Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 7


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 7


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   Saking seramnya hati Nyo Ko terasa agak takut.   Dalam pada itu, tiba2 terdengar beberapa kali suitan kecil, lalu dari belakang batu besar itu melompat keluar empat Tosu atau imam, di tangan mereka masing2 menghunus pedang dan menghadang di tengah jalan, tetapi semuanya bungkam saja.   "Cayhe adalah Kwe Ceng dari Tho-hoa-to dan ingin naik ke atas gunung untuk menjumpai Khu-cin-jin,"   Demikian kata Kwe Ceng sambil maju memberi hormat. Untuk sementara tiada satupun dari empat imam itu menjawab. Kemudian satu di antaranya yang berperawakan jangkung lantas melangkah maju.   "Hm, Kwe-tayhiap namanya dikenal di seluruh jagat, dia adalah menantu Ui-locianpwe dari Tho-hoa-to, mana bisa dia begini tak kenal malu seperti kau ini, lekas2 kau enyah turun gunung saja."   Demikian kata imam itu dengan tertawa dingin.   "Aneh, dalam hal apakah aku tidak kenal malu?"   Demikian Kwe Ceng membatin, Akan tetapi ia coba sabarkan diri, lalu berkata lagi.   "Cayhe betul2 Kwe Ceng ada-nya harap kalian memberi jalan, soalnya tentu akan menjadi jelas kalau sudah berhadapan dengan Khu-cin-jin."   Namun imam jangkung ini masih tidak mau mengerti, bahkan ia membentak.   "Hm, kau berani main gila dan pamer kepandaian ke Cong-lam-san sini mungkin kau sudah bosan hidup,"   Damperatnya.   "Hm, kalau kau tidak diberi sedikit rasa, mungkin kau mengira semua imam yang tinggal di Tiong-yang-kiong adalah manusia2 tak berguna semua". Ia mendamperat orang dengan kata2 yang menyinggung-juga kedua imam pendek dan kurus tadi, setelah berkata, segera ia melangkah maju, pedangnya bergerak dengan tipu hun-hoa hud liu atau memetik bunga mengebut pohon Liu, tiba2 ia tusuk pinggang Kwe Ceng. Nampak orang tanpa sebab dan tanpa alasan terus menyerang, diam2 Kwe Ceng merasa aneh.   "Sudah belasan tahun aku tidak berkecimpung di kalangan Kangouw, semua peraturan rupanya sudah berubah ?"   Demikian ia heran. Berbareng pula ia menghindar tusukan tadi, ia pikir berkelit saja dahulu untuk kemudian ajak orang bicara secara baik2. Di luar dugaan, ketiga imam lainnya segera mengerubut maju juga, mereka kepung Kwe Ceng dan Nyo Ko di-tengah2.   "Apa yang Si-wi (tuan berempat) inginkan, cara bagaimana baru mau percaya Cayhe betul2 adalah Kwe Ceng?"   Seru Kwe Ceng sebelum balas serangan orang.   "Kecuali kalau kau mampu merebut pedang di tanganku ini,"   Bentak imam jangkung tadi, Sambil berkata, kembali ia menusuk pula, sekali ini ia arah dada Kwe Ceng, cara menyerangnya seenaknya saja se-akan2 tidak pandang sebelah mata pada lawannya. Tentu saja akhirnya Kwe Ceng marah juga.   "Untuk merebut pedangmu, apa susahnya ?"   Demikian ia pikir. Dalam pada itu, pedang orang sudah menusuk sampai di depan dadanya, cepat Kwe Ceng papaki senjata musuh dengan sekali jentikan jarinya, sungguh hebat sekali tenaga jarinya ini, dengan mengeluarkan suara "creng"   Yang nyaring, tiba2 imam jangkung itu merasakan genggamannya terguncang, tahu2 pedangnya mencelat ke udara.   Dalam kaget dan gugupnya lekas2 ia melompat keluar kalangan pertempuran.   Di lain pihak, tidak sampai menunggu pedangnya jatuh ke bawah, terdengar suara nyaring tiga kail lagi, susul-menyusul Kwe Ceng taiah menjentik, maka pedang ketiga Imam yang lain senasib pula dengan imam jangkung tadi, semuanya kena disentil terbang ke angkasa.   "Bagus !"   Teriak Nyo Ko kegirangan oleh kepandaian sang paman ini.   "Nah, sekarang kalian mau bercaya tidak ?"   Demikian ia tegur para imam itu..sebenarnya kalau Kwe Ceng bergebrak dengan brang selalu memberi kelonggaran dan berlaku murah hati pada pihak lawan, tetapi kini karena marah pada imam jangkung yang menyerang dengan kiam-hoat yang sifatnya rendah, maka ia telah unjuk tenaga sentilan jari yang lihay, ilmu kepandaian menjentik dengan jari ini sebenarnya adalah kepandaian tunggal yang sangat dirahasiakan oleh Ui Yok-su, ayah Ui Yong, tetapi Kwe Ceng sudah tinggal beberapa tahun di Tho-hoa-to bersama bapak mertua itu, maka ia sudah mewarisi seluruh kepandaiannya, ditambah pula tenaga Kwe Ceng sudah terlatih sedemikian tingginya, sudah tentu bukan main hebatnya temaga sentilannya tadi, sebaliknya ke-empat imam tadi meski pedang sudah terpental dari tangan mereka masih belum tahu pihak lawan menggunakan ilmu silat apa.   "Maling cabul ini bisa main ilmu sihir, hayo lari,"   Seru imam jangkung ketika melihat gelagat jelek, habis ini ia mendahului angkat kaki dan disusul oleh tiga kawannya, dalam sekejap saja mereka sudah menghilang di balik batu cadas tadi.   Tadi Kwe Ceng dimaki orang dengan kata2 "maling cabul", kini ditambahi pula dituduh "bisa main ilmu sihir", keruan ia merasa mendongkol dan terhina.   Watak Kwe Ceng memang jujur dan polos, semakin tidak mengerti tapi juga semakin ingin jelas semua hal-ikhwalnya .   "Ko-ji, beberapa pedang ini letakkan di atas batu dengan baik,"   Katanya pada Nyo Ko.   Nyo Ko menurut, ia ambil keempat pedang yang ditinggal lari oleh imam2 itu, bersama dua pedang yang duluan tadi ia taruh di atas batu.   Dalam hati mudanya sungguh tidak habis kagumnya terhadap ilmu kepandaian sang paman, mulutnya sebenarnya sudah berulang-ulang tercetus kata2.   "Kwe-pepek, aku tidak ingin belajar silat pada imam busuk itu, tetapi ingin belajar padamu saja."   Akan tetapi bila teringat pada kejadian di Tho-hoa-to yang dialaminya, akhirnya ia telan kembali kata2 yang sebenarnya ingin dia ucapkan itu.   Begitulah sesudah mereka melanjutkan lagi, setelah membelok dua kali, tiba2 tanah di depan kelihatan rada lapang, tetapi segera terdengar pula suara nyaring beradunya senjata sebagai isyarat, menyusul dari hutan disamping jalan lantas keluar tujuh orang imam dengan pedang terhunus.   Melihat munculnya ketujuh imam ini dengan mengambil kedudukan di kiri empat orang dan di kanan tiga orang, segera Kwe Ceng kenal ini adalah "Thian-keng-pak-tau-tin"   Atau barisan ilmu bintang2 yang sengaja dipasang, dalam hati ia terperanjat.   "Kalau harus menggempur barisan ini, agaknya rada sulit juga,"   Demikian ia batin. Oleh karena itu ia tak berani gegabah, dengan suara pelahan ia pesan Nyo Ko.   "Kau sembunyi ke belakang batu besar sana, lebih jauh lebih baik, supaya perhatianku tidak terbagi dalam pertempuran nanti."   Nyo Ko mengangguk, tetapi anak ini memang cerdik, tidak sudi ia unjuk lemah di hadapan para imam itu, maka ia berlagak lepas kolor celana sambil berkata.   "Kwe-pepek, aku pergi kencing dahulu !"   Sambil berkata ia putar tubuh dan lari ke belakang satu batu besar.   Diam2 dalam hati Kwe Ceng bersyukur melihat kepintaran dan kecerdasan anak ini, ia mengharap hendaklah anak ini bisa menuju jalan yang benar dan jangan tersesat lagi seperti ayahnya.   Ketika ia menoleh, dibawah sinar bulan yang remang-2 ia lihat ketujuh imam itu, enam yang berada di depan, seperti memelihara jenggot usia merekapun tidak muda lagi, sedang orang ketujuh berperawakan kecil, agaknya seperti seorang Tokoh atau imam wanita.   Nampak barisan ini segera Kwe Ceng paham bahwa mereka telah menirukan cara Coan-cin-chit cu dahulu, di antara Coan-cin-chit-cu itu terdapat seorang imam wanita, yakni Jing-ceng Sanjin Sun Put-ji, kini kedudukan juga dipegang oleh seorang imam wanita.   "Apa gunanya aku terlibat dalam pertempuran dengan mereka, lebih baik lekas naik ke atas buat menemui Khu-cinjin untuk menjelaskan kesalahan paham ini."   Tiba2 pikiran Kwe Ceng tergerak.   Karenanya, begitu bergerak, segera ia mendahului menyerobot ke sebelah kiri, ia rebut kedudukan bintang "Pak-kek" (kutub utara).   Melihat orang mendadak berlari ke sebelah kiri, cepat imam yang menduduki tempat bintang "Thian-koan" (kekuasaan langit), berteriak dengan suara ter-tahan, ia kerahkan barisan bintang2nya terus memutar ke kiri dengan tujuan hendak kepung Kwe Ceng di tengah.   Siapa duga, begitu ketujuh imam ini bergerak, Kwe Ceng lantas ikut bergerak juga, selalu ia mendahului pihak lawan untuk menduduki tempatnya.   Dan begitulah seterusnya sampai beberapa kali meski para imam itu ber-ganti2 dengan beberapa tipu gerakan, tetapi selalu didahului Kwe Ceng, hingga mereka kewalahan dan serba salah.   Hendaklah diketahui bahwa "Thian-keng-pak-tau-tin"   Ini adalah suatu ilmu kepandaian tertinggi dari kaum Coan-cin-kau, barisan yang teratur rapi dan dilakukan tujuh orang ini, sekalipun lawannya beratus piau beribu orang dapat pula ditahan.   Akan tetapi dihadapan Kwe Ceng, barisan bintang2 yang hebat ini ternyata tiada gunanya, sebab Kwe Ceng sudah paham akan ilmu barisan bintang2 ini, apalagi ketujuh imam ini hanya anak murid Coan-cin-kau angkatan muda,"   Kalau barisan ini dipasang dengan Coan-cin-chit-cu, mungkin Kwe Ceng tidak gampang merebut tempat kedudukan sesukanya.   Oleh karenanya, meski sudah ber-ubah2 beberapa kali gerak tipu barisan para imam itu, sebenarnya sekali pukul Kwe Ceng sudah bisa bikin kocar-kacir barisan lawan, namun ia sengaja membodoh dan pura2 tidak mengerti, dengan ke-tolol2an sengaja ia berdiri menjublek di tempatnya, hanya kalau barisan orang bergerak, maka segera pula ia ikut menggeser.   Begitulah sampai lama sekali walaupun si-imam menjadi poros barisan bintang2 itu telah beberapa kali bergerak dengan cepat, namun tetap tidak berhasil mengepung Kwe Ceng, Dalam terkejutnya imam itu menjadi gusar pula, ia tidak mau menyerah mentah2, segera ia putar barisannya pula dengan cepat.   Nampak pertarungan yang ramai ini, yang paling senang adalah Nyo Ko.   ia lihat ketujuh imam itu seperti orang gila saja ber-Iari2 cepat mengitari Kwe Ceng, sebaliknya dengan tenang saja Kwe Ceng melangkah beberapa tindak ke kiri atau ke kanan, ke timur atau ke barat menurut keadaan musuh, dari mula sampai akhir ketujuh imam itu ternyata tak berani sembarang menyerang dengan senjata mereka, makin menonton semakin ketarik hingga saking senangnya Nyo Ko bertepuk tangan.   Dalam pada itu tiba2 terdengar Kwe Ceng berseru.   "Maaf!"   Habis ini mendadak ia menyerobot cepat dua langkah ke kiri, sekarang barisan bintang2 itu berbalik berada di bawah ke arah maka Kwe Ceng menyerobot kalau ketujuh imam itu tidak ikut menggeser ke arah yang sama, tentu mereka harus menghadapi bahaya yang mengancam jiwa mereka, Oleh karena itu terpaksa ketujuh imam ini harus mengikuti gerak arah Kwe Ceng.   Dengan demikian, maka ketujuh imam ini sudah terjeblos dalam keadaan tak dapat melepaskan diri lagi, kemana Kwe Ceng pergi, ketujuh orang ikut ke sana, Kwe Ceng cepat, para imam pun cepat dan kalau lambat mereka turut lambat.   Diantara ketujuh imam ini rupanya To-koh atau imam wanita itu yang paling cetek kepandaiannya, setelah dibawa putar belasan kali oleh Kwe Ceng, ia sudah merasa kepala pusing dan napas ter-sengal2, tampaknya segera akan terbanting jatuh, Tetapi ia insaf kalau barisan bintang2 mereka kehilangan seorang saja, maka seketika akan menjadi pincang dan daya pertahanan mereka akan runtuh.   Dalam keadaan terpaksa ia hanya bisa mengertak gigi bertahan sekuatnya.   Walaupun usia Kwe Ceng boleh dibilang tidak muda lagi, tetapi semenjak ia tirakat di Tho-hoa-to.   bersama isterinya Ui Yong, paling akhir ini sudah jarang bergaul dengan dunia luar, selama itu pula hati kanak2-nya ternyata belum menjadi hilang, Kini nampak ketujuh imam itu dapat dipancing hingga lari2, ia menjadi senang dan timbul kembali hati mudanya.   "Hari ini tanpa sebab tanpa alasan kalian telah mendamperat padaku, kalian mencaci aku sebagai maling cabul, menuduh aku bisa gunakan ilmu sihir pula, kini kalau aku tidak betul2 unjuk sedikit ilmu sihir padamu, mungkin kalian sangka aku boleh dihina begitu saja ?"   Demikian ia pikir. Karena itu, ia lantas berteriak pada Nyo Ko.   "Lihat Ko-Ji, saksikan ilmu sihir yang aku keluarkan ini !"   Habis ini mendadak dengan sekali loncat, ia melompat ke atas satu batu cadas.   Ketujuh imam itu kini sudah berada di bawah pengaruh Kwe Ceng, maka begitu dia loncat ke atas batu, jika ketujuh imam ini tidak ikut meloncat, segera titik kelemahan barisan mereka akan kelihatan.   Oleh sebab itu diantaranya ada beberapa imam jadi ragu2, namun imam yang menduduki tempat Thian-toan atau pemimpinnya, dengan sekali bersuit, segera ia pimpin barisannya melompat ke-atas.   Di luar dugaan, belum sampai mereka menancap kaki di atas, sekoyong2 Kwe Ceng melompat turut lagi, habis ini ia lantas ganti tempat yang lain, keruan teraksa para imam itu memburu dan meniru pula dan begitu seterusnya terjadi uber2an.   Sampai akhirnya tiba2 Kwe Ceng meloncat ke atas puncak satu pohon.   "Sungguh celaka, entah darimana munculnya iblis seperti dia ini, pamor Coan-cin-kau hari ini pasti akan runtuh seturuhnya", demikian diam2 para imam itu mengeluh. Sekalipun dalam hati mereka memikir, tetapi kaki mereka tidak berani berhenti, mereka masing2 mencari dahan pohon sendiri2 yang bisa dibuat singgah dan terus ikut meloncat ke atas.   "Lebih baik di bawah saja !"   Kwe Ceng menggoda dengan ketawa dan betul saja ia lantas lompat turun pula, bahkan berbareng ia ulur tangan hendak menjambret kaki imam yang menduduki tempat Khay-yang.   Sebenarnya letak kelihayan Pak-tau-tin atau barisan bintang2 itu adalah karena bisa bahu-membahu dengan kerja sama yang rapat sekali, kini Kwe Ceng menyerang pada satu tempat, otomatis dua imam yang menduduki tempat serangkaian terpaksa melompat turun buat membantu dan karena turunnya yang dua ini, mau tidak mau imam2 yang lain ikut turun pula dan dengan demikian seluruh barisan menjadi terpengaruh.   Yang paling senang oleh karena pertarungan ramai ini adalah Nyo Ko, ia terpesona dalam girang tercampur kejut, Katanya dalam hati.   "Apabila pada suatu hari aku bisa belajar hingga sehebat kepandaian Kwe-pepek sekalipun seumur hidupku harus menderita juga aku rela"   Tetapi lantas terpikir pula.   "Namun seumur hidupku ini mana bisa belajar kepandaian setinggi ini dari dia kecuali si budak Kwe Hu dan kedua saudara Bu yang beruntung itu, Hm, sudah jelas ia maksudnya Kwe Ceng) tahu kepandaian orang coan-cin-kau jauh dibawahnya, tapi ia justru sengaja kirim aku untuk belajar silat pada imam2 busuk ini."   Begitulah makin dipikir Nyo Ko semakin dongkol hingga ia berpaling ke jurusan lain, ia tidak mau lihat Kwe Ceng mempermainkan ketujuh imam tadi Akan tetapi sifat anak2 mana bisa tahan lama, tidak antara lama ia menjadi kepingin tahu apa jadinya dengan imam2 yang digoda itu, maka tidak tahan lagi ia berpaling kembali untuk menyaksikan pertempuran ramai dan lucu itu.   Sementara itu sesudah puas mempermainkan para imam, diam2 Kwe Ceng berpikir.   "Sesudah begini, tentunya mereka harus percaya bahwa aku betul2 adalah Kwe Ceng, Jadi orang hendaklah jangan keterlaluan harus jaga kebaikan di hadapan Khu-cin-jin nanti."   Dalam pada itu ia sedang goda ketujuh imam tadi hingga putar kayun dengan kencang, mendadak ia berdiri diam sambil Kiongciu serta berkata .   "Tujuh To-heng, maaf saja, sekarang silahkan menunjuk jalannya."   Diluar dugaan, imam yang menduduki tempat Thian-koan dan sebagai pemimpin tadi ternyata berwatak sangat keras, karena melihat ilmu silat lawannya semakin kuat, ia semakin yakin orang pasti tidak bermaksud baik terhadap perguruan mereka, maka meski menghadapi musuh setangguh ini, sama sekali ia pantang mundur.   "Hm, maling cabul."   Demikian segera ia menjawab dengan suara lantang.   "Coan-cin-kau kami paling benci pada segala perbuatan kejahatan, maka se-kali2 jangan kau harap bisa melakukan perbuatan2 yang tidak tahu malu di Cong-lam-san ini !"   Kwe Ceng bingung oleh damperatan yang tak keruan juntrungannya ini.   "Apa perbuatanku yang tidak kenal malu ?"   Demikian ia tanya.   ""Hm, pura2 bodoh."   Jengek imam Thian-koan itu.   "Melihat kepandaianmu yang tinggi ini, tentunya kau bukan sebangsa manusia yang suka berbuat kotor, aku nasehati kau, lekas kau turun kembali, sana !"   Meski imam ini masih mendamperat, tetapi di balik kata-kata yang diucapkan ini ia telah unjuk juga rasa kagumnya terhadap ilmu kepandaian Kwe Ceng.   "Jauh2 Cayhe sengaja datang dari selatan dan ingin bertemu Khu-cinjin untuk sesuatu keperluan, sebelum bertemu mana boleh kembali turun gunung ?"   Demikian jawab Kwe Ceng. Mendengar jawaban ini, tiba2 air muka imam hian-koan itu berubah hebat.   "Hm, jadi kau ingin ketemu Khu-cinjin ? Baiklah, coba katakan, sebenarnya ada urusan apa ?"   Tanyanya dengan dingin.   "Sejak kecil Cayhe menerima budi besar dari Ma cinjin dan Khu-cinjin, karena sudah belasan tahun tidak bertemu, maka aku menjadi kangen sekali,"   Sahut Kwe Ceng. Namun jawaban ini ternyata makin menambah sikap permusuhan dari imam itu. Kiranya soal "budi"   Dan dendam"   Dalam kalangan Kangouw paling di-utamakan, sering kali karena soal sakit hati, di mulut dia bilang datang buat balas budi padahal yang benar maksudnya hendak membalas dendam, Imam Thian-koan itu suka pegang teguh pandangannya sendiri, maka kata2 Kwe Ceng yang diucapkan dengan setulus hati justru diterima kebalikannya.   "Jangan2 guruku Giok-yang Cinjin juga kau katakan ada budi padamu,"   Demikian ia menjengek lagi.   Karena kata2 ini, Kwe Ceng jadi ingat pada masa yang silam, masa mudanya dengan peristiwa yang terjadi dalam istana Thio-ong-hu, dimana Giok-yang-cu (atau Giok-yang Cinjin) Ong Ju-it tanpa pikirkan bahaya telah menandingi gerombolan musuh yang jauh lebih banyak untuk menolong dirinya, atas kejadian itu memang tidak sedikit budi yang dia terima dari Ong Ju-it.   Oleh sebab ini, tanpa ragu2 lagi ia lantas jawab .   "O, kiranya To-heng adalah murid Giok-yang Cinjin, memang betul juga 0ng-cinjin ada budi terhadap Cayhe, bila dia juga berada di atas gunung, sudah tentu akan lebih baik lagi."   Diluar dugaan, ketujuh imam ini malah menjadi gusar, dengan suara bentakan yang murka, senjata mereka segera menyamber, dengan cepat mereka menyerang tujuh tempat di tubuh Kwe Ceng secara serentak.   Akan tetapi mana bisa Kwe Ceng diserang dengan gampang dengan sedikit mengegos ia sudah melangkah ke samping, kembali ia duduki tempat bintang Pak-kek atau kutub utara yang menjadi kelemahan barisan para imam itu.   "He, bicara dulu,"   Demikian ia teriaki imam2 Coan-cin-kau ini.   "Cayhe Kwe Ceng sama sekali tidak mengandung maksud jahat kesini, dengan cara bagaimana baru-kalian mau percaya bahwa aku benar2 Kwe Ceng adanya ?"   "Kau sudah merebut enam pedang anak murid Coan-cin-kau yang duluan, kenapa tidak sekalian rampas lagi tujuh pedang kami ini ?"   Sahut imam Thian-coan tadi. Dalam pada itu imam yang menduduki tempat Thian-koan yang sejak tadi sebenarnya tutup mulut saja, kini mendadak ikut menyela dengan suara yang pecah.   "Maling cabul anjing, rupanya kau hendak pamer kepandaianmu di hadapan sundel kecil keluarga Liong itu ? Hm, apa kau kira Coan-cin-kau kami gampang kau hina ?"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Demikian ia mencaci maki Keruan Kwe Ceng menjadi gusar.   "Apa kau bilang ?"   Sahutnya dengan muka merah.   "Nona keluarga Liong ?"   Siapa dia ? aku Kwe Ceng selamanya tidak pernah kenal dia."   "Haha, jika kau berani, kenapa kau tidak memaki dia sebagai perempuan busuk, sebagai sundel cilik !"   Kata imam Thian-koan pula dengan bergelak tawa.   Mendengar orang mengumbar kata2 kotor, Kwe Ceng menjadi tertegun, dasarnya ia memang jujur dan patuh pula adat peraturan, ia pikir wanita she Liong yang disebut itu entah orang macam apakah, mana boleh tanpa sebab dan alasan aku mencaci makinya.   Karena pikiran ini, ia lantas menjawab.   "Kenapa aku harus memaki dia ?"   "Hahaha!"   Tertawa beberapa imam itu berbareng "Nah, bukankah kau sudah mengaku sendiri ?"   Dasar Kwe Ceng memang tidak pandai menggunakan otak, kini orang secara serampangan memaksakan suatu tuduhan padanya, semakin lama ia merasa semakin ruwet, ia hanya pikir dengan paksa terjang saja ke Tiong-yang-kiong untuk menemui Khu Ju-ki dan Ong Ju-it tentu segala urusan akan menjadi beres.   "Kini Cayhe akan naik ke atas, kalian merintangi lagi, jangan kalian menyesali Cayhe tidak segan2,"   Dengan dingin ia memberi peringatan. Tapi ketujuh imam itu tiba2 melangkah maju setindak dengan senjata siap sedia.   "Jangan kau pakai ilmu sihir, kita boleh coba ukur kepandaian dalam ilmu sejati,"   Dengan suara keras imam Thian-soan tadi menantang. Kwe Ceng hanya tertawa, segera ia ambil satu keputusan, maka ia lantas menjawab.   "Aku justru hendak unjuk -- sedikit ilmu sihir pada kalian, tanpa tanganku menyenggol senjata kalian sedikitpun aku, sanggup merampas ketujuh pedang kalian,"   Ketujuh imam itu saling pandang, dari wajah mereka tertampak perasaan tidak percaya.   "Bagus, kami akan coba2 ilmu kepandaianmu dalam hal tendangan,"   Seru salah satu imam.   "Akupun tidak perlu gunakan kaki,"   Sahut Kwe Ceng..   "Pendeknya tidak nanti aku menyenggoI barang sedikitpun senjata maupun anggota badan kalian, tetapi senjata kalian akan kurampas, kalau sampai tersentuh, anggap saja aku kalah dan segera aku turun gunung untuk selamanya tidak akan naik ke sini lagi."   Mendengar orang buka mulut besar, ketujuh imam itu menjadi marah semua, Tanpa tunggu lagi, Begitu imam Thian-koan geraki pedangnya, segera ia bawa barisannya mengerubut maju.   Namun dengan kepala menunduk Kwe Ceng lantas menerjang dengan cepat, ia menduduki titik bintang Pak-kek lagi dan dengan langkah cepat mengarah ke kiri, ia menyerang sajap kiri barisan para imam.   Imam Thian-koan yang menjadi pemimpin barisan kenal lihaynya orang, maka lekas2 ia bawa barisannya memutar ke kanan, dengan demikian supaya bisa berhadapan dengan Kwe Ceng dan supaya kelemahan barisannya tidak kentara.   Diluar dugaan., sekali Kwe Ceng sudah mengincar sayap kiri, tetap ia serang bagian kiri dan tidak putar balik, meski tempo2 cepat dan kadang2 lambat, tetap ia berlari mengincar bagian kiri, oleh karena ia bisa menduduki tempat bintang Pak-kek dengan kukuh, mau tidak mau ketujuh imam itu harus ikut memutar ke kiri juga.   Begitulah makin lari semakin cepat Kwe Ceng juga menguber, sampai akhirnya kecepatannya boleh dikatakan melebihi kuda, makin lama makin luas pula tempat yang dibuat putar hingga berupa satu lingkaran selebar belasan tombak.   Tetapi ketujuh imam ini tergolong tidak lemah juga, meski mereka dipaksa dalam kedudukan yang terbalik dipengaruhi orang, namun barisan mereka sedikitpun belum kacau, mereka bertujuh masih menduduki tempatnya masing2 dengan kuat dan tetap, hanya tubuh mereka saja yang tidak bisa dikuasai lagi masih terus ikut lari terbawa oleh Kwe Ceng.   Diam2 Kwe Ceng harus puji juga keuletan tujuh imam Coan-cin-kau ini, maka langkahnya tidak pernah ia kendurkan, tiba2 dia malah pergiat kakinya hingga berlari memutar sebagai roda angin saja.   Mula2 ketujuh imam itu masih bisa paksakan diri ikut berlari terus, tetapi lama kelamaan Gin-kang atau ilmu entengkan tubuh imam2 itu lantas tertampak, imam Thian-koan paling tinggi Ginkangnya, ia lari paling depan dan disusul dengan imam yang menduduki tempat Thian-ki dan Thian-heng, sedang imam yang lain pe-lahan2 menjadi ketinggalan hingga barisan mereka lambat laun makin renggang, Tentu saja mereka terperanjat, pikir mereka.   "Jika musuh mau gempur barisan kita pada saat ini mungkin barisan bintang ini tidak bisa dipertahankan lagi."   Walaupun mereka sudah tahu bakal celaka, tapi karena sudah terlanjur, mereka tak pikirkan lain lagi, mereka hanya bisa berbuat sepenuh tenaga dan keluarkan seluruh kepandaian untuk lari lebih cepat mengikuti Kwe Ceng yang masih terus berputar.   Sebagai contoh dapat dilukiskan umpamanya kita ikat sepotong batu dengan seutas tali lalu kita putar secepat mungkin, diwaktu batu berputar kencang dan mendadak kita lepaskan, maka batu itu, pasti akan mencelat jauh dengan tali pengikatnya tadi.   Sama halnya sekarang dengan ketujuh imam itu, mereka telah dipengaruhi Kwe Ceng yang makin putar makin cepat sampai pedang mereka terangkat di atas kepala, makin cepat mereka berlari, makin tidak kuat memegang pedang mereka se-akan2 ada satu tenaga maha besar yang menariknya dan hendak merebut pedang dari tangan mereka.   "Lepas!"   Se-konyong2 terdengar Kwe Ceng membentak.   Berbareng ini ia meloncat cepat ke kiri.   Oleh karena tidak men-duga2 akan kejadian itu, ketika imam2 itu mendadak lihat Kwe Ceng meloncat ke atas, terpaksa mereka harus ikut melompat ke-atas juga.   Dan aneh, entah mengapa ketujuh pedang yang mereka pegang itu semuanya tidak bisa mereka pertahankan lagi, seluruhnya telah terlepas dari cekalan, seperti tujuh ular perak saja ketujuh pedang itu menyamber ke dalam hutan yang berjarak belasan tombak jauhnya.   Dalam pada itu mendadak pula Kwe Ceng berdiri tegak, dengan ketawa kemudian ia berpaling.   Sebaliknya wajah ke tujuh imam itu menjadi pucat seperti mayat, mereka berdiri terpaku di tempatnya, hanya masing masing tetap menduduki tempat barisannya, barisan mereka sama sekali belum menjadi kacau.   Melihat keadaan ini diam2 Kwe Ceng memuji juga atas kegigihan imam2 itu.   Sementara imam Thian-koat tadi tiba2 bersuit sekali, menyusul ini semuanya lantas mundur ke belakang batu2 cadas dan menghilang.   "Ko-ji, marilah kita naik gunung sekarang,"   Teriak Kwe Ceng.   Tapi meski sudah dua kali ia memanggil, belum juga ada sahutan dari Nyo Ko, waktu ia coba mencari namun bayangan Nyo Ko sudah tak tertampak lagi, yang dia ketemukan hanya sebuah sepatu kecil yang ketinggalan di semak2 di belakang pohon sana.   Tentu saja Kwe Ceng terkejut, ia mengerti ke-Tho-hoa-to, meski setiap hari ia tetap berlatih diri lain yang mengira di samping dan telah menculik si Nyo Ko.   Tetap bila ia pikir para imam tadi hanya salah paham saja terhadap dirinya, pula Coan-cing-kau selamanya suka bantu yang lemah dan berantas kejahatan, tidak nanti satu anak kecil dibikin susah oleh mereka, maka ia tidak menjadi kuatir lagi.   Dengan kumpulkan tenaganya, segera ia berlari cepat mendaki keatas.   Sudah ada belasan tahun Kwe Ceng tirakat di Thoa-hoa-to, meski setiap hari ia tetap berlatih diri, namun sudah sekian lamanya belum pernah ia bergebrak dengan orang, karena itu kadang2 terasa kesepian olehnya, kini kebetulan bisa bergebrak seru dengan para imam tadi, maka diam2 ia merasa cukup puas.   Sementara di jalannan pegunungan semakin sulit ditempuh, tak antara lama, bahkan awan hitam menutup raut sang dewi malam, mendadak udara-pegunungan cerah menjadi gelap guIita, Karena keadaan ini, Kwe Ceng menjadi ragu2, ia pikir.   "Tempat ini aku belum apal, jangan2 para To-heng itu main tipu muslihat, betapapun aku harus waspada."   Karenanya ia lantas lambatkan langkahnya, ia jalan pelahan saja.   sesudah maju lagi, tiba2 awan hitam tadi terpencar di tiup angit, rembulan memancarkan sinarnya dengan terang benderang, ia dengar di balik gunung sana sayup2 ada suara napas orang yang hampir ratusan banyaknya, meski suara napas itu sangat pelahan, namun karena jumlah orangnya banyak, maka Kwe Ceng dapat mengetahuinya.   Tetapi ia tidak menjadi gentar, sesudah kencangkan ikat pinggangnya, segera ia melanjutkan perjalanan pula, setelah melintasi satu lereng gunung, tiba-tiba ia menjadi kaget.   Kiranya di depannya terdapat satu lapangan yang sangat luas dengan sekelilingnya dikitari gunung2, keadaannya sangat angker dan bagus sekali, Di bawah gunung yang terdapat lapangan luas itu terdapat pula satu kolam besar, karena sorotan sinar bulan, maka air kolam menjadi berkelap-kelip kemilauan.   Di depan kolam besar kelihatan ratusan imam yang berdiri terpencar, para imam ini semuanya memakai kopiah kuning dan jubah kelabu, tangan menghunus pedang, sinar pedang yang gemerdepan menyilaukan mata.   Ketika Kwe Ceng mengawasi kiranya para imam itu tiap2 tujuh orang tergabung menjadi satu kelompok hingga seluruhnya ada empat belas barisan bintang Thian-keng-pak-tau-tin.   Tiap2 tujuh Pak-tau-tin kecil ini terbentuk pula menjadi satu Pak-tau-tin yang besar, sungguh hebat sekali keadaan barisan bintang raksasa ini, karena itu diam2 Kwe Ceng berkuwatir.   Dalam pada itu tiba2 terdengar satu imam dalam barisan raksasa itu bersuit, habis ini di 98 imam itu dengan cepat terpencar, ada yang di depan ada yang di belakang, sekaligus berubahlah barisan bintang mereka, segera Kwe Ceng terkurung di-tengah2.   Tiap-tiap imam itu siap sedia dengan pedang terhunus, mereka memandang dengan mata tak berkedip dan semuanya bungkam.   "Dengan hati tulus Cayhe mohon bertemu Khu-cin-jin, maka harap para To-heng jangan merintangi,"   Segera Kwe Ceng menyapa dengan memberi hormat kepada para imam itu.   "llmu kepandaianmu cukup hebat, kenapa kau tidak tahu harga diri dan mau berkomplot dengan kaum siluman ? Hendaklah kau lekas insaf bahwa selamanya wanita suka menyesatkan orang, sayang kalau puluhan tahun latihan kepandaianmu hanya dibuang dalam sekejap saja !"   Demikian imam berjenggot panjang dalam barisan itu menjawab Nada suaranya rendah, tetapi setiap, kata diucapkannya dengan jelas, suatu tanda tenaga dalamnya sudah kuat sekali, lagu kata2nya juga sungguh2 nyata ia menasihati orang dengan setulus hati.   Sudah tentu Kwe Ceng merasa geli dan mendongkol pikirnya dalam hati.   "Para imam hidung kerbau ini entah anggap aku ini manusia macam apa? Coba kalau Yong-ji berada didampingku, pasti tidak akan terjadi kesalahan paham seperti sekarang ini."   Oleh karena itu, dia lantas menyahut.   "Siluman apa dan wanita apa yang kau maksudkan ? Sungguh Cayhe sama sekali tidak tahu-menahu, jika Cayhe bertemu dulu dengan Khu-cinjin, tentu segalanya akan menjadi terang"   "Kau bisa ketemu beliau jika mampu boboIkan Pak-tau-tin dari Coan-cin-kau kami ini,"   Kata imam berjenggot pandang tadi.   "Cayhe hanya seorang diri, pula ilmu kepandaianku terlalu rendah, mana berani melawan ilmu mujijat kalian ? Harap saja anak yang aku bawa itu dibebaskan dan silakan memberi kesempatan padaku buat menemui Khu-cin-jin,"   Sahut Kwe Ceng.   "Hm, kau masih coba berlagak dan putar lidah? Di depan Tiong-yang-kiong di Cong-lam-san ini mana boleh kau maling cabul ini berbuat tidak se-mena2?"   Mendadak imam jenggot panjang membentak.   Habis ini pedangnya memutar ke atas dengan membawa samberan angin yang santar hingga menerbitkan suara ngaungan yang bergema.   Karena inilah imam yang lain serentak gerakan senjata mereka juga, sekaligus 98 batang pedang berputar kian kemari hingga menerbitkan angin yang keras, sinar pedang yang berpantulan tersusun seperti satu jaringan sinar perak Diam2 Kwe Ceng mengeluh oleh susunan barisan bintang2 ini, ia pikir dengan seorang diri mana mungkin bisa menandingi lawan yang begitu banyak? Dalam pada itu sebelum dia bisa ambil sesuatu keputusan, ke-96 imam itu sudah lantas merubung maju dri kedua belah, sinar pedang mereka menyamber rapat hingga boleh dikatakan lalat saja sukar menerobos.   "Hayo, senjata apa yang kau pakai, lekas kau keluarkan!"   Terdengar si imam jenggot panjang membentak.   "Rupanya barisan Pak-tau-tin mereka tidak gampang dipecahkan, tetapi kalau hendak mencelakai aku, rasanya mereka juga tidak mampu, Biarlah aku melihat cara bagaimana permainan barisan mereka ini,"   Demikian Kwe Ceng membatin. Maka dengan se-konyong2 ia memutar pergi, ia lari menduduki tempat di ujung barat-daya, berbareng ia keluarkan tipu pukulan "ciam-liong-bat-yong"   Atau naga selulup jangan digunakan, satu tipu pukulan yang lihay dari ilmu pukulan "Hang-liong-sip-pat-ciang" (ilmu pukulan penakluk naga)"   Yang meliputi delapan belas jurus.   Sekali tangannya diulur lalu ditarik pula terus mendadak didorong lagi ke samping.   Karena serangan ini, ketujuh imam muda yang menjaga barisan ujung barat-daya itu lekas2 pindahkan pedang mereka ke tangan kiri, lalu sambil bergandengan tangan mereka ulur telapak tangan kanan untuk menyambut pukulan Kwe Ceng tadi.   Tak tahunya ilmu pukulan ini sudah dilatih Kwe Ceng sedemikian rupa sehingga di atas puncaknya kesempurnaan, tenaga dorongannya tadi luar biasa kerasnya, yang paling lihay justru terletak pada tenaga tarikan kembalinya tadi.   Oleh karena itu, sepenuh tenaga ketujuh imam itu menahan dorongannya, diluar dugaan menyusul satu kekuatan yang maha besar malah menarik lagi ke depan, keruan ketujuh imam muda ini tak bisa tancap kaki lebih kuat lagi, tanpa kuasa mereka terbanting jatuh, Meski segera mereka bisa melompat bangun, namun tidak urung muka mereka sudah kotor penuh debu hingga mereka merasa malu.   Nampak betapa lihaynya Kwe Ceng, sekali turun tangan tujuh anak muridnya kena dibanting roboh, tentu saja imam jenggot panjang tadi sangat terkejut, segera ia bersuit panjang, ia geraki ke-14 Pak-tau-tin mereka dan bergandeng menjadi satu secara ber-deret2.   Dalam keadaan demikian, sekalipun berlipat ganda pula tenaga pukulan Kwe Ceng juga tidak mungkin sanggup mendorong ke-98 imam yang banyak ini.   Maka ia tak berani menyerang secara keras lawan keras lagi, segera ia keluarkan Gin-kang atau ilmu entengi tubuh, ia menerobos ke sana kemari diantara barisan orang, ia pikir mencari lubang dahulu untuk kemudian baru turun tangan mematahkan barisan lawan.   Sesudah lari sini dan lompat sana, ia sengaja pancing barisan musuh supaya berubah tempat, namun segera ia tahu kalau hanya kekuatan seorang diri saja sungguh sulit untuk mematahkan barisan bintang2 ini, sementara itu makin lama barisan itu semakin ciut garis kepungan mereka, Kwe Ceng merasa hendak berkelit atau hindarkan diri makin lamapun semakin sulit.   Karenanya diam2 Kwe Ceng berusaha cara bagaimana untuk menerjang keluar kepungan musuh Ketika mendadak ia mendongak, ia lihat jauh di Iamping gunung sebelah kanan sana berdiri satu kuil yang sangat megah, ia taksir tentu itulah Tiong-yang-kiong, ia lihat kira2 belasan li jauhnya kuil itu, ia memperhitungkan suara teriakannya masih bisa mencapai istana itu, maka diam2 ia kumpulkan seluruh tenaga dalamnya, sesudah siap, mendadak ia berseru keras.   "Tecu (anak murid) Kwe Ceng mohon bertemu! Tecu Kwe Ceng mohon bertemu !"   Begitu keras suara teriakan hingga seperti bunyi guntur di siang hari sampai kuping para imam itu terasa pekak, bahkan tergetar sampai kepala pusing dan mata kabur, seketika daya serangan mereka menjadi kendor.   "Awas, jangan sampai kena dikibuli maling cabul ini,"   Lekas2 jenggot panjang tadi memberi semangat pada kawan-kawannya. Kwe Ceng menjadi gusar mendengar orang berulang kali memaki dirinya, ia pikir .   "Barisan bintang2 ini berada dibawah pimpinannya, asal aku hantam roboh orang ini, ular tanpa kepala, tentu barisan ini tidak sulit lagi untuk dihancurkan." - Karena itu, segera ia buka serangan lagi, ia selalu incar si-imam jenggot panjang. Di luar dugaannya, keistimewaan barisan bin-tang2 ini justru adalah memancing musuh untuk menggempur pucuk pimpinannya, dengan demikian barisan2 dalam kelompok kecil lainnya segera mengepung dari kedua sayap, kalau terjadi begini berarti musuh sudah terjebak ke dalam jaring2 mereka. Syukur Kwe Ceng bukan sembarang orang, baru beberapa langkah ia menguber imam jenggot panjang itu, segera ia merasa gelagat tidak menguntungkan, tiba2 ia merasakan daya tekanan dari belakang bertambah hebat, begitu pula dari kedua sayap mengerubut maju secara ber-bondong2. Satu kali ia hendak belok ke kanan, tetapi dua barisan kecil dari depan telah menyerang berbareng dengan 14 pedang. Tempat yang diarah ke 14 pedang para imam ini ternyata tepat dan bagus hingga Kwe Ceng hendak berkelit tak bisa, hendak mengegos pun tak sempat. Namun begitu menghadapi bahaya demikian ini, dalam hati Kwe Ceng bukannya menjadi takut, sebaliknya hawa amarahnya semakin memuncak, pikirnya dalam hati.   "Sekalipun kalian dakwa aku sebagai maling cabul segala, tapi sebagai orang beragama seharusnya berwelas-asih, kenapa tiap2 seranganmu begini keji? Apa memang sengaja hendak melenyapkan jiwaku ?"   Mendadak ia meloncat ke samping, berbareng sebelah kaki melayang, sekali tendang ia bikin satu imam muda terpental, sedang tangan kiri di-ulur pula buat merebut pedang orang, dengan senjata rampasan ini ia tangkis tujuh pedang yang sementara itu telah menyerang lagi dari sebelah kanan, Maka terdengarlah suara nyaring beradunya senjata, tahu2 ketujuh pedang musuh sudah ter-kutung semua, sebaliknya pedang yang Kwe Ceng pegang masih baik2 saja tanpa rusak.   Hendaklah diketahui bahwa pedang yang dirampas Kwe Ceng itu tiada bedanya dengan pedang para imam yang terkutung itu dan bukannya lebih tajam, soalnya karena tenaga dalamnya sengaja dia salurkan ke ujung pedangnya dan sekali gus bikin tujuh pedang musuh tergetar putus.   Mungkin saking kaget oleh ketangkasan Kwe Ceng ini hingga muka ketujuh imam tadi jadi pucat dan mulut temganga.   Nampak barisan kawannya bobol, lekas2 dari samping dua barisan kecil merubung maju untuk melindungi barisan yang duluan, Diam2 Kwe Ceng ingin men-coba2 lagi kekuatannya sendiri demi nampak 14 imam kedua kelompok barisan pendatang ini tangan bergandeng tangan, tenaga 14 orang telah tergabung menjadi satu.   Maka sengaja ia ajun pedang rampasannya, sekali tempel, senjata ke -14 imam itu segera melengket dengan pedang Kwe Ceng ini.   "Awas !"   Tiba2 Kwe Ceng berseru, berbareng tangannya sedikit diangkat, maka terdengar suara "krak"   Yang riuh, ternyata ada duabelas batang pedang para imam itu yang patah.   Masih dua batang lagi telah mencelat terbang ke udara.   Tentu saja luar biasa terperanjatnya imam2 itu, lekas2 mereka melompat mundur.   Walaupun sekaligus senjata para imam itu kena dipatahkan dan dilempar pergi, namun Kwe Ceng tidak merasa puas seluruhnya, pikirnya.   "Nyata kepandaianku masih belum sampai pada tingkatan yang paling tinggi, maka dua pedang tadi masih belum bisa kubikin patah sekalian."   Dalam pada itu, para imam sudah bertambah waspada, cara mereka menyerang pun lebih hati2, tetapi semakin kencang pula kepungan mereka, sebaliknya karena belum bisa membikin patah semua pedang tadi, Kwe Ceng merasa barisan musuh dijaga lebih kuat, dalam hati ia menjadi ragu2, ia pikir jangan sampai diriku akhirnya kecundang, urusan jangan sampai terlambat lebih baik turun tangan lebih dulu.   Habis ini dengan sedikit mendak tubuh, mendadak Kwe Ceng meloncat ke sudut timur laut, dengan tindakan ini ia tahu kedua kelompok barisan kecil dari jurusan barat-daya pasti akan putar maju, namun ia sudah siap, meski hanya sebatang pedang yang dia pegang, tapi dalam sekejap saja ia sudah menusuk empatbelas kali, 14 titik putih gemerdep menyamber berbareng, tiap2 tusukannya tepat mengenai "yang-kok-hiat"   Di pergelangan tangan ke - 14 imam itu.   Meski cara menggeraki tangan Kwe Ceng tidak keras, tetapi para imam itu sudah rasakan tangan mereka tak bertenaga lagi, ke 14 pedang merekapun terjatuh ke tanah.   Luar biasa kejut para imam itu, dengan ter-sipu2 mereka melompat mundur, dan ketika pergelangan tangan mereka periksa, nyata "Yong-kok-hiat"   Yang kena ditutul tadi sedikit tanda merah, tetapi setetes darahpun tidak mengucur keluar, Sungguh hebat serangan Kwe Ceng ini, dia gunakan ujung pedang yang tajam itu untuk menusuk Hiat-to, tetapi sedikitpun tidak bikin lecet kulit daging, sungguh suatu kepandaian yang luar biasa.   Keruan para imam itu terperanjat, dalam hati mereka bisa membayangkan juga apabila Kwe Ceng mau tabas putus tangan mereka tadi sebenarnya bukan urusan sulit.   Kini sudah ada 5 kali 7 atau 35 pedang yang telah terlepas dari cekalan.   Imam yang berjenggot panjang tadi semakin gusar, ia tahu juga Kwe Ceng masih belum keluarkan seluruh kepandaiannya, tetapi untuk menjaga pamor Coan-cin-kau tidak merosot, berulang kali ia memberi perintah lagi, ia persempit pula lingkaran barisannya, ia pikir dengan kepungan 98 imam, secara desak-mendesak saja akan gencet mampus lawannya.   Sebaliknya hati Kwe Ceng menjadi gemas juga, batinnya .   "Para To-heng ini sungguh tidak kenal baik dan jelek, agaknya terpaksa aku harus hajar mereka supaya kapok."   Tanpa ayal lagi segera ia mulai buka serangan baru, dengan Ginkang yang lihay ia menyusur kesana dan memutar kemari, hanya sekejap saja barisan bintang para imam itu sudah tampak rada kacau.   Melihat gelagat jelek, lekas2 imam jenggot panjang tadi memberi perintah agar kambrat2nya berlaku tenang dan tetap jaga rapat kedudukan barisan mereka, ia insyaf apabila sampai ikut Kwe Ceng berlari, maka akhirnya barisan mereka pasti akan kocar-kacir dipatahkan.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tetapi demi mereka berdiri tenang tak bergerak, Kwe Ceng sendiri jadi gagal usahanya.   "To-heng ini (maksudnya imam jenggot panjang) sangat paham akan rahasia barisannya, nyata dengan cepat ia bisa ambil tindakan,"   Demikian diam2 Kwe Ceng membatin.   "Biarlah aku berteriak beberapa kali lagi, coba ada suara sahutan dari Khu-totiang atau tidak"   Selagi ia mendongak hendak buka mulut, sekilas tertampak olehnya pada pojok kuil yang megah di atas gunung sana lapat2 ada berkelebatnya sinar putih, agaknya seperti ada orang sedang bertempur dengan senjata tajam, hanya sayang karena jaraknya terlalu jauh, maka gerak tubuh orangnya tidak jelas, lebih2 suara beradunya senjata tidak bisa kedengaran.   Hati Kwe Ceng tergerak "Siapakah yang bernyali begitu besar, berani dia ngacau ke Tiong-yang-kiong ? Rupanya kejadian malam ini ada sesuatu yang mencurigakan"   Karena itu, ia ingin lekas memburu ke kuil di atas gunung untuk melihat apa yang terjadi, cuma para imam masih terus merintanginya dengan mati-matian.   Akhirnya Kwe Ceng menjadi tak sabar, tiba2 tangan kirinya memukul dengan gerak tipu "kian-liong-cay-thian" (melihat naga di sawah), sedang tangan kanan dengan tipu pukulan "kong-liong-yu-hwe" (naga pembawa sial), sekali serang ia keluarkan ilmu kepandaiannya hantam kanan-kiri dengan kedua tangannya.   Karena serangan kanan-kiri ini, maka barisan bintang raksasa itu terpaksa membagi 49 orang buat menahan serangan dari kiri dan 49 orang lainnya menahan hantaman dari sebelah kanan.   Diluar dugaan, belum penuh gerak serangan Kwe Ceng tadi dilontarkan, ditengah jalan tiba2 berubah, gerak tipu "kian-liong-tjay-thian"   Mendadak berubah menjadi "kong-liong-yu-hwe"   Dan sekaligus Kwe Ceng gerakkan kedua tangan dengan tipu pukulan Kian-liong-cay-dian dan Kong-liong-yu-hwe kekanan dan kiri lalu diputar balik secara berlawanan sebaliknya.   Sebenarnya ilmu pukulan, dari kanan-kiri, kedua tangan sekaligus mengeluarkan tipu serangan yang berlainan, bahkan ditengah jalan tipu serangan itu bisa berubah, sungguh orang tidak pernah dengar atau menyaksikannya (dari mana Kwe Ceng memperoleh ajaran ilmu pukulan kanan-kiri dengan serangan yang berlainan, pada kesempatan lain akan diceritakan tersendiri).   Padahal barisan Pak-tau-tin besar sebelah kiri sedang keluarkan tenaga buat menahan tipu "kian-liong-cay-thian"   Dan barisan sebelah kanan menangkis tipu "kong-liong-yu-hwe", karena perubahan yang terbalik ini, maka tertampaklah bayangan Kwe Ceng berkelebat, tahu2 dia telah meloncat keluar dari celah2 himpitan kedua barisan besar itu, sebaliknya masing2 pihak dari ke-49 imam itu karena tidak pernah menyangka akan tindakan lawan itu, keruan lantas terdengar suara gedebukan yang ramai, kedua barisan itu telah saling tumbuk dan saling seruduk, banyak pedang yang patah dan tangan terluka, ada pula yang muka babak belur dan hidung mancur, beberapa puluh orang telah menderita luka semua.   Imam berjenggot panjang tadi meski sempat hindarkan diri lebih cepat, namun tidak urung ia ikut kelabakan juga, saking gemasnya, segera ia kerahkan seluruh barisannya terus mengudak pula.   Tetapi karena amarahnya ini justru telah melanggar pantangan ilmu silat dari golongan Coan-cin-kau yang mengutamakan ketenangan sementara itu Kwe Ceng berlari cepat di depan dan dari belakang ke-98 imam itu mengudak dengan kencang.   Tatkala sampai ditepi sebuah kolam besar, Kwe Ceng lihat di depan hanya air belaka, namun ia tidak kurang akal, mendadak ia lemparkan pedang rampasannya lurus kepermukaan air.   Meski pedang ini terbuat dari baja, namun kekuatan yang Kwe Ceng gunakan begitu tepat, maka batang pedang ini me-loncat2 terapung di atas air beberapa kali Kesempatan inilah digunakan Kwe Ceng dengan baik, ia melayang ke tengah kolam, dengan kaki kanan ia tutul pelahan di atas batang pedang, Pada saat pedang itu tenggelam kedalam kolam, namun Kwe Ceng sudah pinjam tenaga tutulan tadi untuk melompat sampai di seberang.   Sebaliknya para imam itu yang sial, mereka sedang mengudak dengan kencangnya dan tak keburu mengerem lagi, maka terdengarlah suara "plang-plung"   Yang ramai beberapa puluh kali, nyata ada 40-50 orang yang telah kecemplung ke dalam kolam.   Sedang beberapa puluh yang di belakang menginjak punggung imam2 yang depan, karena inilah mereka bisa berhenti ditepi kolam.   Sedang imam2 yang kecemplung tadi karena tak bisa berenang, banyak yang megap2 dan ber-teriak-teriak minta tolong, cepat imam2 lainnya yang bisa berenang memberi pertolongan dan dengan sendirinya tidak sempat buat menguber Kwe Ceng lagi.   Diwaktu para imam ini tunggang langgang, tiba2 Kwe Ceng dengar suara genta yang ditabuh keras berkumandang dari Tiong-yang-kiong, itu istana kaum Coan-cin-kau.   Suara genta itu dibunyikan secara titir, keras dan kerap, agaknya seperti tanda bahaya.   Waktu itu Kwe Ceng baru lepaskan diri dari rintangan para imam dan lagi berlari menuju Tiong-yang-kiong secepatnya, ketika ia dengar suara genta rada aneh, ia telah merandek dan mendongak maka terlihatlah olehnya di belakang kuil suci itu ada sinar api yang ber-kobar2 menjulang tinggi.   Tentu saja Kwe Ceng kaget, pikirnya .   "Kiranya hari ini memang benar ada orang hendak gempur Coan-cin-kau, aku harus lekas pergi menolongnya."   Dalam pada itu ia dengar suara teriakan para imam tadi telah menyusul dari belakang lagi.   Kini Kwe Ceng baru mengerti tentunya imam2 ini telah salah sangka dirinya adalah musuhnya, kuil mereka sedang terancam bahaya, sudah tentu mereka lebih kalap dan hendak adu jiwa dengan dirinya, Namun iapun tidak urus mereka lagi melainkan dengan cepat ia lari terus ke atas.   Dengan Ginkang atau ilmu entengi tubuh yang Kwe Ceng dapat belajar juga dari Coan-cin-kau, yakni ajaran Ma Giok, maka tidak sampai waktu satu tanakan nasi ia sudah tiba sampai di depan Tiong-yang-kiong, ia lihat api sudah berkobar dan menjalar hebat, Tetapi aneh, ratusan To-su atau imam dari Coan-cin-kau yang masing2 memiliki ilmu silat tinggi itu ternyata tiada satu-pun yang keluar buat memadamkan api.   Diam2 Kwe Ceng merasa kuatir.   Waktu ia mengamati lagi, kiranya api menjalar dari bagian belakang istana yang megah itu terbukti bagian depannya masih utuh.   Cepat ia melintasi pagar tembok yang tinggi itu dan melompat masuk pelataran depan kuil itu, maka terlihatlah olehnya dipendopo sana sudah ber-jubel2 orang yang lagi saling hantam dengan mati-matian.   Waktu Kwe Ceng menegasi pula, ia lihat ada 49 orang imam berjubah kuning yang tersusun menjadi tujuh barisan Pak-tau-tin sedang menandingi serangan 60 atau 70 orang musuh.   Para musuh pendatang itu ada yang tinggi ada yang pendek, gemuk atau kurus, seketikapun tak dapat dilihat dengan terang.   Hanya kepandaian silat dan golongan para pendatang ini masing2 berlainan, ada yang memakai senjata dan ada yang menggunakan tangan kosong, mereka terus merangsak dengan penuh tenaga.   Sebenarnya tidak lemah ilmu silat para penyerang ini pula jumlahnya lebih banyak, maka para imam Coan-cin-kau sudah mulai terdesak di bawah angin, cuma lawan mereka menyerang dan menghantam secara perseorangan, sebaliknya ke-tujuh barisan bintang para imam itu bisa bahu-membahu dan bantu membantu, mereka menjaga diri dengan sangat rapat, Meski para musuh sangat lihay tak mampu mendesak para imam itu barang selangkahpun.   Melihat pertarungan besar2an ini, Kwe Ceng menjadi heran, Selagi ia hendak membentak dan tanya, tiba2 ia dengar di dalam istana kuil itu ada suara samberan angin yang men-deru2, ternyata di dalam sana masih ada rombongan lain lagi yang sedang bertempur.   Dari angin pukulan yang kedengaran itu, agaknya orang yang bergebrak di dalam istana itu ilmu silatnya jauh lebih tinggi daripada para penyerang yang berada di luar.   Lekas2 Kwe Ceng memburu maju, ia mengegos dan menerobos masuk, ia berkelit ke kiri terus menyusup ke kanan, tahu2 ia sudah menyelip masuk melalui Pak-tau-tin para imam, Tentu saja imam2 Coan-cin-kau sangat kaget, berbareng mereka saling memperingatkan kawannya, tapi karena musuh dari luar terlalu hebat tekanannya, maka mereka tidak sanggup membagi sebagian untuk mengudak Kwe Ceng.   Di dalam istana itu sebenarnya terang benderang oleh belasan lilin yang besar, tatkala itu api yang berkobar dari ruangan belakang sudah menjalar ke depan, dari pancaran sinar api yang berkobar itu bercampurkan asap tebal yang menghembus terbawa angin, sinar lilin di dalam ruangan hanya kelihatan remang2 saja.   Sementara Kwe Ceng lihat di dalam istana itu ber-deret2 tujuh imam duduk sila di atas ka-suran yang bundar, telapak tangan kiri mereka saling tempel, hanya tangan kanan mereka yang dikeluarkan untuk menahan kepungan belasan orang musuh.   Begitu datang Kwe Ceng tidak periksa pihak musuh melainkan terus pandang dulu pada ketujuh imam Coan-cin-kau, ia lihat di antara tujuh orang itu yang tiga sudah berumur dan yang empat masih muda, yang tua itu masing2 ialah Ma Giok, Khu Ju-ki dan Ong Ju-it, sedang empat imam yang muda hanya seorang saja yang dia kenal, yakni In Ci-peng, murid Khu Ju-ki.   Ketujuh imam inipun memasang jaring2 barisan Pak-tau-tin, mereka berduduk saja tanpa bergerak Diantara tujuh imam ini ada satu di antaranya yang kepalanya menunduk dan sedikit membungkuk hingga mukanya tidak tertam-pak jelas.   Demi nampak Ma Giok bertujuh berada dalam keadaan terancam, seketika darah Kwe Ceng jadi panas, iapun tidak peduli lagi siapa dan darimana adanya musuh itu, dengan sekali bentakan yang menggeledek segera ia mendamperat .   "Kawanan bangsat yang kurangajar, berani kalian main gila ke Tiong-yang-kiong sini ?"   Berbareng itu kedua tangan mengulur, sekaligus ia dapat mencengkeram punggung dua orang musuh, selagi ia bermaksud membanting sasaran pertama ini, tak terduga kedua orang ini ternyata tergolong jagoan tinggi, walaupun punggung mereka kena dijamberet, namun kedua kaki mereka ternyata masih terpaku di lantai dan tidak kena dibanting.   Tentu saja Kwe Ceng terkejut, pikirannya.   "Darimanakah mendadak bisa datang lawan keras begini banyak ? Pantas kalau Coan-cin-kau hari ini harus menderita kekalahan."   Sambil berpikir iapun sembari kerjakan serangan lain, mendadak ia kendurkan jamberetan-nya tadi, menyusul kakinya lantas melayang, ia serampang kaki kedua orang lawannya. Pada waktu itu kedua lawannya sedang mengeluarkan kepandaian "Cian-kin-tui"   Atau tindihan seberat ribuan kati, yakni semacam ilmu yang bikin tubuhnya menjadi berat untuk melawan tarikan pwe Ceng tadi, sama sekali tidak mereka duga bahwa Kwe Ceng bisa ubah serangannya secepat itu.   Tanpa ampun lagi mereka kena diserampang hingga tubuh mereka mencelat keluar pintu.   Tentu saja pihak penyerang itu terkejut tatkala mengetahui pihak lawan kedatangan bala bantuan, Akan tetapi karena mereka yakin pasti akan dipihak pemenang, maka datangnya Kwe Ceng tidak mereka perhatikan, hanya ada dua orang yang segera maju dan membentak "Siapa kau ?"   Namun Kwe Ceng tidak menggubris, tanpa berkata ia sambut kedua orang ini dengan gablokan kedua telapak tangannya secara susul-menyusul.   Sungguh tidak pernah diduga kedua orang itu, belum mereka mendekat atau mendadak tenaga pukulan Kwe Ceng sudah bikin tergetar mereka hingga tak bisa berdiri tegak, tanpa ampun lagi dupiali suara "bluk"   Terdengar, punggung mereka tertumpuk pada dinding tembok dengan keras hingga darah segar muncrat keluar dari mulut mereka.   Nampak empat kawan mereka roboh beruntun-runtun, keruan para musuh yang lain menjadi jeri, seketika tiada lagi yang berani maju buat mencegat.   Di lain pihak Ma Giok, Khu Ju-ki dan Ong Ju-it segera mengenali Kwe Ceng dalam hati mereka menjadi girang luar biasa.   "Orang ini datang, Coan-cin-kau kami tidak perlu kuatir lagi!"   Demikian kata mereka dalam hati. Sementara Kwe Ceng sama sekali tidak pandang sebelah mata pada para musuh itu, bahkan ia lantas berlutut ke hadapan Ma Giok buat memberi hormat tanpa gubris musuh2 yang lain.   "Tecu Kwe Ceng memberi hormati"   Demikian ia berkata. Tatkala itu rambut alis Ma Giok, Khu Ju-ki dan Ong Ju-it sudah putih karena usia mereka yang sudah menanjak, mereka hanya memanggut sambil bersenyum dan angkat tangan buat balas hormat.   "Awas, Kwe-heng!"   Tiba2 In Ci-peng berseru memperingatkan Kwe Ceng.   Dalam pada itu, Kwe Ceng sudah merasa di belakang kepalanya ada mendesisnya angin, ia tahu ada musuh melakukan pembokongan, tetapi iapun tidak menoleh atau berpaling, dengan tangan menahan di lantai, tubuhnya lantas terangkat ke atas dan diwaktu turunnya, kedua lututnya dengan tepat menindih di atas punggung kedua pembokong ini Dengan demikian Kwe Ceng masih tetap berlutut, hanya di bawah lututnya telah bertambah dengan dua orang pengganjel.   Kiranya dengan secara tepat dan hebat sekali Kwe Ceng telah gunakan lututnya untuk menumbuk jalan darah penyerang gelap tadi, keruan dengan lemas kedua orang itu terkulai ke lantai dan dipakai sebagai kasur pengganjel Kwe Ceng.   Ma Giok tersenyum melihat kejadian ini, katanya.   "Bangunlah, Ceng-ji, belasan tahun tak berjumpa, rupanya kepandaianmu sudah jauh lebih maju!"   "Cara bagaimana harus selesaikan beberapa orang ini, harap Totiang memberi petunjuk,"   Kata Kwe Ceng sambil berdiri.   Tetapi sebelum Ma Giok menjawab, tiba2 Kwe Ceng mendengar di belakangnya ada dua orang secara berbareng bersuara tertawa "haha", suara tertawaan ini sangat aneh sekali, kalau yang satu tajam menusuk telinga, adalah yang lain sebaliknya nyaring menarik.    Badik Buntung Karya Gkh Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung

Cari Blog Ini