Pendekar Pemanah Rajawali 17
Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 17
Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong Biasanya kalo ia kena diserang, ia merasa sakit, tetapi sekarang, bukannya ia merasa sakit hanya gatal, dan enak sekali rasa gatal itu. Ia menjadi heran berbareng girang, hingga sengaja ia membuatnya lowongan, sampai Wanyen Kang dapat menyerang sepuasnya. Tidak sedikit pun ia merasakan sakit lagi. Siauw-ongya itu turut menjadi heran, karena pelbagai pukulannya tidak menyebabkan orang kesakitan atau roboh. "Kenapa sekalipun dengan pukulan yang membahayakan aku tidak dapat melukai dia?" Pikirnya. Sedang Kwee Ceng berpikir. "Heran, kenapa pukulannya empuk sekali, dia seperti meggaruki gatalku?" Adalah aturan dari resepnya io Cu Ong itu, siapa habis minum darah ular, tubuhnya mesti dipukuli, supaya dengan begitu, hawa darah itu buyar, supaya racunnya tidak bekerja lagi, setelah mana, tubuh orang yang bersangkutan menjadi tambah kuat. Maka itu kebetulan sekali Kwee Ceng bertempur sama Wanyen Kang. Siauw-ongya tidak ketahui rahasia itu, tidak heran kalau ia menjadi bingung. Tatkala Nio Cu Ong tiba, telah cukup lama Kwee Ceng terhajar, maka itu tubuhnya menjadi kuat luar biasa, pelbagai pukulannya Wanyen Kang menjadi tidak ada artinya. Menyaksikan itu, Cu Ong menjadi menyesal berbareng penasaran dan mendongkol. "Hai, bangsat anjing!" Dia menegu. "Siapa yang anjurkan kau mencuri ularku?!" Dia percaya, sebagai bocah Kwee Ceng tentunya tidak ketahui rahasia resepnya itu, mestinya si bocah diberi petunjuk oleh seorang berilmu, yang entah siapa. Kwee Ceng memang tidak tahu suatu apa mengenai resep itu atau darah ular yang ia minum, oleh karena itu ia gusar yang ia telah dicaci. "Bagus, kiranya kau yang piara ular berbisa itu!" Ia berseru. "Aku sekarang telah terkena bisanya binatang jahat itu, hendak aku mengadu nyawa denganmu!" Ia lompat maju untuk menyerang itu jago dari Kwan-gwa. Nio Cu Ong merasakan pula sambaran bau obat dan amis dari ular, yang leuar dari baju atau tubuhnya Kwee Ceng, mendadak hatinya menjadi panas, lantas timbul pikirannya yang kejam. Ia pikir. "Dia telah minum darah ularku, baik aku bunuh dia, untuk sedot darah dari tubuhnya itu, mungkin kekuatannya obat masih ada atau mungkin kekuatan itu bertambah besar" Karena ini, ia menjadi girang, lantas ia menyambuti serangan. Dengan lantas ia dapat menangkap tangannya si anak muda. Tenaganya Kwee Ceng telah bertambah luar biasa, maka itu ketika ia mengibaskan tangannya, untuk ditarik, tangan itu segera terlepas dari cekalannya lawan. Nio Cu Ong tidak menjadi heran yang ia tidak bisa mencekal terus tangannya bocah itu, ia lantas menggunai akal. Ia menanti lain serangan, lalu ia menangkap pula. Kali ini ia menunggu sampai orang berontak, segera ia gunai kakinya untuk menggaet. Jago ini lihay berlipat kali dari kwee Ceng, ia tentu dapat berbuat sesukanya terhadap anak muda itu, yang kalah pandai dan kalah pengalaman, kalah cerdik juga. Begitulah ketika kakinya kena digaet, Kwee Ceng roboh dengan segera. Lantas Cu Ong menubruk, untuk memegang keras pundak orang, yang ia tekankan kepada tanah, setelah mana ia majukan mukanya ke arah leher, untuk menggigit leher itu, guna menyedot darah ularnya. Sementara itu Oey Yong di dalam Hoa Cui Kok masih tidak dapat menerobos penjagaannya See Thong Thian, biarnya ia sangat lincah, semua percobaannya sia-sia belaka. Sebenarnya, kalau Thong Thian menghendaki, dengan gampang ia bisa bekuk nona itu, dengan mencekal tangannya, tetapi di depan Chao Wang, dia hendak pertontonkan kepandaiannya, dia sengaja permainkan nona itu. Oey Yong menjadi cemas. Akhirnya ia berhenti mencoba. "See Liong Ong," Katanya, untuk menggunai akal pula. "Asal aku dapat lolos, kau tidak dapat mengganggu pula padaku. Akurkah kau?" "Asal kau dapat molos, akan aku menyerah kalah!" Thong Thian jawab. Oey Yong lantas menghela napas. "Sayang, sayang." Katanya dengan masgul. "Sayang, ayahku cuma ajarkan aku menyerang masuk, dia tidak mengajarkan aku ilmu menerjang keluar....." "Apakah itu menyerang masuk dan menerjang keluar?" Tanya See Thong Thian. Biar bagaimana, ia belum pernah dengar hal ilmu masuk dann keluar itu. "Itulah ilmu untuk merobohkan kau," Sahut si nona. "Kau punya ilmu Menukar Wujud Memindahkan Kedudukan ini, walaupun sudah tidak dapat dicela, apabila dibandingkan sama kepandaian ayahku, bedanya masih jauh sekali!" Thong Thian gusar. Ia percaya ilmunya sudah dipuncak kemahiran. "Kau ngaco-belo, budak cilik!" Bentaknya. "Siapakah ayahmu itu?!" "Jikalau aku sebutkan nama ayahku, aku khawatir kau nanti kaget hingga semangatmu terbang!" Oey Yong menjawab. "Ketika dulu hari ia ajarkan aku menyerang masuk, ayahku itu menjaga di mulut pintu, aku memasukinya dari luar, beberapa kali aku mencoba, aku gagal. Mengenai kepandaianmu ini, memang dari dalam aku tidak sanggup menerjang keluar, akan tetapi kalau dari luar, tak usah menggunai tenaga untuk meniup debu, pasti aku akan dapat molos." Thong Thian mendongkol sekali. "Dari luar masuk ke dalam sama dari dalam pergi keluar, tidakkah itu sama saja?" Dia menanya. "Baiklah kau boleh coba dari luar!" Ia lantas menggeser tubuhnya, guna mengasih si nona pergi keluar. Ingin ia menyaksikan orang menyerang masuk, untuk mengetahui, apa macam ilmu menyerang masuk itu. Oey Yong lantas saja meleset keluar, terus ia tertawa geli. "See Liong Ong, kau telah tertipu olehku!" Katanya nyaring. "Kau telah bilang sendiri, asal aku berada di luar, kau akan menyerah kalah, kau tidak bakal mengganggu pula aku. Kau lihat, bukankah aku sekarang telah berada di luar? Nah, sampai ketemu pula!" See Thong Thian berdiri diam. Memang telah dibikin perjanjian itu, tidak peduli si nona telah menggunai akal bulus. Saking menyesalnya, ia ketoki kepalanya sampai tiga kali. Pheng Lian Houw bersahabat erat sekali sama Kwie-bun Liong, tidak suka ia membiarkan kawannya itu diperdayakan secara demikian, ia pun tidak senang orang dapat pergi dengan begitu saja, dari itu ia segera ayun kedua kedua tangannya. Maka menyambarlah dua renteng senjata rahasia yang berupa kim-chie atau uang emas. Adalah umum kalau orang menyerang dengan kim- chie, serangannya itu untuk atas dan bawah, hingga sulit orang lolos dari salah satunya. Orang she Pheng ini adalah satu ahli, hingga ia peroleh gelarannya yang luar biasa Cian Ciu Jin-touw, yang berarti pembunuh manusia seribu tangan, maka tidaklah heran kalau ia ada mempunyakan keistimewaannya sendiri. Senjata rahasianya itu adalah seperti bumerang. Kim-chie lewat di atasannya kepala Oey Yong, lalu berbalik sendirinya, terus menyerang ke bebokong. Oey Yong heran dan kaget. ia lihat serangan lewat di atasan kepalanya, ia menjadi heran, hingga ia memikir, kenapa kepandaian orang ini begini buruk? Tapi justru ia heran, ia dengar suara angin, lalu kedua senjata rahasia itu berbalik, menyambar ai di kiri-kanan mengarah batok kepalanya. Ia menjadi kaget sekali. Ia ada punya mustika pelindung tubuh, tidak demikian dengan kepalanya, kalau ia terserang jitu, celakalah ia. Karena ini, ia lompat ke depan, Ia baru menaruh kaki, atau kim-chie yang belakangan sudah menyambar pula. Hebat untuk dia, dua renceng kim-chie dari Phen Lian Houw terdiri dari beberapa puluh biji, datangnya saling susul. Tidak dapat kim-chie itu ditanggapi. Karena ini tidak ada jalan lain, terpaksa ia melompat maju pula, ia berlompatan. Maka dilain saat, ia telah kembali ke ruangan besar! Tidak ada niatnya Pheng Lian Houw untuk melukai si nona, ia menyerang denagn sennjata rahasianya itu guna menggiring nona itu kembali ke dalam, kalau tidak demikian, pasti Oey Yong tidak sanggup membebaskan diri dari bahaya maut atau entengnya terluka. Menampak itu, semua orang bersorak saking gembira. Lian Houw sendiri lantas berdiri di ambang pintu. "Bagaimana?" Dia tertawa. "Kau kembali ke dalam?" Oey Yong membuat main mulutnya untuk mengejek. "Kepandaianmu menggunai senjata rahasia bagus sekali," Bilangnya, tawar. "Melainkan sayang kau gunai itu untuk menghina satu anak perempuan! Apakah yang aneh?" "Siapa menghina kau?" Lian Houw tanya. "Aku toh tidak melukai kamu?" "Kalau begitu, kau biarkanlah aku berlalu dari sini," Kata si nona. "kau bilang dulu, siapa yang ajarkan kamu ilmu silat," Lian Houw bilang. Nona nakal itu tertawa. "Aku telah pelajarkan ini sejak aku dalam kandungan ibuku," Jawabnya. "Kau tidak hendak memberitahu, apakah dengan begitu kau menyangka aku tidak akan mengetahuinya?" Lian Houw berkata seraya sebelah tangannya menyemboki pundak orang. Oey Yong tidak menangkis, ia pun tidak berkelit. Ia tahu tidak dapat ia lawan jago ini, ia mencoba berlaku norek. Hendak ia menyangkal terus-menerus. Lian Houw lihat orang diam saja, disaat tangannya hampir mengenai pundak si nona, ia lantas menarik pulang. "Lekas menangkis!" Ia berseru. "Lekas! Di dalam sepuluh jurus, aku orang she Pheng pasti akan ketahui asal-usulmu!" Dia memang luas pengetahuannya dan mengenali ilmu silat pelbagai golongan, tetapi ilmu silat Oey Yong membuatnya bersangsi, dari itu ingin ia menempur selama sepuluh jurus untuk memeproleh kepastian. "Jikalau sampai sepuluh jurus kau masih belum dapat mengetahui?" Tanya Oey Yong. "Aku akan merdekakan padamu! Awas!" Sambil menjawab demikian, Lian Houw menyampok dengan tangan kiri yang disusul sama tinju kanan, tinju mana dibarengi sama tendangan kaki kanan. Inilah pukulan berantai tiga kali yang hebat. Oey Yong terkesiap juga melihat datangnya serangan saling susul dan berbareng itu, akan tetapi ia tidak menjadi kaget dan gugup. Sebat sekali ia mundur sambil memutar tubuh dengan sebelah kaki, hingga dengan begitu ia perlihatkan sikap "Si ayam emas berdiri dengan satu kaki". Dengan begitu, ia lolos dari bahaya. Di dalam hatinya, Pheng Lian Houw berkata. "Inilah ilmu silat Jie Long Kun dari Keluarga Luow dari Ceciu, Shoatong. Keluarag itu memang mengutamakan kelincahan. Coba aku desak pula dia dengan dua jurus." Lalu pikiran ini ia wujuskan denagn cepat sekali. "Inilah jurus yang kedua!" Berseru si nona, yang menangkis dengan tangan kiri buat memunahkan serangan orang. Ia bersilat dengan ilmu silatnya Iwee-kee si ahli dalam. Pheng Lian Houw menjadi heran. "Inilah jurus Pak-kek-sie dari ilmu silat Liok Hap dari Kangpak," Ia berpikir pula. "Ilmu silat ini bertentangan dengan Jie Long Kun, yang adalah dari pihak gwa-kee. Kenapa dia dapat menyakinkan dalam dan luar dengan berbareng?" Gwa-kee ialah ahli luar. Lantas orang she Pheng ini melanjuti serangannya, ynag ketiga dan keempat, karena juga yang kedua dan ketiga itu dapat dihindarkan si nona, demikian pun dengan yang keempat ini. Oey Yong menolong diri dengan ilmu silat Keluarga Swee dari Thay-goan, yaitu ilmu silat "Cut In Ciu" Atau "Keluar dari Mega". Lian Houw menjadi bertambah heran. "Heran bocah ini mempunyai ilmu silat campur aduk seperti ini! Mungkinkah ia sengaja berbuat begini untuk mencegah aku dapat mengenali asal-usulnya? Baik aku gunai pukulan yang telengas, denagn begitu tidak dapat ia tidak menggunai ilmu silatnya yang sejati guna menolong diri," Katanya dalam hati. Oleh karena berpikir begini, Lian Houw segera menyerang dengan jurusnya yang kelima, yang hebat sekali. Kalau yang keempat pertama bengis, tapi tidak sekejam ini. Semua orang terkejut melihat kawannya bersikap telengas begitu, dengan sendirinya mereka jadi berkhawatir untuk Oey Yong, sedang si nona pun segera menjadi kelabakan. ia cuma bisa berkelit dan menangkis, tidak dapat ia mencoba membalas menyerang. Auwyang Kongcu, san-cu atau pemilik dari Pek To San, lantas berkata. "Budak ini barusan menggunai jurus Menggantung kumala di gantungan emas. Itulah ilmu silat Lo Cia Sie dari partai Siong Yang Pay. Dia menyusuli itu dengan jurus Menunggang harimau mengalah tindak dari ilmu silat Tiang Kun dari Kwantong, yang mirip dengan ilmu silatnya saudara Som Sian Lao Koay. Ah, inilah Tepukan tiga kali dan Gunting emas, jurus dari Cu-ngo Tay Kok Kiam dari Kanglam. Banyak benar ragam ilmu silatnya. Ah,ah, dia celaka! Kenapa ia tidak berkelit ke kiri?" Pheng Lian Houw mendesak terus, sampai pada jurus yang kedelapan, tangan kirinya menggertak, tangan kanannya meninju. Oey Yong tahu tangan kiri itu adalah ancaman belaka, maka berniat ia berkelit ke kanan, tetapi justru itu, ia dengar perkataan terakhir dari sancu dari Pek To San itu, tiba-tiba ia mendapat pikiran baru, segera ia terjang tangan kiri si orang she Pheng itu denagn jurusnya "Tibanya air mata es dingin," Salah satu jurus dari ilmu silat "Soat San Pat To" Dari See Hek, wilayah Barat. Menampak itu, Auwyang Kongcu tertawa dan mengatakan. "Ha, dia menggunai ilmu silatnya tetanggaku!" Pheng Lian Houw mendelu mendengar suaranya orang she Auwyang itu. Terang si bocah wanita ini telah diberi kisikan berterang, hingga gagallah serangannya itu. Karena ini, ia menjadi mendongkol terhadap si nona . Ia kata dalam hatinya. "Mustahil aku tidak mampu hajar mampus padamu, budak?!" Ia memang telengas, kalau mulanya ia menaruh "belas kasihan", itu disebabakan si nona cantik dan manis, usianya pun masih sangat muda. Tapi sekarang, setelah ia dilayani dengan ilmu silatnya delapan partai, ia menjadi penasaran, dari penasaran, ia menjadi gusar, yang mana ditambah sama kisikannya san-cu dari Pek To San itu. Segera ia menyerang denagn jurusnya yang kesembilan. Ia menggunai jurus "Menolak jendela untuk memandang rembulan", ia bergerak denagn kedua tangannya, tangan kiri di balik ke bawah, tangan kanan ke atas. Oey Yong terkejut melihat gerakan lawan ini, sampai ia mengeluh di dalam hatinya. Batok kepalanya bakal hancur luluh kalau ia sampai kena di serang. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Untuk menangkis sudah tidak keburu lagi. Terpaksa ia lantas berkelit, kepalanya di aksih mendak, kedua tangannya ditekuk, untuk membalas menyikut naik dadanya penyeranganya itu. Pheng Lian Houw menyerang dengan hebat, akan tetapi ia waspada, maka itu ia dapat melihat perlawanan si nona. Dengan gampang ia membebaskan dirinya, sesudah mana, ia melanjuti dengan jurusnya yang kesepuluh. Ia menggunai tipu silat "Binatang jatuh di tengah udara". Tapi ia tidak menyerang habis, disaat si nona hendak memunahkannya. ia berhenti setengah jalan sambil terus berseru. "Kau muridnya Hek Hong Siang Sat!" Dan seruan ini disusul sama gerakan tangan kanan, atas mana Oey Yong terhuyung ke belakang, terpelanting tujuh-delapan tindak! Semua orang terperanjat dengan perkataan Pheng Lian Houw itu, kecuali Chao Wang. Sebab mereka semua adalah orang-orang kangouw berpengalaman dan terhadap Hek Hong Siang Sat, rata-rata orang jeri. Benar terkabar kalau Tong Sie Tan Hian Hong si Mayat Perunggu telah meninggal dunia akan tetapi tidak ada diantara mereka ini yang pernah menyaksikan sendiri, mereka jadinya ragu-ragu. Pheng Lian Houw telah dapat membuktikan ilmu silatnya Oey Yong di jurus kesembilan, dari itu pada jurus kesepuluh batal ia dengan maksudnya menghajar si nona, ia cuma mendorong saja denagn keras. Oey Yong dapat mempertahankan diri, setelah berdiri tetap, mendadak ia rasakan sakit pada dadanya yang kiri. Sebenarnya hendak ia bicara, ketika denagn sekonyong-konyong. di malam yang tenang itu, ia dengar satu suara keras dari kejauhan, malah ia segera kenali suaranya Kwee Ceng, suara mana bernada kaget dan gusar. Ia menjadi kaget, mukanya menjadi pucat. Ia menduga kawannya itu telah menghadapi ancaman malapetaka. Memang juga itu waktu, Kwee Ceng telah dibikin tak berdaya oleh Nio Cu Ong. Ia telah ditekan ke tanah, tangannya dan kakinya telah dicekal keras, hingga habislah tenaganya, tak dapat ia berkutik. Ia kaget bukan main, waktu ia rasakan mulutnya orang si she Nio itu mengenai batang lehernya. Setahu dari mana datangnya, mendadak saja ia dapat tenaga pula, terus ia berontak sekuat-kuatnya, hingga Nio Cu Ong tidak dapat menguasai ia terlebih lama. Ia tidak lantas menginsyafi bahwa ia dapat tenaga besar berkat darah ular yang dicampur latihan tenaga dalam dari Tan Yang Cu Ma Giok. Dengan satu gerakan "Ikan gabus meletik" Ia kasih dengar jeritannya itu. Nio Cu Ong bukan melainkan membikin terlepas cekalannya, juga kedua telapakan tangannya pecah dan berdarah, darahnya mengalir keluar. Ia menjadi kaget berbareng gusar. Segera ia maju untuk menyerang pemuda itu. Kwee Ceng berkelit dengan berlompat ke belakang, tetapi Nio Cu Ong ada sangat gesit, tangannya tiba di bebokongnya. Kali ini, pukulannya Nio Cu Ong bukan seperti pukulannya Wanyen Kang, pukulan ini mendatangkan rasa sangat sakit. Maka itu, karena sakitnya dan kaget, Kwee Ceng lantas lari sekeras-kerasnya. Dia memang ringan tubuhnya, setelah meminum darah ular, tenaganya bertambah, hingga itu Nio Cu Ong tidak dapat segera menyandak, hingga mereka berlari-larian di taman, di antara pohon-pohon dan gunung-gunungan. Satu kali Cu Ong berlompat, tangannya menjambak. Kwee Ceng berayal, bajunya kena terpegang, baju itu lantas robek sebagian, bebokongnya kena terjambret hingga berdarah, bertapak tanda lima jari, sakitnya bukan main. Saking takut, Kwee Ceng lari terus. Kebetulan ia tiba di depan rumah petani dari onghui, ia lompat masuk ke dalam rumah itu. Di situ ia mendekam. Nio Cu Ong tidak dapat mencari. Kemudian ia disusul oleh Wanyen Kang, denagn siapa ia berbicara. Selama itu Kwee Ceng terus diam saja, cuma kupingnya mendengar pembicaraan orang itu. Di dalam hatinya ia berpikir. "Onghui murah hati, mungkin ia dapat menolong aku" Karena ini, ia keluar dari tempat sembunyinya, ia lari ke dalam kamar si nyonya agung. Ia dapatkan sebuah kamar yang diterangi lilin tetapi penghuninya tidak ada, onghui kebetulan berada di kamar yang lain. Ia melihat ke seluruh kamar. Di sebelah timur ada sebuah lemari besar, ia hampirkan itu, akan buka pintunya, lalu ia masuk ke dalamnya, untuk menyembunyikan diri. Dengan masih mencekal terus goloknya, ia menghela napas lega. Segera tedengar tindakan kaki perlahan masuk ke dalam kamar. Dari sela-sela lemari, Kwee Ceng mengintai. Ia lihat yang datang itu onghui sendiri. Nyonya agung itu duduk di samping meja, matanya bengong mengawasi lilin. Tidak antara lama, Wanyen Kang bertindak masuk. "Ma," Sapanya. "Apakah tidak ada orang jahat masuk ke mari?" Onghui menggeleng kepala. Cuma sebegitu jawabannya. Putra itu lantas keluar pula, untuk bersama Io Cu Ong dan yang lainnya pergi mencari ke lain-lain bagian dari istana itu. Sebentar kemudian, onghui mengunci pintu. Hendak ia beristirahat. "Setelah sebentar ia meniup lilin, aku akan lari dari jendela," Kwee Ceng pikir. "Aku percaya adik Yong sudah lama pulang." Hampir di itu waktu, di jendela terdengar satu suara keras, disusul sama menjublaknya daun jendela itu dan mana segera lompat masuk satu orang. Kwee Ceng terkejut, begitu juga onghui, malah nyonya itu mengasih dengar jeritan tertahan. Orang yang datang itu adalah Yo Tiat Sim yang menyebut dirinya Bok Ek. Kedatangannya ini pastilah diluar dugaannya Kwee Ceng dan onghui. Kwee Ceng menyangka orang sudah ajak gadisnya pergi menyingkir. Onghui dapat menenangkan diri, ia mengawasi Bok Ek itu. "Kau baiklah lekas pergi," Bilangnya kemudian. "Tidak boleh mereka dapat lihat kita." "Terima kasih untuk kebaikan onghui," Berkata Yo Tiat Sim. "Jikalau aku tidak datang sendiri untuk menghanurkan terima kasihku, meskipun aku mati tidaklah aku dapat memeramkan mata." Suara itu berirama sedih. "Ya, sudahlah," Onghui itu menghela napas. "Dalam kejadian itu adalah anakku yang salah, dia membuatnya kamu ayah dan anak bersusah hati." Tiat Sim tidak menyahuti, ia hanya memandang seluruh kamar. Tiba-tiba ia menjadi sangat berduka, kedua matanya menjadi merah, tanpa ia dapat menahan, air matanya menguncur turun. Dengan uujung bajunya, ia susuti air matanya itu. Ia bertindak ke tembok, di situ ia kasih turun tombak besi yang tergantung. Ia meneliti gagang tombak itu. Tepat enam dim dekat tajamnya tombak, di situ ada terukir empat huruf "Tiat Sim Yo-sie", yang artinya. "Istrinya Yo Tiat Sim". Lantas ia pegang terus tombak itu, ia mengusap-usap. Akhir-akhirnya sambil menghela ia berkata. "Tombak ini sudah karatan, tandanya sudah lama tidak pernah digunakan lagi." Agakanya onghui heran atas lagak-lagu orang itu. "Aku minta janganlah kau raba tombak itu," Katanya perlahan. "Kenapakah?" Tiat Sim tanya. "Itulah barang yang aku paling hargai," Sahut si nyonya agung. "Ah" Tiat Sim bersuara perlahan, terus ia gantung tombak itu. Sekarang ia mengawasi lanjam yang berada si pinggiran tombak itu. "Ujung lanjam ini sudah rusak, biarlah besok besok suruh Thio Bok-jie dari dusun timur memperbaikinya dengan tambah setengah kati besi" Katanya peralahan. Mendengar kata-kata itu, tubuh onghui bergemetar. Ia berdiam aja mengawasi Tiat Sim. Sampai sekian lama baru ia dapat membuka mulutnya. "Kaukau kata apa?" Tanyanya. "Aku bilang lanjam ini sudah rusak," Tiat Sim menyahuti. "maka besok baiklah suruh Thio Bok-jie dari dusun timur membetulkannya, dengan menambah setengah kati besi" Tiba-tiba saja onghui menjadi lemas kedua kakinya, ia roboh di kursi. "Kaukau siapa?" Tanyanya, suaranya menggetar. "Kenapakenapa kau ketahui kata-katanya suamiku pada itu malam dari saat kematiannya?" Hancur hatinya onghui ini yang sebenarnya bukan lain daripada Pauw Sek Yok atau nyonya Yo Tiat Sim. Rumah tangganya telah runtuh, famili pun tidak ada, mana ia percaya suaminya telah menutup mata, dengan terpaksa ia turut Wanyen Lieh pergi ke Utara. Tidak dapat ia menampik bujukannya pangeran itu yang perlakukan ia dengan baik sekali, di akhirnya ia serahkan dirinya dijadikan onghui atau selir. Sudah delapan belas tahun ia tinggal di istana, selama itu wajahnya tidak berubah banyak. Sebaliknya To Tiat Sim yang mesti hidup dalam pengembaraan, ia tidak lagi seperti masa mudanya, maka itu sekalipun mereka berada di dalam sebuah kamar, Pauw Sek Yok tidak dapat lantas mengenali suaminya itu. Yo Tiat Sim tidak menjawab, ia hanya bertindak ke samping meja, untuk menarik lacinya meja itu. Di dalam situ ada tersimpan beberapa potong pakaian pria, baju dan celana biru. Itulah pakaian yang ia pakai pada dulu hari. Ia jumput sepotong baju, ia kerebongi itu pada tubuhnya. "Bajuku telah cukup dipakai. Tubuhmu lemah, kau pun tengah mengandung, kau baik-baiklah beristirahat, tak usah kau membikin pakaian lagi untukku" Sek Yok terkejut. Ia ingat betul, itulah kata-kata suaminya dulu hari tempo ia tengah hamil membuatkan sepotong baju baru. Ia lantas berbangkit, akan hampirkan Tiat Sim, baju siapa ia tarik, kemudian ia gulung tangan bajunya, hingga ia dapat lihat di lengan kiri orang satu tanda bekas luka. Sekarang ia tidak bersangsi pula, maka lantas saja ia tubruk suaminya itu dan merangkulnya erat-erat seraya ia menangis sedih sekali. "Aku tidak takut!" Katanya kemudian. "Lekas kau bawa aku pergi.Aku akan turut kau ke lain dunia, untuk mati bersamaAku lebih suka menjadi setan untuk tetap berada bersama denganmu!" Tiat Sim rangkul istrinya itu, air matanya turun bercucuran. "Kau lihat, apakah aku setan?" Kata suaminya ini kemudian. See Yok memeluk erat-erat. "Tidak peduli kau manusia atau setan, tidak dapat aku lepaskan kau!" Katanya. Hanya sejenak kemudian ia bertanya. "Mustahilkah kau belum mati? Mustahilkah kau masih hidup?" Tiat Sim hendak menyahuti istrinya itu tatkala mereka mendengar suara Wanyen Kang dari luar kamar. "Mama, kenapakah kau berduka pula? Dengan siapakah kau berbicara?" Se Yok kaget tetapi ia lantas menyahuti. "Aku tidak apa-apa, aku hendak tidur." Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Wanyen Kang tidak lantas pergi hanya ia jalan mengitari rumah itu. Ia menjadi curiga sebab tadi terang ia dengar suara orang berbicara. Di pintu ia berhenti dan mengetok perlahan beberapa kali. "Ma, hendak aku bicara denganmu," Katanya. "Besok saja," Sahut sang ibu. "Sekarang aku letih sekali." Mendapatkan ibu itu tidak hendak membuka pintu, siauw-ongya ini menjadi semakin bercuriga. "Aku hendak omong sedikit saja, lantas aku pergi," Ia berkata pula. Tiat Sim menduga orang bakal masuk ke dalam, ia lepaskan Sek Yok dan bertindak ke jendela dengan niat lompat keluar, tetapi ketika ia menolak, jendela itu keras, rupanya ada orang yang menahannya dari sebelah luar. Pauw Sek Yok segera menunjuk ke lemari, maksudnya menganjurkan suaminya itu masuk ke dalamnya untuk bersembunyi. Tiat Sim suka menurut. Ia memang tidak rela meninggalkan istrinya itu. Ia lantas bertindak ke lemari yang ditunjuk itu, untuk menjambret pintunya untuk dibuka. Begitu pintu lemari terpentang, tiga orang menjadi terkejut sekali. Di dalam lemari itu tertampak Kwee Ceng, melihat siapa onghui menjadi tergugu, hingga ia mengeluarkan jeritan tertahan. Wanyen Kang berkhawatir mendengar jeritan ibunya itu, ia takut ibunya diganggu orang jahat. Dengan pundaknya, ia segera tabrak pintu kamar itu, hingga daun pintunya mejeblak terbuka. Sebelum orang nerobos masuk, Kwee Ceng tarik Tiat Sim masuk ke dalam lemari, yang pintunya ia segera tutup pula. Wanyen Kang dapatkan ibunya bermuka pucat dan mukanya itu bermandikan air mata. Di dalam kamar itu tapinya tidak ada lain orang. Ia menjadi curiga sekali. "Ma, ada terjadi apakah?" Ia menanya. "Tidak apa-apa," Sahut si ibu, yang menenangkak dirinya. "Hatiku tidak tentram." Putra itu menghampiri ibunya, di tubuh siapa ia menyanderkan diri. "Ma, aku tak akan main gila lagi," Katanya. "Aku minta supaya kau jangan bersusah hati. Dasar anakmu yang buruk." "Nah, kau pergilah," Kata ibu itu. "Aku mau tidur." "Ma, apakah tidak ada orang masuk ke mari?" Putra itu tanya pula. "Siapakah dia?" Tanya ibunya, hatinya berdenyut. "Orang jahat telah nyelusup masuk kedalam istana," Wanyen Kang beritahu. "Begitu?" Tanya ibunya. "Sekarang lekas kau pergi tidur. Urusan itu kau jangan campur tahu!" Wanyen Kang tertawa. "Tentara pengawal semuanya kantong nasi!" Katanya. "Ma, baiklah, kau tidurlah!" Putra ini memberi ucapan selamat malam, tapi disaat ia hendak mengundurkan diri, ia dapat melihat ujung baju di sela-sela lemari, maka kembali timbul kecurigaannya. Ia batal pergi, ia lantas ambil tempat duduk. Ia pun menuang the ke dalam cangkir, untuk di minum dengan perlahan-lahan. Sembari minum, hatinya bekerja. " Di dalam lemari itu ada seorang sembunyi, entah ibu mengetahuinya atau tidak." Demikian pikirnya. Ia masih menghirup beberapa kali, baru ia berbangkit, bertindak perlahan-lahan. "Ma," Katanya. "Bagaimana tadi permainan tombakku, bagus atau tidak?" "Lain kali aku larang kau menghina orang karena kau andalkan pengaruhmu," Sang ibu bilang. "Siapa mengandalkan pengaruh, Ma?" Sahut si anak. "Aku tempur itu anak tolol dengan andalkan kepandaianku." Ia telah sampai di tembok, tangannya diulur kepada tombak, begitu lekas ia mencekal dengan baik yang mana ia lakukan dengan luar biasa cepat mendadak saja ia menikam ke arah lemari. Itulah gerakan "burung hong terbang, ular naga melayang". Pauw Sek Yok melihat itu, ia kaget bukan main, hingga ia lantas roboh pingsan. Tapi Wanyen Kang telah menahan gerakan tangannya, batal ia menikam lemari disaat ujung tombak hampir mengenai daun pintu lemari. Ia pun lihat ibunya itu roboh. "Ah, ibu tahu di dalam lemari ini ada orang" Pikirnya. Ia lantas senderkan tombaknya, untuk mengasih bangun pada ibunya. Sambil berbuat begitu, ia tetap mengawasi ke lemari. Sek Yok sadar dengan perlahan-lahan, kapan ia dapatkan lemari tidak kurang satu apa, hatinya menjadi lega. Hanya karena kagetnya itu, tubuhnya menjadi lemah sekali. Wanyen Kang telah menyaksikan kelakuan ibunya ini. "Ma," Katanya keras. "Aku ini anak kandungmu atau bukan?" "Tentu saja," Sahut ibunya itu. "Kenapa kau menanya begini?" "Kalau begitu, kenapa ada apa-apa yang disembunyikan kepadaku?" Si anak bertanya pula. Hatinya Pauw Sek Yok goncang keras. Ia pikir. "Kejadian ini mesti dijelaskan kepada anak ini, biarlah mereka ayah dan anak bertemu, habis itu barulah aku mencari jalan pendekku. Aku telah hilang kehormatan diriku, inilah kesalahan besar yang tidak dapat diperbaiki lagi, maka dalam dunia ini tidak bisa aku hidup pula bersama Tiat Sim." Karena memikir ini, air matanya lantas bercucuran deras. Wanyen Kang mengawasi ibunya, ia heran dan bercuriga. "Kau duduklah baik-baik, kau dengari aku bicara," Kemudian kata si ibu. Putra itu menurut, ia berduduk, tetapi tombaknya masih dipegangi. "Apakah kau sudah lihat itu ukiran empat huruf di gagang tombak?" Pauw Sek Yok tanya. "Sedari aku masih kecil telah aku menanyakannya," Menjawab anak itu. "Tetapi ibu tidak hendak menjelaskan siapa Yo Tiat Sim itu. "Sekarang aku akan menerangkannya kepadamu," Kata ibu itu. Tiat Sim dalam lemari telah dengar nyata pembicaraan di antara ibu dan anak itu, hatinya tergoncang keras. Ia pun berpikir. "Sekarang dia telah menjadi satu onghui, mana dapat ia mengikuti pula aku seorang rakyat kasar? Dia hendak membuka rahasia, mungkinkah ia hendak menyuruh anaknya itu mencelakai aku?" Ia lantas dengar perkataannya Pauw Sek Yok. "Tombak ini tadinya berada di dusun Gu-kee-cun di kota Lim-an, ibukota dari kerajaan Song di Kanglam. Aku sengaja menitahkan orang melakukan perjalanan jauh ribuan lie untuk mengambilnya. Itu lanjam di tembok dan semua perabotan dalam ruangan ini, seperti meja, bangku, lemari dan pembaringan, tidak ada satu yang bukan dibawanya dari Lim-an." "Sampai sebegitu jauh aku tidak mengerti," Berkata Wanyen Kang. "Kenapa mama suka sekali tinggal di ini rumah bobrok, anakmu membawakan kau perabot rumah tangga yang baru tetapi semua itu ibu tolak." "Kau menyebutkan rumah ini bobrok?" Tanya sang ibu. "Aku justru merasa ini jauh terlebih bagus dibandingkan istana yang indah, yang segalanya serba dilukis dan diukir dan diperaboti mentereng! Anak, kau tidak punyai untung bagus, kau tidak dapat tinggal di rumah bobrok ini bersama-sama dengan ayah dan ibu kandungmu snediri." Jantungnya Tiat Sim berdenyut, pedih ia merasa. Wanyen kang tertawa. "Ma, makin lama kau bicara, makin aneh!" Katanya. "Mana bisa ayah tinggal di sini?" Sek Yok menghela napas. "Kasihan ayahmu itu, selama delapan belas tahun dia berkelana di duni kangouw," Berkata dia. "Oleh karena itu mana bisa dia berdiam dengan tenang dan tentram di rumah ini." Sang putra heran hingga ia mengawasi dengan matanya dibuka lebar-lebar. "Ma, apakah katamu?" Tanyanya saking heran. "Taukah kau siapa ayahmu yang sebenarnya?" Sek Yok menanya, suaranya keras. "Ayahku adalah adiknya sri baginda, dialah pangeran Chao Wang," Sahut Wanyen Kang. "Kenapa mama menanya begitu?" Ibu itu berbangkit, ia peluki tombak besi itu, lantas air matanya turun dengan deras. "Kau tidak tahu, anak, inilah tidak heran," Katanya sesegukan. "Kau tidak dapat disesalkan. Tombak iniinilah senjatanya ayahmu yang sejati" Ia pun lantas menunjuk pada ukiran empat huruf di gagang tombak. "Ini barulah namanya ayahmu itu!" Tubuhnya sang putra bergemetar. "Ma, pikiranmu was-was," Katanya. "Nanti aku pergi panggil tabib." "Aku was-was kenapa?" Ibu itu bilang. "Apakah kau sangka kau adalah orang bangsa Kim? Kau adalah orang Han! Kau bukannya bernama Wanyen Kang, tetapi nama kau ialah Yo Kang!" Mendengar di sebutnya nama Yo Kang itu, Kwee Ceng ingat segera ingat satu nama yang ia rasa kenal baik. Ia hanya lupa, di mana ia pernah dengar itu, Kemudian ia ingat, tempo ia masih kecil, di sana ada sebuah piasu belati yang gagangnya berukiran dua huruf "Yo Kang" Itu. Kemudian piasu itu telah dipakai menikam mati pada Tan Hian Hong si Mayat Perunggu. Kemudian lagi piasu itu lenyap entah ke mana. Wanyen Kang heran bukan kepalang. Ia lantas memutar tubuhnya. "Nanti aku minta ayah datang ke mari!" Katanya. "Ayahmu ada disini!" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sek Yok bilang. Lantas dia bertindak cepat le arah lemari, untuk buka pintunya, sesudah mana, ia pegang tangannya Yo Tiat Sim, untuk di tarik keluar. "Oh, kiranya kau!" Seru pangeran itu, yang mendadak saja menikam Bok Ek, yang di arah tenggorokannya. Tiat Sim berkelit, sedang Sek Yok menjerit. "Inilah ayahmu! Apakah kau masih tidak percaya?" Lantas ia benturkan kepalanya ke tembok hingga tubuhnya terus roboh ke lantai. Wanyen Kang kaget, ia putar tubuhnya, akan lihat ibunya itu, yang kepalanya mandi darah dan napasnya empas-empis. Saking tergugu, ia jadi berdiri menjublak. Tiat Sim tubruk istrinya itu, yang ia terus peluk dan angkat untuk dibawa lari keluar dari rumah bobrok itu. "Lepaskan!" Teriak Wanyen Kang, yang kaget sekali. Tapi ia masih sadar, maka juga sambil berlompat dengan gerakan "Seekor belibis keluar dari rombongannya", ia serang bebokongnya Yo Tiat Sim. Bab 21. Semua Berkumpul Tiat Sim mendengar angin menyambar belakangnya, ia putar tangan kirinya ke belakang, untuk menangkis seraya mencekal, maka ujung tombak lantas kena terpegang. Ia telah mainkan ilmu silat Keluarga Yo bagian jurus "Hui ma chio" Atau "Membaliki kuda", ialah tipu istimewa yang hanya diketahui keluarganya yang mewariskan ilmu silat itu. Sebenarnya habis itu, tanpa menanti musuh menarik pulang tombaknya, tangan kanannya sudah mesti membarengi menyerang, akan tetapi sekarang ia memeluki Pauw Sek Yok dengan tangan kanannya itu, tidak dapat ia menyerang. Maka seraya memutar tubuh, ia membentak. "Ilmu silatku ini diwariskan cuma kepada anak laki-laki, tidak kepada anak perempuan, dari itu tentulah gurumu tidak dapat mengajarakan kepadamu!" Memang benar, walaupun Khu Cie Kee lihay, tapi ia tidak dapat mengerti sedalam-dalamnya ilmu silat Keluarga Yo itu, jadi kepandaian Wanyen Kang menggunai tombak itu belum sempurna, maka ditegur begitu, pangeran itu menjadi tercengang. Dengan begitu, mereka mencekal masing-masing satu ujungnya tombak itu. Inilah hebatnya untuk tombak itu sendiri, yang gagangnya sudah tua. Tempo keduanya saling membetot, gagang tombak itu patah sendirinya. Kwee Ceng lantas lompat maju, ia membentak. "Kau telah bertemu dengan ayahmu sendiri, kenapa kau masih tidak berlutut untuk memberi hormat!" Wanyen Kang bersangsi, ia menjadi tidak berayal. Yo Tiat Sim tidak pedulikan pangeran itu, dengan bawa istrinya , ia telah tiba di luar. Ia sudah lantas disambut Bok Liam Cu, gadisnya itu, maka bersama-sama mereka melompati tembok untuk menyeingkirkan diri. Kwee Ceng juga tidak berani berayal-ayalan, segera ia pun lari keluar. Disaat ia hendak melompat tembok, ia merasakan sambaran angin ke arah kepalanya. Ia menjadi kaget sekali, cepat sekali ia mendak. Meski begitu, angin menyambar lewat di mukanya, ia merasakan perih bagaikan kebaret pisau. Itulah menandakan lihaynya si penyerang. Selagi ia terkejut, ia dengar bentakan. "Anak tolol, aku si orang tua sudah lama menantikanmu di sini!" Itulah suaranya Som Sian Lao Koay Nio Cu Ong! Pada itu waktu di lain kalangan, tatkala mendengar Pheng Lian Houw mengatakan ialah muridnya Hek Homh Siang Sat, sambil tertawa Oey Yong kata kepada cecu itu. "Kau kalah!" Ia berbicara dengan terpaksa, karena hatinya cemas bukan main mendengar suaranya Kwee Ceng, maka habis berkata, ia terus putar tubuhnya dan bertindak ke pintu. Cuma dengan satu kelebatan, Pheng Lian Hoauw sudah mengahdang di ambang pintu. "Oleh karena kau adalah muridnya Hek Hong Siang Sat, aku tidak berniat mengganggu padamu," Berkata orang she Pheng ini. "Hanya kau bilanglah, apa perlunya gurumu menitah kau datang kemari?" Oey Yong tertawa. Dia menyenggapi. "Kau sendiri yang bilang, jikalau dalam sepuluh jurus kau tidak dapat mengenali ilmu silatku, kau akan membiarkannya aku berlalu dari sini. Kau adalah satu laki-laki sejati, kenapa sekarang kau menyangkal?" Pheng Lian Houw gusar sekali. Ia menyahuti dengan membentak. "Jurusmu yang terakhir adaah jurus "Tindakannya si binatang sakti". Apakah itu bukannya pengajaran dari Hek Hong Siang Sat?!" Oey Yong tertawa pula. "Belum pernah aku melihat Hek Hong Siang Sat," Dia kata. "Laginya, dengan kepandaian semacam itu dari mereka, mereka mana tepat menjadi guruku?" "Percuma kau menyangkal!" Bilang Lian Houw. "Nama Hek Hong Siang Sat pernah aku dengar," Oey Yong bilang tanpa pedulikan perkataan orang. "Apa yang aku tahu tentang mereka ialah mereka pengrusak perikeadilan dan prikemanusiaan, tidak ada kejahatan yang mereka tidak lakukan. Mereka pun telah mendurhaka terhadap guru dan kakek guru mereka, jadinya mereka adalah orang-orang dari Rimba Persilatan? Kenapa Pheng Cecu samakan aku dengan mereka itu?" Mulanya orang menyangka nona ini tidak hendak omong terus terang, akan tetapi mendengar ia bicara demikian hebat terhadap Hek Hong Siang Sat, yang dikatakan Pheng Lian Houw sebagai gurunya, mereka menjadi saling mengawasi, dari heran mereka jadi mau mempercayai. Orang boleh berdusta hebat tetapi tidak nanti ada murid yang berani mencela dan mencaci guru sendiri di hadapan orang banyak. Mau tidak mau, Pheng Lian Houw menggeser tubuhnya ke samping. "Nona kecil, hitunglah kau telah menang," Katanya. "Aku si Lao Pheng kagum sekali untukmu! Sekarang aku memikir untuk meminta tanya namamu yang harum." Oey Yong tertawa lagi. "Maafkan, aku dipanggil Yong-jie," Ia menyahut. "Apakah shemu?" Lian Houw menanya pula. "Aku tidak punya she," Sahut si nona, yang tersenyum. Semua orang di situ, kecuali Leng Tie Siangjin dan Auwyang Kongcu, telah menjadi pecundangnya nona ini, oleh karena Leng Tie Siangjin telah terluka parah, hingga tidak dapat ia menggeraki tubuhnya, kelihatannya cuma Auwyang Kongcu yang bisa menghalangi nona ini, maka itu, semua mata ditujukan kepada pemuda she Auwyang ini. Auwyang Kongcu, sambil tersenyum, lantas bertindak perlahan. "Aku yang rendah dan bodoh, ingin aku meminta pengajaran beberapa jurus dari nona," Ia berkata. Oey Yong mengawasi, terutama untuk pakaian orang yang serba putih. "Mereka itu ini nona-nona cantik yang menunggang unta putih adakah mereka orang-orangmu?" Dia menanya, menegaskan. Auwyang Kongcu tertawa. "Apakah kau telah bertemu dengan mereka itu?" Tanyanya. "Kecantikan mereka itu tidak ada separuhnya dari kecantikanmu." Oey Yong agaknya jengah, hingga wajahnya bersemu merah. "Di sini ada beberapa tua bangka yang hendak menyusahkan aku, mengapa kau tidak membantu aku?" Dia tanya. Auwyang Kongcu tidak bisa lantas menjawab, dengan tajam ia menatap. Ia merasa hatinya gatal dan tulang-tulangnya lemas Anak muda ini lihay ilmu silatnya, di See Hek, wilayah Barat, ia menjagoi seorang diri. Tapi ia pun gemar sekali pada paras elok. Maka juga sejak beberapa tahun dia sudah kirim orang ke pelbagai tempat, untuk mencari nona-nona cantik dan manis, untuk dia ambil mereka itu sebagai gundik-gundiknya. Adalah diwaktu-waktu yang senggang, ia ajarkan mereka itu ilmu silat dan ilmu surat, dari itu dengan sendirinya mereka itu menjadi juga murid-muridnya. Kali ini ia berlalu dari kampung halamannya atas undangan Chao Wang, dia datang ke kota raja Yankhia dengan mengajak sekalian gundik-gundiknya yang merangkap murid-muridnya itu. Dia sengaja menitahkan mereka menyamar sebagai pria, dengan semua dimestikan mengenakan pakaian serba putih seraya menunggang unta-unta putih juga. Oleh karena gundik-gundiknya itu banyak, dia pecah mereka dalam beberapa rombongan. Serombongan di antaranya, yang berjumlah delapan orang, adalah mereka yang di tengah jalan bertemu dengan Kanglam Liok Koay dan Kwee Ceng. Mereka dengar itu Biauw Ciu Sie-seng bicara perihal kuda jempolan, yang keringatnya merah, mereka jadi ketarik hati dan ingin merampasnya untuk diserahkan kepada Auwyang Kongcu, guna mengambil hatinya suami merangkap guru itu. Di luar sangkaan mereka, mereka gagal. Auwyang Kongcu pun bangga akan gundik-gundiknya itu, yang ia percaya adalah tercantik di kolong langit ini, - sekalipun di dalam keraton raja, belum tentu ada tandingannya, - ia tidak nyana mereka itu kalah dari Oey Yong, hingga ia menjadi tergila-gila sampai umpama kata kepalanya pening. Demikian hatinya goncang kana mendengar suara orang yang merdu itu. "Nah, hendak aku pergi!" Katanya si nona pula. "Kalau mereka itu menghalangi aku, kau bantu aku, maukah kau?" Auwyang Kongcu tertawa. "Untuk aku membantu kau, itu pun dapat," Katanya. "Asal kau angkat aku menjadi gurumu dan untuk selamanya kau mengikuti aku." Si nona tertawa. "Umpama kata aku menjadi muridmu, tak usahlah untuk selama-lamanya aku mengikuti kau!" Dia bilang. "Murid-muridku beda daripada murid-muridnya orang lain," Auwyang Kongcu bilang. "Semua muridku wanita dan asal sekali saja aku memanggil, semuanya bakal datang." Oey Yong miringkan kepalanya. "Aku tidak percaya!" Ujarnya. Auwyang Kongcu hendak membuktikan perkatannya, ia lantas mengasih dengar suaranya. Sebentar saja di muka pintu terlihat beberapa puluh wanita muda dengan pakaian serba putih yang berseragam, melainkan tubuh orang ada yang kurus dan montok, tinggi dan kate. Dengan lantas mereka berdiri berkumpul di belakangnya anak muda itu. Mereka ini berkumpul di luar selagi Auwyang Kongcu berpesta, baru mereka muncul setelah ada panggilan. Pheng Lian Houw semua seperti bermata kabur, memandang nona-nona manis itu, mereka jadi kaget sekali dan tergiur hatinya. Ketika di Kalgan, Oey Yong telah robohkan delapan dari nona-nona itu, ia ketahui kepandaian silat mereka itu biasa saja, sekarang ia sengaja permainkan Auwyang Kongcu supaya orang mengumpulkan gundik-gundiknya itu. Ia mengharap, selagi orang berkumpul banyak, ia dapat mencari jalan untuk meloloskan diri. tapi Auwyang Kongcu cerdik, dia rupanya telah dapat menerka, maka juga ia terus pergi ke ambang pintu, dengan perlahan-lahan dia mengipasi dirinya, sedang di bawah sinar merah dari api lilin, dia mengerling kepada si nona. Dia kelihatannya tenang dan puas. Mengetahui akalnya gagal, Oey Yong mengasah pula otaknya. "Jikalau kau benar-benar lihay," Ia bilang. "Memang tidak ada yang terlebih baik daripada aku mengangkat kau menjadi guru, supaya dengan begitu kemudian aku tak usahlah menerima penghinaan orang." "Apakah kau hendak mencobanya?" Auwyang Kongcu menegaskan. "Benar!" Jawab si nona. "Baiklah!" Berkata kongcu itu. "Nah, kau kemarilah! Kau tak usah takut, aku tidak akan balas menyerang." "Bagaimana?" Si nona menanya. "Apakah tanpa membalas menyerang kau dapat mengalahkan aku? Benarkah?" Pemuda itu tertawa. "Walaupun kau pukul aku, mana aku tega membalas memukul?" Katanya kemudian. Lian Houw semua heran. Mereka pun dapat anggapan, pemuda ini benar-benar ceriwis. Mereka pikir. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nona ini lihay, walaupun dia lebih pandai sepuluh lipat, mana bisa dia mengalahkannya tanpa dia membalas menyerang? Mungkinkah dia hendak menggunai ilmu siluman?" "Aku tidak percaya yang kau benar-benar tidak bakal balas menyerang!" Bilang Oey Yong pula. "Hendak aku telingkung tanganmu ke belakang!" "Baik," Sahut Auwyang Kongcu, yang terus buka ikatan pinggangnya yang ia serahkan kepada si nona, habis mana ia bawa kedua tangannya ke belakangnya, bersedia untuk dibelenggu. Oey Yong heran, yang orang benar-benar menyerahkan diri untuk dibelenggu, pada wajahnya ia tidak ketarakan suatu apa, ia tetap senyum, tetapi hatinya terkesiap. Ia pikir. "Terang sekali orang ini tidak bermaksud baik, maka sungguh hebat jikalau aku sampai kena dibekuk dia." Karena ini, ia menjadi berpikir keras. Lekas ia mengambil putusan. "Biarlah, aku bekerka setindak demi setindak." Maka ia sambuti ikat pinggang itu, yang terbuat dari benang sutra tetapi kuat, dengan itu ia terus ikat tangan orang. "Bagaimana sekarang bagaimana kalah menangnya?" Si nona tanya. Auwyang Kongcu lonjorkan kaki kanannya, ia taruh itu di lantai, lalu dengan kaki kiri menahan diri, ia berputar dengan kaki kiri itu, kaki kanannya terus menggurat, maka itu, dengan begitu ia membuat lingkaran. Lingkarannya sendiri dalam kira setengah dim, suatu tanda dari kuatnya kaki kanannya itu. Lingkaran pun seluas enam kaki. Hal ini membuat See Thong Thian dan Pheng Lian Houw kagum sekali. "Siapa yang keluar dari lingkaran ini, dia yang kalah," Berkata Auwyang Kongcu, kemudian seraya ia bertindak masuk ke dalam lingkaran itu. "Jikalau dua-duanya yang keluar?" Oey Yong masih menanya. "Begitu pun boleh dianggap aku yang kalah," Jawab Auwyang Kongcu. "Jikalau kau kalah, toh kau tidak bakal merintangi aku lagi, bukan?" Si nona menegaskan. "Tentu saja! Tapi kalau kau yang kalah, maka kau mesti baik-baik turut aku. Semua orang tua di sini menjadi saksinya!" Kongcu itu memberi kepastian. "Baik!" Kata Oey Yong, yang lantas bertindak memasuki lingkaran itu. Ia bukan cuma bertindak masuk saja, begitu masuk lantas kedua tangannya bekerja, tangan kiri dengan jurus "Angin menyambar yanglui", yang satu enteng, yang lain berat, yang satu lemah, yang lain keras, tetapi menerjangnya berbareng. Auwyang Kongcu sudah lantas mengegos tubuhnya akan tetapi sia-sia saja ia berkelit, kedua tangan si nona mengenai tepat pundaknya, meski begitu yang terkejut adalah si nona sendiri, karena begitu tangan mengenai sasaran, ia menginsyafi keadaan yang tidak wajar. Kongcu itu lihay tenaga dalamnya, dia membilang tidak akan membalas menyerang, dia buktikan perkataannya itu, akan tetapi ia gunai kepandaiannya, meminjam tenaga untuk menyerang tenaga, maka begitu serangn Oey Yong mengenakan padanya, segera ia merasakan pukulannya itu membal balik, hingga ia lantas terhuyung sendirinya, hampir ia melintasi garis lingkaran itu. Ia tentu saja tidak berani menyerang untuk kedua kalinya. Sebaliknya, dengan kecerdikannya, ia kata. "Aku hendak pergi sekarang! Kau tidak dapat keluar dari lingkaran untuk menyusul aku! Tadi kau sendiri yang mengatakannya, kalau kita berdua sama-sama keluar dari lingkaran, kau yang kalah!" Auwyang Kongcu tercengang karena herannya. Dia hanya bisa berdiri menjublak tanpa bisa bicara apa-apa! Si nona tidak menghiraukannya lagi, ia bertindak dengan tenang, keluar dari lingkaran. Hanya begitu ia berada di luar, segera ia percepat tindakannya itu. Sebab ia mengerti sembarang waktu bisa terjadi perubahan. Maka terlihatlah gelang rambutnya yang terbuat dari emas itu berkeliauan dan bajunya yang putih berkibar-kibar, sebenatr saja ia sudah tiba di dekat pintu, tiba-tiba terlihat berupa benda besar yang melayang jatuh di depannya. Ia sudah lantas berkelit ke samping, tindakannya pun dihentikan. Segera ia dapat kenyataan, benda itu adalah sebuah kursi thaysu, di atasnya mana ada bercokol satu paderi dari Tibet yang tubuhnya tinggi dan besar, yang mengenakan jubah warna merah. Dia duduk di kursi tapi ia lebih tinggi dari si nona. Anehnya, dia duduk seperti terpaku di kursinya, hingga ia dapat berlompat bersama-sama kursinya itu. Oey Yong hendak menegur di pederi itu tetapi ia telah di dahului Leng Siangjin, yang dari dalam jubahnya mengasih keluar sepasang cecer tembaga, begitu kedua tangannya dirapatkan, berbunyilah alat tetabuhan itu hingga menulikan kuping. Ia masih heran tatkala di depan matanya berkelebat suatu sinar, lalu sepasang cecer itu menyambar ke arahnya.sebuah di atas, sebuah lagi di bawah. Dalam keadaan seperti itu, Oey Yong tidak menjadi gugup, ia pun tidak berlompat itu lari menyingkir, sebaliknya, dengan menjejak dengan kedua kakinya, ia justru mencelat ke depan, tangan kanannya diangsurkan, untuk menampa dasarnya cecer, kaki kirinya ditekankan di atasan cecer yang di bawah tubuhnya dipengkeratkan, maka sekejap kemudian, ia sudah lewat di antara kedua senjata rahasia itu. Cuma, walaupun itu sudah lolos dari bahaya, karena ia berlompat maju, ia menjadi mendekati si orang suci itu. Kali ini Leng Tie Siangjin mengangkat tangannya, dengan ilmu pukulan "Tay ciu ini" Atau "Tapak tangan besar", dia memukul ke arah tubuhnya si nona. Oey Yong seperti juga tidak dapat menahan tubuhnya, ia maju terus, hingga ia seperti hendak menyerbu ke rangkulannya lawannya itu. Orang menjadi kaget hingga mereka pada berseru. Nona yang begitu cantik manis, pastilah bakal runtuh di tangan yang kasar dari si paderi, bukan saja tulang-tulangnya bakal patah, juga isi perutnya, bakalan remuk semua. Bahaya tidak dapat dicegah lagi, satu suara keras segra terdengar. Serangannya Leng Tie Siangjin tepat mengenai sasarannya, ialah punggung si nona. Selagi orang kaget, si nona sendiri melayang terus bagaikan layangan putus, sampai di luar gedung! Dari kaget, orang menjadi heran sekali, hingga mereka tercengang. Mereka lihat tangan kanan dari Leng Tie Siangjin mengucurkan darah, sebab telapakan tangannya pecah menjadi sepuluh liang kecil. Dalam kagetnya, Pheng Lian Houw berseru. "Budak itu memakai Joan-wie-kah! Itulah mustika pemilik pulau dari pulau Tho-hoa di Tang Hay!" See Thong Thian pun berseru. "Dia masih begini muda, kenapa dia dapat memiliki Joan-wie-kah itu?" Sementara itu Auwyang Kongcu sudah berlompat, untuk berlari-lari keluar. Biar bagaimana tidak dapat ia melupakan nona yang manis itu, hanya tempo ia sampai di luar, di antara gelap petang tidak dapat lagi ia melihat bayangannya si nona. Ia penasaran, maka sambil serukan sekalian gundiknya, ia lari mencari. Di dalam hatinya ia menghibur diri. "Dia dapat lolos, mungkin ia tidak terluka, maka maulah dia nanti merangkulnya." Hauw Thong Hay, ynag tidak tahu apa itu Joan-wie-kah, menanyakan itu kepada kakak seperguruannya. "Pernahkah kau melihat landak?" Pheng Lian Houw mendahului menanya "Tentu pernah aku melihatnya!" Sahut orang she Hauw itu. "Di dalam bajunya ia memakai baju lapis yang lemas," Lian Houw lantas memberi keterangan. "Baju lapis itu tidak takut kepada senjata tajam seperti golok dan tombak. Baju itu mempunyai duri yang seperti duri landak. Maka siapa memukul atau menendangnya, dia mesti menderita sebab tertusuk duri-duri landak itu." Hauw Thong Hay mengulur lidahnya. "Syukur aku tidak sampai kena menghajar budak itu" Katanya. Sembari berbicara, Thong Hay dan Lian Houw sertia Thong Thian turut pergi mengejar, untuk mencari. Malah Chao Wang juga menitahkan Thung Couw Tek mengepalai barisan pengiringnya pergi mencari. Hingga istana pangeran itu menjdai kacar dan gempar! Di pihaknya Kwee Ceng, yang bertemu sama Nio Cu Ong, dia takutnya bukan main, dia lari tanpa memilih lagi jurusan timur atau barat, selatan atau utara, asal ke tempat yang gelap. Cu Ong sebaliknya mengejar dia dengan hebat. Som Sian Lao Koay ingin membekuk orang untuk dihisap darahnya! Kwee Ceng dapat lari keras, dia pun berlari-lari di tempat yang gelap, dengan begitu, sekian lama dia tidak dapat dicandak. Sebentar kemudian dia sampai di satu tempat, di mana ada banyak pohon berduri serta batu muncul di sana-sini, bagaikan rebung muda atau pedang yang ditancap di tanah. Dia heran yang di pekarangannya istana ada tempat yang demikian. Dia menjadi terlebih kaget, ketika dia merasakan sakit pada kakinya, yang tertusuk duri. Mendadak kakinya menjadi lemas, terus tubuhnya terjatuh hingga ia menjerit keras. Tapi ia masih sadar, dia lantas siapkan kakinya, supaya setibanya di bawah, tak usah dia jatuh terbanting. Mungkin ia menerka, dia terjatuh ke dalam sebuah liang, yang dalamnya beberapa tombak. Ketika akhirnya kakinya tiba di dasar liang, dia kena injak bukan batu atau tanah keras, hanya serupa benda licin, hingga tidak ampun lagi, ia terus terpeleset dan terguling. Lekas-lekas ia merayap bangun, tangannya terus dipakai mereba-raba kepada benda itu. Untuk kagetnya, dia dapatkan sebuah tengkorak manusia. "Rupanya ini adalah lubang peranti membuang mayatnya orang yang dibunuh di istana." Ia menduga-duga. Justru hatinya lagi berpikir, di atas sana, dia dengar teriakannya Nio Cu Ong. "Bocah, lekas naik!" "Aku tidak ada begitu gila mau naik untuk mengantar jiwa." Pikir bocah ini. Dia pun rtidak sudi memberi penyahutan, hanya ia lantas meraba ke belakangnya, sembari meraba dia sembari mundur. Ini pun ada penjagaan untuk lari terus andaikata Nio Cu Ong berlompat turun. Di belakangnya, ia tidak dapat meraba apa juga. "Biarpun kau kabur ke istana Raja Akherat, akan aku susul padamu!" Terdengar pula suaranya Nio Cu Ong, bahkan kali ini tubuhnya terus lompat turun. Kwee Ceng kaget dan takut, terus ia mundur. Dia masih tidak dapat meraba sesuatu apa, yang bisa menghalangi mundurnya, maka ia mundur terus. Kemudian ia putar tubuhnya, untuk berjalan dengan kedua tangannya dilonjorkan ke depan. Dalam liang gelap yang gelap itu, dia tidak dapat melihat apa juga. Liang itu merupakan sebuah terowongan, baru menyusul kira dua tembok, Nio Cu Ong telah dapat mengetahuinya. Dia bernyali besar, dia andalkan kepandaiannya, dia menyusul terus. Hanya karena berada di tempat gelap, dia bahkan tidak dapat melihat jeriji tangan di hadapannya, dia bertindak dengan enteng, supaya ia tidak mengasih dengar suara apa-apa. Dia takut Kwee Ceng nanti bokong padanya. Kwee Ceng menyingkir terus dengan hatinya memukul keras. "Terowongan ini mesti ada ujungnya, di sana habislah jiwaku." Ia mengeluh. Ia tidak melihat siapa juga tetapi ia merasa pasti Nio Cu Ong sedang menyusul padanya. Ia menjadi semakin takut. Lagi beberapa tombak, tibalah Kwee Ceng di satu tempat yang terbuka, di mana terdapat cahaya terang. Itulah ujungnya terowongan itu. Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL