Pendekar Pemanah Rajawali 61
Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 61
Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong Kwee Ceng bekerja luar biasa. Ia berhasil menggali dua buah liang satu besar dan satu kecil. Ke lubang yang kecil itu ia pondong tubuh Siauw Eng, untuk diletak dengan hati-hati. Ia lantas berlutut, ia paykui beberapa kali. Ia mengawasi muka guru wanita itu, guru yang ketujuh, sesudah itu baru ia menguruknya. Setelah itu ia mengangkat tubuh Cu Cong dimasuki ke dalam liang kubur yang besar. Mendadak ia berpikir. "Permata mulia kotor dari Oey Yok Su mendapat menemani jiesuhu?" Maka itu, ia merogoh saku gurunya, ia mengeluarkan sisa batu permatanya. Paling akhir ia menarik keluar sehelai kertas putih, yang ada suratnya. Ia membeber itu dan membaca. "Yang rendah dari Kanglam, Kwa Tin Ok, Cu Cong, Han Po Kie, Lam Hie Jin, Coan Kim Hoat dan Han Siauw Eng, dengan ini menghaturkan bertahu kepada cianpwe pemilik Tho Hoa To bahwa mereka telah mendengar kabar bahwa Coan Cin Cit Cu, dengan tidak menaksir tenaganya sendiri, hendak melakukan sesuatu terhadap Tho Hoa To. Mengenai itu, menyesal kami tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengakurkannya, hanya mengingat bahwa cianpwee adalah pantarannya Ong Tiong Yang Cinjin, kami memikir mana dapat cianpwee malayani anak-anak muda. Di jaman dulu Lin Siang Jie telah mengalah terhadap Liam Po, peristiwa itu menjadi buah tutur yang berupa pujian. Karena siapa gagah, dadanya lapang bagaikan lautan, dia tentu tidak menghiraukan segala perbuatan di antara ayam dan kutu. Kalau nanti kejadian Coan Cin Cit Cu datang ke depan Tho Hoa To, untuk nengakui kesalahannya sendiri, pastilah semua orang gagah di kolong langit ini akan mengagumi kepribadian cianpwee. Tidakkah itu bagus?" Habis membaca itu, Kwee Ceng berpikir; "Dulu hari Coan Cin Cit Cu bertempur sama OeyYok Su di Gu-kee-cun, lantas Auwyang Hong secara diam-diam menggunai akal jahatnya dan membinasakan Tiang Cun Cu Tam Cie Toan, kesalahan digeser kepada Oey Yok Su. Oey Yok Su berkepala besar, dia tidak menghiraukan urusan itu tidak mau membersihkan diri, maka kejadian Coan Cin Cit Cu jadi sangat membenci padanya. Rupanya sekarang guruku mendapat dengar Coan Cin Cit Cu datang untuk melakukan pembalasan, karena ia khawatir kedua pihak itu rusak bersama, guruku menulis suratnya ini nenganjurkan Oey Yok Su menyingkirkan diri untuk sementara waktu, supaya kemudian di dapat jalan guna membeber duduknya hal. Dengan begitu, guruku ini bermaksud baik, maka Oey Yok Su si tua, kenapa dia telah menurunkan tangan jahatnya kepada guruku semua?" Baru ia berpikir begitu, atau ia lantas berpikir pula. "Jiesuhu sudah menulis suratnya ini, kenapa dia tidak menyampaikan kepada alamatnya hanya dibiarkan berada di dalam sakunya? Ah, mungkin waktu terlalu mendesak, Coan Cin Cit Cu telah keburu datang, dia jadi tidak mendapat tempo lagi untuk menyerahkannya, maka mereka lantas datang sendiri, guna maju si sama tengah di antara kedua pihak yang bertempur itu. Oey Lao Shia, Oey Lao Shia, mungkin kau menyangka guruku adalah kawan-kawan undangan dari Coan Cit Cin Cu, yang bakal membantu pihak sana, maka dengan sembrono kau telah menurunkan tangan jahatmu itu " Kembali pemuda ini berdiam. Surat itu ia lipat, hendak dimasuki ke dalam sakunya. Selagi ia melipat tiba-tiba di belakang itu ia melihat coretan beberap huruf, yang membikin ia kaget hingga hatinya berdebaran. Tulisan itu, yang suratnya tidak karuan, berbunyi; "Segera bakal terjadi hal yang tidak diduga-duga, maka semua bersiaplah berjaga-jaga " Masih ada tulisan lainnya, yang belum tertulis lengkap, mungkin disebabkan bencana sudah lantas tiba. "Inilah terang huruf 'Tong' yang hendak ditulisnya. Jiesuhu memperingati untuk bersiaga untuk 'Tong Shia' sayang sudah terlambat " Maka ia kepal-kepal surat itu menjadi gulungan kecil dengan mengertak gigi, ia kata dengan sengit; "Jiesuhu, jiesuhu, maksudmu yang baik telah dipandang sebagai maksud jahat oleh Oey Lao Shia " Setelah itu, surat itu jatuh ke tanah, ia sendiri lantas mengangkat tubuh Cu Cong. Oey Yong mengawasi terus pemuda itu, ia melihat air muka orang yang seperti berubah-ubah. Ia menduga surat itu mesti penting sekali, maka perlahan-lahan ia bertindak. Ia pungut surat itu untuk segera dibaca dua-duanya, yang di depan dan yang di belakang. Ia pikir "Keenam gurunya datang ke Tho Hoa To dengan maksud baik, maka sayang Biauw Ciu Sie-seng hatinya tidak lurus, sudah biasa dia menjadi pencopet melihat hartanya ibuku hatinya terpincuk, hingga dia melanggar pantangan besar dari ayahku " Ketika itu Kwee Ceng telah meletaki tubuhnya Cu Cong, lalu dia membuka tangan kiri orang yang terkepal, mengambil dari situ serupa barang. Oey Yong melihat itulah sebuah sepatu wanita, yang panjangnya satu dim lebih. Terang itu ada sepatu mainan sebab terbuat dari batu hijau tetapi buatannya indah sekali. Itulah benda yang berharga mahal. Belum pernar ia ingat ibunya mempunyai barang mainan semacam itu maka entahlah dari mana Cu Cong mendapatkannya. Kwee Ceng membulak-balik sepatu-sepatuan itu bagian bawahnya ia melihat ukiran huruf "ciauw" Sedang di dasar sebelah dalam, ada ukiran huruf "pie". Ia sengit ia banting sepatu batu itu, syukur tidak pecah. Kemudian ia bergantian mengangkat tubuh Han Po Kie dan Coan Kim Hoat, dikasih masuk ke dalam lubang yang besar itu diletaki dengan rapi. Ketika ia hendak mulai menguruk ia melihat muka ketiga gurunya hatinya tak tega. Maka ia mengawasi ke batu permata. Tiba-tiba timbul pula hawa amarahnya. Ia pungut semua itu dengan kedua tangannva, ia lari ke kuburan ibunya Oey Yong. Si nona khawatir orang nanti merusak peti mati ibunya, ia pun lari. Ia lari, untuk mendahului. Ia bisa memotong jalan, maka ia tiba lebih dulu. Lantas ia menghadang di depan pintu kuburan, kedua tangannya dipentang. "Kau mau apa?" Ia tanya si pemuda. Kwee Ceng tidak menjawab, dengan tangan kirinya ia menolak tubuh si nona, lalu kedua tangannya disempar ke depan, maka terdengarlah suara nyaring, dari meluruk jatuhnya barang-barang permata, di antaranya itu sepatu mainan dari batu hijau yang jatuh ke kaki si nona. Oey Yong membungkuk, ia memungutnya. "Ini bukannya barang ibuku," Ia kata, dan ia membayarnya pulang. Kwee Ceng menyambut, ia awasi itu, terus ia masuki ke dalam sakunya. Setelah itu ia memutar tubuhnya. Kali ini ia mulai menguruk tanah, hingga menutup rapat mayat keempat gurunya. Lama sang waktu lewat, hari mulai magrib. Oey Yong menyaksikan, Kwee Ceng terus tidak menangis, ia merasa sangat berduka. Maka ia pikir, kalau dibiarkan sendiri, mungkin hati pemuda itu lega. Dari itu ia pergi pulang, untuk memasak nasi serta lauk-pauknya. Apabila semua itu sudah matang, ia pernahkan di dalam naya, ia membawanya keluar. Kwee Ceng terlihat berdiri menjublak di depan kuburan gurunya. Dia berdiri tetap di tempat dia berdiri semula, tubuhnya juga tidak berkisar atau berubah. Ia berdiam setengah jam lebih selama si nona masak, hinggga dia mirip patung. Maka si nona kaget sekali. "Engko Ceng, kau kenapa?" Ia tanya. Kwee Ceng tidak menyahuti, tubuhnya tetap tidak bergerak. "Engko Ceng, mari dahar," Kata pula si nona. "Sudah satu harian kau belum dahar " "Mesti aku mati kelaparan tidak nanti aku maka barang dari Tho Hoa To!" Berkata si anak muda. Mendengar itu, meskipun tidak sedap, hati Oey Yong lega sedikit. Ia mengerti adat orang, tentu Kwee Ceng pegang perkataannya itu. Dari itu ia meletaki naya, duduk di tanah. Demikian, yang satu berdiri tegak, yang lain berduduk, keduanya berdiam menghabiskan waktu, hingga rembulan mulai muncul di permukaan laut. Si Putri Malam naik terus, sampai dia berada di atasan kepalanya dua orang itu, sedang sayur di dalam naya telah menjadi dingin sendirinya. Hati mereka seperti sama dinginnya. Dengan kesunyian itu, suara gelombang terdengar semakin nyata. Dari kejauhan pun terdengar beberapa kali suara seperti suara srigala dan harimau, suara minip dengan jeritan. Sang angin juga yang membikin suara itu lenyap sendirinya. Oey Yong memasang kupingnya, ia menyangsikan itu suara manusia atau suara binatang yang sedang menderita, karena perhatiannya tertarik, ia berbangkit, untuk lari menuju ke sana. Sebenarnya ia berniat mengajak si anak muda atau ia membatalkan pikirannya itu setelah ia berpikir pula. "Kebanyakan inilah urusan tidak bagus, aku akan cuma-cuma menambah keruwetan pikirannya " Ia sebenarnya sedikit jeri untuk suasana seperti itu, tetapi karena ia kenal baik pulaunya itu, ia maju terus. Selagi si nona berlari-lari, dia merasakan angin menyambar di sampingnya. Segera ia mendapat kenyataan, Kwee Ceng lagi mencoba mendahului dia. Pemuda ini tidak kenal jalanan, maka itu ia maju dengan tangan dan kakinya saban-saban menghajar pohon-pohon yang menghadang di hadapannya. Dilihat dari romannya, pemuda itu seperti telah kehilangan pikirannya yang sehat. "Kau ikut aku!" Kata si nona. Kwee Ceng tidak menyahuti, hanya ia berteriak-teriak. "Soe-suhu! Soe-suhu!" Ia telah mengenali suara gurunya yang keempat, Lam Hie Jin. Hati Oey Yong terkesiap. Ia tahu, kalau Kwee Ceng bertemu sama gurunya itu, entah bakal terjadi apa pula atas dirinya. Tapi ia tidak takut, maka ia lari terus, akan menunjuki jalan. Ia lari ke timur, di mana ada banyak pepohonan. Tiba di situ, ia melihat seorang berada di bawah sebuah pohon, tubuhnya bergulingan, tubuh itu melingkar. Itulah Lam Hie Jin. Kwee Ceng menjerit, ia berlompat menubruk gurunya itu, untuk dipondong. Ia melihat mulut gurunya terbuka, tertawa, tetapi suaranya bukan tertawa wajar. Ia kaget dan girang, hingga ia menangis. "Soe-suhu! Soe-suhu!" Ia memanggil-manggil. Lam Hie Jin tidak menyahuti, hanya sebelah tangannya melayang. Kwee Ceng tidak menyangka tetapi ia sempat berkelit. Hanya habis menggaplok dan gagal, Hie Jin terus meninju dengan tangan kirinya. Kali ini si anak muda tidak berkelit, ia tidak menangkis. Ia menyangka guru itu menyesalkan atau mempersalahkan padanya. Hebat serangan guru yang nomor empat ini, Kwee Ceng terpental jumpalitan. Ia tidak menduga gurunya bertenaga demkian besar. Dulu-dulu, di waktu berlatih dengannya, tenaga guru itu tidak sedemikian besar. Ia baru bangun atau Hie Jin, yang sudah maju, menyerang pula denga kepalannya. Masih si murid tidak berkelit, ia mandah. Hajaran ini terlebih hebat pula, Kwee Ceng merasa matanya berkunang-kunang, hampir ia roboh pingsan. Setelah itu, Hie Jin memungut batu besar, lagi-lagi dia menyerang. Kalau Kwee Ceng terhajar batu ini, mesti ia pecah batok kepalanya. Ia memang masih pusing kepalanya. Melihat demikian, Oey Yong berlompat maju, dengan tangan kirinya ia menolak lengan Kanglam Cit Koay yang nomor empat itu, atas mana, bersamasama batunya Hie Jin roboh ke tanah, mulutnya mengasih dengar suaranya tertawa seperti tadi, habis itu dia tidak merayap bangun lagi Adalah maksudnya si nona untuk menolongi Kwee Ceng, maka diluar sangkaannya, Hie Jin ada demikia tidak bertenaga, dia roboh hanya karena tolakan tanga yang enteng. Dengan lantas si nona mengulur tangannya untuk mengasih bangun. Atau ia melihat muka orang yang tertawa, tertawa yang dipaksakan, hingga menjadi menyeringai, nampaknya sangat menakuti. Ia menjerit, ia menarik pulang tangannya, untuk membikin tangan itu tidak mengenai tubuh orang. Sebaliknya tangan kiri Hie Jin menyambar pundak si nona. Atas itu dua-duanya, si nona dan si penyerang, mengasih dengar seruan bahna sakit dan kaget. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Oey Yong mengenakan baju lapisnya, meski begitu ia merasakan sakit sampai ia terhuyung beberapa tindak. Hie Jin merasa sakit karena ia menghajar baju yang ada durinya, karena mana tangannya lantas mengucurkan darah. "Soe-suhu!" Kwee Ceng berteriak saking kagetnya. Hie Jin menoleh mengawasi si anak muda, suara siapa ia rupanya ia mengenalinya, hanya ketika ia hendak membuka mulutnya cuma bibirnya bergerak sedikit, suaranya tidak terdengar. Ia masih mengasih lihat senyuman hanya itulah senyum dari putus asa. Sinar matanya pun guram. "Soe-suhu, baik kau beristirahat," Kata Kwee Ceng. "Sebentar lagi kita bicara." Hie Jin mencoba mengangkat kepalanya, ia seperti memaksa mau bicara, lagi ia gagal, mulutnya tidak dapat dibuka. Ia cuma dapat bertahan sebentar segera kepalanya teklok, terus tubuhnya roboh terjengkang, lalu berbalik. "Soe-suhu!" Kwee Ceng berseru, ia berlompat maju, guna mengasih bangun. "Jangan!" Berkata si nona. "Gurumu lagi menulis surat " Tajam matanya si nona. Kwee Ceng mengawasi. Benar, dengan tangan kanannya, 'Hie Jin lagi mencoret ke tanah. Di antara sinar rembulan, segera terlihat ia menulis. "Yang membunuh aku ialah " Oey Yong mengawasi, ia mendapatkan Hie Jin menulis dengan susah sekali, ia lantas goncang hatinya. Ia lantas ingat; "Da berada di Tho Hoa To, sekalipun orang yang paling tolol tentulah tahu ayahku yang membunuh dia, maka kenapa dia begini susah menulis nama ayahku itu? Apakah si pembunuh lain orang sebenarnya ?" Semakin lama dia menulis, tenaganya Hie Jin makin habis. Hati si nona tegang, hingga ia memuji; "Kalau kau mau menulis nama lain orang, lekaslah!" Ketika Hie Jin menulis huruf yang kelima, yang mesti menjadi she atau nama orang yang membunuh dia, baru dia menulis dua coret, yang menjadi huruf "sip" - "sepuluh", mendadak tangannya berhenti bergerak. Kwee Ceng melihat tubuh orang bergerak, tanda dari pengerahan tenaga yang terakhir, habis itu berhentilah napasnya sang guru. Ia sendiri menahan napas, ketika ia melihat huruf "sip" Itu, ia berteriak. "Soe-suhu, aku tahu kau hendak menulis huruf oey - huruf oey!" Terus ia menubruk tubuh gurunya, terus ia menangis keras, kedua tangannya menumbuki dadanya. Dengan demikian meledaklah amarah dan kedukaannya yang sangat, yang sekian lama terbenam di dalam dadanya. Ia menangis menggerung-gerung tidak lama atau ia pingsan di atas tubuh gurunya itu. Berapa lama anak muda ini tak sadarkan diri, ia tidak tahu, ketika kemudian ia mendusin, ia melihat sinar matahari, langit telah menjadi terang. Ia bangun, untuk melihat ke sekitarnya. Ia tidak melihat Oey Yong, entah ke mana perginya si nona. Ia mendapatkan tubuh Hie Jin, yang kedua matanya terbuka besar. Ia lantas ingat pembilangan. "mati tidak meram", maka ia lantas menangis pula, air matanya turun deras. Ia mengulurkan kedua tangannya, guna merapatkan mata gurunya itu. Mengingat gurunya begitu sengsara hendak melepaskan napasnya yang terakhir, Kwee Ceng menjadi heran maka ia membukai baju gurunya itu, untuk memeriksa tubuhnya. Aneh, seluruh tubuh itu tidak kurang suatu apa, dari kepala sampai di kaki, tidak ada yang luka, kecuali luka di tangan bekas terkena duri baju lapisnya Oey Yong. Pula tidak ada luka di dalam, kulitnya tidak hitam atau hangus. Sesudah memeriksa dengan sia-sia, Kwee Ceng memondong mayat gurunya, niatnya untuk dikubur bersama dengan ketiga gurunya yang lainnya. Ketika ia sudah jalan beberapa puluh tindak ke tempat darimana tadi dia datang, ia kehilangan jalanannya. Terpaksa ia menggali sebuah lubang lain di bawah pohon, guna mengubur di situ mayat gurunya itu. Habis itu, ia menjadi bingung. Ia pun merasa sangat lapar. Sia-sia ia berjalan, untuk mencari jalanan keluar. Ia duduk di bawah sebuah pohon, guna beristirahat, guna menentramkan pikirannya. Ketika ia berjalan pula, ia mengambil putusan tidak perduli apa juga, ia mengambil satu tujuan, ialah ke arah timur, terus menghadapi matahari. Dengan begini, ia masih mengalami kesukaran, dan pepohonan yang sangat lebat. Sekarang di setiap pohon ia melihat adanya rotan panjang dan duri tajam. Umpama kata ia jalan di atas pohon, di situ tidak ada tempat untuk menaruh kaki "Tapi hari ini, cuma ada maju, tidak ada mundur!" Ia pikir. Ia paksa berlompat naik ke atas pohon. Ia baru menindak atau "Bret!" Maka celananya robek kesangkut duri, hingga kulitnya lecet dan darahnya mengalir. Rotan pun ada yang melilit kakinya. Maka dengan pisau belatinya, ia memotong putus pohon oyot itu. Memandang jauh ke depan, Kwee Ceng melihat hanya oyot belaka. "Biar habis daging betisku, aku mesti keluar dari pulau iblis ini!" Katanya di dalam hati. Degan itu ia mengambil keputusannya. Ia mau bertindak pula, lalu mendadak ia mendengar suaranya OeyYong. "Kau turun! Nanti aku mengantarkanmu!" Ia lantas tunduk, maka ia melihat si nona, dengan pakaian putih seluruhnya, lagi berdiri di bawah pohon. Tanpa membilang apa-apa, ia lompat turun. Ia melihat muka Oey Yong pucat sekali, seperti tidak ada darahnya. Ia terkejut. Hendak ia menanya, tetapi segera ia dapat menguatkan hati. Oey Yong melihat orang hendak bicara tetapi gagal. Ia menanti sekian lama, tetap ia tidak mendengar suara orang. Ia menghela napas. "Jalanlah!" Katanya. Dengan berliku-liku, mereka menuju ke timur. Oey Yong lesu dan berduka. Ia baru sembuh, ia perlu beristirahat dan ketenangan hati, siapa tahu ia telah mesti membuat perjalanan jauh dan menghadap peristiwa berat dan gelap ini. Ia pikir tidak dapat ia menyesalkan Kwee Ceng atau mempersalahkan ayahnya, ia juga tidak bisa menyesalkan Kanglam Liok Koay, Ia hanya menyesalkan diri sendiri. Kenapa Thian berbuat begini macam terhadapnya? Apa Thian membenci kepada orang yang hidup terlalu senang? Tanpa berkata-kata nona ini menunjuk jalan kepada Kwee Ceng menuju ke tepi laut. Ia mau percaya, dengan kepergiannya ini, anak muda itu bakal tidak kembali. Maka itu setiap satu tindaknya, ia merasa hatinya pecah satu potong. Ketika akhirnya mereka keluar dari rimba lebat dengan rotan dan duri itu, pesisir terlihat di depan mata. Oey Yong merasa dirinya sangat letih, ia mencoba menguati hati tetapi tubuhnya terhuyung juga, lekas-lekas ia menggunai tongkatnya, untuk menekan tanah, guna menunjang, hanya sekarang ia merasakan tangannva juga tidak bertenaga, tongkatnya itu miring, hingga tubuhnya turut terguling. Kwee Ceng melihat itu, segera ia mengulur tangan kanannya, guna memegangi si nona, atau mendadak ia ingat sakit hati hebat dari guru-gurunya itu, segera dengan tangan kirinya ia menghajar tangan kanannya. Itulah pukulan ajarannya Ciu Pek Thong, yang dapat memecah pikiran, hingga kedua tangannya dapat bergerak sendiri-sendiri. Karena dihajar, tangan kanannya itu segera membalas. Habis itu, ia berlompat mundur. Dengan begitu, sendirinya robohlah Oey Yong. Oleh karena jatuhnya ini tanpa pertolongan, hati si nona pepat sekali. Ia menyesal, ia penasaran, ia berduka. Juga Kwee Ceng kaget, juga pemuda ini menyesal, penasaran dan berduka. Ia lompat maju, untuk mengangkat tubuh si nona. Ia melihat kelilingan, untuk membawa nona itu ke tempat di mana dia bisa beristirahat. Juga Oey Yong turut melihat ke sekitar mereka. Di arah timur laut, di mana ada sebuah batu besar, terlihat sepotong kain hijau tertiup angin. Ketika melihat itu Oey Yong lantas berteriak; "Ayah!" Ia lantas saja mendapat tenaga, ia lari. Kwee Ceng juga lari bersama, maka itu mereka saling berpegang tangan. Tiba di batu itu, di situ pun kedapatan sepotong kulit muka orang. Oey Yong kenal baik topeng kulit kepunyaan ayahnya itu, dengan kebingungan ia membungkuk akan memungutnya begitu pun baju hijau itu di mana ada tapak tangan dari darah, tegas nampak bekas telunjuk. Melihat itu Kwee Ceng berpikir; "Pasti ini tapak Kiu Im Pek-kut Jiauw dari Oey Yok Su, habis dia mencelakai samsuhu, dia menyusut tangannya di sini " Ia tengah memegang tangan si nona ketika mendadak ia melepaskannya sambil menyempar terus ia merampas baju hijau itu dan merobeknya. Ketika itu ia melihat ujung baju itu pecah sedikit, maka ia ingat, juiran itu pastilah yang telah dibawa burung rajawali tempo si nona minta ikan emas istimewa. Kwee Ceng berdiri diam kapan ia telah mengawasi tapak jari tangan itu, kemudian ia lekas menggulung itu dan mengasih masuk ke dalam sakunya, habis itu tanpa membilang apa-apa, ia lari ke pinggir laut sekali di mana ada sebuah perahu layar, yang tidak ada anak buahnya. Entah ke mana perginya semua budak gagu. Ia tidak berpaling pula pada Oey Yong ketika ia memotong putus dadungnya perahu itu, ia mengangkat jangkarnya, ia memasang layarnya, terus ia berlayar Oey Yong dengan bengong mengawasi perahu menuju ke barat. Mulanya ia masih mengharap si anak muda berbalik pikir dan akan kembali, untuk mengajak ia pergi, maka ternyata, habislah pengharapannya. Dengan lekas perahu layar itu seperti terbenam di dalam lautan. Sekarang merasalah ia yang ia berada sebatang kara di pulaunya itu. Engko Cengnya pergi, ayahnya entah bagaimana, entah masih hidup atau telah terbinasa ! "Yong-jie, Yong-jie!" Akhirnya ia kata pada dirinya sendiri. "Siang hari masih panjang! Kau tidak dapat berdiri diam saja di pesisir ini! Ingat Yong-jie, tidak dapat kau memikir pendek!" Bab 70. KUMPUL SEMUA. Kwee Ceng berlayar terus menuju ke barat sesudah melalui beberapa puluh lie, mendadak ia mendengar suara burung terang di atasannya. Ia mengenali sepasang burungnya, yang terbang menyusul padanya. Dengan cepat kedua burung menclok di atas layar. "Burung ini mengikuti aku, Yong-jie berada sendirian di pulau, ia bakal jadi bertambah kesepian," Pikirnya. Maka timbullah rasa kasihannya. Dihari ketiga, pemuda ini mendarat. Ia membenci segala benda dari Tho Hoa To, dari itu ia mengangkat jangkar, ia menghajar perahunya, maka tenggelamlah kendaraan air itu. Ia sendiri berlompat ke darat sebelum air memenuhi perahu itu, maka ia melihat perahu Perlahan-lahan masuk ke dalam air dan lenyap. Ia berjalan tanpa tujuan. Ia mampir di rumah seorang tani di mana ia membeli beras untuk masak nasi, guna menangsal perut. Habis dahar, setelah menanya jalanan untuk Kee-hin, ia berangkat menuju ke kota itu. Malam itu pemuda ini bermalam di tepi sungai Cian Tong Kang, ketika ia tengah mengawasi permukaan air, tiba-tiba ia melihat bayangan rembulan. Ia terkejut, la memang telah lupa tanggal. Tentu sekali ia khawatir nanti melewati janji pertemuan di Yan Ie Lauw. Lantas ia menanya tuan rumah. Lega sedikit hatinya ketika ia diberitahukan hari itu tanggal tigabelas. Karena ini malam ini juga, ia menyeberangi sungai, terus ia menyewa keledai guna melanjuti perjalanannya, untuk lega hatinya, ia tiba di kota Kee-hin selebatnya tengah hari. Di sini segera ia menanya orang di mana pernahnya Cui Sian Lauw, rumah makan Dewa Mabuk. Itulah rumah makan yang Paling berkesan untuknya. Semenjak ia masih kecil, guru-gurunya telah menuturkan kepadanya tentang pertempuran mereka dengan Khu Cie Kie di rumah makan itu. Ia tidak diberitahukan sebab musababnya tetapi ia ketarik sama caranya Pertempuran, mengadu minum arak memakai jambangan perunggu. Kemudian lagi ia ketahui tentang asal usul dirinya, maka tahulah ia, rumah makan itu ada hubungannya sama kehidupannya. Ketika orang menunjuki dia bahwa rumah makan itu berada di tepi telaga Lam Ouw, segera ia pergi ke sana. Setibanya, ia mengangkat kepala, mengawasi rumah makan itu. Ia mendapatkan c0cok apa yang dijelaskan Han Siauw Eng. Setelah sepuluh tahun lebih mengingat-ingat rumah makan itu, baru sekarang ia melihatnya dengan matanya sendiri. Memang rumah makan itu indah dengan lauwtengnya yang berukiran, sedang di tengah-tengah ada berdiri sepotong bokpay, atau papan, yang bertuliskan empat huruf besar. "Tay Pek Ie Hong", artinya, peninggalan kebiasaan dari Lie Thay pek si sastrawan yang dijuluki Dewa Mabuk, sedang nama "Cui Sian Lauw", yang memakai leter emas, ada tulisannya Souw Tong Po. Bersih dan berkilap tiga huruf emas itu. Dengan hati berdebar, Kwee Ceng naik dengan tindakan cepat ke atas lauwteng. Segera ia dipapaki seorang palayan, yang memberitahukan bahwa hari itu sudah ada yang memborong rumah makannya. Ia heran, hendak ia minta keterangan, atau segera ia mendengar panggilan. "Anak Cengl Kau sudah datang?" Ia lantas mengangkat kepalanya. Ia terkejut akan mengenali orang yang memanggilnya itu, sebab ialah Khu Cie Kie, yang lagi duduk bersila- Ia lari rnenghampirkan, ia lantas berlutut dengan cuma dapat memanggil. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Khu Totiang a Sa S!" Khu Cie Kie mengasih orang bangun. "Apakah keenam gurumu juga sudah sampai?" Ia tanya. "Aku telah memesan barang santapan untuk kita a Sa S" Ia menunjuk ke kanan, di mana Kwee Ceng melihat telah disiapkan sembilan buah meja yang diperlengkapi sama sumpit dan cangkirnya. Ia berkata pula. "Ketika delapanbelas tahun yang lalu untuk pertama kali aku bertemu di sini dengan ketujuh gurumu, mereka mengatur meja begini rupa. Ini satu meja kepunyaan Ciauw Bok Taysu, maka sayang ia dan gurumu yang nomor lima sudah tidak dapat berkumpul pula di sini a Sa S" Kelihatannya imam itu sangat berduka. Kwee Ceng berpaling ke lain arah, tidak berani ia mengawasi langsung imam itu. Khu Cie Kie tidak melihat sikap orang, ia berkata lagi. "Jambangan perunggu yang dulu hari itu kita pakai untuk minum arak, hari ini aku telah mengambilnya dari kuil, maka kalau sebentar semua gurumu datang, kita boleh minum arak pula." Kwee Ceng melihat jambangan itu di samping sekosol. Karena usianya sudah tua, warnanya jambangan itu sudah hijau gelap, pula jambangan itu sudah dimuati arak hingga dari sana tersiar baunya minuman itu. Ia terus mengawasi dengan mata mendelong. Kemudian ia mengawasi delapan meja yang masih kosong itu. Ia pikir, kecuali guruuya yang nomor satu, tidak ada orang lainnya yang dapat duduk di situ untuk minum arak. Ia menjadi ngelamun. "Asal aku bisa memandang satu kali saja tujuh guruku duduk pula di sini dan minum arak dengan gembira, mati pun aku puas a Sa S" Kembali terdengar suara Khu Cie Kie; "Tadinya telah dijanjikan untuk tahun ini bulan tiga tanggai duapuluh empat kau berdua Yo Kang mengadu kepandaian di sini. Aku mengagumi gurumu semua yang hatinya mulia itu, mengharap-harap kaulah yang nanti menang, supaya dengan begitu nama Kanglam Cit Koay menjadi bertambah kesohor. Aku sendiri senantiasa merantau, tidak dapat aku mencurahkan perhatianku sepenuhnya kepada Yo Kang, tidak dapat aku mengajari ia ilmu silat dengan baik. Sudah begitu, aku juga tidak berhasil mendidik sifatnya agar dia menjadi seorang gagah. Berhubung dengan ini aku menyesal terhadap pamanmu, Yo Tiat Sim. Benar Yo Kang membilang dia sudah menyesal akan tetapi untuknya sangat sukar untuk merubah sipatnya itu a Sa S" Sebenarnya Kwee Ceng hendak memberitahukan halnya Yo Kang telah mati tetapi ia tidak tahu bagaimana harus mulai bicara, dari itu si imam kembali melanjutkan kata-katanya. "Dalam hidupnya manusia, kepandaian ilmu surat dan ilmu silat untuknya ialah soal terakhir yang paling utama ialah Tiong Gie - kesetiaan dan kejujuran. Boleh dianggap Yo Kang lebih kosen seratus kali daripada kau akan tetapi dalam perilaku, gurumuiah yang menang. Kau tahu aku kalah dengan puas." Habis berkata, saking puasnya itu, Khu Cie Kie tertawa lebar. Sebaliknya Kwee Ceng, anak muda ini lantas mengucurkan air mata deras. "Eh, kenapa kau berduka?" Tanya si imam heran. Anak muda itu maju lebih dekat, lantas ia menjatuhkan dirinya, untuk berlutut. Ia menangis* "Kelima guruku sudah meninggal dunia a Sa S" Katanya sukar. Khu Cie Kie terkejut- "Apa?" Dia tanya keras. "Kecuali guruku yang nomor satu, yang lainnya yang lima lagi, semua sudah meninggal dunia," Kata pula Kwee Ceng. Khu Cie Kie melengak, ia bagaikan disambar guntur, inilah ia tidak sangka, sedang ia mengharap sangat pertemuan ini. Sebagai seorang jujur; ia sangat menghargai Kangiam Cit Koay, yang ia anggap sebagai sahabat-sahabat sejati, ia telah tak melupai mereka itu selama deiapanbelas tahun, meskipun benar mereka sangat jarang bertemu. Maka ia pergi ke loneng matanya mengawasi ke telaga, kemudian ia dongak dan mengeluarkan napas panjang. Segera berbayang romannya Cit Koay. Kemudian ia menoleh, ia Pergi mengangkat jambangan perunggu untuk berkata; "Sahabat-sahabatku telah menutup mata, kau ini untuk apa?" Dengan mengerahkan tenaganya, ia melemparkannya. Hebat ketika jambangan itu tercebur ke telaga, suaranya nyaring, airnya muncrat tinggi. Kemudian ia dekati K^ee Ceng, untuk mencekal keras sekali tangan anak muda itu- "Bagaimana meninggalnya mereka itu?" Ia tanya. "Lekas tuturkan!" Kwee Ceng mau memberikan keterangan, hanya belum lagi ia membuka mulutnya, mendadak ia melihat tubuh seorang berkelebat, di antara mereka lantas tertampak seorang lain, yang bajunya hijau, yang sikapnya tenang. Ia menjadi kaget ketika ia telah mengenalinya, ia mengawasi, ia tidak salah mata. Orang itu Oey Yok Su, tocu, atau pemilik dari Tho Hoa To. Juga Oey Yok Su melengak melihat anak muda ini. Selagi ia berdiam mengawasi, dengan mendadak datang serangan untuknya. Sebab Kwee Ceng, dengan melompati meja menerjang dengan jurusnya Hang liong yoe hui", itulah serangan sangat hebat. Tapi ia tabah dan awas, dengan sebat ia berkelit, tangan kirinya dipakai menolak-Hebat serangannya si anak muda, hebat perlawanan majikan dari Tho Hoa To itu, hebat juga kesudahannya. Anak muda itu terjerunuk ke depan, dia menerjang papan lauwteng yang menjadi ruang di situ, terus tubuhnya jatuh ke bawah lauwteng, sedang di bawah ia menimpa para_para cangkir, maka dengan suara sangat berisik hancurlah perabotan itu -cangkir, piring, mangkok dan lainnya. Pemilik rumah makan lantas saja mengeluh. Ingatlah ia akan kejadian delapanbelas tahun yang lampau. Tadi juga, melihat Khu Cie Kie mengambil jambangan, hatinya sudah berkhawatir, sekarang kekhawatirannya itu berbukti. Kwee Ceng takut ia terlukakan pecahan cangkir itu, dengan lantas ia berlompat naik pula ke lauwteng. Di lain pihak, Oey Yok Su dan Khu Cie Kie telah berbareng berlompat turun, hanya mereka itu mengambil jalan dari jendela- Dengan terpaksa anak muda ini lompat dari jendela, untuk menyusul, hanya kali ini ia menyiapkan senjatanya, karena ia pikir; "Si tua itu lihay, tidak dapat aku melawan ia dengan tangan kosong." Maka ia mengeluarkan tiga rupa senjata. Dengan mulutnya ia menggigit pedang pendek dari Khu Cie Kie, tangan kanannya mencekal kim-too, golok emas, pemberian jenghiz Khan, dan tangan kirinya memegang tombak pendek warisan ayahnya- Ia pikir juga; "Biar bagaimana, mesti aku dapat menikam dia dua lubang a sa s" Ketika itu lagi banyak orang, maka kagetlah mereka itu menampak si anak muda lompat turun dari jendela dengan menghunus senjata, sedang tadinya mereka berkumpul untuk menonton karena mendengar suara ribut disusul dengan lompat turunnya dua orang. Kwee Ceng, setibanya ia di bauiah tidak melihat Oey Yok Su dan Khu Cie Kie. Ia melepaskan pedang pendek, ia menanya seorang tua di dekatnya ke mana perginya itu dua orang yang barusan turun dari laUuiteng. Orang tua itu kaget dan ketakutan. Ia salah menduga. "Ampun, hoohan," Katanya- "Aku tidak tahu urusan mereka itu a Sa S" "Sebenarnya mereka Pergi ke mana?" Kwee Ceng tanya pula. Orang tua itu makin ketakutan, ia minta-minta ampun, sudah lama si anak muda tinggal di gurun pasir, sekarang pun hatinya lagi tegang, maka itu suaranya menjadi keras luar biasa. Saking sebal, si anak muda menolak si empeh, ia pergi mencari, tapi tanpa hasilnya, maka ia naik pula ke lauwteng rumah makan. Dari sini ia memandang ke telaga, maka terlihatlah olehnya sebuah perahu kecil, yang memuat Cie Kie dan Yok Su, yang tengah menuju ke Yan Ie Lauw. Khu Cie Kie duduk di buntut perahu di mana dia mengayuh. "Tentu mereka berdua pergi ke Yan Ie iauui untuk bertempur mati dan hidup," Pikir Kwee Ceng." Meskipun Khu Totiang lihay, mana dia sanggup melawan itu bangsat tua?" Maka ia lantas mengambil putusan, ia lari turun dari lauwteng, lari ke tepi telaga, untuk menyambar sebuah perahu kecil, yang ia terus kayuh ke arah Yan Ie Lauw juga, menyusul dua orang itu. Adalah maksudnya si anak muda untuk dapat menyandak, di luar tahunya lantaran ia menggunakan tenaga terlalu besar, pengayuhnya patah sendirinya. Terpaksa ia memakai selembar papan sebagai pengganti Pengayuh itu, maka sekarang Perahunya laju ayal sekali. Dengan lantas ia ketinggalan jauh, lalu ia kehilangan mereka. Ia mengayuh terus. Ketika ia akhirnya tiba di darat, ia menyesal. Di saat seperti itu, ia dapat mengendalikan diri- "Aku mesti sabar," Demikian pikirnya- Ia bertindak ke arah iauwteng- Ketika ia sudah datang dekat, ia mendengar di belakang situ suara senjata beradu, suara sambar menyambarnya angin serta bentakan berulang-ulang. Kalau orang bertempur, itu mestinya bukan cuma Khu Cie Kie dan Oey Yok Su. Sesudah melihat ke sekitarnya, dengan berindap-indap si anak muda bertindak masuk ke lauwteng. Di bagian bawah ia tidak melihat seorang juga, maka ia lantas naik di tangga-Segera ia melihat seorang lagi menyender di jendela, mulutnya menggayam hingga terdengar suara menggayamnya itu. Ia menjadi heran. "Suhu!" Ia memanggil seraya menghampirkan. Orang itu benar Ang Cit Kong. Dia mengasih lihat roman sungguh-sungguh, tangannya menunjuk ke bawah jendela- Dengan lain tangannya ia mengangkat sepaha kambing untuk digerogoti. Kwee Ceng lari ke tepi jendela, untuk melongok. Ia lantas melihat satu permandangan yang mengherankan ia. Oey Yok Su lagi bertempur, dia dikurung oleh enam anggota dari Coan Gin Pay. Menyaksikan pemilik Tho Hoa To itu dikepung, pemuda ini merasa lega juga. Ia hanya kaget ketika ia melihat di situ pun ada gurunya yang nomor satu, guru itu lagi menyerang dengan tongkatnya, di belakangnya ada In Cie Peng. Dia ini berdiri membelakangi, tangannya memegang pedang, dia tidak turut berkelahi. "Heran, kenapa toasuhu ada di sini?" Kwee Ceng tidak usah menanti lama, lantas ia mengetahui Coan Cin Liok Cu lagi berkelahi dengan mengatur barisannya yang istimewa, ialah Thian K0ng Pak Tauw Tin- Hanya karena Tam Cie Toan telah meninggal dunia, dia digantikan Kwa Tin Ok, yang mengambil kedudukan thain-soan- Sebab ketua Kanglam Cit Koay ini cacat matanya, ia ditunjang oleh In Cie Peng supaya ia tidak usah mengkhawatirkan serangan dari belakang. Demikian Oey Yok Su dikurung. Ketika pertempuran di Gu-kee-cun, cuma dua orang Goan Gin Pay yang menggunai pedang, yang lainnya bertangan kosong, tetapi sekarang mereka, bertujuh sama Kwa Tin Ok atau berdelapan sama In Cie Peng, semuanya bersenjatakan pedang. Yok Su tetap bertangan kosong, hebat ia diserang hingga nampaknya ia tidak bisa melakukan penyerangan membalas, bahkan membela diri pun kewalahan-Melihat demikian, Kwee Ceng kata dalam hatinya; "Biar kau sangat lihay, hari ini kau tidak bakal dapat lolos lagi!" Disaat ia terdesak itu, mendadak terlihat Oey Yok Su menekuk kaki kiri dan kaki kanan menyambar, menyapu kaki lawannya semua. Rengkasan itu sangat berbahaya. Dengan serentak, delapan lawan itu berlompat mundur tiga tindak- "Bagusi" Kwee Ceng berseru dengan Pujiannya-Rengkasan itu dilakukan sambil berputar, maka itu semua musuh mesti menyingkir dengan hampir berbareng. Habis menyerang, Oey Yok Su mengangkat kepala sambil mengulapkan tangan ke atas lauwteng kepada Ang Cit Kong berdua Kwee Ceng, tandanya ia senang dengan pujian si anak muda. Menyaksikan sikap orang itu, Kwee Ceng kagum. Walaupun terdesak, tocu dari Tho Hoa To itu tetap tenang dan napasnya juga tidak memburu. Ia pun heran. Dari heran, ia menjadi bercuriga. Bukankah Oey Yok Su tengah berakal muslihat? Selang sekian lama, datanglah ketika yang mendebarkan hati- Mendadak tangannya ketua Tho Hoa To itu menyambar ke embun-embunannya Tiang Seng Cu Lauw Cie Hian. Kalau serangan itu mengenai sasarannya, pecahlah batok kepalanya si imam yang nomor tiga itu. Dengan itu pun teranglah Oey Yok Su sudah memulai dengan serangan membalasnya. Oey Yok su menyerang dengan dua tangannya berbareng- Seharusnya LaUui Cie Hian tidak boleh menangkis, ia mestinya ditolongi oleh Khu Cie Kie di kedudukan Thian-koan dan Kuia Tin ok di kedudukan thian-soan di pinggir. Apa mau, Hui Thian Pian-hok tidak dapat melihat, dia cuma mengandali kupingnya, maka ketika ia menyerang dari kiri ia terlambat, ia kena didului Khu Cie Kie. Dengan begitu, Oey Yok Su jadi tidak terancam bahaya. Cie Hian melihat ancaman datang, terpaksa ia menjatuhkan diri dengan bergulingan. Ma Giok dan Ong Cie It melihat saudaranya itu terancam, mereka maju bersama, menyerang lawannya itu. Semua gerakan berlaku sangat cepat- Lauw Cie Hian lolos dari bahaya, tetapi dengan begitu, Pak Tauw menjadi kacau. Oey Yok su tertawa terbahak, lantas ia menyerang kepada Ceng Ceng Sanjin Sun Put Jie, imam yang termuda, hanya begitu ia maju begitu lekas juga ia berlompat mundur, guna berbalik menyerang Kong Leng Cu Cek Tay Thong. Serangan itu luar biasa, Sun Put Jie heran, Cek Tay Thong melengak. Ketika Ceng Ceng Sanjin menangkis, untuk terus menyerang, Oey Yok Su sudah keluar dari kepungan dan berdiri diam di tempat dua tombak jaraknya- "Hebat Oey Yok Su!" Ang Cit Kong memuji- "Biar aku Pergi!" Berkata Kwee Ceng, yang terus memutar tubuh, untuk lari turun di tangga. "Sabar, sabar!" Mencegah Cit Kong. "Semenjak tadi mertuamu itu tidak melakukan Perlawanan, aku sebenarnya berkhaWatir untuk gurumu yang nomor satu, tetapi sekarang aku melihat dia tidak ada niatnya mencelakai orang." Kwee Ceng kembali ke jendela- "Kenapa begitu, suhu?" Ia tanya. "Kalau dia hendak mencelakai orang, barusan itu si imam kurus seperti kera tidak bakal ketolongan jiwanya, menyahut sang guru. "Semua imam itu bukannya tandingan dari Oey Lao Shia, bukan tandingannya!" Ia menggigit daging kambingnya dan mengganyam, lalu menambahkan. "Ketika mertuamu dan Kim Coa Long-kun belum datang, aku melihat beberapa imam itu serta gurumu mengatur barisan, agaknya mereka masih menantikan satu orang guna membantui gurumu itu, agar tiga orang bersama menjaga garis thian-soan. Entah kenapa, sampai sekarang orang itu tetap tidak muncul-Sekarang garis tnian-soan dijaga hanya dua orang, tak cukup itu guna bertahan dari mertuamu itu a Sa S" Dia bukannya mertuaku I" Kata Kwee Ceng sengit. Eh!" Cit Kong heran- "Kenapa bukan mertuamu?!" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dia! Dia! Hm!" Bagaimana dengan Yong-jie? Apakah kamu berdua bercedera?" Inilah tidak ada hubungannya dia, dia telah membikin mati kelima guruku! Aku bermusuh dengannya, dalamnya bagaikan lautan!" Cit Kong heran hingga ia berjingrak. "Benarkah?" Dia menegasi. Kwee Ceng tidak mendengar pertanyaan itu, ia lagi menumpieki perhatiannya kepada pertempuran di bauiah. Oey Yok Su menggunai Pek Khong Ciang, ilmu silat Menyerang Udara Kosong, anginnya itu seperti menderu-deru, ia membuatnya semua musuhnya tidak bisa dating dekat. Tapi Pak Tauui Tin telah diatur rapi pula. ia tidak bisa lantas membebaskan diri seanteronya. Hanya terpisahnya mereka sedikit jauh. Dengan begitu, selagi pedang C0an Cin Cit Cu tidak sampai kepada lawan, sebaliknya pihak lawan, kalau dia menghendakinya, dia dapat berlompat mendekati. "Ah, kiranya begitu?" Kata Cit Kong tiba-tiba-"Apa suhu?" 'oey Yok Su sengaja memancing Cit Cu menggunai barisannya itu, untuk ia memahami sifatnya," Menyahut sang guru. "Itulah sebabnya kenapa ia berayal menurunkan tangan. Ia hendak memperkecil garis." Cit Kong telah kehilangan ilmu silatnya tetapi tidak pikiran atau Pandangannya yang tajam. Benarlah, makin lama kalangannya Coan Cin Cit Cu makin rapat, makin rapat, hingga ada membahayakan mereka sendiri kalau mereka menggeraki pedangnya masing-masing. Pernah Lauw Cie Hian, Khu Cie Kie, Ong Cie It dan Cek Tay Th0ng menyerang berbareng, tempo Oey Yok Su berkelit, hampir mereka saling menikam sendiri. Hatinya Kwee Ceng menjadi tegang pula, ia cemas. Ia mengerti, begitu lekas Oey Yok Su turun tangan, gurunya yang nomor satu itu bisa menjadi korban yang pertama. Ia berada jauh, mana bisa ia menolong? "Biarlah teecu turun!" Katanya seraya terus ia lari turun Pula- Hanya ketika ia mulai mendekati kalangan pertempuran itu, di antara mereka itu terlihat pula perubahan. Oey Yok Su maju dengan tetap ke arah kiri dari Ma Giok, ia seperti memisahkan diri nampaknya hendak ia mengangkat kaki. Menampak demikian, Kwee Ceng lantas bersiap sedia, asal tocu dari Tho Hoa To itu berlompat menyingkir, hendak ia menyerang dengan Pedang pendeknya- Tiba-tiba terdengar suitannya Ong Cie It, lalu bersama Cek Tay Thong dan SUn Put Jie, dia bergerak dari kiri dengan begitu, mereka tetap mengurung lawannya yang tangguh dan lihay itu. Oey Yok Su mencoba hingga tiga kali, tidak bisa dia mendekati Ma Giok- Ada saja, Khu Cie Kie atau Ong Cie It atau Cek Tay Thong berempat, yang mengganggu padanya, yang melindungi Ma Giok ketua dari Coan Cin Pay itu- Setelah percobaan Oey Yok Su yang keempat kali, Kwee Ceng pun sadar, hingga ia berseru di dalam hatinya. "Ah, benar! Dia hendak merampas kedudukan bintang utara Pak-kek-chee!" Bintang Pak-kek-chee berada di utara di tengah sekali, sedang barisan Pak Tauw Tin itu berpokok pada bintang utara itu (Pak Tayui). Setelah Oey Yok Su menginsyafi sifatnya tin atau barisan lawan itu, ia memusatkan perhatiannya kepada garis tengah itu. Ia mengerti, asal ia bisa merangsak tengah, tin akan pecah, atau kalau tidak, ia akan bertahan di situ, hingga ia tidak dapat dikalahkan. Juga Ma Giok semua dapat menerka maksud lawan, mereka menjadi cemas hati. Coba Tam Cie Toan masih hidup, mereka tidak usah terlalu berkhawatir, mereka tidak nanti membiarkan lawan merangsak ke utara itu, sekarang tidaklah demikian, di sebabkan lemahnya Kwa Tin Ok meskipun Tin Ok dibantu in Cie Peng. Tin Ok bercacad dan Cie Peng lemah, sudah begitu, keduanya masih asing dengan tin itu. juga kawanan Coan Cin Pay ini telah melihat Kwee Ceng. Mereka menduga setiap waktu Kwee Ceng bakal membantui mertuanya itu. Maka itu, mereka bingung. Mereka menantikan saat orang, guna mengambil tempatnya Tin Ok di garis thian-soan itu akan tetapi orang yang dinanti-nanti belum juga kunjung tiba. Mereka percaya, asal orang itu datang, garis thian-soan bakal jadi kuat sekali-Sembari berkelahi oey Yok Su kata sambil tertawa. "Sungguh aku tidak menyangka, murid-muridnya Ong Tiong Yang ada begini tidak tahu selatan!" Kata-kata ini dibarengi rangsakan kepada Sun put Jie, yang diserang saling susul hingga tiga kali, hingga imam itu repot. Ma Giok bersama Cek Tay Thong segera maju membantui, guna menolongi. Oey Yok Su berkelit, setelah pedang kedua orang itu lolos, ia maju pula. Lagi tiga kali beruntun ia menyerang Sun put Jie. Hebat serangannya itu, sekalipun Ong Ti0ng Yang atau Cit Kong sembuh, sulit untuk melayani itu- Karena itu, Sun Put Jie terpaksa hanya membela diri. Atas itu, Oey Yok Su mengubah siasatnya, ialah lantas ia menyerang di bawah, kedua kakinva bekerja bergantian enam kali menyapu kaki lawannya itu. Jadi beruntun tocu Tho Hoa To itu sudah menggunai ilmu silatnya tangan kosong "Lok Eng Ciang" Dan tendangan "Sauw Yap Twie". Ma Giok beramai menjadi bingung. Serangan- serangan itu membahayakan Sun Put Jie- Pula, dengan Kwa Tin Ok tidak dapat melihat, mereka jadi bergerak lambat. Hebat akibatnya kalau Pak Tauw Tin kacau. Sebaliknya Oey Yok Su ia tidak mengambil mumat apa yang dipikir lawan, ia merangsak www.kangzusi.com terus. Mendadak ia tertawa panjang dan tubuhnya melesat, terus terdengar jeritan yang keras dari satu orang yang tubuhnya terlempar ke ujung Yan Ie Lauw. Itulah in Cie Peng, yang punggungnya kena disambar, hingga tanpa berdaya, tubuhnya kena dilemparkan Oey Yok Su. Setelah itu, tanpa menanti ketika, jago Tho Hoa To ini maju ke arah Ma Giok. Ia Percaya ia bakal berhasil. Tidak tahunya, imam itu tidak berkisar dari kedudukannya, malah dengan pedangnya dia membalas menikam ke alis. "Bagus!" Berseru Yok Su dengan pujiannya sambil ia berkelit. "Tidak kecewa kau menjadi murid kepala dari coan Cin Pay!" Meski juga ia memuji, Oey Yok Su tidak menghentikan gerakannya. Mendadak ia menendang Cek Tay Thong hingga imam itu terguling, pedangnya terlepas, maka ia menubruk pedang itu, untuk dipakai menikam lawannya yang roboh itu. Layui Cie Hian kaget, ia lantas menangkis guna menolongi saudaranya itu. Oey Yok Su melihat datangnya bantuan untuk Tay Thong, ia tertawa, sembari tertawa, pedangnya dipakai menangkis Cie Hian- Dengan begitu bentroklah kedua senjata itu- Yang hebat ialah kedua-duanya pedang patah sambil mengasih dengan suara keras. Bagaikan bayangan berkelebat gesit sekali tocu dari Tho Hoa To merangsak ke arah Pak-kek-chee. Sejenak itu, kacaulah pak Tauw Tin. Coan Cin Cit Cu mengeluh saking berdukanya. Ma Giok menghela napas panjang, hendak ia melemparkan pedangnya, guna menyerah kalah. justru itu satu bayangan berkelebat di antara mereka, lantas digaris utara itu tambah satu orang - itulah Kwee Ceng! Khu Cie Kie menjadi girang sekali. Ia telah menyaksikannya di Cui Sian Lauw di mana mertua dan menantunya itu bertempur mati-matian. Ma Giok dan Ong Cie It juga lantas mengenali si anak muda, yang mereka tahu adalah seorang jujur, maka mereka percaya, anak muda itu tentunya bakal membantui mertuanya itu- Habislah Cian Cin Cit Cu - atau Coan Cit Liok Cu - kalau mertua dan mantu bekerja sama. Tentang Kuia Tin Ok tidak dikhawatirkan, sebab tidak nanti Kwee Ceng mencelakai gurunya itu. Tapi selagi mereka itu berkhawatir dan berputus asa, lantas mereka menampak kenyataan yang luar biasa. Kwee Ceng bukannya membantui mertuanya, ia justru menempur mertuanya itu! Oey Yok Su percaya ia bakal dapat mengacau Pak Tauw Tin dan memecahnya, supaya dengan begitu Coan Cin Pay menyerah dan minta-minta ampun, maka heran ia atas datangnya bala bantuan kepada musuhnya itu, tidak menanti sampai ia memutar tubuh, ia segera menyerang ke belakang, ke arah dada, dengan pukulan Pek Khong Ciang. Serangan ini dihalau orang tanpa orang itu berkelit, cuma tangan kirinya dipakai menangkis. Ia terkejut- "Cuma beberapa orang saja yang dapat menangkis seranganku semacam ini," Pikirnya. "Siapakah dia?" Maka ia segera menoleh, akan mengenali Kwee Ceng, hingga ia menjadi mendongkol berbareng menyesal. Dengan penasaran, ia menyerang pula, beruntun tiga kali. Ia tahu tanpa dapat mengundurkan si anak muda, ia terancam bahaya terkepung, ia menyerang dengan tiap pukulannya bertambah hebat, tetapi tiga"tiga kalinya, serangannya itu dapat dihindarkan. Untuk keempat kalinya, ia menyerang pula, dengan siasat berPura-pura dan benar-benar. Siasat ini dapat membingungkan lawan. Kwee Ceng tidak kena diakali, ia menjaga diri, ia tidak menyerang - Pedangnya menjaga dada, tangan kirinya melindungi perut. Oey Yok Su menjadi heran. "Terang bocah ini mengenal baik sifat Pak Tamu Tin," Pikirnya. "Dia tahu bagaimana harus membelai atau memukul pecah a Sa S Lihatlah, dan tidak berkisar dari Pak-kek-chee! Rupanya dia telah diminta bantuannya untuk menentang aku a Sa s" Dugaan pemilik Tho Hoa To ini benar separuh, salah separuh. Benar ialah karena Kwee Ceng memang mengerti baik barisan pak Tauui Tin itu, hanya itu didapat bukan dari pengajarannya Coan Cin Cit Cu tetapi dari kitab Kiu Im Cin-keng. Dia salah menduga, sebab Kwee Ceng bukan diminta bantuannya oleh Coan Cin Pay hanya dia bertindak atas kehendak sendiri. Tidak saja di situ ada Tin Ok, dia pun telah dianggap si anak muda sebagai musunnya, karena dipercaya dialah yang membinasakan Cu Cong berlima. Hanya karena mengetahui lawannya lihay, Kwee Ceng mengambil sikap membela diri, sama sekali anak muda ini tidak mengambil mumat orang menyerang benar-benar atau menggertak saja. Akhirnya Oey Yok Su mengeluh sendirinya. "Anak ini tidak tahu maju atau mundur," Pikirnya. "Hm! Biarlah, biar aku disesalkan Yong-jie, mesti aku hajar dia, sebab kalau tidak, tidak nanti aku daPat lolos dari tin ini!" Ia pun lantas bergerak, tenaganya dikerahkan di kedua tangannya. Tepat di saat ia hendak menyerang, ia berpikir; "Kalau dia tetap berdiri diam dan tidak menyingkir, dia bakal terluka parah, kalau dia sampai kenapa~napa, mana Yong-jie mau mengerti?" Kwee Ceng telah melihat gerakan lawannya yang tangguh itu, akan tetapi ia tidak mau berkisar dari tempat jagaannya itu- Ia menggertak gigi. ia menangkis dengan jurusan "Kian Liong Cay Thian", atau "Melihat naga di sawah". Dengan Hang Liong Sip-pat Ciang hendak ia bertahan, agar Pak Tauw Tin dapat dilindungi. Dengan mendadak, Oey Yok Su menunda serangannya itu. "Bocah tolol, lekas menyingkir?" Ia membentak. "Mengapa kau menentang aku?" Kwee Ceng bersiap dengan pedangnya, ia mengawasi dengan tajam. Ia takut jago itu menggunai akal. Ia tidak menyahuti. Pihak Khu Cie Kie sudah lantas memperkokoh lagi barisannya. "Di mana Yong-jie?" 0ey Yok Su tanya. Kwee Ceng berdiam, matanya merah bagaikan api, romannya bengis. Yok Su he^an. Ia lantas mau menduga telah terjadi sesuatu kepada putrinya- "Kau perbuat apa atas Yong-jie?" Ia membentak, ia mulai berkhawatir. "Lekas bilang!" Masih si anak muda berdiam, hanya tangannya yang mencekal pedang bergemetar. Oey Yok Su terus mengawasi dengan tajam, maka heranlah ia. Ia menjadi curiga. "Kenapa tanganmu bergemetar?" Ia tanya. "Kenapa kau tidak mau bicara?" Kwee Ceng tengah mengingat kebinasaan hebat dari kelima gurunya di pulau Tho Hoa To, ia lagi menahan hawa amarahnya, getaran hatinya, maka ia bergemetar. Oey Yok Su bercuriga berbareng berkhawatir sekali. Hanya ia berkhawatir, mungkin sebab perebutan di antara putrinya itu dan putri Mongolia, si anak muda telah membunuh Yong-jie, anaknya. Dengan menjejak kedua kaki, ia lompat maju. Khu Cie Kie melihat gerakan pemilik Tho Hoa To itu, ia segera menggeraki barisannya. Ong Cie It bersama Cek Tay Thong menyerang dari kiri dan kanan. Kwee Ceng tidak menyingkir, ia cuma berkelit, pedangnya terus ditikamkan. Oey Yok Su pun tidak menyingkir, bahkan dengan satu tekukan tangan, ia menangkap tangan si anak muda, guna merampas pedangnya. Tapi ia gagal- Kecuali pedangnya Ong Cie It mengancam punggungnya, pedang Kwee Ceng pun bisa diegos, dipakai menikam pula. Setelah segebrak itu, pertempuran terulang pula, jauh terlebih hebat daripada yang semula. Selagi Kwee Ceng panas hatinya, Khu Cie Kie semua tidak kurang gusarnya. Mereka ini hendak menuntut balas untuk Ciu Pek Thong dan Tam Cie Toan. Oey Yok Su merasa bahuia di sini telah terbit salah mengerti tetapi ia beradat keras dan jumawa, ia tidak suka mengalah, sedang juga, ia berderajat lebih tua, lebih tinggi. Ia ingin menghajar mereka itu, supaya mereka menyerah kalah, sampai itu waktu babulah ia mau memberi keterangan, untuk sekalian memberikan tegurannya. Begitulah, dua-dua pihak sama kerasnya. Oey Yok Su ingin mendesak Kwee Ceng, yang ia berniat membekuknya, guna didengar keterangannya. Kalau benar dugaannya, Oey Yong terbinasa di tangan pemuda ini, hendak ia menghukum picis. Tapi Kwee Ceng berjaga diri di garis utara, teguh kedudukannya. Ketika itu In Cie Peng, yang dilemparkan ke atas lauwteng Yan Ie Lauw, masih belum dapat merayap bangun, tetapi tanpa dia, Kwee Ceng tidak menjadi lemah. Oey Yok Su menghadapi kesulitan. Kalau ia mendesak Kwee Ceng, Khu Cie Kie beramai mendesak padanya- Ingin ia menggempur Khu Cie Kie semua, tetapi malang dengan si anak muda. Kapan pertempuran telah berlangsung lima puluh jurus, maka terlihatlah Oey Yok su kena terdesak-Kepungan nampak menjadi ciut- "Tahan!" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berseru Ma Giok disaat sangat tegang itu-Seruan itu ditaati, lima saudaranya lantas berhenti menyerang. "Oey Tocu!" Berkata tertua dari Coan Cit Liok Cu. "Kaulah seorang kenamaan dan juga dari golongan tua, maka itu kami orang-orang dari golongan lebih muda tidak berani berlaku kurang ajar terhadapmu, kalau toh sekarang kami mengurung padamu, itulah saking terpaksa. Sekarang aku hendak menanya kau, apa katamu berhubung dengan hutang darah dari paman kami Ciu Pek Thong dan sutee kami Tam Cie Than?" Orang yang ditanya tertawa dingin. "Apa lagi yang hendak diperkatakan?" Katanya. "Lekas kau bunuh Oey Yok Su, untuk melindungi namanya Coan Cin Pay! Tidakkah itu bagus? Lihatlah!" Tahu-tahu tangan kanannya majikan dari Tho Hoa To ini melayang ke muka Ma Giok! inilah satu jursu dari Lok Eng Ciang, yang Oey Yok Su sudah melatihnya belasan tahun, gerak-geriknya sangat gesit, seperti juga tidak dapat terlihat. Dalam kagetnya, Ma Giok berkelit ke kanan. Justru ia berkelit, justru itulah kehendaknya Oey Yok Su, yang serangannya mempunyai dua maksud berbareng benar- benar dan berpura-pura. Maka itu ia bukannya kena ditinju hanya terjambak dadanya. Asal Oey Yok Su mengerahkan tenaganya gempurlah dadanya itu. Semua orang terkejut, semua maju untuk menolongi, tetapi mereka terlambat. Hanya disaat Ma Giok itu bakal menerima nasibnya, Oey Yok Su tertawa dan jambakannya dilepaskan. Ia pun berkata. "Jikalau dengan caraku ini aku memukul pecah barisan kamu, tentulah kamu tidak puas! Oey Lao Shia boleh mati tetapi tidak nanti dia mau menyebabkan tertawanya semua orang gagah di kolong langit ini! Kawanan imam yang baik, kamu majulah semua!" Lauw Cie Hian mendongkol, tinjunya melayang, disusul sama pedangnya Ong Cie It. Maka itu, bergerak pula Thian Kong Pak Tauw Tin. Kali ini yang digeraki ialah rintasan yang ketujuhbelas. Setelah Ong Cie It, serangan mesti disusul Ma Giok. Hanya setelah Ong Cie It menikam dia lompat mundur, Ma Giok bukannya menggantikan menyerang, dia malah lompat mundur juga. "Tahan! ' serunya. Lagi sekali semUa orang berhenti bergerak. "Oey Tocu, aku menghaturkan terima kasih untuk kebaikanmu," Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Pendekar Misterius Karya Gan Kl