Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 73


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 73


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung   Habis berkata segera ia melangkah maju dan menyerang pula, yang digunakan tetap tangan kiri saja. Nyo Ko juga tetap anggap tidak tahu saja.   "brek", ia memukul ke atas, tapi tenaga pukulannya itu dapat menyebar ke bawah dalam lingkup yang cukup luas. Ciu Pek-thong merasa sukar untuk menghindar segera ia angkat tangan menangkis.   "Plak", kedua tangan saling bentur, tanpa terasa Ciu Pek-thong tergeliat oleh getaran itu. Kalau orang lain pasti sudah sesak napas dan roboh binasa oleh tenaga pukulan Nyo Ko yang dahsyat itu, tapi cepat Lo-wan-tong dapat mengatur pernapasannya, lalu bersorak memuji.   "Bagus ! Apakah namanya jurus ini?"   "Namanya "Ki-jin-yu-thian" (si tolol menguatirkan runtuhnya langit )! "   Jawab Nyo Ko.   "Dan awas, jurus berikutnya adalah "   Bu-tiong-seng-yu"   I tidak ada tapi meng-ada2 )!"   Ciu Pek-thong melengak sambil mengulang nama jurus itu, segera ia mengikik geii.   "Butiong-seng-yu", nama ini sungguh aneh dan jenaka, bisa saja bocah ini memberi nama jurus serangan ini,demikian pikirnya. Segera ia meng-gosok2 kepalan dan menubruk maju lagi, Dilihatnya tangan Nyo Ko melambai ke bawah, sedikitpun tidak pasang kuda2 dan siap ber-tempur, tapi begitu serangan Ciu Pek-thong dilontarkan mendadak kaki dan tangan Nyo Ko bergerak serentak, telapak tangan kiri, lengan baju kanan, kedua kakinya dan juga gerak kepalanya, bahkan punggung dan perut, hampir semua tempat di sekujur badannya dapat digunakan untuk melukai musuh. Meski sebelumnya Ciu Pek-thong sudah menduga lawannya pasti mempunyai jurus simpanan yang hebat, tapi tidak menduga bahwa sekujur badan lawan dapat dikerahkan untuk menyerang hanya sekejap saja belasan macam gaya serangan dilontarkan sekaligus. Keruan Ciu Pek-thong kerepotan juga menghadapi serangan aneh itu, tangan kirinya yang tidak digunakan mau-tak-mau terpaksa diangkat untuk menangkis dan dengan sepenuh tenaga barulah serangan Nyo Ko dapat di patahkan.   "He, Ciu-loyacu, tampaknya dua tangan tidak cukup bagimu, paling baik kalau kau mempunyai satu tangan lagi!"   Seru Kwe Yang. Sama sekali Ciu Pek-thong tidak marah, ia hanya mengomel.   "Brengsek! Memangnya kau kira namaku si tangan tiga?"   Diam2 Nyo Ko juga kagum terhadap kelihayan Ciu Pek-thong yang dapat mematahkan setiap serangannya dengan baik, segera ia berseru pula.   "Awas, jurus selanjutnya bernama "Do-ni-taysui (basah kuyup dan berlumpur)!"   Ciu Pek-thong dan Kwe Yang sama tertawa dan bersorak.   "Haha, nama bagus!"   "Jangan memuji dulu, rasakan saja serangan ini!"   Seru Nyo Ko, lengan baju kanan terus bergerak enteng, sedangkan telapak tangan kiri lantas menyodok ke depan dengan kuat.   Tentu saja Ciu Pek-thong tidak berani ayal, segera iapun mengeluarkan Hok-mo-kunhoat dengan tangan kanan dan tangan kiri menggunakan Khong-beng-kun yang enteng, jadinya keras lawan keras dan enteng lawan enteng, kedua orang sama2 membentak sekali, lalu sama2 mundur pula beberapa tindak.   Setelah mengadu pukulan lagi, kedua orang sama2 mengagumi pihak lawan, diam2 Nyo Ko merasa tidak mudah untuk mengalahkan si Tua Nakal ini, kalau mesti mengadu tenaga dalara, bukan mustahil akibatnya akan mati konyol bersama seperti halnya Ang Jit-kong dan Auyang Hong dahulu, kiranya juga tidak perlu sampai berakhir demikian.   Maka ia lantas menghentikan serangannya, dengan sikap rendah hati ia memberi hormat dao berkata.   "Ciu-locianpwe, sungguh aku sangat kagum padamu dan terima mengaku kalah."   Lalu ia berpaling dan berkata kepada Kwe Yang.   "Adik cilik, Ciu-locianpwe jelas tidak terima undangan kita, marilah kita pergi saja."   "Nanti dulu!""   Tiba2 Ciu Pek-thong mencegah malah.   "Kau bilang linu pukulanmu ini meliputi 17 jurus, sedangkan kau baru mengeluarkan empat jurus, itu berarti masih ada 13 jurus yang belum kau mainkan, Mengapa sekarang kau mau pergi begini saja?"   "Selamanya kita tidak bermusuhan dan dendam apapun juga, buat apa kita mengadu jiwa? Biarlah Wanpvve mengaku kalah saja,"   Kata Nyo Ko.   "Tidak, tidak bisa,"   Seru Ciu Pek thong sambil goyang2 kedua tangannya.   "Kau belum kalah, akupun tidak menang. Jika kau ingin keluar Pek-hoa-kok ini. kau harus memainkan ke-17 jurus ilmu pukulanmu secara lengkap."   Rupanya Ciu Pek-thong menjadi sangat terpikat oleh nama2 jurus serangan seperti "Sim-keng-bak-tiau", Ki jin-yu-thian".   "Bu-tiong seng yu"   Dan "Do-ni tay-sui"   Segala, ia merasa namanya menarik dan permainannya juga aneh, biarpun orang biasa juga ingin tahu permainan selengkapnya, apalagi dasar pembawaan si Tua Nakal ini memang "gila silat", tentu saja ia lebih2 ingin tahu ilmu pukulan ciptaan Nyo Ko itu.   Tapi Nyo Ko sudah mempunyai perhitungan sendiri, ia sengaja jual mahal, jawabnya.   "Hah, sungguh aneh, Engkau menolak undanganku, terpaksa kupergi saja dan habis perkara. Memangnya orang mengundang tamu malah hendak ditahan di sini?".. Dengan sikap memelas Ciu Pek-thong berbalik memohon.   "O, adik yang baik, betapapun sukar kubayangkan ke-13 jurus ilmu pukulanmu itu. Kumohon belas kasihanmu, sudilah kau menguraikan namanya padaku, sebagai imbalannya, kepandaian apa yang kau inginkan, tentu kuajarkan kepadamu"   Hati Nyo Ko tergerak, segera ia berkata.   "Ku-kira tidak sulit jika kau ingin tahu lengkap ilmu pukulanku ini, Akupun tidak ingin minta belajar kepandaianmu sebagai imbalan cukup asalkan kau berjanji ikut pergi menemui Eng-koh."   "Biarpun kau potong kepalaku juga aku tidak mau menemuinya,"   Jawab Ciu Pek-thong dengan serba susah.   "Jika begitu, kumohon diri saja,"   Segera Nyi Ko hendak melangkah pergi pula. Namun Ciu Pek-thong terus melompat maju mencegatnya, tangan bergerak, segera ia menghantar sambil berkata.   "Adik yang baik, coba mainkan lagi jurus seranganmu selanjutnya!"   Nyo Ko menangkis serangan Lo-wan-tong itu, tapi yang digunakan adalah ilmu pukulan Coan-cin-pay.   Beberapa kali Ciu Pek-thong menyerang pula dengan pukulan lain, namun Nyo Ko tetap dengan ilmu silat Coan-cin-pay dan apa yang per.nah dipelajari dari Kiu-im-cin-keng, dengan demikian serangan Ciu Pek-thong selalu gagal mencapai sasarannya.   Untuk mengalahkan Ciu Pek-thong memang juga tidak mudah bagi Nyo Ko, tapi kalau cuma mempertahankan diri saja, betapa Anak Tua itupun takbisa berbuat apa?, Nyo Ko tidak ambil pusing orang menyerangnya dengan cara2 memancing, ia justeru tidak memperlihatkan lagi jurus serangan baru dari Im-jian-soh-hun-ciang, hanya terkadang ia mengulangngi keempat jurus yang telah diperlihatkannya tadi dan hal ini tentu saja semakin mengitik-ngitik rasa ingin tahu si Anak Tua Nakal.   Sampai lama sekali Ciu Pek thong tetap tak berdaya memaksa Nyo Ko memenuhi harapannya betapapun usianya sudah lanjut, tenaga terbatas, lama2 iapun merasa lelah, ia tahu sukar lagi memancing dan memaksanya, mendadak ia melompat mundur dan berseru.   "Sudahlah, sudahlah! Biarlah aku menyembah delapan kali padamu dan memanggil guru padamu, dengan begitu sukalah kau mengajari aku?"   Diam2 Nyo Ko merasa geli bahwa di dunia ini ada orang yang "gila silat"   Sedemikian rupa, cepat ia menjawab."Ah, mana berani kuterima. Biar-lah "kuberitahu saja nama ke-13 jurus sisanya dari Im jian-soh-hun ciang itu."   Seketika Ciu Pek-thong berjingkrak kegirangan serunya;   "Aha, sungguh adik yang baik!"   Tapi Kwe Yang lantas menyela.   "Nanti dulu dia kan tidak mau ikut kita ke sana, maka jangan kau mengajarkan dia."   Namun Nyo Ko justeru sengaja hendak membikin si Anak Tua itu kepingin tahu, jika sudah tahu nama jurusnya, tentu akan semakin tertarik. Maka dengan tersenyum ia menjawab.   "Kukira cuma mengetahui namanya saja tidaklah menjadi soal."   "Ya, hanya nama jurusnya saja, kan tidak soal?"   Cepat Ciu Pek-thong menukas. Nyo Ko lantas duduk di bawah pohon, lalu berkata.   "Dengarkan yang betul, ,Ciu-heng, sisa ke 13 jurus itu disebut. Bok-beng-ki-miau (bingung tidak paham), Yak-yu-soh-sit (seperti kehilangan sesuatu), To-heng-gik-si (tindak terbalik dan berbuat berlawanan), Keh-hoa-soh-yang (menggaruk gatal dari balik sepatu), Lik-put-ciong-sim (keinginan besar tenaga kurang), Bin-bu-jin-sik (muka pucat tanpa pcrasaan)"   Begitulah Kwe Yang sampai ter-pingkal2 geli mendengar nama2 yang aneh itu, sebaliknya Ciu Pek-thong mengikuti dengan penuh perhatian sambil menggumam dan mengulang nama2 jurus itu.   Ciu Pek-thong menjadi seperti orang linglung saking kesemsemnya pada nama ke-13 jurus itu, sampai lama sekali ia merenung, lalu berkata.   "Coba, jurus "Bin-bu-jin-sik"   Itu cara bagaimana menggunakannya menghadapi musuh?"   "Jurus ini memang banyak perubahannya,"   Tutur Nyo Ko.   "Jurus ini intinya terletak pada milik muka yang ber-ubah2, sebentar gembira, lain saat gusar, mendadak sedih. tiba2 girang pula sehingga membuat perasaan musuh juga tidak tenteram dan teratasi, akibatnya kalau kita gembira musuh ikut gembira, kita sedih musuh juga sedih, dalam keadaan demikian musuhpun tunduk sama sekali di bawah perintah kita, inilah caranya mengalahkan musuh tanpa tenaga dan tanpa suara, lebih tinggi setingkat daripada cara mengatasi musuh dengan suara suitan dan lain sebagainya."   "Ah, agaknya jurus itu perubahan dari "Liap-sim-tay-hoat"   Ilmu pengaruhi pikiran, sejenis ilmu hipnotis) yang terdapat dalam Kiu-im-cin-keng."   "Benar,"   Jawab Nyo Ko.   "Lantas bagaimana dengan jurus "To-heng-gik-si"?"   Mendadak Nyo Ko menjungkir dengan kepala di bawah dan kaki di atas, lalu tubuhnya berputaran tangan menghantam, katanya.   "lnilah Co-heng giksi yang juga banyak gerak perubahannya. ilmu ini bersumber dari ilmu silat Se- tok Auyang Hong tentunya"   Ciu Pek-thong mengangguk.   "Betul"   Kata Nyo Ko setelah berbangkit kembali, semua ilmu pukulan ini masih banyak corak perobahannya, seringkali saling bertentangan dan sukar dijelaskan."   Ciu Pek-thong tetap tidak paham, tapi ia tidak berani tanya lagi, ia tahu biar pun ditanyai juga Nyo Ko takkan menerangkan.   Melihat Anak Toa Nakal itu garuk2 kepala dan tampaknya kelabakan ingin tahu, diam2 Kwe Yang merasa kasihan, ia mendekatinya dan berbisik padanya.   "Ciu-loyacu, sebenarnya apa sebabnya engkau tidak mau menemui Eng koh? Eh, bagaimana kalau kita mencari suatu akal untuk memohon Toakoko mengajarkan kepandaiannya ini padamu?"   Cin Pek-thong menghela napas, katanya "Tentang Eng koh, memang akulah yang bersalah karena perbuatanku waktu masih muda, kalau kuceritakan rasanya tidak enak."   "Tidak apa2"   Ujar Kwe Yang.   "Kalau sudah kau ceritakan tentu terasa lebih enak daripada selalu disimpan di dalam hati. Umpamanya aku juga pernah berbuat salah, tapi kalau ditanya ayah dan ibu, tentu aku bicara terus terang dan selesailah persoalannya kalau sudah diomeli ayah-ibu. Kalau tidak misalnya kita berdusta atas perbuatan sendiri, tentu rasanya tidak tenteram."   Melihat wajah si nona yang kekanak2an itu, Ciu Pek-thong memandang sekejap pula pada Nyo Ko, lalu berkata.   "Baiklah, akan kuceritakan perbuatanku yang tidak senonoh di waktu muda itu, tapi jangan kau tertawakan diriku."   "Tidak, tak ada yang akan menertawai kau, anggaplah kau sedang berkisah mengenai diri orang lain, Nanti akupun akan bercerita kesalahan yang pernah kulakukan,"   Habis berkata Kwe Yang lantas geser lebih mendekati si Tua Nakal dengan sikap yang akrab sekali.   "Kau juga pernah berbuat salah?"   Pek-thong memandangi wajah yang halus dan cantik itu.   "Tentu saja, memangnya kau kira aku tak dapat berbuat salah?" .   "Baiklah, coba kau ceritakan dulu sesuatu perbuatanmu itu."   "Hah, tidak cuma sekali saja, bahkan beberapa kali pernah ku berbuat salah,"   Tutur Kwe Yang.   "Misalnya pernah satu kali seorang perajurit penjaga benteng tertidur dalam tugasnya, ayah memerintahkan meringkus perajurit itu dan akan kami penggal kepala, aku merasa kasihan padanya dan tengah malam kubebaskan perajurit itu, Tentu saja ayah sangat marah, tapi aku mengaku terus terang dan dipukul ayah, tapi lantas habis perkara, dan masih banyak lagi kejadian lainnya"   Ciu Pek-thong menghela napas, katanya.   "Permasalahan itu belum apa2 kalau dibandingkan perbuatanku ini-" - Lalu berceritalah dia hubungannya dengan Lao-kuihui alias Eng-koh sehingga mengakibatkan kemarahan Toan-Ongya dan meninggalkan tahtanya untuk menjadi Hwesio, sebab itulah ia merasa malu untuk bertemu muka dengan kedua orang itu. Kwe Yang mendengarkan cerita itu dengan asyiknya, sampai Ciu Pek-thong habis berkisah dan wajahnya tampak merasa malu, lalu Kwe Yang bertanya.   "Selain Lau-kuihui itu, Toan-hongya masih mempunyai beberapa orang selir lagi?"   "Kerajaan Tayli tidak besar, dengan sendirinya tidak mempunyai ratusan atau ribuan selir seperti raja Song kita, tapi puluhan selir kukira pasti ada,"   Jawab Ciu Pek-thong.   "Nah, kalau dia mempunyai berpuluh orang selir, sedangkan kau seorang isteri saja tidak punya, sebagai sahabat sepantasnya dia hadiahkan lau kuihui padamu kan?"   Ujar Kwe Yang.   Nyo Ko mengangguk tanda setuju atas ucapan Kwe Yang itu, diam2 ia pikir jalan pikiran si nona yang tidak suka terikat oleh adat kebiasaan umum itu sangat cocok dengan seleranya.   Ciu Pek-thong lantas menjawab "Waktu itu Toan-hongya juga berucap begitu, tapi Lau-kuihui adalah selir kesayangannya, untuk ini dia sampai meninggalkan tahta dan rela menjadi Hwesio, suatu tanda perbuatanku itu sesungguhnya sangat berdosa padanya."   "Keliru kau"   Mendadak Nyo Ko menyela.   "sebabnya Toan-Ongya menjadi Hwesio adalah karena dia merasa bersalah padamu dan bukan kau yang bersalah padanya, masakah kau belum tahu persoalan ini?"   "Aneh, dia berbuat salah apa padaku?"   Tanya Ciu Pek-thong ter-heran2.   "Soalnya ada orang mencelakai anakmu dan dia sengaja tidak mau menolongnya sehingga bocah itu akhirnya meninggal"   Tutur Nyo Ko. Selama berpuluh tahun ini Ciu Pek-thong tidak tahu bahwa hubungan gelapnya dengan Eng koh telah menghasilkan seorang anak laki2, maka ia tambah heran mendengar ucapan Nyo Ko, cepat ia menegas.   "Anakku apa maksudmu"   "Akupun tidak tahu seluk-beluknya, hanya kudengar dari It-teng Taysu,"   Jawab Nyo Ko. Lalu iapun menguraikan kembali apa yang didengarkan dari It-teng di tepi Hek liong-tam itu."   Mendadak mengetahui dirinya pernah mempunyai seorang anak laki2, seketika kepala Ciu Pek-thong merasa seperti disamber geledek, ia melenggong kaget hingga lama sekali, hatinya sebentar sedih sebentar girang, teringat kepala nasib Eng-koh yang malang dan menderita selama puluhan tahun ini, ia menjadi tambah menyesal dan merasa kasihan padanya.   Melihat keadaan Ciu Pek-thong itu, diam2 Nyo Ko merasa si Tua Nakal ini sesungguhnya juga seorang yang berperasaan dan dirinya kenapa meski sayang menjelaskan 17 jurus Imjiansoh-hun-ciang itu.   Segera ia berkata.   "Ciu-locianpwe, baiklah ku perlihatkan secara lengkap ilmu pukulan ini, kalau ada kekurangannya masih diharapkan petunjukmu."   Habis ini ia memainkan ilmu pukulan ciptaannya sambil mulut mengucapkan nama2 jurus yang bersangkutan.   Ciu Pek-thong paham isi Kiu-im-cin-keng, maka uraian Nyo Ko itu dengan mudah saja dapat di terima dan dimengerti dengan baik, hanya dua-tiga jurus yang tetap sukar dipahami letak intisarinya.   meski sudah diulangi dan dijelaskan lagi oleh Nyo Ko, namun Ciu Pek-thong tetap tidak paham.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Rupanya ilmu pukulan itu hasil ciptaan Nyo Ko setelah berpisah dengan Siao-liong-li sehingga setiap jurus itu se-akan2 menggambarkan kisah cintanya.   Dengan menghela napas ia lantas berkata.   "Ciulocianpwe. 15 tahun yang lalu isteriku berpisah dengan aku, karena rindu timbul ilham dan terciptalah jurus ilmu pukulan ini. Locianpwe sendiri tidak kenal apa artinya sedih dan duka, engkau senantiasa riang gembira, dengan sendirinya engkau tidak dapat mengerti apa rasanya orang yang sedih dan duka."   "Ah, isterimu mengapa berpisah dengan kau??"   Tanya Ciu Pek-thong.   "Dia sangat cantik, hatinya juga baik, jika kau cinta dan merindukan dia adalah pantas."   Nyo Ko tidak ingin mengungkat tentang kecerobohan Kwe Hu yang melukai Siao-liong-li dengan jarum berbisa itu, maka ia cuma sekedarnya katakan isterinya keracunan dan dibawa pergi Lam-hay-sin-ni dan baru dapat sehat lagi 16 tahun kemudian"   Habis itu ia lantas menceritakan rasa rindu sendiri dan berdoa siang dan malam agar Siao-liong-Ii dapat pulang dengan selamat, Akhirnya ia menambahkan "Kuharap dapat bertemu sekali lagi dengan dia, untuk itu biarpun tubuhku ini harus hancur lebur juga aku rela."   Sebegitu jauh Kwe Yang tidak tahu rasa rindu Nyo Ko kepada isterinya ternyata begini mendalam, ia menjadi terharu dan mencucurkao air mata, ia pegang tangan Nyo Ko dan berkata dengan suara lembut.   "Somoga Thian memberkahi dan akhirnya, kalian dapat berjumpa dan berkumpul kembali."   Sejak berpisah dengan Siao-liong-li, untuk pertama kalinya ini Nyo Ko mendengar ucapan orang yang simpatik dan tulus, ia merasa sangat berterima kasih dan tak pernah melupakan selama hidup ini, ia lantas berbangkit sambil menghela napas, ia memberi hormat kepada Ciu Pek-thong dan berkata.   "Sekarang kumohon diri saja, Ciu-locianpwe!"   Lalu ia ajak Kwe Yang dan melangkah pergi. Setelah belasan langkah, Kwe Yang menoleh dan berseru kepada si Tua Nakal.   "Ciu-locianpwe, Toakokoku sedemikian rindu kepada isterinya, Eng koh juga sangat merindukan engkau, tapi engkau tetap tidak mau menemui Eng-koh tega benar kau ini?"   Ciu Pek-thong terkesiap, air mukanya berubah hebat. Nyo Ko lantas membisiki Kwe Yang.   "Adik cilik, jangan menyinggung lagi, setiap orang mempunyai cita2 masing2, tiada gunanya banyak bicara."   Begitulah mereka lantas melangkah ke arah datangnya tadi.   "Toakoko,"   Tiba2 Kwe Yang berkata pula.   "jika kutanya tentang isterimu, apakah kau akan berduka lagi?"   "Tidak,"   Jawab Nyo Ko.   "Toh beberapa bulan lagi dapatlah kuberjumpa dengan dia."   "Cara bagaimana engkau berkenalan dengan beliau?"   Tanya Kwe Yang.   Nyo Ko lantas bercerita kisah hidupnya sejak kecil sebatangkara, lalu diantar Kwe Cing ke Coan-cinpay untuk belajar sjlat, di sana dianiaya sesama saudara seperguruan sehingga minggat dan masuk ke kuburan kuno, di sanalah dia berkumpul dengan Siao liong-li, lama2 timbul rasa cinta antara mereka dan setelah mengalami macam2 suka-duka akhirnya terikat menjadi suami isteri.   Kwe Yang mendengarkan cerita itu dengan penuh perhatian, diam2 ia terharu terhadap cinta murni Nyo Ko yang suci dan mendalami itu, akhirnya ia berkata pula.   "Semoga Thian memberkahi pertemuan kembali kalian berdua dengan selamat!"   "Terima kasih, adik cilik, akan kuingat selalu kebaikan hatimu ini, kalau sudah bertemu dengan isteriku kelak tentu juga akan kuberitahukan tentang dirimu,"   Ujar Nyo Ko.   "Setiap hari ulang tahunku, ibu dan aku suka bersembahyang dan berdoa, ibu menyuruhku menyebut tiga buah nazar, tapi setelah kupikirkan hingga lama, tak pernah kutahu nazar apa yang harus kusebutkan. Tapi pada hari ulang tahun yang akan datang sudah kusiapkan nazarku, akan ku katakan harapanku semoga Toakoko berjumpa dan hidup bahagia dengan isterinya yang cantik."   "Lalu apa kedua nazarmu yang lain?"   Tanya Nyo Ko, Kwe Yang tersenyum, katanya.   "Takkan ku katakan padamu."   Pada saat itulah, tiba2 dibelakang sana ada orang ber-teriak2-.   "Hai, adik Nyo, tunggu! Nyo Ko, tunggu!"   Dari suaranya dapat dikenali adalah suara Ciu Pek-thong. Nyo Ko sangat girang, cepat ia berpaling, benar saja dilihatnya Ciu Pek-thong sedang berlari datang secepat terbang sambil berseru.   "Adik Nyo, sudah kupikirkan dengan baik, kuharap engkau lekas mambawaku menemui Eng-koh!"   "Nah, memang seharusnya begitu,"   Ujar Kwe Yang.   "Kau tahu betapa orang merindukan dirimu."   "Ya, setelah kalian berangkat, kupikirkan ucapan adik Nyo tadi dan semakin kupikir semakin tidak enak rasa hatiku,"   Tutur Pek-thong.   "Kurasa kalau aku tidak menemuinya, maka selama hidupku ini pasti tak dapat tidur nyenyak, soalnya aku ingin tanya sesuatu padanya."   Nyo Ko dan Kwe Yang tidak tanya soal apa yang hendak ditanyakan si Tua Nakal itu kepada Eng-koh, yang jelas perjalanan mereka ini ternyata tidak sia2, maka mereka sangat gembira.   Kalau menuruti watak Ciu Pek-thong yang tidak sabar, seketika juga ingin bertemu dengan Eng-koh, namun malam sudah tiba, Kwe Yang merasa lelah dan lapar serta kantuk pula, Maka tiga orang dan satu rajawali lantas bermalam dibawah pohon.   Esoknya pagi2 mereka sudah melanjutkan perjalanan, sebelum lohor mereka sudah sampai di tepi Hek-liong-tam.   Melihat Nyo Ko benar2 dapat mengundang datang Ciu Pek-thong, sungguh girang Eng-koh tak terlukiskan, hatinya ber-debar2 dan mulut melongo, seketika tak dapat mengucapkan sekatapun.   Ciu Pek-thong mendekati Eng-koh, dengan suara keras ia bertanya.   "Eng-koh, anak kita itu punya satu atau dua pusar kepala?"   Eng-koh melengak, sama sekali tak terduga olehnya bahwa kekasihnya yang terpisah sejak muda dan kini dapat berjumpa kembali setelah sama2 tua, tapi pertanyaan yang diucapkan per-tama2 justeru adalah urusan yang tidak penting, yakni tentang pusar kepala segala, Tapi ia lantas menjawab.   "Dua pusar kepalanya."   "Hahaha, jadi sama seperti aku, sungguh anak yang pintar,"   Seru Ciu Pek-thong kegirangan. Tapi ia lantas menghela napas dan menambahkan.   "Tapi, tapi sayang sudah mati, sayang sudah mati!"   Rasa suka-duka Eng-koh tak tertahan Iagi, segera ia menangis keras2.   "Jangan menangis, jangan menangis!"   Demikian Pek-thong menghiburnya sambil menggabloki punggungnya dengan keras. Lalu katanya kepada It-teng.   "Toan-hongya, kupikat isterimu, tapi kaupun tak mau menolong jiwa anakku, jadi kita anggap saja seri, urusan dimasa lampau tidak perlu di-ungkap lagi."   It-teng menuding Cu-in yang menggeletak di tanah itu dan berkata.   "lnilah pembunuh anakmu itu, sekali hantam boleh kau binasakan dia!"   Pek-thong memandang sekejap ke arah Cu-in, lalu berkata.   "Kau saja yang turun tangan, Eng-koh!"   Sekejap Eng-koh memandang Cu-in, lalu berkata dengan lirih.   "Jika bukan lantaran dia, selama hidup ini mungkin aku tak dapat berjumpa pula dengan kau, apalagi orang mati tak dapat dihidupkan kembali, biarlah kita merayakan pertemuan kita ini dan melupakan dendam masa lalu saja,"   "Betul juga ucapanmu, baiklah kita mengampuni dia,"   Ujar Pek-thong.   Keadaan Cu-in sangat parah, dia bertahan dengan sisa tenaganya dengan harapan akan mendapat pengampunan dari Eng-kob, kini mendengar sendiri Ciu Pek-thong dan Eng-koh bersedia mengampuni dosanya itu, hatinya sangat terhibur, katanya dengan lemah kepada It-teng.   "Banyak terima kasih atas penyempurnaan Suhu!"   Lalu iapun mengucapkan terima kasih pada Nyo Ko, habisi itu ia lantas menutup mata untuk selamanya.   It-teng menunduk dan membacakan doa bagi kepergian Cu-in, habis itu bersama Nyo Ko dan Kwe Yang mereka mengubur Cu in di situ, Memandangi kuburan Cu-in itu, Nyo Ko menjadi terharu, teringat olehnya ketika dia dan Siao-liong li baru saja menikah dan memergoki Cu-in yang kumat di puncak gunung bersalju itu, tak tersangka tokoh yang termashur dengan telapak tangan besi itu kini sudah kembali ke asalnya.   Eng-koh dan Ciu Pek-thong saling pandang dengan penuh rasa haru, banyak sekali ingin mereka bicarakan, tapi entah cara bagaimana harus mulai.   Kemudian Ehg-koh mengeluarkan kedua ekor rase kecil itu, katanya.   "Nyo-kongcu, budi pertolonganmu sukar kubalas, kedua ekor binatang ini bolehlah kau ambil saja."   Tapi Nyo Ko hanya menerima seekor saja, katanya.   "Cukup seekor saja dan terima kasih!"   Tiba2 It-teng berkata.   "Nyo-kongcu, boleh kau bawa kedua ekor rase itu, tidak perlu kau membunuhnya, cukup membelih pahanya dan ambil darahnya secangkir kecil setiap hari, kukira luka kawanmu itu dengan cepat dapat disembuhkan."   Nyo Ko dan Eng-koh sangat girang, kata mereka.   "Kalau jiwa rase dapat diselamatkan adalah paling baik."   Segera Nyo Ko terima kedua ekor rase itu dan mohon diri pada It-teng, Eng-koh dan Ciu Pek-thong.   "Sehabis ambil darahnya, lepaskan saja disana, tentu kedua rase itu akan pulang sendiri ke sini,"   Pesan Eng-koh. Mendadak Ciu Pek-thong menyela.   "Eh, Toan-hongya dan Eng-koh, silakan kalian tinggal beberapa hari di Pek-hoa-kok sana. Adik Nyo, setelah menyembuhkan luka kawanmu, silakan juga bersama adik kecil itu bermain ke tempatku."   Nyo Ko menerima undangan itu dengan baik, ia berjanji kalau urusannya sudah beres tentu akan berkunjung ke sana.   Habis itu ia lantas melangkah pergi bersama Kwe Yang, ia merasa sangat gembira karena sekaligus dapat membuat Ciu Pek-thong dan Eng-koh berkumpul kembali sehingga Cu-in juga dapat mati dengan tenteram, pula dengan mudah mendapatkan kedua ekor rase kecil itu.   Setiba kembali di Ban-siu-san-ceng, kelima saudara Su sangat girang melihat Nyo Ko berhasil membawa pulang kedua ekor rase yang diharapkan itu, ber-ulang2 mereka mengucapkan terima kasih kepada Nyo Ko.   Segera mereka mulai mengambil darah rase dan diminumkan kepada Su Siok-kang.   Malamnya diadakan perjamuan besar dan Nyo Ko diangkat sebagai tamu kehormatan utama.   Ma-cam2 santapan lezat, terutama yang sukar diperoleh dan biasanya dianggap santapan yang mewah di restoran jaman kini, seperti bibir singa, paha harimau, telapak kaki beruang dan belalai gajah, biasanya sejenis makanan seperti itu saja sukar diperoleh, sekarang sekaligus ada belasan macam yang dihidangkan.   Su-si-hengte dan Gerombolan Setan Se-san tidak mengutarakan terima kasih mereka lagi kepadi Nyo Ko, yang pasti di dalam hati mereka sudah menganggap Nyo Ko sebagai tuan penolong mereka, kelak kalau ada urusan dan memerlukan tenaga mereka, biarpun di suruh terjun ke jurang jugi mereka takkan menolak.   Di tengah perjamuan yang meriah itu, semua asyik bicara tentang pengalaman masing2 serta kejadian2 menarik di dunia Kangouw, Hanya Kwe Yang saja yang duduk termenung tanpa bicara, padahal anak dara ini biasanya sangat gembira ria, rupanya ia sedang bersedih mengingat dalam waktu tidak lama lagi harus berpisah dengan Nyo Ko.   Tidak lama kemudian, tiba2 di sebelah sana berkumandang suara melengking seekor kera, menyusul suara kera yang lain juga lantas membalas sehingga ributlah suasana.   Air muka Su-si-bengte tampak berubah.   Su Beng-ciat lantas minta maaf lan mohon diri sebentar untuk memeriksa keadaan di sana.   Semua orang tahu tentu di luar hutan sana ada musuh yang datang, Toa-thau-kui berkata.   "!Paling baik yang datang itu adalah pangeran Hotu, biar kita labrak dia untuk membalas sakit hati Su-samko"   Belum habis ucapannya, tiba2 terdengar Su Beng-ciat membentak di luar sana.   "Siapa itu malam2 berkunjung ke sini? Silakan berhenti!"   Lalu suara seorang perempuan menjawab.   "lAdakah seorang cebol berkepala besar di sini? ingin kutanya dia kemana dia membawa adik perempuanku?"   Kejut dan girang Kwe Yang mendengar suara Kwe Hu itu, ia coba melirik Nyo Ko dan melihat sorot matanya berkedip aneh, diam2 ia heran, seketika ia tidak jadi berseru memanggil "Cici"   "Hei, kau tahu aturan tidak, mengapa tidak menjawab pertanyaanku, sebaliknya kau terobosan sesukamu?"   Demikian terdengar Su Beng-ciat mendamperat. Segera terdengar Kwe Hu membentak.   "Menyingkir!" - Menyusul lantas terdengar suara nyaring beradunya senjata, agaknya nona itu hendak menerjang masuk, tapi dirintangi Beng-ciat dan kedua orang itu lantas bergebrak. Sejak berpisah dengan Kwe Hu di Coat-ceng-kok dahulu, sudah belasan tahun Nyo Ko tidak pernah berjumpa dengan nona itu, kini mendadak mendengar suaranya, seketika macam2 perasaan berkecamuk dalam benaknya. Didengarnya suara benturan senjata sudah mulai menjauh, agaknya Su Beng-ciat berhasil memancing Kwe Hu ke tempat lain.   "Yang dicarinya adalah diriku, biar kutemui dia,"   Seru Toa-thau-kui sambil berlari keluar Menyusul Su Ki-kiang dan Hong It-ong juga ikut ke sana. Tiba2 Kwe Yang berbangkit dan berkata kepada Nyo Ko.   "Toakoko, ciciku datang mencari diri-ku, kini aku harus pulang."   Nyo Ko terkejut.   "Jadi dia.....dia itu cicimu?"   "Ya, jawab Kwe Yang.   "Kuingin melihat Sin-tiau-tayhiap, paman Toathau kui lantas membawaku ke sini menemuimu, Aku... aku sangat senang..."   Belum habis ucapannya mendadak kepalanya menunduk terus berlari pergi. Sekilas Nyo Ko melihat dua tetes air mata meleleh di pipi anak dara itu, tiba2 terpikir olehnya.   "Dia ingin menemui aku, tentu adaurusan penting, mengapa sekarang pergi begitu saja tanpa bicara apa2?" - Segera ia menyusul ke sana dan berseru.   "Adik cilik, jika kau ada kesulitan, boleh katakan saja padaku."   Kwe Yang tersenyum dan menjawab.   "Ah, tidak, aku tiada kesulitan apa2."   Di bawah cahaya bulan muda yang remang2 Nyo Ko dapat melihat wajah si nona yang putih bersih itu masih basah air mata, dengan suara lembut ia lantas berkata pula.   "Kiranya kau adalah anak dara Kwe Tayhiap dan Kwe-hujin, apakah Tacimu nakal padamu?"   Menurut perkiraan Nyo Ko, tidak mungkin puteri Kwe- tayhiap yang termashur itu mengalami kesulitan, besar kemungkinan Kwe Hu yang suka se-wenang2 itu telah menghina atau memukuli adik perempuan nya ini. Ternyata Kwe Yang menjawab dengan tertawa.   "Sekalipun Cici nakal padaku juga aku tidak takut padanya, kalau dia mengomel aku lantas adu muIut dengan dia, betapapun dia juga tak berani memukuli aku."   ""Habis untuk apa kau mencari aku? Silakan bicara terus terang saja."   "Di tempat penyeberangan sana kudengar orang bercerita tentang tindakanmu yang baik budi dan yang sangat terpuji itu, hatiku menjadi sangat kagum dan sangat ingin melihat wajahmu, selain itu tiada sesuatu maksudku yang lain lagi. Dalam perjamuan tadi aku teringat kepada pameo yang mengatakan.   "Tiada pesta yang tidak bubar di dunia ini. Hatiku menjadi sedih, siapa tahu pesta tadi Selum bubar dan aku.....aku harus segera pergi,"   Sampai di sini suara Kvve Yang menjadi rada tersendat.   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tergetar hati Nyo Ko, teringat olehnya waktu anak dara ini dilahirkan, beberapa saat kemudian dirinya lantas memondongnya dan membawanya.   Ketika dikejar oleh Kim-lun Hoat-ong, malah kemudian terjadi perebutan beberapa kali antara dirinya dengan Kim-lun Hoat-ong dan Li Bok chi, juga pernah menangkap induk harimau tutul untuk dijadikan mak inangnya yang menyusuinya, akhirnya dibawanya lagi ke kuburan kuno itu dan dipelihara sekian lamanya di sana.   Tak tersangka sekarang dapat bertemu pula di sini dan jabang bayi dahulu itu kini telah berubah menjadi gadis remaja yang molek.   Tanpa terasa Nyo Ko berdiri ter-mangu2 mengenangkan kejadian di masa lampau di bawah sinar bulan yang remang2 itu.   Selang sejenak, Kwe Yang berkata puIa.   "Toa-koko, aku harus pergi sekarang, Aku hanya ingin minta tolong sesuatu padamu."   "Katakan saja,"   Ujar Nyo Ko.   "Bilakah engkau akan bertemu dengan isterimu?"   "Antara musim dingin tahun ini,"   "Setelah engkau berjumpa dengan isterimu, sukalah engkau mengirim kabar padaku di Siang-yang agar aku ikut bergirang bagimu."   Nyo Ko sangat berterima kasth, ia pikir meski anak dara ini dilahirkan dari ibu kandung yang sama dengan Kwe Hu, tapi tabiat keduanya ternyata sangat berbeda, Segera ia bertanya pula.   "Apakah ayah-ibumu sehat2 semua?"   "Ayah dan ibu semua baik2 saja."   Jawab Kwe Yang. Tiba2 timbul suatu pikirannya, cepat ia memyambung pula.   "Toakoko, setelah engkau berjumpa dengan isterimu, maukah kalian datang ke Siangyang dan menjadi tamu kami? Ayah-ibu dan kalian suami-isteri sama2 kesatria besar jaman ini, tentu kalian akan sama cocok satu sama lain."   "Hal ini biarlah kita lihat dulu keadaan nanti,"   Jawab Nyo Ko.   "Eh, adik cilik, tentang pertemuan kita ini sebaiknya jangan kau ceritakan pada Cicimu, kukira juga tidak perlu diceritakan pada ayah-ibumu."   "Sebab apa?"   Kwe Yang menjadi heran, Tiba2 teringat olehnya ketika orang2 sama mengobrol di kota tambangan itu, tampaknya Cici kurang senang dengan Sin-tiau-hiap yang di-sebut2 itu, bisa jadi diantara mereka pernah terjadi sengketa apa2.   Maka ia lantas menambahkan.   "Baiklah, takkan kuceritakan pada mereka."   Dengan mata tak berkedip Nyo Ko memandangi anak dara itu, dalam benaknya terbayang wajah kecil si orok yang pernah dipondongnya 15 tahun yang lalu itu.   Karena dipandangi sedemikian rupa, Kwe Yang menjadi rada malu dan menunduk.   Timbul pikiran Nyo Ko ingin membela dan melindungi anak dara di depannya sekarang ini sama halnya seperti perlindungannya kepada jabang bayi yang lemah pada masa belasan tahun yang lalu itu.   Segera ia berkata pula.   "Siaumoaycu, (adik perempuan cilik), ayah-ibumu adalah pendekar besar masa kini dan dihormati siapapun juga, jika kau ada kesulitan kiranya juga tidak perlu bantuanku Namun kejadian di dunia ini seringkali ber-ubah2, suka duka sukar diduga. Andaikah kau mempunyai sesuatu persoalan yang tidak ingin dikatakan kepada ayah-ibumu dan perlu bala bantuan, maka bolehlah kau mengirim berita padaku, aku berjanji akan membereskannya bagimu dengan se-baik2nya."Kwe Yang tertawa manis, katanya.   "Engkau sungguh sangat baik padaku, Cici sering pamer di depan umum bahwa dia adalah puteri Kwe-tayhiap dan Kwe-hujin, terkadang aku merasa risi dan kikuk bagi ucapannya itu, Betapapun termasyhurnya ayah dan ibu kan tidak pantas kalau hal itu selalu ditonjolkan. Tapi nanti kalau kukatakan kepada orang bahwa Sintiau- tayhiap adalah Toakokoku, maka Cici pasti takdapat menirukannya."   Meski ucapan Kwe Yang ini setengah bergurau, namun jelas tampak rasa bangganya karena dapat berkenalan dengan Nyo Ko.   "Ah, cicimu mana menghargai orang macam diriku ini?"   Ujar Nyo Ko dengan tersenyum. Setelah merandek sejenak sambil meng-hitung2 dengan menekuk jari, lalu ia berkata pula.   "Tahun ini kau sudah berusia 15, ya, bulan sepuluh, tanggal 22, 23, 24 ya, kau lahir pada tanggal 24 bulan sepuluh, betul tidak?"   Kwe Yang ter-heran2, serunya.   "He! Memang benar, darimana kau tahu?"   Nyo Ko tersenyum dan tidak menjawab, katanya pula.   "Kau dilahirkan di Siangyang, makanya kau diberi nama Yang, betul tidak?"   "He, jadi kau tahu semuanya, tadi pura2 tidak kenal padaku,"   Seru Kwe Yang.   "Engkau pasti sahabat baik ayahku." . Seperti melamun, Nyo Ko tidak menjawabnya, tapi berkata pula dengan menengadah.   "Pada hari itu, pertarungan hebat melawan Kim-lun Hoat-ong, Liong-ji memondong anak itu..."   Kwe Yang tidak paham apa yang digumamkan Nyo Ko itu, sayup2 ia dengar suara benturan senjata di sebelah sana, ia menjadi kuatir kalau cicinya dilukai Su Beng-ciat, segera ia berkata.   "Toakoko, aku benar2 akan pergi sekarang."   Nyo Ko masih menggumam.   "Tanggal 24 bulan sepuluh, sungguh cepat sekali, 16 tahun sudah hampir lalu."   Mendadak ia tersadar karena teguran Kwe Yang tadi dan berkata.   "Ah, kau hendak pergi... Ehm, pada tanggal 24 bulan sepuluh nanti, katamu akan sembayang dan berdoa untuk mengemukakan tiga buah nazar pada Thian."   Rupanya ia jadi teringat pada ucapan Kwe Yang tadi bahwa waktu sembayang dan berdoa, anak dara itu akan memohon Thian memberi berkah supaya dia lekas bertemu kembali dengan Siao-Iiong-li. Tiba2 Kwe Yang berkata pula.   "Eh, Toakoko, jika kelak akupun mohon tiga soal padamu, apakah engkau dapat menyanggupi?"   "Asalkan dapat kukerjakan sekuat tenagaku tentu akan kuterima,"   Jawab Nyo Ko tegas, Lalu dari sakunya ia mengeluarkan sebuah kotak kecil, dikeluarkannya tiga buah jarum lembut yang biasa digunakan Siao-liong-li sebagai senjata rahasia itu dan diberikannya kepada Kwe Yang, katanya "Jika kulihat jarum ini nanti, sama saja seperti kulihat wajahmu.   Kalau kau tak dapat menemui aku sendiri, boleh kau suruh orang membawa jarum ini untuk menyampaikan keinginanmu padaku dan tentu akan kulaksanakannya bagimu."   "Terima kasib,"   Ucapan Kwe Yang sambil menerima jarum2 itu, lalu berkata puIa.   "Sekarang akan kukemukakan keinginanku yang pertama." - segera ia mengembalikan sebuah jarum itu kepada "Nyo Ko dan menambahkan "Kuminta engkau menanggalkan kedokmu agar aku dapat melihat wajah aslimu "   "Soal ini terlalu kecil dan mudah dilaksanakan karena aku tidak ingin dikenali kawan lama, maka sengaja memakai kedok,"   Kata Nyo Ko dengan tertawa.   "Tapi caramu sembarangan menggunakan sebuah jarum emas ini, apakah tidak sayang?"   "Jika muka aslimu saja tidak kuketahui mana dapat dikatakan kukenal kau? ini sekali2 bukan soal kecil,"   Ujar Kwe Yang.   Harus diketahui bahwa kaum pendekar jaman dahulu paling taat pada janji yang pernah diucapkan, karena sudah menyanggupi, dengan menyerahkan jarum itu sekalipun Kwe Yang minta Nyo Ko berbuat sesuatu yang maha sulit juga akan dilakukannya tanpa pikir, Karena itu juga iapun tak dapat menolak permintaan si nona yang pertama ini.   "Baiklah,"   Katanya sambil menanggalkan kedoknya. Seketika pandangan Kwe Yang terbeliak, di depannya muncul seraut wajah yang cakap dengan alis panjang tebal dan mata besar bercahaya cuma sudah lama memakainya, air mukanya agak pucat dan kekurus2an.   "Ahhh!"   Terasa Kwe Yang berteriak.   "Kenapa?"   Tanya Nyo Ko. Muka Kwe Yang menjadi meraj.   "O, tidak apa2,"   Jawabnya, Tapi dalam hatinya berkata.   "Sungguh tidak nyana engkau begini cakap."   Setelah tenangkan diri, kembali Kwe Yang menyerahkan pula jarum kedua dan berkata.   "Sekarang ini kukatakan cita2ku yang kedua."   Nyo Ko tersenyum dan berkata.   "Katakau saja beberapa tahun lagi juga belum terlambat. Anak gadis belum tahu urusan, yang kau ucapkan hanya cita2 kanak2 saja."   Karena itulah ia tidak lantas menerima jarum kedua itu. Tapi Kwe Yang lantas menaruh jarum digenggaman tangan Nyo Ko dan berkata.   "Cita2ku yang kedua ini adalah pada tanggal 24 bulan sepuluh yang akan datang, yakni pada hari ulang tahunku nanti, hendaklah kau datang ke Siangyang daa menemui aku untuk ber-cakap2 sebentar."   Meski permintaannya yang kedua ini lebih repot, daripada permintaan yang pertama, namun bersifat ke-kanak2an.   Maka dengan tertawa Nyo Ko menjawab "Baiklah, kusanggupi memangnya apa susahnya? Cuma aku hanya menemui kau sendiri saja, ayah-ibu dan Cicirnu takkan kutemui."   "Terserah padamu,"   Ujar Kwe Yang dengan tertawa, jari tangannya yang lentik dan putih halus itu memegangi jarum ketiga yang berkilau di bawah cahaya bulan, katanya pula.   "Tentang permintaanku yang ketiga ini..."   Nyo Ko meng-geleng2 kepala, pikirnya.   "Busyet! Memangnya aku Nyo Ko begini mudah berjanji pada orang? sungguh nona cilik yang tidak tahu urusan, janjiku dianggapnya seperti permainan anak kecil saja."   Mendadak wajah Kwe Yang tampak merah jengah, katanya dengan tertawa.   "Cita2ku yang ketiga ini sementara belum terpikir olehku, biarlah kelak akan kukatakan padamu." - Habis ini ia membalik dan lari ke sana sambil ber-teriak2.   "Cici! Cici!"   Kwe Yang terus menuju ke arah datangnya pertempuran dilihatnya Kwe Hu sedang bertempur sengit melawan Su Beng-ciat dan Toa-thau kui. Hoan It-ong dan Su Ki kiang mengikuti pertarungan itu di samping dengan siap siaga.   "Cici, inilah aku,"   Seru Kwo Yang.   "Beberapa orang ini adalah teman sendiri."   Selama ini Kwe Hu banyak mendapat petunjuk dari ayah-ibunya, suaminya yaitu Yalu Ce juga tokoh silat pilihan, maka kepandaiannya sekarang sudah berbeda jauh dengan daripada belasan tahun yang lalu.   Cuma wataknya berangasan dan tidak telaten berlatih sebab itulah tingkat ilmu silatnya selalu berkisar antara kelas dua atau tiga saja meski ayah-bunda dan suami nya terhitung tokoh terkemuka.   Kini meski dia sanggup menempur kerubutan Su Beng-ciat dan Toa-thau-kui dengan sama kuatnya, tapi lama2 tentu dia akan kewalahan dan terdesak di bawah angin.   Tengah gelisah karena takdapat mengalahkan lawan dengan cepat, tiba2 Kwe Hu mendengar seruan sang adik, segera ia membentak "Lekas kemari, Moaymoay!"   Su Beng-ciat mendengar sendiri Kwe Yang memanggil Nyo Ko sebagai Toakoko, kini didengarnya pula Kwe Hu menyebut Kwe Yang sebagai Moaymoay atau adik perempuan, seketika ia terkesiap dan ragu2 apakah wanita ini adalah isteri atau adik Sin-tiau-tayhiap? Karena itulah serangannya yang sedang dilontarkannya pada saat itu segera ditarik kembali, berbareng iapun melompat mundur.   Kwe Hu sendiri tahu lawan sengaja mengalah, tapi hatinya sudah kadung mendongkol tanpa pikir pedangnya terus menasuk.   "sret"   Dengan tepat dada Su Beng-ciat tertusuk. Keruan Toa-thau kui terkejut dan berseru.   "Hei, mengapa kau..."   Tapi sekali pedang Kwe Hu lantas berkelebat, tahu2 lengan Toathaukui juga terluka. Dengan pongahnya Kwe Hu lantas membentak pula.   "Nah, rasakan lihaynya nyonyamu ini!"   "He, Cici, kubilang orang2 ini adalah teman sendiri."   Seru Kwe Yang pula. Kwe Hu menjadi gusar dan membentak.   "Lekas pulang bersamaku! Siapa kenal temanmu yang tidak keruan ini?"   Luka di dada Su Beng-ciat itu ternyata tidak ringan. dia ter-huyung2 dan jatuh tersungkur. Cepat Kwe Yang memburu ke sana dan membangunkannya sambil bertanya.   "Su-goko, bagaimana lukamu?"   Darah segera mengucur dari dada Su Beng-ciat hingga baju Kwe Yang berlepotan lekas anak dara itu merobek ujung bajunya untuk membalut luka orang. Sementara itu Kwe Hu sedang mendesak pula.   "Hayo lekas berangkat lekas! setiba di rumah nanti kulaporkan kepada ayah dan ibu, mustahil kau tak kan dipukuli hingga kau minta2 ampun."   Dengan gusar Kwe Yang menjawab.   "Kau sembarangan melukai orang, akan kulaporkan juga kepada ayah dan ibu."   Melihat muka Kwe Yang merah padam dan mengembang air mata, Su Beng-ciat menghiburnya dengan tertawa yang di paksakan.   "jangan kuatir, nona cilik, lukaku ini takkan membuatku mati."   Di samping Su Ki-kiang memegangi gadanya dengan napas ter-engah2, seketika ia menjadi ragu2 apa mesti melabrak Kwe Hu atau menolong adiknya dahulu.   Mendadak Kwe Hu menjerit kaget, kiranya dari depan dua ekor harimau loreng telah mendekatinya secara diam2, segera ia hendak menyingkir ke kiri, tapi terlihat pula dua ekor singa jantan sudah mendekam di situ, waktu ia menoleh, di sebelah kanan bahkan berdiri empat ekor macan tutul.   Rupanya dalam sekejap itu Su Tiong-beng sudan memimpin kawanan binatang buas itu dan mengepung rapat Kwe Hu.   Keruan muka Kwe Hu menjadi pucat dan hampir2 jatuh kelengar, Syukur pada saat itu juga suara seorang di dalam hutan hutan berseru.   "Gote, bagaimana lukamu?"   "Mendingan, tidak begitu parah!"   Sahut Su Beng-ciat.   "Oh, perintah Sin-tiau-hiap agar kedua nona ini dibiarkan pergi saja,"   Kata orang itu. Segera Su Ki-kiang bersuit beberapa kali, kawanan binatang buas itu lantas memutar tubuh dan menghilang ke dalam semak2.   "Su-goko, atas nama Ciciku kuminta maaf padamu,"   Kata Kwe Yang. Sesungguhnya luka Su Beng-ciat itu membuatnya sangat sakit, dengan meringis ia menjawab.   "Mengingat Sin tiau-tayhiap, sekalipun Cicimu membunuh aku juga tidak menjadi soal."   Kwe Yang hendak bicara pula, tapi Kwe Hu lantas menariknya sambil membentak.   "Hayo pulang!"   Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Berbareng anak dara itu terus diseret berlari keluar hutan.   Melihat kedua kakak beradik itu sudah per-gi, Su-si hengte dan Gerombolan Setan lantas berlari keluar untuk memeriksa keadaan Su Beng ciat dan Toa-thau- kui, be-ramai2 mereka mencela tindakan Kwe Hu yang tidak pantas itu, cuma ucapan merekapun tidak berani kasar kerena belum mengetahui ada hubungan apa antara Kwe Hu dan Nyo Ko.   Dengan gemas Su Ki-kiang berkata.   "Nona cilik itu sangat baik hati, tapi kakaknya ternyata begitu galak, sudah jelas adik Ciat mengalah pada-nya, tapi dia malah melukainya secara keji, Coba kalau tusukannya masuk sedikit lagi tentu jiwa adik Ciat sudah melayang."   "Marilah kita tanya kepada Sin-tiau-hiap tentang asal usul perempuan itu,"   Kata Toa thau-kui.   "Di tempat penyeberangan sana ber-ulang2 dia juga mengeluarkan kata2 yang tidak baik terhadap Sin tiau- hiap."   Pada saat itulah dari balik pohon sana muncul seorang dan berkata.   "Syukurlah luka Su-goko tidak terlalu parah. Tindak-tanduk perempuan itu memang semberono dan cerohoh, ketahuilah bahwa lenganku ini justeru ditebas kutung olehnya."   Melihat yang bicara itu adalah Nyo Ko, semua orang sama melengak dan tak dapat bicara lagi, setiap orang sama sangsi dan ingin tahu, tapi tidak berani bertanya.   Begitulah Kwe Hu telah membawa Kwe Yang kembali ke tempat penyeberangan, sementara itu air sungai Kuning yang membeku itu sudah cair, kakak beradik bertiga dapat menyeberang dan pulang ke Siangyang, sepanjang jalan Kwe Hu masih terus mengomeli Kwe Yang yang dianggap suka berkeluyuran dengan orang2 yang tidak keruan.   Tapi Kwe Yang berlagak tuli saja dan tidak menggubris omelan sang Taci, mengenai pertemuannya dengan Nyo Ko juga sama sekali tak disinggungnya.   Setiba di Sianyang, per-tama2 Kwe Hu lantas melapor kepada ayah-bundanya bahwa Kwe Yang dalam perjalanan tidak mau tunduk padanya dan banyak menimbulkan keonaran, lalu iapun menceritakan apa yang terjadi selama Kwe Yang menghilang dua hari dua malam, tentu saja ia bumbui-bumbui pula, tambahi kecap dan imbuhi sambel.   Kwe Cing sendiri sedang pusing kepala oleh situasi militer beberapa hari terakhir ini, maka ia tambah marah demi mendengar laporan Kwe Hu itu, segera ia bertanya.   "Yang-ji, benar tidak laporan cici ini?"   Kwe Yang mengikik tawa, katanya.   "Ah, cici memang suka geger, aku ikut seorang teman pergi melihat keramaian, kenapa sih mesti diributkan?"   "Teman apa? Siapa namanya?"   Taaya Kwe-Cing. Kwe Yang melelet lidah, lalu menjawab.   "Ah, lupa kutanyai namanya, cuma kudengar orang memanggil dia Tea-thau-kui begitu."   "Seperti orang dari "Gerombolan Setan Se-san,"   Tukas Kwe Hu. Kwe Cing juga dengar nama "Gerombolan Setan Se-san"   Itu, meski tak dapat dikatakan gerombolan penjahat, tapi juga bukan kaum ksatria yang baik, maka ia tambah marah demi mendengar anak perempuan itu bergaul dengan orang2 macam begitu, Cuma perangainya memang sabar dan pendiam, biarpun marah ia hanya mendengus geram saja dan tidak berkata lagi, sedangkan Ui Yong lantas mengomeli Kwe Yang.   Malamnya Kwe Cing suami-isteri mengadakan perjamuan keluarga untuk menghibur pulangnya Kwe Hu dan Kwe Boh-Io, tapi sengaja tidak menyediakan tempat duduk bagi Kwe Yang.   Yalu Ce berusaha membujuk kedua mertuanya, tapi malah diomeli Kwe Cing agar sebagai kakak ipar seharusnya ikut mendidik adiknya, Karena itulah terpaksa Yalu Ce tak berani mengusik lagi.   Kiranya Kwe Cing dan Ui Yong merasa pernah terlalu memanjakan Kwe Hu sehingga banyak menimbulkan petaka, maka sekarang caranya mendidik Kwe Yang dan Kwe Boh-lo telah berubah sama sekali.   Sejak kecil diawasi dengan keras, sifat Kwe Boh-lo pendiam seperti sang ayah sehingga tak menjadi soal, tapi Kwe Yang sejak kecil sudah suka berbuat hal2 yang aneh dan sukar di-jajaki jalan pikirannya, lahirnya ia menurut, tapi di dalam hati ia memberontak Ketika ia diberitahu oleh pelayan bahwa Tuan dan Nyonya mengadakan perjamuan keluarga dan Ji siocia (puteri kedua) sengaja tidak diundang, keruan Kwe Yang menjadi marah, bahkan ia lantas mogok makan sekalian selama dua hari.   Sampai hari ketiga, Ui Yong jadi kasihan sendiri, di luar sang suami ia membuat beberapa macam daharan lezat, disertai menghibur dan membujuk barulah anak perempuan bungsu itu mau makan dan gembira lagi.   Tapi dengan demikian, maksud orang tua mendidik anaknya dengan keras kembali luntur dan sia2 pula.   Sementara itu pasukan Mongol sudah berhasil menyerbu ke negeri Tayli di daerah Hunlam (Yu-nan), sesudah menduduki kerajaan kecil selatan itu, pasukan induk beralih pula ke utara, sedangkan pasukan Mongol yang lain dari utara juga menerobos ke selatan sehingga dua induk pasukan telah bergabung hendak menggempur Siangyang untuk akhirnya melalap kerajaan Song sekaligus.   Waktu pasukan Mongol mulai menyerbu Tayli, Kwe Cing menyebarKan Eng hiong-tiap (kartu undangan para ksatria) agar para pahlawan berkumpul di Siangyang untuk merundingkan siasat menghadapi musuh, keberangkatan Kwe Hu dan kedua adiknya ke utara itu adalah mengemban tugas yang diberikan sang ayah itu.   Tak terduga gerak cepat pasukan Mongol ternyata luar biasa, dalam waktu singkat Tayli sudah ditumpas, sebab itulah ketika para pahlawan mulai berkumpul di Siangyang, sementara itu kekuatan pasukan Mongol juga mulai mendekati kota itu.   Eng-hiong-tay hwe atau musyawarah besar para pahlawan ditetapkan pada tanggal 15 bulan sepuluh dan direncanakan berlangsung selama 10 hari.   Hari ini baru tanggal 13, jadi masih dua hari sebelum hari rapat, sementara itu para pahlawan dan ksatria dari segenap penjuru ber-bondong2 telah tiba di Siangyang.   Kwe Cing dan Ui Yong sibuk mengurusi tugas pertahanan, maka urusan menyambut tamu telah diserahkan kepada Loh Yu-ka dan Yalu Ce.   Di antara tamu2 yang sudah tiba itu ada Cu Cu-liu, Su-sui Hi-un dan Bu Sam-thong, kedua Bu cilik bersama Yalu Yan dan Wanyan Peng juga sudah datang, begitu pula Hui-thian-pian-hok Kwa Tin-ok.   Pejabat ketua Coan-cin-kau waktu itu, Li Ci siang, dengan 16 murid utama Coan-cin-pay juga sudah tiba, begitu pula para tertua Kay-pang serta tokoh2 pengemis yang berkantong tujuh dan delapan.   Seketika kota Siangyang penuh dengan jago2 silat terkemuka.   Banyak di antara tokoh2 persilatan yang jarang muncul di dunia Kangouw kini juga hadir mengingat pertemuan Siangyang sekali ini menyangkut nasib negara dan bangsa, pula mereka kagum pada budi pekerti Kwe Cing suami isteri, maka hampir semua orang yang menerima kartu undangan pasti hadir.   Malam hari tanggal 13 bulan sepuluh, Kwe Cing suami-isteri mengadakan perjamuan kecil pribadi di di kediamannya dan mengundang Cu Cu-liu, Bu Sam-thong dan beberapa kenalan lama untuk beramahtamah.   Loh Yu-ka juga diundang, tapi sampai malam ketua Pangcu itu belum tampak hadir, semua mengira dia sibuk oleh pekerjaan sehingga tidak menyangka sesuatu.   Tengah mereka bersuka ria dan berbincang macam2 kejadian Bu-lim selama belasan tahun terakhir ini, Yalu Ce, Kwe Hu dan anak2 muda yang bersatu meja tersendiri juga asyik bercengkerama, tiba2 datang seorang murid Kay-pang berkantong delapan dan ber-bisik2 kepada Ui Yong, seketika air muka Ui Yong tampak berubah dan berkata dengan suara gemetar.   "Bisa terjadi demikian?"   Semua orang sama berpaling memandang nyonya rumah itu. Terdengar Ui Yong berkata pula kepada anggota Kay-pang itu.   "Yang hadir di sini adalah orang kita sendiri, boleh kau bicara saja, bagaimana awal mula kejadian ini?"   Segera anggota Kay-pang itu menutur.   "Lewat lohor tadi, Loh-pangcu membawa tujuh murid kantong tujuh patroli ke utara kota, siapa tahu sampai malam tiba beliau belum nampak pulang, Tecu menjadi kuatir dan bersama teman2 lain terbagi dalam beberapa kelompok keluar kota untuk mencarinya, akhirnya di kelenteng Yo-tayhu di kaki gunung Hian diketemukan jenazah Loh-pangcu."   Mendengar kata2 "jenazah", tanpa terasa semua orang sama menjerit kaget.   Sampai di sini, suara anggota Kay-paog itupun ter-sendat2.   Maklumlah meski ilmu silat Loh Yu-ka tidak terlalu tinggi, tapi orangnya berbudi dan bijaksana sehingga mendapat dukungan luas di kalangan anggota.   Murid Kay-pang tadi melanjutkan penuturannya.   "Kedua murid tujuh kantong yang mengiringi pangcu itupun menggeletak di samping beliau, seorang sudah tewas yang lain belum putus napasnya sehingga sempat memberi keterangan bahwa mereka kepergok pangeran MongoI yang bernama Hotu. Pangcu yang kena sergap lebih dulu, kedua murid kantong tujuh itu bertempur mati2an dan akhirnya juga dicelakainya."   "Hehe, jadi Hotu, Hotu!"   Demikian gumam Kwe Cing saking menahan gusarnya, ia jadi menyesal dahulu telah memberi ampun kepada pangeran Mongol itu di Cong-lam-san, tahu begini tentu waktu itu sudah dibinasakan.   "Apakah Hotu itu meninggalkan ucapan apa?"   Tanya Ui Yong.   "Tecu tidak berani omong,"   Kata anggota Kay-pang itu.   "Kenapa lidak berani omong,"   Tukas Ui Yong.   "Tentunya dia bilang supaya Kwe Cing disuruh lekas menyerah kepada pihak mongol, kalau tidak, maka contohnya ialah Loh Yu-ka itu, begitu bukan?"   "Hu jin sungguh hebat, memang begitulah ucapan keparat Hotu itu,"   Jawab si anggota Kay-pang.   Be ramai2 semua orang lantas pergi memeriksa jenazah Loh Yu-ka, terlihat punggungnya terkena sebatang tulang2 kipas buatan dari baja, tulang iganya juga patah, jelas lebih dulu Hotu menyergapnya dengan senjata rahasia, habis itu menghantamnya pula dengan tenaga dahsyat hingga binasa, semua orang menjadi gusar dan berduka pula menyaksikan itu.   Saat itu di Siangyang berkumpul be-ribu2 anggota Kay-pang, maka suasana menjadi sedih ketika kabar tewasnya Loh Yu-ka disiarkan.   Se-hari2nya Kwe Yang sangat akrab dengan Loh Yu-ka, sering ia menyeret orang tua itu diajak ke tempat sepi seperti kelenteng Yo-tayhu itu untuk minum arak sambil merecoki orang itu menceritakan kejadian2 menarik di dunia Kangouw, kalau sudah begitu, maka acapkali berlangsung hingga hampir sehari suntuk dan kedua orang tua dan muda itu sama2 gembiralah.   Kelenteng Yo-tayhu itu tidak jauh di luar kota, ketika mendengar kawan tua itu meninggal di kelenteng itu, Kwe Yang ikut berduka, segera ia membawa satu Holo (buii2) berisi arak penuh serta menjinjing sebuah keranjang sayur, seperti biasanya ia terus menuju ke kelenteng itu.   Saat itu sudah hampir tengah malam, Kwe Yang mengeluarkan dua pasang sumpit dari keranjangnya dan diatur secara berhadapan, dituangnya dua cawan arak pula, lalu berkata.   "Paman Loh, setengah bulan yang lalu kita baru saja makan-minum dan mengobrol di sini, siapa duga sekarang engkau telah mengalami malapetaka, apabila arwahmu mengetahui, silakan kemari minum arak lagi bersamaku ini."   Habis berkata, ia siram secawan arak itu di lantai, ia sendiri lantas menenggak habis secawan. Teringat kepada teman karib yang kini telah tiada itu, ia menjadi berduka katanya sambil mencucurkan air mata.   "Paman Loh, marilah kita habiskan pula secawan!" - ia menyiram lagi secawan arak di lantai dan ia sendiri kembali menghabiskan secawan. Kemampuan minum arak Kwe Yang sebenarnya sedikit sekali, cuma sifatnya yang terbuka dan suka bergaul dengan orang2 Kangouw, maka iapun ikut2an minum arak dan bicara seperti orang dewasa. Kini setelah menghabiskan dua cawan, mau-tak-mau mukanya menjadi merah, kepala rada pening. Dalam kegelapan tiba2 seperti ada bayangan orang berkelebat di luar pintu kelenteng sana, ia terkejut dan bergirang, disangkanya arwah Loh Yu-ka benar2 telah datang, segera ia berseru.    Pendekar Bego Karya Can Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini