Kembalinya Pendekar Rajawali 64
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 64
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung "He, Tolol, ken... kenapa lengan kananmu? Mengapa buntung?" Siao-liong-li tidak kenal Thia Eng dan Bu-siang, tapi melihat mereka cantik manis, dalam hatinya sudah timbul rasa suka, apalagi melihat mereka sangat memperhatikan Nyo Ko, sekejap saja ia sudah anggap mereka sebagai teman karib. Dengan tersenyum ia lantas bertanya. "Mengapa engkau memanggilnya tolol? sama sekali dia tidaklah tolol" "Ah, maaf, karena sudah terbiasa memanggilnya begitu, seketika aku lupa," Jawab Bu-siang ia saling pandang sekejap dengan Thia Eng, lalu bertanya. "Cici ini apakah..." "lalah...." Belum selesai Nyo Ko menerangkan cepat Thia Eng menyambung. "Tentunya Siao-liong-li cianpwe bukan?" "Ya, memang sudah kuduga, sungguh cantik laksana bidadari," Demikian Bu-siang menambahi. Rasa cemburu pasti ada pada setiap orang, apalagi perempuan Dahulu, ketika melihat Nyo Ko sangat mencintai Siao-liong-li, betapapun timbul rasai cemburu dalam hati Thia Eng dan Bu-siang, tapi sekarang setelah bertemu, makin dipandang makia terasa Siao-liong-li memang cantik molek dan sederhana, lain daripada yang lain tanpa terasa timbul pikiran rendah dirinya, keduanya sama membatin. "Memang diriku tak dapat dibandingkan dia." Bu siang yang berwatak tidak sabaran itu segera bertanya pula."He, Nyo-toako, sebab apakah lenganmu itu terkutung? Apalah lukanya sudah sembuh?" "Sudah lama sembuh. "jawab Nyo Ko. "Putus karena dikutungkan orang." "Keparat!" Omel Bu-siang. "Bangsat manakah yang pantas mampus itu? Tentu dia menggunakan akal licik dan keji, bukan?, Apakah perbuatan iblis perempuan yang jahat itu?" Tiba2 suara seseorang mendengus di belakangnya. "Hm, apakah tidak rendah caramu memaki di luar tahu orangnya?" Bu-siang dan Thia Eng terkejut, cepat mereka berpaling, terlihatlah yang bicara itu adalah seorang nona cantik, siapa lagi kalau bukan Kwe Hu. Dengan tangan memegang garan pedang air muka Kwe Hu tampak marah, di sebelahnya berdiri pula beberapa orang, baik lelaki maupun perempuan. Dengan heran Bu-siang lantas menjawab. "He, kan bukan kau yang kumaki, yang kumaki adalah bangsat keparat yg membuntungi lengan Nyo-toako." "Sret", mendadak Kwe Hu melolos pedangnya sebagian dan berkata pula dengan gusar. "Akulah yang mengutungkan lengannya. Aku sudah minta maaf padanya, akupun sudnh kenyang didamperat ayah ibuku, tapi kalian masih memaki aku secara keji di belakangku..." Sampai di sini matanya menjadi memberambang merah penuh rasa penasaran Kiranya rombongan Bu Sam-thong, Kwe Hu, Yalu Ce dan kedua saudara Bu kemudian bergabung kembali dengan Ui Yong serta Wanyan Peng dan Yalu Yan, lalu mereka lantas menuju ke Coat-ceng-j kok, karena Bu Sam-thong sudah tahu jalannya maka rombongan mereka tiba lebih dini setengah hari daripada rombongan It-teng dan Nyo Ko, cuma rombongan Ui Yong lebih dulu berusaha mencari paderi Hindu dan Cu Cu-Iiu, tapi tidak ketemu, maka banyak waktu yang terbuang secara sia2. Mengenai beradanya Li Bok-chiu dan Ang Leng-po di Coat-ceng-kok, begitu pula Thia Eng dan Liok Bu-siang, keadaan mereka sebaliknya ber-beda2. Li Bok-chiu berdua datang ke situ tanpa sengaja karena mereka mengikuti tanda2 petunjuk jalan yang ditinggalkan Bu Sam-thong, sedangkan kedatangan Thia Eng berdua adalah karena terpancing oleh kejahilan Ciu Pek-thong. BegituIah Ui Yong, Bu Sam-thong dan lain2 lantas memberi hormat kepada It-teng Taysu, lalu diperkenalkan pula kepada lain2nya. Thia Eng belum pernah bertemu dengan kakak seperguruannya seperti Ui Yong ini, namun namanya sudah lama didengarnya serta dikaguminya, maka dengan sangat hormat ia lantas menyembah kepada Ui Yong sambil memanggil "Suci!" Dari Nyo Ko memang Ui Yong sudah mendengar bahwa akhir2 ini ayahnya telah menerima lagi seorang murid perempuan, kini melihat sang Sumoay ini cukup cantik, ia menjadi menyukainya dan bertanya tentang keadaan ayahnya. Sementara itu beberapa orang berbaju hijau tadi lantas kabur melaporkan kedatangan musuh itu kepada Kiu Jian-jio. Kwe Hu dan Liok Bu-siang masih saling melotot, meski tidak berkelahi, tapi sama2 merasa benci. Apa lagi dari ibunya Kwe Hu disuruh memberi hormat serta memanggil "Susiok" Kepada Thia Eng, tentu saja ia kurang senang, suara panggilan nya juga sangat kaku. Sedang Nyo Ko dan Siaoliong-li bergandengan tangan berdiri rada jauh, melihat Kwe Yang dalam pondongan Siao-liong-li itu, ia lantas berkata. "Liong-ji kembalikan saja, anak ini pada ibunya." Siao-liong li setuju, ia menciumi dulu pipi mungil anak bayi itu, lalu mendekati Ui Yong dan berkatal "Kwe hujin, terimalah anakmu ini." Dengan girang Ui Yong menerimanya. Sejak dilahirkan baru sekarang Kwe Yang berada dalam pangkuan sang ibu, sungguh rasa girang Ui Yong sukar dilukiskan. "Nona Kwe," Dengan suara lantang Nyo Ko berkata kepada Kwe Hu. "itu dia, adikmu dalam keadaan sehat walafiat tanpa kurang, sesuatu apapun sama sekali aku tidak menggunakannya untuk menukar obat bagiku." "lbuku datang dengan sendirinya kau tidak berani," Jawab Kwe Hu dengan gusar. "Kalau kau tidak bermaksud begitu, untuk apa kau membawa lari adikku ke sini?" Kalau menurut watak Nyo Ko biasanya tentu kontan dia balas mengejeknya, tapi beberapa bulan terakhir ini dia telah banyak mengalami gemblengan lahir batin, pertengkaran mulut begitu, sudah tidak menarik baginya, maka ia hanya tersenyum tawar saja, lalu menyingkir dengan menggandeng tangan Siao-Iiong li. Bu-siang memandang sekejap kearah Kwe Yang lalu berkata kepada Thia Eng. "inilah puteri bungsu Sucimu? Semoga setelah dia besar kelak tidak terlalu galak dan warok!" Sudah tentu Kwe Hu dapat merasakan ucapan yang menyindirnya itu, segera ia menanggapi. "Adik-ku akan galak dan warok atau tidak, sangkut paut apa dengan kau? Apa maksud ucapanmu ini?" "Aku tidak bicara dengan kau," Jawab Bu-siang. "Orang jahat dan galak, setiap orang di dunia ini boleh ikut urus, mengapa tiada sangkut paut denganku." Jiwa Bu-siang pernah diselamatkan Nyo Ko dalam lubuk hati nona itu hanya anak muda itulah yang selalu dipikirkan olehnya, misalnya waktu sama2 terancam bahaya, Bu-siang rela menyerahkan setengah potong saputangan wasiat kepadanya, itulah pertanda dia rela mengorbankan jiwa sendiri, demi keselamatan Nyo Ko. Kini mendengar anak muda itu dikutungi oleh Kwe Hu, tentu saja ia ikut sakit hati dan gusar pula. Wataknya memang tidak sabaran seperti Thia Eng, meski di depan orang banyak iapun tidak dapat menahan perasaannya itu. Begitulah dengan murka Kwe Hu lantas balas mendamprat. "Keparat! Kau perempuan pincang..." "Hu-ji! jangan kurang ajar!" Bentak Ui Yong cepat. Pada saat itulah tiba2 terdengar suara orang menjerit di sebelah sana, semua orang lantas memandang ke sana, tertampaklah di tengah lingkaran semak2 bunga cinta itu Li Bok-chiu mengangkat tubuh Ang Leng-po, jeritan itu adalah suara Ang Leng-po yang ketakutan itu. Rupanya It-teng, Ui Yong, Thia Eng dan lain2 asyik bercengkerama sehingga melupakan Li Bok-chiu dan muridnya itu. "Celaka, Suhu hendak menggunakan Suci sebagai batu loncatan!" Seru Bu-siang kuatir. Sejak kecil dia tinggal bersama Li Bokchiu, maka ia cukup kenal watak sang guru yang keji dan ganas itu, Biarpun Ang Leng-po merupakan jatuhnya orang yang paling dekat dengan dia, tapi kalau terancam bahaya, sang guru itu tidak segan2 menerbitkan jiwa muridnya demi keselamatannya sendiri Selagi semua crang melengak kaget, tertampak Li Bok-chiu sedang melemparkan Ang Leng-po ke semak2 bunga cinta yang berduri itu, menyusul ia sendiri lantas melompat ke sana, sekali kakinya menutul tubuh Leng-po. serentak dia melompat pula sekuatnya ke depan sambil tangan menarik Ang Leng-po dan dilemparkan lagi, lalu digunakan lagi sebagai batu loncatan, dengan begitu tiga kali lompatan saja dia akan dapat keluar dari kurungan semak2 bunga itu. Dia juga kuatir akan dicegat Ui Yong dan rornbongannya, maka arah yang dia ambil adalah berlawanan dengan tempat berdiri rombongan Ui Yong itu. Di luar dugaan, ketika untuk kedua kalinya dia hendak melompat lagi ke depan, mendadak Ang Leng-po berteriak keras2 dan ikut melompat juga ke atas terus merangkul erat2 paha kiri Li Bok-chiu seketika tubuh Li Bok-chiu tertarik ke bawah, dalam keadaan terapung tiada jalan lain bagi Li Bok-chiu kecuali mengayun kakinya yang lain. "bluk", dengan keras dada Ang Lengpo tertendang isi perutnya tergetar hancur dan binasa seketika. Namun begitu tangan Ang Leng-po masih merangkul se-kencang2nya sehingga kedua orang sama terbanting jatuh ke semak2 bunga, walaupun tempatnya hanya dua-tiga kaki saja dari tepi semak2 namun selisih jarak sekian itu pun telah membikin Li Bok-chiu ikut merasakan siksaan be-ribu2 duri bunga yang berbisa itu. Perubahan itu mula2 sama sekali tak terduga oleh siapapun dan berakhir secara mengerikan pula, semua orang menyaksikan dengan melongo dan berdebar. Dalam pada itu Li Bok-chiu telah berjongkok dan mementang tangan Ang Leng-po yang masih merangkul erat pada kakinya itu, dilihatnya muridnya itu sudah mati, namun matanya tetap melotot penuh benci dan dendam. Li Bok-chiu tahu dirinya telah keracunan bunga berduri itu, untuk itu harus mencari obat penawarnya di lembah ini. Selagi dia hendak melangkah pergi, tiba2 terdengar Ui Yong berseru padanya. "Li-cici, coba kemari, ingin kukatakan sesuatu padamu.".. Dengan rada sangsi Li Bok-chiu mendekati Ui Yong, lalu bertanya. "Ada apa?" Diam2 ia berharap maksud Ui Yong memanggilnya itu hendak memberi obat atau paling tidak akan memberi petunjuk ke mana harus mencari obat penawar. Maka berkatalah Ui Yong. "Untuk keluar dari kurungan semak2 bunga itu sebenarnya kau tidak perlu mengorbankan jiwa muridmu." "Hm, jadi kau hendak mengguruiku?" Jengek Li Bok chiu. "Mana aku berani," Jawab Ui Yong dengan tertawa. "Aku cuma ingin mengajarkan sesuatu akal padamu, mestinya cukup kau menggali tanah dan membungkusnya dengan bajumu menjadi dua karung, lalu dilemparkan ke semak2 bunga itu, bukankah akan merupakan batu loncatan yang sangat bagus? Kan kau dapat keluar dengan baik dan jiwa muridmu juga tidak perlu melayang." Muka Li Bok-cbio menjadi merah dan lain saat berubah pucat pula penuh rasa menyesal. Apa yang diucapkan Ui Yong itu sebenarnya tidak sulit dilakukan soalnya dia terburu napsu dan tidak memikirkannya tadi sehingga satunya orang yang paling dekat telah menjadi korban dan ia sendiripun belum terhindar dari bencana, Maka dengan gemas ia menjawab. "Sudah tertambat kalau dibicarakan sekarang!" "Ya, memang benar sudah terlambat." Ujar Ui Yong. "Padahal terkena racun bunga itu atau tidak bagimu tiada bedanya." Dengan gusar Li Bokchiu mendelik pada Ui Yong karena tidak paham apa arti ucapan itu. Sebenarnya sudah terang kau terkena racun patah hatimu, akibatnya kau berbuat sesuka hatimu, mencelakai orang lain dan bikin susah sendiri puIa, sampai saat ini memang sudah sangat tertambat bagimu," Kata Ui Yong dengan gegetun. Serentak timbul pula rasa angkuh Li Bok-chiu, jawabnya. " Jiwa muridku itu akulah yang menyelamatkannya, kalau aku tidak membesarkan dia, mungkin sejak dulu dia sudah mati, jadi dia hidup dariku dan mati pula bagiku, ini kan maha adil." "Setiap orang tentu terlahir dari ibu dan ayah, sekalipun ayah-ibu juga takkan membunuh putra putri sendiri, apalagi orang luar ?" Kata Ui Yong. Segera Bu Siu-bun melangkah maju dengan pedang terhunus dan membentakt "Li Bok-chiu kejahatanmu sudah kelewat takaran, ajal mu sudah sampai sekarang, maka terima saja kematianmu dan tidak perlu banyak bacot." Menyusul Bu Tun-si, Bu Sam-thong serta Yalu Ce, Yalu Yan, Wanyan Peng dan Kwe Hu berenam serentak juga mendesak maju dari kanan dan kiri. Sorot mata Li Bok-chiu menyapu sekeliling tawarnya itu, jelas semua orang penuh rasa benci padanya, ia pikir melulu seorang Ui Yong saja tukar dilawan apa lagi masih ada Nyo Ko dan Siaoliong-li. Dilihatnya Liok Bu-siang dan Thia Eng juga lantas melangkah maju dengan senjata masing2. "Orang she Li, secara keji kau telah membunuh segenap keluargaku, kalau sekarang hanya jiwamu sendiri saja yang membayar utangmu itu kan masih terlalu murah bagimu?" Seru Liok Busiang. "Kalau bicara kejahatanmu melulu caramu membunuh Ang-suci barusan, kematianmu saja tidak cukup untuk menebas dosamu." Dalam keadaan demikian ternyata Kwe Hu masih sempat melirik pada Liok Bu-siang dan mengejeknya. "Hm, itulah perbuatan gurumu yang baik itu!," Bu-siang balas melotot, jawabnya. "Segala perbuatan harus di tanggung sendiri dosanya, yang benar jangan kau meniru tingkah-lakunya." Li Bok-chiu berseru. "Siausumoay, apakah sama sekali kau tidak memikirkan hubungan baik saudara seperguruan lagi?" Selama hidupnya malang melintang di dunia Kangouw tampa kenal belas kasihan kepada siapa-pun, sekarang dia sendiri malah memohon kebaikan hati Siao liong-li, nyata karena dia merasa terdesak dan keadaan sangat gawat bagi nya, selain itu mau-tak-mau hatinya merasa menyesal juga setelah membinasakan Ang Leng-po tadi sehingga membuatnya patah semangat. Selagi Siao-liong-li hendak menjawab, tiba2 Nyo-Ko menanggapi dengan suara lantang. "Kau telah mengkhianati perguruan dan membunuh murid sendiri, masakah kau masih berani bicara tentang seperguruan segala?" "Baik"!" Seru Li Bok-chtu sambil menghela napas, pedangnya bergerak dan menambahkan pula. "Nah, majulah kalian semuanya, semakin banyak semakin baik." Tanpa bicara lagi kedua Bu cilik lantas menusuk dengan pedang mereka, menyusul Liok Bu-siang dan Thia Eng menubruk maju dari samping kiri. "Bu Sam-thong, Yalu Ce dan lain2 juga tidak mau ketinggalan, serentak mereka menyerang. Mereka telah saksikan Li Bok-chiu membinasakan muridnya dengan keji, maka mereka sama benci dan murka, sebab itulah serangan mereka sama sekali tidak kenal ampun lagi. Bahkan orang alim seperti It-teng Taysu juga merasa iblis perenv fmt,ti ittf mcraang pantas dimakan daripada hidupnya akan mencelakai orang lain pula, Terdengarlah suara gemerantang beradunya senjata, betapapun tinggi kepandaian Li Bok-chiu juga tidak mampu menghadapi kerubutan orang banyak dan tampak nya sekejap saja tubuhnya pasti akan dicincang oleh berbagai senjata itu. Pada saat itulah mendadak Li Bok-chiu menngayun tangan kirinya sambil menggertak. "Awas senjata rahasia!" Setiap orang cukup kenal betapa lihaynya Peng-pok-gin-ciam, jarum berbisa andalan Li Bok-chiu itu, karena itu serentak mereka terkesiap, Pada saat itu, tahu2 Li Bok-chiu telah melompat ke atas untuk kemudian turun kembali dibalik semak2 bunga cinta sana. Dalam kaget dan gusarnya, semua orang sama berteriak kuwatir pula. Rupanya dalam keadaan kepepet, Li Bok-chiu lantas ingat bahwa dirinya telan tercocok oleh duri bunga cinta itu, kalau duri itu berbisa, biarpun tercocok lebih banyak lagi juga sama saja, jadinya masuk kembalinya dia ke tengah semak2 bunga itu juga tak terduga oleh orang cerdik seperti Ui Yong dan Nyo Ko. Terlihat Li Bok-chiu lantas menyusuri semak2 bunga itu dan menerobos ke pepohonan. "Marilah kita kejar!" Seru Siu-bun sambil mendahului berlari ke sana, namun jalanan di tengah hutan itu ternyata berliku2, hanya belasan tombak jauhnya dia sudah berhadapan dengan jalan simpang tiga sehingga dia bingung ke arah mana harus ditelusurinya. Selagi sangsi, tiba2 dari depan sana muncul lima gadis jelita berbaju hijau dan orang yang paling depan membawa sebuah keranjang bunga, empat kawannya yang ikut di belakang membawa pedang. Gadis yang berada di depan itu lantas bertanya "Kokcu menanyakan kedatangan kalian, ini entah ada keperluan apa?" Dari jauh Nyo Ko lantas, mengenali gadis itu, cepat ia berseru. "He, nona Kongsun, inilah kami yang datang!" Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kiranya gadis jelita itu adalah Kongsun Lik-oh.. Begitu mendengar suara Nyo Ko seketika sikapnya lantas berubah, dengan tingkah cepat ia mendekat anak muda itu dan raenyapa. "Ah, kiranya Nyo- toako sudah kembali, tentu engkau telah berhasil dengan baik? Marilah lekas menjumpai ibu!" "Nona Kongsun, marilah kuperkenalkan beberapa Cianpwe ini," Kata Nyo Ko, lalu ia perkenalkan It-teng Taysu, Cu in dan Ui Yong. Kongsun Lik-oh tidak tahu bahwa Hwesio baju hitam di depannya ini adalah Kuku (paman adik Ibu) sendiri, ia hanya memberi hormat sekadarnya dan tidak menaruh perhatian apa2, Tapi ketika mendengar Nyo Ko menyebut Ui Yong sebagai nyonya Kwe, segera ia tahu inilah musuh besar Sang ibu yang ingin dibunuhnya itu, ternyata Nyo Ko tidak membunuhnya, bahkan membawanya ke sana, mau-tak-mau ia menjadi ragu dan curiga tanpa terasa ia mundur dua tiga tindak dan tidak memberi hormat lagi, lalu berkata. "Ibuku menyilakan para tamu keruangao tamu untuk minum." Setelah semua orang dibawa ke ruangan besar, tertampak Kiu Jian-jio berduduk di kursi di tengah lapangan itu, dan berkata. "Perempuan loyo dan cacad tidak dapat menyambut tetamu secara wajar, harap dimaafkan." Dalam ingatan Cu-in, adik perempuannya yang menikah dengan Kongsun Ci dahulu itu adalah sedang nona jelita berusia 18 tahun, siapa tahu sekarang vang dihadapinya ternyata adalah seorang nenek buruk rupa dan sudah botak. Terkenang pada kisah-hidup masa lampau, seketika pikiran Cuin menjadi kacau. Melihat sorot mata muridnya tiba2 berubah aneh, It Teng menjadi kuatir. Sudah banyak It-teng menuntun orang ke jalan yang baik, hanya muridnya inilah yang sukar diinsafkan dari kejahatannya? di masa lalu, soalnya ilmu silat Cu-in teramat tinggi, dahulu adalah seorang pemimpin besar suatu organisasi terkenal, seorang tokoh dunia persilatan dan disegani, maklumlah kalau lebih sulit memperbaiki wataknya itu daripada orang biasa. Apalagi sekarang dia menjelajah Kangouw lagi, setiap langkah selalu menimbulkan kenangan masa lampaunya dan sukar menahan gejolak perasaannya. Kiu Jian-jio menjadi ter-heran2, melihat Nyo Ko muncul lagi dalam keadaan sehat walafiat setelah lewat waktu yang ditentukan dan datang kembali, tadinya dia menyangka anakmuda itu sudah mampus oleh racun bunga cinta yang jahat itu. "Kiranya kau belum mampus?" Demikian ia tanya. "Aku sudah minum obat penawar racun dan sudah sembuh," Jawab Nyo Ko dengan tertawa.. Mau- tak mau Kiu Jian-jio menjadi sangat heran di dunia ini ternyata ada obat penawar lain yang dapat menyembuhkan racun ..bunga cinta ini, tapi mendadak pikirannya tergerak, segera ia mendengus. "Hm, kau tidak perlu berdusta. Kalau kau mendapatkan obat penawar yang mujarab, untuk apa Hwesio Hindu dan orang she Cu itu menyelinap ke sini?" "Kiu cianpwe." Kata Nyo Ko. "dimanakah kau menyekap paderi Hindu dan Cu locianpwe Sudilah engkau membebaskan mereka saja." "Hm, tangkap harimau gampang, melepaskan nya sulit..." Jengek Kiu Jian-jio. Ucapan juga beralasan. Maklumlah anggauta badannya cacat, bahwa paderi Hmdo dan Cu Cu-liul ditawannya adalah berkat pesawat rahasia yang-teratur di Coat-eeng kok ini. Kalau ke dua tawanan itu dibebaskan paderi Hindu itu tidak menjadi soal karena tidak mahir ilmusilat, tapi Cu Cu-liu tentu sakit hati dan akan menuntut balas, padahal tiada seorangpun anak murid Coat-ceng-kok ini mampu menandingi Cu Cu-liu yang lihay ini. Nyo Ko pikir kalau nenek itu sudah bicara langsung dengan kakak kandungnya mengingat hubungan baik sesama saudara, mungkin segala urusan dapat diselesaikan dengan baik, Maka dengan tersenyum. ia berkata pula. "Kiu-cianpwe, harap kau, melihat yang jelas, siapakah yang kubawa ke sini ini? Tentu engkau akan kegirangan jika mengenalinya." Namun mereka kakak beradik sudah berpisah berpuluh tahun, kini Cu-in telah memakai jubah paderi pula, walaupun Kiu jian jio sudah tahu sang kakak telah menjadi Hwesio, tapi dalam ingatannya kakaknya itu adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, seketika mana dia dapat mengenali paderi tua berjubah hitam ini. Hanya dari Kongsun Lik-oh telah didapatkan laporan bahwa Ui Yong juga datang, maka sorot matanya memandang tiap orang dan akhirnya mendelik pada Ui Yong. "Bagus! inilah Ui Yong bukan? Kau yang membunuh Toakoku?" Tiba2 ia berkata dengan mengertak gigi penuh rasa dendam. Nyo Ko terkejut, tujuannya hendak mempertemukan mereka kakak beradik, tapi Kiu jian-jio ternyata mengenali musuhnya lebih dulu, cepat ia menyela. "Kiu-locianpwe, persoalan ini ditunda saja dulu, lihatlah lagi siapa ini yang datang!" "Memangnya Kwe Cing juga datang" Bentak Kiu Jian-jio. "Bagus! Bagus! Mana dia?" Lalu dia memandang Bu Sam-thong dan mengamati Yalu Ce pula, ia merasa yang seorang terlalu tua dan yang lain masih muda, semuanya tidak memper Kwe Cing, ia menjadi bingung dan berusaha menemukan Kwe Cing diantara orang banyak. Se-konyong2 sinar matanya kebentrok pandang dengan Cu-in, seketika hati masing2 juga lantas tersentuh, Cu-in terus melompat maju sambil berseru. "Sam-moay (adik ketiga)!" Kiu Jian-jio juga berteriak "Jiko (kakak kedua)!" Serentak keduanya lantas terdiam dan sukar mengutarakan perasaan masing2. Sejenak barulah Kiu Jian-jio bertanya. "Jiko, mengapa engkau menjadi Hwesio?" "Kaki tanganmu mengapa cacat, Sammoay?" Jawab Cu-in. "terjebak oleh akal keji bangsat Kongsun Ci itu." Tutur Kiu Jian-jio. "Kongsun Ci siapa?" Cu-in menegas. "O, apakah Moaytiang (adik ipar) maksudmu? Dimana dia sekarang?" "Tidak perlu lagi kau menyebutnya Moaytiang segala!" Kata Kiu jian-jio dengan gregetan. "Keparat itu hakekatnya adalah manusia berhati binatang dia telah mencelakai dan menyiksa diriku hingga demikian ini." Cu-in tak dapat menahan rasa murkanya, teriaknya. "Ke mana perginya jahanam itu? Akan kucincang dia hingga hancur lebur untuk melampiaskan dendammu." "Meski aku terperangkap, untung tidak mati, sedangkan Toako kita malah sudah tewas," Kata Kiu Jian-jio dengan dingin. "Ya," Jawab Cu-in dengan muram. "Dan, mengapa kau diam saja?" Bentak Kiu Jian-jio mendadak. "Percuma kau memiliki Ilmu silat setinggi itu, mengapa sampai sekarang tidak menuntut belas bagi Toako kita, di maoa letak ke-Itmknmn kepada saudara tendiri?" Cu-in melengak kaget dan bergumam. "Menuntut balas bagi Toako" Saat ini juga perempuan hina Ui Yong juga berada di sini, lekas kau bunuh dia, habis itu cari lagi Kwe Cing dan binasakan dia," Bentak Kiu Jian jio pula. Dengan bingung Cu-in memandang Ui Yong, sorot matanya tiba2 berubah aneh, Cepat It-teng mendekatinya dan berkata dengan suara halus. "Cu-in, Cut-keh"-lang (orang yang sudah meninggalkan rumah) mana boleh timbul lagi pikiran membunuh? Apalagi kematian kakakmu juga akibat perbuatan sendiri dan tidak bisa menyalahkan orang." Cu-in menunduk, setelah termenung sejenak lalu berkata. "Ucapan Suhu memang benar, Sammoay, sakit hati ini tidak dapat dibalas." Mendadak Kiu Jian-jio mendamperat It-teng dengan melotot "Hweshio tua suka mengaco-belo. Jiko, keluarga Kiu kita terkenal gagah perwira, Toako kita dibunuh orang dan kau tinggal diam, lalu terhitung ksatria macam apakah kau ini?" Pikiran Cu-in menjadi kacau, ia bergumam puIa. "Terhitung ksatria macam apa diriku?" "Ya, begitulah!" Seru Kiu Jian jio pula. "Dahulu kau malang melintang di dunia Kangouw, betapa disegani namamu sebagai Tiat-ciang-cui-siang-biau, tak tersangka setelah usiamu lanjut, kau telah berubah menjadi pengecut. Kiu Jian-yim, dengarkan perkataanku ini, kalau kau tidak menuntut balas bagi Toako, maka kaupun jangan mengakui diriku sebagai adikmu." Melihat semakin hebat desakan Kiu Jian-yim diam2 semua orang mengakui kelihayan nenek botak itu... Dahulu Ui Yong pernah merasakan sekali pukulan Kiu Jian-yim yang kini bernama Cu-in Hwesio itu, untung dia ditolong lt-teng Taysu sehingga lolos dari renggutan elmaut, dengan sendirinya ia cukup kenal betapa lihaynya bekas ketua Tiat ciang pang itu. Maka sejak tadi ia sudah memperhitungkan beberapa jalan cara menyelamatkan diri apabila musuh menyerang mendadak. Ternyata Kwe Hu tidak dapat menahan perasaannya lagi, segera ia berteriak. "Ayah-ibuku hanya tidak ingin banyak urusan, memangnya kau kira beliau2 itu takut pada nenek reyot macam mu ini. Kalau banyak cingcong lagi, jangan kau salahkah nonamu ini jika kubertindak kasar padamu." Mestinya Ui Yong hendak mencegah sikap Kwe Hu itu, tapi lantas terpikir olehnya bahwa tindakan puterinya itu paling tidak akan memencarkan perhatian Cu-in yang hampir terpengaruh hasutan Kiu Jian-jio itu. Melihat sang ibu tidak mencegahnya, Kwe Hu lantas berseru pula. "Setidaknya kami ini kan tamu, kau tidak nyambut secara hormat tapi malah bersikap kurang sopan, hm, malahan kau berani membual tentang keluarga ksatria segala?" Dengan dingin Kiu Jian-jio memandang Kwe Hu bertanya. "Kau inikah puterinya Kwe Cing dan Ui Yong." "Benar," Jawak Kwe Hu.-"Kalau mampu, kau sendiri boleh turun tangan untuk menuntut balas, kakakmu sudah menjadi Hwesio, mana boleh timbul lagi pikiran yang tidak senonoh?" Seperti bergumam Kiu Jian-jio berkata. "Bagus, jadi kau ini putrinya Kwe Cing dan Ui Yong... kau puterinya Kwe Cing dan..." Belum lagi selesai ucapannya, se-konyong2 "berrrr", satu biji kurma tersembur dari mulutnya dan menyembur ke-batok kepala Kwe Hu dengan cepat dan tepat. Sudah tentu semua orang tidak menyangka bahwa selagi nenek botak itu bicara mendadak bila mengeluarkan senjata rahasia dengan mulutnya. Karena tidak ter-duga2, dan lagi ilmu menyembur biji kurma itu memang kepandaian khasnya yang maha sakti, bahkan tokoh macam Kongsun Ci juga kena dibutakan sebelah matanya, apa lagi sekarang Kwe Hu, jangankan hendak menangkis, ingin menghindarpun tak sempat terpikir olehnya. Diantara para hadirin itu hanya Nyo Ko dan Siao-liong li saja yang tahu kepandaian khas Kiu Jian-jio itu, tapi dasar pikiran Siao liong li sederhana dan polos, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa si nenek bisa mendadak menyerang orang. Hanya Nyo Ko saja yang senantiasa waspada, pandangannya tidak pernah bergeser dari wajah Kiu Jian-jio, begitu melihat bibirnya bergerak, segera pula dia melompat maju, secepat kilat ia lolos pedang dipinggang Kwe Hu terus disampukkan. "Trang" Menyusul terdengar pula suara "creng", biji kurma tersampok jatuh, tapi pedang itu juga patah menjadi dua terbentur biji kurma itu. Keruan semua orang menjerit kaget, saking terkejutnya bahkan muka Ui Yong dan Kwe Hu menjadi pucat. Diam2 Ui Yong mawas diri. "Sudah kuduga dia pasti mempunyai cara keji, tapi sama sekali tidak menduga bahwa anggauta badannya tanpa bergerak sedikitpun, tahu2 dia dapat melancarkan serangan senjata rahasia sekeji itu," Kiu Jian-jio mendelik kepada Nyo Ko, tak diduganya bahwa anak muda itu berani menolong si Kwe Hu, segera ia mendjengeknya. "Tadi kau terkena racun bunga cinta lagi, biarpun sekarang belum bekerja racunnya, rasanya kaupun takkan tahan lebih lama dari pada tiga hari saja, Kini obat yang ada cuma bersisa setengah biji yang dapat menolong jiwamu, masakah kau tidak percaya?" Waktu menolong Kwe Hu, dalam sekejap itu tentu tak sempat terpikirkan hal itu dalam benak Nyo Ko, kini mendengar ucapan Kiu Jian-jio itu, seketika ia menjadi lemas, ia lantas memberi hormat dan menjawab. "Kiu-locianpwe, Wanpwe sendiri tidak bersalah apapun padamu, kalau kau sudi memberi obat, sungguh kebaikan mana takkan kulupakan selamanya." "Ya, dapatnya kumelihat dunia ini lagi boleh dikatakan berkat pertolonganmu," Jawab Kiu Jian-jio. "Tapi aku si nenek Kiu ini pada asasnya kalau sakit hati pasti menuntut balas dan kalau utang ini belum tentu kubalas, Kau telah berjanji akan mengambil kepala Kwe Cing dan Ui Yong kesini. untuk itulah akan kuberikan obat padamu. Siapa duga janji tidak kau tepati, sebaliknya kau malah menyelamatkan musuhku, lalu apa yang perlu dikatakan tegi?" "Melihat urusan bisa runyam, cepat Kongsun Likoh ikut bicara. "Mak, dendam Kuku kan tiada sangkut-pautnya dengan Nyo-toako, Harap engkau suka... suka menaruh belas kasihan." "Tapi separuh obat ini hanya akan kuberikan kepada menantuku dan takkan kuberikan begitu saja kepada orang luar," Jawab Kiu Jian jio. Keruan Kongsun Lik-oh menjadi malu dan gelisah, mukanya berubah merah. Setelah ber-uIang2 ditolong Nyo Ko, baru sekarang Kwe Hu percaya bahwa jiwa Nyo Ko sesungguhnya memang luhur dan sama sekali tiada maksud memperalat adik perempuannya untuk menukar obat. Teringat kepada tindakan sendiri yang beberapa kali membikin celaka anak muda itu, sebaliknya orang selalu membalas sakit hati dengan kebaikan, mau-tak-mau Kwe Hu menjadi menyesali dirinya sendiri dan berterima kasih pula kepada anak muda itu. Segera ia berseru. "Nyo-toako, segala perbuatan siaumoay diwaktu yang lalu memang salah semua, mohon engkau suka memberi maaf." Nyo Ko hanya tersenyum saja, senyuman getir. Pikirnya. "Mengaku salah dan minta maaf adalah paling gampang, tapi tahukah kau betapa aku dan Liong-ji telah menderita akibat perbuatanmu itu?" Dalam pada itu dilihatnya Kiu Jian-jio sedang melotot padanya, jelas kalau dirinya tidak menyanggupi untuk menikahi putrinya, tentu si nenek takkan memberi setengah biji obat penolong jiwa itu, kalau suasana begini berlangsung terus, yang serba susah tentulah Kongsun Lik-oh dan Siao-liong-li. Maka dengan lantang dan tegas ia lantas berkata. "Aku sudah memperistri nona Liong ini, sekalipun Nyo Ko harus mati, mana boleh kujadi manusia yang tidak berbudi dan tidak setia?" Habis berkata ia lantas putar tubuh dan berjalan pergi sambil menggandeng tangan Siao-liong-li, pikirnya biarkan mereka ribut disini, kesempatan ini akan kugunakan untuk menolong paderi Hindu dan paman Cu. Ucapan Nyo Ko itu tidak saja membikin melengak Kiu Jian-jio, bahkan hati Thia Eng, Liok Bu-siang, Kongsun Lik oh dan lain2 juga tergetar. "Hm, hagus, bagus! jika kau ingin mampus, pedulikan apa dengan aku?" Jengek Kiu Jian-jio, lalu ia berpaling dan berkata kepada Cu-in. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jiko, kabarnya Ui Yong adalah ketua Kay-pang? jadi Tiat-ciang-pang kita tidak berani melawannya?" "Tiat-ciang-pang?" Cu in menegas. "Ah, sudah lama bubar, masakah kau sebut Tiat ciang pang lagi" "O, pantas, pantas!" Kata Kiu Jian-jio. "Lantaran kau sudah tidak punya sandaran, makanya nyalimu menjadi kecil." Begitulah Kiu Jian-jio terus berusaha menghasut sedangkan Kongsun Lik-oh tidak lagi mendengarkan perkataan sang ibu, pandangannya mengikuti langkah Nyo Ko yang sedang berjalan keluar itu. Mendadak ia berlari maju dan berteriak. "Nyo Ko, kau manusia yang tidak setia dan tak berbudi, anggaplah mataku ini yang buta." Nyo Ko tertegun bingung, ia heran nona yang biasanya sabar dan pendiam itu mengapa sekarang kehilangan akal sehatnya? Apakah karena mendengar pernikahanku dengan Liong-ji, lalu dia menjadi putus asa dan murka? Dengan rasa menyesal ia lantas berpaling dan berkata. "Nona Kongsun..." Mendadak Kongsun Lik-oh memaki. "Bangsat keparat, akan kubikin kau datang mudah dan pergi sukar..." Meski mulutnya memaki, tapi air mukanya ternyata ramah tamah dan ber-ulangi mengedip mata memberi isyarat. Melihat itu Nyo Ko tahu pasti ada sebab2-nya, segera iapun balas membentak. "Memangnya aku kenapa? Betapapun Coat-ceng-kokmu ini takkan mampu mempersulit diriku." Dia menghadap ke dalam sehingga dapat diIihat Kiu Jian-jio dengan jelas, maka sama sekali ia tidak berani memperlihatkan air muka yang mencurigakan. Kongsun Lik-oh lantas memaki pula. "Bangsat cilik, betapa benciku padamu, ingin kupotong, kau menjadi dua dan mengorek keluar hatimu..." Mendadak mulutnya menyemprot, sebuah biji kurma terus manyamber ke arah Nyo Ko. Sebelumnya Nyo Ko sudah bersiap, segera ia menangkap benda kecil itu dan mendengus. "Hm, lekas kau kembali sana dan takkan kuganggu kau, hanya sedikit kepandaianmu ini kau kira dapat menahan diriku?" Kembali Kongsun Lik-oh mengedipi pula agar anak muda itu lekas pergi, habis itu mendadak ia menutupi mukanya sendiri sambil menjerit. "Oh, ibu! Dia... dia menghina anak!" Segera ia berlari balik ke arah sang ibu sambil menangis, cintanya hanya bertepuk sebelah tangan", impiannya telah buyar, dengan sendirinya rasa dukanya itu benar2 timbul dari lubuk hatinya dan bakan pura2 MeIihat air mata puterinya ber-linang2, Kiu Jian-jio lantas membentak. "Anak Oh, apa2an kau ini? jiwa bocah itu sendiri takkan tahan beberapa hari saja, mengapa kau menangis baginya?" Kougsun Lik-oh terus mendekap di atas lutut sang ibu dan menangis dengan sedihnya. Sandiwara nona Kongsun ini ternyata dapat mengelabui semua orang terkecuali Ui Yong, diam2 nyonya cerdik itu merasa geli. Pikirnya. "Rupanya dia pura2 benci dan memaki Nyo Ko agar ibunya tidak curiga, dengan begitu dia akan mencari kesempatan untuk mencuri obat. Sungguh tidak nyana bocah Nyo Ko ini selalu menimbulkan kisah cinta di mana2 sehingga nona cantik sebanyak ini sama ter-gila2 padanya." Berpikir sampai di sini, tanpa terasa ia memandang ke arah Thia Eng dan Liok Bu-siang. Setelah menangkap biji kurma yang disemburkan Kongsun Lik-oh tadi, segera Nyo Ko melangkah pergi bersama dengan Siao-liong li sambil merenungkan ucapan Kongsun Lik-oh tadi yang aneh itu, seketika ia tidak paham apa maksudnya. Siao-liong-li juga melihat air muka dan isyarat Konsun Lik-oh, ia tahu sikap nona itu cuma pura2 saja, segera ia membisiki Nyo Ko. "Ko-ji, dia pura2 marah padamu, mungkin supaya ibunya tidak curiga agar memudahkan dia mencuri obat." "Semoga begitulah hendaknya," Jawab Nyo Ko. Setelah kedua orang membelok ke sana, melihat sekitarnya tiada orang lain, cepat Nyo Ko memeriksa biji kurma yang digenggamnya itu. Ternyata bukan biji kurma melainkan biji kanah, waktu di pencet, biji kanah itu lantas pecah menjadi dua. Kiranya di dalamnya tersimpan secarik kertas kecil. "Haha, ucapan nona Kongsun itu ternyata mengandung teka-teki,"-ujar Siao-liong-li dengan tertawa. "Dia bilang. "ingin kupotong kau menjadi dua dan mengorek keluar hatimu segala, kiranya demikian artinya." Cepat Nyo Ko membentang Kertas itu dan di-baca bersama, ternyata di situ tertulis . "Setengah biji obat itu tersimpan rapi oleh ibu, tentu akan kuupayakan untuk mencarinya dan kuserahkan padamu, paderi Hindu dan Cu-cianpwe terkurung di Hwe-wan-sit (kamar panggang)", lalu di samping tulisan itu terlukis sebuah seketsa peta yang menunjukkan tempat yang dimaksud. Nyo Ko sangat girang, segera ia berkata. "Marilah kita lekas pergi ke sana, kebetulan tiada orang yang akan merintangi kita." Coat-ceng-kok itu sangat luas dan dikitari bukit, selama turun temurun leluhur Kongsun Ci telah membangun lembah ini dengan berbagai macam pesawat rahasia yang mujijat, sampai di tangan Kongsun Ci dan Kiu Jian-jio bahkan telah banyak diperbaiki dan ditambah lagi dengan jalanan yang ber-liku2 dan sukar diterobos. Namun Nyo Ko dan SiaoliongIi dapat menggunakan Ginkang mereka menuju ke tempat tujuan menurut petunjuk Kongsun Lik-oh dalam petanya itu. Tidak lama sampailah mereka di suatu tempat yang rindang oleh belasan pohon raksasa, di bawah rumpun pohon itu adalah sebuah omprongan besar, yaitu bangunan yang bisa digunakan membakar genting dan bata, menuruI peta Kongsun Lik-oh, di tempat inilah paderi Hindu dan Cu Cu liu terkurung. Dengan ragu2 Nyo Ko minta Siao liong-li menunggu saja di luar, ia sendiri lantas menerobos ke dalam omprongan itu. Tapi baru melangkah masuk pintu omprongan yang sempit itu, serentak hawa panas menyerang mukanya disusul dengan suara bentakan orang. "Siapa itu?" "Kokcu memerintahkan agar tawanan dibawa ke sana," Jawab Nyo Ko. Orang itu lantas muncul dari balik dinding bata sana dan menegur-dengan heran. "He, Kau?" Nyo Ko melihat orang berseragam hijau, segera ia menjawab pula . "Ya, Kokcu menyuruh aku membawa Hwesio dan orang she Cu ini." Murid Coat-ceng-kok itu tahu Nyo Ko pernah menolong jiwa sang Kokcu sekarang, hubungan Lik-oh dengan dia juga sangat erat, besar kemungkinan anak muda ini kelak akan menggantikan sebagai Kokcu baru, maka ia tidak berani bersikap kasar, dengan hormat ia bertanya pula. "Tapi... tapi adakah tanda perintah Kokcu?" Tanpa menjawab Nyo Ko hanya berkata. "Ada, bawa aku melihat mereka dahuIu!"-Orang itu mengiakan dan Nyo Ko dibawa masuk ke dalam. Setelah memutar ke sebelah dinding sana, hawa panas semakin hebat, terlihat dua kuli sedang mengangkat kayu bakar, sekarang lagi musim dingin, tapi kedua orang itu telanjang tubuh bagian atasnya sebuah celana pendek saja yang dipakainya, sedangkan keringat bercucuran di sekujur badan mereka. Tempo hari waktu mula2 Nyo Ko datang ke Coat-ceng-kok ini dia pernah bertanding Lwekang Kim lun Hoat-ong, Nimo Singh dan lain2 di kamar berapi itu, ntaka tahulah dia tentu Cu Cu-liu dan paderi Hindu itu juga sedang di-siksa dengan api oleh Kiu Jian-jio. Orang berbaju hijau itu menggeser sebuah batu dan tertampaklah sebuah lubang, Ketika Nyo Ko mengintip ke sana, dilihatnya di bagian dalam sana adalah sebuah kamar batu seluas tiga meter persegi, Cu Cu1iu sedang duduk menghadap dinding dan lagi meng-gores2 dinding batu dengan jari telunjuk, agaknya sedang berlatih seni tulisnya yang terkenal indah itu. sedangkan paderi Hindu itu berbaring di lantai, entah masih hidup atau sudah mati. "Cu-toasiok, kudatang menolong kau." Seru Nyo Ko. Cu Cu-Iiu menoleh dan berkata dengan tertawa. "Aha, ada kawan datang dari jauh, dapatlah, aku bergembira sekarang!" Diam2 Nyo Ko kagum atas kesabaran Cu Cu-liu itu, padahal sudah tertahan sekian tama di situ. Scgera ia bertanya. "Apakah paderi sakti sedang tidur?" Dia mengajukan pertanyaan ini dengan hati berdebar, soalnya mati-hidup Siao-liong-li besar hubungannya dengap keadaan paderi asing itu. Cu Cu-liu tidak lantas menjawab, selang sejenak barulah ia menghela napas dan berkata. "Meski Susiok tidak mahir ilmu silat, tapi kepandaiannya menahan dingin dan melawan panas takdapat kutandingi, cuma beliau..." Sampai di sini, tiba2 Nyo Ko merasa diri belakang ada angin berkesiur, jelas ada orang sedang menyerangnya. Tanpa menoleh, sikutnya terus menyodok ke belakang, tapi sebelum menyentuh tubuh musuh, tahu2 angin menyamber lewat disamping telinga dan orang itupun menjerit terus jatuh terguling. Kiranya dari lubang balik jendela batu itu Cu Cu-liu dapat melihat apa yang akan terjadi, sekenanya ia comot sepotong kerikil terus disambitkan dengan tenaga jari sakti It yang ci dan tepat mengenai Hiat-to penyergap itu. Waktu Nyo Ko membalik tubuh, dilihatnya yang menggeletak di situ adalah seorang murid berbau hijau yang tidak di-kenalnya, sedangkan orang yang membawanya masuk ke situ itu tampak meringkuk di pojok sana dengan ketakutan. "Lekas membuka pintu dan membebaskan mereka keluar." Bentak Nyo Ko. "He, mana kuncinya!" Jawab orang itu dengan heran. "Katanya engkau diutus oleh Kokcu, betul tentu beliau akan menyerahkan kuncinya padamu." Nyo Ko menjadi tidak sabar, bentaknya. "Minggir sana"Segera ia angkat pedang wasiatnya, sekali tusuk. "blang", dinding tebalnya satu bata itu lantas tembus suatu lubang besar, Orang berbaju hijau itu menjerit kaget. Ber- ulang2 Nyo Ko menusuk tiga kali dengan pedangnya dan membabat dua kali secara menyilang, segera lubang tadi bertambah lebar sehingga cukup di terobos oleh tubuh manusia. Menyaksikan betapa sakti cara Nyo Ko mem-bobol dinding batu itu, kejut Cu Cu-liu sungguh luar biasa melebihi orang berbaju hijau itu, Dia didesak oleh barisan jaring berkait yang dikerahkan Kiu Jian-jio itu sehingga terjebak ke dalam rumah garangan ini. Siang dan malam di tempat tahanan dia telah berusaha membebaskan diri dengan It-yang-ci yang sakti. Dengan jarinya yang kuat itu dia telah meng-korek2 celah2 batu, tujuannya kalau celah2 batu itu sudah mulai melebar, lalu dapatlah melolos batu dinding dan dapat melarikan diri. Tapi dinding itu, dibangun dengan balok batu raksasa dan sukar digoyangkan dengan tenaga manusia, kini menyaksikan beberapa kali ayun pedangnya segera Nyo Ko dapat membobolnya, betapa lihay tenaga saktinya sungguh tak pernah dilihatnya. Tanpa terasa ia berseru memuji kesaktian Nyo Ko. Segera pula dia angkat tubuh paderi Hindu dan dikeluarkan melalui lubang dinding. Cepat Nyo Ko menariknya keluar, waktu ia pegang lengan paderi itu dan terasa rada hangat, hatinya menjadi lega, apalagi kemudian diketahui paderi itupun masih bernapas dengan baik. Setelah Cu Cu-liu menerobos keluar, lalu berkata. "Susiok hanya pingsan saja, rasanya tidak beralangan," "Mungkin beliau tidak tahan hawa panas, lekas mencari hawa segar diluar sana," Ajak Nyo Ko sambiI membawa paderi Hindu itu keluar. Siao-liong-li sedang menunggu dengan gelisah, ketika melihat Nyo Ko bertiga keluar, dengan girang ia lantas memapak maju. "Supaya cepat siuman akan kucarikan air untuk cuci muka paderi sakti," Kata Nyo Ko. "Tidak, Susiok pingsan karena kena racun bunnga cinta." Tutur Cu Cu-liu. Nyo Ko dan Siao-Iiong-li sangat heran dan tanya berbareng. "Mengapa bisa begitu?" Dengan menghela napas Cu Cu-liu menutur. "Menurut cerita Susiok, katanya bunga cinta begitu sudah lenyap dari bumi negeri Thian-tiok (Hindu) dan entah cara bagaimana tersebar ke daerah Tionggoan sini, kalau tersebar lebih luas lagi tentu akan mendatangkan bencana besar, dahulu di negeri Thian-tiok bunga ini juga telah menimbulkan korban yang tidak sedikit. Selama hidup Susiok mempelajari ilmu penyembuhan racun, tapi kadar bunga ini teramat aneh, ketika masuk ke lembah ini beliau sudah tahu sukar mendapatkan obatnya yang mujarab, yang diharapkan hanya mencari suatu resep cara pengobatannya saja. Dengan tubuh Susiok sendiri untuk mencoba racun bunga ini untuk mengetahui betapa kadar racunnya, dengan begitu akan dibuat obat penawarnya." "Kata Budha. kalau aku tidak masuk neraka, siapa yang akan masuk neraka? Demi menyelamatkan sesamanya, paderi sakti rela menghadapi bahaya sendiri sungguh harus dipuji dan sangat mengagumkan," Demikian kata Nyo Ko. "Dan entah sampai kapan kiranya paderi sakti dapat siuman kembali?" "Susiok telah mencocok tubuh sendiri dengan duri bunga itu, katanya kalau perhitungannya tidak meleset, setelah tiga hari tiga malam tentu beliau dapat siuman kembali dan sampai kini sudah hampir genap dua hari," Tutur Cu-liu. Nyo Ko saling pandang dengan Siao-liong-li, kata mereka. "Paderi ini harus pingsan tiga-hari tiga-malam, jelas dia keracunan sangat berat. Untungnya kadar racun bunga ini bekerja menurut keadaan orangnya, jika timbul napsu birahi, akan bekerja dengan sangat lihay. Paderi Hindu yang alim dan suci ini menganggap segala apa di dunia ini hanya kosong belaka, melulu ini saja beliau jelas di atas orang biasa." Sejenak kemudian Siao-liang-li bertanya "Kalian mendapatkan bunga jahat itu?" "Setelah kami terkurung di sini, kemudian datang seorang nona jelita menjenguk kami." "Apakah nona yang berperawakan langsing, bermuka putih dan pada ujung mulut ada sebuak andeng2 kecil?" Siao-liong li menegas. "Betul," Jawab Cu Cu-liu. Siao-liongli tersenyum kepada Nyo Ko, lalu berkata pula kepada Cu Cu-liu. "Nona itu adalah puteri Kokcu sini, nona Kongsun Lik-oh, ketika mendengar kalian berdua datang mencari obat demi Nyo Ko, tentu saja dia melayani kalian dengan istimewa, kecuali tidak berani membebaskan kalian, apapun yang kalian minta tentu akan diturutinya." "Memang benar," Ujar Cu Cu-liu. "kettka susiok minta dia membawakan tangkai bunga cinta dan kumohon dia bantu menyiarkan berita minta bantuan kepada Suhu, semuanya telah dia laksanakan dengan baik, Caranya dia memanggang kami di tempat ini juga dikurangi apinya sehingga kami dapat bertahan sampai sekarang, Sering kutanya siapa dia, tapi dia tak mau menjelaskan, tak tersangka dia adalah puteri sang Kokcu." "Malahan bisanya kami menemukan kalian di sini juga atas petunjuk nona itu," Tutur Siao-Iiong-li. "Gurumu It-teng Taysu juga sudah datang," Demikian Nyo Ko menambahkan. "Aha, lekas kita keluar," Seru Cu Cu-liu kegirangan. "Tiba2 Nyo Ko mengerut kening dan berkata pula. "pula Cu-in Hwesio juga ikut datang, dalang urusan ini mungkin ada kesulitan." "Kalau Cu-in Suheng juga datang kan lebih baik?" Ujar Cu-liu heran. "Pertemuan kembali mereka kakak beradik, sedikitnya Kiu-kokcu akan memikirkan hubungan baik persaudaraan mereka." Nyo Ko lantas menceritakan keadaan Cu-in yang kurang waras itu serta cara bagaimana Kiu Jian-jio telah menghasut sang kakak. "Jika Kwe hujin juga sudah berada di sini, maka segala urusan tentu akan beres," Ujar Cu Cu-liu. "Kwe-hujin pintar dan cerdik, ditambah lagi Suhuku serta kelihayan Nyo-heng, betapapun besarnya persoalan juga tidak perlu dikuatirkan lagi. Yang kupikirkan sekarang justeru kesehatan Susiok." Nyo Ko juga merasa paderi Hindu itu perlu diselamatkan lebih dulu, maka ia lantas mengusulkan. "Marilah kita mencari dulu suatu tempat yang aman untuk menyegarkan pikiran paderi sakti. Biarlah kita menjagai dia." "Tapi mana ada tempat yang aman?" Ujar Cu-liu sambil berpikir, ia merasa setiap tempat di Coat-ceng-kok ini sama aneh dan berbahayanya. Tiba2 hatinya tergerak dan berkata pula. "Kukira tetap berada di sini saja." Nyo Ko melengak, tapi segera ia paham maksud orang, katanya dengan tertawa. "Ucapan Cu-toasiok memang sangat tepat. Tempat ini tampaknya berbahaya, tapi sebenarnya adalah tempat yang paling aman di lembah ini, asalkan kita tawan kedua orang berbaju hijau ini agar tidak membocorkan kejadian di sini, maka bereslah segala urusan." "Urusan ini tidak sulit," Kata Cu Cu-Iiu dengan tertawa sambil menutukkan jarinya dari jauh lalu ia pondong paderi Hindu itu dan berkata pula. "Tinggal di rumah omprongan ini tentu aman dan tenteram bagiku, Nyo heng berdua lebih baik pergi lagi ke sana untuk membantu guruku apabila perlu." Teringat kepada keadaan lt-teng Taysu yang masih terluka, sedangkan sifat baik-buruk Cu in sukar diraba, kalau dirinya menunggui paderi Hindu itu rasanya terlalu mementingkan dirinya sendiri. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekarang Cu Cu-liu telah membawa paderi itu ke dalam rumah garangan itu, segera iapun mengajak Siao-liong-li kembali ke tempat semula. Sementara itu di ruangan besar Coat ceng-kok sudah lain lagi suasananya. Ber-ulang2 Kiu-Jian-jio berusaha memancing dan menghasut sang kakak, nadanya semakin keras dan mendesak . It-teng Taysu diam saja dan menyerahkan kepada keputusan Cu-in sendiri sedangkan Cu-in tampak bingung, sebentar ia pandang adik perempuannya, lain saat dipandangnya sang guru, kemudian memandang pula kepada Ui Yong. Yang satu adalah saudara sekandung sendiri, seorang lagi adalah gurunya yang berbudi, sementara itu yang seorang lain lagi adalah musuh pembunuh kakaknya, seketika pikirannya menjadi kacau dan terjadi pertentangan batin yang hebat. Menyaksikan sikap Cu-in yang aneh, sebentar bimbang dan lain saat beringas itu, diam2 Liok Bu-siang menjadi kuatir, Dilihatnya Nyo Ko sejak tadi keluar dan sampai sekian lama belum kembali, pelahan ia lantas menarik tangan Thia Eng dan diajak keluar. "Piauci, ke mana perginya si Tolol itu?" Tanya Bu-siang sesudah di luar. Tapi Thia Eng tidak menjawabnya melainkan berkata. "Dia terkena racun bunga yang jahat, entah bagaimana keadaannya?" "Ya," Bu-siang ikut kuatir juga, Mendadak ia menambahkan. "Sungguh tidak nyana akhirnya dia dan gurunya..." "Tapi nona Liong itu memang cantik molek, orangnya juga baik, hanya gadis seperti dia setimpal menjadi jodoh Nyo-toako," Ujar Thia Eng dengan muram. "Darimana engkau mengetahui nona Liong itu orang baik? Bicara dengan dia saja kau belum pernah" Kata Bu-siang. Tiba2 suara seorang perempuan menjengek di belakangnya. "Hm, kakinya kan tidak pincang, dengan sendirinya dia orang baik," Cepat Bu-siang membalik tubuh sambil melolos goloknya, dilihatnya yang bicara itu adalah Kwe Hu. Melihat Bu-siang melolos golok, segera Kwe Hu juga melolos pedang yang tergantung di pinggang Yalu Ce yang berdiri di sampingnya, dengan mata melotot ia menantang. "Hm, kau ingin bergerak dengan aku?" Mendadak Bu-siang berkata dengan tertawa,. "Hihi, mengapa kau tidak menggunakan pedangnya sendiri?" Perlu diketahui bahwa sejak kakinya cacat, Bu-siang sangat menyesal terhadap cirinya sendiri itu, orang lainpun tiada yang pernah menyinggung dihadapannya, sekarang dia bertengkar dengan Kwe Hu dan beberapa kali nona itu selalu menyindir kakinya yang pincang itu, tentu saja ia sangat gusar, maka kontan ia balas menyindir pedang Kwe Hu yang dipatahkan oleh semprotan biji kurma Kiu Jian jio. Kwe Hu menjadi gusar juga, balasnya. "Biar pun dengan pedang pinjaman juga dapat kulabrak kau," Habis berkata pedangnya terus diobat-abitkan hingga mengeluarkan suara mendengung. "Nah, tidak tahu tua atau muda, rupanya anak keluarga Kwe memang tidak kenal sopan santun dan menghormati orang tua," Jengek Bu-siang "Baik, biar ku-ajar adat padamu agar kau mengerti cara bagaimana harus menghormati orang tua." "Huh, memangnya kau ini orang tua macam apa?" Omel Kwe Hu dengan mendongkol. "Haha, sungguh bocah yang tidak tahu adat!" Bu-siang meng-olok2 dengan tertawa. "Piauciku adalah Susiokmu, kalau kau tidak memanggil tante padaku juga harus memanggil bibi, Kalau tidak percaya boleh kau tanya Piauciku ini." -Lalu iapun menuding Thia Eng, Ketika Thia Eng bertemu dengan Ui Yong, memang betul Kwe Hu juga mendengar ibunya menyebut nona itu sebagai Sumoay, namun dalam hati ia merasa penasaran dan anggap sang kakek agak keterlaluan masakah sembarangan memungut seorang murid muda belia begitu, apalagi dilihatnya usia Thia Eng sebaya dengan dirinya, rasanya juga tidak mempunyai kepandaian yang berarti. Kini dia di-olok2 Liok Bu-siang, dengan gemas ia lantas menjawab "Hm, memangnya siapa yang berani menjamin tulen atau palsu, Gwakong ( kakek luar ) termashur, siapa yang tidak kenal nama beliau dan tentunya juga, banyak manusia yang tidak tahu malu pengin mengaku sebagai anak-cucu murid beliau." Walaupun pembawaan Thia Eng berbudi halus dan pendiam, mau-tak mau ia merasa keki juga mendengar ucapan Kwe Hu itu, namun saat ini perhatiannya hanya tertuju kepada keselamatan Nyo Ko, ia tidak ingin bertengkar mengenai urusan tetek bengek itu, segera ia berkata. "Piaumoay, marilah kita pergi mencari Nyo toako saja." Bu-siang mengangguk, katanya pula kepada Kwe Hu. "Nah, kau dengar sendiri bukan ? Dia menyebut diriku sebagai Piaumoay! Memang nama Kwe-tayhiap dan Ui-pangcu juga termashur di seluruh jagat, tentunya juga tidak sedikit manusia tidak tahu malu yang ingin menjadi - putera-putri beliau2 itu" Habis ini ia sengaja mencibir, lalu melangkah pergi- Sejenak Kwe Hu melengak, ia tidak paham siapakah yang ingin mengaku sebagai putera-puteri ayah-bundanya? Tapi segera ia dapat menangkap ucapan Liok Bu-siang itu, jelas secara tidak langsung orang hendak memaki dia sebagai anak haram, menganggap dia bukan anak kandung ayah-ibunya. Sesungguhnya ucapan Bu-siang inipun rada keji, sedangkan watak Kwe Hu juga memang pemberang, begitu mengetahui arti ucapan Bu-siang itu, ia tidak tahan lagi, segera ia memburu maju, tanpa bicara pedangnya terus menusuk ke punggung lawan. Mendengar angin tajam menyamber dari belakang cepat Bu-siang memutar goloknya menangkis "trang", lengan terasa kesemutan. "Hm, kau berani memaki aku anak liar?" Bentak Kwe Hu murka, kembali ia menyerang secara ber-tubi2. Sambil menangkis Liok Bu-siang menjengek pula. "Hm, Kwe-tayhiap adalah orang yang berbudi luhur, Ui-pangcu adalah puteri kesayangan Tho-hoa-tocu, mereka betapa tinggi budi pekerti beliau itu." "Memangnya perlu kau jelaskan pula? Tidak perlu kau memuji ayah-bundaku untuk membaiki aku" Dengus Kwe Hu, disangkanya Bu-siang memuji ayah-ibunya dengan setulus hati, maka daya serangannya menjadi rada kendur. Tak tahunya Bu-siang lantas menyambung pula. "Tapi bagaimana dengan kau sendiri? Huh, kau telah membuntungi lengan Nyo toako, tanpa cari keterangan lebih dulu lantas memfitnah orang, tindak tanduk cara begini mana ada kemiripan dengan kepribadian Kwe tayhiap dan Ui-pangcu, betapapun orang harus merasa sangsi." "Sangsi apa2" Tanya Kwe Hu. "Hm, boleh kau pikir sendiri, buat apa tanya?" Jengek Bu-siang ketus. Pertengkaran kedua nona itu disaksikan Yalu Ce, ia tahu watak Kwe Hu lebih lugu dan tidak secerdik Busiang, kalau adu mulut pasti kalah maka ia lantas menyela. "Nona Kwe, jangan bicara lebih banyak lagi dengan dia." Dalam marahnya Kwe Hu ternyata tidak paham maksud anak muda itu, ia menjawab. "Kau jangan ikut campur, aku justeru ingin tanya dia lebih jelas." Bu-siang juga melotot kepada Yalu Ce dan taerkata; "Huh, kelak baru kau tahu rasa." Muka Yalu Ce menjadi merah, ia tahu arti ucapan Bu-siang itu, jelas si nona dapat melihat dia telah jatuh cinta kepada Kwe Hu, maka Bu-siang sengaja ber olok2, maksudnya jika mendapat isteri yang galak dan warok begitu kelak pasti akan banyak mendatangkan kesukaran bagimu. Melihat air muka Yalu Ce mendadak berubah merah, Kwe Hu menjadi curiga dan bertanya. "Apakah kau juga menyangsikan aku ini bukan anak kandung ayah-ibuku?" "Tidak, tidak," Cepat Yalu Ce menjawab. "Marilah kita pergi saja, jangan urus dia." Tapi Bu-siang lantas menanggapi "Sudah tentu dia sangsi, kalau tidak mengapa dia mengajak kau pergi?" "Muka Kwe Hu menjadi merah padam, tangan memegang pedang, tapi takdapat mendebatnya." Yalu Ce kuatir si nona salah paham, terpaksa ia bicara lebih gamblang, katanya. "Cara bicara nona ini tajam dan menusuk perasaan, kalau mau ber-tanding boleh bertanding saja, tapi jangan banyak omong." "Nah, tahu tidak kau? Maksudnya kau tidak pintar omong dan bodoh bicara, semakin banyak bicara semakin memalukan saja," Sela Bu-siang pula. Dalam hati Kwe Hu sekarang memang sudah timbul perasaan aneh terhadap Yalu Ce, anak gadis yang baru merasakan madu nya cinta selalu timbul perasaan kuatir dan cemas, setiap ucapan orang lain yang menyangkut sang kekasih, walaupun tidak beralasan sama sekali, tentu akan dipikirkannya secara boIak-balik serta dimamah dan dirasakannya. Raja Silat Karya Chin Hung Rase Emas Karya Chin Yung Pendekar Misterius Karya Gan Kl