Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 72


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 72


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   "0mi tohud!"   Menyusul orang itu berkata.   "Loceng (paderi tua) It-teng mohon berjumpa, sudilah kiranya Eng koh menemuinya!"   Kwe Yang memandang sekeliling tambak, tapi tidak tampak seorangpun padahal suara orang itu tidak begitu keras, jelas datang dari tempat dekat saja, namun sekitar situ jelas tiada tempat bersembunyi, lalu berada di manakah orang yang bersuara itu?"   Dia pernah mendengar cerita dari ibunya bahwa Ii-teng Taysu adalah tokoh angkatan tua, pernah menolong jiwa ibunya, juga terhitung kakek guru kedua saudara Bu, hanya selama ini paderi sakti itu belum pernah dilihatnya.   Kini tiba2 didengarnya ada orang menyebut "lt-teng", tentu saja ia terkejut dan bergirang.   Nyo Ko juga sangat gembira mendengar suara It-teng, ia tahu yang digunakan it-teng Taysu adalah Lwekang maha sakti, yaitu ilmu menyiarkan gelombang suara dari tempat beberapa li jauhnya, semakin tinggi Lwekangnya, semakin halus pula suaranya sehingga mirip orang bicara dari dekat saja.   Kagum sekali mendengar suara It-teng Taysu yang luar biasa itu, betapapun ia merasa tenaga dalam sendiri tak dapat menandingi paderi sakti itu, pikirnya pula.   "Kiranya nenek ini bernama Engkoh. Entah ada urusan apa It teng Taysu ingin menemui-nya? jika paderi itu suka tampil ke muka, mungkin sekali rase ini akan bisa diperoleh."   Kiranya nenek penghuni Hek-liong-tam ini memang betul bernama Eng-koh.   Sewaktu masih menjadi raja negeri Tayli, aslinya It-teng Taysu she Toan dan terkenal sebagai tokoh Raja di Selatan di dunia Kangouw.   Sebagai raja, sudah tentu cukup banyak selir-nya, Eng-koh adalah salah satu selir kesayangannya ketika itu, Tapi suatu waktu Toan-hongya (raja Toan) kedatangan tamu yang terkenal, yaitu Ong Tiong-yang dari Coan-cin-kau beserta Sutenya, yakni si Anak Tua Nakal Ciu Pek-thong.   Mungkin sudah suratan nasib, selama tinggal beberapa lama di negeri Tayli, dasar watak Ciu Pek-thong memang suka keluyuran, maka secara kebetulan dia pergoki Eng-koh sedang berlatih silat (ajaran Toan-hongya), karena sifatnya yang jahil dan tidak sirik mengenai adat lelaki dan perempuan, Ciu Pek-thong telah mendekati Eng-koh dan mengajaknya ngobrol tentang ilmu silat (Ciu Pek-thong itu memang orang yang keranjingan ilmu silat).   Bicara punya bicara, akhirnya keduanya jatuh cinta dan "ada main"   Serta membuahkan seorang anak laki2. Ketika Toan-Hongya kedatangan musuh, yaitu Kiu Jian-yim yang kemudian terkenal sebagai Cu-in Hwesio, secara licik Kiu Jian-yim telah melukai anak haram hasil "semokel"   Antara Ciu Pek-thong dan Eng-koh itu, tujuannya untuk memaksa Toan-hongya menyelamatkan orok itu dengao It-yang-ci, dengan demikian tenaga dalamnya terpaksa harus dikorbankan dan sukar dipulihkan dalam waktu singkat, pada saat demikian Kiu Jian-yim yakin pasti dapat mengalahkan Toan-hongya.   Tak terduga tipu muslihatnya ternyata diketahui Toan-hongya, pula dia cemburu karena hubungan gelap Eng-koh dengan Ciu Pek-thong itu, maka dia bertekad tidak mau menolongnya, akhirnya anak itupun mati.   Toan-hongya sangat menyesal, akibatnya ia cukur rambut dan menjadi Hwesio dengan gelar It-teng.   Kematian anaknya sudah tentu membuat Eng-koh juga sakit hati dan merana, ia terus minggat dari negeri Tayli, suatu ketika di puncak Hoa-san dipergokinya Kiu Jian-yim, tapi tidak berhasil membunuhnya, iapun bertemu dengan Ciu Pek-thong dan ingin bicara dengan dia, tapi asal melihat bayangan Eng-koh seketika si Anak Tua Nakal itu kabur lebih dulu, soalnya dia malu dan merasa ber-dosa, maka tidak berani menemui bekas kekasih itu.   Eng-koh lantas mengembara tanpa tujuan dan akhirnya menetap di Hek-liong-tam ini.   Sebenarnya sudah belasan hari It-teng Taysu berada di tepi Hek- liong-tam dan setiap hari selalu berseru untuk mohon bertemu, Namun Eng-koh masih sakit hati karena dahulu bekas raja Tayli itu tega tidak mau menolong jiwa anaknya, maka dia tetap tidak mau menemuinya.   Begitulah Eng-koh tampak lesu dan mundur berduduk di atas onggokan kayu, sorot matanya kelihatan dendam dan benci.   Selang tak lama, terdengar It-teng berseru pula.   "Dari jauh It-teng datang ke sini, hanya untuk mohon bertemu sejenak dengan Eng-koh."   Namun Eng-koh tetap tidak menggubrisnya.   Nyo Ko menjadi heran, ia pikir kepandaian It-teng jauh lebih tinggi daripada Eng-koh, kalau dia mau menemuinya ke sini toh nenek ini tak dapat menolaknya, mengapa dia mesti memohon dari kejauhan? Dalam pada itu terdengar It-teng berseru memohon lagi, setelah Eng-koh tetap tidak memberi jawaban, lalu tidak diulangi lagi, suasana kembali sunyi.   "Toakoko,"   Kata Kwe Yang.   "It-teng Taysu itu adalah tokoh yang luar biasa, maukah kita ke sana menemuinya?"   "Baik, memangnya aku ingin menemui beliau,"   "jawab Nyo Ko. Terlihat Eng-koh berbangkit pelahan dengan sorot mata bengis, meski Nyo Ko merasa tidak gentar padanya, tapi tidak enak juga perasaannya melihat sikap orang ini, Segera ia pegang tangan Kwe Yang dan berkata.   "Marilah pergi!"   Sekali melayang, segera kedua orang meluncur ke tengah tambak. Setelah berpuluh meter di bawa meluncur Nyo Ko, Kwe Yang lalu bertanya.   "Toakoko, berada di manakah Taysu? suaranya seperti berada di sebelah sini saja."   Dua kali Nyo Ko dipanggil "Toakoko"   Dengan suara yang halus dan mesra, hatinya terkesiap juga pikirnya "Cintaku kepada Liong-ji suci murni dan tak mungkin bergoyah, betapapun aku tidak boleh terjerumus lagi kejaringan asmara.   Usia nona cilik ini masih muda dan ke-kanak2an, ada lebih baik selekasnya berpisah dengan dia agar tidak menimbulkan hal2 yang tidak diharapkan" - Akan tetapi berada di atas lumpur bcrselimutkan salju itu, sedetikpun tidak boleh berhenti, lebih2 tidak mungkin mengendurkan pegangannya pada tangan si nona.   "Toakoko", kembali Kwe Yang berkata.   "ku-tanya kau, apakah engkau tidak mendengar."   "lt-teng Taysu berada di timur laut sana, kira2 dua-tiga li dari sini,"   Jawab Nyo Ko.   "Suaranya kedengarannya dekat, tapi sebenarnya berada cukup jauh. dia menggunakan ilmu jian-li-toan- im" (me-ngirim gelombang suara dari jauh)."   "He, apakah engkau juga mahir ilmu itu?"   Tanya Kwe Yang.   "Maukah engkau mengajarkan padaku? Kelak kalau kita berpisah di tempat jauh agar akupun dapat bicara denganmu dengan ilmu itu, kan menyenangkan bukan?"   "Namanya saja mengirim gelombang suara dari jauh, sebenarnya kalau dapat mencapai dua-tiga li sudah luar biasa,"   Ujar Kwe Yang dengan tertawa.   "Untuk mencapai kepandaian setingkat lt-teng Taysu, biarpun secerdas kau juga harus berlatih hingga rambut ubanan."   Kwe Yang sangat senang karena orang memuji-nya cerdas, katanya pula.   "Ah, aku ini cerdas apa? Kalau aku mempunyai dua bagian kecerdasan ibuku saja aku sudah merasa puas."   Tergerak hati Nyo Ko, dari raut muka si nona ia melihat samar2 ada beberapa bagian menyerupai Ui Yong, Pikirnya.   "Tokoh2 yang kukenal selama hidup baik lelaki maupun perempuan, kalau bicara tentang kepintaran dan kecerdasan rasanya tiada orang lain yang mampu menandingi Kwe pekbo, apakah mungkin nona cilik ini adalah puteri bibi Kwe?"   Tapi segera ia tertawa geli sendiri dan anggap jalan pikirannya itu terlalu meng-ada2, masakah di dunia ini bisa terjadi sedemikian kebetulan? Kalau benar nona ini puteri Kwe-pekbo, mana mungkin paman dan bibi Kwe membiarkannya berkeliaran di Iuaran.   Maka ia coba bertanya kepada Kwe Yang.   "Siapakah ibumu?"   "lbu ya ibu, meski kukatakan juga kau tidak kenal,"   Jawab Kwe Yang dengan tertawa "Eh, Toa-koko, kepandaianmu lebih tinggi atau kepandaian It-teng Taysu lebih tinggi?"   Usia Nyo Ko sekarang sudah mendekati setengah baya, iapun kenyang mengalami gemblengan kehidupan dan merasakan betapa pahit getirnya sejak berpisah dengan Siao-liong-Ii, walaupun semangat ksatrianya tidak berkurang, tapi sifat dugal-nya di masa mudanya sudah hampir lenyap seluruhnya, Maka ia menjawab.   "lt-teng Taysu sangat terhormat di dunia persilatan, berpuluh tahun yang lalu namanya sudah sama tingginya dengan Tho-hoa tocu dan lain2, beliau adalah Lam-te (raja di selatan), yaitu satu diantara lima tokoh terkemuka di jaman itu, mana aku dapat dibandingkan beliau."   "Wah, jika begitu, kalau engkau dilahirkan lebih dini beberapa puluh tahun yang lalu, tentu tokoh tertinggi waktu itu bukan lagi lima orang, tapi enam jadinya. Konon mereka disebut Tang-sia Se-tok, Lam-te, Pak-kay dan Tiong-sin-thong, lalu engkau berjuluk apa? Ah, pasti juga Sin-tiau-tayhiap. Oya, masih ada lagi Kwe-tayhiap dan Kwe-hujin."   Nyo Ko bertanya pula.   "Apakah kau pernah melihat Kwe-tayhiap dan Kwe-hujin?"   "Sudah tentu aku pernah melihat mereka, malahan mereka sangat sayang padaku,"   Sahut Kwe Yang.   "Eh, Toakoko, apakah engkau juga kenal beliau2 itu? Nanti kalau urusan di sini sudah beres2 maukah kita pergi menyambangi mereka?"   Nyo Ko benci pada Kwe Hu yang telah membuntungi lengannya, setelah lewat sekian tahun, rasa benci itu semakin menipis.   Tapi Siao-liong-li mengidap racun dan terpaksa harus berpisah 16 tahun, persoalan ini takdapat tidak membuatnya sangat dendam kepada Kwe Hu.   Maka dengan hambar saja ia menjawab.   "Tahun depan bisa jadi aku akan berkunjung kepada Kwe-tayhiap dan isterinya, tapi harus tunggu dulu setelah kuberjumpa dengan isteriku dan kami berdua akan pergi ke sana bersama."   Begitu menyebut Siao-Iiong-li, tanpa terasa timbul hasratnya yang menyala, Kwe Yang dapat merasakan telapak tangan Nyo Ko yang mendadak menjadi panas. Segera ia bertanya pula.   "lsterimu tentu sangat cantik dan ilmu silatnya pasti pula sangat tinggi."   "Kukira di dunia ini tiada orang lain yang lebih cantik daripada dia,"   Kata Nyo Ko.   "Bicara tentang ilmu silat, saat ini dia tentu juga melebihi diriku."   Kwe Yang menjadi sangat hormat dan kagum, katanya.   "Toakoko, engkau harus membawa diriku menemui isterimu, maukah kau berjanji?"   "Mengapa tidak?"   Ujar Nyo Ko dengan tertawa.   "Kuyakin nyonyaku juga pasti suka padamu, Saat mana barulah kau benar2 memanggil aku Toakoko."   "Apakah sekarang aku tidak boleh memanggil demikian padamu?"   T mya Kwe Yang dengan melenggak.   Karena sedikit merandek itulah, sebelah kakinya lantas kejeblos ke dalam lumpur, Untung Nyo Ko lantas menariknya melompat jauh ke depan.   Tertampaklah di kejauhan sana berdiri seorang dengan jenggot panjang dengan memakai jubah paderi warna kelabu, siapa lagi kalau bukan It- teng Taysu.   Segera Nyo Ko berseru.   "Tecu Nyo Ko memberi hormat kepada Taysu!"   Sambil menarik Kwe Yang sekaligus ia meluncur ke depan paderi sakti itu.   Tempat berada It teng itu di tepi kolam lumpur Hek-liong-tam itu, ia menjadi girang ketika mendengar nama Nyo Ko.   maka ia lantas membangunkannya ketika Nyo Ko datang menyembah padanya, katanya dengan tertawa"   "Baik2kah selama ini, saudara Nyo? Pesat amat kemajuan ilmu sakti-mu, sungguh menggembirakan dan mengagumkan."   Waktu Nyo Ko berbangkit dilihatnya di belakang It-teng sana menggeletak seorang dengan muka pucat lesi seperti mayat, ia melengak. Ketika ia awasi, kiranya Cuin Hwesio adanya.   "Kenapakah Cu-in Taysu?"   Tanya Nyo Ko terkejut.   "Dia dilukai orang, meski sudah kutolong sepenuh tenaga tetap sukar menyembuhkan dia,"   Tutur It-teng menyesal. Nyo Ko coba mendekati Cu-in dan memeriksa nadinya, terasa denyutnya amat Iemah, lama sekali barulah berdenyut pelahan sekali, kalau saja Lwe kang Cu-in tidak kuat, mungkin sudah lama menghembuskan napas penghabisan.   "Kepandaian Cu-in Taysu sedemikian tinggi, entah siapakah yang mampu melukainya?"   Tanya Nyo Ko heran.   "Kami bermaksud pulang ke Tayli waktu itu karena ada kabar bahwa pasukan Mongol ada maksud menyerbu ke daerah selatan,"   Tutur It-teng.   "Sebelum berangkat, Cu-in telah keluar untuk mencari keterangan keadaan, di tengah jalan kepergok seorang dan mereka bertempur selama tiga-hari-tiga-malam, akhirnya Cu in terluka parah."   "Ah, kiranya keparat Kim-lun Hoat-ong datang ke Tionggoan lagi,"   Ujar Nyo Ko sambil membanting kaki ke tanah.   "He, Toakoko, darimana engkau mengetahui orang itu ialah Kim-lun Hoat-ong?"   Tanya Kwe Yang heran.   "padahal It-teng Taysu tidak menyebut dia."   "lt-teng Taysu bilang mereka bertempur selama tiga-hari-tiga-malam, maka jelas luka Cu-in bukan disergap musuh yang licik,"   Jawab Nyo Ko.   "Di dunia ini, orang yang mampu melukai Cu-in Taysu rasanya jumlahnya dapat dihitung dengan jari, dan di antaranya beberapa orang ini hanya Kim-lun Hoat-ong saja tergolong orang jahat."   "Toakoko, lekas engkau mencari bangsat itu dan hantam dia untuk membalaskan sakit hati Toahwesio ini,"   Ujar Kwe Yang. Tiba2 Cu-in yang menggeletak dengan kempas-kempis di tanah itu membuka matanya sedikit dan menggeleng pelahan kepada Kwe Yang.   "Kenapa? Memangnya kau tidak ingin membalas dendam?"   Tanya Kwe Yang heran.   "Ah, barangkali maksudmu Kim-lun Hoat-ong itu terlalu lihay dan kuatir Toakoko tak dapat menandingi dia?"   "Kau salah sangka, nona cilik,"   Sela It-teng.   "Soalnya muridku ini telah banyak berbuat dosa, selama belasan tahun ini dia berusaha menebus dosanya itu dan ternyata tak pernah tercapai, hal inilah selalu mengganjal hatinya dan membuatnya matipun tidak tenteram. Jadi bukan maksudnya ingin orang membalaskan sakit hatinya, tapi justeru mengharapkan pengampunan dari seseorang agar dia dapat mangkat dengan hati tenteram."   "Apakah nenek di kolam lumpur ini yang dia inginkan?"   Tanya Kwe Yang.   "Hati nenek ini sangat keras, jika bersalah padanya, tidak nanti dia mengampuni orang begitu saja."   "Justeru begitulah,"   Kata It-teng dengan menghela napas.   "Kami sudah memohonnya di sini selama tujuh-hari-tujuh-malam dan sama sekali dia tidak mau menemui kami."   Tiba2 hati Nyo Ko tergerak, teringat olehnya ucapan si nenek tentang anaknya yang terluka dan orang yang dimintai pertolongan tidak mau menyembuhkannya itu. Segera ia bertanya.   "Apakah berhubungan dengan anaknya yang terluka dan tak tertolong itu?"   Badan It-teng tampak bergetar, sahutnya sambil mengangguk.   "Ya, kiranya kaupun sudah tahu?"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tecu tidak tahu,"   Jawab Nyo Ko.   "Cuma tadi Locianpwe di tengah kolam itu menyinggungnya sedikit."   Lalu iapun mengisahkan pengalaman-nya bertemu dengan si nenek tadi.   "Dia bernama Eng-koh,"   Tutur It-teng pula.   "dahulu ialah isteriku. wataknya memang keras. Ai, kalau tertunda lebih lama lagi mungkin Cu in tidak tahan."   Seketika timbul macam2 tanda tanya dalam benak Kwe Yang, tapi ia tak berani bertanya. Dengan gegetun Nyo Ko lantas berkata.   "Setiap orang tentu pernah berbuat salah, kalau menyadari salahnya, maka apa yang sudah lampau bisalah dianggap selesai, Rasanya jiwa Eng-koh ini juga teramat sempit." - Dilihatnya ajal Cu-in sudah dekat, seketika timbul jiwa ksatrianya yang ingin menolong, segera ia menambahkan.   "Taysu, maafkan jika Tecu memberanikan diri memaksa Engkoh keluar ke sini."   It-teng termenung sejenak, ia pikir kedatangannya dengan Cu-in ini adalah untuk minta ampun kepada Eog-koh, rasanya tidak pantas memakai kekerasan.   Tapi permohonan dengan sopan sudah sekian lamanya dan Eng-koh tetap tidak mau menemuinya, tampaknya kalau tetap memohon begitu saja juga percuma.   jika Nyo Ko mempunyai caranya sendiri, rasanya boleh juga dicoba, seumpama tidak berhasil, paling2 juga cuma gagal bertemu saja, Maka ia lantas menjawab.   "Jika Nyo heng dapat membujuknya keluar, tentu segala persoalan menjadi beres, cuma sebisanya jangan sampai menimbulkan sengketa baru sehingga malah menambah dosa mereka."   Nyo Ko mengiakan, Lalu ia merobek sapu-tangan menjadi empat potong, dua potong digunakan, menyumbat telinga Cu in, dua potong lain di si nona menyumbat lubang kupingnya, Habis itu ia lantas menghimpun tenaga dalam dan minta maaf dulu kepada It-teng lalu ia menengadah dan mengeluarkan suara nyaring panjang.   Suara suitannya ini muIa2 nyaring bening dan berkumandang jauh, lama2 suaranya berubah melengking tajam, lalu berubah keras gemuruh laksana bunyi guntur.   Meski kupingnya sudah disumbat kain, tidak urung muka Kwe Yang berubah pucat karena getaran suara yang membuat jantungnya ber-debar2.   Suara gemuruh itu terus berlangsung secara bergelombang sehingga mirip deburan ombak samudera, Kwe Yang merasa dirinya seperti berdiri di tanah lapang dan guntur terus berbunyi mengelilinginya, ia menjadi takut dan gelisah.   "Toakoko, lekas berhenti, aku tidak tahan,"   Teriaknya.   Akan tetapi suaranya ternyata tenggelam di tengah suitan Nyo Ko yang hebat itu, bahkan ia sendiri tidak mendengar apa2, terasa pikiran menjadi linglung dan pandangan kabur, Untung pada saat itulah It-teng telah mengulurkan tangannya untuk memegangi telapak tangan Kwe Yang.   segera terasalah hawa hangat tersalur dari tangan paderi sakti itu.   Tahulah dia paderi sakti itu sedang membantunya dengan tenaga dalamnya yang kuat, Segera iapun memejamkan mata dan mengerahkan tenaga dalam sendiri.   Sejenak kemudian, meski suara gemuruh tadi masih tetap memekak telinga, namun pikirannya sudah tidak bergolak lagi.   Setelah bersuit panjang sekian lamanya, ternyata Nyo Ko tetap bersemangat dan kuat, sedikitpun tiada tanda2 lelah.   Diam2 It-teng merasa kagum, ia merasa semasa mudanya dahulu juga tidak sekuat Nyo Ko sekarang ini, apalagi kini usianya sudah lanjut, jelas takdapat dibandingkan anak muda itu.   Selang tak lama, tertampaklah sesosok bayangan meluncur dari Hek liong tam sana.   Sekali Nyo Ko mengebaskan lengan bajunya, suara suitan lantas berhenti.   Baru saja Kwe Yang menghela napas lega dan belum lagi pulih air mukanya, terdengar bayangan orang tadi berseru melengking dan jauh.   "Toanhongya, caramu malang melintang memaksa aku keluar, sebenarnya ada urusan apa?"   "Adik Nyo inilah yang mengundang kau,"   Jawab It-teng.   Tengah bicara, tahu2 bayangan orang tadi sudah mendekat.   Siapa lagi kalau bukan Eng koh.   Dia menjadi ragu2 mendengar jawaban It-teng ttu, ia heran di dunia ini kecuali Toan-hongya ternyata ada lagi yang memiliki kekuatan sehebat ini padahal orang yang mukanya sukar diketahui dengan pasti ini berambut hitam, umurnya paling banyak juga belum ada 40 tahun, tapi Lwekangnya ternyata selihay ini, sungguh luar biasa dan mengagumkan.   Sebenarnya Eng-koh bertekad tidak mau menemui Toan-hongya alias It-teng Taysu, tapi suara Nyo Ko tadi telah membuatnya gelisah, ia tahu jika dirinya tidak keluar, sekali tenaga dalam orang dikerahkan, maka pikirannya pasti akan terguncang dan mungkin sekali akan roboh dan terluka dalam.   Karena itulah terpaksa ia keluar walaupun dengan sikap ogah2an.   "lni, rase ini kuberikan padamu, anggaplah aku menyerah padamu dan lekas pergi dari sini,"   Kata Eng-koh kepada Nyo Ko dengan rasa dongkol. Habis itu dia pegang leher seekor rasenya terus hendak dilemparkan ke arah Nyo Ko.   "Nanti dulu,"   Seru Nyo Ko.   "urusan rase adalah soal kecil, ada urusan penting yang hendak dibicarakan It-teng Taysu, harap engkau suka mendengarkannya."   Eng-koh memandang It-teng dengan sikap dingin, katanya.   "Baiklah, silakan Hongya memberitahu."   "Kejadian di masa lampau laksana impian belaka, sebutan diwaktu dahulu buat apa digunakan lagi?"   Ujar It-teng dengan gegetun.   "Eng-koh, apakah kau masih kenal dia?" - Berbareng iapun menuding Cu-in yang menggeletak di tanah itu. Kini Cu-in memakai jubah Hwesio, bahkan mukanya sudah banyak berbeda daripada pertemuan di Hoa-san lebih 30 tahun yang lalu, Maka hakikatnya Eng-koh sudah pangling, katanya setelah memandang sekejap ke arah Cu-in.   "Mana ku kenal Hwesio ini?"   "Dahulu siapakah yang menyerang anakmu dengan cara keji?"   Tanya lt-teng. Seketika tubuh Eng-koh gemetar, air mukanya berubah pucat, lalu berubah menjadi merah, katanya dengan suara ter-putus2.   "Jadi...... jadi dia ini bangsat Kiu Jian-yim itu? Biarpun... biarpun tulang belulangnya menjadi abu juga tetap kukenali.   "Kejadian itu sudah berpuluh tahun yang lalu dan kau masih tetap dendam dan tidak melupakannya,"   Ujar It-teng dengan menghela napas.   "Orang ini memang betul Kiu Jian-yim. Sedangkan mukanya saja kau pangling, tapi dendam lama itu belum pernah kau hipakan."   Mendadak Eng-koh menubruk ke sana, kesepuluh jarinya laksana kaitan terus hendak ditancapkan ke dada Cu-in, ia coba meng-amat2i wajahnya, samar2 ia merasa rada mirip Kiu Jian-yim, tapi setelah diawasi lebin teliti, rasanya seperti bukan.   Kedua pipi paderi ini cekung dan menggeletak tak bergerak, tampaknya sudah tiga perempat mati.   "Apakah orang ini benar2 Kiu Jian-yim,"   Teriak Eng-koh bengis.   "Untuk apa dia menemui aku?"   "Dia memang betul Kiu Jian yim,"   Kata It-teng"   "Dia merasa dosanya terlalu besar dan sudah memeluk agama Buddha serta menjadi muridku, nama agamanya ialah Cu-in."   "Hm, setelah berbuat dosa, dengan menjadi Hwesio lantas segala dosanya akan punah, pantas di dunia ini tambah banyak orang menjadi Hwesio,"   Jengek Eng-koh.   "Dosa tetap dosa, mana mungkin ditebas dengan menjadi Hwesio?"   Ujar It-teng.   "Kini Cu-in terluka parah, ajalnya tinggal beberapa saat saja, teringat olehnya, dosanya mencelakai anakmu, dia merasa tidak tenteram, maka sekuatnya ia bertahan hembusan napas terakhir dan dari jauh datang kesini untuk memohon ampun padamu atas dosanya."   Dengan mata melotot Engkoh memandangi It-teng hingga lama sekali, wajahnya mengunjuk penuh rasa dendam dan benci, se-akan2 seluruh duka derita selama hidupnya ingin dilampiaskannya dalam sekejap ini.   Melihat air muka Eng-koh yang menyeramkan itu, Kwe Yang menjadi takut.   Terlihat kedua tangan Eng-koh telah diangkat dan segera akan dijatuhkan atas tubuh Cu-in.   walaupun merasa takut tapi dasar pembawaan Kwe Yang memang berbudi luhur, segera ia membentak.   "Nanti dulu! Dia sudah tak bisa berkutik, tapi kau hendak menyerangnya pula. sebab apa kau tega berbuat demikian?"   "Hm, dia membunuh anakku, selama berpuluh tahun aku menanti dengan menderita dan akhirnya aku dapat mencabut jiwanya dengan tanganku sendiri walaupun rasanya sudah agak terlambat tapi kau masih bertanya sebab2nya?"   Jengek Eng-koh.   "Kalau dia sudah menyadari kesalahannya dan mengaku berdosa, kejadian yang sudah lampau, buat apa di-ungkat2 lagi?"   Ujar Kwe Yang.   "Hehehehe!"   Eng-koh terkekeh sambil menengadah.   "Enak saja kau bicara, anak dara, Coba jawab andaikan yang dibunuhnya adalah anakmu, lalu bagai mana?"   "Dari... darimana aku mempunyai anak?"   Jawab Kwe Yang gelagapan.   "Atau yang dibunuhnya adalah suamimu, ke-kasihmu, atau Toakokomu ini?"   Jengek Eng-koh pula. Muka Kwe Yang menjadi merah, katanya.   "Ngaco-be!o! Dari... darimana datangnya suami atau kekasihku?"   Makin bicara makin meluap rasa gusar Eng-koh, mana dia tak mau banyak omong lagi, sambil menatap Cu-in segera tangannya hendak menghantam ke bawah. Tapi mendadak terlihat Cu-in menghela napas dengan menyungging senyum dan berkata dengan perlahan.   "Terima kasih Eng-koh sudi menyempurnakan diriku."   Eng-koh jadi melengak dan pukulannya tidak jadi diteruskan, bentaknya.   "Menyempurnakan apa katamu?"   Tapi segera ia paham maksud orang, rupanya Cu-in yakin pasti dirinya mati, maka dia ingin diberi satu pukulan agar dapat mati di tangannya, jadi pukulan yang dahulu pernah menewaskan anaknya telah dibalas dengan pukulan maut pula, dengan begitu dosanya menjadi tertebus.   Dengan tertawa dingin Engkoh lantas berkata.   "Masakah begini enak bagimu? Aku takkan membunuh kau, tapi akupun tak pernah mengampuni kau!"   Kalimat2 ini diucapkan dengan tegas dan seram sehingga membuat orang mengkirik.   Nyo Ko tahu watak It-teng Taysu welas asih dan tidak mungkin bersitegang dengan bekas selirnya itu, sedangkan Kwe Yang adalah anak kecil, apa yang dikatakan tentu tidak mendapat perhatian Eng-koh, kalau dirinya tidak ikut campur tentu urusan ini takkan beres.   Maka dengan ketus ia lantas berkata.   "Eng-locianpwe, persoalan suka-duka di antara kalian sebenarnya tidak jelas bagiku, hanya saja ucapan dan tindak-tanduk cianpwe terasa agak keterlaluan bagiku, betapapun aku menjadi ingin ikut campur tangan urusan ini."   Eng-koh berpaling dengan terkesiap, dia sudah pernah bergebrak dengan Nyo Ko, dari suara suitan-nya tadi iapun tahu kepandaian orang ini jauh di atasnya dan tidak mungkin ditandingi.   Sungguh tak terduga dalam keadaan demikian ada orang tampil ke muka dan main kekerasan padanya setelah dipikir dan pikir lagi, tanpa terasa ia menjadi sedih dan merasa nasibnya teramat tidak beruntung, terus saja ia duduk mendeprok dan menangis ter-gerung2.   Tangisnya Eng-koh ini tidak saja membuat bingung Nyo Ko dan Kwe Yang, bahkan juga di luar dugaan It-teng Taysu.   Terdengar Eng-koh menangis sambil mengomeli "Kalian ini bertemu dengan aku, cara halus tidak dapat lantas memakai kekerasan, tapi orang itu tidak mau menemui aku, kenapa kalian tidak ambil pusing?"   "He, Locianpwe, siapakah yang tidak mau bertemu dengan kau?"   Tanya Kwe Yang cepat "Bagaimana jika kami membantu kau?"   Tanpa menjawab Eng-koh melanjutkan keluhannya.   "Kalian hanya dapat menganiaya kaum wanita macam diriku, kalau ketemu tokoh yang besar2 lihay masakah kalian berani mengutiknya?"   Kwe Yang lantas menanggapi lagi.   "Anak kecil seperti diriku sudah tentu tak berguna, tapi di sini sekarang kan ada It-teng Taysu dan Toakoko-ku, memangnya kita ikut kepada siapa?"   Eng-koh termenung sejenak, mendadak ia berbangkit dan berseru.   "Baik, asalkan kalian mencari dia dan membawanya ke sini untuk menemui aku dan biarkan dia bicara sebentar dengan aku, maka apapun kehendak kalian, ingin rase atau minta aku berdamai dengan Kiu Jian-yim, semuanya kuterima."   "Eh, Teakoko, apakah transaksi ini dapat diterima?"   Tanya Kwe Yang kepada Nyo Ko.   "Siapakah yang ingin cianpwe temui, masakah begitu sulit?"   Tanya Nyo Ko.   "Boleh kau tanya dia."   Jawab Engkoh sambil menuding It-teng Taysu.   Sekilas melihat air muka bersemu merah, Kwe Yang menjadi heran, masakah sudah tua begitu masih bisa malu2 seperti anak perawan.   Melihat Nyo Ko dan Kwe Yang sama menatap ke arahnya, dengan pelahan It-teng lantas menutur.   "Yang dia maksudkan adalah Ciu-suheng, Lo-wan-tong Ciu Pek-tong."   "Ah, kiranya Lowantong yang dimaksudkan,"   Seru Nyo Ko girang.   "Dia sangat baik padaku, biarlah kupergi mencari dan membawanya ke sini untuk menemuinya."   "Namaku Eng-koh, kau harus katakan jelas2 kepadanya bahwa dia akan dibawa ke sini menemui aku,"   Kata Eng-koh.   "Kalau tidak, begitu melihat bayanganku segera dia kabur dan sukar lagi mencarinya. Asakan dia mau datang ke sini maka setiap permintaan kalian pasti akan kupenuhi."   Nyo Ko coba melirik It-teng, terlihat paderi itu menggeleng pelahan, maka diduganya di antara Ciu Pek-thong dan Eng-koh pasti ada persengketaan berat dan keduanya tidak mungkin dipertemukan.   Tapi lantas teringat olehnya bahwa Ciu Pek-thong itu berpikiran seperti anak kecil, bukan mustahil akan dapat memancingnya ke sini dengan sesuatu akal aneh, Maka ia lantas berkata.   "Lo wan-tong itu berada di mana sekarang? Pasti akan kudayakan untuk mengajaknya ke sini."   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kira2 lebih 200 li dari sini ke utara ada sebuah lembah Pek-hoa-kok (lembah seratus bunga), dia mengasingkan diri di sana dan mencari kesenangan dengan beternak lebah,"   Tutur Eng koh.   Mendengar kata2 "beternak lebah", seketika Nyo Ko terkenang kepada Siao liong-li.   Teringat olehnya dahulu Ciu Pek-thong diajari oleh Siao-liong-li cara memiara tawon dan menguasainya, tanpa terasa hatinya menjadi sedih dan mata merah katanya kemudian.   "Baiklah, sekarang juga Wanpwe akan mencari Lo-wan-tong, harap kalian tunggu saja di sini."   Habis itu ia tanya letak Pek-hoa-kok lebih jelas, lalu melangkah pergi. Tanpa bicara Kwe Yang lantas ikut di belakangnya, Nyo Ko lantas mengisiki anak dara itu.   "ilmu silat It-teng Taysu maha tinggi, orangnya juga welas asih, kau tinggal sementara di sini dan mohon belajar sedikit kepandaian padanya, asalkan beliau mau memberi petunjuk, maka beruntungan bagimu."   "Tidak, kuingin ikut kau pergi menemui Lo-wan-tong itu,"   Kata Kwe Yang. Nyo Ko mengernyit kening, katanya.   "Sebenarnya inilah kesempatan yang sukar dicari, mengapa kau sia2kan?"   "Aku tidak ingin belajar ilmu apapun,"   Ujar Kwe Yang.   "Setelah ketemu Lo-wan-tong tentu kau akan pergi, akupun harus pulang, maka biarlah aku ikut pergi saja dengan kau."   Arti ucapan ini adalah merasa waktu berkumpul tidak banyak lagi, kalau dapat berdampingan dengan sang toa-koko lebih lama lagi inilah yang diharapkan.   Melihat anak dara itu marasa berat untuk berpisah dengan dirinya, diam2 Nyo Ko merasa ter-haru, dengan tersenyum ia lantas berkata.   "Semalaman kau tidak tidur, apakah kau tidak letih kantuk?"   "Kantuk sih memang kantuk, namun aku tetap ingin ikut kau,"   Kata Kwe Yang.   "Baiklah,"   Segera Nyo Ko gandeng tangan anak dara itu dan melayang ke depan secepat terbang dengan Ginkang yang tinggi.   Karena tarikan Nyo Ko ini, seketika tubuh Kwe Yang terasa enteng, langkahnya tanpa mengeluarkan tenaga sedikitpun, dengan tertawa ia ber-kata.   "Apabila tanpa digandeng olehmu dan aku sendiri sanggup berlari secepat ini, maka puaslah aku."   "Ginkangmu sudah mempunyai dasar yang baik, kalau berlatih terus, akhirnya kau pasti mencapai tingkatan seperti ini,"   Ujar Nyo Ko. Mendadak ia menengadah dan bersuit. Kwe Yang kaget dan cepat mendekap kuping-nya, tapi Nyo Ko tidak bersuit lagi, maka tertampaklah si rajawali raksasa itu muncul dari balik semak2 pohon.   "Tiau-heng, ada sesuatu urusan kita harus ke utara, mariah engkaupun ikut,"   Kata Nyo Ko.   Rajawali itu lantas tegak leher dan berkaok beberapa kali, entah paham entah tidak, yang jelas dia lantas ikut berangkat bersama Nyo Ko.   Kira2 dua tiga li jauhnya, lari rajawali itu semakin cepat, meski Kwe Yang mengganduI Nyo Ko masih juga tidak mampu menyusul burung itu.   Rupa-nya rajawali itu menjadi tidak sabar lagi, tiba2 ia berhenti dan mendakkan tubuh di depan Kwe Yang.   "Tiau-heng bersedia menggendong kau"   Kata Nyo Ko dengan tertawa.   "Kau harus berterima kasih padanya."   Kwe Yang tidak berani kasar lagi kepada rajawali itu, lebih dulu ia memberi hormat, lalu mencemplak ke atas punggungnya.   Segera rajawali itu mengayunkan langkahnya yang lebar, seketika Kwe Yang merasa seperti di-bawa- terbang, pepohonan di kedua samping sama melayang ke belakang, meski belum secepat terbang kedua ekor rajawali di rumahnya, namun sudah lebih cepat daripada kuda lari.   "Nyo Ko kelihatan mengintil di sebelah burung itu tanpa ketinggalan sedikitpun, terkadang ia malah mengajak bicara dan bergurau. Senang sekali hati si nona, ia merasa pengalamannya sekali ini jauh lebih aneh dan menggembirakan, daripada pengalaman sebelumnya. Menjelang lohor, sudah lebih 200 li mereka lalui, Nyo Ko terus melintasi bukit menurut petunjuk Eng-koh, akhirnya pandangannya terbeliak, di depan sana sebuah lembah menghijau permai dengan aneka macam bunga mekar mewangi, sepanjang jalan mereka menyelusuri tanah salju melalu, sampai di sini se-akan2 memasuki suatu dunia lain, serentak Kwe Yang bersorak gembira dan melompat turun dan punggung rajawali sambil ber-teriak.   "Wah, pintar sekali Lo wan-thong menikmati hidup, sungguh suatu tempat ajaib yang sukar dicari. Eh, Toakoko, coba katakan, mengapa tempat ini sedemikian indahnya?"   "Lembah ini menghadapi selatan, gunung di belakangnya mengalingi angin dari utara, mungkin di bawah tanah banyak tambang batu bara dan belerang atau sebangsanya, makanya suhu tanah di sini cukup hangat, sebab itu pula suasana selalu semarak seperti di musim semi dan bunga mekar serentak."   BegituIah sambil bicara mereka terus memasuki lembah gunung itu.   Setelah membelok lagi beberapa kali, terlihatlah di depan sana sebuah selat diapit tebing gunung di kanan kiri, di tengahnya tumbuh tiga pohon Siong tua menjulang tinggi laksana malaikat penjaga pintu selat.   Menyusul lantas terdengar suara mendengung riuh ramai, banyak sekali, tawon putih beterbangan di sekitar pohon.   Nyo Ko tahu Ciu Pek-thong pasti berada di situ, segera ia berseru lantang.   "Hai, Lo-wan-tong, adik Nyo Ko membawa kawan cilik ingin bermain dengan kau!"   Sebenarnya tingkatan Nyo Ko selisih jauh dengan Ciu Pek-thong, menyebutnya kakek juga belum cukup, namun ia tahu Ciu Pek-thong itu tua2 nakal, kocak dan suka bermain seperti anak kecil, semakin blak2an dengan dia tanpa membedakan tua dan muda, semakin senang dia.   Benar saja, baru lenyap suaranya, segera dari balik pohon sana menongol satu orang, Sekali pandang, Nyo Ko berjingkat kaget.   Belasan tahun yang lalu ketika Nyo Ko pertama kali kenal Ciu Pek-thong, rambut alis Anak Tua Nakal itu sudah putih seperti perak, sekarang wajahnya memang tidak berubah sedikitpun tapi rambut, jenggot dan alisnya malahan berubah menjadi sebagian putih dan sebagian hitam sehingga tampaknya jauh lebih muda daripada dulu.   "Hahaha... adik Nyo, mengapa baru sekarang kau datang mencari aku?"   Demikian Ciu Pek-thong lantas menyambut dengan bergelak tertawa.   "Aha, kau memakai kedok segala untuk me-nakut2i siapa sih?" - Berbareng itu sebelah tangannya terus terjulur hendak meraih kedok tipis yang dipakai. Cengkeraman Ciu Pek-thong itu mengarah sebelah kiri, tapi sedikit menarik pundak kanan, kepala Nyo Ko berbalik miring ke kiri malah dan anehnya cengkeraman Ciu Pek-thong itupun mengenai tempat kosong. Kelima jarinya yang terpentang itu berhenti di sisi leher Nyo Ko, Lo-wantong tampak rada melengak, habis itu lantas terbahak2 dan memuji.   "Adik Nyo, hebat benar kepandaianmu Mungkin sudah jauh melebihi waktu muda Lo-wan-tong dahulu"   Rupanya dalam satu kali cengkeram dan satu kali mengegos itu, kedua orang telah sama2 memperlihatkan ilmu silat mereka yang tinggi luar biasa..   sebenarnya cengkeraman Ciu Pek-thong itu mencakup sasaran cukup luas, jangankan Nyo Ko menghindar dengan miringkan kepala, sekalipun melompat juga sukar menghindari cengkeramannya itu, dalam keadaan terpaksa bisa jadi Nyo Ko menangkis dengan keras lawan keras barulah dapat mematahkannya.   Tapi sedikit angkat pundak kanan tadi Nyo Ko lantas siap dengan lengan bajunya, rupanya Ciu Pek-thong juga tahu kemungkinan itu, terpaksa ia siap menangkis dan karena itu raihan tangannya menjadi kendur sehingga Nyo Ko dapat memiringkan kepalanya dan bebas dari cengkeraman itu.   Sudah tentu Kwe Yang tidak tahu seluk-beluk gebrakan itu, ia merasa senang mendengar Ciu Pek-thong memuji Nyo Ko, segera ia berkata.   "Eh, Ciu-loyacu, kepandaianmu sekarang lebih tinggi atau lebih tinggi waktu masih muda?"   "Waktu muda rambutku putih, kini rambutku hitam, dengan sendirinya sekarang lebih hebat daripada dulu,"   Jawab Ciu Pek-thong.   "Tapi sekarang engkau takdapat mengalahkan Toakokoku, dengan sendirinya dahulu lebih2 bukan tandingannya,"   Ujar Kwe Yang. Ciu Pek thong tidak marah, ia hanya tertawa dan bertanya.   "Hahaha, nona cilik sembarangan omong!" - Mendadak kedua tangannya bekerja sekaligus, satu pegang bagian kuduk dan lainnya mencengkeram punggung, tubuh Kwe Yang terus diangkat tinggi2 dan diputar tiga kali, dilemparkannya pelahan ke atas untuk kemudian ditangkap kembali, lalu diturunkan pelahan ke tanah. Kwe Yang datang bersama Nyo Ko, rajawali sakti itu tahu si nona adalah teman Nyo Ko, ia menjadi marah melihat Lo-wah-tong mempermainkan-Kwe- Yang.   "Bret", mendadak sebelah sayapnya menyabet ke arah Lo-wan-tong. Seketika Ciu Pek-thong merasakan angin keras menyamber tiba, ia pikir akan kucoba betapa hebat kekuatan binatang ini. Segera ia mengerahkan tenaga, kedua tangannya terus menghantam ke depan. Rajawali sakti itu memang makhluk luar biasa, sayapnya yang terpentang itu ada dua-tiga meter lebarnya, maka terdengarlah suara "blang", kedua, tenaga saling bentur, Ciu Pek-thong tetap berdiri tak bergeming, tenaga sabetan sayap rajawali yang dahsyat itupun menyamber lewat ke samping. Segera rajawali itu hendak menyusuIkan serangan lain, tapi Nyo Ko cepat membentaknya.   "Jangan, Tiau-heng! Kawan kita ini adalah orang kosen angkatan tua!"   Rajawali itu lantas mengurungkan serangannya, tapi tetap bersikap angkuh.   "Besar juga tenaga hewan ini, pantas berani berlagak,"   Ujar Ciu Pek-thong dengan tertawa "Usia Tiau-heng ini entah sudah berapa ratus tahun, jelas jauh lebih tua daripadamu,"   Ujar Nyo Ko.   "He, Lo-wan tong, mengapa dari tua kau kembali muda, rambutmu yang sudah ubanan semuanya kini malah berubah hitam."   "Habis apa mau dikata?"   Jawab Ciu Pek-thong dengan tertawa.   "Rambut dan jenggot ini tidak mau dipimpin, dahulu dia lebih suka dari hitam menjadi putih, terpaksa kubiarkan, sekarang dia ingin dari putih menjadi hitam, ya, akupun tak berdaya dan masa bodoh."   "Tapi kelak kalau kau semakin lama makin kecil, setiap orang yang ketemu kau suka raba2 kepalamu dan memanggil kau adik kecil, nah, jika begitu barulah menarik,"   Ujar Kwe Yang.   Sekelika Ciu Pek-thong benar2 rada kuatir, ia berdiri menjublek tanpa bicara lagi.   Padahal di dunia inii tidak mungkin terjadi orang tua kembali muda, soalnya sifat Ciu Pek-thong itu lugu, polos, selama hidup tidak kenal kuatir sedih.   Lwekangnya juga sangat tinggi, ditambah lagi dia suka makan tumbuh2an pegunungan sebangsa Ho siu-oh, Hok-leng (bahan obat, kuat) dan madu tawon, semua itu besar manfaatnya bagi kesehatan, sebab itulah rambut-alisnya yang tadi nya putih malah kembali menjadi hitam.   Malahan juga sering terjadi orang tua yang sudah ompong tumbuh gigi lagi, tulang yang sudah lapuk berubah menjadi kuat, apalagi Ciu Pek thong memang paham cara merawat diri sehingga umurnya sudah dekat seabad masih tetap segar dan bersemangat Mendengar ucapan Kwe Yang yang membuat kuatir tidak perlu bagi Ciu Pek-tbong itu, diam2 Nyo Ko merasa geli, segera ia berkata.   "Ciu-heng, asalkan kau mau menemui satu orang, kujamin kau takkan berubah menjadi kecil."   "Menemui siapa?"   Tanya Ciu Pek-thong "Jika kusebut nama orang ini, jangan kau terus pergi begitu saja,"   Kata Nyo Ko. Bahwa watak Ciu Pek-thong hanya lugu saja, tapi sekali2 bukan orang bodoh, Kalau tidak masakah dia mampu meyakinkan ilmu silat setinggi ini. Maka diam2 telah dapat menangkap maksud kedatangan Nyo Ko, segera ia menjawab.   "Di dunia ini ada dua orang-yang takdapat kutemui, seorang ialah Toan hongya dan yang lain ialah bekas selirnya, Eng-koh. Kecuali mereka berdua, siapapun aku mau menemuinya."   Diam2 Nyo Ko pikir harus menggunakan akal pancingan, segera ia berkata pula.   "Ah, kutahu, tentu kau pernah dikalahkan mereka, ilmu silatmu lebih rendah daripada mereka, makanya kau kapok dan takut bertemu dengan mereka."   "Tidak, tidak,"   Sahut Lo-wan tong sambil meng-ge!eng2.   "Soalnya perbuatanku terlalu kotor dan rendah, aku merasa bersalah kepada mereka, maka malu untuk bertemu dengan mereka,"   Nyo Ko melengak, sama sekali tak terduga olehnya bahwa begitulah sebabnya Cui Pek-thong tak berani bertemu dengan Eng-koh.   Tapi dia dapat berpikir cepat, segera ia menambahkan "Kalau kedua orang itu terancam bahaya dan jiwa mereka sudah dekat ajalnya, apakah kaupun tidak sudi memberi pertolongan?"   Melenggong juga Ciu Pek-thong, dalam hati ia sangat menyesal dan merasa berdosa terhadap It-teng dan Eng-koh, kalau kedua orang itu ada kesukaran, biarpun mengorbankan jiwa sendiri juga dia akan menolong mereka tanpa ragu sedikitpun.   Tapi sekilas ia melihat Kwe Yang tersenyum simpul, sama sekali tiada rasa cemas dan kuatir, segera ia menjawab dengan tertawa.   "Aha, kau ingin menipuka ya? Kepandaian Toan-hongya maha sakti, mana mungkin dia terancam bahaya? Andaikan benar dia menemukan lawan maha lihay, kalau dia tidak sanggup menandingi ya, maka akupun tidak mampu."   "Terus terang kukatakan, sesungguhnya Eng-koh sangat rindu padamu, betapapun kau diminta ke sana menemuinya."   Seketika air muka Ciu Pek-thong berubah sambil meng-goyang2 kedua tangannya, katanya.   "Adik Nyo, jika kau mengungkat urusan ini sepatah kata lagi, segera kusilakan kau keluar dari Pek-hoa-kok ini dan jangan menyalahkan aku jika aku tidak kenal sahabat lagi."   Setelah mengalami gemblengan selama belasan tahun, sifat latah Nyo Ko sudah lenyap, tapi semangat jantannya tidak menjadi berkurang, sekali bajunya mengebas, segera ia menjawab.   "Ciu-Ioheng seumpama kau ingin mengusirku pergi dari sini, kukira juga tidak begitu mudah."   "Hehe, memangnya kau ingin berkelahi dengan aku?"   Kata Lo-wan-tong dengan tertawa.   "Boleh juga jika kau ingin berkelahi,"   Jawab Nyo Ko.   "Kalau aku kalah, segera kupergi dari sini dan takkan menginjak tempatmu lagi, tapi kalau kau kalah, kau harus ikut aku pergi menemui Eng-koh."   "Tidak, tidak, salah!"   Seru Ciu Pek-thong.   "Pertama, mana bisa kukalah daripada anak muda seperti kau ini. Kedua, seumpama aku kalah juga aku takkan menemui Lau-kui-hui (Lau, she Eng-koh)"   Nyo Ko menjadi marah, katanya.   "Jika kau menang adalah hakmu untuk tidak menemui dia, tapi kalau kau kalah juga tetap tidak mau, lalu apa taruhan kita?"   "Sekali aku bilang tidak mau menemui dia-ya tetap tidak mau, tidak perlu banyak omong lagi, hayolah mulai!"   Seru Ciu Pek-thong sambil menyingsing lengan baju dan gosok2 kepalan Nyo Ko pikir Lo-wan-tong ini sukar dipancing dan ditipu, terpaksa harus memakai kekerasan.   Kalau benar2 harus bergebrak rasanya juga tidak yakin pasti akan menang, tiada jalan lain, terpaksa harus melihat gelagat saja nanti.   Watak Ciu Pek-thong memang keranjingan ilmu silat, meski tinggal terpencil di Pek-hoa-kok masin tetap berlatih setiap hari, tapi kepandaiannya sudah maha tinggi, dengan sendirinya sukar mencari pamer berlatih.   Kini melihat Nyo Ko mau bertanding dengan dirinya, tentu saja ia menjadi gatal tangan dan ingin coba2 selekasnya, ia pikir kalau tertunda Iama2, jangan nanti Nyo Ko mencari alasan dan membatalkan niatnya, kan hilanglah kesempatan baik ini? Karena itu, segera ia mendahului membentak, menjotos ke depan, yang dimainkan adalah 72 jurus "Khong-beng-kun-hoat", ilmu pukulan sakti.   Cepat Nyo Ko angkat tangan kiri dan balas menghantam satu kali, mendadak ia merasa tenaga pukulan orang seperti ada juga seperti tidak ada, kalau dirinya menghantam benar2 terasa per cuma, sebaliknya kalau tidak jadi diterusnya, rasanya juga berbahaya.   Diam2 ia terkejut dan menyadari benar2 ketemu tandingan berat yang belum pernah ditemukannya.   Segera ia memainkan ilmu pukulan yang dilatihnya secara giat selama belasan tahun di bawah damparan ombak samudera itu, ia balas menyerang dengan dahsyat.   Terdengar suara gemuruh, tiga kali ia melancarkan pukulan keras hingga pepohonan di sekitarnya sama tergetar, seketika terjadilah hujan kelopak bunga beraneka warna, Semula Nyo Ko rada kuatir kalau usia Ciu Pek-thong sudah lanjut dan tidak tahan tenaga pukulannya yang semakin dahsyat ini, maka setiap pukulannya selalu ditahan sedikit, tapi setelah beberapa kali bergebrak dan melihat tenaga dan ilmu pukulan lawan bahkan di atasnya, kalau dirinya meleng sedikit saja mungkin malah bisa dirobohkan oleh si Anak Tua Nakal, maka iapun tidak sungkan2 lagi dan melayaninya dengan sepenuh tenaga.   Ciu Pek-thong menjadi semakin bersemangat, teriaknya.   "Kepandaian hebat, ilmu pukulan lihay! Wah, perkelahian ini benar2 menarik dan memuaskan!"   Lingkaran yang dicapai tenaga pukulan mereka semakin meluas, selangkah demi selangkah Kwe Yang terpaksa mundur terus, sedangkan si rajawali tetap berdiri di tempatnya dengan sayap setengah terpentang dan siap membela Nyo Ko bila perlu, rupanya burung itupun tahu lawan yang dihadapi Nyo Ko sekarang teramat lihay.   Melihat ilmu pukulan yang dilatihnya selama berpuluh tahun itu tidak dapat mengalahkan Nyo Ko, diam2 Ciu Pek-thong memuji kehebatan Iawannya, Mendadak ia ganti siasat, kini tangan kiri mengepal dan tangan kanan pakai telapak tangan, kedua tangan menyerang dengan cara yang berbeda, inilah ilmu silat ciptaan Ciu Pek-thong-sendiri yang pernah diajarkan kepada Kwe Cing dan Siao-liong-li itu, yakni dua tangan menyerang dengan cara yang berbeda, Dengan demikian-seorang Lo-wan-tong seperti berubah menjadi dua orang, ia menggempur Nyo Ko dari kiri-kanan.   Dengan melulu sebelah tangannya melawan serangan Ciu Pek-tbong yang hebat tadi memangnya Nyo Ko merasa tak dapat menang, apalagi sekarang satu harus lawan dua serangan berlainan, tentu saja ia tambah kewalahan.   Diam2 ia terkejut dan terpaksa lengan baju yang kosong itupun digunakan menyambut sebagian serangan orang tua itu.   Meski Kwe Yang tidak dapat memahami di mana letak kehebatan tipu serangan kedua orang itu, tapi dari sama kuat berubah menjadi Nyo Ko yang terdesak, betapapun ia dapat melihat keadilan itu, tentu saja ia terkejut dan heran pula, tiba2 teringat olehnya waktu ayahnya mengajarnya pernah menggunakan kedua tangan melayani dirinya dan adik lelakinya sekaligus dengan gerakan yang berbeda, tampaknya apa yang dimainkan Ciu Pek-thong sekarang adalah kepandaian yang sama seperti ayahnya itu.   Sudah tentu Kwe Yang tidak tahu bahwa ilmu silat aneh ini justeru Ciu Pek-thong yang mengajarkan kepada Kwe Cing, dia malah menyangka mungkin si anak Tua ini telah mencuri belajar kepandaian khas sang ayah.   Karena itulah ia lantas berteriak2.   "He, berhenti, berhenti! Tidak adil, tidak adil, Lo-wan tong! Toakoko, jangan mau lagi bertanding dengan dia!"   Ciu Pek thong melengak sambil melompat mundur, bentaknya.   "Tidak adil bagai mana?"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Seranganmu yang aneh ini tentu kau curi dari ayahku, sekarang kau gunakan berkelahi dengan toakokoku, huh, apa kau tidak malu?"   Omel Kwe Yang. Ber-ulang2 mendengar Kwe Yang menyebut Nyo Ko sebagai "toakoko", Ciu Pek-thong menyangka anak dara itu benar2 adik perempuan Nyo Ko, tapi seketika ia tidak ingat siapakah ayah Nyo Ko.   "Ah, nona cilik sembarangan omong,"   Katanya kemudian dengan tertawa.   "ilmu aneh ini adalah hasil-renunganku di dalam gua dahulu, masakah kau tuduh kucari belajar dari ayahmu?"   "Baiklah, seumpama kau tidak mencuri belajar, kau mempunyai dua tangan, sedangkan Toakokoku lanya sebelah tangan, perkelahian sudah berlangsung sekian lama, apalagi yang dipertandingkan? Coba kalau Toakoko juga punya dua tangan, tentu sejak tadi sudah kalah."   Ciu Pek-thong melengak, katanya kemudian.   "Ya, beralasan juga ucapanmu, tapi biarpun dia mempunyai dua tangan juga tak dapat sekaligus memainkan dua macam ilmu silat."   Habis berkata ia lantas bergelak tertawa.   "Huh jelas kau tahu lengan Toakokoku takkan tumbuh lagi, makanya kau bicara seenaknya, jika kau benar2 laki2 sejati dan pahlawan tulen, cara bertanding ini harus dilakukan dengan adil. dengan demikian barulah dapat dibedakan benar2 siapa yang lebih unggul atau asor."   "Baik jika begitu ke dua tanganku akan memainkan semacam ilmu pukulan saja,"   Kata Ciu Pek-thong.   "Hehe, masakah ada cara begitu? Kau benar2 tidak tahu malu,"   Ejek Kwe Yang. Ciu Pek-thong menjadi kurang senang, omeInya.   "Habis apakah aku harus meniru dia dan membiarkan sebelah lenganku dikutungi perempuan,"   Kwe Yang melengak dan memandang sekejap ke arah Nyo Ko, pikimya.   "Kiranya sungguh kejam dia!"   Segera ia menjawab.   "Tidak pertu lenganmu dibikin buntung, cukup asalkan sebelah tanganmu diikat pada pinggangmu, kalian bertanding lagi sama2 satu tangan, kan jadi adil bukan?"   Karena merasa cara bertanding yang diusulkan Kwe Yang ini, cukup menarik, pula yakin kepandaian sendiri cukup dikuasai dengan satu tangan maka tanpa tawar menawar lagi segera ia menyelipkan lengan kanan ke ikat pinggang, lalu berkata pada Nyo Ko.   "Baiklah, kita mulai lagi, supaya kau kalah tanpa menyesal."   Nyo Ko diam2 saja selama Kwe Yang bicara dengan Ciu Pek-thong, dia tidak pantang orang menyebut lengannya buntung, tapi ia percaya pada dirinya sendiri dan merasa tidak lebih lemah daripada orang yang bertangan lengkap, maka demi nampak Ciu Pek-thong mengikat tangan sendiri untuk menghadapinya, jelas ini sikap meremehkan dirinya, segera ia berkata dengan tegas! "Lo-wan-tong, caramu ini bukankah memandang rendah pada diriku? Kalau dengan lengan tunggal aku tidak mampu menandingi kau, biarlah nanti aku...   aku..."   Menuruti wataknya ia hendak mengatakan "aku membunuh diri di Pek-hoa-kok ini", tapi mendadak ia ingat janjinya bertemu dengan Siao--liong-li sudah dekat waktunya, mana boleh diri-nya berpikiran pendek begini, maka ia tidak meneruskan ucapannya itu.   Kwe Yang sangat menyesal, maksudnya ingin membela Nyo Ko, tak tahunya malah menimbulkan suasana yang tidak mengenakkan ini, Cepat ia mendekati Nyo Ko dan berkata.   "Toakoko, akulah yang salah..."   Lalu ia mendekati Ciu Pek-thong dan menarik tangannya yang terselip di ikat pinggang itu bahkan tali pinggangnya di betotnya hingga putus, lalu katanya.   "Meski dengan satu tangan saja pasti toakokoku dapat menandingi kedua tanganmu, kalau tidak percaya boleh kau mencobanya."   Tanpa menunggu Ciu Pek-thong bicara lagi, sedikit melangkah ke samping, segera Nyo Ko mendahului menghantam.   Cepat Ciu Pek-tong membalas dengan tangan kiri, Meski tangan kanannya tak terikat lagi, tapi ia pikir takkan melayani Nyo Ko dengan dua tangan, maka tangan kanan tetap dijulurkan ke bawah tanpa digunakan.   Walaupun begitu, karena tipu serangannya tetap lihay, maka Nyo Ko masih juga kewalahan.   Diam2 Nyo Ko penasaran, masakah dirinya yang lebih muda tak dapat mengalahkan seorang kakek yang usianya sudah dekat seabad, lalu kepandaian yang terlatih selama belasan tahun ini dikemanakan perginya? Ia merasakan daya pukulan Ciu Pek-thong ini semakin keras dan kuat, sama sekali berbeda dengan "Khong-beng kun-hoat"   Yang mengutamakan lunak tadi.   Tiba2 pikirannya tergerak, teringat olehnya "Kiu im cin-keng yang pernah dibacanya di dinding kuburan kuno di Cong-Iam-san dahulu itu, rasanya gerak serangan Cui Pek-thong sekarang ini adalah sebagian daripada ilmu silat yang tercantum dalam kitab pusaka yang terukir itu, kalau tidak salah ia ingat namanya Hok-mo-kun-hoat (ilmu pukulan penakluk iblis).   Mendadak Nyo Ko membentak.   "Apa artinya Hok mo kun hoatmu ini? Silakan kau menggunakan kedua tanganmu dan sambut aku punya Im -jian-soh-hun-kun"   Ini!"   Ciu Pek-thong melengak karena nama ilmu pukulannya sendiri dengan tepat dapat disebut oleh Nyo Ko, ia tambah melongo demi mendengar lawan hendak memainkan "lm-jian-soh-hun-kun" (ilmu pukulan pengikat sukma) segala.   Sejak kecil Ciu Pek-thong sudah "gila silat"   Ilmu silat dari golongan dan aliran manapun sudah hampir seluruhnya diketahuinya, tapi nama "lm jan-soh-hun-kun""   Baru pertama kali ini didengarnya, Dilihatnya lengan tunggal Nyo Ke terpanggul di punggung, matanya memandang jauh, langkahnya mengambang dan bagian dada tidak terjaga, gayanya itu sangat berlawanan dengan teori ilmu silat manapun juga.   Segera Ciu Pek-thong melangkah maju satu tindak, tangan kiri berlagak siap menyergap, maksudnya ingin memancing reaksi lawan.   Tapi Nyo Ko seperti tidak tabu saja dan tidak menggubrisnya.   "Awas!"   Seru Ciu Pek-thong terus menghantam ke perut Nyo Ko, ia kuatir melukai lawan, maka pukulan ini hanya memakai tiga bagian tenaga saja.   Tak terduga baru saja kepalan hampir mengenai tubuh Nyo Ko, mendadak terasa perutnya seperti bergetar, dada mendekuk terus mental keluar lagi.   Karuan Ciu Pek-thong terkejut dan cepat melompat mundur, kalau orang mendekukkan perut untuk menghindari serangan adalah kejadian biasa, tapi menggunakan kulit daging dada untuk menyerang musuh, sungguh belum pernah terlihat dan terdengar.   Tentu saja Ciu Pek-thong ingin tahu, segera ia membentak.   "Ilmu silat apa ini namanya?"   "lnilah jurus ke-13 dari Im-jian-soh-hun-ciang, namanya "Sim-keng-bak-tiau" (hati kaget daging kedutan)!"   Ciu Pek-thong menggumam mengulangi nama jurus itu.   "Sim-keng bak-tiau? Tak pernah dengar? tak pernah dengar!"   "Sudah tentu kau tidak pernah dengar,"   Ujar Nyo Ko.   "soalnya Im-jian-soh-hun-ciang adalah 17 jurus ilmu pukulan ciptaanku sendiri."   Kiranya sejak di tinggal menghilang oleh Siao-liong-li, kemudian Nyo Ko bersama si rajawali sakti menggembleng diri di bawah darnparan ombak samudera yang dahsyat, beberapa tahun kemudian, kecuali Lwekangnya bertambah kuat rasanya tiada apa-2 lagi yang dapat dilatihnya, tapi rindunya kepada SiaoliongIi tak pernah pudar, bahkan semakin hari semakin menjadi sehingga tambah kurus dan kehilangan gairah hidup.   Suatu hari dia gerak badan bebas di tepi pantai, saking isengnya ia ayun tangan dan gerakkan kaki untuk melemaskan otot, mungkin tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan yang sempurna sehingga sekali hantam saja ia telah menghancurkan tempurung punggung seekor penyu raksasa, Dari sinilah ia mulai merenung dan akhirnya menciptakan Im-jian-soh-hun-ciang-hoat yang meliputi 17 jurus dan mengutamakan tenaga dalam yang kuat.   Bahwa Nyo Ko dapat berdiri dan menciptakan ilmu silat baru tidaklah perlu diherankan.   SeIama hidupnya telah mendapat ajaran mahaguru ilmu silat berbagai aliran, seperti ilmu silat Coan cinkau Giok-li-sim-keng dari Ko-bong-pay sendiri serta Kiu-im-cin-keng yang sudah diapalkannya di luar kepala itu, dari Auyang Hong diperoleh ajaran Ha-mo-kang, ilmu weduk katak, Ang Jit-kong juga mengajarkan Pah-kau-pang hoat, Ui Yok-su menurunkan Giok-siau-kiam-boat dan Sian-ci-sin thong, kecuali It-yang-ci dari It-teng Taysu, hampir seluruh ilmu silat paling disegani di dunia ini telah dipelajari, maka tidaklah sulit baginya untuk meleburnya lalu menciptakan yang baru.   Hanya saja lengannya buntung sebelah, sebab itulah dia tidak mengutamakan tipu serangan melainkan terletak pada tenaganya, bahkan sengaja dimainkan secara berlawan daripada teori ilmu silat umumnya.   Ilmu pukulannya itu diberi nama "Im-jiansoh-im-ciang"   Dan selama ini belum pernah digunakan, baru sekarang dia keluarkan setelah bertemu dengan lawan maha tangguh seperti Ciu Pek-thong yang keranjingan ilmu silat ini.   Karuan Anak Tua Nakal ini sangat senang demi mendengar si Nyo Ko berhasil menciptakan ilmu pukulan sendiri, segera ia berseru gembira.   "Aha, kebetulan, aku ingin belajar kenal dengan ilmu ciptaanmu itu,"    Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Rahasia Si Badju Perak Karya GKH Badik Buntung Karya Gkh

Cari Blog Ini