Ilmu Ulat Sutera 28
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 28
Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Malah setelah tenaga dalam Hujin disalurkan ke tubuh Cayhe, barulah ilmu itu berkembang?" Sen Man-cing menganggukkan kepalanya sambil menarik napas panjang. "Pada dasarnya, ulat sutra memang harus melalui proses yang lain baru dapat menjadi bahan pakaian. Kalau didiamkan saja, tentu tidak ada manfaatnya. Orang yang memproses ulat itu hanya disebut pemberi jasa." "Kongcu, setelah Hujin menyalurkan tenaga Tian-can-sinkang kepadamu, tenaga dalamnya sendiri malah menjadi musnah," Tukas Guat Ngo. Mendengar keterangan itu, dengan panik Wan Fei-yang menjatuhkan diri berlutut di atas tanah. "Budi Hujin yang 1166 sedalam lautan tidak akan pernah Wan Fei-yang lupakan seumur hidup!" Katanya dengan nada terharu. Sen Man-cing segera memapah Wan Fei-yang bangkit. "Kongcu tidak perlu berterima kasih kepadaku. Semua ini merupakan takdir. Lagi pula tenaga dalamku tidak sampai musnah, masih tersisa sedikit untuk sekadar berjaga diri." Wan Fei-yang terdiam mendengar ucapannya. Tiba-tiba dia mengedarkan pandangannya. Dia baru sadar bahwa saat itu dia bukan di kamar Sen Man-cing lagi. "Tempat apa ini?" Tanyanya bingung. "Rumah seorang petani. Kita sudah jauh dari Bu-ti-bun. Seharusnya keadaan kita sudah aman sekarang," Sahut Guat Ngo. "Apakah telah terjadi sesuatu di markas Bu-ti-bun?" Sen Man-cing menggelengkan kepalanya seraya menghela napas. "Bu-ti-bun sudah diserbu oleh gabungan murid Go-bi-pay dan Bu-tong-pay. Kita justru menggunakan kesempatan ketika terjadi keributan itu untuk membawa engkau meninggalkan tempat tersebut," Kembali Guat Ngo yang menjawab pertanyaan Wan Fei-yang. "Oh?" Hal ini benar-benar di luar dugaan Wan Fei-yang. "Mengapa Go-bi-pay bisa bergabung dengan Bu-tong-pay? Bukankah partai itu sudah dibasmi habis-habisan oleh Tok-ku Bu-ti?" 1167 Guat Ngo mengangkat bahunya. "Entah bagaimana persoalannya. Setelah Go-bi-pay dan Bu-tong-pay menyerang Bu-ti-bun sampai hancur lebur, mereka juga diserang lagi oleh pihak yang menamakan diri mereka orang-orang Siau-yau- kok," Sahut gadis itu menjelaskan. Mendengar keterangan tersebut, wajah Wan Fei-yang berubah hebat. Pada saat itu juga dia teringat akan Fu Giok- su. Tinjunya mengepal erat-erat. "Pasti dia! Tidak salah lagi, pasti dia yang mengatur segalanya!" Teriaknya marah. "Siapa?" Tanya Sen Man-cing penasaran. "Fu Giok-su!" Sahut Wan Fei-yang dengan hati bagai ditikam pisau tajam. "Ciangbunjin Bu-tong-pay generasi sekarang. Dia juga cucu dari ketua Siau-yau-kok, Thian-ti." Sen Man-cing menarik napas panjang. "Ambisi orang ini terlalu besar sehingga sampai hati melakukan apa saja." "Oh ya, Hujin .... Apa rencanamu sekarang?" Tanya Wan Fei- yang. "Aku berharap dapat menemukan Hong-ji secepatnya!" "Dia ... apa yang terjadi dengannya?" "Pada saat kau melarikan diri ke Liong-hong-kek, dia juga menggunakan kesempatan itu lari dari Bu-ti-bun. Tampaknya dia sedang mencari engkau ...." "Kalau begitu, rasanya dia pasti ke tempat Yan-supek." 1168 "Di mana? Bisakah kau menunjukkan tempatnya kepadaku?" Tanya Sen Man-cing penuh semangat. "Sekarang juga Cayhe akan mengantar Hujin ke sana." "Terima kasih atas kesudian Kongcu," Sahut Sen Man-cing sambil membungkukkan tubuhnya. "Hujin jangan begitu .... Cayhe tidak berani menerima penghormatan seperti ini!" Kata Wan Fei-yang sambil cepat- cepat menggeser tubuhnya. Ketika Sen Man-cing diajak oleh Wan Fei-yang ke tempat tinggal almarhum Hay-liong Lojin, Yan Cong-tian sedang mempersiapkan diri untuk kembali ke Bu-tong-san dan membereskan masalah di sana. Pertemuan antara Wan Fei- yang dan Yan Cong-tian sangat mengharukan. Apalagi setelah mengetahui bahwa mereka sama-sama telah berhasil menguasai Tian-can-sinkang. Pertemuan antara Sen Man-cing dan putrinya Tok-ku Hong juga menyentuh hati mereka. Yan Cong-tian diberi tahu bahwa Wan Fei-yang berhasil menguasai Tian-can-sinkang atas bantuan Sen Man-cing. Selain gembira, dia juga curiga. Mengapa Ci-siong bisa mengajarkan teori Tian-can-sinkang kepada orang luar? Semakin dipikirkan, dia semakin tidak mengerti. Tapi dia tidak menanyakannya. Hanya dalam hatinya dia terus bertanya-tanya, apa sebetulnya hubungan Ci-siong dengan Sen-hujin ini? Setelah mengalami berbagai kejadian yang menggetarkan hati, sifatnya memang sudah jauh berubah. Yang lalu biarlah berlalu. Masalah pertama yang harus diselesaikan tentu saja urusan 1169 Siau-yau-kok. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk mendatangi markas Bu-ti-bun yang sudah diduduki orang Siau-yau-kok sekarang. Sudah pasti Wan Fei-yang langsung menyetujui. Tok-ku Hong mengkhawatirkan keadaan Tok-ku Bu-ti. Dia ingin ikut serta. Hanya Fu Hiong-kun yang serbasalah. Akhirnya mengambil keputusan untuk tetap tinggal dan menjaga Sen Man-cing. Yan Cong-tian dan Wan Fei-yang tentu saja memaklumi perasaan hati Fu Hiong-kun. Yang dihadapi sebagai lawan adalah abang dan kakeknya sendiri. Dia memang tidak menyetujui tindak-tanduk mereka, namun dia juga tidak sampai hati melihat mereka dibasmi di depan matanya. Tok-ku Hong juga mengerti. Dia merasa gadis itu jauh lebih baik daripada dirinya, tetapi nasibnya juga jauh lebih patut dikasihani. Dia segera menarik Wan Fei-yang ke samping, dan menasihati Wan Fei-yang agar menghibur Fu Hiong-kun. Gadis itu melihat semuanya dengan jelas. Dia mengerti apa yang mereka maksudkan. Dia hanya berpesan kepada Wan Fei-yang. "Laki-laki sejati mempunyai pilihan sendiri. Ada yang tidak boleh dilakukan, tapi ada juga beberapa hal yang memang harus dilaksanakan. Tenangkanlah hatimu. Lakukanlah apa yang kau anggap semestinya. Aku hanya memohon agar kau mengampuni jiwa Yaya dan Giok-su Koko. Selebihnya, hukuman apa pun yang akan kau jatuhkan kepada mereka, aku tidak akan menghalangi." Dengan sorot mata penuh pengertian, Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya. ***** 1170 Cahaya api tidak terlalu terang. Keheningan mencekam dalam ruangan batu. Wajah Tok-ku Bu-ti lebih kelam lagi. Ruangan batu itu terpencil dalam sebuah sumur tua. Lumut dan rerumputan liar memenuhi tempat tersebut. Kalau dibilang tempat itu tempat yang misterius, memang benar. Oleh karena itu, meskipun jaraknya tidak jauh dari markas Bu-ti-bun, tetapi para anggota Siau-yau-kok yang setiap hari meronda dan menggeledah sekitar tempat itu, tetap tidak pernah menemukannya. Ruangan batu ini dibangun oleh Pangcu Bu-ti-bun generasi sebelumnya, Sia-hou Tian-cong. Maksudnya adalah untuk tempat menyembunyikan diri bila terjadi sesuatu yang tidak di nginkan. Ternyata Sia-hou Tian-cong tidak pernah menggunakannya, malah muridnya Tok-ku Bu-ti yang memakainya sebagai tempat menyembunyikan diri. Tentu saja Tok-ku Bu-ti merasa tertekan dan kesepian. Sebelum terjun ke dalam jurang ketika dikeroyok oleh Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, Geledek, dan Fu Giok-su, dia sudah memperhitungkan semuanya dengan matang. Tok-ku Bu-ti bukan baru kali pertama ini bertarung di atas Giok-hong-teng. Selama tiga puluhan tahun dia selalu mengadu kekuatan dengan Ci-siong Tojin di tempat yang sama. Dilihat dari kelicikan manusia itu, tidak mungkin dia tidak memerhatikan daerah sekitarnya dengan saksama. Dia sudah mengenal situasi tempat itu bagai mengenali telapak tangannya sendiri. Oleh karena itu, sepintar-pintarnya Thian-ti dan kawan-kawan, mereka tidak menduga kalau Tok-ku Bu-ti sengaja menjatuhkan diri ke dalam jurang. Oleh karena itu, bukan saja dia tidak mati di dalam jurang 1171 yang dasarnya penuh batu-batu karang, malah dalam saat yang genting dia langsung menangkap sebatang akar liar yang kuat dan sudah tua sekali. Dengan akar itulah dia merayap turun perlahan-lahan. Dengan mengandalkan ilmu silatnya yang tinggi, melakukan semua hal itu tentu bukan hal yang sulit. Meskipun lukanya cukup parah, tapi dia telah berlatih lwekang selama puluhan tahun. Dengan lwekangnya itu pula, dia dapat menahan lukanya untuk sementara. Setelah mempertimbangkan sejenak, dia mengambil keputusan untuk mengendap-endap kembali ke atas Giok-hong-teng. Dia tidak berani turun gunung melalui tempat yang didatanginya. Pasti masih banyak anggota Siau-yau-kok yang masih berkeliaran di tempat itu. Fu Giok-su adalah manusia yang cerdas. Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri mayat Tok-ku Bu-ti, dia tentu belum yakin kalau orang itu benar-benar sudah mati. Tok-ku Bu-ti, dia tentu belum yakin kedua orang itu benar-benar mati. Tok-ku Bu-ti mencari tempat persembunyian yang strategis dan di sana dia menghimpun hawa murninya untuk menyembuhkan luka yang dideritanya. Di tempat itu dia menginap satu malam, keesokan paginya, Kongsun Hong sudah datang kembali. Dia mencari Tok-ku Bu- ti di seluruh tempat itu. Setelah yakin keadaan sudah aman, barulah Tok-ku Bu-ti muncul dari tempat persembunyiannya dan bertemu dengan Kongsun Hong. Dalam seumur hidupnya, baru kali pertama ini Tok-ku Bu-ti terpaksa bersembunyi dari musuhnya, bahkan menggunakan akal licik untuk menghindarkan diri dari pertarungan. Dia memang belum pernah mengalami kekalahan sejak ditantang oleh siapa pun. Kongsun Hong yang melihat keadaannya ikut 1172 merasa sedih dan tertekan. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengadakan perjalanan pada malam hari dan kembali ke daerah sekitar Bu-ti-bun. Meskipun apa yang telah terjadi pada markas mereka sudah dapat diduganya, namun melihat kenyataan bahwa Bu-ti-bun telah beralih tangan dan para anggota Siau-yau-kok keluar masuk dengan seenaknya, Tok-ku Bu-ti tetap hampir muntah darah karena kesalnya. Tetapi dia tetap mempertahankan kesabarannya. Hari-hari selanjutnya terpaksa dilewati dalam ruangan batu tersebut. Luka yang diderita Tok-ku Bu-ti hampir sembuh secara keseluruhan. Kongsun Hong selalu melayaninya. Kadang-kadang dia keluar dari tempat persembunyian itu lalu menyamar dan menuju kota untuk mencari berita. Apa yang didengarnya semua merupakan kabar buruk, tapi dia menyimpannya dalam hati. Sampai hari ini baru dia mengatakannya kepada Tok-ku Bu-ti. "Bu-ti-bun benar-benar sudah hancur lebur. Anggota para cabang-cabang sebagian besar sudah melarikan diri, ada juga yang bertekuk lutut di bawah panji Siau-yau-kok." Mendengar kabar tersebut, Tok-ku Bu-ti malah tertawa terbahak-bahak. "Apa yang pernah dikatakan Ci-siong di atas Giok-hong-teng memang tidak salah. Bu-ti-bun merupakan sarang burung-burung liar. Kalau pohonnya tumbang, burungnya pun pasti beterbangan ke mana-mana!" Dia merandek sejenak, tiba-tiba dikibaskannya tangannya. "Kau kunci aku dari luar!" "Suhu ...." Kongsun merasa bimbang. 1173 "Kenapa? Kau takut aku akan bunuh diri? Anak bodoh! Mati pun aku tidak akan merem kalau sakit hati ini belum terbalas. Kali ini kau harus melatih ilmu Mit-kip-sin-kang sampai berhasil!" Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sahut Tok-ku Bu-ti yang mengerti keraguan hati muridnya. Ci-siong Tojin sudah mati. Bu-ti-bun telah diambil alih oleh Siau-yau-kok. Sen Man-cing pasti tidak peduli akan keadaannya Apa lagi yang dapat membuat Tok-ku Bu-ti memencarkan perhatiannya? ***** Setengah bulan telah berlalu. Hampir tengah malam, Kongsun Hong baru bersiap-siap menggetar sehelai tikar di depan pintu. Biasanya dia memang tidur di sana seraya menjaga. Tiba-tiba didengarnya suara yang aneh. Dengan terkejut dia menolehkan kepalanya. Sekali lagi terdengar suara. Kali ini seperti gemuruh gempa bumi, kemudian terlihat pintu batu di mana Tok-ku Bu-ti berada mulai retak. Kongsun Hong meloncat sejauh-jauhnya. Pintu batu tersebut pun hancur seperti terkena ledakan dahsyat, pecahannya berhamburan ke mana-mana. Untung saja Kongsun Hong sudah sempat menghindar. Batu-batu kecil masih berjatuhan, tubuh Tok-ku Bu-ti melayang pada waktu yang bersamaan dalam jarak tiga cun dari atas tanah. Kedua kakinya tegak lurus. Dari keluar dari ruangan tadi sampai berdiri di atas tanah, posisinya masih 1174 sama. Tubuhnya tegak kukuh laksana Gunung Thay-san. Bajunya malah melambai-lambai tertiup angin. Setelah beberapa saat baru normal kembali. Sekali lihat saja Kongsun Hong sudah tahu apa yang telah terjadi. Cepat-cepat dia maju ke depan dan menjatuhkan diri bertekuk lutut di hadapan Tok-ku Bu-ti. "Tecu memberi selamat kepada Suhu atas keberhasilannya!" "Akhirnya dapat juga aku mencapai tingkat kesembilan. Mengenai tingkat kesepuluh, rasanya tidak usah diharapkan lagi. Usiaku sudah lanjut, tiada waktu untuk melatih lebih lanjut." Meskipun mulut Tok-ku Bu-ti berkata demikian, namun dia tetap tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang masih tetap berharap. "Suhu, setelah berhasil melatih Mit-kip-sin-kang tingkat kesembilan, apakah kau sudah dapat mengalahkan semua musuhmu seperti sebelumnya?" Tanya Kongsun Hong penasaran. Tok-ku Bu-ti menggelengkan kepalanya. "Seandainya bertarung dengan cara duel satu lawan satu, tidak ada satu pun dari orang Siau-yau-kok dapat mengalahkan aku. Tapi seandainya mereka menggunakan cara gabungan seperti tempo hari, mungkin aku dapat mengalahkan mereka perlahan-lahan dan satu demi satu, tetapi aku sendiri mungkin akan mengalami luka yang cukup parah," Tok-ku Bu-ti berhenti sejenak. "Kalau memang ingin mengalahkan mereka seperti sebelumnya, rasanya kita harus menggunakan sedikit muslihat." "Tampaknya Suhu sudah mempunyai perhitungan yang 1175 matang dalam hati," Kata Kongsun Hong. Tok-ku Bu-ti hanya tertawa. Sebetulnya sebelum menutup diri melatih ilmu, dia memang sudah memperhitungkan segalanya dengan matang. ***** Tiga hari berlalu lagi. Tok-ku Bu-ti dan Kongsun Hong di depan pintu gerbang markas Bu-ti-bun yang sekarang sudah menjadi kantor cabang Siau-yau-kok. Hari masih pagi sekali. Matahari baru saja terbit. Semua anggota Siau-yau-kok yang menjaga di depan pintu gerbang sangat terkejut. Sejak hari belum terang sudah ada yang datang melaporkan kabar ini. Namun melihat sendiri kenyataan itu, mau tidak mau mereka panik juga. Pintu gerbang segera ditutup rapat-rapat. Namun sekali hantam saja Tok-ku Bu-ti sudah berhasil membukanya kembali. Beberapa anggota yang menjaga tepat di depan pintu sampai terpental ke belakang dan jatuh pingsan seketika. Ada lagi tiga orang yang langsung memuntahkan darah segar serta jatuh dengan nyawa melayang. Tok-ku Bu-ti melangkah masuk ke dalam dengan tenang. Para anggota Siau-yau-kok menjadi kalang kabut. Tepat pada saat itu juga, Fu Giok-su berjalan keluar. Di kiri-kanannya mengawal Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. Mereka mengambil posisi berdampingan. Fu Giok-su segera membungkukkan tubuhnya. 1176 Wajahnya tidak menampilkan perasaan apa pun. "Rupanya Tok-ku Buncu yang bertandang. Tok-ku Buncu benar-benar berusia panjang. Mengapa tidak menyuruh orang memberitahukan terlebih dahulu, agar kami dapat menyambut dengan baik?" Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Masa pulang ke kandang sendiri juga harus memberi laporan? Bukankah lucu kedengarannya?" "Pada dasarnya tempat ini memang milik Tok-ku Buncu. Tapi, seandainya sekarang kita mengembalikan lagi kepada Buncu, sedangkan Buncu hanya berdua dengan muridnya, apakah tidak merasa tempat ini terlalu besar? Kami rasa sebaiknya tetap biarkan kami saja yang menggunakannya," Sahut Fu Giok-su tenang. "Tidak perlu banyak bicara! Panggil kakekmu keluar menemuiku!" Bentak Tok-ku Bu-ti garang. "Cepat!" "Aku sudah datang!" Sahut Thian-ti yang sedang berjalan keluar dari ruangan dalam. "Tok-ku Bu-ti, kali ini kau dapat terlepas dari kematian. Seharusnya kau melarikan diri ke ujung dunia agar tidak kepergok lagi oleh kami. Kalau bisa cari tempat yang terpencil untuk melewati hari tua dengan tenang. Mengapa masih datang mencari kesulitan untuk diri sendiri?" "Mengapa aku harus datang kemari, kalian tentunya lebih paham!" "Paham sih paham, tapi sebagai orang tua yang sudah banyak pengalaman seperti engkau, semestinya menyadari bahwa dengan mengandalkan kekuatan Tok-ku Buncu dan muridmu 1177 itu, berani datang kemari benar-benar di luar dugaan siapa pun!" "Omong kosong!" Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Tentunya kau sudah memperhitungkan segalanya dengan matang baru berani datang kemari. Aku rasa ilmu Mit-kip-sin- kang-mu pasti sudah naik satu tingkat lagi." Tampaknya Tok-ku Bu-ti penasaran melihat ketajaman pandangan Thian-ti. "Siapa yang ingin maju duluan?" Thian-ti memangku kedua tangannya sambil menatap langit. "Meskipun ilmu Mit-kip-sin-kang adalah ilmu yang sulit dipelajari dan hebat sekali, sayangnya tangan saudara hanya ada dua." "Empat!" Teriak Kongsun Hong yang sejak tadi diam saja. Thian-ti tertawa terbahak-bahak. Hujan yang berdiri di sampingnya juga ikut-ikutan tertawa terkekeh. "Apakah Kongsun-tongcu demikian jengkelnya akibat ulah Wan Fei- yang sehingga sekarang juga mulai berlatih Mit-kip-sin-kang?" Sindir wanita itu. Saking marahnya, Kongsun Hong sampai tidak dapat berkata apa-apa. Dia berusaha menenangkan hatinya. "Apa yang kau bicarakan?" Bentaknya kesal. Hujan tetap tertawa terkekeh-kekeh. "Kalau tidak, mengapa cara bicaramu demikian sombong?" Kongsun Hong merasa dadanya hampir meledak. 1178 "Meskipun ada empat tangan, rasanya masih juga kekurangan," Tukas Thian-ti. "Kalau begitu, kalian masih juga ingin bergabung mengeroyok kami?" Tanya Tok-ku Bu-ti. "Ilmu silat Buncu terlalu tinggi. Kami terpaksa berbuat demikian!" Thian-ti mengibaskan tangannya. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek segera memencarkan diri. Mata Tok-ku Bu-ti menyapu kepada orang itu satu per satu. "Barisan Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek, Siaute sudah pernah mengenalnya!" Baru saja ucapannya selesai, jarum beracun Hujan sudah berhamburan ke arahnya. Sepasang telapak tangan Tok-ku Bu-ti satu tertutup dan satunya lagi terbentang. Segulungan angin kencang menderu-deru. Hantaman sebelah telapak tangannya menolak kembali jarum beracun yang disambitkan oleh Hujan. Golok Geledek menyusul tiba. Tok-ku Bu-ti memutar badannya sambil menghantam ke depan. Tubuh Geledek serta goloknya terpental ke tempat semula. Angin mengibaskan lengan bajunya ke arah Kongsun Hong, tapi dengan mudah dapat dihindarkan oleh Kongsun Hong. Sementara itu pedang kilat merangsek Tok-ku Bu-ti, dari udara pedangnya menukik turun. Tapi masih ada jarak kurang lebih satu cun baru dapat mengenai orang tua itu. Tok-ku Bu-ti menggeser tubuhnya, jari tangannya langsung terulur dan terdengarlah suara. "ting!" Pedang Kilat pun tertutuk oleh jari tangannya sehingga serangannya menyamping. 1179 "Berubah!" Teriak Thian-ti dalam waktu yang bersamaan. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek mengiakan serentak. Posisi mereka berubah. Tubuh mereka saling bergerak. Tubuh Tok- ku Bu-ti sendiri langsung berkelebat seperti bayangan. Sepasang telapak tangannya membentang ke depan. Begitu terulur, terasa adanya angin kencang yang menderu-deru. Dengan mengandalkan barisan Hujan, Angin, Geledek, dan Kilat yang perubahannya begitu cepat, sebetulnya dengan mudah mereka dapat menolak tenaga hantaman Tok-ku Bu-ti yang mengandung tenaga dalam kuat sehingga tidak berpengaruh. Tapi hantaman telapak tangan Tok-ku Bu-ti kali ini tidak sama lagi dengan sebelumnya. Kekuatannya sungguh mengejutkan. Tampaknya kekuatan orang tua itu sudah berubah dua kali lipat dari pertarungan di atas Kuan-jit-hong tempo hari. Sebelumnya tenaga Tok-ku Bu-ti tidak jauh berbeda dengan tokoh nomor satu umumnya. Hanya lebih kuat sedikit saja. Begitu telapak tangannya menghantam, seperti ombak besar yang menggulung di tengah lautan. Dengan gabungan tenaga Angin, Hujan, Kilat, dan Geledek yang telah membentuk barisan dan dengan senjata masing-masing yang khas, tidak sulit bagi mereka untuk mendesak Tok-ku Bu-ti sehingga kewalahan. Sekarang tenaga hantaman telapak tangan Tok-ku Bu-ti bukan main dahsyatnya. Tanah di mana mereka berpijak seakan bergetar. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek terus bergerak menyerang, namun bukan saja berhasil mendesak Tok-ku Bu-ti, malah mereka sendiri yang sampai kewalahan dan mulai terdesak. 1180 Dalam waktu yang bersamaan tubuh Tok-ku Bu-ti berputar. Semakin lama semakin cepat. Sekaligus dia menghantam sebanyak empat puluh sembilan kali berturut-turut. Dengan mengadu kekerasan dia membuat barisan itu terpecah belah dan akhirnya keempat orang itu terpaksa merapat menjadi satu. Thian-ti yang dari tadi menyaksikan jalannya pertarungan mulai melihat keadaan mereka yang kurang menguntungkan. Dia melirik Fu Giok-su sekilas. Tubuh keduanya langsung melesat secepat kilat menerjang ke depan. Dua pasang telapak tangan segera menghantam serta menyambut datangnya telapak tangan Tok-ku Bu-ti. Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dia langsung mencelat mundur ke samping Kongsun Hong. Thian-ti dan Fu Giok-su segera mengambil posisi di kiri dan kanan keempat anak buah mereka. Wajah mereka tampak kelam. Bagi orang yang sudah ahli, sekali benturan tenaga saja sudah dapat diperkirakan tinggi-rendahnya kekuatan lawan. Mereka sudah dapat melihat dengan jelas, bahwa ilmu Tok-ku Bu-ti memang sudah maju satu tingkat lagi. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek lebih mengerti lagi. Itulah sebabnya wajah keempat orang itu juga jauh lebih tidak sedap dipandang. Thian-ti memandang Tok-ku Bu-ti dari atas kepala sampai ke ujung kaki. "Tampaknya kekalahan juga bukan sesuatu yang tidak menguntungkan!" Sindirnya tajam. Tok-ku Bu-ti hanya mendehem satu kali. Sepasang telapak 1181 tangannya dirangkapkan. Dia menepuk satu kali. Telapaknya berpisah kembali. Tampaknya seakan hendak menerjang tapi tubuhnya masih bergerak mundur. Tiba-tiba tangan Kongsun Hong sudah menggenggam dua buah tabung. Dalam waktu yang bersamaan, Tok-ku Bu-ti juga sudah mengibaskan sebuah tabung yang isinya penuh dengan jarum beracun! Jarum Beracun Tujuh Bocah Ajaib! Tempo hari di lembah sempit, Tok-ku Bu-ti juga menggunakan senjata rahasia yang serupa untuk menghadapi Ci-hu-kim-hoan Lu Ci. Meskipun salah sasaran, namun kehebatannya sudah terbukti. Sekarang dengan seorang diri Tok-ku Bu-ti menghadapi empat lawan. Dia sudah berhasil menghancurkan barisan Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. Dari awal dia tidak pernah terdesak oleh lawan-lawannya. Justru dalam keadaan di atas angin, tiba-tiba dia menggunakan jarum beracun, tentu saja hal ini sama sekali di luar dugaan Thian-ti dan kawan- kawannya. Tentu saja semua ini juga sudah direncanakannya matang-matang. Mata Thian-ti sangat awas. Lagi pula dia sudah berpengalaman dalam menghadapi kelicikan dunia Kangouw. Begitu Tok-ku Bu-ti bergerak mundur tadi, dia sudah dapat merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung melesat mundur. "Mundur!" Teriaknya kepada rekan yang lain. Gerakan Fu Giok-su juga tidak lambat. Tubuhnya langsung mencelat ke udara. Dikerahkannya Hui-hun-cong dari Bu-tong- liok-kiat yang sudah terkenal kehebatannya. Tubuhnya masih melayang di udara ketika jarum beracun yang disebarkan oleh Tok-ku Bu-ti meluncur lewat di bawah kakinya dan tidak 1182 mengenai sasaran. Angin memang mengandalkan ketinggian ginkangnya sehingga namanya terkenal. Setelah mendengar teriakan Thian-ti, baru dia mencelat mundur, namun dia berhasil juga menghindari serangan jarum beracun Tok-ku Bu-ti. Di lain pihak Hujan memang memperdalam ilmu senjata rahasia. Pengetahuannya tentang senjata rahasia sudah pasti di atas orang lainnya. Ketika melihat tabung yang tergenggam di tangan Kongsun Hong, dia langsung dapat menerka senjata rahasia jenis apa yang ada di dalam tabung tersebut. Berbarengan dengan teriakan mundur Thian-ti tadi, dia langsung menggelindingkan tubuhnya di atas tanah. Beberapa batang jarum beracun mengenai lengan bajunya yang longgar. Tanpa terasa keringat dingin menetes di keningnya. Kilat melesat mundur. Dalam waktu bersamaan, pedangnya sudah direntangkan. Reaksinya sudah cukup cepat namun masih kalah sedikit dengan kecepatan jarum beracun yang disambitkan Tok-ku Bu-ti. Dalam seketika, entah berapa banyak jarum beracun yang sudah mengenai beberapa bagian tubuhnya. Dia meraung murka. Tubuhnya mencelat ke udara, pedangnya menusuk dengan kecepatan tinggi mengancam Tok-ku Bu-ti. Meskipun serangan itu sangat cepat, namun Tok-ku Bu-ti memandang sebelah mata. Tubuhnya bergerak menyambut ke depan. Dengan mudah dia berhasil menghindari serangan itu. Sepasang telapak tangannya berbareng menghantam gagang pedang di tangan Kilat. Karena getarannya yang kuat, pedang itu sampai terputus menjadi beberapa bagian dan jatuh berserakan di atas tanah. Ternyata dia tidak menyerang manusianya. Tubuh Kilat yang sedang melayang di udara tiba- 1183 tiba menukik turun dan terjatuh di atas tanah dengan suara keras. Dari ketujuh lubang pancaindranya mengalir darah. Wajah orang itu sendiri sudah berubah menjadi keungu- unguan. Geledek juga roboh pada saat yang bersamaan. Dia terkulai di depan kaki Tok-ku Bu-ti dengan sebilah pisau kecil menancap di tenggorokan. Setelah diperhatikan dengan saksama, ternyata yang tertancap di tenggorokan Geledek bukan pisau kecil melainkan putusan ujung pedang Kilat. Tentu saja Tok-ku Bu-ti yang melemparkan kutungan ujung pisau tersebut. Seandainya Tok-ku Bu-ti tidak melemparkan kutungan pisau itu, Geledek juga tidak akan luput dari kematian. Tapi takdir memang sudah menentukan demikian. Tepat pada saat tubuh Kilat terkulai di atas tanah, dia langsung menerjang Tok-ku Bu-ti. Secara refleks orang tua itu menyambut kutungan pedang yang terhantam oleh telapak tangannya tadi lalu menyambitkannya ke tenggorokan Geledek, sementara itu tangan kirinya menyebarkan jarum beracun. Tampang Geledek sungguh menyeramkan. Seluruh wajahnya penuh oleh titik jarum beracun dan langsung berubah warna persis seperti Kilat. Darah yang mengalir kehitam-hitaman, kulit wajahnya juga langsung mengeriput. Tubuh Tok-ku Bu-ti tidak henti bergerak. Dia berkelebat dengan tabung berisi jarum beracun serta mengejar Hujan dan Thian-ti. Pada saat itu, Fu Giok-su sedang melayang turun, melihat keadaan yang tidak menguntungkan, dia segera menggelindingkan badannya di atas tanah dan dengan panik lari ke dalam. Keempat orang itu bagai binatang yang sebentar lagi akan dijagal. Tidak ada satu pun yang berminat tetap di tempat. Untung saja terjangan Geledek serta Kilat tadi 1184 sempat mengadang Tok-ku Bu-ti beberapa detik, dengan demikian mereka mempunyai kesempatan untuk melarikan diri. Tok-ku Bu-ti masih terus mengejar. Mereka sudah memasuki ruangan Tiong-gi-tong, Fu Giok-su menyelinap ke balik sebuah pembatas ruangan yang terbuat dari kain berbingkai dan di atasnya terdapat lukisan yang indah. Thian-ti kelimpungan sejenak, kemudian dia menyusup ke balik bangku panjang yang bagian tempat duduknya ditutupi kulit harimau yang tebal. Hujan menimpukkan sejumlah jarum beracun lalu menyelinap ke balik tiang penyangga ruangan. Angin berkelebat melesat ke balik ruangan dan menembus koridor panjang. Jilid 26 Tok ku Bu ti mengibaskan lengan bajunya menyampok jarum beracun yang disebarkan oleh Hujan tadi. Dia tertawa dingin. Matanya menyapu ke seluruh ruangan. Tubuhnya melesat kembali dan melayang turun tepat di tengah-tengah ruangan tersebut. Dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak- bahak. "Manusia she Fu! Lari kocar-kacir seperti ini mana pantas disebut sebagai seorang kokcu dari Siau Yau kok yang terkenal?" Thian ti menongolkan dirinya dari balik bangku panjang. Dia tertawa dingin. "Buncu menggunakan senjata rahasia beracun dahsyat peninggalan tujuh bocah ajaib, bagaimana kami tidak cepat-cepat kabur?" Tok ku Bu ti masih tertawa terbahak-bahak. "Tapi kabur bukan jalan keluar yang baik!" Katanya. 1185 "Memang bukan!" Sahut Thian ti dengan suara lantang. Gerakan tubuhnya seperti ingin menerjang ke depan. Tok ku Bu ti tidak bergerak. Thian ti juga tidak benar-benar ingin menerjang. Tepat pada saat itu, Tok ku Bu ti mendadak merasakan tempat di mana kakinya berpijak seperti bergoyang. Dia terkejut sekali. Belum lagi dia sempat menghentakkan kakinya untuk mencelat ke atas. Hujan sudah menghamburkan jarum beracun ke arahnya. Dalam waktu yang bersamaan, Fu Giok Su memunculkan diri dan menimpukkan tujuh macam senjata rahasia di bagian atas tubuh Tok ku Bu ti. Dengan panik Tok ku Bu ti menggeser tubuhnya menghindari serangan yang bertubi-tubi itu. Tidak tahunya bagian tanah di bawah kakinya langsung anjlok ke dalam. Rupanya lantai di sekelilingnya tiba-tiba membuka bagai sebuah lubang yang besar. Tentu saja tubuh Tok ku Bu ti terjatuh ke dalamnya. Hal ini benar-benar membuat Tok ku Bu ti terperanjat. Sejak Tok ku Bu ti memakai gedung itu sebagai markas pusat, Tiong gi tong memang sudah ada. Sebagian besar waktu Tok ku Bu ti juga dihabiskan dalam ruangan ini. Selama puluhan tahun tidak jarang dia tertidur dalam ruangan ini juga. Boleh dibilang tidak ada seorang pun yang lebih jelas mengenal keadaan Tiong gi tong ini selain dirinya. Setiap sepuluh tahun sekali, dia selalu mengundang seorang ahli bangunan untuk memperbaiki dan memperbagus ruangan Tiong gi tong ini. Namun dia tidak pernah tahu di tengah ruangan tersebut ada sebuah jebakan. Sekarang dirinya sendiri yang terperangkap dalam jebakan tersebut. Bagaimana perasaannya tidak meluap seketika saking marahnya? Lubang jebakan ini juga dalam sekali. Di dasarnya terpasang puluhan golok tajam. Demikian juga tembok-tembok sekitarnya. Walaupun Tok ku Bu ti cepat tanggap akan situasi sekitarnya dan sempat berjungkir balik beberapa kali sebelum 1186 mendarat di atas sebatang golok, namun sekujur tubuhnya juga tidak terlepas dari sayatan golok sehingga kulitnya terkelupas dan darah mengalir dengan deras. Pikirannya dengan cepat berputar. Tok ku Bu ti berjungkir balik lagi beberapa kali kemudian dengan bantuan sebilah golok di mana kakinya menutul dia cepat-cepat mencelat kembali ke atas. Namun dalam waktu yang bersamaan, lubang di atasnya yang merupakan satu-satunya jalan keluar mulai menutup. Di sekeliling lubang itu meluncur keluar puluhan batangan pipa besi yang saling menancap dan menjadi penutup lubang tersebut. Sekarang jalan keluar bagi Tok ku Bu ti sudah tertutup oleh jeruji besi itu. Kepalanya hampir saja membentur batangan pipa besi itu kalau saja dia tidak cepat-cepat memberatkan bobot kakinya sehingga meluncur turun kembali. Tepai pada saat itu, Fu Giok Su meluncurkan ujung toyanya mengancam tenggorokan Tok ku Bu ti. Dengan panik dia menggeser tubuhnya, namun tubuhnya masih selengah melayang di udara, meskipun tenggorokannya terlepas dari serangan toya Fu Giok Su, tapi sempat juga menyerempet ujung bahunya. Kulit dan daging di pundaknya itu langsung terkoyak. Darah mengucur bagai air ledeng. Tubuh Tok ku Bu ti masih meluncur turun. Sebelum mendarat di dasar, kakinya lagi-lagi terserempet tiga batang golok. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Keadaannya mulai payah. Sekujur tubuhnya tidak ada yang luput dari luka. Meskipun tidak terlalu parah namun darah yang mengalir cukup banyak. Hal ini membuat kepala Tok ku Bu ti pusing tujuh keliling. Fu Giok Su tertawa terbahak-bahak. "Bu ti, kali ini aku ingin lihat kemana lagi kau dapat melarikan diri?" Tok ku Bu ti mendengus dingin. "Menggunakan cara licik seperti ini tidak termasuk kepandaian yang mengagumkan!" Dia menotok beberapa jalan darah di sekitar bahunya agar darah berhenti mengalir. 1187 Hujan dan Angin juga sudah keluar dari tempat persembunyiannya. Thian ti memunculkan kepalanya di atas lubang berjeruji dan tertawa lebar. "Apakah sahabat lama sudah melupakan caramu sendiri yang menggunakan jarum beracun tadi?" Sindirnya tajam. Wajah Tok ku Bu ti kaku seketika. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tadi dia sendiri juga menggunakan cara yang licik sehingga Kilat dan Geledek dapat terbunuh oleh sambitan jarum beracunnya. "Mungkin kau sendiri tidak habis pikir bagaimana aku bisa membangun sebuah perangkap di tengah ruangan ini?" Tok ku Bu ti memang tidak habis pikir. "Sebetulnya kami membual perangkap ini bukan untuk menghadapimu, lapi bukannya tidak boleh kalau digunakan untuk menghadapimu!" Kata Thian ti selanjutnya. Hujan juga memunculkan kepalanya. "Mengapa Buncu masih juga tidak mau membuang tabung berisi jarum beracun itu?" Tanyanya dengan gaya kenes. Tok ku Bu ti tertawa dingin. "Hampir saja aku lupa salah satu dari empat orang kepercayaan Thian ti yang bernama Hujan memang mengkhususkan diri dalam ilmu senjata rahasia. Barang mainan seperti ini sudah pasti, dianggap kecil oleh Hujan," Sindirnya kembali. "Aku juga baru melihatnya ketika terdesak ke dalam ruangan ini," Sahut Hujan tenang. Gayanya semakin dibuat-buat. Pada saat itu, Kongsun Hong baru menyusul tiba. Melihat lubang perangkap itu, dia langsung termangu-mangu. Sesaat kemudian dia baru berteriak memanggil. "Suhu" 1188 Mendengar panggilan itu Hujan segera menolehkan kepalanya. "Suhumu hari ini pasti akan tamat riwayatnya!" Kongsun Hong meraung murka. Sepasang tangannya berputar. Sepasang jit goat lun sudah tergenggam di tangan. Dia menerjang dengan kalap. "Benar-benar sudah bosan hidup!" Hujan tertawa dingin. "Geledek dan Kilat dua lembar nyawa. Di sini juga dua lembar nyawa!" Tukas Angin, tubuhnya berkelebat. Dalam sekejap mala dia sudah mencapai di depan Kongsun Hong. Sepasang lengan bajunya dikibaskan. Menyapu ke arah wajah Kongsun Hong. "Plak! Plak! Plak!" Hujan tersenyum simpul. "Perlukah aku mengeluarkan sedikit tenaga untuk membantumu?" Tanyanya genit. "Tidak perlu!" Teriak Angin sambil mengibaskan lengan bajunya beberapa kali berturut-turut. Kongsun Hong sampai terdesak mundur beberapa langkah. Meskipun serangan sepasang jit goat lun dari tangan Kongsun Hong cukup gencar, namun tetap tidak berhasil menyentuh sepasang lengan baju Angin. Gerakan tubuhnya yang lamban dan kelincahan Angin memang merupakan perbandingan yang besar. Angin terus mengikuti gerakan Kongsun Hong. Sepasang lengan bajunya menyapu terus menerus. Sasarannya tetap wajah Kongsun Hong. Lengan baju itu belum sampai, anginnya sudah terasa menyambar. Sepasang jit goat lun milik Kongsun Hong cepat-cepat dibentang di depan wajah untuk berjaga-jaga. Tidak tersangka-sangka, tiba-tiba Angin mengibaskan lengan bajunya ke pinggang Kongsun Hong. "Plak!" Sasarannya kali ini tidak dapat dihindarkan lagi oleh murid Tok ku Bu ti itu. 1189 Sejak kecil Kongsun Hong sudah menjaga kesehatan tubuhnya dengan melatih ilmu silat, namun kibasan lengan baju Angin ini lelap saja membuat aliran darahnya bagai tersumbat. Bagian bawah tubuhnya terasa kebal seketika. Belum lagi dia sempat menenangkan hatinya, kebasan lengan baju Angin kembali menyerang ke arah matanya. Dia cepat- cepat menggeser kepalanya ke samping. Pinggangnya terkibas sekali lagi, tubuhnya sampai terpelintir dan memutar bagai gasing. Angin masih tidak berhenti menyerangnya. Malah semakin lama semakin gencar. Kepala Kongsun Hong sudah terasa pusing tujuh keliling. Dalam jangka beberapa menit, entah sudah berapa kali dia terhajar bolak-balik oleh kibasan lengan baju Angin tersebut. Tubuhnya sampai bergelindingan di atas tanah. Angin tertawa terbahak-bahak. Rasa amarahnya hampir terlampiaskan. Sekali lagi dia mengibas dengan keras sehingga tubuh Kongsun Hong terpental membentur dinding sebelah timur. Dalam waktu yang bersamaan. Hujan menyebarkan jarum beracunnya. Kongsun Hong yang melihat tubuhnya hampir membentur dinding pekarangan itu, cepat-cepat menghentakkan kakinya dan berjungkir balik di udara. Akhirnya dia berhasil juga melayang turun dengan mantap tepai di depan dinding tersebut. Namun pada saat itu juga jarum beracun Hujan sudah meluncur tiga.. Datangnya jarum beracun itu tanpa suara sama sekali. Lagipula sebelumnya Angin sudah menegaskan bahwa dia tidak ingin Hujan ikut campur dalam pertarungan ini. Begitu lugunya Kongsun Hong sehingga percaya penuh dan tidak berjaga-jaga terhadap serangan yang lainnya. Ketika melihat jarum beracun Hujan meluncur tepat di hadapannya, dia tidak keburu menghindar lagi. Pada saat yang genting itu, Kongsun Hong hanya dapat memejamkan matanya menanti ajal. Tapi jarum-jarum itu tidak 1190 mengenai tubuhnya, malah meluncur lewat di samping tubuhnya. Kongsun Hong hanya merasakan ada serangkum angin kencang yang menghembus melewatinya. Dalam waktu yang bersamaan. seseorang melayang turun di sisi Kongsun Hong. Orang ini juga yang menghantamkan telapak tangannya menghempas jarum-jarum beracun tersebut. Bagi semua yang ada di tempat itu, orang ini tidak asing lagi. "Wan Fei Yang!" Seru mereka serentak. Mata Wan Fei Yang menyapu ke arah wajah Thian ti kemudian Fu Giok Su. "Sudah lama tidak bertemu dengan saudara-saudara sekalian," Katanya tenang. Thian ti marah sekali. "Wan Fei Yang, apa maksudmu datang ke tempat ini?" Bentaknya lantang. Wan Fei Yang tidak menyahut. Matanya masih menatap Fu Giok Su lekat-lekat. "Harap Fu Toako dalam keadaan sehat- sehat saja!" Wajah Fu Giok Su menampilkan kesan ingin tersenyum tapi tidak bisa. Mimiknya jadi aneh sekali. "Berkat doa Wan sute, keadaan Toako mu masih lumayan," Sahutnya gugup. Wan Fei Yang merasa hatinya sakit sekali. "Kali ini tentu Fu Toako tidak bisa mengelabui Siaute lagi." Fu Giok Su menganggukkan kepalanya. "Urusan sudah terlanjur sedemikian rupa. Rasanya juga. tidak perlu mengelabui engkau lagi" "Sebetulnya siapa yang turun tangan keji terhadap Ciang bun jin?" Tanya Wan Fei Yang selanjutnya. 1191 Fu Giok Su tertawa lebar. "Tentu saja Toakomu ini yang melakukannya!" Mata Wan Fei Yang menyorot semakin tajam. "Tolong Toako katakan sekalian bagaimana Pek Giok suheng dan Cia Peng suheng menemui ajalnya?" "Masa sute belum bisa membayangkannya?" Fu Giok Su malah berbalik bertanya. Wan Fei Yang menarik nafas panjang. "Bagaimana nasib Wan Ji sumoay?" Tanyanya kembali. Fu Giok Su merenung sejenak. "Aku tidak tahu," Sahutnya kemudian. Wan Fei Yang memandang Fu Giok Su dengan terpana. "Aku rasa kau juga tidak sampai hati mencelakakannya." Fu Giok Su hanya tertawa datar. "Biar bagaimana pun aku harus mengucapkan terima kasih atas perlakuanmu terhadapku selama ini," Kata Wan Fei Yang kembali. "Setelah berterima kasih, kau harus membalaskan dendam bagi kematian ayahmu bukan?" Tanya Fu Giok Su. "Dendam kematian ayah tidak boleh tidak dibalas!" Sahut Wan Fei Yang. Fu Giok Su menganggukkan kepalanya "Alasan ini saja sudah lebih dari cukup." "Hutang darah para murid Bu Tong juga harus diperhitungkan sampai tuntas!" Kati Wan Fei Yang. 1192 Fu Giok Su tertawa lebar. "Meskipun kau anak kandung Ci Siong to jin, tapi kau bukan murid resmi Bu tong pai. Untuk apa harus mengatakan soal balas dendam bagi murid Bt tong pai. Lebih baik tidak usah mengatakan apa-apa," Sindirnya sinis. Wan Fei Yang hanya mendengus dingin. "Ketika baru naik ke Bu Tong, aku sama sekali tidak mengerti. Kalau dilihat dari bakatmu, mengapa Ci Siong si tua bangka itu tidak bersedia menerimamu sebagai murid. Rupanya bukan karena asal-usulmu yang tidak jelas. Ci Siong terpaksa memendam semuanya dalam hati.. Dia tidak berani secara terang-terangan mengaku engkau sebagai anaknya!" Kata Fu Giok Su selanjutnya. Tubuh Wan Fei Yang bergetar mendengar ucapannya. "Tidak disangka, Ci Siong si hidung kerbau itu ternyata diam-diam seorang mata bong-sang. Pantasnya dibilang Hidung belang!" Kata Thian ti sambil tertawa terbahak-bahak. "Kemerosotan Bu tong pai sebagian besar juga karena ulahnya." Semua kata-kata itu terdengar jelas oleh Tok ku Bu ti. Hatinya yang terpukul dan tertekan tidak kalah oleh perasaan Wan Fei Yang. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Wan Fei Yang adalah anak kandung Ci Siong to jin! Kalau demikian, bukankah dia merupakan saudara seayah lain ibu dengan Tok ku Hong? * ** Tok ku Bu ti langsung termenung dalam lubang di mana dia terperangkap. Tiba-tiba sebuah suara yang berat terdengar menyahut. "Bagaimana pun dan siapa pun Ci Siong, tetap bukan urusan orang lain, tetapi urusan Bu tong pai!" Bagi Tok ku Bu ti suara ini asing sekali. 1193 Namun bagi orang orang Siau Yau kok, mereka bagai mendengar suara geledek bergemuruh di siang hari! Yan Cong Tian berkata sambil melangkah dari luar. Suaranya penuh wibawa dan angker juga mengandung kekuatan penuh. Thian ti langsung mengerutkan keningnya. Tanpa sadar dia mundur beberapa langkah. Sedangkan sinar mata Fu Giok Su mengandung rasa penasaran yang dalam. Tok ku Hong mengiringi di belakang Ya Cong Tian. Melihat Kongsun Hong dia langsung menghambur menghampiri. "Suheng, di mana Tia?" Tanyanya cemas. Kongsun Hong tertegun sejenak. "Suhu terjebak oleh manusia- manusia licik itu sehingga terjatuh ke dalam lubang perangkap yang telah mereka sediakan." Wajah Tok ku Hong berubah hebat. Dia menghentakkan kakinya keras-keras. "Mengapa kau masih termangu-mangu di situ?" Teriaknya kesal. Sekali lagi Kongsun Hong tertegun. Belum lagi dia memberi jawaban, Tok ku Hong sudah mencabut sepasang goloknya dan menerjang ke arah lubang perangkap. "Hati-hati!" Teriak Yan Cong Tian sambil menghambur mendahului. Dalam waktu yang bersamaan. Wan Fei Yang juga menerjang ke depan. Tanpa bersepakat lagi, Thian ti, Fu Giok Su, Angin, Hujan langsung mengundurkan diri ke sudut ruangan. Tok ku Hong melongok ke bawah. Ternyata Tok ku Bu ti memang ada di sana. Dengan kesal Tok ku Hong membacokkan sepasang goloknya ke arah teruji besi dengan sekuat tenaga. Terlihat percikan api seperti bunga-bunga timbul dari hasil benturan golok dan jeruji tersebut. Ternyata hasil tebasan golok Tok ku 1194 Hong tidak dapat memutuskan jeruji besi tersebut, yang tampak hanya dua baris guratan putih. Baru saja dia berminat menerjang ke arah Thian ti dan Fu Giok Su untuk menyuruh mereka membuka jeruji besi itu. Wan Fei Yang sudah menghalanginya. "Biar aku saja!" Anak muda itu langsung mencengkeram jeruji besi dengan sepasang jari tangannya. Dia berteriak lantang, tenaga sepenuhnya dikerahkan pada sepasang tangan dan menarik sekuat-kuatnya. Dua batang jeruji besi itu perlahan lahan bergerak dan kemudian. "Brak!" Jeruji besi terangkai itu ke atas. Melihat keadaan itu, Hujan, Angin, Thian ti dan Fu Giok Su segera mengucurkan keringat dingin. Hati mereka tergetar menyadari kekuatan tenaga Wan Fei Yang sekarang. Dalam waktu yang bersamaan, Tok ku Bu ti menghentakkan sepasang kakinya dan melesai ke atas. Tubuhnya melayang naik lalu mendarat di samping Tok ku Hong. Seluruh tubuhnya di penuhi bercak darah. Darah segar juga masih mengalir dari luka-lukanya. Matanya menatap ke arah Wan Fei Yang lekat- lekat. Sepatah kata pun tidak diucapkannya. Yan Cong Tian mengibaskan lengan bajunya. Tampaknya seakan acuh tak acuh terhadap apa yang Wan Fei Yang lakukan "Minggir!" Bentaknya lantang. "Kita selesaikan dulu urusan kita dengan Siau Yau kok. Nanti baru tiba bagianmu!" Tok ku Bu ti hanya merasakan serangkum angin kencang menghempas di depannya. Segulung kekuatan yang sulit diuraikan terasa olehnya. Tanpa sadar, kakinya terhempas mundur tiga langkah. Tok ku Hong sangat mencemaskan ayahnya.. Dia segera maju menghampiri. "Tia, bagaimana keadaanmu?" Tanyanya khawatir. 1195 Tok ku Bu ti tertawa datar. "Masih jauh dari kematian!" Sahutnya ketus. Kongsun Hong yang sejak tadi menyaksikan apa yang terjadi cepat-cepat maju ke depan. "Suhu, Tecu...." Tok ku Bu ti tertawa lebar. "Ilmu kita sih cukup tinggi. Sayangnya kemampuan kita kalah dengan orang. Buat apa kau bersedih?" "Tapi..." Kata-kata Kongsun Hong belum lagi diteruskan, Tok ku Bu ti sudah menukasnya kembali. "Apa lagi yang kau bicarakan?" Kongsun Hong merobek ujung lengan bajunya dengan maksud ingin membalut luka yang diderita Tok ku Bu ti, tapi orang tua itu langsung bergeser ke samping. "Jangan membuat aku tambah marah!" Bentaknya. Kongsun Hong jadi tertegun. Akhirnya dia mengundurkan diri ke samping. Tok ku Hong tentu lebih paham lagi adat ayahnya. Dia tidak berani mengucapkan sepatah kala pun. Sementara itu, mata Yan Cong Tian sedang menatap Thian ti dengan tajam. Setelah sekian lama, dia baru berkala. "Hutang piutang kita yang sudah begitu lama, bagaimana pun harus diperhitungkan sampai jelas hari ini!" Katanya. Thian ti tertawa terkekeh-kekeh. "Rupanya manusia she Yan selalu mempunyai umur yang panjang dan rejeki yang besar. Seharusnya dulu aku mematahkan sepasang kaki dan tanganmu. Yan Cong Tian ikut tertawa lebar. "Oleh karena itu, aku seharusnya berterima kasih kepadamu. Kalau bukan karena penderitaan yang kau berikan selama 1196 terkurung dalam telaga buatan di Siau Yau kok, sampai hari ini aku pasti belum berhasil melatih Tian can sinkang," Sahut Yan Cong Tian sambil menjura dalam-dalam. "Thian can sinkang?" Seru Tok ku Bu ti tanpa sadar. Hatinya tergetar hebat mendengar keterangan Yan Cong Tian. Thian ti dan Fu Giok Su saling lirik sekilas Meskipun tidak mengatakan apa-apa. tapi mimik wajah mereka sudah menunjukkan rasa khawatir yang dalam. Justru Hujan dan Angin yang tidak memperlihatkan reaksi apa-apa Pengetahuan mereka tentang Tian can sinkang memang tidak terlalu banyak. Tiba-tiba Thian ti mendengus dingin. "Meskipun kau, Yan Cong Tian sudah berhasil melatih Tian can sinkang, rasanya juga tidak perlu unjuk gigi serta sesumbar dihadapan kami!" "Terserah apa yang akan kau katakan. Pokoknya, manusia she Fu hari ini harus mati semuanya!" Yan Cong Thian menarik nafas dalam-dalam. Dia maju dua langkah ke depan. Thian ti juga maju satu langkah. Tangannya direntangkan. Hujan dan Angin segera berdiri di kedua sisinya. Wan Fei Yang juga langsung tampil di depan Yan Cong Thian. "Apakah orang-orang Siau Yau kok hanya tahu bagaimana cara mengeroyok lawannya?" Sindirnya tajam. "Fei Yang, biarkan saja. Dengan demikian, waktu kita juga tidak terbuang dengan percuma," Tukas Yang Cong Tian. "Kalau begitu, biar Supek hadapi saja makhluk tua itu. Yang lainnya...." 1197 "Serahkan kepadamu!" Yan Cong Tian tersenyum simpul. Dia menoleh kepada Thian ti. "Manusia she Fu, kalau masih ada pesan yang ingin kau sampaikan, sekaranglah saatnya!" "Omong kosong!" Bentak Thian ti sambil mencelat ke udara lalu menukik turun dengan sepasang telapak tangan menghantam ke arah Yan Cong Tian. Dia menyerang tiga kali berturut-turut. Sepasang telapak tangan Yan Cong Tian langsung bergerak memutar. Tiga serangan Thian ti disambutnya dengan mudah, setelah itu ia balik menghantam sekali. Hantamannya ini diterima dengan baik oleh Thian ti. Sebagai permulaan, mereka tidak mengerahkan tenaga dalam, hanya menjajaki perubahan jurus masing-masing. Dalam hal kedudukan, mereka berdua merupakan tokoh tinggi masing-masing partai. Pengetahuan tentang ilmu masing- masing partai juga sudah pasti lebih tinggi dari yang lainnya. Tidak diragukan lagi ilmu kedua partai ini mempunyai banyak persamaan. Gerakan Angin dan Te Hun cong, jarum Hujan dengari Jit am-gi, golok Geledek dengan Pik lek cang, pedang Kilat dengan Liong gi kiam hoat, baik gerakan maupun perubahannya memiliki banyak persamaan. Selama terkurung dalam telaga dingin, Thian ti pasti mengkombinasikan keistimewaan Bu Tong liok kiat dengan ilmu Siau Yau kok sendiri. Sayangnya Bu Tong liok kiat yang dicurinya bukan kitab yang lengkap Meskipun dia mempelajari mati-matian, dibandingkan dengan murid Bu Tong sendiri tetap saja kalah satu tingkat. Tapi bukan berarti dalam waktu yang singkat dapat terlihat siapa yang akan menang dan siapa yang kalah. Turun tangan kedua orang itu semakin lama semakin gencar. Meskipun mereka bertangan kosong, tapi jurus-jurus golok maupun pedang tetap dapat dikembangkan melalui gerakan 1198 mereka. Tok ku Bu ti menyaksikan pertarungan itu dengan terkesima. Wan Fei Yang juga sudah mulai bergebrak dengan Fu Giok Su. Walaupun pada mulanya Fu Giok Su menantang Wan Fei Yang dengan cara yang sopan, tapi begitu dia turun tangan. Hujan dan Angin pun segera mengambil bagian mengeroyok Wan Fei Yang. Kibasan lengan baju Angin selalu menutup jalan Wan Fei Yang, hamburan jarum berbisa dari Hujan mengacaukan pandangan mata anak muda itu. Sedangkan toya di tangan Fu Giok Su menyerang dengan gencar. Semua ini tentu sudah dipersiapkan dengan matang. Serangan yang paling mematikan justru berasal dari toya Fu Giok Su. Dia selalu mengancam daerah berbahaya di tubuh Wan Fei Yang. Sejak semula Wan Fei Yang juga sudah berjaga-jaga terhadap bokongan Hujan dan Angin. Kibasan lengan baju Angin belum sampai, tubuhnya sudah bergerak mundur. Dengan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat demikian tinggi, ditambah lagi gerakannya yang lincah, tentu saja Angin tidak dapat berbuat banyak terhadap anak muda itu. Dalam waktu bersamaan, serangan Hujan dan Fu Giok Su juga tidak mengenai sasaran. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tubuh Wan Fei Yang segera memutar dan sepasang telapak tangannya langsung menghantam ketiga orang itu secara bergantian. Ketiga orang itu cepat-cepat mencelat mundur, tapi mereka bagaikan terkurung dalam suatu kekuatan yang tidak terlihat. Mereka terpaksa menyambut hantaman telapak tangan Wan Fei Yang dengan kekerasan. Jarak mereka terlalu dekat. Hujan khawatir dirinya akan terluka. Tangannya telah menggenggam serangkum jarum, namun tidak dapat disambitkan dengan leluasa. Terpaksa dia menyambut hantaman telapak tangan Wan Fei Yang dengan kekerasan. Hujan memang ahli dalam ilmu senjata rahasia, tetapi tenaga 1199 dalamnya sendiri tidak begitu kuat. Tubuhnya terhuyung- huyung dan terdesak mundur sejauh tiga langkah. Angin juga tidak berbeda. Dia terpaksa mundur tiga langkah. Hanya Fu Giok Su yang masih tetap berdiri di tempatnya. Tapi rasa terkejut dalam hatinya tentu saja tidak dapat dibayangkan oleh orang lain. Sampai di mana kekuatan Tian can sinkang, sebetulnya dia sendiri juga kurang paham. Kunci terakhir Tian can sinkang hanya diketahui oleh Ciang bun jin pendahulu. Hanya dengan kunci itulah Tian can sinkang baru dapat dipelajari dengan sempurna. Meskipun Fu Giok Su masih tetap berharap, namun melihat akibat yang diderita oleh Yan Cang Tian selama puluhan tahun dalam berlatih Tian can sinkang tanpa hasil, mana berani dia mempelajarinya tanpa kunci tersebut. Sampai-sampai jurus-jurus permulaan yang sederhana pun, dilatihnya dengan hati kebat-kebit.. Akhirnya dia malah menghentikannya, takut terjadi sesuatu yang tidak di nginkan dan akibatnya seperti keadaan Yan Cong Tian yang tenaga dalamnya kadang-kadang tidak ada. Apakah Wan Fei Yang juga mempelajari Tian can sinkang, dia tidak dapat memastikan. Namun sekarang hatinya menjadi bimbang. Perbedaan tenaga antara sekarang dengan ketika anak muda itu menerobos ke Bu tong san sudah terpaut jauh. Diapun menyadari bahwa Wan Fei Yang belum mengerahkan tenaga sepenuhnya. Namun kekuatannya sudah demikian dahsyat. Kecuali Wan Fei Yang sudah berhasil melatih Tian can sinkang, dia tidak dapat memikirkan kemungkinan yang lain. Kenyataannya, Yan Cong Tian diselamatkan oleh Wan Fei Yang dari lembah Siau Yau kok. Walaupun adat orang ini agak keras, namun melihat keruntuhan Bu tong pai di depan mata dan apalagi melihat Wan Fei Yang berbakat tinggi dalam mempelajari ilmu silat tidak ada alasan bagi Yan Cong Tian 1200 untuk tidak mewariskan Tian can sinkang kepada anak muda tersebut. Tentu saja Fu Giok Su tidak tahu bahwa berhasilnya Wan Fei Yang berlatih Tian can sinkang malah mengandung kisah yang panjang serta berbelit-belit, sama sekali tidak mengandalkan ajaran Yan Cong Tian. Meskipun hatinya terkejut, namun wajah Fu Giok Su sendiri tidak menampilkan perasaan apa-apa. Balikah dia tersenyum lebar. "Selamat kepada Wan heng yang ternyata juga sudah berhasil melatih Tian can sinkang yang istimewa itu," Katanya pura-pura tenang. Wan Fei Yang justru tertegun mendengar ucapannya. "Bagi Fu Toako, hal ini tentu bukan kabar yang menyenangkan," Sahutnya setelah terdiam sesaat. "Meskipun bukan hal yang menyenangkan, tapi melihat keberhasilan seorang sahabat lama, paling tidak hati ini agak terhibur juga," Sahut Fu Giok Su dengan wajah serius. "Rasanya Siaute hampir tidak percaya kata-kata ini terlontar dari mulut Fu Toako," Kata Wan Fei Yang tiba-tiba. Fu Giok Su tersenyum tipis. Dia mengalihkan bahan pembicaraan. "Walaupun Siaute sendiri tidak mewarisi ilmu Tian can sinkang, tapi justru dari kitab itu Siaute berhasil mempelajari Coa tiau cap sa-sut yang merupakan warisan dari Cou su Tio Sam Hong. Di dalam kitab juga dijelaskan bahwa ilmu Coa tiau cap sa-sut ini tidak kalah hebatnya dengan Tian can sinkang!" "Oh ya?" Sahut Wan Fei Yang datar. "Tentang benar atau tidaknya keterangan itu, 1201 Siaute terpaksa membuktikannya dengan meminta pelajaran dari Wan heng!" "Bagaimana caranya, satu lawan satu atau main keroyokan?" Sindir Wan Fei Yang dengan tertawa dingin. Sinar mata Fu Giok Su menyapu ke sekeliling. "Hujan dan Angin merupakan angkatan tua dalam Siau Yau kok. Apa yang ingin mereka lakukan tentu Siaute tidak dapat menghalangi." Kembali Wan Fei Yang tertawa dingin beberapa kali. "Bagaimana pribadi Fu Toako sebenarnya sampai saat ini Siaute masih belum paham." Hati Fu Giok Su diam-diam tergetar. Namun wajahnya tidak menunjukkan perasaan apa-apa Sepasang tangannya memegang toya erat-erat Tiba-tiba dia berteriak lantang dan toyanya pun menerjang ke depan. Wan Fei Yang melangkah mundur dengan gerakan bersilang. Sepasang telapak tangannya meluncur dengan cepat lalu menjepit toya Fu Giok Su di antara jantung telapak tangannya. "Plok!" Toya tersebut terjepit ketat, kemudian terdengar suara. "Krekkk!" Toya itu terputus menjadi dua bagian akibat jepitan telapak tangan Wan Fei Yang.. Namun Wan Fei Yang terkejut sekali. Dia lupa bahwa senjata Fu Giok Su yang satu ini memang sangat unik. Putus bukan lantas tak berguna lagi, malah dari bagian tengah toya itu terulur seutas rantai panjang yang menyambung di kedua sisinya. Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Si Rase Hitam Karya Chin Yung Geger Solo Karya Kho Ping Hoo