Bara Naga 28
Bara Naga Karya Yin Yong Bagian 28
Bara Naga Karya dari Yin Yong "Lo Pau, hendaklah kau menjaga di samping, akan kugantikan Sebun-tangkeh." Pau Seh-hoa terkejut, dengan rada pincang ia mengikut di belakang Siang Cin dan berkata dengan kuatir "Gila kau, Kongcuya, lukamu tampaknya tidak cuma satudua tempat saja, masa kau akan menghadapi Ih Keng-bok, tidaklah kau pikirkan keadaanmu sendiri? Marilah kita kerubut dia bersama saja." 457 "Jangan kuatir, Lo Pau, kutahu apa yang harus kulakukan, tampaknya Sebuntangkeh sudah payah dan tidak tahan lagi," Ujar Siang Cin dengan tersenyum sambil terus melangkah ke depan. Sementara itu sudah ratusan jurus Sebun Tio-bu bergebrak dengan Ih Keng-hok, kelihatan Sebun Tio-bu sudah mulai kehabisan tenaga, tubuhnya mandi keringat, napasnya terengah-engah, jubah putihnya robek di sana-sini dengan luka yang mengucurkan darah, rambutpun kelihatan kusut, mukanya beringas menakutkan. Ih Keng-hok juga tidak terhindar dari luka, jubah bagian dada kanan terobek dan kelihatan bekas luka cengkeram tangan besi Sebun Tio-bu, lengan baju kiri juga robek dan darah memenuhi tangannya dengan luka yang menyolok. Meski kedua orang sudah sama-sama terluka, tapi jelas luka Sebun Tio-bu terlebih parah, keadaannya kelihatan sudah payah, sekuat tenaga ia bertahan. Sebaliknya Ih Keng-hok masih terus menyerang dengan lihay, pedang lemas utus naga masih terus membura dengan rapat. Sebun Tio-bu menjadi nekat, ia putar Iengan besi dengan segenap sisa tenaganya untuk bertahan akan tetapi karena lukanya, lambat-laun ia menjadi lemas. Pada saat yang gawat itu, syukurlah Siang Cin melayang tiba, baru bayangan kuning berkelebat, seperti burung elang menubruk mangsanya, kedua tangan Siang Cin terus menghantam secara berturut-turut beberapa kali. Namun Ih Keng-hok memang lain daripada yang lain, dia tidak mau menghadapi Siang Cin dari jarak dekat, cepat ia melompat mundur dan pedang lantas menabas tiga kali. Mendadak Siang Cin melompat ke atas dan melontarkan pukulan jarak jauh dengan tenaga dahsyat. Namun Ih Keng-hok sempat menggeser ke samping sambil putar pedangnya, menabas ke depan dan menyabat ke belakang ia desak mundur Siang Cin dan Sebun Tio-bu yang hendak menyergapnya dari samping. "Mundur dulu, Sebun-tangkeh!" Seru Siang Cin. Sebun Tio-bu merasa kondisi sendiri memang sudah lemas, terpaksa ia menurut dan menyurut mundur. Pau Seh-hoa lantas mendekatinya dan memapahnya ke pinggir, Sebun Tio-bu berjalan dengan agak sempoyongan mukanya pucat lesi. "Bagaimana, Tangkeh?" Tanya Seh-hoa. "Cukup gawat, tapi tidak nanti mampus," Jawab Sebun Tio-bu. "Keparat ini sungguh lihay," Kata Seh-hoa. "Ya, terus terang, bila mana Siang-beng tidak datang tepat pada waktunya, saat ini mungkin aku sudah bertemu dengan Giam-Io ong (raja akhirat)," Ujar Sebun Tio bu. "Sejak kumalang melintang di dunia Kangouw, selain beberapa orang tangguh seperti Siang heng, baru pertama kali ini kupergoki lawan yang keras, Pau-heng, pedangnya yang lemas itu sungguh luar biasa dan sukar diraba arah serangannya, Hampir aku mati kutu, untung setiap kali dapat kuhindarkan diri pada detik terakhir." 458 "Dan sekarang, mau-tak-mau aku berkuatir juga bagi Kongcuya, dia juga terluka," Tutur Pau Seh-hoa. Di sebelah sana pertarungan antara Siang Cin dan Ih Keng-hok sudah memuncak tegang, mereka sudah sama-sama terluka sebelum berhadapan, darah masih bertebaran mengikuti gerak tubuh mereka sehingga tanah salju yang putih itu penuh bintik merah. Wajah Ih Keng-hok yang kaku itu kelihatan seram, pedangnya berputar menerbitkan desing angin yang dahsyat, hampir sukar dilihat ke mana pedangnya akan mcnyambar, tapi tahu-tahu memburu tiba. Siang Cin telah mengerahkan segenap kemampuannya dan sepenuh perhatian, dengan ketahanan yang ulet ia hadapi serangan maut musuh tanpa gentar, padahal lukanya menimbulkan rasa sakit yang tak terperikan, namun dia tetap bertahan dan tidak berani lengah sedikitpun. Ia menyadari inilah pertarungan maut, ia selalu menyelinap ke sana dan berkelit ke sini pada detik yang paling gawat, namun kedua tangannya juga tidak pernah kendur, setiap kesempatan digunakannya untuk balas menyerang dengan pukulan dahsyat, bilamana musuh sampai kena serangannya pasti juga tak terampunkan lagi. Begitulah kedua orang sama-sama mengeluarkan seluruh kemampuan masingmasing, setiap serangan merupakan maut yang tidak kenal ampun, sama-sama pantang mundur, membunuh atau dibunuh, pilihan lain tidak ada. Seratus dan dua ratus jurus telah berlangsung kedua orang masih terus saling labrak dengan sengitnya. Di tanah lapang perkampungan Jeng-siong-san-ceng ini, kecuali kedua orang yang sedang mengadu jiwa ini, hanya Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa berdua saja yang masih diam di sana. Selain mereka, sekeliling sunyi senyap, tiada nampak bayangan seorangpun. Kalau masih ada manusia hidup di situ adalah anak buah Jeng-siong-san-ceng yang terluka parah dan sedang sakaratul-maut, Anak buah yang lain, para Busu, semuanya entah telah lari ke mana. Ditambah lagi asap masih mengepul dengan bau sengit yang menusuk hidung. Jeng siong san ceng yang semula indah permai dan tenang itu kini telah berubah bagaikan suatu kompleks pekuburan, gambaran neraka hidup yang seram. Di tengah pertarungan sengit antara Siang Cin melawan Ih Keng-hok itu telah bersambung ratusan jurus lagi, kini keduanya sudah sama-sama loyo, lunglai, walaupun begitu keduanya tetap pantang menyerah, masih terus berhantam menentukan mati atau hidup. Akan tetapi, lambat-laun tiba juga saatnya penentuan. Suatu kali, pedang lemas Ih Keng-hok menyabat, mungkin saking lemasnya, betapapun terbatas oleh usianya yang lebih tua daripada Siang Cin, jelas kelihatan serangannya ini tidak selihay lagi seperti tadi. 459 Siang Cin cukup cerdik, sedikit kelemahan musuh segera dilihatnya, walaupun ia sendiripun sudah payah, tapi untuk mengerahkan segenap sisa tenaga jelas lebih mudah baginya, segera ia mengeluarkan jurus Hoa-liong-hui-goat yang paling lihay itu, pada saat pedang lawan menyambar tiba, sekali mendak dan bergeser, kontan Siang Cin menabas dengan telapak tangannya. Terdengar suara "crat-cret" Dua-tiga kali disertai suara "brek" Yang keras. Habis itu kedua orang lantas berdiri tegak dan saling melotot belaka, muka kedua orang sama pucat dan rambut kusut, sekujur badah sama basah kuyup oleh air keringat bercampur darah. Sampai sekian lamanya kedua orang masih berdiri tegak saling melotot. Keruan Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa sama menahan napas, mereka belum tahu jelas siapa yang menang dan siapa kecundang. Tapi akhirnya kelihatan Ih Keng-hok mula berjongkok dengan pelahan, sebelah tangannya memegang pedang lemas yang menyanggah tanah itu, pedang itu tampak mulai melengkung karena tidak kuat menahan bobot tubuh Ih Keng-hok, akhirnya terdengar suara nyaring, pedang itu patah, berbareng itu Ih Keng-bok juga roboh terkulai. "Aha, Kongcuya menang?" Seru Pau Sek-hoa sambil berjingkrak girang, ia sampai lupa kepada luka sendiri yang tidak ringan. Dengan penuh semangat Sebun Tio-bu juga lantas memburu ke arah Siang Cin, dilihatnya si Naga Kuning masih berdiri tegak dengan pucat, Sebun Tio-bu menjadi ragu-ragu, tanyanya dengan kuatir. "Siang-heng, engkau..." Terlihat senyuman Siang Cin, ucapnya dengan lemah. "Aku tidak apa-apa, cuma punggungku terbeset lagi, mungkin cukup parah." Baru sekarang hati Sebun Tio-bu merasa lega, katanya. "Syukurlah luka Siangheng tidak berbahaya." Dalam pada itu Pau Seh hoa juga sudah menyusul tiba, tanpa disuruh ia lantas memeriksa keadaan luka Siang Cin, KuIit daging bagian punggung Siang Cin terbeset cukup lebar, lukanya cukup parah tapi tidak membahayakan jiwanya. "Bangsat she Ih itu sungguh luar biasa, coba lihat, sudah mampus saja masih mendelik," Kata Pau Seh-hoa sambil memandang mayat Ih Keng-hok yang menggeletak itu. "Eh, omong-omong, kan masih ada dua tiga musuh yang berhasil loIos?" Seru Pau Seh hoa pula. "Mereka takkan lolos," Kata Siang Cin. "Jelas sudah kabur, masa kau bilang takkan lolos?" Tanya Seh hoa. 460 "Tanah bersalju seluas ini, ke mana mereka akan kabur, dalam waktu singkat dapat kita bekuk batang lehernya," Ujar Siang Cin "Setelah membalut luka, aku akan masuk lagi ke tengah perkampungan sana untuk mencari mereka." Cepat Pau Seh-hoa membalut luka Siang Cin, begitu juga luka Sebun Tio-bu dibubuhi obat seperlunya, kemudian bergilir Sebun Tio-bu membalut luka Pau Sehhoa. Sambil membalut luka Sebun Tio-bu berkata. "Keparat she lh itu memang hebat, harus diakui aku bukan tandingannya, bila berlanjut lebih lama aku bisa mati konyol, syukur Siang heng datang menoIong!" "Ah, Ih Keng- hok juga tidak berani meremehkan Sebun-tangkeh," Kata Siang Cin. "PuIa, bilamana dia tidak dilukai dulu olehmu, mungkin akupun sukar menjatuhkan dia." Sementara itu Sebun Tio- bu sudah selesai membalut luka Pau Seh hoa, katanya kemudian. "Bagaimana, kita mulai lagi sekarang?" Siang Cin memandang ke tengah-tengah perumahan Jeng-siong-san-ceng sana, lalu menjawab. "Baiklah, coba kita periksa sana duIu." Segera ia mendahului menuju ke bagian belakang perkampungan yang terbakar itu. Keadaan perumahan itu hampir tidak berwujud rumah lagi, telah menjadi tumpukan puing belaka, suasanapun sunyi senyap, tiada bayangan seorangpun. "Keparat, jangan-jangan sudah kabur semua?" Omel Seh hoa. Siang Cin melirik sebuah gedung berloteng yang setengahnya sudah menjadi puing dan masih mengepulkan asap, di samping rumah itu adalah hutan dengan pohon Siong yang jarang-jarang, di seberang hutan sana api masih berkobar. "Di tengah hutan itu mungkin ada sesuatu yang tidak beres," Katanya kemudian setelah merenung sejenak. Tanpa bicara Sebun Tio-bu terus melayang ke sana, sejenak bayangannya menyelinap ke tengah hutan, tapi segera ia melayang kembali sambil menggeleng, katanya. "Tiada bayangan seorangpun, kecuali bekas kaki yang kacau tiada nampak sesuatu jejak lain, Mungkin di dalam hutan semula ada musuh yang disembunyikan di situ, tapi kini sudah kabur semua." Diam-diam Siang Cin merasa heran, bahwa dalam waktu sesingkat itu anak buah Jeng-siong-san-ceng yang beratus-ratus orang itu dapat kabur seluruhnya, tentu dalam hal ini ada sesuatu yang belum lagi dipecahkan. Pada saat itulah, sekilas ia melihat bayangan orang berkelebat di balik gununggunungan sana. Tanpa ayal ia terus menubruk ke sana secepat terbang. Sesudah dekat, pada suatu lubang masuk lorong di bawah tanah masih sempat diseretnya keluar satu orang-orang ini berbaju hitam dan bermuka pucat, ia gemetar ketakutan dan bertekuk lutut minta ampun. 461 Dalam pada itu Pau Seh hoa dan Sebun Tio-bu juga sudah memburu tiba, tidak kepalang gusar Seh-hoa demi mengenali tawanan ini, kontan ia meludah dan mendamperat. "Bangsat, akhirnya kau terjatuh juga di tanganku. Hari ini harus kubeset kulitmu nntuk melampiaskan dendamku." Habis berkata ia terus menengadah dan tertawa terbahak-bahak. Siang Cin agak heran, tanyanya. "Lo Pau, kaukenal orang ini?" Wajah Seh-hoa tampak beringas, pelahan-lahan ia tenang kembali, timbul perasaan dendam dan benci di samping rasa terhina dan malu, ia pandang orang itu dengan melotot, katanya kemudian. "Sudah tentu kukenal dia, biarpun dia menjadi abu juga tak pernah kulupakan dia. Kongcuya, tentunya kau masih ingat ceritaku ketika dahulu kita terjeblos di Jeng siong-san ceng dan aku telah diperlakukan secara kejam, dipaksa melakukan sesuatu yang sukar dibayangkan orang berakal sehat." Sejenak Siang Cin tertegun, katanya kemudian. "O, maksudmu waktu kau dibius dan dicekoki obat perangsang dan disuruh melakukan perbuatan tidak senonoh itu?" "Ya," Jawab Seh-hoa dengan mengertak gigi. "Waktu itu aku diseret ke suatu kamar khusus setelah lebih dulu aku dipaksa minum obat perangsang, aku dibelejeti hingga telanjang bulat lalu dikumpulkan bersama tiga perempuan genit yang juga telah diberi obat perangsang, maka dapat kau bayangkan apa yang akan terjadi, aku diperas habis-habisan dan mereka menonton di samping ....Tatkala itu aku berubah menjadi hewan, lupa malu, kehilangan akal, sungguh mereka telah merusak harga diriku, aku diperlakukan mereka seperti seekor anjing, seekor babi." "Kau tidak salah mengenali orang ini Lo Pau?" Tanya Siang Cin. "Tidak," Jawab Seh hoa dengan gregeten. "Biarpun dia terbakar menjadi abu juga kukenal dia. Sekarang tiba saatnya kumampuskan dia. Habis berkata dia terus menubruk maju, leher baju orang itu ditarik dan sebelah tangannya hendak menghancurkan kepalanya. Tapi Siang Cin keburu mencegahnya dan berkata. "Sabar dulu, Lo Pau, kematiannya sudah jelas tak dapat diampuni. Cuma, kita perlu menanyai dia dulu tentang ke mana kaburnya Sek Kui, Kongsun Kiau hong dan Iain-lain." Pau Seh hoa merasa ucapan Siang Cin itu memang tepat, mendadak ia angkat leher baju itu lebih tinggi, berbareng muka orang ditamparnya beberapa kali, lalu membentak. "Nah, bangsat-kau dengar, lekas katakan ke mana larinya Sek Kui dan begundalnya?" Orang itu meringis kesakitan dan minta ampun, katanya. "Hamba ....hamba tidak tahu ke mana larinya Sek wancu ...." 462 Kontan Pau Seh-hoa menambahkan satu tamparan lebih keras lagi dan berteriak. "Keparat, jangan kau berlagak linglung, lekas bicara jika tidak ingin kumampuskan kau sekarang juga." "Hamba benar.... benar-benar tidak tahu," Jawab orang itu dengan ketakutan. "cuma terlihat Sek-wancu bersama rombongannya menuju ke balik pohon sana, lalu ..." Dia menuding ke gerombolan pohon yang terletak di bagian belakang perkampungan. Mendadak Siang Cin teringat sesuatu, serunya. "Lo Pau, cukuplah, kutahu tempatnya ..." Seh-hoa berpaling, dilihatnya Siang Cin sedang memandang ke pojok belakang perkampungan sana, Rupanya Siang Cin terbayang kembali ketika dia ditolong oleh Sek Pin dan dilarikan melalui sebuah terowongan di bawah tanah yang menembus ke bukit di belakang perkampungan sana. Diam-diam ia tahu apa yang telah terjadi, jelas rombongan Sek Kui telah kabur melalui terowongan rahasia itu, atau bisa jadi mereka masih bersembunyi di sana, cuma letak mulut terowongan itu tidak diketahui dengan jelas. Segera ia memberi tanda kepada Pau Seh-hoa, sambil menyeringai Seh hoa mendadak angkat sebelah kakinya, dengan tepat dengkulnya menyodok selangkangan tawanannya, kontan orang itu menjerit sambil menunggging, menyusul Pau Seh hoa lantas ketuk batok kepalanya. "prak", orang itu roboh terkulai dan tak berkutik lagi. "Beres Kongcuya!" Seru Seh-hoa sambil meludah. Siang Cin tertawa, segera ia mendahului menuju ke hutan Siong sana diikuti Seh hoa dan Se-bun Tio bu. Sampailah mereka di lereng bukit yang penuh batu berserakan itu dengan pohon yang jarang-jarang. Mereka memeriksa dengan teliti sekitar tempat itu, jelas banyak bekas tapak kaki, akan tetapi belum ada sesuatu tanda nyata yang ditemui. "Marilah kita susul terus ke atas, sanggup tidak Lo Pau?" Kata Siang Cin, ia lihat jalan Pau Seh-hoa berincang-incut dan tampaknya agak payah. "Kenapa tidak," Jawab Seh hoa. "kalau cuma mendaki bukit begini saja, biarlah kaki orang she Pau sudah buntung satu juga masih sanggup." Tanpa bicara lagi Siang Cin lantas mendahului mendaki bukit yang penuh berbatu berserakan itu. Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Inilah perjalanan yang tidak mudah, dalam keadaan biasapun memakan tenaga, apalagi dalam keadaan terluka seperti Pau Seh hoa dan Sebun Tio-bu. Namun Pau Seh hoa tidak mau terlihat lemah, dengan menahan rasa sakit ia tetap mendaki ke atas. Begitu pula Sebun Tio bu iapun tidak kalah dan mengintil di belakang Siang Cin dengan segenap tenaganya. Tidak lama, Siang Cin melihat batu karang raksasa yang menyerupai dinding alam itu sudah muncul di depan sana, Di balik dinding batu itulah dahulu mereka pernah bersembunyi di sebelah sana lagi ada satu jalan kecil yang menjurus ke bawah. 463 Siang Cin memberi tanda agar jangan bersuara dan bergerak perlahan. "Kongcuya, apakah kau menemukan sesuatu? Di balik dinding batu sana ada orangnya menurut perkiraanmu?" Tanya Seh-hoa dengan suara tertahan. "Ssst, tampaknya memang ada orang di sana," Desis Siang Cin. "Kita menggremet saja dengan perlahan, harus kita sergap mereka secara mendadak agar mereka tidak sempat kabur lagi." Sebun Tio bu dan Pau Seh-hoa mengangguk, mereka merunduk lagi ke atas. Sesudah agak dekat, mendadak Siang Cin melayang tinggi ke atas, seperti seekor burung raksasa ia meluncur ke dinding batu itu. "Bagus!" Sebun Tio bu memuji, berbareng iapun ikut melayang ke atas sekuatnya, tapi apapun juga dia tetap ketinggalan jauh di belakang Siang Cin, dia harus hinggap lebih dulu pada suatu batu padas untuk kemudian melejit pula ke atas. Yang paling konyol adalah Pau Seh-hoa, Ginkangnya tidak setinggi kedua temannya, terpaksa iapun berloncat-loncat beberapa kali baru dapat mencapai kaki dinding batu itu. Dengan jubah kuningnya yang menyolok, Siang Cin memperlihatkan dirinya di atas dinding batu itu, keadaan di balik dinding sana segera terpampang jelas, segera belasan pasang matapun menatapnya dengan terkejut. Nyata, dugaan Siang Cin memang tidak keliru, di sini memang betul perkumpuI sisa ikan yang lolos dari jaring di Jeng-siong-san-ceng, di antaranya terdapat Sek Kui, Han Cing, Kongsun Kiau-hong dan Kiang Ling selain itu ada pula Sek Pin serta pelayannya yang bernama Wan-goat serta belasan anak buah Jeng siong san ceng. Munculnya Siang Cin bertiga mungkin sama sekali tak terduga oleh mereka sehingga seketika mereka melenggong. "Hehe, tentunya tak terduga oleh kalian bahwa dunia ini seakan-akan sedemikian sempitnya, ke manapun selalu kepergok, begitu bukan?" Ujar Siang Cin dengan terkekeh. Mau-tak-mau timbul juga rasa takut pada hati Kongsun Kiau-hong dan Iain-lain, tapi sedapatnya mereka bersikap tenang, Han Cing yang buka suara, katanya. "Siang Cin, tidak perlu temberang, hari ini tiada yang perlu dibicarakan lagi, hanya ada mati atau hidup, Bilamana kau memang jantan sejati, hayolah sebutkan caranya, marilah kita satu lawan satu agar ketahuan siapa yang lebih gagah." Rupanya menurut perhitungannya, pihak Siang Cin hanya kelihatan datang tiga orang, sedangkan di pihaknya ada empat-Iima orang yang cukup kuat untuk menghadapi Siang Cin bertiga, belum lagi belasan anak buahnya jika bertempur secara bergiliran, hal ini jelas sangat menguntungkan mereka, andaikan harus main kerubut, juga pihaknya berjumlah lebih banyak. 464 "Haha, jangan kau kira Suipoamu dapat kau mainkan sesuai kehendakmu?" Jengek Pau Seh-hoa. "Satu lawan satu jelas kalian akan mampus, sekalipun kalian maju semua juga kami tidak gentar, Apalagi menghadapi kawanan bangsat macam kalian ini masakah perlu pakai peraturan Kangouw segala? Pokoknya dosa kalian harus ditebus dengan nyawa kalian, tiada pilihan lain." "Orang she Pau," Kongsun Kiau hong ikut bersuara. "kau tidak perlu garang, bagiku kaupun belum termasuk hitungan. Marilah kita coba-coba." "Bangsat," Teriak Seh-hoa dengan gusar. "kematian sudah di depan mata, masih berani bermulut besar!" Mendadak Siang Cin menukas. "Apa gunanya putar lidah dan buang-buang waktu belaka, yang harus disesalkan adalah mengapa kalian sampai tersusul oleh kami ..." Siang Cin memang tidak suka bicara bertele-tele, begitu menubruk turun, kontan dua-tiga Busu Jeng-siong san-ceng yang paling dekat lantas terjungkal berbareng sebelah tangannya terus menabas, Sek Kui terkejut dan cepat melompat mundur. Sementara itu Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa serentak juga melancarkan serangan, mereka menubruk ke arah Kongsun Kiau-hong dan Han Cing. Kiang Ling tidak tinggal diam, segera ia membantu Kongsun Kiau-hong mengerubut Pau Seh-hoa. sedangkan Sebun Tio-bu menghadapi Han Cing bersama Busu lain. Di antara tiga partai ini, partai Sebun Tio-bu ini paling cepat berakhir, Han Cing bukan tandingan Sebun Tio-bu, beberapa Busu itupun tiada artinya bagi gembong Jian ki-beng yang perkasa ini. Hanya belasan gebrak, lengan besi Sebun Tio-bu mencakar ke depan dan ke samping, tiga Busu hancur mukanya dan terkapar sebaliknya lengan besi itu berputar, kembali dua busu lain robek perutnya. Han Cing menjadi jeri, tapi belum sempat ia angkat langkah seribu, tahu-tahu lengan besi Sebun Tio-bu sudah menyambar tiba, cepat ia menangkis dengan pedangnya, tapi Sebun Tio-bu terlebih cepat, sekali berkelebat, tahu-tahu lengan besi berputar membalik ke atas, tanpa ampun lagi muka Han Cing hancur tercakar oleh jari-jari besi itu, menjerit saja tidak sempat, kontan tubuhnya roboh tersungkur. Di sebelah sana pertarungan Siang Cin dengan Sek Kui juga sudah mendekati saat berakhirnya. Tapi tampaknya Siang Cin tidak bermaksud membinasakan lawannya dengan cepat, seperti kucing mempermainkan tikus saja, ia sengaja mengerjai Sek Kui hingga kelabakan dan mandi keringat, ingin balas menyerang tidak mampu, mau kaburpun jangan harap. Sekilas Siang Cin melihat Pau Seh-hoa rada kewalahan menghadapi kerubutan Kongsun Kiau-hong dan Kiang Ling, Siang Cin sengaja menggeser ke sana, pada suatu kesempatan, secepat kilat ia menubruk ke sana dan menghantam. Tentu saja Kongsun Kiau-hong terkejut, untung dia sempat melompat mundur, ketika dilihatnya Siang Cin yang menyergapnya, ia menjadi murka, tongkat bambunya yarg runcing terus menusuk, namun Siang Cin sudah lantas melayang kembali ke tempatnya semuIa. 465 Kongsun Kiau-hong penasaran, ia terus memburu dan terpancinglah dia mengerubut Siang Cin bersama Sek Kui. Kini Pau Seh-hoa hanya berhadapan dengan Kiang Ling sendirian, sudah tentu perempuan itu bukan tandingan si "dua keping kayu", kini sambil menyerang sempat Pau Seh-hoa melontarkan kata-kata ejekan dan makian. Tidak kepalang gusar dan dongkol Kiang Ling, ia menyadari nasib sendiri pasti akan konyol bilamana tertawan musuh, ia menjadi lekat, mendadak ia menusuk dengan pedangnya, waktu Pau Seh-hoa menyurut mundur, mendadak Kiang Ling membalik ujung pedangnya dan menikam ulu hati sendiri dan binasa seketika. Pau Seh-hoa melengak, tapi ia lantas meludah dan mengomel kalang kabut. Di sebelah sana Sek Kui meski dibantu Kong-sun Kiau-hong tetap bukan ukuran bagi Siang Cin. Apalagi setelah mengetahui Han Cing sudah mati dan Kiong Ling membunuh diri, mereka tambah panik. Siang Cin semakin gencar melancarkan serangannya tanpa kenal ampun. Suatu saat, tongkat Kongsun Kiau-hong menyabat dengan kuat, tapi sedikit mendak dapatlah Siang Cin menghindarkan serangan itu, ketika dia berputar, sebelah kakinya terus mendepak ke belakang secara berantai dua tiga kali "Duk-duk-duk", kontan dada Kongsun Kiau-hong termakan, tulang iga patah dan tumpah darah, tampaknya biarpun dewa turun dari kayangan juga tidak mampu menghidupkan dia. Sekali berputar, tahu-tahu Siang Cin menghadapi pula Sek Kui, dengan cepat Sek Kui menghantam, namun gesit sekali Siang Cin menyusup ke samping, menyusul sebelah tangannya lantas menabas ke pundak Sek Kui, terdengar jeritan ngeri, terkaparlah Sek Kui, meski tidak mati seketika, tapi tulang pundaknya telah remuk, selama hidup Kungfunya sudah berguna pula. Waktu Siang Siu berpaling, dilihatnya Sebun Tio bu sedang menghadapi Sek Pin dan pelayan Wan-goat dan lagi menanyainya, Cepat Siang Cin mendekatinya sambil menyapa. "Nona Sek ...." Sek Pin mendekap mukanya dan menangis sedih, ucapnya dengan terputusputus. "Siang Cin, kau bunuh saja sekalian diriku ini... " "Tidak nona Sek," Kata Siang Cm tegas "Ku-tahu kau tidak ikut bertindak sesuatu yang tidak baik. kau hanya ikut-ikutan terkena getahnya saja, terutama kakakmu yang menimbulkan semua sengketa ini. Malahan aku tidak lupa pada pertolonganmu yang menyelamatkan diriku dan kawan-kawanku ketika kami tertawan dahuIu, sekarang kakakmu Sek Kui sudah terkena pukulanku dan cacat selama hidup, tulang pundaknya remuk, ilmu silatnya punah, selanjutnya kukira kalian dapat hidup lebih baik dan aman, sayangilah sesamanya dan tawakallah kepadaNya. Hari depan nona masih cerah, kuharap nona menjaga diri baik-baik dan silakan pergi saja Sebun Tio-bu mengangguk memuji tindakan Siang Cin yang bijaksana ini. Pau Seh-hoa mengangguk setuju. Apa mau dikatakan lagi, tiada jalan lain kecuali menurut saja, Sek Pin dan Wan goat mendekati Sek Kui dan membangunkannya, dengan langkah berat pergilah mereka menuju kehidupan baru .... 466 ooo-o0o-ooo Beberapa hari kemudian, di depan rumah mungil di luar kota Tay-goan-hu itu kelihatan Siang Cin, Kun Sim ti, Sebun Tio-bu, Pau Seh hoa, An Lip dan isterinya bertengger di atas kuda dan siap-siap untuk berangkat ke Soasay, ke tempat Sebun Tio bu, walaupun merasa berat meninggalkan tempat kediaman yang lama, akan tetapi demi hari depan, demi kebahagiaan, terutama Siang Cin dan Kun Sim-ti, di sanalah sedang menanti masa depan mereka yang bahagia... - T A M A T - Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Rase Emas Karya Chin Yung Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo