Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 11


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 11


Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L   Lalu iapun berpikir lebih jauh.   "apa yang harus kulakukan kalau nanti ia tidak menunggu kedatanganku di sana? Bagaimana caraku menemukannya? padahal aku tak tahu dia berdiam di kamar yang mana?"   Sepasang alisnya yang lentik bagaikan semut beriring itu berkernyit, perasaannya mulai kalut, ia bangkit dan berjalan mondar mandir sementara ruang depan masih riuh-rendah oleh gelak tertawa orang banyak, ia merasa kamar di sampingnya sepi tak ada suara sedikitpun dia tak tahu apa yang sedang dikenakan kedua "paman Leng"   Pada saat itu tapi ia merasa amat berterima kasih sebab kedua manusia ajaib yang berwatak aneh itu bersedia menahan diri baginya dan gangguan gelak tertawa yang menjemukan itu.   oOo -o- oOo Ma!am semakin larut...   di tengah detik2 penantian yang menggelisahkan itu malampun semakin kelam.   "Tok, tok!"   Dua kali kentongan membelah kesunyian malam.   "Ah, kentongan kedua sudah tiba!"   Sambil merapatkan pakaiannya diam2 Hui Giok ngeluyur ke halaman belakang, ia berusaha memperingan langkah kakinya sehingga tidak menimbulkan suara. o0o- oOOo -oOo "Ah kentongan kedua sudah tiba!"   Tham Bun-ki yang berada di kamarnya juga bergumam dia berbangkit dan membetulkn pakaiannya.   "aku harus pergi sekarang juga!"   Ia mengenakan sepatu yang tipis dengan ikat pinggang kain sutera, rambutnya yang panjang di ikat pula dengan sebuah saputangan lalu dia membuka jendela.   Bintang bertaburan di angkasa angin berhembus sepoi2 sejuk, tiba2 gadis itu termangu dan membatin.   "Bagaimana sikapku bila nanti ia tidak mempedulikan diriku?"   Gadis itu kembali berduduk, diminumnya seteguk air teh, lalu bergumam lagi "Ah, tidak mungkin, ia tak akan mendiamkan diriku, kutahu dia sangat baik kepadaku!"   Maka gadis itupun tersenyum manis dan hangat sehingga malampun dirasakan lebih nyaman, ia membayangkan kembali semua kebaikan yang pernah diterima dari nya, tapi... Tiba-tiba ia mendengus.   "Hm, kebaikan apa yang pernah ia berikan kepadaku? Buktinya ketika minggat ia tidak memberi kabar kepadaku sehingga aku harus menderita ketika akhirnya ia kutemukan kembali dia cuma bertanya kepadaku bagaimana dengan Tin-tin? Huh..."   "Bagaimana dengan Tin-tin?"   Gumamnya lagi.   "Uh..."   Ia mencibir dan menarik ikat rambutnya dengan gemas "Bagaimana dengan Tin-tin? Setan kali yang tahu?"   Ia duduk kembali di kursi, sepatunya dilepaskan kembali, sepatu yang mungil itu dilemparkan ke sudut kamar hingga menimbulkan suara keras.   Malam itu ia tidak pergi, bahkan tak pernah meninggalkan kamarnya barang selangkahpun sebab sepanjang malam perasaannya terbenam datar keadaan saling bertentangan dan penderitaan, hatinya hampir saja ter-koyak-koyak.   "Pergilah, dia pasti menunggu dirimu pasti akan memaafkan semuanya?"   Kenapa mesti pergi? Dalam hal apa kau perlu dimaafkan? Karena dia, kau sudah menderita sedangkan dia, ketika bertemu kembali orang lain yang segera ditanyakannya!" -oOo- OooOooO -oQo- Fajar sudah menyingsing pula, sudah dua malam Tham Bun-ki tidak tidur, persis seperti keadaan seorang laki2 pemabuk yang baru sadar dari pengaruh alkohol, sekujur badannya terasa letih dan tak bertenaga, ia berbaring di pembaringan tanpa bergerak, bahkan ujung jaripun rasanya malas untuk digerakkan.   Waktu makan siang, baru saja rasa mengantuk menyerang, tiba-tiba terdengar orang menegurnya dengan lembut "Anak Ki, sakitkah kau?"   Ketika ia membuka matanya, dua sosok bayangan manusia yang tinggi kurus berdiri di depan tempat tidur, tiba2 ia merasa ingin menangis akhirnya dua titik air mata jatuh membasahi pipinya.   Leng Ko-bok berkerut dahi, sekalipun dia tidak begitu paham tentang perasaan anak gadis, tapi ia tahu anak dara itu tidak sakit sungguh2, dia cuma sakit rindu saja, diliriknya Leng Han tiok sekejap, kedua orang itu tahu apa sebabnya gadis itu mengucurkan air mata, tapi mereka tak biasa menghibur orang maka merekapun tak tahu apa yang mesti dikatakan terhadap gadis yang sedang berduka dan kasmaran itu.   Bun-ki merapatkan matanya berusaha menyembunyikan cucuran air matanya itu, tapi akhirnya air matanya tetap menetes ke bawah.   Dengan sedih ia menghela napas, keluhnva lirih "Aku tidak sakit Leng toa-siok dan Ji-siok."   Sebelum selesai perkataannya, tiba-tiba pinggangnya terasa kesemutan, rasa mengantuk segera menjalar dari bagian yang kaku itu dan menyelimuti seluruh badannya.   Jilid ke~ 9 Bun-ki pun tertidur, tidur dengan nyenyaknya/ Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berdiri di depan pembaringannya saling pandang, lalu menghela napas panjang, mereka berjalan keluar dan merapatkan kembali pintu kamarnya.   Beberapa langkah mereka berjalan, dari depan muncul Pat-kwa-ciang Liu Hui yang memberi hormat sambil cengar-cengir, namun kedua orang imi sama sekali tidak menggubris, begitu masuk di kamar sendiri.   "Blang"   Pintu dibanting keras-keras, meninggalkan Liu Hui yang berdiri sendirian di luar dengan melongo.   Meskipun kejadian ini sangat tidak menyenangkan hatinya, tapi apa boleh buat? Dia cuma bisa memandang pintu kamar itu sambil menyumpah di dalam hati.   Dengan mendongkol dia menuju ke depan rumah penginapan itu, beberapa penunggang kuda tampak berlari tiba dengan cepat, lalu berhenti dan berlompatan turun dengan lincah.   Liu Hui mengamati orang-orang itu dengan lebih seksama, tiba-tiba serunya gembira.   "Eh, bukankah kalian adalah Tonghong ngo-hiap? Kenapa tidak memberi kabar dulu kepadaku sehingga Siaute dapat menyambut kedatangan kalian!"   Segera ia memburu maju seraya menjura, katanya berulangkali.   "Maaf, bila kami tak menyambut dengan baik!"   Sementara itu para penunggang kuda itu sudah berlompatan turun, mereka adalah lima orang pemuda berpakaian perlente, berwajah tampan dan bertubuh tegap.   Di antara kawanan jago persilatan yang berada di rumah penginapan itu ada yang sedang cari angin di halaman depan, ketika mereka melihat Pat-kwa-ciang Liu Hui bersikap amat menghormat terhadap kelima orang pemuda yang baru datang itu, mereka sama tercengang serentak mereka menyongsong keluar setelah menyaksikan dandanan kelima orang itu, baik yang kenal maupun tidak kenal segera menjadi paham.   "Oh, kiranya Tonghong-ngo-hiap dari Hui leng-po di Ho-khu yang datang!"   Setelah membetulkan sekadar pakaiannya, kelima pemuda itu lantas menghampiri Liu Hui dan menjabat tangannya dengan hangat setelah itu lima pasang nata mereka beralih pandang dan menyapa pula orang-orang yang dikenal yang berada di sekitar tempat itu.   Rata2 kawanan jago persilatan yang mendapat tegur sapa dari kelima orang pemuda itu segera unjuk senyuman bangga seakan-akan suatu kehormatan bagi mereka karena kelima orang pemuda itu bersedia menyapa mereka.   Ketika mendengar suara hiruk pikuk, Koay be-sin-to Kiong Cing-yang segera memburu keluar dengan cepat iapun segera berteriak gembira "Sungguh tak kusangka.   Tonghong ngo-hengte datang juga kemari!"   Dia memburu ke depan salah seorang pemuda jangkung yang tampan itu, serunya dengan gembira.   "Lebih tak pernah kusangka Tiat-heng yang berada ribuan li jauhnya hari ini ikut datang pula ke Kanglam. Ketika Siaute baru terjun ke dunia, persilatan tempo hari sebenarnya ada keinginan untuk berkunjung ke Hou-khu untuk menyambangi kalian tapi lantaran kuatir kalian tak berada di rumah, dan lagi tak berani mengganggu ketenangan orang tua kalian, maka hahaha, tak nyana akhirnya kita berjumpa juga di sini!"   Sejak tiba di situ, senyum ramah selalu tersungging di ujung bibir kelima orang itu, tapi setelah melihat lengan Kiong Cing-yang yang putus sebelah, dengan kaget mereka berseru "Kiong-heng, apa yang telah menimpa dirimu?"   "Ai, panjang untuk diceritakan Siaute malu untuk mengatakannya."   Sahut Kiong Cing-yang sambil menghela napas "Ai biar sebentar nanti kuceritakan peristiwa itu."   Ia mengerling tiba2 ia melanjutkan lagi sambil tertawa "Bukankah kedatangan kalian berilah juga lantaran pertemuan Bengcu yang diselenggarakan pihak Long bong-san-ceng?"   Pemuda perlente yang berada paling depan yang dipanggil sebagai saudara Tiat oleh Kiong Cing-yang tadi tersenyum.   "Memang begitulah!"   Sahutnya.   "sebenarnya kami lima bersaudara jarang sekali pulang ke rumah kebetulan menjelang hari Toan-yang ini kami pulang untuk menengok orang tua, di tengah perjalanan kami mendengar tentang pertemuan besar yang akan diselenggarakan oleh Sin-jiu Cian Hui, seketika tua itu maksud kami untuk berkunjung kemari. Sebenarnya ayahku melarang, kemudian dari Toasuhengku yang baru pulang dari Se-ho kami diberitahu bahwa waktu dia beranda di Ce-lam-hu telah melihat Liong heng-pat-ciang Tham-toaya juga sedang menuju Kanglam, maka ayah lantas mengizinkan kami datang ke sini. Pertama, untuk menyampaikan salam kami kepada Tham-toaya, selain itu kamipun disuruh menyampaikan kabar ayah yang selama ini kurang sehat semenjak Tham-toaya berkunjung ke rumah tempo hari, maka dari itu beliau tak bisa mengadakan kunjungan balasan diharap Tham-toaya dapat memaklumi."   Perkataan pemuda ini amat nyaring, sekilas pandang dapat diketahui bahwa dia memang seorang pendekar keturunan keluarga persilatan.   Sinar matanya kembali menyapu sekejap sekeliling tempat itu, sambil tertawa lalu terusnya "Setiba di Kang-ko baru kuketahui bahwa saudara sekalian berdiam di sini Apakah Tham-toaya juga sudah tiba?"   "Lho? apa Congpiautau juga datang Kiong Cing-yang berseru tertahan "Kenapa siaute malah tidak tahu?"   Sementara pembicaraan berlangsung, di pintu ke luar halaman sebelah barat berdirilah dua orang jago silat, satu tua dan yang lain muda, ketika mendengar pembicaraan tersebut pemuda itu segera bertanya "Suhu siapakah kelima orang itu? Kenapa Liong-heng-pat-ciang menyempatkan diri berkunjung ke rumahnya?"   "Kelima orang itu bersaudara sekandung,"   Kakek itu menerangkan pula.   "mereka berdiam di benteng Hui-leng-po yang terletak Hou-khu di wilayah Kanglam, namanya tersohor di seluruh kolong langit, coba pikirkan siapa mereka? Apakah pernah kuterangkan kepadamu tentang mereka itu?"   Pemuda itu termenung sejenak seperti ingat sesuatu ia lantas menjawab "Apakah mereka ini adalah kelima Kongcu (putera)"   Dan Tiat-kiacu (si pedang baja) Tonghong Khi yang pernah menggetarkan dunia Kangouw dan bernama Tonghong Tiat, Kiam, Ceng, Kang, Ouw?"   "Benar,"   Kakek itu tersenyum sambil mengangguk.   "orang yang barusan bercakap-cakap dengan Koan be-sin to itu bukan lain adalah si sulung Tonghong Tiat yang belajar kungfu pada perguruan Kun-lun. di sebelah kanannya yang agak pendek dengan muka bulat seperti rembulan itu adalah-Jikongcu (tuan kedua) Tonghong Kiam yang belajar kungfu pada Siang-soat Taysu dari Go-bi Berdiri di sebelah kirinya, yang rada jangkung dengan mata bening dan alis panjang itu adalah Sam-kongcu Tonghong Ceng, konon tabiat Samkongcu ini paling berangasan tapi kungfunya paling lihay, dia adalah satunya murid preman dari ketua Siau-lim-si dewasa ini,"   Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan "Dan orang yang berdiri di belakangnya adalah sepasang saudara kembar, lihatlah wajah serta potongan badan mereka yang persis bagaikan pinang dibelah dua itu, mereka menjadi murid perguruan Bu-tong-pay, dan mereka-pula saudara bungsu dari lima bersaudara ini, namanya Tonghong Kang dan Tong-hong Ouw "   Sambil memuji tiada hentinya ia berkata lagi "Lima bersaudara ini berasal dari keluarga persilatan, bukan saja keluarga terhormat, perguruan mereka juga perguruan besar yang disegani orang, apalagi tingkah laku mereka amat sopan, ramah dan bijaksana benar2 gagah dan budiman Ban-ji, bila kelak kaupun dapat menirukan cara kerja mereka, hal itu tentu bagus sekali!"   Pemuda itu berkerut kening seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi urung katanya.   "Bukankah ayah mereka juga seorang pendekar besar yang cemerlang? Kenapa anak-anaknya tidak belajar kungfu di bawah bimbingan ayah mereka sendiri? Masakah... masakah mereka tak menghargai ilmu silat ayah mereka sendiri?"   Kakek itu tersenyum.   "Bukannya mereka tak menghargai kungfu ayah mereka sendiri, adalah Tiat-kiam Tonghong Khi sendiri yang kuatir didikannya kurang ketat sehingga merusak disiplin mereka, maka ia tidak mewarisi kungfunya kepada mereka, sebaliknya suruh anaknya belajar pada orang lain. Tapi Tonghong Khi sendiri juga menerima dua orang murid, salah satu di antaranya adalah Tiat-bin-coan cu (Coan-cu bermuka baja) Lui Tin yang pernah kau lihat di Shoatang tempo hari."   Sementara guru dan murid itu bercakap-cakap, Tonghong-ngo-hengte sudah dipersilahkan masuk ke ruang tengah, Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang segera menyiapkan perjamuan untuk menyambut kedatangan mereka.   Sambil mengucapkan terima kasihnya, si sulung Tonghong Tiat berkata.   "Sebenarnya tujuan utama kehadiran kami di sini tak lain tak bukan adalah ingin menyaksikan manusia macam apakah Congpiaupacu yang berada di Long-bong-san-ceng itu?"   Baru saja selesai kata-katanya, dari luar pintu muncul dua orang laki-laki berpakaian ringkas warna hitam dengan langkah lebar setibanya di tengah halaman mereka angkat tangannya mengacungkan selembar kartu undangan merah, serunya dengan lantang.   "Atas perintah hamba datang menyampaikan salam buat Tonghong-ngo-hiap sekalian memberi 4 undangan pula dengan harapan besok tengah hari Tonghong-ngo hiap sudi berkunjung ke perkampungan kami!"   Tonghong Ceng tertawa dingin.   "Hehehe, cepat amat berita Cian si tangan Sakti" ^o^ oOo ^o^ "Hahaha, bukannya aku sombong, tidak sampai setengah jam Tonghong-ngo-hengte tiba di sini surat undanganku segera kukirimkan kepada mereka Hahaha saudara Mo, menurut kau cukup cepat tidak tindakanku ini?"   Demikian sambil mengelus jenggotnya si Tangan Sakti Cian Hui sedang berkata kepada si malaikat maut ke tujuh dan Pak to Jit-sat Mo Seng yang ada di sampingnya sambil terbahak-bahak.   Jit-sat Mo Seng berpaling dan memandang sekejap kawanan jago dalam ruangan yang sedang makan-minum sambil membuang tusuk giginya, sahutnya sambil tersenyum.   "Ya, cepat sekali, memang cepat sekali, cuma..."   Dengan dahi berkerut ia menyambung.   "Masih ada beberapa hal yang kukuatirkan mumpung ada kesempatan ingin ku utarakan pada Cian-heng."   "Ah, kita kan sudah seperti saudara sendiri."   Kata Sin-jiu Cian Hui cepat.   "masa perlu sungkan bicara? Ayolah saudara Mo, katakan saja terus terang ..."   Mo Seng memandang lagi sekeliling ruangan, lalu berkata dengan suara tertahan.   "Apa yang kukuatirkan tak lain adalah tindakan saudara Cian yang kini boleh dibilang sudah menggoncangkan seluruh wilayah Kanglam ini sehinga Tonghong-ngo-hengte dari Hui-leng-po juga ikut terpancing kemari. kutahu mereka mempunyai peraturan rumah tangga yang ketat, boleh dibilang jarang sekali berkecimpung di dunia persilatan semaunya sendiri dari sini dapat pula ditarik kesimpulan bahwa entah sudah berapa banyak jago persilatan yang telah berkunjung ke Long bong-san-ceng saudara Cian ini?"   "Hahaha, makin banyak yang datang semakin baik,"   Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak.   "apakah Mo-heng kuatirkan diriku tak mampu memikul tanggung jawab ini?"   "Cian-heng, yang kumaksudkan dan ku kuatirkan adalah orang she Hui itu, setiap hari dia selalu murung dengan dahi berkerut, bukan saja tak pandai bersilat, ia juga tak pandai berbicara sampai waktunya nanti, bila dia berbuat lelucon yang mentertawakan di hadapan kawanan jago dari seluruh dunia ini, bukan... bukankah kita semua akan kehilangan muka?"   "Sret"   Sin-jiu Cian Hui menutup kembali kipasnya, alisnya yang tebal berkernyit rapat-rapat. Sementara ia masih termenung, Mo Seng berkata lagi.   "Persoalan kedua yang menguatirkanku adalah yang menyangkut diri Kim-keh (si ayam emas) Siang It-ti, dia sudah bentrok dengan Cian heng, sampai waktunya nanti mungkin dia akan datang mengacau? Kendatipun Cian-heng tidak jeri kepadanya, akan tetapi kejadian demikian tentu juga menjemukan, maka menurut pendapatku ada baiknya bila Cian-heng melakukan persiapan mulai sekarang."   "Sialan!"   Pikir Sin-jiu Cian Hui.   "memangnya aku tidak tahu tentang hal ini dan perlu kau ingatkan padaku?"   Tentu saja pikirannya tak sampai diutarakan tapi sahutnya berulang.   "Ya, benar, benar!"   "Selain itu ada satu hal lagi ingin kubicarakan juga kepadamu"   Mo Seng berbicara lebih jauh dengan bangga.   "kulihat gerak-gerik Jit-giau-tui-hun tidak jujur orang itu jelas adalah manusia busuk dan licik, siapa tahu kalau secara diam2 ia mempunyai rencana tertentu yang tidak menguntungkan saudara Cian? Tentang soal ini, kuharap saudara Cian suka bertindak lebih hatihati."   Pelahan Sin-jiu Cian Hui mengangguk tiba-tiba ia tertawa, katanya.   "Hahaha, baru saja Moheng membicakan Na-heng, tak nyana saudara Na segera datang kemari"   Air muka Mo Seng berubah hebat, ia berpaling dan dilihatnya Jit-giau-tui-hun benar-benar sedang berjalan mendekat dengan langkah pelahan.   "Baru saja Mo-heng membicarakan tentang kelihaian tujuh keahlian yang berada dalam kantungmu."   Kata Cian Hui lebih jauh sambil tertawa "katanya sudah lama ia mendengar namamu, maka kapan2 dia ingin menyaksikan kelihayanmu itu."   Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong memandang sekejap ke arah Mo Seng, katanya dengan tertawa seram.   "Hehehe, bukankah begitu saudara Cian?"   Sekali lagi air muka Jit-sat Mo Seng berubah hebat, tapi segera iapun tertawa seram "Hahaha benar aku memang berharap bisa melihatnya.   "Hehehe hahaha ."   Ketiga orang itu saling pandang dan sama2 tertawa -o0o~ -o0o- "Hahaha ...hehehe , demikianlah pada saat yang sama dengan bangganya Kim-keh Siang Itti juga sedang tertawa terhadap seorang laki2 pendek kecil yang berwajah jelek dan berbaju compang-camping.   "Bila sampai waktunya nanti, tidak perlu ragu, pergilah kau mendekati orang yang akan menjabat Congpiaupacu itu dan ludahilah mukanya dengan riak kental, coba lihat apa yang akan dia lakukan terhadap dirimu.   Hahaha...   Cian Hui wahai Cian Hui, akan kulihat perhitungan Suipoamu yang kau anggap bagus itu akan berlangsung berapa lama lagi?"   Sambil memandang cahaya senja yang menghiasi langit barat ia tertawa tergelak dengan bangganya.   sementara anak murid Kim-keh-pang yang berkumpul di situ ikut bergelak tertawa demi menyaksikan gelak tertawa ketuanya.   oOOo oOo oOOo Malam yang penuh dihiasi dengan taburan bintang telah tiba, angin malam sebagaimana biasanya berembus lembut, sinar bintang seperti biasa juga memancarkan sinarnya, air tetap mengalir dan bumi raya ini tetap hening.   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tham Bun-ki baru mendusin ketika kesunyian telah tiba, dengan samar-samar ia memandang kegelapan di luar jendela sambil mengucak matanya, sekarang ia baru ingat bahwa jalan darah tidurnya telah ditutuk oleh kedua Leng bersaudara dan sekarang Hiat-to tidur itu telah terbuka dengan sendirinya.   Ia tak tahu sekarang sudah jam berapa, ia berbangkit dan membetulkan pakaiannya yang kusut tiba2 terdengar derap kaki kuda memecah keheningan sekeliling tempat itu.   "Siapa yang melarikan kudanya secepat itu di tengah malam buta begini?"   Pikirnya dengan alis berkerut tapi segera ia tertawa sendiri, busyet kenapa aku mesti pusingkan soal itu"   Rambutnya dibenahi, tiba2 telapak kakinya terasa dingin ternyata ia tidak bersepatu.   Ketika teringat pada kemurungannya sebelum tidur tadi, derap kuda yang berkumandang dari ke jauhan itu telah berhenti, ia tak memperhatikan dimana derap kuda itu berhenti, ingatannya kembali tergoda oleh masalah yang telah mengurungkan hatinya selama dua hari terakhir ini, tak hentinya dia bertanya kepada diri sendiri "Haruskah aku pergi ke sana?"   Akhirnya "pergi menjumpai Hui Giok"   Seru hati menjadi dorongan yang tak terkendalikan, ia membetulkan rambutnya yang kusut kemudian bersepatu, membuka pintu dan melongok keluar.   Tiba2 sesosok bayangan seenteng daun kering melayang masuk ke halaman tengah, ia terkejut dan membentak "Siapa itu?"   Bayangan itu berputar dan melirik sekejap ke arah Tham Bun-ki, di bawah cahaya bintang Tham Bun-ki dapat melihat wajah orang, ketika sinar mata mereka saling bentur, serentak keduanya berseru "Oh, kau!"   Sementara kedua orang itu saling pandang dengan tertegun seorang telah menegur dan luar pintu "Hong-longo. lekas buka pintu!"   Mendegar suara itu, Bun-ki terkejut, tanyanya.   "Hong-ngosiok, apakah ayah yang berada di luar"   "Ya"   Orang itu mengangguk, lalu serunya.   "segera kubukakan"   Dengan langkah enteng dia melompat ke depan pintu.   lihay sekali Ginkangnya.   Orang ini tak lain adalah Say-sang hui yan (Asap ringan dari perbatasan Hong Khu-hong, seorang Piautau Hui-liong piaukiok yang tersohor di kedua tepi sungai besar sebagai satu-satunya jago yang amat lihay dalam hal ilmu meringankan tubuh.   Tham Bun-ki ragu sejenak, kemudian ia ikut melompat ke depan pintu, ketika pintu terbuka, seorang kakek berjubah panjang dan tinggi besar segera melangkah masuk.   "Tia... (ayah)"   Dengan kepala tertunduk Tham Bun ki menyapa lirih.   Kakek itu tak lain adalah liong heng-pat-ciang Tham Beng, pemilik Liong-hwi piauwkiok, orang yang nama besarnya telah menggetarkan dunia persilatan.   Mendengar panggilan itu, dia berpaling, kemudian mendengus, sikapnya seakan-akan tak pernah melihat hadirnya Tham Bun-ki di situ.   "Kiong losam, Liu-lotan,"   Teriaknya.   "makin lama kalian semakin tidak becus, urusan di luaran sudah berubah jadi begini dan kalian masih belum tahu, hmm..."   Setelah mendengus dan masuk kedalam baru dia berpaling ke arah puterinya seraya berseru.   "anak Ki, ayoh ikut aku"   Tidak menunggu, dengan langkah lebar dia naik ke atas undakan dan "Blang"   Pintu sebuah kamar dihantamnya keras2 sembari menegur "Siapa yang tinggal di dalam?".   Air muka Tham Bun-ki berubah tak terkirakan rasa kagetnya melihat arahnya menggedor kamar yang dihuni oleh kedua Leng bersaudara yang berwatak aneh itu cepat dia memburu maju, tapi ketika kamar itu diperiksa ternyata kosong, entah sejak kapan Leng-toasiok dan Leng-jisiok telah pergi dari situ.   Gedoran yang keras ini segera membangunkan Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwaciang Kiu Hui yang berdiam di ruang sebelah, setelah mabuk tidur mereka sebenarnya nyenyak sekali, tentu saja tak tahu apa yang terjadi dihalaman, dalam kagetnya cepat mereka melompat keluar dan kamar.   "Hm, mabuk lagi bukan?"   Tegur Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dengan geram.   Cahaya lampu dalam rumah penginapan itu sekejap kemudian lantas terang benderang, pelayan yang masih mengantuk buru2 menyediakan air the.   Kecuali lima bersaudara Tonghong telah pergi ke Keng-ho, dalam penginapan itu masih berdiam dua puluh orang lebih, sekarang mereka sama bangun dan berpakaian, sebab mereka tahu pasti ada urusan penting bila Liongheng- pat-ciang yang sudah bertahun-tahun tak pernah meninggalkan ibu kota sekarang telah muncul di sebuah kota kecil di wilayah Kanglam"   OOo ^o^ oOo "Apa"   Liong-hong pat-ciang telah datang? Hm, betul2 kejadian aneh. betul2 kejadian aneh"   Sin-jiu Cian Hui yang baru mendapat laporan dan bangun dari tidurnya itu menatap lekat2 wajah seorang laki-laki, mata-mata perkampungan Long-bong-san-ceng yang baru datang memberi laporan, kemudian dengan suara dalam katanya lagi "apakah sudah kau periksa dengan seksama?"   "Bila hamba tidak mendapat berita yang pasti tak nanti hamba mengganggu ketenangan Cengcu"   Sahut laki2 baju hitam itu sambil menunduk kepala. Sin-jiu Cian Hui menggerutu tak jelas, sementara jari tangannya mengetuk sisi meja tiada hentinya. "Heran, sungguh mengherankan. kenapa dia memburu kemari?"   Gumamnya seorang diri "ditinjau dari kedudukannya, tidak seharusnya dia bersikap setegang itu lantaran urusan yang tak penting ini!"   Sorot matanya bergerak mengikuti ketukan jari tangannya alisnya berkerut semakin kencang. iapun mulai termenung dan berpikir oOo WOW oOo "Mengapa aku menyusul kemari?"   Dengan tatapan tajam Liong-heng-pat ciang Tham Beng mengawasi puteri kesayangannya.   "semua ini tak lain lantaran kau. Aku ingin tanya kenapa kau minggat dari rumah secara diam2"- ke mana saja kau pergi selama ini? Kenapa bisa serombongan dengan Ko bok dan Han-tiok dari Leng kok-siang-bok?"   Tham Bun-ki berdiri di hadapan ayahnya dengan kepala tertunduk.   ia tak tahu bagaimana mesti menjawab pertanyaan ayahnya, sinar lampu di seluruh penginapan telah menyala, tapi dalam ruangan itu hanya ayah dan anak berdua, ia merasa sinar mata ayahnya setajam sembilu, ia tak berani berbohong tapi betapapun dia harus berbohong.   Maka setelah termenung sejenak jawabnya tak tergagap "Aku ingin melihat Kanglam, takut ayah tidak mengizinkan.   maka diam-diam ku minggat dari rumah sebetulnya aku menjumpai apaapa, tapi pada suatu hari secara tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang yang memakai baju perlente di sebuah jalan raya di kota Ce-lam-hu.   mereka berdiri di tepi jalan dan minta sedekah, apa yang mereka minta ternyata aneh sekali "   "Huh apanya yang aneh?"   Jengek Tham Beng. di manapun juga kita mudah temui orang2 persilatan yang mencari sedekah buat apa kau campur urusan orang?"   Kepala Tham Bun-ki yang tertunduk semakin rendah, lanjutnya dengan suara lirih "Kulihat banyak orang berkerumun di sana sambil berbisik memaki kedua orang itu sebagai orang sinting, dengan heran akupun menghampiri tempat tersebut ada seorang pemuda mengambil serenceng uang kecil dan diserahkan kepada mereka, tapi tanpa memandang sekejappun mereka membuang uang itu seraya berkata "Kalau ingin memberi uang, berikanlah semua uang yang kau miliki di sakumu!"   "Pemuda itu melengak, sambil menggerutu ia lantas menyingkir. Sementara itu air muka kedua orang ini tetap tenang saja meski mendengar orang mencaci maki diri mereka. Selang sesaat kemudian salah seorang di antaranya berkata kepada rekannya "Sudah tibakah saatnya?"   Rekannya mengangguk dan kedua orang itupun berlalu dan sana.   Dalam pada itu aku yang tidak puas mendengar caci maki orang yang tak sedap didengar itu melihat mereka mau pergi, aku jadi tidak tahan dan berseru, He akan kuberikan semua uang yang kumiliki untuk kalian!" - Mungkin orang yang menyaksikan tingkah lakuku waktu itu akan menganggap akupun orang sinting."   Tham Beug mendengar "Hm, mungkin kedua orang itu adalah Leng Ko-bok dan Leng Hantiok?"   Tham Bun-ki manggut2, terusnya.   "Pikirku waktu itu, sekalipun semua uang yang kumiliki kuberikan kepada kalian juga tak mengapa, toh aku kenal Li-toasiok yang kaya dan berdiam di kota Ce-lam-bu, selain itu aku tak tega melihat kedua orang itu dicemooh orang banyak, mimpipun tak kusangka mereka berdua akhirnya tak lain adalah Ko-bok serta Han tiok yang pernah ayah singgung di masa lampau' "Sebenamya apa yang dilakukan kedua makhluk aneh itu?' tanya Tham Beng dengan dahi berkerut. Tersenyumlah Tham Bun-ki sahutnya.   "Aku pun baru tahu akhir2 ini rupanya mereka berdiri sedang bertaruh, yang seorang berkata begini sekalipun kita berdiam satu jam di tepi jalan raya teramai belum tentu ada orang yang akan memberikan semua uang yang dimiikinya kepada kita berdua? Tapi rekannya tidak sependapat, pada hal..."   Tiba2 dia tersenyum, setelah berhenti sebentar baru meneruskan "Padahal, kecuali aku, siapakah yang akan memberikan semua uang yang dimilikinya kepada mereka? Ketika mereka lihat aku menyerahkan beberapa puluh tahil perak tanpa mengucapkan terima kasih mereka terima uang tersebut dan segera berlalu, akupun tidak memikirkan persoalan itu di dalam hati, aku cuma merasa kejadian itu menarik kemudian..."   Ia berhenti sebentar sambil melirik sekejap ayahnya, legalah hatinya ketika diketahui ayahnya sama sekali tidak marah, maka iapun bercerita lebih lanjut Ketika malam tiba, akupun tak jadi mengambil uang di rumah Li-toasiok.   setelah berpikir sebentar, aku mencari rumah gedung yang paling besar untuk...   untuk meminjam beberapa puluh tahil perak dari mereka..."   Pada wajah Liong heng pat ciang yang kereng tiba-tiba tersungging sekulum senyuman, dia lantas menukas.   "Dan kau tak menyangka kalau keluarga yang akan kau gerayangi itu adakah keluarga persilatan juga, akhirnya nyaris kau tertangkap oleh mereka bukan?"   "Ayah! Darimana kau tahu?"   Tanya Bun-ki dengan mata terbelalak tercengang.   "Hm tahukah kau rumah yang kau gerayangi itu adalah rumahnya Pek-lek kiam (pedang peledak) Cin Thian hou, seorang tokoh kenamaan di wilayah Shoa-tang?"   Ketika lewat di kota Celam tempo hari, aku juga menginap semalam di situ dari dia kudengar pada beberapa bulan berselang rumahnya digerayangi pencuri, kuheran siapakah pencuri yang berani masuk ke rumahnya Pek lek-kiam? Eh, tak tahunya adalah perbuatan kau si budak..."   Sampai di sini Tham Bun ki tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa cekikikan.   "Akupun tidak menyangka kalau gedung itu adalah tempat tinggal beliau waktu itu akupun heran kenapa begitu cekatan penghuni rumah ini, baru saja aku melangkah ke dalam halaman, segera muncul bayangan manusia yang mengadang jalan pergi ku. sebetulnya aku tidak takut, siapa tahu yang muncul kemudian semuanya adalah jago2 lihay bahkan makin lama jumlahnya semakin banyak belasan pedang mendesak aku sampai sukar untuk bernapas. Setelah kejadian itu aku baru mulai ketakutan untunglah pada saat itu tiba2 muncul dua sosok bayangan manusia, dengan kecepatan seperti kilat mereka menyambar ke sana sini, dalam waktu singkat beberapa pedang sudah kena mereka rampas. Melihat kelihayan musuhnya orang2 itu mulai berteriak kaget "Tolong, kungfu pencuri ini lihay sekali, cepat undang keluar Loyacu" - Baru selesai mereka berteriak kedua orang itu telah menarik tanganku dan kabur dan sana, sekalipun mereka berusaha melakukan pengejaran namun hanya sekejap saja kami sudah meninggalkannya."   "Dan kedua orang itu tentunya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok?"   Sambung Liong-heng-patciang Tham Beng lagi dengan alis berkerut.   Sambil tertawa Tham Bon-ki mengangguk "Ya mereka berdualah yang telah menolong diriku, aku jadi geli sekali setelah mengetahui bahwa jiwaku di tolong mereka, sebaliknya mereka cuma memandang diriku dengan ter-mangu2 tiba2 salah seorang di antara mereka berkata padaku.   "Selama setahun mendatang bila kau ada kesulitan, kami akan membantu dirimu"   Dan akupun menjawab"   Tapi ke mana aku harus mencari kalian. Lebih baik kalian mengiring di sampingku saja!" - Padahal aku cuma bergurau saja, siapa tahu tanpa dipikir mereka segera menyanggupi permintaanku ini"   Liong-heng-pat-ciang Tham Beng yang sebenarnya lagi marah, sehabis mendengarkan kisah cerita puterinya yang diiringi tertawa ini rasa gusar nya sudah padam sebagian biarpun sikapnya masih tetap kereng.   Ketika dia berjalan ke kamar yang khusus disediakan baginya itu, langkahnya begitu tenang, sekalipun di balik ketenangan tersebut mengandung perasaan yang berat.   "Ya, aku memang sudah tua!"   Gumamnya lirih perjalanannya dari Ho-pak ke Kanglam telah mendatangkan rasa letih baginya.   Keberhasilan dalam usahanya.   kekukuhan, dalam kedudukannya serta kemashuran namanya se-olah2 racun yang diselimuti gula dan pelahan sedang geragoti cita-cita dan ambisinya yang besar, juga pelahan sedang menina bobokkan ketekunan latihan silatnya, dia yang pada sepuluh tahun berselang masih tidak kenal artinya lelah, sekarang sudah mulai merasa keletihan.   Waktu berlalu secepat larinya kuda yang dicambuk, kini berubah ibaratnya ombak di sungai Tiangkang, setelah mengalir pergi selamanya tak akan kembali lagi.   Ia menjatuhkan tubuhnya yang tinggi besar itu di atas pembaringan dalam keadaan begini dia hanya berharap tibanya impian indah dalam tidurnya.   "Aku sudah tua... aku sudah tua.."   Sesaat sebelum tidur dia masih juga mengeluh.   Tapi keesokan harinya setelah bangun tidur, ketika tidur yang nyenyak telah mengembalikan semangat hidupnya yang bergairah ketika ia melangkah keluar dari kamarnya, semua orang menyaksikan dia masih sebagai seorang jago tua yang gagah kosen dan termasyhur di seluruh dunia, bukan seorang kakek yang kecapaian seperti malam sebelumnya.   Seorang laki-laki setengah baya yang bermuka kurus, bertubuh jangkung, berwajah tampan tapi bermata redup dengan bibir yang tipis dan jenggot pendek muncul dari balik kerumunan orang dan menghampiri kehadapannya, selesai memberi hormat dengan senyum dikulum ia menyapa.   "Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, baikkah kau selama ini?"   Liong-heng-pat-kiam mengerdipkan matanya, sama sekali ia tidak memandang ia kenal orang ini adalah Koay-sim (si berita kilat) Hoa Giok, seorang yang sepanjang hidupnya bekerja sebagai penjual berita dan tersohor sebagai pembawa berita yang tercepat.   Kungfu orang ini tak begitu lihay tapi pembawaannya menarik dan mudah bergaul boleh dibuang selama seratus tahun belakangan ini baru dia ini orang pertama yang menggantungkan hidupnya dan menjual berita.   Sebab itu Tham Beng cuma mengangguk dengan wajah kurang senang, ia tidak merasa punya keharusan untuk menyambut sapaan itu.   Bagi Koay-sim Hoa Giok, perlakuan semacam ini sudah biasa baginya, maka iapun tak pernah memikirkannya di hati.   dia tetap tersenyum dan berkata pula.   "Besok adalah saat diselenggarakannya pertemuan besar untuk memberi selamat kepada Kanglam Lok-lim-bengcu, apakah Tham-loyacu juga akan hadir di Long-hong san-ceng besok siang?"   Dengan acuh tak acuh Tham Beng hanya berdehem, sementara itu kawanan jago yang lain lantaran melihat ada orang mulai mengajak bicara Tham Beng tapi Tham Beng tidak menggubrisnya maka mereka lantas mengerubung maju dan menyapa serta memberi hormat.   "Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, kau kelihatan tambah gagah!"   "Tham-locianpwe Wanpwe menyandarkan salam hormat."   Dengan senyum dikulum Tham Beng membalas hormat orang2 itu, kemudian ia memberi tanda kepada si "Berita kilat Hoa Giok, katanya "Ada urusan apa bicarakan saja dengan Kionglosam"   Koay-sin Hoa Giok mengiakan, dengan tersenyum tiba2 ia berkata pula.   "Apakah Tham-loyacu ingin tahu sebenarnya manusia macam apakah orang yang akan menjabat sebagai Lok-limcongpiaupacu itu?"   Air muka Tham Beng tampak berubah setelah mendengar perkataan itu. Si Berita kilat Hoa Giok memang pandai melihat gelagat, segera dia melanjutkan "Katanya orang itu adalah kaum keroco yang sama sekali tak pandai silat"   Liong-heng-pat-ciang terbelalak matanya, tiba2 dia berpaling ke arah Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang yang sejak tadi sudah berdiri di sampingnya lalu memerintahkan "Berikan amplop kepada Koa congsu ini sebagai uang sangu!"   Lalu sambil mengebaskan ujung bajunya dia hendak turun dari undak2an batu, saat itulah tibatiba terjadi kegaduhan di antara orang yang berkerumun, menyusul kemudian terbukalah sebuah jalan lewat ketika dia berpaling ternyata ada lima orang pemuda berpakaian perlente muncul dari kerumunan orang2 itu, mereka tak lain adalah Tonghong-ngohengte dan Hui-leng-po.   Sudah beberapa hari si Berita kilat Hoa Giok berjaga di sekitar rumah penginapan itu, kemarin malam dengan uang sebesar lima puluh tahil perak dia telah menjual berita kepada mata-mata dari Long-bong-san ceng yang bertugas di dusun itu.   "Liong-heng-pat-ciang Tham Beng telah datang."   Dan sekarang, dengan berita yang lain dia mendapat uang sebesar seratus tahil perak dan Tham Beng, Dengan senyum bangga berlalulah dia dari rumah penginapan itu, sementara suasana dalam penginapan ramai dengan suara pembicaraan dan gelak tertawa.   Beberapa langkah dia berjalan ke arah barat pintu, seorang laki2 berbaju hitam segera menghampirinya, setelah bertukar pandang sekejap, mereka bersama-sama menuju ke balik tikungan sana.   "Hoa-toako, berita apa yang kau bawa hari ini?"   Dengan tak sabar lagi laki2 berbaju hitam itu berbisik. Si Berita kilat Hoa Giok tersenyum, pelahan ia tunjukkan sebuah jari tangannya dan menyahut.   "Seratus..."   Agak berubah air muka laki2 baju hitam itu, meskipun agak mahal, namun iapun mengerti, si Berita kilat Hoa Giok biasa mencari makan dari pekerjaan semacam itu, tak lain lantaran berita tersohor cepat dan tepat, terutama dalam soal "cepat", terkadang orang lain belum tahu apa yang terjadi, dengan cekatan dia sudah menyampaikan berita itu dengan cepatnya.   Sebab itulah beritanya tidak basi beritanya selalu laku keras dan berapa harga yang diminta belum pernah ditawar orang.   Tanpa banyak bicara lagi, laki2 baju hitam itu mengeluarkan dua amplop uang perak, setelah menimang bungkusan tersebut, Hoa Giok baru berkata "Kemarin malam kedua Leng bersaudara telah pergi, sampai hari ini mereka belum kembali, kutanggung besok siang mereka takkan hadir di Long-bong-san-ceng lagi" | "Kenapa kau berani tanggung?"   Tanya laki-laki itu "Hahaha kalau aku tidak punya akal untuk mengetahuinya, mana berani kuterima uangmu ini?"   Sahut Koay sin Hoa Giok sambil tertawa bangga.   "Setelah berhenti sebentar, tambahnya.   "Mungkin aku masih mempunyai berita yang lebih penting lagi yang menyangkut persoalan ini, tapi sekarang belum begitu pasti, kentongan keempat malam nanti akan kusampaikan lagi kepadamu di sini."   Maka tidak lama kemudian segera ada seekor kuda yang dilarikan cepat menuju perkampungan Long-bong-sanceng untuk menyampaikan laporan.   Setiap persoalan besar yang cukup menggetarkan dunia persilatan, seringkali kelihatan berlangsung secara terbuka, padahal diam2 penuh dengan intrik, tipu muslihat dan akal busuk, entah berapa banyak manusia yang terlibat dalam usaha semacam ini, cuma bila kau tidak mengalaminya secara mendalam, hal-hal demikian tidak mudah untuk diketahui.   Si Berita kilat Hoa Giok membagi kelima bungkusan uang perak yang didapatkannya pada tiga bagian bajunya untuk disimpan, dengan begitu rasanya jadi tidak terlampau berat, kemudian dengan kuda cepat dia ber-foya2 sehari penuh di kota Keng-ko.   Ketika pulang, senja sudah lalu, dari lima bungkus uang perak kini tinggal sisa tiga bungkus saja.   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tapi dia yakin sebelum kentongan kelima malam nanti ketiga bungkus uang peraknya itu akan lipat ganda jumlahnya sebab ia percaya sebuah kunci rahasia yang maha penting sudah berada di dalam genggamannya.   Sewaktu melewati kota pegunungan itu, dia berhenti sebentar dan memandang beberapa kejap suasana rumah penginapan itu, dalam penginapan masih kedengaran suara orang, ia dapat membayangkan betapa banyak orang yang sedang mengerumuni liong heng pat ciang waktu itu dan tentunya dengan pelbagai daya upaya menyanjung puji pada jago tua yang tersohor itu sebagaimana pula yang telah dilakukannya.   Ia tersenyum sinis, ia larikan kudanya ke arah Long bong san-ceng, jalanan yang dia tempuh sebagian besar adalah jalan kecil, sempit dan jarang dilewati orang Sebelum mencapai Long-bong san ceng ia menitipkan kudanya di rumah seorang petani miskin lalu sebagaimana malam2 sebelumnya ia menghadiahkan sedikit uang untuk petani itu yang diterima dengan rasa terima kasih yang tak terhingga.   Ucapan terima kasih demikian boleh dibilang pengalaman yang jarang ditemuinya, maka langkah kakinya lantas terasa jauh lebih enteng dan cepat.   Bayangan tubuhnya yang tinggi jangkung dengan langkahnya yang enteng dan cepat segera menghilang di balik bayangan hitam perkampungan Long-bong-san-ceng yang luas, keadaan semacam ini persis seperti apa yang terjadi kemarin malam.   Kemarin malam tatkala kota pegunungan itu tidak memberikan lagi berita yang cukup bernilai baginya, diam2 dia lantas mendatangi Long beng-san-ceng, menyusuri jalan yang sudah dikenalnya, dia menyusup ke belakang perkampungan melewati dinding-dinding perkampungan yang tinggi besar, keadaannya ketika itu tidak ubahnya pengemis yang seringkah berjongkok di sudut rumah makan sambil menunggu belas kasihan tuan yang terhormat agar memberikan sisa sayurnya untuk mengisi perutnya yang lapar, Dia selalu berharap bisa mendapatkan berita penting yang tak mungkin didapatkan orang dari sudut2 tembok yang gelap itu.   Tapi sekalipun banyak dinding pekarangan yang melindungi jejaknya, perasaannya waktu itu tegang sekali, sebab dia tahu para penghuni yang berdiam di balik dinding itu adalah orang gagah dan jago lihai yang setiap saat dapat mencabut nyawanya dengan gampang, dia berusaha meringankan langkahnya, kuatir kalau2 menimbulkan suara yang mungkin akan mengakibatkan jiwanya melayang.   Berbareng itu iapun memperhatikan setiap suara yang terpantul dari balik dinding itu, tapi suasana disekitar tempat itu sangat hening, bahkan detak jantung sendiri dapat terdengar nyata.   Tiba-tiba terdengar suara dan balik dinding, dengan cekatan dia menghentikan langkahnya dan memperhatikan dengan seksama.   Tampaklah sesosok bayangan pelahan melambung ke atas dinding pekarangan itu, tampaknya orang itupun sedang memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, setelah menunggu beberapa saat lamanya ia baru naik ke puncak dinding itu lalu "bluk"   Orang itu melompat turun ke sana. Dilihatnya ketika orang itu mencapai permukaan tanah, ternyata imbangan tubuhnya tidak terkendalikan ia terhuyung beberapa langkah ke depan dan akhirnya berdiri tegak, hal ini diam2 mengherankan dia.   "Siapakah orang ini?"   Demikian pikirnya tampaknya tidak mahir ilmu silat, tapi berani melakukan pekerjaan begini di Long-bong san-ceng. Belum habis dia berpikir dari balik dinding pekarangan terdengar seseorang menegur "Siapa itu?"   Dua sosok bayangan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera melayang keluar dan melayang turun tepat di hadapan bayangan orang yang tak pandai bersilat itu.   Hoa Giok terkejut, cepat ia menyembunyikan diri dibalik pohon besar, bernapaspun tak berani keras-keras, dengan hati-hati dia mengintip ke sana.   Dilihatnya orang yang sama sekali tak pandai silat itu tidak menjadi kaget atau gugup malahan sambil membusungkan dada dia menyahut "Aku!"   Selang sesaat ia dapat melihat bayangan orang tersebut ternyata adalah seorang pemuda berbaju perlente, sekalipun di tengah kegelapan wajahnya tak terlihat jelas, tapi ia dapat merasakan betapa gagah dan tampannya pemuda itu, boleh dibilang belum pernah ia temui pemuda segagah dan setampan ini.   Hatinya tambah tegang, dia ingin tahu bagaimanakah reaksi dan kedua orang pengadangnya tadi.   Ternyata kedua orang pengadang itu sama menyurut mundur selangkah lalu dengan hormat berkata "O, kiranya Hui-tay sianseng adanya di tengah malam buta begini Hui-tay-sianseng hendak pergi ke mana?"   Hampir saja Hoa Giok menjerit kaget, ketika kata-kata "Hui-taysianseng"   Menyusup masuk ke telinganya.   "Benarkah dia ini Hui-taysianseng yang akan menjabat Congpiaupacunya orang- Lok-lim di Wilayah Kanglam?"   Demikian pikirnya.   "tapi kenapa dia tak pandai ilmu silat? Apalagi dia adalah seorang pemuda yang ternyata masih muda belia?"   Si berita kilat merasa hal ini terlampau aneh dan sama sekali tak masuk akal, pelahan ia berjongkok dan bersembunyi lebih hati2.   Didengarnya Hui-taysianseng itu sedang menyahut dengan dingin "Di tengah malam sejuk ini aku ingin jalan-jalan di luar, boleh bukan?"   Kedua pengadang itu adalah dua orang laki kekar berbaju ringkas, sinar mata mereka tajam, gerak geriknya enteng dan lincah jelas kedua orang ini mempunyai iimr silat yang tangguh, tentu kedudukan mereka di dalam Long-bong-san-ceng tidak rendah.   Mendengar permintaan itu, kedua orang tersebut saling pandang sekejap, lalu tertawa terbahak-bahak, ialah seorang di antaranya menyahut sambil tertawa ,"Ya.   sungguh tak kusangka Hui-taysianseng mempunyai kegembiraan sebesar itu untuk ber-jalan2 di tengah malan sejuk ini, bila tidak keberatan kami berdua memberanikan diri untuk menemani Hui-taysianseng ber-jalan2 mencari angin."   Ia sengaja berhenti sebentar untuk tertawa kemudian menambahkan "Tentunya engkau setuju bukan?"   Hui Giok yang dipanggil sebagai "Hui-taysianeng"   Baru kaget setelah mendengar perkataan itu, sinar matanya berkeliaran memandang ke sana ke mari, untuk sesaat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah kata.   Si Berita kilat Hoa Giok yang bersembunyi di balik pohon jadi tidak habis mengerti oleh adegan tersebut, ia tak menyangka di antara Hui-taysianseng dan Sinjiu Cian Hui bisa terjadi hubungan aneh begini.   Dilihatnya setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya Hui taysianseng lantas berkata dengan dingin "Kalau begitu kehendak kalian, terserahlah!"   Perasaan Koay-sim Hoa Giok sekarang walaupun diliputi ketegangan tapi juga merasa gembira, sebab ia tahu di balik persoalan ini masih tersimpan rahasia yang "tidak dapat dibocorkan kepada orang luar", dan "rahasia"   Bagi orang lain berarti uang baginya.   Ia saksikan bagaimana kedua orang laki2 kekar itu menggapit Hui-taysianseng dari kanan dan kiri terus berjalan ke depan.   Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba langkah kedua orang itu sempoyongan serentak mereka memutar badan sambil membentak "Siapa? Apa?"   Baru setengah2 bentakannya, tiba-tiba saja kedua orang itu sempoyongan pula dan akhirnya roboh terjungkal.   Perubahan itu sangat mendadak Koay-sin Hoa Gfbk sampai menutup mulut sendiri agar tidak menjerit kaget.   Agaknya Hui-iaysianseng juga terkejut oleh peristiwa itu, dia berjongkok dan memeriksa denyut nadi kedua orang itu, kemudian berbangkit sambil melihat telapak tangan sendiri.   Hoa Giok yang bersembunyi di balik kegelapan diam2 merinding, di bawah cahaya bintang ia lihat kedua tangan Hui-taysianseng berlepotan darah.   Sambil merentangkan telapak tangannya yang penuh darah itu, Hui-taysianseng memutar badan nya keempat penjuru sambil bergumam "Siapa? Siapa?"   Malam semakin kelam, hawa terasa dingin, angin yang berembus menggoyangkan ranting dan dedaunan sehingga menimbulkan suara gemerisik.   Memang sudah banyak kejadian seram dan mengerikan yang pernah dijumpai Koy-sin Hoa Giok sepanjang hidupnya, iapun tahu apa yang terpampang di depan matanya sekarang menyangkut suatu rahasia besar bagi dunia persilatan akan tetapi perasaannya waktu itu betul2 ketakutan dan ngeri sekali, hampir saja dia bangkit berdiri untuk kabur se-jauh2nya.   Akan tetapi hanya sekejap saja, ketika dia menengadah, di kedua samping Kui-taysianscng tahu2 sudah bertambah pula dua sosok bayangan manusia, kedua sosok bayangan itu tinggi kurus kering menyerupai setan yang mendadak muncul dari bawah tanah, mereka muncul dengan begitu saja tanpa menimbulkan suara apapun.   hampir saja Ho Gio tidak percaya pada matanya sendiri, tapi ia berusaha mengendalikan rasa kaget dan ngerinya sekali lagi dia memandang ke depan.   "0 kiranya mereka!"   Diam2 ia membatin.   Kedua sosok bayangan yang muncul secara mendadak itu bukan lain adalah Ko-bok dan Hantiok yang tadi masih berdiam di penginapannya, waktu dia berangkat tadi dia tak tahu mengapa kedua orang aneh ini bisa muncul di sini, ia lebih2 tak tahu sebenarnya ada hubungan apa antara mereka dengan Hui tay-sianseng, dilihatnya kedua orang aneh itu sedang mengawasi Hui taysianseng dengan pandangan yang dingin.   "Anak Ki sakit!"   Ucapan pertama yang kaku meluncur keluar dan mulut mereka. Hoa Giok terkesiap.   "Siapa itu anak Ki. Mengapa tengah malam buta begini Ko-bok dan Han tiok berkunjung kemari, bahkan tak segan2 membunuh kedua orang tadi hanya untuk memberitahukan bahwa anak Ki sakit?"   Dengan keheranan ia memandang pula ke depan, dilihatnya Hui-tay sianseng merasa kaget demi mendengar perkataan itu, air mukanya agak berubah, malahan dengan gelisah lantas bertanya "Kenapa dia sakit? Sakit apa?"   "Hm... dia sakit lantaran kau!"   Leng Ko-bok mendengus.   "Tengoklah dia!"   Sambung Leng Han-tiok. Koay sim Hoa Giok bagai tenggelam dalam kabut tebal, betapapun cerdiknya juga tak tahu hal lkhwalnya, cuma lamat2 ia dapat menduga "anak Ki"   Yang dimaksudkan Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok itu kemungkinan adalah Tham Bun-ki puteri kesayangan Liong heng-pat ciang, tapi justeru lantaran itu dia semakin bingung.   "Sudah pasti Hui-taysianseng ini bukan lain adalah bakal Congpiaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam,. sedang semua orang persilatan tahu, tindakan Sin jiu Cian Hui ini, tujuannya tak lain adalah ingin mempersatukan seluruh orang Lok lim di daerah Kanglan agar bersama-sama menghadapi kekuatan Hui liong piaukiok tapi kenapa bakal Congpiaupacu ini justeru punya hubungan dengan Liong-li"   Tham Bun-ki. Bahkan katanya Tham Bun ki jatuh sakit lantaran dia"   Ada sementara persoalan yang dianggap sebagai kejadian biasa oleh mereka yang mengetahui latar belakang peristiwa itu, tapi justeru membingungkan orang di luar lingkungan demikian pula keadaan Hoa Giok sekarang.   Cahaya bintang menyoroti kedua sosok mayat yang berlumuran darah, di samping mayatmayat itu berdiri dua orang aneh serta seorang pemuda yang tampaknya dalam keadaan bingung di tengah keremangan malam, pemandangan semacam itu menambah seramnya keadaan.   Sementara itu Hui-taysianseng menghela napas setelah tertegun sejenak ia berkata.   "Aku tak dapat pergi!"   Diam-diam Koay-sin Hoa Giok manggut "Seandainya aku menjadi dia akupun tak akan pergi."   Rupanya jawaban itu membangkitkan amarah Leng Ko bok dan Leng Han-tiok. Leng Ko bok tertawa dingin "Hm. Lantaran kau dia jatuh sakit, hanya pergi menengoknya saja kau tak mau?"   "Hehe, ada sementara orang suka menolak arak kehormatan dan lebih suka arak hukuman, pernahkah kau pikir bahwa hari ini kau dapat menolak untuk pergi?"   Sambung Leng Han-tiok sambil tertawa dingin.   Setiap kali Leng Ko-bok dan Leng Han tiok berbicara, suaranya selalu dingin seram bagaikan suara yang berasal dari liang kuburan, kendatipun Koay-sim Hoa Giok bukan orang penakut tidak urung bergidik juga dia.   Siapa tahu baru saja habis ucapan Leng Han-tiok, mendadak dari balik hutan di kejauhan berkumandang suara seseorang yang nyaring merdu sekata demi sekata diiringi tertawa "Kalau tidak pergi lantas kenapa?"   Hoa Giok baru sempat mendengar kata "kalau tidak..."   Tahu2 sesosok bayangan orang melarang tiba dari balik kegelapan, tampaknya tidak cepat tapi lenyap suaranya bayangan itupun sudah melayang tiba di depan mereka dengan entengnya, Hoa Giok adalah orang Kangouw ulung, sekalipun kungfunya tidak terlampau tinggi tapi semua orang yang berhubungan dengan dia rata2 adalah jagoan ternama di dunia persilatan walaupun begitu selama hidupnya belum pernah melihat orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh selihay ini.   Selagi ia tercengang, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah berseru dengan terkejut "Hah, Kim tong-giok-li"   Koay-sin Hoa Giok yang memang sudah tegang semakin tergetar demi mendengar nama yang termasyhur itu."   Cepat dia memandang ke sana, dilihatnya tokoh legendaris dunia persilatan ini adalah seorang perempuan tinggi besar dengan baju panjang tipis sehingga kelihatan garis tubuhnya yang kekar.   Yang aneh lagi, dipunggung perempuan ini menggendong sebuah keranjang kuning dan di da lara keranjang meringkuk seorang laki2 kerdil berbaju warna emas, meski tidak jelas wajahnya di pandang dari jauh, tapi samar2 terlihat laki2 dalam keranjang yang mirip anak kecil itu selain berbaju perlente juga berjenggot, siapapun bila pertama kali melihat Kim-tong-giok-li"   Tentu akan tercengang dan tidak percaya pada pandangan sendiri, demikian pula dengan Koay-sim Hoa Giok.   Meskipun dia tak menyangka kedua tokoh aneh yang termasyhur di dunia, persilatan ini ternyata memiliki potongan badan yang istimewa begini.   Waktu dia memandang pula ke sana, dilihatnya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sudah berdiri berjajar dan sedang mengawasi Kim tong-giok-li tanpa berkedip, tubuh mereka kaku sikapnya dingin, seandainya angin malam tidak mengibarkan ujung bajunya mungkin orang akan mengira mereka adalah patung.   Hoa Giok menelan air liurnya seolah-olah hendak telan kembali jantungnya yang nyaris melompat keluar.   Rembulan telah condong ke langit barat, hal ini membuat tempat sembunymya tambah gelap, meski bintang bertaburan di angkasa, malam yang dingin, ia lebih suka berada di tempat lain daripada berada di tempat semacam ini.   Didengarnya Giok-li sedang tertawa ringan sambil menuding Hui-taysianseng yang berada disampmgnya ia berkata "Orang tak sudi pergi bersama kalian, berdasarkan apa kalian memaksa orang mengikuti kehendak kalian? Apalagi dia sudah punya janji lebih dahulu dengan kami.   kukira belum tiba gilirannya pada kalian."   Pelahan sinar mata Ko-bok dan Han-tiok ber alih dari wajah Kim-tong-giok-li ke wajah Hui Giok, meskipun air muka mereka tetap kaku tanpa emosi namun dalam hati merasa heran.   "Aneh, darimana mungkin anak muda she Hui ini mempunyai hubungan dengan Kim-tong giok-li?"   Belum habis berpikr, tiba2 terdengar gelak tertawa nyarng, menyusul pandangannya terasa kabur tahutahu Kim-tong meloncat keluar dan keranjang.   Geli Koay-sim Hoa Giok melihat bentuk badan Kim-tong yang kerdil itu.   tapi dilihatnya Leng Ko bok maupun Leng Han tiok tanpa mengeluarkan suara terus ayun telapak tangan dan secepat kilat membacok batok kepala Kim-tong.   Perawakan Ko-bok maupun Han tiok tinggi kurus, sedangkan perawakan Kim-tong sangat cebol dan bacokan keempat tangan Leng-kok-siang bok ini segera tercipta selapis bayangan hitam yang besar.   Se-akan2 bukit yang tiba2 ambruk ke atas kepalanya, Hoa Giok melihat sekujur badan Kimtong sudah terkurung di bawah keempat telapak tangan itu, tampaknya tak mungkin lagi baginya untuk berkelit maupun menghindar.    Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini