedangnya ke belakang, andaikan sekaligus dapat mengguncang pergi senjata2 itu, tapi kalau salah satu pedang itu tertinggal tentu Siao-liong-li akan terluka pula. Karena sedikit ragu itulah, segera tujuh pedang lain kembali mengancam pula dari samping. Dalam keadaan begini sekalipun Nyo Ko berjuang mati2an juga sukar untuk menyelamatkan Siao-liong-li, untunglah Khu Ju-ki lantas berseru memberi perintah sehingga ke-21 pedang yang geroerdep itu cuma mengancam di depan tubuh Nyo Ko berdua. "Nona Liong dan Nyo Ko, guru2 kita dahulu mempunyai hubungan yang erat, Coan-cin-kau kami sekarang mengalahkan kalian karena jumlah orang banyak, menangpun tidak gemilang rasanya, apalagi t nona Liong dalam keadaan terluka parah," Demikian kata Khu Ju-ki. "Sejak dulu orang bilang. permusuhan lebih baik di bereskan daripada diributkan. Bagaimana kalau perselisihan kita sekarang juga kita anggap selesai mulai sekarang tanpa mempersoalkan siapa benar dan salah?" Sebenarnya antara Nyo Ko dan Coan-cin-kau juga tiada sesuatu dendam yang mendalam, dahulu Hek Tay-thong salah mencelakai Sun-popoh, untuk itu Hek Tay-thong sangat menyesal dan rela menebus kesalahan itu dengan jiwanya, jadi persolan itu sudah beres. sekarang kedatangannya juga untuk mencari Siao-liong-li saja dan tiada maksud memusuhi Coan-cin-kau, karena itu apa yang dikatakan Khu Ju-ki itu dapat diterimanya, iapun berpikir tiada artinya bertempur dengan orang2 Coan-cin-kau, yang paling penting harus menyelamatkan jiwa sang Kokoh lebih dulu. Belum ia menjawab, tiba2 sorot mata Siao-liong-li pelahan memandang sekeliling kawanan Tosu itu, lalu bertanya dengan suara pelahan. "Mana In Ci-peng?" Setelah terhantam roda punggungnya serta dada tertusuk pedang, luka In Ci-peng cukup parah, cuma seketika belum mati, ia menggeletak di samping sana dalam keadaan kempaskempis. Ketika samar2 ia mendengar namanya disebut oleh suara yang lembut seketika hatinya tergetar hebat, entah darimana datangnya tenaga, serentak ia berbangkit dan menerobos ke tengah barisan pedang sambil berseru. "Aku berada di sini, nona Liong!" Sejenak Siao-liong-li menatapnya, tertampak jubah Ci-peng penuh berlumuran darah dan bermuka pucat, putus asa dan remuk redam hati Siao-liong-li katanya dengan gemetar kepada Nyo Ko. "Ko ji, kesucianku telah dinodai orang ini, biarpun sembuh juga takdapat kuhidup bersamamu. Namun dia dia menyelamatkan aku dengan mati2an, maka kau tidak perlu... tidak perlu lagi membuat susah dia. pendek kata, nasibku sendiri yang buruk." Dasar hatinya memang suci bersih, ia tidak pantang omong apapun dihadapan orang, meski di depan be-ratus2 orang tetap diucapkannya pengalamannya yang pahit itu. setelah merandek sejenak, ia tersenyum manis dan berkata pula pada Nyo Ko dengan lirih. "Kini, mati di sisimu, hatiku... hatiku terasa sangat bahagia." Sampai di sini tiba2 teringat sesuatu olehnya, disambung pula. "Puteri Kwe-tayhiap itu telah mengutungi lenganmu, dia pasti tak dapat meladeni kau dengan baik, lalu siapa yang akan menjaga kau kelak?" Teringat pada persoalan ini, ia menjadi sedih, dengan suara lemah ia berkata pu!a. "Ko-ji, selanjutnya kau akan hidup sendirian, tiada... tiada seorangpun menemani kau..." "Jangan kuatir, kau takkan meninggal," Kata Nyo Ko dengan suara halus. "Kita pasti akan berada bersama untuk selamanya." Tadi ketika mendengar pesan Siao-liong-li pada Nyo Ko agar jangan membikin susah padanya, semuanya dianggap nasibnya sendiri yang buruk, ucapan Siao-liong-li itu membikin perasaan In Ci-peng sangat terharu, hatinya seperti di-sayat2, tidak kepalang menyesalnya atas perbuatannya yang salah itu sehingga mengakibatkan si nona menderita batin selama hidup, sungguh matipun sukar menebus dosanya itu. Segera ia berseru kepada Coan-cin-ngo-cu. "Suhu dan para Susiok, semua ini adalah karena perbuatanku dosaku teramat besar, hendaklah kalian jangan sekali membikin susah nona Liong dan Nyo-siauhiap." - Habis berkata, ia melompat maju dan menubruk ke ujung barisan pedang para Tosu itu, seketika tubuhnya tertembus oleh beberapa pedang dan binasa. Kejadian ini sama sekali di luar dugaan semua orang, keruan para Tosu itu berteriak kaget, Tapi mereka menjadi paham setelah mendengar ucapan Siao-Hong-li serta pengakuan In Ci-peng tadi, jelas In Ci-peng telah melanggar kesucian Siao-liong-li dengan cara2 yang rendah. Karena kesalahan ternyata terletak pada pihak sendiri, Coan-cin-ngo-cu menjadi malu, namun serba susah juga, untuk menyatakan penyesalan mereka dan minta maaf. Setelah memandang sekejap kepada para Sute-nya, segera Khu Ju-ki memberi perintah agar barisan pedang itu membubarkan diri. seketika terdengarlah suara gemerincing nyaring pedang dimasukkan ke-sarungnya serta terluang sebuah jalan bagi kepergian Siao-liong-li dengan Nyo Ko. Nyo Ko masih merangkul pinggang Siao-Iiong-li dengan lengan bajunya yang tak berlengan itu, tiba2 teringat olehnya bahwa jiwa sang Kokoh tinggal beberapa saat saja, apakah dapat tertolong sungguh sukar dibayangkan. Dahulu dia pernah tanya padaku apakah aku mau mengambil dia sebagai isteri waktu itu aku bingung dan tidak menjawabnya sehingga kemudian timbul macam2 kejadian yang merisaukan. Kini keadaan sudah mendesak, waktu tidak banyak lagi, harus kubikin Kokoh merasa senang dan puas. Maka dengan suara keras ia lantas bersuara. Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Raja Silat Karya Chin Hung Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying