Ceritasilat Novel Online

Pengelana Rimba Persilatan 4


Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi Bagian 4


Pengelana Rimba Persilatan Karya dari Huang Yi   Fu Ke-wei yang mengejar sampai tiga zhang, mendadak menerkam kedepan, disaat sekejap tubuhnya menempel tanah, kilatan sinar dengan kecepatan yang tidak dapat dilihat mata telanjang, sudah tiba didepan dadanya Ratu Lebah.   Ratu Lebah sudah tidak dapat menghindar, hanya dengan reflek menggerakan tubuh, pisau Xiu-luo langsung menusuk masuk kedada kanan bawah, seluruh tubuhnya bergetar, seperti terkena listrik.   Hujan jarum bersiut lewat dari atas punggung Fu Ke-wei, semuanya tidak berhasil mengenai sasaran, ada beberapa lewat hampir menempel di belakang kepala, bahayanya setipis rambut.   Fu Ke-wei menerkam sambil melempar pisau saat lawan telah melemparkan jarum seperti hujan, Pisau Xiu-luo malah lebih cepat sekejap dari hujan jarum, perhitungannya memang tepat dan hebat sekali, meski bergerak belakangan tapi sampai lebih dulu, tidak aneh Ratu Lebah sampai tidak punya kesempatan menghindar, dia hanya sempat bergerak menghindar dari tusukan pisau di tempat yang mematikan.   Dia meloncat berdiri, maju dengan langkah besar.   Sepasang tangannya menahan dadanya, membalikan tubuh sempoyongan lari kesungai.   Fu Ke-wei perlahan mengikuti, dengan keras berkata.   "Jangan harap kau ingin mati di dalam air."   Langkah Ratu Lebah kacau, tapi tetap berlari ke depan, dia sudah hampir sampai di sungai.   "Semua karena berhubungan dengan hidup matinya diriku, aku tidak dapat kasihan padamu."   Nada bicara Fu Ke-wei semakin dalam.   Saking sakitnya seluruh tubuh Ratu Lebah sampai gemetar, langkahnya semakin lambat bergoyang-goyang.   "Jika aku tidak bisa mendapatkan ketua kalian, ketua kalian akan tidak akan berhenti mengutus orang diam-diam membunuh aku, di tempat mana pun aku harus waspada ada orang yang diam-diam ingin membunuhku, minum seteguk air juga mungkin bisa mati terkena racun.   Makanya, aku tidak akan berhenti."   Ratu Lebah sudah hampir sampai di air, lalu jatuh, kembali berusaha berdiri.   "Berani diam-diam membunuh aku, dan dapat mengutus banyak orang, merencanakan jebakan yang rapih, orang ini pasti adalah orang yang hebat.   Diantara aku dan dia, hanya boleh satu orang yang hidup, setelah ada yang mati baru boleh selesai."   Nada bicara Fu Ke-wei tegas dan kuat, menggetarkan telinga, dan penuh percaya diri.   "menangkap bangsat tangkap dulu rajanya, tidak menangkap otak pembunuhnya, aku tidak bisa tidur tenang."   Akhirnya Ratu Lebah sudah sampai pada jarak kurang lebih satu zhang dari sisi air, mendadak dia menerjang ke depan.   Fu Ke-wei cepat maju ke depan, menangkap lengan kanannya, sekali tarik.   Dia menjerit kesakitan, lalu dilemparkan ke pantai, tubuhnya meronta, terlentang, kaki dan tangan semakin lemas.   "Aku tidak bisa kasihan padamu."   Dia berdiri tegak.   "beritahu aku asal usulmu, baru aku dapat menolongmu."   Ratu Lebah menahan sakit, membuka sepasang mata yang tidak bercahaya, menatap pada dia.   "Aku...aku tidak bisa mem...memberi tahumu."   Ratu Lebah akhirnya bicara.   "aku...aku sakitnya su...sudah tidak tahan, tambahkan aku sa...satu pedang, aku...aku tidak ben...benci kau."   "Tidak."   Katanya dengan tegas.   "aku ingin tahu kebenarannya, di dunia persilatan ada tiga organisasi pembunuh bayaran yang besar, perkumpulan Bunga Merah, Organisasi Teratai Putih, perkumpulan Qing-lian. Beritahu aku, kau anggota pembunuh bayaran dari perkumpulan yang mana?"   "Aku...aku ti...tidak bisa..."   "Dengan susah payah aku bisa mendapatkan orang penting seperti kau, kalau kau tidak mengatakannya aku tidak akan berhenti."   Dia dengan galak berkata.   "walau kau mati, aku juga akan memamerkan mayatmu di dunia persilatan, mengundang orang persilatan melihatnya, kurasa pasti ada orang yang mengenal wajah aslimu, dan mendapatkan asal usulmu."   Ratu Lebah ingin bicara tapi tidak jadi, akhirnya berteriak sekali, lalu jatuh pingsan.   Saat sadar kembali, bintang-bintang penuh di langit.   Dia menemukan dirinya berbaring di dalam gubuk rumput, di sisi menyala satu obor cemara, di sisinya duduk Fu Ke-wei.   Dia menemukan dirinya hanya memakai baju dalam, luka dadanya telah dibalut dengan sobekan baju.   "Aku tidak akan berterima kasih padamu karena telah menolongku."   Katanya dengan lemah.   "orang yang berusaha di bidangku, menjaga rahasia adalah syarat penting dan utama. Aku adalah pakarnya, pakar dihidang ini, kau tidak mungkin mendapatkan apa pun dari mulutku."   "Aku tahu kau sangat pemberani."   Kata Fu Ke-wei dingin.   "hatimu pun cukup kejam cukup keji, tapi sebagai manusia! Pasti ada kelemahannya di balik kekejaman, pasti tersembunyi satu kelemahan. Jago aliran hitam, Orang Gila Pembunuh Sembilan Leng-gang, tidak takut langit tidak takut bumi, membunuh orang seperti menjagal anjing, tapi begitu dia bertemu dengan seekor kucing hitam, dia ketakutan setengah mati, seluruh tubuhnya kaku, inilah kelemahan dia. Aku tidak akan gunakan cara yang keji memerasmu, tapi aku sedang mencari kelemahanmu."   "Aku aku tidak akan takut takut kucing hitam."   "Masih ada benda dan cara lain!"   "Kau sedang me menyia nyiakan waktu."   "Kita lihat saja nanti."   Katanya sambil tertawa.   "disekitar sini sangat tersembunyi, aku ada banyak waktu."   Saat tengah malam, Ratu Lebah mulai demam.   Pada saat hari sudah terang, dia sudah dalam keadaan setengah sadar.   Saat dia sadar, melihat Fu Ke-wei diluar gubuk, sedang santainya bernyanyi kecil, dengan bangganya memanggang bebek liar.   "Beri beri aku air "   Teriak dia dengan lemah.   "Baik, airnya datang."   Kata Fu Ke-wei gembira, dia memindahkan bebek panggang setengah matang ke sisi api, batang pohon yang menembus bebek ditaruh diatas cabang kaki tiga penyangga, lalu membawa kendi air keramik dan sebuah mangkuk yang di beli dari kampung.   "Minumlah!"   Fu Ke-wei mengangkat tubuh atas dia memberi dia minum air.   "airnya belum di masak, kalau sampai sakit perut tidak tanggung jawab."   Dia tidak bisa tidak minum, dia minum satu mangkuk besar.   Fu Ke-wei membaringkan dia kembali, lalu kembali kesisi api memanggang bebek liar.   Seluruh tubuh Ratu Lebah panas sekali, wajahnya merah seperti api, bibirnya sudah tampak ada retak dan kering.   "To...tolong panggilkan...tabib un...untuk aku..."   Dengan nada memohon.   "Oh...! bagaimana tabib mau datang? Kau sedang berkhayal."   Kata Fu Ke-wei seperti tidak terjadi apa apa.   "Ka... kalau begitu ba...bawa aku ke... kekota ber... berobat..."   "Rupamu yang seperti setan ini, apa aku berani membawamu? Apa siap masuk ke pengadil-an?"   Keadaannya memang sungguh sangat kacau, dia hanya memakai baju dalam, di bawah baju tampak berantakan baunya kalau dicium bisa muntah, laki-laki tentu akan menghindar mengurus dia, keadaan seperti ini memgotongnya masuk kekota, pasti akan terlibat perkara.   "Ooo.. .Aku hampir mati..."   "Seharusnya kau memang harus mati sejak dulu, tidak perlu salahkan orang!"   Saat ini Ratu Lebah sudah bukan lagi setan wanita yang bisa dengan tersenyum membunuh orang, tapi adalah wanita biasa yang disiksa oleh demam panas yang tinggi yang tidak lama lagi akan hancur.   Demam panas akan membuatnya setengah sadar, setengah sadar akan menjadi mimpi buruk, mimpi buruk akan mengigau, mengigau tidak akan terhindar membocorkan rahasia yang di sembunyikan didalam hati.   Buat orang persilatan tangan memegang golok atau pedang, satu kata tidak cocok segera timbul hawa membunuh, pisau putih masuk, keluar jadi pisau merah, mati pun tidak perlu mengerutkan alis, sekali bertarung tidak perdulikan hidup atau mati.   Tapi semua ini tidak bisa membuktikan dia tidak takut mati, kalau tidak takut mati lalu buat apa hidup? Pahlawan yang takut disiksa sakit, sekali disiksa, seorang pemberani sangat mungkin berubah menjadi penakut.   Sakit, itulah kelemahan Ratu Lebah, di dunia kebanyakan orang ada kelemahan semacam ini, sangat umum sekali.   "Tolong aku..."   Dia seperti menyerah, sebenarnya suaranya sangat dikasihani.   "Aku sudah menolongmu, sayang obat lukaku kurang mujarab."   "Aku "   "Kau tidak apa apa, mungkin masih bisa bertahan dua tiga hari, aku akan menunggui mu mati, aku akan menguburkan kau di bawah pasir."   Ratu Lebah teriak sekali, lalu jatuh pingsan.   Saat sadar, hari sudah sore.   Semalam lagi dia menderita, kecuali air, Fu Ke-wei sama sekali tidak perdulikan dia.   Hari sudah terang, keadaan Ratu Lebah hanya tinggal nafasnya, orangnya sudah tidak karuan sekali.   "Kau kau ti tidak meng...mengganti obat."   Katanya dengan tidak jelas.   "Obat ku telah habis digunakan."   Fu Ke-wei dengan santai berkata, diluar gubuk dia meng-gerakan kaki dan tangan, di sisinya ada dua ekor bebek liar yang diburu semalam.   "Aku aku bunuhlah aku!"   "Terhadap orang tidak berdaya, aku tidak ada selera, aku hanya menunggu kau menghembuskan nafas terakhir, setelah mengubur kau tepuk-tepuk tangan dan pergi.   Kau tahu, laki laki mengurus wanita sakit sungguh repot sekali!"   "Aku "   "Beritahu aku, siapa nama dan marga kau? Mungkin, aku akan mendirikan satu bompai untukmu, mengukir namamu.   Ha ha ha! Orang mati tinggalkan nama, itu harus."   "Tolong aku!"   "Belum waktunya. Hey! Kau bukan bermarga Nu kan?"   "Aku...marga Ouw...Ouw Yu-zhen."   Akhirnya dia menyerah.   "Dari perkumpulan Bunga Merah?"   "Per... Perkumpulan Qing-lian..."   Pikirannya sudah dalam keadaan setengah sadar.   "Ketua perkumpulan mu adalah "   "Hartawan Besar Zhan, Zhan Fan-chen."   Kali ini jawaban dia terdengar jelas.   "Ooo! Aku bawa kau mencari dia, bagaimana mencarinya?"   "Di...gunung Lu lembah Da-yin kampung Tao."   "Siapa yang mengeluarkan uang untuk bunuh aku?"   "Ti...tidak tahu."   "Bagaimana Wanita Penenun bisa tahu?"   "Dia...dia tidak mung mungkin tahu, dia hanya me...   menerima pe...   perintah a...   aku..."   "Baik, aku bawa kau berobat."   Dia merintih sekali, pingsan tidak sadar-kan diri.   Fu Ke-wei menempatkan Ratu Lebah di penginapan di pelabuhan Fu, setelah meninggalkan cukup uang, dia buru-buru menuju keselatan.   Lembah Da-yin dibawah bukit Shuang-jian di gunung Lu, kampung Tao letaknya setengah li di tenggara hutan.   Perkampungan ini sebenarnya hanya ada sepuluh lebih rumah, ketua perkampungannya Hartawan Besar Zhan, Zhan Fan-chen, di Jiu-jiang dia cukup punya nama, termasuk bangsawan setempat, orangnya ramah dan penderma.   Siapa pun tidak tahu dia berpura-pura baik, lebih-lebih tidak ada orang yang tahu dia adalah ketua perkumpulan Qing-lian, pemimpin pembunuh bayaran.   Fu Ke-wei siang malam berlari ke Jiu-jiang, dia tahu dia harus cepat, maka dia segera melakukan gerakan kilat, jika menunggu perkumpulan Qing-lian mendapat tanda bahaya pasti akan mengumpulkan pesilat tinggi untuk berjaga, atau ketua Zhan setelah mendengar berita, bisa melarikan diri, dunia demikian besar, kemana mencari orang menakutkan yang tidak diketahui siapa pun? Di selatan perkampungan Tao sekitar satu li, ada satu lereng datar seluas sepuluh ha, penuh ditumbuhi rumput setinggi lutut, seperti karpet hijau yang besar.   Keluar masuk orang kampung, harus melalui lereng ini.   Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Jalan kecil menuju kota menerobos lereng, berdiri diatas lereng, dapat melihat dengan jelas pemandangan pintu kampung.   Lewat tengah hari, Fu Ke-wei sudah tampak berada ditengah-tengah lereng, dia duduk di atas rumput di pinggir jalan kecil, membuka makanan dan arak yang dibawa, dengan santai menikmatinya.   Makan di alam terbuka, tidak cocok dengan situasinya, karena diatas kepala matahari sangat terik, sungguh tidak nikmat, dia sesungguhnya sedang menyiksa diri.   Di luar dalam jarak setengah li tampak hutan menghampar, pohon tua menjulang kelangit, di setiap tempat adalah tempat melancong dengan pemandangan indah.   Malah ada orang di lapangan rumput pendek, di bawah terik matahari, makan di alam terbuka, sungguh tidak normal.   Hal yang tidak normal, akan menjadi perhatian orang.   Setelah minum setengah puas, di kampung Tao keluar tiga orang, dengan tenang berjalan menurun, semakin mendekati lapangan rumput.   Sejak tiga orang ini mulai meninggalkan pintu perkampungan, gerak-geriknya sudah di dalam pengawasan Fu Ke-wei.   Tentu saja, segala gerakan dia juga dalam pengawasan tiga orang itu.   Jarak kedua tempat satu li lebih, kedua belah pihak bisa melihat dengan jelas bentuk tubuh dan wajah lawannya, seharusnya dari bentuk tubuh dan gerakan, melihat kedudukan lawan, seorang pembunuh bayaran, sudah punya kemampuan ini.   Dia pikir di perkampungan sudah ada orang yang mengenal dirinya.   Sesudah dekat, semua tampak seperti orang kampung yang berwajah biasa dan ramah, usia-nya sekitar tiga-empat puluhan, berdandan pegawai panjang, tidak terlihat tingkah seorang pesilat.   "Hei...!"   Orang yang pertama sampai sambil tersenyum menyapa.   "saudara semangat sekali, mengapa makan dialam terbuka?"   "Ha ha ha! Diatas kepala matahari seperti pembakaran besar, mana ada semangat makan di alam terbuka?"   Dia bangkit berdiri sambil tertawa keras.   "aku sedang menunggu orang."   "Menunggu orang? Ada janji?"   "Belum janji! Jika janji maka itu janji kematian."   Dia menepuk-nepuk pedang yang di selipkan di pinggangnya.   "barang yang harus dibawa, aku sudah membawa semuanya."   "Janji dengan siapa?"   "Teman lama."   Dia tertawa, dari dalam keranjang makanan mengambil satu hio, menggunakan kuku di bawah hio satu cun, mengupas hio, maka hio nya tampak ada kupasan sepanjang setengah cun.   "saudara, kenal hio semacam ini?"   "Tidak kenal."   Orang kampung menggelengkan kepala.   "Ha ha ha! Saudara seharusnya kenal, ini adalah hio penghitung waktu yang sering digunakan orang Jiang-hu."   Dia menancapkan hio di tanah.   "kecepatan pembakarannya, ditentukan oleh besar kecilnya tiupan angin, kering basahnya dan lain-lain, biasanya digunakan didalam ruangan ditaruh diatas tempat abu untuk menghitung waktu. Disini, sulit bisa tepat, tapi perbedaannya tidak besar."   "Maksud saudara ini adalah "   "Ini adalah hio dua cun batas waktu yang aku berikan pada orang untuk bertemu."   Dia tertawa.   "anginnya tidaklah besar, panas dan kering, hio satu cun ini, kira-kira dapat menyala setengah jam."   "Orang yang saudara janjikan adalah "   "Inilah dia."   Di dalam dada dia mengeluarkan kartu minta bertemu.   "tuan hartawan besar Zhan, Zhan Fan-chen di perkampungan Tao, benar tidak ketua perkampungan kalian? Tolong, saudara sampaikan untuk aku, terima kasih."   "Apa?"   Tiga orang kampung wajahnya bersamaan berubah.   "Aku tidak salah cari tempat bukan?"   Dia tertawa.   "Siapa marga dan namamu, saudara?"   Orang kampung pertama yang tetap menyapa, dan telah menerima kartu minta bertemu.   "sepertinya kau lupa membubuhkan nama."   "Tidak perlu membubuhkan nama, ketua kampung Zhan sudah tahu."   Dia kembali mengambil makanan dari keranjang.   "masih ada lagi, benda-benda ini sekalian diantarkan."   Tiga pria besar wajahnya berubah besar, menarik nafas dingin. Seluruhnya ada tiga benda. jarum tiup beracun orang tua, senjata gelap yang kedua ujungnya tajam dari Wanita Penenun, Jarum Ekor Lebahnya Ratu Lebah.   "Ambilah!"   Dia memberikan tiga macam senjata gelap ke tangan pria kampung.   "tadinya aku punya cukup alasan, diam-diam membunuh dulu beberapa orang perkampunganmu kemarin malam, lalu dengan terang-terangan menyerang. Harap beritahu ketua perkampungan kalian, sekali hionya terbakar habis jika dia tidak datang, aku akan tepuk-tepuk kaki pergi, akibatnya dia harus tanggung semuanya. Ooo ya! Dia tidak dapat membawa terlalu banyak orang, paling banyak hanya boleh membawa tiga orang sebagai saksi, aku juga hanya membawa tiga orang. Orang lainnya, boleh berdiri diatas lereng menyaksikan, menghindarkan kesalah p ah aman."   "Tiga orang saksi anda "   "Disana."   Dia menunjuk kehutan disebelah barat sejauh setengah li.   "begitu ketua perkampungan datang, mereka akan menampakan dirinya."   "Ini "Apa yang aku katakan, harap saudara jangan lupa apa-apa yang penting. Ah! Aku akan menyalakan hio."   Tiga orang kampung berpencar ke kiri dan ke kanan, akan melakukan sesuatu.   "Kalian adalah orang orang pintar, harap jangan melakukan hal bodoh yang merugikan."   Dia santai berkata.   "aku masih muda, kesabaran ku ada batas, dan juga bukan pahlawan yang penuh kebenaran dan penuh kesayangan, apa kalian mengerti maksudku?"   Tiga orang kampung itu saling memandang, pelan-pelan mundur.   Dia mengeluarkan peneker api, pisau api begitu dipukul, percikan api membakar pembuat api, lalu perlahan di goyang, pembuat api mengeluarkan api, menyalakan selongsong kain minyak.   "Waktu pembakaran satu cun hio sudah cukup."   Dia menyalakan hio, meniup padam api yang menyala, katanya.   "kalian lambat satu langkah sama dengan merugikan ketua perkampungan kalian lebih satu langkah kesempatan mempersiapkan diri."   Tiga orang kampung segera berlari, cepat sekali.   Fu Ke-wei kembali duduk, kembali minum arak.   Hio setengah cun hampir terbakar habis jadi abu, di luar pintu tetap tidak ada gerakan.   Dia menghabiskan seteguk arak terakhir di dalam Hu Lu, memasukan kembali alat makan dan sisa-sisa, bangkit berdiri menepuk-nepuk debu di tubuhnya, membereskan baju, pedang dipindahkan ketempatyang mudah dicabut.   Semua gerakannya, dilakukan dengan tenang dan mantap, sepertinya dia benar-benar adalah pelancong menikmati gunung, bukan (latang untuk bertarung dengan pesilat tinggi.   Akhirnya, sekelompok orang mulai keluar dari pintu perkampungan.   Diatas lereng, dua puluh lebih laki perempuan menahan nafas menunggu, berjarak di luar seratus langkah, tetap masih bisa merasakan ada ketegangan.   Empat orang telah tiba, hionya pas terbakar habis.   "Ketua perkumpulan, apa kabar."   Sambil tertawa dia merangkapkan tangan memberi hormat.   "aku datangnya tergesa-gesa, harap bisa di maafkan, aku Fu Ke-wei."   Ketua perkumpulan Qing-lian, Zhan Fan-chen usianya kira kira setengah ratus, tingkahnya anggun, perawakannya tegap, wajah persegi, telinga besar, wajah bersinar merah, memelihara kumis dan janggut, wajahnya tenang, tersenyum ramah.   Memakai mantel panjang berwarna biru pusaka sebagai dasar dengan kembang awan putih berkilat, tidak perduli di tempat apa kehadirannya, siapa pun harus mengakui dia adalah bangsawan ternama yang berkedudukan tinggi.   Tiga orang yang mengikuti usianya tidak beda jauh, semua memakai mantel hijau, semua berwajah terang dan tenang, tingkahnya tidak biasa.   Wajah yang jujur ramah, panca indra tepat di tempatnya, sulit buat orang percaya mereka adalah pesilat.   Tiga orang membawa empat bilah pedang, jelas yang satunya milik ketua kampung Zhan Fan-chen.   "Lama telah mengagumi."   Ketua Zhan sambil tersenyum membalas hormat, tawanya ramah.   "saudara kecil menggemparkan dunia persilatan, naga di antara manusia, hari ini dapat bertemu, sungguh membuat kagum orang seumur hidup."   Basa-basi sejenak, ketua perkumpulan memperkenalkan orang-orangnya.   Mereka adalah Zhao-zhong, Qian-xiao, Sun-ren.   Entah nama mereka asli atau palsu? Bagaimana pun begitu lah kenyataannya.   Fu Ke-wei mengangkat tangan kanan, mengayunkan tiga kali.   Tidak lama, dari dalam hutan melangkah keluar tiga orang setengah baya, langkah kakinya santai, sebentar saja telah mendekat.   Wajah ketua perkumpulan sedikit berubah, tapi tetap tersenyum.   "Tiga temanku ini, mungkin ketua Zhan tidak asing, mereka datang untuk menjadi saksi."   Fu Ke-wei memperkenalkan kedua belah pihak.   "salah satu empat polisi besar di dunia dari kantor Jiu Jiang, Pedang Penakluk iblis, Xu Wen-ding polisi Xu, salah satu dari sembilan jago pedang terbesar di dunia, Pedang Naga Bersiul, Wu Yu-long, orang pintar dari dunia persilatan, Pedang Setan, Zuo-liang. Mereka adalah orang orang ternama di dunia persilatan saat ini yang bisa kuundang. Mengenai polisi Xu adalah penanggung jawab setempat, dia berhak tahu segala hal yang terjadi di tempatnya.   "Harus, harus,"   Ketua Zhan tertawa-tawa.   "saudara kecil sudah mempersiapkan dengan matang, caranya juga hebat."   "Baik sekali perkataan ketua Zhan."   Kata Fu Ke-wei ramah.   "tiga barang bukti, ketua Zhan seharusnya sudah menerimanya, jika perlu saksi, uku bisa menyuruh orang membawanya kesini, t idak tahu ketua perkumpulan ada pertanyaan dan petunjuk apa?"   "Sudah tidak perlu."   Ketua Zhan wajahnya menjadi dingin.   "aku bukan orang yang tidak bisa menerima atau tidak bisa melepas, lebih-lebih I u kan orang yang tidak bis a menerima kekalahan."   "Mengagumkan, mengagumkan. Kalau begitu, anda mengaku sebagai ketua Perkumpulan Qing-lian,"   Wajah Fu Ke-wei juga jadi dingin.   "apa aku salah mencarinya?"   "Tidak salah, aku memang ketua perkumpulan Qing-lian."   Ketua Zhan membenar-kan.   "Perkumpulanku ternama di Jiang-hu sudah tiga puluh tahun, bisnis yang diterima tidak kurang dari ribuan, walau ada beberapa yang gagal, tapi tidak pernah kalah. Sangat disesalkan, kali ini kalah begitu fatal. Ada polisi Xu disini, jadi perkumpulan Qing-lian sudah hancur sampai keakar-akarnya, nama saudara memang tidak kosong."   "Hartawan besar Zhan mendirikan pusat perkumpulan disini sudah dua puluh tahun lebih, namanya baik, berbudi luhur tersebar keseluruh Jiang-hu."   Kata Pedang Penakluk Iblis polisi Xu sedikit malu.   "aku benar-benar ada mata tidak ada bola matanya, sangat menyesal. Mulai dari sekarang, aku beri waktu dua puluh empat jam pada hartawan, besok pada waktu ini, tentara akan mengurung rumah anda, jika kurang sopan, harap bisa dimaklumi."   "Polisi Xu sangat bijaksana."   Kata Pedang Naga Bersiul Wu Yu-long dingin.   "perkumpulan Qing-lian tidak akan membuat perkara di tempat ini, polisi Xu sementara tidak akan mendapatkan bukti kesalahannya. Tolong tanya, besok, pada waktu ini, saudara Xu berdasarkan apa, membawa tentara menggurung perkampungan Tao? Kebijak-kan mu tidak dapat diterima!"   "Ini "   Polisi Xu tidak bisa bicara.   "Maka, masalah ini biarkan saja di selesaikan secara pribadi oleh teman Jiang-hu!? kata Pedang Naga Bersiul dengan keras.   "Tentu, masalah saudara Fu harus di selesaikan terlebih dulu, masalah selanjutnya bagaimana nanti saja."   "Betul, masalah saudara Fu diselesaikan terlebih dulu."   Pedang Setan Zuo-liang tertawa.   "jika ketua Zhan bisa selamat melewati ujian, walau saudara Xu ingin lebih awal membawa orang melaksanakan tugas pemeriksaan, juga akan sia-sia, juga tidak akan mendapatkan bukti kesalahan, kelinci pintar membuat tiga goa, orang-orang perkumpulan Qing-lian tidak akan tinggal diam menunggu mati."   "Tidak perduli hasil akhirnya bagaimana, Perkumpulan Qing-lian sudah pasti kalah."   Ketua Zhan dengan tenang berkata.   Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "diantara yang kuat ada yang lebih kuat, aku telah salah menilai kemampuan saudara Fu, usaha selama tiga puluh tahun akhirnya hancur dalam sehari, menyesal sekali. Saudara Fu, bisakah jelaskan cara penyelesaiannya?"   "Dua hal."   Fu Ke-wei dengan serius berkata, 'pertama, beritahukan asal-usulnya nama pelanggannya."   "Ha ha ha! Saudara Fu, maaf aku tidak bisa menyanggupi permintaanmu."   Ketua Zhan langsung menolak.   "sebabnya Perkumpulan Qing-lian bisa berdiri selama tiga puluh tahun, karena dengan kata "kepercayaan"   Sebagai jaminan, kau sedang mengajukan permintaan yang tidak mungkin."   "Tidak bisa dirundingkan?"   "Tidak bisa,"   Jawab Ketua perkumpulan Zhan tegas.   "Walau aku melepaskan permintaan yang lainnya juga tidak ada kesempatan untuk merundingkan?"   "Tidak salah!"   "Baik, kalau begitu aku ajukan permintaan keduaku."   "Aku mendengarkan dengan hormat."   "Bubarkan perkumpulan Qing-lian, semua harta benda perkampungan, di sumbangkan pada toko obat Hui-min yang ada di kota dan Rumah Bi-tian, biar polisi Xu yang mengaturnya."   Toko obat Hui-min di usahakan oleh pemerintah, ada berbagai tabib ahli, tabibnya semua telah lulus uji, mengobati dan memberi obat tanpa bayar itu adalah politik sosialnya pemerintah.   Sayang keuangan masing-masing kantor terbatas, makanya kecuali beberapa kota besar, di kota-kota kecil toko obat Hui-min biasanya kekurangan biaya.   Rumah Bi-tian juga usaha pemerintah, khusus menampung orang jompo dan yatim piatu, yaitu rumah penampungan yang biayanya juga terbatas sekali.   .   "Aku harus mempertimbangkannya dulu."   Ketua Zhan merasa di luar dugaan, tidak menduga Fu Ke-wei bisa mengajukan permintaan semacam ini.   "Aku ingin jawaban yang pasti, dan harus di keputusan segera."   Tingkah Fu Ke-wei juga sangat tegas.   "setelah memastikan, perselisihan kita hapus, aku tidak akan mempertanyakan lagi masalahmu."   "Dikemudian hari?"   "Dikemudian hari? Asal aku dapatkan bukti kesalahanmu, aku bisa mencari kau, harap kau selamanya tidak mendirikan usaha pembunuh bayaran lagi."   "Teman persilatan lainnya? Aku perlu jaminan."   "Ketua Zhan, kau sedang mengajukan permintaan yang keterlaluan."   Kata Fu Ke-wei tanpa sungkan.   "permusuhan pribadi antara kau dan aku, hanya bisa diselesaikan antara kau dan aku pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Perselisihan antara kau dengan orang persilatan, aku tidak bisa melibatkan diri, kau harus selesaikan sendiri dengan mereka. Sekali kau meninggalkan perkampungan Tao, keselamatan mu menjadi tanggung jawab sendiri, di saat pemindahan hak harta benda, kau tetap aman, inilah satu-satunyajaminan aku."   "Kalau begitu tidak perlu banyak bicara lagi, aku menolak permintaan mu."   "Dua permintaanku semuanya ditolak?"   "Betul."   "Kalau begitu, kita terpaksa selesaikan dengan satu pertarungan."   "Mungkin benar."   "Baik, aku dengan sangat mengajukan satu pertarungan yang adil, apa anda menerimanya?"   Fu Ke-wei satu kata satu kata mengucapkannya.   "Kalau diterima bagaimana, kalau tidak terima lalu bagaimana?"   "Kalau diterima kita selesaikan disini, kau dan aku masing-masing membawa tiga orang saksi, ini akan menjadi satu pertarungan yang adil, dan ada saksinya, hanya boleh satu orang yang hidup, kalau ada yang mati baru selesai.   Jika tidak menerima, aku segera persilahkan saksi pergi, selanjutnya masing-masing jalan sendiri, kejamnya pembalasan, tidak akan pernah ada contohnya."   "Apakah anda menakut-nakuti aku?"   "Kau salah ketua Zhan."   Kata Fu Ke-wei dingin.   "aku Xie-jian-xiu-luo tidak pernah menakut-nakuti orang, aku telah berada di sekitar perkampungan anda selama dua hari, keluar masuk perkampungan anda sebanyak tiga kali, jika bukan polisi Xu merasa khawatir aku melukai wanita dan anak-anak, Sudah dari dulu aku melakukan pembunuhan, mana mau aku melakukan pertarungan adil dengan kau? Kau tidak memberi aku kesempatan yang adil, aku malah telah menghormatimu, apa kau tahu? Katakanlah! Aku menunggu jawabanmu, menerima atau tidak terima terserah kau."   "Saudara, kau sudah mendesakku sampai tidak ada jalan lain lagi."   Kata ketua Zhan dengan nada dalam.   "Jika aku mati di Wu-hu, tidak akan ada orang yang bisa membongkar kejahatanmu."   Kata Fu Ke-wei tertawa dingin.   "kau ingin bicarakan aturan denganku?"   "Sudah tidak perlu, aku terima."   Ketua Zhan tertawa tawar.   "saudara, katakan saja caranya!"   "Kau mengorganisasi perkumpulan pembunuh bayaran, semua pembunuhnya mahir dengan senjata gelap, ketua perkumpulan pasti telah khusus mempelajarinya. Aku ingin "   "Aku tidak ingin menggunakan senjata gelap menentukan pertarungan hidup mati."   Ketua perkumpulan Zhan memotong, dia mungkin tahu pisau Xiu-luo nya Fu Ke-wei sangat menakutkan.   "Kalau begitu dengan senjata di tangan sebagai ganti, senjata gelap sebagai tambahan, masing-masing melakukan sebaik mungkin! Aku pernah terluka oleh Jarum Ekor Lebah dan Jarum Pintu Neraka, berhak menggunakan senjata gelap sebagai tambahan, dibandingkan dengan perkumpulanmu menggunakan secara diam-diam, sedikit lebih jantan, bukan?"   Fu Ke-wei tertawa dingin.   "bagiku, kau sudah berada di pihak yang unggul, paling sedikit aku tidak tahu asal usulmu, dan asal usulku kau telah sangat tahu, jika tidak, kau pasti tidak akan mengutus puluhan pasukan inti menghadapi aku."   "Baiklah, aku menurut saja."   Ketua Zhan tidak bisa membantah lagi.   "kita gunakan senjata dan senjata gelap semampunya, sampai ada yang mati baru selesai."   "Ketua tidak bertele-tele, aku ucapkan terima kasih terlebih dulu."   Dengan demikian, saksi di kedua belah pihak jadi tidak perlu memeriksa senjata.   Jika hanya menggunakan senjata saja saksi kedua belah pihak harus memeriksa petarung lawannya, apakah menyembunyikan sesuatu permainan kecil yang berbahaya.   Setelah saksi kedua belah pihak berunding beberapa saat dengan singkat, memeriksa lapangan apakah ada jebakan, lalu saksi membawa petarung ketengah lapangan yang datar, jarak kedua belah pihak lima belas langkah.   Saksi kedua belah pihak memberi aba-aba tangan.   "Apa kalian masih ada kata-kata yang ingin dibicarakan?"   Tanya Pedang Penakluk Iblis dengan keras. Tidak ada yang menjawab, situasinya menjadi tegang.   "Kedua belah pihak siap! Cabut pedangnya!"   Polisi Xu suaranya seperti petir.   Kedua orang itu mencabut pedang, melemparkan sarung pedangnya, menyiapkan diri, berhadapan dari kejauhan.   0-0-0 Bab 5 Matahari terik diatas kepala, tapi orang d lapangan tidak merasa kepanasan.   Sebaliknya, sepertinya ada hawa dingin mendesak dari segala arah ketengah lapangan.   Dengan kedudukannya polisi Xu sepakal diangkat oleh semua orang menjadi wasit.   Setelah lima orang saksi lainnya tidak ada lagi yang mengajukan pertanyaan, polisi Xu mengangkat tinggi tangan kanannya, melihat sekali pada kedua orang yang mau bertarung, lalu tangar.   kirinya memberi aba-aba pada para saksi untuk mundur.   Lima orang saksi membagi ke kiri dan kanar mundur sejauh dua puluh langkah, berdiri di posis.   masing masing, menjaga kalau-kalau ada orang mencoba mengganggu, siapa pun tidak diizinkan mendekat lebih dari dua puluh langkah.   "Aku Pedang Penakluk Iblis Xu Wen-ding dengan ini menjatakan pertarungan dimulai, kedua belah pihak boleh melakukan apa saja, sampai ade yang mati baru selesai.   Pertarungan mulai!' Teriakan polisi Xu keras sekali, diikuti teriakar tangan kanannya dikibaskan kebawah, dengan cepat dia mundur ke belakang.   Wajah Fu Ke-wei tampak serius, die memberi hormat pedang terlebih dulu.   Ketua Zhan sudah menguasai dunis persilatan tiga puluh tahun, dari usia, pengalaman dan kedudukannya, kedudukan Fu Ke-wei jauh di bawahnya, melakukan penghormatan pedang adalah penampilan merendah diri saja.   Ketua Zhan tidak berani sombong, dia juga sama memegang pedang membalas hormat.   Setelah saling menghormat, mereka bersamaan melangkah maju, dalam jarak dua zhang baru menghentikan langkah, menggerakan pedang, memasang kuda-kuda, bersiap menyerang.   Kuda-kuda Fu Ke-wei tampak sangat aneh, sangat berbeda dengan jurus pedang dari perkumpulan pedang manapun juga bukan jurus pedang aliran lurus.   Sikap jurus pedang aliran lurus adalah memakai pedang diulur kedepan, sejajar dengan alis, kuda-kuda begini sangat lincah untuk menyerang atau bertahan, saat menyerang bisa langsung membuka menerjang udara, saat bertahan cukup sedikit menggerakan ujung pedang, maka sudah dapat menangkis serangan lawan.   Tapi kuda-kuda Fu Ke-wei, malah tidak beraturan, tangan kiri digantung di sisi tubuhnya.   Pedang juga di taruh miring di depan dada, ujung pedang sedikit keluar, berada di kiri depan, gayanya menunjukan, kuda-kuda dia lemah, sebelah kanan ada kekosongan, saat akan bergerak menyerang gerakannya pasti kurang leluasa, banyak kekurangan, tidak aneh gaya dia dijuluki orang Xie-jian (Pedang Sesat).   Begitu kedua belah pihak bergerak, hawa membunuh mendadak meledak, semangat kedua belah pihak tampak kelihatan di luar, hawa yang sangat kuat membentuk tekanan dahsyat yang tidak terlihat, sedikit-sedikit menerjang pada lawannya, hawa dingin di sekelilingnya menjadi lebih kental lagi.   Dibawah sinar matahari pedang ketua Zhan tampak berkilauan, samar-samar terdengar suara dengungan, pedangnya mulai bergerak menyerang, wajahnya yang ganas membuat orang jadi takut.   Sebaliknya, pedangnya Fu Ke-wei tampak tidak bertenaga, dia seperti memegang tongkat penggiring bebek, bukan pedang untuk membunuh orang, tidak ada suara dengungan pedang, juga tidak ada hawa pedang yang maju menyerang.   Sepertinya, seluruh tubuhnya menciut di bawah tekanan serangan lawan, hingga tidak bersemangat, lemah tidak seperti seorang ahli pedang yang ternama.   Tapi di mata ahli, malah bisa melihat kekuatan di dalamnya.   Setiap otot dia adalah lemas, setiap saat ada gejala tenaganya akan mendadak meledak, jika meledak, akan menjadi sebuah serangan yang dahsyat tiada tara dan sangat menakutkan.   Jika ingin berlatih hingga taraf ini, di katakan sulit memang sangat sulit, tenaganya terpusat di dalamsetiap ototnya, tidak terpengaruh oleh perubahan yang ada diluar, yang disebut diam laksana bayi, sekali meledak, tenaganya mendadak bisa berkumpul dari satu titik dan memancar keluar, seperti geledek, angin kencang, batu pecah, awan hancur, yaitu gerak laksana kelinci lepas, lewat seperti guntur.   Waktu seperti terhenti, dalam keheningan, suara yang dapat di dengar hanya samar-samar suara dengungan yang keluar dari pedang ketua Zhan.   Ketegangan hampir membuat orang tidak bisa bernafas.   Beberapa saat, lagi beberapa saat Mendadak, terdengar teriakan dan kilatan pedang menerjang, bayangan orang seperti kilat bertemu, memecahkan keadaan yang tadi saling menunggu.   Batu pecah langit terkejut, hidup mati hanya sekejap.   Tidak terdengar suara bentrokan senjata, hanya terlihat kilatan sinar pedang yang menyilaukan mata dari pedangnya ketua Zhan, yang mendesak angin maju menyerang, tekanannya seperti ribuan jin yang tidak bisa ditahan, meluncur pada Fu Ke-wei dengan buasnya, seperti puluhan ribu ular mas mendadak berkumpul.   Pedang Fu Ke-wei seperti sebuah titik menerobos maju menusuk, lalu berkelebat keluar, tubuh dan pedang menjadi satu keluar satu zhang lebih, begitu menginjak tanah seperti angin ribut.   Fu Ke-wei membalikan tubuh, wajahnya tidak berperasaan, nafasnya seperti berhenti.   Ketua Zhan juga melayang satu zhang lebih, menggunakan Qian-jin-zhui (berat seribu kati) menahan tubuhnya, dengan agak sulit membalikkan tubuh.   Di bawah iga kanannya, mantel yang berwarna biru hijau ada satu robekan besar, tali pinggangnya setengah putus, darah segar keluar memerahkan baju, bekas darah semakin lama semakin membesar.   Warna wajahnya menakutkan sekali, warna darahnya dengan cepat memudar, giginya menggigit dengan kuat, otot bergerak-gerak.   "Trang..!"   Pedangnya tiba-tiba terlepas dari tangan jatuh ke tanah, tangan kanannya gemetar keras.   "Dalam usia dua puluh tahun aku keluar gunung, melanglang buana selama empat puluh tahun."   Kata ketua Zhan mengeluarkan suara seperti datang dari dunia luar.   "hari ini, hanya satu jurus saja aku sudah kalah, aku aku benci, sangat benci, ini bukan kenyataan, bukan kenyataan!"   Darah segar mengalir di bawah iga, pedangnya terjatuh tanah, itu kenyataan.   "Beritahu aku, siapa pelanggannya?"   Tanya Fu Ke-wei dengan nada dalam.   "Hmm...!"   Ketua Zhan berteriak, tangan kirinya dengan cepat diayunkan, sinar kilat meluncur datang.   Fu Ke-wei menjatuhkan diri, berguling dua kali lalu meloncat berdiri.   Tiga buah garpu kecil dan dua senjata gelap berbentuk bintang, membentuk kipas terbang melayang lewat dari atas punggung Fu Ke-wei, dalam keadaan itu mati hidup manusia tipis seperti sehelai rambut, orang yang berada dalam jarak satu zhang lima enam chi, pasti tidak akan bisa menghindar dari serangan lima buah senjata gelap itu.   Senjata gelap itu meluncur sejauh tujuh delapan zhang baru tenaganya habis, sungguh menakutkan sekali.   Tapi Fu Ke-wei dapat menghindar serangan maut ini, dia telah menggunakan cara menghindar dengan menggulingkan tubuh di tanah, gerakan yang tidak sudi digunakan oleh seorang pesilat tinggi dalam menghindarkan bahaya.   Tangan kiri ketua Zan merogoh kantong senjata gelap yang ada di bawah tali pinggangnya, semacam benda sudah berada ditangannya lagi.   Fu Ke-wei melemparkan pedangnya sejauh tiga zhang lebih, berjalan berkeliling merubah posisi.   Tangan dia sedikit mengepal, orang yang di pinggir tidak dapat melihat di tangannya ada benda apa.   Ketua perkumpulan Zhan pelan-pelan juga merubah posisi, tidak memperdulikan luka di iga kanannya.   Dua ahli top senjata gelap, segera akan ada menentukan siapa yang akan lenyap dari bumi ini atau mungkin keduanya bersamaan mati.   Berkeliling setengah lingkaran besar, Fu Ke-wei yang menyerang pertama, sepasang tangannya diayunkan, lalu tubuhnya dijatuhkan kekiri.   Kuda-kudanya dari tadi sudah terbuka, jadi mudah saja menjatuhkan diri.   Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tapi, tubuh dia tidak jatuh sekali, hanya sedikit bergoyang saja, tubuhnya sudah kembali kesemula.   Sepasang tangannya diayunkan, tapi hanya melemparkan sebuah Pisau Xiu-luo saja dari tangan kirinya.   Ketua Zhan melempar senjata gelapnya lebih lambat sekejap, sebuah pisau daun Liu seluruhnya menusuk kedalam rerumputan di sebelah kiri Fu Ke-wei.   Jika Fu Ke-wei tadi benar-benar menjatuhkan diri, saat ini dia sudah mati di tanah tertusuk pisau daun Liu.   Senjata gelapnya sangat cepat, walau bisa di lihat oleh mata tapi susah menghindar, maka hanya mengandalkan pengalaman dan keputusan yang tepat baru bisa menghindar.   Bisa dikatakan, begitu senjata gelap dilepaskan sudah ditentukan mati atau hidupnya.   Orang yang salah antisipasi, orang itulah yang akan melangkah masuk ke kuburan.   Ketua Zhan sudah melemparkan pisau daun Liu, karena yang digunakan adalah tangan kiri, menurut kebiasaan dia pasti bergerak ke kanan, tapi dia malah sebaliknya melawan kebiasaan, dia bergerak ke kiri, siapa tahu gerakannya malah masuk kedalam perhitungan-nya Fu Ke-wei, tubuhnya tepat menyambut datangnya Pisau Xiu-luo, dia ingin menghindar tapi sudah tidak keburu.   "Ah...!"   Ketua perkumpulan Zhan berteriak, tubuhnya sekali bergoyang sekali bergetar, Pisau Xiu-luo sudah masuk kedalam sisi perut kirinya, tidak tertahan dia mundur dua langkah.   Satu kilatan lagi berkelebat, Pisau Xiu-luo kedua membelah angin datang, cepatnya laksana kilat.   "Aiit! "   Ketua Zhan kembali teriak, mundur lagi dua langkah. Pisau Xiu-luo menusuk di bahu kiri, sampai ke celah tulang.   "Beritahu aku, siapa pelanggannya?"   Fu Ke-wei dengan suara dalam berteriak.   "Aku aku tidak akan beritahu, ini adalah....a ....aturan "   Ketua Zhan dengan suara gemetar berteriak, selangkah demi selangkah mendekat pada Fu Ke-wei.   Fu Ke-wei melayangkan tangan kiri, Pisau Xiu-luo ketiga satu kilatan sudah sampai, masuk ke dalam bahu kanan ketua Zhan.   Ketua perkumpulan Zhan seperti terkena petir, hampir saja jatuh ke belakang, tapi bisa di tahannya, dengan bengis kembali melangkah ke depan.   "Aku terpaksa membunuhmu."   Kata Fu Ke-wei menggigit gigi.   Ketua Zhan sudah mendekat sampai kurang dari satu zhang, tangan kanan yang tadinya sudah mati rasa mendadak di ayunkan, diiringi sebuah keluhan sakit, dan jatuh kedepan.   Fu Ke-wei mengulurkan tangan kiri, menangkap sebuah jarum tipis sepanjang lima cun, tadinya dia ingin segera menyerang kembali, akhirnya dia melemparkan jarum tipis itu ke pinggir, berjalan pada ketua Zhan yang tengkurap meronta di rerumputan.   Dia berhak membunuh ketua Zhan, dia berdiri di samping tubuh ketua Zhan, tangan kanannya diangkat perlahan, pisau Xiu-luo yang kecil ujungnya menonjol di ujung jari.   "Berhenti!"   Dari kejauhan Zhao-zhong yang menjadi seorang saksi cepat berteriak.   Pedang Penakluk Iblis polisi Xu sekelebat sudah sampai, dia merentangkan tangan menghadang, dengan suara dalam berkata.   "Saudara Zhao, apa kau tahu kau sedang melakukan apa?"   "Aku tahu."   Kata Zhao-zhong tegas.   "aku tidak akan menghalangi Xie-jian-xiu-luo mengambil nyawa ketua Zhan, aku hanya ingin bicara dengan marga Fu."   "Apa yang ingin kau bicarakan?"   "Aku ingin membicarakan syarat dengan dia, aku bukan orang ketua Zhan."   "Biarkan dia datang kemari."   Fu Ke-wei berteriak.   "polisi Xu, aku dapat menghadapinya."   Zhao-zhong cepat mendekat, katanya.   "Pergilah cari orang yang akhir-akhir ini telah bermusuhan dengan mu, hargamu adalah lima belas ribu liang perak."   Fu Ke-wei jadi sadar, juga mengeluh.   "Orang yang sanggup mengeluarkan uang lima belas ribu liang perak, tidak ada seberapa."   "Apa sudah cukup?"   Tanya Zhao-zhong.   "Terima kasih, aku akan ambil kembali pisauku."   "Bila percaya padaku, biar aku yang ambil."   "Aku percaya padamu."   Kata Fu Ke-wei sambil mundur kesisi.   Zhao-zhong melepaskan kantong serba adanya, mengeluarkan dulu obat-obatan yang diperlukan, membalikan tubuh ketua Zhan yang hampir pingsan, dua tangannya bergerak, menghentikan darah yang mengucur, lalu memasukan pil obat kedalam mulut ketua Zhan, lalu mencabut iga buah pisau Xiu-luo, menyobek baju dengan ancarnya memberikan obat bubuk membalut luka.   "Kukembalikan barangmu."   Zhao-zhong Derdiri sambil mengembalikan pisau Xiu-luo.   "kau idak takut aku mengambil kesempatan?"   "Kau sangat hati-hati."   Fu Ke-wei dengan .enang menerima pisau Xiu-luo.   "pisau Xiu-luo iitanganku ini, kapan saja bisa dilemparkan nenusuk titik kematianmu, kau tidak akan mau nenempuh bahaya melakukannya."   "Kau telah menang."   "Lima belas ribu liang perak, sebelum hari *elap harus sudah diantarkan ke toko obat Hui Vlin."   "Pasti sampai ditujuan."   Fu Ke-wei membalikan tubuh langsung oergi, langkahnya mantap dan bertenaga.   0-0-0 Setengah bulan kemudian.   Di benteng Tian-long yang terletak di bukit Bai-wen gunung Huang, menyala api besar, asap tebal mengepul keudara.   Sekelompok laki-laki dan perempuan mem bawa peti perbekalan dan bungkusan baju, sedang menelusuri jalan kecil berbondong- bondong turun gunung.   Di pinggir jalan Fu Ke-wei melangkah keluar menghadang dijalan sambil tersenyum bertanya.   "Saudara-saudara, ada hal yang ingin ku tanyakan, apayang terjadi di benteng Tian-long?"   Seorang pria besar setengah baya yang membawa kapak besar mendatangi, dengan aneh bertanya.   "Anda marga apa? Apakah temannya ketua benteng?"   "Betul, aku adalah teman lama ketua benteng Lu, Apakah benteng Tian-long terkena api langit?"   "Kami yang membakarnya, atas perintah."   "Atas perintah? Atas perintah siapa?"   "Ketua benteng kami!"   "Dimana ketua benteng Lu?"   "Dia tiga hari lalu ketua telah pergi membawa beberapa orang."   Kata pria besar setengah baya.   "sebelum pergi dia berpesan, setelah tiga hari dia pergi bakar bentengnya, supaya benteng Tian-long lenyap dari dunia persilatan, dan menghindarkan musuh mencari jejaknya dan mengejar."   "Ooo! Begitu. Kalian ini kapan tinggal di benteng Tian-long?"   "Dua tahun lalu kami datang ke benteng Tian-long."   "Tidak aneh kalian tidak kenal aku."   "Kau ini "   "Aku, Xie-jian-xiu-luo."   Dia tertawa menggoyangkan tangan.   "kalian baik-baik di jalan, sampai jumpa." 0-0-0 Dua bulan kemudian. Fu Ke-wei muncul di sebuah kereta jarak jauh dari Xu-zhou ke Nan-yang. Dalam dua bulan ini, dia telah menjelajahi utara dan selatan sungai besar, malah sampai jauh ke ibu kota, mengejar Pedang Naga Langit Lu-zhao. Walau benteng Tian-long sudah lenyap di dunia, dan ketua bentengnya juga telah menjadi orang cacat, tapi Pedang Naga Langit yang berada di urutan ketiga dari sembilan jagoan aliran hitam ini, di Jiang-hu telah merajala rela selama empat puluh tahun lebih, uang haram yang dia kumpulkan sudah sulit dihitung banyaknya, tidak dapat di jamin dia tidak menyewa pembunuh bayaran lagi membunuh dia, jika tidak di cabut akar bahaya ini, bukankah dia selamanya tidak akan bisa tenang? Bulan lalu dari teman persilatan, dia memperoleh beberapa berita, sehingga dia jauh-jauh datang ke He-nan mencoba keberuntungan. Tengah hari, kereta kuda telah meninggalkan daerah perbukitan, masuk ke dataran Ru-he, keadaannya juga semakin lembab, sungguh seperti di dalam oven. Terpal kereta sudah sangat buruk, tapi untuk menutup terik matahari lebih dari cukup. Dari sembilan penumpang di kereta, dua orang diantaranya wanita. Sembilan orang itu duduk di dalam kereta yang ditarik oleh dua keledai, terlihat sedikit berdesakan. Jalan raya yang lebarnya hanya tiga zhang lebih, tidak ada angin yang berhembus, gandum tinggi di kedua sisi menghalangi udara yang bergerak, maka cuara terasa sangat panas dan gerah, benar seperti di dalam oven. Permukaan jalan dari tanah yang kuning keabu-abuan, setelah di gilas oleh roda kereta, amblas sedalam hampir satu chi. Sehingga, debu di belakang kereta bergulung keatas, dalam setengah hari debunya mungkin belum turun, dan delapan kaki keledai yang menginjak jalanan, mengangkat debu, tepat menyembur kedalam kereta, membuat semua orang yang berada di dalam kereta wajahnya penuh dengan tanah dan kepala penuh dengan debu, keringat di tambah debu, sungguh tidak enak dipandang dan dirasakan, baik laki-laki atau perempuan semua sama, siapa pun jangan harap bisa bersih. Sepanjang jalan tidak banyak pelancong, kadang ada dua atau tiga orang yang naik kuda lewat, mereka memperlambat tunggangannya, menghindar debu yang berterbangan. Setelah lama kering, jika turun hujan lebat, pelancong yang lewat jalan ini akan lebih susah, sebab jalan bisa-bisa amblas hampir kelutut, kereta juga sama sekali tidak bisa bergerak, harus menunggu sampai tanahnya kering baru dapat berjalan lagi. Didalam kereta, ada seorang pelajar dari kota Xiang pergi ke kota Nan-yang untuk sekolah, pada tahun itu, orang yang tidak sekolah di anggap rendah, dengan sekolah, baru dihargai setiap orang, demikian permikiran itu tertanam dalam hati orang. Dalam dinasti Ming, setiap raja selalu ada pejabatnya yang menyalahgunakan kekuasaan, beratnya pajak, sungguh membuat orang mengeluarkan lidah, membuat rakyat sulit hidup, langit marah, orang kesal, yang sial adalah rakyat. Pelajar bersusah payah belajar supaya bisa berhasil, setelah berhasil maka dia akan mendapat kedudukan jadi pejabat, raja tidak perduli dari mana asalnya? Asal lulus bisa jadi pejabat. Bagaimana pun menjadi pejabat lebih baik dari pada jadi rakyat miskin, karena menjadi pejabat adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kemiskinan. Dari sembilan penumpang, kecuali dua orang wanita, yang lainnya terdiri dari petani, karyawan, usahawan semua ada, dan Fu Ke-wei mungkin adalah satu-satunya orang Jiang-hu yang berkelana. Larinya kereta keledai sangat mantap, kecepatannya stabil, keretanya tidak begitu bergoyang, hanya gerahnya yang membuat orang tidak tahan.   "Saudara!"   Usahawan setengah baya yang duduk diseberang berkata pada Fu Ke-wei yang sedang menutup mata istirahat.   "kita semua kepanasan, sampai baju basah oleh keringat, kau sepertinya sedikit pun tidak merasa kepanasan, kau bisa menutup mata beristirahat dengan santai, kau tidak takut panas?"   "Takut satu hal, bisa atau tidak bisa menahan adalah satu keahlian besar."   Dia membuka sepasang matanya tertawa.   "takut juga tidak ada gunanya, kita harus berusaha bisa menahannya."   "Ooo! Bagaimana cara menahannya?"   "Hati tenang tentu akan dingin, seluruh tubuh dilemaskan, tidak gelisah, pikirkan hal yang gembira, lakukan nafas yang panjang dan dalam. Cobalah! Dijamin kau tidak akan demam."   Dia tenang berkata.   "air jangan terlalu banyak minum, sedikit bicara."   Selesai berkata, dia kembali menutup sepasang matanya.   "Debu yang menyebalkan!"   Kata orang yang memakai baju petani mengerut alis.   "sampai di tempat istirahat di depan, sungguh aku akan meloncat kedalam kali berendam sepuasnya!"   "Jalan ini aku pernah beberapa kali lewat, di depan sepertinya ada sebuah kali, semua orang menyebutnya kali Putih, tapi mungkin kusir tidak akan menghentikan keretanya, harus sampai dulu di kabupaten Ye baru dapat beristirahat, di sana kau baru dapat berendam air."   "Orang setempat memang menyebutnya Kali Putih."   Kata pelajar itu menyela.   "tidak lama lagi kalian sudah bisa melihatnya, kedua pantai jauhnya beberapa li, semua pasir putih ini dibawa oleh aliran sungai. Begitu air sungai meluap, air sungai itu warnanya menjadi putih susu, makanya disebut kali putih."   Bagaimana pun seorang pelajar, banyak pengetahuannya.   Benar saja kata-katanya tidak salah, tidak lama, di depan tampak sebaris-sebaris pasir putih, ada beberapa sudah menutupi sawah, tidak ada rumput yang tumbuh, putihnya menyilaukan mata, juga tampak liar.   Suara roda kereta mengeluarkan bunyi keras, ketika melewati jembatan Ru-wen, pemandangannya pun berubah.   Di depan debu membumbung tinggi keatas, satu kereta dengan empat kuda berlari dengan kecepatan penuh datang mendekat, di tiga empat li jauhnya, sudah dapat melihat bayangannya dengan jelas.   Ini adalah kereta tali panjang, empat ekor kuda semuanya kuda pilihan.   Dengan as lebar, roda besar, badan kereta kecil, box kereta mewah dengan gambar burung merak biru.   Kusirnya memakai baju putih bulan, pakai topi matahari, berdiri diatas tempat kusir mengayunkan pecut, panjangnya pecut satu zhang delapan chi, pecut itu diayunkan tidak berhenti membentuk kembang pecut.   Di belakang kereta, empat penunggang kuda memakai baju warna biru langit, membawa golok atau pedang, mengawal kereta kuda kadang melihat kebelakang, kudanya juga kuda pilihan.   Di belakangnya lagi, debu bergulung-gulung, terdengar suara derap banyak kuda, paling sedikit ada empat belas ekor kuda, mengikuti dari jarak seratus langkah di belakang.   Kusir utamanya adalah seorang pria kasar, dia terkejut, mungkin dia telah banyak pengalaman, telah melihat ada yang tidak beres, dua kali teriakan terdengar, satu suara pak pak dan satu lagi suara pecut, kereta pelan-pelan menepi kepinggir kiri.   Jalan raya dapat dilewati tiga atau empat kereta secara bersilangan, logikanya kalau menghindar menepi kekiri sisi jalan, kereta tidak akan sampai tabrakan, kereta empat kuda tali pendek, juga dapat lewat bersilangan.   Penumpang didalam kereta, tidak dapat melihat keadaan di depan, hanya mendengar suara kereta dan derap kuda yang cepat sekali, mereka juga malas mengeluarkan kepala melihat keadaan di luar kereta.   Kedua buah kereta itu semakin dekat, kereta kuda yang didepan seperti gila menerjang datang.   "Perlahan sedikit, apa mau mati?'' kusir utama berteriak.   Orang yang didalam kereta terkejut bangkit berdiri.   Fu Ke-wei tidak istirahat lagi, dengan cekatan dia bangkit dari duduknya, mengeluarkan kepala dari kereta memeriksa, wajahnya berubah.   Empat ekor kuda yang datang dari depan seperti sudah gila, kusirnya juga seperti sudah gila, keretanya bergoyang keras, berloncat loncatan, tampak mengerikan, sepertinya setiap saat keretanya bisa terguling hancur berkeping-keping.   "Cepat jalankan kereta ke dalam sawah!"   Terdengar teriakan pada kusir utama.   Di pinggir jalan ada parit selebar dua chi, sawah hanya beberapa tumpukan pasir putih, bagaimana kereta bisa keluar? Kusir utama tidak menurut, dia malah mengerem keretanya, dengan lancar mengendalikan keledai, keretanyajadi berhenti di sisi jalan.   "Hati-hati mereka "   Fu Ke-wei berteriak dengan keras, mendadak dia keluar dari dalam kereta.   Kereta lawan datang menerjang, kekuatannya seperti gunung runtuh.   Empat penunggang kuda di belakangnya, malah di luar sepuluh langkah telah meninggalkan jalan raya, maju dari kedua sampingjalan, baru saja kereta berpapasan, empat penunggang kuda itu juga sudah sampai di kedua sisi kereta.   Golok dan pedangnya di cabut, saat dua penunggang kuda itu menempel disisi kereta, mereka melukai pantat keledai dengan pedang dan golok, dan tanpa berhenti menerjang terus kedepan.   Kusir utama terkejut, keledainya kesakitan dan berlari ke depan, kusir utama tidak menduga kejadian ini, hingga jatuh terlentang.   Debu berterbangan, di depan tidak terlihat orang.   Kereta kuda yang berlari mendadak membelok, membuat kereta tidak terkendali dan berguling ke kanan.   Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Di dalam bayangan debu, sepuluh ekor lebih kuda telah datang menerjang, melihat kereta kuda berguling, mereka tidak keburu menghindar.   Orang berteriak, kuda berkikik! Langit goyang bumi goncang, mengerikan sekali.   "Oh! Langit!"   Fu Ke-wei yang melayang turun di atas tumpukan pasir di sisi jalan me-nengadah kepala berteriak, merasa, bulu di seluruh tubuhnya menjadi dingin dan berdiri, hawa dingin menutup tubuhnya.   Kereta empat kuda yang mewah dan empat penunggang kuda telah berlari sejauh seratus langkah lebih, suara keretanya sangat keras, derap kuda seperti guntur, semua menghilang dalam debu yang berterbangan.   Tiga belas penunggang kuda, hanya tinggal tiga orang yang paling belakang, di saat kritis menerjang, mereka kesamping dan masuk kesawah jadi bisa selamat, sepuluh yang lainnya tujuh mati seketika, tiga luka berat hampir mati, empat belas ekor kuda tidak ada seekor pun yang dapat berdiri sendiri, kebanyakan putus kaki patah leher, roboh semua.    Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Rase Emas Karya Chin Yung Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL

Cari Blog Ini