Ceritasilat Novel Online

Pendekar Pemanah Rajawali 8


Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 8


Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong   Tin Ok omong dengan perlahan-lahan, tapi kata- katanya ditandaskan setiap patah. Semua saudaranya itu menyahuti dengan janji akan menaati. "Nusuh itu sangat cerdik dan getap,"   Tin Ok berkata pula dengan pesannya.   "Sedikit saja ada kelisikan, mereka bakal dapat tahu. Sekarang tutuplah papan batu ini, Cuma tinggali sedikit liang kecil untuk aku bernapas."   Enam saudara itu menurut, mereka lantas bekerja.   Perlahan-lahan mereka letaki tutup peti mayat yang istimewa itu.   Kemudian, denagn siapakn masing-masing senjatanya, mereka pencar diri ke empat penjuru untuk sembunyi sambil memasang mata.   Di situ ada banyak pepohonan dan rumput tebal.   Han Siauw Eng adalah orang yang hatinya paling berkhawatir dan paling heran pula.   Semenjak ia kenal kakaknya yang tertua itu, inilah pertama kalinya ia dapatkan sikap yang tegang sekali dari kakaknya itu.   Ia bersembunyi di samping Cu Cong, maka itu sambil berbisik ia tanya ini kakak nomor dua.   "Jieko, Tong Sie dan Tiat Sie itu makhluk macam apa?"   "Merekalah yang di dalam dunia kang-ouw kesohor sebagai Hek Hong Siang Sat,"   Sahut sang kakak denagn perlahan.   "Di masanya mereka itu malang-melintang di utara, kau masih kecil sekali citmoay, maka itu kau tidak ketahui tentang mereka. Dua orang itu snagat kejam, ilmu silat mereka lihay sekali, baik di Jalan Hitam, maupun di Jalan Putih, siapa dengar mereka, hatinya ciut. Bukan sedikit orang gagah yang roboh di tangan mereka itu."   "Kenapakah mereka itu tak hendak dikepung beramai-ramai?"   Siauw Eng tanya pula. "Menurut katanya mendiang guru,"   Cu Cong menerangkan pula.   "Orang-orang gagah dari Selatan dan Utara Sungai Besar pernah tiga kali mengadakan perhimpunan besar di gunung Heng San, lalu beruntun tiga tahun mereka mencoba mengepung Hek Hong Siang Sat, mereka itu dapat lolos. Begitu lihat banyak orang, mereka lantas sembunyikan diri, setelah orang bubaran, mereka muncul pula. Setahu bagaimana, belakangan orang tidak lihat lagi bekas-bekas tapak mereka, maka beberapa tahun kemudian orang anggap, karena dosa kejahatannya sudah meluap, mereka itu telah menemui ajalnya. Tidak disangka-sangka sekarang, di tempat belukar seperti ini, di tara ini, kita menemui mereka itu."   "Apakah nama mereka itu?"   Siauw Eng masih menanya. "Yang pria, yang disebut Tong Sie itu, si Mayat Perunggu, bernama Tan Hian Hong,"   Sahut kakak keduanya itu.   "Dia berparas muka semu kuning hangus seperti perunggu, pada wajahnya itu tak pernah tampak tanda kemurkaan atau tertawa, dia beroman seperti mayat saja, maka itu orang juluki dia Tong Sie."   "Kalau begitu yang wanita, Tiat Sie itu, mestinya berkulit hitam legam?"   "Tidak salah! Dia she Bwee, namanya Tiauw Hong."   "Toako menyebut ilmu Kiu Im Pek-kut Jiauw, ilmu apakah itu?"   Tanya adiknya lagi. "Tentang ilmu itu belum pernah aku mendengarnya,"   Jawab sang kakak. Siauw Eng diam sejenak. Lalu ia menyambung lagi.   "Kenapa toako tak pernah sebut-sebut itu? Mustahilkah"   Nona ini berhenti berbicara dengan tiba-tiba, sebab Cu Cong mendekap mulutnya yang kecil mungil itu. "Sstt!"   Berbisik sang kakak itu seraya tangannya menunjuk ke bawah bukit.   Siauw Eng segera memasang matanya ke arah tempat ynag ditunjuk itu.   Di bawah terangnya sinar rembulan, ia tampak seuatu benda hitam lagi bergerak-gerak cepat di atas tanah berpasir.   "Sungguh memalukan,"   Ia mengeluh di dalam hatinya.   "Kiranya jieko waspada sekali, sambil memberi keterangan padaku, ia terus pasang matanya."   Sebentar saja benda itu sudah datang semakin dekat.   Maka sekarang tampaklah dengan nyata.   Itulah dua orang, yang berjalan rapat satu dengan lain, hingga mereka merupakan sebagai satu bayangan yang besar.   Enam saudara dari Kanglam itu menahan napas, semuanya bersipa sedia.   Cu Cong cekal kipasnya peranti menotok jalan darah.   Siauw Eng tancap pedangnya ke tanah, guna cegah sinarnya berkilauan.   Sekarang terdengar suara pasir disebabkan tindakan kaki, suara itu menyebabkan ketegangan di hati ke enam bersaudara itu.   Kapan sebentar kemudian tindakan kaki tak menerbitkan suara pula, di atas bukit itu tertampak dua orang bagai bayangan, berdiri diam.   Dilihat dari kepalanya, yang memakai kopiah kulit, yang satu mirip orang Mongol.   Ynag kedua yang rambutnya panjang dan memain atas tiupan angin, adalah seorang wanita.   "Mestinya dia Tong Sie dan Tiat Sie,"   Pikir Siauw Eng.   "Sekarang ingin aku saksikan bagaimana mereka melatih diri."   Si wanita sudah lantas berjalan mengitari si pria, nyata terdengar buku tulang-tulangnya bersuara meretek, mengikuti jalannya, dari lambat menjadi cepat, suaranya semakin keras. Enam saudara itu menjadi heran.   "Tenaga dalamnya begitu hebat, pantas toako memuji mereka,"   Pikir mereka.   Wanita itu gerak-geraki kedua tangannya, diulur dan ditarik, saban-saban terdengar suara mereteknya.   Rambutnya pun mengikuti bergerak-gerak juga.   Siauw Eng bernyali besar tetapi ia toh menggigil pula.   Tiba-tiba si wanita itu angkat tangan kanannya, disusul sama tangan kirinya menyerang dada si pria.   Heran enam saudara itu.   "Dapatkah si pria, degan darah dagingnya manusia, bertahan terhadap serangan itu?"   Tanya mereka di dalam hati.   Selagi begitu, si wanita sudah menyerang pula, ke perut, beruntun hingga tujuh kali, setiap serangan bertambah cepat, bertambah hebat.   Si pria tapinya mirip mayat, tubuhnya tidaj bergeming, ia tak bersuara.   Tapat sampai pukulan yang ke sembilan, wanita itu lompat mencelat, jumpalitan, kepala di bawah, kaki di atas, tangan kirinya menyambar kopiah si pria, tangan kanannya, dengan lima jari, mencengkeram ke ubun-ubun si pria.   Hampir Siauw Eng menjerit karena kagetnya.   Si wanita sebaliknya tertawa besar dan panjang, kapan tangan kanannya di tarik, lima jarinya berlumuran darah pula.   Sembari mengawasi tangannya itu, ia masih tertawa.   Tiba-tiba saja ia menoleh ke arah Siauw Eng, hingga si nona dapat nampak wajah orang satu wajah hitam manis, usianya ditaksir kira-kira empatpuluh tahun.   Hanya aneh, walaupun ia tertawa, mukanya tidak tersenyum.   Sekarang enam saudara itu ketahui, si pria bukan Tong Sie, si suami, hanya seorang yang lain, yang rupanya ditangkap untuk dijadikan bahan atau korabn latihan Kiu Im Pek-kut Jiauw, Cengkeraman Tulang Putih.   Maka terang sudah, wanita itu adalah Tiat Sie Bwee Tiauw Hong, si Mayat Besi, sang sistri.   dengan sendirinya mereka menjadi membenci kekejaman wanita itu.   Seberhentinyatertawa, Tiauw Hong geraki kedua tangannya, untuk merobek membuka pakaiannya pria korbannya itu.   di Utara ini, dimana hawa udara adalah sangat dingin, orang memakai baju dalam kulit, tetapi sekarang, gampang saja si wanita ini menelanjangi pria itu, tubuh siapa lalu ia letaki di tanah.   habis itu, dengan rangkap kedua tangannya, si wanita itu berjinjit, berlompatan mengitari korbannya itu.   Diwaktu melompat, dia tidak tekuk dengkulnya, tidak membungkuk tubuhnya.   Dia lompat tingginya beberapa kaki, lempang jegar.   Disamping heran dan gusar, enam saudara itu merasa kagum.   Wanita itu berhenti berlompatan dan berputaran sesudah ia berpekik keras dan panjang sambil ia lompat tinggi berjumpalitan dua kali, ia turun di sisi mayat, dua tangannya dipakai menjambak dada dan perut mayat itu, untuk menarik keluar isi perut orang.   Di bawah sinar rembulan, wanita itu memeriksa, lalau ia membuangnya setiap isi perut itu, paru-paru dan jantung, yang semuanya telah tak utuh lagi.   Nyatalah, dengan sembilan kali serangannya Kiu im wanita ini membikin rusak isi perut pria itu, dan ia memeriksa itu, untuk membuktikan sampai di mana hasil latihannya itu.   Bukan kepalang gusarnya Siauw Eng.   ia dapat menduga, tumpukan tengkorak itu terang adalah korban-korbannya wanita kejam ini.   Tanpa merasa, ia cabut pedangnya, hendak ia menerjang wanita itu.   Disaat berbahaya itu, Cu Cong tarik si nona dan menggoyangi tangannya.   Saudara yang kedua ini telah berpikir.   Tiat Sie bersendirian, biar dia lihay, kalau dikepung bertujuh, kita pasti dapat melawan.   Kalau dia terbunuh lebih dahulu, jadi lebih gampang untuk melayani Tong Sie.   Kalau mereka ada berdua, tak dapat mereka layani..Tapi, siapa tahu Tong Sie bersembunyi di mana? siapa tahu kalau dia muncul mendadak, untuk membokong kita? Toako telah memikir jauh, baiklah kita taai pesannya.   Biar toako yang mendahului"   Habis memeriksa isi perut mayat, Tiat Sie nampaknya puas, ia lantas duduk numprah di tanah.   Dengan menghadapi rembulan, ia tarik napasnya keluar masuk, untuk melatih tenaga dalamnya.   Ia duduk dengan membelakangi Cu Cong dan Siauw Eng, nampak nyata bebokongnya bergerak-gerak.   "Kalau sekarang aku tikam dia, sembilan puluh sembilan persen, aku dapat tublas tembus bebokongnya!2 pikir si nona Han.   "Hanya kalau aku gagal, akibatnya mesti hebat sekali"   Karena ini, karena ragu-ragu, ia bergemetar sendiri.   Tegang hatinya.   Cu Cong pun sama tegangnya sampai ia menahan napasnya.   habis melatih napasnya, Bwee Tiauw Hong bangkit berdiri.   Ia lantas seret mayat korbannya, dibawa ke peti mayat di mana Kwa Tin Ok umpatkan diri.   Ia membungkuk, untuk angkat tutup peti mati istimewa itu.   Enam saudara itu bersiap.   Begitu tutup dibuka, hendak mereka menerjang berbareng.   Tiba-tiba Bwee Tiauw Hong mendengar berkelisiknya daun pohon di sebelah belakangnya.   Perlahan sekali suara itu, seperti desairnya angin.   ia toh berpaling dengan segera.   ia dapat lihat seperti bayangannya satu kepala orang di atas pohon.   Tak ayal lagi, berbareng dengan pekiknya, ia lompat ke arah pohon itu.   Itulah Ma Ong Sin Han Po Kie yang sembunyi di pohon itu.   Ia bertubuh kate, ia percaya dengan sembunyi di atas pohon, ia tak bakal dapat dilihat.   Ia hendak berlompat turun ketika tubuhnya bergerak bangun, ia tidak sangka, ia dapat dipergoki wanita lihay itu yang segera menerjang ke arahnya.   Tanpa sangsi ia kerahkan tenaganya, akan sambut wnaita itu dengan cambuknya Kim-liong-pian.   Ia mengarah ke lengan.   Bwee Tiauw Hong tidak berkelit atau menangkis, sebaliknya, ia papaki cambuk itu, untuk terus disambar, untuk dicekal dan dibarengi ditarik dengan keras! Po Kie merasakan satu tenaga keras menarik ia, tetapi ia juga bertenaga besar, ia juga balik menarik.   Mengikuti tarikan orang, atau lebih benar mengikuti cambuk Naga Emas.   Bwee Tiauw Hong menyambar dengan tangannya ynag kiri, yang cepat bagaikan angin, anginnya pun tiba lebih dahulu.   Po Kie meninsyafi bahaya, ia lepaskan cambuknya, terus ia lompat berjumpalitan.   Tiauw Hong tidak hendak memberi lolos, lima jari tangannya menyambar ke arah bebokong si cebol itu.   Po Kie merasakan angin dingin di pundaknya, lagi sekali ia enjot tubuhnya, untuk meleset ke depan.   Di saat itu, di bawah pohon, Lam Hie Jin dengan Touw-kut-cui, Bor Menembuskan Tulang, dan Coan Kim Hoat dengan sepasang panah tangannya, menyambar ke arah musuh itu.   Tiauw Hong ketahui itu, seperti juga sebuah kipas besi, ia menyambok dengan tangannya yang kiri, hingga kedua senjata rahasia itu jatuh ke tanah, sedang di lain pihak, tangan kanannya telah merobek baju Po Kie di bagian bebokongnya! Po Kie menekan tanah denagn kaki kiri, ia enjot tubuhnya, akan lomcat pula.   Tetapi Tiauw Hong, yang sangat gesit, sudah lompat hingga di depannya dan sambil menaya.   "Kau siapa?! Perlu apa kau datang kemari?!"   Sepasang tangannya sudah mampir di pundak orang, hingga PO Kie mersakan sakit sekali, sebab sepuluh kukunya telah nancap di dagingnya.   Dia menjadi kesakitan, kaget dan gusar, dia angkat kakinya, menendang ke arah perut.   Hebat kesudahan tendangan ini.   Tendangan seperti mengenai papan batu, di antara suara keras, kaki itu terseleo tekukannya, hingga bahna sakitnya, yang sampai ke ulu hati, ia roboh hampir pingsan, hanya dasar jago, dia masih bisa menggulingkan diri, akan menyingkirkan jauh.   Tiauw Hong snagat lihay, dan gesit sekali, masih dia lompat, untuk menendang bebokong musuh gelapny aitu, hanya di saat itu, sebuah kayu pikulan yang hitam menyambar dia dari samping, mengarah kakinya.   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Batal menyerang, dia lompat mundur satu tindak.   Hanya kali ini, dengan lihaynya matanya dan jelinya kupingnya, dia segera mengerti bahwa dia telah berada dalam kepungan.   Satu mahasiswa yang memegang kipas totokan dan satu nona yang bersenjatakan pedang, menyerang ia dari kanannya, sedang di kirinya datang serangan golok dari seseorang yang bertubuh jangkung gemuk serta seorang kurus denagn senjatanya yanga neh, sementara penyerang dengan kayu pikulan itu adalah seorang desa.   ia menjadi heran dan gentar pula.   Semua penyerang itu tidak dikenalnya dan mereka agaknya lihay.   Maka ia lantas berpikir.   "Mereka banyak, aku sendirian, baiklah aku robohkan dulu beberapa diantaranya."   Demikian, dengan satu kali meleset, ia menyambar ke mukanya Siauw Eng! Cu Cong melihat ancaman bahaya untuk adiknya itu, ia menyerang jalan darah kiok-tie-hiat dari musuh lihay itu.   Tapi Tiat Sie si Myata Besi benar-benar lihay, malah aneh juga, sebab ia tidak pedulikan totokan itu, dia teruskan sambarannya kepada nona Han itu.   Dengan satu gerakan "Pek louw heng kang"   Atau "   Embun putih melintangi sungai", Siauw Eng membabat tangan musuh, atas mana, dengan putar ugal-ugalan tangannya, Bwee Tiauw Hong dengan berani berbalik menyambar pedang.   Dia agaknya tidak takuti senjata tajam itu.   Siauw Eng menjadi terkejut, cepat-cepat ia melompat mundur.   Disaat itu, denagn perdengarkan suara membeletak, kipas Cu Cong telah mengenai tepat sasarannya, ialah jalan darah kiok-tie-hiat.   Biasanya, siapa terkena totokan itu, segera tangannya kaku dan mati.   Cu Cong tahu ia telah dapat menghajar sasarannya, hatinya girang sekali.   Justru is bergirang itu, tahu-tahu tangan musuh berkelebat, menyambar ke kepalanya! Bukan main kagetnya Manusia Aneh yang kedua ini.   Dengan perlihatkan kegesitannya, ai lompat melesat, untuk membebaskan diri dari sambaran itu.   Ia lolos tetapi kegetnya tak kepalang, herannya bukan buatan.   "Mungkin ia tidak mempunyai jalan darah?"   Pikirnya.   Ketika itu, Han Po Kie sudah jemput cambuknya, dengan bekersama dengan kelima saudaranya, ai maju pula, mengepung musuh yang lihay itu, maka juga pedang dan golok semua seperti merabu Bwee Tiauw Hong.   Akan tetapi si Mayat Besi tak jeri, dia seperti tidak menghiraukan enam rupa senjata musuh itu, ia terus melawan denagn sepasang tangannya yang berdarah daging! Dengan kuku-kukunya yang seperti gaetan besi, Bwee Tiauw Hong main sambar musuh, untuk merampas senjata, guna mencengkeram daging.   Menyaksikan itu, enam Manusia Aneh itu menjadi ingat semua tengkorak yang berliangkan bkeas jari tangan itu, dengan sendirinya hati mereka menjadi gentar.   Merka juga mendapatkan tubuh orang seperti besi kuatnya Dua kali bandulan timbangan Coan Kim Hoat mengenai bebokongnya Tiat Sie dan satu kali kayu pikulannya Kanglam Liok Koay menyambar paha, tetapi Bwee Tiauw Hong agaknya tidak terluka, sedang seharusnya dia mesti patah atau remuk tulang-tulangnya.   Karena ini, teranglah orang telah punyakan pelajaran Kim-ciong-tiauw Kurungan Loncang Emas, dan Tiat-pou-san Baju Besi, dua macam ilmu kedot.   Kecuali golok lancipnya dari Thio A Seng dan pedang tajam dari Han Siauw Eng, semua senjata lainnya, berani Tiat Sie sambut dengan tubuhnya yang tangguh itu.   Lagi sesaat, Coan Kim Hoat berlaku rada ayal, tidak ampun lagi bahu kirinya kena dicengkeram Bwee Tiauw Hong.   Lima Manusia aneh lainnya kaget, mereka menyerang dengan berbareng guna menolongi saudara mereka itu.   Tapi si Mayat Besi sudah berhasil, tak saja bajunya Kim Hoat robek, sepotong dagingnya pun kena tercukil dan dia berdarah-darah.   Cu Cong jadi berpikir, ia menduga-duga dimana kelemahan musuh lihay itu.   Ia tahu betul, siapa punya ilmu kedot, ia mesti mempunyai suatu anggota kelemahannya.   Karena ini ia berlompatan, menyerang sambil mencari-cari.   Di batok kepala ia totok jalan darah pek-hoay, di tenggorokan jalan darah hoan-kiat, sedang di perut jalan darah cee-cun dan di bebokong jalan darah bwee-liong, demikian pun jalan darah lainnya.   Ia sudah menontok belasan kali, tidak juga ada hasilnya, hingga ia menjadi berpikir keras.   Bwee Tiauw Hong dapat menerka maksud orang.   Dia berseru.   "Siucay rudin, ketahui olehmu, pada nyonya besarmu tidak ada bagiannya yang lemah, semua anggota tubuhnya telah terlatih sempurna!"   Dan tangannya menyambar lengan si mahasiswa itu! Cu Cong terkejut, baiknya ia gesit dan cerdik, tak tunggu tibanya cengkeraman, ia mendahului menotok telapak tangan orang.   Tiauw Hong kena cekal barang keras, ia heran, justru itu Cu Cong bebaskan diri.   Manusia Aneh ynag kedua itu menyingkir beberapa tindak, untuk lihat lengannya.   Di sana terpeta tapak lima jari tangan, melihat mana, ia menjadi terkesiap hatinya.   Syukur ia keburu membela dirinya, kalau tidak, celakalah ia.   Ia menjadi bersangsi.   Dipihaknya, sudah ada tiga yang kena tangan lihay si Mayat Besi.   Coba Tong Sie si Mayat Perunggu muncul, tidakkah mereka bertujuh saudara bakal roboh semuanya? Thio A Seng, Han Po Kie dan Coan Kim Hoat sudah lantas mulai tersengal-sengal napasnya, jidat mereka bermandikan peluh.   Tinggal Lam Hie Jin yang masih dapat bertahan demikian juga dengan Lam Siauw Eng Hie Jin karena tenaga dalamnya sempurna, Siauw Eng lantaran kegesitan tubuhnya.   Dipihak sana, Tiauw Hong malah bertambah gagah nampaknya.   Satu kali Cu Cong kebetulan menoleh ke arah tumpukan tengkorak, ia dapat lihat cahaya putih dari tengkorak-tengkorak itu.   Tiba-tiba ia bergidik, tetapi tiba-tiba juga, ia jadi ingat sesuatu.   Segera ia melompat, untuk lari ke arah peti mati, di mana Kwa Tin Ok lagi sembunyikan diri, sembari berlari, ia berteriak.   "Semua lekas menyingkir!"   Lima saudara itu mengerti teriakan itu, mereka lantas berkelahi sambil mundur. "Dari mana munculnya segala orang hutan yang hendak mencurangi nyonya besarmu!"   Kata Tiauw Hong dengan ejekannya.   "Sekarang sudah terlambat untuk kamu melarikan diri!"   Segera ia merangsak.   Lam Hie Jin bersama Coan Kim Boat dan Han Siauw Eng mencoba merintangi musuh ini, selagi begitu Cu Cong bersama Thio A Seng dan Han Po Kie, yang sudah lantas lari ke peti mati, sudah lanats kerahkan tenaga mereka, untuk angkat papan batu tutup dari peti mati itu.   Mereka menggesernya ke samping.   Hebat Bwee Tiauw Hong, ia dapat menyambar kayu pikulan dari Lam Hie Jin.   Ia menggunai tangan kirinya, maka itu dengan tangan kanannya, ia sambar sepasang mata lawannya itu.   Disaat itu, Cu Cong berteriak keras.   "Lekas turun menyerang!"   Dengan tangan kanan ia menunjuk ke atas, kedua matanya mengawasi ke langit, dengan tangan kirinya, yang diangkat tinggi, ia menggapai-gapai.   Itulah teriakan dan tanda untuk kawannya yang sembunyi di dalam peti mati, supaya kawan itu segera turun tangan.   Bwee Tiauw Hong heran, tanpa merasa ia angkat kepalanya, memandang ke atas.   Ia melainkan hanya lihat rembulan, ia tak tampak manusia seorang juga.   "   DI depan tujuh tindak!"   Cu Cong teriak pula.   Kwa Tin Ok di dalam peti mati telah siap sedia, segera kedua tangannya diayunkan, dengan begitu enam buah senjata rahasianya sudah lantas menyerang ke tempat tujuh tindak, sasarannya adalah tiga bagian atas, tengah dan bawah.   Pun, sambil berseru keras, ia turut lompat keluar dari dalam peti mati.   Maka itu, ia sudah lantas bekerja sama dengan enam saudaranya itu.   Bwee Tiauw Hong sendiri sudah lantas perdengarkan jeritan hebat dan menggiriskan.   Nyata kedua matanya telah menjadi korbannya tok-leng, senjata rahasianya Tin Ok itu.   Empat yang lain, yang mengenai dada dan paha, tidak memberi hasil, empat-empatnya jatuh menggeletak di tanah.   Bwee Tiauw Hong merasakan sangat sakit dan juga menjadi sangat gusar, tanpa hiraukan sakitnya itu, ia menggempur terus dengan kedua tangannya kepada Kwa Tin Ok, akan tetapi Tin Ok telah segara berkelit ke samping.   Dengan menerbitkan suara keras, batu telah kena terhajar hancur.   Dalam murkanya, Tiauw Hong terus menendang papan batu yang menghalangi di depannya, papan batu itu terpatah menjadi dua tanpa ampun lagi! Kanglam Cit Koay menyaksikan itu, hati mereka menggetar.   Untuk sesaat mereka tidak menyerang pula.   Bwee Tiauw Hong telah kehilangan penglihatan kedua matanya, maka itu sekarang ia berkelahi secara kalap.   ia bersilat ke empat penjuru, kedua tangannya menyambar berulang-ulang.   Cu Cong tidak buka suara, dengan tangannya ia memberi tanda kepada saudara-saudaranya menjauhkan diri dari orang kalap itu, dari itu, dari jauh-jauh, mereka menyaksikan lebih jauh bagaimana Mayat Besi menyambar pepohonan dan batu yang melintang di depannya, ia membuatnya pohon-pohon rubuh dan batu hancur tertendang.   Selang sekian lama, Tiauw Hong merasa matanya keras.   Ia rupanya menginsyafi yang ia telah terkena senjata rahasia yang ada racunnya.   "Kamu siapa?!"   Ia berteriak dengan pertanyaannya. "Lekas kasih tahu! Kalau nyonya besarmu mati, ia akan mati dengan puas!"   Cu Cong menggoyangi tangan kepada kakak tertuanya, untuk kakak itu jangan membuka suara.   Ia ingin si Mayat Besi mati sendirinya karena bekerjanya racun senjata rahasia itu.   Baharu dua kali ia menggoyangkan tangannya, ia jadi terperanjat sendirinya.   Kakak itu buta, mana dapat ia melihat tandanya itu? Benar saja, Tin Ok sudah perdengarkan suaranya yang dingin itu.   "Apakah kau masih ingat Hui-thian Sin Liong Kwa Pek Shia atau Hui-thian Pian-hok Kwa Tin Ok?"   Demikian tanyanya. Bwee Tiauw Hong melengak dan lalu tertawa panjang.   "Hai, bocah kiranya kau belum mampus?"   Tanya dia.   "Jadinya kau datang untuk menuntut balas untuk Hui-thian Sin Liong?"   "Tidak salah!"   Jawab Tin Ok.   "Kau juga belum mampus, bagus!"   Tiauw Hong menghela napas, ia berdiam. Tujuh saudara itu mengawasi, mereka berdiam tetapi siap sedia. Ketika itu angin dingin meniup membuat orang mengkirik. "Toako awas!"   Sekonyong-konyong Cu Cong dan Coan Kim Hoat berseru.   Belum habis peringatan kedua saudara itu, Tin Ok sudah merasakan sambaran angin ke arah dadanya, dengan menukikkan tongkat besinya ke tanah, tubuhnya lalu meleset naik ke atas pohon.   Bwee Tiauw Hong tubruk sasaran kosong, karenanya tubuhnya maju terus, merangkul pohon besar di belakang Tin Ok tadi, batang pohon besar itu tercengkeram sepuluh jarinya, menampak mana, enam Manusia Aneh itu bergidik sendirinya.   Coba Tin Ok yang terkena rangkul, masihkah ia mempunyakan nyawanya? Gagal serangan itu, Bwee Tiauw Hong berpekik keras, suaranya tajam dan terdengar jauh.   "Celaka, dia lagi memanggil Tong Sie, suaminya"   Kata Cu Cong dalam hatinya. Lalu ia meneruskan dengan seruannya."   Lekas bereskan dia!"   Ia pun mendahulukan, dengan kerahkan tenaga di tangannya, ia serang bebokongnya si Mayat Besi.   Ia menepuk keras.   Thio A Seng menyerang dengan salah satu potong papan batu yang tdai ditendang patah Bwee Tiauw Hong.   Ia pilih batok kepala musuh sebagai sasarannya.   Tiat Sie buta sekarang, ia pun belum pernah menyakinkan ilmu mendengar suara seprti Kwa Tin Ok, akan tetapi kupingnya terang, sambaran angin papan batu itu pun keras, ia dengar angin itu, maka itu, ia segera berkelit ke samping.   Ia dapat menghindar dari batu tetepi tidak serangannya Cu Cong.   Ia menjadi kaget apabila ia merasakan bebokongnya sakit sampai jauh di ulu hatinya.   Tidak peduli ia kebal tetapi serangan Biauw Ciu Sie-seng hebat bukan main, ia tergempur di bagian dalam.   Setelah hasilnya yang pertama ini, Cu Cong tidak berhenti sampai di situ.   Segera menyusul serangannya yang kedua.   Kali ini ia gagal, ia malah mesti lompat menyingkir.   Rupanya Tiauw Hong telah dapat menduga, ia mendahulukan menyambar.   tentu saja Manusia Aneh yang kedua ini tidak sudi menjadi korban.   Hampir berbareng dengan itu, dari kejauhan terdengar pekikan nyaring seperti pekikan Tiauw Hong barusan.   Pekikan itu membuat hati orang terkesiap.   lalu menyusul pekik yang kedua, yang terlebih nyaring lagi, tanda bahwa orang yang memperdengarkan itu telah datang lebih dekat.   Kanglam Cit Koay terkejut.   "Hebat larinya orang itu!"   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kata beberapa diantaranya.   Han Siauw Eng lompat ke samping, untuk memandang ke bawah bukit.   Ia tampak satu bayangan hitam lari mendatangi dengan cepat sekali.   Sembari mendatangi, bayangan itu masih berpekik-pekik.   Ketika itu Bwee Tiauw Hong sudah tidak mengamuk seorang diri lagi, ia berdiri diam dengan sikapnya yang siap sedia, napasnya diempos, guna mencegah racun di matanya dapat menjalar.   Dengan sikapnya ini ia menantikan suaminya, untuk suaminya itu tolongi dia sambil membasmi musuh.   Cu Cong segera geraki tangannya ke arah Coan Kim Hoat, lalu berdua mereka lompat ke gombolan rumput.   Bab 10.   Malam Yang Hebat Cu Cong ambil sikapnya ini untuk bersedia membokong musuh.   Ia percaya Tong Sie terlebih lihay daripada Tiat Sie, dari itu, ia terpaksa menggunai akal ini.   Itu waktu Siauw Eng telah kasih dengar suara kaget.   Ia tanmpak sekarang, di depan bayangan yang berpekikan tak hentinya itu, ada satu bayangan lain, yang kecil dan kate.   Karena tubuhnya kecil, bayangan ini tadi tidak kelihatan.   Ia lantas lari turun ke arah orang orang bertubuh kecil dan kate itu, sebab ia segera menduga kepada Kwee Ceng.   Ia berkhawatir berbareng girang.   Ia khawatirkan keselamatannya bocah itu, ia girang yang orang telah menepati janji.   Dan ia kemudia berlari, untuk memapaki, guna menyambut bocah itu.   Selagi dua orang ini mendatangi dekat satu dengan lain, Tong Sie si Mayat Perunggu pun telah mendatangi semakin dekat kepada Kwee ceng.   Ia dapat berlari dengan cepat luar biasa.   "Inilah hebat"   Pikir Siauw Eng.   "Aku bukan tandingannya Tong Sie.tapi mana dapat aku tidak menolong bocah itu?"   Maka terpaksa ia cepatkan tindakannya, terpaksa ia berteriak.   "Bocah, lekas lari, lekas lari!"   Kwee Ceng dengar suara itu, ia lihat si nona, ia menjadi kegirangan hingga ie berseru.   ia tidak tahu, di belakangnya dia tangan maut lagi menghampiri.   Siauw Mie To Thio A Seng telah menaruh hati kepada Han Siauw Eng sejak beberapa tahun, sampai sebegitu jauh belum pernah ia berani mengutarakan rasa hatinya itu, sekarang ia lihat si nona Han terancam bahaya, ia kaget dan berkhawatir, dengan melupakan bahaya, ia lari turun, niatnya mendahului nona itu, untuk memberi tahu supaya, habis menolongi orang, si nona terus menyingkir.   Lam Hie Jin semua memasang mata ke bawah bukit, mereka bersedia dengan senjata rahasia masing-masing, untuk menolongi Siauw Eng dan A Seng.   Segera juga Siauw Eng sampai kepada Kwee Ceng, tanpa bilang suatu apa, ia sambar bocah itu, terus ia memutar tubuh, guna lari balik, mendaki bukit.   Tiba-tiba ia rasai tangannya enteng, berbareng dengan itu, Kwee Ceng pun menjerit kaget! Bocah itu telah dirampas Tan Hian Hong, demikian bayangan yang mengejar itu.   Dengan kegesitannya, Siauw Eng lompat ke samping, dari situ ia menyerang dengan pedangnya ke iga kiri si Mayat Perunggu, tetapi ia gagal, maka ia susuli dengan tikaman ke arah mata.   Dengan beruntun ia mainkan jurus "Hong Hong tiam tauw" Burung Hong menggoyang kepala, dan "Wat Lie Kiam-hoat"- ilmu pedangnya gadis Wat.   Tan Hian Hong mengempit Kwee Ceng di dengan lengan kirinya, ia kasih lewat ujung pedang, lalu dengan sikut kanannya, ia menyampok, setelah pedang itu berpindah arah, ia meneruskan menyambar si nona dengan jurusnya "Sun swi twi couw" Menolak Perahu Mengikuti Air.   Sia-sia Siauw Eng tarik pedangnya, untuk diteruskan dipakai membabat, tanganya Hian Hong mendahulukan menepuk pundaknya, hingga seketika ia roboh ke tanah.   Tan Hian Hong tidak berhenti sampai disitu, ia memburu dan ulur tangannya yang terbuka ke ubun-ubunnya nona Han.   Ia bergerak dalam jurus Kiu Im Pek-kut Jiauw yang lihay yang untuk meremukkan batok kepala orang.   Thio A Seng sudah maju tinggal beberapa tindak lagi, ia melihat ancaman bahaya terhadap si nona yang ia sayangi, ia lompat kepada si nona itu, untuk mengahalangi serangan, tetapi justru karena ini, bebokongnya mewakilkan Siauw Eng kena dijambret, hingga lima jarinya si Mayat Perunggu masuk ke dalam dagingnya.   Ia menjerit keras tetapi pedangnya dikerjakan untuk dipakai menikam ke dadanya lawan! Hanya, kapan Hian Hong mengempos semangatnya, pedang itu meleset di dadanya itu.   Berbareng dengan itu, si Mayat Perunggu lemparkan tubuh musuhnya.   Cu Cong bersama Coan Kim Hoat, Lam Hie Jin dan Han Po Kie lantas lari menyusul tubuh saudaranya itu.   "Hai, perempuan bangsat, bagaimana kau?!"   Terdengar teriakannya Hian Hong. Tiauw Hong tengah memegangi pohon besar, ia menyahut dengan keras.   "Lelaki bangsat,sepasang mataku dirusak oleh mereka itu! ikalau kau kasih lolos satu saja diantara tiga ekor anjing itu, sebentar akan aku adu jiwa denganmu!"   "Bangsat perempuan, legakan hatimu!"   Sahut Tan Hian Hong.   "Satu juga tidak bakal lolos!"   Sambil mengucap begitu, ia serang Han Siauw Eng dengan dua-dua tangannya. Dengan gerakannya "Lay louw ta Kun"   Atau "Keledai malas bergulingan", Siauw Eng buang diri dengan bergulingan, dengan begitu ia bisa menyingkir beberapa tindak, hingga ia bebas dari bahaya. "Kau masih memikir untuk menyingkir?"   Tanya Hian Hong.   Thio A Seng rebah di tanah dengan terluka parah, menampak nona Han dalam bahaya, ia menahan sakit, ia kerahkan semua tenaganya, ia menerjang kepada musuh itu.   Hian Hong lihay sekali, batal meneruskan serangannya kepada Siauw Eng, ia papaki kakinya Thio A Seng itu, lima jarinya masuk ke dalam daging betis, maka itu, tak dapat Siauw Mie To bertahan lagi, setelah satu jeritan keras, ia jatuh pingsan.   Justru itu, Siauw Eng lepas dari marabahaya, sambil lompat bangun, ia menyerang musuhnya.   Tapi sekarang ia menginsyafi lihaynya musuh, ia tak mau berkelahi secara rapat, saban kali si Mayat Perunggu hendak menjambak, ia jauhkan diri, ia berputaran.   Di waktu itu, Lam Hie Jin dan yang lainnya telah tiba, malah Cu Cong bersama Coan Kim Hoat mendahulukan menyerang denagn senjata rahasia mereka.   Tan Hian Hong kaget dan heran akan menyaksikan semua musuhnya demikian lihay, ia menduga-duga siapa mereka dan kenapa mereka itu muncul di gurun pasir ini.   Akhirnya ia berteriak.   "Eh, perempuan bangsat, makhluk-makhluk ini orang-orang macam apakah?!"   Bwe Tiauw Hong sahuti suaminya itu.   "Mereka itu adalah saudaranya Hui-thian Sin Liong dan konconya Hui Thian Phian-hok!"   "Oh!"   Berseru Hian Hong. Lantas ia mendamprat. "Bagus betul, bangsat anjing, kiranya kau belum mampus! Jadinya kamu datang kemari untuk mengantarkan nyawa kamu!"   Tapi ia juga khawatirkan keselamatan istrinya, ia lalu menanya.   "Eh, perempuan bangsat, bagaimana dengan lukamu? Apakah luka itu menghendaki jiwa kecilmu yang busuk itu?!" Bwee Tiauw Hong menyahuti suaminya dengan mendongkol.   "Lekas bunuh mereka! Nyonya besarmu tidak bakalan mampus!"   Hian Hong tahu luka istrinya itu berat, kalau tidak, tidak nanti ia pegang pohon saja dan tiak datang membantu.   Istri itu sengaja pentang mulut besar.   Ia berkhawatir tetapi ia dapat menghampiri istrinya itu.   Cu Cong berlima telah kurung padanya, sedang yang satunya lagi, yaitu Kwa Tin Ok, berdiri diam sambil menanti ketikanya.   Ia lantas lepaskan Kwee Ceng, yang ia lempar ke tanah, meneruskan gerakan tangan kirinya itu, ia serang Coan Kim Hoat.   Kim Hoat kaget melihat Kwee Ceng dilempar.   Bocah itu dalam bahaya.   Karena itu, sambil berkelit, ai terus lompat kepada Kwee Ceng, tubuh siapa ia sambar, dengan lompat berjumpalit, ia menyingkir setombak lebih.   Gerakannya itu ialah yang dinamakan "Leng miauw pok cie"   Atau "Kucing gesit menerkam tikus", untuk menolongi diri berbareng menolongi orang.   Hian Hong kagum hingga ia memuji di dalam hatinya.   tapi ia telengas, makin lihay musuh, makin keras niatnya untuk membinasakan mereka, apalagi sekarang ini latihannya ilmu yang baru, Kiu Im Pek-kut Jiauw, sudah selesai delapan atau sembilan bagian.   Tiba-tiba ia berpekik, kedua tangannya bekerja, meninju dan menyambar.   Kelima Manusia Aneh dari Kanglam itu menginsyafi bahaya, karenanya mereka berkelahi dengan waspada, tak sudi mereka merapatkan diri.   Maka itu kurungan mereka menjadi semakin lebar.   Setelah berselang begitu lama, Han Po Kie tunujk keberaniannya.   Ia menyerang dengan Teetong Pian-hoat, yaitu ilmu bergulingan di tanah, guna menggempur kaki lawan.   Dengan caranya ini, ia membikin perhatiannya tan Hian Hong menjadi terbagi.   Karena ini, satu kali ia kena dihajar kayu pikulan Lam Hie Jin, hingga bebokongnya berbunyi bergedebuk.   Walaupun merasakan sakit, tapinya ia tidak terluka, dia hanya terteriak menjerit-jerit, berbareng dengan itu, tangannya menyambar penyerangnya itu.   Belum lagi Hie Jin menarik pulang senjatanya, sambaran itu sudah sampai kepadanya, terpaksa ia melenggakkan tubuhnya.   Lihay tangannya Hian Hong itu.   Diwaktu dipakai menyambar, buku-buku tulangnya memperdengarkan suara berkeretekan, lalu tangannya itu seperti terulur menjadi lebih panjang dari biasanya.   berbareng dengan itu juga da tercium bau bacin.   Hie Jin kaget sekali.   Selagi ia dapat mencium bau itu, tangan musuh yang berwarna biru sudah mendekati alisnya, atau sekarang tangan itu atau lebih benar lima jarinya sudah mendekati ubun-ubunnya! Dalam keadaan sangat berbahya itu, ia gunai Kim-na-hoat, ilmu menangkap tangan, guna membnagkol lengan musuh itu, untuk diputar ke kiri.   Berbareng dengan itu, Cu Cong pun merangsak ke belakang Tong Sie, si Mayat Perunggu itu, tangan kanannya yang keras seperti besi, diulur, guna mencekik leher musuh itu.   Karena tangan kanannya itu terangkat, dengan sendirinya dadanya menjadi terbuka.   Ia tidak menghiraukan lagi hal ini karena adiknya terancam dan adiknya itu perlu ditolongi.   Sekonyong-konyong saja guntur berbunyi sangat nyaring, lalu dengan tiba-tiba juga, mega hitam menutup sang putri malam, hingga semua orang tidak dapat melihat sekalipun lima jari tangannya di depan matanya! Di dalam gelap gulita itu, orang dengar suara merekek dua kali dan suara "Duk!"   Satu kali, tanda tenaga diadu.   Itulah Tan Hian Hong, yang telah pertunjuki tenaganya yang menyebabkan Hie in patah bahu kirinya, sedang sikutnya yang kiri menghajar dadanya Cu Cong.   Rasa sakit tiba-tiba membuat Cu Cong meringis dan tangannya yang dipakai mencekik leher musuh terlepas sendirinya, sebab tubuhnya terpental rubuh saking kerasnya serangan sikut itu.   Hian Hong sendiri bukannya tidak menderita karenanya, sebab tadi hampir-hampir ia tak dapat bernapas, setelah bebas, ia lompat ke samping, untuk lekas-lekas menjalankan napasnya.   "Semua renggang!"   Teriak Han Po Kie dalam gelap gulita itu. "Citmoay, kau bagaimana"   "Jangan bersuara!"   Menjawab Siauw Eng, si adik yang ketujuh itu. Dan ia lari ke samping beberapa tindak. Kwa Tin Ok dengari segala gerak-gerik, ia menjadi heran sekali.   "Jitee, kau bagaimana?"   Ia terpaksa bertanya. "Sekarang ini langit gelap sekali, siapa pun tidak dapat melihat siapa,"   Coan Kim Hoat memberitahu. Mendengar itu, Hui Thian Pian-hok si Kelelawar Terbangkan Langit itu menjadi girang luar biasa. "Thian membantu aku!"   Ia memuji dalam hatinya.   Diantara tujuh Manusia Aneh, tiga sudah terluka parah, itu artinya Kanglam Cit Koay telah kalah besar, maka syukur untuknya, sang guntur menyebabkan langit menjadi gelap gulita, habis mana, sang hujan pun turun menyusul.   Semua orang berhenti bertempur karenanya, tidak ada satu pun yang berani mendahului www.kangzusi.com   bergerak pula.   Kwa Tin Ok berdiam, dengan lihaynya pendengarannya itu, walaupun ada suara hujan, samar-samar ia masih mendengar suara napas orang.   Dengan waspada ia pasang terus kupingnya.   Ia dengar suara napas di sebelah kiri ia, terpisahnya delapan atau sembilan tindak daripadanya.   Ia merasa pasti, itu bukan napas saudara angkatnya, dengan lantas ia ayunkan kedua tangannya, akan terbangkan enam batang tok-leng, diarahkan ke tiga penjuru.   Tan Hian Hong adalah orang yang diserang.   Si Mayat Perunggu lihay sekali.   Ia dengar sambaran angin, ia segera menunduk.   Dua batang tok-leng lewat di atas kepalanya.   Empat yang lain tepat mengenai tubuhnya, tetapi ia kebal seperti istrinya, ia tidak terluka, ia melainkan merasa sangat sakit.   Karena serangan tok-leng ini, ia menjadi tahu di mana adanya si penyerang, musuhnya itu.   Ia lompat ke arah musuh itu, kedua tangannya dipakai untuk menyambar.   Ia tidak kasih dengar suara apa-apa.   Tin ok dengar suara angin, ia lantas berkelit, sambil berkelit, ia menghajar dengan tongkatnya.   Dengan begitu, di tempat gelap gulita itu, dua orang ini bertempur.   Satu dengan yang lain tidak dapat melihat, mereka dari itu Cuma andalkan kuping mereka, mereka melainkan mendengari suara sambarannya angin.   Han Po Kie bersama Han Siauw Eng dan Coan Kim Hoat, yang ketahui kakaknya tengah bertenpur, sudah lantas kasih dengar seruan mereka berulang-ulang, untuk menganjurkan kakak itu, guna mencoba mengacaukan pikiran musuh.   Disamping itu dengan meraba-raba, mereka pun menolongi tiga saudara mereka yang tealh terluka.   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Pertempuran Hian Hong dengan Tin Ok hebat dengan cepat telah berlalu dua sampai tigapuluh jurus.   Untuk Han Po Kie beramai, rasanya pertempuran itu berjalan sudah lama, disebabkan ketegangan dan kecemasan hati mereka.   Ingin mereka membantui saudara mereka itu tetapi mereka tidak dapat melihat.   Tiba-tiba Hian Hong menjerit aneh.   Dua kali ia terhajar tongkat, suara terhajarnya terdengar nyata.   Mendengar itu, Po Kie semua bergirang.   Itulah tandanya kakak mereka mulai berhasil.   Selagi orang kegirangan, mendadak kilat menyambar, memperlihatkan sinar terang.   Coan Kim Hoat terkejut, ia berseru.   "Toako, awas!"   Hian Hong sangat lihay dan gesit, selagi Kim Hoat bersuara, tubuhnya sudah mencelat maju, untuk mendesak Kwa Tin Ok.   Ia tidak hiraukan tongkat lawan, yang kembali mampir di tubuhnya yang kebal itu.   Tongkat itu ia papaki denagn pundaknya yang kiri, tangannya sendiri diputar ke atas, guna menangkap tongkat musuh itu.   Berbareng dengan gerakan tangan kiri ini, tangan kanannya menjambak ke depan.   Sinar kilat sudah lenyap tetapi sambaran itu telah mengenai sasarannya.   Tin Ok kaget tidak kepalang, ia melompat mundur.   Gerakannya itu terhalang, karena bajunya kena terjambak dan robek karenanya.   Karena ini, Hian Hong lanjuti serangannya tanpa berlengah sedetikpun, dengan mengepal lima jari tangannya, ia lanjuti serangannya, lengannya itu terulur panjang.   Telak serangan itu, tubuh Tin Ok terhuyung.   tapi ia belum bebas bahaya.   Tongkatnya yang terampas Hian Hong, oleh Hian Hong dipakai menyerang ia dalam rupa timpukan! Bukan main girangnya si Mayat Perunggu, ia tertawa sambil berlenggak, ia berpekik secara aneh.   Justru itu, kilat berkelebat pula, maka juga Han Po Kie menjadi kaget sekali.   ia melihat bagaimana tongkat kakaknya itu, yang digunai Hian Hong, tengah menyambar ke kakaknya itu, yang tubuhnya terhuyung.   Syukur dalam kagetnya itu, ia masih ingat untuk segera menyerang denagn cambuknya, guna mencegah dan melibat tongkat itu.   "Sekarang hendak aku mengambil nyawa anjingmu, manusia cebol terokmok!"   Berseru Hian Hong, yang lihat aksinya si orang she Han, yang menolongi kakanya itu.   Ia lantas berlompat, guna hampirkan si cebol.   Tapi kakiknya terserimpat, seperti ada tangan yang menyambar merangkul.   Orang itu bertubuh kecil.   Ia menduga tak keliru, orang itu ialah Kwee Ceng! Segera ia menunduk, untuk sambar bocah itu.   "Lepaskan aku!"   Menjerit Kwee Ceng. "Hm!"   Hian Hong ksaih dengar suaranya yang seram.   Tetapi tiba-tiba Tan Hian Hong perdengarkan jeritan yang hebat sekali, tubuhnya terus roboh terjengkang.   Ia terkena justru bagian tubuhnya yang terpenting, ialah kelemahannya.   Ia melatih diri dengan sempurnya, ia menjadi tidak mempan barang tajam, kecuali pusarnya itu.   Lebih celaka lagi, ia terkena pisaunya Khu Cie Kee, yang tajamnya bahkan sanggup mengutungi emas dan batu kemala.   Diwaktu bertempur ia selalu melindungi perutnya, tetapi sekarang selagi mencekuk satu bocah, ia lupa.   Ini dia yang dibilang "Orang yang pandai berenang mati kelelap, di tanah rata kereta rubuh ringsak".   Sebagai jago is terbinasa di tangannya satu bocah yang tidak mengerti ilmu silat.   Bwee Tiauw Hong si Mayat Besi dapat dengar jeritan suaminya itu, dari atas bukit ia lari untuk menghampirkan.   Satu kali ia kena injak tempat kosong, ia terjeblos dan roboh terguling-guling.   Tetapi ia bertubuh kuat, berurat tembaga bertulang besi, ia tidak terluka.   Segera ia tiba di samping suaminya.   "Lelaki bangsat, kau kenapa?"   Ia tanya. Tak pernah ia lupai kebiasaannya membawa-bawa "bangsat", sebagaimana juga kebiasaan suaminya. "Celaka, perempuan bangsat."   Sahut Hian Hong lemah.   "Lekas kau lari!"   Kwee Ceng dengar pembicaraan itu. Setelah menikam dan terlepas dari cekukan, ia bersembunyi di pinggiran. Ia takut bukan main. Sang istri kertak giginya.   "Akan aku balaskan sakit hatimu!"   Ia berseru. "Kitab itu telah aku bakar"   Kata Hian Hong, suaranya terputus-putus.   "Rahasianyadi dadaku"   Ia tak dapat bernapas terus, tulang-tulangnya lantas meretak berulang-ulang.   Tiauw Hong tahu, disaat hendak menghembuskan napas terakhir, suaminya itu telah membuyarkan tenaga dalamnya.   Itulah siksaan hebat.   ia tak dapat mengawasi suaminya itu tersiksa begitu rupa.   Maka juga, ia kuatkan hatinya lalu dengan tiba-tiba, ia hajar batok kepala suaminya.   Maka sejenak itu, habislah nyawa jago itu.   Istri ini lantas meraba ke dada orang, untuk mengambil kitab yang dikatakan suaminya itu, ialah kitab Kiu Im Cin Keng bagian rahasianya.   Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong ini asalnya adalah saudara satu perguruan, mereka adalah murid-muridnya Tocu Oey Yok Su, pemilik dari pulau Tho Hoa To di Tang Hay, Laut Timur.   Oey Yok Su adalah pendiri dari suatu kaum persilatan sendiri, kepandaiannya itu ia ciptakan dan yakinkan di pulau Tho Hoa To itu.   Sejak ia berhasil menyempurnakan ilmu kepandaiannya, tidak pernah ia pergi meninggalkan pulaunya itu.   Karena ini, untuk di daratan Tionggoan, sedikit orang yang ketahui kelihayannya, maka juga ia kalah terkenal dari kaum Coan Cin Kauw yang kenamaan di Kwantong dan Kwansee dan Toan Sie yang kesohor di Selatan (Thian Lam).   Dua saudara seperguruan itu terlibat api asmara sebelum mereka lulus.   Mereka insyaf, kalau rahasia mereka ketahuan, mereka bakal dihukum mati dengan disiksa.   Maka itu pada suatu malam gelap buta, mereka naik sebuah perahu kecil, kabur ke pulau Heng To di sebelah selatan, dari mana mereka menyingkir lebih jauh ke Lengpo di propinsi Ciatkang.   Tan Hian Hong tahu, ilmu silatnya cukup untuk membela diri tetapi tak dapat digunai untuk menjagoi, sekalian buron, maka ia tak berbuat kepalang tanggung, ia curi sekalian kitab Kiu Im Cin Keng dari gurunya, untuk mana ia nyelusup masuk ke kamar gurunya itu.   Kapan Oey Yok Su ketahui perbuatannya kedua murid itu, ia murka bukan main.   Tapi ia telah bersumpah tidak akan meninggalkan Thoa Hoa To, terpaksa ia membiarkan saja, hanya saking murkanya, lain-lain muridnya menjadi korbannya.   Semua muridnya itu ia putuskan urat-uratnya, hingga mereka menjadi manusia-manusia bercacad seumur hidupnya, lalu ia usir mereka dari pulaunya.   Hian Hong dan Tiauw Hong menyembunyikan diri untuk menyakinkan Kiu Im Cin Keng itu.   Dengan begini mereka bikin diri mereka menjadi jago.   Belum pernah ada orang yang sanggup robohkan mereka.   Sebaliknya, mereka telah minta bnayak korban, apapula makin lama mereka jadi makin telangas.   Pada waktu suami istri kejam ini dikeroyok orang-orang gagah dari pelbagai partai persilatan di utara Sungai Besar.   Medan pertempuran ada di atas gunung Heng San.   Dua kali mereka mendapat kemenangan, baru ketiga kalinya, mereka kena dilukakan, hingga mereka kabur untuk sembunyikan diri.   Kekalahan ini disebabkan terlalu banyak pengepungnya.   Mereka sembunyikan diri sampai belasan tahun, tidak ada kabar ceritanya, hingga orang percaya mereka sudah mati karena luka-lukanya.   Tidak tahunya, mereka terus menyakinkan Kiu Im Cin Keng bagian "Kiu Im Pek Kut Jiauw"   Atau "Cengkeraman Tulang Putih"   Dan "Cui Sim Ciang"   Atau "   Tangan Peremuk Hati".   Aneh tabiat Hian Hong, walaupun pada istrinya, ia tidak hendak beri lihat kitab Kiu Im Cin Keng itu, biar bagaimana Tiauw Hong memohonnya, ia tidak ambil peduli, adalah setelah ia sendiri berhasil mempelajarinya, baru ia turunkan kepandaian itu kepadanya istrinya.   Ketika istrinya desak, Hian Hong menjawab.   "Sebenarnya kitab ini terdiri dari dua bagian. Saking tergesa-gesa, aku dapat curi cuma sebagian, sebagian bawah. Justru di bagian atas adalah pelajaran pokok dasarnya. Adalah berbahaya menyakinkan bagian bawah tanpa bagian atas. dari itu, biar aku yakinkan sendiri dulu. Kalau tidak, atau kalau kau termaha, kau bisa celaka. Kau tahu, kepandaian yang kita sudah dapati dari suhu masih belum cukup untuk pelajari bagian bawah ini. Maka itu, aku mesti memilih dengan teliti."   Tiauw Hong percaya pada suaminya, ia tidak memaksa lebih jauh.   Adalah sekarangm, disaat dia hendak menutup mata, Hian Hong suka serahkan kitabnya itu pada istrinya.   Tapi bukan kitabnya sendiri yang dia telah bakar, hanya singkatannya atau rahasia pokoknya.   Tiauw Hong lantas raba dada suaminya, ia tidak dapatkan apa-apa.   Ia heran hingga ia diam menjublak.   Tentu saja, ia menjadi penasaran, maka ia hendak memeriksa, untuk mencari terlebih jauh.   Sayang untuknya, ia tidak sempat mewujudkan niatnya itu.   Sebab Han Po kie bersama Siauw Eng dan Coan Kim Hoat, membarengi berkelebatnya kilat, hingga mereka bisa melihat musuh, sudah lantas maju menyerang.   Repot juga Tiauw Hong, yang kedua matanya sudah buta.   Ia sekarang hanya mengandal pada kejelian kupingnya, kepada gerak-gerik angin.   Ia tahu ada orang serang padanya, ai melawan dengan mainkan tipu-tipu Kim-na-hoat, ilmu Menyambar dan Menangkap.   Adalah keinginannya ilmu ini agar musuh berkelahi rapat.   Ketiga Manusia Aneh ini menjadi cemas, bukan saja mereka tidak dapat mendesak, mereka sendiri saban-saban menghadapi ancaman.   Di dalam hatinya, Po Kie berkata.   "Celaka betul! Bertiga kita lawan satu wanita buta, kita tidak berhasil, runtuhlah nama nama Kanglam Cit Koay"   Maka itu, ia berpikir keras.   Setelah itu mendadak ia menyerang hebat kepada bebokong lawannya.   Ia ambil kedudukan di belakang musuhnya itu.   Terdesak juga Tiauw Hong diserang hebat dari belakang.   Ketika ini digunai Siauw Eng akan menikam dengan pedangnya dan Kim Hoat dengan dacinnya.   Hebat pengepungan ini.   Sekonyong-konyong datang angin besar, membawa mega hitam dan tebal, membuat langit menjadi gelap-gulita pula.   Saking hebatnya, pasir dan batu pada beterbangan.   Kim Hoat bertiga terpaksa lompat mundur, untuk terus mendekam.   Bisa celaka mereka dirabu pasir dan batu itu.   Syukur, angin tidak mengganas terlalu lama.   Hujan pun turut berhenti perlahan-lahan.   Malah dilain saat, dengan terbangnya sang mega, si putri malam pun mulai mengintai pula dan muncul lagi.   Han Po Kie yang paling dulu lompat bangun, tetapi segera ia menjerit heran.   Bwee Tiauw Hong lenyap, lenyap juga mayatnya Tan Hian Hong.   Masih rebah tengkurap adalah Kwa Tin Ok, Cu Cong, lam Hie Jin dan Thio A Seng, empat saudaranya itu.   Kwee Ceng mulai muncul dari belakang batu dimana ia tadi bersembunyi.   Semua orang basah kuyup pakaiannya.   Dibantu oleh Siauw Eng dan Po Kie, Coan Kim Hoat lantas tolongi saudara-saudaranya yang terluka itu.   Lam Hie Jin patah lengannya, syukur ia tidak terluka dalam.   Syukur Tin Ok dan Cu Cong telah lihay ilmu dalamnya, walaupun mereka terhajar Tong Sie, si Mayat Perunggu, luka mereka tidak parah.   Adalah Thio A Seng, yang tercengkeram Kiu Im Pek-kut Jiauw, lukanya berbahaya, jiwanya terancam.   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ia membikin enam saudaranya sangat berduka, karena sangat eratnya pergaulan mereka, lebih-lebih Han Siauw Eng, yang tahu kakak angkatnya yang kelima ini ada menaruh cinta kepadanya, sedang ia pun ada menaruh hati.   Ia lantas peluki A Seng dengan ia menangis tersedu sedan.   Thio A Seng adalah Siauw Mie To, si Buddha Tertawa, walaupun lagi menghadapi bahaya maut, ia masih dapat tersenyum.   Ia ulur tangannya, untuk mengusap-usap rambut adik angkatnya itu.   "Jangan menangis, jangan menangis, aku baik-baik aja"   Ia menghibur. "Ngoko, akan aku menikah denganmu, untuk menjadi istrimu! Kau setuju, bukan?"   Kata nona Han itu tanpa malu-malu. A Seng tertawa, tapi lukanya sangat mendatangkan rasa sakit, terus ia berjengit, hampir ia tak sadarkan diri. "Ngoko, legakan hatimu,"   Kata pula si nona.   "Aku telah jadi orangnya keluarga Thio, seumurku, aku tidak nanti menikah dengan lain orang.kalau nanti aku mati, aku akan selalu bersama kamu"   A Seng masih dengar suara tu, ia tersenyum pula, hingga dua kali.   "Citmoay, biasanya aku perlakukan kau tidak manis"   Katanya. Masih dapat ia mengatakan demikian. Siauw Eng menangis.   "Kau justru perlakukan aku baik, baik sekali, inilah aku ketahui,"   Katanya. Tin Ok terharu sekali, begitupun dengan yang lainnya. Merek aitu pada melinangkan air mata. "Kau datang kemari, kau tentu hendak berguru pada kami?"   Cu Cong tanya Kwee Ceng, ynag telah hampirkan mereka. Bocah itu menyahuti.   "Ya!"   "Kalau begitu, selanjutnya kau mesti dengar perkataan kami,"   Kata Cu Cong pula. Kwee Ceng mengangguk. "Kami tujuh saudara adalah gurumu semua,"   Kata Cu Cong.   "Ini gurumu yang kelima bakal pulang ke langit, mari kau hunjuk hormatmu padanya."   Meski masih kecil, Kwee Ceng sudah mengerti banyak, maka itu, ia jatuhkan diri di depan tubuh A Seng, untuk bersujud sambil mengangguk berulangkali. Thio A Seng tersenyum meringis.   "Cukup"   Katanya. Ia menahan sakit.   "Anak yang baik, sayang aku tidak dapat memberi pelajaran kepadmu. Sebenarnya sia-sia saja kau berguru padaku. Aku sangat bodoh, aku pun malas kecuali tenagaku yang besar. Coba dulu aku rajin belajar, tidak nanti aku antarkan jiwa disini.."   Tiba-tiba kedua matanya berbalik, ia menarik napas, tapi masih meneruskan kata-katanya.   "Bakatmu tidak bagus, perlu kau belajar rajin dan ulet, jikalau kau alpa dan malas, kau lihat contohnya gurumu ini."   Masih A Seng hendak berkata pula, tenaganya sudah habis, maka Siauw Eng pasang kupingnya, di mulutnya kakak angkatnya itu. Si nona masih dengar. "Ajarilah ini anak dengan baik-baik, jaga supaya ia jangan kalah dengan ituimam"   "Jangan khawatir,"   Siauw Eng menjawab.   "Legakan hatimu, kau pergilah dengan tenangKita Kanglam Cit Koay, tidak nanti kita kalah!"   A Seng tertawa, perlahan sekali, habis itu berhentilah ia bernapas..   Enam saudara itu memangis menggerung-gerung, kesedihan mereka bukan main.   Walaupun semuanya bertabiat aneh, mereka tetap manusia biasa, mereka juga saling menyinta.   Dengan masih menangis, mereka menggali liang, untuk mengubur jenazah saudaranya itu ditempat itu.   Sebagai nisan, mereka mendirikan satu batu besar.   Itu waktu, cuaca sudah menjadi terang, maka Coan Kim Hoat dan Han PO Kie lantas turun gunung untuk cari mayatnya si MayatPerunggu serta Bwee Tiauw Hong, si Mayat Besi.   Mereka mencari denagn sia-sia.   Habis hujan lebat, di tanah berpasir mesti ada tapak kaki tetapi ini tidak.   Entah kemana perginya Tiauw Hong beserta mayat suaminya itu.   "Di tempat begini, tidak nanti wanita itu kabur jauh," kata Cu Cng sekembalinya kedua saudara itu.   "Sekarang mari kita antar anak ini dan kita pun merawat diri, kemudian kau, shatee, lioktee dan citmoay, coba kau pergi mencari pula."   Pikiran ini disetujui, maka habis mengucurkan airmata di depan kuburan A Seng, mereka pun turun dari gunung.   Mereka jalan belum jauh tempo mereka dengar menderunya binatang liar, yang terus terdengar berulang-ulang.   Po Kie keprak kudanya, maka itu kuda berlompat ke depan.   Lari serintasan, binatang itu berhenti dengan tiba-tiba, tak mau ia maju walaupun dipaksa majikannya.   Po Kie menjadi heran, ia memasang mata ke depan.   Di sana tertampak serombongan orang serta dua ekor macam tutul menoker-noker pada tanah.   Itulah sebabnya kenapa kuda si kate tidak berani maju terus.   Tidak ayal lagi, Po Kie lompat turun dari kudanya, dengan cekal Kim-kiong-pian, ia maju ke arah mereka.   Segera ia dapat tahu perbuatannya itu macan tutul.   Dua ekor macan tutul itu telah dapat mengorek satu mayat, malah jago Kanglam ini kenali itu mayatnya Tan Hian Hong, yang terluka dari leher sampai di perutnya, seluruhnya berlumuran darah, seperti ada dagingnya yang orang telah potong.   Heran Po Kie.   Ia berpikir.   "Dia mati di atas gunung, kenapa mayatnya ada di sini? Siapakah orang-orang itu? Apakah maksudnya maka itu mayat diganggu?"   Itu waktu Coan Kim Hoat semua telah datang menyusul, maka mereka pun saksikan myatnya Hian Hong itu.   Mereka menjadi heran sekali.   Diam-diam mereka bergedik menyaksikan itu musuh tangguh.   Coba tidak ada Kwee Ceng, setahu bagaimana jadinya dengan mereka.   Kedua macan tutul itu sudah mulai gerogoti mayatnya Hian Hong.   "Tarik macan itu!"   Kata satu anak kecil yang menunggang kuda, yang berada di antara rombongan orang tadi. Ia menitahkan orangnya, yang menjadi tukang pelihara macan tutul itu. Tempo ia lihat Kwee Ceng, dia membentak.   "Hai, kau sembunyi di sini! Kenapa kau tidak berani membantui Tuli bertarung? Makhluk tidak punya guna!"   Bocah itu ialah Tusaga, putranya Sangum. "Eh, kamu mengepung pula Tuli?"   Tanya Kwee Ceng, yang agaknya kaget.   "Di mana dia?"   Tusaga perlihatkan roman tembereng dan puas. "Aku tuntun macan tutulku menyuruhnya geharesi dia!"   Sahutnya.   "Kau lekas menyerah! Kalau tidak, kau pun bakal digegaren macanku!"    Darah Daging Karya Kho Ping Hoo Darah Daging Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini