Kembalinya Pendekar Rajawali 78
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 78
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung "Eeeh, sobat lama bertemu lagi, kenapa buru2 lantas hendak pergi?" Sengaja Nyo Ko menegur dengan tertawa ejek. "Baik2kah Nyo-tayhiap selama ini?" Segera In Kik si menyapa dan soja... Sebaliknya Siau siang cu masih dendam karena dulu di Cong lam-san lengannya dipatahkan Nyo Ko, selama belasan tahun ini kepandaiannya juga sudah banyak maju, namun ia tahu masih bukan tandingan Nyo Ko. maka tak ia gubris teguran Nyo Ko, juga tidak menoleh,.lalu hendak melangkah turun. Orang bermuka hitam yang datang bersama mereka itu juga seorang jago terkemuka di bawah Kubilai, selamanya sangat tinggi hati, bersama In Kik-si dan Siau-siang cu mereka keluar mencari berita, siapapun tidak terpandang sebelah mata oleh-nya. Kini melihat kedua kawannya begitu jeri pada Nyo Ko, ia melirik hina ke arah Nyo Ko, lalu berteriak. "Nanti dulu, Siau-heng, kalau ada orang jahat berani merintangi kesenangan kita, biar Siaute mengusirnya pergi." Hubis berkata, sebelah tangannya yang terpentang lebar segera mencengkeram ke pundak Nyo Ko dengan maksud mencekalnya untuk dilemparkan ke jalan umum. Melihat telapak tangan orang lapat-2 bersemu hitam biru, Nyo Ko tahu orang tentu berlatih "Tok-joa-cio" Atau ilmu pukulan pasir beracun, tiba2 pikirannya tergerak. "Ya, kenapa aku tidak gunakan tenaga orang ini untuk tanya Ui-Iocianpwe tentang Lam-hay Sinni?" Demikian pikirnya. Tatkala itu tangan orang bermuka hitam itu sudah hampir menyentuh pundaknya, mendadak Nyo Ko baliki tangannya menyampuk. "plak-plak" Tahu2 orang itu malah kena ditempeleng dua kali olehnya. Terperanjat Ui Yok-su menyaksikan itu. "Cepat benar pukulannya ini!" Diam2 ia memuji. Dan melulu sekali serangan ini saja sudah terlihatlah ilmu silat ciptaan Nyo Ko sendiri telah menjadi suatu aliran terkemuka. Sementara terdengar lagi suara "plak plak" Dua kali, kedua pipi Siau-siang-cu telah dipersen tamparan pula. Hanya In Kik-si yang bebas dari tempelengan itu, karena Nyo Ko melihat orang tadi berlaku sopan. "Nyo-laute, ilmu pukulan ciptaanmu ini sungguh hebat sekali, lohu (aku yang tua) ingin sekali melihat keseluruhannya, entah dapat tidak?" Kata Ul Yok-su dengan tertawa. "Justru ingin kuminta petunjuk Locianpwe," Sahut Nyo Ko. Segera tubuhnya bergerak cepat, ia mainkan ilmu pukulan "lm-jiau siau-hun-cio hoat" Yang hebat itu. Maka tertampaklah lengan bajunya me-lambai2 telapak tangannya naik turun, tiba- tipu serangan "Bu tiong-seng yu", lain saat gerakan "Ki jin yu-.hian", ia mengurung S'au-siang-cu, In Kik-si dua praog bermuka hitam itu di tengah2 angin pukulannya. Ketiga orang itu serasa terombang ambing di tengah2 gelombang badai, ter huyung2 dan sempoyongan terbawa oleh angin pukulan Nyo Ko, jangankan melawan sedang untuk berdiri tegak saja susah. "Sungguh hebat," Puji Ui Yok su. "Hari ini lohu dapat menyaksikan ilmu pukulan Iaute ini sambil minum arak, sungguh hidupku ini tidak kecewa." "Locianpwe sukalah memberi petunjuk "sejurus!" Teriak Nyo Ko mendadak, Ketika telapak tangan-nya mendorong, tahu2 Siau-siang cu "dikirim" Ke hadapan Ui Yok-su, Tak berani ayal Ui Yok-cu, cepat telapak tangan kirinya menyurung juga ke depan, tubuh Siau-siang cu dikembalikan ke sana, Tapi segera tertampak lelaki muka hitam itu menubruk datang lagi, cepat Vi Yok su angkat cawannya menenggak arak sambil ayun tangan mendorongnya pergi puIa. Melihat gerak pukulan orang memang sangat kuat dan hebat, tapi juga tidak terlalu luar biasa. dalam hati Nyo Ko berpikir "Agaknya kalau aku tidak menggunakan seluruh tenaga takkan dapat memancing ilmu pukulan yang dia pelajari dan Lam-hay Sin-ni." Maka ia pusatkan napasnya dan himpun tenaga pukulannya secara cepat Siau siang-cu, In Kik-si dan lelaki muka hitam itu silih berganti didorongnya ke depan Ui Yok su. Terpakia Ui Yok-su mengembalikan lagi, tapi terasa daya tekanan serudukan ketiga orang itu semakin berat dan susul menyusul bagai datangnya gelombang ombak, satu lebih kuat dan lebih tinggi dan yang lain. "Tenaga pukulan bocah ini makin lama makin kuat, sungguh bakat yang susah dicari dalam dunia persilatan!" Demikian diam2 Ui Yok-su membatin. Dan pada saat itu juga, orang bermuka hitam itu kembali melayang datang, bahkan kedua kakinya terus menjejak kemukanya. Cepat Ui Yok-su menyampuknya pergi pula namun tanpa terasa sedikit tergoncang itulah arak dalam cawannya terciprat keluar beberapa tetes, menyusul mana In Kik-si dan Siau-siang-cu juga telah menubruk datang lagi, yang satu dari depan dan yang lain dari samping. "Bagus!" Seru Ui Yok- su, ia letakkan cawan araknya, dengan kedua tangannya ia dorong ke depan. Begitulah, kedua orang - Nyo Ko dan Ui Yok-su - lantas saling oper-mengoper dari jarak beberapa tombak bagai orang main bola basket, Siau siang cu bertiga bagai bola saja terombang-ambing di antara tenaga pukulan kedua orang itu se akan2 terbang kian kemari di udara. Namun baru "lm jian siau hunjio" Nyo Ko itu dimainkan sampai tengah jalan, Loh-eng-cio-hoat" Ui Yok-su sudah tampak di bawah angin. Waktu itu secepat panah tubuh In Kik-si menubruk kearahnya, Yok-su menaksir tenaganya tak cukup untuk melawan tenaga dorongan Nyo Ko sekali ini, segera ia gunakan jarinya untuk menyentik. "crit", terdengar suara lirih tajam, suatu kekuatan halus tapi kuat terus meluncur ke depan dan seketika tenaga pukulan Nyo Ko itu terpatahkan. Be runtun2 Ui Yok-su menyelentik tiga kali, maka tiga kali gedebukan, tubuh Siau-sing-cu. It Kik-si dan lelaki muka hitam itu terbanting semua di atas papan loteng dan semaput. Kalau "Loh cng cio hoat" Sedikit kalah kuat daripada tenaga Nyo Ko, tapi tenaga sakti jarinya "Tan-ci sin-thong" Ternyata sama kuatnya, siapapun tiada yang lebih unggul. Maka bergelak ketawalah kedua orang itu, mereka kembali ke tempat duduk masing2, menuang arak dan pasang omong pula. "llmu pukulan adik ini, kalau soal tenaga, hanya "Hang liong-sip pat ciang" Menantuku Kwe Cing yang dapat menandingi, sedangkan Loh-eng-cio Lohu masih kalah setingkat demikian kata Ui Yok-su kemudian. Ber-ulang2 Nyo Ko menyatakan terima kasih dengan rendah hati. Lalu tanyanya. "Konon kabarnya Lociaopwe pernah mendapat petunjuk Lam-hay Sin-ni dan dapat mempelajari sejurus Cio-hoat (ilmu pukulan), entah dapatkah Wanpwe melihatnya untuk menambah pengalaman?" "Ltm-hay Sin-ni? siapakah dia? selamanya belum pernah aku mendengar namanya," Sahut Ui Yok-su heran. Seketika berubah air muka Nyo Ko, ia berdiri, dengan suara gemetar ia menegas. "Apakah di dunia ini hakikatnya tiada seorang Lam-hay Sin-ni" Melihat perubahan wajah orang yang aneh itu, Ui Yok-su