Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 13


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 13


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Haru dan pedih hati Ban Jin-cun, katanya berlinang air mata. "Silakan periksa Kho-heng, inilah senjata rahasia yang kuperoleh daritangan ibuku.." "Simpanlah dulu saudara Ban,"   Kata Kho Keh-hoa.   "tawanan hidup ada di depan mata, memang-nya berani dia tidak mengaku."   Ban Jin-cun segera bungkus lagi senjata rahasia itu dan disimpan dalam baju. Dengan ujung pedangnya Kho Keh hoa ancam tenggorokan orang berbaju hitam, desisnya dengan penuh dendam.   "Kau sudah berada di tangan kami, mau hidup atau ingin mati, terserah padamu mau tidak menjawab pertanyaan kami."   Waktu mereka mendekat, orang kurus berbaju hitam lantas pejamkan mata tanpa bersuara sekecap-pun Dingin suara Ban Jin cun-"Apa yang dikatakan saudara Kho sudah kau dengar bukan? Yang ingin kami cari adalah biang keladinya, asaikan kau terangkan siapa perencana peristiwa ini, kamiakan ampunijiwamu."   Orang itu tetap berdiri tegak, bibirnya tetap terkancing rapat, seolah2 buta dan tuli, anggap tidak dengar semua pertanyaan mereka... Kho Keh-hoa naik pitam, ujung pedangnya yang mengancam tenggorokannya bergetar, bentaknya.   "Keparat, dengar tidak pertanyaan kami?"   Betapa runcing ujung pedangnya itu, sedikit menggunakan tenaga saja kulit daging teng gorokan si baju hitam sudahterluka, tampakdarahhitammembasahi dada.   Manusia umumnya berdarah merah, tapi laki2 kurus berbaju hitam ternyata mengeluarkan darah warna hitam, darah hitam kental seperti tinta.   Tergerak hati Ban Jin-cun, katanya gugup.   "Kho-heng, agak ganjil keadaannya"   Kho Keh-hoa melongo, tanyanya.   "Apanya yang ganjil?"   Hanya beberapa patah kata bicara, tertampak darah kental hitam yang mengucur dari tenggorokan laki2 baju hitam itu semakin deras membasahi sekujur badan, segera hidung mereka mengendus bau busuk.   Sebetulnya tenggorokannya hanya tertusuk sedikit, tapi dalam sekejap luka itu sudah melebar dan membusuk.   darah yang meleleh keluar semakin banyak, bau busuk semakin keras dan menjalar ke sekujur badan.   Ban Jin-cun jadi curiga, tanyanya.   "Khoheng, pedangmu kau lumuriracun?"   Kho Keh-hoa sendiri terkesima sahutnya gugup.   "Belum pernah kulumuri racun pedangku ini .....   "   Sembari bicara dia angkat pedangnya, ternyata ujung pedangnya telah berwarna hitam legam.   seketika ia bersuara kaget dan heran- Sudah tentu Ban Jin-cun juga kaget dan heran pula, mendadak tergerak pikirannya, tanpa bicara dia angkat pedang dan menggores pundak serta lengan laki2 baju hitam, kembali darah hitam meleleh keluar.   Ternyata ujung pedang Ban Jin-cun juga segera berubah hitam legam, mirip dengan ujung pedang Kho Keh-hoa, seperti pernah direndam dalam racun-Tak kepalang kagetnya, serunya.   "Racun yang jahat sekali" "Memangnya dia sudah mampus?"   Tanya Kho Keh-hoa. "Ya, mungkin tahu tiada harapan hidup, dia telan racun yang keras sekali bekerjanya."   Kho Keh-hoa menghela napas, katanya.   "Dia sudah mati, tak mungkin dimintai keterangan lagi." "Dia meninggalkan sebatang pedang,"   Ujar Ban Jin-cun.   "tidak sukar mencari tahu asal usul-nya dari senjatanya ini."   Tiba2 mulutnya bersuara seperti ingat apa2, katanya pula.   "Saudara cu kemari atas perintah gurunya untuk melerai permusuhan kita, kukira gurunyapastitahusiapa musuh kitabersama?"   Kho Keh-hoa membenarkan, berbareng mereka menoleh ke sana.   Selama beberapa saat itu Cu Jing tidak ikut kemari, dikiranya dia sudah pergi, tak tahunya dia sedang berdiri menengadah sambil melamun, entah apa yang sedang dipikirkan.   Tempat di mana dia berdiri jaraknya hanya dua tombak dengan Ban dan Kho berdua, jadi badan laki2 kurus berbaju .hitam yang mulai membusuk itupun tidak dilihatnya.   Memang dalam sekejap ini kulit daging si baju hitam bagian atas sudah mulai jadi cairan darah dan membusuk dengan cepat sekali, tulangnya ====================================   Jilid 10 Halaman 55/58 Hilang ==================================== --rangan tangan-Soalnya gerakan Jiau-kau-sek ini terlalu gampang, sekali belajar siapapun pasti bisa, selanjutnya dia ulangi jurus kedua Bak-kau-sek.   tangan kiri pelan2 terayun ringan ke belakang, sudah tentu gerakan ini dia sudah mahir sekali.   Setelah beberapa kali dia ulangi kedua jurus ini, terasa tiada sesuatu yang istimewa dalam ke-dua tipu silat ini? Ia heran kenapa si orang tua berpesan sedemikian serius padanya, nadanya malah seolah2 bila dirinya berhasil meyakinkan kedua jurus ini takkan mendapatkan tandingan di kolong langit ini.   Tapi Cu Jing yakin si orang tua tak mungkin berdusta, bisa jadi kedua jurus yang kelihatan sangat sederhana ini mengandang intisari ilmu silat kelas tinggi yang tersembunyi? Mengingat hal ini, tak tertahan dia ulangi berlatih sekali lagi kedua jurus Jiau-kau-sek dan Bak-kau-sektadi.   Aneh juga, semakin merasa gerakannya sederhana, semakin lancar dan enak dilatih, tapi setelah diselami, kenyataan tidak segampang dugaan semula.   Tapi hanya sampai taraf sekian saja, yang kalau ditanya di mana letak gampangnya gerakan jurus2 pemukul anjing itu ia sendiripun tak mampu memberi penjelasan- Cu Jing memang bukan orang bodoh, otaknya encer, dari kedua gerakan sederhana yang sebenarnya sukar diselami ini dia semakin yakin dugaannya pasti tidak meleset, bahwa di dalam kedua jurus ilmu silat yang sederhana ini tersembunyi ilmu silat taraf tinggi.   Sesaatdia menengadah, melongo mengawasilangit.   Begitulah, waktu Cu Jing memburu kesana, sementara itu yang berbaju hitam sudah tinggal tulang yang berwarna hitam, berdiri tegak dan seram kelihatannya, keruan dia bergidik serunya kaget.   "kenapa dia?" "Mati minum racun,"   Kata Kho Keh-hoa. Ban Jin-cun sedang ambil pedang milik laki2 berbaju hitam tadi katanya.   "Pedang inipun dilumuri racun, racunnya bukan sembarang racun, belum banyak orang2 Kangouw ya memakai racun, seperti ini, makatidaksulituntuk menyelidikiasal-usulnya." "Waktu ibunda saudara Ban meninggal, tangannya menggengam senjata rahasia yang dilumuri racun juga, dalam Bu-lim yang terkenal suka memakai racun hanya keluarga Tong di Sujwan, marilah kita meluruk ke Sujwansaja,"ajak Kho Keh-hoa. Karena badan sudah luluh menjadi cairan darah hitam. maka sarung pedang si baju hitam yang semula tergantung di pinggangnya ini terjatuh di tanah dan berlumuran darah kotor, Ban Jin-cun tidak berani mengambilnya, maka dia tetap genggam pedang milik si baju hitam, katanya sambil memberi hormat pada Cu Jing, "Berkat usaha saudara cu yang mulia dan bijaksana sehingga permusuhan keluarga kami berdua tidak sampai berlarut2 menimbulkan korban pula, bangsat inipun sudah mati minum racun, tiada keterangan yang dapat kita peroleh, oleh karena itu, kumohon Cu-heng suka menjelaskan satu hal" "Ban-heng mau tanya soal apa?"   Jawah Cu Jing. "Cu-heng kemari atas perintah guru untuk melerai permusuhan kedua keluarga kami, jadi mestinya tahu siapa sebetulnya musuh keluarga kamibukan?" "Wah, maaf, aku justeru tidak tahu apa2,"   Ucap Cu Jing sambil menggeleng, "Cu-heng mungkin tidak tahu, tapi gurumu pasti tahu, entah siapakah gelaran nama gurumu?"   Merah muka Cu Jing, karena tidak biasa berbohong, terpaksa ia berterus terang apa yang terjadi sebenarnya.   "Jadi Cu-heng juga tidak tahu siapa gerangan cianpwe kosen itu?"tanyaKhoKeh-hoa.CuJing mengiakansambilmenggeleng.   "Aku yakin beliau pasti tahu siapa musuh keluarga kami, tapi tiada harapan lagi untuk menemukan jejak orang tua ini,"   Demikian keluh Kho Keh-hoa. "Menurut apa yang kutahu,"   Ujar Ban Jin-cun sesaat kemudian setelah merenung.   "banyak sekali tokoh2 kosen yang lihay dalam Bu-lim, tapi yang memiliki kepandaian sakti seperti orang tua itu hanya ada seorang saja, malah dari cara beliau campur tangan tadi, tak ubahnya seperti sepak terjang cianpwe kosen yang suka mengembara itu .... ..". "Siapakah cianpwe kosen yang saudara Ban maksudkan?"   Tanya Kho Keh-hoa. "Hoanjiuji lay,"sahutBanJin-cun. "Betul,"   Tukas Kho Keh-hoa.   "cuma orang tua ini mirip naga yang hanya kelihatan eklornya dan menyembunyikan kepala, entah kemana saja dia pergi, cara bagaimana kita menemukan beliau?"   Cu Jing jarang berkelana di Kangouw, dia tidak tahu siapa Hoan jiuji-lay yangdibicarakanini, tapidia maluuntukbertanya.   "Di atas Pak-siam-san ada bersemayam seorang kosen bergetar Cu-ki-cu, dia amat apal terhadap segala peristiwa yang terjadi di Bulim, kejadian masa silam dan apa yang bakal terjadi pada masa yang akan datangpun dapat dia ramal dengan tepat, dari sini ke Pak-siam-san tidak jauh lagi, marilah kita ke sana dan tanya padanya, mungkin dari mulutnya kita bisa mendapat keterangan asal-usul racun dan senjata rahasia seperti bintang itu.   Bagaimana pendapat Kho-heng?" "Akupun pernah dengar nama Cu-ki-cu ini"   Ujar Kho Keh-hoa, "konon sangat luas pengetahuannya dan tinggi ilmunya, mahir memecahkan segala kesulitan di dunia ini, tiada jeleknya kita mengadu untung dan tanya padanya."   Ban Jin-cun melirik ke arah Cu Jing, tanya-nya.   "Apakah Cuheng, ada minat ikut bersama kami ke Pak siam-san?" "Aku masih punya urusan lain, maaf tak dapat mengiringi perjalanan kalian,"   Sahut Cu Jing. "Baiklah kita berpisah di sini saja, semoga jaga diri baik2 dan selamat bertemu pula,"   Ujar Ban Jin-cun. Kho Keh-hoe juga menjura, katanya.   "Ber-hati2lah saudara cu." Maka merekapun berpisah, Cu Jing sendiri tidak punya tujuan pasti, dia ingat si orang tua pernah bilang "kalau sempat pulang, nanti malam kita bertemu di Lam-pak-ho,"   Maka dia berkeputusan untuk menemui si orang tua misterius itu nanti malam di restoran Lam-pak ho.   Waktu itu sudah magrib, Cu Jing langsung kembali ke Lam-pak- ho mengambil kuda terus cari penginapan, dia memilih kamar yang terletakdiujungbelakang, tempatnyanyaman dansepi.   Setelah membersihkan badan, untuk membuang waktu, Cu Jing tutup pintu, seorang diri dia ulangi latihan kedua jurus Jiau kau-sek dan Bak-kau-sek itu, sekarang dia betul2 yakin, walau kedua jurus itu namanya aneh dan lucu, ternyata mengandung ilmu silat tingkat tinggi yang tiada tara-nya, maka kali ini dia betul2 tumplek seluruh perhatian untuk mengulang kembali, gerakannya kini jauh lebih lamban dan mantap.   Tak terduga setelah sekian lama ia mengulang beberapa kali, meski diketahui bahwa di balik gerakan sederhana itu mengandang intisari yang mendalam, tapi semakin dianggap tinggi dan mendalam kenyataan berbalik terasa sepele dan biasa saja, tiada tanda2 mukjijat yang dia temukan-Begitulah setelah dia latihan beberapa kali, keringat sudah gemerobyos baru dia menemukan letak rahasia sebenarnya dari kunci kesederhanaannya.   Yaitu jangan kau pandang kedua jurus sederhana ini begitu tinggi dan mujijat, semakin mujijat yang kau tafsirkan, maka kau akan mengerahkan hawa murni dan mengerahkan tenaga, gerakanpun jadi lamban, itu berarti permainanmu menjadi kaku dan kurang wajar, kurang variasi dan tiada perubahan-Tapi sebaliknya jika kau pandang kedua gerakan sederhana ini sebagai sangat gampang dan sepele saja, maka dengan mudah pula kau akan menguasai setiap gerak tipunya.   Dengan penemuannya ini, tidak kepalang senang hati Cu Jing, pikirnya.   "Setengah harian aku bersusah-payah, meraba sana sini, taktahunyabe-gini mudahdipecahkannya."   Hari sudah gelap.   pelayan datang membawakan makan malam, tapi Cu Jing menolaknya dengan alasan sudah janji makan di restoran dengan seorang kenalan-Cu Jing lantas bawa cit-sing-kiam dan keluar.   Sinar lampu sudah menerangi segenap pelosok kota, orang yang lalu lalang dijalan raya semakin ramai, lebih berjejal dari siang hari, banyak muda mudi yang pelesir dan berbelanja di toko2, tapi Cu Jing tiada minat melihat keramaian kota, langsung ia menuju ke Lam-pak-ho terus naik ke loteng tingkat dua Pelayan yang siang tadi melayani Cu Jing memilih meja dekat jendela, kali ini Cu Jing tidak mau banyak bicara, setelah memesan beberapa masakan dan melongok pemandangan jalan raya di bawah sana.   Pada saat dia melihat2 itulah mendadak didepan sebuah toko kain sana berdiri seorang berbaju hitam, orang itu tengah menengadah mengawasi ke arah dirinya.   Semula dia tidak ambil perhatian dan melengos kejurusan lain, tapi pikirannya tiba2 tergerak, dandanan dan muka si baju hitam ini mirip benar laki2 kurus, berbaju hitam yang mati ditanah lapang tadi siang itu, lekas dia melongok ke sana pula, tapi bayangan orang berbaju bitam itu sudah tiada lagi, entah ke mana? Kebetulan pelayan menyuguhkan hidengan yang dia pesan-Dengan pejam mata Cu Jing coba menghirup seteguk arak.   Kiranya diabelumpernah minumarak.   baruhariini akancoba2 seorangdiri.   Tiba2 terdengar seorang bersenandang dengan suara seperti bambu pecah.   "Hwesio kere (miskin), kere Hwesio, tak punya batok tiada pondok. Tidak sembahyang, tidak menabuh genta, Telanjang kaki, kelana ke-mana2. jubah koyak untuk menahan angin kencang, demi membangun kelenteng bobrok. cari sedekah di rumah arak, bertemu dengan orang berjodoh (dermawan), daging arak harap menyuguh"   Menyusul di ujung tangga loteng lantas muncul pula seorang Hwesio kelilingan- Hwesio ini mengenakan kopiah rombeng, jubah kelabu yang dipakainyapun sudah bertambal sulam, tapi badannya gemuk putih, alisnya nan uban menjuntai panjang ke samping, kedua tangan terang kap didepan dada dengan cengar-cengir dia mondar-mandir di antara tetamu yang memenuhi meja makan, lalu katanya dengan suara lantang.   "Silakan, silakan, Hwesio kere berkelana di dunia fana, sebelum pulang ke alam baka, entah tuan dermawan mana yang berjodoh dengan sang Buddha, semoga dapat rejeki besar dan bernasib baik. Siancay, Siancay, omitohud"   Sembari mengoceh kakinya melangkah ke sana-sini, dan sepasang matanya berjelilatan kian-kemari.   Pada suatu meja, kebetulan dua orang tamu sedang saling dorong menyodorkan cangkir arak, Hwesio keretiba2 berhenti di sana, dengan kedua tangan dia jemput kedua cangkir arak itu sembari berkata dengan tawa lebar.   "Kalian tidak perlu sungkan, kedua cangkir arak ini biar aku Hwesio kere yang minum saja"   Satu tangan satu cangkir-ganti berganti dia tenggak habis isi kedua cangkir arak. Sudah tentu kedua tamu itu gusar, orang disebelah kiri menghardik murka.   "Hwesio jembel, apa2an kau ini?"   Si Hwesio kere tertawa lucu, katanya.   "Demi secangkir arak kalian tolak sana dan dorong sini hingga muka merah padam, Hwesio kere orang beribadah dan suka menolong sesama manusia, biarlah aku mewakili kalian minum arak ini, kan beres?"   Sembari bicara tahu2 tangannya, mencomot sepotong daging terus dijejal ke mulut. Tamu di sebelah kanan menggebrak gusar, bentaknya.   "Kenapa kau ambil makanan dengan tangan telanjang?" "Setelah minum arak harus didorong dengan daging baru arak bisa turun ke perut."   Demikian kata Hwesio itu.   "Sedekah sepotong daging ini akan Hwesio kere bawa kedunia akhirat, sebagai sangu untuk menghadap sang Buddha, bukankah berarti kau telah berdarma bagi sesamanya, budi kebaikanmu akan dikenang sepanjang masa."   Habis berkata, dia terus melangkah pergi Kedua tamu itu hanya mencaci maki tanpa bisa berbuat apa2. Hwesio itu tidak hiraukan kedua tamu yang mencak2 itu, kembali mulutnya tarik suara bersenandung pula.   "Daging harus dipanggang, arak harus dimasak, makan daging minum arak di dunia fana. biar sepatu butut, jubah koyak ditertawakan orang, memangnya aku bukan manusia gede atau orang kaya"   Tenggorokannya mengeluarkan suara serak aneh dan sumbang seperti bambu pecah, tapi dia justeru bersenandung dengan gembira sambilberjoget segala.   Sembari jalan matapun jelatatan, ia longok sana toleh sini yang diperhatikan hanya meja para tamu, akhirnya dia menuju ke meja yang ditempati Cu Jing, mendadak ia berhenti serta ter-gelak2 riang, katanya."Memangdisini lebihsunyi danbersih"   Kepada Cu Jing dia memberi salam lalu berkata.   "Sicu duduk sendirian di sini, agaknya ada jodoh dengan sang Budha, hidangan untuk Hwesio kere hari ini agaknya tidak..menjadi kapiran-" .. Tanpa tunggu jawaban Cu Jing, dia tarik kursi terus duduk dihadapannya. Tingkah laku Hwesio miskin ini kelihatan sinting, tapi kata2 senandungnya tadi memang tepat, mau tidak mau timbul rasa hormat Cu Jing terhadap Hwesio ini, lekas Cu Jing menjura, ka- tanya.   "Silakan duduk. Toasuhu."   Hwesio kere menyengir, katanya manggut2.   "siausicu memang berbakat sejak kecil, kau memang berjodoh dengan ajaran Budha, terpaksa aku Hwesio miskin mengganggumu saja."   Habis berkata dia lantas menggebrak meja, serta menggembor keras2.   "Pelayan-. ..pelayan....."   Seorang pelayan berlari datang, serunya sambil mengerut kening.   "Hwesio, kenapa berkaok2?"   Berdiri alis panjang si Hwesio, katanya dengan mendelik.   "Pelayan, restoran ini kan melayani orang ,makan minum? Bahwa Hwesio kere sudah datang kemari juga berarti tamu, kenapa seenak perutmu main panggil Hwesio segala?" "Habis haruskupanggilapa?"tanyasipelayanbingung..   "Lain kali kalau ada Hwesio kemari, kau harus memanggilnya bapak Taysu, kalau yang datang Hwesio setua diriku ini, maka kau harus memangilnya kakek Taysu." "Sering kudengar orang hanya memanggil Tay-su saja, mana ada yang memanggil bapak Taysu atau kakek Taysu?"   Sipelayan menggerundel. "Hai jadi kau sudah tahu, lalu apa bedanya Taysu dan bapak Taysu? Memangnya ayahmu bukan bapakmu?"   Sipelayan tidak sabar lagi, serunya.   "Sudahlah, kau makan apa?" "Kau tidak memanggilku kakek Taysu, kalau sang Buddha marah, kau akan dihukumnya terperosot jatuh." "Sudah puluhan, tahun aku jadi pelayan di sini, belum pernah terpeleset jatuh, lekaslah kau pesan apa?, cuma di sini tidak sedia hidangan ciacay (vegetarian)." "Ya, ya Hwesio kere memang tidak pernah membaca mantra, sudah tentu tak perlu ciacay segala" "Baiklah, lalu kau pesan apa?"   Tanya sipelayan, dia tetap tak mau panggil Taysu. "Nah, dengarkan, seporsi daging empal, satu porsi sayap bebek. dua kati arak. tapi suruh koki masak dulu seporsi paha ayam panggang, semangkok besar kuah ikan, udang, jamur dan daging babi,."   Seorang diri tapi santapan yang dipesan ternyata sangat banyak.   pelayan mangiakan saja terus putar tubuh menuju ke belakang.   Tak lama kemudian dia sudah balik dengan tangan kosong.   Tapi sebelum dia datang ke depan si Hwesio, tiba2 kakinya keserimpet, kontan tubuhnya terbanting jatuh.   Untung dia tidak membawa nampan hidangan,jatuhnya amat keras, dengan menyengir kesakitan pelayan itu merangkak bangun, tangan meraba2 pantat serta menghampiri dengan ter-pincang2.   Hwesio tadi tergelak2, serunya.   "Nah, tadi Hwesio kere sudah bilang, kau tidak mau panggil kakek Taysu. padaku, sang Buddha kini betul2 marah serta menghukummu."   Tiba2 dia bersuara kaget dan tanya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "He, mana pesananku, kenapa tidak kau bawa kemari?"   Diam2 tergerak hati Cu Jing, dia duduk di depan si Hwesio, hakikatnya dia tidak melihat Hwesio itu menunjuk gerak apa2. Tapi sipelayan di-buatnya jatuh bangun. Dengan mendongkol si pelayan tertawa dingin.   "Masakan yang kau pesan semua berharga dua tahil, bayar dulu."   Mendelik si Hwesio, teriaknya marah.   "Memangnya kau kira Hwesio kere makan tak membayar?" "Sudah sering orang gegares gratis di sini, kau seorang diri, tapi pesan hidangan terlalu banyak. terang sengaja ...."   Si Hwesioberjingkrak marah, dia cengkeramdada bajusipelayan, teriaknya gusar.   "Kau kira aku mau makan gratis? Hwesio kere memang miskin, tapi kebetulan aku bertemu dengan seorang dermawan yang ada jodoh, tanpa tanya kau lantas pandang orang rendah dengan mata anjing, kalau aku masih muda seperti dulu, sudah kulempar kau keluar jendela, tahu?"   Sembari bicara, seperti menjinjingseekor ayamdiaangkattubuhpelayanterusdiulur keluar jendela sehingga kontal-kantil di udara. Sudah tentu sipelayan menjerit ketakutan setengah mati, ratapnya.   "Kakek Taysu, ampunilah jiwaku, hamba ada mata tidak melihat gunung, kau.....jangan kau lepaskan peganganmu.."   Sudah tentu semua tamu yang ada di atas loteng sama kaget dan melongo heran melihat Hwesio ini memiliki tenaga begitu besar serta mempermainkan sipelayan-. Hwesio itu cekakakan, dia tarik tangannya dan turunkan sipelayan di lantai, katanya.   "Sejak tadi kau panggil kakek Taysu kan beres?"   Lalu dia tuding Cu Jing dan katanya pula.   "   Kau tanya Sicu ini, maukah dia membayar semua rekeningku nanti?"   Saking ketakutan, begituditurunkansegerasipelayan mendeprokdi lantai. Lekas Cu Jing berkata.   "Ucapan Taysu ini memang tidak salah, apa yang dimintanya boleh kau sediakan, rekeningnya aku yang bayar."   Sudah tentu si pelayan jadi kapok betul2, lekas dia kerjakan apa yang dipesan.   Agaknya memang tidak sabar lagi, begitu arak diantar, Hwesio itu lantas angkat poci terus tuang arak langsung kemulut sampai habis, katanya sambil seka mulut dengan lengan bajunya yang kotor.   "Sedap. Segar Hayolah Siausicu jangan sungkan, mari, mari"   Pakai sumpit atau sendok segala, kedua tangannya bekerja bergantian mencomot daging dan menggaruk ikan ke dalam mulut, begitu lahap dia makan sambil mulut kecap2 keras sepertiindukbabi.   Diam2 Cu Jing mengerut kening melihat cara makan seperti orang kelaparan itu, mulut Hwesio itu terus bekerja, belum lagi paha ayam dilalap habis, arak sudah dituang ke mulut lagi, lalu menyeruput semangkok kuah ikan pula, begitu sibuk dia sikat semua hidangan dihadapannya tanpa rikuh sedikitpun-.   Memang saatnya orang makan malam, maka restoran ini penuh sesak.   keadaan menjadi ribut dan gaduh, Cu Jing tidak hiraukan si Hwesio yang sibuk makan seadiri, dia Celingukan kian kemari, matanya sibuk mencari si orang tua misterius yang ternyata tidak kunjung tiba.   Sementara hidangan si Hwesio sudak dilalapnya habis satu persatu, sambil tertawa dia memicing mata si Hwesio tepuk2 perutnya yang gendut, katanya sambil ngakak.   "Hari ini kau sudah kenyang dan puas bukan? Semua ini berkat kebaikan Siau-sicu. ini yang berjodoh dengan sang Buddha, memberi sedekah dan membayar rekening, tak terbalaslah luhur budinya, omitohud"   Lalu dia rangkap kedua tangan sambil mundur tiga langkah, setelah memberisalamterustinggal pergi dengan langkahsempoyongan.. Tapi, baru tiga langkah mendadak dia berpaling katanya, sambil pandang Cu Jing dengan sikap lucu seperti mabuk.."   Siausicu tidak perlu menunggu pula, orang yang kau tunggu malam ini tidak akan datang lagi." . Cu Jing melengak. tanyanya "Darimana Taysu tahu ?. ."   Hwesio jembel tertawa lebar, ujarnya.   "Yang kau tahu sudah tentu Hwesio juga tahu, apa yang kau tidak tahu Hwesio tetap tahu, kalau Hwesio kere tidak tahu, memangnya siapa yang tahu?" -Sembari bicara dengan sempoyongan dia melangkah ke arah tangga. Melihat tingkah orang yang angin2an itu, tiba2 tergerak hati, Cu Jing, dia ingat apa yang pernah dikatakan Ban Jin-cun bahwa orang tua misterius itu mungkin adalah Hoan-jiu-ji-lay, walau dia tidak tahu siapa itu Hoan jiu ji-lay, tapi kalau dia berjuluk "Ji-lay"   Tentu dia seorang Hwesio mungkinkah Hwesio kere inilah Hoan-jiu-ji-lay?.   "Tak salah lagi, kalau tidak bagaimana dia tahu aku ada janji dengan orang, iapun tahu orang tua itu tidak akan datang lagi? Setelah datang dan pergi dengan kenyang dan mabuk, sudah tentu dia tidak akan datang pula, maka diriku disuruh jangan menunggu lagi."   Cepat Cu Jing berdiri, teriaknya.   "Pelayan, berapa rekeningnya."Dia rogohsekeping uangperakterusditaruhdi meja. "Sisanya buat kau"   Habis berkata dengan setengah berlari dia terus turun loteng.   Hanya beberapa detik saja jarak antara si Hwesio pergi dan dia berlari menyusul ke bawah, tapi waktu dia tiba di bawah sana, bayangansiHwesio sudahtidak kelihatanlagi? Pasar malam masih ramai di luar, orang berlalu lalang berjejal, ke mana lagi dia akan mencari si Hwesio.   Pula orang sengaja tidak mau bicara lebih lanjut, umpama dikejar juga orang tidak mau menemuinya.   Sekian lama Cu Jing berdiri melongo mengawasi orang2 yang bersimpang siur dijalan raya, sesaat kemudian baru dia beranjak ke ujung jalan sana langsung kembali ke tempat penginapannya .   Malam sudah larut, para tamu yang lain sudah masuk kamar dan tidur, maka Cu Jing langsung menuju ke kamarnya, waktu dia membuka pintu kamar dan hampir melangkah masuk, tiba2 dia tertegun dan berdiri mematung..   Dilihatnya seseorang duduk dikursi didekat jendela sana.   Lampu memang tidak dinyalakan tapi sinar rembulan di luar jendela cukup menerangi keadaan kamar sehingga tertampakremang2..   Terlihat jelas oleh Cu Jing orang yang berada dikamarnya ini berpakaian hitam, bermuka kuning, orang ini adalah orang yang dilihatnya berdiri di depan toko kain tadi, diam2 Cu Jing mengumpat dalam hati, batinnya.   "Kiranya dia memang hendak-cari perkara padaku."   Si baju hitam angkat kepala, katanya tersenuyum.   "Kau hanya berdiridiluarpintu, memang-nyatidakberanimasuk?"   Dingin suara Cu Jing.   "Rasanya aku kesasar, salah masuk ke kamar orang lain."   Pelan2 si baju hitam berbangkit, katanya.   "Kau tidak kesasar."   Cu Jing beranjak masuk-katanya sambil menatap orang.   "Jadi saudara yang kesasar ke kamarku?" "Akupun tidak kesasar,"   Ujar si baju hitam.   "Sebab aku sedang menunggumu." "Ada urusan apa kau menungguku"   Tanya Cu Jing. Berkedip2 mata si baju hitam, katanya setelah menatap lekat2 sebentar.   "Aku ingin bicara dengan kau."   Mendadak si baju hitam tertawa lebar, katanya.   "Agaknya kau curiga bahwa aku bermaksud tidak baik, terhadapmu?"   Tawanya manis sehingga kelihatan baris giginya nan putih rata dan amat kontras dengan kulit mukanya yang kuning.   "Kalau dia seorang perempuan, mestinya dia perempuan cantik, molek. sayang giginya yang rajin dan putih itu tumbuh di mulut laki2 yang bermuka jelek dan memuakkan-Tapi Cu Jing tidak perhatikan senyuman yang kaku, iapun tak pedulikan gigi orang yang putih indah, sikapnya tetap dingin, dengusnya.   "Umpama betul kau bermaksud jahat, memangnya kenapa?"   Agaknya si baju hitam memang tidak bermaksud jahat, kembali ia memandang Cu Jing, katanya."ini kamarmu, aku kemari sebagai tamu, sikapmu begini kaku, apa begini layaknya kau melayani tamu?"   Cu Jing habis sabar, katanya sambil berkerut alis.   "Ada omongan apa lekas katakan saja." "Kukira kau tidak asing lagi dengan dandananku ini bukan2"   Ujar si baju hitam.   "Kutahu ke dua, temanmu sudah berangkat ke Pak-siam san-"   Cu Jing mendengus sambil mengawasi muka orang yang kuning kaku itu.   "Hm, agaknya kau serba tahu." "Apa yang kutahu, belum tentu kaupun tahu,"   Ujar si baju hitam. "Apa pula yang kau ketahui?"   Tanya Cu Jing. Kata si Baju hitam sungguh2.   "Kedua temanmu itu mungkin takkan kembali lagi." "Apa katamu?"   Cu Jing mendelik ."Ban Jin-cun... mereka mengalami bahaya?"   Mendadak dia maju selangkah, berbareng ta-ngan kiri mencengkeram pergelangan tangan si baju hitam, sekenanya dia menggentak mundur ke belakang sembari lepas kelima jarinya, dalam keadaan tidak siaga dan tak terduga2 si baju hitam kena disengkelitnya jatuh di lantai.   Karena, gugup, tanpa sadar Cu Jing melancarkan gerakan Jiau- kau-sek.   dan hasilnya betul2 di luar dugaannya.   Tapi dia tidak pedulikan keadaan si korban.   "sret"   Dia melolos pedang serta mengancam tenggorokan orang, bentaknya.   "Lekas katakan, kalian mengatur muslihat apa ....."   Tak tahunya bahwa kepandaian silat si baju hitam ternyata juga cukup lihay, walau pecundang dalam keadaan tidak siaga, waktu ujung pedang Cu Jing mengancam, cepat dia mengkeret mundur.   Selicin belut tiba2 badannya meluncur di lantai dan mundur beberapa kaki jauhnya.   Dengan tangkas dia melompat berdiri.   "s reng", iapun cabut sebatang pedang panjang, katanya dongkol. "Kau tidak tahu diri, kalau aku mau mencelakai kau, sejak tadi jiwamu sudah melayang, tahu2 Seperti tidak mendengar apa yang dikatakan orang, Cu Jing malah tertawa dingin, jengeknya.   "Aku tidak akan membunuhmu, katakan muslihat apa yang kalian rencanakanuntuk mencelakaijiwaBan Jin-cun berdua"   Si baju hitam acungkan pedangnya, katanya dingin.   "Tidak sukar jika kau ingin tahu, pertama kau harus kalahkan dulu pedangku, hal kedua umpama aku yang menang, aku akan tetap menerangkan padamu,"   Agaknya, dia penasaran karena barusan kena disengkelit jatuh oleh Cu Jing, maka setelah menang baru dia mau menerangkan maksud kedatangannya. Tapi Cu Jing berwatak keras, Tak mau kalah.   "kalau aku kalah, kaupun tidakperlu jelaskan-" "Jadikau tidak ingintahu beritatentangtemanmu itu?"   Menyinggung Ban Jin cun, entah kenapa Cu Jing jadi naik pitam, katanya dengan mata mendelik.   "Kau kira aku tidak bisa mengalahkan kau?"   Tiba2 pedangnya bergetar terus, menusuk ke depan.   Sibaju hitam miringkan badantidak mundurdia malah mendesak maju, sinar pedang berkelebat, menghindari tusukan sembari balas menyerang.   Sasarannyaadalahpundak kiriCuJing.   Terkesiap hati Cu Jing melihat gerakan lawan yang aneh dan cekatan, badan setengah berputar, gerakan dipercepat, dalam sekejap dia berturut menikam tiga kali.   Ternyata permainan pedang si baju hitam juga lincah dan gesit, tiga kali tikaman Cu Jing meleset semua di samping tubuhnya, ujung bajupun tidak kena.   Kini berbalik sinar pedang lawan berkelebat cepat dan ganas serangannya, HiattomematikanditubuhCuJing menjadisasaran-Namun setiap serangan ganas selalu ditarik lagi di tengah jalan, jelas lawan sengaja mengalah..   Cu Jing jadi marah, segera ia kembangkan ilmu pedangnya, gerakannya semakin gencar dan sengit, ingin rasanya sekali tikam dia bikin mampus lawannya, begitulah mereka serang menyerang, maju mundur silih berganti, belasan gebrak telah berlangsung di dalam kamar yang sempit itu.   Keringat sudah membasahi badan Cu Jing, dia sudah keluarkan seluruh kemahiran ilmu pedang-nya, tapi si baju hitam tetap tak dapat dirobohkan, keruan ia gemas dan gelisah.   Mendadak tergerak pikirannya, sengaja dia melakukan gerakan lambat dan menunjukkan lubang ....   Perlu diketahui pedang yang digunakan si baju hitam lebih pendek daripada Cit-sing-kiam Cu Jing yang panjangnya tiga kaki lebih itu, oleh karena itu baik maju mundur, menyerang atau membela drii, gerakannya selalu berpadu dengan gemulai tubuhnya yang lincah dan licin itu, setiap ada kesempatau tentu diterobosnya.   Kini melihat Cu Jing ada lubang kelemahan, cepat ia menyelinap maju, pedangnya dari menabas berubah menjadi mengetuk.   dengan batang pedang dia mengetuk Hiat-to pergelangan tangan Cu Jing yang memegang pedang.   Kalau serangannya berhasil mengenai sasaran, maka pedang cu-Jing pasti terketuk jatuh.   Tak ter-duga2 tiba2 ia merasakan pergelangan tangan kanan sendiri kesemutan kaku, entah "   Kenapa kau tidak menungguku?" "Nona mau ke mana? "Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?"   U n bagaimana Cu Jing telah menangkap urat nadinya, berbareng ujung pedang mengancam tenggorokannya.   Terdengar Cu Jing berkata melancarkan gerakan Jiau-kau-sek, betul juga dengan mudah dia berhasil membekuk si baju hitam.   ....   Berkedip mata si baju hitam yang besar dan jeli itu, pancaran sinarnya marah, tapi juga kagum dan memuji, namun mulutnya menjengek."Hanyagerakanbeginisaja kemampuanmu.   ." "cukup Asal bisa membekukmu"   Jawab Cu Jing "Lempar pedangmu dan bicaralah terus terang."   Si baju hitam sedikit meronta, katanya.   "Lekas lepaskan, baiklah akan kukatakan, memangnya Aku kemari hendak memberi kabar padamu,kalautidakbuatapaaku menunggumudisini?" "Kau hendak memberi kabar padaku?"   Cu Jing menegas. .-... Terpancar rasa masgul pada sorot mata si baju hitam, katanya. "Kau masihtidakpercaya?" "Mengapa tingkah lakunya seperti anak perempuan,?"   Demikian batin Cu Jing. Segera ia turunkan pedangnya, katanya.   "Asal kau bicara terus terang, kulepas kau pergi." "Baiklah, lepaskan dulu tanganmu."   Yakin orang takkan bisa meloloskan diri, Cu Jing lantas lepaskan peganannya.   Si baju hitam lantas simpan juga pedangnya, lalu dia meraih kain hitam yang mengikat kepalanya, rambut panjang hitam kilap seketika terurai di pundaknya...   Cu Jing berseru kaget.   "Kau perempuan?"   Si baju hitam tertawa lebar, kembali ia menanggalkan kedok mukanya yang tipis.   Wajahnya yang tadi kuning kaku mengkilap kini berubah seraut wajah molek seorang gadis, tampaknya malu2 dan ingin bicara tapi urung.   Heran Cu Jing mengawasi orang sekian lamanya, tanyanya.   "Siapakah kau sebetulnya?" "Akubernama Hek-bi-kwi(mawarhitam)." "Kalian semuanya perempuan? "Bukan, mereka adalah orang2 Hek-liong-hwe (sindikat naga hitam)." "Kau sendiri bukan anggota Hek-liong-hwe?"   Hek-bi-kwi atau si mawar hitam menggeleng, katanya sungguh2.   "Terus terang, aku sebetulnya, orang Pek-hoa-pang, tapi bertugas di dalam Hek-liong-hwe, kini tugasku sudah selesai, saatnya aku harus kembali."   Tanpa menunggu Cu Jing bertanya, dia menambahkan lagi.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Soalnya kedua temanmu yang pergi ke Peksiam-san sudah diketahui oleh pihak mereka, Hek-liong-hwe sudah mengirim berita dengan merpati pos, sebelum kedua temanmu tiba di Pak siam-san mereka sudah pasang jala hendak menjaringnya, aku tak dapat membantu, terpaksa menyerempet bahaya mengabarkan hal ini kepadamu, syukur kalau engkau bisa menyusul mereka serta membujuknya agar membatalkan nitanya untuk menyelidiki senjata rahasia beracun itu, kalau tidak. orang2 Hek liong-hwe pasti tidak akan berpeluk tangan, demikian pula kau sendiri kuberitahu supaya jangan mencampuri urusan ini ....."   Sembari bicara dengan cekatan ia sudah menggelung rambut serta membungkusnya dengan kain hitam, katanya pula.   "Sudahlah, apa yang ingin kusampaikan sudah kusampaikan, sekarang aku mohon diri, harap engkau jaga dirimu baik2."   Habis berkata dengan cepat dia melangkah keluar.   Tapi di ambang pintu dia berpaling serta pandang Cu Jing lekat2.   Hanya sekejap ini mukanya sudah kembali menjadi kuning kaku dan mengkilap.   tapi matanya yang bundar besar itu memancarkan perasaan berat dan kasih mesra, lalu dengan cepat ia berkelebat keluar dan menghilang.   Diam2 Cu Jing tertawa geli, batinnya.   "Agaknya bocah ayu ini menaruh hati kepadaku."   Si mawar hitam melompat ke atas genting terus keluar dari hotel, seringan kapas ia melompat turun dijalan raya yang sepi terus berlari2 menpuju ke selatan-Setiba di daerah Sam-koan-tiam takjauh di depannya dilihatnya bayangan dua orang mengadang di kirikanan jalan.   Dalam kegelapan darijauh pasti tidak akan melihat dua orang di depannya ini, untung malam ini ada sinar bulan, maka mawar hitam segera melihat bayangan kedua orang dari kejauhan..   Betapa cerdik si mawar hitam, melihat dua orang berdiri di pinggir jalan, karena kawan atau lawan sukar diraba, sudah tentu dia tidak berani mendekat secara gegabah, segera dia berhenti beberapa jauh dari mereka.   Begitu dia berhenti, ke dua bayangan orangitu mulai bergerakdan pelahan2 mendekatidirinya...   Mawar hitam tetap berdiri tak bergerak.   tapi jari2, tangan kanannya sudah menggenggam gagang pedangnya.   Cepat sekali seperti bayangan setan kedua orang itu sudah berada dihadapannya.   Kini mawar hitam melihat jelas kedua orang ini sama mengenakan seragam hitam, mukanya juga kuning seperti malam, seorang lagi mukanya malah lebih legam sehingga tertampak menyeramkan- Kini mawar hitamdapat melihatjelaskedua orang ini teman yang tadi bertugas bersama dirinya, yaitu dengan kode huruf kuning nomor 27.   "Bukankah mereka bertugas menguntit Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa menuju ke Pak-siam-san? Tapi kedua orang itu mendadak muncul di sini,"   Keruan ia kaget, lekas dia memberi hormat, katanya.   "Hamba huruf kuning 29, menyampaikan hormat kepada Sincu"   Ternyata laki2 muka kuning kelabu bernama Sin-cu "sincu adalah suatu jabatan tertentu didalamHek-liong-hwe. "Nomor28,"   Desis laki2 muka kelabu.   "Kau tahu apa dosamu?"   Bergetar hati mawar hitam, tapi dia memakai kedok, sudah tentu perubahan air mukanya tidak -kelihatan, tapi sikapnya kelihatan gugup, sahutnya.   "Entah hamba melanggar kesalahan apa?" "Budak bernyali besar,"   Damperat laki2 muka kelabu, "dihadapanku masih berani mungkir." "Harap Sincu periksa yang betul, hamba betul2 tidak tahu berbuat kesalahan apa? Memangnya melanggar peraturan organisasi? "   Si muka kelabu menjengek dingin.   "Apa betul kau tidak tahu? Baiklah, nornor 27 jelaskan padanya."   Laki2 muka legam mengiakan, dengan menyertingai dia berkata.   "Sebelum berangkat menunalkan tugas kali ini hamba menerima perintah rahasia Ji tongcu, beliau merasa nomer 28 agak mencurigakan, maka hamba diperintahkan memperhatikan gerak-geriknya ... ." "Aku toh bukan anak buah Ji-tongcu,"   Debat mawar hitam.   "dari manadiatahuletakkelemahankusehingga menaruhcurigapadaku" "Kau adalah anak buah cui tongcu,"   Kata laki2 muka legam, "sudah tentu perintah Ji tongcu ini juga setahu cui tongcu sendiri."   Lalu dia menambahkan.   "Setelah nomor sembilan mati menelan racun, sengaja hamba bilang mau menguntit kedua bocah Ban dan Ko itu, sebetulnya di Kim-sim-tun pihak kita juga ada orang, hakikatnya tidak perlu menguntit mereka segala, apa yang hamba lakukan hanya untuk mengelabui nomor 28 dan mengawasi tingkah lakunya apakah betul dia melanggar. ..." "Memangnya aku melanggar aturan apa?"   Tanya mawar hitam. "Untuk apa malam ini kau pergi ke hotel Ko-seng-can?"   Tanya laki2 muka legam..   "Karena bocah she cu itu tinggal di hotel itu maka ingin aku menyelidiki gerak-geriknya, memangnya maksudku ini salah?"   Dengus mawar hitam. "Apa saja yang telah kau bicarakan dengan dia?"   Tajam pertanyaan laki2 muka legam. "Jadi kau menguntitku secara diam2, apa yang kulakukan tentu sudah kau sakslkan, kenapa tanya lagi?" "Akulah yang ingin tanya padamu,"   Sambung laki2 muka kelabu.   .   Mawar hitam meliriknya, katanya dengan membungkuk hormat.   "Sin-cu boleh tanya nomor 27 saja, yang terang hamba yakin tidak melakukan kesalahan-" "Kau tidak usah berdebat lagi, serahkan senjatamu, pulang ikut aku menghadap Cui-tongcu"   Tanpa terasa mawar hitam menyurut mundur selangkah, semakin kencang jari2nya memegang gagang pedang, katanya. "Jadi Sincu juga tidak percaya padaku, baiklah aku akan menghadap cui-tongcu sendiri"   Sorot matanya yang kelabu menatap mawar hitam, tegas suara si muka kelabu.   "28, kau berani melawan perintah?"   Dari dalam bajunya dia keluarkan seutas rantai lembut, di ujung rantai terikat sebuah gembok kecil.   "trang", dia lempar gembok borgol itu ke tanah, bentaknya bengis.   "Belenggu tanganmu sendiri."   Melihat orang keluarkan borgol, rasanya berdebat juga tak berguna, maka mawar hitam mundur ber-siap2, katanya tertawa dingin.   "Sin-cu sendiri memaksa aku melakukan pelanggaran-Baiklah, aku akan kembali ke markas saja,"   Segera dia putar tubuh dan lari. "Bangsatbernyalibesar"bentaksimukakelabu."Kau maulari?"   Tanpa diperintah laki2 muka legam melolos senjata terus melompat ke depan menghadang si ma-war hitam, Urusan sudah kadung begini, terpaksa mawar hitam harus bertindak cepat, mendadak ia menghardik keras "Minggir"   Begitu pedang terlolos dan bergerak, dengan jurus jun-seng-hwihoa segera sinar pedang menggulung ke dada laki2 muka legam.   Agaknya orang itu tidak menduga di hadapan sincu orang berani bergerak senekat ini ehingga si mawar hitam sempat merangsaknya lebih dulu, maka dia tidak berani menyambut ecara keras, ia melompat mundur beberapa kaki.   Begitu kaki turun ke tanah, pedangnyapun udah terlolos, bentaknya..   "Perempuan keparat, berani kau melawan?"   Tiba2 ujung pedangnya bergetar, dia menubruk ke arah mawar hitam.   Sebelum lawan menubruk tiba, mawar hitam membentak seraya putar pedang dengan kencang, beruntun dia menusuk dan menikam delapan kali, Delapan kali serangan ini dilancarkan secara ganas, beberapa kaki sekeliling dirinya bertaburan sinar pedangnya yang kemilau.   Karena di dahului, si muka legam tepaksa hanya membela diri sambil mundur, ia kaget danjeri, sembari bertahan mulutnya berkaok2.   "Sincu, coba lihat ilmu pedang apakah yang dimainkan keparat ini?"   Tujuan mawar hitam hanya meloloskan diri, sudah tentu serangannya tak mengenal kasihan, beruntun beberapa kali serangan pedangnya hampir saja menamatkan jiwa si muka legam, tapi begitu orang mundur, sebat sekali dia tutul kedua kaki terus melambung setombak lebih jauhnya.   Namun waktu ia hendak mengenjot kalinya lagi, mendadak badannya bergetar.   "bluk", tanpa kuasa ia jatuh terjerembab. Terdengar si muka kelabu terkekeh sambil menghampiri, suaranya sinis.   "Perempuan hina, dengan sedikit kemampuanmu ini, memangnya mau lolos dari tangan aku orang she Tin? Lekas katakan, siapa yang mengutusmu menjadi mata2 di perkumpulan kita?"   Diarebutpedangdaritanganlaki2 mukalegam,sekaliujungpedang bergetar, beruntun dia tutuk tujuh kali Hiat-to di tubuh si mawar hitam.   Karena terjatuh ke tangan musuh, mawar hitam pejamkan mata saja tanpa bicara, dia pasrah nasib ...   "Dihadapan orang she Tin jangan kau pura2 mampus, kau akan menderita tanpa bisa berkutik sedikitpun,"   Desis laki2 muka kelabu, mendadak ia putar balik pedangnya, dengan gagang pedang dia mengetuk ke bawah dada mawar hitam.   Ketukannya tidak berat, tapi sasarannya telak.   gerakannya-pun berbeda dengan ilmu tutuk umumnya.   Badan mawar hitam seketika mengejang, tanpa kuasa mulutnya mengerang kesakitan- Dengan keheranan laki2 muka legam pandang laki2 muka kelabu, katanya.   "Budak keparat ini teramat keras kepala, biar hamba menyiksanya lebih parah .."   Laki2 muka kelabu menyeringai.   "Tak usah kau turun tangan, dalam sepeminum teh, mustahil dia tidak mengaku."   Laki2 muka legam mundur dengan ragu2, tapi dia tidak berani banyak mulut lagi. "Nah,"   Ujar laki2 muka kelabu.   "sekarang tanggalkan kedok mukanya, kini dia sudah bukan orang kita, tak boleh mengenakan kedok ini, nanti akan kukorek kedua biji matanya."   Laki2 muka legam mengiakan, segera dia mendekat dan menarik kedoksi mawar hitam.   Dilihatnya wajah si mawar hitam yang molek berubah pucat dan basah oleh keringat dingin.   Dengan hati tak tenteram ia angsurkan kedok itu kepada atasannya.   Laki2 muka kelabu simpan kedok itu ke dalam bajunya, sikapnya tampak tenang2, ia berjalan ke sana lalu duduk di atas batu besar dipinggir jalan sana.   Sementara itu wajah mawar hitam yang pucat berkerut2 itu sudah dibasahi keringat dingin, badan mengejang dan bergetar semakin keras, giginya berkerutuk menahan sakit.   Jelas dengan segala daya dia bertahan akan siksaan yang luar biasa ini.   Tidak merintih juga tidak menjerit, hanya giginya yang berkeriut, dia terimasiksaaninidengantabahdanberani.   Diatahusetelahrahasia dirinya ketahuan, dia terima segala akibat yang bakal menimpa dirinya.   Laki2 muka legam sampai merinding menyaksikan perubahan air muka si mawar hitam, tapi laki2 muka kelabu justeru tetap ongkang2 duduk di sana dengan sabar, hatinya seperti terbuat dari besitanpaperasaan,seakan2diaamatpuasdansenang melihat Keadaan si mawar hitam yang begitu menderita.   Dengan terkekeh dingin tiba2 dia berdiri menghampiri, tetap dengan gagang pedang, kembali dia mengetuk badan si mawar hitam.   Kiranya, ketukankali iniuntuk membuka Hiat-toyang menyiksa mawarhitam tadi.   Si mawar hitam yang sejak tadi duduk bertahan kini menjadi lunglaidan terkaparditanah.   Dengan terkekeh dingin si muka kelabu mendelik bengis, katanya.   "Nomor 28, kau sudah rasakan, kenikmatannya? Ketahuilah, ini baru permulaan supaya kau tahu rasa, yang lebih enak masih bisa kau rasakan jika kau tetap membangkang, ketahuilah kesabaranku juga terbatas." "Bunuhlah aku,"   Teriak mawar hitam serak. "Memangnya begini mudah?"   Jengek muka kelabu.   "Sebelum kau mengaku siapa yang mengutusmu kemari? Aku tidak akan membikinmu mampus,"   Mawar hitam membuka pula matanya, mulutnya terkancing rapat2. "Aku tak percaya, memangnya badanmu ini berotot kawat bertulang besi,"   Demikian ejek si muka kelabu.   "Tak mau bicara, jangan sesalkan aku berlaku keji. ......"   Ia angkat pedang pula dan pelan2 gagang pedang kembali hendak menutuk ke dada si mawar hitam. Pada saat2 genting itulah, tiba2 dari belakang pohon sebelah kanan sana orang membentak nyaring.   "Berhenti" -Suaranya merdu, terang itulah suara perempuan, malah perempuan yang masih muda belia. Gagang pedang di tangan si muka kelabu yang sudah teracung berhenti di tengah jalan, ia melirik ke arah datangnya suara, Pohon di pinggir jalan itu berada beberapa pelukan orang besarnya, bentuknya menyerupai payung, Tampak dua bayangan orang melompatkeluardari balikpohonbesar itu. Dua bayangan semampai dan ramping, yang di depan berusia 19-an memakai gaun panjang warna hijau pupus dengan baju panjang putih mulus, wajahnya tampak jelita dan anggun, di bawah sinar rembulan yang remang2 kelihatannya dia seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan. Agak di belakang adalah seorang gadis pula lebih muda berpakaian serba hijau, kuncir rambutnya yang hitam menjuntai turun menghias dada, dandanannya mirip pelayan, tapiwajahnyajugacantik molek. Melihat yang muncul hanya dua gadis ayu, si muka kelabu tertawa lebar, katanya.   "Agaknya kalian memang sekomplotan, kebetulan kalian akan punya kawan dalam perjalanan ke alam baka, supayaakutidak membuangwaktudisini"   Menjengkit alis gadis bergaun panjang, bentaknya.   "Kau membual apa? Kebetulan aku lewat di sini, tak senang kumelihat perbuatan kejammu ini terhadap seorang gadis lemah yang tak mampu melawan ini."   Si muka kelabu memicingkan matanya, desisnya tertawa. "Memangnya kenapa kalian nona2 cantik ini tidak senang. Aku justru ingin perlihatkan padamu."   Gagang pedang yang sudah teracung pelan2 bergerak turun pula. Gadis baju hijau bertolak pinggang, bentaknya.   "Kunyuk kurang ajar, dihadapanSiociaberani kau bertingkah" "Memangnya kenapa tuan besarmu ini tidak berani"   Jengek si muka kelabu. "Berani kau menyentuhnya, segera kubuntungi lengan kananmu ...."   Ancam si nona bergaun panjang dengan gusar.. Si muka kelabu tertawa, katanya.   "Budak cilik, kalau tuan besarmu gampang digertak orang, aku takkan berjuluk Thian-kau (anjing langit). Nah lihatlah"   Gerak gagang pedangnya lambat2, tapi sudah hampir menyentuh dada si mawar hitam. Pada saat itulah jari gadis gaun panjang tiba2 terangkat, bentaknya.   "Betul kau berani ."   Gagang pedang si muka kelabu sudah hampir mengenai sasarannya, tapi mendadak dia merasa adanya sesuatu yang ganjil, lengan kanannya itu tahu2 kaku dan pati rasa, lemas tidak menurut perintah lagi.   Baru saja ia terkejut, segera pedang yang dipegangnya berkelontangan jatuh ditanah.   Sudah tentu laki2 muka legam kaget, tanyanya lirih sambil memburu maju.   "Kenapa Sincu?"   Pucat dan ketakutan membayang pada wajah muka kelabu. "Lekas pergi"   Dengusnya pelahan, cepat dia mendahului berlari pergi .. Melihat pemimpinnya lari membawa luka, sudah tentu si muka legamtakberani tinggal lama2, lekas iapunangkatlangkah seribu. Gadis baju hijau cekikikan, katanya..   "Tidak berguna, sekali gertak lantas lari mencawat ekor."   Gadis majikannya berkata sungguh2.   "Jangan kau pandang ringan mereka, kepandaian mereka tinggi, kalau bertempur betul2 mungkin aku bukan tandingannya."   Lalu dia menambahkan-"Lekas kau periksa luka nona itu."   Dengan langkah ringan dia menghampiri lalu berjongkok di samping si mawar hitam, katanya.   "Entah di mana luka nona, apa tertutuk Hiat-to mu. ."   Dengan telentang lemas pelan2 mawar hitam membuka mata, suaranya lemah tak bertenaga.   "Terima kasih atas pertolongan nona, cuma. .... keadaanku sudah payah"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Matanya berkedip2, tak tertahanduatitikair mataberlinangdikelopakmatanya. "Di mana lukamu,"   Tanya gadis gaun panjang.   "lekas katakan biar kuperiksa?"   Mawar hitam menggeleng, katanya lemah.   "Jangan nona menyentuhku, aku terkena senjata rahasia beracun keparat itu ........" "Terkena senjata rahasia beracun?Jangan kuatir aku membawa obat mujarab, mungkin bisa menawarkan racun dalam tubuhmu." "Tak berguna,"   Ujar mawar hitam rawan.   "racun dibadanku tiada obat pemunahnya di kolong langit ini, bahwa aku tidak segera mati, karena Thian-kau-sing (anjing langit) tadi menutuk Hiat-toku sehingga kadar racun sementara tidak menjalar ke jantung . ....."   Lalu dia pandang gadis penolongnya.   "nona baik hati menolongku, ada pesan ingin kutitipkan padamu, entah nona sudi membantuku lagi tidak?" "Pesan apa katakan saja, asal bisa kulakukan pasti kubantu kau."..   "Terima kasih, di dalam bajuku ada sebuah kantong kain bersulam, barang ini jangan sampai terjatuh ke tangan orang2 Hek liong hwe, oleh karena itu terpaksa kutitipkan pada nona ....." "Kantong ini tentu penting artinya, entah kepada siapa harus kuserahkan?" "Penting sih tidak. juga tidak perlu diserahkan kepada siapa2, cuma tolong kau membakarnyasaja, didalamkantong adasekeping besi tipis, di tengahnya ada ukiran sekuntum bunga mawar, besok pagitolongadikinisukacantolkandi manasajaasaldipojoktembok di pinggir jalan, harus dicantolkan terbalik ke bawah, lalu dilingkari tinta hitam, cukup di dua-tiga tempat saja, kawan2ku tentu akan tahu bahwa aku sudah gugur." "Baiklah, akan kulakukan pesanmu ini." "Soal ini amat rahasia, waktu membuat lingkaran hitam jangan sekali2 dilihat orang." "Aku dan Siau Yan jarang berkelana di Kangouw,"   Kata gadis gaun panjang.   "entah kau dari Pang atau Pay mana?" "Aku tak berani mengelabui nona, aku orang Pek-hoa-pang, harap nona tidak ceritakan peristiwa malam ini kepada orang lain-" "Aku tahu, setiap Pang atau Pay di kalangan Kangouw ada peraturan dan rahasianya sendiri, aku tidak akan beritahu kepada orang lain-" "Baiklah, tolong keluarkan kantong kain dalam bajuku, waktuku tak banyak lagi " ..   "Biar kuambil,"   Kata gadis baju hijau, segera ia berjongkok serta merogoh keluar sebuah kantong kecil dari dalam baju si mawar hitam. Sekilas melihat cuaca, tak tertahan air mata mawar hitam lantas bercucuran, katanya sedih.   "Masih ada satu hal hampir kulupakan, di dalam kantong ada sebuah botol kecil warna hitam, setelah aku mangkat, tolong enci siau Yan tuang sedikit bubuk obat dalam botol itu ke atas mukaku."   Gadis baju hijau membuka kantong kecil dan mengeluarkan sebuah botol tanyanya, "Apakah ini?"   Mawar hitam mengangguk, katanya kepada nona bergaun panjang.   "Apa yang ingin kupesan sudah kukatakan, tolong Siocia membuka Hiat-toku."   Berkerut alis si nona, katanya "Membuka Hiat-to, bukankah racun akan segera menyerang jantung? " "Ya, enam Hiat-to didadaku memang tertutup, tapi setengah jam lagi racun akan merembes pelan2, penderitaan waktu itu luar biasa, lebih baik kau buka Hiat-toku supaya racun lekas menyerang jantung, dengan demikian aku tidak akan menderita.   Lekaslah, harap Siocia tolong diriku."   Si gadis gaun panjang ragu2, katanya..   "Aku belum pernah membunuh orang, cara bagaimana aku tega turun tangan? ..." "Yang membunuh aku adalah Thian-kau-sing. Siocia malah menolongku, kalau Siocia tidak mem-buka Hiat-toku, karena jalan darahku tersumbat, racun akan bekerja lambat sehingga siksaan yang kualami akan jauh lebih mengerikan-Siocia, aku orang yang hampir mati, kalau kau buka hiat-toku, aku tidak akan tersiksa, lebih lama lagi."   Akhirnya gadis gaun panjang manggut2, katanya.   "Baiklah, kutolong kau membuka Hiat-to"   Lambat2 dia ulur tangan, tapi hatinya tidak tega hingga tanganpun gemetar, tanyanya lagi dengan sedih.   "Kau masih ada pesan apa?"   Pilu senyuman mawar hitam, sahutnya.   "Terima kasih, tiada lagi. ." "Aku. .... .ai, aku.. .. ..sungguh tidak tega turun tangan,"   Kata gadis gaun panjang sambil menyeka air mata. Mendadak badan si mawar hitam bergetar terus mengejang dan berkelejetan, air mukanya berubah hebat, suaranynya gemetar.   "   Racun .....sudah mulai . bekerja Siocia le .. lekas ..."   Melihat penderitaan yang hebat ini, gadis gaun panjang tidak sampai hati, tanpa pikir ulur tangan ke dada mawar hitam, beberapa Hiat-to, yang tertutuk tadi dibuyarkannya .   Badan mawar hitam tampak berkelejetan, wajahnya yang semula pucat berkeringat seketika berubah hitam, darah kental hitampun meleleh dari mulut hidang dan mata kupingnya.   Bergidik seram si gadis gaun panjang, katanya menghela napas.   "Senjata rahasia yang ganas sekali.   Ai, Siau Yan, dia minta kau menaburkan bubuk obat itu kemukanya, lekas kau lakukan, kita harus segera berangkat."   Siau Yan mengiakan, dengan tabahkan hati ia taburkan bubuk obat di botol kecil itu kemuka si mawar hitam, katanya.   "Siocia, marilah lekas pulang ke hotel."   Wajahnya tampak pucat dan tangannya gemetar, agaknya iapurt ketakutan-.. Gadis gaun panjang menggeleng2, katanya.   "Tadi. kita sudah menerima pesannya yang terakhir. setelah membakar kantong kain itu baru kita pulang. ." "Dibakar di sini juga, Siocia?"   Tanya siau Yan.   "apa jangan di tengah jalan, kalau dilihat orang bisa dicurigai, malah bakar di depan biara bobrok di depan sana"   Pada saat mereka bicara itulah jenazah mawar hitam sementara itu sudah mulai lumer, kini tinggal cairan darah kuning menggenangi tanah sekitarnya.. "Siocia memang lebih cermat,"   Ujar Siau Yang, tiba2 ia menjerit kaget melihat cairan darah kuning itu. Gadis gaun panjang menoleh sekejap lalu melengos pula, katanya.   "Bubuk obat yang kau taburkan di mukanya tadi tentu Hoa-kut-san (puyer pelebur tulang), tujuannya untuk melenyapkan jenazah si korban, agaknya dia tidak ingin orang tahu, asal-usulnya, maka suruh kita menaburkan puyer pelebur tulang itu pada wajahnya supaya tidak meninggalkan bekas."   Kejap lain kedua nona ini sudah beranjak memasuki kelenteng bobrok yang sudah lama tidak dihuni dan dirawat, kecuali untuk bangunan di bagian depan masih kelihatan utuh, bagian belakang boleh dikatakan sudah runtuh, rumput sudah tumbuh tinggi di sanasini.   Dari tangan si nona baju hijau, gadis gaun panjang terima kantong kain kecil itu serta mengeluarkan isinya, ada tiga macam barang di dalam kantong, yaitu sekeping besi tipis, bagian depan terukir sekuntunt bunga mawar, sebuah kedok muka yang tipis halus terbuat dari karet dan sebatang tusuk kundai, di ujung tusuk kundai terdapat hiasan bunga mawar warna ungu.    Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini