Kembalinya Pendekar Rajawali 67
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 67
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Kongsun Ci dan Li Bok-chiu lari ke jurusan yang berlawanan, maka semua orang juga mengejar dengan terbagi dua rombongan. Siao-liong-li, Nyo Ko, Thia Eng dan Liok Bu-siang berempat mengejar Kongsun Ci, sedangkan Bu Sam-thong dan kedua Bu cilik, Cu Cu-liu dan Wanyan Peng berlima mengudak Li Bok-chiu. Yalu Ce, Yalu Yan dan Kwe Hu tinggal di sana mendampingi Ui Yong untuk mengawasi Kiu Jian-jio agar tidak melakukan kekejaman lain. Di antara rombongan Bu Sam-thong itu, ilmu silat Cu Cu-liu terhitung paling tinggi, tapi bahunya terluka, setelah ber-lari2 sekian lama, akhirnya ia merasa tidak tahan, waktu semua orang berhenti dan memandang Cu Cu-liu, sedikit merandek saja bayangan Li Bok-chiu lantas tak kelihatan lagi. "Kalau iblis itu sampai lolos, sungguh kita berdosa terhadap Susiok," Ujar Cu Cu-liu dengan gregetan, Mereka terus mencari kian kemari di semak2 pohon dan batu karang, tapi jejak Li Bok-chiu tetap menghiIang. "Tadi Kongsun Ci berseru padanya agar bertemu lagi di tempat semuIa," Kata Cu-liu. "Kita tidak tahu tempat mana yang dimaksudkan, tapi asalkan kita mengikuti Kongsun Ci, akhirnya iblis perempuan ini pasti akan ditemukan di sana." "Benar ucapan Sute," Ujar Bu Sam-thong. "Marilah kita lekas menguntit Kongsun Ci saja." Begitulah mereka lantas putar balik ke arah larinya Kongsun Ci tadi. Tidak lama, benarlah di depan sana terdengar suara teriakan dan bentakan orang, Bu Sam-thong memayang Cu Cu-liu agar dapat berlari lebih cepat Namun suara bentakan dan teriakan itu sebentar mendekat lain saat menjauh lagi, sekejap kemudian lantas lenyap dan keadaan sunyi senyap pula. Ribut semalam suntuk, sementara itu fajar sudah hampir menyingsing, cuaca sudah remang2. Tiba2 terlihat di depan ada jalan simpang empat, mereka menjadi bingung jurusan mana yang harus dituju? Mata Wanyan Peng lebih celi, tiba2 ia tuding sebatang pohon kecil di tepi jalan yang kedua sana dan berseru. "He, Cu cianpwe, coba lihat, batang pohon itu, baru saja dibacok orang." "Benar," Seru Cu-liu dengan girang. "Marilah kita coba mengambil jalan ini." Cepat mereka berlari ke sana. sesudah membelok kian kemari, kemudian terlihat pula batang pohon di tepi jalan ada lagi bekas bacokan serupa pohon tadi. semangat mereka terbangkit, mereka menyusur ke sana lebih cepat, pepohonan di tepi jalan makin lama makin lebat, jalanan juga semakin rusak dan sukar ditempuh. untunglah pada setiap belokan atau lintasan jalan selalu ada tanda2 bacokan golok di atas pohon atau di tanah. Kiranya tanda2 bacokan itu adalah perbuatan Liok Bu-siang atas perintah Thia Eng. Kedua nona itu mengikuti Nyo Ko dan Siao-liong-li mengejar Kongsun Ci, karena sasarannya itu lari berputar kian kemari secara menyesatkan kuatir ke-sasar, maka Thia Eng suruh Bu-siang meninggalkan tanda sepanjang jalan. Tak terduga tanda2 itu akhirnya menjadi petunjuk jalan bagi rombongan Cu Cu-liu. Begitulah setelah ber-lari2 sekian lama, hari pun sudah terang, namun pepohonan lebat di sekitar mereka menambah suasana jadi suram. jalanan menanjak dan terjal, terpaksa mereka melambatkan langkah. Tengah berjalan, tiba2 terdengar suara orang tertawa panjang di bagian atas, suaranya melengking tajam laksana burung hantu, serentak mereka berhenti dan menengadah, tertampaklah di suatu tebing yang curam di depan sana berdiri seorang sedang mendongak sambil tertawa, Siapa lagi dia kalau bukan Kongsun Ci. Di bawah tebing curam itu adalah jurang yang tak terkira dalamnya, di atasnya adalah puncak gunung yaag menjulang tinggi menembus awan. Melihat keadaan Kongsun Ci yang menyerupai orang gila itu, diam2 Cu Cu-liu berkuatir. "Kalau dia terpeleset dan jatuh ke jurang, mampusnya sih tidak perlu disayangkan, tapi Coat-ceng-tan yang dibawanya itu akan ikut lenyap juga." Segera ia memburu ke sana secepat terbang. Setelah membelok suatu tikungan, dilihatnya Nyo Ko, Siao-liong-li, Thia Eng dan Liok Bu-siang berempat sudah berdiri di tepi tebing sana dan sedang menengadah memandangi Kongsun Ci. Melihat datangnya Cu Cu-liu, dengan suara pelahan Siao-liong li lantas berkata. "Cu-toasiok, lekas engkau mencari akal untuk memancing dia turun." Cu Cu-liu coba mengamat-amati keadaan sekitar situ, dilihatnya tempat berdiri Kongsun Ci itu hanya dihubungkan oleh sebatang balok batu yang lebarnya tidak lebih dari 30 senti, jembatan dan tebing gunung sana penuh berlumut hijau, berdiri sendirian di sana saja tak bisa bergerak dengan leluasa, apalagi kalau dua orang berdesakan di sana. Maka selain memancing turun Kongsun Ci rasanya memang tiada jalan lain. Tapi Kongsun Ci adalah manusia licin dan licik, manabisa dia diakali? persoalan ini benar2 rumit. Teringat kepada budi kebaikan Nyo Ko yang telah menyelamatkan jiwa kedua anaknya yang sekarang mati-hidup Nyo Ko sangat bergantung pada obat yang berada di tangan Kongsun Ci, ia merasa sekarang inilah saatnya baginya untuk membalas budi Nyo Ko, segera ia menyingsing lengan baju dan berkata. "Biar kupergi kesana untuk menyeretnya ke sini." Tapi baru saja ia melangkah, tiba2 bayangan orang berkelebat tahu2 Thia Eng sudah mendahului di depannya dan berkata. "Aku saja yang ke-sana!" Cepat sekali ia terus melangkah ke jembatan batu yang sempit itu. Akan tetapi cepatnya Thia Eng ternyata masih kalah cepat daripada Nyo Ko, tiba2 Thia Eng merasa pinggangnya mengencang, Nyo Ko telah membelit pinggangnya dengan lengan baju yang kosong itu serta ditariknya kembali Malahan terdengar Nyo Ko membisik di telinganya. "Apa artinya diriku ini, kenapa engkau perlu berbuat begini?" Wajah Thia Eng menjadi merah dan seketika tidak sanggup bicara, Pada saat itulah suara Siao-liong-li berkata. "Tolong pinjam sebentar pedangmu!" Mendadak sesosok bayangan melayang lewat di samping Bu Tunsi dan Wanyan Peng dan tahu2 pedang mereka sudah di lolos orang, Gerakan itu sungguh secepat kilat, ketika Bu Tun-si dan Wanyan Peng melengak bingung sementara itu Siao-liong-li sudah melayang ke atas jembatan batu dan mendekati Kongsun Ci. Terkejut juga Kongsun Ci melihat Siao-liongli berani mendekat ke tempat berbahaya itu, Segera ia melangkah maju dan mengadang di ujung jembatan batu sebelum Siao-Iiong-li menyeberang ke tempatnya, Bentaknya. "Apakah kau ingin mampus?" Sambil menghunus sepasang pedang, Siao-liong-li berdoa di dalam hati semoga berhasil merebut kembali Coat-ceng-tan dan matipun ia rela, Dengan suara lembut ia lantas berkata. "Kongsun-siansing, engkau pernah menyelamatkan jiwaku, lantaran perempuan yang bernasib malang seperti diriku ini kau telah ikut menderita, sungguh aku sangat menyesal dan sedih. Kedatanganku sekarang sama sekali tidak ingin mengadu jiwa dengan kau. "Habis kau mau apa?" Tanya Kongcun Ci. "Kumohon engkau suka memberi obat untuk menolong suamiku, obat itu tidak berguna bagimu, kalau suka dihadiahkan padaku, sungguh takkan kulupakan budi kebaikanmu," Tutur Siao-liong-li. "Lekas kembali, Liong ji!" Demikian Nyo Ko berseru di seberang sana. "Setengah biji obat itu takkan menolong jiwa kita berdua, apa gunanya kau memintanya?" Melihat perawakan Siao liong-li yang cantik dan lemah gemulai menggiurkan mana Li Bok-chiu dapat menandinginya biarpun cuma tiga bagiannya, matanya yang tinggal satu mengincar dengan terkesima, tiba2 timbul lagi pikiran jahat Kongsun Ci, ia tanyai "Kau panggil bocah she Nyo itu suamiku?" "Ya, kan dia sudah menikah dengan aku," Jawab Siao-liong-li. "Asalkan kau menyanggupi suatu permintaanku, segera obat ini kuberikan," Kata Kongsun Ci. Melihat sorot mata tunggal orang yang licin itu, segera Siao-liong-Ii tahu maksudnya, katanya sambil menggeleng. "Aku sudah bersuami, mana boleh kunikahi kau lagi? Kongsun-siansing, kau tetap kesemsem padaku, namun aku sudah ada yang punya, terpaksa mengecewakan maksud baikmu." Mata Kongsun Ci yang aneh itu mendelik, bentaknya. "Jika begitu lekas kau mundur ke sana. Kalau kau tetap memusuhi aku, terpaksa aku tidak kenal ampun lagi." "Kan sia2 belaka perkenalan kita ini jika sampai kita bergebrak dan bermusuhan?" Ujar Siao-liong-li suaranya sangat halus, dalam hati ia benar2 masih merasa utang budi kepada Kongsun Ci. "Hm," Jengek Kongsun Ci. "aku justeru ingin menyaksikan bocah she Nyo itu merintih-rintih karena racun dalam tubuhnya masih bekerja, ingin melihat dia sekarat menghadapi elmaut, ingin tahu betapa cantiknya isteri setia seperti kau ini akhirnya menjadi janda muda belia yang berkabung." Makin bicara makin keji kata2nya dengan menyeringai dan mengertak gigi. Siao liong-li menyambut dengan tersenyum pedih, jawabnya. "Coba dengarkan kau, bukankah dia sedang memanggilku kembali ke sana? Begitu kasih sayangnya padaku, betapapun dia tak menghiraukan apakah racun dalam tubuhnya akan kumat atau tidak." Benar juga terdengar Nyo Ko sedang berseru, katanya. "Liong-ji, lekas kembali sini, buat apa banyak bicara dengan orang macam begitu? Kalau saja jembatan batu itu tidak terlalu sempit dan sukar dipijak dua orang, tentu sejak tadi ia sudah berlari ke sana dan menarik kembali isterinya. Jarak Kongson Ci dengan Siao-liong- li saat itu hanya satu-dua meter saja, asalkan melangkah maju setindak saja sudah dapat meraihnya. Cuma tempatnya teramat berbahaya, bila nona itu sedikit meronta saja, maka kedua orang pasti akan tergelincir bersama ke dalam jurang dan hancur lebur. Kongsun Ci menjadi serba susah, kalau tidak menawan Siao-liong li sebagai sandera, lalu cara bagaimana dirinya dapat lolos dari tebing yang buntu ini. Di lihatnya di pihak lawan hanya Nyo Ko seorang saja yang lihay, kalau dirinya menerjang mati2 an mungkin anak muda itupun takdapat mengalanginya, paling baik kalau Siao-liong-li mau mundur sesuai seruan Nyo Ko itu, lalu dirinya ikut menyeberang ke sana dan menawannya, kemudian bergabung dengan Li Bok-chiu. Setelah ambil keputusan demtkian, segera Kongsun Ci membentur pedang dan goloknya hingga menerbitkan suara mendering, bentaknya. "Lekas mundur!" Berbareng pedangnya terus menusuk Di luar dugaannya, sejak Siao-liong-li belajar ilmu berkelahi dua tangan dengan dua cara dari Ciu Pek-thong itu, kepandaiannya serentak bertambah satu kali lipat, kalaupun tubuh mengidap racun tenaga dalamnya banyak berkurang, tapi betapa hebat Giok-li-kiam-hoat yang dimainkannya dengan kedua tangan sekaligus manabisa ditandingi golok dan pedang Kongsun Ci. Dalam sekejap saja sepasang pedang yang diputar Siao liong-li itu telah berubah menjadi dua gulung sinar putih, kalau kiri bertahan, yang kanan segera menyerang dan begitu seterusnya secara bergantian Keruan Kongsun Ci menjadi kelabakan dan terdesak. Makin lama makin heran dan gelisah hati Kongsun Ci, diam2 ia menyesal, kalau tadi mengetahui orang telah berhasil meyakinkan ilmu pedang selihay ini, tentu dia takkan bergebrak dengannya. Masih untung baginya karena Siao-liong-li tidak bermaksud membunuhnya, maka untuk sekian lama Kongsun Ci masih sanggup bertahan. Begitulah mereka terus bertempur dengan sengitnya di tebing yang curam itu, tidak lama It-teng Taysu, Ui Yong, Kwe Hu, Yalu Ce dan Yalu Yari juga dan sama terperanjat menyaksikan pertarungan sengit mereka di tempat yang berbahaya itu. Kwe Hu berkata kepada Yalu Ce. "Lekas kita maju membantunya, sendirian mana Liong-cici mampu mengalahkan dia?" Biarpun watak Kwe Hu rada sembrono dan sejak kecil selalu dimanjakan sang ibu, tapi pada dasarnya sebenarnya berhati bajik. Ketika menyaksikan keadaan Siao-liong li sangat berbahaya, ia sendiripun pernah bergebrak dengan Kongsun Ci dan diketahuinya kepandaian kakek bermata satu itu sangat lihay, bahkan ibunya juga bukan tandingannya, apalagi sekarang Siao-liong li menempurnya sendirian. Tapi Yalu Ce mengatakan jembatan batu itu tak muat lagi orang lain, hal inipun memang nyata. Saking cemasnya terpaksa ia berseru "Lekas mencari akal untuk membantu Liong-cici ibu!" Padahal tanpa seruannya itu, setiap orang juga berharap bisa membantu Siao-liong li meninggalkan tempat berbahaya itu, tapi apa daya, andai kata bisa terbang ke sana juga tiada tempat untuk berpijak. Terdengar suara bentakan Kongsun Ci golok dan pedangnya menyerang serabutan, kedua pedang Siao liong-li menyamber kian kemari dengan lemasnya seperti kekurangan tenaga, kalau berlangsung, lama tampaknya dia pasti akan celaka di tangan Kongsun Ci, Hanya Nyo Ko, Ui Yong dan It-teng Taysu saja yang dapat melihat dengan jelas bahwa sesungguhnya Siao-liong-li yang lebih unggul. Sejenak puIa, dapatlah Ui Yong melihat cara bertempur Siao-liong-li itu ternyata adalah ilmu berkelahi dengan dua tangan dan dua cara. Kepandaian ini di seluruh jagat tiada orang ketiga yang paham selain Ciu Pek-tong dan Kwe Cing, maka jelas kepandaian Siao liong-li ini pasti ajaran Ciu Pek-thong. Dilihatnya Kungfu yang dimainkan Kongsun Ci sesungguhnya teramat lihay, sedangkan Siao-liong-li habis luka berat dan keracunan, tenaga dalamnya banyak susut, meski jurus serangannya lebih unggul namun dalam waktu ratusan jurus juga sukar menundukkan Kongsun Ci. Tiba2 teringat satu akal oleh Ui Yong, segera ia berkata. "Ko-ji, kau dan aku berbareng bicara pada Kongsun Ci, kau mengertak dan me-nakut2i dia, sebaliknya aku membuatnya gembira, supaya dia lengah dan perhatiannya terpencar." Habis itu ia lantas mendahului berteriak. "Hai, Kongsun-siansing, ini kabar baik bagimu, perempuan jahat Kiu Jian-jio itu sudah kubunuh tadi!" Tergetar juga hati Kongsun Ci mendengar ucapan itu, ia menjadi ragu2, setengah percaya setengah sangsi. Segera Nyo Ko ikut berseru. "Kongsun Ci, Li Bok-chiu menganggap kau ingkar janji karena tidak membawakan obat yang kau sanggupkan padanya, maka ia telah datang hendak membikin perhitungan dengan kau." "Tidak, tidak!" Cepat Ui Yong menambahkan. "Kata Li Bok-chiu, asalkan kau mampu menyembuhkan racun dalam tubuhnya, maka dia rela menjadi isterimu" "Ah, mustahil kami mau tinggal diam?" Seiu Nyo Ko pula. "Kami pasti akan berusaha menggagalkan angan2mu, kalau kau tertangkap kami, akan kami siksa kau juga dengan duri bunga cinta itu supaya kau juga tahu rasa." "Persengketaan kita dapat didamaikan, tidak perlu kau kuatir, bagaimana kalau sekarang juga kita mulai berunding?" Seru Ui Yong. "He, celaka! Pelayanmu yang kau bunuh dahulu itu telah menjadi hantu dan muncul hendak menagih jiwa padamu!" Teriak Nyo Ko. "Nah, nah, itu dia! Awas Dia berdiri tepat di belakangmu, wah, kukunya panjang2 dan tampaknya kau akan diterkamnya" Begituiah Ui Yong dan Nyo Ko berseru secara bergantian ucapan mereka sebentar membikin takut hati Kongsun Ci dan lain saat membuatnya senang. Sudah tentu Siao-Iiong-li juga dapat mendengar semua perkataan itu, cuma lantaran urusannya tidak menyangkut kepentingannya, pula dia dapat membagi pikirannya, dan dilaksanakan dengan dua tangan, serangannya sedikitpun tidak menjadi kendur sebaliknya Kongsun Ci memang sudah terdesak di bawah angin, karena pengacauan ucapan Nyo Ko dan Ui Yong itu, pikirannya semakin kacau. Akhirnya ia menjadi gemas dan membentak. "Kalian mengoceh apa? Lekas tutup mulut!" "He, awas, Kongsun Ci!" Seru Nyo Ko pula. "Siapa itu nona yang berambut semerawut di belakang itu? Lidahnya menjulur panjang, mukanya penuh darah. Ah, dia hendak mencengkeram lehermu, awasi Wah, celaka!" Meski Kongsun Ci tahu anak muda itu sengaja hendak mengacaukan pikirannya, tapi teriakan2 ngeri itu membuatnya merinding juga dan tanpa terasa ia melirik sekejap ke belakang Kesempatan itu tidak di-sia-2kan Siao-Iiongli, pedangnya menyamber tiba, dengan tepat pergelangan tangan kiri Kongsun Ci tertusuk. Dengan sendirinya pegangan Kongsun Ci menjadi kendur, golok emasnya mencelat jatuh ke jurang, sampai lama sekali barulah- terdengar kumandang suara pelahan, sanu.. seperti suara kecebur dalam air, agaknya di bawah jurang itu adalah sebuah kolajn atau sungai. Semua orang saling pandang dengan melongo, begitu lama golok itu terjatuh ke bawah barulah menerbitkan suara, maka betapa dalamnya jurang itu sungguh sukar diukur. Begitu kehilangan goloknya, jangankan menyerang lagi, untuk bertahan saja sukar bagi Kongsun Ci. sebaliknya serangan Siaoliong-li semakin lancar dan gencar, ber-turut2 ia menusuk lagi empat kali ke kanan dan ke kiri, tubuh Kongsun Ci tergeliat, pedang hitamnya kembali terjatuh lagi ke jurang dan mati kutulah dia. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sambil mengancam dada dan perut lawan dengan sepasang pedangnya, Siao-Iiong-li lantas ber-kata. "Kongsun-siansing, silakan kau menyerahkan Coat-ceng-tan dan jiwamu takkan kuganggu." "Tapi bagaimana dengan orang2 -itu?" Tanya Kongsun Ci dengan suara gemetar "Kujamin takkan membikin susah kau," Jawab Siao-liong-li. Dalam keadaan demikian yang dipikir Kongsun Ci hanya menyelamatkan jiwa belaka, segera ia mengeluarkan botol kecil itu dan disodorkan. Sambil tetap mengancam dada lawan dengan sebelah pedangnya, tangan SiaoliongIi yang lain menerima botol itu dengan perasaan girang dan pedih pula, pikirnya. "Meski aku sendiri takdapat hidup lama, akhirnya Coat-ceng-tan ini dapat kurampas untuk menolong Ko-ji." - Segera ia berlari balik ke seberang sini. Meski sebelumnya Bu Sam-thong, Cu Cu-liu dan lain2 sudah tahu ilmu silat Siao-liong-li sangat lihay, tapi sama sekali tidak menduga dia memiliki kepandaian sesakti ini, dapat sekaligus memainkan dua pedang dengan dua cara yang berlainan. Mereka pernah mendengar bahwa Ciu Pek-thong dan Kwe Cing mahir memainkan dua cara bertempur yang berbeda dengan kedua tangan, tapi mereka cuma mendengar saja dan belum pernah menyaksikan sendiri sekarang mereka dapat melihat betapa lihay kepandaian Siao-liong-li itu, mereka menjadi kagum tak terhingga. Tentu saja Yalu Ce, Yalu Yan, Thia Eng, Kwe Hu dan lain2 juga tidak kepalang kagumnya menyaksikan betapa lihay ilmu silat Siao-liong-li itu, padahal usianya sebaya dengan mereka, malahan kelihatan lemah gemulai, kalau tidak menyaksikan sendiri tentu orang takkan percaya. Sementara itu dengan gaya indah laksana bidadari turun dari kahyangan Siao-liong li telah mc layang balik dari jembatan batu sana, serentak semua orang bersorak gembira dan memuji. Cepat Nyo Ko memburu maju dan memegangi tangan sang isteri, Semua orang juga lantas merubungnya untuk bertanya. Cepat Siao-liong-Ii membuka botol porselen itu dan menuang keluar setengah butir pil, katanya dengan tersenyum simpul. "Koji, obat ini tulen bukan?" Tapi Nyo Ko memandang obat itu dengan tak acuh, jawabnya. "Memang tulen, Liong ji, bagaimana keadaanmu? Mengapa kau begini pucat? Coba kau mengatur pernapasanmu" Namun Siao-liong-li tetap tersenyum saja, Ke-tika berlari balik tadi memang sudah dirasakannya darah terasa bergolak dalam rongga dadanya, rasanya muak dan ingin muntah, tapi sekuatnya ia telah bertahan, ia tahu racun yang diidapnya itu terlalu dalam, untunglah dia telah berhasil merebut setengah biji Coat ceng tan, lebih dari itu tak terpikir lagi olehnya. Sambil menggenggam tangan Siao-liong-li yang terasa semakin dingin, dengan cemas Nyo Ko ber-tanya. "He, Liong-ji, bagaimana perasaanmu?" "Ah, tak apa2, lekas kau minum obat ini," Ujar Siao-liong-ii. "Liong-ji," Kata Nyo Ko dengan suara gemetar. "setengah biji obat ini sukar menyelamatkan jiwa dua orang, untuk apa lagi? O, Liong-ji, masakah kau belum tahu perasaanku? jika engkau mati, masakah aku dapat hidup sendirian?" Berkata sampai di sini, rasa dukanya tak tertahan, mendadak ia rampas botol beserta obatnya terus dilemparkan ternyata setengah biji obat, satu2nya obat yang dapat menyembuhkan racun yang diidapnya itu telah dibuangnya ke jurang yang tak terhingga dalamnya itu.. Kejadian ini benar2 di luar dugaan siapapun juga semua orang melengak dan segera sama berseru kaget. Siao-liong-li tahu Nyo Ko bertekad akan sehidup dan semati dengan dia, hatinya menjadi pedih, duka tercampur terima kasih pula. sehabis bertempur sengit dan racun dalam tubuhnya mulai bekerja, ia tidak tahan lagi, ia tergeliat terus jatuh pingsan dalam pelukan Nyo Ko. Kedua saudara Bu, Kwe Hu, Wanvan Peng dan anak2 muda iain tidak paham duduknya perkara, be-ramai2 mereka bertanya dan membicarakan kejadian ini. Mendadak Bu Sam thong membentak. "Li Bok-chiu, sekali ini jangan kau harap dapat lolos lagi!" Serentak iapun memburu ke lereng gunung sebelah sana. Waktu semua orang memandang ke sana, terlihat Kongsun Ci sedang berlari secepat terbang dengan Ginkangnya yang tinggi, di tanjakan lereng gunung sana tiba2 berkumandang suara tertawa orang tua, menyusul seorang muncul dengan memanggul sebuah peti besar, kiranya adalah Lo-wan-tong Ciu Pek-thong,si Anak Tua Nakal. "He, Lo-wan-tong, lekas giring To-koh jubah kuning itu ke sini!" Seru Ui Yong. "Baik boleh kalian saksikan kepandaian Lo-wan-tong!" Seru Ciu Pek-thong sambil membuka tutup peti, kedua tangannya ber-gerak2, seketika segerombolan tawon madu menyamber keluar terus menerjang ke arah Li Bok-chiu. Ketika pasukan Mongol membumi-hanguskan Cong-lam-san, kawanan Tosu dari Coan cin-kau sempat meninggalkan gunung dengan membawa kitab agama dan benda2 berharga lain, tapi yang dibawa Cui Pek-thong adalah sebuah peti yang berisi sekawanan tawon putih piaraan Siao-liong-li dahulu. Biarpun sifatnya jenaka dan tingkah- lakunya ugal2an tapi bakat Ciu Pek-thong sebenarnya sangat pintar, tanpa kenal lelah ia terus mempelajari cara memimpin kawanan tawon putih itu, akhirnya dia berhasil juga menemukan kuncinya. Sekarang ia diminta Ui Yong menggiring Li Bok-chiu, kebetulan baginya untuk pamer kepandaian yang baru berhasil dipelajarinya itu. Begitulah Kongsun Ci menjadi kaget melihat kawanan tawon itu, ia tidak berani lagi mendekati Li Bok-chiu melainkan terus menyelusup ke semak2 sebelah sana. Li Bok-chiu juga kelabakan melihat terjangan kawanan tawon itu, terpaksa ia berlari ke sini mengikuti jalanan pegunungan itu, segera Bu Sam-thong didahului kedua puteranya serta Liok Bu siang dan Thia Eng memapak dengan senjata terhunus. Tiba2 Yalu Ce berteriak. "Lihay benar engkau Suhu! Lekas engkau simpan kembali kawanan tawon itu ke dalam kandang!" Segera Ciu Pek-thong ber-kaok2 ingin menggiring kembali kawanan tawon itu ke dalam peti, tapi di tengah ribut2, mana kawanan tawon mau menuruti perintahnya? Sambil tetap men-dengung2 gerombolan tawon putih itu tetap mengejar ke arah Li Bokchiu. Kuatir Li Bok-chiu kabur lagi, tanpa menghiraukan sengatan tawon, segera Bu Sam-thong mengudak ke sana. "Liong-ji. Liongji!" Nyo Ko merangkul Siao-liong-li dan memanggilnya pelahan. Siao-liong-li membuka matanya sedikit2, telinganya mendengar suara mendengung tawon hingga rasanya seperti sudah berada di kediaman lama di Cong-lam-san, hatinya menjadi girang dan bertanya. "Apakah kita sudah berada di rumah?" Tapi setelah tenangkan diri baru ingat apa yang terjadi tadi. Segera ia bersiul pelahan beberapa kali, lalu membentak pula beberapa kali, seketika kawanan tawon putih itu ber-putar2 di sekeliling Li-Bok chiu dan tidak terbang serabutan lagi. "Suci." Katanya. "selama hidupmu telah banyak dosa, apakah sekarang kau tidak menyesal?" Wajah Li Bok-chiu pucat seperti mayat, jawabnya. "Mana itu Coat-ceng-tan?" Siao-liong-li tersenyum pedih, katanyaj "Coat ceng tan itu sudah terlempar ke dalam jurang, Mengapa kau membunuh paderi Hindu itu? Kalau dia tidak mati, bisa jadi jiwaku dan jiwa Ko-ji dapat tertolong, bahkan kaupun dapat diselamatkan." Mendelong perasaan Li Bok-chiu, ia tahu Sumoay nya ini selamanya tidak suka omong ko-song. Diam2 ia merasa menyesal bahwa jarumnya telah menewaskan paderi Hindu itu sehingga dirinya sendiri juga ikut celaka. Sementara itu Bu Sam-thong dan lain2 sudah merubung maju, sedangkan Ciu Pek-thong masih sibuk ber-teriak2 dan berjingkrakan ingin memanggil kawanan tawon. "Kakek Ciu, begini caranya," Seru Siao-liong-li, lalu ia bersiut dan membentak seperti tadi. Ciu Pek-thong menirukan bersuit dan membentak, benar juga be-ribu2 tawon putih itu lantas terbang menyusul kembali ke dalam peti, Karuan ia sangat girang, serunya. "Terima kasih nona Liong." "Saudara Pek-thong, sudah lama tak berjumpa, kau ternyata sehat2 saja seperti dulu" Dengan tersenyum It-teng Taysu menyapa. Untuk sejenak Ciu Pek-thong melengak karena tak disangkanya It-teng Taysu juga berada di situ, cepat ia menutup peti dan berkata. "Ya, aku sehat, kaupun sehat, semua juga sehat!" Habis ini ia panggul petinya terus mengeluyur pergi tanpa berpaling lagi. Melihat keadaan sekelilingnya, Li Bok-chiu menyadari kedudukannya yang suiit, melulu Ui Yong, Nyo Ko dan Siao-liong-li salah seorang saja sukar dilawan, apalagi sekarang kalau main kerubut ia menjadi nekat, teriaknya. "Hm, percuma kalian menganggap diri sebagai kaum pendekar, tahunya, hehe, kalianpun suka main keroyok, Siausumoay, sebagai anak murid Ko-bong-pay, betapapun aku tidak boleh mati di tangan orang luar, Nah, silakan kau maju saja!" Sembari berkata ia terus menyodorkan gagang pedang ke depan dan ujung pedang mengarah ke dadanya sendiri Namun Siao-liong-li hanya menggeleng, kata-nya. "Urusan sudah terlanjur begini, untuk apa kubunuh kau?" "Li Bok-chiu," Bentak Sam-thong mendadak "Sekarang ingin kutanya kau, jenazah Liok Tian-goan dan Ho Wan-kun telah kau bawa ke mana?" Mendengar nama Liok Tian-goan dan Ho Wan-kun tiba2 di sebut, tubuh Li Bok-chiu menjadi gemetar, mukanya ber kerut2, lalu menjawab. "Sudah kubakar menjadi abu. Abu tulang yang seorang kutebarkan di puncak Hoa-san, abu tulang yang Iain kubuang ke lautan timur, supaya mereka berdua takkan menjelma kembali dan tak pernah berkumpul lagi." Melihat cara mengucap Li Bok-chiu yang gregetan dan penuh dendam itu, diam2 semua orang terkesiap dan gegetun. Segera Bu-siang berkata. "Liong-cici adalah orang baik dan tidak tega membunuh kau, tapi segenap keluargaku telah kaubunuh semua, hanya tersisa aku saja seorang, hari ini aku harus menuntut balas, Piauci, hayolah kita maju!" "Kau membunuh ibuku, betapapun kami tak dapat mengampuni kau," Seru kedua saudara Bu. "Orang yang tewas di bawah kebut dan jarumku tak terhitung banyaknya, jika semuanya ingin menuntut balas padaku, darimana aku mempunyai nyawa cadangan sebanyak itu? Bagaimanapun juga jiwaku cuma satu," Ujar Li Bok-chiu tak acuh. "Jika begitu kemurahan bagimu," Seru Bu-siang dan Siu Bun berbareng dan segera menubruk maju dengan senjata masing2. Mendadak Li Bok-chiu angkat pedangnya. "pletak", tahu2 pedang itu bergetar patah, sambil tersenyum mengejek Li Bok-chiu bersikap menghina dan berdiri diam tanpa melawan, ia tunggu serangan kedua anak muda itu dan tamatlah riwayatnya. Pada saat itulah mendadak di sebelah timur sana ada asap tebal mengepul dan api berkobar dengan hebatnya. "Hah, perkampungan sana terbakar!" Seru Ui Yong. "Tunda dulu membunuhnya, selamatkan jenazah Susiok lebih penting," Kata Cu Cu-liu sambil melompat maju, sekaligus ia tutuk tiga Hiat-to penting di tubuh Li Bok-chiu agar tidak dapat kabur lagi. "Juga jenazah nona Kongsun," Demikian Thia Eng menambahkan. Semua orang membenarkan dan be-ramai2 mereka lantas berlari ke arah datangnya tadi. Kedua saudara Bu cilik menggiring Li Bok-chiu, sedang Nyo Ko, Siao-Iiong-li, Ui Yong dan It-teng Taysu menyusul dari belakang dengan pelahan. Walaupun masih cukup jauh dari perkampungan kediaman Kongsun Ci itu, hawa panas sudah menyerang dengan ganasnya, terdengar suara jeritan dan teriakan ngeri disertai suara gemuruh ambruknya atap dan belandar rumah. "Keparat Kongsun Ci itu benar2 terlalu jahat, nona Liong seharusnya membinasakan dia saja," Ujar Bu Sam-thong. "Api ini besar kemungkinan bukan dikobarkan oleh Kongsun Ci kukira perbuatan nenek gundul Kiu-jian jio itu," Kata Cu Cu-liu. "Kiu Jian-jio katamu?" Bu Sarn-thong melengong bingung. "Untuk apa dia membakar kediaman sendiri yang sukar dibangun ini?" Sembari berlari ke depan Cu Cu-liu menjawab. "Sebagian besar anak murid Kongsun Ci tidak tunduk padanya, sekalipun kita membunuh Kongsun Ci juga nenek gundul itu takdapat berdiam aman tenteram di sini, kulihat nenek itu berjiwa sempit dan..." Tengah berkata sampailah mereka di dekat semak2 bunga cinta yang rada jauh dari kobaran api itu. Terlihat jenazah paderi Hindu itu masih menggeletak di sana dengan wajah tersenyum simpul seperti orang hidup, agaknya sebelum ajalnya paderi itu menemukan sesuatu yang membuatnya kegirangan. "Tampaknya Susiok mendadak meninggal sehingga sama sekali tidak menderita," Ujar Bu Sam-thong. Cu Cu-liu berpikir sejenak, lalu berkata. "Waktu itu Susiok sedang mencari rumput yang dapat memunahkan racun bunga cinta." Sementara itu Ui Yong dan It-teng Taysu juga sudah menyusul tiba, demi mendengar ucapan Cu Cu-liu itu, Ui Yong lantas memeriksa sekitar jenazah paderi Hindu itu, tapi tidak menemukan sesuatu yang aneh, ia coba meraba baju paderi itu dan tetap tiada menemukan sesuatu benda. "Apakah susiokmu tidak meninggalkan sesuatu pesan?" Tanyanya kepada Cu liu. "Tidak," Jawab Cu-Jiu. "Kami keluar dari rumah omprongan itu dan tidak menyangka akan disergap musuh secara mendadak." Tiba2 Ui Yong melihat air muka paderi Hindu yang mengulum senyum itu, pikirannya tergerak cepat ia memeriksa tangan paderi itu Terlihat-lah kedua jari tangan kanannya memegangi setangkai kecil rumput warna ungu, pelahan Ui Yong mementang jarinya dan rumput kecil itu diambil-nya, lalu bertanya. "Rumput apakah ini?" Cu-liu menggeleng karena tidak tahu, Ui Yong coba mengendus rumput itu, terasa bau busuk dan memuakkan. "Awas, Kwe-hujin, itulah Toan-jong-jau (rumput perantas usus) dan mengandung racun hebat," Cepat It-teng berseru. Ui Yong melengak dan sangat kecewa oleh keterangan itu. Dalam pada itu kedua saudara Bu juga sudah tiba menggiring Li Bok-chiu, mendengar rumput beracun itu, Siu-bun lantas berkata kepada Ui Yong. "Sunio (ibu guru), suruh iblis maha jahat ini makan rumput itu saja." "Ai, anak kecil jangan berpikiran buruk begitu," Ujar It-teng. "Cosuyaya (kakek guru), terhadap manusia jahat begini mengapa engkau juga kasihan padanya?" Ujar Siu-bun. Sementara itu pepohonan di sebelah sana juga sudah terjilat api dan menerbitkan suara pletak pletok yang keras, hawa panas juga semakin hebat, Cepat Ui Yong berkata. "Marilah kita mundur ke atas bukit bukit di sebelah timur sana." Be-ramai2 mereka lantas lari ke lereng bukit sana, terlihatlah bangunan yang ber-deret2 itu dalam waktu singkat telah musnah ditelan lautan api. Karena Hiat-to tertutuk, meski dapat berjalan, tapi ilmu silat Li Bok-chiu tak dapat digunakan sama sekali, diam2 ia mengerahkan tenaga dalam, maksudnya hendak melancarkan Hiat-to yang ter-tutuk itu dan dapat meloloskan diri jika penjagaan agak lengah. Tak terduga begitu ia mengerahkan tenaga, seketika dada dan perutnya kesakitan ke-ras, tak tahan lagi ia menjerit. Rupanya racun bunga cinta yang mengeram dalam tubuhnya itu semula terbendung oleh tenaga murninya sehingga belum dapat bekerja, kini tenaga murninya digunakan menembus Hiat-to yang tertutuk sehingga tenaganya terpencar, racun lantas bekerja dengan ganasnya. Dalam keadaan dada dan perut kesakitan hebat, dari jauh dilihatnya Nyo Ko dan Siao-liong-li berjalan mendatangi, yang satu pemuda cakap ganteng, yang lain nona cantik molek, pandangannya seketika menjadi kabur, samar2 kedua muda-mudi yang dilihatnya se-akan2 Liok Tian-goan yang dirindukan nya selama hidup ini beserta isterinya, yaitu Ho Wan-kun, tanpa terasa ia terus berteriak. "Tian goan, kejam benar kau! Dalam keadaan begini kau tega benar menemui aku?" Karena rangsangan cintanya itu, makin hebat racun bunga yang menyiksanya itu hingga sekujur badan gemetar, kulit daging mukanya ber-kerut2 kejang, Melihat sikapnya yang menakutkan seperti orang gila itu, tanpa terasa semua orang melangkah mundur. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Selamanya Li Bok-chiu berwatak angkuh dan tak pernah mau tunduk kepada orang lain, sekarang hatinya pedih dan tubuhnya menderita, saking tak tahan ia ber-teriak2. "Aduh, sakiti Tolong! Lekas tolong!" "Sebenarnya Susiokku dapat menolong kau, namun kau telah membunuhnya." Kata Cu Cu-liu sambil menunjuk jenazah paderi Hindu. Sambil mengertak gigi Li Bok-chiu menjawab. "Benar, memang akulah yang membinasakan dia, Setiap manusia di dunia ini, baik atau buruk pasti akan kubunuh, Aku akan mati, ya, aku akan mati! Untuk apa kalian hidup? Aku ingin mati bersama kalian." Saking tak tahan sakitnya, mendadak ia menubruk ke ujung pedang yang dipegang Bu Tun-si. Setiap hari Bu Tun-si berusaha menuntut balas dan ingin membunuh musuh besar ini, tapi sekarang mendadak musuh menubruk ke ujung pedang-nya, ia menjadi terkejut malah dan tanpa terasa ia menarik kembali pedangnya Karena itu Li Bokchiu telah menubruk tempat kosong, ia tergelincir ke bawah bukit terus terguling ke tengah lautan api. Semua orang sama menjerit kaget, dari atas mereka dapat melihat sekejap saja Li Bok-chiu telah terbungkus oleh kobaran api, namun dia justeru merangkak bangun dan berdiri tegak tanpa bergerak lagi dan sama sekali tidak menghiraukan tubuhnya yang terbakar itu. Teringat hubungan saudara seperguruan Siao-liong-li merasa tidak tega, ia berseru . "Suci, lekas lari keluar, lekas!" Namun Li Bok-chiu tetap berdiri tegak di tengah api yang ber-kobar2 itu, dalam waktu singkat tubuhnya berubah menjadi sepotong tunggak hitam dan akhirnya roboh. Siao-Iiong-Ii memegangi lengan Nyo Ko sambil menutupi mukanya seru meneteskan air mata. Melihat nasib Li Bok-chiu yang berakhir secara mengenaskan ini, biarpun Thia Eng dan Liok Bu-siaog tidak pernah melupakan sakit hati terbunuhnya ayah-bunda mereka serta segenap anggota keluarga, sekarang dendam itu sudah terbalas, namun sedikitpun mereka tidak bergembira menyaksikan kematian Li Bok-chiu itu. Ui Yong memondong Kwe Yang, teringat kepada kejahatan yang pernah diperbuat Li Bok-chiu itu, ternyata iblis itu juga pernah berbuat suatu kebaikan, yakni merawat Kwe Yang cilik selama beberapa hari. Ui Yong lantas pegang kedua tangan Kwe Yang dan memberi hormat ke arah api sebagai tanda terima kasih kepada Li Bok-chiu. Semula Nyo Ko bermaksud menyelamatkan juga jenazah Kongsun Lik-oh, tapi api kelihatan berkobar dengan hebatnya, segenap bangunan sudah tenggelam di tengah lautan api sehingga tak berdaya lagi, diam2 Nyo Ko merasa sedih, ia menghela napas panjang sambil memandang kobaran api dengan kesima. Pada saat itulah se-konyong- di atas gunung sebelah timur-laut sana ada suara tertawa melengking aneh laksana bunyi burung hantu, suaranya menusuk telinga walaupun berkumandang dari jarak yang cukup jauh, dapat dibayangkan tenaga dalam orang sesungguhnya sangat hebat. "ltulah suara Kiu Jian-jio!" Kata Nyo Ko. "Mengapa dia bisa berada di puncak gunung sana?" Tergerak hati Siao-liong-li, katanya. "Coba kita ke sana untuk menanyai dia apakah masih menyimpan Coat-ceng-tan. "Liong-ji, masakah sampai sekarang kau masih memikirkan hal ini?" Ujar Nyo Ko dengan tersenyum getir. Maksud kedatangan Ui Yong, Bu Sam-tkong, Thia Eng dan lain2 ke Coat-ceng-kok ini memang untuk mencarikan obat bagi Nyo Ko, maka mereka sama menyetujui usul Siaoliong-li itu, mereka pikir kalau dari Kiu Jian-jio bisa dimintakan Coat-ceng-tan lagi pasti Nyo Ko akan dipaksa meminumnya dan takkan membiarkan anak muda itu membuang obatnya lagi secara sia2. Karena pikiran mereka sama, berbareng mereka lantas berseru. "Marilah kita pergi ke sana," - Segera Bu Sam-thong dan kedua puteranya serta Yalu Ce dan Wanyan Peng lantas mendahului berlari ke sana. Nyo Ko menghela napas dan menggeleng kepala, pikirnya. "Apa gunanya usaha kalian ini kecuali kalian dapat mencarikan obat mujijat yang mampu menghidupkan jiwa kami suami-isteri sekagus," Sejak tadi Thia Eng hanya memandangi Nyo Ko dengan diam2 saja, kini mendadak berkata. "Nyo-toako, janganlah engkau mengecewakan maksud baik orang banyak, Marilah kita juga pergi ke sana?" Selama ini Thia Eng sangat baik pada Nyo Ko, dalam hati anak muda inipun sangat berterima kasih, walaupun cintanya sudah dicurahkan kepada Siao-liong-li seorang dan tidak mungkin bergeser lagi, tapi terhadap nona yang berpribadi halus budi ini biasanya ia sangat menghormatnya. Sejak kenal Nyo Ko juga Thia Eng tidak pernah memohon sesuatu padanya, kini mendadak mengutarakan kata2 itu, betapapun Nyo Ko sukar menolaknya, terpaksa ia mengangguk dan berkata. "Baiklah, coba kita lihat nenek itu main gila apalagi di puncak gunung sana," Begitulah be-ramai2 mereka lantas berlari ke atas gunung menurut arah datangnya suara tertawa Kiu Jian-jio. Nyo Ko sudah pernah melihat pepohonan di atas gunung ini, jelas inilah tempat yang pernah dilaluinya ketika dia dan Kongsun Lik oh serta Kiu Jian-jio lolos dari gua di bawah tanah itu. sekarang pemandangan alam masih tetap begitu, namun Kongsun Lik-oh sudah tidak ada, dirinya sendiri juga tidak lama lagi tinggal di dunia fana ini, teringat semua itu, ia menjadi terharu. Kira2 beberapa ratus meter di bawah puncak gunung itu, dapatlah rombongan mereka melihat jelas Kiu Jian-jio sendirian duduk di suatu kursi dan sedang tertawa menengadah seperti orang gila. "Dia tertawa sendirian di situ, mungkin otaknya kurang waras," Ujar Bu-siang. "Kita jangan mendekati dia," Kata Ui Yong "Orang ini sangat kejam dan keji, kita harus waspada kalau2 dia mengatur tipu muslihat untuk menjebak kita, Kukira dia tidak gila sungguhan." Karena jeri terhadap senjata rahasia nenek gundul yang lihay itu, mereka berhenti di kejauhan. Segera Ui Yong hendak bersuara menegur, tapi tiba2 terlihat seorang muncul dari balik karang di depan sana, siapa lagi dia kalau bukan Kongsun Ci. Mendadak Kongsun Ci menanggalkan jubahnya terus diputar dan dikebaskan hingga lurus dan mengencang, begitu indah dan kuat gerakannya, sungguh lihay luar biasa. Diam2 semua orang memuji kehebatan tenaga dalam Kongsun Ci itu, Terdengar dia menyeringai dan membentak. "Hm, nenek jahat dan keji, apimu sekaligus kau telah memusnahkan perkampunganku yang dibangun leluhur kami, hari ini jiwamu tidak mungkin dapat lolos dari tanganku!" Berbareng ia terus berlari ke arah Kiu-Jian-jio sambil memutar jubahnya. "Serrr!" Terdengar suara mendesir keras satu kali, dari mulut K iu Jian-jio tersembur satu biji buah kurma ke arah Kongsun Ci. Suara desiran itu berkumandang dari puncak gunung, jarak sambaran senjata rahasia itupun cukup jauh, sebab itulah suaranya menjadi lebih nyaring dan tajam. Kelihatan Kongsun Ci mengebaskan jubahnya seketika pula buah kurma itu kena dilibatnya, Tadinya Kongsun Ci tidak yakin jubahnya mampu menahan senjata rahasia lihay itu, soalnya dia teramat murka, pula melihat Kiu Jian-jio duduk sendirian di puncak gunung tanpa bala bantuan ia pikir itulah kesempatan bagus untuk membinasakan bekas isterinya itu. Sebab itulah dengan menyerempet bahaya ia terus menerjang ke situ, apalagi setelah jelas senjata rahasia isterinya itu tak-dapat melukainya, segera ia menerjang lebih cepat lagi ke depan. Melihat Kongsun Ci sudah dekat, Kiu Jian-jio tampak ketakutan dan ber teriak2. "Wah, celakai Tolong! Tolong!" "Nenek itu hendak dibunuhnya, ibu," Kata Kwe Hu kepada Ui Yong. Ui Yong merasa tidak paham, sebab jelas dilihatnya Kiu Jian-jio itu waras dan segar bugar, mengapa sengaja bergelak tertawa dan memancing kedatangan bekas sang suami itu? Dalam pada itu Kiu Jian jio telah menyemprotkan dua biji paku buah kurma lagi, karena jaraknya sudah dekat, daya samberan senjata rahasia itu jadi lebih keras, Cepat Kongsun Ci putar jubahnya untuk menghalau. Tapi mendadak ia menjerit satu kali, tubuhnya terus menghilang kejeblos ke bawah tanah dan Kiu Jian jio lantas bergelak tertawa pula. Tapi suara tertawanya cuma terdengar "haha..." Dua kali saja, sekejap itu dari bawah tanah menyamber keluar kain panjang yang melibat kaki kursi yang diduduki Kiu Jian-jio itu sehingga kursi dan orangnya ikut terseret ke dalam tanah. Suara tertawa Kiu Jian jio mendadak berubah menjadi jeritan melengking tercampur teriakan ngeri Kongsun Ci berkumandang dari bawah tanah. Suara itu berkumandang sampai lama untuk kemudian mendadak lenyap, keadaan menjadi sunyi kembali. Dari kejauhan semua orang dapat menyaksikan dan mendengar kejadian itu dengan jelas, mereka saling pandang karena tidak paham sebab musababnya, hanya Nyo Ko saja yang tahu jelas seluk-beluk kedua suami isteri itu. Segera mereka berlari ke atas puncak, tertampaklah empat pelayan perempuan menggeletak tak bernyawa di situ, di samping ada sebuah lubang besar, waktu mereka melongok ke bawah, keadaan gelap guita dan tidak kelihatan apapun. Kiranya Kiu Jian-jio yang pernah tersiksa cukup lama di gua bawah tanah itu kadung teramat sakit hati dan benci kepada Kongsun Ci, lebih dulu ia bakar habis perkampungannya keluarga Kongsun yang bersejarah be-ratus2 tahun itu, kemudian ia menyuruh empat pelayan menggotongnya ke puncak gunung. Melalui lubang gua di puncak inilah tempo hari waktu dia diselamatkan dari gua bawah tanah oleh Nyo Ko dan Kongsun Lik-oh. Ia memerintahkan pelayan2 itu mengumpulkan ranting2 kayu, rumput kering dan sebagainya untuk menutupi lubang gua, lalu pelayan2 itu dibinasakannya. Kemudian ia sengaja bergelak tertawa untuk memancing kedatangan Konsun Ci. ia menyemprotkan paku buah kurma serta menjerit minta tolong, semua ini cuma pura2 saja agar Kongsun Ci tidak curiga. Kongsun Ci tidak tahu bahwa di puncak gunung terpencil ini ada lubang gua sedalam itu, tanpa pikir ia menerjang ke arah Kiu jian-jio dan akhirnya kejeblos, Tapi pada detik terakhir itu ia masih berusaha mencari hidup, sekuatnya ia ayunkan jubahnya untuk membelit kaki kursi Kiu Jian-jio agar dia dapat meloncat ke atas lagi, siapa tahu sekali tarik justeru kedua orang sama2 terjerumus ke bawah malah. Ber-puluh2 meter dalamnya lubang di bawah tanah itu, keruan tubuh sepasang suami-isteri itu hancur lebur menjadi bakso dan saling lengket tak terpisahkan lagi, Tak terkira semasa hidupnya pasangan yang saling dendam dan benci itu akhirnya mati berbareng pada hari dan detik yang sama, terkubur pada tempat dan liang yang sama pula. Setelah Nyo Ko menceritakan seluk-beluk kehidupan Kongsun Ci dan Kiu Jian-jio, semua orang sama menghela napas gegetun, Yalu Ce dan anak2 muda lain lantas menggali suatu liang untuk mengubur keempat pelayan itu, Melihat api masih berkobar dengan hebatnya di lembah sana dan jelas tiada tempat tinggal lagi di situ, apalagi setelah menyaksikan korban sebanyak ini, semua orang sama berharap selekasnya dapat meninggalkan Coat ceng-kok itu. "Penyakit adik Nyo Ko masih perlu disembuhkan kita harus lekas mencarikan tabib sakti untuk mengobati dia," Ujar Cu Cu-liu. Semua orang membenarkan usul itu. Tapi Ui Yong telah berkata. "Tidak, hari ini kita belum boleh berangkat." "Apa Kwe hujin ada usul lain?" Tanya Cu Cu-liu . Ui Yong mengerut kening, jawabnya. "Bahuku terluka dan terasa kesakitan Kuharap malam ini kalian sudi tinggal lagi di sini, kita berangkat besok saja." Bahwa kesehatan Ui Yong terganggu dengan sendirinya semua orang menurut untuk bermalam di situ. Be-ramai2 mereka lantas pergi mencari gua dan tempat meneduh lain dan sebagainya. Siao-liong-li dan Nyo Ko lantas hendak melangkah pergi, Tiba- Ui Yong berseru. "Liong-moaymoay, coba kemari, ingin kubicarakan sesuatu padamu." Lalu ia menyerahkan Kwe Yang kepada Kwe Hu dan mendekati Siao-liong-li, katanya pula kepada Nyo Ko dengan tersenyum. "Jangan kuatir, Ko- ji, dia sudah menikah dengan kau, tak kan kuhasut dia minta cerai padamu." Nyo Ko tersenyum, jawabnya. "Boleh saja kau coba menghasutnya" Dalam hati ia sangat heran apakah yang hendak dibicarakan sang bibi dengan Siao-liong-li. Terlihat mereka menuju ke sana lalu berduduk di bawah sebatang pohon besar, Meski penuh rasa ingin tahu, namun tidak enak untuk mendekati mereka. Segera terpikir pula olehnya. ""Apakah Liong-ji pasti takkan merahasiakan pada-ku, sebentar juga dia akan memberitahukan apa yang dikatakan bibi Kwe itu." Setelah berduduk di bawah pohon sana, Ui Yong lantas berkata. "Adik Liong, sungguh aku sangat menyesal puteriku yang ceroboh dan sembrono itu telah banyak membikin susah kau dan Ko-ji." "Ah, tidak apa2" Ujar Siao-liong-li dengan tersenyum. Tapi dalam hati ia pikir dengan sebuah jarum berbisa puterimu telah mencelakai aku hingga tak bisa disembuhkan lagi, sekalipun kau menyesal seribu kali juga tiada gunanya. Ui Yong tambah melihat kemuraman Siaoliong-li, ia belum lagi tahu bahwa sebuah jarum yang disambitkan Kwe Hu itu sesungguhnya telah menamatkan riwayat Siao-liong-li. Disangkanya racun jarum itu tidaklah sukar disembuhkan seperti dahulu Bu Sam-thong, Nyo Ko dan lain2 juga pernah terkena jarum berbisa itu dan semuanya dapat di-sembuhkan, ia tidak tahu bahwa tatkala mana Siao-liong-li sedang memutar balik jalan darahnya menurut ajaran Nyo Ko sehingga keadaannya sama sekali berbeda ketika terkena jarum berbisa itu. Tapi karena waktu itu Ui Yong sendiri tidak ikut masuk ke kuburan kuno itu, maka ia tidak tahu duduknya perkara, segera ia berkata pula. "Ada sesuatu yang ingin kumintakan penjelasanmu, Dengan susah payah adik berhasil rebut Coat ceng-tan, tapi Ko-ji tidak mau meminumnya, bahkan dibuang ke jurang, Apakah sebabnya dia berbuat begitu?" Siao-liong-li menghela napas pelahan, ia tahu betapa cintanya Nyo Ko padanya dan tidak mau hidup sendiri, tapi urusan sudah kadung beg'ni, buat apa dibicarakan lagi sehingga menimbulkan gara2 pula? Maka ia lantas menjawab. "Mungkin sifatnya memang aneh." "Ko-ji adalah seorang yang berperasaan dan berbudi, mungkin ia melihat nona Kongsun rela mengorbankan jiwa sendiri demi mendapatkan obat itu, maka iapun tidak tega dan tidak ingin minum obat itu untuk membalas kebaikan nona cantik itu, Adik Liong, jalan pikiran Ko-ji itu harus dipuji, namun orang mati tak dapat hidup kembali, pendiriannya yang kepala batu itu justeru malah berlawanan dengan tujuan pengorbanan nona Kongsun." Siao-liong li mengangguk dan tidak mau menanggapi. Lalu Ui Yong beikata pula. "Padahal dengan mati2an adik Liong menempur Kongsun Ci di tebing curam itu kan juga tidak menghiraukan mati hidupnya sendiri? Di dun'a ini Ko-ji hanya menurut pada perkataanmu, kuharap engkau suka menasehati dia agar berpikir panjang." "Seumpama dia mau menurut perkataanku di dunia ini mana ada Coat-ceng-tan lagi?" Ujar Siao-Hong-li dengan pilu. "Meski Coat-ceng-tan tidak ada lagi, namun racun di dalam tubuhnya bisa jadi dapat disembuhkan yang sulit adalah karena dia tidak mau minum obat," Kata Ui Yong. Siao-liong-li terkejut girang, cepat ia berdiri dan bertanya. "Setiap orang suka-memuji Kwe-hujin banyak tipu akalnya, nyatanya memang tidak omong kosong, jadi engkau maksudkan ada. ada obat lain yang dapat menyembuhkan Ko-ji?" Ui Yong memegangi tangan Siao-liong-li, katanya. "Duduklah,kau." . Lalu ia mengeluarkan setangkai kecil rumput warna ungu dan berkata puIa. "lni namanya Toan-jong cau, Sebelum menghembuskan napasnya, paderi Hindu itu memegangi rumput kecil ini, Dari Cu-susiok kudengar waktu itu mereka sedang mencari obat penawar racun bunga cinta dan mendadak disergap hingga binasa oleh jarum berbisa Li Bok-chiu. Bukankah engkau melihat air muka paderi itu menguIum senyum meski orangnya sudah meninggalkan? Kuyakin waktu itu beliau sedang bergirang karena berhasil menemukan rumput ini, Guruku Ang Cit-kong juga pernah bercerita padaku, katanya di mana ular berbisa suka berkeliaran di situ pula pasti ada tumbuh obatnya yang dapat memunahkan racun ular, begitu pula dengan makhluk2 berbisa lainnya, itulah hukum alam, sedangkan Toan-jong-cau ini kebetulan ditemukan di bawah semak2 bunga cinta, meski rumput ini terkenal berbisa, namun setelah kurenungkan ber-ulang2, kuyakm dengan rumput ini dapat digunakan sebagai obat racun menyerang racun, jadi rumput ini adalah obat anti racun bunga cinta itu." Uraian Ui Yong ini membuat Siao-liong-li manggut2 ber-ulang2. Kemudian Ui Yong menyambung pula. "Sudah tentu minum rumput berbisa ini harus menyerempet bahaya, tapi mau apa lagi? Toh tiada obat lain yang dapat menolongnya, betapapun kita harus mencobanya, Menurut pikiranku, besar kemungkinan khasiat rumput ini dapat menyembuhkan dia." Siao-Iiong li tahu Ui Yong memang pintar dan banyak tipu dayanya, jika dia berkata secara begitu meyakinkan, maka urusannya pasti tidak salah, apalagi memang tiada jalan lain kecuali itu. Setelah membulatkan tekad, lalu ia menjawab. "Baiklah, akan kuminta dia minum obat ini," Segera Ui Yong mengeluarkan lagi segenggam Toan jong-cau dan diserahkan pada Siao-Iiong-li katanya. "Sepanjang jalan kupetik sebanyak ini, kukira sudah cukup. Untuk permulaan boleh kau suruh dia makan sedikit saja, suruh dia mengerahkan hawa murni untuk melindungi jantung, lihat dulu bagaimana kerjanya rumput ini, kemudian barulah ditambah atau dikurangi jumlah rumput yang harus dimakan." Siao-liong-li simpan rumput itu dan menyembah kepada Ui Yong, katanya dengan suara rada tersendat. "Kwe-hujin, selama hidup Ko-ji kenyang duka derita, tindak-tanduknya memang rada kepala batu, tapi sudilah engkau suka menjaganya dengan baik," Cepit Ui Yong membangunkan Siao-liong-li, katanya dengan tertawa. "Kau yang menjaganya akan berpuluh kali lebih baik daripadaku Kelak kalau kepungan musuh atas Siangyang sudah reda, biarlah kita berkunjung ke Tho-hoa-to dan istirahat untuk beberapa lamanya di sana." Betapapun pintarnya Ui Yong juga tidak menyangka bahwa jiwa Siao liong li tinggal tidak lama lagi, ucapannya tentang menjaga Nyo Ko benar2 permohonannya dengan setulus hati, waktu ia berpaling, dilihatnya Nyo Ko berdiri jauh di sana sedang memandangi Siao-liong-li walaupun apa yang mereka bicarakan sama sekali tak dapat didengarnya. Sementara itu semua orang telah mengatur tempat bermalam masing-2, ada yang menemukan gua, ada yang di bawah pohon. Melihal Ui Yong sudah pergi setelah bicara, Nyo Ko lantas mendekati Siao liong-li. Dengan tersenyum Siao-Iiong-li berdiri memapaknya dan berkata. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Setelah kita menyaksikan kejadian mengenaskan tadi, hari kita sendiri juga bersisa tidak banyak lagi, Ko ji, kini urusan orang lain sama sekali takkan kita urus, Marilah kau mengawani aku ber-jalan2," "Benar, akupun berpikir demikian," Jawab Nyo Ko Kedua orang lantas bergandengan tangan dan berjalan melintasi lereng sana Tidak lama kelihatanlah sepasang muda-mudi duduk berdampingan di atas batu asyik bicara dengan pelahan, kiranya mereka adalah Bu Tun-si dan Yalu Yan, Nyo Ko tersenyum saja dan mempercepat langkah melewati kedua anak muda itu. Belum lagi jauh, tiba2 di tengah semak2 pohon sana ada suara ngikik tawa orang, Wanyan Peng kelihatan berlari keluar dan di belakangnya mengejar seorang sambil berseru. "Hayo, hendak lari ke mana kau?" Kepergok oleh Nyo Ko dan Siao liong-Ii, air muka Wanyan Peng menjadi merah dan menyapi. "Nyo-toako dan Liong-cici" Cepat pula ia berlari masuk ke hutan sana, menyusul Bu Siu-bun lantas muncul dari semak2 pohon sana terus mengejar ke dalam hutan. "O, dunia, apakah cinta itu" Demikian Nyo Ko berguman pelahan, Sejenak kemudian iapun berkata. "Belum lama berselang kedua saudara Bu itu saling labrak mati2-an demi memperebutkan nona Kwe, tapi hanya sekejap saja cinta kedua anak muda itu sudah berganti sasaran. Ada orang yang selama hidupnya cuma mencintai seorang, tapi juga ada orang yang sukar diketahui cintanya murni atau palsu, O, dunia, apakah cinta itu? pertanyaan ini memang pantas dikemukakan." Sejak tadi Siao-liong-li hanya menunduk termenung dan tidak bersuara, Keduanya berjalan pelahan hingga di kaki gunung, Waktu menengadah, sang surya di waktu senja sedang memancarkan sinarnya yang cemerlang, salju di puncak gunung kemilauan oleh cahaya matahari menambah keindahan alam yang sukar dilukiskan. Teringat kepada hidup mereka yang bersisa tidak lama lagi, kedua orang menjadi tambah kesemsem kepada pemandangan permai itu. Siao-liong li ter-mangu2 sekian lama, tiba2 ia berkata. "Koji, konon orang mati akan menuju ke akhirat, apakah benar ada akhirat dan rajanya?" "Semoga begitu hendaknya, kalau tiada akhirat, ke mana kita akan menuju dan tentu takkan berkumpul dan bertemu lagi," Ujar Nyo Ko. Siao-liong-li sudah biasa mengekang perasaan sendiri, walaupun sedih, namun nada ucapannya tetap tenang dan biasa saja, sebaliknya Nyo Ko tidak tahan lagi, ia berpaling ke sana dan meneteskan air mata. "Ah, soal akhirat masih tanda tanya, kalau bisa terhindar dari mati, tentunya lebih baik tidak mati saja," Kata Siao-liong-li sambil menghela napas. "Eh, Ko-ji, lihatlah alangkah indahnya bunga itu!" Nyo Ko memandang ke arah yang ditunjuk, tertampak di tepi jalan sana tumbuh setangkai bunga warna merah tua, kelopak bunganya lebar sehingga hampir sebesar mangkuk, bentuknya seperti bunga mawar dan juga mirip bunga peoni. "Sungguh jarang ada bunga semacam ini, entah apa namanya bunga yang mekar di musim dingin ini? Biarlah kuberi nama Liong-li-hoa (bunga puteri Liong) saja," Kata Nyo Ko sambil mendekati dan memetik bunga itu serta menyuntingkan-nya di belakang telinga Siao-liong-li. "Terima kasih, sudah kau hadiahi bunga bagus, diberi nama bagus pula," Kata Siao-liong li dengan tertawa. Mereka melanjutkan perjalanan sejenak pula, kemudian mereka berduduk di suatu tanah berumput. "Apakah kau masih ingat pada waktu kau menyembah dan mengangkat guru padaku dahulu?" Tanya Siao-liong li tiba2. "Tentu saja ingat," Jawab Nyo Ko. "Kau pernah bersumpah bahwa selama hidupmu kau akan tunduk pada perkataanku, apapun yang kukatakan takkan kau bantah, sekarang aku telah menjadi isterimu, menurut pendapatmu sepantasnya aku harus "setelah menikah tunduk kepada suami" Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Si Rase Hitam Karya Chin Yung Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo