Kembalinya Pendekar Rajawali 81
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 81
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Sudah 16 tahun Siao-liong li tidak berbicara, kini meski sangat girang hatinya, tapi rasanya menjadi tidak lancar hendak ber-cakap2. Tapi bicarapun tidak perlu buat mereka, hanya saling pandang sambil tersenyum penuh arti, sampai akhirnya Nyo Ko menarik tangan Siao-Liong li dan diajaknya keluar. "Liong ji, alangkah girangku!" Kata Nyo Ko kemudian, mendadak ia jumpalitan beberapa kali bagai anak kecil. Memang waktu kecilnya Nyo Ko suka berjumpalitan seperti ini dan Siaoliong-li suka gunakan tangannya untuk mengusap keringat di jidatnya, kini tanpa terasa iapun keluarkan saputangan mengusap beberapa kali di jidat Nyo Ko, walaupun sebenarnya Nyo Ko tidak berkeringat. Waktu Nyo Ko periksa sapatangan itu, ia lihat terbuat dari serat kulit pohon yang kasar, karena itu ia dapat membayangkan betapa menderitanya Siao-liong li hidup selama 16 tahun di lembah terasing ini, ia menjadi terharu, ia mem-belai2 rambut Siao-liongli dan bertanya. "Liong-ji, sungguh menderita sekali kau selama 16 tahun ini." Siao liong li menghela napas, sahutnya. "jika aku tidak dibesarkan di kuburan kuno itu, selama 16 tahun ini pasti tak sanggup bertahan." Apa yang dikatakan ini memang benar, kalau umpamanya Nyo Ko yang harus tinggal seorang diri di lembah sunyi ini, sekalipun tinggi ilmu silatnya tak nanti sanggup hidup sendiri selama 2-3 tahun. Harus diketahui sejak kecil Siao liong-li dibesarkan didalam istana kuburan kuno, meski mula2 ada Suhu dan Sun-popo yang merawatnya, dan kemudian berkawankan Nyo Ko, tapi ia sudah biasa hidup bebas sendirian, sedikit sekali bersandar pada orang lain. Dan karena hidup sepi dalam panjang itulah dapat ia bertahan melewatkan penghidupan ymg tak mungkin ditahan oleh orang lain. Begitu mereka berdua duduk berendeng diatas batu besar dan saling mengutarakan rasa rindu selama ini... Dahulu waktu mengetahui Siao liong-li terlalu mendalam terkena racun dan sukar disembuhkan lagi, Nyo Ko menjadi putus asa, iapun tidak ingin hidup lagi tanpa Siao liong li, walaupun ia sendiri jaga terkena racun Coat-hoa atau bunga cinta, ia sengaja buang separoh obat pil "Coat ceng-tan" Yang bisa menyembuhkan racun yang diidapnya. Melihat itu, malamnya Siao-liong-li tidak bila tidur, ia pikir pergi datang, ia tahu kecuali ia sendiri mati dulu untuk melenyapkan harapan Nyo Ko barulah ada kemungkinan menyembuhkan racun Ceng-hoa di dalam badannya. Tapi kalau ia perlihatkan tanda membunuh diri, itu berarti mempercepat kematian Nyo Ko juga. ia berpikir terus hingga jauh malam, akhirnya ia mengukir beberapa baris huruf itu dikarang Toan jong-khe, ia sengaja "menetapkan janji pertemuan kembali sesudah 16 tahun lagi, habis itu barulah ia terjun ke dalam jurang untuk membunuh diri. "Kenapa kau menjanjikan 16 tahun? jika kau berjanji 8 tahun saja, bukankah kita akan bertemu kembali lebih dari 8 tahun?" Tanya Nyo Ko gegetun. "Aku tahu cintamu padaku terlalu mendalam kalau melulu 8 tahun yang singkat itu, pasti takkan padamkan watakmu yang kesap bagai api," Sahut Siao-liong-li. "Ai, siapa nyana meski sudah 16 tahun, akhirnya kau tetap terjun kemari." "Ya, itulah tandanya orang lebih baik cinta murni," Ujar Nyo Ko tertawa. "Umpama rasa rindu ku padamu menjadi dingin, paling banyak aku menangis di atas karang, lalu pergi, dengan begitu kita menjadi takkan bertemu lagi untuk selama-lamanya." Siao-liong li menghela napas panjang oleh nasib mereka yang diluar dugaan ini. Mereka terdiam agak lama, kemudian Nyo Ko tanya pula. "Dan sesudah kau terjun ke dalam kolam ini, lantas bagaimana?" "Dalam keadaan sadar-tak-sadar aku jatuh ke dalam kolam, ketika mengapung ke atas lantas terbawa oleh pusaran air masuk gua es itu dan terhanyut sampai di sini, sejak itu aku lantas hidup sendirian" Tutur Siao liong li. "Di sini tiada burung maupun binatang, tapi di dalam kolam itu tidak sedikit terdapat ikan, juga buah2an disekitar sini tidak pernah habis, cuma tiada kain, terpaksa harus mengupas kulit pohon untuk ditenun menjadi baju." "Tatkala itu bukankah kau terkena racun "Peng-pek-gin-ciam" Dan racunnya sudah meresap, di dunia ini tiada obat yang bisa menyembuhkan lagi, tapi kenapa bisa menjadi baik di dasar lembah ini?" Tanya Nyo Ko. "Waktu aku sampai di sini, beberapa hari kemudian racun dalam badan lantas bekerja hebat, seluruh tubuh se akan2 dibakar, kepala sakit hendak pecah, rasanya tidak tahan lagi, tapi lantas teringat waktu malam pernikahan kita di kuburan kuno itu kau telah mengajarkan cara duduk diatas ranjang kemala dingin untuk menjalankan aliran darah secara terbalik, meski tidak dapat menolak keluar racun, tapi rasa menderita banyak berkurang," Demikian tutur Siao liong-li. "Namun di sini tiada ranjang kemala dingin, yang ada hanya es beku yang entah berapa tuanya di dasar kolam air itu, aku, lantas menyelam kembali ke dasar kolam dan masuk gua es itu, aku berdiam sebentar di sana. Kadang2 akupun datang ke tepi kolam ketika terjatuh mula2 itu, aku menengadah ke atas dengan harapan bisa memperoleh sedikit kabarmu. Pada suatu hari, tiba2 kulihat beberapa ekor tawan terbang turun menembus kabut yang menutupi permukaan jurang itu, terang itulah tawon tinggalan Lowan-tong yang dibawanya main2 ke Coat-ceng-kok itu, aku menjadi ketarik, segera aku buatkan sarang dan memeliharanya. BeIakangan makin banyak tawon yang datang dan setiap kali aku minum madu tawon yang aku unduh, rasa sakit badanku lantas banyak berkurang, sungguh tidak nyana kasiat madu tawon ini ternyata sangat mujarab untuk memunahkan racun. Begitulah aku meminum madu tawon dalam jangka panjang, kumatnya racun dalam badan juga berkurang, mula2 setiap hari kumat, lalu beberapa hari kumat sekali, kemudian hingga beberapa bulan sekali, paling akhir selama 5-6 tahun ini, satu kali saja tak pernah kumat lagi, agaknya sudah sembuh." "Ah, itulah tandanya orang berhati baik tentu dibalas baik," Ujar Nyo Ko senang. "Coba kalau dahulu kau tidak hadiahkan tawon pada Lo-wan-tong dan ia tak membawanya ke Coat ceng-kok, tentu penyakitmu pun takkan bisa sembuh." "Dan sesudah sembuh penyakitku..." Demikian Siao-liong-li melanjutkan "aku jadi sangat rindu padamu, tapi sekitar jurang itu tingginya beratus tombak dan terdiri dari dinding2 tebing yang curam, cara bagaimana bisa naik ke atas? Maka dengan duri bunga aku menisik enam huruf "Aku berada didasar Coa ceng-kok" Di atas sayap tawon putih itu dengan harapan sesudah tawon itu terbang ke atas akan diketemukan orang. Selama beberapa tahun ini sudah beribu ekor tawon yang kutisik tulisan di atas sayapnya, tapi tetap tiada kabar berita yang dibawanya kembali, makin lama aku semakin putus asa, aku merasa hidup ini takkan bisa melihat kau lagi." "Ah. akupun terlalu ceroboh, kalau begitu," Seru Nyo Ko mendadak sambil tepuk paha penuh menyesal "Setiap kali kudatangi Coat ceng-kok, selalu aku melihat tawon putih, tapi selamanya tak pernah menangkapnya seekor untuk diperiksa." "Sebenarnya hal itupun timbul dari pikiranku yang sudah kehabisan akal," Sahut Siao-liong-Ii tersenyum. "Padahal siapa bisa menduga bahwa di atas badan binatang sekecil itu tertisik tulisan? Begitu lembut tulisan itu, sekalipun beratus tawon itu terbang lewat di depan matamu juga takkan kau perhatikan. Harapanku hanya kalau2 kebetulan ada seekor tawon itu masuk jaring lahan2 dan Thian menaruh belas kasihan sehingga dapat kau lihat serta menolongnya, tatkala itu tentu tulisan di atas sayapnya akan dapat kau baca." Ia tidak tahu bahwa tulisan disayap tawon itu akhirnya dapat diketahui oleh Ciu Pek-teng yang suka main2 piara tawon itu dan arti tulisan itu kena diterka oleh Ui Yong yang kecerdasannya melebihi orang biasa. Begitulah, setelah lama ber-cakap2, akhirnya menjadi lapar, Siao liong-li mengajaknya masuk rumah dan menyuguhkan senampan ikan, ada pula buah2an dan madu tawon. Setelah kenyang makan barulah ganti Nyo Ko menceritakan pengalamannya selama 16 tahun ini. Siao-liong-li sendiri biasanya tidak banyak menghiraukan soal2 keduniawian, yang diharap asal dia dapat bertemu kembali dengan Nyo Ko dan rasanya sudah puas, maka sekalipun cerita Nyo Ko itu kadang2 mengenai kejadian aneh dan hal2 lain yang mendebarkan hati, paling2 Siao-liong li hanya tersenyum saja, cerita2 itu bagai angin lalu saja di-tepi telinganya. sebaliknya Nyo Ko terus menerus bertanya tentang segala sesuatu selama Siao-liong-li tinggal di dasar jurang ini. Sepanjang malam mereka pasang omong hingga hari sudah hampir pagi barulah mereka tidur. Waktu mendusin, hari sudah lewat lohor, kata Nyo Ko. "Liong ji, kita akan hidup sempai tua di sini atau berdaya kembali kedunia fana di atas sana!" Menurut pendapat Siao-liong-li, ia lebih suka hidup aman tenteram dengan Nyo Ko di jurang ini, tapi Nyo Ko suka keramaian, betapapun cintanya pada Siao-liong-li, tetap tak biasa hidup sunyi terpencil. Maka kata Nyo Ko pula. "Lebih baik kita berusaha naik saja, kalau di atas sana tidak menyenangkan nanti kita kembali ke sini lagi, cuma... cuma untuk naik ke atas kiranya sangatlah sulit," Ia menyelam lagi ke tepi kolam melalui gua es itu, maka tertampaklah dari atas menjulur seutas tambang yang sangat panjang, di tepi kolam terdapat bekas2 kaki orang, malahan ada segunduk api unggun yang apinya masih belum sirap sama sekali" "Ah, ada orang datang mencari kita, malahan sudah menyelam ke dalam kolam," Kata Nyo Ko. Ia mengitari tepi kolam itu, tiba2 dilihatnya ada batang pohon besar terdapat ukiran dua baris tulisan yang berbunyi. It-teng, Pek-thong, Eng Koh, Yong, Eng, Bu - siang, ke sini mencari Nyo Ko tidak ketemu dan pulang dengan masgul." Nyo Ko menjadi sangat terharu, katanya. "Mereka ternyata tak pernah melupakan diriku!" "Ya siapapun tiada yang lupa padamu," Ujar Siao-liong-Ii "Mereka telah melorot ke bawah sini dengan tambang panjang ini, meski sudah menyelam, tapi karena tidak melompat dari tempat setinggi ratusan tombak, daya tenggelamnya tidak dalam, maka gua es itu tak mereka lihat," Kata Nyo Ko. "Coba, kalau akupun turun dengan memakai tambang, tentu takkan dapat menemukan kau." "Ya, makanya aku bilang segala apa memang sudah takdir," Sahut Siau-liong-li. "Tidak, ini namanya di mana ada kemauan, batupun akan luluh karenanya," Kala Nyo Ko. Lalu ia mencoba tarik tambang itu dan ternyata sangat kuat, maka katanya pula. "Biar aku naik dulu, entah Kimlun Hoat-ong itu di atas tidak, Tapi kalau It-teng Tay-su dan Lo-wan-tong sudah kesitu agaknya Hoat-ong sudah kabur pergi." Habis ini ia bertanya lagi. "Liong-ji, ilmu silatmu telantar tidak? jika tak dapat kau memanjat, biar kupanggul kau." "Meski selama 16 tahun tiada kemajuan, tapi apa yang dulu kupelajari rasanya masih tetap," Sahut Siao-liong li. Nyo Ko berpaling sambil tertawa, lalu ia pegang tambang panjang itu, sedikit ia gunakan tenaga, cepat ia melompat ke atas lebih setombak tingginya. Meski lenganya tinggal sebelah, tapi dibantu kedua kakinya, tidak lama ia sudah panjat sampai di-atas jurang, Menyusut Siao-liong li pun merambat naik dengan tali tambang itu. Kedua orang berdiri sejajar di depan karang Toan jong-khe, sambil memandangi dua baris tuIisan-yang diukir Siao-liong-Ii dahulu didinding batu itu, sungguh mereka merasa seperti baru hidup kembali. Mereka tertawa saling pandang, betapa suka ria hati mereka saat itu, rasa penderitaan selama 16 tahun ini sudah buyar seluruhnya bagai asap ter-tiup angin. Nyo Ko memetik setangkai bunga merah "Liong-li-hoa" Dan disuntingkan pada sanggulnya, bunga merah di atas kulit badan yang putih, seketika sukar diketahui apakah bunga merah itu yang menambah kecantikan orangnya atau wajah orang yang cantik itu yang menambah keindahan bunganya? * * * Kembali berceritera tentang Kim lun Hoat-ong yang membangun sebuah panggung tinggi diluar kota Siangyang dan hendak membakar Kwe Yang untuk memaksa Kwe Cing takluk pada pihak Mongol dan Ui Yok-su bilang akan mengatur suatu "barisan 28 bintang2 untuk menempur musuh. Kwe Cing telah melaporkan hal itu pada gubernur militer kota Lu Bun-hwan agar memberi mandat, supaya Ui Yok su dapat mengatur siasat dan membagi tugas pada para perwira dan prajurit. Tatkala itu para ksatria yang hadir sudah bubar sebagian besar, yang masih tinggal di situ seluruhnya adalah pahlawan2 yang berjiwa patriot, maka semuanya berkumpul di lapangan militer menunggu perintah. "Mereka mengerahkan 40 ribu orang untuk mengepung panggung, kalau kita pakai orang yang banyak, jika kita menang rasanya juga tidak mengherankan ," Kata Ui Yok-su. "Maka kitapun hanya perlu 40 ribu orang, menurut Sun Cu, yang penting mahir mengatur, satu lawan satu, apa susahnya?" Maka Ui Yok-su lantas naik ke atas podium panglima, katanya pula. "Barisan bintang2 kita ini seluruhnya terbagi dalam lima kesatuan menurut hitungan pancabuta." "Habis ini, segera ia kumpulkan semua komandan pasukan, ia memberi petunjuk dan penjelasan seperlunya, katanya lagi. "Perubahan2 kita yang sangat ruwet ini seketika sukar dipahami, tapi pertempuran hari ini harus dipimpin oleh lima tokoh silat terkemuka yang paham perobahan pancabuta, komandan pasukan harus menurut petunjuk kelima pemimpin dan menjalankan perintahnya." Maka pergilah para komandan pasukan itu dengan menerima perintah itu. Lalu Ui Yok-su mulai membagi tugas, katanya. "Kesatuan tengah tergolong bumi, dipimpin oleh Kwe Cing dengan jumlah prajurit delapan ribu orang, pasukan ini harus mengarah bagian tengah musuh, tujuannya menolong Kwe Yang, tidak perlu harus menghancurkan musuh. Setiap prajurit membawa kantong pasir, begitu menyerbu sampai di bawah panggung, segera gunakan pasir untuk menyirapkan api yang berkobar untuk menolong anak dara di atas panggung itu." Kwe Cing terima tugas itu dan berdiri ke samping. "Dan kesatuan jurusan selatan tergelong api," Demikiin Ui Yok-su melanjutkan "Harap It-teng Taysu yang memimpin delapan ribu orang. pasukan ini yang seribu orang melindungi pimpinan, tujuh ribu orang lainnya terbagi menjadi tujuh regu, masing2 dipimpin oleh Cu Culiu, Bu Sam-thong, Su-sui Hi-un, Bu Tun-si dan Bu Siu-bun serta kedua isteri mereka, Yalu Yan dan Wanyen Peng." It-teng Taysu dan Cu Cu-liu cs. juga menerima perintah itu dan pergi mengatur tentaranya masing2. Lalu kata Ui Yok-su pula. "Barisan utara tergolong air, di bawah pimpinan Ui Yong dengan delapan ribu orang, seribu diantaranya mengawal pimpinan, tujuh ribu orang lainnya terbagi di bawah Yalu Ce, Nio Tianglo, Kwe Hu dan para Tianglo lain dari Kay-pang." Ui Yong pun menerima perintah itu dengan baik, Kesatuan ini terdiri dari anak murid Kaypang sebagai kekuatan inti, rata2 orangnya berkepandaian tinggi. Sesudah membagi ketiga kesatuan tadi, kemudian Ui Yok-su meneruskan "Dan jurusan timur tergolong hawa, kesatuan ini biar aku Tang-sia Ui Yok-su sendiri yang memimpinnya, jumlah orangnya juga delapan ribu." Semua orang pikir, jurusan timur dipimpin Tang sia, Lam-te mengepalai selatan, sedang anak murid Pak-kay menduduki utara. Kwe Cing adalah panglima pusat, memangnya dia juga murid keturunan Ong Tiong-yang, cara mengatur Ui Yok su itu memang tepat. Tapi masih ada jurusan barat, gerangan siapakah yang akan mengepalai jurusan ini? Sementara terdengar Ui Yok-su berkata pula. "Dan jurusan barat akan dipimpin oleh pejabat ketua Coan-cin-kau, Li Ci-siang." Mendengar ini, semua orang merasa baik soal kepandaian maupun tenarnya nama, pimpinan jurusan ini jauh lebih lemah daripada yang lain2. Pada saat itulah tiba2 terdengar seorang ber-teriak. "Hai, Ui-Iosia, kenapa kau jadi lupa padaku?" Waktu dipandang, kiranya yang bersuara itu adalah Lo-wan-tong Ciu Pek-thong. "Ciu-heng," Sahut Yok-su, lukamu belum sembuh, belum dapat bekerja berat, sebenarnya jurusan barat ini harus kau pimpin, tapi..." "Ah, hanya luka kecil saja, kenapa dipikirkan?" Sahut Pek thong cepat "Biarlah aku memimpin jurusan barat itu saja, He,Ci-siang, apa kau berani berebut dengan aku?" "Tecu tak berani," Sthut Li Ci-siang sambil memberi hormat. "Emangnya aku sudah tahu kau takkan berani" Ujar Pek-thong tertawa. Habis itu segera ia ambil panah tanda tugas dari tangan Li Ci-siang. Terpaksa kata Ui Yok-su kemudian. "jika begitu, hendaklah Ciu heng suka ber hati2 Kaupun memimpm delapan ribu orang, seribu di antaranya harap Eng Koh suka memimpinnya untuk mengawal kau, tujuh regu lain biar dipimpin masing2 oleh Li Ci-siang dan anak murid Coan cin kau yang lain." Habis membagi tugas, lalu Ui Yok-su memerintahkan semua prajurit menerima perlengkapan seperlunya ke gudang, bila kemudian bendera kebesarannya memberi tanda, 40 ribu orang terbagi dalam 5 jurusan timur, barat, utara selatan dan tengah. Dengan suara lantang ia memberi petuah agar parajurit2 itu bertempur mati2an menghancurkan musuh. Segera anjuran itu disambut dengan sorak-sorai yang bergemuruh penuh semangat Ketika meriam berdentum tiga kali, empat pintu benteng terbuka, lima pasukan itu lantas keluar berbareng. Perubahan barisan bintang2 ini ternyata aneh sekali, pasukan timur itu setiap orangnya menggendong sepotong kayu cagak yang panjang, ketika sudah menyerbu mendekati sebelah timur panggung, seribu perajuritnya lantas gunakan perisai untuk menahan panah musuh, sedang tujuh ribu orang lainnya segera gunakan cagak kayu dan dipasang disitu menurut petunjuk Ui Yok-su yang telah mengaturnya menurut perhitungan Pat-kwa dan pancabuta, maka sekejap saja bagian timur panggung itu sudah tertutup. Pasukan jurusan barat berinti anak murid Coancin-kau, para Tosu itu memang sudah paham barisan bintang2, maka terlihatlah sinar pedang gemerlapan hingga terpaksa perajurit MongoI menghamburkan panah untuk mencegah lajunya. Mendadak terdengar suara teriakan bergemuruh di bagian utara, itulah Ui Yong yang memimpin anak murid Kaypang dengan membawa banyak sekali pipa air terus semprotkan air berbisa ke tubuh perajurit musuh. Racun air yang disemprotkan itu ternyata sangat jahat, seketika sangat sakit tubuh yang terkena, sebentarpun melepuh dan bernanah, karena tak tahan, perajurit Mongol lari tunggang langgang mundur ke selatan. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi tiba2 terlibat bagian selatan asap mengepul tinggi Kiranya It-teng Taysu bersama delapan ribu anak buahnya telah melakukan serangan dengan api, menggunakan sebangsa belerang dan bahan lain yang mudah terbakar, api menyembur terus dari bumbung besi yang khusus mereka bawa. Melihat gelagat jelek, segera perajurit Mongol mundur ke bagian tengah. Namun Kwe Cing sudah siap, ia pimpin delapan ribu orangnya dan maju pelahan, ketika dilihatnya keadaan pasukan musuh kacau, segera ia mengerahkan pasukannya menerjang ke tengah menuju ke panggung. Pada saat itulah tiba2 terdengar disamping panggung itu suara tiupan tanduk, sekali berteriak dari dalam parit yang sengaja digali itu menongol keluar berpuluh ribu topi baja. Kiranya pimpinan pihak Mongol juga pandai mengatur siasat, kecuali di sekitar panggung jelas kelihatan 40 ribu orang, tapi di dalam tanah galian itu bersembunyi lagi beberapa puluh ribu perajurit Iain. Dari jauh Kwe Cing menyangka itu hanya parit biasa yang digali musuh, siapa tahu justru di situlah tersembunyi kekuatan cadangan musuh. Karena itulah, terdesaknya pasukan Mongol tadi segera berubah, meski barisan bintang2 itu dapat menerjang kacau pasukan musuh, tapi kalau hendak membasminya jelas tak bisa lagi. Maka terdengarlah genderang dipukul dengan kerasnya, pasukan Song dan Mongol telah saling tempur, pasukan penjaga disamping panggung lantas menghamburkan panah hingga beberapa kali Kwe Cing terpaksa harus mundur kembali. Setelah hampir sejam kedua pihak bertempur dengan sengitnya, mendadak Ui Yok-su mengibarkan bendera hijau, se-konyong2 pasukan sebelah timur berganti menyerang keselatan, pasukan barat menggempur ke utara, karena perubahan barisan ini, kembali pasukan musuh menjadi kacau lagi. Meski perajurit Song hanya 40 ribu orang, tapi pertama karena barisan bintang2 ini sangat hebat, kedua dipimpin oleh jago2 silat terkemuka pada jaman ini, ketiga, setiap perajurit Song merasa berterima kasih pada Kwe Cing suami-isteri, mereka bertekad akan menolong puteri kesayangannya. Oleh sebab itulah meski jumlah orang Mongol berlipat ganda namun tidak sanggup menahannya. Sesudah berlangsung agak lama, mendadak Ui Yok-su bersiul panjang dan keras, bendera isyarat mengebas beberapa kali, pasukan berpanji hijau mundur ke tengah, pasukan panji merah menuju ke sebelah barat, pasukan panji kuning berganti ke utara, panji putih menggempur bagian timur, panji hitam mengarah ke slatan, kembali barisan berubah lagi. Dari atas panggung Kim-lun Hoat-ong dapat menyaksikan pertempuran hebat di bawah panggung itu, dalam hati diam2 ia terperanjat sekali, Pikirnya. "Sungguh tidak nyana di daerah Tionggoan ternyata terdapat orang kosen seperti ini, sejak kini tak berani lagi aku memandang sepele orang Tionggoan." Sementara itu dilihatnya perajurit2 Mongol yang mati atau luka makin lama makin banyak, pasukan panji kuning terus mendesak ke panggung itu, walaupun ia gunakan Kwe Yang sebagai sandera, tapi toh tidak tega benar2 membakarnya, ia menoleh dan memandang anak dara itu, ia lihat meski kedua kaki dan tangan terikat, tapi kepala anak dara mendongak, sikapnya gagah tak gentar sedikitpun. "Kwe Yang cilik," Seru Hoat-ong. "lekas kau minta ayahmu menyerah, aku akan menghitung dari satu sampai sepuluh, jika ayahmu tidak takluk, segera aku memberi perintah membakarmu." "Apa kehendakmu boleh sesukamu. jangankan satu sampai sepuluh, kau boleh menghitung satu sampai seribu atau sejuta juga aku tak peduli," Sahut Kwe Yang dingin. "Hm, apa kau kira aku tak berani membakar kau?" Hoat ong menjadi gusar. "Haha, sungguh kasihan kau ini," Jengek Kwe Yang tiba2. "Kasihan apa kau bilang?" Bentak Hoat ong. "Ya,kasihan. Sebab kau tak sanggup melawan ayahku, tak sanggup menandingi Gwakongku Ui-losia, tak lebih unggul dari pada Itteng Taysu, tak berani pada Toakokoku Nyo Ko, paling2 kau hanya mampu meringkus aku disini," Demikian Kwe Yang meng-olok2. "Caramu ini, biarpun seorang perajurit Siangyang kami juga tidak sudi melakukan ini Hoat-ong,aku justeru ingin menasehatkan kau." "Apa? Nasihat?" Seru Hoat-ong sengit "Ya," Sahut Kwe Yang. "Manusia hidup seperti kau ini apa artinya? Ada lebih baik kau terjun ke bawah panggung dan membunuh diri saja!" Kwe Yang tidak pikirkan mati-hidupnya lagi, sejak kecil memang tajam kata2nya, selamanya tak pernah kalah adu muIut, keruan kini Hoat-ong kewalahan saking gusarnya serasa dadanya akan meledak. "Wahai, dengarlah Kwe Cing!" Segera ia berteriak keras2. "Aku akan menghitung dari satu sampai sepuluh, apabila kau masih belum mau takluk, segera ku perintahkan membakar panggung ini." "Boleh kau lihat apakah aku Kwe Cing manusia yang suka takluk atau bukan?" Sahut Kwe Cing. "Wahai, Kim lun Hoat-ong!" Tiba2 Ui Yok-su menyambung. "Kau salah menaksir musuh, inilah ketidak pintaranmu, Kau menghina seorang dara cilik, ini namanya tidak berbudi." "Kau tak berani bergebrak terang2an dengan kami untuk menentukan menang atau kalah, ini namanya tidak berani." "Manusia yang tidak pintar, tidak berbudi, tiada keberanian tapi masih berani kau bicara tentang pahlawan dan ksatria segala? Kau tertangkap oleh kami di Coat ceng-kok. untuk menyelamatkan jiwamu kau telah menyembah "ping-pitulikur" (27-kali) kepada Kwe Yang cilik, kemudian kau di-ampuninya. Haha, manusia takut mati dan tamak hidup semacam kau ini ternyata masih ada muka untuk menjadi Koksu (iman negara MongoI) segala?" Sebenarnya tentang menyembah minta ampun kepada Kwe Yang segala tiada pernah terjadi, tapi Ui Yok-su sengaja gembar-gembor di hadapan umum, di depan pasukan MongoI, agar Hoat-ong serba salah, hendak mendebat, sulit, tidak mendebat, juga salah. Bangsa Mongol justru paling menghormati orang gagah berani dan pandang hina pada manusia pengecut, kini mendengar gemboran Ui Yok-su itu tanpa terasa banyak yang menengadah ke atas panggung dengan pandangan hina. Ui Yok-su sudah berpikir panjang, sebelum berangkat ia sudah minta Ui Yong menterjemahkan kata2 untuk meng-olok2 Hoat-ong ini ke-dalam bahasa Mongol. Kini digemborkaanya dihadapan berpuluh ribu perajurit yang sedang bertempur itu sehingga terdengar jelas. Dan karena mendengar pemimpin dipihak sendiri adalah manusia rendah dan hina, tanpa terasa pasukan Mongol menjadi kurang semangat, sebaliknya perajurit Song semakin gagah menyerbu musuh. Melihat gelagat jelek, Kim-Iun Hoat-ong yang berada di atas panggung itu segera berteriak lagi. "Wahai, Kwc Cing, dengar kau, aku akan menghitung dari satu sampai sepuluh, apabila kata2 "sepuluh" Terucapkan, puteri kesayanganmu segera akan terbakar menjabi arang. Nah, satu., .... dua... ...tiga.... empat... lima..." "Begitulah setiap kata2 diucapkan ia sengaja berhenti sejenak dengan harapan Kwe Cing yang tak tahan oleh desakan itu akan menyerah atau sedikitnya juga akan patah semangat, lalu tak berani bertempur lagi. Dilain pihak, Kwe Cing, Ui Yok-su, It-teng Taysu, Ui Yong, dan Ciu Pek-tong yang memimpin lima pasukan, ketika mendengar Hoat ong mulai menghitung, sedangkan di bawah panggung beratus serdadu Mongol sudah mengangkat obor mereka tinggal menunggu komando. bila tanda diberikan segera panggung itu akan dibakar Karena itu Kwe Cing dan lain2 menjadi kuatir dan gusar, mati2an mereka menerjang ke depan panggung buat menolong Kwe Yang. Tapi barisan pemanah bangsa Mongol yang terkenal tangkas itu sudah siap, di bawah hujan panah itu segera terlihat Su-sui Hi-un, Nio tianglo, Bu Siu-bun cs, terluka panah semua, malahan ada beberapa anak murid Kay pang dan Coan-cin-kau yang gugur. Sebelumnya Ui Yong sudah suruh Kwe Hu meminjamkan "Nui-wi-ka" Atau kutang berduri landak kepada kakeknya, Ui Yok-su, sebab pertempuran ini berbahaya luar biasa, apabila karena ingin menolong Kwe Yang, tapi jiwa ayahnya harus berkorban atau terluka, hal ini benar2 akan membuat Ui Yong menyesal selama hidup. Karena maksud baik sang puteri itu sukar di tolak, terpaksa Ui Yok-su menerimanya, tapi diam2 ia pinjamkan baju pusaka itu kepada Ciu Pek-thong. Sebab itulah meski luka Pek-thong belum sembuh, tapi ia sudah berani terobosan kian kemari di bawah hujan panah dan senjata musuh tanpa luka. Malahan ketika melihat panah musuh yang mengenai tubuhnya jatuh semua, hati si tua nakal itu menjadi riang, terus saja ia menyerbu maju, di mana tangannya tiba, di situlah segera musuh menggeletak. Sementara itu terdengar Hoat-ong sudah menghitung sampai ....delapan..... sembilan. sepuluh! Baik, bakarlah!" Dan sekejap saja asap lantas ber-guIung2, api berkobar dengan hebat. Walaupun sebenarnya delapan ribu perajurit panji kuning semuanya membawa kantong pasir, tapi karena tak sanggup menyerbu sampai di dekat panggung, terpaksa mereka tiada bisa berbuat apa2. Pikiran Ui Yong menjadi butek ketika dilihatnya api menjilat dengan hebatnya, mukanya pucat dan orangnya sempoyongan. Lekas Yalu Ce memayang ibu mertua itu dan katanya. "Hendaklah Gakbo mengaso dulu ke garis belakang, sekalipun jiwaku harus berkorban, Yang-moay pasti akan kutolong. Pada saat itulah se-konyong2 terdengar suara teriakan gemuruh hebat memecah bumi, dari garis belakang pasukan MongoI mendadak menyerbu tiba dua pasukan berkuda dan langsung menggempuf benteng kota Siangyang. Terdengarlah teriakan "Ban swe, Banswe!" Yang hiruk-pikuk, panji kebesaran raja Mongol, Monko, tertampak di angkat tinggi2 dan cepat sekali sudah sampai di bawah benteng Siangyang, di bawah pimpinan sang raja mereka, pasukan Moagol itu bertambah semangat menggempur benteng. Di lain pihak, tatkala itu Kwe Cing dengan satu tangan membawa perisai dan tangan lain bertombak, sebenarnya tinggal ratusan tindak dari panggung, betapapun barisan pemanah menghujam panah tetap tak bisa melukainya. Tampaknya sebentar lagi ia pasti dapat melompat ke atas panggung, tiba2 di dengarnya di bagian belakangnya keadaan menjadi kacau, ia terkejut, pikirnya. "Celaka, terperangkap oleh tipu musuh "memancing harimau tinggalkan gunung". Sedangkan gubernur kota lemah dan penakut walaupun kekuatan tentara cukup, tapi tiada pimpinan, mungkin urusan bisa runyam." Sebenarnya ke-40 ribu tentara dari barisan bintang2 ini kuat menandingi beratus ribu patukan Mongol melawan dengan gigihnya, sedangkan raja Mangol tanpa pikirkan. pertempuran besar yang sedang berlangsung itu terus memimpin sendiri pasukan lain untuk menggempur benteng Siangyang. Tiba2 Kwe Cing berganti pikiran, ia membatin. "Urusan anak soal kecil, pertahanan kota lebih penting! Karena itu, segera ia berteriak. "Gakhu, kita jangan urus anak Yang gagal lagi, lekas kembali menggempur bagian belakang musuh!" Waktu Ui Yok-su memandang, ia lihat api ber-kobar2 tambah hebat, Hoat-ong lagi turun setindak demi setindak dari tangga panggung itu. Kini di atas panggang melulu tinggal Kwe Yang saja yang teringkus. Sudah, tentu Ui Yok-su juga bisa berpikir, ia mengerti seorang Kwe Yang tidak dapat dibandingkan dengan hancur atau selamatnya kota Siang-yang. Karena itu, ia menghela napas panjang dari berkata. "Sudahlah, Lalu ia kibarkan panji hijau dan menarik pasukannya kembali ke selatan. Kwe Yang yang teringkus di atas panggung itu menyaksikan ayah-bunda dan Gwakongnya tak berdaya menolongnya, sedangkan atap tebal dan api menganga membakar dengan hebatnya mengitari panggung, ia tahu, sebentar lagi dirinya bakal terbakar mati. Mula2 iapun takut sekali, tapi akhirnya ia menjadi tenang malah, ia memandangi jauh ke depan, ia pikir. "Sebentar lagi aku akan mati, tapi entah saat ini Toakoko berada di mana, apakah sudah naik kembali dari jurang itu?" Begitulah, memandangi lereng2 gunung yang jauh itu, ia menjadi terkenang pada waktu berkumpul dengan Nyo Ko walaupun hanya beberapa hari saja, Meski selanjutnya tiada harapan buat bertemu pula, tapi rasanya sudah puas hidup ini. Pada saat itulah, tiba2 terdengar sesuatu suara nyaring yang sayup2 terbawa angin, begitu tajam suara itu hingga suara gemuruh pertempuran beratus ribu perajurit itu seakan2 tenggelam di bawah pengaruh suara itu. Terkesiap hati Kwe Yang, Suara itu mirip benar dengan suara siulan Nyo Ko tatkala dulu menggetarkan kawanan binatang2 buas. Waktu ia menoleh ke arah datangnya suara itu, ia lihat pasukan MongoI di arah barat-laut itu tunggang-langgang tersiak minggir ke dua samping hingga terbelah menjadi satu jalan, dua orang tampak sedang datang dengan cepat bagai bahtera laju didorong angin buritan, di depan kedua orang itu sebagai pembuka jalan adalah seekor burung raksasa, kedua sayapnya terpentang menyabet ke kanan dan ke kiri hingga panah yang menghujam terpental pergi semua. Burung raksasa ini tangkas dan ganas luar biasa, nyata itulah Sin-tiau atau rajawali sakti kawan Nyo-Ko itu, betapa kuat kedua sayapnya ternyata tiada satupun panah yang bisa melukainya. Girang luar biasa Kwe Yang, waktu ia mengawasi kedua orang yang datang itu satu berkopiah hijau berbaju kuning, siapa lagi kalau bukan Nyo Ko dan di sebelahnya seorang wanita cantik berbaju putih mulus, Keduanya sama2 menggunakan pedang yang diputar kencang sambil menyusul di belakang Sin-tiau terus menerjang ke arah panggung. "Toakoko, apakah wanita inilah Siao-liong-li?" Demikian saking ingin tahu Kwe Yang lantas berteriak menanyakan. Memang tidak salah wanita di samping Nyo Ko itu adalah Siao-liong-li, cuma jaraknya terlalu jauh, maka teriakan Kwe Yang itu tidak terdengar oleh Nyo Ko. Begitulah dengan tangkas si rajawali sakti menyampuk semua anak panah yang berhamburan, bila ada pcrajurit atau perwira Mongol yang berani merintangi, segera Nyo Ko dan Siao-liong-li menggulingkan mereka dengan pedang. Dengan saling melindungi, tidak antara lama mereka sudah menerjang sampai di depan panggung itu. "Jangan kuatir, adik cilik, aku datang menolong kau!" Seru Nyo Ko. Sementara itu sebagian tangga panggung itu sudah terbakar, tapi sekali enjot, Nyo Ko melompat ke undukan tangga bagian tengah terus memanjat ke atas. Pada saat itulah mendadak dari atas angin pukulan yang maha dahsyat telah menghantamnya, nyata itulah Kim-lun Hoat-ong yang melontarkan pukulan saktinya. Lekas2 Nyo Ko baliki tangannya menyambut maka terdengar suara "plak" Yang keras kedua tenaga raksasa saling bentur, tubuh masing2 terguncang semua, tangga panggung itupun ikut ter-goyang2 hampir patah. Sekali jajal saja kedua orang sama2 terkejut, sungguh tidak terduga, 16 tahun tidak bertemu, kepandaian lawan ternyata sudah banyak lebih maju. Melihat keadaan sangat genting, tak mungkin mengadu tenaga di tengah2 tangga itu, mendadak Nyo Ko angkat pedangnya menusuk ke atas, susul-menyusul ia membabat kaki orang terus menusuk perut lawan. Berada diatas Kim lun Hoat-ong dapat mengeluarkan senjata rodanya buat menempur Nyo Ko, tapi roda bentuknya pendek, terpaksa ia harus membungkuk untuk bisa menghantam orang, hal ini sangat tidak leluasa, maka terpaksa ia mundur ke atas panggung. Karena itu, bertubi2 Nyo Ko mengirim beberapa kali tusukan lagi ke arah punggung Hoat-ong, namun Hoat-ong tidak menoleh, hanya gunakan kepandaian "thing-hong-piao gi" Atau mendengarkan angin membedakan senjata, ia ayun roda ke belakang buat menangkis, punggungnya seakan2 bermata, tiap tangkisannya sangat tepat "Bangsat gundul, hebat juga!" Mau-tak-mau Nyo Ko memuji ketangkasan orang. Ketika Hoat-ong sudah menginjak di atas panggung, sekali membalik, segera roda emasnya me-ngepruk kepaia Nyo Ko. Syukur Nyo Ko sempat mengegos ke samping, berbareng itu pedangnya menegak ke atas, tubuhnya mencelat dan selagi terapung di udara. ia menubruk ke bawah dengan pedang menusuk kemuka musuh. Lekas2 Hoat-ong angkat roda emas buat menangkis, sedang roda perak di tangan lain lantas mengetok ke batang pedang Nyo Ko. Tadi mereka sudah saling gebrak di atas tangga, Nyo Ko merasa tenaga Hoat-ong sangat kuat dan berat, belum pernah seumur hidupnya ketemukan lawan setangguh ini, maka diam2 ia sangat heran, ia pikir dengan gemblengannya di tengah ombak, tenaganya cukup kuat untuk melawan gelombang ombak, 16 tahun yang lalu Hoat-ong sudah bukan tandingannya tapi tadi ketika ia menghantam hampir2 saja dirinya tak sanggup menahannya malah? Karena pikiran itu, demi nampak kedua roda orang maju berbareng, ia tidak menghindarinya melainkan pedang disendal, ia sengaja hendak menjajal tenaga Hoat-ong yang sebenarnya. Maka terdengarlah suara gemerincing keras, kalau orang lain pasti takkan tahan oleh tenaga sendalan Nyo Ko ini, tapi Hoat-ong punya "ilmu sakti bertenaga naga dan gajah" Dan sudah terlatih sampai tingkatan ke-11, ketika kedua tenaga raksasa kembali berbentur, maka- terdengarlah suara "kletak", pedang Nyo Ko yang kalah, patah menjadi beberapa potong, sedang sepasang roda Kim-lun Hoat-ong juga terlepas dari cekalan, terpental jatuh ke bawah panggung, sial bagi tiga pemanah Mongol, kepala mereka pecah terketok oleh roda2 itu. Setelah gebrakan ini, kedua orang sama2 melompat mundur, tangan mereka merasa pedas kesemutan. Namun Hoat ong masih belum kehabisan senjata ia masih mempunyai serep, segera roda besi dan roda tembaga dikeluarkannya terus menubruk maju pula. Sebaliknya Nyo Ko tiada mempunyai senjata lain, terpaksa lengan baju kirinya mengebas, ia balas menghantam dengan tangan kanan. "Hai, hai, Hwesio besar, memangnya aku sudah bilang kau tak mampu menandingi Toakokoku, sekarang benar tidak?" Demikian Kwe Yang lantas ber-teriak2. "Ha, masih berani kau berlagak pandai, kenapa sekarang kau bersenjata untuk melawan dia yang bertangan kosong?" Tapi Hoat-ong hanya menjengek saja, ia tidak menjawab, permainan kedua rodanya makin kencang. Tatkala itu Ui Yok-su, Kwe Cing dan Ui Yong cs. lagi pimpin pasukannya kembali menolong kota Siangyang, ketika mendadak melihat Nyo Ko, Siau-liong li dan Sin-tiau muncul terus menyerbu keatas panggung, tentu saja semangat mereka terbangkit. Segera Ui Yok- su geraki panji komandonya, ia menarik kelima pasukannya masing3 empat ribu orang menjadi berjumlah 20 ribu orang untuk menggempur bagian belakang musuh yang sedang menyerang benteng kota itu, sisanya 20 ribu orang tetap diformasi semula, tetap mengepung panggung untuk membantu Nyo Ko. Walaupun pasukan Song sudah berkurang se-paroh, tapi demi nampak Nyo Ko sudah naik ke atas panggung, mereka menjadi gagah berani, dengan 1 lawan 10 mereka bertempur mati2an. Cuma pasukan pemanah Mongol berjaga terlalu rapat dan kuat hingga beberapa kali pasukan Song menyerbu maju dan selalu kena di desak mundur lagi. Dalam pada itu di bawah benteng Siangyang pertempuran juga sedang berjalan dengan sengitnya antara yang menggempur dan yang bertahan, gubernur militer kota, Lu Bnn-hwan, dengan uniform lengkap, tidak berani memimpin sendiri ke atas benteng melainkan mengkeret sembunyi di dalam kamar dengan dua selir kesayangannya, dengan badan gemetar sebentar2 menyebut sabda Buddha, lalu saat bertanya kuatir bagaimaaa suasana pertempuran di luar? Pada saat itulah dengan bertangan kosong dan berlengan tunggal Nyo Ko telah menempur kedua roda besi dan tembaga Kim-lun Hoat-ong hingga lebih dari 400 jurus. Ilmu silat yang dilatih kedua orang itu meski berbeda, tapi sama2 lihaynya dan makin lama makin kuat sementara itu asap tebal dari bawah panggung membuat mata ketiga orang di atas panggung menjadi pedas. Walaupun Nyo Ko tak bersenjata, tapi tidak pernah ia terdesak di bawah angin. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dalam pertarungan sengit itu, Hoat-ong merasa panggung itu rada bergoyang, ia tahu tentu kaki panggung sudah terbakar, sebentar lagi pasti akan ambruk, tatkala mana tak terhindarkan dirinya tentu akan gugur bersama dengan Nyo Ko dan Kwe Yang. Pula melihat pukulan Nyo Ko makin lama makin aneh, kalau ratusan jurus lagi, mungkin ia sendiri akan terdesak. Dalam gugupnya, mendadak pikiran jahatnya timbuI, tiba2 roda besinya ia hantam ke pundak kanan Nyo Ko, selagi orang mengegos secepat kilat roda tembaganya terus disambitkan ke muka Kwe Yang. Gadis itu terikat disatu cagak, dengan sendirinya badannya tak dapat bergerak apalagi hendak menghindari? Keruan Nyo Ko sangat terkejut lekas2 ia melompat dengan lengan bajunya ia sabet jatuh roda tembaga orang. Namun jago silat waktu bertarung sebenarnya sedetikpun tak boleh lengah, karena pikirannya di pusatkan untuk menolong Kwe Yang, penjagaan diri sendiri menjadi terbuka, Hoat- ong tidak sia2-kan kesempatan itu, tangannya mengulur dan roda besinya terus mengiris ke paha kiri Nyo Ko. Dalam keadaan badan terapung, lekas2 Nyo Ko depakkan kaki kirinya ke pergelangan tangan musuh, namun roda besi Hoat-ong lantas membalik ke bawah. sekali ini Nyo Ko tak mampu lagi menghindar "cret", betis kanan terkena roda besi itu dan mengucurkan darah, lukanya ternyata tidak enteng. Dalam kagetnya Kwe Yang menjerit kuatir. Dalam pada itu Hoat-ong sudah mengeluarkan serep rodanya yang masih satu itu, rodi timah, kembali dengan sepasang roda ia menyerang katapt cuma bukan diarahkan pada Nyo Ko, tapi selalu mengincar Kwe Yang. Kiranya ia tahu meski Nyo Ko terluka, tapi hendak mengalahkannya tidak mungkin terjadi dalam waktu singkat, karena itu ia melulu mengincar Kwe Yang, dengan demikian Nyo Ko pasti akan berusaha menolongnya dan kedudukan lawan dengan sendirinya akan berada dipihak terdesak. "Toakoko, jangan kau urus aku, kau bunuh saja Hwesio jahat ini untuk balaskan sakit hatiku!" Demikian Kwe Yaog berseru. Tiba2 terdengarlah suara tertahan Nyo Ko, kiranya puodak kirinya terluka oleh roda musuh lagi, luka ini ternyata lebih berat, hingga tangannya hampir2 tak bisa diangkat. Di bawah panggung Siao-liong-li dan Sin tiau bertama Ciu Pek-thong telah menghalau pemanah2 Mongol bersama agar mereka tak sempat melepaskan panah pada Nyo Ko dan Kwe Yang. Tapi seluruh perhatian Siao liong li tidak pernah meninggalkan diri Nyo Ko, di samping putar senjatanya membunuh musuh, saban2 ia mendongak memandang ke atas panggung. Ketika mendadak dilihatnya badan Nyo Ko penuh berlepotan darah, hatinya mencelos, kagetnya tidak kepalang. Tatkala itu tangga panggung sudah putus terbakar, tiada jalan lagi untuk naik ke atas buat membantu , pikiran Siao-liong-ii seakan2 kabur, hanya pedangnya masih diputar membacok dan membabat tapi otaknya seperti kosong plong tak tahu berada dimana dan sedang melakukan apa? Menghadapi bahaya, beberapa kali Nyo Ko mengeluarkan ilmu pukulan "lm-jian-siau-hun-cio" Untuk gempur musuh, tapi untuk memainkan ilmu pukulan ini, jiwa dan raga harus bersatu, padahal sejak ia bertemu kembali dengan Siao-liong-li, ia menjadi girang dan periang, darimana bisa lagi timbul perasaan "lm-jian-siau-hun" Atau hati muram jiwa merana? Meski dalam keadaan berbahaya, tetap tiada sedikitpun rasa rindunya seperti berpisah tcm-po hari, maka setiap gerak serangannya selalu berselisih sedikit daripada kehendaknya dan tak dapat menunjukkan daya saktinya lagi. Di sebelah sana Kwe Cing cs. juga sudah melihat keadaan Nyo Ko yang menempur musuh dengan bertangan kosong dan sudah terluka, tapi jaraknya terlalu jauh, cara bagaimana mereka bisa membantunya? Tiba2 pikiran Ui Yong tergerak, ia samber pedang Yalu Ce dan dilemparkan pada sang suami, sambil berseru. "Lemparkan ke atas panggung kepada Koji!" Kwe Cing menurut, maka meluncurlah pedang itu di atas busurnya terus dijepretkan, maka meluncurlah pedang itu dengan pesatnya dengan mengeluarkan sinar ber-kilau2. Pedang itu cukup berat bentuknya juga berlainan daripada anak panah biasa, kalau bukan bidikkan tenaga sakti Kwe Cing sukar juga hendak diluncurkannya ke atas panggung, Maka menyamberlah pedang itu dengan cepatnya ke punggung Nyo Ko. Ketika sudah dekat, mendadak lengan baju Nyo Ko mengebas kebelakang hingga dengan tepat dapat melibat batang pedang itu. Saat itulah kebetulan roda Hoat-ong juga lagi dihantamkan padanya, segera Nyo Ko tarik pedangnya terus menusuk melalui sela2 kedua roda musuh. Tak terduga, sebab pundaknya terluka, gerak-geriknya menjadi terganggu, pula pedang ini bukan Hiantiat-pokiam yang tajam tiada bandingan, maka ketika roda Hoat-ong menjepit terus memuntir kedua rodanya. "pletak" Kembali pedang Nyo Ko patah. Menyaksikan itu, semua orang dibawab panggung terkejut luar biasa. Diam2 Nyo Ko insaf juga bawa hari ini pasti celaka, bukan saja tak dapat menotng Kwe Yang, bahkan jiwa sendiri akan melayang di panggung ini. Karena itu, dengan cemas ia memandang sekejap ke arah Siao-liong-li sembari berseru. "Selamat tinggal, Liong-ji, jagalah dirimu baik2!" Dan pada saat itu juga, sebuah roda Hoatong telah mengepruk ke atas kepalanya, Dalam keadaan sudah putus asa, dengan lesu dan kurang semangat Nyo Ko kebas lengan bajunya menangkis dan sebelah tangannya memukul. Di luar dugaan, segera terdengar suara "plak" Yang keras, pukulannya dengan tepat mengenai pundak Kim-lun Hoat-ong. Menyusul itu terdengar Ciu Pek-thong berteriak di bawah panggung. "Bagus sekali tipu pukulan "to-ni-tay-sui" (berlepotan tanah membawa air) itu!" Nyo Ko melengak. Tapi lantaran itu pula barulah ia sadar, Kiranya dalam keadaan putus asa dan lesu, tanpa terasa ia telah keluarkan tipu serangan "tho-ni-tay-sui", suatu jurus dari ilmu pukulan im-jian-siau-hun-cio". ilmu pukulan ini harus timbul sendirinya dari lubuk hati, dari lubuk hati meneruskan perasaan ke lengan dan lengan menggerakkan tangan, semuanya tergantung sang perasaan. Rahasia ini sekalipun Ciu Pek-thong yang serba lengkap mempelajari ilmu silat macam apapun juga tak mampu memahaminya. Sejak Nyo Ko bertemu kembali dengan Siao-liong li, ilmu pukulan ciptaannya ini sudah kehilangan "daya guna" Nya, baru pada saat yang paling kritis, dalam hati merasa akan berpisah untuk selamanya dengan Siao liong-li, pada detik rasa dukanya itulah tanpa terasa kekuatan daripada ilmu pukulan "lm-jian-siau hun-co" Itu timbul dengan sendirinya. Dan karena pundaknya kena digebuk sekali, tubuhnya sempoyongan Hoat-ong terkejut dan heran tapi segera ia menubruk maju pula. Nyo Ko mengegos mundur, lalu ia memberondongi tiga kali serangan "Uk- put-ciong-sim" (keinginan ada, tenaga kurang). "To hing-gik-si" (jalan terbalik, berbuat melawan) dan "Yok-yu-soh-sit" (se-akan-2 kehilangan sesuatu). Menyusul mana dengan tipu "Heng-si-cau bak" Atau mayat berjalan bangkai bergerak, kakinya segera menendang. Tendangan ini datangnya mendadak dan tak terduga, tak sanggup lagi Hoat-ong menghindarinya, tepat sekali kena "Tan-tiong-hiat" Dadanya, Sambil menjerit keras2 dan muntahkan darah tegar, tanpa ampun lagi Hoat-terjungkal ke bawah panggung. Melihat itu, tanpa berjanji pasukan Song dan pasukan Mongol sama berteriak berbareng, Bedanya pasukan Song itu bersorak gembira, sebaliknya pasukan Mongol berteriak kaget. Saat itu panggung sudah mulai bergoyang mengeluarkan suara "krak-krek" Yang keras, Nyo Ko tahu gelagat jelek, keadaan sudah mendesak, tak sempat lagi untuk memutus tali ringkusan Kwe Yang maka sekali telapak tanggannya memotong, ia hantam patah cagak kayu yang mengikat anak dara itu, lalu orangnya bersama cagaknya diangkatnya sembari berseru. "Tiau-heng, terimalah kami!" Ia incar baik2 punggung rajawali sakti terus melompat ke atasnya. Tangkas sekali Sin-tiau itu, meski tak bisa terbang, tapi sekali loncat setinggi dua-tiga tombak, dengan enteng saja Nyo Ko bersama Kwe Yang jatuh dengan tepat di atas punggungnya dan pe-lahan2 turun ke tanah. Dan pada saat itulah, didahului suara gedubrakan yang gemuruh, api dan asap berhamburan panggung tinggi itu sudah ambruk rata dengan tanah. Tatkala Kim lun Hoat-ong ditendang terjungkal ke bawah oleh Nyo Ko, walaupun terluka parah, tapi ia masih berusaha menyelamatkan diri, dengan menahan napas ia berguling sekali di tanah. Selagi hendak berbangkit kembali tiba2 terdengar olehnya di belakang seorang sedang ketawa ter-bahak2, tahu2 pinggangnya dirangkul terus ditahan diatas tanah lagi. Menyusul Hoat-ong merasa seperti beratus, beribu jarum tajam menusuk masuk semua ke dalam tubuhnya. Kiranya yang merangkul dan menindihnya itu bukan lain ialah Lo-wan-tong Ciu Pek-thong, Si tua nakal ini memakai baju kutang berduri landak, benda pusaka Ui Yok su, benda ini tak mempan segala senjata, sebaliknya penuh berduri lancip bagai landak. Memangnya Hoat-ong sudah terluka parah, kini kena dirangkul terus ditindih Lo wan-tong, keruan jiwanya melayang tanpa ampun. Ketika panggung tinggi itu ambruk, cepat Ciu Pek thong melompat pergi, sedang Hoat-ong lantas terkubur dibawah puing panggung berapi itu. Melihat puteri kesayangan terhindar dari elmaut, saking girangnya hingga Ui Yong mencucurkan air mata. Sungguh tidak terkatakan rasa terima kasihnya pada Nyo Ko. sekalipun saat itu ia diharuskan mati untuk Nyo Ko usanya iapun rela, Maka cepat ia mendekati sang puteri untuk membuka tali pengikatnya. Segera pula semangat Kwe Cing, Ui Yok su, It-teng Taysu, Kwe Hu dan lain2 terbangun, sebaliknya pasukan Mongol yang mengepung panggung itu melihat pemimpinnya sudah mati, seketika mereka menjadi kacau-balau, ditambah lagi diterjang pasukan Song kian-kemari, tentu saja tambah pontang-panting tak keruan. "Gempur balik ke Siangyang, bunuh raja itu!" Teriak Kwe Cing keras2. Maka bersoraklah pasukan Song, mereka memutar tubuh terus menerjang pasukan Mongol yang lagi menggempur benteng itu. Melihat luka Nyo Ko, Siao-Iiong-li menyobek kain bajunya untuk membalut lukanya, saking terharunya hingga tangannya gemetar, tapi tak sanggup buka suara. "Rasa kuatir mu di bawah panggung batu jauh lebih menderita daripada aku yang bertarung di atas panggung tadi," Ujar Nyo Ko tertawa. Sementara itu terdengar suara teriakan pasukan Song yang hiruk-pikuk memecah bumi dan secara gagah berani sedang menerjang musuh. Dari jauh Nyo Ko melihat formasi pasukan musuh sangat teratur, pula jumlahnya berlipat ganda daripada pasukan Song, ber-kali2 pasukan Song menyerbu maju bagai gelombang ombak yang susuI-menyusuI, tapi sama sekali tak bisa memboboIkan pertahanan pasukan Mongol. "Liong-ji," Kata Nyo Ko. "meski lawan tangguh sudah mampus, tapi pasukan musuh belum kalah, Marilah kita menyerbu, Kau letih tidak?" Betapa bersemangat kata2 Nyo Ko bagian depan itu, sedang kata2 terakhir itu berubah menjadi begitu halus lembut penuh kasih sayang. Siao-liong li tersenyum, jawabnya. "Jika kau bilang serbu, hayolah, serbu!" "Toakoko," Tiba2 suara seorang anak dara berkata di sampingnya. "sungguh cantik Liong cici seperti dewi kayangan." Siao-liong-li berpaling pada Kwe Yang, sahutnya sambil tertawa. "Adik cilik, banyak terima kasih atas doamu atas pertemuan kembali kami, Toa-kokomu telah banyak bercerita tentang kebaikanmu, ia sengaja membawa aku ke Siangyang sini buat bertemu dengan kau." "Dan hanya engkaulah yang setimpal berjodohkan dia," Ujar Kwe Yang sambil menghela napas. Lalu Siao-liaong-li menggandeng tangan anak dara itu dengan sangat akrabnya, sebenarnya terhadap siapapun selalu Siao liong-li bersikap dingin, tapi sepanjang jalan ia mendengar cerita Nyo Ko yang me-muji2 Kwe Yang, pula melihat dalam usia sekecil anak dara ini, meski menghadapi ancaman elmaut tadi tetap tak gentar, maka sikap Siao-liong-li menjadi berubah dari pada biasanya. Sementara itu Nyo Ko telah membawakan beberapa ekor kuda yang tak bertuan lagi, katanya. "Marilah naik, aku membuka jalan, kita terjang musuh bersama!" Segera ia mendahului cemplak kudanya dan dilarikan paling depan. Dengan kencang Siao-liongli dan Kwe Yang mengikut di belakangnya. Mereka menuju ke selatan, terlihatlah tangga pencakar langit berderet2 bersandar pada tembok benteng, tentara Mongol bagai semut banyaknya sedang memanjat ke atas. Ketika mereka memandang dari suatu tempat yang tinggi, terlihat di sebelah barat beribu tentara Mongol lagi mengurung Yalu Ce bersama 200 orang anak buahnya. Tentara Mongol itu semuanya bersenjata golok sepanjang lima kaki dan berbentuk melengkung, maka satu persatu anak buah Yalu Cc banyak yang kena dibabat terguling, Kwe Hu kelihatan memimpin sepasukan tentara lain sedang menerjang hendak menolong suaminya, tapi kena ditahan oleh pasukan Mongol yang berjumlah ribuan orang. Suami isteri hanya dapat melihat dari jauh saja, tapi tak bisa berhimpun menjadi satu. Menyaksikan perajurit2 di samping suaminya makin lama makin berkurang, hati Kwe Hu benar2 seperti di-sayat2. ia tahu dalam pertempuran besar demikian, bila sampai terkepung sendirian, betapapun tinggi ilmu silatnya juga tak terhindar dari kematian. Pada saat itulah tiba2 terdengar Nyo Ko ber-seru. "Kwe-toakounio (nona Kwe besar), asal kau menyembah tiga kali padaku, segera aku menolong suamimu!" Kalau turuti watak Kwe Hu yang congkak dan tinggi hati, jangankan disuruh menyembah, sekalipun mati juga ia tak mau kalah mulut pada Nyo Ko. Tapi kini jiwa sang suami bergantung di ujung rambut, tanpa ragu2 lagi ia keprak kuda mendekati Nyo Ko, sekali melompat turun, benar saja ia lantas tekuk lutut dan hendak menyembah sungguh2. Melihat itu, Nyo Ko malah terkejut, lekas ia menarik bangun orang, ia menyesal atas katanya tadi yang rendah budi. "Maafkan aku telah salah omong, jangan kau anggap sungguh Yalu-heng adalah sahabatku yang terbaik, tidak mungkin aku tidak menolongnya?" Habis itu, ia mengumpulkan delapan ekor kuda lagi, yang empat ekor ia satu baris di depan dan empat ekor lain tergandeng satu baris di belakang, dengan dua baris kuda muka belakang masing2 empat ekor itu, segera ia melompat ke atasnya, dengan tangan tunggal ia pegang delapan tali kendali, sekali ia bersuit segera ia terjang pasukan musuh. Walaupun "tank-kuda" Dikendalikan Nyo Ko ini belum terlatih, tapi dengan tenaga saktinya tidak sukar untuk mengendalikannya, Maka 32 tapak kaki segera ber-detak2 kedepan hingga debu pasir berhamburan, Nyo Ko sendiri dengan Gin-kang yang tinggi, melompat ke sana ke sini di atas ke delapan ekor kuda itu. Ketika tentara Mongol tertegun menyaksikan ilmu menunggang kuda yang aneh menyerbu ke-dalam pasukan mereka. Sekali lengan baju Nyo Ko mengebas, sebuah panji segera kena dirampasnya terus di tancapkan di atas pelana. Dengan mem bentak2 segera perwira dan bintara Mongol hendak merintangi, tapi di mana panji Nyo Ko rampasan tadi menyabet, sekaligus tiga perwira musuh terguling dari kudanya. Ketika itu Yalu Ce kelihatan tinggal tiga tombak jauhnya, segera NyoKo berseru. "Yalu heng lekas melompat ke atas!" Berbareng itu, sekali panji diayunkan, segera Yalu Ce melompat tinggi ke udara, cepat Nyo Ko menggulung dengan panjinya hingga dengan tepat tubuh Yalu Ce terbungkus oleh kain panji itu Dua orang delapan kuda segera menerjang keluar kepungan musuh. "Nyo hengte," Kata Yalu Ce menghela napas lega. "banyak terima kasih atas pertolonganmu, Tapi anak buahku masih ada yang terkepung, tidak mungkin aku menyelamatkan jiwa sendiri, Biarlah aku bertempur lagi dan mati bersama dengan mereka." Tiba2 pikiran Nyo Ko tergerak, katanya. "Marilah, kaupun merampas sebuah panji besar!" Habis ini, ia mengeluarkan geretan dan kain panji di tangannya itu ia bakar. "Akal bagus!" Seru Yalu Ce. Segera iapun dapat merampas sebuah panji dan menyulutnya dengan api panji Nyo Ko yang sudah ber-kobar2 itu. Sambil mem-bentak2, panji berapi itu mereka ubat-abitkan, kembali mereka menyerbu ketengah pasukan musuh lagi. Dengan diputarnya kedua panji berapi yang menari kian kemari di udara, asal sedikit kesenggol siapapun pasti akan kepala gosong dan rambut hangus. Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong Rase Emas Karya Chin Yung