Kembalinya Pendekar Rajawali 80
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 80
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Sementara itu Kwe Yang yang ditinggalkan di atas jurang sana sedang berpikir. "Walaupun Toa-koko tak dapat naik, pasti Gwakong dan ibu akan menyeretnya dengan paksa. Kenapakah ia membunuh diri? Apakah Siao-liong-Ii benar2 sudah mati? selamanya takkan bertemu lagi dengan dia?" Begitulah selagi ia ter-mangu2, tiba2 didengarnya suara rintihan Kim-Iun Hoat-ong. Waktu Kwe Yang berpaling, ia lihat urat daging di muka orang berkerut2 seperti kejang, terang sedang menderita sekali "Hm, ini namanya kualat, makanya jangan suka membunuh orang?" Demikian jengek anak dara itu. Tapi Hoat-ong masih terus meng aduh2 semakin keras, sorot matanya mengunjuk rasa minta dikasihani. Betapapun memang hati Kwe Yang bajik dan welas-asih, ia menjadi tak tega akhirnya, maka tanyanya. "Kenapa? Sangat sakitkah?" "lbumu telah tutuk " Leng-tay-hiat" Dan " Ki koat-hiat" Dipunggung dan dadaku, maka seluruh badanku serasa digigit beratus ribu semut, sakit dan gatal luar biasa, kenapa ia tak mau tutuk sekalian aku punya " Tan-tiong-hiat" Dan " Giok-cim-hiat?" Sahut Hoat-ong, Kwe Yang terkesiap, ia sudah pernah belajar ilmu Tiamhiat dengan ibunya dan tahu tempat2 "Tantiong" Dan "Giok-cin" Adalah jalan darah penting di tubuh manusia, asal sedikit terluka saja bisa terbinasa, maka katanya. "lbuku tidak menghabiskan jiwamu, kau tidak berterima kasih, masih cerewet apa?" "Kalau ia tutuk kedua jalan darahku itu, rasa pegal kesemutanku akan banyak berkurang," Kata Hoat-ong sungguh2 "Begini tinggi ilmu kepandaian-ku, masakah hanya sekali tutuk bisa bikin jiwaku melayang?" Akan tetapi Kwe Yang tak percaya. "Ah, jangan kau bohong," Jengeknya. "Kata ibu, tempat "Tan tiong dan Giok-cim" Sedikit tertutuk lantas jiwa melayang. Kau hanya pegal kesemutan, bolehlah bersabar sebentar, segera ibu dan lain-lainnya akan kembaii." Nona Kwe." Kata Hoat-ong pula. " Sepanjang jalan bagaimana aku memperlakukan dirimu?" "Baik juga," Sahut Kwe Yang. "Cuma kau telah membunuh Tiang jiu-kui dan Toa-thau-kui, pula membunuh kedua rajawaliku, lebih baik lagi kau padaku juga aku tidak mau terima." "Baiklah, bunuh orang ganti jiwa, sebentar kau boleh, bunuh aku untuk balas sakit hati kawanmu," Jelas Hot-ong. "Tapi sepanjang jalan aku begitu baik padamu, apa balas budimu?" "Coba katakan cara bagaimana membalasnya?" Tanya Kwe Yang. "Harap kau tutuk Tan-tiong dan Giok-cim di punggung dan dadaku masing2 sekali, biar mengurangi penderitaanku, itupun sudah membalas budi padaku" Kata Hoat ong. Namun Kwe Yang geleng2 kepala. "Tidak, kau ingin aku membunuhmu, hm, mana mau aku melaksanakannya!" Sahutnya. "Hayolah, tutuklah tak nanti aku mati" Pinta Hoat-ong. "Sebentar bila ibumu datang, malahan aku ingin minta ampun padanya, tidak nanti aku mati secara begini mudah." Mendengar orang bicara dengan sungguh2, Kwe Yang menjadi ingin coba2, maka dengan pelahan ia tutuk dada orang sekali. "Ehm, segar rasanya, tutuklah lebih keras," Kata Hoat-ong sambil menarik napas dalam2 Segera Kwe Yang tutuk lebih kuat, ia lihat Hoat-ong bersenyum, sedikitpun tidat menderita, mukanya dari merah berubah pucat, lalu merah lagi. Habis itu Hoat-ong berkata. "Nah, lebih keras lagi sedikit....!" Kwe Yang menurut, ia pakai ilmu menutuk yang dipelajarinya dari ayah-bundanya dan menutuk pula sekali di "Tan tiong-hiat" Di dada orang. "Ah, baiklah sekarang, dadaku tidak pegal lagi! Nah, aku tidak mati, bukan?" Kata Hoat-ong. Kwe Yang sangat heran oleh kekebalan orang, katanya kemudian "Sekarang aku menutuk lagi Giok-cim-hiat." Mula2 iapun tutuk pelahan seperti tadi, lalu tambahi sedikit lebih keras. "Banyak terima kasih, banyak terima kasih!" Ujar Hoat-ong. Lalu ia pejamkan mata menghimpun tenaga, mendadak ia melompat bangun sambil membentak "Marilah pergi!" Keruan terperanjat luar biasa Kwe Yang. "Kau... kau..." Tapi tak sempat ia berkata lebih banyak, sekali Hoat ong mencekal, pergelangan tangannya dipegang terus diseret pergi. Nyata ilmu melancarkan jalan dan membuka tempat tutukan justeru adalah Lwekang khas yang sangat hebat bagi golongan pertapaan di Tibet. Ketika Kwe Yang menutuk "Tan-tiong" Dan "Giok-cim" Kedua tempat jalan darah, diam2 Hoat-ong sudah menghimpun tenaga melancarkan kembali aliran darahnya. Kalau Kwe Yang kuatir tutukannya itu akan menewaskan orang, padahal justeru malah membuka jalan darahnya. BegituIah sambil menyeret Kwe Yang, segera Kim-lun Hoat-ong berlari pergi, tapi baru beberapa tombak jauhnya, tiba2 timbul pikiran jahatnya. ia lihat tambang yang terikat didahan pohon itu, ia pikir asal tambang ini diputuskan, Ciu Pek-thong, It-teng, Ui Yok-su dan lain2 pasti akan terbinasa di dalam jurang itu, maka cepat ia melompat ke sana terus hendak memutuskan tali tambang itu. Tentu saja Kwe Yang terkejut, tanpa pikir sikutnya menyodok pinggang Hoat-ong di tempat Nan-ik.hiat" Salah Hoat-ong sendiri, ia terlalu panjang sepele anak dara itu, maka sikutan itu dengan tepat mengenai jalan darah itu hingga sebagian tubuhnya sesaat lemas tak bertenaga. Segera Kwe Yang meronta melepaskan cekalan orang, kedua tangannya memegang punggung Hoat-ong dan berkata. "Aku dorong kau ke dalam jurang, biar kau terbanting mampus!" Terkejut sekali Hoat-ong, diam2 ia pusatkan tenaga dalam buat punahkan jalan darah sikutan anak dara tadi, sedang lahirnya tidak menjadi gugup, ia ter babak2 dan menggertak. "Hahaha, melulu sedikit kepandaianmu yang tak berarti-ini masakah mampu mendorong diriku?" Gertakan ini ternyata bikin Kwe Yang menjadi ragu2, Padahal saat itu Hoat-ong belum terlepas jalan darahnya, asal sedikit ia dorong, tentu akan terjerumus ke dalam jurang, atau dengan lain jalan, umpama menutuk pula beberapa kali jalan darahnya yang lain, tentu Hoat ong akan lumpuh. Cuma tadi tutukannya malah bikin Hoat-ong berbangkit kembali, maka Kwe Yang pikir, tiada gunanya menutuknya lagi, sebab itulah ia melompat pergi dan berlari ke tepi jurang. "Lebih baik aku mati bersama2 dengan ibu saja!" Katanya tiba3 terus hendak terjun ke dalam-jurang. Terkejut Hoat-ong melihat anak dara itu telah menjadi nekat, saat itulah tutukan dapat dipunahkannya, tak sempat lagi ia putuskan tambang tadi, tapi cepat menubruk ke arah Kwe Yang. Cepat Kwe Yang berlari pula, ia melompat kian kemari di antara batu2 cadas dan menyusuri pohon2 besar. Jika di tempat datar, sekali lompat saja pasti Hoat-ong bisa menangkapnya kembali, tapi di puncak karang Toan jong-khe ini penuh batu2 besar dan pohon2, Kwe Yang sengaja menyusup ke sana dan mengumpet ke sini, makin lari makin jauh, seperti orang lagi main kucing2an dengan Hoat-ong. Sesudah lama, akhirnya sekali menubruk dapatlah tangan Kwe Yang dipegang Hoat-ong. Ketika main umpet2an dengan Hoatong, Kwe Yang sudah mulai melupakan apa yang terjadi tadi, kini sesudah kepegang barulah ia sadar akan gelagat jelek, cepat ia berteriak. Tapi secepat itu pula Hoat-ong sudah dekap muIutnya. Pada saat itulah terdengar berkumandang suara Liok Bu-siang sedang menanyai "He, Kwe Yang ci -iik telah lari kemana?" Diam2 Hoat-ong gegetun, karena telah kehilangan kesempatan baik, maka ia tutuk jalan darah yang membikin gagu, Kwe Yang diseret pergi Padahal saat itu baru Liok Bu-siang saja yang naik keatas, kalau Hoat-ong mau mengulangi memutuskan tambang masih keburu, sebab melulu Liok Bu siang seorang tak mungkin bisa menahannya. Tapi karena ia sudah rasakan betapa lihaynya It-teng Tay-su, Ciu Pek-thong dan Ui Yok-su, nyalinya sudah ciut, ia bersyukur dapat menyelamatkan diri, mana berani lagi ia mencari penyakit? Kiranya sesudah memeriksa dan mencari di bawah, jurang dan tidak mendapatkan sesuatu tanda, Ui Yong dan lain2 menduga Nyo Ko tidak menemukan sesuatu bahaya, maka sesudah berunding, mereka memutuskan untuk naik kembali ke atas. Orang yang pertama naik itu adalah Liok Bu-siang, menyusul Thia Eng dan Eng Koh. Ketika Ui Yong sudah naik, segera didengarnya Thia Eng bertiga sedang ber-teriak2 memanggil. "Kwe Yang cilik, di mana kau?" Melihat puterinya dan Hoat ong telah menghilang semua, sungguh tidak kepalang cemasnya Ui Yong. Ketika Ui Yok-su, Ciu Pek-thong dan Itteng ber-turut2 sudah naik pu!a, mereka telah mencari ke segala pelosok lembah gunung itu, tapi bayangan Hoat-ong dan Kwe Yang sama sekali tidak tertampak. Sampai di mulut lembah, tiba2 diketemukan sebelah sepatu anak dara itu. "Ah, tak perlu kuatir, Suci." Ujar Thia Eng. "Tentu Hoat-ong yang menggondol Yangji ke selatan, Yang ji sengaja tinggalkan sepatunya agar diketahui kita. Sungguh bocah ini sangat cerdik, tidak kalah dari ibunya." Bila Ui Yong ingat cerita Kwe Yang bahwa Hoat-ong berniat paksa anak dara itu menjadi murid ahliwarisnya, ia pikir untuk sementara mungkin tidak berbahaya, maka rasa kuatirnya banyak berkurang. Segera rombongan mereka balik ke selatan, sepanjang jalan merekapun mencari tahu jejak Hoat-ong dan Kwa Yang. Tidak beberapa hari, mereka mendengar berita pasukan Mongol mengepung Siang yang dan sudah terjadi pertempuran besar di luar kota itu, kedua pihak sama2 ada kalah menangnya, kedudukan Siangyang sangat genting. Musuh telah menggempur Siangyang, kita harus lekas kembali ke sana, urusan Yang-ji uutuk sementara terpaksa tak bisa dipikirkan lagi," Kata Ui Yong dengan kuatir. Semua orang menyatakan benar dan bersedia ikut pergi. walaupun sebenarnya It-teng Taysu, Ui Yok su dan Ciu Pek-thong cs. tidak ingin mengurus soal2 keduniawian lagi, tapi mati-hidup dari Song besar tergantung hancur atau utuhnya Siang-yang, pertempuran yang menentukan ini tidak memungkinkan mereka berpeluk tangan. Begitulah mereka lantas percepat perjalanan maka tiada seberapa hari mereka sudah sampai di luar kota Siangyang Dipandang dari jauh, panji ber-kibar2, senjata gemilapan, suara tiupan tanduk meng-huk2 sahut-menyahut, derap kuda kian kemari Siangyang tampak terkurung rapat2 oleh pasukan Mongol. Walaupun sudah banyak berpengalaman, melihat situasi demikian ini, merekapun terperanjat. "Kekuatan musuh terlalu besar, meski kita berilmu silat tinggi juga sukar mendekati benteng kota, terpaksa menanti hari gelap nanti baru cari jalan lain" Demikian kata Ui Yong. Mereka sembunyi di dalam hutan, kccuali-Ciu Pek-thong yang selalu periang, yang lain2 berhati sedih semua. Sampai dekat tengah malam, dengan Ui Yong sebagai pembuka jalan, mereka bertujuh lantas menerjang ke dalam perkemahan musuh. Betapapun tinggi ilmu silat ketujuh orang ini namun begitu besar tentara Mongol, perkemahan berderet2 tak terhitung panjangnya, baru setengah jalan mereka menerjang sudah diketahui patroli musuh, sekali gembreng ditabuh ber-talu2, seketika terkepung, walaupun begitu keruan yang lain ternyata tenang2 saja tidak kacau, suatu tanda betapa disiplin dan terlatihnya pasukan Mongol. Ui Yong menjadi kuatir, begitu hebat pasukan musuh, untuk mematahkan kepungan musuh atas Siangyang kali ini rasanya tidak mudah, sementara itu Ciu Pek-thong telah berhasil merampas dua tombak panjang terus mendahului membuka jalan, Ui Yok-su dan It teng jalan mungkur untuk menahan kejaran musuh, empat wanita ter-apit di-tengah2 dan menyerbu terus ke depan. Baiknya di dalam pasukan tentara yang besar, karena kuatir kena kawan sendiri maka perajurit Mongol tak berani melepaskan panah, kalau di tanah lapang dan dihujani panah, betapapun tangkas Ciu Pek-thong dan Ui Yok-su cs, juga tak mampu menahannya. Sambil bertempur mereka maju terus, sedang pasukan musuh makin lama makin banyak, berpuluh2 tombak selalu menusuk ke arah mereka bergantian. Tapi di mana angin pukulan Ciu Pek-thong, Ui Yok-su dan It-teng Taysu sampai, di situ segera senjata2 musuh patah dan orangnya terluka atau mampus, sungguhpun demikian tentara Mongol itu ternyata pantang mundur. "Ui-Iosia, kita bertiga tua bangka ini tampaknya hari ini akan mampus disini," Kata Lo-wan tong tiba2 dengan tertawa. "Masa paling baik kan berdaya agar empat anak dara ini saja ditolong keluar. "Fui," Semprot Eng Koh. "Omong tidak-genah, masakan aku sudah nenek2 dianggap anak dara? Hendak mati biarlah kita mati bersama, tiga anak dara ayu inilah yang harus ditolong." Diam2 Ui Yong berkuatir, pikimya. "Selamanya Lo wan-tong tidak pernah kenal takut, kenapa sekarang tiba2 bilang jiwanya bakal melayang di sini, tampaknya alamat tidak baik!" Tapi tentara musuh merubung bagai semut, kecuali melawan mati2an, hakekatnya tak berdaya lain. Sesudah beberapa deret perkemahan musuh di tembus lagi, tiba2 Ui Yong melihat di sebelah kiri sana terdapat dua kemah besar berwarna hitam, ia pernah ikut Jengis Khan menggempur ke benua barat, ia tahu kemah demikian ini biasanya dipakai sebagai gudang rangsum. Tiba2 pikirannya tergerak, Mendadak ia melompat ke samping dan berhasil merampas sebuah obor seorang perajurit musuh terus berlari ke kemah gudang rangsum itu. Segera perajurit Mongol ber-teriak2 mengejarnya, tapi Ui Yong sangat sebat, sekali menyelusup, segera ia masuk ke kemah itu, obornya diangkat, segala benda dibakarnya. Maka sekejap saja dua kemah besar itu sudah kebakaran beberapa tempat, habis itu Ui Yong menerobos keluar lagi bergabung dengan rombongan Ciu Pek-thong. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Benda yang tertumpuk didalam kemah itu tidak sedikit terdiri dari barang yang mudah terbakar, maka cepat saja api sudah menjilat dengan hebatnya. Lo-wan-tong menjadi tertarik, iapun takmau ketinggalan dari perajurit musuh ia dapat merampas dua obor, iapun pergi menyulut api ke mana2, malahan tanpa sengaja suatu kandang kuda kena dibakarnya, keruan seketika kacau balau oleh lari-kuda2 yang tunggang-langgang, maka pasukan Mongol menjadi kalang kabut. Waktu itu Kwe Cing berada di kota Siangyang dan mendengar pasukan musuh di utara benteng kacau-balau, ia memeriksa ke atas benteng dan melihat api menjulang tinggi di tengah perkemahan musuh, ia tahu ada orang mengaduk di perkemahan pasukan Mongol itu, maka cepat ia kirim 2000 perajurit dan memerintahkan Bu Tun-si dan Bu Siu-bun berdua menggempur keluar benteng. Waktu kedua saudara Bu itu sudah beberapa li di luar kota, terlihatlah Ui Yok-su memayang Liok Bu-siang, It-teng Taysu mendukung Ciu Pek-thong tujuh orang dengan menunggang lima ekor kuda sedang mendatangi dengan cepat. Kedua saudara Bu tak berani menyongsong maju, tapi pasukan yang dipimpinnya itu lantas tersebar ambil kedudukan untuk menahan kejaran tentara musuh, dengan begitu, barisan belakang dijadikan barisan depan untuk melindungi rombongan Ui Yong masuk ke kota. Kwe Cing sudah menanti di atas benteng, melihat ayah mertua, isteri tercinta, It teng Taysu, Lo-wan-tong datang semua ia sangat girang dan lekas2 membuka pintu benteng menyambut keluar. Ia lihat pinggang Liok Bu-siang terluka tombak musuh, punggung Ciu Pek thong kena tiga panah, jenggot dan alisnya kelimis terbakar, luka kedua orang ternyata tidak enteng. Ui Yong sendiri, Thia Eng dan Eng Koh juga terluka kena panah, cuma tidak berbahaya. It teng dan Ui Yok-su sama2 mahir ilmu pertabiban, setelah memeriksa luka Liok Bu-siang dan Lo wan-tong, mereka mengkerut kening dan bermuka muram tanpa berkata. "Toan hongya, Ui-losia, kalian tak perlu sedih, Lo-wan-tong sudah dapat firasat dan yakin takkan mampus," Demikian tiba2 Ciu Pek-thong buka suara dengan tertawa. "Maka paling baik kalian curahkan perhatian untuk menyembuhkan si anak dara Bu siang saja." Begitulah Lo-wan-tong masih terus berkelakar dengan Ui Yok-su, tapi terhadap It-teng Taysu ia sangat menghormatinya, bahkan rada2 takut, meski lt-teng sudah lama menjadi Hwesio, namun sebutan "Toan-hongya" Masih terus dipakainya. Melihat Lo wan-tong sanggup menahan sakit dan masih berkelakar, Ui Yok-su dan It-teng menjadi sedikit tega, Hanya keadaan Liok Bu-siang yang menguatirkan, gadis ini masih tak sadarkan diri. Thia Eng terus menunggui di tepi ranjangnya dan diam2 mengucurkan air mata. Besok paginya baru terang tanah, diluar kota sudah terdengar tiupan tanduk disertai genderang yang bertalu2 pasukan Mongol telah mulai menyerang besar2an. Pembesar Siangyang yang resmi, gubemur Lu Bun-hwan memimpin pasukan menjaga di empat penjuru pintu benteng. Kwe Cing dan Ui Yong mengawasi dari atas benteng, terlihat pasukan musuh membanjir datang bagai semut. Di antara serangan pasukan Mongol beberapa kali ke Siangyang, persiapan sekali inilah yang paling lihay, Baiknya Kwe Cing pernah lama tinggal dalam pasukan Mongol di masa mudanya, sehingga paham siasat apa yang dipakai tentara Mongol untuk menggempur benteng, segala serangan musuh2 selalu digagalkan, pertarungan sengit itu berlangsung sampai hari sudah petang, perajurit Mongol tewas lebih 2000 jiwa, tapi dari belakang masih terus membanjir dan menggempur benteng dengan gagah berani. Di dalam kota Siangyang kecuali beberapa puluh ribu perajurit ada pula ratusan ribu penduduk sipil, semua orang tahu mati-hidup mereka bergantung pada pertahanan kota ini, maka setiap orang muda2 yang masih kuat, semua memanggul senjata memenuhi kewajiban pertahanan kota, sekalipun yang tua, wanita dan anak-2 juga tak mau ketinggalan dan membantu di garis belakang. Maka seketika di dalam maupun di luar kota menjadi gegap-gempita, panah berseliweran di atas udara bagai belalang terbang. Kwe Cing sendiri dengan tangan menghunus pedang memimpin pertahanan kota di atas benteng. Ui Yong berdiri di sampingnya dan menyaksikan pertempuran yang semakin sengit itu. Tiba2 terdengar perajurit Mongol di bawah benteng berseru. "Banswee (Dirgahayu)!Banswe! Ban-banswe!" Suara itu dari jauh mendekat bagai gelombang ombak saja, sampai akhirnya beratus ribu perajurit berteriak berbareng sehingga se-akan2 langit ambruk dan menggempa bumi, Laiu tertampaklah sebuah.panji besar berkibar tinggi, beberapa perwira mengiringi seorang dengan payung kencana, Sesudah dekat, ternyata raja Monko sendiri yang maju ke garis depan. Melihat raja mereka datang sendiri, perajurit Moogol menjadi tambah bersemangat. Ketika panji merah berkibar, satu pasukan beijumlah 20 ribu orang terus menggempur pintu benteng utara dengan mati2an, ini adalah pasukan cadangan raja Mongol yang terlatih dan paling tangkas, pula semua perajurit ingin berjasa dihadapan rajanya, maka begitu tangga bersandar tembok benteng segera bagai semut berebut naik ke atas. "MariIah saudara2, hari ini biar raja musuh melihat sendiri betapa gagah perwiranya rakyat Song kita yang jaya!" Teriak Kwe Cing sambil mengangkat tangannya. Begitu keras suara Kwe Cing hingga perajurit Song serentak terbangkit semangatnya, semuanya bertempur mati2an mengenyahkan penjajah. Mayat perajurit Mongol yang menggempur benteng itu tampak makin lama makin banyak dan bertambah tinggi tertumpuk, tapi bala bantuan masih terus membanjir tiada putus2nya. Kurir yang selalu berada di samping raja Monko tampak mondar-mandir meneruskan perintah. Tatkala itu tiba2 terdengar petugas itu berteriak "Dengarlah para perajurit dan bintara! Titah raja," Barang siapa yang paling dulu menginjak ke atas benteng, siapa lantas dianugerahi pangkat walikota Siangyang." Mendengar itu, bersoraklah perajurit Mongol, segera ada beberapa orang yang tak takut mati terus merangsang ke atas benteng. Kurir itu membawa panji merah dan wira-wiri meneruskan perintah sang raja. Kwe Cing menjadi gusar, ia pentang busur terus memanah, pesat amat panah itu dan tepat menembus dada petugas musuh itu hingga terjungkal dari kudanya. Perajurit Mongol ber-teriak2 lagi, sesaat semangat mereka sirap, tapi hanya sebentar, kembali sepasukan cadangan baru tiba pula dibawah benteng. Dengan tombak panjang di tangan Yalu Ce berlari kehadapan Kwe Cing dan berkata. "Gakhu, Gakbo (ayah dan ibu mertua), musuh sukar digempur mundur, biarlah anak keluar benteng menerjangnya." "Baik, bawalah 3000 perajurit, cuma harus hati2" Sahut Kwe Cing. Cepat Yalu Ce turun dari benteng, tidak lama kemudian, genderang dipukul riuh sckali, begitu pintu benteng terbuka, 1000 anggota Kay-pang dan 2000 tentara negeri di bawah pimpinan Yalu Ce dengan tombak dan tameng terus menerjang ke depan. Di bagian pintu utara pasukan Mongol sedang menggempur benteng, ketika mendadak melihat pasukan Song menerjang keluar, cepat mereka putar tubuh terus lari mundur, Segera Yalu Ce pimpin pasukannya memburu, tapi mendadak terdengar tiga kali suara meriam, dua pasukan MongoI telah mengepung dari kanan kiri hingga 3000 orang yang dipimpin Yalu Ce terkepung di-tengah2.." Pasukan Mongol itu berjumlah lebih 20 ribu orang, keruan tiga ribu orangnya Yalu Ce terkepung rapat, namun mereka tak gentar, terutama seribu anggota Kay-pang itu semuanya berilmu silat bagus dan sanggup satu lawan sepuluh, mereka bertempur dengan mati2an. sedang sepasukan tentara Mongol yang lain kembali memasang tangga menggerapah ke atas benteng lagi. Melihat sebagian pasukan Mongol sudah tertahan oleh Yalu Ce, segera Kwe Cing memberi perintah pada kedua saudara Bu agar membiarkan perajurit Mongol menyerbu masuk dari gugusan benteng, Sesudah kedua Bu terima perintah itu dan undakan pasukannya, sekejap saja beratus dan beribu perajurit Mongol berhasil merangkak sampai di atas benteng. Melihat itu, Lu Bun hwan menjadi ketakutan hingga mukanya pucat lesi, badannya gemetar, mulut ternganga. Namun Kwe Cing tenang2 saja, ia biarkan perajurit Mongol naik kira2 lima ribu orang, tiba2 panji kuning mengebas, se-konyong2 genderang berbunyi, Cu Cu-liu dan Bu Sam-thong masing2 memimpin sepasukan tentara cadangan segera menyerbu keluar dari tempat sembunyi mereka, seketika saja gugusan benteng yang bobol tadi tertutup rapat, perajurit Mongol yang lain tak dapat naik Iagi. sedang lima ribu orang musuh yang berada di dalam benteng itu terjeblos ke dalam kepungan. Begitulah, jika di luar benteng pasukan Song terkepung, sebaliknya di atas benteng pasukan Mongol juga terkurung, Sedang pertempuran di ketiga pintu benteng yang lain masih berlangsung dengan sengit luar biasa. Betapa gagah berani perlawanan pasukan Song itu sungguh sangat mengagumkan raja Mongol, diam2 ia memuji dan insaf salah duga atas kekuatan lawan, sementara itu sudah tengah malam, sinar bulan purnama, langit bersih, angin silir2 sejuk, sebaliknya di permukaan bumi saat itu beratus ribu manusia sedang bertempur mati2an. Pertempuran ini berlangsung sejak pagi hingga tengah malam, kerugian masing2 pihak sama besarnya. Pasukan Song menang pada tempat, sebaliknya pasukan Moogol menang jumlah lebih banyak, Selang agak lama, tiba2 sepasukan tentara Song menyerang ke tanah bukit sana, lekas2 pasukan pengawal raja Mongol yang berada di tanah bukit itu melepaskan panah. Di tempat tinggi raja MongoI dapat melihat jelas dalam pasukan Song itu ada seorang panglima setengah umur. bersenjata sepasang tumbak, menunggang seekor kuda besar sedang terjang ke sana ke mari tak tertahankan meski panah berhamburan seperti hujan ke arahnya, tapi seluruhnya kena di tangkis dan disampuk oleh tumbak2nya. "Orang yang gagah ini, siapakah dia?" Tanya Monko pada bawahannya. "Lapor Sri Baginda, orang ini Kwe Cing adanya," Kata seorang panglima tua di sampingnya. "Ai, kiranya dia, benar2 gagah perkasa, namanya bukan omong kosong belaka!" Puji Monko tak tertahan. Mendengar raja mereka memuji musuh, ada empat perwira merasa kurang senang, sekali berte-riak, be-ramai2 mereka lantas menerjang maju memapak Kwe Cing. Akan tetapi betapa tangkas dan besar tenaga sakti Kwe Cing, mana keempat perwira itu sanggup melawannya, hanya sekali dua gebrakan saja, keempat perwira itu ber-turut2 sudah dibinasakan. Maka perwira2 Mongol yang laih menjadi jeri, tiada yang berani pamer lagi di hadapan raja mereka, hanya dari jauh mereka menghujani panah. Kwe Cing keprak kuda hendak menerjang ke atas bukit itu, tapi beratus senjata perajurit musuh rapat menghadangnya, beberapa kali ia berusaha merangsang maju. tapi selalu terdesak mundur. Mendadak kudanya terkena panah hingga meringkik terus roboh. Perajurit2 Mongol bersorak senang terus merubung maju, Tak terduga mendadak Kwe Cing melompat bangun, sekali tumbaknya menusuk, ia binasakan seorang bintara musuh dan mencemplak keatas kuda rampasan ini, dengan putar tumbak dan menghantam dengan tangan dari dekat, dalam sekejap saja belasan perwira dan perajurit musuh kena dimatikan pula. Melihat di antara sekian banyak perajuritnya ternyata tiada seorangpun yang mampu mendekati Kwe Cing, diam2 ia mengerut kening, Tiba2 ia memberi perintah. "Barang siapa bisa membunuh Kwe Cing akan diberi hadiah selaksa tahil emas dan kenaikan pangkat tiga tingkat sekaligus." Karena janji yang menarik ini, serentak pasukan Mongol lantas membanjir maju. Nampak keadaan rada gawat, pula dirinya tidak mampu mendekati raja musuh, mendadak Kwe Cing hantam mundur beberapa pengeroyoknya, lalu mementang busur dan melepaskan panah ke arah Monko. Begitu pesat anak panah itu meluncur secepat kilat terus menyamber ke muka raja itu. Terkejut para pengawal Monko, dua bintara yang berdiri di sampingnya cepat mengadang di depan junjungan mereka, maka tidak ampun lagi panah itu menembus bintara yang pertama, bahkan terus menembus dada bintara yang kedua yang berdiri dibelakangnya hingga mirip sujen sate. Metihat betapa hebat serangan panah itu, muka Monko menjadi pucat, di bawah iring2an pengawalnya cepat mundur ke bawah bukit, Padas saat itulah kembali pasukan MongoI ber-teriak sepasukan Song menerjang datang pula, seorang paling depan memutar sepasang gayuh besi sedang menghantam dan menpepruk dengan hebatnya, kiranya dia Su-sui Hi-un, si nelayan dari sungai Su itu muridnya It-teng Taysu. Rupanya Ui Yong menjadi kuatir karena melihat sang suami seorang diri terkepung musuh, maka Su-sui Hiun diperintahkan memimpin dua ribu tentara untuk memapaknya. Dalam pada itu, karena melihat raja mereka mengundurkan diri, semangat perajurit Mongol rada terguncang, barisan merekapun kelihatan rada kacau. Keadaan itu dapat dilihat jelas oleh Ui Yong yang mengawasi di atas benteng, cepat ia memberi perintah. "Be-ramai2 kita berteriak bahwa raja Mongol sudah mati!" Maka gegap gempitalah suara teriakan perajurit Song yang menyorakkan. "Hura, raja Mongol sudah mati! Raja Mongol sudah mati!" Bahkan di antara perajurit yang fasih bercakap bahasa Mongol segera berteriak dalam bahasa itu. Mendengar teriakan itu, para perajurit Mongol menoleh ke belakang dan melihat panji kebesaran raja mereka benar2 sedang mundur ke belakang, di sekitar panji itu kelihatan pula kacau-balau, mereka menyangka raja benar2 sudah tewas, seketika semangat tempur mereka patah dan beruntung mundur dengan cepat. Segera Ui Yong memberi perintah mengejar, pintu benteng segera terpentang, tiga puluh ribu perajurit cadangan terus menerjang keluar, tiga ribu orang yang dipimpin Yalu Ce sudah gugur hampir se-paroh, sisanya kini sekalian ikut menguber musuh. Tapi pasukan Mongol, sudah banyak pengalaman bertempur, meski kalah, formasi mereka tidak buyar, mereka mundur teratur ke utara, maka pasukan Song juga tidak berani terlalu mendesak. Hanya lima ribu orang Mongol yang menyerbu kedalam benteng tadi tiada seorangpun yaug tersisa hidup. Setelah pasukan musuh mundur seluruhnya, sementara itu hari sudah terang tanah, pertempuran sengit ini bertarung tidak kurang daripada 12 jam, mayat bergelimpangan bertumpang tindih, darah menggenang bagai air sungai, tombak patah, golok putus, panji sobek, semuanya berserakan memenuhi jalan sepanjang berpuluh Ii. Dalam pertempuran ini pihak Mongol kehilangan lebih 30 ribu perajurit pilihannya, sedangkan pihak Siangyang gugur belasan ribu jiwa, Semenjak bangsa Mongol menjajah ke selatan, pertempuran inilah yang terdahsyat dan paling banyak menelan korban. Setelah mengundurkan pasukannya sejauh 40 li, Monko memerintahkan berkemah. Teringat keadaan berbahaya tadi, dalam hati masih tak tenteram rasanya. Tak lama kemudian, adik raja, Kubilai, datang menghadap dan menyampaikan sembah bakti pada Sri Baginda. "Adikku," Kata Monko pada Kubilai. "mendiang ayah kita suka memuji akan gagah perwiranya Kwe Cing, setelah aku menyaksikan sendiri tadi barulah aku benar2 kagum dan putus asa pula." "Kakak Baginda tak perlu kuatir, hamba sudah mempunyai suatu akal yang pasti akan bikin Kwe Cing menyerah tanpa berkutik dan Siangyang dengan cepat akan bobol," Kata Kubilai. Girang sekali Monko, cepat ia tanya apa tipu akal itu. Kubilai tidak lantas menjawab, ia menoleh kepada pengawalnya dan berkata. "Silakan Koksu (imam negara) masuk!" - Nyata datangnya Kubilai disertai Kim-lun Hoat-ong. Dalam pada itu, sesudah pasukan Siangyang dapat menggempur mundur musuh, seluruh kota di mana2 terdengar suara tangisan yang memilukan, ada ibu bertangis kehilangan anak, ada isteri menangisi suami, suasana tenggelam dalam keadaan berduka cita. Tanpa mengaso segera Ui Yong pergi memeriksa dan menghibur bawahannya, lalu pergi memeriksa keadaan lukanya Ciu Pek-thong dan Liok Bu siang, ternyata luka mereka sudah baikan. malahan Lo-wan-tong sudah tak sabar lagi rebah di pembaringan, ia sudah keluyuran ke taman. Melihat muka orang yang kini kelimis, Kwe Cing dan Ui Yong merasa geli. Besok paginya, selagi Kwe Cing hendak berunding situasi militer dengan Lu Bun-hwan. tiba2 ada laporan, katanya ada sepasukan tentara Mongol sekira 10 ribu orang sedang menuju ke arah pintu benteng utara, Lu Bun-hwan terkejut bahwa musuh berani datang lagi, Kwe Cing juga segera naik ke atas benteng untuk memeriksa. Maka tertampaklah pasukan musuh itu ambil kedudukan di tempat 3-4 li jauhnya dari kota dan tidak menyerang, Selang tak lama, beribu tukang telah mendatangkan batu dan mendirikan cagak terus membangun sebuah panggung yang tingginya belasan tombak. Tatkala itu Ui Yok-su, Ui Yong, It teng Taysu dan Cu Cu-liu juga sudah naik ke atas benteng, demi melihat tentara Mongol tiba2 mendirikan panggung, mereka menjadi heran dan bingung. "Jika panggung itu oleh musuh akan digunakan untuk mengintai keadaan dalam benteng, tempatnya tidak seharusnya begitu jauh, apalagi kalau tentara kita memanahnya dengan api, segera bisa terbakar lalu apa gunanya?" Demikian pendapat Cu liu, Ui Yong pun tak mengerti akan maksud tujuan musuh itu meskipun sudah coba menyelami. Dan sesudah panggung itu berdiri, beberapa ratus serdadu Mongol dengan kereta2 kuda tampak mengangkut datang kayu2 bakar terus ditumpuk di sekitar panggung tampaknya panggung itu seperti hendak dibakar. Cu-liu semakin heran, katanya. "Apakah musuh hendak pakai ilmu gaib? Atau hendak bersembahyang?" "Sudah lama aku tinggal di tengah pasukan Mongol, tapi selamanya tak pernah melihat cara aneh ini," Ujar Kwe Cing. Tengah bicara, kembali tertampak beribu serdadu Mongol lagi ayun cangkul dan sekop, sedang menggali sebuah parit yang lebar dan dalam di sekitar panggung, Tanah yang digali itu menggunduk melingkari parit itu hingga berwujud seperti pagar. "Haha, kota Siangyang adalah bekas kediaman Cukat Liang di jaman Samkok, tapi bangsa asing ini berani main kayu di depan rumah nabi, sungguh terlalu menghina bangsa kita?" Demikian jengek Ui Yok-su dengan gusar. Dalam pada itu di tengah bunyi genderang ber-turut2 datang pula empat pasukan musuh terus melingkari keempat penjuru panggung tadi dengan macam2 senjata siap di tangan, panggung itu menjadi terkurung rapat. Mendadak terdengar dentuman meriam sekali, suara genderang lantas berhenti, keadaan sunyi senyap, dari jauh dua penunggang kuda berlari kebawah panggung itu. Kedua penunggang itu turun dari kuda terus bergandengan tangan naik keatas panggung. Karena jaraknya jauh dari benteng, maka muka kedua orang itu tak jelas kelihatan, hanya lapat2 seperti seorang pria dan seorang perempuan. Sedang semua orang ter-hcran2, se-konyong2 Ui Yong menjerit kaget, terus roboh ke belakang dan pingsan. Lekas semua orang menolongnya siuman dan sama menanya sebab apakah?" Dengan wajah pucat Ui Yong berkata dengan suara gemetar "ltulah Yang-ji, itulah Yang-ji!" Terkejut semua orang dan saling pandang. "Apakah jelas kau melihatnya, Kwe-hujin?" Tanya Cu liu. "Meski tidak terang melihat mukanya, tapi menurut dugaan, pastilah dia," Kata Ui Yong. "Musuh tak berhasil membobol benteng, sekarang ternyata pakai akal keji, sungguh rendah dan tidak tahu malu." Mendengar penuturan itu, segera Ui Yok-su dan Cu Cu-Iiu paham duduknya perkara, merekapun sangat gusar sebaliknya Kwe Cing masih belum mengerti tanyanya. "Kenapa Yang ji bisa berada diatas panggung itu? Tipu keji apa yang akan dipakai musuh?" Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Cing koko," Kata Ui Yong dengan bersemangat. "Tak beruntung Yang ji jatuh dalam cengkeraman musuh, mereka sengaja bikin panggung dan taruh Yangji di atasnya sebagai umpan, tipuannya memaksa kau menyerah jika kau tak menyerah mereka akan bakar panggung itu agar kita berdua ngenas dan berduka, hilang semangat dan pikiran kacau, dengan begitu mereka bisa menggempur lebih leluasa tanpa perlawanan kita." "Sebab apa Yang ji jatuh di tangan musuh?" Tanya Kwe Cing terkejut dan gusar. "Ya, karena kesibukan militer beberapa hari ini, kukuatir pencarkan perhatianmu maka tidak kuceritakan padamu," Sahut Ui Yong. Lalu iapun menceritakan pengalamannya di Coatceng-kok, di mana Kwe Yang kena digondol Kim lun Hoat-ong. Mendengar Nyo Ko menghilang dalam jurang, ber-ulang2 Kwe Cing menanya lebih jelas, betapa perhatiannya pada Nyo Ko kelihatan sekali pada wajahnya. Betapa tinggi budi luhur Kwe Cing, tanpa pikirkan puteri sendiri yang menghadapi bahaya dibakar, tapi tanya dulu keselamatan Nyo Ko, sungguh bikin semua orang sangat mengaguminya. Scsudah selesai mendengarkan penuturan Ui Yong, dengan mengkerut kening kata Kwe Cing. "Yong-ji, inilah kesalahanmu mati hidup Ko-ji belum diketahui, kenapa kau meninggalkannya pergi?" Selamanya Kwe Cing sangat menghormat dan cinta isterinya, tak pernah mencelanya dihadapi orang luar, kini celaan itu diucapkannya dengan sungguh2, Ui Yong menjadi merah mukanya. "Kwe hujin sudah menyelam ke dalam telaga hingga hampir beku kedinginan dan keadaan Nyo Ko juga sudah kami selidiki memang betul2 tidak berada dijurang itu, pula nona Kwe jatuh di tangan musuh, maka be-ramai2 kami mengusulkan mengejar kembali, hal ini tak bisa menyalahkan Kwe hujin" Demikian It teng Taysu menjelaskan Karena itu, terpaksa Kwe Cing tak berani bilang apa2 lagi, hanya dengan gemas ia berkata pula. "Anak dara ini selalu bikin gara2 saja, kalau sampai Ko-ji terjadi apa2, hati kita apakah bisa tenteram? Hari ini biarlah dia dibakar mati musuh saja beres!" Dengan cemas diam2 Ui Yong turun dari benteng, Mendadak pintu benteng dibuka, dengan menunggang kuda sendirian cepat ia kabur ke utara, Keruan semua orang sangat terkejut Be-runtun2 Kwe Cing, Ui Yok-su, It-teng, Cu Cu-liu dan lain-nya cemplak kuda menyusulnya. Setiba di depan panggung tinggi tadi, mereka berhenti dalam jarak yang tak dicapai panah musuh, maka terlihatlah di atas panggung berdiam dua orang yang satu berjubah kuning, ialah Kim-lun Hoat-ong, sedang lainnya adalah gadis remaja dengan kedua tangannya diikat pada sebuah cagak. Siapa lagi dia kalau bukan Kwe Yang. Meski gusar karena anak dara itu suka timbulkan onar, tapi kasih-sayang ayah, mau-tak-mau Kwe Cing menjadi kuatir, teriaknya keras2. "Yang-ji, jangan kuatir, ayah-ibu datang buat menolong kau!?" Betapa kuat tenaga dalamnya, suara teriakannya itu dengan jelas terkirim sampai di atas panggung itu, Waktu itu Kwe Yang sudah dalam keadaan sadar-tak-sadar terpanggang sinar matahari yang terik, ketika mendadak mendengar suara ayah-nya, segera iapun ber-teriak2. "Ayah, ibu!" Cuma panggung itu terlalu tinggi, jaraknya juga jauh, maka suaranya tak terdengar oleh ayah-bundanya. Sementara itu Kim-lun Hoat ong sedang tertawa ter-bahak2, katanya lantang. "Kwe-tayhiap, tidaklah sulit jika kau ingin aku membebaskan puterimu, soalnya tergantung apakah kau punya keberanian tidak?" Selamanya Kwe Cing sangat tenang, makin berbahaya keadaan yang dihadapi, makin tenang pikirannya, kini mendengar kata2 Hoat-ong itu, sama sekali ia tidak gusar, jawabnya. "Ada persoalan apa,-" Silakan Hoat-ong menunjukkan" "Kalau memang kau mempunyai rasa cinta kasih seorang ayah terhadap puterinya, segera kau naik panggung sini dan menyerahkan diri, kita satu tukar satu, puterimu segera kubebaskan," Demikian kata Hoat-ong. Nyata ia tahu Kwe Cing sangat tinggi budi, tidak nanti untuk seorang puterinya mau mengorbankan jiwa penduduk seluruh kota Siangyang, oleh sebab itu ia sengaja keluarkan kata2 pancingan supaya Kwe Cing masuk perangkap sendiri. Tak terduga Kwe Cing ternyata tak dapat ditipu, jawabnya lantang. "Jika musuh asing itu tidak takut padaku, kenapa kalian tawan puteriku? Dan kalau musuh takut padaku, suatu tanda Kwe Cing bukanlah manusia tak berguna, kenapa mesti mati tanpa arti?" "Hm, orang berkata ilmu silat Kwe-tayhiap lihay, gagah perkasa, tapi nyatanya hanya seorang manusia takut mati dan tamak hidup," Demikian jengek Hoat-ong. Kata2 pancingan ini bila dipakai terhadap orang lain mungkin akan berhasii, tapi Kwe Cing memikul tanggung jawab atas keselamatan seluruh penduduk kota, ia anggap sepi saja kata2 orang dan diganda tersenyum belaka tanpa menggubris. Tapi Bu Sam-thong dan Su-sui Hi un menjadi murka, segera mereka hendak menerjang maju, namun It-teng Taysu keburu mencegah mereka. "Kwe-tayhiap," Terdengar Hoat-ong berseru pula. "puterimu pintar dan cerdik, sebenarnya aku sangat menyukainya dan berniat menjadikan dia murid ahliwarisku. Tapi Hongsiang ada titah, bila kau tidak takluk, segera anak dara ini akan dibakar di atas panggung ini. jangankan kau sakit hati atas puterimu yang malang ini, sekalipun aku sendiri juga merasa sayang, maka harap kau suka memikirkannya dalam2." Kwe Cing menjengek tanpa menjawab, ia lihat berpuluh serdadu musuh sudah siapkan obor disamping tumpukan kayu bakar di bawah panggung itu, asal sekali Hoat-ong memberi perintah, segera api akan disulut. Berpuluh ribu serdadu musuh mengepung panggung dengan rapat, hanya manusia biasa saja mana mampu menembusnya? Pula sesudah dekat, kalau api sudah menjilat panggung itu, cara bagaimana bisa menolong puteri kecil itu? Waktu Kwe Cing mendongak, ia lihat muka puterinya pucat lesu, tak tahan hatinya bagai disayat. Cukup lama Kwe Cing ikut di dalam pasukan Mongol, dahulu ia kenal serdadu Mongol yang kejam tak kenal ampun, sehari saja tidak segan membunuh beratus ribu wanita maupun kanak2, apalagi kini hanya Kwe Yang, mirip saja seekor semut yang tak berarti. Karena itu, dengan mengertak gigi ia berteriak. "Wahai, Yang-ji, dengarlah, ayah bundamu berjuang untuk negara dan bangsa, mati-hidup tidak terpikir. Kau adalah puteri ibu pertiwi, kau harus berani berkorban dengan gagah perwira, dan jangan takut. Hari ini bila ayah-ibu tak bisa menolong kau, kami kelak pasti akan membunuh paderi jahat ini untuk membalas sakit hatimu. Mengertikah kau?" Dengan mengembeng air mata Kwe Yang mengangguk teriaknya dari jauh. "Ya, ayah dan ibu, anak tak gentar!" "ltulah puteriku sejati!" Seru Kwe Cing. Habis ini, ia tanggalkan gandewa dari pinggangnya, panah dipasang terus dijebretkan beruntun2 tiga kali, kontan tiga serdadu musuh yang memegang obor di bawah panggung itu terjungkal tiga panah itu ternyata menembus dada mereka. Harus diketahui ilmu memanah dan menunggang kuda Kwe Cing diperoleh dari ahli panah Caepo yang tersohor di MongoI waktu Kwe Cing tinggal disana dahulu, ditambah lagi tenaga dalamnya yang luar biasa kini, serdadu Mongol lantas berteriak2 sambil angkat perisai untuk melindungi tubuh. "Marilah kembali" Kata Kwe Cing kemudian pada rombongannya terus putar kuda dan kembali ke kota. Setiba di atas benteng lagi, Ui Yong ter-mangu2 memandangi panggung di mana puterinya terikat, pikirannya kacau tak terlukiskan. "Yong ji, mari kita pakai barisan 28 bintang untuk menempur musuh," Kata Ui Yok-su tiba2 Ui Yong terkesiap, sahutnya. "Tapi meski menang kalau musuh lantas bakar panggung itu, lantas apa daya kita?" "Asal kita bunuh musuh sekuat tenaga, mati-hidup Yang ji kita serahkan pada takdir," Sela Kwe Cing tiba2 dengan bersemangat "Gakhu, mohon tanya, barisan 28 bintang itu cara bagaimanakah mengaturnya?" "Perubahan barisan bintang2 ini sangat ruwet", sahut Yok su tertawa "Aku menciptakan barisan 28 bintang2 ini, sebab dahulu menyaksikan "Thiankeng-pak-tau-tin" Kaum Coan cin-kau, tujuanku hendak menandingi imam2 Coan-cin itu." "Bagus, dalam hal ilmu pasti dan segala ilmu mujijat lainnya, Ui-Iosia memang menjagoi seluruh kolong langit, sekalipun Ong Tiong-yang hidup kembali juga tak lebih unggul daripadamu, barisan bintang2 ciptaanmu ini pasti sangat hebat," Demikian It-teng ikut bersuara. Yok su tidak lantas menjawab, ia berpikir sejenak, lalu katanya "Barisanku ini tujuannya melulu untuk bertempur dengan jumlah beberapa puluh orang jagoan Bu-lim saja, sebenarnya tak pernah terpikir akan dipakai dalam pertempuran melawan beratus ribu tentara ini. Tapi kalau diubah sedikit rasanya masih dapat dilakukan. sayangnya sekarang kekurangan satu orang dan sepasang rajawali kita." "Cobalah memberi penjelasan lebih lanjut," Pinta It-teng. "Kalau kedua rajawali itu tidak dibinasakan paderi keparat itu, bila barisan kita dikerahkan segera kedua binatang itu disuruh terbang ke atas panggung untuk menolong Yang-ji, tapi sekarang hal itu tak mungkin lagi," Demikian kata Ui Yok-Su. "Tentang barisan 28 bintang ini, hanya menurut perubahan "pancabuta" (unsur lima macam," Api, air, bumi hawa dan eter) saja, harus dipimpin lima jagoan tinggi, kita sudah mempunyai empat orang untuk empat jurusan. timur, selatan, utara, di tengah, tapi barat, Se-tok Auyang Hong sudah mati dan tiada penggantinya, pula Lo-wan-tong terluka, jika ada Nyo Ko di sini, orang ini cerdik pandai ilmu silatnya tidak di bawah mendiang Auyang Hong, tapi kini ke mana harus mencarinya? pimpinan untuk jurusan barat ini sungguh membikin aku rada ragu2" Mendengar nama Nyo Ko disebut, Kwe Cing memandang jauh ke utara melampaui panggung tinggi musuh itu dan bergumam. "Ya, mati atau hidup-kah Koji sekarang sungguh bikin orang sangat berkuatir." "Ya, sebab apakah Nyo Ko yang katanya bertemu Kwe Yang didasar jurang, tapi mengapa rombongan Ui Yong tidak menemukannya? Sebab apa dalam waktu tiada satu hari Nyo Ko menghilang tanpa bekas? Kiranya saking berduka dari putus asa karena merasa takkan berjumpa pula dengan Siao liong-li, maka Nyo Ko telah terjun kedalam jurang dengan anggapan pasti akan hancur lebur tubuhnya untuk menghabisi riwayatnya. Tak terduga sampai lama melayang ke bawah, akhirnya terdengar suara "plung" Yang keras, tubuhnya tercemplung masuk kolam air. Betapa tinggi ia terjun dari atas, dengan sendirinya daya tekanan itu amat kerasnya, maka ia tenggelam lurus ke bawah entah berapa dalamnya, mendadak matanya terbeliak, lapat2 seperti dilihatnya ada sebuah gua air, selagi ia hendak menegasi, daya tolak air kolam yang keras luar biasa telah mengapungkan tubuhnya ke atas lagi, pada saat itulah Kwe Yang pun ikut kecemplung ke dalam kolam. Karena kejadian aneh yang susul menyusul itu, maka tanpa pikir Nyo Ko menunggu Kwe Yang mengambang ke atas air, lalu menyeretnya ke tepi serta menanyai "Adik cilik, kenapa kau terjatuh ke bawah sini?" "Melihat kau terjun, aku lantas ikut terjun ke sini," Sahut Kwe Yang. "Tobat! ampun!" Kata Nyo Ko geleng2 kepala. "Apakah kau tak takut mati?". "Kau tak takut mati, akupun tak takut," Sahut Kwe Yang pula dengan tersenyum. Hati Nyo Ko jadi tergerak pikirnya diam2. "Apakah mungkin usia semuda ini ternyata sudah mendalam cintanya padaku?" Berpikir demikian, tanpa merasa kedua tangannya rada gemetar. Tiba2 Kwe Yang mengeluarkan sebuah jarum emas, ia angsurkan pada Nyo Ko dan bertanya. "Toakoko, dahulu waktu kau memberikan tiga jarum padaku, kau bilang setiap jarum ini berlaku bagiku mengajukan sesuatu permintaan padamu dan engkau pasti takkan menolak. Kini aku memohonpadamu. Tidak peduli apakah Liong-cici dapat bertemu kembali denganmu atau tidak, janganlah sekali-sekali kau mencari pikiran pendek." "Apakah jauh2 kau datang dari Siangyang, perlunya melulu untuk memohon hal ini padaku?" Tanya Nyo Ko dengan suara ter-putus2 sambil memandangi jarum emas itu. "Ya, benar," Sahut Kwe Yang penuh girang. "laki2 sejati sekali berkata harus dapat dipercaya, apa yang kau pernah sanggupkan padaku, jangan kau mungkir janji." Nyo Ko menghela napas panjang sekali. seorang hidup ingin mati, tapi dari mati kembali hidup melalui suatu proses tertentu, betapapun tadinya ia berkeras ingin mati, tak mungkin untuk sekali lagi mencari mati, hal ini adalah kelaziman manusia tanpa kecuali. Kini demi dilihatnya sekujur badan Kwe Yang basah kuyup, kedinginan hingga giginya gemertak saling beradu, tapi rasa girang pada wajahnya tidak tertutup oleb semua itu, lekas Nyo Ko mengumpulkan kayu kering hendak menyalakan api, tapi ketikan api yang mereka bawa sudah ikut basah semua, tak bisa digunakan lagt, terpaksa ia berkata. "Adik cilik, kau latihan Lwekang dulu dua kali, supaya hawa dingin tidak menyerang badanmu hingga menimbulkan sakit." "Marilah kita berdua berlatih semua," Sahut Kwe Yang. Lalu merekapun duduk berendeng menjalankan darah dan mengatur napas, Sejak kecil Nyo Ko sudah digembleng tidur di atas batu kemala dingin di dalam kuburan kuno di Cong-lam-san itu, maka sedikit hawa dingin ini bukan apa2 baginya, ia ulur tangan memegang punggung Kwe Yang, maka mengalir hawa hangat melalui "Sin-tong-hiat" Dipunggung anak dara itu dan pelahan2 merata ke seluruh tubuhnya. Tidak lama kemudian, Kwe Yang merasa seluruh badannya hangat kembali dan lebih segar. Lalu Nyo Ko tanya untuk apa anak dara itu datang pula ke Coat-ceng kok. Dengan terus terang Kwe Yang lantas menceritakan pengalamannya. Nyo Ko menjadi gusar, katanya. "Kim-Iun Hoat-ong ini benar2 jahat, marilah kita cari jalan naik ke atas biar Kakak ajar dia hingga setengah mati." Pada saat mereka bicara itulah mendadak dari atas jatuh seekor burung raksasa ke dalam kolam, itulah rajawali jantan, keruan Kwe Yang terkejut, lekas2 mereka memeriksa rajawali itu yang ternyata terluka amat parah. Tak lama, menyusul rajawali betina turun ke bawah dan membawa yang jantan ke atas, ketika untuk kedua kalinya turun pula, Nyo Ko dukung Kwe Yang ke atas punggung binatang itu. ia sangka tentu rajawali itu akan turun pula untuk menjemputnya, siapa tahu ditunggu hingga lama sekali masih tiada sesuatu suara. Sudah tentu tak diketahuinya bahwa saat itu rajawali betina sudah mati menumbukkan diri pada batu cadas menyusul rajawali yang jantan. Menunggu hingga lama dan rajawali betina itu tetap tidak datang, lalu Nyo Ko memeriksa keadaan sekitar kolam itu, tiba2 dilihatnya di atas pohon2 besar berjajar2 beberapa puluh sarang tawon, sarang tawon ini berlipat ganda besarnya daripada sarang tawon biasa, pula tawon2 yang meng-aum2 berseliweran itu ternyata adalah jenis tawon putih yang dulu biasa dipiara Siao liong li di kuburan kuno itu. Tanpa terasa Nyo Ko berseru terkejut dan hingga seketika terpaku di tempatnya. Selang agak lama barulah ia mendekati sarang tawon itu, ia lihat di pinggir sarang tawon terpoles tanah liat, terang buatan manusia, lapat2 dikenalinya sebagai karya Siao-liong-li. Nyo Ko tenangkan semangatnya, ia pikir. "Jangan2 dahulu ketika Liong-ji terjun ke bawah sini, lalu ia bertempat tinggal di sini?" - tapi ketika ia periksa sekitarnya, tempat ini melulu dinding tebing curam bagai di dasar sebuah sumur saja, di atas penuh kabut putih yang menutupi sinar matahari. Nyo Ko coba ketok2 dan mencari sesuatu tanda pada dinding bata itu, tapi tiada sesuatu yang mencurigakan hanya ada beberapa pohon yang kulitnya seperti pernah dikeletek orang, pula ada tetumbuhan seperti pernah dicangkok ketempat lain, sesaat itu rasa suka duka berkecamuk memenuhi benaknya, hatinya ber-debar2, kini ia yakin bahwa Siao liong li pun pernah tinggal di sini, cuma sudah lewat 16 tahun lamanya, sampai har iini apakah orangnya masih sehat walafiat, siapa yang tahu? Biasanya Nyo Ko tidak percaya setan malaikat segala, tapi, dalam cemasnya ia berlutut dan komat-kamit berdoa. "Thian yang maha kasih, ber-kahilah aku untuk bertemu sekali lagi dengan Liong ji." Setelah berdoa, Nyo Ko mencari lagi sebentar, tapi tetap tidak ditemukan sesuatu, ia duduk di atas pohon dan berpikir "Jika Liong-ji sudah mati, seharusnya tertinggal juga kerangka tulangnya di sini, kecuali kalau tulangnya tenggelam di dalam kolam." Berpikir sampai di sini, mendadak ia melompat turun, ia berkata. "betapapun juga pasti akan kuselidiki sampai segalanya menjadi jelas, sebelum melihat tulang-belulangnya, hatiku belum lega." Segera ia menerjun ke dalam kolam terus menyelinap ke dasarnya. Makin dalam makin dingin rasanya di bawah kolam itu, meski Nyo Ko tidak takut dingin, tapi daya tolak air dibagian bawah terlalu kuat, walaupun beberapa kali Nyo Ko berusaha menerjang ke bawah, tapi tetap tak bisa mencapai dasarnya, sedangkan napasnya sudah makin memburu, terpaksa ia apungkan diri keatas, setelah merangkul sepotong batu besar, kembali ia terjun pula ke dalam kolam. Sekali ini orangnya berikut batunya terus tenggelam dengan cepat, mendadak pandangannya terbeliak, pikiran Nyo Ko tergerak, lekas2 ia menyelidiki ke arah yang terang, tiba2 terasa pusar air yang menggulung tubuhnya terus terhanyut dengan ketatnya, ternyata di tempat yang terang itu memang ada sebuah gua. Nyo Ko melepaskan batu besar yang dirangkulnya itu, segera ia menyelam ke gua itu, ternyata gua itu menembus miring ke atas, cepat Nyo Ko mengapungkan diri mengikuti lorong gua itu, selang sejenak, tahu2 kepalanya sudah menongol ke permukaan air, sinar matahari menyorot dengan terangnya, bunga semerbak mewangi, ternyata di situ terdapat suatu "dunia luar" Ia tidak lantas mendarat, ia melihat sekitarnya pemandangan menghijau permai, bunga mekar menarik, tempat itu seperti sebuah taman bunga yang besar, tapi di sekitarnya tiada suatu bayangan orangpun. Girang dan kejut Nyo Ko, cepat ia melompat keluar air, kemudian terlihat olehnya di tempat sejauh beberapa puluh tombak sana terdapat beberapa buah rumah petak. Nyo Ko berlari ke sana, tapi mendadak ia berhenti pula, lalu selangkah demi selangkah ia mendekati rumah2 petak itu, dalam hati ia pikir. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jika dalam rumah2 petak ini tetap tidak diperoleh beritanya Liong-ji, lalu bagaimana baiknya?" Makin dekat dengan rumah2 itu, jalannya makin lambat, dalam hati ia kuatir kalau2 harapannya yang terakhir inipun buyar "Akhirnya sampai juga di depan rumah petak, waktu ia dnogarkan sekitarnya, sunyi senyap, tiada suara orang, tiada berkicaunya burung, hanya suara mendengungnya tawon yang pelahan. Dengan tabahkan diri, Nyo Ko lantai menegur beberapa kali, namun tiada jawaban dari rumah itu, pelahan Nyo Ko dorong daun pintu rumah, maka terpentanglah pintu itu dengan mengeluarkan suara kriat-kriut. Ketika Nyo Ko melangkah masuk, sekilas saja ia pandang ke dalam, tak tahan lagi sekujur badannya mendadak tergetar ia lihat panjangnya dalam rumah sangat sederhana, tapi rajin dan resik luar biasa. Di tengah ruangan hanya sebuah meja dua sebuah kursi, lain tidak. Tapi letak meja kursi itu ternyata sudah sangat dikenalnya, serupa benar dengan keadaan meja kursi diruangan batu dalam kuburan kuno. Tanpa pikir Nyo Ko berjalan membelok ke kanan, betul saja di sana adalah sebuah kamar, lewat kamar ini ada lagi sebuah kamar yang lebih "besar" Sebagian meja-kursi dan pembaringan di dalam kamar ini sama saja seperti apa yang terdapat di kamar tidur Nyo Ko di kuburan kuno dahulu, cuma perabot rumah di kuburan kuno itu seluruhnya terbuat dari batu, sedangkan yang di sini terbikin dari kayu. Sesudah masuk kedalam kamar itu, sambil me-rabai alat2 perabot kamar itu, air mata Nyo Ko sudah mengembeng, kini tak dapat ditahan !agi, air matanya meleleh membasahi pipinya. Tiba2 terasa sebuah tangan yang halus lemas tetesan2 membelai rambutnya, lalu suatu suara lemah lembut telah menanya padanya. "Ko-ji urusan apakah yang membuat kau sedih?" Suara itu, lagunya, cara membelai rambutnya, seluruhnya mirip benar dengan cara Siao-liong-ii dahulu bila sedang menghiburnya, Mendadak Nyo Ko membalik tubuh, maka tertampaklah di depannya berdiri seorang perempuan berbaju putih, kulit badannya putih bagai salju, mukanya cantik bagai bunga sedang mekar, siapa lagi dia kalau bukan Siao-liong li yang dirindukannya siang dan malam selama 16 tahun ini? Kedua orang saling menjublek sekian saat, lalu sama2 berseru pelahan terus saling rangkul. Sungguh2. atau mimpikah ini? Benar2 ataukah khayal? Yang jelas rasa rindu selama 16 tahun ini seketika itu tak bisa diutarakan seluruhnya? Lewat agak lama barulah Nyo Ko berkata. "Liong-ji wajahmu masih tetap cantik molek, tapi aku sudah tua." "Tidak, kau tidak tua," Sahut Siao liong li dengan pandangan penuh arti. "Tapi aku punya Ko-ji kini sudah dewasa," Sebenarnya umur Siao-liong-It banyak lebih tua daripada Nyo Ko, tapi sejak kecil ia sudah berdiam di Ko bong atau kuburan kuno dan belajar Lwekang dari gurunya, segala cita rasa dan napsu sudah di hilangnya jauh2, sebaliknya Nyo Ko sejak kecil sudah kenyang menderita dan banyak berduka, maka ketika keduanya kawin, wajah mereka tampaknya sepadan. Dan setelah menikah hingga berpisah selama 16 tahun, Nyo Ko merana dan merantau kemana2, siksaan batin itulah yang membikin rambut di kedua pelipisnya sudah mulai memutih, sebaliknya Siao liong-Ii yang tinggal di tengah jurang, walaupun tidak kurang derita rindunya, tapi latihan selama berpuluh tahun di masa kecilnya itu tidaklah percuma, malahan ia kembali berlatih Lwekang ajaran gurunya dahulu tidak banyak berpikir dan sedikit urusan, seorang diri tinggal di dalam jurang rasanya juga tidak begitu sunyi, kini mereka bersua kembali, Nyo Ko malahan tampaknya lebih tua. Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Karya Hong San Khek Perintah Maut Karya Buyung Hok Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo