Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 1


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 1


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Cin Cu Ling Karya.Tong Hong Giok Saduran. Gan KL      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   /      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / Sumber.   Dewi KZ Recomposed by.   Cersilanda (fbms) Cuaca cerah, udara terang, tiada badai, tidak ada ombak di tengah sungai atau danau, namun demikian gelombang ombak tetap mendampar, yang di belakang mendorong ke depan, air tetap mengalir tak ter-putus2.   Demikian pula suasana Kangouw (sungai- telaga), mengejar nama, berebut rejeki, yang kuat mencaplok yang lemah kelaliman, kesadiaan kejahatan tetap merajalela, liku kehidupan dunia persilatan penuh diliputi muslihat, kapan insan persilatan pernah mengenyam kehidupan aman dan damai? Sepanjang musim semi tahun ini suasana Kangouw atau dania persilatan memang agak tenteram, namun keadaan ini tidak bertahan lama, karena kabar yang mengejutkan tiba2 membikin keadaanyangaman tenterammenjadigempardan bergolak.   Kabar pertama yang mengejutkan adalah lenyapnya Tong-Thianjong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racunnya.   Kabar kedua yang menggemparkan adalah hilangnya Un It-hong, tertua keluarga Un di Ling lam yang terkenal dengan obat bius dan wewangian yang memabukkan, Keduanya menghilang secara beruntun tak keruan parannya .   Konon periatiwa ini terjadi pada permulaan tahun lalu, soalnya keluarga yang kehilangan ketuanya ini tutup mulut dan merahasiakan hal itu sehingga urusan baru bocor setelah berselang tiga bulan kemudian, sudah tentu berita ini menjadi topik pembicaraan setiap insan persilatan.   Keluarga Tong di Sujwan berada di utara, se-mentara keluarga Un di Ling-lam ada di selatan-Sebetulnya kejadian hilangnya ketua dari kedua keluarga ini betapapun tiada sangkut pautnya satu sama yang lain-Soalnya peristiwa ini berlangsung sebelum dan sesudah tahun baru, sehingga orang mau tidak mau menganggap kejadian itu suatu kebetulan, apalagi kabar yang tersiar luas di dania persilatan bersimpang siur sehingga umum merasa urusan ini agak miaterius.   Kabarnya setelah kedua tokoh ini hilang secara aneh, orang2 dari kedua keluarga ini menemukan sebutir mutiara sebesar kacang di bawah bantal mereka.   Menemukan mutiara di bawah bantal sebetulnya bukan suatu hal yang aneh, cuma mutiara yang mereka temukan ini terukir sebuah huruf "LING" (perintah atau firman) sebesar kepala lalat bewarna merah menyolok.   Dan karena adanya huruf "LING"   Yang terukir di atas mutiara inilah menjadikan urusan menarik perhatian orang banyak.   "cin-cu-ling" (firman mutiara), hampir setiap insan persilatan tiada yang pernah dangar nama ini di Kangouw.   Lambang seseorang ataukah golongan? Soal ini simpang siur dan tiada scorangpun yang bisa menjelaskan secara gamblang dan pasti..   Yang terang cin-cu-ling menyebabkan dua orang tertua dari keluarga besar yang tersohor di dania persilatan lenyap.   Kini tiga bulan sudah lalu, soal ini masih ramai dibicarakan orang, namun kejadian masih terselubung, bagai batu kecemplung laut, sejauh itu masih menjaditeka-teki.   Yang terang orang2 dari kedua keluarga ini masih terus mencari dan menyelidiki.   cin-cu-ling memang menimbulkan gelombang besar di dania persilatan untuk beberapa lamanya tapi lambat laun hal inipun dilupakan orang.   Thay goan-tang merupakan pegadaian terbesar di kota Kayhong, letaknya dijalan besar di timur kota.   Huruf "Tang" (gadai ) bagai poster raksasa menghias tembok tinggi yang melintang di depan rumah setinggi dua tombak.   Begitu masuk, pintu angin lebar dari papan tebal mengadang dijalan-pintu angin inipun dihiasi huruf gadai yang melebihi besar manusia sehingga keadaan di dalam tidak kelihatan dari luar.   Memangnya siapa yang tidak malu menggadaikan barang miliknya kalau tidak kepepet karena "tongpes"   Alias kantong kempes? Hari sudah lewat lohor, keadaan rumah gadai Thay-goan sudah sepi, pada saat itulah seorang pemuda memasuki pintu pegadaian itu.   Pemuda ini berjubah hijau, usianya likuran tahun, mukanya cakap.   alia tegak.   mata besar bersinar tajam, sikap-nya ramah dan halus mirip seorang pelajar, tapi sebuah buntalan panjang tiga kaki melintang di punggungnya, tidak mirip payung, mungkin senjata yang selalu dibawanya untuk membela diri.   Pemuda jubah hijau langsung menuju ke loket terdekat, sebentar dia berdehem, lalu bersuara lembut.   "Mana petugasnya"   Seorang laki2 tua berkaca mata berlari2 dari sebelah dalam, sekilas diawasinya pemuda jubah hijau ini, lalu berseri tawa sambil menyapa."Siangkong (tuan)hendak menggadaibarangapa."   Pemuda jubah hijau manggut2, tangan mero-goh kantong dan mengeluarkan sebutir mutiara terus diangsurkan-Mutiara ini sebesar telur burung puyuh, lapat2 bersemu kuning, sinarnya mencorong benderang, orang awampun tahu bahwa benda ini adalahbarang mestika yangtakternilaiharganya.   Petugas tua ini menerima serta di-timang2 di telapak tangan, lalu tanyanya.   "Mau digadaikan berapa, Siang kong?" "Lima ributahilperak."sahutpemudajubah hijau. Sebetulnya nilai mutiara ini sedikitnya laksaan tahil, tapi petugas ini tak berani sembarangan bertindak, dengan seksama dia amat2i mutiara serta memeriksanya dengan lebih teliti. Akhirnya ditemukan sebuah ukiran huruf "LING"   Warna merah di atas mutiara yang menguning terang itu Seketika jantungnya berdetak keras seperti hendak meloncatkeluar darironggadadanya.   Sekilas tampak berubah air muka petugas tua ini, Tapi kejap lain rona mukanya berobah pula seperti kegirangan-sudah tentu semua perubahan ini tak lepas dari pengamatan si pemuda jubah hijau.   Tapipemudaitu anggaptidak tahusaja.   Sengaja petugas tua ini memeriksa dan menimang2 sekian lamanya, habia itu baru berkata dengan tertawa lebar.   "Mutiara Siangkong ini tak ter-nilai harganya, hanya digadai lima ribu tahil saja...." "Ya, baiklah kugadaikan,"   Ujar pemuda jubah hijau.   "Tapilimaributahiljugabukanjumlahyangkecil, maka........." "Lho, kenapa, kau tidak mau terima?" "Tidak.   tidak.   kami buka pegadaian, mana tidak terima gadai? Soalnya lima ribu tahil, kami tiada uang kontan sebanyak itu, dan lagi mutiara ini harus di unjukkan dulu kepada majikan kami." "Boleh saja,"   Ujar si pemuda.   "silakan undang majikanmu." "Sebagai langganan, mari silakan Siang kong duduk didalam dan minum secangkir teh, segera kusuruh orang mengundang majikan,"   Sembari bicara dia membuka pintu di ujung sana, lalu menyambut dengan munduk2.   "silakan duduk. Siang kong."   Si pemuda tidak sungkan dengan tegap ia masuk ke dalam. Petugas tua menyilakan duduk. seorang kacung menyuguhkan secangkir teh. Petugas tua mengembalikan mutiara dengan ke dua tangannya, katanya.   "Siangkong, simpan dulu mutiara ini, setelah berhadapan dengan majikan boleh kau perlihatkan kepada beliau."   Lalu ia bisik2 kepada si kacung sekian lamanya, kacung itu mang-gut2 terus berlari keluar. "Majikan tinggal di pintu selatan, sebentar be-liau akan datang, Entah siapakah she Siang kong" "Akushe Ling"sahutsipemuda.   "Siangkong kelahiran mana?" "Ing-ciu,"   Agaknya dia sungkan bicara, maka jawabannya pendek2 saja. "Tempat bagus,"   Ujar si petugas tua.   Si pemuda hanya tersenyumsaja.   Pembicaraan terputus sampai sekian saja, sipetugas lalu mengeluarkan pipa cangklong dan mengiaap tembakaunya.   Kira setanakan nasi kemudian, tampak dari luar datang seorang laki2 setengah baya berpakaian ketat warna biru, laki2 ini beralis tebal, mukanya kasar kereng, badannya tegap kuat.   Kacung cilik tadi tampak ber-lari2 di belakangnya.   Lekas si petugas tua menurunkan pipa sambil berdiri, serunya tertawa."Nah, sudahdatang."SiPemuda ikut berdiri.   Sementara laki2 setengah baya sudah beranjak masuk.   matanya langsung menatap si pemuda jubah hijau, sekedar menyapa pada si petugas, katanya.   "Apakah saudara ini yang hendak menggadaikan?"   Si petugas manggut2, sahutnya.   "Ya, ya inilah Ling-siangkong dari Ing-ciu."   Kepada si pemuda segera ia memperkenalkan.   "Inilah murid terbesar majikan kami The Si-kiat The-toaya, belakangan majikan jarang mencampuri urusan perusahaan, semuanya Thetoaya inilah yang memberes-kannya." "KiranyaThe-ya,"sipemuda memberisalam.   The Si-kiat membalas hormat, katanya.   "Tidak berani, cayhe diperintahkan guru kemari untuk mengundang saudara ke sana untuk bicara." "cayhehanya menggadaibarangsaya,"sahutsi pemuda. Umumnya gadaian hanya mengenal barang tanpa kenal orang, kalau harganya cocok boleh di bayar, kalau tidak boleh ditolak. The Si-kiat tertawa, ujarnya.   "   Guruku berkata, mutiara yang tak ternilai harganya hanya digadai lima ribu tahil, menurut aturan, jumlah ini merupakan nilai yang besar, maka kedua belah pihak perlu bicara langsung, oleh karena itu harap saudara sudi terima undangan ini."   Si pemuda tertawa tawar, katanya.   "Kalau demikian, terpaksa aku terima undangan ini." "Marilah, kutunjukkan jalannya,"   Ujar The Si-kiat terus melangkah keluar lebih dulu.   Si pemuda mengikut di belakang meninggalkan rumah gadai ini.   Mereka jalan beriring, The Si-kiat membawa-nya berputar menyusuri dua jalan raya panjang dan ramai.   Kira2 setengah li kemudian, mereka mem-belok ke sebuah lorong lebar yang beralas batu besar dan bersih mengkilap.   pohon2 tua dan tinggi berderet di kedua pinggir jalan-.   Entah sengaja atau tidak The Si-kiat seperti hendak menjajal si pemuda, begitu memasuki lorong ini langkahnya tiba2 dipercepat, kelihatannya langkahnya lambat tidak ter-gesa2, namun tubuhnya bergerakbagaiterbang, orangbiasaumpamaberlari sekencang2nya juga takkan biaa menyusulnya.   Pemuda jubah hijau mengikut di belakang, langkahnya juga lamban saja seperti tidak ingin berlomba lari, berlangsung seperti tidak terjadi apa2, na-mun jaraknya dengan The Si-kiat tetap sama, hanya beberapa kaki, sedikitpun tak pernah ketinggalan- Jalanan batu mengkilap ini panjangnya ada dua li, sepanjang jalan ini The Si-kiat melangkah dengan amat pesatnya, hanya sekejah saja sudah tiba di depan sebuah gedang besar dan berhenti.   Dia kira sipemuda tentu ketinggalan jauh dibelakang, tak tahunya waktu dia berpaling, ternyata si pemuda dengan sikap wajar juga berhenti di belakangnya, -Keruan ia kaget, batinnya.   "Di antara murid Siau-lim-pay dari kaum preman, aku diberi julukan Sinhing thay-po (malaikat jalan pesat), kecuali orang mengerahkan tenaga dan menggunakan Ginkang, rasanya tidak sembarang orang bisa menyusul diriku, tapi bocah ini amat lihay juga Ginkangnya. sedikitpun tidak mau ketinggalan di belakang."   Segera dia menghela napas panjang serta berkata dengan tertawa. "Sudah sampai"   Si pemuda angkat kepala, dilihatnya gedang besar memakan tanah yang amat luas, rumahnya ber-lapia2 memanjang ke belakang, bentuknya megah serta mewah.   Kedua pintu besar yang bercat hitam sudah terbentang lebar, di depan pintu berdiri dua laki2 muda berpakaian jubah hijau, sikapnya gagah dan kereng.   Kiranya adalah Kim-ing-ceng yang tersohor di kalangan persilatan-Locengcu atau pemilik perkampungan tua ini bernama Kim Kay- thay, dia pula yang menjabat ciangbunjin dari murid preman Siaulim-pay.   Kaumpersilatan sama memanggilnya Kim-ting, Kim loyacu.   "Kim-ting" (hianglo emas tempat dupa) adalah julukan Kim loyacu, konon dulu dua dijuluki It-kun-cui-kim-ting (sekali pukul menghancurkan Hianglo), tapi karena kelima huruf ini kurang enak dibaca, maka orang lebih suka memanggilnya Kim-ting saja.   Dan lagi Kim-ting secara kiasan juga mengandang arti dapat dipercaya katanya.   Di bawah iringan The Si-kiat, si pemuda terus memasuki pintu besar, melewati pekarangan luas dan panjang, memasuki pintu kedua, di sini terjaga oleh dua pemuda baju hijau.   begitu The Si-kiat datang, segera mereka membungkuk hormat dan menyapa.   "Suhu sudah menunggu di ruang barat, silakan Toasuheng bawa tamu ke kamar barat." The Si-kiat mengiakan saja terus membelok ke arah kiri, setelah menyusuri serambi panjang yang ber-belok2, mereka tiba di kamar di sebelah barat.   Itulah sebuah kamar tersendiri yang berjendela kaca, sekeliling kamar dipagari tanaman bunga aneka warna, gunung2an dan kolam ikan, pajangandisinisangatpermai, terangditanganiseorangahli.   Undak2an di depan pintu kamar berdiri pula dua laki2 jubah hijau, kiranya mereka adalah murid Kim-loyacu.   Mengikuti langkah The Si-kiat, si pemuda langsung memasuki kamar bunga itu, tampak di atas sebuah kursi besar membelakangi dandang sebelah timur sana duduk seorang laki2 tua berkepala botak.   berjenggot putih bermuka merah, sorot matanya bersinar tajam.   begitu melihat muridnya membawa si pemuda masuk.   segera diaunjuktawasertaberdiri menyambut.   Setelah dekat The Si-kiat berhenti serta berkata pada tamunya.   "Inilah guru kami."   Si Pemuda maju melangkah, kedua tangan terangkap memberi hormat, katanya lantang.   "Sudah lama kudengar nama besar Kimloyacu, atas undangan ini, Wanpwe amat bersyukur dan beruntung."   Lekas The Si-kiat berkata lirih kepada gurunya.   "Suhu, inilah Ling-siangkong .   "   Kim Kay-thay bermata panjang, dengan seksama dia awasi pemuda jubah hijau ini, sudah tentu yang menarik perhatiannya adalah buntalan panjang di belakang punggung si pemuda, bagi seorang ahli tentu segera tahu bahwa buntalan ini berisi pedang panjang.   Sambil mengawasi orang, tangan kanan Kim-loyacu terangkat sambil berkata.   "Tamu agung, tamu agung Silakan duduk. Silakan duduk"   Si pemuda juga tidak sungkan2, dia duduk di kursi depan orang.   Seorang pemuda lain berbaju hijau lantas menyuguhkan minuman- Kim Kay-thay berdehem kecil, lalu berkata dengan tertawa.   "Ling-siangkong, siapakah nama leng-kapmu .........." "cayhe bernama Kun-gi." "Tinggaldi mana?" "Di Ing-Ciu,"sahutsipemudaalias Ling Kun-gi.   Kim Kay-thay manggut2, katanya.   "Lohu dangar Ling-siangkong punya sebutir mutiara hendak digadaikan lima ribu tahil perak? Bolehkah kuperiksa?"   Ling Kun-gi merogoh kantong dan mengeluar-kan mutiara yang terikat benang emas dan di-angsurkan- Kim Kay-thay menerimanya serta mengamati-nya dengan teliti, katanya kemudian.   "Lohu ingin mohon sedikit keterangan dari Lingsiangkong, entah sudikah menerangkan?"   Ling Kun-gi tertawa tawar, ujarnya.   "Kim-loyacu ingin tanya soal apa?"   Tajam tatapan mata Kim Kay-thay, katanya.   "Apakah Ling- siangkong tahu asal-usul mutiara ini?" "Inilah barang peninggalan leluhur kami,"   Jawab Ling Kun-gi. Jadi mutiara itu adalah warisan leluhurnya. "Siapakah nama gelaran ayah Ling-siangkong?"   Tanya Kim Kaythay.   "Ayah almarhum sudah meninggal sejak beberapa tahun, Kim- loyacu tanya soal ayah, apa-kah beliau ada sangkut pautnya dengan mutiara ini?" "Lohu hanya tanya sambil lalu saja, Ling-kongcu membekal pedangke mana2, tentunyakaupundarikalanganpersilatan?" "cayhe hanya belajar beberapa jurus pukulan dan ilmu pedang, barusaja mulaiberkecimpung di Kangouw."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sekilas terpancar sinar terang dari kedua biji mata Kim Kay-thay yang sipit, katanya sambil manggut2.   "Ling-siangkong gagah dan cakap. tentunya dari keluarga persilatan ternama juga." "Ayah almarhum dan ibu sama2 tak mahir ilmu silat, kepandaian rendahyangcayhemiliki kuperolehdarididikanguru." "o, entah siapa nama crelaran guru Ling-siangkong?" "Guruku tidak punya gelaran, namanya juga tidak ingin diketahui orang lain."   Kim Kay-thay mengelus jenggot, katanya.   "Guru Ling-siangkong mungkin seorang tokoh persilatan lihay dan aneh tabiatnya." "Dari mutiara wariaan keluarga kami ini, Kim-loyacu tanya asalusul dan riwayat hidupku, apakah engkau menaruh perhatian atau curiga terhadap mu-tiara milikku ini"   Sejenak Kim Kay-thay melengak. katanya ke-mudian sambil tertawa.   "   Ling-siangkong jangan salah paham." "Apa yang ingin Kim-loy acu ketahui sudah kujawab terus terang. kini cayhe juga ingin tanya satu hal, entah Kim-loy acu sudi memberipenjelasan tidak?"   Kim Kay-thay tetap tersenyum simpul, katanya.   "Boleh Ling- siangkong katakan." "Kukira Kim-loyacu tentu pernah melihat mu-tiara yang mirip dengan mutiara milikku ini?"   Kata Ling Kun-gi. Sedikit berubah air muka Kim Kay-thay, ka-tanya tertawa.   "   Lingsiangkong adalah kaum persilatan, tentunya juga sudah mendangar peristiwa cin-cu-ling di kalangan Kangouw?" "Ya, cayhe datang ke Kayhong memang ingin cari tahu tentang cin-cu-sing yang menggemparkan dania persilatan itu."   Terunjuk rasa heran pada wajah Kim Kay-thay, tanyanya. "Apakah Ling-siangkong sudah tahu?"   Menegak alis Ling Kun-gi, katanya sambil ter-tawa keras.   "Itu terserah kepada Kim-loyacu. apakah sudi mengunjukkannya kepada cayhe"   Tak urung berubah juga roman muka Kim Kay-thay, katanya.   "   Ucapan Ling-siangkong tidak beralasan, darimana lohu biaa mempunyaicin-cu-ling itu?" "Waktu cayhe berangkat, sudah kudangar bahwa Lok-san Taysu, pimpinan ruang Yok-ong-tian di Siau lim-si mendadak hilang, di tempatnya tertinggalkan sebutir cin-cu-ling, Hongtiang ketua Siaulim-si sudah serahkan cin cu-ling itu kepada Kim-loyacu, memangnya kabarinihanyaberitaanginbelaka?"   Dingin sikap Kim Kay-thay, katanya.   "Semula kukira guru Lingsiangkong adalah tokoh aneh yang mengasingkan diri dan jarang berkecimpung di dunia persilatan-....   "jelas nadanya penuh sindiran-Ling Kun-gi tertawa lebar, katanya.   "Guruku memang suka mencampuri urusan tetek-bengek, sejak tiga puluh tahun yang lalu sampai sekarang, tabiat ini tak pernah berubah."   Sekilas terpancar perasaan aneh pada wajah Kim Kay-thay, tanyanya prihatin.   "Siapakah sebetulnya gurumu?" "Tadi sudah cayhe jelaskan, guruku tidak punya gelar, kalau Kimloyacu ingin tahu, boleh selidiki dari permainan beberapa jurus pukulanku"   Kim Kay-thay naik pitam, katanya kereng.   "Jadi maksud kedatanagnmu bukan ingin menggadai mutiaramu itu?" "Sama2,"   Ujar Ling Kun-gi tertawa.   "Kim-loyacu mengundangku kemari, tentunya juga bukan ingin bicara soal nilai gadai mutiaraku, bukan?" "Sombong benar kau anak muda"   Dangus Kim Kay-thay. Sudah banyak tahun tiada orang berani bertingkah dihadapan Kim-loyacu, takherandia naik pitam. Ling Kun-gi tertawa lebar, katanya.   "Setua umur guruku, selamanya tak ada yang terpandang olehnya, cayhe adalah ahli waris guruku satu2nya, memangnya siapa pula yang bisa terpandang dalam mataku?"   Berubah gusar wajah Kim Kay-thay, serunya tertawa.   "Bagus sekali, Lohu ingin tahu murid siapa kau sebetulnya?"   Lalu ia letakkan mutiara itu diatas meja, katanya pula.   "Kalau Ling siangkong tidak menggadaikan mutiaraini, silahkanambilkembali." "Memang betul ucapan Kim-loyacu."   Kata Ling Kun-gi, segera tangan di ulur mengambil mutiara itu terus dimasukkan ke kantong bajunya. Berkilat biji mata Kim Kay-thay, serunya berat.   "Si-kiat" "Tecu siap"   Sahut The Si-kiat membungkuk. Kim Kay-thay berpesan.   "Tujuan Ling-siang-kong adalah gurumu, boleh kau minta belajar beberapa jurus padanya, dari permainannya nanti, mungkin aku bisa mengenal perguruannya.   " "Tecu mengerti,"   Sahut The si-kiat, lalu dia menjura kepada Ling Kun-gi, katanya.   "Ling-siangkong ingin memberi petunjuk. mari silakan bergebrakdi luar, disana lebih luas." "Menjajal kepandaian bukanlah main tombak di atas kuda, cukup dua-tiga langkah saja cukup, kalau bergebrak di sini Kim-loyacu tentu bisa dapat menyaksikan lebih jelas."   The Si-kiat tertawa dingin, katanya.   "Kalau Ling-siangkong berpendapat demikian, bolehlah gebrak di sini saja."   Kembali dia menjura serta menambahkan.   "Silakan Ling-siangkong memberi pelajaran,"   Sambil mengawasi orang Ling Kun-gi mengulum senyum lebar, katanya.   "Selamanya cayhe tidak pernah menyerang lebih dulu, harap The-ya tidak usah sungkan-"   Terang dia sangat meremehkan The Si-kiat.   The Si-kiat adalah murid tertua Kim-ting Kim-loyacu, di antara murid2 preman Siau-lim-pay, dia merupakan jago yang berkepandaian tinggi, kini ia dipandang hina sedemikian rupa oleh Ling Kun-gi yang masih muda belia dan pupuk bawang lagi, sudah tentu hatinya geram setengah mati, namun dia hanya mendengus, katanya.   "Baiklah bila aku berlaku kasar"   Diam2 dia menghirup napas panjang dan mengerahkan tenaga, tangan kanan melindungi dada, serangan segera siap dilancarkan. "Si-kiat,"   Tiba2 Kim Kay-thay membentak.   "tunggu sebentar."   Lekas The Si-kiat membatalkan dan menarik kuda2nya, sahutnya membungkuk.   "Ada pesan apa, suhu?" "Betapapun Ling siang kong adalah tamu kita, jangan se-kali2 berlaku kasar padanya,"   Kata sang guru. Berlaku kasar artinya tidak boleh mencabut nyawanya tapi boleh kau beri ajaran setimpal biar kapok. "Tecu mengerti,"   Sahut The Si-kiat. ia membalik badan dan telapak tangan kiri terbuka, kepalan tangan kanan melingkar di depan dada, serunya.   "   Ling-siangkong, hati2lah"   Begitu telapak tangan kiri bergerak.   tahu2 kepalan tangan kanan mendahului menggenjot pundak Ling Kun-gi, yang dilancarkan adalah ilmu coanhoa-kun (pukulan menyelinap bunga)....   Ling Kun-gi pun tidak menyingkir, ia tunggu kepalan The si-kiat hampir mengenai pundaknya, mendadak sedikit miringkan badan, kaki kiri melangkah setengah tindak.   di mana tangan kiri terangkat, dia tepuk pundak kanan The si-kiat, serangan balasan ini datang lebih dulu malah.   Justru yang dimainkan ini aneh dan lucu tampaknya, walau tepukannya enteng seperti tidak menggunakan tenaga, tapi pukulan The Si-kiat mengenai tempat kosong, gerakannya sukar dihentikan lagi, dia terhuyung ke depan lima langkah.   Berubah air muka Kim Kay-thay karena gerakan Ling Kun-gi mirip sekali dengan Tui-liong-jip-hay (dorong-naga masuk laut), salah satu jurus cap-ji-kim-liong jiu dari perguruannya, cuma Ling Kun-gi melancarkan jurus ini dengan tangan kiri, jadi berlawanan dengan kebiasaan cap-ji-kim-liong-jiu (dua belas jurus tangkap naga) adalah salah satu dari 72 ilmu silat Siau-lim-pay.   Termasuk 12 tingkatan teratas dari deretan ilmu lihay Siau-lim-pay, ilmu ini diciptakan oleh cikal bakal Siau-lim-pay yaitu Bodhi Dharma setelah dia menyelami Ih Kin-keng, kecuali murid2 Hou-hoatataupembela biara, ilmu initidak pernahdiajarkan kepada murid2 preman-Sebagai murid tertua dan berkepandaian paling tinggi di antara murid2 Kim Kay-thay, ternyata dalam gebrak permulaan saja dirinya sudah kecundang, sudah tentu The Si-kiat malu bukan main, mulut menggerung, tiba2 badannya berputar cepat, berbareng kedua tangan menyerang secara membadai.   Karena sudah kecundang, maka jurus permainan selanjutnya tidakkepalangtanggunglagi, iamelancarkanHakhouciohoat(ilmu pukulan penakluk harimau) dari Siau lim-pay.   Ilmu ini cukup terkenal dalam bu-lim dengan kekuatan dan kekasarannya, begitu dikembangkan perbawanya ternyata bukan olah2 hebatnya, setiap gerakan jurus tangannya membawa deru angin kencang seperti badai mengamuk, kekuatannya cukup menghancurkan pilar batu.   Tak tahunya Ling Kun-gi melayaninya seperti tidak terjadi apa2, sikapnya adem ayem, kedua kaki tetap berdiri di tempat tak bergeser sedikitpun, hanya badannya saja yang bergontai kian kemari, namun setiap serangan lawan dapat dihindarinya dengan mudah.   Dirangsang amarah, tentu saja serangan The Si-kiat semakin bersemangat dan tumplek seluruh kepandaian silatnya, jurus ketiga adalah Jiu kip-pau-tan (tangan merogoh ulu harimau), jari2nya berbalik merogoh ke bawah dari bawah pergelangan tangan yang lain, bagai kilat tahu2 serangannya mengincar ulu hati Ling Kun-gi.   Begitu cepat dan ganas serangan ini.   Jarak keduanya dekat lagi, pula badan Ling Kun-gi masih miring ke samping karena menghindari jurus kedua tadi, gerakannya jadi sukar berubah dan tak mungkin berkelit lagi.   Diam2 The Si-kiat mendengus hina, tenaga dia kerahkan ketangan kanan, gerakanpun dipercepat.   Tatkala jari tangannya menyentuh baju Ling Kun gi itulah, mendadak terasa pergelangan tangan kanan mengencang sakit, tahu2 tangan orang sudah mencengkeram pergelangan tangannya.   keruan hatinya mencelos kaget, baru saja dia hendak meronta, namun sudah terlambat.   Kejadian berlangsung begitu cepat dalam sekejap saja, Ling Kungi tetap mengulum senyum.   sedikit dia gerakkan tangan kiri.   badan The Si-kiat yang tinggi tegar itu tiba mencelat dan terbanting jatuh..   Sebagai murid preman angkatan kedua dari Siau-lim-pay.   kepandaian The Si-kiat sebetulnya tidak lemah, di tengah udara dia sempat mengarahkan Jian-kin-tui, kedua kakinya hinggap di atas tanah dan berhasil mempertahankan diri.   Sehingga tidak jatuh namun mukanya yang sudah merah kelam menjadi semakin gelap seiring malu, katanya dengan tertawa tawa.   "   Ling-siangkong memanghebat."Segeradiahendak menubrukmajulagi.   Betapa tajam pandangan Kim Kay-thay, dari jurus kedua yang dimainkan Ling Kun-gi ini dia sudah yakin bahwa ilmu itu adalah cap ji-kim-liong-Ciu, tipu yang dinamakan Ih-kim-ko-Yong (hendak ditangkap sengaja menurut saja), cuma bedanya dia tetap melancarkan jurus secara terbalik, dengan tangan kiri, keruan hatinya terkesiap.   diam2 ia membatin.   "Mungkinkah dia murid beliau?"   Tanpa menunggu The Si-kiat bergerak lebih lanjut, cepat ia membentak.   "Si-kiat berhenti"   Mendangar seruan gurunya, lekas The Si-kiat meluruskan kedua tangan, sahutnya mengangkat kepala. "Suhu, ini......". diainginbilang "Tecu belum kalah."   Namun Kim Kay-thay segera menyela.   "Tak usah dilanjutkan, kau bukan tandingan Ling-lote.   "   The Si-kiat tak berani banyak bicara, namun batinnya tidak terima dan penasaran sekali. Kim Kay-thay tidak hiraukan sikap muridnya, ia berdiri dengan muka berseri ia berkata kepada Ling Kun-gi.   "   Ling-lote, silakan duduk."   Dari Ling-siangkong mendadak dia menyebutnya Ling-lote (saudara Ling), nadanyapun jauh lebih ramah dan hormat.   Diam2 The Si-kiat menggerutu dalam hati, namun dia juga dapat mengira gurunya berpengalaman luas, dari dua gebrakan tadi, tentu beliausudah tahuasal-usulLing-siangkong ini.   Ling Kun-gi tersenyum penuh arti, tanpa bicara ia kembali ke tempat duduksemula.   Mengawasi Ling Kun-gi, berkatalah Kim Kay-thay dengan tulus.   "Ingin kutanya suatu hal, entah sudikah Ling-lote memberitahu?"   Dari nada ucapannya jelas berubah jauh sekali pandangannya terhadap anak muda ini, walau dirinya lebih tua, sedikitpun ia tak berani angkuh lagi.   "Kim-loyacu ingin tanya apa?"   Jawab Ling Kun gi. "Gurumulah yang ingin kutanyakan, apakah beliau seorang beribadat?"   Ling Kun-gi hanya tertawa, katanya.   "Tadi sudah kukatakan, guruku tidak punya gelar dan tidak mau disebut namanya, terpaksa tak bisa kujawab pertanyaan Kim loyacu." "Tidak apa, kalau Ling-lote tidak mau memberitahu, akupun tidak memaksa,"   Sebentar Kim Kay-thay merandek lalu bertanya pula dengan tatapan tajam.   "Jadi Ling-lote kemari lantaran cin-cu-ling itu" "Betul,"   Ling Kun-gi mengangguk. "Bolehkah Ling-lote bicara sedikit lebih jelas?" "Baiklah akan kujelaskan-Akhir tahun yang lalu, secara mendadak ibuku menghilang. ." "o,"   Kim Kay-thay bersuara kaget.   "apa-kah ibumu juga orang persilatan?" "Tidak. ibu sedikitpun tidak mahir ilmu silat." "lbumu tidak bisa silat?"   Seru Kim Kay-thay penuh keheranan.   "Aneh sekali, jadi Ling-lote, kira hilangnya ibumu ada sangkut pautnya dengan cin-cu-ling?" "Aku sendiripun tidak tahu, tapi begitulah kata guruku.   Loh-san Taysu, pimpinan Yok-ong-tian di Siau-lim-si mendadak lenyap.   di tempatuya konon ditinggalkan sebutir cin-cu-ling, maka cayhe disuruh ke sini menemui Kim-loyacu untuk mencocokkan apakah cin-cu-ling itu mirip dengan mutiara warisan keluargaku atau tidak?" "Peristiwa hilangnya Loh-san suheng amat dirahasiakan, hanya beberapa orang saja dari pihak Siau-lim-si yang mengetahui, boleh dikatakan tiada seorang kangouwpun yang tahu, bahwa Ling-lote kemari atas perintah gurumu, baiklah tak perlu kumain sembunyi lagi, Waktu Loh-san Suheng hilang, di tempat tinggalnya memang ditemukan sebutir cin-cu-ling, karena para paderi Siau-lim-si jarang yang keluyuran di Kangouw, maka tugas mencari jejak Loh-san Suheng ini oleh ciangbun Hong-tiang diserahkan kepadaku, maka mutiara itupun kini berada ditanganku"-Sampai di sini dia berdiri dan menambahkan.   "Harap Ling-lote tunggu sebentar, biar kuambilkan mutiara itu." "Kim-loyacubolehsilakan,"sahutLing-Kungisambil berdiri.. Bergegas Kim Kay-thay masuk ke dalam, tak lama kemudian keluar pula sambil menenteng sebuah bungkusan kain warna kuning, ia duduk kembali di kursinya terus membuka bungkusan kain kuning itu, isinya adalah sebuah kotak persegi kecil dari kayu. Dengan hati2 dia buka kotak kecil itu, lalu mengeluarkan sebutir mutiara sebesar telur burung dara, katanya.   "   Ling-lote, inilah cincu-ling itu."   Ling -Kun-gi menerimanya serta meng-amat2i dengan seksama, mutiara inipun bolong tengahnya dan disisipi benang emas, sebelah atasnya ada ukiran huruf "Ling"   Warna merah menyolok, bentuknya mirip sekali dengan mutiara warisan keluarganya, cuma besar kecilnya saja yang berbeda, sampaipun ikatan benang emas itu satu sama lain juga sama.   Ling Kun-gi angkat kepala dan bertanya.   "Apakah Kim-loyacu sudah mendapatkan hasil penyelidikan yang diharapkan?"   Kim Kay-thay menggeleng kepala, katanya tertawa getir.   "   Walau Ling-lote tidak mau katakan asal-usul perguruan, bahwa gurumu suruh kau ke Kayhong untuk menemuiku, itu pasti ada hubungan intim ada diantara kita.   maka biarlah kuterus terang, anak murid preman Siau-lim si tersebar luas di-mana2, dan banyak diantaranya yang membuka Piaukiok, cabang kitapun tersebar ke segala pelosok.   dalam jangka tiga bulan ini sudah kuberi instruksi kepada mereka untuk menyelidikinya secara ketat.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      di samping mengadakan sergapan bilamana yang dianggap mencurigakan, namun bukan saja jejak Loh-san Suheng tetap tidak ditemukan, soal cin-cu-ling inipun nihilhasilnya, cumaaku jadi ingatakansuatuhal"   Sambil mengelus jenggotnya, tiba2 dia berhenti. "Kim loyacu ingat akan hal apa?"   Tanya Ling Kun-gi. Kim Kay-thay tidak segera menjawab, dia merenung sebentar, lalu balas bertanya.   "Apakah ibumu pandai menggunakan racun?"   Ling Kun-gi tertegun, sahutnya tertawa.   "Tadi sudah kukatakan, ibu bukan kaum persilatan, sudah tentu beliau tidak bisa menggunakan racun." "Kalau demikian apakah ibumu pandai tata rias atau.. pengobatan?"   Tanpapikir Ling Kun-gi menjawab.   "ibutidaktahu soalobat2an-" "Aneh kalau begitu,"   Kim Kay-thay.   "sebetulnya tiada alasan mereka menculik ibumu."   Ling Kun-gi tampak bingung, tanyanya.   "cayhe tidak tahu, apa maksud ucapan Kim-loyacu." "Itu dasarnya pada analisa dari tiga peristiwa yang baru2 ini terjadi di Kangouw. Tapi ibumu bukan kaum persilatan, tidak tahu obat2an, juga tidak mengerti soal racun, namun juga lenyap tak keruan parannya, kini gurumu suruh kau kemari menemuiku pula, kalau gurumu anggap soal ini ada sangkut pautnya dengan cin-cu- ling, tentu urusan tidak akan meleset sama sekali analisaku tadi menjadiharus diragukan-" "Bagaimana analisa Kim-loyacu, bolehkah diterangkan?"   Tanya Ling Kun-gi.   "Setelah Loh-san Suheng lenyap.   tersiar pula berita di kalangan Kangouw bahwa ketua keluarga Tong di Sujwan dan keluarga Un di Linglam juga lenyap secara aneh, keluarga mereka juga menemukan cin-cu-ling di kamarnya, ini membuktikan bahwa ketiga orang ini pastidikerjai orangdari suatugolongan-" "Kenapa mereka tidak meninggalkan cin-cu-ling dikala ibuku lenyap?"   Tanya Ling Kun-gi.   "Tiga orang yang lenyap itu, keluarga Tong di Sujwan adalah ahli dibidang ilmu senjata rahasia dan racun, keluarga Un di Ling lam tersohor karena obat2 bius, sedang Loh-san Suheng menguasai ilmu obat2an, karena itu aku menduga, bahwa ketiga orang ahli dibidang masing2 ini sengaja diculik dan tidak terlepas dari dua kemungkinan .   ...   ..." "Dua kemungkinan apa?"tanyaLing Kun-gi taksabar.   "Pertama, di antara komplotan orang2 itu pasti terdapat salah seorang tokoh penting yang terluka oleh sesuatu racun jahat, mungkin sudah diobati berbagai macam obat dan tetap tak sadarkan diri.   oleh karena itu terpaksa mereka menculik kedua ahli racun dan obat bius dari keluarga Tong dan Un itu, demikian pula Loh san Suheng yang ahli dalam bidang pengobatan, dugaan ini menjurus pada darma bakti demi keselamatan jiwa orang, jadi mereka diculikuntuk menolong jiwa manusia." "Lalu bagaimana dugaan yang menjurus ke kejahatan?" "Itulah dugaan kedua, komplotan ini mempunyai maksud2 tertentu dengan ambisi besar, bahwa ketiga orang ini diculik untuk alat pemeras kepada keluarga Tong dan Un agar menyerahkan catatan rahasia dari ilmu masing2 yang sudah turun temurun sejak leluhur mereka." "Lalu apa pula tujuan mereka menculik Loh--san Taysu?"   Tanya Ling Kun-gi. Kim Kay-thay menghela napas, katanya.   "Kak-tam-wan buatan Siau-lim-si dapat mengobati segala macam racun, resep pembuatannya sudah turun temurun sejak ratusan tahun lumanya, hanya pimpinan di Yok-ong-thian saja yang tahu akan resep ini, bahwa Loh-san suheng juga mereka culik, tujuannya sudah tentu untuk membuat Kak-tam-wan. Ini sih urusan kecil, sebab kecuali tiga orang ini bukan mustahil mereka juga menculik tokoh2 lain yangahlidalambidang ini?Hal inilahjauh lebih mengerikan-" "   Kenapa?"   Ling Kun-gi menegas.   "Ini membuktikan bahwa komplotan ini sedang merancang suatu muslihat yang besar.   Mereka khusus menculik orang2 ahli di bidang racun, obat bius dan obat2an, tujuannya tentu hendak-membuat suatu obat yang mengerikan untuk mencelakai jiwa kaum persilatan"   Sampai di sini nadanya jadi lebih tandas. "Gerak-gerik komplotan ini serba misterius dan sangat rahasia, kalau mereka tidak meninggalkan cin-cu-ling, bukankah kita lebih sukar lagi untuk menyelidiki hal ini?"   Mendadak sorot matanya menjadi berkilau, tanyanya.   "Apakah Ling-lote tahu asal-usul dari mutiara warisan keluargamu itu?" "Entah, sejak kecil mutiara ini sudah selalu berada dibadanku,"   Ling Kun-gi menjelaskan "Gutumu jugatidakpernah menjelaskan" "Tidak."   Jawab Ling Kun-gi, tiba2 dia berdiri serta menjura.   "Terima kasih atas petunjuk dan kete-rangan Kim-loy acu, sekarang cayhemohon dirisaja." "Harap Ling-lote duduk lagi sebentar, masih ada suatu hal perlu kusampaikan-" "Kim-loyacu masih ada petunjuk apa?." "Menurut apa yang kuketahui, kecuali keluarga Tong dan Un, di kalangan Kangow masih ada satu keluarga yang pandai dan ahli juga menggunakan racun-........" "Keluarga mana,"tanyaLing kun-gi.   "Llong-bin-san-ceng (perkampungan gunung naga tidur), tapi mereka jarang bergerak di kalangan Kangouw), maka jarang orang tahu akan kehadiran mereka, menurut apa yang kuketahui, komplotan cin-cu-ling agaknya belum bertindak terhadap Liong-binsan-ceng, tidakadaruginyaLing-lote memperhatikan jugasoalini." "Terima-kasih atas petunjuk ini"   Habis menjura Kun-gi panggul buntalannya serta melangkah Keluar.   Ter-sipu2 kim Kay-thay mengantar sampai undakan.   lalu dia suruh The si-kiat antar tamunya sampai diluar pintu.   Sudah puluhan tahun The Si kiat mendapat bimbingan gurunya, dia tahu bahwa pemuda she Ling ini punya asal usul yang bukan sembarangan, setelah Ling Kun-gi pergi, lekas dia kembali kekamar dan bertanya pada gurunya.   "Suhu, apakahengkausudahtahu asalusulnya?"   Prihatin air muka Kim Kay-thay, katanya sungguh2 "Dua jurus yang dia tunjukan tadi adalah tipu2 dari cap-ji-kim-liong-jiu, cuma dia bergerak secara kidal, kalau dugaan gurumu tidak meleset, kemungkinan dia adalah ......."   The Si-kiat terperanjat, serunya.   "Maksud suhu, dia murid Susiokco?"   KimKay-thay tidakbicaralagi, diahanya manggut2.   Konon 50 tahun yang lalu pernah muncul seorang maling pendekar.   Maling pendekar maksudnya dia mencuri untuk pihak yang lemah, bukan saja dia memberantas kelaliman dan kejahatan, iapun membantu kaum miskin dan lemah melawan yang kuat dan batil, karena dia bekerja secara terbuka dan terang2an, ilmu silatnya teramat tinggi lagi, biasanya jejaknya sukar ditemukan, hanya sering mendengar namanya tapi tidak pernah melihat orangnya, sudah tentu jarang ada orang yang tahu asal-usulnya.   Maka orang banyak lantas memberi julukan It-tin-hong (angin lalu) kepadanya.   Maksudnyadia pergidatangsepertiangin lalu.   It-tin-hong punya tabiat aneh, yaitu dia pandang kejahatan sebagai musuh kebuyutan, pejabat korup dan kikir, buaya darat dan tuan tanah yang memeras rakyat jelata semua disikatnya habis2an.   Kaum persilatan dari golongan hitam yang sudah berlepotan darah kedua tangannya karena kejahatan yang kelewat batas juga diganyang olehnya, mending kalau hanya dipunahkan ilmu silatnya, bagi yang berdosa di luar batas, kalau tidak terluka parah tentu jiwa melayang.   Entah bagaimana kemudian jejaknya menghilang dari kalangan Kangouw, It tin-hong lenyap tak karuan paran, ternyata ia telah cukur rambut dan menjadi pendeta di kuil Siau-lim-si di Hoalam, setelah jadiHweslo gelarannya adalah Tay-thong.   Sekejap mata 20 tahun telah berlalu, umumnya ajaran agama mengutamakan welas asih dan bijaksana, setelah dia insyaf tindak kekerasannya dan patuh kepada ajaran agama, tak terduga pada suatu hari seorang musuh yang pernah dipunahkan ilmu silatnya dapatmengenalidiabahwa Tay-thongHwesio adalahIt-tin-hong.   Tata tertib siau lim si amat keras, begitu para Hweslo dalam kuil agung itu tahu bahwa Tay-thong Hweslo adalah It-tin-hong yang dosanya bertumpuk2, mereka anggap kehadirannya dibiara besar itu menodai dan merusak kesucian agama mereka, maka timbul keributan dan pertentangan, ada yang mengusulkan supaya punahkan saja ilmu silatnya serta mengusirnya pergi dari kuil.   sudah tentu Tay-thong Hweslo marah, katanya.   "Kalau sang Budha tidak meluluskan aku meletakkan golok pembunuh, akupun tidak pingin menjadi seorang Budhis lagi, tapi ilmu silat yang kumiliki tidak melulu kupelajari dari siau-lim-si saja, kalian tidak berhak memunahkan ilmu silatku.   Soal apa yang pernah kupelajari di Siau-lim-si ini, setelah meninggalkan Siau-lim-si pasti tidak akan kugunakan lagi."   Begitulah akhirnya Tay-thong Hweslo meninggalkan Siau-lim-si.   Sudah tentu ada juga para Hweslo yang ingin menahan dan merintangi kepergiannya, tapi selama dua puluhan tahun menggembleng diri di biara agung itu, pelajaran silat yang diyakinkan sudah teramat tinggi, tiada seorangpun yang mampu menahannya.   Sejak itu, muncul pula di kalangan Kangouw seorang pendekar aneh yang menyebut dirinya Tay-thong Hwesio, sifanya tidak pernah berubah, kejahatan dipandangnya sebagai musuh, ilmu silat yang dimainkan sudah tentu ada yang berasal dari Siau-lim-pay, cuma setiap jurus yang dia gunakan dengan tangan kiri, jadi jurus permainannya terbalik dan berlawanan dengan silat Siau-lim-pay.   Maka orangpun memberinya nama Hoan-jiu-ji-lay (Buddha Kidal).   Itulah peristiwa tiga puluh tahun yang lalu.   Maka bicara soal tingkatan, Hoan jiu-ji-lay masih terhitung Susiok dari It-wi Taysu, Hongtiang siau-lim-si sekarang, juga dengan sendirinya Susiok dari Kim-ting Kim Kay thay.   Hari belum gelap.   namun rumah2 penduduk Kayhong sudah sama pasang lampu.   Lalu lintas masih ramai dijalan raya.   Tampak diantara sekian yang mengayun langkah itu ada seorang pemuda baju hijau memanggul buntalan panjang melintas jalan menuju ke ujung jalan sana, di mana terdapat sebuah gang kecil yang sempit, di mulut gang sempit ini berdiri seorang, tak terlihat wajahnya.   Umumnya orang2 yang berdiri di mulut gang kalau bukan begal, tentu juga bukan orang baik2 yang sedang mengincar mangsanya.   Begitu melihar pemuda jubah hijau menghampiri orang itu segera memeluk kedua tangan di depan dadanya, kedua biji matanya dengan nanar mengawasi gerak-geriknya, lekas sekali si pemuda sudah mendekat dan lewat di mulut gang, dalam sekejap orang itupun sudah menemukan apa2 yang diincar dari badan pemuda jubah hijau, ternyata pemuda jubah hijau mengenakan ikat pinggang atau sabuk yang terbuat dari kain sutera warna kelabu..tepat di ujung kiri pinggangnya dihiasi sebutir mutiara dengan seutas benang mas.   Mutiara itu sebesar telur burung dara.   Maka orang itu tidak sangsi lagi, bergegas dia melompat keluar serta mengejar dua langkah, katanya sambil unjuk tawa lebar.   "Siangkong, inilah surat untukmu."   Si pemuda melengak dan berhenti, dengan tajam ia menatap muka orang di depannya.   Dengan gugup orang itu menyetahkan sepucuk surat kepada si pemuda terus tinggal pergi dengan langkah tergopoh2.   Pemuda jubah hijau ini ialah Ling Kun-gi, sekian lamanya ia melongo mengawasi sampul surat ditangannya, walau merasa heran, akhirnya dia buka sampul itu dan membaca isi surat yang tertulis di atas secarik kertas kuning, bunyinya demikian.   "Serahkan kepadasi matasatudi luarHo-sing-biodiHek-kang."   Ling Kun-gi tertegun membaca surat ini, cepat otaknya berpikir. "Jelas surat ini salah alamat, mungkin orang tadi salah mengenali aku."   Waktu ia angkat kepala, orang yang menyerahkan surat tadi sudahtidak kelihatanlagibayangannya. Mau tak mau tergerak juga hati Ling Kun-gi, batinnya.   "   Dari nada surat ini, agaknya seorang persilatan hendak mengirim sesuatu barang. Memangnya aku sedang menyelidiki cin cu-ling, kenapa tidak kupergi ke Hek-kang menunggu di luar Ho-sio-bio untuk melihatapayangakan terjadidisana"   Tapi segera dia berpikir pula."   Dalam surat sudah dijelaskan untuk menyerahkan entah barang apa kepada seorang yang buta sebelah matanya di luar Ho-sin-bio.   Liu apa gunanya ku pergi ke sana.   toh aku tidak punya barang yang dimaksud? Sedangkan surat pengantar ini sudah terjatuh ke tanganku, orang yang harus menyerahkan barang tak mungkin menuju ke alamat yang ditentukan tanpa membawa surat ini."   Sampai di sini tiba2 dia menduga kalau orang tadi telah salah menyerahkan sampul surat ini kepada dirinya, pasti orang yang seharusnya menerima sampul surat ini berperawakan mirip dirinya, kenapa tidak kutunggu saja di sini, kalau nanti ada orang yang mirip diriku datang kemari? Bukankah lebih baik kalau dia yang menyerahkan barang itu ke Ho-sin-bio? Dengan bibirnya dia basahi sampul surat serta menutup rapat pula sampul surat itu, kini ganti dia yang berjaga di ujung gang sempit tadi, buntalan panjang dipunggungnya dia turunkan dan diletakkan di kaki tembok yang gelap.   Tak lupa dia meraih segenggam tanah kering lalu mengusap muka sendiri dengan debu tanah itu lalu ia berdiri bertopang dinding dan menunggu dengan sabar.   Tak lama kemudian, betul juga dari ujung jalan raya sebelah barat sana muncul sesosok bayangan orang, ternyata iapun memanggul sebuah buntalan panjang, perawakannya tinggi lencir, karena jarak masih jauh, tak terlihat jelas wajahnya.   Langkahnya tampak tenang2, tidak gugup dan mantap, se-akan2 dijalan raya itu hanya dia sendiri yang berjalan- Sekejap saja si baju biru ini sudah tiba di ujung gang.   Kini Ling Kun-gi dapat melihat jelas, laki2 ini berusia empat-lima likuran, wajahnya memang cakap.   cuma sikapntya angkuh, dingin dan kaku.   Ling Kun-gi tunggu orang berjalan sampai di mulut gang dan segera memburu maju serta berkata.   "Siangkong, inilah surat untukmu"   Dengan keduatangandiaangsurkansampultadi.   Langkah si baju biru merandek.   dengan sebelah tangan dia terima sampul itu tanpa berpaling, sekenanya tangan yang lain tiba2 menggablok ke belakang.   Tak pernah terpikir oleh Ling Kun-gi orang akan menyerang dirinya dengan cara ganas ini, ada niat menangkis, tapi cepat sekali otaknya bekerja, pikirnya.   "Dia ingin membunuhku untuk menutup mulutku, maka aku jangan menangkis."   Diam2 ia kerahkan hawa murni untuk melindungi Hiat-to dan terima pukulan keras orang.   "Blang", walau tidak berpaling, namun gerakan tangan orang mengincar sasaran secara tepat, pukulannya tepat mengenai dada Ling Kun-gi.   Dengan mengeluarkan keluhan tertahan Ling Kun-gi terjengkang roboh.   Tanpa berhenti atau meneliti korbannya si baju biru terus beranjak ke depan tanpa menoleh.   Diam2 Ling Kun-gi tersirap darahnya setelah menerima pukulan keras laki2 baju biru ini, pikirnya.   "Tak nyana pukulannya ini mmggunakan Jong-jiu-hoat dari aliran Lwekeh."   Sudah tentu tak pernah terpikir oleh si baju biru kalau ada orang menguntit dirinya, dengan langkah berlenggang dia terus beranjak ke depan, setiba di pintu utara, di depannya mengadang tembok kota yang beberapa tombak tingginya.   Sekali kaki menutul, si baju biru segera melayang naik laksana luncuran anak panah ke atas tembok kota yang tinggi, sekali kaki menutul pula dengan enteng, badannya melayang turun keluar tembok kota.   Dari tempatnya Ling Kun-gi diam2 kaget memyaksikan kepandaian orang, batinnya.   "Bagi jago kosen Bulim bukan soal untuk melompat setinggi empat-lima tombak, tapi orang ini masih begini muda, namun sudah memiliki kepandaian setinggi ini"   Karena merasa curiga, bertambah besar pula hasratnya untuk menguntit laki2 baju biru untuk me-nyaksikan barang apa pula yang hendak di antar ke Ho-sin-bio Segera iapun melayang ke atas tembok kota, dari tempat ketinggian dilihatnya sesosok bayangan meluncur di kejauhan sana secepat terbang, arahnya ke utara.   Ling Kun-gi tidak berani ayal, dia menghirup napas panjang dan melayang turun sambil mengembangkan Ginkang terus menguntit laki2 baju biru dari kejauhan- Kira sepuluh li kemudian, di depan sana adalah sebuah bukit kecil, kiranya itulah Hek-kang atau bukit tandus hitam.   Setiba di bawah bukit, gerakan laki2 baju biru menjadi lambat, kembali dia berjalan dengan langkah lebar, lambat tapi mantap.   terus menanjak ke atas bukit.   Dlam2 Ling Kun-gi geli, pikirnya.   "Orang ini pandai berpura2 dan ber-muka2, sungguh terlalu angkuh dan sombong."   Setelah tiba di Hek-kang, sudahtentusebentarlagiakan sampai di Hosin-bio.   Ingin Ling Kun-gi mengetahui barang apa yang hendak diserahkan kepada orang buta satu itu? Maka jaraknya tidak boleh terlalu jauh.   Untung semakin dekat puncak bukit, tetumbuhan pohon juga lebih lebat, sebat sekali Ling Kun-gi menyelinap masuk ke dalam hutan, dari balik bayang2 pohon dengan cepat dia meluncur ke atas bukit.   cepat sekali dilihatnya bayangan tembok merah dan ujung wuwungan, sebuah kelenteng terselubung di balik lebatnya pepohonan di atas sana, ternyata dirinya berada di belakang kelenteng, jadi Ho sin-bio ini di bangun menghadap utara.   Ling Kun-gi tidak tahu siapa dan bagaimana asal-usul orang buta sebelah yang akan menerima barang, maka dia tidak berani gegabah, dengan mengembangkan Ginkang dia berlompatan di pucukpohonterusberputardari arahkanan menuju kedepan Ho-sin-bio terdiri dari tiga lapis bangunan ke-lenteng, waktu Ling Kun-gi tiba di sebelah kanan, betul juga dilihatnya seorang tua buta sebelah mata berpakaian hitam telah berdiri menunggu dengan laku hormat di luar kelenteng..Tak lama kemudian laki2 baju birupun muncul dengan langkah pelan2.   Ter-sipu2 laki2 tua mata satu menyongsong maju, sambil munduk2 dia menyambut dengan tawa lebar, katanya.   "Atas perintahHo-sin-ya, sejaktadi hambasudah menunggu disini"   Laki2 baju biru berkata dingin.   "Mata kirimu picaku ternyata mata kananmu masih awas"   Si mata satu munduk2 lagi, katanya tertawa.   "Ya, ya, hamba picak mata kanan bukan mata kiri." "Bagus sekali"   Kata si baju biru, tangan merogoh kantong dan mengeluarkan sebuah bungkusan kertas terus diangsurkan, katanya."Baranginiamatpenting, kauharusber-hati2"   Si mata satu menyambut dengan kedua tangannya, sahutnya tetap munduk2.   "Ya, hamba tahu" "Baiklah, setiba kau di Hoay-yang, ada orang memberi petunjuk padamu kemana kau harus antar barang ini." "Hamba mengerti"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Orang tua mata satu menjawab.   Laki2 baju biru mendengus kereng, dimana dia jejak kedua kakinya, tlba2 badannya melambung tinggi ke udara, bayangan tubuh secepat kilat meluncur turun ke bawah bukit.   Ling Kun-gi sembunyi di tempat yang cukup dekat, maka percakapan mereka di dengarnya dengan jelas, batinnya "   Entah apa isi bungkusan kertas itu. begitu besar perhatian mereka, sampai harus dikirim secara rahasia lagi, si mata satu adalah pesuruh, namun dia sendiri juga belum tahu ke mana dan kepada siapa dia harus serahkan barang itu?"   Lalu dia berpikir lebih lanjut. "Kalau laki2 baju biru tadi tidak menerima surat rahasia dariku tadi, iapun tak tahu ke mana dan kepada siapa dia harus serahkan barang yang terbungkus di kertas itu?"   Dari sini lebih mudah diraba, kalau bukan barang pusaka yang tak ternilai harganya, tentu bungkusan itu berisi suatu barang yang amat rahasia dan penting artinya.   Setelah hati merasa curiga, sudah tentu Ling Kun gi tidak abaikan kejadian ini, dia bertekad menyelidiki hal ini sampai terang duduk persoalannya meski harus menempuh bahaya dan macam2 kesulitan-Di kala dia menerawang tindak lanjut diri sendiri, sementara si mata satu sudah beranjak pergi dengan langkah tergesa-gesa.   Dari langkah orang Ling Kun-gi dapat menilai kepandaian silat orang ini tidak seberapa tinggi, kalau dibanding laki2 baju biru tadi, jaraknya terlampau jauh.   Untuk menguntit seorang keroco seperti laki2 tua mata situ ini bagi Ling Kun-gi merupakan kerja sepele.   Tapi Ling Kun-gi cukup cerdik dan teliti, dari pengalaman malam ini yang penuh liku2 dia ingat bahwa komplotan orang ini serba misterius, diduganya bungkusan itu sangat penting dan amat besar artinya, teramat ganjil kalau diserahkan dan dipercayakan kepada si mata satu yang berkepandaian silat begitu rendah, maka ia menduga secara sembunyi pasti masih ada orang lain yang berkepandaian tinggi melindunginya.   oleh karena itu dia tidak berani gegabah, setelah si mata satu pergi jauh dan meneliti sekelilingnya memang tiada orang lain yang bersembunyi, barulah dia berkelebat keluar hutan, menyusul ke bawah gunung.   Si mata satu menempuh perjalanan dengan langkah cepat, Ling Kun-gi tetap menguntit dari kejauhan-Supaya tidak menimbulkan perhatian orang, maka mutiara yang dia ikat dipinggang kiri seperti pesangurunyadiasimpandalamkantong baju.   Malam itu si mata satu menempuh tujuh li perjalanan, setelah hariterangtanah,iasampaidiKip-siandanlangsung masukkota.   Tak jauh di belakangnya Ling Kun-gi juga ikut masuk kota, agaknya si mata satu sudah apal jalanan dalam kota ini, di pinggir jalan dia minum dulu semangkuk bubur kacang serta makan beberapa kue untuk mengganjal perut, lalu menuju ke ujung jalan dan memasukihotel Hin-liong, sebuahpenginapankecil.   Setelahsemalamsuntuk menempuhperjalanan,LingKun-giduga orang perlu istirahat, maka ia-pun masuk ke warung yang letaknya di seberang hotel, disini dia sarapan pagi.   Diam2 dia perhatikan setiap orang yang hilir mudik, dilihatnya seorang laki2 yang bertopi bulu dengan pakaian abu2 datang dari sana dan langsung masuk ke dalam hotel Hin-liong.   Dari langkahnya yang enteng, Ling Kun-gi tahu kalau orang ini adalah seorang jagoan, kalau hari sudah seterang ini baru masuk penginapan, tentu diapun menempuh perjalanan di waktu malam.   Berdegup jantung Ling Kun-gi, pikirnya.   "Mungkinkah orang ini sekomplotan dengan si mata satu?"   Setelah perut kenyang dan membayar rekening makanan, Ling Kun-gi juga masuk ke hotel Hin-liong di seberang, biasanya yang menginap di hotel sekecil ini adalah tukang kereta atau kuli angkutan yang membawa barang dari tempat jauh, begitu hari terang tanah mereka lantas berangkat, maka keadaan hotel sekarang terasa sepi.   Melihat ada tamu datang, pelayan menyambut dengan sikap hormat.   "Tuan tamu, kau akan..." "Menginap."   Sahut Ling Kun-gi. Pelayan kegirangan, katanya sambil munduk2.   "Ya, ya, silakan tuanikut hamba."laluia bawaLing Kun-gi kedalam. Sambil jalan Ling Kun-gi bertanya kepada si pelayan.   "   Hotel kalian iniaparamaidikunjungi tamu." "Tarip hotel kami murah, maka ramai juga tamu2 yang suka menginap di sini,"   Sahut pelayan-"Kalau setiap pagi ada tamu masuk hotel seperti tuan sekarang. penghasilan hotel kami tentu bertambah besar."   Sementara itu mereka sudah sampai di depan sebuah kamar, pelayan membuka pintu serta bertanya sambil melangkah masuk.   "   Kamar inibagaimanatuan?"   Sebentar Ling Kun-gi celingukan, lalu menjawab.   "Ya, bolehlah. Biasanyaapakahjarangtamuyang menginapdipagihari?" "Orang yang menginap pagi tentu semalam suntuk menempuh perjalanan, belakangan ini keamanan dijalan banyak terganggu, sudah tentu jarang orang mau menempuh perjalanan malam hari ......"   Mendadak dia cekikikan, serta menambahkan.   "Pagi hari ini, termasuk Siang kong kamitelah kedatangantigatamu"   Ling Kun-gi mengiakan secara tak acuh tanyanya seperti tidak ambit perhatian.   "Mereka tinggal kamar mana?" "Hotel kami hanya memiliki enam kamar, diseberang sana adalah ruang umum, kamar tuan nomor tiga, dua tamu yang lain menempati kamar satu dan dua."   Ling Kun-gi membatin.   "Jadi si mata satu menempati kamar ke satu, lelakibaju abu2tinggal di kamarnomor dua."   Sementara itu pelayan telah keluar dan kembali membawa sepoci air teh, katanya tertawa sam-bil menyuguh. ."Tuan, silakan minum?"   Sengaja Ling Kun-gi menggeliat dan menguap. katanya.   "Aku ingin tidur, tutuplah pintu dari luar, tak usah kau layani aku lagi."   Pelayan mengiakan terus keluar sambil merapatkan pintu. Ling Kun-gipasang kuping sebentar, didengarnya laki2 baju abu2 di sebelah agaknya belum tidur, pikirnya.   "Kalau orang ini bukan sekomplotan dengan si mata satu, tentu iapun seperti diriku sedang menguntit si mata satu."   Setelah meneguk habis secangkir teh, tanpa buka pakaian dia rebahkan diri.   Dengan bekal kepandaian silatnya, umpama dia tidur pulas, asalkeduaorang di kamar sebelahadasedikit ulah pastitidak dapat mengelabui kupingnya, karena untuk keluar hotel mereka harus lewat depan kamarnya betapapun derap langkah mereka tetap bisa didengarnya.   Maka dengan hati lega ia pejamkan mata sebentar saja sudah pulas.   Tak terduga belum lama dia tertidur, tiba2 didengarnya orang di kamar sebelah mengumpat marah2.   "   Keparat, cukup licin juga kau."   Kata2nya tidak keras, menyerupai orang berguman, tapi cukup mengejutkan Ling kun-gi dari pulasnya, bergegas dia duduk serta pasang kuping, didengarnya laki2 di kamar sebelah mendorong jendela terus melompat keluar ....    Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong

Cari Blog Ini