rada terkejut juga, maka jawabnya dengan ragu2. "Apakah mungkin seorang kosen yang belum lama ini baru terkenal. Lohu suka hidup menyendiri, maka belum kenal akan namanya." Terpaku Nyo Ko berdiri, begitu cemas perasaannya, serasa hatinya akan melompat keluar dari rongga dadanya, katanya dalam hati. "Dengan jelas Kwe-pekbo menyatakan bahwa Liongji telah ditolong pergi oleh Lam hay Sin-ni, siapa tahu semua itu bohong belaka dan sengaja mendustai aku!" Berpikir sampai di sini, tiba2 ia berteriak sambit menengadah, suaranya menggetar sukma, air mata pun meleleh. "Ada kesulitan apakah Laute, dapatkah kau jelaskan, boleh jadi Lohu dapat membantu sebisa-nya," Tanya Yoksu. Tapi Nyo Ko lantas memberi hormat sambil berkata dengan suara parau. "Perasaan Wanpwe kacau luar biasa hingga tindak tanduk kurang wajar harap dimaafkan." Habis itu, lengan bajunya mengebas ia putar tubuh terus turun ke bawah, terdengarlah tuara "krak-krak" Beberapa kali, beberapa undak tangga telah hancur kena diinjaknya. Ui Yok-su menjadi bingung, ia menggumam sendiri. "Lam-hay Sin-ni, Lam-hay Sin-ni? siapakah gerangannya?" Sementara itu Nyo Ko telah berlari pergi seperti kerasukan setan, ia lari dan lari terus, dalam beberapa hari tanpa makan tanpa tidur, ia pikir hanya mati letih barulah takkan ingat Siao liong li, sebenarnya kelak masih dapat bertemu tidak, saat itu sama sekali tak berani dibayangkannya. Tidak berapa lama, tibalah ia di tepi sungai besar, Nyo Ko tak tahan lagi oleh hancurnya perasaan itu, ketika dilihatnya ada sebuah perahu menepi segera ia melompat naik, ia berikan sepotong perak pada si tukang perahu dan tanpa menanya kemana perahu itu bakal berlayar, segera ia rebah di situ terus tidur. Air sungai mengalir dengan derasnya, perahu layar yang ditumpangi Nyo Ko itu terus laju, setiap kota dagang pasti kapal itu berlabuh beberapa hari buat bongkar-muat barang, agaknya itu adalah sebuah kapal barang yang hilir-mudik di sungai Tiang-kang itu. Hati Nyo Ko saat itu se-akan2 kosong blong, ke manapun serupa baginya, maka iapun tidak perduIi kapal itu akan berlayar atau berlabuh, ia lewatkan hari2 itu dengan minum arak, di malam hari ia suka bersiul panjang dan ter-menung2 tanpa kenal waktu. Si tukang perahu dan saudagar yang mencarter" Kapal itu tampak akan uang Nyo Ko yang bayar tanpa tawar itu, mereka menyangka dia adalah pengelana sinting, maka siapapun tiada yang mengurusnya. Suatu hari, tibalah kapal itu di Kang-im, seorang saudagar sekapal telah mohon diri pada Nyo Ko dan bilang akan pergi ke Ka-hin dan Lim-an untuk membeli sutera. Mendengar kata2 Ka hin", mendadak Nyo Ko terkejut dan berpikir "Dahulu ayahku tewas secara mengenaskan oleh Ui Yong di kelenteng Ong-uat jiang dalam kota Ka-hin, entah di manakah kuburannya? Aku tak bisa mengubur jenazah ayat secara baik2 benar2 aku seorang anak tak berbakti." Berpikir akan itu, segera ia tinggalkan perahu itu dan mendarat terus menuju ke Ka-hin. Tatkala itu sudah masuk musim dingin, meski di daerah Kanglam tidak sedingin daerah utara, tapi di mana2 juga salju bertebaran, Nyo Ko memakai mantel ijuk dan bertopikan caping, menujulah dia ke Ka hin. Sampai di kota itu, cuaca sudah gelap, ia mencari suatu rumah makan serta tanya jalan ke kelenteng Ong tiat jiang, di bawah hujan salju yang lebat ia pergi kesana. Ketika sampai di kelenteng itu, waktu sudah dekat tengah malam, salju masih terus turun, gelap gulita keadaannya, Tapi Nyo Ko sanggup melihat dimalam gelap, ia lihat Tiat jiang-bio atau "keIenteng tombak besi" Itu sudah bobrok, pintu sudah lapuk, sedikit didorong lantas roboh. Nyo Ko masuk ke dalam, di-mana2 terlihat penuh debu dan galagusi-bersinggasana, suatu tanda tiada penghuninya, ia berdiri ter mangu2 di tengah ruangan kelenteng, terbayang olehnya ketika ayahnya tewas di situ dahulu hingga sejak lahirnya tiada pernah melihat muka ayahnya sendiri, sungguh nasib malang itu jarang terdapat di dunia-ini, ia menjadi berduka hingga makin menambah pilu hatinya. Ia periksa sekitar kelenteng itu, ia pikir sudah lebih 30 tahun ayahnya meninggal dengan sendirinya tiada meninggalkan sesuatu tanda apa2. ia pergi ke belakang kelenteng, ia lihat di bawah apitan dua pohon ada dua kuburan, di depan kuburan2 itu masing2 berdiri sebuah batu nisan yang penuh tertutup oleh salju. Ketika Nyo Ko kebas lengan bajunya hingga salju berhamburan oleh angin kebasannya itu, maka tertampaklah pada batu nisan sebelah kiri tertulis "Kuburan Bok-si dari keluarga Nyo". Diam2 Nyo Ko pikir siapakah gerangan wanita Se Bok ini? Waktu batu nisan sebelah lain dipandangnya, seketika tak tahan lagi rasa gusarnya. Kiranya batu nisan itu tertulis. "Kuburan mu-id durhaka Nyo Khong", dan dipinggirnya tertulis ebaris huruf kecil yang berbunyi "Guru tak beriImu Khu Ju-ki" Pikir Nyo Ko dengan gusar. "lmam tua ini benar2 tak berbudi, ayahku sudah meninggal kenapa harus mendirikan batu nisan untuk mencela kelakuannya? Dalam hal mana ayahku durhaka? Hm kalau aku tidak pergi ke Coan cin kau dan mengobrak abriknya, rasanya hatiku tidak puas" Habis itu, tangannya diangkat terus hendak menghantam batu nisan itu. Tapi selagi tangan hendak digablokkan, tiba2 terdengar dari arah barat sana berkumandang datang suara tindakan kaki yang cepat, suaranya begitu aneh, seperti beberapa tokoh dunia persilatan yang hebat, tapi juga mirip jalannya dua ekor binatang, sewaktu kaki menginjak tanah, sebelah kiri antap dan sebelah kanan enteng sungguh aneh luar biasa. Nyo Ko mendengar suara itu justru menuju ke kelenteng ini, maka cepat ia masuk kembali keruangan tengah kelenteng dan sembunyi di belakang patung malaikat yang sudah doyong, hendak dilihatnya mahluk aneh apakah yang datang itu? Sebentar saja suara tindakan kaki itu sudah sampai di depan kelenteng, tapi lantas berhenti tak bergerak lagi, agaknya seperti kuatir kalau di dalam kelenteng sudah ada sembunyi musuh, selang sejenak, barulah masuk. Ketika Nyo Ko mengintip keluar, hampir saja ia tertawa geli. Kiranya yang masuk kelenteng ini seluruhnya empat orang, kaki kiri keempat orang ini sudah putus semua, masing orang memakai sebatang tongkat dan di pundak kiri masing2 dirangkai seutas rantai besi yang saling terkunci, sebab itulah waktu berjalan, empat tongkat menutul tanah berbareng, lalu empat kaki keempat orang juga melangkah maju bersama. Orang yang paling depan berkepala gundul pelontos, tangan kiri sudah buntung, kaki kiri putus separoh, sudah cacat bertambah cacat, Orang kedua jidatnya jendul, terdapat tiga uci2 yang besar. Orang ketiga bertubuh kecil pendek dan orang keempat adalah Hwesio berbadan tegap. Nyo Ko ter-heran2, macan orang2 apakah dan kenapa saling dirantai tanpa terpisahkan? Lalu terdengarlah suara gemerantang yang nyaring, si gundul tadi mengeluarkan geretan api dan menyalakan sepotong sisa lilin. Maka jelaslah sekarang Nyo Ko melihatnya ternyata kecuali orang pertama yang gundul ini, tiga orang lainnya berlubang mata, tapi tiada biji matanya. Karena itu barulah ia mengerti persoalannya, kiranya ketiga orang buta itu menggunakan si gundul ini sebagai penunjuk jalan mereka. Kemudian si gundul mengangkat lilin dan memeriksa sekitar kelenteng, maka keempat orang itu menjadi seperti berbaris beriring2an, jarak mereka masing2 tidak lebih tiga kaki. Namun Nyo Ko yang sembunyi di belakang patung tak diketahui mereka. Sesudah memeriksa, keempat orang itu masuk lagi ke ruangan dalam, lalu si gundul itu berkata . "Kwa lolhau tidak membocorkan jejak kita, jika ia mengundang bala bantuan, tentu sudah disembunyikannya di sini dahulu." "Ya, benar, ia sudah berjanji sekatapun takkan dibocorkan pada orang lain, orang semacam dia ini selamanya berpambekan tinggi, dalam hal "kepercayaan" Sangatlah di beratkan. "demikian ujar orang ketiga. Tapi orang yang ber-uci2 itu lantas berkata. "Soa toako, kau kira si tua she Kwa itu akan datang atau tidak?" "ltulah sukar kukatakan, kurasa ia takkan datang, masakah dia begitu bodoh sengaja mengantarkan kematian?" Ujar orang pertama tadi. "Tapi Kwa-lolhau ini adalah orang yang pertama dari Kanglam chit-koay, dahulu mereka bertaruh dengan imam keparat Khu Ju-ki dan jauh2 tanpa kenal lelah pergi ke Mongol memberi pelajaran silat kepada Kwe Cing, hal ini ketika tersiar di Kangouw, semuanya memuji akan janji emas Kanglam chit-koay, sekali berkata, pasti pegang janji. Kita justeru mengingat hal ini barulah melepaskan dia pergi." Jelas terdengar perjakapan mereka itu oleh Nyo Ko, diam2 ia pikir. "Eh, kiranya mereka sedang menantikan Kwa-kongkong di sini?" Dalam pada itu orang kedua yang jendul ber-kata. "Tapi aku bilang dia pasti takkan datang, Peng-toako, beranikah kau bertaruh, coba lihat..." Tapi belum habis ucapannya, tiba2 terdengar suara tindakan orang datang dari arah timur, juga langkah yang sebelah antap dan sebelah lagi enteng, ada orang datang lagi menggunakan tongkat, cuma sekarang seorang diri saja. Sejak kecil Nyo Ko sudah lama tinggal bersama Kwa Tin ok di Tho-hoa-to, maka begitu dengar segera ia tahu orang tua itulah yang datang. Terdengarlah si orang ketiga yang kecil kurus tadi bergelak-tawa, katanya. "Nah, Kau laute, Kwa-lothau benar2 telah datang, masih berani kau bertaruh tidak?" "Keparat, benar2 tak takut mati dia, sungguh aneh," Orang kedua tadi mengomel. Lalu terdengar suara ketokan nyaring beberapa kali, suara ketokan tongkat besi, Hui thian pian hok Kwa Tin-ok tampak masuk ke dalam kelenteng, terus berdiri tegak di tengah ruangan. "Kwa Tin ok telah datang menurut janji, inilah Kim hoa-giok loh wan buatan Tho hoa-to, seluruhnya berjumlah 12 butir, setiap orang makan tiga butir," Demikian katanya. Berbareng tangannya mengayun, sebuah botol kecil lantas ditimpukkan ke arah sikakek gundul tadi. "Terima kasih!" Sahut si gundul girang, ia sambuti botol kecil yang dilemparkan kepadanya itu. "Urusan pribadi Lohu sudah selesai, sekarang sengaja datang buat terima kematian," Tiba2 Kwa Tin-ok berkata, ia tegak leher berdiri di tengah ruangan, jenggotnya yang sudah putih ter-gerak2, sikapnya sewajarnya saja. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Soa-toako, karena dia sudah memberikan Kiu -hoa-giok-loh-wan pada kita hingga luka dalam kita bakal sembuh, tua bangka inipun tiada permusuhan apa2 dengan kita, biarlah kita ampuni dia saja," Kata siorang kedua yang kepala barjendul itu. "Ha, Kau-laute." Jengek si orang ketiga. "kata peribahasa "piara harimau cari penyakit", hatimu yang lemah ini mungkin kita berempat nanti harus jadi korban semua, Kini meski ia belum membocorkan rahasia kita, tapi siapa berani menjamin ia akan tutup mulut selamanya?" Habis itu mendadak ia membcntak. "HayoIah, turun tangan!" Dan keempat orangpun melompat bangun cepat dan berdiri diempat sudut, dengan tepat Kwa-Tin-ok terkurung di-tengah2. "Kwa-Iothau," Kata si kakek gundul dengan suara serak. "lebih 30 tahun yang lalu kita telah menyaksikan bersama kematian Nyo Khong di sini, sungguh tidak nyani har iini kaupun menyusulnya, ini namanya sudah suratan nasib." Tapi mendadak Kwa Tin-ok ketok keras2 tongkatnya kelantai, dengan gusar katanya. "Nyo Kong itu terima mengaku musuh sebagai ayah, jual tanah air untuk kenikmatan sendiri, ia seorang rendah yang tak tahu malu, sedang aku Kwa Tin-ok adalah laki2 sejati yang dapat mempertanggung jawabkan segala tindak-tandukku kepada negara maupun bangsa, mengapa kau bandingkan aku Hui-nian-pian-hok dengan manusia rendah itu?" "Hm, kematianmu sudah di depan mata, masih berlagak pahlawan gagah?" Jengek si pendek, orang ketiga tadi. Habis itu, mereka sama2 menghantamkan setelah tangan ke atas kepala Kwa Tin-ok. Merasa dirinya bukan tandingan keempat lawan ini, Tin-ok berdiri tegak dengan tongkatnya tanpa menangkis. Maka terdengarlah suara menyambarnya angin yang keras, menyusul suara "blung" Dibarengi berhamburnya debu pasir, keempat orang itu merasa tmpat yang terkena pukulan mereka itu rasanya tidak betuI, bukannya mengenai tubuh manusia. Segera si kakek gundul itu dapat melihat jelas dalam lingkaran yang mereka kepung itu Kwa Tinok sudah menghilang, tempat dimana orang berdiri tadi sudah tertukar patung bobrok dari kelenteng itu. Dan karena pukulan keempat orang itu kena kepala patung, maka seketika hancur menjadi bubuk. Keempat orang itu tiga diantaranya adalah buta, tapi si kakek gundul itu bermata tajam, namun hanya sekejap saja tahu2 Kwa Tinok bisa berubah menjadi patung, hal ini sunggun bikin terkejut tidak kepalang, empat orang itu sekaligus membalik ke beIakang. Maka terlihatnya seorang laki2 berumur 30-an berlengan tunggal sudah berdiri disitu dengan wajah gusar, Kwa Tin-ok tercengkeram tengkuknya dan terangkat tinggi. "Berdasar apa kau berani mencaci-maki ayah-ku?" Demikian lelaki buntung itu membentak Tin-ok. "Siapakah saudara?" Tanya Tin-ok tak gentar. "Aku puteranya Nyo Khong, Nyo Ko ada-nya," Sahut Nyo Ko. "Ketika tinggal di Tho-hoa-to dulu, tidaklah jelek kau terhadapku tapi kenapa dibelakang kau memaki dan memfitnah mendiang ayahku?" "Hm," Jengek Tin-ok dingin. "sejak dahulu-kala, manusia yang mati meninggalkan nama, tapi ada juga orang yang turunkan nama busuk, baik atau busuk semuanya perbuatan manusia, mana bisa menyumbat mulut orang agar tidak menyebutkannya?" Melihat orang sedikitpun tidak gentar, Nyo Ko tambah gusar, ia angkat tubuh Tin-ok dan dibanting kelantai sambil membentak. "Cobalah katakan, kenapa ayahku rendah dan kotor?" Melihat begini hebat dan tangkasnya Nyo Ko, si kakek gundul tadi diam2 menarik tiga kawannya terus hendak mengeluyur pergi, Namun sedikit Nyo Ko melesat tahu2 sudah mengadang diambang pintu. "Hmm kalau tidak bicara yang jelas, siapapun tidak akan hidup keluar dari kelenteng ini," Demikian bentaknya. Mendadak keempat orang itu menggertak sekaligus dan memukul ke depan. "Bagus!" Sambut Nyo Ko, iapun dorong sebelah tangannya. Belum lagi tangan beradu tangan, tahu2 keempat orang itu sudah merasa suatu tenaga pukulan yang maha besar menindih ke arah mereka. Tanpa ampin lagi mereka terjengkang kebelakang dan menerbitkan suara gedubrakan yang keras, tubuh keempat orang menindih di atau patung tadi hingga patung itu remuk ber-keping2. Di antara empat orang itu, siorang kedua yang punya tiga uci2 di batok kepala itu berkepandaian paling lemah, justru kepalanya tepat menumbuk dada patung itu, keruan seketika ia semaput "Kalian berempat ini siapa? Kenapa terantai menjadi satu begini dan kenapa bisa berjanji untuk bertemu dengan Kwa Tin-ok di sini?" Tanya Nyo Ko. Kiranya kakek, gundul ini adalah Soa Thong-thian, orang kedua yang ber-uci2 itu adalah Sute-nya, Kau Hay-thong, yang pendek kecil adalah Peng Lian-hou dan Hwesio yang tinggi besar itu adalah Lian-ti Siang jin. Lebih 30 tahun yang lalu mereka tertangkap oleh Lo wan-tong Ciu Pek-thong dan diserahkan pada Khu Ju-ki dan Ong Ju-it untuk mengurung mereka dalam Tiong-yang kiong di Cong-Iam-san, kalau mereka sudah insaf baru akan dibebaskan. Akan tetapi keempat orang ini sukar mengubah watak jahat mereka, dengan segala jalan mereka berusaha melarikan diri, tapi setiap kali kena dibekuk kembali. Ketika untuk ketiga kalinya mereka hendak merat, Peng Lian Iiou, Kau Thong-hay dan Ling-ti Siangjin bertiga telah membunuh beberapa anak murid Coan-cin kau yang menjaga mereka, setelah tertangkap kembali, sebagai hukuman yang setimpal mereka telah dikutungi sebelah kaki dan mata mereka dibutakan, hanya Soa Thong-thian yang tidak mencelakai jiwa manusia, selamat kedua matanya. Ketika Nyo Ko belajar silat di Tiong-yang-kiong, karena waktunya tidak lama, pula selalu menderita, maka keempat orang hukuman itu tak dikenalnya, Sampai 16 tahun yang lalu, ketika jago2 Mongol membakar Tiong-yang-kiong, dalam keadaan kacau-balau itu dapatlah Soa Thong-thian berempat meloloskan diri. Dan karena ketiganya buta, terpaksa bergantung pada Soa Thong thian sebagai penuntun jalan. Peng Lian-hou kuatir kalau orang tinggal pergi sendiri, maka ia berkeras tidak mau tanggalkan rantai yang masih mengikat tubuh mereka berempat. Sesudah lari dari Tiong-yang-kiong, Soa Thong thian cs. masih kuatir kalau2 dapat dibekuk kembali oleh orang2 - Coan-cin pay, maka diam2 mereki lari ke daerah Kanglam dan selalu sembunyi menyepi dipedusunan. Hari itu kebetulan mereka ke pergok Kwa Tin-ok, ilmu silat Tin-ok jauh bukan tandingan keempat orang itu, maka sekali gebrak sudah kalah, ketika ditanya barulah diketahui Kwa Tin-ok ada keperluan dan tiada maksud mencari mereka. Meski mereka tiada permusuhan atau dendam tapi pendirian berbeda, pula kuatir orang membocorkan tentang jejak mereka, maka Soa Thong thian cs. bermaksud membunuh Tin ok. Waktu itu Tin-ok berkata bahwa ia harus pergi ke Leng-oh-tin di daerah Siangcu., bila urusan selesai ia sendiri akan datang kembali buat terima kematian, kalau keempat orang itu bersedia memberi hidup lebih lama beberapa hari padanya, ia akan mengambilkan beberapa pil "Kiu hoaJnok loh-wan yang sangat mujarab untuk luka2 dalam, obat buatan Ui Yok-su dari Tho-boa-tot sebagai balas budi itu. Memangnya keempat orang itu sejak kakinya dipatahkan selalu menderita sakit encok yang jahat, kini mendengar Tin-ok bersumpah takkan membocorkan tempat sembunyi mereka, juga takkan mengajak pembantu, barulah kemudian mereka tetapkan harinya untuk bertemu kembali di kelenteng Ong- tiat-jiang di Ka hin ini. BegituIah sehabis menutur kejadian2 itu, lalu Soa Thong-thian berkata. "Nyo-kongcu, waktu ayahmu masih hidup, kami semuanya adalah tamu undangannya, Sampai ia meninggal, kami sedikitpun tidak salah padanya, maka haraplah suka mengingat kebaikan dulu2 itu dan membiarkan kami pergi!" Dahulu Soa Thong-thian cs. adalah jago2 kelas tinggi di kalangan Kangouw, sekalipun golok mengancam ditengkuknya juga tak nanti gentar, tapi sejak mereka dikurung lama, kaki buntung, mata buta, jiwa mereka menjadi melempem, semangat jantan hilang, kini tanpa segan2 mohon ampun pada Nyo Ko. Tapi Nyo Ko tak menggubris mereka, katanya pula pada Kwa Tin-ok. "Kau pergi ke Leng-oh tin, apakah untuk menemui Thia Eng daa Liok Bu siang taci beradik? Dan untuk urusan apa?" Tiba2 Tio-ok menengadah tertawa panjang, katanya. "Wahai Nyo Ko, Nyo Ko, kau bocah ini benar2 tak tahu urusan!" "Kenapa aku tak tahu urusan?" Lahut Nyo Ko gusar. "Aku Hui-thian-pian-bok (kelelawar terbang di langit, julukan Tin-ok) sudah tidak pikirkan jiwa lapuk ini lagi, sekalipun di masa muda, aku KwaTin-ok juga tak pernah takut pada siapapun, betapa tinggi ilmu silatmu paling banyak hanya dapat me-nakut2i sebangsa manusia2 yang takut mati dan tamak hidup, tapi Kanglam chit-koay apa kau kira kena digertak orang?" Demikian sahut Tin ok. Melihat sikap orang yang gagah berani, tanpa terasa Nyo Ko menaruh hormat, maka katanya tagi. "Kwa-Iokongkong, ya, akulah yang salah tapi lantaran kata2-mu tadi menghina mendiang ayahku, terpaksa aku berlaku tidak sopan. Nama Kwa kongkong terkenal diseluruh jagat, Nyo Ko sejak kecil juga sangat kagum, selamanya tak berani kurangajar." "Beginilah baru pantas," Ujar Tin-ok. "Aku melihat kelakuanmu tidak jelek, pula telah berjasa besar di Siangyang, maka aku anggap kau adalah tokoh kelas satu. Tapi kalau macam ayahmu dahulu, sekalipun berbicara saja aku merasa mual." Amarah Nyo Ko berkobar lagi oleh olok2 itu, dengan suara keras ia tanya. "Sebenarnya ayahku berbuat salah apakah, coba terangkan." Harus diketahui bahwa di antara kawan2 yang pernah dikenal Nyo Ko tidak sedikit orang yang ibu seluk beluk ayahnya dahulu, tapi karena sungkan mengolok2 ayah seorang "Sin-tiau-hiap" Maka semua orang sungkan membicarakannya, sekalipun ditanya Nyo Ko sendiri. Namun dasar Kwa Tin-ok selamanya pandang kejahatan sebagai musuh, wataknya keras jujur, ia tak urus apakah ceritanya nanti akan menyinggung perasaan Nyo Ko atau tidak, segera saja ia ceritakan seluruhnya dari awal sampai akhir, tentang bagaimana Nyo Khong tak kenal budi, malahan sekongkoI dengan Auyang Hong hingga lima kawannya dari Kanglam-chit-koay terbinasakan dan akhirnya menggaplok punggung Ui Yong, tapi senjata makan tuan, duri landak kutang Ui Yong yang tanpa sengaja tertempel racun ularnya Auyang Hong itu malah membinasakan Nyo Khong sendiri. "Kejadian pada malam itu, beberapa orang inipun menyaksikannya, Soa Thong thian, Peng Lian hou, coba kalian katakan, apakah aku Kwa-Iothai pernah berbohong?" Demikian kata Tin-ok akhirnya. Beberapa perkataan paling akhir ini diucapkannya dengan sangat keras hingga bikin kaget beberapa puluh ekor burung gagak yang berada di menara kelenteng itu terbang ke udara dengan suara yang berisik. "Ya, malam itu juga terdapat burung2 gagak begini..." Tutur Soa Thong-thian. "Nih, tanganku ini justru karena digaruk sekali oleh Nyo-kongcu, kalau Peng-hengte ini tidak cepat bertindak tanganku ini terus ditabasnya, mungkin jiwaku akan dan melayang pada malam itu juga." Sungguh tidak kepalang rasa pedih dan pilu Nyo Ko pada saat itu, ia memegangi kepalanya dan duduk termangu2 dengan muka muram, sekali2 tak diduganya bahwa ayahnya ternyata seorang yang begitu jahat dan keji, sekalipun namanya dan perbuatannya sendiri sekarang lebih cemerlang juga sukar mencuci bersih noda ayahnya itu. Begitulah, untuk sesaat di dalam kelenteng menjadi sunyi, keenam orang tiada yang buka suara, hanya suara gaok masih terus berisik tiada hentinya. Selang agak lama, berkatalah Kwa Tin-ok. "Nyo-kongcu, kau telah berjasa besar di Siangyang, betapapun dosa ayahmu juga sudah tertutup semua, Di alam baka pasti ia akan senang karena kau bisa tebus kesalahan orang tua." Nyo Ko coba merenungkan segala apa yang dialaminya selama ini, sejak ia kenal suami isteri Kwe Cing, selalu Ui Yong menaruh prasangka padanya, segala kesalah pahaman dulu2 semuanya disebabkan ayahnya itu. Tapt kalau tiada ayah darimanakah datangnya dirinya ini? Namun banyak kematian dan rasa kesalnya selama ini sesungguhnya juga gara2 perbuatan mendiang ayahnya. Tanpa terasa ia menghela napas panjang oleh segala suka duka itu. "Kwa-lokongkong," Tanyanya kemudian. "Apakah Thia Eng dan Liok Bu-siang berdua taci beradik baik2 saja?" "Ya, mereka menjadi begitu girang ketika mendengar kau membakar gudang perbekalan musuh di Sinyang dan membasmi dua ribu pasukan perintis Mongol," Sahut Tin-ok. "la tanya pula tentang keadaanmu selama ini dan berita Siao-liong-Ii, nyata kedua taci-beradik itu sangat terkenang padamu," "Ai, kedua adik ini juga sudah 16 tahun aku tak melihatnya," Kata Nyo Ko kemudian habis itu mendadak ia menoleh terus membentak pada Sa Thong thian. "Nah, Kwa-kongkong sudah berjanji hendak serahkan jiwanya pada kalian, ia orang tua selamanya sekali bicara tidak pernah pungkir janji, sekarang kalian lekas turun tanganlah, dan sesudah kalian membunuhnya baru aku membunuh juga kalian berempat anjing ini untuk membalaskan sakit hatinya." Soa Thong thian dan Peng Lian-bou menjadi tertegun, sungguh mereka tidak pernah dengar ada bunuh membunuh cara demikian. Maka kata So Thong thian kemudian. "Nyo-tayhiap, kami tuli tahu hingga berlaku kurangajar pada Kwa lohiap (pendekar tua Kwa), harap kalian berdua suka memaafkan kami." "Jika begitu, nah, ingat baik2, kalian sendiri yang tidak menepati janji dan tak inginkan jiwa Kwa-kongkong," Kata Nyo Ko. "Ya, ya," Sahut Soa Thong thian cepat. "Terhadap budi luhur Kwa-lohiap kami selamanya juga sangat kagum." "Nah, sekarang lekas enyah, lain kali jangan ke tumbuk lagi ditanganku," Bentak Nyo Ko. Keruao Soa Thong-thian cs. seakan2 mendapat lotere, sesudah memberi hormat, dengan cepat mereka lari keluar kelenteng itu. Nyo Ko menolong jiwa Kwa Tin-ok itu sangatlah menjaga kehormatannya sebagai seorang ksatria, tentu saja Kwa Tin-ok berterima kasih. Dan sesudah membersihkan pecahan patung di ruangan itu, lalu mereka berduduk untuk omong2. "Aku pergi ke Leng-oh-tio adalah sebab urusan Kwe-ji-kohnio," Demikian tutur Tin-ok. "Ha," Nyo Ko rada terkejut "Ada apakah nona kecil ini?" "Kedua puteri Kwe Cing itu masing2 punya kenakalannya sendiri2, sungguh bikin orang kepala pusing," Ujar Tin-ok. "Entah mengapa, tiba2 Kwe Yang si anak dara itu meninggalkan rumah tanpa pamit entah ke mana, Sudah tentu orang tuanya menjadi kelabakan, ke-mana2 orang dikirim untuk mencarinya, tapi sama sekali tiada kabar beritanya, karena aku si buta ini tiada pekerjaan apa2 di Siangyang, maka aku juga keluar untuk mencarinya. Jurusan timur, utara dan barat sudah ada orang yang pergi, aku lebih paham keadaan daerah Kanglam maka aku lantas ke selatan sini." "Dan apakah sudah mendapatkan beritanya?" Tanya Nyo Ko. "Beberapa hari yang lalu secara kebetulan aku mendengar percakapan dua orang kurir bangsa Mongol, katanya puteri kecil Kwe-tayhiap dari Siang-yang telah tertawan ke dalam pasukan Mongol mereka. "Haya! Apakah kabar ini betul atau bohong?" "Kedua kurir Mongol itu berbicara dalam bahasa mereka dan menyangka tiada orang lain yang paham, tak tahunya aku pernah tinggal belasan tahun di negeri Mongol, tentu saja semuanya kudengar dengan jelas," Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata Tin-ok pula. "He, kalau begitu jadi berita ini tidaklah bohong?" Tanya Nyo Ko terkejut. "Ya, maka dalam gusarku segera kupersen ke-dua kurir Mongol itu masing2 sebiji "Tok-cit-le" Dan hendak kulapor ke Siangyang, siapa tahu di tengah dan kepergok empat setan tadi," Tutur Tin-ok "Aku pikir jiwaku tidak jadi soa!, tapi berita nona Kwe Yang harus disampaikan makanya aku minta mereka memberi kelonggaran beberapa hari, kupergi jke Leng-oh tin yang berdekatan dan memberitahukan pada Thia Eng dan Liok Bu siang. Mendengar berita itu, segera kedua nona itu berangkat ke utara dan aku menepati janji datang kemari mengantarkan kematian. Sungguh tidak nyana sekarang ke empat setan jahat ini sendiri tak dapat dipercaya, sampai saat terakhir mereka tidak berani - turun tangan. Haha, hahaha!" "Apakah Kwa-kongkong pernah mendengar cerita kedua kurir Mongol itu tentang cara bagaimana tertawannya nona Kwe dan apakah berbahaya jiwanya?" Tanya Nyo Ko sesudah pikir sejenak. "ltulah aku tidak mendengar," Sahut Tin-ok. "Urusan ini sangat gawat, sekarang juga boanpwe pergi ke sana dan berusaha menolong sebisanya," Kata Nyo Ko pula. "Dan Kwa-kongkong sendiri bolehlah menyusul belakangan saja." "Baiklah, ada kau yang pergi menolongnya, hatiku akan merasa lega, biarlah aku menunggu kabar baik saja di Siangyang," Sahut Tin ok. Nyata sejak menyaksikan apa yang dilakukan Nyo Ko di Siangyang tempo hari, hati orang tua ini sudah sangat kagum atas kemampuannya. "Tapi Wanpwe ada sesuatu permintaan aku mohon bantuanmu Kwa-kongkong." Pinta Nyo Ko "Yalah sukalah kau mengganti sebuah batu nisan kuburan ayahku, tulislah puteranya Nyo Ko yang mendirikannya." "Baiklah, pasti akan kukerjakan dengan baik," Sahut Tin ok. Dan berangkatlah Nyo Ko segera sesudah memberi hormat pad orang itu. ia membeli dua ekor kuda dulu di Ka-hin dan sepanjang jalan bergantian kuda terus menuju ke Sin-yang tanpa berhenti Maka tidak seberapa hari sudah dekatlah dengan perkemahan pasukan Mongol. Kiranya raja Mongol yang pimpin pasukan hendak menggempur Siangyang ini, ketika tanpa tahu sebab musababnya kedua pasukan perintisnya terbasmi di Sinya dan Tengciu, ia menjadi ragu2 akan kekuatan pasukan Song yang sebenarnya, maka pasukan induknya berkemah di antara Lamyang, kedua pihak belum pernah bertempur. Maka terlihatlah panji2 ber-kibar2, senjata gemerlapan, perkemahan yang ber-deret2 memanjang tak kelihatan ujungnya. Menunggu sesudah malam, Nyo Ko menyelundup ke perkemahan musuh untuk menyelidiki, ia lihat penjagaan sangat keras, disiplin sangat baik. Kekuatan tentara Mongol itu memang sangat hebat. Lebih2 kemah di mana raja berdiam, penjagaan lebih ketat lagi. Meski tinggi ilmu silat Nyo Ko, tapi di ketahuinya tidak sedikit orang2 gagah dalam pasukan musuh, betapapun tangkas sukar juga melawan orang banyak, maka iapun tak berani sembarangan unjuk diri. Malam itu ia hanya dapat menyelidiki perkemahan bagian timur, besoknya dilanjutkan bagian selatan dan lain hari perkemahan barat, ber-turut2 empat malam empat bagian pertengahan musuh itu selesai diintainya, tapi masih belum memperoleh kabar berita Kwe Yang itu. Akhirnya Nyo Ko menawan seorang perwira musuh, di bawah ancaman perwira itu telah mengaku terus terang bahwa sesungguhnya tidak pernah terdengar tentang puteri Kwe Cing dari Siangyang. Namun Nyo Ko masih ragu2, ia selidiki lagi beberapa hari, kemudian baru percaya memang Kwe Yang tidak disekap di situ, Pikirnya. "Againya Kwe-pepek sudah dapat menolong puterinya pulang, atau mungkin kedua kurir Mongol itu juga mendengar dari orang lain jadi hanya berita bohong-belaka. Sementara itu musim scmi sudah tiba, bunga mekar mewangi. janji Siao-liong-Ii 16 tahun yang lalu sudah hampir tiba, maka Nyo Ko lantas menuju ke utara, pergi ke Coat-ccng-kok atau lembah putus cinta. * * * * Mengenai Kwe Yang hari itu setelah disaksikannya Kim-Iun Hoat-ong secara keji membinasakan Tiang-jiu kui dan Toa-thau-kui berdua, dalam hati ia menjadi berduka, iapun insaf takkan bisa lolos dari cengkeraman elmaut, maka dengan tegak ia menantang. "Hayolah, bunuhlah aku, tunggu apalagi?" "Hendak membunuh kau adalah terlalu mudah?" Sahut Kim lun Hoat-ong tertawa "Tapi hari ini aku sudah membunuh dua orang, sudah cukup, lewat berapa hari lagi nanti akan kusembelih kau. Sekarang lekas turut aku pergi." Kwe Yang pikir percuma saja hendak membangkang, biarlah nanti tunggu kesempatan untuk meloloskan diri, Maka iapun cempIak ke atas kuda dan jalan pelahan. Tentu saja Kim-Iun Hoat-ong sangat senang, pikirnya. "Hongsiang dan Hongte (raja dan adik Raja) ingin sekali mencabut jiwa Kwe Cing, tapi selama ini tidak berdaya, Hari ini aku dapat menawan puteri kesayangannya, dengan sandera ini mau tak mau Kwe Cing harus tunduk kepala dan turut perintah, seumpama Kwe Cing tak mau takluk, pelahan kita siksa lahir batin nona ini dibawah benteng dihadapan Kwe Cing, biar dia ngenas dan kacau pikiran, tatkala itu sekali gempur pasti Siangyang akan bobol. Sampai hari sudah malam, mereka mondok di-rumah tepi jalan, Tapi penghuni rumah sudah kabur, rumah itu kosong melompong. Hoat-ong mengeluarkan rangsum kering dan diberikan sedikit pada Kwe Yang, anak dara itu disuruh tidur di dalam kamar, ia sendiri duduk sila bersemedi di ruangan luar. Kwe Yang gulang-guIing dipembaringannya tak bisa pulas. Sampai tengah malam, secara berindap-indap ia mengintip ke ruangan tengah, ia lihat Hoat-ong masih duduk sila menghadap tembok, sayup2 terdengar suara mendengkurnya pelahan, agaknya sudah tertidur. Girang sekali Kwe Yang, pelahan2 ia melompat keluar jendola, ia robek kain buntalannya menjadi empat buat bungkus telapak kaki kuda, lalu binatang itu dituntunnya pelahan, Sesudah agak jauh dan melihat Hoat ong tidak mengejar barulah ia cemplak kuda dan dilarikan secepat terbang. Ia pikir kalau Hoat ong mengetahui dirinya sudah lari, maka akan mengejarnya kearah Siangyang, jadi ke selatan, tapi sekarang ia sengaja berlari ke jurusan barat laut, betapapun dia takkan menemukan aku, Begitulah ia keprak kudanya sekaligus berlari lebih satu jam, karena binatang itu sudah payah, barulah ia lambatkan setindak demi setindak, sepanjang jalan ia selalu menoleh kalau2 Hoat-ong mengejarnya, sampai hari sudah terang tanah, kira2 sudah beberapa puluh li jauhnya, hati anak dara ini barulah lega. Sementara itu ia telah memasuki suatu jalan kecil pegunungan yang menanjak, makin lama makin tinggi, setelah membelok ke sana, tiba2 terdengar suara ngorok orang tidur sekeras guntur, seorang terlentang melintang di tengah jalan lagi mendengkur. Ketika Kwe Yang mengawasinya hampir saja ia merosot jatuh dari kudanya. Ternyata orang yang malang melintang di tengah jalan itu berkepala gundul dan berjubah kuning siapa lagi dia kalau bukan Kim-lun Hoat-ong, sungguh sukar dimengerti cara bagaimana orang tahu2 sudah berada dibagian depannya malah. Lekas2 Kwe Yang memutar kudanya terus lari ke bawah bukit, ketika ia menoleh, Hoat-ong tertampak masih enak2 tidur tak mengejarnya. Sekali ini ia tidak menuju ke jalan tadi, tapi ke arah tenggara, ke tempat yang sepi, Setelah setanakan nasi, tiba2 terlihat di atas suatu pohon di depan sana ada seorang menjungkir, kedua kakinya menggantoI pada dahan pohon dan sedang menyengir padanya, Kurangajar! Siapa lagi dia kaku bukan Hoat-ong? Namun Kwe Yang tidak lagi terkejut, sebaliknya ia menjadi gusar, damperatnya. "Hwesio keparat, kau mau mencegat boleh cegat saja, kenapa mesti permainkan nonamu?" Habis berkata, ia keprak kudanya ke depan, ketika sudah dekat, mendadak pecutnya disabetkan ke muka orang. ia lihat Hoat ong sama sekali tidak berkelit, tepat sekali ujung pecut mengenai mukanya, Pada saat itu juga kuda tunggangan Kwe Yang sudah nelewati tubuh Hoat-ong yang tergantung itu, ketika Kwe Yang menarik pecutnya, mendadak suatu tenaga maha besar telah melibatnya hingga tanpa kuasa tubuhnya mencelat ke udara. Kiranya ketika pecut sampai dimuka Hoat-ong, secepat kilat Hoat-ong buka mulut dan gigit kening2 ujung pecut, karena tubuhnya tergantung menjungkir, maka ia terayun tinggi ke atas hingga Kwe Yang ikut terangkat. Meski tubuh di atas udara, namun Kwe Yang tidak menjadi gugup, ketika dilihatnya Hoat ong hendak mengayunnya kembali, cepat ia lepaskan pecutnya terus terlepas ke bawah. Hoat-ong terkejut, ia kuatir anak dara itu terbanting luka, maka cepat melompat turun dulu dan menangkapnya sambil berseru. "Awas!" Tapi Kwe Yang juga tidak kurang cerdiknya, ia sengaja ber-teriak2. "Tolong!" - Dan ketika tubuhnya sudah dekat Hoat-ong, mendadak kedua tangannya memukul berbareng, tepat sekali dada Hoat-ong kena digenjotnya. Serangan Kwe Yang ini cepat sekali lagi di luar dugaan, sekalipun ilmu silat Hoat-ong sangat tinggi, orangnya juga cerdik, namun tak sanggup berkelit lagi, kedua kakinya menjadi lemas dan orangnya terkulai ke tanah, kaku tak berkutik Tidak tersangka oleh Kwe Yang bahwa sekali akan berhasil, karuan ia kegirangan cepat ia angkat sepotong batu besar terus hendak dikepruk ke atas kepala Hoat-ong yang gundul itu. Tapi selamanya belum pernah ia membunuh orang, meski ia benci orang telah membunuh dua kawannya, namun ketika hendak turun tangan hatinya menjadi tak tega, ia tertegun sejenak, lalu batu besar itu diletakkannya kembali. Sebagai gantinya ia tutuk "Thian-teng-hiat" Di tengkuk Hoat-ong. "Peng-hong-hiat" Dipunggung. "Sin-hong-hiat" Di dada. "Jing ling-hiat" Di lengan dan "Hok-hou-hiat" Di atas mata, sekaligus tanpa berhenti ia tuluk tiga belas tempat jalan darah orang, anak dara ini masih belum puas, ia angkat empat potong batu yang beratnya hampir beratus kati, batu2 itu ia tindih di atas badan Hoat-ong. "Wahai, Hwesio jahat, hari ini nona tidak ingin membunuh kau, maka selanjutnya harus kau perbaiki diri dan jangan mencelakai orang lain lagi," Demikian kata Kwe Yang kemudian. Habis itu, ia kebut2 bajunya yang berdebu, lalu cemplak kudanya hendak tinggal pergi. Namun kedua mata Kim-lun Hoat ong yang ber-kilau2 terus memandanginya, tiba2 katanya dengan tertawa. "Hati nona cilik ternyata berprikemanusiaan, Hwesio tua sangat suka padamu." Lalu terdengarlah suara keras beberapa kali, beberapa potong batu tadi telah membal semua, lalu orangnya melompat bangun, aneh, entah mengapa, ke-13 tempat jalan darah yang ditutuk Kwe Yang tadi sudah terlepas semua. Dalam terkejutnya hingga Kwe Yang ternganga tanpa bisa buka suara. Kiranya meski Hoat-ong terkena pukulannya tadi, dadanya terasa sakit juga, tapi selisih kepandaian mereka terlalu jauh, mana mungkin dua kali pukul itu Kwe Yang merobohkan Hoat-ong? Apalagi hendak menutuknya hingga tak berkutik? ia hanya pura2 saja dan hendak melihat apa yang hendak diperbuat anak dara itu. Ketika melihat Kwe Yang tak jadi mengepruknya dengan batu, diam2 ia merata suka akan kebaikan hati anak dara itu, pintar dan cerdik, jauh lebih baik daripada murid2 yang pernah ia terima. Tanpa terasa timbul keinginan Hoat-ong akan menjadikan Kwe Yang sebagai muridnya, apalagi mengingat usianya sudah lanjut, sedang muridnya yang dulu seperti Darba, orangnya jujur, bertenaga raksasa, tapi otaknya kurang tajam untuk bisa memahami intisari pelajaran Lwekang yang tinggi, sering Hotu orangnya tak berbudi, dalam keadaan berbahaya tidak segan2 selamatkan diri dan menjerumuskan guru malah. Karena itu, kadang2 Hoat-ong menjadi sedih, kuatir ilmu kepandaiannya itu akan terpendam begitu saja. Kini melihat Kwe Yang berbakat bagus, boleh dikatakan susah dicari, walau puteri musuh, tapi usianya masih muda. tidaklah sukar untuk mengubahnya, asal diajarkan ilmu kepandaian hebat padanya, lama2 dengan sendirinya anak dara itu akan melupakan segala persoalan yang Ialu. Justeru orang2 Bu-lim atau kalangan persilatan pada umumnya sangat pandang berat soal murid dan keturunan, sekali Hoat ong timbul pikiran begitu, untuk sementara soal2 menggempur Siangyang memaksa Kwe Cing menyerah dan lain2, telah di-kesampingkannya semua. Melihat biji mata orang mengerling tajam, tapi tidak buka suara, segera Kwe Yang melompat turun dari kudanya dan katanya. "Kepandaian Hwesio tua memang hebat, sayangnya, tidak mau berbuat baik." "Kalau kau kagum kepandaianku, asal kau angkat guru padaku, aku lantas ajarkan seluruh kepandaianku ini padamu," Ujar Hoat-ong tertawa. "Cis" Semprot Kwe Yang. "Guna apa aku mempelajari kepandaian Hwesio? Toh aku tidak ingin menjadi Nikoh?" "Apakah belajar kepandaianku harus menjadi Nikoh?" Sahut Hoat-ong tertawa. "Kau menutuk jalan darahku, aku bisa meIepaskan diri. Kau menindih badanku dengan batu2 besar, batu2 itu bisa terpental sendirinya. Kau lari menunggang kuda, tahu2 aku sudah tidur di depanmu, apakah semua kepandaian ini tidak menarik?" Kwe Yang pikir kepandaian2 itu memang menarik juga, tapi Hwesio tua ini adalah orang jahat mana boleh mengangkat guru padanya? Pula ia sendiri buru2 hendak mencari Nyo Ko, tiada tempo buat mengobrol maka katanya sambil geleng kepala. "Lebih tinggi lagi kepandaianmu juga tak mungkin kuangkat sebagai guru." "Darimana kau tahu aku orang jahat?" Tanya Hoat ong. "Sekali hantam kau telah membinasakan Tiang jiu-kui dan Toa thau-kui, apakah itu tidak jahat?" Sahut Kwe Yang. "Mereka tiada dendam dan tidak bermusuhan dengan kau, kenapa kau turun tangan begitu keji?" "Itu justru karena aku hendak mencari kuda untukmu, mereka sendiri yang menyerang aku lebhih dulu, kau sendiri menjadi saksi tadi." Kata Hoat ong. "Coba, bila kepandaianku sedikit rendah, mungkin aku sudah mati dihantam mereka. seorang Hwesio harus welas-asih, kalau tidak terpaksa, tidak nanti membunuh orang." Tapi Kwe Yang menjengek tak percaya, Katanya. "Dan bagaimana kehendakmu sehenarnya? Kalau kau orang baik2, kenapa aku tak boleh pergi?" "Bila aku larang kau pergi?" Sahut Hoat-ong. "Kau menunggang kuda ke timur, tidak larang, ke barat, aku juga tidak mencegah, aku hanya tidur di tengah jalan, apakah aku menghalangi kau?" "Jika begitu, kau lepaskan aku pergi mencari Nyo Ko, Nyo toako, dan jangan mengikuti aku," Kata Kwe Yang. "Itu tak boleh" Ujar Hoat-ong geleng kepala. "Kau harus mengangkat guru padaku. belajar silat 20 tahun dengan aku, habis itu, kemana kau pergi, siapa ingin kau cari, boleh sesukamu." "Kau Hwesio ini kenapa begini tak tahu aturan, aku tidak suka angkat guru padamu, kenapa kau paksa?" Damprat Kwe Yang. "Kau anak dara cilik inilah yang tidak kenal adat, guru pandai seperti aku, kemana bisa kau cari di seluruh jagat?" Sahut Hoat-ong pula. "Sekalipun orang lain menyembah tiga kali padaku dan mohon dengan sangat agar aku menerimanya sebagai murid, belum tentu aku mau. Tapi kini kau diberi kesempatan bagus, kau malah berlagak jual mahal, sungguh aneh?" "Tak malu, hm, tak malu," Tiba2 Kwe Yang meng olok2. "Macam guru apakah kau ini? Paling banyak kau bisa menangkan aku seorang gadis cilik, apanya harus diherankan? Tapi apa kau bisa menangkan ayah-ibuku? Bisa menangkan Gwakong ku Ui Yok-su? jangankan mereka seumpama Toakoko Nyo Ko saja, kau tak sanggup melawannya!" "Siapa bilang? Siapa bilang aku tak sanggup melawan Nyo Ko si anak ingusan?" Tanya Hoat ong cepat tanpa pikir. "Semua ksatria, setiap pahlawan di kolong langit ini semua bilang begitu," Sahut Kwe Yang. "Tempo hari waktu ada pertemuan besar para pahlawan di Siangyang, semuanya juga bilang bahwa tiga orang Kim lun Hoat-ong takkan mampu menangkan seorang Sin-tiau-tayhiap Nyo Ko yang berlengan tunggal." Sudah tentu apa yang dikatakannya memang untuk bikin marah Kim-lun Hoat-ong saja, namun yang omong tidak sengaja, yang mendengar justru kena. Sebab belasan tahun yang lalu memang benar2 beberapa kali Kim-lun Hoat-ong dikalahkan oleh Nyo Ko, ia sangka ini kejadian benar2 selalu dibuat buah tutur semua ksatria diseluruh jagat. Keruan tidak tahan api amarahnya, bentaknya segera. "Jika Nyo Ko si anak busuk itu berada di sini, biar dia mengicipi lihaynya aku punya "Liong- jio pan-yok-kang" (ilmu sakti tenaga naga dan gajah), setelah dia tahu rasa barulah akan ketahuan sebenarnya dia Nyo Ko lebih hebat atau aku Kim-lun Hoat-ong yang lebih lihay." Pikiran Kwc Yang jadi tergerak melihat orang benar2 penasaran maka katanya pula. "Ah, sudah terang kau tahu Toakoko ku sekarang tidak berada disini, lantas kau meniup harga diri setinggi langit, coba kalau kau bernyali besar, kenapa tak kau pergi mencarinya untuk bertanding? Kau punya ilmu sakti tenaga babi dan anjing..!." "llmu sakti naga dan gajah!" Demikian Hoat-ong memotong membetulkan. "Kalau kau menangkan dia, barulah naga dan gajah, tapi kalau kau tak tahan sekali gebuk, paling banyak hanya jadi babi dan anjing saja!" Ujar Kwe Yang. "Jika ilmu silatmu bisa menangkan dia, tak perlu kau paksa aku, dengan sendirinya aku menyembah kau sebagai guru, Cuma aku yakin mungkin kau tak berani mencari dia, maka percuma soal ini dibicarakan. Menurut aku, boleh jadi melihat bayangannya saja kau sudah ketakutan dan lari ter birit2." Hoat-ong adalah seorang cerdik, sudah tentu iapun tahu akan kata2 pancingan Kwe Yang. Tapi selama hidupnya ia sangat tinggi menilai dan lantaran pernah dikalahkan Nyo Ko, maka sekarang "ilmu sakti bertenaga naga dan gajah-nya sudah dilatihnya hingga tingkatan ke-11, memangnya ia sudah mencari Nyo Ko buat tuntut balas ketika dahuIu, Kini mendengar kata2 Kwe Yang itu, tak tahan ia menyahut keras2. "Tadinya aku bilang Nyo Ko berada di mana, itu melulu untuk membohongi ktu, sayangnya aku jusleru tak tahu anak itu mengumpat di mana, bila tahu, ha, ajaklah kalau aku tidak meluruk ketempatnya dan menghajarnya hingga dia me-nyembah2 minta ampun!" "Hahahaha," Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiba2 Kwe Yang ter-kekeh2, tembangnya bertepuk tangan. "Hwesio gundul membual anggap diri tiada bandingan, sekali melihat Nyo Ko datang, tancap gas lari tunggang Ianggang!. Hoat ong menjengeknya sekali lalu membisu tanpa berkata. "Ya, meski aku tidak tahu sekarang Nyo Ko berada di mana sekarang, tapi lewat sebulan lagi pasti ia akan datang ke suatu tempat, hal itu aku malah tahu," Kata Kwe Yang kemudian. "Datang ke mana?" Tanya Hoat-ong. "Percuma juga kukatakan padamu? Toh kau lak berani pergi menemuinya. jangan2 nanti bikin kau tak ?nak makan tak nyenyak tidur," Kala Kwe Yang, Hoat-ong menjadi gemas kena di kili2. "Katakan, coba katakan!" Teriaknya sengit. "la akan datang ke Coat ceng kok, di atas jurang Toan-jong-ke, ia akan bertemu kembali dengan isterinya, Siao-liong-li," Kata Kwe Yang. "Tapi, Hwesio besar, ada lebih baik jangan kau antar kematian ke sana, seorang Nyo Ko saja bikin hati terkejut dan daging kedutan, apalagi ditambah seorang Siao-Iiong li." Memangnya selama belasan tahun ini Kim-lui Hoat-ong giat berlatih "ilmu sakti bertenaga nagi dan gajah" Justru maksudnya ingin melawan "Giok li-soh-sim-kiam-hoat" Yang dimainkan Nyo Ko dan Siao-liong-li bersama, kalau dia tidak yakin akan satu dapat mengalahkan dua, tak nanti ia datang ke daerah Tionggoan lagi, Kini kena di kili2 Kwe Yang, ia menjadi semakin murka, dari murka iapun tertawa maIah. "Ya, marilah sekarang juga kita pergi ke Coat-ceng-kok, kalau aku dapat mengalahkan Nyo Ko dan Siao-Iiong-li berdua, lalu bagaimana nanti?" Tanyanya segera. "Jika benar2 ilmu silatmu begitu tinggi, hm, masakah aku tidak cepatan mengangkat guru pada-mu? Bukankah itu sukar dicari?" Sahut Kwe Yang. "Cuma sayang, Coat-ceng-kok itu tempatnya jauh dan sepi, tidak mudah hendak mencarinya." "Kebetulan aku pernah ke sana, tak perlu kau kuatir," Ujar Hoat-ong tertawa. "Dan kini waktunya masih cukup lama, mari kau ikut kupergi ke perkemahan pasukan Mongol dulu, setelah selesai kan beberapa urusan, lantas kita pergi ke Coat ceng-kok." Mendengar orang mau pergi ke Coat-ceog-kok untuk bertanding dengan Nyo Ko, dalam hati Kwe Yang menjadi sangat lega, pikirnya diam2. "Kuatirku kalau kau tak mau pergi kesana, Kini kau mau pergi sendiri, ha, tahu rasa kau nanti! Kau Hwesio jahat ini tampaknya garang, nanti kalau sudah ketemu Toakoko, mungkin kau akan mcngkerel seperti celurut." Maka iapun pergilah ikut Hoat-ong ke tengah pasukan Mongol. Waktu itu yang dipikir oleh Hoat-ong hanya ingin menjadikan Kwe Yang sebagai murid ahliwaris-nya, ia yakin asal dapat menaklukkan hati anak dara ini, kelak tentu akan menjadi muridnya yang terkemuka, Mata sepanjang jalan ia sangat ramah tamah pada si nona. Harus diketahui, dalam kalangan Bu-lim, guru pandai susah dicari, tapi murid berbakat juga sukar didapatkan, murid harus pilih guru, guru juga ingin pilih murid. Begitulah sepanjang jalan Hoat-ong selalu ajak bicara dan bergurau dengan Kwe Yang, ia semakin merasakan anak dara ini sangat pintar, otaknya tajam, diam2 ia sangat girang. Kadang2 bila Kwe Yang berduka oleh kematian Toa-thau-kui dan Tiang-jiu-kui dan mencela kekejian Hoat ong, selalu Hoat-ong anggap sepi saja tanpa gusar, malahan ia anggap anak dara ini seorang berperasaan tidak seperti Hotu yang rendah budi. Pasukan Mongol di mana Hoat-ong membawa Kwe Yang ke sana adalah perkemahan pasukan bagian selatan yang dipimpin Kubilai, adik raja Mongol tatkala itu, sebaliknya tempat yang dicari Nyo Ko adalah pasukan utara yang dipimpin Monko, si raja sendiri, Soalnya karena percakapan kedua kurir Mongol yang didengar Kwa Tin-ok itu kurang lengkap hingga Nyo Ko buang2 tempo percuma padahal waktu Nyo Ko berangkat ke Coat-ceng kok, tidak lama Hoat-ong dan Kwe Yang juga lantas berangkat seperti sudah direncanakan itu. Jarak mereka tiada ratusan li, tapi jalan Nyo Ko lebih cepat, pula tidak sabar karena ingin lekas bertemu dengan Siao liong li, maka ia tiba lebih dulu beberapa hari daripada Hoat-ong dan Kwe Yang. Di lain pihak, sejak minggatnya puteri bungsunya itu, siang malam Kwe Cing dan Ui Yoc sangat berkuatir. Belasan hari kemudian, beberapa anak murid Kay-pang yang ditugaskan pergi mencari kabar juga pulang dengan tangan hampa. Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo