Kembalinya Pendekar Rajawali 82
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 82
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Walaupun pasukan Mongol gagah berani, tapi menghadapi api, tak bisa tidak mereka harus mundur, sementara itu bawahan Yalu Ce tadi sudah tinggal 50-60 orang saja, segera mereka menerjang keluar dari kepungan. Dengan sisa perajuritnya itu, Yalu Ce berkumpul di atas tanah bukit sana sekedar melepas lelah. Tiba2 Kwe Hu mendekati Nyo Ko terus menyembah "Nyo-toako, selama hidup aku selalu tak baik padamu, tapi kau berbudi luhur, kejelekanku kau balas dengan kebajikan dan kini engkau telah menolong..." Berkata sampai di sini suaranya menjadi parau dan tenggorokan seakan2 tersumbat. Memang Beberapa kali Nyo Ko pernah menoIongnya, tapi selalu merasa sirik dan dengki padanya. Sudah terang orang ada budi padanya, tapi rasa jemunya sukar dilenyapkan sering ia merasa Nyo Ko terlalu angkuh dan suka agulkan kepandaiannya yang tinggi serta sengaja pamer. Dan baru sekarang sesudah Nyo Ko menolong jiwa suami-nya, Kwe Hu benar2 merasa berterima kasih, baru ia insaf kesalah pahamannya yang duIu2. Maka lekas2 Nyo Ko membalas hormat orang, sahutnya. "Adik Hu, sejak kecil kita hidup bersama dan suka cekcok, padahal hubungan kita bagai kakak dan adik, asal kini kau tidak jemu lagi padaku, itupun aku sudah merasa senang." Kwe Hu tertegun oleh sebutan itu, sekilas segala kejadian di masa kanak2 terbayang olehnya. "Ya, apakah karena aku jemu padanya? Ataukah benci padanya? Bu-si Hengte begitu baik dan suka me-nyanjung2 padaku, tapi ia selamanya tak gubris diriku, Padahal asal sedikit turuti kemauanku, sedikit pikirkan diriku, rasanya aku mati untuknya juga rela. Sebab apakah aku benci padanya tanpa alasan? Rupanya, diam2 aku suka padanya, tapi sedikitpun ternyata aku tidak terisi di dalam hatinya," Demikianlah ia memikir. Aneh juga, selama 20-an tahun ini, Kwe Hu tidak tahu akan perasaan hatinya sendiri, setiap ingat Nyo Ko, selalu ia pandang orang sebagai musuhnya, padahal dalam hati kecilnya, betapa perhatian dan rindunya pada Nyo Ko tidaklah dapat dilukiskan dengan kata2. Mungkin itulah yang dikatakan . "Cinta yang dalam, bencinya juga mendalam." Sejak kecil sifat Kwe Hu sudah tinggi hati, ia anggap seharusnya Nyo Ko mesti menjunjungnya seperti kedua saudara Bu yang begitu penurut. Akan tetapi, sedikitpun Nyo Ko ternyata tidak paham perasaannya, sebaliknya ia sendiripun juga tidak paham akan perasaan Nyo Ko. Lebih2 Kwe Cing dan Ui Yong, kedua orang tua ini merasa Kwe Hu dan Nyo Ko ini dilahirkan sebagai musuh, asal bertemu pasti cekcok, sampai akhirnya lengan Nyo Ko buntung ditebas Kwe Hu hampir2 urusan meluas sampai batas2 yang sukar diatasi. Kini terasa benci dan sirik itu sudah hilang barulah Kwe Hu sadar, kiranya perasaannya pada Nyo Ko sesungguhnya begitu mesra, begitu mendalam. Waktu ia menyerbu musuh untuk menolong kakak Ce, sebenarnya hatiku lebih kuatir untuk siapa kah? inilah aku tak bisa menerangkan. Sudah tentu kini aku tak mencintainya lagi, tapi dulu, kenapa aku menjadi begitu benci padanya?" Demikian pikirnya. Begitulah di tengah2 pertempuran yang gegap gempita itu, mendadak Kwe Hu menjadi jelas akan perasaan hatinya sendiri. "Pada hari ulang tahun Yang-moay, ia telah memberikan tiga hadiah besar padanya dan kenapa aku harus begitu benci padanya ? ia membongkar kedok Hotu dan mendukung Ce-koko menjadi pangcu dari Kay-pang, kenapa diam2 aku malah marah? Ah, Kwe Hu, Kwe Hu! Nyata kaulagi cemburu pada adik perempuannya sendiri! Soalnya sedemikian budinya yang manis kepada Yang-moay, tapi selamanya tak pernah sedikitpun begitu baik terhadapku," Berpikir sampai di sini, tanpa terasa ia mendongkol dan gusar lagi, dengan sengit ia melotot sekejap ke arah Nyo Ko dan Kwe Yang, tapi mendadak ia sadar lagi. "Ah, kenapa aku pikirkan hal2 ini? Bukankah aku sudah menjadi wanita yang bersuami, pula kakak Ce juga sangat cinta padaku." BegituIah, akhirnya ia menghela napas panjang, walaupun hidupnya tidak kekurangan sesuatu apa, tapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam seakan2 tertinggal semacam rasa penyesalan yang tak terkatakan. Biasanya apa yang dikehendakinya pasti terpenuhi, tapi sesuatu yang justru sangat diinginkannya malahan tidak di peroleh. Sebab itulah selama hidupnya ini terkadang ia sendiripun tidak paham. "Sebab apa sifatnya begitu keras? Sebab apa diwaktu orang lain sedang bergirang, ia sendiri jus-tru mendongkol dan marah tanpa sebab? Wajahnya sebentar marah sebentar pucat, ia terus memikirkan perasaannya yang aneh itu. Tapi Nyo Ko, Siao-liong li, Yalu Ce dan Kwe Yang es sedang memandang jauh mengikuti pertempuran dahsyat yang sedang berlangsung di depan benteng Siangyang, Terlihat tentara Mongol bagai semut sedang merembet ke atas benteng, Kwe Cing dan Ui Yok-su cs. dengan perajuritnya sedang menggempur dari belakang musuh itu, namun jumlahnya sedikit, sukar menggulingkan pasukan besar musuh yang racnggcmpur benteng itu. Sedangkan panji kebesaran raja Mongol tertampak pelahan2 mendekati kota, rupanya pasukan penjaga kota sudah patah semangatnya, tak sanggup lagi menggempur turun pasukan musuh yang merembes ke atas benteng itu. Melihat itu, Kwe Yang berseru kuatir. "Toa-koko, bagaimana baiknya? Bagaimana baiknya ini?" Diam2 Nyo Ko pikir. "HidupKu ini bisa berjumpa pula dengan Liong ji, sesungguhnya Thian berlaku murah padaku, harini walaupun harus mati, rasaku tidak menyesal lagi, Laki2 sejati harus bela tanah air dan berkorban dimedan bakti, inilah tempat berpulang yang paling tepat bagiku." Berpikir itu, seketika semangatnya me nyala2, serunya segera. "MariIah, Yalu-heng, kita menerjang musuh lagi!" "Bagus sekali!" Sahut Yalu Ce tanpa pikir. "Maritah kita ikut menyerbu!" Siao liong li dan Kwe Yang pun berseru berbareng. "Baik," Kata Nyo Ko. "Aku merintis di depan, kalian kumpulkan sebanyaknya tombak yang panjang dan ikut di belakangku." Segera Yalu Ce memberi perintah bawahannya mengumpulkan tumbak2 yang berserakan di medan pertempuran itu, mereka masing2 membawa beberapa buah juga. Dengan tumbak di tangan, segera Nyo Ko cemplak kuda menerjang kedepan, Sin-tiau, Si rajawali sakti selalu mendampingi kudanya, sayapnya yang kuat itu se-akan2 perisai Nyo Ko dan menyampuk panah yang berhamburan datang itu, Siao-liong-li, Yalu Ce, Kwe Yang berempat mengintil dibelakang dengan kencang. Ternyata jurusan yang di arah Nyo Ko itu adalah di mana kelihatan panji kebesaran raja Mongol berkibar. Keruan Yalu Ce terkejut, ia tahu, sekali raja Morigol berani memimpin tentara sendiri, tentu penjagaan sudah diatur keras dan rapat sekali, Kini jumlah pihaknya yang tiada seratus orang ini bukankah cuma antarkan kematian bila berani menerjangnya? Tapi bila ingat jiwanya yang tadi hampir meliyang, tapi tertolong oleh Nyo Ko, maka kemana saja diajak, kelautan api atau masuk air mendidih juga pasti akan diturutnya. Begitulah dalam sekejap saja mereka sudah menerjang mendekati benteng Siangyang, Ketika pengawal Monko melihat serbuan rombongan Nyo Ko yang hebat itu, segera ada 200 orang dikerahkan untuk menahannya. Tapi sekali Nyo Ko ayunkan tangannya yang tunggal itu, pesat bagai panah sebatang lembing atau tumbak lantas meluncur ke depan dan menembus dada seorang perwira musuh, habis itu ia sambut pula sebatang lembing lain dari Yalu Ce terus ditumpukkan lagi dan kembali perwira musuh kedua terjungkal. Keruan pasukan Mongol itu menjadi kacau dan rombongan Nyo Ko dengan cepat menerjang lewat. Terkejut sekali para pengawal Monko, beramai2 mereka angkat senjata menghadang maju, tapi tumbak Nyo Ko sekali tusuk, satu orang pasti terguling, siapa yang merintangi pasti mati. Harus diketahui tenaga sakti lengan tunggal Nyo Ko itu terlatih di bawah damparan ombak badai, betapa kuat sambitan lembingnya itu, sekalipun batu cadas juga tembus, jangankan badan manusia. Setiap lembingnya selalu diincarkan pada perwira2 yang memakai topi baja yang mudah dikenal, maka sekejap saja 17 tumbak sudah membunuh 17 perwira Mongol yang perkasa. Dengan serangan kilat ini, meski berpuluh ribu tentara terhimpun di bawah benteng, tapi ke mana rombongan Nyo Ko sampai, di situ lantas kacau balau, sekaligus Nyo Ko telah menerjang sampai di depan raja Mongol. Dengan mati2an pengawal pribadi Monko maju bertahan. Maiahan beberapa orang di antaranya terus meng-aling2 di depan junjungan mereka sebagai tameng. Ketika Nyo Ko membaliki tangannya hendak menerima tumbak lagi dari Yalu Ce. ternyata mendapat tempat kosong. Kiranya mereka sudah keterjang pasukan musuh hingga terpisah. Sementara itu Nyo Ko melihat muka raja MongoI mengunjuk rasa gugup dan kuatir, kuda-segera diputar lantas hendak kabur. Tiba2 Nyo Ko bersuit panjang, sekali kaki mengenjot pelana kuda, tubuhnya terus mencelat ke atas dan menubruk ke sana. Belasan perajurit pengawal raja segera putar senjata mereka menusuk ke atas, tapi mendadak Nyo Ko berjumpalitan sekali diudara, tahu2 tubuhnya melayang lewat di atas senjata2 musuh. Melihat gelagat jelek, sekali tarik kudanya, segera raja Mongol itu kabur ke depan dengan cepat. Kuda tunggangan raja Mongol itu adalah binatang pilihan, larinya begitu cepat bagai terbang, Namun Nyo Ko tetap mengubernya dengan kencang ilmu entengkan tubuh yang tinggi. Dan di belakangnya menyusul pula beratus perajurit pengawal Mongol Melihat keadaan begitu, pasukan kedua pihak, di atas dan di bawah benteng, untuk sementara menjadi lupa bertempur dan mereka sama ber-teriak2, pasukan Mongol berteriak mengharap kuda junjungan mereka berlari lebih cepat, sebaliknya pasukan Song berteriak membeli semangat pada Nyo Ko agar bisa membekuk raja. Diam2 Nyo Ko bergirang melihat raja Mongol kabur terpencil sendirian Pikirnya, betapapun cepat kau kabur, akhirnya pasti akan kutangkap. Tak terduga kuda tunggangan Monko yang bernama "Hui-hun cuirt atau kuda awan mengapung itu ternyata luar biasa sedikit mengenjot, sekali melompat lantas beberapa meter ke depan. Meski Nyo Ko sudah mengudak sekuatnya, tapi malahan semakin jauh ketinggalan. Tiba2 Nyo Ko menyamber sebatang tumbak, lalu ditimpukkannya ke punggung Monko sekuat tenaga, Tampaknya lembing itu meluncur bagai panah dan segera bakal menancap di punggung orang, saking tegangnya sampai kedua pihak sama ternganga menahan napas, Siapa tahu mendadak kuda "Hui hun-cui" Itu memancal ke depan hingga lembing itu jatuh satu kaki jauhnya dibelakang punggung raja Mongol itu. Maka berteriak pula pasukan kedua pihak. pasukan Song merasa sayang, gegetun, sebaliknya pasukan Mongoi bersyukur girang. Waktu itu jarak Kwe Cing, Ui Yok-so, Ui Yong Ciu Pek-thong dan Ii-teng semuanya sangat jauh, mereka hanya ikut berkuatir saja tanpa bisa membantu Nyo Ko. Sebaliknya perajurit dan perwira Mongol juga melulu bisa ber- teriak2 memberi semangat saja, walaupun ada maksud berkorban untuk junjungan mereka, tapi mana dapat menyandak lari-nya "Hui hun cui" Yang begitu pesat? Ketika Monko menoleh ke belakang dan melihat Nyo Ko semakin ketinggalan jauh, ia menjadi lega, Segera ia belokkan kudanya menuju ke barat, ke pasukannya yang berada di situ. Maka sambil ber-teriak2 pasukan Mongol itupun maju memapaki. Dan jika sampai keduanya bergabung, lebih tinggi lagi kepandaian Nyo Ko juga tak berdaya pula untuk menangkap raja musuh itu. Melihat usahanya akan gagal, Nyo Ko menjadi gegetun sekali tiba2 bergerak pikirannya, ia pikir tombak terlalu berat, sukar mencapai jauh,kenapa tidak pakai batu saja? Karena itu, cepat ia jemput dua potong batu kecil seadanya, ia gunakan "Tan-ci-sin-thong" Atau ilmu sakti selentikan jari, dua batu itu satu persatu diselentikan ke depan. Maka terdengarlah suara mendenging tajam dua kali, suatu tanda betapa pesat menyambernya batu itu dan keduanya kena pantat kuda "Hui-hun-cui" Hingga karena kesakitan, sembari meringkik, binatang itu berjingkrak terus berdiri menegak. Monko adalah seorang raja yang tangkas dan gagah perwira, sejak kecil sudah banyak ikut bertempur dengan kakeknya, yaitu Jengis Khan, Hidup-nya boleh dikatakan dibesarkan di atas kuda dan di tengah senjata. Kini meski menghadapi bahaya, tapi sama sekali tidak menjadi gugup, cepat ia tarik gendewa terus memanah ke belakang sambil kedua kakinya mengempit kencang kudanya yang menegak itu. Tapi sedikit menunduk, Nyo Ko hindarkan panah orang, habis itu secepat terbang ia melompat maju, sedang tangannya sudah dapat meraup sepotong batu lagi, waktu ia sambitkan sekuatnya, dengan tepat mengenai punggung Monko. Betapa hebat tenaga sambitan Nyo Ko itu, keruan Monko tak tahan, tulang iganya patah, orangnya terjungkal dari kudanya dan terbanting binasa. Melihat raja mereka terguling dari kuda, seluruh pasukan MongoI menjadi kacau, beramai2 merubung maju dari segala jurusan. Segera Kwe Cing memberi tanda serangan umum. Begitu pula pasukan Song yang berada di dalam benteng segera ikut menyerbu keluar. Ditambah lagi barisan 28 bintang yang dipimpin Ui Yok-su lantas menggempur musuh ke sana ke sini. Dalam keadaan kacau balau, pasukan Mongol saling injak-menginjak, yang mati tak terhitung banyaknya, sepanjang jalan penuh senjata yang ditinggalkan, akhirnya kabur tanpa teratur ke utara. Selagi Kwe Cing memimpin pasukannya mengejar musuh, tiba2 terlihat dari arah barat muncul lagi sepasukan musuh yang barisannya sangat rajin teratur, dari panjinya dapat diketahui itu adalah pasukan yang dipimpin adik raja, yaitu Kubilai. Akan tetapi sekali pasukan Mongol sudah kalah, keadaannya bagai air bah melanda dan seketika tak mungkin bisa ditahan, Betapapun Kubilai atur tentara dengan baik, tetap keterjang pasukan kalah yang mundur bagai arus menerjang itu, seketika pasukannya ikut kacau. Melihat gelagat jelek segera Kubilai putar pasukannya, ia sendiri dengan pasukan pribadinya pelahan2 mundur ke utara dengan teratur. Sejak terjadi pertempuran antara pasukan Mongol dan kerajaan Song, selamanya pihak Mongol belum pernah mengalami kekalahan begitu besar, lebih2 raja mereka gugur dimedan pertempuran, hal ini sangat mempengaruhi semangat tentaranya. PuIa menurut tradisi bangsa Mongol, takhta kerajaan bukan diteruskan putera mahkota, tapi di-calonkan oleh suatu dewan yang terdiri dari keluarga raja, pengeran2, pembesar2 dan panglima yang terkemuka. Kini Monko sudah mati, buru2 Kubiiai ingin bisa naik takhta, maka iapuu cepat pimpin pasukannya pulang ke utara. Kelak 13 tahun kemudian, barulah pasukan Mongol datang menggempur Siangyang lagi. Ketika Kwe Cing pimpin pasukannya kembali ke kota, tampaklah gebernur Lu Bun-nwan beserta stafnya lengkap sudah menunggu di pintu gerbang untuk menyambutnya. Begitu pula rakyat ber-jubel2 diluar benteng sambil membawakan arak dan segala macam daharan sebagai hiburan bagi pasukan yang menang itu. Kwe Cing menggandeng tangan Nyo Ko, ia terima secawan arak yang disuguhkan oleh seorang penduduk tua, tapi ia angsurkan pada Nyo Ko, katanya. "Ko-ji, harini kau telah berjasa begini besar, namamu akan harum tersiar ke-mana2, ini sudahlah pasti, seluruh rakyat penduduk kota inipun tiada yang tak berterima kasih padamu." Terharu sekali Nyo Ko oleh pujian Kwe Cing itu, ada sepatah kata yang sudah tersimpan lebih 20 tahun di dalam hatinya dan belum pernah diucapkan kini tak tertahan lagi, dengan suara lantang segera ia menjawab. "Kwe pepek, jika waktu kecil siautit (keponakan) tidak mendapat perawatan dan pengajaranmu, mana mungkin terjadi seperti hari ini?" Lalu kedua orang bergandengan tangan masuk kota bersama,terdengarlah suara sorak sorai rakyat yang gegap gempita menyambut mereka. Tiba2 Nyo Ko teringat kejadian dulu. "Lebih 20 tahun yang lalu Kwe-pepek juga menggandeng tanganku mengantar aku ke Cong lam-san untuk belajar silat, perhatiannya padaku hingga sekarang sedikitpun tidak pernah berubah. Tapi aku sendiri telah berbuat onar, bikin gara2, mendurhakai guru dan menghianati agama, Coba bila aku terus tersesat ke jalan yang tak benar, tidak nanti hari ini aku bisa bergandcngan tangan lagi dengan Kwe-pepek." Berpikir demikian tanpa terasa Nyo Ko merasa malu sendiri. Malamnya di dalam kota telah diadakan perjamuan besar untuk merayakan kemenangan yang gilang gemilang itu. Di tengah suasana yang gembira itu, tiba2 Kwe Cing berduka sebab terkenang pada Ang Chit-kong. Katanya. "Dahulu kalau bukan Khu totiang (Khu Ju-ki) dari Coan cin-kau yang berbudi itu dan ketujuh In'su (guru berbudi) jauh2 mencariku ke Mongol, pula mendapat didikan dari Ang-loinsu, tidak mungkin aku Kwe Cing bisa berjasa sedikit seperti hari ini? Kini kita bergembira di sini, di antara para Insu, kecuali Kwa-Ioinsu, selebihnya sudah wafat semua, kalau ingat beliau2 itu, sungguh aku menjadi berduka." Mendengar itu, lt-teng Taysu dan yang lain2 ikut muram,sebaliknya Lu Bun hwan sama sekali tak mengerti seluk-beluknya, katanya dalam hati. "Orang2 ini benar2 tidak tahu aturan, dalam perayaan yang gembira ria ini malah berbicara tentang orang mati segala." Sementara itu Kwe Cing telah berkata lagi "Kalau urusan di sini sudah selesai, besok juga aku ingin berangkat ke Hoa-san untuk berziarah ke makam Insu." "Kwe-pepek," Sela Nyo Ko. "memangnya aku lagi hendak bilang begitu, Marilah kita pergi be-ramai2." Memang Ui Yok-su, It-teng dan Ciu Pek-thong juga sudah kangen pada sobat tua yang telah meninggal lebih 20 tahun itu, segera saja mereka menyatakan setuju. Dan perjamuan itu terus berlangsung dengan meriah hingga jauh malam. Besok paginya, diam2 Kwe Cing dan rombongannya lantas berangkat menuju ke Hoa-san. Kesehatan Ciu Pek-thong, Liok Bu-siang, Su-si Hengte dan Su sui Hi-un belum sembuh betuI, mereka menunggang kuda dan berjalan pelahan. Baiknya tiada urusan penting, maka perjalanan mereka dilakukan seenaknya saja. Tidak seberapa hari tibalah mereka sampai di Hoa-san, ketika Ciu Pek-thong cs sudah sembuh-semuanya. Maka naiklah mereka ke atas gunung itu, Nyo Ko menunjukkan tempat di mana jenazah Ang Chit-kong dan Auyang Hong di kubur dulu. Ui Yong sudah membawakan sayur-mayur, ayam daging dan lain2 sesajen, segera ia membikin tungku dan menyalakan api, ia bikin beberapa macam masakan yang paling disukai mendiang Ang Chit-kong sebagai sesajen sembahyang, Lalu para ksatria itupun menjalankan penghormatan dan mengheningkan cipta. Kuburan Auyang Houg letaknya di samping kuburan Ang Chit-kong, tapi dendam Kwe Cing pada Auyang Hong boleh dikatakan sedalam lautan, bila ingat beberapa gurunya yang berbudi, seperti Ju Jong, Han Po-ki dan lain2 terbunuh secara keji, meski kejadian sudah lewat berpuluh tahun, tapi rasanya masih sangat benci padanya. Hanya Nyo Ko saja yang mengingat budi kebaikan Auyang Hong dulu yang mengaku anak angkat padanya, ia berlutut dan menyembah di hadapan makam ayah angkat itu, bersama Siao-liong li. Ciu Pek-thong maju ke depan kuburan Auyang Hong itu, ia membungkuk memberi hormat, katanya. "Wahai Lo-tok-but (makhluk berbisa tua, julukan Auyang Hong), hidupmu dulu banyak melakukan kejahatan, sesudah mati kau menjadi tetangga Lo-kiau-hua (pengemis tua, Ang Chit-kong), boleh dikatakan kau yang beruntung. Hari ini semua orang datang berziarah ke makam Lo kiau-hua, sebaliknya melulu dua bocah saja yang menyembah padamu, kalau ditanah baka kau tahu, seharusnya kau menyesali keganasan semasa hidupmu dulu?" Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mendengar doa sembahyang yang lucu aneh itu, semua orang menjadi geli. Kemudian semua orang ambil mangkok dan sumpit, mereka hendak dahar di depan kuburan itu. Tiba2 dari balik gunung sana berkumandang terbawa angin suara beradunya senjata serta bentak -membentak orang, tampaknya seperti ada orang sedang berkelahi. Dasar watak Ciu Pek-tbong paling getol mengenai sesuatu, cepatan saja ia mendahului berlari ke tempat ramai2 itu, Kemudian semua orangpun menyusulnya. Lewat dua tanjakan, di suatu tanah datar yang sempit terkumpul 30 - 40 orang yang beraneka macam bentuknya, tinggi-pendek, gemuk-kurus, tua muda, laki- perempuan, ada paderi, ada pereman semua bersenjata. Orang2 itu sedang bertengkar, melihat kedatangan rombongan Ciu Pek-thong dan Kwe Cing, disangka kaum pelancongan biasa, maka tak digubrisnya. Terdengar seorang laki2 tinggi besar telah berkata dengan suara lantang. "Diam, diam! Kita jangan "hantam kromo" Tak keruan. Sebutan "juara ilmu silat" Tidak mungkin diperoleh dengan jalan ribut2 begini. Kini para orang gagah sudah berkumpul semua di sini, kenapa kita tidik saling ukur kepandaian masing2 dengan ilmu pukulan atau senjata? Barang siapa bisa menangkan seluruh pertandingan, kita bersama lantas menyerah dan mengangkat dia sebagai juara." "Betul," Timbrung seorang Tojin berjenggot panjang bersenjatakan pedang. "Menurut cerita di kalangan Bu-Iim, dahulu pernah terjadi "Hoa-san-lun-kiam (pertandingan pedang di Hoa san) sekarang kita juga boleh coba2 bertanding, lihat saja siapakah gerangannya yang akan menduduki tempat tertinggi?" Segera semua orang bersorak menyatakan akur, malahan ada beberapa orang diantaranya tanpa disuruh terus melompat ke tengah sambil berteriak. "Hayolah, siapa berani maju menghadapi aku?" Melihat itu, Ciu Pek-thong, Ui Yok-su dan It-teng dan lain2 saling pandang dengan bingung karena di antara orang2 itu tiada seorangpun yang mereka kenal. "Hoasan lunkiam" Atau pertandingan pedang Hoa-san yang disebut itu, ketika untuk pertama kalinya diadakan, Kwe Cing sendiripun belum Iahir. Tatkala itu terjadi berebut sebuah kitab yang bernama "Kiuim-cin-keng". Untuk itu Tang-sia, Se-tok, Lam-te, Pak-kay dan Tiong-sin-thong, yaitu nama2 julukan Ui Yok-su. Auyang Kong, Toan-Ti-hin (lt-teng Taysu sekarang), Ang Chit-kong dan Ong Tiong-yang telah berkumpul di puncak tertinggi Hoasan untuk mengukur tenaga, akhirnya Tiong-sin thong Ong Tiong-yang menjagoi tokoh2 lainnya dan dapat menangkan gelar "Juara." 25 tahun kemudian, Ong Tiong-yang telah wafat, ketika Ui Yok-su dan lain2 untuk kedua kalinya mengadakan "Hoasan lun-kiam", sekali ini kecuali keempat tokoh yang lama, yaitu Tang-sia, Se tok, Lam te dan Pak-kay, bertambah lagi Ciu Pek-thong, Kiu Jian yim dan Kwe Cing bertiga, tapi sesudah saling gebrak, semuanya meiasa kepandaian masing2 belum mencapai tingkatan yang susah diukur, untuk mendapatkan gelar "Juara" Sesungguhnya belum bisa. Sungguh tak terduga setelah berpuluh tahun kemudian, kini ternyata ada lagi serombongan tokoh silat kalangan Bu-Iim yang ingin mengadakan "Hoa-san lun-kiam" Ketiga kalinya. Hal ini tentu saja bila Ui Yok-su dan lain2 rada heran, tapi yang lebih aneh ialah berpuluh orang di depannya ini tiada yang mereka kenal. Apakah mungkin karena diri mereka seperti kodok di dalam sumur yang tak tahu di luar langit masih ada langit orang pandai ada yang lebih pandai. Sementara itu terlihat beberapa orang itu sudah mulai saling gebrak, tapi baru beberapa jurus tak tertahan lagi Ui Yok-su dan Ciu Pek-thong akan rasa geli mereka. Sampai orang alim seperti It-teng juga ikut geli, sejenak pula, saking tak tahan, Ui Yok-su, Ciu Pek-thong, Nyo Ko dan Ui Yong lantas tertawa ter pingkal2 Ternyata ilmu silat beberapa orang yang saling labrak itu terlalu rendah, hakikatnya cuma sebangsa jual jamu di Kangouw saja, entah mengapa merekapun bisa datang ke Hoa-san dan me-niru2 hendak mengadakan "Hoa-san-lun-kiam" Segala. Ketika mendengar suara tertawa Ciu Pek-thong dan lain2, pertarungan beberapa orang itu lantas berhenti dan melompat mundur "Hai, manusia tak kenal mati-hidup! Tuan2 besar sedang bertanding silat di sini, kenapa kalian malah ter-kekek2 dan peringas-peringas di sini? Hayo, lekas pergi dari sini jika ingin selamat!" Tiba2 Nyo Ko bergelak ketawa, begitu keras dan panjang suaranya hingga menggema angkasa bagai bunyi guntur gemuruh. Mula2 rombongan orang itu berwajah pucat, menyusul badan gemetar, lalu senjatanya berjatuhan. "Nah, lekas enyah!" Beatak Nyo Ko kemudian Sesudah terpaku sebentar, mendadak orang itu berteriak ramai, berbareng lari sipat-kuping ke bawah gunung, saking ketakutan sampai banyak yang jatuh bangun tak berani menoleh lagi, lapat2 terdengar ada di antaranya berseru. "Lekas lari, lekas lari! itulah Sin-tiau-tayhiap!" Dan sekejap saja mereka sudah kabur bersih. Saking gelinya Eng Koh dan Kwe Hu ter-pingkal2 sembari pegangi perut. "Manusia yang suka mengelabui orang dan memajukan nama di mana2 selalu ada, tapi tidak nyana di puncak Hoa-san inipun diketemukan bangsa2 sedemikian ini," Ujar Ui Yok-su gegetun. "Dahulu di seluruh jagat terkenal ada "Ngo Coat" (panca mahajana, lima tokoh terkemuka)", tiba2 Ciu Pek-thong menyela. "Kini Se-tok, Pak-kay dan Tiong-sin thong sudah mati, lalu tokoh yang masih hidup di jaman ini ada berapa orang lagi yang dapat di-disebut "Ngo-Coat"? Sahut Ui Yong dengan tertawa. "lt-teng Taysu dan ayahku makin hari makin tinggi ilmunya, dahulu saja sudah termasuk dalam hitungan "Ngo Coat" Dan kini lebih2 tak perlu disangsikan. Dan kalau mau bicara secara jujur, suamiku sendiri adalah murid Pak-kay, iapun dapat termasuk satu di antara "Ngo Coat" Itu. Usia Ko-ji meski muda tapi ilmu silatnya susah diukur, di antara angkatan muda siapa yang bisa membandinginya, apalagi iapun anak angkat Auyang Hong, jadi Tang dan Lam adalah orang lama, sedang Se dan Pak harus diteruskan oleh suamiku dan Ko ji." "Salah, salah!" Sahut Pek-thong tiba2 sambil geleng2 kepala. "Kenapa salah?" Tanya Ui Yong. "Ya, salah," Kata Pek thong. "Auyang Hong BerjuIuk Se-tok, tapi hati dan tindak tanduk si Nyo Ko ini sama sekali tidak Tok (racun, artinya kejam), kalau iapun disebut Se-tok, kan tidak cocok?" "Benar! Cing-koko juga tidak jadi pengemis pula lt-teng Taysu sekarangpun tidak menjadi Hongte lagi." Ujar Ui Yong. "Maka menurut aku, julukan kalian sekarang kudu diperbaharui Tang-sia, julukan ayah, adalah "trade mark" Lama, itu tak perlu diganti, It teng Taysu tidak lagi jadi Hongte, tapi menjadi Hwesio, ia harus di sebut "Lam-ceng" (paderi diri selatan), Mengenai Ko-ji (Nyo Ko), biar kuhadiahi dia julukan "Ong" (bebas, tak terkekang), kalian bilang tepat tidak?" "Bagus!" Seru Ui Yok-su per-tama2 menyatakan akur. "Haha, sejak kini, satu Tang-sia dan yang lain Se-ong, satu tua dan satu muda, kita semua memang pasangan yang setimpal" "Ah, usiaku masih terlalu muda, mana berani berdiri sejajar dengan para Cianpwe," Ujar Nyo Ko merendah diri. "Aha, adik cilik, kau salah jika bilang begitu," Seru Ui Yok-su. "Kau kan sudah pakai julukan "Ong" ( berlaku bebas )? Kalau berdasarkan namamu yang tersohor dan ilmu silatmu, masakan tidak lebih tinggi daripada Lo-wan-tong?" Ui Yok-su tahu puterinya (Ui Yong) sengaja tidak menyebut Ciu Pek-thong, perlunya biar si tua nakal itu tak tahan, lalu muring2 sendiri, maka iapun sengaja membumbui sekalian. Nyo Ko pun paham maksud hati ayah dan anak itu, ia saling pandang dengan Siao-liong-li sambil tersenyum, dalam hati ia berpikir "Julukan "Ong" Ini memang sangat tepat." Diluar dugaan Ui Yok-su, sama sekali Ciu Pek-thong tidak ribut malahan, ia tanya. "Jika Lamceng dan Se-ong sudah ganti merek semua, lalu "Pak-kay" Bagaimana, harus diganti apa?" "Ksatrta seluruh jagat di jaman ini kalau menyebut Kwe-heng. semuanya sebut "Kwe-tayhiap padanya," Demikian "Cu Cu-liu ikut buka suara. Selama berpuluh tahun ini ia mempertahankan Siangyang dengan susah payah, membela tanah air dan melindungi rakyat, orang gagah perwira seperti dia sejak dulu hingga sekarang susah juga dicari bandingannya, Maka menurut aku, kalau kita sebut dia "Pak-hiap" (pendekar dari utara) rasanya semua orangpun akan setuju. Mendengar itu, segera It-teng Taysu dan Bu Sam-thong dan lain2 bertepuk tangan memuji nama baik itu. "Nah, Tang-sia, Se-ong, Lam ceng dan Pak-hiap sudah ada orangnya semua, lalu yang tengah, siapa yang harus menduduki untuk menggantikan Tiong-sin-thong Ong Tiong-yang?" Ujar Ui Yok-su. Sembari berkata ia sengaja melirik sekejap ke arah Ciu Pek thong, lalu menyambung pula. "Nyo-hujin (nyonya Nyo, maksudnya Siao liong-li) adalah ahliwaris satu2-nya dari Kobong-pay, dahulu nama Lim Tiau-eng menggetarkan Kangouw, meski Ong Tiong-yang sendiri juga jeri padanya. Dengan ilmu pedang Giok-li-kiam-hoat ciptaan Ko-bong-pay yang khas itu, kalau dahulu Lim-lihiap juga ikut menghadiri Hoa-san- lun-kiam, jangankan nama Ngo-coat harus diubah, bisa jadi gelar "juara" Yang diperoleh Ong Tiong-yang itu juga sukar dipertahankan. Kini ilmu silat Nyo Ko berasal ajaran sang isteri, muridnya saja termasuk "Ngo Coat" Baru, gurunya tentu saja tak perlu di-sangsikan lagi, Sebab itulah Nyo hujin tepat sekali menduduki tempat tengah." Namun Siao-liong-li tidak pernah ketarik oleh segala nama pujian itu, dengan tersenyum ia menjawab. "Ah, sekali2 aku tak berani menerimanya." "Jika tidak mau, tentunya harus Yong-ji," Kata Ui Yok-su puIa. "Meski ilmu silatnya tidak terlalu tinggi, tapi banyak tipu akal, pintar dan cerdik, kalau dia termasuk satu diantara Ngo-coat juga pantas." "Bagus, bagus!" Seru Ciu Pek-thong tiba2 sembari bertepuk tangan tertawa. "Terus terang, kau Ui-losia, Kwe-tayhiap apa segala, semuanya tak pernah bikin hatiku kagum dan takluk betul, hanya Ui Yong si bocah ini memang cerdik dan licin, asal Lo-wan tong ketumbuk dia lantas mati kutu. Kalau dia dimasukkan satu diantara Ngo-coat, itulah memang paling tepat." Semua orang jadi tercengang mendengar ucapan itu. Sungguh kalau bicara tentang ilmu silat, sekalipun Ui Yok-su dan It-teng juga merasa kalah sedikit, sebabnya nama Ciu Pek-thong tidak di-ungkap mereka sebenarnya melulu ingin bergurau untuk menggodanya saja. Siapa tahu dasar pembawaan Ciu Pek-thong memang jujur polos, sedikitpun hatinya tiada rasa iri dan- dengki meski pembawaannya gemar silat, tapi tak pernah timbul pikiran cari nama untuk menjagoi dunia, maka sama sekali tidak terpikir olehnya apakah ia sendiri harus termasuk di dalam Ngo-coat atau tidak. Maka tertawalah Ui Yok-su, katanya. "Wahai, Lo-wan-tong, kau memang benar2 hebat. Soal "nama" Aku Ui Losia memandangnya dingin. It-teng Taysu anggap " Nama" Hanya khayalan belaka. Hanya kau, hatimu kosong bersih, hakikatnya tidak pernah berpikir tentang "nama" Segala, nyata kau lebih hebat setingkat lagi dari pada kami, Haha, Tang-sia, Se-ong, Lam-ceng, Pak-hiap Tiong wan-tong di antara Ngo coat, kaulah yang tertinggi. Mendengar sebutan "Tangsia, Se-ong, Lam ceng, Pak-hiap, Tiong wan-tong" Itu, semua orang lantas bersorak memuji, tapi merasa geli pula. Setelah kedudukan "Ngo Coat" Ditetapkan, semua orang lantas gembira ria, dengan berpencar mereka pergi pesiar sendiri2 menikmati keindahan pegunungan Hoa-san. Mula2 Kwe Yang ikut di belakang sang ibu, Ui Yong, ia lihat Nyo Ko bergandengan tangan dengan Siao-liong li dengan mesranya menuju ke arah lain, katanya tiba2 pada, ibunya. "Mak, sekarang boleh aku ikut pergi bersama Nyo-toako dan Liong-cici dengan bebas, bukan?" Ui Yong mendadak diam tertegun sejenak, tapi lantas tersenyum penuh arti. -TAMAT KANG ZUSIhttp.//kangzusi.com / Bangau Sakti Karya Chin Tung Rahasia Si Badju Perak Karya GKH Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo