Pendekar Pemanah Rajawali 18
Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 18
Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong Itulah sebuah kamar atau ruang bertembok tanah. Nio Cu Ong pun tiba dengan segera, lantas dia tertawa lebar. "Ha, bocah, ke mana kau hendak kabur?!" Dia berseru. Kwee Ceng bingung, ia melihat ke sekitarnya. Justru itu, dari pojok kiri terdengar ini suara dingin seram. "Siapa berbuat kurang ajar di sini?!" Kwee Ceng kaget, hatinya goncang keras. Siapa sangka di temapt demikian boleh ada penghuninya. Sekalipun Nio Cu Ong, yang kosen dan nyalinya besar, ia turut terkejut juga. Kembali terdengar suara seram dingin tadi. "Siapa ke dalam gua ini, dia mesti mati, dia tidak bakal hidup pula! Apakah kamu sudah bosan hidup?!" Terang suara itu adalah suaranya seorang wanita, hanya kali ini suara itu disusul sama napas yang memburu, mungkin sekali, dialah seorang yang sedang sakit. "Aku datang kemari tidak sengaja," Berkata Kwee Ceng perlahan, menyahuti orang itu. "Aku lagi dikejar-kejar orang." Sebagai seorang polos, tidak dapat ia berdiam saja atau mendusta. Baru Kwee Ceng berhenti bicara, atau ia telah dengar sambaran angin. tahulah ia, Nio Cu Ong tengah menyerang padanya, mungkin untuk ditawan. Ia lantas saja berkelit. Nio Cu Ong mendapatkan tangkapannya gagal, ia menyerang pula. Kwee Ceng menjadi cemas dan sibuk, ia berkelit ke kiri dan kanan. "Siapa yang berani datang kemari menangkap orang?!" Terdengar pula suara wanita tadi. Nio Cu Ong tidak takut, ia bahka bergusar. "Apakah kau hendak menyamar menjadi iblis untuk menakut-nakuti aku?!" Dia menegur. Wanita itu tidak menyahuti, ia hanya kepada Kwee Ceng. "Eh, anak muda, mari kau sembunyi padaku di sini!" Ia rupanya dapat menduga dari suara orang. Ia mengucap demikian tetapi ia tidak berkisar dari tempatnya. Kwee Ceng sedang bingung, di dalam keadaan seperti ini, tidak dapat lagi ia bersangsi sedikit juga, maka ia lantas berlompat ke arah darimana suara itu datang. Begitu kakinya menginjak tanah, ia merasakan tangannya disambar dan dicekal tangan lain orang yang dingin enyam, besar tenaga orang itu, tubuhnya segera tertarik hingga ia roboh menubruk sebuah dipan tempat duduk bersemadhi. Wanita itu masih bernapas memburu, dia kata terhadap Nio Cu Ong. "Barusan seranganmu, yang berupa tangkapan, ada lihay sekali. Apakah kau ada satu jago Rimba Persilatan dari Kwan-gwa?" Nio Cu Ong heran bukan buatan. "Aku tidak dapat melihat dia, kenapa dia sebaliknya segera mengenali asal-usulnya ilmu silatku?" Ia berpikir. "Dia lihay sekali! Mungkinkah ia dapat melihat di tempat gelap?" Ia menjadi tidak mau berlaku semberono, ia lantas menyahuti. "Aku adalah seoarng saudagar jinsom dari Kwantong, she Nio. Bocah ini telah curi barangku, tidak dapat tidak, aku mesti tangkap dia. Aku minta sukalah nyonya tidak menghalangi aku" "Oh, kiranya saudagar Som Sian Nio Cu Ong!" Berkata wanita itu. "Kalau lain orang, yang tidak tahu apa-apa, lancang masuk ke rumahku ini, dia sudah tidak dapat diberi ampun, apapula kau Nio Lao Koay, kau ketua sebuah partai! Apakah benar kau tidak kenal aturan kaum Rimba Persilatan?!" Som Sian Lao Koay terperanjat. "Nyonya yang terhormat, aku mohon tanya shemu yang mulia," Ia meminta. "Aku.aku." Sahut si wanita itu. Kwee Ceng baru mendengar sampai disitu, lantas ia merasakan tangannya wanita itu bergemetar keras, lalu perlahan-lahan cekalannya menjadi kendor. Ia pun mendengar orang merintih, tanda bahwa nyonya itu sangat menderita. "Apakah kau sakit?" Ia tanya perlahan. Nio Cu Ong dapat mendengar suaranya kwee ceng itu, ia menjadi bergusar pula. Ia sangat andalkan kegagahannya, ia tidak ambil pusing siapa si nyonya itu, yang ia duga sedang sakit keras atau terluka parah. Lantas ia ulur kedua tangannya, untuk membekuk si anak muda. Ia baru saja melanggar bajunya Kwee Ceng lalu mendadak ia merasakan tangannya terbentur tenaga yang besar, hingga ia terkejut, walaupun begitu, ia segera kirim tangan kirinya, untuk menyerang! "Pergi!" Membentak si wanita, yang sebelah tangannya segera mampir di bebokongnya Som Sian Loa Koay, hingga ia terhuyung tiga tindak. Syukur tangguh ilmu dalamnya, ia tidak sampai mendapat luka di dalam. Ia hanya heran atas kesebatan wanita itu. "He, bangsat perempuan, mari maju!" Ia berseru saking murkanya. Wanita itu terdengar napasnya memburu, tubuhnya tidak bergerak. Sekarang Nio Cu Ong percaya pasti orang tidak dapat bergerak, karena ini, ia menjadi lebih tabah. Dengan perlahan ia bertindak menghampirkan wanita itu. Disaat ia hendak berlompat, untuk menerjang, tiba-tiba ia mendengar suara angin, lalu sebuah cambuk panjang menyambar ke kakinya. Ia menjadi kaget sekali, tetapi ia tidak mau kasih dirinya diserang demikian, sambil lompat mencelat, kakinya terus menendang ke arah wanita itu! Tendangan orang she Nio ini ada sangat kesohor, untuk wilayah Kwan-gwa, ia kenamaan duapuluh tahun lebih, tetapi kali ini, kesudahannya membuat ia kaget tidak terkira. Belum lagi tendangannya itu mengenai sasaran atau jalan darahnya kongsun-hiat, tiba-tiba kaku sendirinya. Jalan darah itu ada di batas mata kaki, biasanya siapa kena tertotok, ia mesti lantas roboh. Dalam kagetnya, ia ayun tubuhnya untuk berjumpalitan, sedang tangannya dipakai menyampok. Di dalam hatinya ia berkata. "Wanita ini awas sekali matanya! Dia bisa menotok jalan darah, mungkinkah dia itu siluman?" Juga sampokan Cu Ong adalah sampokan istimewa, tenaganya telah dikerahkan sepenuhnya kepada tangannya itu. Ia pun menduga orang lagi sakit, kalu serangannya mengenai sasarannya, pastilah itu tidak bakal gagal. Tiba-tiba terdengar urat-urat meretek, lalu tangannya si wanita diulur panjang, ujung kukunya menyambar ke pundak. Cu Ong terkejut, ia menangkis dengan tangan kirinya. Kali ini kedua tangan bentrok, tetapi untuk kagetnya, ia rasakan tangan lawan dingin sekali, bagaikan es, bukan seperti daging. Tidak ayal lagi, ia buang dirinya ke tanah, untuk bergulingan pergi, bahkan dengan merayap, terus ia keluar dari terowongan itu, hingga diluarnya dapatlah ia bernapas lega. "Sudah beberapa puluh tahun, belum pernah aku mengalami kejadian seperti ini," Pikirnya. "Benarkah di dalam dunia ini ada iblis? Ah, mungkin ongya ketahui rahasia ini" Maka dengan cepat ia kembali ke Hoa Cui Kok. Kwee Ceng dapat dengar sauara orang berlari pergi, hatinya jadi lega, dengan kegirangan dan bersyukur, lantas ia berlulut di depan wanita itu untuk mengangguk-angguk hingga tiga kali. Ia berkata. "Teecu mengucap banyak-banyak terima kasih untuk pertolongan cianpwee." Wanita itu bernapas tersengal-sengal, rupanya melawan Nio Cu Ong, ia telah menggunakan tenaga berkelebihan. Ia pun batuk-batuk. "Kenapa Lao Koay hendak membunuh kau?" Ia tanya selang seaat, setelah napasnya tidak terlalu memburu lagi. "Ong Totiang mendapat luka, dia membutuhkan obat, maka itu teecu datang ke istana ini" Kwee Ceng menyahut. Tiba-tiba ia berhenti, karena ia berpikir. "Wanita ini tinggal di dalam istana, apakah ia bukan orangnya Wanyen Lieh?" "Oh!" Berseru si wanita. "Jadinya kau telah curi obatnya Lao Koay! Aku dengar kabar ia tengah menyakinkan pembuatan obat-obatan." "Apakah cianpwee terluka?" Menanya Kwee Ceng, yang seperti tidak memperdulikan perkataan orang. "Teecu ada punya empat macam obat yaitu thian-cit, hiat-kat, him-tha dan bu-yok. Ong totiang tentu tidak membutuhkan sebanyak itu. Kalau cianpwee." "Mana aku terluka!" Memotong si wanita, agaknya ia gusar. "Siapa yang menghendaki kebaikanmu itu!" "Ya, ya," Sahut Kwee Ceng, yang ketemu batunya, hingga tak tahu ia mesti membilang apa. Sebaliknya, hatinya menjadi lemas pula apabila ia dengar suara napas empas-empis dari wanita itu. Maka ia kata pula. "Jikalau cianpwee tidak merdeka untuk jalan, mari boanpwee menggendong buat pergi keluar" "Siapakah ynag tua?!" Wanita itu membentak. "Bocah tolol, cara bagaimana kau ketahui aku sudah tua?" "Ya,ya," Sahut Kwee Ceng, yang tidak berani banyak omong. Ia terus bungkam. Ia telah lantas pikir, untuk meninggalkan pergi kepada wanita ini tetapi ia tidak tega hati. Maka ia membelas. Ia tanya pula. "Kau menghendaki barang apa? Nanti aku pergi mengambilkannya." "Ah, kau benar baik." Kata wanita itu, tetapi ia tertawa dingin. Ia ulur tangan kirinya, diletaki di pundak Kwee Ceng, terus ia menarik. Kwee Ceng merasakan pundaknya itu sakit sekali, tanpa berdaya ia kena ditarik hingga ke depan wanita itu. Yang membikin ia terkejut adalah lehernya terasa dingin dengan mendadak. Sebab tangan kanan si wanita sudah merangkulnya. "Gendong aku pergi!" Berseru si wanita itu, keren. "Memang aku pun hendak menggendong kau," Kata Kwee Ceng dalam hatinya. Ia lantas menggendong, dengan tindakan perlahan ia menuju ke luar. "Adalah aku yang memaksa kau menggendong aku keluar dari sini," Kata si wanita. "Tidak dapat aku dijual orang" Mendengar ini, Kwee Ceng merasa orang sangat berkepala besar, orang tidak sudi menerima budi. Ia jalan terus hingga di mulut terowongan, ialah liang yang tadi. Ia mengangkat kepalanya, akan melihat bintang-bintang di langit, habis itu ia mencoba menggunai kedua tangannya, akan merayap naik. Dalam hal kepandaian ini, ia telah berlatih cukup di bawah pimpinan Tan Yang Cu Ma Giok. Liang sumur itu cukup tinggi tetapi Kwee Ceng dapat memanjatnya. Tidak lama keluarlah mereka dari gua itu. "Siapa yang ajari kau ilmu ringan tubuh?!" Si wanita tanya. "Lekas bicara!" Ia memegang keras leher orang sampai si anak muda sukar bernapas. Saking kagetnya, Kwee Ceng kerahkan tenaganya di leher, untuk melawan cekikan. Ia tidak tahu orang menguji padanya, cekikan itu menjadi semakin keras. Hanya sesaat kemudian, tangan si wanita menjadi kendor sendirinya. "Ha, kau mengerti ilmu tenaga dalam yang sejati," Seru wanita itu. "Kau bilang barusan Ong totiang mendapat luka. Apakah namanya Ong totiang itu?" Sebelum menjawab, Kwee Ceng berpikir. "Kau telah tolongi padaku, segala apa kau boleh tanyakan, tidak nanti aku mendusta. Kenapa kau berlaku begini kasar?" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi ia toh menjawab. "Ong Totiang itu bernama Ong Cie It, orang dipanggil Giok Yang Cu." Tiba-tiba wanita itu menggetar, napasnya pun tersengal-sengal. "Jadinya kau adalah muridnya Coan Cin Pay!" Katanya. "Ong Cie It itu kau punya pernah apa? Kenapa kau memanggil ia totiang, bukan suhu atau susiok?" Suhu dan susiok ialah guru dan paman guru. "Teecu bukan murid Coan Cin Kauw," Kwee Ceng berkata. "Adalah Tan Yan Cu Ma Giok, yaitu Ma Totiang yang pernah ajarkan aku ilmu mengendalikan napas dan bersemadhi." "Habis, siapakah gurumu itu?!" Si wanita tanya pula. Dia agaknya mendesak. "Guru teecu semuanya ada tujuh orang," Sahut Kwee Ceng. "Merekalah yang disebut Kanglam Cit Koay. Guru yang nomor satu ialah Hui Thian Pian-hok, seorang she Kwa." Wanita itu batuk-batuk beberapa kali, agaknya susah ia berbicara. "Dialah Kwa Tin Ok!" Katanya kemudian. "Benar," Kwee Ceng mengangguk. "Apakah kau datang dari Mongolia?" Tanya wanita itu lagi. "Benar," Sahut Kwee Ceng pula, yang heran sekali. "Kenapa wanita ini ketahui aku datang dari Mongolia?" Ia pikir. "Kau dipanggil Yo Kang, benar tidak?!" Masih wanita itu bertanya. "Bukan, teecu she Kwee," Menjawab si anak muda. Wanita itu perdengarkan suara seperti merintih, dari sakunya ia tarik keluar serupa barang, yang ia letaki di tanah. Itulah sebuah hungkusan, entah dari cita atau kertas. Kapan bungkusan itu telah dibuka, di dalamnya tertampak barang yang berkilauan. Itulah sebuah pisau belati, melihat mana, Kwee Ceng rasanya kenal. Ia menjemput untuk dilihat teliti. Di gagangnya ia dapatkan dua hruf ukiran, bunyinya . "Yo Kang". Itulah pisau yang ia pakai untuk menikam Tong Sie Tan Hian Hong si Mayat Perunggu. Selagi si anak muda mengawasi pisau itu, si wanita merampasnya. "Kau kenal pisau belati ini, bukan?!" Dia tanya. "Benar," Menjawab Kwee Ceng. "Di masa kecil pernah aku pakai pisau ini membunuh seorang jahat, lalu mendadak orang jahat itu lenyap dan pisau ini." Belum habis ia mengucap, lehernya sudah dicekal si wanita, terus di cekik. Ia kaget, ia berontak, sebelah tangannya menyerangi si wanita. Tapi tangan itu sudah lantas kena ditangkap! Segera si wanita melepaskan tangannya yang kanan, ia duduk di tanah. "Kau lihat, aku ini siapa?!" Ia tanya dengan bentakannya. Diwaktu malam seperti itu, seram suaranya. Matanya Kwee Ceng telah berkunang-kunang tetapi ia masih bisa melihat si wanita yang rambutnya yang panjang riap-riapan, mukanya pucat seperti kertas. Ia lantas mengenali Tiat Sie Bwee Tiauw Hong si Mayat Besi, salah satu dari Hek Hong Siang Sat. Ia kaget tidak kepalang, ia lantas berontak pula tetapi sia-sia saja, tangannya telah dicekal keras, kuku orang sudah masuk ke dalam dagingnya Ketika malam itu di atas gunung terjadi pertempuran di antara Kanglam Cit Koay dengan Hek Hong Siang Sat, Tan Hian Hong telah jambak mati kepada Thi A Seng, sebaliknya ia kena ditikam Kwee Ceng pada anggota tubuh kematiannya. Bwee Tiauw Hong sudah buta kedua matanya, tetapi ia masih bisa bawa lari mayat suaminya itu, ia lolos justru ketika itu turun hujan lebat. Sekarang denagn tiba-tiba Kwee Ceng mengantarkan jiwanya, bagaimana Tiauw Hong tidak jadi girang. Sudah belasan tahun ia cari pembunuh suaminya denagn sia-sia. Segera ia menjadi girang bercampur sedih, lantas ia ingat penghidupannya yang dulu-dulu. "Dulu aku adalah satu nona yang lincah, setiap hari aku memain saja, aku dikasihi oleh ayah dan ibuku," Demikian ia melamun, sedang tangannya terus memegang keras si anak muda. "Baru kemudian,s esudah kedua orang tuaku menutup mata, orang perhina aku, hingga oleh guruku, Oey Yok Su, aku ditolongi dan dibawa ke pulau Tho Hoa To, dimana aku diajarkan ilmu silat. Sekejap kemudian, seorang pemuda yang matanya besar terbayang dihadapanku. Dialah Tan Hian Tong, kakak seperguruanku. Sama-sama kita belajar ilmu silat, sampai hati kita coco satu sama lain. Demikian pada suatu malam di musim semi, di bawah pohon tho, mendadak ia rangkul aku" Wajahnya si Mayat Besi menjadi merah dengan tiba-tiba, Kwee Ceng pun dengar napas orang memburu. Habis itu, si wanita menghela napas panjang. Tiauw Hong lantas melamun pula. Ia ingat sebab takut digusari guru mereka, mereka buron dari Thoa Hoa To, lantas mereka menikah. Itu waktu Tan Hian Hong telah memberitahukan bahwa ia telah mencuri sebagian kitab "Kiu Im Cie Keng". Setelah itu, mereka sembunyikan diri di gunung, untuk menyakinkan ilmu seperti pengajaran kitab istimewa itu, hingga setelah pandai, mereka berkelana dan menjagoi dunia kangouw. Banyak orang kosen yang mereka robohkan, malah Hui Thian Sin-liong Kwa Pek Sia telah mereka binasakan dan Kwa Tin Ok sudah mereka bikin buta matanya. Bwee Tiauw Hong masih ingat baik-baik perkataan Tan Hian Hong, suaminya itu. "Eh, perempuan bangsat, kitab Kiu Im Cie Keng itu aku cuma dapat curi sebagian saja, bagian bawah. Bagian atasnya adalah mengutamakan pelajaran tenaga dalam. Dengan begitu, pelajaran kita jadi kepalang tanggung. Bagaimana sekarang?" Atas itu, ia ingat, ia menjawab dengan balik menanya. "Apa daya?" "Kita kembali ke Tho Hoa TO, kita curi pula yang sebagian itu!" Ia tidak berani pergi. Biar kepandaian merka sepuluh lipat lebh lihay, mereka masih tidak sanggup lawan dua jari tangan saja dari guru mereka. Hian Hong pun jeri, tetapi dia penasaran, dia hendak pergi mencurinya juga. Dia bilang pada istrinya. "Aku mesti pergi, kita mesti jadi tanpa tandingan di kolonng langit ini, atau kau menjadi janda, perempuan busuk!" Ia tidak sudi menjadi janda, maka kejadianlah mereka berdua berlaku nekad. "Kami tahu, karena buronan kami, suhu telah sangat gusar dan telah umbar kegusarannya itu," Tiauw Hong melamun lebih jauh. "Dalam murkanya suhu telah putuskan ototnya semua muridnya, yang terus ia usir, hingga selanjutnya dipulaunya itu guru hidup berdua saja dengan istrinya serta beberapa budak pelayan. Ketika kami tiba di pulau, kami menemukan berbagai peristiwa yang luar biasa. Kiranya musuhnya suhu telah datang ke pulau untuk mengadu kepandaian. Pertandingan itu itu membuatnya kami kaget, goncang hati kami. Dengan berbisik aku kata kepada suamiku. "Eh, lelaki bangsat, kita gagal, mari kita lekas pergi!" Tapinya suamiku menampik. Kami telah menyaksikan suhu telah dapat membekuk musuhnya, kaki siapa dia telah hajar patah. Aku ingat kepada subo, budi siapa aku tidak dapat lupakan. Aku pergi ke jendela, untuk mengintai. Apa yang aku lihat adalah meja abu. Kiranya subo telah menutup mata. Aku menjadi bersedih. Ditepi meja abu aku lihat satu anak perempuan kecil duduk di kursi, dia mengawasi aku sambil tertawa. Bocha ini mirip dengan subo. Pastilah dia anaknya suboku itu. Aku pikir, mungkinkah subo meninggal sehabis melahirkan yang sulit? Karena ini aku pikir untuk tidak melahirkan anak juga! Selagi aku berpikir begitu, suhu telah dapat dengar suara kami. Suhu muncul di ruang meja abu itu. Aku kaget hingga lemas kaki tanganku, tidak dapat aku bergerak. Aku dengar bocah itu berseru, Ayah, empo! Dia tertawa manis, dia pentang kedua tangannya dengan apa ia tubruk ayahnya. Bocha itu menolong kami. Suhu khawatir dia jatuh, ia menyambuti anak itu. Lantas si bangsat laki-laki menarik tanganku, untuk diajak lari. Kami kabur dengan naik perahu. Air laut telah muncrat memasuki perahu kami, hatiku memukul terus, seperti mau lompat keluar." Ketika itu angin bersiur, hawanya dingin. Di kejauhan, burung hantu pun mengasih dengar suaranya yang seram. Karena kupingnya jeli, Bwee Tiauw Hong dapat dengar itu semua. Ia masih terbenam dalam lamunannya, tentang peristiwa dulu-dulu itu, yang merupakan pengalamannya. Demikian ia berkata terus dalam hatinya. "Menyaksikan pertempuran dahsyat dari suhu, barulah suamiku itu padam hatinya. Dia kata, Bukan cuma kepandaian suhu belum dapat kita pelajari sebagian saja, juga kepandaian lawannya itu kita berdua tidak dapat melawannya! Maka itu kami lantas meninggalkan wilayah Tionggoan, kami menyingkir jauh sekali sampai di gurun pasir di Mongolia. Suamiku itu berkhawatir kitabnya nanti ada yang curi, sekalipun aku, dia tidak kasih lihat. Aku juga tidak tahu dimana ia menyembunyikannya. Maka aku kata kapadanya, Baiklah, bangsat lelaki, aku tak akan lihat kitabmu! Dia jawab aku, Eh, perempuan bangsat, aku justru berbuat baik terhadapmu! Jikalau kau lihat ini, kau tentu ingin mempelajarinya, tetapi kau tidak mengerti ilmu dalam, tubuhmu bisa rusak. Aku jawab, Baiklah! Jangan kau terus mengaco-belo! Tapi ia mengajarkan aku Kiu Im Pek-ku Jiauw dan Cwie-sim-ciang, yaitu cengkeramnan Tulang Putih serta Pukulan Meremukkan Hati. Kemudian terjadilah pertempuran di atas gunung itu. Kanglam Cit Koay telah mengepung aku. Mataku! Mataku! Ya, aku merasakan sangat sakit pada mataku, aku merasa gatal sekali. Aku empos semangatku, aku lawan serangan racun. Aku tidak mati, tetapi mataku buta! Suamiku pun binasa! Itulah pembalasan! Pernah kami membinasakan kakaknya dan mata adiknya dibikin buta." Mengingat itu semua, dengan sendirinya cekalan Bwee Taiuw Hong menjadi semakin keras dan giginya pun bercatrukan. "Matilah aku kali ini" Kata Kwee Ceng di dalam hatinya. "Entah dia bakal gunai cara kejam bagaimana akan siksa aku hingga aku terbinasa." Karenanya, ia lantas berkata. "Eh, sekarang aku tidak menghendaki hidup pula! Aku hendak minta suatu apa padamu, harap kau suka meluluskannya." "Kau hendak minta sesuatu dari aku?" Bwee Tiauw Hong tanya, ia tertawa dingin. "Ya," Jawab Kwee Ceng. "Di tubuhku ada beberapa rupa obat, aku minta kau tolong serahkan itu pada Onng Totiang yang sekarang ini lagi mondok di penginapan Ang Ie, di luar kota barat." "Seumurku aku tidak pernah melakukan kebaikan!" Tiauw Hong membilang. Dia tidak ingat lagi berapa banyak kesengsaraan yang dideritanya dan berapa banyak jiwa yang telah dibunuhnya, tetapi pertempuran dahsyat di atas gunung itu, ia masih ingat jelas sekali. Sekonyong-konyong matanya menjadi gelap, ia tidak dapat melihat sinar bintang lagi. "Suamiku berkata," Dia berkata di dalam hatinya lagi, ngelamun. "Aku tidak bakal ketolongan lagirahasianya Kiu Im Cie Keng ada di dadaku. Itulah kata-katanya yang terakhir. mendadak hujan turun seperti di tuang-tuang. Lalu Kanglam Cit Koay perhebat serangannya atas diriku. bebokongku telah kena tertinju. Penyerang itu sempurna ilmu dalamnya, dia membikin aku merasa sakit sampai di tulang-tulangku. Aku pondong tubuhnya si lelaki bangsat, aku kabur. Aku tidak dapat melihat musuh-musuhku itu, tetapi mereka juga tidak mengejar. Itulah aneh! Hujan turun hebat sekali, langit mestinya gelap gulita, dan mereka itu tidak dapat melihat aku. Aku berlalri-lari di dalam hujan. Tubuhnya si lelaki bangsat mulanya masih hangat, lalu perlahan-lahan menjadi dingin. hatiku pun turut menjadi dingin karenanya. Seluruh tubuhku bergemetar, dinginnya luar biasa. Lelaki bangsat, apakah benar-benar kau telah mati? Aku bertanya. Kau yang begini lihay, kau mati tidak karuan? aku cabut pisau belati dari pusarnya, darah lantas muncrat keluar. Sebenarnya apakah yang heran? Orang dibunuh, darahnya pasti mengalir keluar. Aku sendiri, entah berapa banyak orang telah aku bunuh. Sudahlah, aku pun harus mati bersama si lelaki bangsat. Hanya, tanpa ada orang yang memanggil dia lelaki bangsat, oh, bagaimana tawar! Lantas aku bawa ujung belati ke mulutku, dibawah lidah. Itulah temapt kematianku. Tiba-tiba aku kena raba huruf-huruf ukiran di gagang pisau belati itu. Aku lantas meraba-raba. Itulah dua huruf Yo Kang. Ah, kiranya pembunuh si lelaki bangsat itu bernama Yo Kang! Mana dapat aku tidak menuntut balas? Sebelum membinasakan Yo Kang itu, mana boleh aku mati? Maka itu aku meraba ke dadanya si lelaki bangsat, akan cari rahasianya kitab Kiu Im Cie Keng itu. Sia-sia aku mencari, aku tidak mendapatkannya. Aku penasaran! Aku lalu mencari di rambut kepalanya, terus ke bawah. Tidak ada bagian anggotanya yang aku bikin kelompatan. Tempo aku meraba pula dadanya, di situ aku merasakan kulit dagingnya yang rada luar biasa." Bwee Tiauw Hong lantas mengasih dengar suara tertawa kering dari tenggorokannya. Hebat suara itu, menyeramkan, Kwee Ceng sampai bergidik. Bwee Tiauw Hong merasa ia telah berada pula di gurun pasir, hujan besar telah membasahkan seluruh tubuhnya, akan tetapi tubuh itu ia rasakan panas sekali. Dia merasa seperti telah meraba dada suaminya, yang ia selalu panggil dengan sebutan lelaki bangsat, sebagaimana dia sendiri dipanggil perempuan bangsat oleh suaminya itu. Nyata dada itu dicacah dengan jarum, merupakan huruf-huruf dan peta. Itu dia rahasianya Kiu Im Cie Keng. Hian Hong khawatir kitabnya dicuri orang, dia cacah tubuhnya sendiri, setelah itu ia bakar kitabnya itu. "Memang," Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Demikian dia ngelamun pula. "Suhu yang demikian lihay, kitabnya masih kena kita curi. Maka siapa berani tanggung yang kitab kami pun tak ada yang bakal mencurinya? Maka ia kata pada waktu itu, Bagus betul pikiranmu ini. Ini artinya, selama orangnya masih hidup, kitabnya pun ada, setelah orangnya mati, kitabnya lenyap bersama. Aku lantas gunai pisau belati mengiris kulit dadanya si lelaki bangsat. Ah, hendak aku memberi obat kepada kulit itu, supaya tidak menjadi nawoh dan rusak, ingin aku membawa-bawanya di tubuhku. Aku ingin kau selalu mendampingi aku Ketika itu aku tidak bersedih lagi sebaliknya aku tertawa terbahak-bahak. Dengan kedua tanganku, aku lantas menggali sebuah liang besar. Di situ aku kubur si lelaki bangsat. Kau ajarkan aku cengkaraman Kiu Im Pek-ku Jiauw, sekarang dengan kepandaian itu aku menggalikan kau liang kubur. Lantas aku sembunyikan diri di dalam gua, aku khawatir Kanglam Cit Koay dapat mencari aku. Sekarang ini aku bukannya tandingan mereka, maka tunggulah aku selesai dengan pelajaranku. Hm! itu waktu akan aku jambret setiap batok kepala, setiap hati manusia! Aku akan belajar, tidak peduli aku bisa terluka di dalam atau tidak. Peduli apa! Berselang dua hari, selagi perutku lapar, aku dengar suara pasukan tentara lewat di depan guaku. Mereka itu bicara dengan bahasa Nuchen dari negara Kim, aku lantas keluar dari tempat sembunyiku, aku minta barang makanan. Pangeran yang memimpin pasukan itu mengasihani aku, dia suka menolong, malah ia terus ajak aku ke istananya si Tiongtouw. Belakangan aku mendapat tahu, pangeran itu adalah Pangeran Chao Wang, putra nomor enam dari raja Kim. Aku bekerja di taman belakang, bekerja menyapui rumput, di situ secara diam-diam aku menyakinkan ilmu kepandaianku. Beberapa tahun telah lewat tanpa ada yang mengetahui perbuatanku itu. Semua orang menganggap akulah seorang wanita tua yang buta yang harus dikasihani." "Kemudian pada suatu tengah malam. Ah! Pangeran cilik yang nakal itu telah datang ke taman belakang, untuk mencari telur burung, dia telah mempergoki aku lagi menyakinkan cambuk perak. Ia lantas menggerembengi aku, dia memaksa minta aku memberi pelajaran padanya. Terpaksa aku ajarkan dia tiga jurus. Sekali saja, ia telah dapat belajar dengan baik. Ternyatalah ia berotak terang sekali! Aku jadi gembira, maka aku terus mengajari dia. Aku hendak mengajari dia segala macam kepandaian asal dia suka bersumpah tidak membuka rahasia kepada siapa juga, tidak kecuali kepada ongya dan onghui. Aku mengancam, asal rahasia bocor, akan aku cambuk toblos batok kepalanya!" "Lewat beberapa bulan, pangeran cilik itu memberitahukan kepada aku, bahwa ongya hendak pergi lagi ke Mongolia. Lantas aku minta supaya aku diajak, agar aku bisa bersembahyang di kuburan suamiku. Ongya menerima baik permintaan itu. Dia sangat menyayangi pangeran kecil itu, yang segala keinginannya senantiasa dipenuhi. Oh, disana tidak dapat aku mencari tulang-tulangnya si lelaki bangsat. Lantas aku hendak mencari Kanglam Cit Koay. Sungguh aku sangat beruntung, di sana aku dapatkan tujuh saudara imam dari Coan Cin Kauw. Mataku tidak bisa melihat, cara bagaimana aku bisa melawan mereka? Di antara mereka, yang lihay tenaga dalamnya adalah Tan Yang Cu Ma Giok. Asal ia membuka mulutnya, walaupun ia tidak berbicara keras, suaranya dapat terdengar sampai di tempat jauh. Perjalananku ke Mongolia itu tidak sia-sia belaka. Aku dapat mendesak kepada Ma Giok, hingga ia secara sembarangan mengajari aku sepatah kata rahasianya ilmu dalam. Sepulangnya ke istana, aku berdiam di dalam terowongan dalam tanah, di mana aku menyakinkan kepandaianku. Tidak dapat ilmu dalam itu dipeljarakan tanpa petunjuk, aku mempelajarinya dengan memaksa. Kesudahannya, separuh tubuhku ini tidak dapat digeraki. Aku melarang si pangeran cilik datang padaku. Ia tidak ketahui yang pelajaranku telah tersesat. Coba kalau bocah ini tidak menerobos masuk ke dalam terowongan, pastilah aku akan mati kelaparan di dalam situ. Hm, rupanya dari si lelaki bangsat yang memimpin bocah itu datang padaku, supaya ia menolongi aku, supaya kemudian aku bunuh si bocah untuk menuntu balas untuknya!" Saking senang dan gembiranya, Tiauw Hong tertawa berkakakan tak hentinya. Dia tertawa haha tercampur hmhm, tertawa dingin! Bab 22. Pertempuran Dahsyat Wanita ini tertawa, hingga tubuhnya menggetar, sedang tangan kanannya mengerahkan tenaganya. Kwee ceng merasakan tenggorokannya tercekik keras sekali. Di saat mati atau hidup itu, ia pegang tangan si wanita, untuk dipaksa melepaskan cekikannya. Ia telah mendapatkan pelajaran dari Ma Giok, ia sudah menyakinkannya beberapa tahun, tenaga dalamnya telah cukup kuat, sedang juga, ia dapat tenaga akibat darah ular yang ia sedot. Pengejarannya Nio Cu Ong dan pertempurannya sama Wanyen Kang membuatnya tenaga obat menguatkan tubuhnya. Maka juga, ia berontak dengan berhasil. Bwee Tiauw Hong terperanjat. "Tidak jelek kepandaiannya bocah ini!" Pikirnya. Dia lantas menjambak pula, sampai tiga kali. Kwee Ceng selalu berkelit dengan berhasil. Panas hatinya Tiauw Hong, dia berseru panjang, tangannya menyambar ke batok kepala. Itu dia pukulannya yang berbahaya, pukulan Cwi-sim-ciang. Kwee Ceng kalah pandai, tangan kanannya pun masih dicekal si wanita, tidak dapat ia berkelit lagi. Tapi dia pun nekat, maka ia angkat tangannya yang kanan, untuk menangkis. Begitu kedua tangannya beradu, Bwee Tiauw Hong sudah lantas menarik pulang tangannya. Tangannya itu telah tergetar, juga seluruh tubuhnya menjadi panas. Ia menjadi heran sekali. Ia berpikir. "Aku berlatih tanpa guru, aku tersesat. Bocah ini sebaliknya sempurna ilmu dalamnya. Kenapa aku tidak mau memaksa dia untuk mengajari aku?" Maka kembali ia mencekik leher si bocah itu. "Kau telah membunuh suamiku, tidak ada harapan algi untuk kau hidup lebih lama!" Ia kata dengan bengis. "Tetapi jikalau kau meu dengar perkataanku, akan kau membikin kau mati dengan puas! Jikalau kau membela, aku nanti siksa padamu!" Kwee Ceng tidak menjawab. "Bagaimana Tan Yang Cu mengajarkan kau ilmu bersemadhi?!" Tiauw Hong tanya. Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com / Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com / Kwee Ceng dapat menerka isi hati orang. Ia berpikir; Ah, kau ingin aku mengajarkan kau ilmu tenaga dalam! Tidak nanti! Biar aku mati, tidak nanti aku membikin harimau tumbuh sayap!" Maka ia lantas tutup rapat kedua matanya, ia tidak pedulikan ancamanan orang. Bwee Tiauw Hong mengerahkan tenaga di tangan kirinya, hal itu membuat Kwee Ceng merasai lengannya sakit sekali. Tetapi ia sudah nekat, malah ia kata. "Kau memikir untuk mendapatkan kepandaianku? Hm! Baiklah siang-siang kau matikan keinginanmu itu!" Tiauw Hong kendorkan pencetannya. "Aku berjanji akan mengantarkan obatmu kepada Ong Cie It, untuk menolongi jiwanya," Katanya lemah lembut. Mendengar ini, Kwee Ceng berpikir. "Inilah urusan penting," Katanya dalam hatinya. Lekas ia bilang. "Baik! Tapi kau mesti bersumpah dulu sumpah yang berat, nanti aku ajarkan kau ilmu yang Ma Totiang ajarkan aku." Tiauw Hong lantas saja menjadi kegirangan. "Orang she Kwee." Katanya, dengan sumpahnya. "Sesudah si bocah she Kwee yang baru mengajari aku ilmu dalam dari Coan Cin Kauw, apabila aku si orang she Bwee tidak mengantarkan obat kepada Ong Cie It, biarlah tubuhku tidak dapat bergerak seluruhnya, biarlah aku tersiksa untuk selama-lamanya!" Wanita ini baru memberikan sumpahnya itu lalu tiba-tiba di sebelah kiri mereka, sejarak belasan tembok, ada orang membentak dengan dampratannya; "Budak hina, lekas kau munculkan dirimu untuk terima binasa!" Kwee Ceng kenali itu suara bentakan, ialah dari Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay. Lantas ia dengar pula suara seorang lain. "Budak cilik ini mesti ada di dekat-dekat sini! Jangan khawatir, dia tidak bakal lolos!" Sembari berbicara, mereka itu jalan pergi. Kwee Ceng terkejut. "Kiranya Yong-jie masih ada disini," Pikirnya. "Dan dia telah dipergoki mereka itu." Dia lantas berpikir pula. Setelah itu, ia kata kepada Bwee Tiauw Hong; "Kau masih harus melakukan baik satu hal lagi, jika tidak, kau boleh siksa aku, aku akan tutup mulutku!" "Masih ada apalagi?!" Tanya Tiauw Hong yang murka sekali. "Aku ada punya satu sahabat, satu nona kecil," Sahut si anak muda. "Sahabatku itu lagi dikejar-kejar lawannya. Kau mesti turun tangan untuk menolongi sahabatku itu!" "Hm!" Tiauw Hong kasih dengar ejekannya. "Cara bagaiman aku bisa mengetahui di mana adanya sahabatmu itu? Sudah, jangan ngoceh terus! Lekas kau jelaskan ilmu itu!" Dia pun kembali memencet. Kwee Ceng menahan sakit, hatinya cemas dan mendongkol. Ia membandel. "Kau mau menolongi atau tidak, terserah padamu!" Katanya keras. "Aku suka bicara atau tidak, terserah padaku!" Tiauw Hong kewalahan. "Baiklah bocah, aku menerima baik permintaanmu," Bilangnya. "Bocah cilik yang bau, aku tidak sangka Bwee Tiauw Hong satu jago yang telah malang melintang di kolong langit ini, sekarang aku mesti menyerah kepada segala kehendakmu!" Kwee Ceng tidak menyahuti, dia hanya berkoak- koak. "Yong-jie, ke mari! Yong-jie! Yong-jie.." Baru dua kali Oey Yong dipanggil, tiba-tiba dia telah muncul dari gerombolan pohon kembang mawar di samping mereka. Dia lantas menyahuti. "Sudah lama aku ada di sini.!" Memang nona itu sudah sekian lama bersembunyi di situ, maka itu dia pun telah denar pembicaraan di antara Tiauw Hong dan Kwee Ceng. Dia menjadi terharu dan tertarik hatinya kepada si pria, yang begitu perhatikan dan menyayangi kepadanya. Tanpa merasa, air matanya turun meleleh di kedua belah pipinya yang halus. Tapi ia tidak menangis terus, hanya ia lantas kata pada Bwee Tiauw Hong. "Bwee Jiak Hoa, lekas kau merdekakan dia!" Kwee Ceng heran, begitu pun Bwee Tiauw Hong. Bwee Jiak Hoa itu adalah nama benar dari Tiauw Hong, nama sebelum ia berguru, nama itu tidak dikenal kaum kongouw. Nama itu pun sudah beberapa puluh tahun tidak pernah terdengar lagi. Sekarang Tiauw Hong dengar nama orang menyebutnya, ia terperanjat. "Kau siapa?!" Ia tanya, suaranya bergemetar. Oey Yong menjawab, katanya. "Di dalam tumpukan cita menyembunyikan pedang mustika, dalam suara seruling dan tambur ada si bintang tetamu.Aku she Oey." Tiauw Hong menjawab terlebih kaget lagi. "Kaukau.!" Tanyanya membentak. "Kau bagaimana?!" Balas tanya Oey Yong. "Masih ingkatkah kau kepada puncak Cek Cui Hong, gua Twie In Tong dan paseban Sie Kiam Teng dari pulau Tho-hoa-to di Tang Hay?" Tiauw Hong berdiam, ia merasakan seperti tubuhnya melayang-layang. Semua puncak, gua dan paseban itu adalah tempat, dimana ia biasa pesiar semasa dia masih belajar silat. Heran ia akan mendengar disebutnya semua itu. "Kau pernah apa dengan Oey Suhu, yang namanya Yok di atas dan Su di bawah?" Ia tanya kemudian. "Bagus!" Seru si nona. "Kau nyatanya belum melupai ayahku! Tapi juga ayahku belum melupakannya kau! Dia telah datang sendiri menjenguk padamu!" Tiauw Hong ingin berbangkit bangun akan tetapi kakinya tidak mau menurut perintah. Ia menjadi kaget, seumpama kata semangatnya terbang pergi. Ia menjadi bingung sekali. "Lekas lepaskan dia!" Oey Yong berkata pula. Tiba-tiba pula Tiauw Hong ingat. "Selama ini suhu tidak pernah meninggalkan Tho Hoa To, maka cara bagaimana dia bisa datang kemari? Bukankah aku tengah di perdayakan?" Menyaksikan keragu-raguan orang, Oey Yong berlompat tinggi setombak lebih, selagi lompat, ia putar tubuhnya dua kali sebelum tubuhnya turun, ia menyerang ke arah Tiauw Hong. Itulah jurus "Burung garuda terbang ke langit" Dari Cwie-sim-ciang. Sembari menyerang, ia menaya. "Kau sudah mencuri kitab Kiu Im Cie Keng, kau mengertikan jurus ini?" Tiauw Hong merasakan serangan itu dari anginnya saja, ia angkat tangannya untuk menangkis seraya ia berkata. "Sumoay, marilah kita bicara baik-baik! Mana suhu?" Oey Yong tidak segera menjawab, di waktu tubuhnya turun ke bawah, ia lantas ulur tangannya akan sambar Kwee Ceng guna ditarik. Memang Oey Yong ini adalah putrinya Oey Yok Su, Tocu pemilik pulau dari pulau Thoa Hoa To di Tang Hay, Laut Timur. Dia adalah anak tunggal dan tersayang. Ibunya telah meninggal dunia karena kesulitan bersalin setelah ia dilahirkan. Dalam kedukaannya, Oey Yok Su menghibur diri dengan merawat dan memanjakan putrinya ini dengan dibantu sejumlah pelayan. Karena ia sangat disayang, ia menjadi sangat nakal. Ia cerdas sekali tetepi dalam pelajaran ilmu silat, ia kurang bersungguh-sungguh, ia tidak dipaksa ayahnya itu yang ingat ia masih berusia terlalu muda. Maka itu, walaupun Oey Yok Su ada satu jago yang lihay, anaknya baru mendapat permulaan saja dari kepandaiannya itu. Pada suatu hati Oey Yong pesiar kelilingan di pulaunya itu, sampai ia tiba di gua, dimana ayahnya telah mengurung musuhnya. Ia bicara sama musuh itu. Ia merasa kasihan, ia memberikan sedikit arak. Belakangan Oey Yok Su ketahui perbuatan anaknya itu, ia gusar, ia tegur anaknya itu. Belum pernah Oey Yong ditegur, ia menjadi tidak senang, maka itu ia pergi buron dengan menaiki sebuah getek kayu. Ia menyamar sebagai satu pemuda melarat, ia pergi ke mana ia suka, sampai di Kalgan ia diluar dugaannya bertemu sama Kwee Ceng, malah keduanya tertarik satu pada yang lain hingga mereka lantas saja menjadi bersahabat erat. Oey Yong pernah dengar ayahnya omong tentang Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong, kedua murid ayahnya itu, maka itu ia jadi tahu nama benar dari Tiauw Hong. Tentang kata-katanya tadi, yaitu. " Di dalam tumpukan cita menyembunyikan pedang mustika, dalam suara seruling dan tambur ada si bintang tetamu", itulah nyanyiannya Oey Yok Suk yangs ering dinyanyikan, maka setiap muridnya kenal itu baik sekali. Ia sengaja menyebutkan itu, untuk menggertak kepada Tiauw Hong, yang kepandaiannya tidak dapat ia tandingi. Benar-benar Tiauw Hong jeri dan melepaskan Kwee Ceng. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiauw Hong masih berpikir. "Suhu telah datang, entah dengan cara apa dia bakal menghukum aku" Mukanya menjadi pucat kapan ia ingat kebengisannya Oey Yok Su, tubuhnya menggigil sendirinya. Ia buta tetapi ia seperti membayangkan guru itu dengan bajunya warna kuning muda, dengan pundaknya menggendol sebuah pacul kecil peranti menggali obat-obatan, lagi berdiri di hadapannya. Mendadak tubuhnya menjadi lemas, seperti habis sudah ilmu silatnya, ia terus mendekam ke tanah seraya berkata. "Teecu ketahui dosaku yang mesti dibunuh berlaksa kali, tetapi teecu mohon sukalah guru mengampunkan teecu dari hukuman mati mengingat mata teecu telah buta dan separuh tubuhku cacat" Kwee Ceng heran menyaksikan orang demikian ketakutan dan pasrah sedang begitu jauh yang ia ketahui, si Mayat Besi biasanya galak dan telengas, musuh bagaimana tangguh juga tidak dapat buat ia jeri. Oey Yong tertawa di dalam hatinya. Ia tarik tangan Kwee Ceng, terus ia menunjuk ke luar jendela. Itu artinya ia mengajak sahabat itu lari bersama, buat menyingkir dari istana itu. Kwee Ceng baru memandang ke tembok tatkala di belakang mereka, mereka dengar satu suara seruan yang disusul tertawa panjang, lalu di sana muncul seorang yang tangannya menggoyang-goyang kipas. "Anak yang baik, aku tidak kena kau jual!" Orang itu berkata sambil tertawa. Oey Yong lantas kenali Auwyang Kongcu, yang ia tahu ilmu silatnya lihay, dan orang pun hendak membekuk padanya. Ia mengerti yang ia sukar lolos, tetapi ia cerdik sekali, segera ia dapat akal, lantas ia menghadapi Bwee Tiauw Hong dan berkata. "Bwee Suci, ayah paling dengar perkataanku, sebentar nanti aku mohonkan ampun kepadanya, hanya sekarang kau mesti mendirikan dulu beberapa jasa baik, supaya ayah suka mengampunkannya." "Jasa baik apakah itu?" Bwee Tiauw Hong tanya. "Ada orang busuk lagi menghina aku," Oey Yong terangkan. "Akan aku berpura-pura tidak sanggup melawan, kaulah yang mesti hajar dia. Sebentar ayah datang, kapan ia lihat kau membantui aku, hatinya tentu girang." Tiauw Hong suka memberikan bantuannya. Kata- katanya ini sumoy, adik seperguruan, membuat ia mendapat harapan, hingga semangatnya bangun dengan mendadak. Sementara itu Auwyang Kongcu lagi mendatangi bersama keempat murid wanitanya. Begitu dia tiba di depan mereka bertiga, Oey Yog tarik tangannya Kwee Ceng, untuk memernahkan diri di belakangnya Bwee Tiauw Hong. Nona ini telah pikir, begitu lekas Tiauw Hong dan si kongcu bertempur, ia mau ajak sahabatnya itu menyingkirkan diri. Auwyang Kongcu melihat Tiauw Hong sedang duduk numprah, nyonya itu berserba hitam dan romannya tidak luar biasa, ia ulur tangannya akan sambar Oey Yong. Mendadak saja ia merasakan angin menyambar ke arah dadanya, ia lihat tangan si nyonya menjambak secara hebat. Ia kaget bukan main. Belum pernah ia mendapat serangan sehebat ini. Lekas-lekas ia mengetok denagn kipasnya ke lengan si nyonya, tubuhnya pun dibawa berlompat berkelit. Walaupun begitu, ia masih kurang sebat, dengan menerbitkan suara memberebet, ujung bajunya robek sepotong sedang kipasnya patah menjadi dua potong. Yang membikin ia terkejut sekali adalah keempat muridnya telah roboh terguling, apabila ia mendekati mereka, untuk memeriksa, nyata mereka sudah putus jiwanya semua, otak mereka telah dilobangi lima jari tangan. Itulah cengkeraman Kiu Im Pek-kut Jiauw. Kongcu ini menjadi murka sekali, tidak banyak omong lagi, ia lompat maju, untuk menyerang Bwee Tiauw Hong. Ia keluarkan kepandaiannya yang istimewa, ialah "Sin To Soat San Ciong", atau "Unta Sakti Gunung Salju". Bwee Tiauw Hong membuat perlawanan dengan Kiu Im Pek-kut Jiauw, kedua tangannya bergerak panjang dan pendek, sambungan tulang-tulangnya mengasih dengar suara meretek, hingga Auwyang Kongcu tidak berani merapatkan diri. Oey Yong hendak menggunai ketikanya untuk menyingkir, ia baru menarik tangan Kwee Ceng atau tiba-tiba ia dengar bentakan di belakangnya, disusul sama serangan dua tangan. Itulah Hauw Thong Hay yang telah datang ke situ dan lantas menyerang, ke arah muka, sebab dia tahu si nona memakai lapis berduri. Segera setelah itu, ke situ pun datang See Thong Thian bersama Nio Cu Ong dan Pheng Lian Houw. Chao Wang bersama putranya repotnya mencari orang yang menculik onghui, mereka berlari-lari bersama barisan pengiring mereka, di dalam dan di laur istana. Nio Cu Ong lihat bagaimana Auwyang Kongcu terdesak, sampai bajunya robek dan terlihat baju dalamnya. Ia pun lantas ingat bagaimana di dalam gua ia telah dipermainkan nyonya itu, ia menjadi gemas sekali sambil berseru, ia maju akan membantui si pemuda mengepung. See Thong Thian dan Pheng Lian Houw menanti di pinggiran, bersiap untuk membantui. Hati mereka tapinya gentar menyaksikan kehilayan si nyonya. Oey Yong main berkelit terhadap pelbagai serangan Hauw Thong Hay, ia membuatnya orang she hauw itu kewalahan. Tidak lama, Bwee Tiauw Hong merasakan repot melayani dua lawan yang tangguh. Tiba-tiba ia tarik sebelah tangannya dan menyambar bebokongnya Kwee Ceng seraya ia berseru. "Kau podong kedua kakiku!" Kwee Ceng kaget, ia tidak mengerti maksud orang, akan tetapi ia insyaf bahwa mereka bekerjasama menangkis musuh, ia turut perkataan orang itu, segera ia membungkuk memegang kedua pahanya Tiauw Hong, untuk diangkat. Dengan tangan kirinya Tiauw Hong tangkis serangan Auwyang Kongcu, dengan tangan kanannya ia jambak Nio Cu Ong, semabri berbuat demikian, ia kata kepada Kwee Ceng. "Kau pondong aku, kau kejar si orang she Nioitu!" Baru sekarang Kwee Ceng mengerti maksud orang. Pikirnya. "Dia tidak dapat menggunai kedua kakinya, dia membutuhkan bantuanku!" Ia terus bekerja. Ia bukan lagi pondong si nyonya, dia hanya memanggulnya, lalu dia bergerak kesana ke mari menuruti setiap petunjuk nyonya itu, untuk maju memburu, guna mundur sembari menangkis atau berkelit. Ia bertenaga besar, enteng tubuhnya, dan tubuh Tiauw Hong tidak berat, ia jadi dapat berbegrak dengan leluasa. Maka setelah itu Tiauw Hong manjadi menang diatas angin. "Bagaimana sih caranya menyakinkan ilmu dalam?" Dia tanya Kwee Ceng selagi ia melayani musuh. Dia tidak dapat melupakan ilmu itu. "Dudk numprah, lima hati di hadapkan ke langit," Kwee ceng menjawab. "Apa itu ynag dinamakan lima hati?" Tiauw Hong menanya pula. "Dengan itu dimaksudkan telapakan dua tangan, telapakan kedua kaki dan embun-embunan." Girang Tiauw Hong hingga ia menjadi bersemangat, hingga ketika ia menjambret Nio Cu Ong, dia dapat mengcengkram pundaknya. Maka tidak tempo lagi, pundaknya orang she Nio itu berlumuran darah, hingga ia mesti melompat menyingkir. Kwee Ceng lompat, untuk memburu, tatkala ia melihat Kwie-bun Liong Ong See Thong Thian maju membantu suteenya untuk menggerubungi Oey Yong, ia menjadi kaget, lantas ia putar tubuhnya. "Hajar dulu ini dua orang!" Ia kata pada Tiauw Hong. Nyonya itu sudah lantas kasih bekerja kedua tangannya, ynag kiri ke arah bebokongnya Hauw Thong Hay. Dia ini mengkeratkan diri, untuk berkelit. Di luar dugaannya tangan si nyonya, maka kagetlah ia tempo bebokongnya kena dijambak, hingga tubuhnya segera diangkat, sedang di lain pihak lima jari tangan kanan si nyonya itu menyambar ke abtok kepalanya. tanpa berdaya lagi, ia menjadi lemas sekujur tubuhnya, tak dapat ia bergerak lagi. SeeThong Thian menyaksikan itu, kagetnya bukan main. Ia berlompat, untuk menghalau lengan nyonya itu. Karenanya kedua tangan beradu satu sama lain. keduanya menjadi kaget, tangan mereka sama-sama kesemutan. Berbareng dengan itu, dari arah kiri terdengar suara angin menyambar. Itulah serangan kim-chie-piauw, atau senjata rahasia yang berupa uang dari Pheng Lian Houw. Tiauw Hong dapat tahu datangnya serangan gelap, ia menangkis dengan melemparkan tubuhnya Hauw Thong Hay ke arah datangnya piauw itu, maka Thong Hay lantas saja berkoak. "Aduh!" Karena tepat ia terkena piauw itu. See Thong Thian kaget, apapula ia dapatkan tubuh sutee itu bakal jatuh ke tanah. Kalau ia terbanting, celakalah sutee itu. Terpaksa ia melompat maju, untuk menanggapi dengan menyambar pinggang si adik seperguruan itu, ynag terus ia lemparkan. Maka kali ini Thong Hay bisa kerahkan tenaganya, hingga ia jatuh dengan wajar. Tiauw Hong melemparkan tubuh orang dan See Thong Thian menolongi sutee itu, semua itu terjadi dalam sejenak, menyusuli itu, Tiauw Hong segera diserang dari tiga penjuru, oleh piauwnya Pheng Lian Houw, oleh Auwyang Kongcu dan See Thong Thian. Bwee Tiauw Hong memasang kupingnya, lantas jari-jari tangannya dipakai menyentil, akan menyentil balik setiap piauw, dari itu, semua piauw itu mental kembali, menyerang kepada Auwyang Kongcu, Pheng Lian Houw dan See Thong Thian, juga kepada Nio Cu Ong, yang turut maju pula. "Apakah itu yang dinamakan mengumpulkan ngo- heng?" Tiauw Hong menanya lagi. "Itulah kayu dari Tong-hun, emas dari See-pek, api dari Lam Sin, air dari Pak Ceng, dan tanah dari Tiong Ie." Ngo-heng ialah kayu, emas, api, air dan tanah. "Apakah itu yang disebut mengakurkan su-ciang?" "Itu artinya menyimpan mata, mengebalkan kuping, meluruskan napas dan menutup lidah." "Tidak salah! Itu yang dinamakan ngo-kie-tiauw-goan lima hawa dipusatkan kepada asalnya?" "Itulah, mata tidak melihat tetapi semangatnya ada di jantung, kuping tidak mendengar tetapi pendengarannya ada di geginjal, lidah tidak berbunyi tetapi pemikirannya ada di hati, dan hidung tidak mencium bau tetapi rohnya ada di peparu." Girang Tiauw Hong mendapatkan keterangan ini. Sudah belasan tahun ia menyakinkan Kiu Im Cie Keng, tidak pernah ia mengerti itu. Maka ia menanya. Dengan begini ia telah memecah perhatiannya, belum lagi Kwee Ceng menjawab ia, pundak kirinya dan iga kanannya telah terkena hajar oleh Auwyang Kongcu dan See Thong Thian. Ia bertubuh kuat akan tetapi toh hajaran itu membikin ia merasakan sangat sakit. Oey Yong pun menjadi cemas. Ia mengharap Tiauw Hong bisa melibat musuh-musuhnya, supaya ia bisa ajak Kwee Ceng kabur, siapa tahu, pemuda ini mesti membantui orang. Segera juga Tiauw Hong terdesak dibawah angin. Ia heran atas tidak datangnya bala bantuan, maka akhirnya ia teriaki Oey Yong. "Eh, darimana kau memancing begini banyak musuh lihay? Mana suhu?" Ia menanya demikian, sebenarnya ia berkhawatir. Sungguh tak ingin ia bertemu sama gurunya, yang ia tahu telengas. "Dia bakal segera datang!" Oey Yong menyahuti. "Mereka ini bukannya tandinganmu! Umpama kata kau duduk di tanah, mereka tidak nanti dapat mengganggu selembar rambutmu!" Ia ingin membangkitkan kejumawaannya si Mayat Besi, supaya Kwee Ceng dilepaskan. Tetapi Tiauw Hong tengah sulit sekali, ia repot melayani musuh-musuhnya. Nio Cu Ong berseru, ia berlompat menerjang. Tiauw Hong merasakan ada serangan di kiri dan kanannya, ia mementang kedua tangannya untuk menangkis, tetapi ia merasakan rambutnya ada yang tarik. Itulah nio Cu Ong, yang menyambar rambutnya itu. Ia kaget, begitu pun Oey Yong. Nona ini segera menyerang punggungnya orang she Nio itu, atas mana Cu Ong menangkis dengan tangan kanannya, sekalian dia hendak membangkol tangannya si nona itu, sedang tangan kirinya tidak melepaskan rambutnya si Mayat Besi. Untuk membebaskan dirinya, Tiauw Hong menyambar ke rambutnya, maka bagaikan sitebas, rambutnya itu kutung putus, menyusul mana, ia serang Nio Cu Ong. Dengan mencelat ke samping, Cu Ong menolong dirinya. Sementara itu Pheng Lian Houw lantas mengetahui wanita itu adalah Bwee Tiauw Hong, salah satu dari Hek Hong Siang sat, maka itu, apabila ia dapat kenyataan Oey Yong membnatui si Mayat Hidup, dia menegur . "Eh, budak cilik! Kau bilang kau bukannya murid Hek Hong, nyata kau mendusta!" Oey Yong tidak mau mengalah. "Dia guruku?" Dia membalik, mengejak. "Lagi seratus tahun ia belajar silat, dia masih belum mampu menjadi guruku!" Lian Houw heran. Terang mereka berdua sama ilmu silatnya. Kenapa si nona menyangkal? Kenapa agaknya si nona tidak menghormati Tiauw Hong itu? Justru itu terdengarlah suaranya See Thong Thian. "Memanah orang lebih dulu memanah kudanya!" Kata-kata itu ditujukan kepada Kwee Ceng, yang ia lantas rabu kakinya. Tiauw Hong kaget. Ia tahu Kwee Ceng masih lemah, kalau naka itu roboh, ia pun bisa susah. Maka itu, ia membungkuk, untuk menyambut kakinya orang she See itu. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Justru itu, dengan tubuhnya si nyonya turun rendah, Auwyang Kongcu membarengi menumbuk bebokongnya. Tiauw Hong mengasih dengar suara "Hm!" Mendadak saja tangan kanannya terayun, lalu terlihat berkelebatnya satu sinar putih terang. Nyata ia telah kasih keluar cambuknya, dengan apa ia menyambet ke empat penjuru. Cambuknya itu bergerak bagaikan naga beracun, hingga empat lawannya mesti menjauhkan diri. Pheng Lian Houw berpikir. "Ini perempuan buta mesti lebih dulu dibinasakan, jikalau suaminya si Mayat Perunggu keburu datang, sungguh sulit!" Ia memikir demikian karena ia tidak tahu Tan Hian Hong sudah terbinasa. Sebenarnya cambuk Tong-liong Gin-pian dari Bwee Tiauw Hong lihay sekali, di dalam kalangan enam tombak, siapa kena dicambuk, dia mesti terbinasa, cuma sekarang ia menghadapi Auwyang Kongcu berempatsemua bukan sembarang orang. Ia cuma bisa membikin mereka itu merenggangkan diri. Pheng Lian Houw penasaran, sambil berseru, dia menjatuhkan diri, untuk menyerbu dengan bergulingan. Tiauw Hong tidak tahu orang hendak membokong dia, dia tetapi melayani ketiga musuhnya. Adalah Kwee Ceng, yang menjadi kaget sekali, dalam takutnya, ia menjerit. Atas ini tahulah Tiauw Hong atas datangnya musuh-musuh, ia lantas ulur tangan kirinya, guna menjambret si orang she Pheng itu. Oey Yong tidak dapat membantu Tiauw Hong lagi, karena cambuk orang merintangi majunya. Dilain pihak, ia melihat ancaman bahaya untuk si Mayat Besi artinya untuk ia sendiri berdua sama Kwee Ceng. Ia lantas dapat akal, maka ia berteriak. "Semua berhenti! Aku hendak bicara!" Pheng Lian Houw, yang bisa membebaskan diri, begitupun ketiga kawannya, tidak mengambil mumat atas teriakan itu, mereka terus mengurung. Oey Yong berkhawatir dan penasaran, hendak ia berteriak pula, atau tiba-tiba ia dengar lain orang mendahulukan padanya. "Semua berhenti, aku hendak ada bicara!" Suara itu datangnya dari arah tembok. Oey Yong segera berpaling. Enam orang, yang tubuhnya tinggi kate tdak rata, tertampak berdiri di atas tembok. Tapi malam ada gelap, muka mereka tidak terlihat nyata. Pheng Lian Houw semua tahu, ada datang orang dari pihak ketiga, merek atidak ambil peduli, mereka berkelahi terus. Rupanya keenam orang di atas tembok itu tidak dapat manahan sabar, dua diantaranya sudah lantas lompat turun. Merek ini masing-masing bersenjatakan joan-pian dan pikulan besi, dengan senjatanya itu, mereka lantas serang Auwyang Kongcu. Orang yang mencekal joan-pian itu, cambuk emas, ynag tubuhnya kate, membarengi mendamprat. "Bangsat tukang petik bunga, kemana kau hendak lari?!" Kwee Ceng dengar suara orang, ia menjadi girang sekali. "Suhu lekas tolongi teecu!" Ia berteriak. Memang keenam orang itu adalah Kanglam Liok Koay. Sejak di Utara mereka terpisah dari Kwee Ceng, muridnya mereka itu, kemudian mereka menguntit delapan murid wanita dari Pek To San. Diwaktu malam, mereka lantas mempergoki Auwyang Kongcu beserta sekalian muridnya merampas anak gadisnya suatu keluarga baik-baik. Mereka gusar, mereka lantas menyerang. Auwyang Kongcu membuat perlawanan, tetapi Liok Koay telah berlatih bersungguh-sungguh di gurun pasir, telah memperoleh banyak kemajuan, mereka membikin ia kewalahan. Begitulah tubuhnya kena dihajar tongkatnya Kwa Tin Ok dan kakinya tertendang Cu Cong. Merasa tidak ungkulan, terpaksa ia lepaskan si nona mangsanya itu dan lari kabur. Dua muridnya terhajar binasa masing-masing oleh Lam Hie Jin dan Coan Kim Hoat. Wat Lie Kiam Han Siauw Eng lantas menolong si nona, yang ia gendong pulang ke rumahnya. Kemudian Auwyang Kongcu dikejar, tetapi ia licin dan dapat meloloskan diri. Liok Koay juga tidak mengejar dengan berpisahan, karena mereka ketahui, kalau bertempur satu lawan satu, pihaknya tidak sanggup. Tapi mereka terus melakukan penyeledikan. Inilah tidak sukar, sebab rombongannya Auwyang Kongcu gampang dikenali dari dandanan mereka yang serba putih itu. Begitulah mereka menguntit hingga di onghu, istananya Chao Wang itu. Diwaktu gelap, gampang sekali untuk melihat pakaiannya rombongan Auwyang Kongcu itu, maka itu Lam Hie Jin dan Han Po Kie sudah lantas melakukan penyerangan. Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Rase Emas Karya Chin Yung Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo