Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 11


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 11


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   "Cu-cengcu mesti marah begini rupa? Beginilah duduk persoalan-nya, Cu-cengcu yang kami undang kemari tidak percaya bahwa kau adalah cengcu dari Liong-bin-sanceng, maka terpaksa kuiringi dia kemari melihatmu, kukira kalian satu sama lain pasti kenal, tak perlu aku memperkenalkan kalian lagi."   Terunjuk rasa kaget, heran serta curiga sorot mata Cu Bun-hoa, katanya setelah mengawasi Ling Kun-gi .   "Siapakah cengcu Liong-bin-san-ceng? Lohutidaktahu." "Kenapa Cu-cengcu masih pura2? Sejak kutawan tadi, mukamu sudah kucuci bersih, siapa di antara kalian adalah Cu-cengcu tulen, tentu kalian sendiri mengerti." "Sedikitpun aku tidak mengerti,"   Seru Cu Bun-hoa marah. Lalu dia berpaling kepada Ling Kun-gi, bentaknya.   "Siapa kau?"   Sekilas Kun-gi mengerut kening, tapi otaknya yang cerdik lantas berkeputusan bagaimana dia harus bersikap katanya, ter-gelak2.   "Siapa Lohu? Kalian memang pandai main sandiwara.   Di dalam bubur kalian menaruh racun, menutuk Hiat-to di dadaku lagi, dalam hatikaliansudah tahusendiri, kenapatanyakepadaku malah?"   Kalau kepepet timbul akalnya, secara tidak langsung kata2nya ini memberi mengingatkan Cu Bun-hoa yang sembunyi di kamar rahasia, bahwa dia pasti menyaksikan bagaimana In Thian-lok menutuk Hiat-tonya, kalau Cu Bun-hoa dihadapannya ini samaran pihak lawan sengaja mau menjajal dirinya, maka kata2nya itupun tidakakan menarikperhatianpihaklawan- Ternyata sorot mata Cu Bun-hoa tampak berubah, mendadak dia bertanya dengan mengirim gelombang suara.   "Betulkah kau Linglote?" -Kini terbukti bahwa Cu Bun-hoa dihadapannya memang tulen. Dengan mengelus jenggot dan manggut2 Kun-gi menjawab dengan gelombang suara.   "cayhe memang Ling Kun-gi, bagaimana Cu-cengcu bisa tertawan mereka?" "Lohu terjebak dan di bokong oleh perempuan siluman itu .........."   Keduanya saling tatap dan pura2 saling mengamati, mereka bicara secara diam2, tapi sampai di sini pembicaraan mereka tiba2 Hian-ih-lo-sat cekikikan, tukasnya.   "Kalian sudah selesai bicara?"   Tangannya menuding ke arah Cu Bun-hoa, katanya lebih lanjut. "Kukira Cu-cengcu yang ini perlu istirahat pula, kami tidak mengganggumu lagi."   Tampak Cu Bun-hoa berbangkis, kelihatan semakin loyo dan kecapaian, pelan2 dia menjatuhkan diri dan rebah pula di atas pembaringan- Keruan Kun-gi terperanjat, batinnya.   "Mungkin perempuan siluman ini mengerjainya lagi?"   Sambil tersenyum Hian-ih-lo-sat pun angkat tangannya ke arah Ling Kun-gi, katanya.   "Silakan Cu-cengcu duduk di luar."   Kun-gi sudah waspada, melihat tangan orang bergerak ke arahnya, lekas dia menyurut mundur sambil tahan napas, katanya sambil menjengek.   "Tak tersangka ia juga ahli pemakai obat bius." "Cu-cengcu tidak usah kuatir,"   Ujar Hian-ih-lo-sat sambil cekikikan genit dan mengerling.   "peduli kau ini yang tulen atau palsu, kau tetap sebagai tamu terhormat Coat Sin-san-ceng kita, aku tidak akan menggunakan obat bius terhadapmu, mari silakan kita bicara di luar saja."   Entah muslihat apa di balik keramah tamahan orang, terpaksa Kun-gi ikut keluar. Mereka kembali ke kamar tamu dan duduk di tempat semula. "Nona coh masih ada urusan apa, katakan saja,"   Kata Kun-gi.   "Kau sudah berhadapan dengan Cu-cengcu yang asli, kalau tidak salah malah kalian sudah mengadakan pembicaraan, kini tak perlu menyinggung siapa tulen siapa palsu, tapi satu hal perlu kutegaskan padamu ........" "Soal apa?" "Mengenai obat penawar getah beracun itu." "cayhe sudah bilang ........." "Aku mengerti,"   Tukas Hian-ih lo-sat.   "kalau kau bisa ubah getah hitam kental itu menjadi air bening, pasti telah menemukan obat penawarnya, setelah kau menciptakan obat penawarnya baru kalian yang tulen dan palsu boleh pergi dari coat-sin-san Ceng dengan selamat." "Kau mengancam dan memeras Lohu?"jengek Kun-gi. "Jangan pakai istilah mengancam atau memeras segala, terlalu menusuktelinga, katakansajasebagaisyaratimbalan-"   Bertaut alis Kun-gi, katanya.   "cayhe tidak begitu yakin-"   Mendadak berubah ketus nada Hian-ih-lo-sat, katanya.   "Kau harus menyelesaikantugasmu, kuberiwaktuselama10 hari." "Mungkin sulit, 10hari terlalupendekwaktunya, cayhe....   " "10 hari sudah terlalu lama bagiku, sebetulnya cukup lima hari."   Setelah me-nimang2 Kun-gi berkata sambil menggeleng.   "10 hari betul2amat...."   Hian ih-lo-sat berdiri, katanya tandas.   "Tak usah bicara lagi, semoga dalam 10 hari ini kau bisa menyerahkan obat penawarnya, kalautidak... ."   Kun-gi ikut berdiri, tantangnya.   "Memangnya kenapa kalau tidak?" "Kalau tidak kau serahkan obat penawarnya dalam 10 hari, urusan menjadi berabe bagi kita semua. Nah, silahkan Cu-cengcu."   Mendadak tergerak hati Kun-gi, kata2 "kita semua"   Mungkin terlanjur diucapkan-Kita semua, yang dimaksud mungkin termasuk dia sendiri, itu berarti orang di belakang layar itu sudah mendesak terlalu keras, maka perintah batas waktu 10 hari tidak boleh ditawar lagi, maka dirinya harus tepat waktunya menyerahkan obat penawarnya.   Kun-gipun tidak banyak bicara lagi, setelab menjura dia berkata.   "cayhe akan bekerja sekuat tenaga."-ia menyingkap kerai dan beranjak keluar.   Ia menyusuri jembatan liku sembilan menuju ke deretan kolam bunga, sepanjang jalan ini dia melangkah lambat2, waktu dia tiba di depan gunung buatan, tampak Tong Thian jong tengah mendatangi dari jalanan kecil berbatu krikil sana sambil menggendong tangan, waktu melihat Kun-gi segera dia menyongsong sambil tertawa.   "Cuheng sudah kembali?"   Lekas Kun-gi memberi hormat, katanya.   "o, kiranya Tong-heng sedang jalan2 disini." "Menjelang magrib ini pemandangan alam disekitar sini sungguh indah,"   Ujar Tong Thian-jong. Lalu dengan gelombang suara dia bertanya.   "Ling-lote, untuk apa bocah she Dian itu mengundangmu kepaseban sana? Kuatir mengalami kesulitan, Lohu ditugaskan naik ke atas bukit mengawasi keadaan sana, sementara Un-heng berada di kolam bunga, di belakang gunung buatan sana, bila perlu kami akan memberi bantuan padamu."   Demikianlah sembari ber-cakap2 dan bersenda gurau mereka menyusuri kolam bunga sana, setelah celingukan tidak terlihat bayangan orang, secara ringkas Kun-gi ceritakan pengalamannya tadi. Tong Thian jong kaget, katanya.   "Cu-heng terjatuh juga ke tanganmereka, bagaimana inibisaterjadi?"   Kun-gi menengadah memandang ke tempat yang jauh, katanya.   "Hian-ih-lo-sat menjadikan cu cengcu sebagai sandera untuk mendesakku menyerahkan obat penawarnya dalam 10 hari, sekarang urusan belum kasip.   apa2 menolong orang boleh ditunda sementara, sulitnya kebun ini dikelilingi air, sukar untuk terbang keluar...." "Bukankah Ling-lote pernah bilang bahwa waktu kau datang tempo hari, jelas perkampungan ini terletak di depan kaki gunung, tiadaairyang mengelilingiperkampungan ini?" "Ya,justeru di sinilah letak persoalannya yang sulit terpecahkan .   ...   "   Lalu dengan suara lirih dia menambahkan.   "menurut dugaan cayhe, lorong bawah tanah untuk keluar masuk terletak di bawah coat-sin-san-tang ini."   Tong Thian-jong manggut2 menyatakan sependapat.   Ling Kun-gi lantas utarakan pendapatnya.   "Kim-khek itu merupakan sebuah paseban yang berdiri di atas air, tapi menurut dugaanku di sanalah tempat untuk menyekap para tawanan, kalau tidak.   buat apa Hian-ih-lo-sat memanggilku kesana."   TongThian-jong manggut2,ujarnya."Yaamasukakal" "Kalau betul paseban itu tempat untuk menyekap tawanan, pasti bukanCu-cengcu sajayangditawandisana."   Terkesiap Tong Thian-jong, tanyanya.   "Jadi Ling-lote kira Locit, Un In ji dan lain2 juga terjatuh ke tangan mereka?" "Mungkin saja, di antara mereka termasuk Kim Kay-thay, ciangbunjin murid2 preman Siau-limpay, Lam-kiang-it-ki Thong-pithian-ong, Kiam hoan-siang-coat Siau Hong-kang dan puteranya dari Lam-siang."   Berpikir sebentar, Tong Thian-jong berkata dengan menghela napas.   "Jika benar orang2 itu terjatuh ke tangan mereka, kita berempat mungkin bukan tandingan mereka, masa kita mampu menolong mereka?" "Soal menolong orang bukan urusan sulit,"   Ujar Kun-gi.   "bicara tentang kepandaian silat sejati, kuyakin sukar bagi mereka untuk membekuk orang sebanyak itu, mereka pasti menggunakan muslihat dan main sergap ........"   Sembari bicara tanpa terasa mereka tiba di ujung timur kebun.   Di sini letaknya sudah dekat dengan pemukaan air sungai, sepanjang pinggiran sungai dipagari kayu merah, di luar pagar sana ditanami pula pepohonan Yang-liu.   Selepas mata memandang permukaan seluas puluhan tombak ini begitu tenang laksana kaca, di seberang sana pohon2 Yang-liupun berderet menjuntai dahan2nya, pegunungan nan hijau permai melatar belakangi panorama yang sejukdannyaman ini.   Berpegang pada pagar kayu, mereka memandang ke permukaan air, perasaan seperti tertindih barang berat.   Kecuali mereka bisa menemukan jalan keluar dari Coat Sin-san-ceng ini, kalau tidakbukan saja sulit menolong teman, untuk menyeberang sungai inipun tak mungkin Diam2 Kun-gi me-nimang2 cara bagaimana dirinya harus menyelidiki siapa2 yang terkurung di dalam paseban itu? Menyelidiki di mana letak mulut jalan rahasia di bawah coat -sin-san-ceng ini? Sem-bari berpikir, tanpa sadar dia menjemput sebuah krikil, di mana tangan kiri terayun, batu krikil itu dia sambitkan ke tengah permukaan sungai, Gerakannya ini boleh dikata acuh tak acuh atau iseng belaka.   Betapapun usia Kun-gi baru likuran, watak kekanakan masih belum hilang seluruhnya, belum lagi Tong Thian-jong yang sudah berusia lebih setengah abad, tak mungkin dia main lempar batu segala.   Bahwa Kun-gi berkebiasaan menggunakan tangan kiri atau kidal, memang sudah sejak kecil berkat didikan gurunya, karena gurunya adalah Hoan-jiu-ji-lay (siBuddha kidal) yang tersohor menggunakan tangan kiri, oleh karena itu, kekuatan tangan kirinya tentu jauh lebih besar daripada tangan kanan-Walau hanya iseng dan seenaknya saja dia sambitkan batu krikil itu, tapi batu krikil itu meluncur tak kalah cepatnya daripada anak panah yang terlepas dari busurnya, malah mengeluarkan deru angin kencang lagi.   Tong Thian-jong sampai melongo, tak dikiranya semudainiusiaLingKun-gisudah memilikikekuatanbeginihebat.   Pada saat itulah tiba2 terjadi suatu keanehan.   Batu kerikil itu meluncur kira2 lima-enam tombak.   jadi semestinya kerikil itu masih meluncur di atas permukaan air sungai yang lebarnya lebih sepuluh tombak, tak terduga tiba2 terdangar suara.   "traak"   Yang keras. Ternyata batu krikil itu telah menyentuh "permukaan air"   Yang tenang bening itu serta mengeluarkan suara aneh, suara benda pecah ber-keping2. Suara "trak"   Yang agak keras itu sudah tentu menimbulkan perhatian Ling Kun gi dan Tong Thian-jong.   serentak mereka memandang ke tempat kejadian-.   Waktu itu memang sudah magrib, matahari sudah hampir terbenam, alam semesta mulai ditaburi keremangan, tapi jarak limaenamtombaktidakterlalu jauh, keadaan masihbisaterlihatjelas.   Begitu mereka tumplek perhatian memandang ke sana, permukaan air yang kelihatan tenang itu setelah tersentuh krikil tadi ternyata meninggalkan bekas2 warna hitam retak sebesar buah apel.   Batu krikil timpukan Kun-gi membuat retak permukaan air, dan permukaan air ternyata membuat batu kerikil itu pecah ber-keping2.   Bukankah hal ini merupakan kejadiananehyangtidak masukakal? Semula Ling Kun-gi dan Tong Thian-jong sama melongo, akhirnya saling pandang sambil tertawa penuh arti.   Karena kejadian ini membuktikan bahwa permukaan air dalam jarak lima-enam tombak itu, hakikatnya bukan permukaan air.   Kalau permukaan air bukan permukaan air, lalu apa? Kedua orang ini sudah tahu sekarang, permukaan air dalam jarak enam tombak dari daratan itu, sebetulnya adalah sebuah dinding tembok yang tinggi.   cuma pada dinding itu dilukis sedemikian rupa sehingga menyerupai permukaan air yang tulen, demikian pula pohon2 Yang-liu yang menjuntai menyentuh permukaan air di seberang, setelah ditambah alam pegunungan menghijau di luar tembok.   selintas pandang lantas kelihatannya mirip betul air sungai yang mengalir dengan tenang.   Apalagi di luar pagar kayu, di atas tanggul sungai sebelah luar ditanami pohon2 asli yang rimbun dan ber-goyang2 tertiup angin lalu, sehingga menjadi aling2 pandangan orang di sebelah sini, seolah2 seorang melihat sekuntum bunga di tengah kabut, maka sulit baginya untuk membedakan bahwa permukaan air disebelah luar itu hanyalah lukisan di atas dinding belaka.   Pembuat dekorasi ini memang lihay dan ahli betul2.   Kalau Kun-gi tidak main lempar batu tanpa sengaja, sungguh mimpipun mereka tidak akan menduga tadinya lukisan yang mengelabui pandangan mata ini.   Tapi hal ini tidak menjadikan persoalan lebih mudah diselesaikan, meski rahasia lukisan ini sudah diketahui, permukaan air yang semula lebar puluhan tombak kini kenyataan hanya lima-enam tombak.   bagi seorang ahli Ginkang, untuk melompat sejauh limaenamtombak memang bukan pekerjaansukar.   Sukarnya justeru di luar lima-enam tombak dari permukaan air ini mereka teralang oleh pagar tembok yang begitu tinggi.   Tiada tempat berpijak lagi di kaki tembok.   manusia bukan burung yang dapat terbang, umpama mampu melompati permukaan air ini, cara bagaimana akandapat melompatitembok setinggi itu? Setelah saling pandang dan tertawa, wajah Ling Kun-gi dan Tong Thian-jong akhirnya sama2 kecut dan mengerut kening, mereka menyadari adanya kesulitan2 yang tidak teratasi ini .Jadi walau rahasia permukaan air ini sudah terbongkar, tumbuh sayappun mereka tak bisa keluar, umpama nanti berhasil menemukan di bawah tanah dan menolong keluar kawan2 yang disekap di sana, mereka tetap harus menemukan pula jalan keluar yang mereka dugapastiberadadi bawahperkampunganbesar ini.   Dengan tajam Tong Thian-jong pandang sekelilingnya, agaknya tiada orang menyaksikan kejadian di sini, maka dengan suara lirih dia berkata.   "Ling-lote, kita masih punya waktu 10 hari, soal ini harusdirundingkan lebihdulu, kitajangan lama2disini."   Kun-gi mengangguk.   seperti tidak terjadi apa2, sambil mengobrol mereka terus kembali ke pondok mereka.   Makan malam mereka biasanya disediakan di tempat penginapan.   Cek Seng-jiang pernah mengatakan pondok ini boleh dianggap sebagairumah sendiri.   Setiap kali habis makan malam Kun-gi pasti keluar jalan2 di taman, tapi malam ini banyak persoalan yang bergelut dalam benaknya, maka malam ini dia tidak keluar jalan2 seorang diri dia duduk di kursi malas di bawah jendela, bermalas2an-Tapi otaknya terus bekerja, berdaya cara bagaimana menyelidiki kurungan bawah tanah dipaseban air itu cara bagaimana supaya menemukan jalan rahasia keluar masuk Coat Sin-san-ceng ini? Kedua tugas berat ini harus dia kerjakan tanpa diketahui orang2 coat-sin-san-ceng, langkah kedua baru berusaha menolong para kawan yang tertawan Ing-jun memang pelayan yang telaten dan cepat meraba keinginan dan perasaan orang, melihat Kun-gi pejamkan mata seperti sedang memeras otak.   dia tahu hari ini orang berhasil menawarkan getah beracun, mungkin sekarang sedang memikirkan cara pembuatan obat penawarnya, maka diam2 dia seduh sepoci teh, ia taruh di meja kecil di pinggir kursi malas, katanya lirih.   "Cucengcu, minum teh."   Terbelalak mata Kun-gi, katanya tertawa.   "Ing-jun, pergilah istirahat, takusahkau melayani-ku lagi."   Ing-jun tertawa lebar, katanya.   "Baiklah, hamba mohon diri, hari ini Cu-cengcu pasti lelah, lekaslah istirahat."   Lalu dia mengundurkan diri.   Kun-gi berkeputusan malam ini dia akan menyelidiki coat-sin sanceng.   Sudah tentu iapun menyadari bahwa menyelidiki Coat Sinsan-ceng berarti menempuh bahaya besar, tapi tanpa masuk ke sarang harimau cara bagaimana bisa mendapatkan anak harimau? Tanpa menempuh bahaya, bagai-mana bisa berhasil dalam penyelidikannya.   Sekarang baru kentongan pertama, belum saatnya dia bertindak.   pelan2 dia teguk secangkir teh, karena Waktu masih dini, dia padamkan lenteralalududuk samadidiataspembaringan Kira2 setengah jam kemudian, tiba2 didengarnya langkah cepat tapi ringan mendatangi di luar pintu seperti takut diketahui orang, setiap langkahnya bergerak sedemikian enteng dan hati2.   Untung Kun-gi memiliki Lwekang tinggi, kupingnya teramat tajam, kalau orang biasa pasti tidak akan mendengarnya.   Kaget dan heran Kun-gi, orang ini bisa masuk ke pekarangan tanpa diketahui olehnya, setelah orang merunduk dekat pintu baru diketahui, ini membuktikan bahwa Ginkangnya sudah cukup tinggi.   Dia menyelundup ke pondok para tamu, langsung menuju ke kamar tidurnya ini, entah kawan atau lawan? Mungkin orang Coat Sin-sanceng? Atau orang dari luar? Pada saat dia men-duga2 inilah orang itu sudah berada di depan pintu kamarnya, berhenti, gerak-geriknya sangat hati2, ditunggu sekian lama dan ternyata keadaan tetap tenang2 saja.   Sudah tentu Kun-gi tidak berani gegabah, dengan sabar dia menunggu perkembangan.   Ternyata orang di luar juga amat sabar, sudah sekian lamanya tetap tidak menunjuk gerakan apa2, hanya berdiri tenang tanpa bergerak.   Ling Kun-gi sudah mendengar suara napasnya yang lirih, tapi karena orang tidak bergerak.   maka dia tetap samadi di atas ranjang, tidak bergeming juga.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Begitulah kira2 satu jam lamanya, mendadak Kun-gi yang duduk dikegelapan menyengir sendiri, ia tertawa tanpa bersuara.   ia tertawa karena maklum apa yang bakal terjadi.   orang di luar tetap tidak bergerak, tapi hidung Kun-gi sudah mengendus semacam bebauan yang semakin keras memenuhi ruang kamarnya.   Kiranya orang di luar tak bergerak karena mempersiapkan diri untuk menggunakan Ngo-king-hoan-bun-hian, asap wangi yang membius dan membuat orang mabuk.   Bicara soal menggunakan obat bius, di kolong langit ini mana ada yang bisa menandingi keluarga Un di Ling-lam, kantong sulam pemberian Un Hoan-kun selalu tergantung di dadanya, obat khas bikinan keluarganya tersimpan di dalam botol, khusus untuk memunahkan segala macam obat bius, lalu obat bius macam apa yang ditakuti Ling Kun-gi sekarang?.   cuma hati kecilnya merasa herandantakhabis mengerti.   Bahwa orang di luar menggunakan asap bius, tujuannya tentu membius dirinya, lalu apa maksud tujuannya membius dirinya? Maka pelan2 tanpa banyak mengeluarkan suara akhirnya dia sengaja menjatuhkan diri, rebah miring.   Ingin dia membuktikan siapa yang membius dirinya? Apa pula muslihat di balik kejadian ini? Untuk membongkar teka-teki ini, terpaksa dia harus pura2 terbius.   Bau wangi dalam kamar semakin tebal, kira2 seperempat jam telah berkelang pula, di luar pintu kembali terdengar derap langkah lirih mendatangi dan berhenti di depan pintu pula .Jelas ada orang kedua yang baru datang, maka terdengar suaranya lirih bertanya.   "Sudah kau kerjakan?"   Pendatang pertama menjawab.   "Sedang berlangsung."   Orang yang datang belakangan tertawa lirih.   "Dia sudah teracun oleh obat pembuyar Lwekang mereka, tenaganya paling2 tinggal tigapuluh persen, kenapakau bertindak beginihati2?" "Tugas yang harus kita laksanakan harus berhasil pantang gagal, mau tidak mau harus hati2,"   Sahut orang pertama, setelah merandek dia balas bertanya.   "Urusan di dalam bagaimana, sudah beres?"   Orang yang baru datang menjawab.   "Sudah beres semua, orangnyapun sudah kubawa kemari, obat penawarnya juga sudah kuperoleh, hanya tunggu urusan di sini selesai, kau boleh memberi obat penawarnya, supaya dia lekas bangun, setelah kau pergi, paling2 mereka curiga bahwa kaulah yang membebaskan dia, pasti takkan percaya adanya main tukar menukar yang kita lakukan ini."   Mereka ber-cakap2 dengan suaralirih di luarpintu, tapiLing Kungi jelas mendengar percakapan ini, ia bertambah bingung dan tak habis mengerti.   Siapakah kiranya kedua orang yang berada di luar pintu? orang pertama yang menebarkan asap wangi dari luar pintu, ternyata pelayan yang diharuskan melayapi dirinya di Lan-wan, yaitu Ing jun.   Sedang yang datang belakangan adalah pelayan pribadi Hian-ih-losat, yaitu Giok-jin adanya.   Dari percakapan ini Ling Kun-gi berkesimpulan, se-olah2 mereka menolong seseorang lalu hendak menukar orang itu dengan dirinya, memangnya mereka bukan sekomplotan dengan Cin-Cu-ling? Urusan agaknya berkembang semakin ruwet.   Supaya tidak mengecutkan pihak sana, Kun-gi berkeputusan untuk mengikuti perkembangan selanjurnya secara diam2.   Asap wangi masih tebal memenuhi kamar tidur, pelan2 pintu kamarnya di dongkel dari luar dan terbuka, yang menerobos masuk lebih dulu adalah Ing-jun.   Wajahnya yang biasa molek kini kelihatan agak tegang, langkah kakinya begitu ringan tanpa mengeluarkan suara, waktu dia sampai di depan pembaringan, melihat Kun-gi rebah miring, mata terpejam, jelas sudah terbius.   Rasa tegangnya segera berubah senyum kemenangan, pelan2 dia mengulur tangan membalik kelopak mata Ling Kun-gi, dengan seksama dia memeriksa sekian lamanya.   Sudah tentu Kun-gi diam2 saja tanpa bergerak.   terserah apa yang akan dilakukan atas dirinya, tapi terasa olebnya jari2 Ing-jun yang menyentuh mukanya rada gemetar, diam2 ia geli.   Untunglah ia berhasil mengelabui Ingjun, gadis itu membalikbadansertaberkata kearahpintu."Bolehlah gotongdia masukkemari." "Dia?"   Diam2 Kun-gi ber-tanya2 dalam hati, entah siapa yang hendakdigotong kemari? Maka orang di luar segera bertepuk pelahan dua kali, tapi di malam nan sunyi ini kedengaran jelas dan nyaring, jelas Giok jin yang bertepuk tangan-Cepat sekali kerai tersingkap.   dua pelayan baju hijau menggotong seorang masuk ke dalam kamar, Giok jin menurunkan kerai, cepat iapun berlari masuk.   Diam2 Kun-gi mengintip.   ia melihat orang yang dipapah masuk kedua pelayan ini ternyata adalah ciam liong Cu Bun-hoa yang asli.   Kedua matanya terpejam, badannya lunglai jelas iapun jatuh pulas oleh asap wangi yang membius.   Hal ini betul2 membuat Ling Kun-gi kaget dan heran, batinnya "Cu-cengcu menjadi tawanan Hian-ih-lo-sat dan dikurung di paseban sana, mereka menolongnya keluar lalu mengirimnya kemari, apa sih sebetulnya tujuan mereka?"   Maka didengarnya Ing-jun berkata.   "Waktu amat mendesak. Giok-jin cici, kalian harus lekas berangkat."   Dari bajunya dia keluarkansegulungkertasputih, katanyasambildiangsurkan."inilah catatan resep obat yang dibuat oleh ling-hoa ci-ci, (pelayan yang berkuasa di kamar obat Hiat-ko-cay), tiga kali obat2an yang diambil cu cengcu semua dia catat di sini, simpanlah baik2 dan jangan sampai hilang."   Kembali Kun-gi membatin.   "Kiranya ling-hoa di kamar obat itu jugasekomplotandenganmereka,jadiparagadiscantik molekyang bekerja di sini agaknya dari komplotan lain yang sengaja menyelundup kemari."   Giok-jin terima gulungan kertas terus menyimpannya, dia memberi tanda pada kedua pelayan, mereka menurunkan Cu Bun- hoa, terus menghampiri pembaringan, dengan gerakan terlatih dan cekatan mereka angkat Ling Kun-gi beserta kemulnya.   Sementara Ing-jun desak Giok-jin angkat Cu Bun-hoa dan dibaringkan di atas ranjang.   Baru sekarang Kun-gi mengerti.   Istilah tukar-menukar yang diperbincangkan tadi kiranya menukar Cu Bun-hoa asli dengan dirinya.   Jadi mereka berani berbuat sejauh ini, kiranya juga lantaran dirinya berhasil menawarkan getah beracun itu.   Hal ini dapat dibuktikan oleh tiga kali catatan Hing-hoa atas obat2an yang pernah diambilnya, catatan itu kini berada di tangan Giok-jin dan akan dibawa keluar.   Lalu dengan cara apa pula mereka akan mengangkut keluar dari sini? Hal ini lantas menimbulkan persoalan lain pula dalam benaknya.   Yaitu bagaimana dirinya harus bertindak? Terus pura2 semaput, terserah apa yang hendak mereka lakukan atau segera membongkar muslihat mereka? Otaknya bekerja cepat sekali, setelah dia timbang antara yang berat dan enteng, dia rasa beberapa gadis pelayan molek pasti adalah pion dari suatu komplotan lain yang sengaja diselundupkan ke sini, mereka sudah tersebar luas dan menduduki berbagai posisi di dalam Coat Sin-san-ceng ini.   Kalau sekarang dia diam saja, terserah apa yang hendak dilakukan mereka, kemungkinan bisa bertemu dengan dedengkot mereka, kemungkinan pula bisa sekaligus membikin terang asal-usul Cin-Cu-ling.   Mendadak ia teringat pada Cek Seng-jiang yang pernah menyinggung nama Sam-goan-hwe, mungkinkah gadis molek ini orang2 dari Sam-goan-hwe? Maka dia berkeputusan membiarkan dirinya digotong entah ke mana, yang terang dia akan "bertamasya"   Menyerempet bahaya. Waktu itu Ing-jun sudah keluarkan sebuah karung dari bawah kasur, Giok jin membantu dia membuka mulut karung, dua pelayan yang lain lantas angkat Kun-gi dan didorong ke dalam karung, mulut karung lalu diikat. "Kebetulan malah,"   Demikian pikir Kun-gi.   "aku diangkut kemari dalamkarung, kinidiangkutkeluarpuladengancarayangsama."   Setelah mulut karung terikat kencang, dengan kuku jarinya Kun- gi membuatlubang kecildiataskarung. Terdengar Giok-jin berkata.   "Kita harus segera berangkat, boleh kau beri minum obat penawar padanya, setelah bangun tentu dia tanya tempat apakah ini? Bagaimana bisa berada di sini? Maka boleh kau katakan padanya bahwa Cu-cengcu yang tinggal di sini yang menolongnya. Dia pasti tanya pula padamu ke manakah Cu- cengcu yang tinggal di sini? Maka katakanlah bahwa setelah menolong dia, Cu-cengcu yang tinggal di sini lantas keluar dan suruh dia bersabar, kalau dia masih mengajukan pertanyaan lain, katakan kau tidaktahu apa2"   Ing-jun mengangguksambil menjawab.   "Ya, Siaumoay ingat." "Baiklah, marikitaberangkat,"kataGiok-jin, "Dengan membawa karung, entah cara bagai-mana mereka akan keluar?"   Demikian batin Ling Kun-gi sambil mengintip keluar.   Tampak Ing-jun dan seorang lagi beranjak ke ujung dipan lalu mengangkatnya ke samping, mereka menyingkap babut lalu menyongkel keluar dua ubin, maka tampaklah sebuah lubang gelap di bawahnya.   Ternyata di bawah pembaringan ada sebuah jalan rahasia di bawah tanah.   Giok-jin mendahului melompat turun, lalu memberi tanda kepada kedua pelayan lain, lekas kedua pelayan gotong karung ke depan mulut lubang, seorang melorot turun ke dalam lubang, ing-jun segera bantu mendorong karung masuk ke lubang itu.   Ternyata lorong bawah tanah ini terlalu sempit, mereka harus berjalan dengan merangkak.   jadi karung itu terpaksa harus ditarik dan didorong pelan2 terus meluncur ke depan-Begitulah Kun-gitelah diselundup keluar oleh mereka..   Pada malam itu juga, kira2 kentongan kedua, pada jalanan yang tembus dari Liong-bun-kin menuju ke Say-hong-kiu, muncul serombongan orang, ada pejalan kaki ada pula yang naik kuda, jumlah ada dua puluh orang, duduk di atas kuda yang paling depan adalah seorang berbadan tinggi beralis hitam bermata cekung, usianya sekitar 50-an, mengenakan jubah biru, sikapnya kelihatan kereng dan sedikit dingin angkuh, Di belakangnya adalah delapan laki2 kekar berlangkah cekatan, kepala terikat kain biru, pakaian-pun serba biru ketat, golok besar terpanggul dipunggung mereka.   Menyusul tiga ekor kuda bagus, yang depan ditunggangi seorang pemuda cakap berjubah sutera biru, di belakangnya adalah dua ekor kuda yang ditunggangi dua gadis rupawan, yang sebelah kanan berperawakan ramping semampai, dan mengenakan pakaian ungu ketat berikat pinggang merah.   Gadis sebelah kiri bertubuh agak pendek tapi cekatan dan lincah, berpakaian serba coklat.   Di belakang tiga ekor kuda ini adalah sebuah tandu yang dipikul empat laki2.   Di belakang tandu diiringi delapan ekor kuda pula, penunggangnya semua berseragam hitam, berikat kepala kain hitam pula, tapi semua penunggangnya adalah perempuan yang menggendong pedang.   Usia mereka rata2 sudah lebih dari empat puluh, kantong besar tergantung di pinggang masing2, tangan kiri semua memakai sarung tangan terbuat dari kulit menjangan, selintas pandang sudah jelas bahwa mereka ahli menggunakan senjata beracun.   Rombongan cukup besar ini menempuh perjalanan dengan langkah cepat, walau malam gelap dan sunyi senyap kecuali suara derap kuda, rombongan mereka laksana seekor naga panjang hitam yang menyusur jalan pegunungan Kira2 setengah li mereka keluar dari Liong-bun-kiu, mendadak dari hutan sebelah kiri berkumandang sebuah bentakan.   "Langit mencipta bumi merancang."   Laki2 paling depan yang menunggang kuda mendengus keras2, hardiknya.   "Wakil langit mengadakan ronda."   Pertanyaan tanpa juntrungnya, jawaban singkat tidak menentu artinya.   Tapi wibawa dari jawaban ini sungguh tidak terduga, maka tampaklah bayangan orang bergerak.   di dalam hutan puluhan laki2 berpakaian hitam berlari2 keluar lalu berbaris rapi di pinggir jalan, mereka berdiri tegakhormattanpabergerak.   Seorang laki2 yang mengepalai barisan ini segera tampil ke depan memberi salam hormat kepada kakek berjubah biru di atas kuda."HambaKwecit-lungtidaktahu bahwaThian-sutelah tiba.   ."   Dingin kaku sikap laki2 jubah biru, tiba2 dia memberi tanda gerakan tangan ke belakang.   Delapan Busu di belakangnya serempak mengayun tangan kanan ke udara.   Di tengah malam yang gelap pekat itu, kecuali terlihat gerakan tangan mereka, tiada apa2 yang kelihatan lagi, tapi hanya sekejap saja, terdengarlah suara gedebukan yang ramai diselingi percikan api warna biru di depan hutan, kembang api hanya berpercik sekilas lenyap.   tapi puluhan laki2 yang berbaris rapi di depan hutan di pinggir jalan itu satu persatusamaterjungkalroboh tanpa mengeluarkan keluhanapa2.   Kakek berjubah biru itu tidak hiraukan lagi mati hidup mereka, kembali ia memberi tanda ke belakang, lalu keprak kudanya kedepan-Kedelapan Busu seragam biru dibelakangnya serempak juga memberi ulapan tangan ke belakang, mereka juga keprak kuda mengikuti langkah kakek, jubah biru.   Begitulah rombongan mereka laksana seekor naga hitam yang melingkar2 menempuh perjalanan dijalan pegunungan yang turun naik berputar kian kemari.Jarak antara Liong-bun-kin dengan Sayhong kiu kira2 ada 20 an li, sepanjang jalan beruntun mereka dicegat tujuh-delapan pos penjagaan, tapi semuanya dengan mudah dibereskan oleh kedelapan Busu seragam biru, semuanya roboh binasa tersapu oleh percikan kembang api warna biru yang ganas, sampaipun mayat dan tulang belulang merekapun lenyap menjadi cairan darah.   Maka dengan leluasa rombongan ini terus maju menuju ke Say-hong-kiu.   Tampak dari kejauhan sebuah perkampungan besar berdiri di kaki sebuah gunung yang terletak di sebelah utara, perkampungan ini berada di tanah datar yang dikelilingi gunung.   Malam pekat, tak terlihat setitik sinar api, tak terdengar gerakan apa2 pula dari perkampungan besar itu.   Besar perhatian si kakek jubah biru yang berada di atas kudanya terhadap perkampungan di depan sana, tiba2 ia angkat tangan ke balakang, itu tanda barisan di belakang harus berhenti, tanpa bersuara rombongan lantas berhenti di depan hutan.   Gadis lincah baju cokelat yang duduk di kuda sebelah kiri segera keprak kudanya ke depan, tanyanya pada kakek jubah biru.   "Pacongkoan, bagaimana keadaannya?"   Si kakek berjubah biru menggeleng dan berkala.   "Tiada apa2, cuma gelagatnya jejak kita sudah diketahui mereka, lampu dalam perkampungan dipadamkan semua, tidak menunjuk gerakan apa2 lagi, jelas mereka sudah bersiap menyambut kedatangan kita."   Nona baju ungu juga keprak kudanya ke depan, katanya sambil mencibir bibir.   "Memangnya kenapa kalau sudah bersiap2. Kita toh tidak akan main sergap. hayolah hadapilah secara terang2an saja."   Tengah bicara tandu yang di belakang, itupun tiba di depan hutan, terdengar suara serak nyonya tua berkata dari dalam tandu. "Pacongkoan, kenapaberhentidisini?"   Ter-sipu2 kakek, jubah biru menjura di atas kudanya, sahutnya. "Maklum Hujin, di dalam perkampungan tiada nampak sinar api, mungkin mereka sudah ber-siap2, hamba kira kita jangan bergerak secara serampangan."   Nona baju ungu segera bicara.   "Bu, kita kan hendak berhadapan secara terang2an, tunggu apa lagi?"   Pemuda yang berjubah sutera tertawa, katanya.   "Watak adik memang berangasan, meski kita akan berhadapan terang2an, paling tidak harus tahu dulu gelagat dan keadaan mereka."   Nyonya tua dalam tandu tersenyum, katanya.   "Kedua budak ini memang tidak sabaran, setiba di tempat tujuan, mana mereka mau menunggu lagi? Pa-congkoan-, sampaikan kartu namaku, suruhlah majikan mereka keluar menemuiku."   Kakek jubah biru mengiakan, segera dia keprak kudanya ke depan-Delapan Busu di belakangnya serempak juga membedal kuda masing2 mengikuti langkahnya.   Sembilan kuda sama-2 berderap ramai, mereka melewati lapangan rumput terus menuju ke depan perkampungan, ketika Kakek jubah biru tarik tali kendali, kuda tunggangannya yang memang pilihan dan terlatih baik segera berhenti tak bergerak lagi.   Delapan Busu pengiringnya juga segera menghentikan kuda mereka serta melompat turun berdiri berbaris di belakang Kakek jubah biru.   Malam gelap dan sunyi senyap.   sudah tentu derap kesembilan kuda itu menerbitkan suara yang gaduh dan ramai, uaranya berkumandang sampai beberapa li jauhnya, setiba di depan perkampungan serentak berhenti maka keheningan kembah mencekamalam nan gelap gulita ini.   Seyogyanya penghuni perkampungan ini mendengar kedatangan kuda2 yang ramai ini, tapi suasana tetap sepi tak kelihatan reaksi apa2.   Berkilat biji mata Kakek jubah biru, dia terkekeh dingin, katanyasambilangkattangan kiri.   "Maju danketok pintu."   Seorang di antara ke delapan Busu mengiakan dan tampil ke depan, dengan keras dia gebrakan gelang tembaga di atas pintu sambil berteriakkeras2 "Hai, adaorang tidak di dalam?"   Sesaat lamanya baru terdengar suara serak lemah bertanya di dalam.   "Siapa di luar? Tengah malam buta main gedor segala?"   Suara orang ini seperti acuh tak acuh dan kemalas2an, pelan2 dia buka palang pintu serta menarik daun pintu, tampak seorang laki2 tua bungkuk, tangan menenteng sebuah lampu dan diangkat tinggi ke atas.   Sinar lampu menyoroti Kakek jubah biru yang bertengger di atas kudanya, demikian pula kedelapan Busu di belakang si tua bungkuk tampak bergidik, serunya gelagapan.   "Toa ..... Toaya ...... kalian ada ........ ada keperluan apa, aku si tua reyot .... ..hanya penjaga pintu belaka."   Ternyata dia kira kawanan penunggang kuda ini adalah perampok. Tajam sinar mata Kakek jubah biru menatap si tua bungkuk, katanya menyeringai dingin.   "Tua bangka, lekas laporkan, katakan Tong-lohujin dari keluarga TongdiSujwan mintabertemu majikan-"   Ternyata orang yang naik tandu itu adalah Tong-lohujin, yang mengiring kedatangannya ada Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing kakak beradik, demikian pula Pui Ji-ping yang membawa mereka kemari.   Sementara kakek tua jubah biru adalah congkoan keluarga Tong, yaitu Pa Thian-gi.   Si tua kucek2 matanya, katanya sambil meng-geleng.   "Toaya mungkin kesasar atau salah alamat, tempat ini hanya rumah istirahat cengcu kami, biasanya cengcu tinggal di kota, perkampungan ini sekarang kosong tanpa penghuni, kecuali aku si tua bangka ini, tiada orang lain-"   Sejenak Pa Thian-gi melenggong, melihat punggung orang yang bungkuk serta gerak-geriknya yang lemah memang mirip seorang tidak mahir silat, maka dia bertanya.   "Siapa she cengcumu itu?" "cengcu kami she Cek."   Sahut si tua bungkuk. "Siapa namanya?"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tanya Pa Thian-gi. "Beliau bernama Seng-jiang, seorang Wang we (hartawan) di dusun ini, sudah cukup bukan?"   Ha-bis bicara, tanpa menunggu jawaban Pa Thian-gi, dia putar tubuh terus gabrukan daun pintu dengan keras.   Mungkin hatinya dongkol sehingga si tua bungkuk ini lupa diri, gerakan kakinya tampak gesit dan cekatan- Sebagai congkoan keluarga Tong, betapa tajam pandangan Pa Thian-gi, walau hanya sedikit gerakan yang tak berarti, namun tak lepas dari penglihatannya.   Seketika mencorong biji matanya, bentaknya dengan suara keras.   "Nanti dulu, tua bangka h... ."   Tapi si tua bungkuk sudah tutup pintu, tidak pedulikan seruannya lagi. Lenyap kumandang bentakan pa Thian-gi, mendadak terdengar gelak tawa seorang yang keras seperti gembreng ditabuh.   "Sudah lama Lohu dengar nama besar keluarga Tong yang terkenal, kalian sudah kemari, biar Lohu mohon pengajaran dari kalian."   Suaranya keras bergema, kuping sampai mendengung. Lekas Pui Ji-ping lari mendekati tandu, katanya lirih.   "Bu, itulah Thong-pi-thian-ang.   "   Ramah suara Tang-lohujin di dalam tandu, katanya tertawa. "Nak, tiada urusanmu, mereka bisa membereskan dia."   Bahwa keluarga Tong berani meluruk kesarang harimau, sudah tentu mereka telah siap tempur.   Dari sebuah jalan kecil di sebelah kiri sana muncul seorang gede berjubah kuning kelam, wajahnya yang kelam nampak mengkilap.   dia memang Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong adanya.   Di belakangnya muncul pula enam laki2 seragam hitam, dengan kerudung kepala hitam pula.   Thong-pi-thian-ong memakai sepasang teklek yang terbuat dari tembaga, tapi langkahnya tetap enteng dan cepat, keenam orang di belakangnya ternyata juga memiliki kepandaian tinggi, mereka ikut ketat di belakang Thong-pi-thian-ong, selangkah-pun tidak ketinggalan- Maklumlah Lam-kiang it ki, si aneh dari daerah selatan berjuluk raja langit berlengan tembaga ini biasanya malang melintang di daerah selatan, betapa tinggi taraf kepandaian silatnya jarang ada tandingannya di kalangan Kangouw.   Tapi empat di antara enam laki2 baju hitam di belakangnya jelas memiliki kepandaian yang tidak lebih rendah dari taraf kepandaian Thong-pi-thian-ong.   Hal ini dapat dibuktikan dari gerak-gerik mereka.   Bahwa Pa Thian-gi diangkat sebagai cong-koan keluarga Tong, sudah tentu dia memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup luas, diam2 ia kaget.   namun tidak gentar, lekas dia memberi tanda ke belakang..kedelapan Busu dibelakangnya segera tarik tali kendali kuda masing2 terus berpencar mengambil posisi suatu barisan.   Kejadian berlangsung hanya sekejap saja, wak-tu Thong-pi thianong muncul, jaraknya masih sekitar 10 an tombak, tapi baru saja Pa Thian-gi memberi tanda kebelakang, tahu2 orang sudah berada di depan Pa Thian-gi, terdengar suaranya keras bergenta.   "Kau pernah apa dengan keluarga Tong di Sujwan?"   Pa Thian-gi memberi hormat, katanya.   "cay-he Pa Thian gi, pejabat congkoan keluarga Tong, entah siapa nama julukan tuan?"   Sudah tahu tapidia sengaja bertanya. Tong pi-thian-ong terbahak, katanya.   "Sebagai congkoan keluargaTong, masakahsiapaakukautidaktahu?"   Pa Thian-gi menjura pula, katanya setengah mengejek.   "cayhe memang kurang pengalaman?"   Mendelik bundar mata Thong-pi-thian-ong, teriaknya gusar. "Aku Thong Ji-hay berjuluk Thong-pi-thian-ong, di mana Lohujin kalian, suruh dia kemari menjawab pertanyaanku."   Pa Thian-gi pura2 kaget, serunya.   "o, kiranya Thong-toaya, maaf cayhe kurang hormat, Lohujin ada di luar hutan, biar cayhe segera lapor kepada beliau."   Terdengar suara Tong lohujin berkata di kejauhan "Tak usahlah, undanglah Thong Ji hay ke-mari saja."   Maka Pa Thian-gi membungkuk, katanya.   "Lo-hujin mengundang Thong-thian-ong."   Bagai kemilau obor sorot mata Thong-pi-thian-ong, sekilas dia menyapu pandang kedelapan Busu yang terpencar itu, dari kedudukan mereka terang sudah mengatur barisan Pat-kwa, wajahnya yang kelam mengkilap menampilkan senyum hina, kata- nya tertawa ejek.   "Barisan seperti ini juga berani dipamerkan, memangnya mampu mengurung Lohu?" "Thong-thian ong tidak pandang barisan ini dengan sebelah mata,bolehsilakan masuksajakedalamnya,"tantangPaThian-gi. "Masuk ya masuk-"   Jengek Thong-pi-thian-ong.   "Lohu ingin buktikan kalian dapat berbuat apa atas diriku?"   Dengan langkah lebar segera dia beranjak ke depan sudah tentu enam orang di belakangnya serempak ikut melangkah maju pula.   Terkulum senyuman riang pada wajah Pa Thian-gi, dia putar kudanya ikut di belakang mereka.   Ke delapan Busu tadi mendadak saling berlompatan, golok terhunus, mereka berdiri tegak di atas pelana kuda.   Kuda mereka memang sudah terlatih baik, tanpa dikendalikan, posisi barisan tetap tidak berubah, pelan mereka merubung maju dari jarak beberapa tombak mengikuti langkah Thong-pi thian-ong.   Sementara itu, delapan perempuan yang ber-gelung kain yang semula berjajar di belakang tandu sekarang juga keprak kudanya berpencar mengelilingi tandu.   Seperti delapan Busu laki2, merekapun mengambil posisi berpencar, dalam jarak tiga tombak.   berkeliling mengatur barisan Pat-kwa-tin dan siap menghadapi segala kemungkinan.   Sama2 Pat-kwa-tin, cuma barisan kaum perempuan lebih kecil dari kedelapan Busu pria, jadi barisan kedelapan Busu perempuan berada dilingkaran dalam, sedang barisan kedelapan Busu pria berada di kalangan luar.   Maka terciptalah barisan Pat-kwa lapis dua.   Thong-pi-thian-ong terlalu takabur, tiada musuh berarti yang terpandang olehnya, sudah tentu musuh2 di depan ini dianggapnya tidak berarti.   Dengan langkah lebar dia menghampiri, enam orang baju hitam di belakangnya mengikuti dengan ketat.   tatkala mereka memasuki lingkaran Pat-kwa-tin kecil, tandu itu tiba2 terangkat ke atas, dari sebelah kiri muncul seekor kuda, penunggangnya pemuda berjubah sutera biru, itulah Tong Siau-khing yang menyoreng pedang.   Keadaan sudah memuncak tegang, tak terduga tiba2 Thong-pi thian-ong bertujuh sama2 tersungkur roboh tanpa bersuara.   Dari dalam tandu terdengar Tong-lohujin berkata.   "Pa congkoan, lekas beriobatpenawarkepada mereka, ingat, jiwaharus dipertahankan."   Lalu dia berpesan kepada delapan Busu perempuan.   "Sekarang kalian yang membuka jalan, tak peduli siapa saja yang kesamplok dengan kalian, bikin mereka roboh keracunan-"   Sementara itu, Pa Thian-gi sudah suruh kedelapan Busu pria menggusur Thong-pi-thian-ong bertujuh.   Kedelapan Busu perempuan segera keprak kuda mereka menerjang ke depan pintu gerbang perkam-pungan besar.   Tong Siau-khing, Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping mengiring di samping tandu, mereka berhenti di depan pintu gerbang.   Delapan Busu perempuan sudah lompat turun dan berdiri di undakan, lekas Tong Siau-khing, Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping juga melompat turun- Dua pelayan yang mengikuti tandu segera maju menyingkap kerai tandu, dengan berpegang tongkat berkepala burung Hong warna emas Tong-lo-hujin melangkah keluar, katanya sambil menuding, dengan tongkat.   "Gempur pintu, tak perlu kita sungkan lagi terhadap mereka."   Begitu perintah dikeluarkan, tampak seorang Busu perempuan paling depan lantas mengayun tangan, dari telapak tangannya meluncur setitik bayangan hitam langsung menerjang daun pintu gerbang yang keras dan tebal berpaku baja. "Blang,"   Terjadilah ledakan keras, di tengah ledakan dan percikan api serta ber-gulung2nya asap dan debu, daun pintu gerbang yang kokoh kuat itu hancur ber-keping2. Pui Ji-ping melelet kaget, katanya heran.   "Bun-khing cici, senjata rahasia apakah itu? Begitu hebat kekuatannya." "Entahlah,"   Sahut Tong Bun-khing.   "aku juga tidak tahu."   Dengan tersenyum Tong-lohujin berkata.   "Itu-lah Pik-lik-cu ciptaan Hwe-sin (malaikat api) Lo Hoan, dulu dia terkena senjata rahasia musuh yang beracun, untung bersua dengan ayah Siaukhing maka jiwanya tertolong, dia memberi delapan butir granat tangan (Pik-lik-cu) itu, tak kira hari ini kita bisa menggunakannya."   Habis berkata segera dia memberi aba2.   "Hayo kita masuk"   Delapan Busu perempuan sudah melolos pedang mereka yang kemilau tajam dan berpencar menjadi dua barisan, mereka mendahului menerjang masuk pintu.   Dua pelayan perempuan menenteng lamplion membuka jalan di depan Tong-lohujin yang memegang tongkat kepala burung Hong, Siau-khing, Bun-khing dan PuiJi ping meng-iringidisebelah belakang.   Tiba di pintu kedua, tampak si tua bungkuk tadi sambil menenteng lampion berlari2 keluar dengan napas ngos2an, teriaknya marah2.   "Kalian ini memangnya mau berbuat apa?"   Busu perempuan paling depan segera membentak.   "Minggir"   Tangan kiri segera terayun ke depan.   Si tua bungkuk ini jalannya tampak sempoyongan, sudah reyot dan loyo, tapi melihat tangan yang menyerang ini mengenakan sarung tangan kulit menjangan, seketika mendelik kaget dan berubah air mukanya, sebat sekali dia melejit mundur.   Gerakan refleks ini justru membongkar kepura2annya, bukan saja dia pandai silat, malah tarap kepandaiannya cukup tinggi, Tapi dia hanya melejit mundur tujuh kaki, tahu2 iapun roboh terkapar tak bangun lagi.   Maklumlah, Thong-pi-thian-ong yang berkepandaian setinggi itupun tahu2 roboh tanpa suara, betapapun tinggi kepandaian si tua bungkukini takkan lebih tinggidaripadasi gedeitu.   Kiranya keluarga Tong kali ini sudah bersiap dengan segala bekal kemampuannya untuk meluruk kemari, Tong-bun-bu-sing-san warisan keluarga Tong sudah ratusan tahun sejak nenek moyang mereka tak pernah digunakan di Kangouw, hari ini telah menunjukkan kehebatannya.   Bu-sing-san merupakan obat beracun paling ganas milik keluarga Tong, puyer ini tanpa warna tidak berbentuk, kena angin lantas sirna, tidak berbau lagi, dalam jarak setombak.   siapa saja asal mencium puyer racun ini pasti terjungkal semaput, dalam jangka semasakan nasi, kalau tidak diberi obat, korban akan mati keracunan- Memasuki pintu kedua, mereka tiba di sebuah halaman yang luas, sebelah depan adalah sebuah bangsal besar.   Apa yang dikatakan si tua bungkuk tadi memang tidak bohong, perkampungan sebesar ini, ternyata keadaan sepi lengang, tak tampak bayangan seorangpun.   Tangan kanan pegang pedang, sementara tangan kiri Pui Ji-ping memegang panah jepretannya dara langsung berlari ke dalam sana, Tong Bun-khing tidak mau ketinggalan, bersama Ji-ping iapun menerjang ke dalam.   Kuatir kedua gadis ini mengalami bahaya, lekas Tong Siau-khing menyusul masuk.   Diiringi pelayan pribadinya yang menenteng lampion, pelan2 Tong-lohujin masuk ke bangsat besar itu, alisnya bertaut kencang, katanya.   "Kalian budak kasar ini, jangan kira tempat ini seperti rumah sendiri, tanpa siaga main terjang, kalau ada perangkap di sini, jiwakalian pastiterancam.   "   Ji-ping cekikikan, katanya nakal.   "Kau tak usah kuatir Bu, kalau adamusuhdisini, tentusejaktadi sudah kubereskan mereka."   Tengah bicara, Pa Thian-gi buru2 masuk. dan berkata kepada Tong-lohujin-"Lapor Lohujin, tujuh orang yang kita tawan, semuanya bukan musuh." "Bukan musuh, memangnya siapa mereka?"   Tanya Tong-lohujin, "Kecuali Thong-pi thian-ong, enam orang berkerudung itu di antaranya ada Lo-cit ......" "Lo cit?"   Seru Tong-Lohujin.   "maksudmu di-antara enam orang itu ada juga Lo-cit? Lalu siapa kelima orang yang lain?" "Yang hamba kenal adalah Kim Ting Kim Kay-thay, ciangbunjin murid2 preman Siau-lim-pay, Un It-kiau orang kedua dari keluarga Un di Ling-lam, Kim-hoan siang-coat Siau Hong-kang, Locengcu dari keluarga siau di Lam-siang, masih ada dua pemuda, mungkin anak murid mereka."   Terkesiap Tong-lohujin, katanya gemas.   "Jahat betul akal keji mereka, jelas mereka menggunakan para tawanan untuk menggempur kita sehingga orang sendiri saling bunuh membunuh, untunglah telah kita gagalkan maksud keji ini."   Lalu ia bertanya. "Mana mereka? Apakah semua sudah siuman?" "Belum,"   Sahut Pa Thian-gi.   "agaknya mereka terbius oleh semacam obat2an sehingga kesadaran mereka terpengaruh, kawan atau lawan tak terbeda lagi, sampai sekarang mereka belum sadar seluruhnya......." "Ya, sementara ini biarlah mereka dalam keadaan kurang sadar saja."   Ujar Tong -lohujin "Pa-congkoan, bawa saja mereka ke bangsalini, kitaharusgeledah dulu perkampunganbesarini."   Pa Thian-gi mengiakan, segera dia pimpin ke delapan Busu pria menggotong Thong-pi-thian-ong bertujuh ke sini.   Kerudung hitam mereka sudah di-tanggalkan-Pui Ji-ping kenal satu di antaranya, yaitu pemuda berpakaian ketat warna hijau, yaitu putera Kiam-hoan-siang-coat Siau Hong-kang yang bernama Kim-hoan-liok-long Siau Kijing.   Tong-lohujin berpesan kepada Pa Thian-gi dan enam Busu perempuan "Kalian berpencar dan adakan pemeriksaan, siapa saja yang kesamplok boleh kalian turun tangan lebih dulu, kalau menemukan apa2 hendaklah memberi tanda suitan, lekas kerjakan"   Pa Thian-gi mengiakan, kedelapan Busu perempuan ini biasanya bertugas dibagian belakang, jadi tidak di bawah pimpinannya, maka dia menjura kepada mereka, katanya.   "Kita berpencar dari kiri dan kanan saja, kami bergerak dari kiri, silakan Han-koh bergerak dari kanan, kitabertemudibelakang."   Han-koh adalah pemimpin ke delapan Busu perempuan, dia manggut2, katanya.   "Petunjuk Pa-congkoan memang tepat, baiklah kita bekerja menurut petunjukmu." -Maka dua rombongan orang ini segera melakukan tugas masing2. Setelah orang banyak keluar, diam2 Tong Bun-khing memberi kedipan mata kepada Pui Ji-ping serta angkat dagu ke arah ibunya Ji ping manggut2, dia tahu maksud orang, katanya sambil mendekati Tong-lohujin-"Bu, bersama Bun-khing cici biarlah kami juga memeriksa di luar." "Kalian dua budak ini memang suka bertingkah, kita datang terang2an, kini menduduki bangsal ini, musuh tetap menyembunyikan diri tanpa menunjuk reaksi apa2, bahwa mereka mampu membekuk tokoh2 kosen itu, tentu bukan sembarang manusia, belum tentu mereka gentar terhadap kita, sekarang kita di tempat terang, maka jangan kalian mencari kesulitan-"   Lalu dia tuding keluar serta menambahkan.   "Lihatlah, seorang diri Toakomu berjaga2 di sana, lekaslah kalian bantu dia saja." "Eh, memang begitulah maksud kami,"   Kata Ji-ping aleman-Belum habis mereka bercakap. Tong Siau-khing yang berdiri di undakan mendadak menghardik.   "Siapa itu?"   Tong Bun-khing tarik tangan Ji-ping, serunya.   "Dik, lekas keluar."   Cepat mereka berkelebat ke luar sana.   Terdengar sabda Buddha berkumandang di luar pintu kedua.   Maka muncullah tiga pederi tua berjubah abu2, memegang tongkat besibesar, denganlangkah lebar mereka memasukipintu kedua.   Mata Ji-ping cukup jeli, selintas dia sudah kenal satu di antara ketiga paderi yang berjalan ditengah, bertubuh kurus pendek adalah Ling-san Taysu, kepala Bun-cu-wan Siau-lim-si yang pernah ber-sua di Liong-bun-kiu tempo hari, dengan girang segera dia berseru.   "Tong-toako, mereka adalah para paderi agung Siau-lim."   Menyusul di belakang ketiga paderi adalah sebarisan panjang para paderi siau-lim-si yang mengenakan sepatu rumput.   semuanya memegang pentung besi atau golok besar, dengan langkah lebar dan rapi masuk ke dalam.   Melihat Ji-ping, lekas Ling-san Taysu merangkap tangan, katanya.   "Omitohud, Li sicu sudah ber-ada di sini, tentunya Tonglohujin juga sudah tiba?"   Tong Siau-khing memberi hormat, katanya.   "Wanpwe Tong Siaukhing, ibuberadadibangsalsana,silakan masukparaTaysu." "o, kiranya Tong-siaucengcu,"   Kata Ling-san Taysu.   "Pinceng Ling-san, pejabatketuaBun-cu-wandiSiau-lim-si."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Lalu dia perkenalkan Hwesio berbadan besar di sebelah kiri yaitu Poh-san Taysu kepala dari Lo-han-tong Hwesio berperawakan sedangdisebelah kanan ialah Tin-sanTaysu, ketuaTat-mowan.   Tong Siau-khing menjura berulang kali, lalu dia iringi ketiga paderi tua itu memasuki bangsal itu.   Mendengar tiga paderi agung Siau-lim-si juga datang, lekas Tong-lohujin keluar menyambutnya, kini giliran Tong Siau-khing yang perkenalkan ke-tiga Hwesio sakti itu kepada ibunya.   Tengah bicara, dari luar tampak masuk seorang laki2 tua kecil berbaju lengan panjang warna hijau bercelana kencang, sepatu tinggi, pipa cang-klong tergantung di pinggangnya, di belakangnya ikut tiga laki2 kekar berbaju hijau pula.   Begitu dekat laki2 tua baju hijau lantas menjura kepada Ling-san Taysu, katanya.   "Siaute su-dah periksa sekeliling sini, perkampungan ini di bangun membelakangi gunung, paling belakang adalah sebuah pagar tembok tinggi lima tombak, di sana agak luar biasa, di luar tembok malah di tumbuhi semak2 berduri yang subur dan lebat, orang tak mungkin bisa mendekat, kecuali itu tiada tanda lain yang mencurigakan, tiada pos penjagaan yang dipasang secara rahasia."   Ling-san Taysu manggut2, katanya.   "Malam itu dengan mata Lolap sendiri menyaksikan perempuan yang menamakan dirinya Thian-su membawa Thong-pi-thian-ong dan lain2 masuk ke perkampungan ini ...."   Sampai di sini dia merandek lalu berkata pula.   "oh Sute, mari kuperkenalkan, inilah Tong-lohujin dari keluarga Tong di Sujwan."   Lalu dia berkata juga kepada Tong- "lohujin-Inilah suteku Oh Siok-ham teman2 Bu-lim sama menjulukinya To-pi-wan (lutung banyak lengan)."   Tong-lohujin tertawa, katanya.   "Sudah lama kudengar nama besaroh-tayhiap. beruntungmalaminibisabertemu"   Lekas oh Siok ham menjawab.   "Tidak berani. sudah sekian tahun aku tidak berkecimpung lagi di Kangouw."   Poh-san Taysu, ketua Lo-han-tong menimbrung.   "Sepanjang jalan memasuki perkampungan ini apakah Lohujin tidak mengalami rintangan dan sergapan? Kata Tong lohujin dengan tersenyum.   "Dari Liong-bun-kiu memang beberapa kali pernah bertemu dengan penjaga2 gelap. setelah tanya jawab berlangsung, semuanya dibereskan oleh Pa- congkoan, tapi setelah tiba di sini, mendadak muncul Thong-pi- thian-ong membawa enam cs yang berkerudung, terpaksa mereka kurobohkan, akhirnya baru diketahui bahwa enam orang berkerudung itu adalah orang2 kita sendiri, di antaranya ada Locit dari keluarga kami, Kim Ting Kim-loyacu dari Siau-lim kalian dan lain2."   Diam2 terkejut Ling-san Taysu bahwa tokoh2 ternama itu kini menjadi tawanan Tong-lohujin, katanya.   "Keluarga Tong di Sujwan memang kenamaan dengan obat beracun, bahwa Kim-sute dan lain2 dapat ditundukkan, tentunya terkena senjata rahasia beracun kalian-"   Bergetar badan oh Siok-ham, tanyanya.   "Di mana mereka sekarang?"   Maklumlah Kim Ting Kim Kay thay adalah ciangbunjin murid2 preman Siau-lim-pay, bahwa sekarang dia menjadi tawanan Tong- lohujin,halini menurunkanderajatdanpamorpihakSiau-lim-pay.   Tong-lohujin tertawa ramah, katanya sambil menuding ke bawah dinding sebelah barat.   "Mereka rebah semua dilantai sana, cuma sekarang jangan kita mengganggu mereka." "Kenapa?"tanya oh Siok-ham. "Agaknya pikiran mereka terpengaruh oleh semacam obat bius, tidak bisa membedakan kawan atau lawan, agaknya musuh memang sengaja mengatur muslihat keji ini supaya pihak kita saling baku hantam sendiri, oleh karena itu terpaksa ku-turun tangan merobohkan mereka, sementara mereka masih harus istirahat, tapi oh-tayhiap tidak usah kuatir, dalam menggunakan racun sudah kuperhitungkan mereka tidak akan celaka karenanya." "Siancay Siancay"    Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini