Kembalinya Pendekar Rajawali 66
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 66
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Tapi dasar Kiu jian-jio memang suka curiga, ia merasa tawaran Ui Yong ini teramat menguntungkan pihaknya dan rasanya tidak masuk akal, maka dengan suara parau ia menegas. "Kau adalah musuhku, tapi kau kuserang dengan tiga biji kurma, sebenarnya tipu muslihat apa dibalik usulmu ini?" Ui Yong sengaja mendekati dan membisiki. "Di sini banyak orang, mungkin tidak sedikit orang yang bermaksud jahat padamu, betapapun kau harus ber-jaga2." Tanpa terasa Kiu Jian-jio mengerling anak buahnya, ia pikir orang2 ini memang sebagian besar adalah orangnya tua bangka Kongsun Ci dan harus waspada terhadap kemungkinan. Karena itu iapun mengangguk atas bisikan Ui Yong itu. Lalu Ui Yong mendesis lagi. "Sebentar lagi lawanmu pasti akan turun tangan, aku sendiripun menyadari berada di tempat yang berbahaya, karena itu sengketa kita harus cepat diselesaikan tak perduli diriku akan mati atau hidup yang terang nanti be ramai2 kita dapat menghadapi musuh bersama. Selain itu si Nyo Ko telah banyak menanam budi padaku, sekalipun jiwaku melayang baginya juga harus kudapatkan Coat-ceng-tan. Orang hidup harus tahu membalas budi, kalau tidak, lalu apa bedanya antara manusia dan binatang?" Habis berkata ia terus melangkah mundur kembali dan mengawasi gerak-gerik Kiu Jian-jio. Betapapun tipis budi Kiu Jian jio, namun ucapan Nyo Ko tentang "manusia yang tidak tahu balas budi tiada bedanya seperti binatang" Mau-tak-mau menyentuh juga hati nuraninya, pikirnya. "Memang benar juga, kalau saja aku tidak ditolong si Nyo Ko itu, saat ini aku pasti masih terasing dan tersiksa di kolam buaya di bawah tanah itu. Tapi pikiran itu hanya timbul sekilas saja lantas lenyap pula, serentak timbul lagi pikiran jahatnya, katanya dengan dingin. "Hm, betapapun kau putar lidah juga takkan mampu mempengaruhi hati nenekmu yang yang sekeras baja ini. Hayolah mulai kau menyingkir duIu, dia harus rasakan tiga biji buah kurmaku." "Baiklah, akan kuterima seranganmu tiga kali, matipun aku tidak menyesal," Kata Ui Yong sambil menggeser ke tengah ruangan dan berjarak sepuluh meter dari Kiu Jian-jio? "Nah, silahkan mulai!" Meski Bu Sam-thong dan lain2 cukup kenal kepintaran Ui Yong banyak tipu akalnya, tapi betapa lihaynya senjata rahasia Kiu Jian-jio juga telah mereka saksikan sendiri. Kini tanpa senjata Ui Yong hanya berdiri menunggu serangan saja betapa hal ini membuat mereka ikut kebatkebit. Yang paling kuatir adalah Kwe Hu, ia coba menarik lengan baju sang ibu dan membisikinya. "lbu, kita cari suatu tempat sepi dan engkau dapat memakai kaos kutang duri landak yang kupakai ini, dengan demikian tentu takkan takut lagi kepada senjata rahasia musuh." "Jangan kuatir, boleh kau saksikan kelihayan ibumu nanti," Ujar Ui Yong dengan tersenyum. "Awas...." Mendadak Kiu Jian-jio membentak belum lenyap suaranya, secepat kilat satu biji kurma telah menyamber ke perut Ui Yong. Biji buah kurma itu sangat kecil, akan tetapi daya sambernya begitu keras dan membawa suara mendenging. Kontan Ui Yong menjerit satu kali sambil memegangi perutnya dan setengah menungging. Keruan Bu Sam-thong, Kwe Hu dan lain2nya terkejut, sebelum mereka sempat bertindak, suara mendenging berbangkit puIa, biji kurma kedua telah menyamber ke dada Ui Yong, Kembali Ui Yong menjerit dan mundur beberapa tindak dengan terhuyung se-akan2 roboh. Melihat Ui Yong benar2 menepati janji dan tidak berkelit serta menghindar kedua biji kurma yang disemburkan juga tepat mengenai bagian mematikan di tubuh sasarannya, begitu keras tenaga semprotan biji kurma itu, biasanya batu karang keras juga dapat ditembusnya, apalagi cuma tubuh manusia, Namun Ui Yong hanya sempoyongan saja meski jelas sudah terluka, tampaknya sekuatnya ingin bertahan agar mampu diserang lagi satu kali. Diam2 Kiu Jian-jio terkesiap, baru sekarang dia mengakui Ui Yong yang tampaknya lemah gemulai itu ternyata memiliki kepandaian sejati dan benar2 seorang tokoh persilatan terkemuka. Namun iapun bergirang melihat sasarannya sudah terkena dua biji buah kurma dan jiwanya pasti suka dipertahankan itu berarti sakit hati kematian kakaknya akan terbalas. Segera biji buah kurma ketiga tersembur lagi dari mulutnya, Sekali ini yang diarah adalah tenggorokan Ui Yong, asalkan kena sasarannya, seketika musuh itu akan binasa. Bahwa perut dan dada Ui Yong jelas sudah biji buah kurma yang disemprotkan Kiu Jian-jio itu apakah benar Ui Yong yang pintar dan cerdik itu, akan dilukai begitu taja? Rupanya persoalannya tidak begitu sederhana, sebelumnya Ui Yong sudah mempunyai daya upaya ketika menyatakan siap di terang tiga kali dengan biji kurma, Kiranya diam2 Ui Yong telah menyembunyikan pedang patah Kwe Hu itu di dalam lengan bajunya, ketika biji kurma musuh tiba, sedikit angkat lengannya dapatlah ia menutupi tempat yang diarah biji kurma dengan ujung pedang patah. Cuma untuk melenyapkan suara benturan, maka ia sengaja menjerit agar orang lain tidak memperhatikan suara benturan biji kurma dan pedang patah. Ternyata akal Ui Yong benar2 dapat mengelabui Kiu Jian-jio, bahkan juga Bu Sam-thong dan lain2. Tapi sebabnya Ui Yong tidak sampai terluka sesungguhnya juga sebagian besar berkat kepandaian ilmu silatnya di samping sebagian kemujurannya. Cuma dia sengaja berlagak terluka parah, dengan demikian dapat mengurangi rasa gusar Kiu Jian-jio di samping menjaga kehormatannya sebagai Kokcu. Tapi sekarang biji kurma ketiga itu menyamber tenggorokannya, kalau angkat lengan baju dan menangisnya dengan kutungan pedang yang tersembunyi di balik lengan baju itu tentu rahasianya ini akan diketahui Kiu Jian-jio dan itu berarti dirinya telah melanggar janji. Dalam keadaan kepepet, terpaksa ia menyerempet bahaya, kedua dengkul sedikit bertekuk sehingga biji kurma yang menyambar. tiba itu tepat tertuju mulutnya, Sekuatnya Ui Yong menghimpun tenaga murni di dalam perut, sekali mulutnya terbuka, segera ia mendahului menyemburkan hawa murni, ia tahu samberan biji kurma lawan yang hebat itu juga bergantung pada hawa murni yang disemburkan Kiu Jian-jio itu, kalau hawa lawan hawa, jarak musuh lebih jauh dan dirinya lebih dekat, hal ini sangat menguntungkan pihaknya, sekalipun biji kurma itu tidak disembur jatuh sedikitnya juga akan mengurangi daya luncurnya. Tak tahunya selama ber-tahun2 Kiu Jian-jio terkurung di gua bawah tanah, karena kelumpuhan anggota badan, setiap hari dia cuma berlatih ilmu menyembur biji kurma itu tanpa terganggu urusan lain, maka daya bidiknya menjadi kuat luar biasa, sedangkan Ui Yong sudah cukup banyak melahirkan, mesti melayani suami dan mendidik murid, dengan sendirinya kekuatannya tidak sehebat Kiu Jian-jio itu. Sebab itulah ketika hawa murni disemburkan daya luncur biji kurma itu memang teralang sedikit hingga rada lambat, namun kekuatan menyambernya masih tetap dahsyat. Keruan Ui Yong terkesiap, dalam pada itu Biji kurma itu sudah menyambar tiba di depan bibirnya, dalam detik yang menentukan ini,tiada jalan lain terpaksa ia membuka mulut, biji kurma itu digigit-nya mentah2. Tentu saja giginya tergetar kesakitan dan tergetar mundur dua- tiga tindak. Kalau tadi dia berpura2 tergetar mundur, sekali ini dia benar tergetar mundur karena daya luncur senjata rahasia yang dahsyat itu. Untung juga dia dapat bertindak menurut keadaan dan cepat luar biasa, kalau tidak beberapa giginya pasti akan rontok tergetar oleh biji kurma yang lihay itu. Semua orang sama menjerit, serentak merekapun merubung maju. Ketika Ui Yong mendongak. "berr", biji kurma yang digigitnya itu disemprotkan ke atas dan menancap di belandar, lalu katanya dengan mengernyit kening. "Kiu-kokcu, setelah menerima tiga kali seranganmu ini, jiwaku sudah mendekat ajalnya, hendak lah kau menepati janji dan memberi obatnya." Kiu Jian-jio juga kaget melihat Ui Yong mampu mengigit biji kurmanya yang menyamber dengan dahsyat itu. ia melirik Lik-oh dan membatin. "Anakku sendiri terkena racun bunga cinta itu, jangankan si Nyo Ko menolak mengawini anakku, sekalipun dia menjadi menantuku juga setengah biji obat ini takkan kuberikan padanya." Padahal dengan jelas kedua biji buah kurma yang disemburkan itu tepat mengenai tubuh Ui Yong, mengapa dia tidak roboh. Namun janji sudah diberikan dan didengar orang banyak, betapa dirinya tidak boleh ingkar janji, Tapi segera ia mendapat akal, katanya. "Kwe-hujin, meski kita berdua sama2 perempuan, tapi setiap tindakan, kita harus dapat dipercaya sebagaimana kaum lelaki. Kau telah menerima tiga kali seranganku, sungguh aku sangat kagum, obat akan kuberikan padamu, cuma sebentar nanti aku ada urusan lagi, mohon kalian suka memberi bantuan." Kwe Hu menyangka ibunya benar2 terkena senjata rahasia orang, segera ia berteriak. " Jika ibuku terluka, be-rama2 kami pasti akan melabrak kau." Habis ini ia terus, bertanya pada ibunya. "Bagaimana, tubuh ibu yang terkena serangan itu?" Ui Yong tidak menjawab, sebaliknya ia berkata kepada Kiu Jian-jio. "Ucapan anak muda, hendaknya Kokcu jangan hiraukan. Betapapun siaumoay pasti akan pegang janji dan tentu akan membantu Kokcu menghalau musuh, sekarang mohon memberikan obatnya." Suara Ui Yong itu nyaring dan bertenaga, sama sekali tidak menyerupai orang yang terluka dalam, maka legalah hati Bu Sam-thong dan lain2, Hal ini juga dapat dilihat Kiu Jian-jio, ia menjadi ragu2, pikirnya. "Dia memiliki kemampuan sehebat ini, andaikan aku hendak ingkar janji juga tidak mudah, terpaksa harus kuhadapi dengan muslihat." "Baiklah," Demikian kata Kiu Jian-jio kemudian. Lalu ia berpaling dan memanggil puterinya. "Anak Oh, coba sini, ingin kukatakan sesuatu." Selama hidup Ui Yong sudah banyak menghadapi manusia2 licik dan licin, sorot mata Kiu Jian-jio yang bertingkah itu tentu saja tak terlolos dari pengamatannya, ia tahu orang pasti tidak mau menyerahkan obatnya begitu saja, cuma cara bagaimana orang akan memberi alasan, seketika ia belum dapat menerkanya. Didengarnya Kiu Jian-jio sedang berkata kepada Lik-Oh. "Coba buka ubin di depan sana, ubin kelima dihitung mulai dari depanku ini." Lik-Oh sangat heran, apakah mungkin Coat-ceng-tan itu disembunyikan di bawah ubin? Ui Yong lantas paham urusannya dan diam2 memuji kecerdikan Kiu Jian-jio, Betapa berharganya Coat-ceng-tan itu sudah jelas karena tidak sedikit orang yang sedang diincarnya. Kalau obat itu disembunyikan di tempat yang setiap hari didatangi orang, hal ini justeru takkan terduga oleh siapapun juga, selain itu obat yang tersimpan di bawah ubin ini pastilah obat tulen, tidak mungkin Kiu Jian-jio menyembunyikan obat palsu di situ sebab sebelumnya takkan diketahui bahwa persoalannya akan berkembang seperti sekarang ini, kalau Kiu Jian-jio menyuruh orang mengambil obat ke kamarnya, betapapun Ui Yong sukar memastikan apakah obat itu memang tulen atau palsu. Tapi sekarang obat itu dikeluarkan di depan orang banyak, maka ketulenan obat itu tidak perlu disangsikan lagi. Begitulah setelah menghitung sampai ubin kelima, Lik-oh lantas mengeluarkan sebilah belati dan menyungkil ubin tersebut, dibawah ubin hanya pasir campur kapur belaka dan tiada sesuatu tanda yang aneh. "Tempat penyimpanan obat itu sangat dirahasiakan dan tidak boleh diketahui orang luar, anak Oh, coba kemari, ingin kubisiki kau, K kata Kiu Jian-jio pula. Segera Ui Yong mengetahui akal bulus Kiu Jian-jio itu, tentu ada sesuatu muslihat yang akan diaturnya, Segera ia berlagak menjerit sakit sambil menungging, ia pura2 kesakitan agar mengurangi kewaspadaan Kiu Jian-jio, dengan begitu akan mudah meraba maksud tujuannya yang sesungguhnya. Tak terduga bahwa Kiu Jian-jio juga sudah memikirkan hal ini, ia sengaja membisiki Lik-oh, dengan suara lirih, biarpun Ui Yong mengikuti dengan penuh perhatian juga cuma terdengar kata2. "Coat-ceng-tan itu berada di bawah ubin", selain itu tiada terdengar apa2 lagi. Tentu saja kata2 yang didengarnya itu tidak mengherankan dia karena sebelumnya sudah diketahui tempat penyimpanan obat itu, cuma sesudah kalimat itu, lalu bibir Kiu Jian jio hanya kelihatan bergerak sedikit, suaranya teramat lirih dan tidak terdengar Tertampak Lik-oh mengernyitkan kening dan ber-ulang2 mengangguk. Selagi gelisah menghadapi detik yang gawat ini" Tiba2 terdengar It-teng Taysu berseru. "Coba ke sini, Yong-ji, ingin kuperiksa keadaan lukamu?" Waktu Ui Yong berpaling, dilihatnya It-teng berduduk di pojok sana dengan wajah penuh prihatin ia pikir setelah paderi agung itu memegang nadinya tentu akan tahu dirinya sama sekali tidak terluka Segera ia mendekat ke sana dan mengulurkan tangannya. Sambil memegang nadi Ui Yong, pelahan It-teng Taysu menyebut "O-mi-to-hud .... kata si nenek O-mi to-hud .... bahwa di situ ada dua botol... O-mi-to-hud botol sebelah timur berisi obat tulen... O mi-to-hud... botol sebelah barat berisi obat palsu dan O mi-to-hud... ia suruh puterinya mengambil obat palsu untukmu... 0-mi-to-hud" Waktu menyebut 0-mi-to-hud suaranya sengaja dikeraskan, tapi ketika mengatakan soal obat itu suaranya sengaja dilirihkan hingga hampir tak terdengar. Betapa cerdiknya Ui Yong, begitu mendengar kalimat "kata si nenck" Segera ia paham maksudnya. Rupanya Lwekang It-teng Taysu sudah mencapai tingkatan tertinggi mata telinganya jauh lebih tajam daripada orang lain, Maka kata2 Kiu Jian- jio yang dibisikkan kepada puterinya itu dapat diikuti It-teng Taysu dengan jelas, ia tahu obat itu menyangkut keselamatan jiwa Nyo Ko, maka lantas diberitahukannya kepada Ui Yong. Sudah tentu Kiu Jian-jio tidak menduga bahwa rahasianya itu dapat diketahui oleh lawan, disangkanya Hwesio tua itu benar2 lagi memeriksa keadaan- luka Ui Yong. Dalam pada itu, setelah mendengarkan pesan sang ibu, kemudian Kongsun Lik-oh mulai mengeruk tanah di bawah ubin yang dicungkilnya tadi, benar saja tangannya menyentuh dua buah botol kecil di situ, Diam2 sedih perasaannya, ia sudah bertekad akan mengambil obat yang tulen untuk menolong Nyo Ko, hanya usahanya yang baik ini entah diketahui tidak oleh anak muda itu. Segera ia keluarkan botol obat yang sebelah kanan dan berseru. "lnilah Coat-ceng-tan, ibu!" Karena dia yang merogoh tanah di bawah ubin itu maka hanya dia sendiri yang tahu bahwa yang di ambilnya itu adalah botol sebelah kanan yang berisi obat tulen, sedangkan Kiu Jian-jio dan Ui Yong mengira botol yang dikeluarkan itu adalah botol sebelah kiri. Baik botol yang berisi obat tulen maupun botol yang berisi obat palsu berbentuk dan berwarna putih porselen sama, setengah biji obat yang terisi itu juga serupa, kalau Kiu Jian-jio tidak mencobanya dengan lidah juga sukar membedakan tulen atau palsu. Menurut keyakinan Kiu Jian-jio, betapapun Kongsun Lik-oh pasti akan mengeluarkan botol berisi obat palsu untuk Nyo Ko dan obat tulen akan ditinggalkan untuk menyelamatkan dirinya senditi. Karena jiwanya yang jahat, ia nilai orang lain seperti dirinya sendiri, Sama sekali tak dipahaminya bahwa di dunia ini ada orang yang rela mengorbankan diri sendiri untuk menolong orang lain. "Berikan obat itu kepada Kwe-hujin," Demikian kata Kiu-jian-jio. Kongsun Lik-oh mengiakan sambil mendekati Ui Yong. Lebih dulu Ui Yong memberi hormat kepada Kiu-Jian-jio dan mengucapkan terima kasih. Di dalam hati ia pikir setelah mengetahui tempat obat tulen itu disimpan, tentu tidak sukar untuk mencurinya nanti. Selagi dia hendak menerima botol obat dari Lik-oh, se-konyong2 atap rumah berbangkit suara gemuruh disertai hamburan debu pasir, seketika atap rumah berlubang dan dari atas udara melompat turun seorang, serentak botol obat yang dipegang Kongsun Lik-oh terus direbutnya. "Ayah!" Lik-oh menjerit kaget laksana orang melihat hantu di siang bolong. Melihat perubahan air muka Kongsun Lik-oh yang kaget dan cemas itu, Ui Yong menjadi terkesiap pikirnya. "Jelas obat yang direbut Kongsun Ci itu adalah palsu, mengapa ini perlu merasa cemas?" Pada saat itulah pintu gerbang ruangan pendopo itupun bergemuruh didobrak orang sehingga api lilin ikut bergetar dan menambah seramnya suasana, setelah terdengar lagi suara "blang-blang" Dua kaii, palang pintu mendadak patah dan terpental hingga merusak dua buah bangku porselen, menyusul daun pintu lantas terbentang dan masuklah seorang lelaki dan 3 perempuan. Yang lelaki adalah Nyo Ko dan yang perempuan adalah Siao-Iiong-li, Thia Eng dan Liok Bu-siang. "Nyo-toato, .". ." Tanpa terasa Lik-oh berseru menyongsong kedatangan Nyo Ko, tapi segera ia merasa kurang pantas tindakannya itu dan urung bicara lebih lanjut, langkahnya juga lantas berhenti. Sejak tadi Ui Yong- terus memperhatikan sikap dan mimik wajah Kongsun Lik-oh, dari tatapan si nona terhadap Nyo Ko yang penuh rasa cinta serta kuatir itu, segera hati Ui Vong tergerak, pahamlah dia duduknya perkara, Pikirnya. "Ai, sudah menjadi ibu tiga anak masakah belum kupahami perasaan anak gadis, ibu nona Kongsun itu menyuruh dia memberikan obat palsu kepadaku, tapi dia kesemsem pada Ko ji, maka obat yang dia serahkan ini adalah obat tulen, Jadi obat yang baru direbut si tua bangka Kongsun Ci itu adalah Coat-ceng tan asli, tentu saja nona itu sangat cemas dan bingung" Kiranya waktu Nyo Ko dan Siao-liong-li hendak kembali ke ruangan pendopo, mendadak mereka bertemu dengan Thia Eng dan Liok Bu-siang. Melihat Thia Eng yang manis itu sangat lemah Iembut, Siao-liong-li menjadi sangat suka padanya,segera mereka terlibat dalam percakapan yang mengasyikkan, sedangkan Liok Bu-siang lantas ngobrol dengan Nyo Ko tentang pertarungannya dengan Kwe Hu tadi serta bercerita cara bagaimana dia telah meng-olok2 Kwe Hu dan Thia Eng telah mengalahkannya. Sifat Liok Bu-siang periang dan lincah, sejak kenal Nyo Ko, walaupun diam2 benih cintanya ber-semi, tapi mulutnya selalu menyebut Nyo Ko sebagai "si Tolol" Sebaliknya Nyo Ko juga suka berkelakar, iapun tetap menggoda Bu-siang dengan sebutan "bini cilik", Mereka mengobrol dengan gembira, sedangkan Siao-liong-li dan Thia Eng yang memang pendiam hanya bicara sebentar saja lantas kehabisan bahan cerita. "Nyo toako, bagaimana keadaanmu sekarang?" Sela Thia Eng suatu ketika. "O, tidak apa2," Jawab Nyo Ko. "Kwe-hujin banyak tipu akalnya, tentu beliau dapat mencarikan obat mujarab bagiku. Yang kukuatirkan justeru adalah lukanya." Sambil berkata iapun menuding Siao-liong-li.. Thia Eng dan Bu-siang sama terkejut dan tanya berbareng. "He, jadi Liong cici juga terluka? Mengapa kami tidak melihat sesuatu tanda apa2" "Ah, tidak apa2," Ujar SiaoIiong-li dengan tersenyum. "Dengan tenaga dalam kutahan kadar racunnya agar tidak bekerta, dalam beberapa hari saja kukira tidak beralangan." Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Racun apakah? Memangnya juga racun bunga cinta- itu?" Tanya Busiang. "Bukan," Jawab Siao iiong-li. "racun Pengpok-gin-ciam Li-suciku." "O, kiranya perbuatan si iblis Li Bok-chiu lagi," Kata Bu-siang. "Nyo-toako, bukankah engkau pernah membaca kitab pusakanya mengenai lima macam racun paling jahat itu? Biarpun lihay racun jarumnya kan tidak sulit untuk disembuhkan?" Nyo Ko menghela napas, katanya. "Tapi kadar racun jarum itu sudah meresap ke ulu hati dan sukar disembuhkan dengan pengobatan biasa." Lalu iapun menceritakan cara bagaimana dia sedang mengobati Siao-liong-li dan mendadak Kwe Hu datang dan keliru menyerangnya dengan jarum berbisa itu. Dengan gemas Bu siang menghantam batu dengan telapak tangannya dan berseru. "Kembali perbuatan anak she Kwe yang sok menang sendiri itu, Piauci, betapapun kita harus bikin perhitungan dengan dia, Memangnya kenapa kalau ayah-ibunya adalah pendekar besar jaman kini?" "Urusan inipun tak dapat menyalahkan dia, malahan berbeda dengan terbuntungnya lengannya," Kata Siao-1iong-1i. "Nanti kalau paderi sakti Thian-tiok itu sudah mendusin, beliau pasti mampu mengobati diriku." "He, siapakah paderi Thian-tiok yang kau maksud? Mengapa mesti menunggu dia mendusin? Apakah dia sedang tidur?" Tanya Bu-siang heran. "Ya, katakanlah dia sedang "tidur, harus tidur tiga hari tiga malam," Ujar Nyo Ko dengan ter-senyum, ia kuatir rahasia paderi Thian-tiok yang menggunakan tubuh sendiri sebagai kelinci percobaan untuk menyelidiki kadar racun bunga cinta didengar musuh, maka ia pikir urusan ini belum perlu diceritakan kepada Bu-siang. Pada saat itulah tiba2 dari kejauhan sana ada suara tindakan orang. Cepat Nyo Ko mendesis. "Ssst, jangan bersuara ada orang datang-" Ucapan Nyo Ko sangat lirih, tapi orang di kejauhan itu agaknya juga sangat tajam pendengarannya, seketika langkahnya juga berhenti Selang sejenak barulah terdengar pula suara tindaknya, cuma sekarang telah berubah arah, yang dituju adalah tempat sembunyi paderi Thian-tiok dan Cu Cu-Iiu itu. "Wah, celakai Musuh hendak merunduk Cu susiok berdua," Kata Siao-liong-li dengan suara tertahan. "Ssst, jangan bersuara!" Desis Nyo Ko. "Coba kita kuntit dia." Pada saat itu juga tiba2 semak2 pohon di belakang mereka ada suara kresekan pelahan, agaknya ada orang lagi sembunyi di situ. "Di mana2 ada tikus dan celurut!" Ujar Bu-siang sambil pungut sepotong batu kecil terus disambitkan ke tempat suara herkeresekan itu. Tak terduga batu yang jatuh ke tengah2 semak pohon itu ternyata tidak menerbitkan suara, jelas karena ditangkap orang dengan tangan. "Piauci, coba kita periksa siapa yang sembunyi di situ?" Ajak Bu-siang. Sementara itu Nyo Ko dan Siao liong-li berdua sudah jauh berlari ke sana, cepat Thia Eng menarik Bu-siang dan mendesis. "Marilah ikuti Nyo-toako saja, jalanan di sini sangat ruwet, jangan sampai kita terpencar." Segera Bu-siang percepat langkahnya sambil berbisik. "Yang sembunyi di semak2 sana jangan2 Li Bok-cbiu." "Dari mana kau tahu?" Tanya Thia Eng. "Sejak kecil ku tinggal bersama dia, kukenal bau-nya," Tutur Bu-siang. Thia Eng terkejut dan melangkah terlebih cepat, ia tahu mereka berdua sama sekali bukan tandingan Li Bok chiu, namun iblis itu sudah keracunan duri bunga cinta, diharap saja ajalnya sudah dekat. Kaki Bu-siang pincang sebelah, kepandaian larinya jauh dibandingkan sang Piauci, berkat bantuan Thia Eng barulah ia dapat menyusul di belakang Nyo Ko dan Siao-liong-Ii. Di bawah cahaya bulan sabit yang remang2, tampaknya Nya Ko berdua sedang menguntit seorang. Orang itu berjalan melingkar ke sana dan membelok ke situ, agaknya sangat apal jalanan di Coat-ceng-kok ini. Setelah berputar beberapa kali, mendadak orang itu lenyap entah kemana. Nyo Ko berdua lantas berhenti dan menunggu Thia Eng dan Bu-siang, sesudah dekat, anak muda itu memberitahu. "Kongsun Ci telah pulang lagi ke sini, entah muslihat keji apa yang hendak dilakukannya?" Thia Eng berdua belum pernah kenal Kongsun Ci, maka tidak tahu seluk beluk orang, sedangkan pikiran Siao-liong-Ii polos dan sederhana, dengan sendirinya iapun tidak dapat menerka apa maksud tujuan manusia licin macam Kongsun Ci. Setelah berpikir sejcnak, kemudian Nyo Ko berkata pula. "Entah bagaimana Kwe-hujin dan It-teng Taysu sedang menghadapi Hwesio gila itu, marilah kita ke sana melihatnya." Begitulah mereka lantas mencari jalan kembali ke pendopo itu, kira2 belasan tombak, di luar pen-dopo, tiba2 terlibat bayangan orang berkelebat di atas wuwungan, menyusul itu terdengarlah suara gemuruh yang keras, Kongsun Ci telah membobol atap rumah dan melompat ke bawah. "Celaka!" Keluh Nyo Ko, ia kuatir di bawah lubang atap yang bobol itu oleh Kongsun Ci telah dipasang jaring berkait untuk memancing dirinya masuk ke situ. Karena itulah ia lantas keluarkan Hian-tiat-pokiam dan membobol pintu pendopo dan menerjang masuk. Begitu berada di dalam, dilihatnya tangan kiri Kongsun Ci sudah memegang sebuah botol porselen kecil, tangan lain memutar golok menghadapi kerubutan orang dengan sikap jumawa, rupanya Kongsun Ci bergirang telah berhasil merebut Coat ceng-tan, kerubutan orang banyak itu dianggapnya soal kecil, andaikan kewalahan juga dia yakin mampu melarikan diri. Tapi sebelum ia angkat kaki, mendadak dilihatnya Nyo Ko membobol pintu dan menerjang masuk, betapa lihaynya sungguh jauh berbeda dari pada ketika saling bergebrak sebulan yang lalu, ia tidak berani menghadapi anak muda itu, segera ia meloncat ke atas deagan maksud menerobos keluar melalui lubang atap yang diboboinya tadi, ia pikir urusan paling penting sekarang adalah mengantar Coatceng-tan kepada Li Bok-chiu, soal membunuh Kiu Jian-jio dan rebut kembali Coat-ceng-kok adalah urusan lain hari dan tidak perlu ter-gesa2. Namun baru tubuhnya mengapung ke atas, tahu2 Ui Yong telah menyamber pentung bambunya yang dibuangnya tadi terus ikut meloncat ke atas, sekali pentungnya berputar, segera ia sabet kedua kaki orang. Kiu Jian-jio juga tidak tinggal diam. "Bangsat!" Bentaknya murka. "ser-ser", susul menyusul dua biji buah kurma juga lantas disemburkan mengarah perut Kongsun Ci. Waktu Kongsun Ci melompat ke atas iapun sudah menduga bekas isterinya itu pasti akan menyerangnya, maka cepat goloknya menyampuk jatuh satu biji buah kurma itu dan daya loncatnya itu tetap mengapung ke atas, dalam pada itu dilihatnya biji buah kurma kedua sudah menyamber tiba pula, sedangkan goloknya sudah disampukkan dan belum sempat ditarik kembali untuk menangkis lagi. Sebagian besar kepandaian Kongsun Ci adalah ajaran Kiu Jian-jio, apa lagi sebelah matanya belum lama dibutakan istrinya itu, tentu saja ia terkejut melihat serangan tiba pula. Dalam keadaan kepepet, agar perutnya tidak beriubang, terpaksa ia miringkan tubuh dan membiarkan pahanya tersambit biji kurma itu jika memang sukar dihindari pula. Tak terduga cara Kiu Jian-jio menyemburkan biji kurmanya ini selain membawa gaya yang indah juga amat keji tujuannya, tampaknya biji kurma itu menuju Kongsun Ci, tapi ketika sudah dekat mendadak biji kurma itu berganti haluan dan menyambar ke arah Ui Yong malah. Sudah tentu siapapun tidak menyangka senjata rahasia yang sudah jelas menyambar ke arah Kong-sun Ci itu mendadak bisa berubah sasaran, sampai orang yang maha cerdik seperti Ui Yong juga sama sekali tidak menduganya, ketika tahu apa yang terjadi dan ingin mengelak. namun sudah terlambat. Untung juga Ui Yong dapat memberi reaksi yang cepat, waktu itu iapun teiapung di udara, maka se-kuatnya ia bikin berat tubuhnya dan anjlok secepatnya ke bawah, namun tidak urung biji kurma itupun menancap di bahu kanannya. Meski berhasil mengelakkan tempat yang mematikan namun kekuatan sambitan Kiu Jian-jio sungguh dahsyat, Ui Yong merasakan sekujur badannya tergetar, tangan menjadi lemas, pentung bambu itupun jatuh ke lantai. Sejak dia menjabat ketua Kaypang dan menerima pentung penggebuk anjing itu dari Ang Jit-kong, walaupun tidak setiap pertempuran dimenangkan olehnya, tapi pentung itu sampai terlepas dari cekalan boleh dikatakan baru pertama kali ini terjadi Melihat Ui Yong rada sempoyongan seperti terluka, Bu Sam-thong, Kwe Hu dan lain2 menyangka dia sengaja berbuat demikian, maka tidak menjadi kuatir seperti tadi waktu dia pura2 terluka, Namun Nyo Ko dapat menyaksikan apa yang terjadi se-sungguhnya, cepat ia memburu maju dan mengambilkan pentung bambu dan diserahkan kembali kepada Ui Yong berbareng pedangnya yang berat itu terus menabas ke kiri dengan membawa samberan angin yang dahsyat Belum lagi Kongsun Ci sempat menggunakan goloknya, lebih dulu ia telah tergetar mundur tiga tindak. Keruan Kongsun Ci terkejut, tak terpikir olehnya bahwa selang sebulan lebih saja bocah she Nyo ini sudah buntung sebelah tangannya, namun ilmu silatnya ternyata bertambah sepesat ini, Waktu ia melirik ke sana, dilihatnya air muka Kiu Jian-jio putih pucat, jelas bekas isterinya itupun melengak kaget melihat ilmu silat Nyo Ko yang hebat itu. Sementara itu Kongsun Lik-oh berdiri diantara ayah dan ibu nya, biasanya dia sangat takut kepada sang ayah, selamanya dia tak berani membantah sepatah-kata, tapi sejak mendengar percakapan sang ayah dengan Li Bok-chiu di puncak gunung itu, diam2 ia merasa sakit hati, ia pikir betapapun buasnya binatang juga tidak makan anaknya sendiri, tapi sang ayah ternyata sampai hati mencelakai puterinya sendiri demi seorang perempuan yang baru dikenalnya, terang tiada lagi perasaan kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Mengingat dirinya sudah bertekad untuk mati, rasa takutnya seketika lenyap, segera ia mendekati Kongsun Ci selangkah dan berseru. "Ayah, dahulu kau telah membikin cacat dan menjebloskan dia ke gua di bawah tanah, kekejian itu jarang ada bandingannya di dunia ini. Malam ini di Coat-cenghong sana engkau telah bicara apa dengan Li Bok chiu?" Kongsun Ci terkesiap, dia bicara dengan Li Bok-chiu di tempat terpencil dan sunyi sepi, sama sekali tak tersangka ada orang dapat mendengarnya. Biarpun dia orang yang keji dan kejam, tapi merencanakan kejahatan terhadap puterinya betapapun membuatnya kikuk, apalagi Lik-oh membongkar rahasianya itu di depan umum, keruan air mukanya berubah, ia menjawab dengan tergagap. "Aku... aku tidak bicara apa2" "Engkau hendak mencelakai puterinya sendiri untuk membaiki seorang yang baru kau kenal," Kata Lik-oh hambar. "Sebagai puterimu, kalau engkau menghendaki kematianku sebenarnya juga tak kan kulawan. Tapi Coat-ceng-tan yang kau- ambil itu sudah dijanjikan ibu akan diberikan padaku, sekarang kembalikan saja padaku." Berbareng ia melangkah maju dan menyodorkan tangannya. Cepat Kongsun Ci menarik tangan dan memasukkan botol kecil itu ke dalam bajunya, lalu menjengek "Hm, kalian ibu dan anak lebih suka membela orang luar, yang satu durhaka kepada suami, yang lain mengkhianati ayah sendiri, semuanya bukan manusia baik2, biarlah sekarang takkan kurecoki kalian, kelak kalau datang ganjaran setimpal barulah kalian tahu rasa." Habis berkata, begitu golok dan pedangnya saling bentur dan mengeluarkan suara mendengung, segera ia menerjang keluar dengan langkah Iebar. Nyo Ko tidak paham seIuk beluk damperatan Kongsun Lik-oh kepada ayahnya tadi, tapi segera ia mengadang kepergian Kongsun Ci, lalu berkata kepada Lik-oh. "Nona Kongsun, aku ingin bertanya sesuatu padamu." Mendengar ucapan anak muda ilu, serentak timbul rasa duka dan sesal diri dalam benak Kongsun Lik-oh, pikirnya. "Soal usahaku dengan matian mengambilkan obat baginya se kali2 jangan sampai diketahui olehnya. Kelak namanya akan termashur di dunia ini dan pasti takkan ingat lagi kepada perempuan macam diriku yang bernasib malang ini, buat apa membikin dia menyesal atas tindakanku ini?" - Maka dengan suara pelahan ia menjawab. "Apa yang hendak ditanyakan Nyo toako?" "Baru saja kau mengatakan ayahmu hendak mencelakai kau demi membaiki seorang perempuan yang baru dikenalnya, siapakah gerangan perempuan itu? Mengapa bisa terjadi begitu, sudikah kau menjelaskan?" Kata Nyo Ko. "Perempuan itu ialah Li Bok-chiu, mengenai duduk perkaranya..." Lik-oh merandek, lalu menyambung. "Meski aku diperlakukan secara begini oleh ayah, betapapun dia adalah ayahku sendiri, urusan ini tidak pantas kuceritakan..." "Anak Oh, hayo bicaralah!" Mendadak Kiu Jian jio berteriak. "Kalau berani berbuat, mengapa kau tidak berani bicara?" Lik-oh menggeleng dan berkata pula dengan suara lemah. "Nyo-toako. setengah biji Coat-ceng-tan itu berada di botol yang drebut ayahku itu. O, aku... aku adalah anak yang tidak berbakti pada orang tua." Sampai di sini ia tidak tahan lagi, ia membalik tubuh sambil menangis dan berjari ke arah Kiu Jian-jio seraya beiseru. "O, ibu!" " Ucapan "aku adalah anak tidak berbakti ke pada orang tua" Bagi pendengaran Kiu Jian-jio se-akan2 Lik-oh merasa berani membangkang dan me--lawan sang ayah, padahal yang dimaksud Lik-oh sesungguhnya ada'ah karena dia tidak taat kepada perintah sang ibu. Semua orang dapat dikelabuhi oleh ucapan Lik-oh itu, hanya Ui Yong seorang saja yang paham arti sesungguhnya. Dalam pada itu diam2 Kongsun Ci bersyukur bahwa Ui Yong telah kena serangan biji kurma Kiu Jian-jio, ia berharap kedua pihak akan terjadi pertarungan sengit dengan begitu dirinya dapat menarik keuntungan dan sempat pula meloloskan diri. Dengan berlagak tertawa ia lantas berseru. "Bagus, bagus! Tidak percuma ayah sayang kepadamu, puteriku sayang! Kau dan ibumu jaga saja di situ, kita harus melabrak semua orang yang berani menerobos ke Coat-ceng-kok kita ini, seorangpun tidak boleh kabur." Habis berkata mendadak ia menerjang ke arah Ui Yong yang bersandar pada kursi itu. Cepat Kwe Hu mengacungkan pedangnya untuk membela sang ibu, Yalu Ce berdiri di sampingnya, pedangnya telah dipinjamkan kepada Kwe Hu, segera ia menyerang dari samping dengan bertangan kosong. Kongsun Ci melirik sekejap dan membatin. "Buset, sudah bosan hidup barangkali bocah ini, berani menempur aku dengan bertangan kosong?" Sekali goloknya menabas, ia desak mundur Yalu Ce, berbareng itu pedangnya yang lentik berwarna hitam itu terus menusuk tenggorokan Kwe Hu. Tanpa pikir Kwe Hu menangkis dengan pedangnya. "Awas, anak Hu!" Seru Ui Yong kuatir, Maka terdengarlah suara "creng" Sekali, pedang Kwe Hu terkutung, malahan pedang Kongsun Ci itu tidak latas berhenti melainkan terus memotong ke leher Kwe Hu. Ui Yong menjadi cemas, ia tahu sampai di mana kepandaian puterinya itu, menghadapi detik berbahaya begini percumalah tipu akal yang dimilikinya, sama sekali ia tak berdaya menolongnya. Pada saat itulah se-konyong2 Liok Bu-siang berteriak. "Tangkis dengan tangan kanan!" Karena jiwanya terancam, serangan musuh begitu cepat datangnya dan sukar mengelak, Kwe Hu tidak sempat membedakan lagi suara siapa yang berteriak padanya itu, tanpa terasa ia menurut dan angkat lengan untuk menangkis serangan maut itu. "Piaumoay, mengapa kau..." Bentak Thia Eng. Ia tahu Bu-siang benci pada Kwe Hu telah membuntungi lengan Nyo Ko, maka sekarang ia sengaja membingungkan Kwe Hu agar menangkis serangan Kongsun Ci dengan lengan agar sebelah lengannya juga terbuntung. Thia Eng berbudi halus, meski iapun sedih oleh buntungnya lengan Nyo Ko dan menganggap perbuatan Kwe Hu keterlaluan, tapi sama sekali tak pernah timbul pikirannya agar Kwe Hu menebus dosanya dengan sebelah lengannya. Sebab itulah ia merasa maksud tujuan seruan Bu-siang tadi terlalu kejam dan cepat berseru mence-gahnya. Namun sudah terlambat, pedang Kongsun Ci sudh menyamber ke lengan Kwe Hu. "Cret",lengan baju Kwe Hu tergores robek pan-jang, berbareng itu iapun tergetar sempoyongan dan jatuh kesamping, Tapi aneh juga, lengannya ternyata tidak tertabas putus, bahkan darahpun tidak mengucur. Karuan Thia Eng dan Bu-siang melongo heran, bahkan Kiu Jian jio dan Kongsun Ci juga terperanjat. Segera pula Kwe Hu dapat berdiri tegak lagi, ia sangat berterima kasih kepada Liok Bu-siang. Dasarnya dia memang seorang nona yang berpikir secara sederhana, ia mengira seruan Bu-siang tadi bermaksud baik untuk menolongnya maka tanpa pikir ia berkata. "Terima kasih atat petunjuk Cici, cuma darimana engkau tahu..." Nyo Ko pernah tinggal di Tho-hoa-to, ia tahu Ui Yong mempunyai jaket pusaka "Nui-wi-kah" (jaket duri landak) yang tidak mempan ditabas senjata tajam, maka ia tahu bisanya Kwe Hu menyelamatkan lengannya adalah berkat jaket pusakanya, ia dengar nona itu bertanya "darimana engkau -tahu...." Dan seterusnya tentu adalah "aku memakai jaket pusaka?", jika kata2 itu diucapkan berarti rahasia jaket pusaka itu akan diketahui Kongsun Ci. Padahal saat itu kelihatan Kongsun Ci dan Kiu Jian jio saling pandang sekejap dengan heran dan terperanjat Maka cepat ia berkata. "Hehe, Kong-sun-siansing, masakah kau tidak kenal nona kita ini?" Sudah tentu Kongsun Ci sudah diberitahu sekadarnya oleh Li Bok-chiu mengenai orang2 yang menyatroni Coat-ceng-kok ini, meski sudah tahu siapa Kwe Hu, tapi ia tidak mau kalah pamor, dengan dingin ia sengaja menjawab. "Huh, anak dara sekecil itu mana kutahu dia siapa?" "Nona kita ini adalah puteri kesayangan Kwe Cing, Kwe-thayhiap, cucu perempuan Tho-hoa-tocu Ui Yok-su, dia memiliki ilmu kekebalan khas ajaran keluarganya yang tidak mempan dibacok segala macam senjata tajam, pedangmu yang mirip besi tua itu tentu saja tidak dapat melukai dia." "Huh, tadi aku tidak menyerang sungguh2, memangnya kau kira aku tidak mampu melukai dia?" Jawab Kongsun Ci dengan gusar, berbareng pedangnya yang hitam itu disendalnya pelahan hingga mengeluarkan suara mendengung. Setelah lolos dari serangan maut musuh, diam2 ia berterima kasih kepada Bu-siang, ia pikir untung Liok-cici ini memperingatkan, kalau tidak mungkin jiwaku sudah melayang, tampaknya hati Liok-cici ini sebenarnya baik walaupun kata2nya tajam dan suka menyindir Dilihatnya Kongsun Ci sedang menjawab ucapan Nyo Ko tadi dan bersikap meremehkan dirinya, secara timbul lagi kecerobohannya, pikirnya. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jika aku tidak takut kepada senjatanya, asal kuterjang dan serang dia, jelas aku pasti akan menang dan tiada kalahnya, mengapa aka tidak melakukan hal ini?" Karena pikiran itu, segera ia berseru kepada Bu Siu-bun. "Kakak Bu cilik, harap pinjamkan pedangmu padaku, tua bangka Kongsun ini tidak percaya ilmu sakti keluarga Tho.hoa-to, biarlah ku-perlihatkan sedikit padanya." Tanpa bicara Bu Siu-bun menyodorkan pedangnya dan diterima Kwe Hu. Nona itu memutar pedangnya satu kali lalu berkata. "Nah, si tua Kongsun, silakan maju!" Melihat lagaknya yang men-tang2 tanpa gentar sedikitpun, sungguh mirip benar jagoan tulen yang menghadapi anak kecil saja. Sudah tentu Kongsun Ci dapat menilai anak dara ini hanya dari gerakan pedangnya saja, segera ia membentak. "Baik, akan kubelajar kenal lagi dengan kepandaianmu." Berbareng goloknya terus membacok ke muka lawan. Cepat Kwe Hu mengelak dan balas menusuk dengan pedangnya, Tapi pedang hitam Kongsun Ci mendadak melingkar tiba dan menyabet pedang Kwe Hu. Sudah tentu Kwe Hu tidak berani mengadu sen-jata, cepat ia tarik kembali pedangnya, Mendadak Kongsun Ci memegang golok dan pedang di tangan kanan, sedangkan tangan kiri terus menghantam. Diam2 Kwe Hu bergirang, ia pikir kalau tangan orang menggablok duri landak jaket pusaka-kanya itu, maka celakalah musuh. Tapi kuatir tenaga pukulan musuh terlalu lihay, bisa jadi ia sendiripun akan terluka dalam, maka ia sedikit miringkan tubuh untuk mengelakkan sebagian tenaga pukulan musuh dan membiarkan pukulan itu tetap-mengenai tubuhnya. Di luar dugaan, belum pukulan Kongsun Ci itu mencapai sasarannya, mendadak ia melompat mundur sambil berteriak. "Budak hina, menyerang orang secara menggelap." Tentu saja Kwe Hu bingung, katanya. "Sama sekali aku tidak melukai kau!" Ia menjadi heran apakah jaket pusakanya begitu lihay, belum tangan musuh menyentuhnya sudah dapat dilukainya? Ia tidak tahu bahwa sebenarnya itulah akal licik Kongsun Ci, maka ia sengaja pura2 terluka dan melompat mundur dengan sempoyongan terus berlari ke ruangan belakang, Rupanya dalam waktu yang singkat itu ia sudah memperhitungkan keadaan pihak lawan, di depan sana adalah Nyo Ko, Ui Yong dan lain2 serta si paderi tua beralis putih, maka dia sengaja meloloskan diri melalui pintu belakang. Saat itu Kongsun Lik-oh berdiri di sebelah ibu-nya. Melihat Kongsun Ci akan kabur dengan membawa obat, cepat ia memburu maju sambil berteriak. "Tunggu dulu, ayah!" Pada saat itulah mendengar suara mendenging, dua biji buah kurma juga telah menyamber ke arah Kongsun Ci. Rupanya Kiu Jian-jio kuatir senjata rahasianya itu salah mengenai puterinya sendiri, maka semburan biji buah kurma itu ditinggikan sedikit dan mengarah belakang kepala Kongsun Ci. Namun gesit sekali Kongsun Ci menunduk kepala sehingga kedua biji kurma itu menyamber lewat dan menancap di dinding. "Minggir!" Bentaknya sembari menerjang ke depan. "Tinggalkan Coat-ceng-tan..." Belum habis ucapan Koagsun Lik-oh, tahu2 Kongsun Ci sudah menubruk tiba, sekali pegang segera urat nadi pergelangan tangan gadis itu kena dicengkeramnya, menyusul tubuh berputar, Lik-oh digunakan sebagai tameng di depan, lalu Kongsun Ci membentak "Perempuan bejat, apakah kau ingin mengadu jiwa? Baiklah kita gugur bersama semuanya!" Sebenarnya biji kurma Kiu Jian-jiu sudah akan disemburkan lagi, ketika mendadak nampak keadaan berubah dan untuk menahan semprotan juga tidak keburu lagi, terpaksa ia miringkan kepala dan menyemburkan senjata rahasianya itu kesamping. Dalam keadaan terpaksa begitu, yang diharapkan Kiu Jian-jio asalkan biji kurma itu tidak tersemprot ke arah anak perempuan, sama sekali tidak terpikir siapa yang menjadi sasarannya lagi, Maka terdengarlah suara jeritan dua kali, dua anak murid berseragam hijau menggeletak binasa dengan kepala pecah dan yang lain dada berlubang. Kongsun Ci menyadari kalau ingin merebut kembali Coat-Ceng-kok, selain memerlukan bantuan Li Bok-chiu juga anak buahnya harus dipuiihkan dulu kesetiaannya, Apa yang terjadi sekarang jelas adalah kesempatan baik untuk menarik simpatik anak buahnya itu, segera ia berseru. "Perempuan jahat, kau tega membunuh anak muridku, pasti akan kubinasakan kau," Karena bicara dan sedikit merandek inilah tahu2 Nyo Ko telah mengadang jalan larinya. "Kongsun siansing, urusan kita perlu diselesaikan dahulu, jangan ter-buru2 pergi." Kata Nyo Ko. Kongsun Ci mengangkat tubuh Lik-oh ke atas, katanya dengan menyeringai "Kau berani merintangi aku?" Segera ia ber-putar2 dengan tungkak kaki sehingga makin mendekati Nyo Ko. Karena Kongsun Ci berputar dengan mengangkat tubuh Lik-oh, kalau Nyo Ko merintanginya atau Kiu Jian-jio menyerang lagi dengan biji kurma, tentu yang akan terluka adalah Kongsun Lik-oh. Dengan sendirinya Nyo Ko tidak berani sembarangan bertindak,, betapapun ia tidak mau mengorbanknn jiwa nona itu demi merebut obat bagi kepentingannya sendiri. Dalam pada itu Kongsun Ci telah menggeser maju lagi dengan memutar tubuh Kongsun Lik-oh, terpaksa Nyo Ko menyingkir ke samping. Sama sekali Lik-oh takbisa berkutik berada dalam cengkeraman sang ayah, waktu memutar ke sini dan tiba2 dilihatnya Nyo Ko menyingkir memberi jalan bagi ayahnya dengan mata yang penuh prihatin baginya, hati Lik-oh tergetar, pikirnya. "Demi keselamatanku ternyata dia rela mengorbankan obat yang dapat menyembuhkan dia itu." Walaupun kaki dan tangannya takbisa bergerak namun kepala dan lehernya dapat berputar, mendadak ia menjerit tertahan. "O, Nyo-toako!" Tiba2 batok kepalanya ditumbukkan ke ujung pedang hitam yang dipegang Kongsun Ci itu. Pedang itu sangat tajam, karuan tanpa ampun jiwa Kongsun Lik-oh melayang, tewas di tangan ayahnya sendiri. "Haya!" Teriak Nyo Ko kaget, namun sudah kasip meski bermaksud menubruk maju untuk menolong. Kongsun Ci juga terkejut dan hati terasa pedih sedikit, namun iapun tahu keadaan sangat berbahaya baginya, segera pihak lawan pasti akan menggempur nya dengan mati2an. Didengarnya suara orang menggeram gusar, tiga biji buah kurma secepat kilat telah menyamber tiba. Tanpa pikir ia lemparkan mayat puterinya ke belakang sehingga ketiga biji kurma itu seluruhnya mengenai tubuh Lik-oh yang sudah tak bernyawa itu. Menyaksikan kekejaman Kongsun Ci itu, semua orang sangat murka dan benci padanya, serentak mereka melolos senjata dan segera hendak mengerubut maju. Cepat Kongsun Ci berseru. "Wahai para anak murid! perempuan jahat itu bersekongkol dengan orang luar dan hendak membunuh segenap penghuni Coat-ceng-kok kita ini. Hayolah lekas maju dengan barisan jaring berkait kalian!" Sejak kecil anak muridnya itu memujanya seperti malaikat dewata, Soalnya tempo hari Kongsun Ci terpaksa melarikan diri setelah sebelah matanya di butakan oleh Kiu Jian-jio. Dalam keadaan kosong pimpinan, terpaksa mereka tunduk kepada perintah Kiu Jian-jio. Kini seruan Kongsun Ci telah membangkitkan kembali ketaatan mereka, serentak mereka merubung maju dengan membentangkan jaring berkait. Setiap j'aring itu lebarnya enam-lima meter dan penuh kaitan dan piiau kecil yang tajam, Biarpun kepandaian Bu Sam-tbong, Yalu Ce dan lain2 cukup tinggi juga tidak tahu cara bagaimana menghadapinya. Apabila jaring itu mengurung rapat, bukan mustahil tubuh mereka akan babak belur, Ta-pi karena kepungan barisan jaring itu, Kiu Jian-jio sendiripun terkurung di tengah. Segera ia ber-teriak2 "jangan tunduk pada ocehan bangsat tua itu, para anak murid, lekas berhenti, lekas kalian mundur!" Akan tetapi para anak murid berseragam itu anggap tidak mendengar. Bahkan Kongsun Ci terus membentak lagi memberi perintah cara bagaimana barisan jaring itu harus bekerja, Anak buahnya ternyata mengikuti perintahnya dan mendesak maju dengan jaring terbentang. Bahu kanan Ui Yong terluka, terpaksa ia gunakan tangan kiri untuk merogoh segenggam jarum terus ditawurkan, berpuluh jarum lantas menyambar ke sebelah sana. walaupun tenaga tangan kirinya tidak sekuat tangan kanan, tapi jaraknya cukup dekat pula, jumlah jarum cukup banyak, sedikitnya beberapa orang berseragam hijau akan terluka, dan kalau barisan jaring itu kebobolan segera mereka dapat menerjang keluar. Tak tahunya di atas jaring ikan itu banyak terikat batu semberani kecil yang bisa digunakan untuk menyedot senjata rahasia musuh. Maka terdengarlah suara gemerincing nyaring, berpuluh jarum Ui Yong serta paku lembut yang disemburkan Kiu Jian-jio sama lengket pada jaring ikan. "Celaka!" Keluh Ui Yong. Segera ia membentak pula. "Anak Hu, jaga kepalamu dengan pedang dan terjang maju bobolkan jaring musuh" Di antara rombongannya hanya Kwe Hu saja yang memakai jaket pusaka dan tidak takut dilukai kaitan tajam di atas jaring itu, maka Ui Yong menyerukan puterinya itu menerjang musuh. Tanpa pikir Kwe Hu memutar pedangnya dan menerjang ke sebelah kanan, Empat orang berseragam hijau membentang jaring terus dilemparkan ke-arahnya, Tapi begitu pisau kecil dan kaitan diatas jaring itu mengenai tubuh Kwe Hu, kaitan jaring itu terpental balik. Tapi ber-turut2 barisan jaring itu lantas menubruk maju lagi dari kanan-kiri, jika kepungan barisan jaring itu makin mendesak, betapapun sukar bagi Kwe Hu untuk membobolnya sekalipun dia memakai jaket pusaka yang kebal senjata tajam. Melihat keadaan berbahaya, Nyo Ko tidak tinggal diam, segera ia putar pedangnya yang maha berat itu sekali tebas, kontan sebuah jaring musuh terobek menjadi dua, keempat orang ini terbentang di-pegangi empat orang di kanan kiri.. seketika ke-empat orang itu jatuh terjungkal. Suasana menjadi kacau, mendadak dari luar ruangan pendopo itu berlari masuk dua orang kejar mengejar. Semua orang sama terkesiap demi nampak yang muncul-ini adalah Li Bok-chiu dan Cu Cu-liu. Kiranya Li Bok-chiu telah lama menunggu di puncak Coat ceng-hong dan belum nampak Kongsun Ci kembali dengan obat yang dijanjikan itu, diam2 ia mendongkol dan menyangka Kongsun Ci telah menipunya, Akhirnya ia turun dari puncak gunung itu dan mencari jalan kembali ke Coat-ceng-kok tempat Kiu Jian-jio dengan tujuan mencari kesempatan untuk merebut obat penawar racun bunga cinta menurut cerita Kongsun Ci itu. Karena tidak apal jalanan di situ, akhirnya Li Bok-chiu kesasar lagi ke tempat yang penuh tumbuh bunga cinta yang melukainya itu. Pada saat itulah tiba2 didenganiya ada suara orang berjalan mendatangi, Cepat ia sembunyi di baiik batu karang di samping semak2 bunga itu. Ia coba mengintip diri tempat sembunyinya, dilihatnya kedua orang itu yang satu berdandan sebagai sastrawan dan yang lain adalah Hwesio negeri asing. Kiranya mereka itu adalah Cu Cu-liu dan paderi Hindu. Tadinya Cu Cu-liu menunggui paman gurunya yang belum siuman itu di rumah garangan, Sesudah siuman kembali, paderi Hindu itu lantas mengajak Cu Cu-liu ke tempat bertumbuhnya bunga cinta untuk menyelidiki lebih lanjut. Setiba di semak2 bunga itu, paderi Hindu itu lantas berjongkok dan mulai meraba dan meneliti rumput di sekitar dan di bawah bunga cinta itu. Maklumlah, barang yang satu biasanya menjadi penangkal barang yang Iain. Tempat di mana ular berbisa berkeliaran, di situ pasti tumbuh obat bunga cinta itu juga pasti tumbuh di bawah atau di sekitar bunga itu. Sudah tentu tak diketahuinya bahwa Li Bok-chiu justeru sembunyi di balik batu karang sana, ketika nampak paderi itu me-runduk2 semakin mendekat tanpa bicara lagi Li Bok-chiu lantas menyerangnya dengan sebuah jarum berbisa. Orang lain saja sukar untuk mengelak serangan menggelap Li Bok-chiu itu, apalagi paderi Hindu itu tidak mahir ilmu silat, kontan saja jarum itu menancap di dadanya dan binasa. Cu Cu-liu mendengar suara mendesis pelahan itu, lalu paman gurunya menggeletak tak bergerak lagi segera ia tahu apa yang terjadi. Hanya tak diketahuinya bahwa paderi Hindu sudah mati, tanpa pikir ia memburu maju untuk menolongnya. Kesempatan baik itu tidak sia2kan Li Bok-chiu, mendadak ia menubruk keluar dari tempat sembunyinya dan pedang terus menusuk punggung Cu Cu-liu, karena tidak menyangka musuh justeru sembunyi di belakang batu, sukar bagi Cu Cu-liu untuk menghindari sergapan itu, sebisanya dia miringkan tubuh, karena itu ujung pedang Li Bok-chiu hanya melukai bahunya saja dan tidak parah. Segera Cu Cu-liu menggeser ke samping dan membalik, kontan ia balas menutuk dengan It-yang-ci. Li Bok-chiu pernah merasakan It-yang-ci yang di mainkan Bu Sam-thong, sekarang ilmu jari sakti. Cu Cu-liu ini ternyata lebih lihay, diam2 Li Bok-chiu terkesiap dan tidak berani gegabah. Setelah bergebrak beberapa jurus, Cu Cu-liu melihat sang Susiok yang menggeletak itu sama sekali tidak bergerak, cepat ia berseru. "Susiok! Susiok!" Tapi sang paman guru tetap tidak menjawab. "Hehe, jika kau ingin jawabannya, boleh kau ikut ke akhirat saja!" Ejek Li Bok-chiu sambil menyerang lagi lebih gencar, ia pikir kalau lawan berduka karena paman gurunya sudah mati, tentu pikirannya akan kacau dan mudahlah dikalahkan. Tak tahunya rasa duka Cu Cu-liu itu justeru menambah sakit hatinya kepada musuh, serangannya malah bertambah lihay tanpa kendur sedikitpun. Di bawah cahaya bulan sabit yang remang itu Li Bok-chiu melihat wajah Cu Cu-liu berubah beringas, matanya membara, serangannya tambah kalap se-akan2 tidak segan untuk gugur bersama bila perlu, diam2 Li Bok-chiu menjadi takut sendiri, setelah bergebrak lagi beberapa jurus, mendadak ia membalik tubuh terus angkat langkah seribu alias kabur. Cepat Cu Cu-liu memeriksa keadaan sang Susiok, ternyata sudah tidak bernapas lagi, sekali bersiul penuh duka, segera ia mengudak kearah Li Bok-chiu dan begitulah susul menyusul mereka telah masuk ke ruangan pendopo. "Susiok telah terbunuh oleh iblis ini, Suhu!" Seru Cu Cu-liu begitu melihat It-teng Taysu. Melihat datangnya Li Bok-chiu, Kongsun Ci kaget dan girang, segera ia berseru. "Ke sini saja Li-sumoay!" Berbareng iapun menyongsong ke sana. Meski terluka, namun pikiran Ui Yong cukup jernih, melihat sikap Kongsun Ci itu segera ia dapat menerka hubungannya dengan Li Bok-chiu, cepat ia berseru. "Ko-ji, pisahkan kedua iblis itu, jangan sampai mereka bergabung!" Namun Nyo Ko sudah putus asa demi mendengar berita kematian paderi Hindu itu, kini semuanya tak berarti lagi baginya, sisa Coat-ceng-tan itu telah diambil Kongsun Ci atau bukan sama sekali tak terpikir lagi olehnya. Maka seruan Ui Yong itu hanya disambut dengan tersenyum dan tidak ikut turun tangan. Cepat Yalu Ci jemput setengah jaring yang dirobek oleh pedang Nyo Ko tadi dan berseru. "Bu-suheng, cepat pegang ujung sana!" Beramai Bu Tun-si, Wanyan Peng dan Yalu Yan lantas memegangi ujung jaring itu dan menghadang di antara Li Bok-chiu Kongsun Ci itu tidak berhasil mengurung musuh, kini malah berbalik kena diperalat oleh musuh untuk merintangi dia sendiri benar2 senjata makan tuan. Sementara itu, suasana di ruangan itu menjadi gaduh, karena scbagaian jaringnya bobol, anak buah Kongsun Ci menjadi kacau, kesempatan itu segera digunakan Kiu Jian-jio untuk menyemburkan senjata rahaHanya, maka terdengarlah jeritan dan teriakan di sana sini, ber-turut2 lima enam orang telah roboh binasa, barisan jaring juga lantas kacau balau dan buyar. Dengan gusar Kongsun Ci ayun goloknya membacok Yalu Yan, namun Thia Eng lantas mendahului menutuknva dengan seruling kumalanya. Terpaksa Kongsun Ci menarik kembali goloknya, diam2 ia terkejut oleh keiihayan Thia Eng itu. Ber-turut2 ia menusuk dua kali dengan pedangnya dan semuanya dapat dipatahkan Thia Eng pula. Cepat Bu-siang putar golok sabitnya mengerubut maju, Percumalah Kongsun Ci menerjang kian kemari, maksudnya hendak bergabung dengan Li Bok-chiu selalu dirintangi beberapa anak muda itu, malahan terkadang ia harus waspada terhadap semburan senjata rahasia Kiu Jian-jio. ia pikir agar bisa bergabung dengan leluasa harus terjang dulu keluar rumah sana. Maka sambil memutar senjatanya ia lantas berseru. "Li-suamoay, terjang keluar saja, kita bertemu lagi di tempat tadi!" Berbareng kedua orang lantas bersuit dan melompat kekanan dan kiri, melayang lewat di samping Nyo Ko dan Siao-liong-li terus menerobos keluar rumah. Kalau Nyo Ko dan Siao-liong-li mau turun tangan, tentu kedua orang itu dapat dicegah Tapi tangan kiri Nyo Ko menggenggam kencang tangan kanan Siao-liong-li sambil melangkah keluar dengan pelahan, meski tahu jelas Kongsun Ci dan Li Bok-chiu lewat di sebelah mereka juga tidak ambil pusing. Cepat Ui Yong berseru. "Cegat Kongsun Ci itu, Liong-sumoay, Coar-ceng-tan berada padanya!" Siao-liong-li terkejut, ia pikir kalau paderi Hindu itu sudah mati, maka racun dalam tubuh Ko-ji hanya dapat ditolong dengan sisa Coat-ceng-tan itu. Segera ia melepaskan gandengan tangan Nyo Ko dan memburu ke sana. "Biarkan saja, Liong-ji!" Seru Nyo Ko. "Mana boleh dibiarkan dia pergi?" Ujar Siao-liong li. Melihat Siao-liong-li tetap mengejar dengan cepat terpaksa Nyo Ko menyusulnya. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Tugas Rahasia Karya Gan KH