Ceritasilat Novel Online

Ilmu Ulat Sutera 20


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 20


Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying   Dia langsung mengambil tindakan.   Pertama-tama dia menangkap basah tabib Cai yang sedang mengadakan pertemuan dengan Su Sam-ko di sebuah penginapan.   Di bawah ancamannya, tabib Cai diharuskan menandatangani perjanjian sebagai mata-mata Siau-yau dan mengawasi gerak- gerak Wan Fei-yang.   Karena bersalah, kedua orang itu terpaksa menandatangani perjanjian tersebut.   Manusia Tanpa Wajah menanyakan dengan saksama bagaimana caranya Wan Fei-yang bisa masuk ke dalam Bu-ti-bun.   Tapi dia tidak menceritakan asal usul anak muda itu sedikit pun.   Terhadap cara Wan Fei-yang menyelundup ke dalam Bu-ti- bun, Manusia Tanpa Wajah menaruh perhatian yang besar.   Dia tidak menanyakan apa-apa lagi kepada tabib Cai dan dia juga tidak mengganggu-gugat kedudukan Wan Fei-yang.   Dia tidak ingin Wan Fei-yang tahu bahwa gerak-geriknya sudah diperhatikan oleh orang Siau-yau-kok.   Tapi Manusia Tanpa Wajah segera mengirim surat lewat merpati pos ke Siau-yau- kok dan Bu-tong-san.   844 Sedangkan di pihak Wan Fei-yang sendiri, dia sama sekali tidak menyadari bahwa bahaya sudah di depan mata.   Di pihak lain, Kongsun Hong juga mulai mengawasi Wan Fei-yang.   Dia masih penasaran, di mana sudah pernah mendengar suara anak muda itu.   Sedangkan kecurigaan Kongsun Hong sejak semula sudah dapat diduga oleh Wan Fei-yang.   Tapi dia tenang-tenang saja.   Tindakannya semakin berhati-hati.   Sebisa mungkin dia menghindari pertemuan dengan Kongsun Hong.   Dan setiap kali menjawab pertanyaan Kongsun Hong, dia jauh lebih berhati-hati lagi.   Beberapa hari belakangan ini, hasil yang didapatkan Kongsun Hong tidak banyak.   Tapi dia tidak melepaskan Wan Fei-yang begitu saja.   Untung waktunya juga tidak banyak.   Dia masih mencari kesempatan untuk mendekati Tok-ku Hong.   Dia juga harus menemani gadis itu membahas cara memecahkan barisan Jit-sing-kiam-ceng.   Yang membentuk barisan tentu saja para murid Bu-ti-bun lagi.   Mereka sebetulnya sudah merasa jenuh.   Barisan Jit-sing- kiam-ceng yang mereka bentuk belum pernah sanggup menahan Kongsun Hong dan Tok-ku Hong.   Gerakan Jit-goat- lun Kongsun Hong selalu berhati-hati.   Sedangkan Tok-ku Hong tidak peduli banyak.   Setiap kali dia selalu turun tangan dengan keras.   Oleh karena itu, hampir puluhan jumlah anggota Bu-ti-bun yang terluka setiap harinya.   Tentu saja mereka berobat ke klinik tabib Cai Hua-to.   Tabib itu menjadi kelabakan saking repotnya.   Untung saja luka semacam ini tidak sulit diobati.   Untunglah Wan Fei-yang adalah anak muda yang cerdas.   Belajar sekali saja dia langsung mengerti.   Tabib Cai Hua-to sisa menghemat tenaganya karena ada bantuan dari Wan Fei-yang.   845 Hati Wan Fei-yang sangat baik.   Dia tidak pernah mengeluh mengobati orang sebanyak itu.   Siapa pun yang terluka dan datang kepadanya, selalu diobati tanpa dibeda-bedakan.   Dia tidak tahu ada beberapa anggota Bu-ti-bun yang dianggap malas oleh Tok-ku Hong dan sengaja dilukai lebih berat.   Dan dia tidak mengharapkan ada orang yang mengobati mereka.   Sebagian dari anggota Bu-ti-bun juga menyadari kebaikan hati Wan Fei-yang.   Mereka menolak diobati olehnya.   Tapi Wan Fei-yang tidak peduli.   Dia berkeras menyembuhkan luka mereka.   Baginya menolong orang lebih penting dari segalanya.   Hal ini tidak luput dari pengawasan Kongsun Hong.   Melihat hal itu, Kongsun Hong senang sekali.   Dia cepat-cepat melaporkan kejadian itu kepada Tok-ku Hong.   Dia merupakan teman bermain Tok-ku Hong sejak kecil.   Bagaimana adat gadis itu, dia paling paham.   Dia malah berharap Tok-ku Hong akan berang mendengar kejadian ini dan sekali tebas goloknya akan membunuh Wan Fei-yang.   Dia sendiri juga merasa aneh.   Mengapa dia bisa begitu membenci Wan Fei-yang ....? ***** Mendengar berita tersebut, ternyata Tok-ku Hong benar-benar marah besar.   Dia segera menemui Wan Fei-yang.   Kongsun Hong yang melihat dari kejauhan tersenyum lebar.   Tapi ketika Tok-ku Hong membalikkan tubuhnya menghampirinya, wajahnya segera berubah serius kembali.   Pertanyaan Tok-ku Hong yang pertama tentu saja masih 846 menyangkut masalah itu.   "Benarkah Siau Yang sedang mengobati para murid yang tidak tahu mampus itu?"   Kongsun Hong cepat-cepat menganggukkan kepalanya.   "Sejak semula aku kan sudah mengatakan .... Bocah itu tidak memandang sebelah mata pun kepadamu."   Tok-ku Hong mendengus dingin.   "Siau Yang! Keluar kau!"   Teriaknya lantang. Dari dalam terdengar sahutan suara Wan Fei-yang, tapi kata- katanya justru membuat Tok-ku Hong semakin marah.   "Aku sedang mengobati anak murid kita, aku tidak ada waktu!"   Tok-ku Hong mengentakkan kakinya berang.   "Aku perintahkan agar kau menggelinding keluar sekarang juga!"   Bentaknya sekali lagi.   Wan Fei-yang tidak menyahut.   Tok-ku Hong menunggu sesaat.   Baru saja dia hendak menerjang masuk, pintu sudah terbuka.   Wan Fei-yang melangkah keluar dengan tampang terpaksa.   Tok-ku Hong mendelikkan matanya kepada anak muda itu.   Sekali lagi dia mendengus.   "Nyalimu mulai besar sekarang!"   Kepala Wan Fei-yang tertunduk.   "Ikut aku!"   Kata Tok-ku Hong sambil berjalan keluar.   Wan Fei- yang terpaksa mengikuti dari belakang.   Melihat keadaan itu, Kongsun Hong semakin senang.   Diam- diam dia mengikuti dari kejauhan.   847 ***** Setelah keluar dari halaman toko obat itu, wajah Tok-ku Hong masih memperlihatkan kemarahan.   Sedangkan kepala Wan Fei-yang tetap tertunduk rendah-rendah.   Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.   Tok-ku Hong mengulurkan tangannya memetik sekuntum bunga.   Kemudian dicampakkannya ke atas tanah.   Akhirnya dia membuka suara.   "Dalam Bu-ti-bun, belum pernah ada orang yang berani membangkang perintahku. Kau merupakan orang pertama."   Kepala Wan Fei-yang tertunduk semakin rendah. Dia bahkan tidak berani melirik gadis itu. Entah sungguh-sungguh atau hanya berpura-pura.   "Aku yang membawa kau masuk menjadi anggota Bu-ti-bun. Sekarang kau malah terang-terangan membantah perintahku,"   Kata Tok-ku Hong kembali.   "Aku melihat mereka kesakitan setengah mati, jadi tidak sampai hati ...."   Suara Wan Fei-yang lebih menyerupai bisikan.   "Mereka kesakitan, apa hubungannya denganmu? Toh bukan kau yang kesakitan!"   "Aku mengerti.   Mereka kesakitan tapi tidak boleh diobati.   Hal ini karena kau menganggap mereka tidak mengerahkan segenap kemampuan dalam membentuk barisan,"   Sahut Wan Fei-yang mulai berani. 848 "Bagus kalau kau mengerti!"   Tok-ku Hong menghentikan langkah kakinya.   "Biarlah aku dianggap kurang ajar.   Tapi coba kau bayangkan, seandainya mereka mengerahkan segenap kemampuan dan tanpa sadar melukaimu, mereka sudah pasti akan menerima kematian.   Sedangkan kau hanya merasa bahwa mereka tidak mengerahkan segenap kemampuan saja, sudah mengharapkan kematian mereka ...."   "Orang-orang itu semuanya kantong nasi.   Mati juga tidak perlu disayangkan!"   "Salah besar.   Seandainya tidak ada mereka, hari ini Bu-ti-bun tidak mungkin sehebat ini.   Lagi pula, kau begini kejam.   Salah sedikit saja sudah main bunuh.   Siapa yang berani mendekatimu? Seandainya suatu hari kau terancam bahaya, siapa pula yang akan menolongmu? Mungkin mereka malah membiarkan kau mati di tangan musuh!"   Tok-ku Hong tertawa dingin.   "Ini adalah salah satu peraturan Bu-ti-bun, siapa yang menerima perintah lalu tidak dituruti, maka ...."   "Peraturan hanya buatan manusia, mengapa tidak bisa diubah? Biar bagaimana aku tetap akan mengobati mereka. Paling banter, sehabis mengobati mereka, kau akan menebas aku dengan golokmu,"   Sahut Wan Fei-yang tegas.   "Kau ...."   Mata Tok-ku Hong mendelik penuh kemarahan kepada Wan Fei-yang.   "Aku menolong mereka sebetulnya bukan maksud tertentu. 849 Semua ini demi kebaikanmu juga,"   Sahut Wan Fei-yang kembali.   "Apa lagi yang kau ocehkan?"   "Mereka sudah lama mengikutimu.   Seandainya mereka menaruh dendam dalam hati ....   Musuh terang mudah dihadapi, takutnya justru musuh yang membokong dari belakang."   "Kau kira mereka berani?"   "Semut saja melawan kalau di njak, apalagi manusia.   Mungkin di hadapanmu mereka tidak berani mengambil tindakan apa- apa.   Tapi kalau kau sampai menemui bahaya, dia akan melihat kau mati tanpa niat menolong."   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku juga tidak memerlukan pertolongan mereka!"   "Biar bagaimanapun, tindakanku ini hanya menguntungkan dirimu dan sama sekali tidak ada ruginya.   Aku hanya memerhatikan dirimu ...."   Wan Fei-yang menatap gadis itu kemudian menarik napas panjang.   "Mengapa kau harus memerhatikan aku?"   Tanya Tok-ku Hong heran.   "Aku sendiri tidak mengerti."   Kenyataannya Wan Fei-yang memang tidak mengerti.   Tok-ku Hong diam termenung.   Wan Fei-yang menatapnya sampai lama.   850 "Ada lagi.   Kalau begini terus, aku dan tabib Cai Hua-to akan mati lemas.   Seandainya kami kurang tidur dan salah memberi obat, maka pasti ada nyawa manusia yang akan melayang.   Sudah tentu nama baik tabib Cai pun tidak dapat dipertahankan lagi."   Tanpa dapat menahan diri lagi, Tok-ku Hong tertawa terkekeh- kekeh.   "Anggap saja mulutmu pandai berbicara. Tapi kau harus berhati-hati. Suatu hari nanti, mungkin aku akan melukaimu. Pada waktu itu aku ingin lihat bagaimana caranya kau mengobati dirimu sendiri."   Selesai berkata, dia langsung membalikkan tubuhnya meninggalkan tempat itu.   Wan Fei-yang menatapnya sampai menghilang di kejauhan.   Dia masih tertegun di tempat itu.   Di sebelah sana, Kongsun Hong seakan tidak memercayai pandangannya.   Ternyata bukan saja Tok-ku Hong tidak membunuh Wan Fei-yang, malah sebelum pergi tadi dia tertawa terkekeh-kekeh.   Biar sebodoh apa pun, dia langsung dapat menerka bahwa kesan Tok-ku Hong terhadap Wan Fei- yang sudah dalam sekali.   Kongsun Hong masih terpaku di tempat itu agak lama.   Matanya menyorotkan sinar yang dingin dan menakutkan.   Akhirnya dia melangkahkan kakinya.   Tampaknya orang itu sudah mempunyai rencana tertentu.   Wan Fei-yang sama sekali tidak menyadari kehadirannya.   ***** Sekembalinya ke toko obat, seorang anak buah Bu-ti-bun sudah menunggunya di sana.   Melihat dia masuk ke dalam, orang itu segera berteriak.   "Cepat periksa aku!" 851 Dia menaikkan lengan bajunya. Tangannya kekar sekali. Wan Fei-yang memeriksa sekilas. Dia tidak menemukan luka ataupun penyakit apa-apa. Mungkin dia kurang teliti, pikirnya dalam hati. Oleh karena itu, dia memeriksa sekali lagi dengan saksama.   "Apa sebetulnya yang kau lakukan? Tanganku terpukul beberapa kali. Uratnya saja terasa hampir putus. Kau masih tidak mengatakan apa-apa sejak tadi!"   Teriak orang itu kembali. Wan Fei-yang segera memegang lengan orang itu. Tapi orang itu langsung menjerit seperti kesakitan.   "Tenagamu begitu keras, apakah kau sengaja ingin membuat aku menjadi cacat? Apakah kau belum pernah mendengar siapa adanya Cao Pao?"   Padahal Wan Fei-yang hanya menyentuhnya. Sama sekali tidak menggunakan tenaga keras. Dia sampai tertegun mendengar makian itu.   "Aku ingin nyawamu!"   Teriak Cao Pao lantang.   Tangan yang menurutnya sudah hampir cacat itu tiba-tiba memutar.   Sebatang golok sudah tergenggam di tangannya.   Dia menerjang maju dan berniat membacok anak muda itu.   Tangan itu bergerak dengan gesit, sama sekali tidak seperti tangan yang sedang kesakitan.   Wan Fei-yang adalah orang yang cerdas.   Dia segera mengerti apa maksud orang itu.   Cepat-cepat dia memegang kepalanya dengan sepasang tangan dan lari terbirit-birit.   852 Caranya menghindar benar-benar seperti orang yang kelabakan.   Kadang-kadang dia sampai bergulingan di tanah.   Napasnya tersengal-sengal.   Dengan susah payah, akhirnya dia berhasil juga menghindarkan diri dari tiga puluh enam kali serangan golok Cao Pao.   Golok Cao Pao terus mengejar Wan Fei-yang.   Tampaknya laki-laki kasar itu tidak ingin melepaskan Wan Fei-yang begitu saja.   Goloknya menyapu ke kiri dan kanan.   Sambil berlari Wan Fei-yang berteriak-teriak.   Sebentar dia berteriak minta tolong, sebentar lagi dia berteriak meminta ampun lalu meminta Cao Pao menghentikan serangannya.   Dia terjatuh dan merangkak bangun beberapa kali.   Keadaannya sungguh mengenaskan.   Pakaiannya sudah kotor semua.   Dia berlari ke arah taman belakang.   Dari antara gunung buatan yang tertebar di seluruh taman, tiba-tiba terlihat bayangan berkelebat.   Kongsun Hong muncul di sana.   Matanya menatap lekat-lekat pada Wan Fei-yang.   Wajahnya tersirat rasa penasaran.   Dari gerak-gerik Wan Fei- yang yang jatuh pontang-panting seperti itu, ia tidak tampak seperti orang yang mengerti ilmu silat.   Akhirnya dia mengambil keputusan untuk menguji sendiri.   Tubuhnya melesat ke udara.   Sebilah golok terbang meluncur ke arah dada kanan Wan Fei-yang.   Pada saat itu, Wan Fei-yang sedang melangkah mundur dengan serabutan.   Masih jatuh- bangun seperti tadi.   Tampaknya golok terbang itu dalam waktu sekejap sudah akan mengenainya, tapi tiba-tiba dia menggeser tubuhnya seperti terhuyung-huyung, golok terbang itu pun melesat mengenai bahu kanannya.   Tubuh yang terkena golok itu terjatuh d atas tanah.   Cao Pao sampai menghentikan gerakannya dengan tertegun.   Hatinya 853 panik sekali.   Siapa tahu Wan Fei-yang merangkak bangun secara tiba-tiba.   Sedangkan golok terbang tadi tertinggal di atas tanah.   Kongsun Hong sudah panas-dingin.   Dengan melukai Wan Fei- yang, dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan kepada Tok-ku Hong.   Ketika melihat anak muda itu merangkak bangun, dia juga ikut tertegun.   Sedangkan golok Cao Pao sudah bergerak lagi menyerang anak muda itu.   Wan Fei-yang membalikkan tubuhnya.   Tampaknya dia begitu ketakutan sehingga kalang kabut.   Ilmu Wan Fei-yang yang satu ini tidak usah diragukan lagi.   Dulu di Bu-tong-san berkali-kali dia menjadi bulan-bulanan para Suhengnya.   Toh sampai sekian tahun mereka tidak tahu bahwa Wan Fei-yang mengerti ilmu silat.   Seperti juga saat ini, gerakannya lebih mirip orang mabuk daripada bermain silat.   Beberapa kali dia seperti tersandung jatuh tapi sekejap kemudian dia bisa merangkak bangun dan berlari lagi.   Cao Pao semakin penasaran.   Sifatnya memang berangasan.   Sudah beberapa kali dia yakin bisa mengenai Wan Fei-yang, tapi begitu dekat selalu luput lagi.   Dia mengejar terus.   Setelah melalui dua kali loncatan, akhirnya dia berhasil mencapai belakang punggung anak muda itu.   Tampaknya kali ini Wan Fei-yang tidak mungkin menghindar lagi.   Dia menggenggam kesempatan itu baik-baik.   Terdengar raungannya yang marah dan goloknya menebas ke depan.   "Tang!"   Sebilah golok lain menangkis golok Cao Pao.   Golok yang menangkis itu bentuknya pipih dan melengkung.   Melihat golok ini, hati Cao Pao langsung kecut seketika.   Golok muncul, 854 orangnya pasti ada.   Ternyata memang Tok-ku Hong.   Belum lagi dia membuka mulut, Cao Pao sudah bertekuk lutut di hadapannya.   "Toasiocia ...."   Wajah Tok-ku Hong tampak kelam.   "Apa yang kau lakukan?"   Bentaknya keras. Wan Fei-yang cepat-cepat menukas.   "Entah kerasukan setan apa orang ini, tiada hujan tiada angin, tiba-tiba ingin membunuhku. Dia mengejar aku dengan golok yang tajam itu dari toko obat sampai kemari."   Tok-ku Hong terpana. Matanya menatap Cao Pao tajam.   "Oh? Tampaknya kau ini seorang mata-mata,"   Katanya sinis. Cao Pao terkejut sekali. Dia membenturkan kepalanya beberapa kali di atas tanah.   "Ampun, Toasiocia. Aku bukan mata-mata. Kejadian ini tidak ada urusannya denganku!"   Sahutnya terbata-bata. Sepertinya dia masih ingin melanjutkan kata-katanya. Tiba- tiba Kongsun Hong yang keluar dari bagian samping sudah membentaknya.   "Tutup mulut!"   Melihat kedatangan Kongsun Hong, mata Cao Pao langsung bersinar terang.   "Kongsun-tongcu, kau ...."   "Aku suruh kau tutup mulut!"   Bentak Kongsun Hong dingin. Mata Tok-ku Hong mengerling sekilas.   "Suheng, sebetulnya 855 apa yang telah terjadi?"   "Bocah ini tadi minum arak terlalu banyak. Dia rada mabuk sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya,"   Sahut Kongsun Hong.   "Dia mana ma ...."   Tukas Wan Fei-yang.   "Di sini tidak ada tempat bagimu untuk bicara!"   Bentak Kongsun Hong sebelum Wan Fei-yang sempat meneruskan kata-katanya. Wan Fei-yang tidak berani berkata apa-apa lagi. Tok-ku Hong tidak tahu duduk persoalan yang sebenarnya. Dia menatap tajam kepada Kongsun Hong.   "Suheng, mengapa kau begitu memanjakan anak buah? Membiarkan mereka minum lalu bertindak yang bukan-bukan. Menurut peraturan perguruan kita ....."   "Sekembali ke kantor pusat aku akan menghukumnya dengan keras."   Dia langsung mencengkeram leher baju Cao Pao.   "Toasuheng, jangan ... jangan ....!"   Teriak Cao Pao kalang kabut.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kau masih berani banyak bicara. Aku akan potong lidahmu terlebih dahulu!"   Dia tidak berkata apa-apa lagi. Ditariknya Cao Pao meninggalkan tempat itu. Tok-ku Hong juga segera menghampiri Wan Fei-yang dan membimbingnya bangun. Melihat perhatian gadis itu, Wan Fei- yang sampai tertegun sesaat.   "Terima kasih atas pertolongan Toasiocia ...." 856 Tok-ku Hong tertawa dingin.   "Aku baru saja merasa menyesal."   Dia melepaskan tangannya. Wan Fei-yang semakin terpana.   "Menyesal?"   "Bukankah aku pernah mengatakan bahwa suatu hari apabila kau terluka, aku ingin lihat bagaimana caranya kau mengobati dirimu sendiri?"   Wan Fei-yang tertawa getir.   "Aku lihat, kau boleh juga!"   Sekali lagi Wan Fei-yang tertawa getir.   "Boleh juga apanya? Kau tidak lihat bagaimana aku dikejar sampai kelabakan?"   Pikiran Tok-ku Hong langsung tergerak.   "Tia pernah mengatakan bahwa dia akan menerimamu sebagai murid. Sekembalinya nanti aku akan menanyakan kapan waktunya. Kalau kau sudah bisa ilmu silat, tentu tidak takut dihina lagi oleh siapa pun,"   Katanya sambil memandang Wan Fei-yang lekat-lekat.   Wan Fei-yang hanya dapat menganggukkan kepalanya.   Tok- ku Hong mengantarnya sampai ke toko obat.   Kebetulan Goat Ngo, si dayang yang misterius itu ada di sana.   Tok-ku Hong langsung menariknya ke samping.   Entah apa yang dibicarakan mereka.   Setelah Goat Ngo pergi, ternyata air mata Tok-ku Hong sudah berderai dengan deras.   Melihat keadaan itu, Wan Fei-yang heran sekali.   Bagaimana sifat Tok-ku Hong, dia sudah mulai paham.   Dia bukan tipe 857 gadis yang cengeng.   Sedangkan selama ini, baru kali ini dia melihat Tok-ku Hong menguraikan air mata dengan keadaan begitu sedih.   Tok-ku Hong memandangi kepergian Goat Ngo sambil berdiri termangu-mangu.   Akhirnya dia mengusap air mata yang membasah di pipinya.   Wan Fei-yang cepat-cepat menghampiri dan bertanya dengan maksud menyelidik.   "Toasiocia, apakah Goat Ngo membuat kau marah?"   "Mana ada hal seperti itu?"   Sahut Tok-ku Hong tanpa sadar.   "Eh?"   Wan Fei-yang masih melanjutkan.   "Dia tamu yang paling aneh. Kedudukannya hanya seorang dayang, tapi sampai-sampai tabib Cai juga rada takut dan segan terhadapnya. Obat apa saja yang dia minta selalu dipenuhi. Tabib Cai tidak berani banyak bertanya, juga tidak pernah mendaftar nama pasien yang menyuruhnya membeli obat."   Tok-ku Hong mendengus dingin.   "Apa yang kau ketahui?"   "Kalau begitu Siocia pasti lebih jelas dari aku."   "Urusan ini lebih baik kau jangan banyak tanya. Dengan kedudukanmu di Bu-ti-bun, semakin sedikit yang kau ketahui semakin baik untuk dirimu sendiri. Nyawamu juga bisa dipertahankan lebih lama!"   Wan Fei-yang meleletkan lidahnya dan mengangguk berulang kali.   Tiba-tiba dia merenung dan menarik napas panjang.   "Memang seharusnya aku tidak usah banyak bicara.   Lebih baik giat bekerja.   Siapa tahu suatu hari nanti aku bisa menonjolkan diri dan menjadi orang terkenal.   Dengan 858 demikian roh kedua orang tua di alam baka juga gembira melihat keberhasilan anaknya."   Tok-ku Hong menatapnya dengan mata sayu.   "Kapan kedua orang tuamu meninggal?"   "Kapan juga tidak ada bedanya. Pokoknya aku belum sempat berbakti kepada mereka sedikit pun,"   Sahut Wan Fei-yang sedih.   "Oh?"   Wajah Tok-ku Hong berubah menjadi kelam.   "Tentu saja Toasiocia jauh lebih baik nasibnya daripada aku."   "Kali ini dugaanmu salah,"   Sahut Tok-ku Hong sambil tertawa getir.   Wan Fei-yang menatap Tok-ku Hong dengan wajah keheranan.   Tok-ku Hong menarik napas panjang.   "Dalam Bu-ti-bun, setiap orang hanya tahu bagaimana menghormati aku dan mencari muka.   Mereka semua takut kepadaku.   Tidak ada yang berani berkata jujur di hadapanku.   Tidak ada pula yang tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi seperti engkau."   Gadis itu berhenti sejenak.   "Aku tidak seberuntung yang kau bayangkan."   Wan Fei-yang menyorotkan sinar mata kurang percaya.   "Bukankah Buncu sangat baik terhadapmu?"   "Sebetulnya dia juga belum pernah mengasuhku atau menjagaku sepenuhnya." 859 "Kalau begitu, ibumu ...."   "Dia dikurung oleh ayahku.   Ingin menemuinya sekali dalam satu tahun saja, sulitnya setengah mati."   "Kenapa bisa demikian?"   Kembali gadis itu menarik napas panjang. Lama dia tidak bersuara.   "Di mana dia sekarang?"   Desak Wan Fei-yang.   "Liong-hong-kek."   Tok-ku Hong merandek sejenak.   "Di situ merupakan tempat terlarang. Siapa saja yang menginjakkan kaki ke tempat itu, boleh dibunuh di tempat. Bukan main- main!"   Wan Fei-yang pura-pura ketakutan mendengar keterangan tersebut. Pikirannya bergerak terus.   "Oh ya .... Siapa nama ibumu?"   "Namanya Sen Man-cing,"   Tok-ku Hong menghentikan kata- katanya. Dia memandang sekilas ke arah Wan Fei-yang.   "Untuk apa kau menanyakannya?"   Wan Fei-yang bagai tersadar dari mimpi.   "Ti ... tidak apa-apa. Aku hanya sekadar bertanya saja."   Tujuan Wan Fei-yang menyelundup ke dalam Bu-ti-bun justru karena ingin mencari tahu tentang Sen Man-cing.   Dia sudah berusaha dengan berbagai cara, tapi hasilnya sia-sia.   Tidak tersangka dia malah mengetahui jejak Sen Man-cing dengan 860 mudah dari mulut Tok-ku Hong sendiri.   Ternyata Sen Man- cing adalah istri Tok-ku Bu-ti.   Hal ini benar-benar di luar dugaannya.   "Dayang yang bernama Goat Ngo tadi adalah gadis yang selalu melayani ibuku.   Justru dari dialah, kadang-kadang aku bisa mendapat sedikit keterangan tentang keadaan ibuku."   "Mengapa ayahmu harus melakukan semua ini?"   Tanya Wan Fei-yang tanpa dapat menahan diri lagi. Tok-ku Hong menggelengkan kepalanya.   "Tia tidak bersedia menjelaskannya. Pokoknya dia melarang aku menanyakan urusan tentang ibu. Sedangkan ibu juga selalu tutup mulut setiap aku mengajukan pertanyaan yang sama."   "Apakah dia menyalahkan atau membenci ayahmu?"   "Tidak .... Padahal ibu bukan jenis perempuan yang kolot dan mematuhi apa saja yang diperintahkan oleh suaminya. Hal inilah yang membuat aku tidak mengerti."   "Mungkinkah ibumu pernah melakukan sesuatu hal yang bersalah terhadap ayahmu?"   "Omong kosong!"   Baru memaki dua kata, Tok-ku Hong langsung terdiam.   Pada dasarnya, dia sendiri pernah mempunyai pikiran yang sama.   Wan Fei-yang merasa ucapannya memang rada keterlaluan.   Dia tidak berani mengajukan pertanyaan apa-apa lagi.   Diam- diam dia memerhatikan Tok-ku Hong.   Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Tok-ku Hong dapat menenangkan 861 dirinya kembali.   Dia melirik ke arah Wan Fei-yang.   "Sekarang aku akan menemui ayahku.   Kau jangan ke mana- mana.   Tunggu kabar dariku!"   Tanpa menunggu jawaban dari Wan Fei-yang, dia langsung membalikkan tubuh dan meninggalkan tempat itu.   Pada saat yang sama, Kongsun Hong muncul di ruangan tamu kediaman Cian-bin-hud.   Cian-bin-hud sedang duduk di kursi goyang sambil minum arak.   Dia baru minum beberapa teguk, sama sekali belum mabuk.   Melihat kedatangan Kongsun Hong, wajahnya langsung berseri-seri.   Dia tertawa lebar.   "Kebetulan aku sedang tidak punya teman. Minum arak seorang diri sungguh tidak enak. Mari ... mari!"   Kongsun Hong menggelengkan kepalanya.   "Aku sedang ada keperluan yang ingin minta tolong pada Hud-heng."   "Ada urusan apa bisa kita bicarakan kalau sudah selesai meminum arak,"   Sahut Cian-bin-hud sambil menuang secawan arak dan menyodorkannya ke depan Kongsun Hong. Kongsun Hong menolaknya dengan halus.   "Urusan ini penting sekali. Harap Hud-heng meletakkan dulu cawan arakmu."   "Oh?"   Cian-bin-hud menjadi penasaran. Rasa ingin tahunya timbul seketika.   "Sebetulnya urusan apa yang membuat kau begitu panik?"   "Setahu kami, Hud-heng merupakan orang yang paling luas pengetahuannya. Apalagi menyangkut ilmu silat setiap partai 862 dan aliran yang ada di dunia Kangouw."   "Tidak usah memuji seribu bahasa. Kita toh orang sendiri. Ada urusan apa, katakan saja langsung!"   "Aku hanya ingin tahu, dalam ilmu menangkis dan menghindarkan diri dari serangan musuh, apakah ada semacam ilmu yang gerakannya jatuh-bangun, lari pontang- panting seperti orang yang kebingungan dan kalang kabut?"   "Kau hanya menguraikan secara lisan, mana aku bisa mengerti?"   Cian-bin-hud merenung sejenak.   "Kalau kau masih ingat dengan baik, coba perlihatkan padaku. Secara kasar saja, tidak apa-apa."   "Baik,"   Sahut Kongsun Hong.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Dia mulai mengingat-ingat dan meniru gerakan Wan Fei-yang ketika diserang oleh Cao Pao tadi.   Juga gerakan anak muda itu ketika menghindarkan diri dari golok terbangnya.   Semakin memandang wajah Cian-bin-hud semakin kelam.   Dia menunggu sampai gerakan Kongsun Hong berhenti.   "Kalau tidak salah, itu adalah jurus Ping-wei-ma-po."   "Taysu, gerakan jurus apa yang kau katakan itu?"   "Ping-wei-ma-po (gerak langkah penyakit ayan),"   Suara Cian- bin-hud serius sekali.   Sebetulnya gerakan itu diambil dari Tian-li-sian-hua (bidadari menaburkan bunga), tapi karena gerakan ilmu yang satu ini khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan karena gerakannya yang mirip tarian, maka diubah sedikit dan diberi nama Ping-wei-ma-po.   Ilmu ini dipelajari kaum laki-laki.   Ilmu ini merupakan salah satu dari 863 tujuh puluh dua ilmu pusaka Siau-lim.   Sudah lama menghilang dari dunia Kangouw, tapi tiga puluh tahun kemudian, ilmu yang serupa muncul di Bu-tong-pay.   Tapi ilmu ini tidak pernah diwariskan kepada siapa pun."   Kongsun Hong terpana. Sebuah ingatan melintas di benaknya.   "Rupanya dialah orangnya yang mengalahkan Kuan Tiong-liu di kaki gunung Bu-tong-san dan menolong kami berdua,"   Gumamnya perlahan.   "Siapa yang kau maksudkan?"   Tanya Cian-bin-hud heran.   "Siau Yang!"   Tinju Kongsun Hong terkepal erat-erat. Cian-bin-hud semakin terpana.   "Maksudmu Siau Yang mengerti ilmu Ping-wei-ma-po?"   Kongsun Hong menganggukkan kepalanya seperti orang linglung.   "Itulah sebabnya aku selalu merasa pernah mendengar suaranya. Hm ... bocah ini ...."   Dengan kemarahan meluap-luap dia menerjang keluar.   "Hai! Ke mana kau?"   Tanya Cian-bin-hud sambil mengejar ke depan.   "Aku akan menemui Suhu!"   Suaranya masih berkumandang, orangnya sudah lenyap di balik tembok yang tinggi.   ***** Ruangan utama merupakan tempat di mana Tok-ku Bu-ti biasa menerima tamu-tamunya, juga merupakan tempat di 864 mana bawahannya melaporkan hasil perolehan mereka dalam masing-masing usaha.   Dulu Kongsun Hong juga diterima murid di ruangan ini.   Kecuali Kongsun Hong, sampai detik ini dia tidak pernah menerima murid lain secara resmi.   Oleh karena itu, Tok-ku Hong sendiri merasa di luar dugaan.   Dia cepat-cepat pergi mencari Wan Fei-yang.   Jangan sampai Tok-ku Bu-ti menyesal dan membatalkan niatnya.   Itulah sebabnya Tok-ku Bu-ti baru duduk sebentar, Tok-ku Hong sudah mengajak Wan Fei-yang menghadapnya.   Sejak masih menjadi anggota Bu-ti-bun, baru kali ini Wan Fei- yang bertemu muka dengan Tok-ku Bu-ti.   Maka dari hatinya agak tegang.   Sebetulnya dia sama sekali tidak berminat mengangkat Tok-ku Bu-ti sebagai guru.   Tujuannya masuk ke dalam Bu-ti-bun hanya untuk mencari Sen Man-cing.   Sekarang urusan sudah telanjur sampai tahap sedemikian rupa.   Dia menjadi khawatir ...   khawatir risiko yang akan dihadapinya nanti.   Tok-ku Bu-ti memandanginya dengan wajah tersenyum.   Wan Fei-yang meremas-remas jari tangannya gugup.   "Tia, dialah yang bernama Siau Yang,"   Tok-ku Hong menjawil lengan baju Wan Fei-yang.   "Cepat panggil Buncu!"   Katanya dengan suara lirih.   "Harap Buncu banyak rezeki!"   Wan Fei-yang mengucapkan kata-kata yang diajarkan oleh Tok-ku Hong sebelumnya.   "Bagus!"   Mata Tok-ku Bu-ti memandangnya dengan tatapan menyelidik.   "Aku dengar kau pernah menolong nyawa Hong- 865 ji!"   "Hal itu juga berkat keberuntungan Buncu!"   "Bagus sekali!"   Tok-ku Bu-ti tertawa lebar.   "Apa tujuanmu mempelajari ilmu dari Bu-ti-bun?"   Tanyanya kemudian.   "Siaujin (aku yang rendah) sejak kecil selalu dihina orang. Maka dari itu aku berharap dapat mempelajari ilmu silat barang beberapa jurus agar dapat mendongakkan kepala di hadapan orang lain."   "Punya semangat!"   Mata Tok-ku Bu-ti mengerling.   "Hong-ji mengharap aku menerimamu sebagai murid ...."   Ucapannya belum selesai, terdengar sebuah suara menyahut lantang dari luar.   "Suhu, orang ini jangan sekali-kali diterima sebagai murid!"   Kongsun Hong menerjang masuk dengan wajah merah padam. Melihat kedatangan orang itu, hawa marah Tok-ku Hong langsung meluap.   "Suheng, lagi-lagi kau mengacau!"   Kongsun Hong maju selangkah.   "Orang ini pasti mata-mata. Ilmunya sangat tinggi!"   Kata Kongsun Hong. Wan Fei-yang tertegun seketika.   "Omong kosong!"   Bentak Tok-ku Hong.   "Sumoay, tahukah kau bahwa dia adalah manusia bertopeng yang mengalahkan Kuan Tiong-liu di kaki gunung Bu-tong tempo hari?"   Kata Kongsun Hong sambil menuding ke arah 866 Wan Fei-yang.   Wan Fei-yang menjadi termangu-mangu.   Tok-ku Hong merasa heran Kongsun Hong bisa mengungkit kejadian itu.   "Kau memang paling pintar mengoceh yang bukan-bukan.   Dia sama sekali tidak mengerti ilmu silat.   Malah tadi hampir saja terbunuh oleh orangmu!"   Bentaknya marah.   "Dia tadi ...."   Kongsun Hong menjadi gagap-gugup.   "Kau kira aku tidak tahu bahwa orang yang membawa golok itu adalah orang suruhanmu.   Karena kau adalah Toasuheng dan Siau Yang sama sekali tidak terluka, maka aku tidak berniat memperpanjang urusan ini.   Sekarang kau malah ...."   "Sumoay ...   apa yang aku katakan benar adanya,"   Wajah Kongsun Hong merah padam.   "Dia memang manusia bertopeng itu. Apakah kau tidak merasakan kemiripan suara mereka?"   Tok-ku Hong tertegun. Agaknya sampai saat ini dia baru teringat urusan tersebut.   "Tadi aku memang menyuruh Cao Pao mencari gara-gara dengannya. Maksudku ialah ingin memaksanya mengeluarkan kepandaian yang dia miliki,"   Kata Kongsun Hong kembali.   "Tapi dia sama sekali tidak melawan.   Malah lari pontang- panting ketakutan."   "Dia memang sengaja berpura-pura di depan kita.   Sebetulnya gerak-geriknya yang jatuh bangun itu merupakan semacam 867 ilmu yang disebut Ping-wei-ma-po.   Oleh karena itu, meskipun Cao Pao berusaha mengejar dan menggerakkan goloknya dengan gencar, dia tetap dapat menghindar."   Tok-ku Hong menatap Wan Fei-yang lekat-lekat. Wajahnya berubah menjadi kelam. Kongsun Hong menoleh kepada Tok- ku Bu-ti.   "Suhu, Ping-wei-ma-po adalah ilmu Bu-tong-pay yang tidak boleh diwariskan kepada siapa pun juga. Cian-bin-hud sudah mengatakannya dengan jelas!"   Katanya. Tok-ku Bu-ti tertawa datar.   "Kau kira Suhu tidak ada ilmu gerakan langkah seperti itu? Justru karena ilmu itu masih menjadi pertanyaan apakah milik sah Siau-lim-pay atau milik Bu-tong-pay, maka tidak boleh dipelajari oleh siapa pun,"   Sahutnya tenang. Kongsun Hong menggelengkan kepalanya sambil menuding ke arah Wan Fei-yang.   "Orang ini pasti mata-mata yang diutus oleh Bu-tong-pay."   "Apa yang kau ketahui?"   Suara Tok-ku Bu-ti semakin datar. Kongsun Hong tertegun.   "Apakah Suhu tetap ....?"   "Sejak semula aku sudah tahu!"   Tiba-tiba Tok-ku Bu-ti merentangkan tangannya. Sepasang telapak tangannya menghantam pintu ruangan tersebut. Terdengar suara "blam!"   Pintu itu tertutup seketika. Wang Fei-yang memalingkan wajahnya. Dia terkejut sekali melihat kenyataan itu. Wajah Tok-ku Hong juga berubah hebat.   "Tia ....!"   Serunya panik. 868 "Kau minggir ke sana!"   Kata Tok-ku Bu-ti sambil mengeluarkan sepucuk surat dari balik pakaiannya.   "Kongsun-ji, kau bacakan surat dengan suara keras!"   Surat itu dientakkannya.   Lembaran kertas itu menjadi kaku seketika seperti lempengan besi.   Kongsun Hong segera maju menerima surat tersebut.   Dia membacanya keras-keras.   "Ciangbunjin generasi baru dari angkatan Ciok menyampaikan salam kepada Buncu dari Bu-ti-bun, Tok-ku Bu-ti ....   "Bu-tong-pay sedang tertimpa kemalangan.   Generasi pendahulu Ci-siong Tojin dibokong oleh seorang murid sehingga tewas.   Kami masih dalam suasana berkabung.   Apabila menggerakkan senjata dalam keadaan demikian, tentu akan menjadi gunjingan kawan-kawan di dunia Kangouw.   Dengan demikian, kami mohon pengertian Tok-ku Buncu untuk memundurkan tanggal pertarungan selama setengah tahun.   Tok-ku Buncu adalah orang yang penuh pengertian.   Kami yakin permintaan ini tidak akan ditolak ...."   Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Benar-benar alasan yang tepat. Dengan demikian orang tidak bisa mengatakan bahwa murid Bu-tong-pay adalah orang- orang yang takut mati."   Dia memberi isyarat kepada Kongsun Hong agar meneruskan kata-kata dalam surat itu.   "Mengenai murid murtad Wan Fei-yang yang membunuh Suhu, sekarang sudah mengganti nama menjadi Siau Yang.   Orang ini masuk menjadi anggota Bu-ti-bun dan bekerja di toko obat.   Entah dia mengandung maksud tertentu atau memang sebetulnya orang dari pihak kalian yang diperintahkan untuk membunuh Suhu.   Kami mengharap Tok- ku Buncu tidak keberatan menyerahkan orang ini agar dapat 869 kami hukum sesuai peraturan ...."   Mendengar sampai di sini, hati Wan Fei-yang langsung tergetar. Dia merasa heran sekali.   "Mengapa Fu-toako bisa tahu?"   Gumamnya seorang diri. Kembali Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak.   "Kau yang bernama Wan Fei-yang?"   Tanyanya tenang. Sinar mata Wan Fei-yang terangkat ke atas. Dia mengertakkan giginya erat-erat.   "Betul!"   Sahutnya nekat.   "Orang-orang Bu-tong-pay menuduh kau yang membunuh Ci- siong Tojin, bagaimana pendapatmu sendiri?"   Tanya Tok-ku Bu-ti kembali.   "Aku tidak membunuhnya!"   "Sebetulnya siapa Suhumu, Ci-siong Tojin atau Yan Cong- tian?"   Sinar mata Tok-ku Bu-ti semakin tajam.   Hati Wan Fei-yang kembali tergetar.   Dia benar-benar kagum akan ketajaman mata Tok-ku Bu-ti dan kecepatan anak buahnya dalam mencari berita.   Namun dia juga tidak habis pikir bagaimana tebakannya begitu tepat.   Dia tidak menyahut.   Tok-ku Bu-ti juga tidak mendesaknya.   Dia masih tertawa lebar.   "Aku malah tidak habis pikir apa tujuanmu menyelinap ke dalam Bu-ti-bun!"   "Suhu, aku rasa dia ingin menyelidik rahasia ilmu yang kau pelajari sehingga kelak ada pegangan dalam menghadapimu," 870 tukas Kongsun Hong.   "Mungkin saja ...."   Sahut Tok-ku Bu-ti datar.   "Kalau begitu, kita terlebih-lebih tidak boleh melepaskannya. Lebih baik langsung dibunuh saja!"   Sepasang Jit-goat-lun Kongsun Hong langsung berputaran.   Dia tidak menunggu izin dari Tok-ku Bu-ti.   Tubuhnya segera melesat ke depan menyerang Wan Fei-yang.   Tentu saja Wan Fei-yang melihat dengan jelas bahwa Kongsun Hong sedang menerjang ke arahnya.   Dia tertawa getir.   Jarak Kongsun Hong semakin dekat.   Sepasang Jit-goat- lun di tangannya mengancam dada Wan Fei-yang.   Jilid 19 Anak muda itu melirik Tok-ku Hong sekilas.   Tapi gadis itu memalingkan wajahnya.   Wan Fei-yang menarik napas panjang.   Tubuhnya berkelebat beberapa kali.   Gerakannya seperti hantu gentayangan.   Tahu-tahu serangan Kongsun Hong sudah mengenai tempat yang kosong.   Kongsun Hong tertawa terbahak-bahak.   "Akhirnya ekor musangmu terlihat juga!"   Sepasang Jit-goat-lun menari-nari ke atas dan ke bawah.   Tentu saja bukan benar- benar menari namun gerakan senjatanya yang hampir mirip dengan tarian.   Berturut-turut dia menyerang Wan Fei-yang.   Tok-ku Bu-ti sama sekali tidak mencegah.   Dia hanya duduk tenang menyaksikan jalannya pertarungan.   Wan Fei-yang 871 menjalankan langkah barisan Jit-sing.   Dia menerobos ke dalam cahaya Jit-goat-lun milik Kongsun Hong.   Dengan gencar dan berturut-turut dia berhasil menghindarkan diri dari serangan Kongsun Hong sebanyak empat puluh sembilan kali.   Tiba-tiba tubuhnya mencelat ke udara.   Ibarat seekor naga sakti meluncur ke arah Kongsun Hong dan menghantam tepat pada bahu anak muda tersebut.   "Plak!", tubuh Kongsun Hong tergetar dan mencelat mundur sejauh setengah depa.   Wajahnya merah padam.   Meskipun dia tidak terluka parah, tapi hantaman telapak tangan Wan Fei- yang terasa nyeri juga.   Dia menahan kakinya agar jangan terhuyung-huyung.   Kemudian dia bersiap menyerang kembali.   Belum sempat dia menerjang, Tok-ku Hong yang sejak tadi berdiri di sudut sudah mendahuluinya.   Sepasang goloknya sudah dikeluarkan.   Tangannya menuding Wan Fei-yang.   "Siau Yang .... Wan Fei-yang! Aku tidak menyangka kalau kau adalah seorang manusia yang rendah. Kau sengaja memperalat aku agar dapat menyelinap ke dalam Bu-ti-bun!"   Matanya sudah mengembang air.   Melihat tampang gadis itu, Wan Fei-yang terharu sekali.   Dia menatapnya dengan pandangan bersalah.   Kemudian dia menarik napas panjang.   "Sebetulnya aku mempunyai kesulitan yang tidak dapat kujelaskan ...."   "Tidak perlu banyak bicara! Lihat golok!"   Teriak gadis itu.   Belum lagi goloknya bergerak, air matanya sudah jatuh bercucuran.   Dalam seumur hidupnya, baru kali ini dia berniat menolong 872 orang setulus hati.   Siapa tahu Wan Fei-yang malah memperalatnya.   Bagaimana dia tidak menjadi sedih dan sakit hati? Hati Wan Fei-yang sendiri semakin tertekan.   Akhirnya sepasang golok Tok-ku Hong mulai menyerang.   Wan Fei-yang hanya menghindar terus.   Dia sama sekali tidak membalas.   Tindakannya malah seperti orang yang terpaksa dan apa boleh buat.   Meskipun gerakan golok Tok-ku Hong cukup cepat, tapi dalam seratus delapan kali serangan, tidak sekali pun dia sanggup menyentuh tubuh Wan Fei-yang.   Tentu saja dia sama sekali tidak mengira bahwa Wan Fei-yang terus-terusan mengalah kepadanya.   Gadis itu masih menyerang dengan gencar.   Tok-ku Bu-ti melihat semua itu dengan jelas.   "Berhenti!"   Bentaknya lantang. Tok-ku Hong menarik kembali goloknya.   "Tia ....?"   Tok-ku Bu-ti mengibaskan tangannya.   "Tidakkah kau sadari bahwa sejak tadi dia hanya mengalah terus? Kau memang bukan tandingannya!"   Tok-ku Bu-ti memalingkan wajahnya menghadap Wan Fei- yang.   "Kungfu bagus!"   Pujinya.   Wan Fei-yang sedang memandang ke arah Tok-ku Hong.   Dia tidak menyahut.   "Aku akan memberimu waktu sepeminuman teh untuk beristirahat.   Jangan sampai kau mengatakan bahwa kami menghadapimu dengan cara bergilir supaya tenaga dalammu terkuras habis!"   Kata Tok-ku Bu-ti kembali. 873 "Tok-ku Bu-ti memang tidak malu menjadi Buncu sebuah perguruan yang terkemuka,"   Wan Fei-yang tertawa datar.   "Aku tidak perlu beristirahat, kau boleh turun tangan sekarang juga!"   Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak.   "Berdasarkan kedudukanku sebagai seorang Buncu, seandainya aku dapat mengalahkanmu, orang-orang dunia Kangouw pasti akan mengatakan aku yang tua menghina yang muda."   "Suhu, bagaimanapun kau harus memberi pelajaran pahit kepadanya!"   Teriak Kongsun Hong yang takut Tok-ku Bu-ti terlalu gengsi untuk menghadapi Wan Fei-yang. Tok-ku Bu-ti tertawa dingin.   "Aku mempunyai perhitungan sendiri."   Dia menoleh kembali kepada Wan Fei-yang.   "Baiklah .... Aku akan menguji sampai sepuluh jurus saja. Seandainya sanggup menerima sepuluh jurus seranganku, kau boleh pergi dari tempat ini sesuka hatimu. Urusan hari ini tidak akan kami perpanjang lagi!"   Katanya tegas. Wan Fei-yang tertegun sesaat.   "Aku terima syarat yang kau ajukan,"   Sahutnya kemudian.   "Aku tidak pernah mengingkar janji!"   Teriak Tok-ku Bu-ti.   "Kongsun-ji, kau yang menghitung!"   Kongsun Hong segera mengiakan.   "Satu!"   Teriaknya lantang.   874 Tubuh Tok-ku Bu-ti mencelat dari atas kursi dan melayang di udara.   Gerakannya demikian cepat laksana seekor burung rajawali yang mengincar mangsanya.   Tiba-tiba telapak tangannya terulur dan meluncur ke arah Wan Fei-yang.   Wan Fei-yang segera mengembangkan sepasang telapak tangannya, kakinya bergerak maju dan kedua pasang telapak pun saling berbenturan.   "Blam!", tubuh Tok-ku Bu-ti berjungkir balik kemudian melayang turun dengan mantap.   Wan Fei-yang tergetar mundur setengah langkah.   Di atas tanah tempatnya berdiri tadi terlihat dua bekas telapak kaki yang melesak ke dalam.   "Ternyata kau memang bakat yang langka!"   Mata Tok-ku Bu-ti bersinar tajam.   "Hati-hati!"   Teriaknya sambil kembali menyerang.   Telapak tangannya sudah mengancam kembali.   Wan Fei-yang menggeser tubuhnya secepat kilat.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Pergelangan tangannya memutar.   Tangannya sudah menggenggam sebatang toya, sedangkan tubuh Tok-ku Bu-ti meluncur balik dan mengambil tongkat kepala naga yang letak di samping kursinya tadi.   Menggunakan kesempatan itu, tubuh dan toya Wan Fei-yang meluncur dalam waktu yang bersamaan.   Sekaligus dia mengerahkan tiga belas serangan, semuanya mengancam tenggorokan Tok-ku Bu-ti.   Tidak syak lagi, ilmu yang digunakan adalah Sou-hou-cang yang dipelajari juga oleh Fu Giok-su.   "Bagus! Sou-hou-cang!"   Seru Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak- bahak.   875 Tiga kali berturut-turut dalam jangka waktu tiga puluh tahun dia pernah mengalahkan Ci-siong Tojin yang merupakan guru Wan Fei-yang.   Tentu saja dia tidak memandang sebelah mata pun kepada bocah yang masih bau ingus itu.   Tongkat kepala naganya bergerak gencar.   Wan Fei-yang tentu saja tidak ingin mati konyol di tempat itu.   Dia mengerahkan segenap kemampuannya.   Dengan toya di tangan, dia memainkan Bu- tong-liok-kiat.   Hal inilah yang tidak terduga oleh Tok-ku Bu-ti.   Bocah ini rupanya seorang yang mempunyai bakat besar dalam mempelajari ilmu silat.   Pada suatu hari kelak, apabila dia masih mempunyai kesempatan hidup, belum mencapai usia sebaya dengan Ci-siong Tojin, ilmunya pasti sudah jauh lebih tinggi daripada almarhum Ciangbunjin Bu-tong-pay tersebut.   Meskipun dengan kalang kabut dan rada kewalahan, Wan Fei- yang masih bisa menghindar beberapa serangan Tok-ku Bu-ti.   Sedangkan hitungan Kongsun Hong sudah mencapai angka sembilan.   Kali ini senjata Wan Fei-yang terdesak oleh Tok-ku Bu-ti sampai senjatanya terlepas dari tangan.   Namun dia tidak mengalami luka apa-apa.   Tok-ku Hong yang sudah berdiri dan menyaksikan jalannya pertarungan sampai melongo, apalagi Kongsun Hong dan para anggota Bu-ti-bun lainnya.   Meskipun senjatanya sudah terlepas dari tangan, penampilan Wan Fei-yang masih demikian tenang.   Dia merangkapkan sepasang telapak tangannya untuk melindungi bagian dada.   "Tinggal satu jurus lagi,"   Katanya datar. Wajah Tok-ku Bu-ti beku seperti balok es. 876 "Aku tahu!"   Dia melemparkan tongkat kepala naganya di atas tanah.   Senyumnya sudah sirna sejak tadi.   Wajahnya tampak kelam.   Ilmu silat Wan Fei-yang benar-benar di luar dugaannya.   "Aku tidak menyangka kau sudah menguasai Bu-tong-liok-kiat dengan sempurna.   Benar-benar hal yang mengagumkan!"   Katanya serius.   "Aku yang rendah masih belum diberi kesempatan untuk melihat Mit-kip-sin-kang Buncu yang terkenal itu,"   Sahut Wan Fei-yang. Tok-ku Bu-ti tertawa dingin.   "Apakah kau sudah mempelajari ilmu pusaka Bu-tong-pay yang ketujuh, Tian-can-kiat?"   Tanyanya menyelidik.   "Belum,"   Sahut Wan Fei-yang tanpa sadar.   Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak.   Justru sejak tadi dia merasa ragu apakah Wan Fei-yang sudah mempelajari ilmu Tian-can-kiat yang kesaktiannya menggetarkan dunia Kangouw.   "Belum mempelajari Tian-can-kiat, kau sudah berani menantang Mit-kip-sin-kangku?"   Wan Fei-yang menarik napas dalam-dalam.   "Silakan!"   Tiba-tiba lengan baju Tok-ku Bu-ti menghempas-hempas meskipun tiada angin yang bertiup, kemudian berubah kaku seperti lempengan baja. Seiring dengan teriakan Kongsun Hong.   "Sepuluh!"   Tok-ku Bu-ti ibarat seekor naga yang 877 mengamuk dan melesat ke tengah-tengah udara.   Sepuluh jari tangannya berubah merah membara.   Suaranya menderu- deru.   Wan Fei-yang segera terkurung oleh kibasan lengan baju Tok- ku Bu-ti.   Sejak mempelajari Mit-kip-sin-kang, belum pernah ada orang yang dapat mengalahkannya.   Bagaimana hatinya tidak besar.   Sementara itu Wan Fei-yang sendiri hampir menyesal telah memancing Tok-ku Bu-ti mengerahkan ilmu yang satu itu.   Namun sekarang nasi sudah menjadi bubur.   Sepasang telapak tangan Tok-ku Bu-ti yang berwarna merah membara sudah di depan mata.   Dengan nekat Wan Fei-yang mengembangkan sepasang telapak tangannya dan menyambut hantaman Mit-kip-sin-kang milik Tok-ku Bu-ti.   Tok-ku Hong yang melihat jalannya pertarungan segera menjadi panik.   Dia memang marah sekali.   Tapi saat ini dia justru mengkhawatirkan keadaan Wan Fei-yang.   "Blammm!", terdengar suara benturan yang memekakkan telinga.   Tubuh Wan Fei-yang terbang ke udara dan jatuh sesudah menghantam pintu besi.   Dia menggelinding di tanah sebanyak dua kali.   Tangannya menopang berat tubuhnya dan berusaha berdiri.   Wajahnya berubah menjadi merah padam.   Itulah kehebatan Mit-kip-sin-kang.   Tubuhnya bergetar dengan hebat.   Siapa pun dapat melihat bahwa dia sudah terluka oleh getaran tenaga Mit-kip-sin-kang Tok-ku Bu-ti.   Sepasang Jit- goat-lun di tangan Kongsun Hong segera digetarkan menerjang ke depan.   "Biar aku yang menghabisinya!"   Teriak laki-laki itu penuh semangat. 878 Tok-ku Hong segera menghambur ke depan dan mengadang di depan tubuh Wan Fei-yang.   "Tia ....!"   Panggilnya sendu. Pada saat itu tubuh Tok-ku Bu-ti baru melayang kembali di tanah. Dia mengembuskan napas panjang. Ia lalu menoleh kepada Tok-ku Hong.   "Kau ingin Tia melepaskannya?"   Tok-ku Hong mengangguk dengan kepala tertunduk.   "Biar bagaimana, dia juga pernah menyelamatkan nyawa Hong-ji!"   "Suhu ...."   Kongsun Hong segera memanggil. Tok-ku Bu-ti tertawa dingin.   "Di kaki gunung Bu-tong-san, kalau bukan karena dia yang menghalangi Kuan Tiong-liu, kau juga sudah menjadi mayat saat ini. Apakah kau sudah lupa?"   Sindirnya tajam. Kongsun Hong tertegun, sementara itu kepala Tok-ku Bu-ti manggut-manggut berulang kali.   "Tidak salah. Jadi manusia, hal yang paling penting adalah jangan melupakan budi yang pernah dilepaskan oleh seseorang kepada kita!"   Mendengar kata-kata Tok-ku Bu-ti, Kongsun Hong tidak berani mengucapkan apa-apa lagi. Tok-ku Bu-ti mengibaskan lengan bajunya.   "Baik. Wan Fei-yang, pergilah!"   Kemudian ia menepuk tangannya satu kali.   Wan Fei-yang tidak berkata apa-apa.   Dia membalikkan tubuhnya.   Pintu besi itu pun segera terbentang lebar.   Wan 879 Fei-yang melangkahkan kakinya perlahan.   Tampaknya dia akan terjungkal jatuh.   Namun dia mempertahankan diri sekuatnya dan akhirnya dia berhasil juga menegakkan tubuhnya dan melangkah terus.   Tok-ku Hong bermaksud mengejar.   Tapi tangannya ditarik oleh Tok-ku Bu-ti.   Kongsun Hong seperti sedang merenungkan sesuatu.   "Suhu, sekarang saja ilmu bocah ini sudah sedemikian tinggi.   Sebetulnya dia tidak boleh dilepaskan begitu saja!"   Dia langsung menggerakkan kakinya dengan maksud mengejar.   "Aku sudah bilang melepaskannya! Jangan membuat aku malu!"   Bentak Tok-ku Bu-ti. Kongsun Hong segera menghentikan langkah kakinya. Namun dia masih merasa penasaran.   "Mengapa tidak dibunuh ....?"   "Orang yang masih bisa menegakkan tubuhnya sambil berjalan setelah terkena ilmu Mit-kip-sin-kang sama sekali tidak banyak. Wan Fei-yang ini benar-benar tergolong laki-laki sejati. Aku suka orang yang keras hatinya seperti dia,"   Kata Tok-ku Bu-ti. Dia menarik napas panjang.   "Dalam hal memilih murid, Bu-ti-bun memang kalah jauh dengan Bu-tong-pay."   Wajah Kongsun Hong merah padam mendengar sindiran yang tajam itu. Tok-ku Bu-ti menarik napas panjang lagi.   "Sayangnya ...."   Hati Tok-ku Hong tergetar.   "Tia, sayangnya apa?"   Desaknya segera.   880 "Dia menyambut pukulanku dengan kekerasan.   Urat nadi tubuhnya sudah tergetar.   Meskipun tidak sampai mati, tapi untuk selanjutnya dia sudah menjadi orang cacat.   Seorang cacat yang tidak bisa ilmu silat lagi sama sekali, buat apa kita membunuh orang semacam dia?"   Mendengar keterangan Tok-ku Bu-ti, Kongsun Hong baru mengembangkan seulas senyuman di bibirnya.   Sedangkan wajah Tok-ku Hong menjadi pucat seketika.   Seharusnya dia lebih jelas sifat ayahnya sendiri.   Tidak mengancam ketenangannya di dunia Kangouw.   Jadi inilah sebabnya dia membiarkan Wan Fei-yang tetap hidup di dunia ini.   ***** Wan Fei-yang melangkah perlahan, namun akhirnya dia berhasil juga keluar dari pintu Bu-ti-bun.   Pintu itu masih tertutup rapat.   Dia tidak punya tenaga lagi untuk mempertahankan diri.   Segumpal darah segar muncrat dari mulutnya dan dia jatuh berlutut di atas tanah.   Tepat pada saat itu, wajahnya sudah berubah sepucat lembaran kertas.   Keringat sebesar-besar kacang kedelai menetes dari keningnya.   Penderitaannya benar-benar tidak usah dikatakan lagi.   Perut dan dadanya bagai dihunjam oleh berbagai senjata tajam.   Dengan susah payah dia mengeluarkan botol obat yang diberikan oleh si kerdil Sam-cun dari balik pakaiannya.   Dia menuangkan beberapa butir di tangan lalu menelannya sekaligus.   Setelah mengatur napas beberapa saat, dia 881 memaksakan dirinya untuk berdiri dan melangkah perlahan.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kadang-kadang dia tersuruk jatuh kemudian bangun lagi.   Dengan cara demikian, dia menuruni gunung tersebut.   Kalau biasanya dia hanya memerlukan waktu kurang dari satu kentungan untuk mencapai kota terdekat, maka sekarang dia terseret-seret hampir tiga kentungan baru akhirnya dapat mencapai sebuah penginapan di kota tersebut.   Matahari sudah hampir tenggelam.   Wan Fei-yang berjalan dengan tangan merambat di tembok rumah orang.   Dia melangkah masuk ke dalam penginapan tersebut dengan susah payah.   Walaupun seluruh tubuhnya kotor berlumuran tanah tapi bagaimanapun dia masih membawa uang yang cukup banyak.   Di mana pun seseorang berada, uang memang bisa berkuasa atas segalanya.   Seandainya saat itu Wan Fei-yang berpakaian perlente tapi tidak mempunyai uang, dia pasti tidak dilayani oleh pemilik penginapan.   Maka dari itu, akhirnya Wan Fei- yang berhasil menyewa sebuah kamar.   Seorang pelayan merapikan dulu selimut dan menyediakan berbagai keperluannya kemudian baru meninggalkan kamar tersebut.   Wan Fei-yang tidak dapat mempertahankan diri lagi, dia terjatuh di atas tempat tidur.   Sampai pagi hari kedua pelayan mengetuk pintu kamarnya.   Tetap tidak terdengar sahutan.   Dia memberanikan diri mendorong pintu dan masuk ke dalam.   Dia melihat Wan Fei- yang terbaring di tempat tidur dengan darah yang masih mengalir di sudut bibirnya.   Napasnya sudah lemah sekali.   Pemilik penginapan yang mendapat laporan dari sang pelayan cepat-cepat datang melihat keadaannya.   Orang itu terkejut 882 sekali.   Dia tidak tahu apakah Wan Fei-yang masih dapat bertahan lebih lama, tapi kalau sampai tamu ini meninggal di penginapannya, tentu akan banyak masalah.   Akhirnya dia mengambil keputusan.   Malam harinya dia menyuruh beberapa orang pelayan masuk ke kamar Wan Fei-yang secara diam-diam dan menggotong anak muda itu.   Mereka membawanya ke tempat yang terpencil dan menggeletakkan tubuhnya dekat sebuah lorong kecil.   Selama itu Wan Fei-yang tetap tidak sadarkan diri.   ***** Lorong kecil itu benar-benar sepi dan terpencil.   Di sebelah kiri dan kanan banyak terdapat bangunan yang masih belum jadi.   Wan Fei-yang digeletakkan oleh para pelayan penginapan di tempat tersebut.   Seandainya dia tidak sadar sendiri, akibatnya benar-benar tidak dapat dibayangkan, karena pada saat itu hujan turun dari langit.   Angin tidak seberapa kencang.   Hujan pun tidak deras sekali.   Suara curahannya yang bagai irama tak menentu memecahkan keheningan malam.   Seluruh tanah telah basah tergenang air hujan.   Betul-betul di pinggir lorong juga seperti tercuci bersih.   Tubuh Wan Fei-yang juga sudah basah kuyup.   Di bawah terpaan hujan angin itulah Wan Fei-yang akhirnya sadarkan diri.   Pikirannya mulai terang sedikit demi sedikit.   Melihat keadaannya sendiri pada waktu itu, dia segera dapat menduga apa yang telah terjadi.   Rasa nyeri dalam perut dan dadanya masih belum hilang.   Dia merasa heran.   Apakah obat pemberian Sam-cun yang menurutnya dapat menyembuhkan luka dalam tidak manjur lagi? Atau dia yang meminumnya 883 terlalu sedikit? Namun perlahan-lahan dia mulai mengerti.   Lukanya beda dengan luka biasa.   Dia terhantam pukulan Mit- kip-sin-kang milik Tok-ku Bu-ti.   Tentu bukan sembarang obat yang bisa menyembuhkan luka semacam itu.   Bibir Wan Fei-yang menyunggingkan seulas senyum yang pahit.   Apakah dia akan mati sebentar lagi? Dia tidak takut mati.   Tapi bayangan kematian Ci-siong Tojin yang ternyata ayah kandungnya berputaran di benaknya.   Tidak! Dia tidak boleh mati sebelum namanya tercuci bersih.   Apabila dia mati begitu saja, sia-sialah jerih payah Suhu sekaligus ayahnya yang telah mendidiknya dengan segala cara.   Oleh sebab itu Wan Fei-yang memberontak.   Dia merangkak di bawah curahan hujan sambil menahan rasa nyeri.   Perlahan-lahan dia maju.   Bagai seekor binatang yang sedang merayap, akhirnya dapat juga dia keluar dari lorong kecil tersebut.   Apa yang masih dimilikinya saat itu hanya setitik semangat untuk mengejar kehidupan.   Masih begitu banyak urusan yang belum berhasil diselesaikan.   Masih begitu banyak misteri yang belum sempat dipecahkan.   Dia benar-benar tidak ingin mati sekarang ini.   Lorong itu tidak seberapa panjang, tapi dia memerlukan waktu nyalanya sebatang hio baru bisa mencapai ujungnya.   Dengan berpegangan pada tembok, dia berusaha duduk.   Tepat pada saat itu, seekor kuda dilarikan dengan cepat dari depan sana.   Penunggangnya seorang pemuda gagah berpakaian putih.   Siapa lagi kalau bukan Kuan Tiong-liu dari Go-bi-pay.   Pandangan Wan Fei-yang sudah berkunang-kunang.   Kuan Tiong-liu juga tidak menaruh perhatian.   Kuda itu terus dipacu dengan kencang.   Lumpur dan percikan tanah menciprat wajah Wan Fei-yang.   Dia tidak peduli.   Juga tidak punya tenaga untuk 884 peduli lagi.   Dengan bertumpu pada tembok rumah dia berdiri.   Perlahan-lahan dia menyeret kakinya melangkah terus.   Entah sudah berapa lama dan sudah berapa jauh dia berjalan dengan cara demikian.   Akhirnya dia melihat setitik sinar.   Yang dilihatnya merupakan lentera yang tergantung di depan rumah.   Cahayanya cukup terang.   Empat orang pelayan sedang menjalankan perintah majikannya membagi-bagi nasi dan bubur kepada para pengemis dan fakir miskin.   Tentunya pemilik rumah ini seorang yang sangat dermawan, pikir Wan Fei-yang dalam hati.   Membagi-bagi makanan kepada para pengemis dan fakir miskin adalah perbuatan mulia.   Kebaikan hati pemilik rumah ini tampaknya tidak usah diragukan lagi.   Orang yang datang juga cukup banyak, namun setelah mendapat bagian masing- masing, akhirnya mereka meninggalkan tempat itu satu per satu.    Perangkap Karya Kho Ping Hoo Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Keris Maut Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini