Bara Naga 24
Bara Naga Karya Yin Yong Bagian 24
Bara Naga Karya dari Yin Yong Di sana, di hutan yang pernah digunakan sebagai tempat sembunyi itu, kini kelihatan barisan-barisan berkuda, kuda-kuda itu berbulu putih, penunggangnya juga berseragam putih, bahkan tampak gemerlapnya warna emas gelang kepala mereka. Golok sabit terhunus dan tangan lain membawa perisai. Jelas itulah pasukan berkuda Bu-siang pay, inilah pasukan induk Bu-siang-pay dikenal sebagai pasukan "Hui ji~bun". Tapi jumlahnya kelihatan cuma li baris, tiap baris antara 30 orang, jadi cuma tiga ratusan orang saja dan dibawa pimpinan hulu balangnya yang gagah berani, yaitu Giam Siok. Diam-diam Siang Cin jadi kuatir entah bagaimana kesudahan Toa cuncu Hui-ji-bu Tiangsun Ki yang membawa sebagian anak buahnya menyerbu ke Pau-hou-sanceng itu. Tapi kalau melihat semangat pasukan Bu-siang-pay sekarang, agaknya pihak Bu siang-pay tidak mengalami kesukaran apa-apa. Di sebelah sana pasukan Bu siang-pay yang lain, yaitu "Bong-ji bun" Juga kelihatan bersiap-siap hanya menunggu komando saja. Suaiana terasa mencekam. Tidak lama kemudian, tiba-tiba keheningan itu di pecahkan oleh suara letusan di arah Toa-ho-tin sana. MenyusuI mana terlihatlah benda-benda hitam bulat kecil melayang cepat dari sana ke sini, dari kecil menjadi besar dan tahu-tahu sudah dekat, benda hitam itupun seperti bermata, dengan jitu menggempur tembok benteng Ji ih-hu. Maka terdengarlah suara ledakan gemuruh susul menyusul disertai berkobarkan api dan bergulungnya asap yang menyesakkan napas. Dahsyat sekali ledakan itu sehingga batu kerikil berhamburan bila mengenai badan manusia, seketika daging robek dan darah muncrat. Seketika para penjaga di atas tembok benteng menjadi kacau dan sama berlari kian kemari, sebagian terperosot ke bawah, ada yang terinjak-injak, sebaliknya granat dari pihak Bu-siang-pay masih terus berhamburan bagai hujan dan meledakan tembok benteng Ji-ih-hu. Ngeri juga Siang Cin tusukan ledakan dahsyat yang menimbulkan korban tidak sedikit tanpa kenal ampun itu, ia menggeleng kepala, tapi apa yang dapat dikatakan memang beginilah kejamnya peperangan, kalau tidak membunuh tentu akan dibunuh. Selagi Siang Cin memikirkan cara bagaimana harus bertindak membukakan pintu gerbang benteng bilamana pasukan Bu siang-pay sudah mulai menyerbu, mendadak hujan granat tadi berhenti sama sekali, Seketika suasana hening kembali. 378 Cepat Siang Cin mengintai pula keluar sana, dilihatnya pasukan "Bong-ji-bun" Busiang- pay di sayap kanan sana telah mulai bergerak cepat mendekati hutan di timur Ji-ih-hu itu. Sedang pasukan "Hui-ji-bun" Juga serentak mendesak maju. Baju putih dan gelang emas bergerak-gerak memancarkan cahaya yang menyilaukan, derap kaki kuda diseling gemerincingnya senjata, suara lain tidak ada sama sekali. Makin dekat dan makin dekat, suasana bertambah mencekam. Pada saat kedua pihak sudah hampir mengadakan kontak pertama, sekonyongkonyong di tembok benteng yang berdekatan dengan hutan sini timbul sedikit kegemparan. Belum lagi Siang Cin tahu apa yang terjadi, terdengar suara seorang lantang berseru. "Wahai kaum celurut Bu-siang-pay, dengarlah, di sini ada Toacuncu Thi-ji-bun kalian Siang Kong ceng, Toacuncu Hiat ji-bun Lok Bong bu, ada pula tokoh andalan kalian Tian Pek-yang, Te Yau dan Khu Hu-kui, semuanya tertawan oleh kami, jika kalian masih sayang kepada jiwa mereka, maka sekarang juga pasukan kalian harus berhenti bergerak, kalau tidak, jangan kalian menyalahkan kekejaman kami yang tidak kenal ampun, segera kepala kelima orang ini akan kami penggal." Suara orang ini sangat keras dan lantang laksana bunyi genta sehingga berkumandang jauh, meski pasukan Bu-siang-pay masih terpisah sekian jauhnya, tapi dapat mendengar seruan itu dengan jelas, pasukan Bu siang pay yang sudah mulai mendesak maju itu tampak panik sejenak, berpasang mata yang cemas dan murka juga memandang ke arah benteng. Yang paling dikuatirkan mereka memang tindakan musuh yang keji ini dan sekarang hal ini ternyata benar-benar terjadi. Di tembok benteng sini mendadak terlihat muncul serombongan orang, ketika rombongan itu menyingkir, dengan jelas kelihatan Siang Kong-ceng, Lok Bong bu, Te Yau, Tian Pek-yang dan Khu Hu-kui berlima telah digiring ke tepi tembok benteng, kelima orang itu tampak kurus kering, rambut semerawut dan tidak berbentuk manusia lagi, pakaian sekujur badan juga compang-camping, matanya celong, berdiri saja tampaknya tidak kuat. Malahan tangan mereka diborgoI, kakipun dirantai dan diberi bola besi yang cukup besar. Ada seutas kawat pula yang menembus tulang pundak mereka, darah yang pernah keluar dari pundak itu tampak sudah mengering, luka bagian pundak itupun sudah benjoI hitam. Meski kelima orang itu tersiksa sedemikian rupa, tapi para pahlawan Bu-siang-pay dan Siang Cin masih tetap mengenali mereka meski kelima wajah itu sudah berubah sama sekali daripada wajah mereka semula. Kelima orang itu berdiri sejajar, masing-masing di pegangi dua orang berseragam kulit, golok mengancam pula di kuduk mereka, sedangkan Nyo To serta seorang yang bermata satu dan berwajah kehijauan yang bersuara tadi berdiri mengawasi di samping, Si mata satu itu berperawakan pendek kecil, wajahnya menakutkan, sikapnya dingin, iapun memakai baju kulit warna coklat yang penuh dihiasi paku perak, senjatanya yang berbentuk potlot dan berwarna merah gemerlap terpanggul di bahunya, di sebelah kiri mereka berdiri iima orang kakek yang berjubah kelabu dan berwajah kereng, sedangkan sebelah kanan adalah seorang lelaki kekar bermuka kemerahmerahan dan berjenggot panjang sebatas dada. 379 Orang tua ini tampak angker, sorot matanya tajam, kerlingan matanya membuat orang merasa segan, hidungnya besar lurus dan di atas batang hidung ada tahi lalat sebesar kacang, alisnya tebal seperti sikat, tidak memakai baju kulit, tapi berjubah komprang warna keemasan yang bertuliskan dua huruf "Hok" Dan "Siu", yakni lambang rejeki dan panjang umur. Kaki mengenakan sepatu kulit menjangan, sambil menggendong tangan ia pandang reaksi dari pihak Bu-siang-pay setelah seruan si muka hijau tadi. Benar juga, setelah pihak Bu siang pay melihat jelas kelima orang yang diperlihatkan memang betul adalah Cuncu dan kawan mereka yang tertawan musuh, gerakan pasukan yang mulai maju itu lantas diperlambat. Berbareng itu dari pasukan Bong ji bun lantas berkibar panji yann bertanda tujuh gelang emas yang kait-mengait, panji itu diayun tiga kali, lalu seorang penunggang kuda tampil ke depan dan membedal cepat ke arah pasukan Hui-ji bun. Pimpinan pasukan Hui ji-bun, Giam Siok, lantas menyongsong maju, sesudah kedua orang bergabung dan berhenti sejenak, lalu dua-duanya maju ke arah tembok benteng Ji-ih-hu. Kiranya penunggang kuda yang satu itu adalah Toacuncu Utti Han po. Kira-kira belasan tombak di depan benteng berhentilah mereka. Dari ujung tembok tempat sembunyinya Siang Cin dapat mengikuti kejadian itu. Sukar baginya untuk meramalkan apa yang terjadi. Terlihat Utti Han-po dan Giam Siok bertengger di atas kudanya dengan air muka bersungut, keduanya menengadah ke atas benteng dengan sorot mata berapi. Si kakek berjenggot panjang dan berjubah warna keemasan tadi tersenyum, lalu pelahan mengangguk kepada si muka hijau di sisinya, Setelah berdehem, si muka hijau lantas buka suara pula. "Apakah pendatang itu adalah Toa Cuncu Utti Han-po dan gembong Hui-ji bun, Giam Siok?" Utti Han-po yang berpotongan gendut itu menjawab. "BetuI, apa yang perlu dibicarakan silakan omong saja dan tidak perlu berputar-putar." "Hahaha!" Si muka hijau berseru pula dengan lantang. "Pertama ingin kutanya, apakah kalian sudah lihat jelas kelima pahlawan kalian yang berdiri di sini ini?" "Ya tentu," Jawab Utti Han- po dengan mendongkol. Mendadak Giam Siok mendamperat. "Hm, kiranya begitulah cara kalian memperlakukan tawanan, sungguh keji!" "Hahaha, apakah terhadap tawanan kami harus menjamunya setiap hari," Jengek si muka hijau. "Hrn, barangkali kau sudah lupa apa sebabnya sampai mereka tertawan?!" "Sudahlah," Dengan menahan gusar Uiti Han-po menyela. "dalam keadaan demikian, tiada perlunya kita adu mulut singkatnya saja, cara bagaimana supaya kalian mau membebaskan rnereka?" 380 Si muka hijau memandang sekejap kepada si kakek berjubah keemasan Kakek itu tidak memperlihatkan perasaan apa-apa, ia cuma mengangguk pelahan saja. Maka si muka hijau lantas berteriak "Pertama, pasukan Bu-siang-pay harus segera ditarik mundur dari sini, sedikitnya ttga puluh li dari Toa-ho-tin, setelah syarat ini dilaksanakan lalu kami akan membebaskan Khu Hu-kui." Tidak kepalang gusar Utti Han-po, tapi sedapatnya ia menahan perasaannya dan bertanya "Lalu?!." "Lalu, di bawah pengawasan kami pihak kalian harus mundur lagi seratus li Iagi, habis itu akan kami bebaskan bocah she Te itu," Seru si muka hijau. "Seterusnya?" Jengek Utti Han-po. "Ya, seterusnya segenap pasukan Bu-siang-pay kalian harus mengumpulkan semua senjata yang kalian bawa dan ditaruh di suatu tempat yang akan kami tunjuk serta akan kami musnahkan, bila hal ini sudah dilaksanakan segera kami membebaskan Tian Pek-yang," Ia berhenti sejenak, lalu menyambung puIa. "Dan keempat Thi Tok-heng harus menulis suatu pernyataan bahwa Bu-siang-pay seterusnya takkan mengganggu dan merecoki Ji-ih-hu beserta anggota serikatnya, jika syarat ini telah di penuhi, segera Lok Bong-bu juga dapat kami lepaskan" "Oan masih ada lagi?" Jengek Utti Han-po "Dan akhirnya, tiga bulan setelah kalian pulang ke padang rumput sana, bila sudah jelas kalian tiada niat sembarangan bergerak lagi, lalu Siang Kong-ceng juga akan kami puIangkan dengan selamat" "Hm, tidakkah terlalu melampaui batas per-mintaan pihakmu ini?" Jengek Utti Hanpo. "Apakah memang begitu kehendak Ang Siang-Iong?" Belum lagi si muka hijau menjawab, mendadak si orang tua berjenggot panjang dan berjubah keemasan itu berseru lantang. "Ya, memang itulah kehendakku!" Kiranya orang tua yang gagah dan angker inilah tokoh yang termasyhur, pimpinan tertinggi Ji-ih-hui, Hek-jan-kong Ang Siang-Iong. Seketika sorot mata Utti Han-po dan Giam Siok mencorong terang, penuh rasa gemas dan dendam Teriak Utti Han-po. "Ang Siang-Iong, tentunya kautahu tidak nanti kami menerima syaratmu itu." Dengan ketus Hek-jang kong Ang Siang-long menyela. "Terima atau tidak adalah urusan Bu-siang-pay kalian apabila kalian tidak dapat memutuskan persoalan ini, silakan lapor dulu kepada ciangbunjin kalian Kuberi tempo setengah jam, setelah itu tawanan akan kami hukum mati tanpa..." Sekonyong-konyong Lok Bong-bo yang berwajah pucat kurus itu berteriak serak. "Utti heng, ser ....serbu lah kemari dan , ... dan cincang binatang tua ini....jangan urus diri kami . - ..sudah cukup kami... ." Belum habis teriakannya, kontan dua lelaki yang memegangnya membentak dan mengetuk dengan punggung golok. "brek", punggung Lok Bong-bu terhantam dengan keras, suaranya jelas dan seakan-akan mengetuk hati Utti Han po dan Giam Siok. 381 "Berhenti, kalian binatang ..." Bentak Giam Siok dengan beringas. Hek-jan-ong Ang Siang-long memberi tanda, segera kedua lelaki tadi menyeret mundur Lok Bong-bu yang sudah terkulai pingsan itu. "Nah, cukup dengan sedikit hukuman ini saja kawanmu sudah tidak tahan, bilamana lima buah kepala sudah terpenggal, tentu akan tambah ngeri tampaknya, kukira kalian tentu tidak ingin menyaksikannya. Nah, pikirkan bagaimana keputusanmu Utti Han po, kutunggu jawabanmu," Demikian Ang Siang-long berseru pula dengan tertawa. Pada saat itulah Siang Kong-ceng yang sejak tadi menunduk lemas itu mendadak menengadah, dengan beringas ia berteriak. "Utti Han-po, jangan kau lupakan semangat pahlawan padang rumput dan merusak nama baik Bu~siang pay, apakah kau lupa pada amanat ciangbun Toasuheng kita waktu hendak berangkat ke tempat tujuan? Apakah kau menghendaki kami menjadi orang berdosa dan menanggung malu bagi Bu-siang pay? ingatlah saudara-saudara kita yang telah menjadi korban, darah saudara kita yang sudah tercecer, sakit hati mereka belum terbalas, dendam Ciangbun-suheng juga belum terbalas, dengarkanlah gema tangis saudara kita di padang rumput ..." Belum habis ucapannya, kembali punggung golok penjaganya telah menggebuki tulang punggungnya hingga membuat Siang Kong-ceng jatuh terkapar. Tapi Tian Pek-yang lantas menyambung teriakan kawannya. "Ya, saudara dari padang rumput, tuntut utang darah ini ... biarlah kita gugur sebagai jantan, mati sebagai pahlawan padang rumput, jangan..." Seperti nasib kedua kawannya, Tian Pek-yang juga mengalami hantaman keras di punggungnya dari tak sanggup bersuara lagi. Segera Te Yau dan Khu Hu-kui juga ingin berteriak, tapi lebih dulu mereka sudah digampar dan terlebih dulu oleh para penjaganya. Hek-jan-kong Ang Siang-long mendengus, serunya puIa. "Nah, Utti Han-po, kukira kau harus lekas ambil keputusan atau laporkan dulu kepada ciangbunjin kalian." "Kau tua bangka," Teriak Utti Han-po dengan murka. "Bicara terus terang, sudah ada perintah tegas dari Ciangbun Toasuheng, tidak ada kompromi, tidak peduli betapa korban yang akan timbuI, Bu-,siang-pay pasti akan menghancurkan Ji-ih-hu kalian, membakar ludes ketujuh gedungmu, betapapun Bu-siang-pay bukan pengecut yang dapat kaugertak dan peras, jangan kau mimpi lagi." "O, jadi kalian tidak kenal kompromi lagi?" Tanya Ang Siang long. "Baik, Oh Kek, penggal Khu Hu-kui." Si muka hijau yang bernada Oh Kek itu mengiakan, segera ia berseru. "Seret maju Khu Hu-kuj dan penggal kepalanya, gantung kepalanya di tiang benteng sana." Si hitam Khu Hu-kui segera diseret ke depan secara kasar, dalam keadaan babak belur Khu Hu-kui berjalan dengan terhuyung-huyung, namun dia masih cukup bandel untuk tidak mau tekuk lutut meski dipaksa. 382 "Binasakan dia!" Bentak Oh Kek dengan murka. Segera salah seorang penjaga angkat golok terus hendak menabas kuduk Khu Hukui. Akan tetapi sebelum golok menyambar ke bawah mendadak algojo yang bermuka bopeng itu menjerit ngeri, tubuhnya yang besar itu seperti kena di sodok sesuatu terus terjungkal keluar tembok benteng. Kejadian mendadak ini sungguh mengejutkan semua orang dari kedua pihak, lebihlebih orang-orang pihak Ji ih-hu, mereka menjadi bingung dan tidak tahu apa yang terjadi. Di samping terkejut merekapun ngeri dan takut. Bayangkan, di tengah pengawasan orang sendiri sekian banyaknya, bahkan disaksikan sendiri oleh Hek jan-kong Ang Siang long sendiri, tapi ada orang berani melakukan sergapan, kepala si pesakitan tidak terpenggal sebaliknya algojonya malah mati lebih dulu. Kejadian ini benar-benar mengejutkan dan juga memalukan. Di tengah suara jerit kaget dan panik itu, cepat Hek jan kong juga berpaling, tampaknya ia tetap tenang-tenang saja, serentak ia memberi perintah. "Kelima sahabat Tiang-hong pay silakan tetap berjaga di sini dan jangan sembarangan meninggalkan tempat itu. Nyo To dan Oh Kek mengawasi sekitar sini, hati-hati bila musuh menyerbu untuk merampas tawanan, Kim-thaubak hendaknya segera memberi perintah agar segenap jagoan dari berbagai aliran dikerahkan untuk mencari mata-mata musuh." Kelima kakek berjubah kelabu yang sejak tadi hanya bungkam saja sama mengangguk, Nyo To dan Oh Kek juga mengiakan. Lalu seorang berseragam kulit yang berdiri di sebelah sana juga memberi hormat, lalu mengundurkan diri dan berlari pergi dengan cepat. Selagi di sini Hek-jan-kong mengatur sini, di sebelah sana pasukan Bu-siang-pay sedang bersorak sorai bergemuruh. Mereka menyaksikan apa yang terjadi, mereka tahu ada orang bersembunyi diam-diam melindungi pahlawannya. Mereka bersorak gembira dan mengacungkan golok dan perisai Utti Han-po dan Giam Siok saling pandang dengan tersenyum, segera mereka memutar kuda dan kembali ke pasukan masing-masing. Sejenak kemudian suara "tut-tut" Yang haru dan membakar semangat mulai bergema, pasukan Bu-siang-pay mulai bergerak, berbondong-bondong membedal ke depan. "Terjang! Serbu!" Semakin mendekat pasukan Bu-siang-pay yang menerjang tiba. Segera Hek-jankong memberi perintah. "Oh Kek, perintahkan lepas panah!" Dengan suara lantang Oh Kek lantas berteriak meneruskan perintah itu. Serentak dinding benteng yang mengaling liang panah itu sama anjlok ke bawah dan tertampaklah belasan kerangka besi yang penuh terpasang busur dan panahnya. Sementara itu jarak pasukan Bu-siang-pay dengan tembok benteng tinggal dua-tiga puluh tombak saja. Sekali aba-aba diberikan, serentak tali jepretan ditarik dan terhamburlah beratus-ratus anak panah. 383 Perajurit Bu-siang-pay sudah terlatih sejak kecil, kepandaian menunggang kuda mereka boleh dikatakan sangat gesit tangkas, sebelumnya merekapun sudah diperingatkan kemungkinan hujan panah dari pihak musuh. Maka begitu kelihatan hujan panah tiba, serentak mereka memasang perisai di depan kepala kuda untuk melindungi binatang tunggangan dan mengalingi kepala dan tubuh sendiri, sedangkan barisan belakang lantas memencar ke samping serta balas menyambitkan senjata rahasia. Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sudah tentu masih juga ada yang terkena panah dan terjungkal, seketika berjangkit jeritan ngeri di sana sini. Tapi sejenak kemudian pasukan Hui-ji bun itupun mendesak sampai di kaki tembok benteng, Menyusul pasukan Bong-ji-bun juga menerjang maju dan balas menghujam musuh dengan sambitan senjata rahasia. Suasana di atas tembok benteng menjadi kacau, bukan saja para pemanah di liang panah itu banyak yang terbunuh, juga anak buah Ji-ih-hu di atas tembok juga banyak yang terluka. Rada cemas juga Hek-jan-kong menyaksikan situasi yang tidak menguntungkan itu, cepat ia berteriak puIa. "Penggal kepala Siang Kong-ceng!" Tapi Siong Kong-ceng lantas menengadah dan bergelak tertawa, serunya dengan suara parau. "Ang Siang-Iong, kalau kumati sekarang, sebentar lagi kaupun akan menyusuI, akan kutunggu kau dipintu akhirat." "Penggal!" Bentak Hek-jan-kong dengan bengis, Segera kedua pengawal di belakang Siong Kong-ceng mengangkat golok mereka terus menabas. Tapi keajaiban kembali terjadi, Mendadak golok yang terpegang mereka itu bergetar keras dan berganti arah. "crat", bukannya kepala Siong Kong-ceng yang terpenggal, tahu-tahu golok bersarang di perut kedua orang itu sendiri. Sambil menjerit kedua orang itu terus terguling ke bawah tembok sana. Rupanya dalam kekacauan itu Siang Cin telah menggeser tempat sembunyinya sehingga semakin dekat dengan tempat pimpinan Ji-ih-hu sini. Dia yaog telah menyelamatkan jiwa Khu Hu-kui dan Siong Kong-ceng dengan tenaga pukulan jarak jauh. Sudah tentu ia tahu caranya itu sangat besar resikonya, tapi apa boleh buat, keadaan sadah memaksa. Sudah tentu Hek-jan-kong tidak tinggal diam, serentak ia melompat ke tempat sembunyi Siang Cin, sekali hantam ia hancurkan ujung tembok yang mengalingi tubuh Siang Cin itu. Di tengah gelak tertawanya Siang Cin terus melambung ke atas, berbareng ia melancarkan pukulan dan depakan, Cepat Hek-jan tong menyurut mundur, tapi lantas terdengar suara jeritan ngeri, dua-tiga orang anak buahnya telah menjadi korban dan terpental. Sorot mata Hek jan kong seakan-akan membara, teriaknya murka. "Naga Kuning, bagus sekali perbuatanmu!" 384 "Haha, Ang Siang-Iong, kiranya kau masih kenal padaku!" Jengek Siang Cin sambil menghindarkan tabasan golok seorang seragam kulit, berbareng sebelah tangannya halus menampar, kontan orang itu terkapar tanpa sempat bersuara. Ang Siang-Iong melangkah maju pula dan membentak. "Siang Cin, berturut-turut kau membunuh empat pembantuku, harus kuhancur-leburkan tubuhmu, akan kukorek hatimu!" "Hah, silakan coba jika kaumampu!" Jengek Siang Cin dengan angkuh. "Keparat, jika berani, hayolah turun ke bawah sana, kita bertempur sampai mati satu lawan satu!" Tantang Hek-jan-kong. "Aku bukan anak kecil, Ang Siang-Ioog, takkan terjebak oleh kelicikanmu, masih banyak pekerjaanku, siapa ingin main-main dengan kau." "Huh, tak tersangka Siang Cin si Naga Kuning yang termashur adalah tikus yang penakut begini," Ejek Hek-jan-kong. "Ang Siang long," Jawab Siang Cin. "Tidak perlu kau pancing diriku, Kematianmu sudah di depan mata, jangan kau harap kau ada kesempatan untuk meloloskan diri." Selagi Hek-jan-kong hendak bicara pula, tiba-tiba terdengar suara menderu aneh di udara, waktu ia menengadah, terlihat berpuluh-puluh jalur hitam kulit kerbau yang ujungnya terikat besi cengkeram telah hinggap di tembok benteng, Menyusul beratus-ratus anak buah Bu-siang-pay yang sudah siap di kaki tembok terus merembet ke atas melalui tali kulit itu. Ang Siang-long menjadi nekat melihat suasana bertambah gawat, teriakoya. "Bunuh semua tawanan itu!" Dalam pada itu, lima sosok bayangan mendadak melompat tiba. Kiranya kelima kakek berjubah kelabu dari Tiang-hong-pay serentak mereka mengepung Siang Cin di tengah dan menatapnya dengan penuh rasa dendam. Salah seorang kakek yang bermata kecil dan berhidung betet, agaknya dia tertua daripada jago-jago Tiang-hong-pay itu, serunya dengan suara bengis. "Ang-toako, silakan engkau membereskan kelima tawanan itu, orang she Siang ini serahkan saja kepada kami, utang darah Loliok dan Lojit harus kami tagih dari dia." Hek jan-kong merasa kebetulan jika kelima orang itu mau mewakilkan dia menghadapi Siang Cin, segera ia melayang ke sana dan berteriak puta. "Habisi tawanan itu!" Dalam pada itu kelima kakek berjubah kelabu sudah menyerang serentak, akan tetapi Siang Cin sempat mengapung ke atas sehingga serangan mereka yang dahsyat itu mengenai tempat kosong. Siang Cin ternyata menerjang ke arah Hek-jan-kong, maksudnya hendak menolong Siong Bong-bu berlima. Cepat Hek-jan-kong mengadang dan melancarkan suatu pukulan dahsyat, Tapi sekali menggeser dan berkelebat tahu-tahu Siang Cin sudah meleset lewat ke sana, Dengan murka Hek-jan-kong lantas mengejar 385 Akan tetapi Siang Cin sudah tiba lebih dulu di depan kelima tawanan itu. Saat itu Nyo To, Oh Kek dan para penjaga sudah angkat senjata hendak melaksanakan perintah Hek jan-kong tadi. Namun tahu-tahu Siang Cin sudah melayang tiba, di tengah berkelebatnya bayangan pukuIan, kontan beberapa penjaga berseragam kulit itu tunggang lenggang dan tumpah darah disertai jerit ngeri. Nyo To dan Oh Kek juga tergetar mundur, malah pundak Nyo To juga terluka, hanya Oh Kek saja yang tidak terluka, tapi mukanya yang memang hijau itu bertambah pucat. Dalam sekejap itu kelima pahlawan Bu-siang pay yang merana itu sudah mengenali Siang Cin, semangat mereka terbangkit, dengan kegirangan Lok Bong-bu berteriak. "Kau, Siang heng!" Siang Cin tidak sempat menjawab, sebab saat itu Hek-jan-kong Ang Siang-long juga sudah menubruk tiba. Tanpa pikir Siang Cin mendorong ke lima orang tawanan itu sehingga terperosot ke luar tembok benteng, padahal kelima orang itu sama terbelenggu, tulang pundak merekapun ditembus oleh kawat, kini terjatuh ke bawah tembok benteng, akibatnya dapatlah dibayangkan namun apa boleh buat Siang Cin merasa tiada jalan lain. Habis itu ia mendahului menabos ke dada Hek-jan-kong yang menubruk tiba itu, sedangkan tangan lain lantas menanggalkan jubah kuning yang dipakainya, jubah itu terus dilemparkan ke sana sehingga mirip segumpal awan yang meluncur cepat ke bawah dan sempat menahan di bawah tubuh kelima orang yang jatuh itu. Meski jubah itu tidak dapat menahan bobot kelima orang itu, tapi cukup menahan daya luncur yang berat itu dan dapat menyelamatkan jiwa mereka. Kejadian itu berlangsung secepat kilat, menyerang, menanggal jubah dan melempar jubah, semua ini seakan-akan dilakukan dalam sekejap oleh Siang Cin. Dalam pada itu Hek-jan-kong sempat mengelakkan serangan Siang Cin tadi, ia berjingkrak murka hingga mukanya beringas dan buas. "Apalagi yang kalian tunggu, maju semua!" Bentak Hek jan-kong kepada Nyo To dan Oh Kek. Rupama kedua orang itu masih belum hilang kagetnya karena gempuran Siang Cin yang hampir merenggut jiwa mereka tadi. Karena bentakan pimpinannya ini, segera mereka racngcrubut dari samping. Dalam pada itu kelima kakek berjubah kelabu Tiang-hong-pay juga sudah menyusul tiba. Segera Hek-jan-kong berteriak pula. "Hayo, kerubut mereka! Terhadap orang licik yang suka main sembunyi-sembunyi begini tiada soal peraturan Kangouw lagi, mampuskan dia!" Mau-tak-mau agak kewalahan juga Siang Cin menghadapi delapan jago kelas tinggi, namun dia masih terus menyelinap kian kemari dan bertahan mati-matian. Syukurlah, mendadak teriakan serbuan telah bergema di atas tembok benteng Ji-ihhu. Waktu Ang Siang-Iong melirik kesana sungguh celaka, entah sejak kapan di atas tembok benteng sudah muncul bayangan baju putih dan gemilapnya gelang kepala, jelas itulah pasukan Bu siang pay. 386 Tidak kepalang kaget Hek-jan-kong Ang Siang long, cemas dan gelisah, ia tahu situasi sangat tidak menguntungkan pihaknya, pasukan musuh sudah berhasil membobol pertahanan bentengnya yang kukuh diri mulai menyerbu ke sayap kanan dan kiri. Seorang pahlawan berseragam putih menerjang ke sini hendak menbantu Siang Cin, golok sabitnya membacok, namun dengan gesit Oh Kek dapat mengegos, berbareng senjatanya yang berbentuk potlot terus menikam, kontan perut jago Bu-siang-pay itu tertembus selagi ia menjerit dan terhuyung-huyung, salah seorang kakek jubah kelabu menambahi sekali pukulan sehingga tubuhnya mencelat keluar tembok benteng. "Keparat, kaupun rasakan seranganku!" Bentak Siang Cin dengan murka, berbareng iapun menabas muka Oh Kek. Akan tetapi Hek-jan-kong telah menghantam pula dari jurusan lain sehingga Siang Cin terpaksa harus tarik kembali serangannya untuk menangkis pukulan gembong Jiih- hu itu, keadaan Siang Cin jadi semakin gawat. Pada saat itulah, sekonyong-konyong terdengar suitan nyaring berkumandang dari jauh, hanya sekejap saja suara itu sudah mendekat lalu suara seorang yang kasar memaki. "Keparat, anak kura-kura yang tidak tahu malu, main kerubut! ini tuanmu Sebun Tio-bu akan mengiringi main-main dengan kalian!" Dari jauh orang itu lantas menghantam, terpaksa Hek-jan-kong menggeser dan menyambut pukulan dahsyat itu. Benturan keras terjadi, orang itu tertawa sambil melayang ke samping, berbareng jarinya mencengkeram, seorang berseragam kulit yang berada di samping lantas menjerit dan terjungkal ke bawah benteng dengan kepala pecah. Hek-jan-kong meraung murka, segera ia hendak menerjang maju, pada saat itulah di belakangnya seorang berseru pula dengan sopan. "Jangan kuatir, Jan-Ioyacu, marilah bermesraan sedikit dengan Kim lui jiu Kin Jin." Cepat Hek-jan-kong berpaling, dilihatnya seorang berdandan sastrawan setengah baya sudah berdiri di depannya. Kiranya Sebun Tio-bu dan Kin Jin telah muncul semua. Setelab merobohkan anggota Jit ho-hwe yang berseragam kulit tadi, segera Sebun Tio-bu menubruk pula ke sana sambil berseru. "Itu dia, Siang-heng, kudatang membantu kau!" "Bagus, Sebun tangkeh!" Sambut Siang Cin dengan girang sambil menghindari beberapa serangan pengerubutnya. "Wutt", mendadak Thi mo-pi atau lengan besi iblis, menyambar dan samping, keruan Nyo To terkejut dan cepat berkelit. Tapi tangan besi itu lantas mencengkeram pula ke arah Oh Kek. Terpaksa kedua jagoan Ji-ih-hu ini meIompat mundur, mau-tak-mau mereka harus menghadapi "Sip-pi-kuncu" Sebun Tio bu dan meninggalkan Siang Cin. 387 Rada longgarlah Siang Cin setelah berkurang dua lawan tangguh, tapi kelima tokoh Tiang-hong-pay menjadi nekat, mereka mencecar terlebih kalap. Di sebelah lain terdengarlah angin menderu-deru dengan dahsyat, rupanya Kim lui jiu, si tangan geledek, Kin Jin juga telah mulai bergebrak dengan Hek jan kong Ang Siang-Iong. Di sekitar sana keadaan juga kacau balau, anak murid Bu-siang-pay yang berseragam putih dan bergelang kepala emas sudah muncul di mana-mana, sebagian besar sudah menuruni tembok benteng dan menyerbu ke bangunan induk Ji-ih-hu seperti air bah yang tak tertahankan lagi. Dengan baju berlepotan darah Siang Cin menyelinap kian kemari di antara kerubutan kelima tokoh Tiang-hong-pay, Ginkangnya memang tiada taranya sehingga musuh sukar meraba ke mana dia akan berkelit. Sekonyong-konyong, terdengarlah sorak gemuruh orang menyerbu sehingga seluruh Ji-ih-hu seolah-olah tenggelam di tengah suara gegap gempita itu. Sekilas Hek-jankong melirik ke sana, sungguh celaka, kiranya pintu gerbang benteng Ji-ih-hu telah dibuka oleh anak buah Bu-siang-pay yang sudah menyusup ke dalam itu sehingga pasukan seragam putih lantas menerjang ke dalam. Sesaat itu bumi serasa guncang, langit seakan-akan ambruk, ratusan dan ribuan kuda dengan perajuritnya yang gagah perkasa menyerbu masuk tak terbendung lagi. "HabisIah aku!" Keluh Hek-jan-kong Ang Siang-long, mukanya tambah beringas, jenggotnya seakan-akan berdiri, urat hijau tampak jelas di jidatnya, ia benar-benar kalap seperti singa yang sudah gila. Kim-lui-jiu Kin Jin juga tergolong tokoh di dunia persilatan saat ini. meski tidaklah mudah baginya untuk mengalahkan Hek-jan-kong, tapi untuk kalah juga sulit. Tapi sekarang Hek-jan-kong dalam keadaan kalap dan bertempur mati-matian, mau-takmau Kin Jin menjadi rada kewalahan dan terdesak mundur. Syukur pada saat itulah sesosok bayangan putih gendut mendadak menubruk tiba, begitu datang golok sabitnya terus membabat pinggang Hek-jan-kong. Pendatang ini ternyata Utti Han-po adanya, Toacuncu Bong-ji-bun Bu-siang-pay yang disegani. "Terima kasih, Utti-cuncu!" Seru Kin Jin sambil tertawa, berbareng ia melancarkan suatu pukulan balasan kepada Hek-jan-kong. Dengan gabungan Kin Jin dan Utti Han-po, betapapun tongkatnya Hek-jan-kong juga tidak mampu berbuat apa-apa lagi, kini dia cuma mampu bertahan dan tidak sanggup menyerang lagi. Sementara itu kelima kakek Tiang-hong-pay masih mengerubuti Siang Cin dengan kencang, tapi Siang Cin selalu dapat memberosot pergi di tengah kepungan lawan, ia tidak mau terjebak di tengah kepungan musuh, tapi senantiasa mencari peluang untuk menghindarinya, kelima kakek itu berusaha mendesaknya selalu dapat dielakkan oleh Siang Cin. 388 Mendadak sesosok bayangan putih melayang tiba puIa, golok sabit lantas menyabet, godam di tangan lain juga menghantam, sekali serang dua macam, kontan tiga kakek di antaranya didesak mundur. ----------------------------------------- Bagaimana nasib Hek jan-kong Ang Siang-Iong, pimpinan Ji ih-hu yang telah runtuh diserbu pasukan Bu siang pay ini? Ke mana perginya Khang Giok tek, biangkeladi yang menimbulkan malapetaka ini? BARA NAGA Karya Gan K.L Jilid 19 "Bagus kedatanganmu, Giam-heng!" Seru Siang Cin dengan tertawa. Pendatang ini memang pentolan Hui-ji-bun Bu-siang-pay, Giam Siok dengan gagah berani ia menerjang maju pula sambil berseru. "Siang-susiok, benteng musuh sudah bobol!" Sambil melancarkan serangan pada seorang kakek jubah kelabu, Siang Cin menjawab dengan tertawa.. "Ini kan sudah dalam rencana kita!" Setelah mengelakkan suatu serangan seorang kakek jubah kelabu, mendadak Siang Cin berteriak. "Nah, kawan2 Tiang-hong-pay, sudah tiba saatnya sekarang kita menentukan mati dan hidup, boleh kalian rasakan cara Naga Kuning merenggut nyawa kalian!" Sambil bicara, ia sambut pukulan seorang kakek dengan keras lawan keras. " Krek", terdengar suara tulang patah, tulang tangan kakek lawannya patah sebatas pergelangan. Belum sempat ia menarik diri, kaki Siang Cin sudah melayang tiba dan membuatnya terpental ke bawah tembok benteng. Dalam pada itu Giam Siok telah menerjang tiba dan cepat mengadang di depan seorang kakek jubah kelabu yang hendak menyergap Siang Cin dari belakang. Selagi si kakek kelabu terpaksa harus mengalihkan perhatiannya untuk menghadapi Giam Siok, mendadak Siang Cin memutar balik dan menabaskan sebelah tangannya yang merah bengkak itu. Si kakek jubah kelabu tidak berani ayal, cepat ia menangkis, tapi tangan Siang Cin yang hampir beradu dengan tangan musuh mendadak menyambar ke bawah dan menyerempet lewat di leher lawan. Kontan darah berhamburkan, si kakek jubah kelabu ter-huyung2 dan akhirnya terjungkal. Ketujuh kakek Tiang-hong-pay kini tinggal tiga orang saja, mata mereka tampak merah membara menyaksikan kematian saudara2-nya, mereka menjadi nekat. Akan tetapi tembok benteng ini tidak terlalu luas, sukar bagi mereka untuk menerjang bersama dan main kerubut, apalagi Giam Siok juga menghadapi mereka dengan golok melintang. 389 Mendadak salah seorang di antaranya berteriak nekat terus menerjang ke arah Giam Siok. Kontan golok sabit Giam Siok menahan dengan cepat dan godam menghantam. Tapi kakek itu same sekali tidak berkelit, ia tetap menubruk maju, kedua kakinya menendang secara berantai sehingga godam musuh dapat dipaksa tergeser ke samping, menyusul ia tetap menubruk maju dan menghamtam muka Giam Siok. Tapi sekali ini dia benar2 ketemu batunya, Giam Siok juga nekat, iapun tidah menghindarkan hantaman lawan, tapi goloknya tetap menabas, maka terdengarlah ."crat, bluk" Beberapa kali, Giam Siok terpukul hingga tergetar mundur, darah hampir saja tersembur keluar. Tapi tubuh si kakek juga tertabas kutung menjadi dua potong. Belum lagi Giam Siok tenang kembali, sisa kedua kakek jubah kelabu telah menerjang tiba pula dari kanan dan kiri. Cepat godam Giam Siok menghantam, kontan kepala kakek di sebelah kiri hancur, tapi dada Giok Siok sendiri juga terpukul, ia jatuh terduduk dengan darah tersembur dari mulutnya. Pada saat itu Siang Cin telah memburu maju sekuatnya kakek itu membaliki tangan dan menghantam. "blang", terjadi adu tangan yang keras, kontan tubuh kakek itu mencelat kebawah tembok benteng sana, Siang Cin jnga tergetar mundur dan tumpah darah. Dengan kuatir dua anggota Bu-siang-pay memburu maju hendak menolongnya, tapi Siang Cin telah mengatur kembali pernapasannya sehingga darah tidak sampai tertumpah pula, lalu katanya. "Lekas rawat dulu Toa-suheng kalian ....... " Tapi Giam Siok yang jatuh terduduk tadi telah merangkak bangun dengan bantuan, golok sabit sebagai tongkat, dengan muka pucat ia mendekati Siang Cin. Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Silahkan Giam lote istirahat dulu di sini. Aku masih harus membantu Sebun tangkehdan Kin heng disana," Kata Siang Cin sambil mengusap darah di ujung mulutnya. Tidak jauh di lorong sana Sebun Tio-bu sedang memperlihatkan ketangkasannya, ia terus menerjang maju. Lawan yang bernama Oh Kek itu sudah terluka, mukanya berlumuran darah. tidak perlu ditanya lagi pasti terluka oleh "tangan iblis besi" Sebun Tio bu itu. Satu lagi yang bernama Nyo To itupun kelihatan kepayahan, melihat gelagatnya mereka tak mampu bertahan lebih lama lagi. Seluruh Ji ih-hu kini hampir menjadi dunianya Bu-siang pay, hanya beberapa jagonya saja yang masih kelihatan bertempur mati2an, selain itu orang2 Jit ho-hwe, Toa-to-kau, Ceng-siong-san-ceng dan lain2 sudah hampir tidak kelihatan. Di mana2 hanya kelihatan seragam putih dengan sinar golok sabit yang gemilapan. Utti Han-po dan Kin Jin berdua sedang mengerubut Hek-jan-kong Ang Sianglong, namun Hek jan kong sedikitpun pantang mundur, ia seperti sudah kalap, setiap serangannya ganas tanpa kenal ampun, bila perlu siap gugur bersama lawan. Pentolan utama Ji-ih-hu ini memang tangguh, tenaga dalamnya kuat, serangannya keji, di bawah kerubutan Kin Jin dan Utti Han-po masih lebih banyak menyerangnya daripada bertahan. Pelahan2 Siang Cin mendekati mereka. Di belakangnya Giam Siok juga ikut mendekat, muka ke dua orang sama pucat dan badan lemas. 390 Di tempat lain tiba2 terdengar suara orang menjerit. terlihat "lengan besi" Sebun Tio bu berputar di udara dengan berlumuran darah, Ok Kek tampak memegangi kepalanya dan terkapar. Entah sejak kapan dada Nyo To juga sudah robek dan bermandi darah, di bawah ancaman lengan besi Sebun Tio-bu, berulang ia terdesak mundur ke tepi tembok benteng. Kejadian mengerikan ini sama sekali tidak dihiraukan Hek-jan-kong, dengan beringas ia tetap menghantam kedua lawannya. Lama2 Kin Jin menjadi nekat, mendadak ia melompat maju, sekuat tenaga kedua tangan menghantam sekaligus. Di tengah gelak tertawa Hek jan-kong sambut pukulan dengan pukulan. "Blang", terdengar suara benturan keras, tubuh Kim-lui-jiu mencelat dan terbanting jatuh. Dalam pada itu Utti Han-po juga tidak tinggal diam, golok sabitnya membabat beberapa kali secepat kilat, Karena harus adu pukulan dengan Kin Jin, Hek-jan kong tidak sempat menghindar, pada saat Kin Jin terpental itulah tubuh gembong Ji-ih-hu inipun menghamburkan darah. Namun begitu ia sempat membalik tubuh dan melancarkan serangan terakhir sepenuh tenaga. Sementara itu Siang Cin sudah mendekat, melihat Utti Han-po pasti tidak sanggup menahan pukulan dahsyat lawan, segera ia menubruk maju ke samping Hek-jan-kong, dan menghujani beberapa pukulan kilat ke iga musuh. Pada saat yang sama tubuh Hek jan-kong juga terkena tabasan golok sabit Utti Han po, namun iapun sempat balas menghantam dua kali sehingga Utti Han- po terpental ke belakang, golok sabitpun terlepas dari tangan. Habis itu Hek-jan-kung Ang Siang long lantas terkapar dengan mata mendelik dan tanpa bersuara lagi. Rupanya ia telah binasa dengan luka tabasan golok yang silang menyilang, darah melumuri jubahnya. Tulang iganya sedikitnya patah belasan biji oleh pukulan Siang Cin tadi. Keruan Nyo To ketakutan setengah mati melihat pemimpinnya sudah mati, segera ia bermaksud kabur, namun lengan besi Sebun Tio-bu menyambar lebih cepat daripada larinya. "cret", perut Nyo To terobek sehingga isi perut berhamburan keluar, tubuhnya juga terlempar keluar tembok benteng. Melihat Siang Cin bermuka pucat dan jalannya sempoyongan, cepat Sebun Tiobu mendekatinya dan bertanya. "Apakah kaupun terluka, Siangheng? Duduklah dulu!" "Aku tidak apa2, lekas kau periksa keadaan Kin-heng," Jawab Siang Cin. Sebun Tio-bu lantas memburu ke arah Kin Jin sana. Dilihatnya Kin Jin dan Giam Siok sama2 menggeletak di situ, belasan anak buah Bu-siang pay mengerumuni mereka. Dan anggota Bu-siang-pay juga memayang Utti Han-po, Toa-cuncu Bu - siang pay yang gagah perkasa ini kini mukanya juga pucat seperti mayat. 391 Dengan langkah yang berat ia mendekati Siang Cin, ia melirik sekejap mayat Hek-jan-kong, katanya dengan parau. "Siang-lote, apa ..... apakah orang she Ang ini sudah..... sudah beres!?" "Ya, beres untuk selamanya," Jawab Siang Cin sambil mengangguk pelahan. "Dan bagaimana keadaan luka Utti cuncu?" "Mendingan" Kata Utti Han-po dengan suara serak. "Untung setelab mengadu pukulan dengan Kin tayhiap barulah aku terpukul keparat ini, jelas ten..... tenaganya sudah banyak berkurang, kalau ....kalau tidak, bisa jadi jiwaku sudah melayang." Sambil menggerutu kelihatan Sebun Tio-bu mendekat lagi dengan cemas. Tergetar hati Siang Cin, cepat ia bertanya. "Bag ..... bagaimana keadaan Kinheng?" Sebun Tio-bu berkerut kering, jawabnya. "Siangheng, me ..... melihat gelagatnya, Kin-heng ...." "Apakah parah," Sela Utti Han-po. Dengan menghela napas sedih Sebun Tio bu menyambung. "Kin-heng te!ah mengadu pukulan sekuatnya dengan keparat she Ang tadi, bagian dalamnya terluka parah, denyut nadinya lemah, darah bergolak, keadaannya agak gawat. Tampaknya andaikata jiwanya dapat diselamatkan, sedikitnya juga harus istirahat ber-tahun2 ...." Tanpa bicara Siang Cin lantas mendekati Kin Jin. Segera Utti Han po juga memberi perintah kepada seorang anak buahnya agar lekas memanggil tabib pasukan Bu-siang-pay. Tidak lama kemudian datanglah seorang berseragam putih setengah baya bersama Toa-cuncu Ih Kiat dari Say-cu-bun. Lelaki setengah baya ini langsung mendekati tempat menggeletak Giam Siok dan Kin Jin, setelah mendapat keterangan sekadarnya dari Siang Cin, orang itu mulai memeriksa keadaan luka Kin Jin berdua, seorang murid Bu-siang- pay lantas membuka peti obat dan siap meladeni segala keperluan sang tabib. Ih Kiat sendiri kelihatan berkeringat, jubahnya juga robek di sana sini, dia mendekati Utti Hanpo dan berseru. "Keparat Khang Giok tek itu tidak ditemukan di Ji-ih-hu, sudah kita cari di segenap pelosok tetap tak terlihat bayangannya, mungkin sudah kabur ke Pau-hou san-ceng. Utti tua, kabarnya Ang Siang long sudah dibereskan? Kupikir ...." Mendadak ia lihat jubah Utti Han-po juga berlumuran darah, cepat ia tanya. "He, kaupun terluka, Utti tua?" . Utti Han-po menghela napas, jawabnya. "Ya, kalau tidak ada Siang lote dan Kintayhiap. mungkin jiwaku ini sudah melayang sejak tadi2. Keparat she Ang ini sungguh lihay luar biasa." "Dan bagaimana keadaan Siang-heng dan Kin-heng?" Tanya Ih Kiat kuatir. 392 "Aku tidak apa2 Ih-toa-cuncu," Seru Siang Cin dari belakang. Cepat Ih Kiat membalik tubuh dan memegangi pundak Siang Cin, serunya. "Sungguh besar amat jasa Siang-hang bertiga, kalau tidak, bukan mustahil pihak Busiang- pay akan banyak jatuh korban, bahkan Ji-ih hu mungkin sukar dibobol. Yang paling menggembirakan adalah kawan2 kami yang tertawan musuh Sekarang telah dapat diselamatkan.. Ketika menerima berita ini, Tay-ciangbun sampai meneteskan air mata saking terharunya. Siang-heng, sudah puluhun tahun baru sekali ini kulihat hall Tay-ciangbun kami benar2 tergetar oleh kejadian ini ... ." "ia lihat keadaan Siang Cin agak lesu, cepat ia bertanya. "Siang-heng, apakah lukamu juga parah?" Siang Cin tersenyum, jawabnya parau. "Ah, tidak apa2, cuma luka ringan saja, kukira luka Kin-heng yang harus dikuatirkan ....... " "Akan kujenguk dia," Sera Ih Kiat. "Sudahlah, tabib pasukan kalian sedang memeriksanya, untunglah dasar Kinheng memang kuat, maka jiwanya kukira tidak menjadi soal, apakah ilmu silatnya akan punah atau tidak sukar untuk dikatakan, agaknya dia perlu istirahat yang lama." "O, syukurlah bahwa jiwa Kin-tayhiap tidak menjadi soal, sungguh Bu-siang-pay kami entah cara bagaimana harus berterima kasih atas pengorbanan Siang-heng bertiga," Kata Ih Kiat. "Ah, mengapa In cuncu bicara begini," Ujar Sebun Tio-bu. "Apa yang kami lakukan ini hanya demi membela keadilan, adalah tugas orang persilatan seperti kita ini. Jika terjadi sedikit cidera juga bukan sesuatu yang perlu dirisaukan." Dengan suara terharu Utti Han-po ikut bicara. "Terus terang, bilamana pertempuran ini tidak dibantu oleh Siang-heng, Sebun-tangkeh dan Kin-heng bertiga, sungguh kami tadak berani membayangkan akan bagaimana jadinya ... .." "Sekarang, selain Khang Giok-tek yang belum diketahui ke mana kaburnya, pentolan pihak Ji-ih-hu mungkin boleh dikatakan sudah kita tumpas seluruhnya. kemenangan gemilang ini seluruhnya memang berkat bantuan Siang heng bertiga," Kata Ih Kiat. Siang Cin tersenyum, katanya. "Pihak Ji-ih hu memang mengalami kehancuran habis2an, kecuali gembong utamanya, Hek-jan-kong, yang sudah mampus jelas ada Nyo To, Ciong Hu, Toan Kiau, Toh Goan, dan Oh Kok serta seorang kakek tinggi besar berjenggot merah. Jago Ji ih-hu yang belum diketahui nasibnya cuma Toh Cong saja, entah dia kepergok tidak oleh kalian?" "Tidak ada, banyak juga begundal Ji-ih-hu yang kami tumpas, tapi tak ada orang she Toh itu, kukira dia telah kabur setelah melihat gelagat jelek," Tutur Ih Kiat. Siang Cin melongok ke bawah sana, dilihatnya orang Bu-siang-pay berlari kian kemari sedang mengadakan pembersihan terhadap musuh yang bersembunyi serta menolong kawan sendiri yang terluka. "Dan bagaimana hasil pertempuran di bawah sana, Lo Ih?" Tanya Utti Hmn-po kepada Ih Kiat. 393 Untuk sejenak Ih Kiat tampak ragu2 untuk bicara, tapi akhirnya ia berkata. "Pihak musuh telah kita tumpas habis2an, tapi pihak kita sendiripun jatuh korban." "Siapa yang tewas di pihak kita?" Tanya Utti Han-po. "Thio ...... Thio Kong," Jawab Ih Kiat. Seketika berubah pucat air muka Utti Han-po dan air mata ber-linang2, gumamnya. "O, anak Kong....!" Kiranya Thio Kong yang dimaksud adalah anak angkat Utti Han-po, selama hampir 30 tahun hidup bersama seperti anak kandung sendiri, siapa tahu sekarang harus gugur di medan bakti. Siang Cin dan Sebun Tio-bu saling pandang dengan terharu. Ih Kiat juga tidak tahu cara bagaimana harus bicara untuk menghibur rekannya ini. Tiba2 Siang Cin membisiki Sebun Tio-bu sejenak. Lalu Sebun Tio-bu memandang ke arah gedung induk Ji-ih-hu sambil manggut2. Habis itu tanpa bicara ia terus berjalan ke sana. Kemudian Siang Cin mendekati Utti Han-po dan berkata. "Utti-cuncu hendaklah jangan terlalu berduka, di medan pertempuran memang hanya ada antara membunuh atau terbunuh, yang penting sekarang kita harus berusaha cara bagaimana menuntut balas bagi saudara2 kita yang telah gugur itu." Setelah berpikir sejenak, dengan menggreget Utti Han-po menengadah dan berkata. "Ya, anak Kong telah menunaikan tugas baktinya bagi Tay-ciangbun dan para pahlawan padang rumput, kematiannya tidak memalukan sebagai anak didikku." "Utti-cuncu, marilah kita turun ke bawah sana untuk melihat kawan2 kita yang terluka," Ajak Siang Cin kemudian. Anak murid Bu-siang-pay sudah mengusung kawan2nya yang terluka itu ke tempat perawatan, juga Kin Jin dan Giam Siok sudah dibawa pergi. Di tengah kesibukan orang banyak itu, seorang tinggi kurus berjubah putih tampak berlari datang kepala terbalut oleh kain dan darah merembesi kain pembalut itu, agaknya terluka, Siang Cin kenal orang ini adalah anak murid Hui-ji-bun. "Sin Kian, ada urusan apa?" Tanya Ih Kiat kepada orang itu. "Lapor Cuncu," Jawab orang itu. "Sebun-tangkeh menyuruh Tecu menyampaikan kepada Siang susiok, bahwa Toa-siocia sudah ........sudah ditolong keluar." "Apakah Toa-siocia terluka?" Tanya Ih Kiat. Belum Sin Kian menjawab, Siang Cin lantas menyela. "Tidak, cuma kututuk dengan cara yang khas agar dia tertidur. Sebab kalau tidak kututuk dan entah cara bagaimana akan membuatnya diam..." 394 Belum habis ucapannya, mendadak Sebun Tio-bu melayang tiba dengan memanggul segulungan selimut. Sesudah berhadapan, Sebun Tio bu mengusap keringat dan berkata dengan tertawa. "Untung masih tetap disana tanpa kurang sesuatu apapun, cuma berbahaya juga, tembok di sebelahnya roboh tergetar oleh ledakan granat kita, hampir saja menindihi anak dara ini. Di sekitarnya tumpukan batu pasir belaka, tapi anak dara ini tetap tidur dengan nyenyaknya ... .. Ih Kiat lantas mendekati Sebun Tio bu dan membuka gulungan selimut itu, dan tertawa dan berkata. "Memang betul, inilah Yang yang, tampaknya nyenyak benar tidurnya." "Siang-heng," Utti Han po berkata. "marilah kita istirahat saja di ruang besar sana. Kita serahkan saja Yang-yang kepada keputusan Tay-ciangbun. Kukira sebentar lagi dapat pula diterima berita, pertempuran di Pau hou ceng sana. Be-ramai2 mereka lantas masuk ke Kim-bin-tian, Sebun Tio-bu tetap memanggul Yang yang dan Utti Han po juga dipapah oleh dan anggota Bu-siang-pay. Memasuki ruangan pendopo yang luas itu, Siang Cin merasakan perubahan yang sangat menyolok dengan keadaan semalam, Di-mana2 darah berceceran dan belum kering, jelas di sini tadipun terjadi pertarungan sengit. Menurut laporan sementara, pihak Ji-ih-hu benar2 hancur total, diantara pentolannya yang tertawan hidup hanya orang ketiga Jit-ho-hwe, yaitu Ciang Seng, seorang Kau-thau Toa-toa kau bernama Lo Sun dan jago Ceng-siong-san-ceng, To Jun, selebihnya tak diketahui nasibnya dan besar kemungkinan terbunuh. Tidak lama kemudiah datang pula laporan dari scorang murid Hui-ji-bun bernama Ui Seng, katanya Pau-hou-san-ceng sudah bobol dan telah dibakar. Tay-ciangbun mereka juga sudah diberi laporan tentang bobolnya Ji-ih-hu di sini. Ada lagi kabar baik ialah tertawannya Kang Giok-tek. Sudah tentu banyak pula jago2 Bu-siang-pay yang terluka, tapi tidak berbahaya, sebaliknya pihak musuh lebih banyak jatuh korban. Mendadak terdengar suara ramai di luar, lalu masuklah serombongan orang Busiang- pay menggusur tiga tawanan. Semuanya diringkus erat dengan tali kulit. Siang Cin kenal dua diantaranya, yaitu Ki Tay-bok dari Ceng-siong-san-ceng serta Lo-sat-li Giam Ciat. Seorang lagi buntung kedua kakinya dan bagian kaki yang buntung itu terbalut kain tebal serta ada darah merembes, mukanya pueat dan penuh berewok, sebelum buntung kakinya orang ini pasti bertubuh kekar tegap, tapi sekarang kelihatan kecil dan mengenaskan. "Lapor Toa-cuncu, perempuan inilah yang memimpin begundalnya hendak merampas tawanan di penjara, tapi keburu kepergok dan diringkus," Lapor Sin Kian. "Beberapa anak buah kita terluka, tapi tidak berbahaya bagi jiwanya." Dengan gemas Utti Han-po berseru. "Kawanan pengacau yang tidak tahu kebaikan, seret keluar dan penggal kepala!" Segera Sin Kian hendak meneruskan perintah itu, tapi Siang Cin lantas rnencegahnya. "Nanti dulu!" 395 "Apakah Siang-heng kenal perempuan ini?" Tanya Utti Han-po heran. Siang Cin mengangguk, katanya. "Betul, dia bernama Giam Ciat, adik perempuan ketua Soh-lian su-coat-Giam Ciang." "Soh-lian-su-coat?" Utti Han-po menegas. "Bagus sekali mungkin yang menggeletak di lantai inilah pentolan kedua Soh-lian-su-coat Siang Keng-hian, mereka telah membunuh anak didikku, harus kucabut nyawa untuk membayar utang jiwanya muridku itu." Tapi Siang Cin lantas memberi kisikan kepada Utti Han-po, diceritakannya bagaimana dia banyak mendapat info dari Giam ciat sehingga penyerbuan Bu siang pay atas Ji ih-hu dapat berjalan dengan lancar. Tentang gugurnya Thio Kong, dikatakan Siang Cin, sebagai layak jika utang jiwa itu ditagih pada Siang Keng thian yang membunuhnya, Giam Ciat tidak lebih hanya seorang perempuan yang ikut2an saja. dosanya kiranya tidak perlu sampai dihukum mati, maka dimohonkan Siang Cin agar hukuman sementara ditunda serta dimintakan keputusan kepada Tay-ciangbun sendiri nanti. Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah berpikir sejenak, akhirnya Utti Hanpo mengangguk, katanya. "Karena Siang-lote yang memintakan ampun baginya, apa yang dapat kukatakan pula? Tapi Siang Keng-hian adalah pembunuh muridku, hukuman mati tak dapat dihindarkan, Nah, seret keluar dan penggal kepalanya." Segera anak buah Bu siang pay menyeret keluar Siang Keng-hian, tentu saja Giam Ciat menjerit, tapi apa yang dapat diperbuatnya. Sejenak kemudian, datanglah laporan dengan kepala Siang Keng-thian yang sudah terpenggal, hukuman mati sudah dilaksanakan. "Sekarang giliran keparat ini," Bentak Utti Han-po sambil melirik Ki Tay-bok yang meringkuk di bawah itu. Tentu saja muka Ki Tay-bok menjadi pucat dan berkeringat dingin, ia meratap ketakutan. "Toa-cuncu, mohon kebijaksanaan dan sudi memberi ampun. Hamba tidak lebih hanya sebagai pengabdi di Ceng siong-san-ceng, hanya cari makan belaka dan terima perintah, sama sekali bukan kehendak hamba untuk bermusuhan dengan kalian ...." "Ki Tay bok, kau adalah Congkoan (kepala rumah tangga) di Ceng siong-son ceng, kedudukanmu tergolong tidak rendah, mengapa kau jadi pengecut begini? Huh, aku ikut malu bagimu, mungkin Ha It-can sudah buta matanya sehingga manusia rendah seperti kau juga diangkat sebagai kepala rumah tangga," Damperat lh Kiat. "Ham ... .hamba cuma menjalankan tugas saja dan karena terpaksa, mohon Toa-cuncu memberi ampun," Dengan memelas Ki Tay-bok meratap pula. "Selanjutnya hamba pasti akan mengasingkan diri dan tak berani berkecimpung di dunia Kangouw lagi, selaina hidup tak berani lagi bermusuban dengan Bu-siang-pay kalian . .... .. " "Ki Tay-bok, apakah kau masih kenal Naga Kuning?!" Mendadak Siang Cin mendengus. 396 Seketika Ki Tay-bok mengkeret dengan ketakutan. Tentu saja ia kenal Siang Cin, sejak tadi iapun sudah melihat Siang Cin dan karena itu pula hatinya juga kebatkebit. Ia kuatir Slang Cin akan menuntut balas padanya untuk melampiaskan sakit hati ketika Siang Cin tertawan dari disiksa habis2an di Ceng-siong-san-ceng dahulu. Dan sekarang apa yang dikuatirkan dia ternyata terjadi juga, keruan ia ketakutan setengah mati. "Ki Tay-bok, bukankah kaupun anggota Ceng-siong-san-ceng dan ambil bagian atas semua keganasan yang pernah kalian lakukan, apakah kau lupa cara bagaimana kau ikut menyiksa diriku dengan macam2 cara keji, tapi kau ternyata pengecut, berani berbuat tidak berani tanggung jawab, manusia takut mati seperti kau ini apa gunanya hidup di dunia ini?" Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo