Pendekar Pemanah Rajawali 43
Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 43
Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong Koan Eng berlaku sebat, belum lagi musuh mencabut senjatanya, ia mendahulukan menghajar dengan bangkunya. Tapi Thong Hay lihay, matanya awas, gesit gerakannya, sebelah kakinya terangkat naik, mendahului menendang lengan lawannya itu, yang mengenai tepat, sedang dengan tangan kirinya ia membarengi menyerang. Koan Eng terkejut. Bangkunya terlepas dari tangannya. Justru itu ia pun mesti berkelit dari serangan tangan kiri. Tengah ia mendak, Thong Hay sudah mencabut senjatanya yang nancap di tembok itu. Thia Yauw Kee, yang melihat bahaya, lompat kepada Koan Eng, untuk menolongsi si anak muda menghunus goloknya, untuk diserahkan kepada anak muda itu. "Terima kasih!" Kata Koan Eng seraya menyambuti golok dari tangan si nona. Ia kagum untuk kelincahan si nona itu, yang dalam saat genting seperti itu dapat membantu padanya. Sebab gerakannya Thong Hay, ia sudah menyerang pula. Disaat senjata lawan hampir sampai didadanya, Koan Eng menangkis dengan keras, maka keras juga bentrokan kedua senjata, hingga muncratlah lelatu apinya. Thong Hay merasakan telapakan tangannya sakit. Pertempuran berlanjut terus, kaki keduanya telah menginjak kotoran. Selama itu Thong Hay bergelisah. Nyatanya lawannya itu tangguh. "Perlihatkan diri asalmu!" Ia membentak sambil menikam ke arah perut. Itulah pukulan "Menolak peragu menuruti aliran air". Menampak ilmu silat itu, Koan Eng lompat mundur tiga tindak. "Tahan dulu!" Ia berseru. "Kau pernah apakah dengan Kwie-bun Liong Ong?" Thong Hay melirik dengan tajam. "Ha, hantu, kau kenal juga nama sukoku!" Katanya dingin. Koan Eng menduga kepada orang gila, yang menyerang ia kalng-kabutan, atau orang salah menyangka, tetapi sekarang, mendengar orang menyebut siri sebagai adik seperguruan dari See Thong Thian, tahulah ia bahwa orang ini datang menuntut balas untuk Hong Ho Su Koay, Empat Siluman dari sungai Hoang Hoo. Ia jadi hendak membalaskan sakitnya Toat-pek-pian Ma Ceng Hiong. Karena ini, ia lantas berkelahi semakin hebat. Tidak lama, kembali Koan Eng kena terdesak, tidak peduli ia berlaku mati-matian. Yauw Kee dapat melihat si pemuda terancam bahaya. Mulanya ia berdiam saja di pojokan menyaksikan pertempuran itu, ia pun takut pada kotoran, tetapi sekarang menampak ancaman bahaya itu, tidak dapat ia berdiam terus-terusan. Ia mencabut pedangnya sambil mengajukan diri. "Jangan takut, akan aku bantu kau!" Ia berkata. Ia bahkan segera menikam punggung lawan. Ia murid kepala dari Ceng Ceng Sanjin Sun Put Jie, dari itu ia adalah orang dari kaum Coan Cin Pay. Majunya nona ini ada dalam dugaan Hauw Thong Hay. Tidak demikian dengan Koan Eng. Maka pemuda ini menjadi heran berbareng girang, hingga terbangun semangatnya, kalau tadi ia repot membela diri, hingga ia tidak dapat melakukkan penyerangan balasan, sekarang ia dapat melakukan itu. Mulanya Thong Hay jeri juga, ia khawatir si nona lihay, tetapi selang beberapa jurus, legalah hatinya. Dia mendapat kenyataan nona ini kurang latihannya. Maka kemudian, walaupun dikepung berdua, ialah yang dapat lebih banyak menyerang. Oey Yong dari dalam kamar mengikuti terus pertempuran itu. Ia menjadi berkhawatir. Ia mengetahui dengan baik, lama-lama muda-mudi itu bisa becelaka di tangan musuh yang telengas ini. Ia berkhawatir sebab ada keinginannya untuk membantui tetapi keinginan itu tidak dapat diwujudkan. Mana bisa ia tinggalkan Kwee Ceng? "Nona kau pergilah!" Berkata Koan Eng kemudian. "Urusan di sini bukan urusanmu!" Yauw Kee tak mau mundur. Ia tahu pemuda itu mengkhawatirkan keselamatanya. Untuk kebaikan hati itu, ia merasa sangat bersyukur. Tentu sekali, tidak dapat ia mengangkat kaki membiarkan kawan itu menghadapi bahaya maut. Maka itu ia menggeleng kepalanya. "Kita bermusuh, maka itu kau carilah aku sendiri si orang she Liok!" Koan serukan Thong Hay. "Lekas kau membuka jalan untuk nona ini mengundurkan diri!" Thong Hay tertawa lebar. Sekarang ia telah memperoleh kepastian muda-mudi ini bukannya hantu atau iblis, hatinya menjadi besar. Ia pun sudah menang di atas angin! Bukankah si nona pun cantik manis? "Hantu pria aku hendak tangkap, iblis wanita aku hendak bekuk juga!" Katanya dingin. Ia mengulangi serangannya yang hebat, hanya terhadap Thia Yauw Kee, ia tidak menggunai tenaga sepenuhnya. Koan Eng menjadi bertambah khawatir. "Nona lekas kau menyingkir!" Ia serukan nona itu. "Aku berterima kasih padamu!" "Kau she Liok?" Tanya si nona perlahan tanpa menghiraukan anjuran orang untuk mengangkat kaki. "Benar," Menyahut Koan Eng. "Nona sendiri she apa dan murid siapakah?" "Guruku she Sun, orang menyebutnya Ceng Ceng Sanjin," Sahut nona Thia. "Aku sendiriaku" Ia hendak menyebut namanya tetapi ia malu. "Nona," Berkata Koan Eng. "Akan aku tahan dia, kau pergilah menyingkir! Asal aku dapat menolong jiwaku, nanti aku susul padamu!" Mukanya Yauw Kee merah. Ia tidak menjawab itu anak muda, hanya ia membentaki lawannya. "Eh, siluman, jangan kau lukakan dia! Katahui olehmu, guruku ialah Sun Cinjin dari Coan CinPay dan dia segera bakal datnag kemrai!" Nama Coan Cin Pay sangat terkenal, maka mendengar disebutnya partai itu, hati Thong Hay tercekat. Bukankah Thie-kak-sian Giok Yang Cu Ong Cie It pernah memperlihatkan kepandaiannya di dalam istana Chao Wang? Meski begitu, ia tidak sudi mengasih lihat kelemahannya. Maka itu ia sengaja berseru. "Biarnya tujuh siluman Coan Cit Cit Cu datang kemari, hendak aku membinasakan semuanya!" "Orang bosan hidup, kau ngaco belo!" Mendadak terdengar seruan dari arah luar. Kaget ketiga orang itu, dengan sendirinya mereka pada lompat mundur. Koan Eng khawatir Thong Hay main gila, ia tarik Yauw Kee ke belakangnya, ia lantas berdiri di depan si nona seraya ia bersiap dengan goloknya. Semua mata mengawasi ke luar. Di ambang pintu berdiri seorang tojin atau imam usia muda, romannya tampan, tangannya mencekal kebutan atau hudtim. Ia bersenyum dingin ketika ia menegaskan pula. "Siapakah yang membilang hendak membinasakan Coan Cin Cit Cu?" "Itulah aku Hauw Looya yang membilangnya!" Sahut Thong Hay takabur. "Kau mau apa?!" "Baiklah! Sekarang kau cobalah membunuhnya!" Menantang si imam muda. Kata-kata ini disusul sama gerakan tubuhnya seraya kebutannya mengebut kemuka si Ular Naga Kepala Tiga. Ketika itu selesailah Kwee Ceng dengan latihannya, tempo kupingnya dapat mendengar suara berisik di luar kamar itu, ia lantas mengintai. "Mungkinkah benar imam muda ini anggota Coan Cin Cit Cu?" Oey Yong tanya. Kwee Ceng segera mengenali imam muda itu, ialah In Cie Peng muridnya Tiang Cun Cu Khu Cie Kee. Dialah yang dua tahun lampau pergi ke Mongolia menyampaikan surat gurunya kepada Kanglam Liok Koay dan dalam pibu, pertandingan itu, ia kena dikalahkan dia itu. Maka itu, ia beritahukan si nona Oey siapa imam itu. "Dia pun tak dapat melawan Hauw Thong Hay," Berkata Oey Yong sambil menggeleng-geleng kepala. Setelah lewat dua tahun, kepandaiannya In Cie Peng telah bertambah, walaupun demikian, berkelahi sama-sama Liok Koan Eng mengepung Hauw Thong Hay mereka cuma berimbang saja. Yauw Kee menonton dengan bengong. Ia terkejut katika ia dipegang oleh Koan Eng dan ditarik ke belakang si anak muda, habis mana anak muda itu menyerang Thong Hay yang menyambuti serangannya In Cie Peng. ia tengah mengusut-usut tangannya itu tatkala ia mendengar suara Koan Eng. "Nona, awas!" Itulah Hauw Thong Hay, yang menggunai kesempatannya akan membokongi si nona, yang ia tikam pundaknya. Ia tidak menyangka akan serangan itu, atas pemberian ingat si anak muda, ia lantas berkelit, setelah mana dalam murkanya ia maju menyerang. Dengan begitu, Thong Hay jadi dikerubuti bertiga. Walaupun ia gagah, sekarang Thong Hay bingung juga. Memang nona Thia ini tidak lihay, akan tetapi dikepung berdua, mereka sudah berimbang, dengan bertambah satu tenaga lagi, ia merasa berat. Ia menjadi cemas sendirinya, hendak ia meloloskan diri, tetapi kepungan rapat. In Cie Peng mempermainkan kebutannya di muka lawannya itu, lama-lama Thong Hay menjadi seperti kabur matanya, maka satu kali ia alpa, gerakannya kurang sebat, ia merasakan pahanya sakit, sebab goloknya Koan Eng mampir di pahanya itu. Ia menjadi murka sekali, ia mendamprat leluhur lawannya. Masih si Ular Naga Kepala Tiga membuat perlawanan. Karena luka dikakinya itu, kelincahannya menjadi berkurang. Masih ia diganggu kebutan Cie Peng, yang membikin ia kewalahan. Kapan tiba saatnya ia mencoba menikam, Cie Peng libat gaetannya itu, hingga keduanya jadi saling tarik. Biar bagaimana, Thong Hay menang tenaga, kesudahannya saling tarik itu, kebutannya Cie Peng kena tertarik hingga terlepas. Tapi menang disini, Thong Hay kalah dilain pihak. Dengan mengadu tenaga sama Cie Peng, ia menjadi lengah, maka juga ujung pedangnya Yauw Kee menusuk pundak kanannya, atas mana terlepaslah tempulingnya yang bercagak tiga! In Cie Peng lepas kebutannya itu, ia tidak menjadi kaget atau bingung, bahkan ia memperlihatkan kegesitannya, ialah justru lawannya kena tertikam, ia maju untuk menotok. Tepat ia mengenakan jalan darah hian-kie, atas mana, Sam-tauw-kauw roboh seketika. Koan Eng tidak berlaku ayal, ia berlompat untuk menubruk, lalu dengan menggunai ikat pinggang lawan, ia ringkus lawannya itu, kedua tangan siapa ditelikung. "Lihat, muridnya Coan Cin Cit Cu saja kau tidak sanggup lawan!" Kata In Cie Peng mengejek. "Masihkah kau hendak membinasakan semua Coan Cin Cit Cu?" Thong Hay gusar, ia memaki kalang kabutan. Ia kata ia toh dikepung bertiga. Cie Peng tidak sabaran, ia sobek ujung baju orang dan pakai itu untuk menyumbat mulut orang yang kotor itu, maka sekarang, si Ular Naga Tiga Kepala melainkan bisa mendelik mata dan mukanya merah, mulutnya tak bersuara lagi. "Suci," Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berkata Cie Peng kepada Yauw Kee sambil ia memberi hormatnya. "Kau adalah murid dari Sun Susiok, maka terimalah hormatnya suteemu." Yauw Kee membalas hormat sambil merendahkan diri. "Entah suheng murid paman guru yang mana?" Ia bertanya. "Siauwtee ialah In Cie Peng, muridnya Tiang Cun Cu," Menyahut saudara asal seperguruan ini. Yauw Kee tidak pernah keluar pintu, ia tidak kenal keenam saudara gurunya tetapi ia pernah mendengar dari gurunya tentang mereka itu, maka tahulah ia siapa Tiang Cun Cu itu. "Kalau begitu, In Suheng, kaulah suhengku," Katanya perlahan. "Adikmu ini she Thia, kau panggil saja sumoy padaku." In Cie Peng bersenyum melihat sumoy itu, adaik seperguruannya, tetapi meski begitu, ia melayani berbicara, setelah mana ia belajar kenal dengan Liok Koan Eng. Orang she Liok itu memberitahukan she dan namanya tetapi ia tak menyebutkan nama dan gelaran ayahnya dan menyebut juga pekerjaannya sebagai kepala perampok di telaga Thay Ouw, ia cuma menerangkan, ia bermusuh dengan Hauw Thong Hay sebab ia telah membunuh Ma Ceng Hiong. "Orang edan ini kosen, dia tidak dapat dimerdekakan!" Berkata nona Thia. "Biarlah aku lantas binasakan dia!" Berkata Liok Koan Eng. "Ah, jangan!" Mencegah nona Thia, yang hatinya pemurah. "Tidak apalah dia tidak dibikin mampus!" Kata Cie Peng tertawa. "Sumoy, sudah berapa lama kau berada disini?" "Baru saja," Sahut si nona dengan wajahnya merah jengah. Cie Peng mengawasi muda-mudi ini, pikirannya bekerja. "Mereka rupanya pasangan, jangan aku berdiam lama di sini membuat mereka muak saja" Pikirnya. Maka ia lantas berkata. "Aku sedang menjalankan tuga yang diberikan suhu. Aku diperintah pergi ke dusun Gu-kee-cun guna menyampaikan berita kepada satu orang. Nah, sampai di sini saja, harap kita bisa bertemu pula!" Yauw Kee masih likat. "In Suheng, kau sedang mencari siapa?" Tanyanya perlahan. Cie Peng agaknya bersangsi, tetapi sejenak kemudian, ia pikir. "Thia sumoy orang sendiri, dia berjalan sama anak muda ini, dia pun bukan orang lain, tidak ada halangannya untuk aku bicara." Maka ia menjawab bahwa ia lagi mencari seorang kenalan she Kwee. Keterangan ini membuatnya beberapa orang terkesiap hatinya. Mereka yang berada di dalam kamar rahasia, begitu pun Liok Koan Eng, bahkan pemuda she Liok ini lantas bertanya. "Adakah ia yang bernama Ceng?" "Benar," Sahut Cie Peng memberikan kepastian. "Saudara Liok kenal sahabat she Kwee itu?" "Siauwtee justru hendak mencari Kwee Susiok itu," Menyahut Koan Eng. "Eh, kau memanggil dia susiok?" Tanya Cie Peng dan Yauw Kee berbareng. Nona ini pun heran waktu pertama mendengar Cie Peng menyebut "sahabat she Kwee" "Ayahku setingkat derajatnya dengannya, maka itu siauwtee memanggil susiok," Koan Eng menjelaskan. (Susiok artinya paman guru) Tingkat Liok Seng Hong sederajat dengan Oey Yong, dengan sendirinya Koan Eng mesti memanggil paman guru kepada Kwee Ceng. Mengenai Kwee Ceng itu, Yauw Kee tidak membilang suatu apa akan tetapi perhatiannya tertarik. "Apakah kau telah bertemu padanya. Ada di mana dia sekarang?" Cie Peng menanya dengan cepat. "Siauwtee pun baru tiba di sini, selagi siauwtee hendak mencari keterangan, kita bertemu ini orang edan, tidak karuan dia menyerang kita," Menerangkan Koan Eng. "Kalau begitu, mari kita sama-sama pergi mencarinya," Kata Cie Peng kemudia. Oey Yong dan Kwee Ceng saling mengawasi. Mereka telah mendapat dengar semua pembicaraannya ketiga orang itu. "Mereka pasti bakal kembali," Kata Kwee Ceng. "Yongjie, kau bukalah pintu." "Mana dapat?" Si nona berkata. "Mereka mencari kamu tentu untuk urusan penting. Kau lagi beristirahat, mana dapat kau memecah pikiranmu?" "Tetapi urusannya mesti sangat penting," Si anak muda bilang. "Biarnya langit ambruk, tidak nanti aku membuka pintu," Si nona kata pasti. Hati Kwee Ceng tidak tenang, tetapi Oey Yong benar. Ia pun khawatir si nona menjadi berduka. Maka terpaksa ia berdiam saja, melanjuti istirahatnya itu. Benar saja, selang tidak lama, Koan Eng bertiga kembali ke rumah makannya Sa Kouw. Kaon Eng berduka, katanya. "Di kampung halamannya sendiri susiok tidak dapat dicari. Bagaimana sekarang?" "Urusan penting apakah itu antara kamu berdua, saudara Liok?" Cie Peng tanya Koan Eng. "Bolehkah aku ketahui itu?" Sebenarnya Koan Eng tidak suka memberitahu, tetapi ketika ia menampak wajah nona Thia, ia mengubah pikirannya dalam sekejap. "Omonganku panjang," Ia menyahut. "Biarlah aku bersihkan dulu kotoran di sini, nanti baru kita bicara." Di rumahnya Sa Kouw ini, sapu pun tidak ada, maka itu Koan Eng dan Cie Peng menggunai rumput untuk menyapu kotoran. Setelah itu ketiganya duduk menghadapi meja. Koan Eng hendak mulai bicara ketika Yauw Kee mencegah. "Tunggu dulu!" Katanya seraya ia berbangkit bertindak mendekati Hauw Thong Hay. Ia memotong sejuwir ujung baju orang tawanan itu, yang mana ia pakai menyumpal kedua kupingnya dia itu. "Biar dia jangan mendapat dengar!" Ia menambahkan dengan tertawa. "Kau teliti, nona!" Koan Eng memuji. Ia pun tersenyum. Oey Yong dalam tempat persembunyiannya tertawa di dalam hatinya. Pikirnya. "Kau masih bicara tentang teliti! Sudah kami berdua, sukar untuk mengetahuinya, di sana pun ada rebah Auwyang Kongcu, kau masih belum ketahui juga" Thia Yauw Kee masih hijau, inilah tidak heran. In Cie Peng biasa mengikuti gurunya tetapi ia dasarnya semberono. Sedang Koan Eng, yang biasa memerintah, kurang waspada. Demikian mereka berbicara, bertindak, tanpa memeriksa dulu tempat di sekitarnya. Nona Thia mendapatkan kuping Thong Hay telah terpapas, ia tercengang, tetapi hanya sejenak. "Sekarang kau boleh bicara!" Katanya tertawa pada Koan Eng habis ia menyumbat. Untuk sesaat, agaknya pemuda she Liok itu bersangsi. "Ah, darimana aku harus mulai?" Katanya. "Sekarang aku lagi mencari Kwee susiok. Sebenarnya tidak seharusnya aku pergi mencari tetapi tanpa mencari, tak dapat." "Inilah aneh!" Berkata Cie Peng. "Memang. Aku mencari Kwee Susiok bukan untuk urusannya sendiri hanya untuk keenam gurunya." "Ah, Kanglam Liok Koay?" Cie Peng tanya seraya menepuk meja. "Mungkin kita ada bersamaan tujuan. Sekarang mari kita masing-masing menulis di tanah, lalu minta Thia sumoy yang melihatnya, cocok atau tidak." Belum lagi Koan Eng menyahuti, sambil tertawa Yauw Kee mendahului. "Bagus! Nah putarlah tubuhmu dan menulislah!" In Cie Peng dan Liok Koan Eng memegang masing-masing sebatang puntung, sambil belakang- membelakangi, mereka sudah lantas mencoret-coret di tanah. "Thia Sumoy!" Kemudian kata Cie Peng tertawa. "Kau lihat tulisan kita sama atau tidak?" Yauw Kee melihat coretan mereka itu. "In Suheng, kau menduga keliru," Katanya perlahan. "Tulisan kamu tidak sama." "Ah!" Seru Cie Peng sambil berbangkit. Yauw Kee tertawa dan menambahkan. "Kau menulis 'Oey Yok Su' dan dia menggambar sebatang bunga tho." Oey Yong heran. "Mereka mencari engko Ceng, mengapa toh ada sangkutannya sama ayahku?" Ia menduga-duga. Lalu terdengar suara Koan Eng perlahan. "Apa yang ditulis In Suheng adalah nama dari kakek guruku, dan siauwtee tidak berani menulisnya langsung" "Oh, kakek gurumu?" Kata Cie Peng terperanjat. "Kalau begitu, pikiran kita sama saja. Bukankah Oey Yok Su itu tocu dari pulau Tho Hoa TO?" Yauw Kee heran. "Oh, kiranya begitu!" Katanya. "Karena saudara Liok ada orang kaum Tho Hoa To," Berkata In Cie Peng. "Dengan begitu dengan mencari Kanglam Liok Koay, kau tentunya bermaksud tak baik untuk mereka itu" "Sebaliknya, suheng" Cie Peng tidak puas orang omong sangsi-sangsi. "Oleh karena saudara Liok tidak mengangap aku sebagai sahabat, sudahlah, tak ada gunanya untuk kita bicara banyak-banyak," Katanya. "Ijinkanlah aku meminta diri." Ia lantas berbangkit dan memutar tubuh, untuk berlalu. "Tunggu, In Suheng!" Mencegah Koan Eng. "Aku hendak menutur sesuatu, aku pun hendak memohon bantuanmu." Adalah tabiat Cie Peng yang ia paling senang kalau orang memnita apa-apa padanya, dari itu ia lantas menjadi girang. "Baiklah!" Katanya. "Sekarang kau boleh bicara!" "In Suheng," Berkata Koan Eng menerangkan. "Kau adalah orang Coan Cin Pay, maka itu bukankah ada semacam tugas dari kamu umpama kata kau mendengar sesuatu tentang lain orang, kau akan lantas memberitahukan atau mengisikinya supaya orang itu berhati-hati dan berjaga-jaga? Sekarang, andaikata, ada salah seorang dari pihak seatasan kau hendak mencelakai seseorang, dan kau mengetahuinya itu, pantas atau tidak kalau kau mengisiki orang itu untuk lari menyingkirkan diri?" In Cie Peng seperti dapat menduga maksud orang. Ia menepuk pahanya. "Aku mengerti sekarang," Katanya. "Teranglah di antara kamu pihak Tho oa To ada orang yang tengah menghadapi kesulitan. Nah, kau bicaralah!" "Di dalam perkara ini," Berkata Koan Eng. "Jikalau aku memeluk tangan menonton saja, aku jadi berbuat tak selayaknya, sebaliknya, apabila aku mencampurnya tahu, aku jadi menentang kaumku sendiri. Maka itu, In Suheng, walaupun aku ingin memohon bantuanmu, tak dapat aku membuka mulutku" Cie Peng mau menduga, akan tetapi karena orang tidak menjelaskannya, ia pun tidak dapat mengambil putusan, maka itu ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia nampaknya likat sendiri. Yauw Kee memandang kedua orang itu, ia mendapat jalan. "In Suheng," Katanya. "Kau tanyalah Liok Toako. Kalau ia mengangguk, itulah soalnya, kalau ia menggeleng kepalanya, itulah bukannya. Asal Liok Toako tidak mengatakannya sendiri, itu berarti ia tidak melanggar aturan kaumnya." "Bagus dayamu ini, Thia Sumoy!" Kata Cie Peng girang. "Saudara Liok, mari dengar aku bicara dulu tentang urusanku. Guruku yaitu Tiang Cun Cu Khu Cinjin, diluar keinginannya, telah mendapat suatu kabar penting, ialah kabar halnya Tocu Tho Hoa To karena membenci Kanglam Liok Koay, berniat membunuh jago-jago dari Kanglam itu, hendak membinasakan mereka serumah tangga. Karena itu guruku lantas mendahulukan pergi untuk memberi kisikan. Nyatanya Liok Koay tidak ada dirumahnya, mereka telah pergi pesiar. Atas itu guruku lantas menitahkan semua anggota keluarga Liok Koay itu pergi menyingkirkan diri masing-masing. Maka ketika Oey Yok Su sampai ke Kee-hin, ia tidak menemukan seorang juga. Ia menjadi sangat gusar dan mendongkol, tetapi ia cuma dapat menungkuli diri, dengan gondok ia berangkat ke Utara. Setelah itu taklah lagi bagaimana kejadiannya peristiwa. Dan kau, tahukah kau tentang itu?" Koan Eng mengangguk. In Cie Peng berdiam sebentar habis itu ia berkata pula. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Turut rasaku dia terus mencari kanglam Liok Koay. Sebenarnya di antara guruku dan Liok Koay ada suatu perselisihan, tetapi perselisihan itu sudah dapat disudahi sedang mengenai urusannya, kesalahan berada di pihak Oey Yok Su maka itu kebetulan Coan Cin Cit Cu berkumpul di Kanglam, mereka lantas memisah diri mencari Liok Koay untuk menasehati mereka untuk berhati-hati menjaga diri, bahkan paling betul mereka menyingkir jauh-jauh, supaya mereka tak dapat dicari kakek gurumu itu. Coba kau pikir, tindakan itu tepat atau tidak?" Koan Eng mengangguk pula. Mendengar sampai di situ, Oey Yong berpikir. "Engko Ceng sudah tiba di Tho Hoa To memenuhi janji, kenapa ayah hendak pergi mencari pula Liok Koay?" Ia tidak tahu ayahnya telah kena dijual Leng Tie Siangjin dan mempercayai yang ia telah mati kelelap di laut hingga dia menjadi sangat berduka dan gusar dan karenanya hendak menumpahkan amarahnya kepada Kanglam Liok Koay. Kembali terdengar suaranya In Cie Peng. "Oleh karena tidak dapat mencari Liok Koay, guruku ingat Kwee Ceng yang menjadi murid Liok Koay itu. Kwee Ceng itu ada orang asal dusun Gu-kee-cun di Lim-an dan dipercaya betul ia telah kembali ke kampung halamannya, dari itu aku dititahkan datang kemari mencari dia di sini. Guruku percaya pastilah Kwee Ceng mengetahui di mana adanya semua gurunya itu. Kau telah datang ke mari, saudara Liok, bukankah itu untuk urusan yang sama?" Lagi-lagi Koan Eng mengangguk. "Sekarang telah ternyata Kwee Ceng belum kembali ke kampung halamannya ini," Berkata Cie Peng pula. "Meskipun begitu guruku telah melakukan kewajibannya terhadap Liok Koay itu, maka itu walaupun dia tidak dapat mencari mereka itu, itulah disebabkan habis daya. Melihat yang mereka dukar dicari, aku percaya, Oey Yok Su juga tentu tak akan dapat mencari mereka. Nah, saudara Liok, kau hendak memohon bantuanku, bukankah itu urusan mengenai urusan ini juga?" Untuk kesekian kalinya, Liok Koan Eng kembali mengangguk. Bab 50. Menikah! "Kau hendak menitahkan apa padaku, saudara Liok, silahkan kau mengatakannya," Kata Cie Peng. "Di mana yang aku bisa, pasti aku akan memberikan bantuanku padamu." Atas ini, Liok Koan Eng membungkam. Yauw Kee tertawa. "In Suheng, kau lupa," Katanya mengingati. "Saudara Liok tak dapat membuka mulutnya!" Cie Peng sadar, ia pun tertawa. "Benar!" Ujarnya. "Bukankah saudara Liok hendak memohon aku berdiam terus disini untuk menanti sampai pulangnya sahabat Kwee Ceng itu?" Koan Eng menggeleng kepala. "Apakah kau menghendaki aku lekas pergi ke segala tempat untuk mencari Kanglam Liok Koay dan sahabat she Kwee itu?" Cie Peng tanya pula. Kembali Koan Eng menggeleng kepala. "Ah, aku mengerti sekarang!" Kata Cie Peng. "Kau menghendaki aku menyampaikan kabar pada sahabat-sahabat di Kanglam, mereka terkenal, mereka pasti ada punya sahabat-sahabat kekal, yang nantinya akan mengisikinya mereka terlebih jauh. Benarkah begitu?" Lagi-lagi Koan Eng menggeleng kepalanya. Cie Peng mengutarakan pula beberapa dugaan akan tetapi Koan Eng tidak membenarkan, Yauw Kee turur dua kali menanya, ia pun dijawab dengan gelengan kepala. Maka itu, Oey Yong yang curi dengar turut menjadi bingung juga. Sekian lama mereka bertiga berdiam saja. "Thia Sumoy," Akhirnya In Cie Peng berkata. "Perlahan saja kau bicara sama saudara Liok ini, aku tidak dapat main teka-teki terus-terusan, hendak aku keluar sebentar. Lagi satu jam, aku akan kembali." Habis berkata, benar-benar Cie Peng bertindak keluar. Maka itu di dalam ruangan, kecuali Hauw Thong Hay, tinggal Liok Koan Eng berdua dengan Thia Yauw Kee. Si nona bertunduk, ia berpikir. Ia tetap mendapati Koan Eng berdiam saja, diam-diam ia melirik, justru itu, Koan Eng pun memandang padanya, maka sinar mata mereka jadi saling bentrok. Ia jengah sendirinya, dengan muka merah, ia lekas-lekas melengos, terus ia tunduk, kedua tangannya membuat main runce gagang pedangnya. Setelah itu Koan Eng berbangkit dengan perlahan, untuk menghampirkan perapian. Di muka dapur itu ada gambarnya malaikat dapur, kepada malaikat itu ia berkata. "Touw Ongya, hambamu mempunyai satu urusan, yang sulit untukku memberitahukannya kepada lain orang, maka itu baiklah hambamu menjelaskannya pada ongya saja, dan hambamu mengharap semoga ongya suka memayunginya." Mendengar itu girang hatinya Yauw Kee. "Orang yang pintar!" Ia memuji di dalam hatinya. Ia lantas mengangkat kepalanya untuk mendengar terlebih jauh. "Hambamu she Liok bernama Koan Eng," Berkata pula si anak muda. "Hambamu ialah anak dari Chungcu Liok Seng Hong dari dusun Kwie-in-chung di tepi telaga Thay Ouw. Ayahku itu telah mengangkat Tocu Oey Yok Su dari Tho Hoa To sebagai gurunya. Beberapa hari yang lalu guru ayahku itu, ialah kakek guruku datang ke Kwie-in-chung, ia mengatakan ia hendak membinasakan semua keluarga Kanglam Liok Koay, maka itu ia menitahkan ayahku dan supee Bwee Tiauw Hong turut mencari Kanglam Liok Koay. Bwee supee bermusuhan dengan Kanglam Liok Koay, inilah hal yang sangat menggirangkan hatinya. Tidak demikian dengan ayahku, yang mengagumi kemuliaan Kanglam Liok Koay. Ayahku menganggap tidaklah pantas membinasakan orang-orang gagah seperti mereka itu. Karena itu, ayahku menjadi berduka. Ayah berniat menitahkan aku mengisiki Kanglam Liok Koay, untuk Liok Koay menyingkir, tetapi ayah tidak berani berbuat demikian sebab itu berarti mendurhaka kepada kakek guru. Maka juga pada suatu malam ayah menghadapi gambar yang dilukis Sukouw Oey Yong, yang menjadi putrinya kakek guru, untuk mengutarakan kesulitannya itu. Hambamu ini telah mendapat dengar pengutaraan ayahku itu, karenanya hamba segera berangkat mencari Kanglam Liok Koay, guna menyampaikan berita dari ancaman bahaya itu." Mendengar itu, Yauw Kee dan Oey Yong kata dalam hatinya. "Dia cerdik juga, dengan kata-katanya ini dia ingin lain orang dapat mendengarnya. Dengan caranya ini, dia menjadi tidak berdurhaka kepada partainya." Lalu terdengar suara Koan Eng lebih lanjut. "Karena hambamu tidak dapat mencari Kanglam Liok Koay, hambamu lantas berangkat kemari. Hambamu ingat kepada muridnya mereka ialah Kwee Susiok. Siapa tahu, Kwee Susiok pun tak ketahuan dimana adanya, Kwee Susiok itu ialah menantu dari kakek guruku" Yauw Kee menaruh hati kepada Kwee Ceng. Ia menaruh hati sendirinya. Maka ia terkesiap juga mendengar bahwa Kwee Ceng menantunya Oey Yok Su. Cuma sebentar perasaannya itu, lantas ia dapat melegakan hati. Bukankah sekarang perhatiannya telah ditumpleki kepada Liok Koan Eng, pemuda di hadapannya ini, yang lebih tampan daripada pemuda she Kwee itu? Koan Eng masih bicara seorang diri. "Asal hambamu dapat mencari Kwee Susiok, maka ia dapat bersama Oey Sukouw meminta kakek guru membatalkan niatannya itu. Kakek guru boleh keras hatinya tetapi tidak nanti ia dapat menolak permintaan anak mantunya. Hanya, dari suaranya ayahku, mungkin Kwee Susiok dan Oey Sukouw telah menampak suatu bencana Di dalam hal ini, tidak dapat hambamu menanyakan keterangan ayah." Mendengar kata-kata ini, Oey Yong tanya dalam hatinya. "Mustahilkah ayah sudah ketahui engko Ceng telah terluka parah? Tidak, tidak nanti ia ketahui itu. Mungkinkah ayah ketahui yang kita terlunta-lunta di pulau kosong?" "In Suheng ialah seorang yang sungguh-sungguh hati dan nona Thia cerdas dan lemah-lembut," Terdengar suaranya Koan Eng, terlebih lanjut. Mendengar pujian ini Yauw Kee girang berbareng mukanya merah. "Meski demikian, mereka tidak dapat menebak apa yang aku pikir. Sulit adalah Kanglam Liok Koay. Mereka adalah orang-orang gagah yang kenamaan, benar mereka bukan tandingan kakek guru, akan tetapi untuk meminta mereka menyingkir jauh-jauh, itulah rasanya tidak mungkin. Menyingkir bagi mereka berarti merusak nama baik mereka, itu tandanya mereka jeri. Pastilah mereka tidak akan melakukan itu. Bahkan hambamu percaya, kalau mereka mendengar kabar yang mereka lagi dicari, mungkin mereka justru akan berbalik menncari kakek guru!" Diam-diam Oey Yong memuji Koan Eng, yang tidak kecewa menjadi kepala perampok di Thay Ouw, sebab nyata ia berpandangan jauh. "Maka sekarang aku memikir lain," Koan Eng masih berkata-kata terus. "Coan Cin Cit Cu gagah dan mulia hatinya, nama mereka kesohor, ilmu silat mereka mahir, jikalau In Suheng dan nona Thia yang memohon bantuan guru mereka, suka mengajukan diri sebagai juru pendamai, mungkin kakek guruku sudi mendengar suara mereka. Tidak mungkin ada permusuhan hebat di antara kakek guru dan Kanglam Liok Koay, dan biarpun Kanglam Liok Koay umpama kata benar bersalah terhadapnya, jikalau ada orang kenamaan yang mendamaikan, hambamu percaya perdamaian bakal didapatkan. Touw Ongya, inilah kesulitan hambamu. Sia-sia belaka hambamu mempunya pikiran ini tetapi tidak dapat ia mengutarakannya kepada lain orang. Dari itu hambamu mohon sudi apakah ongya dapat mengaturnya" Yauw Kee tahu pembicaraan orang akan berakhir, maka tidak nanti sampai Koan Eng berhenti bocara, ia sudah memutar tubuhnya bertindak keluar untuk mencari Cie Peng, guna menyampaikannya,hanya baru ia tiba di ambang pintu, kembali ia mendengar lagi suaranya pemuda she Liok ini. Kata dia ini. "Touw Ongya, jikalau Coan Cin Cit Cu suka membantu mendamaikan, sungguh ini suatu perbuatan sangat besar dan bagus, hanya hambamu berharap dengan sangat, kapan nanti Coan Cin Cit Cu bicara sama kakek guru, biarlah mereka tidak menyentuh hingga kakek guru merasa tersinggung. Kalau tidak, satu ombak belum sirap, lain gelombang datang menyusul, itulah artinya celaka. Ongya, sampai disinilah kata-kata hambamu, tidak ada lagi" Mendengar itu Yauw Kee tertawa. Di dalam hatinya ia kata. "Kau sudah bicara habis, sekarang akulah yang akan bekerja untukmu!" Ia berjalan keluar untuk mencari In Cie Peng, tetapi telah ia memutari sekitar rumah makan, tidak ia melihat bayangan si kakak seperguruan itu. Terpaksa ia berjalan kembali. Atau tiba-tiba ia mendengar suaranya Cie Peng, perlahan sekali. "Thia Sumoy" "Oh, kau di sini!" Kata si nona girang. Cie Peng memberi tanda dengan tangannya agar si nona yang berisik. I apun segera menunjuk ke arah Barat, sambil berkata pula, tetap dengan perlahan sekali. "Di sana ada orang, tindakannya sebagai setan. Dia membawa senjata di tubuhnya" "Mungkinkah dia orang yang tengah lewat di sini?" Kata Yauw Kee, menghampirkan kakak seperguruannya itu. Ia mengatakan demikian karena perhatiannya terpengaruh kata-kata Koan Eng. In Cie Peng sebaliknya bersikap sungguh-sungguh. Katanya pula. "Di sana ada beberapa orang, lincah tubuh mereka, mestinya mereka lihay." Orang-orang yang ia lihat itu adalah rombongannya Pheng Lian Houw. Mereka itu menanti Thong Hay, yang lama tak kembali, mereka menjadi menduga kawan itu mendapat kecelakaan, tetapi walaupun demikian, karena mereka sangat mementingkan diri sendiri, mereka tidak berani pergi untuk mencari dan menolongi. Mereka jeri terhadap itu orang yang menyamar hantu di istana, yang sangat lihay.." In Cie Peng menanti sekian lama, setelah tidak dapat melihat bayangan orang, iabertindak menghampirkan ke tempat mereka itu tadi. Nyata mereka sudah tidak nampak lagi. Sampai di situ, Yauw Kee menuturkan ocehannya Koan Eng tadi kepada malaikat dapur. "Begitu rupanya yang ia pikir, mana dapat orang menerkanya," Berkata Cie Peng. "Sekarang begini, sumoy. Pergi kau bicara sama Sun Susiok, aku sendiri akan minta bantuan guruku. Asal Coan Cin Cit Cu suka membantu, di kolong langit ini tak ada urusan yang tak dapat diselesaikan." "Hanya kita harus waspada agar urusan tidak berubah menjadi keonaran," Kata nona Thia itu, yang menyampaikan kata-kata terakhir dari Koan Eng tadi. "Hm!" Kata Cie Peng. "Oey Yok Su itu makhluk macam apa, mustahil dia dapat melebihkan Coan Cin Cit Cu?" Ia tertawa dingin. Yauw Kee ingin minta orang jangan takabur, tetapi melihat wajah orang muram, ia membatalkan niatnya itu. Bersama-sama mereka lantas kembali ke rumah makan. "Aku hendak meminta diri," Kata Koan Eng kepada dua orang itu. "Lain hari, kalau kamu lewat di Thay Ouw, harap kamu berdua sudi mampir di Kwie-in-chung untuk singgah buat beberapa hari." Yauw Kee tercengang. Berat rasanya untuk segera berpisah dengan pemuda itu. In Cie Peng sendiri memutar tubuh menghadapi malaikat dapur, untuk berkata. "Touw Ongya, Coan Cin Cit Cu paling gemar mendamaikan segala persengketaan. Urusan tak adil bagaimana juga dalam kalangan kangouw, asal murid-murid Coan Cin mengetahuinya, pasti mereka tak nanti berpeluk tangan saja tak mengurusnya!" Koan Eng mengerti kata-kata itu ditujukan kepadanya, maka ia pun berkata. "Touw Ongya, semoga ongya dapat membereskan urusan ini dengan baik, dan hambamu sangat bersyukur kepada sekalian budiman untuk kebaikannya sudi mengeluarkan tenaganya." In Cie Peng pun berkata pula. "Touw Ongya, silahkan legakan hati. Coan Cin Cit Cu tersohor di kolong langit ini, asal mereka suka turun tangan, tidak ada urusan yang tidak dapat diselesaikan." Koan Eng melengak. Di dalam hatinya ia kata. "Kalau Coan Cin Cit Cu memaksakan perdamainan, mana kakek guruku puas?" Maka lekas-lekas ia berkata pula. "Touw Ongya, ongya mengetahui sendiri kakek guru biasa bawa maunya sendirinya, dia tidak suka memperdulikan orang lain, kalau lain orang sudi bersahabat dengannya, dia suka mendengarnya, tetapi bila orang bicara dari hal kepantasan, itulah yang ia paling sebal." Cie Peng lantas mengasih dengar pula suaranya. "Haha, Touw Ongya! Coan Cin Cit Cu mana pernah jerih terhadap lain orang? Urusan ini memang tidak ada sangkutannya sama pihak kami, guruku pun cuma menyuruh aku mengasih kabar saja kepada orang lain, tetapi kalau orang berani main gila terhadap Coan Cin Cit Cu, hm, biar dia Oey Yok Su atak Hek Yok Su, nanti Coan Cin Kauw memperlihatkan dia apa yang bagus!" Kata-kata Oey Yok Su dan Hek Yok Su itu berarti ejekan, karena disini "Oey" Itu bukan diartikan she, hanya "oey - kuning" Dan "hek - hitam" Mendengar itu, Liok Koan Eng menjadi tidak senang. Maka ia pun lantas berkata. "Touw Ongya, apa yang barusan hambamu telah mengatakannya, harap dipandang saja sebagai kata-kata ngelindur. Umpama kata ada orang tak melihat mata kepada kami, pasti kami tak sudi menerimanya!" Mereka itu masing-masing bicara kepada malaikat dapur, diluar dugaan, kata-kata mereka menjadikan bentrokan satu pada lain. Yauw Kee menjadi serba salah, mau ia datang sama tengah tetapi mereka itu sama-sama muda dan darahnya panas. Begitulah In Cie Peng telah berkata pula. "Touw Ongya, ilmu silat Coan Cin Pay adalah ilimu silat sejati di kolong langit ini, ilmunya orang lain kaum yang sesat, biar bagaimana luar biasa juga, tidak nanti dapat dibandingkannya!" "Touw Ongya," Berkata Koan Eng. "Hambamu juga telah lama mendengar tentang ilmu silat Coan Cin Pay itu, bahwa banyak orangnya yang lihay, akan tetapi di antaranya tak mustahil tak ada si tukang ngobrol belaka!" Bukan main gusarnya Cie Peng, tangannya segera menyampok. Maka gempurlah sebelah kepalanya patung malaikat dapur itu. Dia berseru. "Binatang yang baik, kau berani mendamprat orang?!" Koan Eng pun menyampok membikin gempur sebelah yang lain dari kepala malaikat dapur itu, sambil ia berseru. "Mana aku berani mendamprat kau? Aku hanya mencaci manusia tak tahu diri, yang tak melihat orang!" In Cie Peng telah menyaksikan kepandaian orang, ia berada di sebelah atas, ia menjadi tidak takut, maka ia tertawa dingin dan berkata. "Baiklah, mari kita main-main, untuk melihat siapa sebenarnya yang tidak memandang orang!" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Koan Eng menginsyafi bahwa ia kalah kosen tetapi ia tidak senang yang pihaknya dpandang enteng, ia menjadi tengah menunggang harimau hingga tak dapat turun, maka dengan tangan kanan menghunus golok, dengan tangan kirinya ia memberi hormat. Ia berkata. "Baiklah, siauwtee suka sekali menerima jurus-jurus yang lihay dari Coan Cin Pay!" Yauw Kee bertambah bingung. Beberapa kali ia hendak mencegah, saban-saban ia batal sendirinya, hingga cuma air matanya yang berlinang-linang. Ia tidak mempunyai keberanian untuk maju di tengah antara mereka itu. Cie Peng sudah lantas mengebut hudtimnya, ia bertindak maju. Mereka berdua sudah lantas bertempur. Koan Eng tidak mengharapi kemenangan, ia lebih mengutamakan pembelaan diri. Ia mainkan sungguh-sungguh ilmu golok warisan Kouw Bok Taysu, ilmu golok Lo Han Too-hoat. In Cie Peng memandnag enteng kepada lawannya, ia lancang maju, maka kagetlah ia ketika hampir saja lengan kirinya kena terbacok. Karena ini barulah ia berkaku waspada, kemudian barulah ia menang di angin. Oey Yong dari tempat sembunyinya mendengar dan menyaksikan itu semua. Ia terus menonton. Ia mendongkol juga kepada In Cie Peng, yang berani mengatai ayahnya yang dikatakan berilmu sesat. "Kalau bukan engko Ceng lagi sakit, akan aku kasih rasa padanya!" Katanya dalam hati. Tiba-tiba saja, ia menjerit. "Ah, celaka!" Koan Eng membacok begitu hebat hingga ia kehilangan sasarannya. Golok itu terpancing hudtim Cie Peng, setelah mana orang she In ini menbalas menotok, dengan jitu, hingga golok lawan terlepas dan jatuh, setelah mana dia mengebut terus ke muka orang seraya berkata jumawa. "Ingat baik-baik, inilah jurus lihay dari Coan Cin Pay!" Diantara bulu hudtim itu ada tercampur kawat halus, kalau muka Koan Eng kena terkebut, pasti wajahnya yang tampan bakal penuh baret dan berlumuran darah. Koan Eng melihat bahaya, ia berkelit sambil tunduk. Cie tak mau sudah, ia menyusul dengan kebutannya itu. "In Suko!" Yauw Kee berseru. Kali ini si nona berlompat maju seraya menangkis dengan piasunya. Ketika ini dipakai oleh Koan Eng untuk memungut goloknya. "Bagus!" Berseru Cie Peng, tertawa dingin. "Kau telah membantu orang luar, Thia Sumoy! Nah, kamu berdua, majulah bersama!" "Apa katamu!" Menegur Yauw Kee murka. Cie Peng tidak menyahuti, ia hanya menyerang beruntun tiga kali, membuatnya si nona repot menangkis. Koan Eng mendongkol, ia maju pula. Dengan begitu Cie Peng benar-benar dikerubuti berdua. Tapi Yauw Kee tidak mau bertempur dengan kakak seperguruannya itu, ia lantas lompat mundur. "Mari maju!" Cie Peng menantang adik seperguruannya itu. "Dia sendiri tidak dapat melawan aku. Dengan kau maju, tak usahlah sebentar kau membantui padanya!" Oey Yong merasa lucu menyaksikan tiga orang itu, dari kawan, menjadi lawan, malah mereak jadi bertempur. Ia memikir, bagaimana urusan mereka itu dapat diselesaikan. Justru itu ia mendengar satu suara di pintu dari terbukanya daun pintu, setelah mana terlihatlah masuknya rombongan Pheng Lian Houw yang mengiringi Wanyen Lieh dan Yo Kang. Mereka ini menanti sekian lama tanpa mendengar sesuatu, See Thong Thian jadi berkhawatir untuk saudara seperguruannya, dengan membesarkan nyali, ia masuk untuk membuat penyeledikan, diwaktu mengintai, ia melihat Cie Peng tengah bertempur sama Koan Eng. Seorang diri ia tidak berani lancang masuk, maka ia kembali untuk mengajak kawan-kawannya. Demikian mereka masuk dengan tiba-tiba. In Cie Peng dan Koan Eng melihat datangnya banyak orang itu dengan sendirinya, mereka berhenti berkelahi, dengan lantas keduanya berlompat mundur. Belum sempat mereka menjauhkan diri, sebat luar biasa, See tHong Thian menubruk mereka, akan menyambar masing-masing tangan mereka itu, Sedang Pheng Lian Houw dengan cepat pergi menolongi Hauw Thony Hay dengan melepaskan belunggunya dan membebaskna totokannya. Thong Hay susah bernapas, maka itu, tanpa menanti mengeluarkan sumbatannya itu, sambil mencoba berseru, ia menyerang Yauw Kee, tangannya menyerbu ke muka si nona. Nona Thia melihat serangan, ia dapat berkelit mendak. Thong Hay mendongkol bukan main, mukanya merah. Kembali ia maju, kali ini dengan dua kepalan berbareng. "Tahan!" Pheng Lian Houw berseru. "Mari kita menanya dulu!" Thong Hay tidak dapat mendengar cegahan itu, karena kedua kupingnya pun disumpal. Koan Eng dicekal keras oleh Thong Thian, separuh tubuhnya sampai tak bisa digeraki, akan tetapi menampak Thong Hay menyerang Yauw Kee seperti kesetanan, entah darimana datangnya, ia berontak hingga terlepas, terus ia lompat kepada si orang she Hauw. Akan tetapi Lian Houw awas dan sebat, kakinya melayang, karena mana, pemuda itu roboh terbanting, hingga batang lehernya kena dicekuk. "Kau siapa?!" Lian Houw membentak. "Kemana perginya itu manusia yang menyaru jadi hantu?!" Baru Lian ouw menutup mulutnya, atau mana daun pintu terdengar bersuara, terbuka dengan perlahan. Semua orang menoleh dengan lantas, akan tetapi mereka tak melihat orang masuk. Tanpa merasa, hati mereka ciut sendirinya. Hanya sejenak, di ambang pintu tertampak seorang wnaita muda dengan rambut kusut awut-awutan, mulanya kepalanya yang nongol. Nio Cu Ong bersama Leng Tie Siangjin lompat mencelat. "Celaka, iblis wanita!" Mereka berseru, kaget. Tapi Pheng Lian Houw bermata jeli, ia melihatnya orang bukan setan. "Masuk!" Ia memanggil. Sa Kouw, demikian wanita itu, bertindak masuk sambil tertawa haha-hihi. "Oh, begini banyak orang!" Katanya seraya mengulur lidahnya. Nio Cu Ong yang menjeritkan iblis, menjadi gusar sekali. "Kau siapa?!" Ia membentak sambil lompat maju, tangannya menyambar lengan orang. Ia menganggap orang adalah gadis desa yang tolol. Tapi ia ketemu batunya! Sa Kouw tidak sudi tangannya dicekuk, ia kelit seraya berbalik membalas menyerang, maka "plok!" Tanganna Cu Ong kena dihajar keraas, hingga ia merasakan sakit. Tentu sekali, dia jadi gusar sekali. "Ha, kau berlagak tolol!" Ia berseru. Dia maju denagn dua tinjunya berbareng. "Hahahaha!" Mendadak si tolol tertawa seraya menuding kepala orang yang gundul licin. Semua orang heran mendengar tertawa itu, Cu Ong tidak menjadi terkecuali, tapi mereka melengak tidak lama, atau si orang she Nio sudah mengirim satu tinjunya - tinju yang kanan. Sa Kouw menangkis, ia berhasil, akan tetapi tubuhnya terhuyung. Mengertilah ia yang ia bukan tandingannya lawan itu, maka tak ayal lagi, ia memutar tubuhnya untuk lari pergi. Cu Ong berlaku sebat, dengan satu loncatan ia sudah menghadang di depan si tolol itu, sikutnya dikerjakan, maka hidung si nona menjadi sasaran, hingga ia kesakitan, dan matanya kabur. Lantas ia berteriak-teriak. "Adik yang makan semangka, lekas kau kelluar menolongi aku! Ada orang memukul aku!" Oey Yong terkejut. "Jikalau anak tolol ini tidak dibinasakan, dia bakal menjadi bahaya untuk kami," Pikirnya. Tapi belum lagi ia mengambil keputusan atau tindakan, mendadak ia mendengar satu suara "Hm!" Perlahan, yang ia kenali dengan baik sekali. "Ah, ayah datang!" Katanya dalam hatinya, sedang hatinya berdebaran. Ia segera mengintai pula. Benar-benar oey Yok Su muncul di situ dengan jubahnya yang panjang dan hujai warnanya, mukanya ditutup dengan topeng kulit manusia. Dia berdiri di ambang pintu! Tidak ada orang yang mengetahui kapan tibanya ini orang baru, tidak ada yang melihat datangnya, tidak ada yang mendengarnya, hingga mungkin ia baru tiba, mungkin juga ia masuk lebih dulu ke dalam situ. Dia berdiri tak bergerak. Benar mukanya tidak bercaling atau bengis, tetapi kulitnya bukan kulit orang hidup, hanya kulit mayat, maka siapa yang memandangnya, lekas-lekas ia melengos, tidak berani ia mengawasi terus. "Nona, kau siapa?" Oey Yok Su kemudian menanya. Ia heran melihat gerak-gerik si nona, ia tahu orang bersilat dengan ilmu silatnya sendiri. "Siapa gurumu? Mana gurumu?" Sa Kouw menggeleng kepala. Ketika ia mengawasi mukanya Oey Yok Su, ia menjublak. Tapi cuma sebentar, lantas ia tertawa berkakakan dan menepuk-nepuk tangan. Oey Yok Su mengerutkan keningnya, ia berpikir sejenak, lantas ia mengambil putusan nona ini pasti ada cucu muridnya, hanya entah dari muridnya yang mana. Ia memang paling sayang sama muridnya, tidak sudi ia orang menghinakan muridnya itu. Buktinya Bwee Tiauw Hong, muridnya yang murtad tetapi tempo murid itu dikalahkan oleh Kwee Ceng masih ia hendak melindungi. Apa pula Sa Kouw nona yang tolol dan polos ini. "Eh, anak!" Tegurnya. "Orang telah serang kau, mengapa kau tidak membalas menghajarnya?" Ketika baru-baru ini Oey Yok Su pergi naik ke perahu mencari putrinya, ia tidak mengenakan topeng, tetapi kali ini lain, orang tidak segera mengenalinya, kali ini setelah ia membuka mulutnya, lantaslah Wanyen Lieh bertiga Yo Kang dan Pheng Lian Houw lantas menjadi ciut nyalinya. Bahkan ia menduga-duga, jangan-jangan adalah Oey Yok Su yang menyamar jadi hantu di dalam istana. Maka ia lantas memikir untuk tidak bertempur, hanya mencari ketika untuk mengulur langkah seribu. Untuk ia, jiwanya paling penting, nama wangi dan malu adalah urusan lain "Aku tidak dapat menghajar dia," Sa Kouw menjawab. "Siapa bilang kau tidak dapat menghajar dia?!" Bentak Oey Yok Su. "Kau hajar cecongornya seperti tadi ia memukul hidungmu! Dia memukul kau satu kali, kau membalas dia tiga kali lipat ganda!" Sa Kouw tertawa. "Bagus!" Katanya. Dan ia menghampirkan Nio Cu Ong, tanpa memikir pula ia bukan tandingan jago itu. Ia kata. "Kau memukul hidungku satu kali, akan aku hajar hiudngmu tiga kali!" Dan ia mengangkat kepalannya, meninju hidung orang! Nio Cu Ong tidak sudi mandah dihajar, ia angkat tangannya, untuk menangkis, atau tiba-tiba ia merasakan jalan darah kiok-tie-hiat di lengannya menjadi mati sendirinya, hingga ia tak sanggup sekalipun untuk melonjorkan lengannya itu. Maka itu. "Buk!" Kenalah hidungnya dihajar si nona tolol itu, hingga ia kaget bahna sakitnya. "Yang kedua!" Berseru sa kouw tanpa mengasih hati. Nio Cu Ong memasang kuda-kudanya, tangan kirinya digeraki. Ia hendak menggunai tipu silat Kim-na-hoat, Menangkap untuk membikin lengan orang terlepas dari sambungannya. Tidak sudi ia terus-terusan kena dihajar. Hanya, belum lagi tangannya itu bentrok tangan si nona, ia merasakan jalan darahnya pek-jie-hoat lemas sendirinya, hingga habislah tenagany, Dilain pihak. "Buk!" Kembali hidungnya kena dihajar untuk kedua kalinya, bahkan kali ini hajarannya jauh lebih hebat, sampai tubuhnya melengak ke belakang. Selagi Nio Cu Ong kaget dan kesakitan dan heran, semua hadirin lainnya tak kurang herannya, kecuali Pheng Lian Houw seorang ahli senjata rahasia. Ia mendengarnya, setiap kali Nio Cu Ong menggeraki tangan, untuk menangkis atau membalas, saban-saban ada suara halus berkesiar, maka itu ia menduga, tentulah Oey Yok Su sudah menggunakan semcama senjata rahasia, mungkin sebangsa jarum, ia hanya tak dapat melihatnya, tak tahu kapannya senjata rahasia itu dipakai menyerang. Tentu sekali ia tidak tahu Oey Yok Su sudah melepaskan jarum rahasia dari dalam tangan bajunya, jarum mana dapat menembusi tangan baju itu, untuk meleset kepada sasarannya. Siapa dapat berkelit dari serangan semcam itu?" "Yang ketiga!" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Terdengar suara pula Sa Kouw, nyaring. Nio Cu Ong terkejut. Oleh karena tangannya tidak sudi mendengar kata, sedang ia tidak ingin merasakan pula bogem netah, lekas-lekas ia bertindak mundur, untuk menghindarkan diri. Tapi, baru ia mengangkat kakinya itu, kaki kana atau betisnya, bagian jalan darah pek-hay-hiat, mati sendirinya. Ia kget tak terkira. Itu artinya ia tak dapat berkelit. Ia menjadi sangat menyesal, maka tiba-tiba saja matanya menjadi merah, air matanya mengembang, untuk meluncur keluar. Kalau sampai ia menangis, habis sudah nama besarnya, maka ia hendak menyusutnya. Celaka untuknya, tidak dapat ia menangangkat tangannya. Dari itu, akhirnya bercucuranlah air matanya itu! Sa Kouw tolol akan tetapi hatinya pemurah dan lemah, kapan ia melihat orang menangis, batal ia meninju, bahkan ia berkata nyaring. "Sudah, jangan kau menangis! Tidak, aku tidak akan menghajar pula padamu" Hiburan ini tapinya begitu hebat daripada tinjuan yang ketiga itu. Nio Cu Ong menjadi terasa terlebih terhina pula. Begitu hebat mendongkolnya, mendadak ia muntahkan darah hidup! Tapi ia segera mengangkat kepalanya, memandang Oey Yok Su. "Tuan siapakah kau?" Ia menanya. "Secara gelap kau melukai orang, apakah itu perbuatan satu enghiong, seorang gagah?" Oey Yok Su tertawa dingin. "Tepatkah orang semacam kau menanyakan namaku?" Katanya dengan dingin mengejek, lalu dengan suara nyaring, ia memerintah. "Semua kamu menggelinding pergi dari sini!" Semua orang itu menjadi kaget berbareng lega hati. Mereka telah menyaksikan segala apa, walaupun mereka gagah, hati mereka toh ciut, jeri mereka terhadap orang lihay tak dikenal ini. Untuk menyerang, mereka tak berani, untuk mengangkat kaki mereka malu, dari itu mereka diam saja, sampai tiba-tiba datang seruan orang. Pheng Lian Houw si licik adalah yang bergerak paling dulu, hendak ia berlalu. Baru dua tindak ia berjalan, atau mendadak orang menghadang di depan pintu! Terpaksa ia menghentikan langkahnya, berdiri menjublak si situ. "Setan alas!" Berseru Oey Yok Su. "Telah aku melepaskan kamu, untuk kamu pergi, kenapa kamu berdiam saja? Apakah kamu ingin aku membunuh mampus pada kamu semua?!" Pheng Lian ouw ketakutan, ia mengerti bahaya. "Locianpwee ini menitahkan kita pergi, marilah kita keluar!" Ia mengajak kawan-kawannya. Tidak berani ia ngeloyor sendirian. See Thong Thian panas hatinya. Ia menyingkirkan sumbatan kepada mulutnya. "Minggir untukku!" Ia berseru mendongkol. Ia pun maju ke depan Oey Yok Su, matanya bersinar merah saking gusarnya. Oey Yok Su tidak mengambil mumat suara orang yang bengis itu. Bahkan dengan tawar ia berkata. "Tidak dapat kau meminta aku membuka jalan! Siapa yang menyayangi jiwanya, lekas ia molos dari selangkanganku!" Thong Thian semua saling mengawasi, muka mereka merah saking mendongkol. Saking gusar, mereka menjadi nekat. Mereka pun berpikir. "Walaupun kau sangat lihay, dapatkah kau melawan kami?" Maka itu Hauw Thong Hay sudah lantas berseru sambil berlompat maju, menubruk itu perintang jalan yang jumawa. "Hm!" Terdengar suaranya Oey Yok Su, yang tahu-tahu tangannya sudah mencekuk si orang she Hauw itu, tubuh siapa diangkat tinggi-tinggi, terus dengan mendadak, tangannya menyambar lengan kiri Thong Thay, untuk ditarik, menyusul mana, orang galak ini menjerit keras, sebab sebelah tangannya itu kena dipatahkan. Habis itu, tubuh korban ini lantas dilemparkan, dia sendirinya terus dongak memandang langit, sikapnya acuh tak acuh.. Thong Hay roboh setengah mati, sakitnya bukan main. Tangannya yang patah itu mengucurkan darah tak hentinya. Semua orang kaget, hati mereka ciut. Kemudian Oey Yok Su menggeraki kepalanya, dengan matanya perlahan-lahan ia menyapu muka semua orang. See Thong Thian dan Pheng Lian Houw semua, semua sebangsa iblis, merasakan tubuh mereka menggigil sendirinya. Bukan main kerennya sinar mata orang ini! Bulu roma mereka pada bangun ssendiri. "Kamu mao molos atau tidak?" Tanya Oey Yok Su bengis karena orang pada tetap diam saja. Tidak ada seorang juga yang berani banyak mulut, tidak ada yang ebrani menerjang atau membangkang, bahkan Pheng Lian Houw, dengan kepala tunduk, sudah lantas molos mendahului yang lain-lain! See Thong Thian melepaskan In Cie Peng dan Liok Koan Eng, dengan menolong adik seperguruannya, ia molos menyusul Pheng Lian Houw, diturut oleh Wanyen Lieh bersama Yo Kang. Yang paling belakang molos adalah Nio Cu Ong bersama Leng Tie Siangjin. Sekeluarnya dari pintu rumah makan, mereka melekaskan tindakan mereka, bahkan tidak berani mereka menoleh ke belakang. Oey Yok Su tertawa sambil melengak. "Koan Eng dan kau nona, diam kamu!" Ia berkata. Koan segera mengenali kakek gurunya itu, akan tetapi akan orang mengenakan topeng dan menduga kakek guru ini sengaja tidak hendak memperlihatkan diri, ia tidak berani memanggil, ia cuma bertekuk lutut mengasih hormat dengan mengangguk empat kali. Menyaksikan orang demikian lihay, In Cie Peng mennduga orang ini bukan sembarang orang, ia lantas memberikan hormatnya seraya memperkenalkan diri sambil menyebut nama gurunya, Tiang Cun Cu dari Coan Cin Kauw. "Semua orang telah mengangkat kaki!" Berkata Oey Yok Su nyaring. "Aku pun tidak menahan kau, perlu apa kau masih berdiam di sini? Apakah kau sudah bosan hidup?" Cie Peng melengak. Inilah perlakuan yang ia tidak menyangkanya. "Teecu ialah muridnya Coan Cin Kauw, bukannya orang jahat," Ia memberi keterangan. "Habis kalau Coan Cin Kauw, bagaimana?!" Tanya Oey Yok Su sambil tangannya diulur ke meja di mana ada sepotong kayu, yang mana ia ayunkan ke arah Cie Peng. Nampaknya enteng potongan kayu itu dan melayang. In Cie Peng mengangkat kebutannya untuk menangkis. Akan tetapi, ketika keduanya bentrok, muridnya Khu Cie Kee ini terkejut. Ia merasakan serangan yang keras luar biasa, kebutannya itu kena tertolak sampai ujungnya mengenai mulutnya hingga ia merasakan sakit sekali dan mulutnya itu seperti tambah entah barang apa. Ketika ia telah memuntahkannya, nyatalah ada beberapa buah giginya yang copot serentak. Ia menjadi kaget dan bungkam. Sungguh hebat! "Akulah Oey Yok Su atah Hek Yok Su!" Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Tugas Rahasia Karya Gan KH