Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 16


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 16


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Kira2 satu jam lagi baru kereta berhenti, lima tombak disebelah kanan sana terdengar ada orang membuka sebuah pintu besar, cepat kereta bergerak pula ke depan.   Hanya sejenak lagi akhirnya kereta benar2 berhenti.   Terdengar suara kusir kereta berseru lantang.   "Hoa-kongcu sudah sampai, Giok-je sudah berpakaian perempuan, tapi orang masih memanggilnya Hoa-kongcu.. Begitu kusir membuka pintu, Ping-hoa dan Liau-hoa mendahului melompat turun. Melihat Kun-gi memejamkan mata, Giok-je kira orang tertidur pulas, maka ia memanggil lirih.   "Bangunlah Cucengcu, kita sudah sampai."   Waktu Kun-gi melangkah turun, dilihatnya dua gadis remaja berpakaian serba hijau memhawa lampion berdiri di kanan kiri. Waktu dia angkat kepala ternyata mereka sekarang berada di sebuah pekarangan dari sebuah gedung besar. "Silakan masuk"   Kata Giok-je yang turun terakhir dari kereta.   Kedua gadis remaja pembawa lampion segera bergerak lebih dulu menunjukkan jalan.   Tanpa bersuara Kun-gi ikuti langkah mereka memasuki sebuah lorong panjang yang tembus pada sebuah pekarangan, di depan berderet tiga buah petak bangunan, tanaman bunga bertebaran rapi dan teratur, suasana sejuk nyaman.   Kedua gadis remaja bawa mereka menuju ke gedang sebelah kiri, langsung dorong pintu terus melangkah masuk, Giok-jeberkata."Silahkan masukCu-cengcu."   Kuw-gi melangkah masuk, tampak meja kursi lengkap, pajangan kamar ini serba berkelebihan, mepet dinding sebelah kiri terdapat sebuah ranjang kayu besar yang terukir indah, kasur seprei dan bantal guling serba baru.   Giok-je berada di belakangnya.   Katanya dengan tertawa.   "Inilah kamar untuk Cu-cengcu, kamar sebelah adalah ruang perpustakaan, entah Cu-cengcu kerasan tidak tinggal di sini?"   Kun-gi tertawa sambil mengelus jenggot, katanya.   "Baik sekali, setelah berada di sini, tidak kerasan juga harus kerasan, rasanya Lohu masih bisa menyesuaikan diri."   Seorang gadis remaja yang lain datang membawakan sebaskom air buat cuci muka. Giok-je segera menuding gadis remaja ini, katanya.   "Dia, bernama Sin-ih, khusus tugasnya disini meladeni segala keperluan Cu-cengcu, kalaun perlu apa2 boleh Cengcu berpesan padanya"   Kun-gi pandang nona bernama Sin-ih ini, usianya sekitar tujuh- belasan, alisnya lentik melengkung, wajahnya molek dan mungil, kulitnya yang putih bersemu merah, ditambah pupur yang semerbak, kelihatan agak kurang wajar.   Lekas Sin-ih melangkah maju serta memberi hormat, katanya.   "Hamba menyampaikan hormat dan selamat datang kepada Cu- cengcu, ada perlu apa2 silahkan Cengcu pesan saja kepada hamba." "Cu-cengcu tentu lelah setelah menempuh perjalanan jauh, biarlahhamba mengundurkandirisaja,"kataGiokje.   Kun-gi tahu orang terburu2 hendak memberi laporan kepada Pangcunya, maka dengan tertawa dia berkata.   "Nona sendiri tentu juga letih dan perlu istirahat, silakan saja."   Waktu Giok-je keluar, Kun-gi menutup pinggir jendela mencuci muka, belum lagi dia duduk Sinih sudah menyuguhkan secangkir teh.   Kun-gi menerimanya dan meneguknya sekali lalu ditaruh di meja, katanya."Lohu ingintidur, nonatidakusahrepot2 lagi." "Hamba bertugas disini, kalau sampai Cengcu kurang puas dan pekerjaan tidak beres, bila ketahuan Congkoan, tentu hamba bisa dihukum." "Tidak, Lohu tidak ingin bikin repot kau, boleh kau pergi tidur juga.   Eh, nantidulu, siapakah Cong-koan kalian?" "Congkoan bernama Giok-lan, apa Cengcu ada pesan?" "Tidak, Lohu hanya tanya sambil lalu saja.   Kau boleh pergi."   Sin-ih mengundurkan dan merapatkan pintu sambil mengawasi bayangan orang, diam2 Kun-gi membatin.   "Nona ini terang mengenakan topeng kulit yang tipis."   Bahwa dirinya membekal Pi-tok-cu dan Jing-sin-tan pemberian nona Un, maka dia tidak perlu takut terhadap segala racun dan obat bius, walau berada di sarang harimau, hatinya tetap tenteram dan sikapnya wajar.   Dia yakin Pek-hoa-pang tentu juga punya tujuan tertentu terhadap dirinya.   Malam sudah larut, dia tahu besok pasti banyak urusan yang melibat dirinya, segera dia tanggalkan pakaian terus merebahkan diri.   Malam ini dia tidur dengan pulas.   waktu bangun hari sudah terang tanah, lekas di kenakan pakaian, buka pintu dan melangkah keluar.   Sin-ih sudah menunggu di luar kamar, melihat Kun-gi keluar segera dia tertawa, sapanya sambil membungkuk.   "Selamat pagi Cu-cengcu." "Selamatpagi nona"   Kun-gibalas menyapa. "Hamba tak berani di panggil begitu, panggil nama hamba saja"   Sin-ih terus lari menuju ke belakang sambil berkata.   "Hamba akan bawakanairuntukcuci muka."   Lekas sekali dia sudah kembali membawa sebaskom air dan handuk hangat, selesai Kun-gi cuci muka, iapun menyiapkan semeja hidangan di kamar tamu sebelah, katanya.   "Silakan Cengcu sarapan pagi."   Kun-gi melangkah ke kamar sebelah, tersipu2 Sin-ih tarik kursi menyilakan dia duduk, tanpa bicara Kun-gi habiskan dua mangkuk bubur, habis makan Sin-ih sudah sodorkan sapu tangan putih pula untuk membersihkan mulut dan tangan.   Pada saat itulah dari luar pekarangan terdengar derap langkah pelahan, tampak seorang perempuan cantik berpakaian serba putih muncul di ambang pintu.   Kecuali rambutnya yang hitam legam mengkilap, sekujur badan perempuan cantik ini serba putih laksana salju, sampaipun perhiasan disanggulnya juga berwarna putih, perawakannya semampai, tak ubahnya seperti dewi dari kahyangan.   Begitu melihat perempuan cantik ini Sin-ih segera berbisik.   "Cu cengcu, Congkoan telah datang."   Mendengar perempuan remaja berpakaian serba putih, ini adalah Pek-hoa-pang Congkoan yang bernama Giok-lan, lekas Kun gi berdiri.   Sementara itu gadis jelita itu sudah masuk ke kamar tamu, dia memberi hormat kepada Kun-gi serta menyapa.   "Cu-cengcu datangdarijauh, maafhambaterlambatmenyambut." "Terlalu berat kata2 nona, mana Lohu berani menerima kehormatan setinggi ini."   Setelah berhadapan baru Kun-gi melihat jelas alis orang yang melengkung bulan sabit seperti dilukis, bola matanya bersinar cemerlang bak bintang kejora, hidung mancung bibir tipis seperti delima merekah, begitu cantik, begitu molek, sikapnya agung berwibawa pula.   Cuma kulit mukanya, kelihatan rada pucat.   Sekilas pandang Kun gi lantas tahu bahwa gadia secantik bidadari ini ternyata juga mengenakan kedok muka.   Maklumlah gurunya Hoan-jiu-ji-lay, pada 50 tahun yang lalu adalah ahli tata rias, begitu besar dan tersohor namanya di Bu-lim, sebagai murid tunggal yang mewarisi segala kepandaian gurunya, sudah tentu Kun-gi cukup mahir pula membedakan wajah orang apakah dia dirias atau pakai kedok, Dengan tersenyum manis gadisjelita ini berkata.   "Hamba bernama Giok-lan, menjabat Congkoan dalam Pang kita, mohon Cucengcu suka memberi petunjuk,"   Matanya ber kedip2 lalu menambahkan dengan tawa manis. "Pangcu dengar Cu-cengcu telah tiba, maka senangnya bukan main dan aku diutus kemari untuk membawa Ceng-cu menghadap beliau." "Losiu sudah ada di sini, memang sepantasnya menemui Pangcu kalian,"   Ujar Kun-gi. "Pangcu sudah menunggu di Sian-jun-koan, silakan Cu-cengcu?" "Terima kasih, nona silahkan dulu."   Giok-lan segera mendahului berjalan keluar.   Tanpa bersuara Kungi mengikut di belakangnya.   Keluar dari pekarangan mereka menyusuri serambi pinggir rumah, bangunan gedung di sini berlapis2 dikelilingi serambi yang berliku2 pula.   Jelas Giok-lan juga mengenakan kedok muka yang buatannya halus dan tipis sekali untuk menyembunyikan muka aslinya.   Orang jalan di depan, Kun-gi melihat kuduk lehernya putih halus, rambutnya yang terurai legam halus bak sutera, langkahnya lembut gemulai, lenggak-lenggok dengan perawakan yang semampai, begitu elok menggiurkan, pakaiannya yang serba putih halus melambai tertiup angin membawa bau harum yang menimbulkan gairah setiap laki2.   Siapapun apa lagi dia masih jejaka, kalau berjalan di belakangnya, pasti timbul pikiran bukan2.   Kun-gi bukan pemuda bergajul, bukan laki2 mata keranjang, tapi toh dia merasa jantung berdebar, pikirannya jadi butek dan napas sesak, berapa jauh dan tempat apa saja yang mereka lewati tidak diperhatikan lagi.   Cepat sekali mereka sudah tiba di depan sebuah gedung berloteng yang di luarnya dikelilingitanamanbunga danpepehonanrindang.   Gedung yang satu ini bangunannya serba ukiran, dicat berwarna warni disesuaikan dengan bentuk gambar ukiran sehingga kelihatan semarak, tepat di atas pintu melintang sebuah pigura besar yang bertuliskan tiga huruf "Sian-juu-koan".   Giok-lan berhenti di depan pintu sambil membalik badan, katanya.   "Sudah sampai, silakan Cengcu masuk"   Kun-gi tertawa, katanya..   "Losiu baru datang, silakan nona tunjukkan jalan."   Giok-lan tertawa, dia bawa Kun-gi masuk ke dalam, kembali mereka menyusuri serambi yang dipagari bambu, serambi ini dirancang sedemikian rupa sesuai keadaan taman yang di-petak2, di dalam petak2 yang dipagari bambu itu ditanami berbagai macam bunga dari jenis yang sukar dicari.   Akhirnya mereka tiba di depan tiga deret villa mungil, kerai bambu menjuntai menutupi keadaan dalam villa.   Di depan pintu berdiri dua gadis menyoreng pedang, melihat Giok-lan datang membawa Ling Kun-gi, mereka memberi hormat serta menyambut dengan suara lirih."   Pangcu sudah menunggu, silakan Congkoan bawa tamu ke dalam.."   Laluseorangdiantara mereka menyingkap kerai. Giok-lan angkat tangannya, katanya.   "Silakan Cu-cengcu."   Sedikit mengangguk Kun-gi terus melangkah ke dalam.   Di dalam adalah sebuah ruang yang cukup luas,jendela berkaca, meja kursi tampak mengkilat bersih, sampaipun lantainya yang terbuat dari papan kayupun memancarkan cahaya kemilau, lukisan menghias sekeliling dinding, pajangannya amat serasi, mentereng tapi sederhana.   Di sebuah kursi cendana besar di sana berduduk seorang perempuan berpakaian gaun kuning, wajahnya tertutup kain sari.   Melihat Giok-lan membawa Ling Kun-gi segera ia berbangkit, bibirnyapun bergerak, katanya.   "Cengcu datang dari jauh, kami terlambat menyongsong, mohon Cengcu memberi maaf."   Suaranyalembut nyaring, sepertikicauburung kenari.   Sekilas Kun-gi melenggong, perempuan gaun kuning ini terang adalah Pek-hoa-pang Pangcu, tapi dari suaranya jelas usianya tentu masih muda belia.   Giok-lan yang ada di samping Ling Kun-gi segera berkata-"Cu-cengcu, inilah Pangcu kami."   Kun-gi tergelak2, katanya sambil merangkap tangan.   "Pangcu mengepalai kaumhawa, beruntung Losiu dapatbertemu."   Pek-hoa-pangcu angkat tangan kirinya, kata-nya merdu. "Silakan duduk, Cu-cengcu"   Sambil mengelus jenggot Kun-gi menghampiri kursi yang di tunjuk serta berduduk setelah sang Pangcu duduk, Giok-lanpun duduk di kursi sebelah bawahnya.   Pelayan remaja berpakaian pupus segera menyuguhkan minuman.   Kun-gi batuk2 lirih, matanya terangkat mengawasi Pek-hoa- pangcu serta memberi hormat, kata-nya.   "Pangcu mengutus. nona Giok-je membawa Losiu kemari dari Coat Sin-san-ceng, entah ada keperluan apa? mohon petunjuk.." "Tidak berani memberi petunjuk,"   Ujar Pekhoa-pangcu, "Giok-je membawa Cengcu kemari tanpa mendapat persetujuan Cu-cengcu sendiri, sebagai Pek-hoa pangcu, kami mohon Cu-cengcu memaafkan kesalahan ini, soalnya Pang kami memang memerlukan bantuan Cu-cengcu yang amat berharga dan besar sekali artinya, untuk itu mohon Cu-cengcu maklum."   Tutur katanya halus, enak didengar, umpama scorang yang sedang naik pitam juga pasti akan reda amarahnya, apalagi Ling Kun-gi memang punya maksud tertentu, hakikatnya dia tidak pernah merasa sakit hati.   Maka dengan mengelus jenggot dia berkata sambil tersenyum.   "Berat ucapan Pangcu, entah persoalan apa? sukalah Pangcu menjelaskan, Losiu siap mendengarkan."   Sorot matanya tajam menatap wajah orang di balik cadar itu. Agaknya Pek hoa-pangcu sadar, sorot matanya yang bersinar di balik cadar lekas melengos, katanya kalem.   "Soal ini menyangkut kepentingan Pang kami, bahwa kami telah mengundang Cengcu kemari dengan susah payah, sukalah Cengcu memberi bantuan seperlunya." "Kalau soal itu amat penting bagi Pang kalian Losiu pasti akan bekerja sekuat tenaga, silakan Pangcu jelaskan dulu, supaya Losiu dapat menimbangnya."   Senang hati Pek-hoa-pangcu, katanya.   "Jadi Cu-cengcu menerima permohonan kami." "Pangcu belum menjelaskan persoalan apa sebenarnya."   Giok-lan segera menyela bicara.   "Soal ini, Cu cengcu sudah memperoleh sukses yang besar, tentunya tidak akan menjadi kesulitan lagi." "O, ya,"   Ajar Pek-hoa-pangcu.   "bahwa Cu-cengcu sudah menyanggupi. Pang kita pasti akan memberi imbalan besar yang setimpal."   Kun-gi tertawa tawar, katanya.   "Tadi Losiu sudah bilang, asal bukan soal yang merugikan orang lain, bukan kejahatan yang melanggar perikemanusiaan, sekiranya tenaga losiu mengizinkan, dengan suka hati akan kubantu, soal imbalan tidak pernah kupikirkan."   Tampak wajah Pek-hoa-pangcu yang tersembunyi di balik cadar mengunjuk rasa melenggong, katanya kagum.   "Cu-cengeu berhati bajik, mohon maaf akan kata2ku yang telanjur tadi." "Pangcu,"   Ujar Giok-lan.   "Biarlah hamba yang menjelaskan soal ini kepada Cu-cengcu."   Pek-hoa-pangcu manggut2.   "Begitupun baik"   Katanya.   "Sudah setengah tahun pihak Hek-liong-hwe menculik Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un It-kiau kedalam Coat-sin-san-ceng untuk membuat obat penawar getah beracun itu tanpa berhasil, tapi Cu-cengcu dalam jangka tiga hari telah berhasil membikin getah beracunitu menjadiairjernih, entahhal ini betultidak?" "Ya, kejadian memang demikian,"   Sahut Kun-gi.   "Tapi ...."   Mendadak ia merandek. "Tapi apa?"   Tanya Pek-hoa-pangcu. "Sebetulnya Losiu sendiripun tidak habis pikir akan kejadian itu." "Lho, kenapa demikian?"   Tanya Giok-lan.   "Bicara terus terang, waktu itu Losiu sebetul-nya tidak punya pegangan apa2, hanya secara sekenanya kupungut obat ini dicampur dengan obat itu, lalu kucoba atas getah beracun itu, demikianlah secara beberapa kali kubuat bubuk obat dari berbagai racikan.   tak terduga suatu ketika getah beracun yang kental hitam itu berubah jadi air jernih.   Hahaha, setelah getah beracun itu berubah jadi air jernih, Losiu sendiri juga tidak ingat lagi berapa macam obat yang kuaduk sampai menimbulkan hasil yang -positip itu." "Itu bukan soal sulit,"   Kata Giok-lan.   "sedikitnya Cu-cengcu sudah berhasil meski baru langkah permulaan untuk menawarkan getah beracun itu, selanjutnya pasti tidak akan sulit memperoleh obat tulennya." "Sulit, sulit,"   Ujar Kun-gi menggeleng2 "Lo-siu sudah bilang, hasil itu hanya secara kebetulan, hakihatnya tidak punya keyakinan sedikitpun."   Giok-lan tersenyum.   "Selama tiga hari berada di Coat Sin-sanceng Cu-cengcu telah mengambil berjenis obat racikan, semua nama obat dan kadar timbangannya sudah dicatat oleh pihak kami, menjadi suatu daftar yang terperinci,jadi obat yang tulen untuk menawarkan getah beracun itu pasti terdapat di antara ke12 macam obat2an itu, asal Cu-cengcu sedikit tekun dan rajin meracik berbagai macamobatitu,taksukar memperolehobattulennya."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kun-gi sudah tahu tentang pencatatan secara rahasia oleh Giok- je di Coat Sin-san-ceng itu, tapi dia pura2 kaget, katanya.   "Jadi Pang kalian tahu selama tiga hari itu aku menggunakan bermacam obat racikan?" "Pek-hoa-pang memang jarang berkecimpung di Kangouw, tapi tiadasuatuhalatau kejadiandi kolong langitini yangtidakdiketahui oleh Pang kami, barang apapun yang kami inginkan, umpama suatu benda yang paling rahasia di dunia ini juga bisa kami usahakan untuk memperolehnya,"   Demikian kata Giok-lan dengan nada bangga. Kun-gi pandang kedua orang dengan heran, tanyanya ragu2. "Lalu apa kehendak kalian atas diriku?" "Cu-cengcu luas pengalaman dan cerdik pandai, kenapa tidak menebaknya saja?"   Kata Giok-lan main teka-teki. Kun-gi sengaja menggeleng sambil garuk2 kepala, tanyanya. "Memangnya Pang kalian juga ingin aku menyelidiki obat penawar getah beracun itu?"   Pek-hoa-pangcu terkikik riang, katanya.   "Pandangan Cu-cengcu memang tajam dan tepat tebakannya."   Tergerak hati Kun-gi, tanyanya.   "Pang kalian dan pihak Coat-siusau-ceng sama2 ingin mencari obat penawar getah beracun itu, memangnya apa tujuanmya?" "Soal ini terpaksa harus kita rahasiakan untuk sementara, tapi atas nama Pang dan seluruh jiwa anggota kami, aku berjanji bahwa usaha kita ini hanyalah demi mencari obat penawar getah beracun itu,jadi tidak untuk melakukan kejahatan mencelakai orang lain, kalaujanji kami inidilanggar, Pek-hoa-pangakantersapubersihdari permukaan bumi, seluruh anggota kami mati tanpa liang kubur. Tentunya Cu-cengcu dapat menerima sumpah kami dan mau percaya bukan?" "Terlalu berat ucapan nona, baiklah kupercaya saja,"   Ujar Kun-gi. Giok-lan tertawa.   "Jadi Cu-cengcu sudah menerima tawaran kami?"   Tujuan Kun-gi membiarkan dirinya diselundupkan keluar dari Coat-siu-sau-ceng dan dibawa ke Pek-hoa-pang ini adalah mencari jejak ibunya.   Tapi persoalan yang dihadapinya ini kembali menarik perhatiannya.   Coat Sin-san-ceng, alias Hek-liong-hwe demi memperoleh obat penawar getah beracun telah menggunakan muslihat dengan menculik Tong Thianjong, Un It-kiau dan Lok-san Taysu, serta Ciamliong Cu Bun-hoa.   Kini muncul lagi Pek-hoa-pang yang menggunakan akal muslihat menyelundupkan dirinya ke tempat ini, tujuannya ternyata juga mencari obat penawar getah beracun itu, Kenapa mereka sama2 berusaha mencari penawar getah beracun itu? Apakah sebetulnya getah beracun itu? Bukan mustahil dalam peristiwa ini ada latar belakang yang teramat besar artinya? Sehingga timbul perebutan dan saling gontok kedua perkumpulan rahasia ini? Otak Kun-gi yang cerdik sudah bekerja keras, tapi tak berhasil memperoleh jawaban yang memuaskan.   Melihat orang menepekur sekian lamanya, akhirnya Pek-hoa- pangcu bertanya.   "Kenapa Cu-cengcu diam saja?. Berubah pikiran kiranya?"   Kun-gi menduga bahwa ibunya mungkin diculik orang2 Pek-hoa- pang, maka disamping mengulur waktu mencari kesempatan, dia pura2 bimbang, akhirnya dia angkat kepala dan berkata.   "Baik-lah, aku menerimanya."   Cemerlang sinar mata Pek-hoa-pangcu dari balik cadar, katanya tertawa senang.   "Apa betul?" "Losiu sudah terima dan berjanji, sudah tentu akan kutepati"   Ujar Kun-gi. "Baiklah,"   Kata Giok-lan.   "Pangcu masih ada pesan apa?" "Cu-cengcu sudah setuju, urusan selanjutnya boleh kau saja yang mengaturnya,"demikian pesan Pek-hoa-pangcu.   Giok-lan menyiakan.   Pembicaraan sudah diakhiri sampai di sini, pelan2 Kun-gi lantas berdiri, katanya sambil menjura.   "Pangcu tiada urusan lain, baiklah kuminta diri saja."   Tadi Giok-lan yang membawa Kun-gi kemari, maka iapun ikut berdiri, tapi secara diam2 dia memberi lirikan mata kearah Pek-hoapangcu. Mendadak Pek-hoa pangcu mengawasi Kun-gi, katanya.   "Silakan Cengcu duduk lagi sebentar."   Terpaksa Kun-gi duduk kembali, tanyanya.   "Pangcu masih ada pesan apa?" "Kaupun harus duduk,"   Kata Pek-hoa-pangcu kepada Giok-lan. Giok-lantersenyum, iapundudukpuladitempatnya.. Menatap muka Ling Kun-gi, berkata Pek-hoa -pangcu.   "Masih ada satu hal ingin kami mohon petunjuk Cengcu, entah bagaimana aku harus mulaibicara?" "Pangcuhendaktanyasoalapa?"   TanyaKun-gi. Dengan ragu2 berkatalah Pek-hoa-pangcu.   "Kalau kukatakan harap Cengcu tidakberkecilhati." "Kalau Pangcu anggap perlu dibicarakan, silakan katakan saja" "Kami berpendapat bahwa Cu-cengcu sudah setuju bekerja sama dengan setulus hati dan sejujurnya, maka kiranya perlu kami berterus terang, bila Cu-cengcu sendiri juga punya kesulitan, kamipun tidak akan memaksa."   Kun-gi tertawa lebar, katanya lantang.   "Seorang laki2 sejati menghadapi persoalan tidak boleh ragu2, bila urusan memang bisa kubicarakan, tentu takkan kusembunyikan." "Syukurlah kalau begitu,"   Kata Pek-hoa-pangcu, sorot matanya yang bening bersinar menatap wajah Kun-gi lekat2, katanya kemudian.   "Kami dengar bahwa Hian-ih-lo-sat telah membekuk seorang tua di Liong-bun-oh, setelah mukanya dicuci dengan arak obat, ternyata dia adalah Cu-cengcu dari Liongbin-san ceng yang tulen, Hian-ih-lo-sat juga sudah mempertemukan kedua Cu-cengcu tulen dan palsu itu, tentunya hal ini benar2 terjadi?"   Giok-je adalah anak buah Pek-hoa-pang, bukan mustahil kalau hal inipun sudah diketahui oleh Pek-hoa-pangcu.   Maka Kun-gi mengangguk, katanya."Memang betulada kejadianbegitu." "Jika demikian, disinilah letak persoalan yang ingin kami ketahui, entah mana di antara kedua Cengcu yang tulen dan palsu?"   Sampai disini mendadak dia menambahkan.   "Tadi kami sudah bilang, kalau Cu cengeu tak mau menjawab, kami tidak akan memaksa."   Kun-gi menghela napas katanya tertawa.   "Pangcu memang cerdik, sebagai pimpinan sekian banyak orang pintar, tentunya bisa menebaknya?"   Pek-hoa-pangcu menggigit bibir, katanya sambil tertawa lirih.   "Kalau Cu-cengcu sendiri tidak mau menerangkan, terus terang kamitidakdapat menebaknya." "Ah, kenapa sungkan, kenapa tidak katakan saja bahwa Pangcu curiga bahwa diriku bukan Cu Bun-hoa?" "Jadikau iniCu Bun-hoa?"desak Pek-hoapangcu.   "Aku memang bukan CuBun-hoa,"sahutKun-gi tegas.   Pek, hoa-pangcu melengak, sorot matanya menjadi terang, tanyanya.   "Kau bukan Cu Bun-hoa, lalu kau ini....   " "Cayhe Ling Kun-gi" "O,jadi engkau Ling-lotiang, engkau merias wajahmu, betul tidak?" "Betul, Cayhe menyaru sebagai Cu-cengcu, tujuanku menyelundup ke Coat Sin-san-ceng untuk, mencari jejak seseorang"   Agaknya Pek-hoa-pangcu tidak memperhatikan beberapa patah katanya ini, sekian saat dia awasi Ling Kun-gi, katanya.   "Ling-lotiang sudah mau terus terang, setelah berada di dalam Pang kita, ku-kira tidak perlu menyamar lagi, entah sudikah engkau memperlihatkan wajah aslinya kepada kami?" "Boleh saja"   Ucap Kun-gi tertawa.   "tapi setelah aku mencuci muka, apakah Pangcu sendiri juga sudi memperlihatkan wajah aslimu?" "Maksud Ling-lotiang minta kami menanggalkan cadar ini?" "Untuk kerja sama dengan sejujurnya, adalah jamak kalau kita berlaku adil" "Baiklah,"   Ujar Pek-hoa-pangcu tertawa sambil membuka cadar yang menutupi mukanya.   Seketika pandangan Ling Kun-gi terbeliak, itulah seraut wajah nan lembut, ayu rupawan, asri dan anggun, usianya sekitar 24 tahun.   Bahwa Pek hoa-pangcu masih sedemikian muda, malah cantik jelita bak sekuntum bunga mawar mekar, sesaat lamanya ling Kun-gi sampai menjublek, akhirnya dia tergelak2 katanya.   "Dengan menyamar Cu-cengcu, Cayhe telah mengelabui Cek Seng-jiang dan Hian-ih-lo-sat, entah di mana Pangcu dan Cong-koan berdua dapat melihat titik kelemahan samaranku ini."   Pek hoa-pangcu mengawasinya dengan seksama sekian lamanya, akhirnya sama2 tertawa malu, katanya.   "Ilmu tata rias Ling-lotiang memang luar biasa, sedikitpun kami tidak melihat sesuatu yang kurang beres."   Kun-gi tertawa tawar, katanya.   "Kalau Pangcu sudah tahu Cayhe ahli dalam ilmu tata rias ini, maka betapapun bagus buatan kedok muka yang kalian pakai tetap takkan dapat mengelabui pandanganku."   Pek-hoa-pangcu melenggong, katanya.   "Pandangan Ling-lotiang memang tajam luar biasa, kami memang mengenakan kedok muka, tapi karena adanya larangan dalam Pang kami, terpaksa kami tidak bisa berhadapan dengan siapapun dengan wajah asli." "Lalu nona Giok-je dan lain2 yang menyelundup ke Coat-siu-sauceng juga memakai kedok muka?" "Itu dalam keadaan istimewa, sudah tentu mereka terpaksa harus memperlihatkan wajah asli." "Tadi Pangcu sendiri sudah bilang minta Cay-he memperlihatkan wajah asli, maka Pangcu seharusnya juga menanggalkan kedok mukamu."   Pek hoa pangcu ragu2, dia berpikir sebentar, katanya kemudian. "Ling-lotiang berkukuh pendapat, terpaksa kami memperlihatkan wajah jelek kami."   Habis berkata dengan hati2 dia mengelotok selapis kedok muka yang tipis, begitu tipisnya menyerupai selaput buah salak, Seketika pandangan Ling Kun-gi menjadi terang pesona,jantungnya berdebar.   Sekian banyak nona yang pernah dikenalnya, seperti Un Hoan-kun, Pui Ji-ping, Tong Bunkhing bertiga adalah gadis yang ayu jelita, tapi Pek-hoa-pangcu yang ada dihadapannya ini mempunyai daya pikat yang luar biasa, sikapnya agung dan suci,jelita bak bunga mekar, kecantikannya tak kalah daripada permaisuri raja.   Setelah menanggalkan kedok mukanya, wajah Pek-hoa-pangcu tampak merah jengah.   Katanya malu2.   "Semoga engkau tidak mentertawakan, padahal anggota Pang kita sendiri hanya beberapa orang saja yang pernah melihat wajah asliku....."   Bola matanya nan bening melirik Giok-lan, katanya.   "Untuk memperlihatkan ketulusan hati kita aku sudah melanggar kebiasaan, maka hendaknya kaupun mencopot kedokmu biar diperiksa oleh Ling-lotiang."   Giok-lan mengiakan.   Pelan2 iapun menanggalkan kedoknya.   Jika Pek hoa-pangcu diibaratkan sekuntum bunga botan yang agung, maka Congkoan yang satu ini memang sesuai betul dengan namanya bak sekuntum bunga giok-lan (cempaka) yang harum semerbak.   Kembali Kun-gi terpesona, sikap Giok-lan jauh lebih wajar, tapi dihadapan orang luar betapapun dia juga malu, sekilas dia melirik kepada Ling Kungi, lalu berkata.   "Sekarang Ling-lotiang sudah puas? Dan kini giliranmu, cara bagaimanauntuk mencuciobatriasdi mukamu?"   Kun-gi tersenyum, katanya.   "Cayhe membawa obat pencuci"   Sembari bicara iapun melepaskan jenggot palsu lalu merogoh kantong mengeluarkan sebuah kotak kecil dan mengambil sebutir obat sebesar kelereng lalu diremas dan digosok2 di telapak tangan, lalu ia mengusap muka sendiri, sekian saat kemudian dikeluarkan pula sapu tangan untuk membersihkan muka.   Hanya dalam sekejap wajahnya yang kelihatan tua setengah baya berjenggot dan agak keriputan mendadak berubah jadi wajah yang cakap ganteng, beralis tegak seperti pedang, bibir merah, gigi putih, sungguh pemuda yang bagus laksana Arjuna..   Sejak tadi Pek,hoa-pangcu selalu memanggilnya "Ling-lotiang", keruan sekarang ia terbelalak lebar, wajahnya merah seperti kepiting direbus, mulutpun melongo bersuara kaget dan Giok-lan sendiripun amat heran, tatapannya lekat penuh kasih mesra, katanya sesaat kemudian.   "Ling kongcu ternyata masih begini muda, sungguh di luar dugaan."   Kun gi tertawa, katanya.   "Bukankah nona berdua lebih muda dari padaku? Sebagai Pangcu dan Congkoan dari suatu perserikatan, kalian malang melintang di dunia persilatan, bukankah ini jauh di luar dugaan pula?"   Lambat laun baru tenteram gejolak hati Pek-hoa pangcu, kedok muka yang dipegangnya tadi segera dikenakan lagi, matanya menatap tajam, bibirnya bergerak, katanya.   "Ling-kongcu muda dan gagah perkasa, tentunya juga cerdik pandai, entah siapakah gurumu yang mulia?" "Maaf kalau Cayhe tidak dapat menerangkan pertanyaan Pangcu, soalnya guruku sudah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia, jejaknya selama hidup tidak ingin diketahui orang lain, untuk ini Cayheamatmenyesaltak bisa memberi keterangan."   Pek-hoa-pangcu berseri tawa, katanya.   "Gurumu pasti seorang tokoh kosen yang luar biasa, kalau memang ada kesulitan, boleh Kongcu tak usah menjelaskan", lalu ia berpaling kepada Giok-lan dan berpesan.   "Ling-kongcu baru datang sebagai tamu agung, apakah kau sudah siapkan perjamuan untuk menyambutnya?"   Giok-lan membungkuk, sahutnya.   "Hamba mohon petunjuk Pangcu, perjamuan hendak diadakan tengah hari atau nanti malam?" Lekas Kun-gi goyang tangan, katanya.   "Pang-cu tidak usah sungkan, mana Cayhe berani bikin repot." "Kau sudah ada di tempat kami, sebagai tuan rumah selayaknya kami meladani ala kadarnya, apalagi tenagamu amat kami perlukan,"   Lalu Pekhoa-pangcu berpaling. "diadakantengah harinantisaja."   Giok-lan mengiakan, segera dia pakai lagi kedok mukanya, berdiri terus beranjak keluar.   Dalam ruang tamu kini tinggal mereka berdua saja, setelah keduanya sama2 memperlihatkan wajah asli, yang laki2 cakap, yang perempuan cantik,jantung mereka sama berdebar2, suasana sedikit kikuk dan risi, akhirnya Pek-hoa-pangcu memecah kesunyian, katanya.   "Tadi Ling kongcu bilang tujuan samaranmu untuk mencariorang, entahsiapakah dia?" "Beliau adalah ibundaku." "O, kau mencari ibumu?"   Berkerut alis Kun-gi, katanya;   "Ibu sudah hilang beberapa bulan lamanya, sampaisekarang belumdiketahuiarahparannya." "Kulihat Ling-kongcu gagah bersemangat, sinar matamupun terang bercahaya,jelas membekal kepandaian silat dan Lwekang yang tinggi, tidak mirip orang yang terkena racun penawar Lwekang dari Coat Sin-san-ceng, bahwa Kongcu membiarkan dirimu dibawa kemari oleh Giok-je, tentu kau curiga bahwa ibundamu berada di sini bukan?"   Kun-gi cukup cerdik, tapi juga tabah, katanya.   "Jadi Pangcu curiga bahwa kedatanganku membawa maksud tujuan yang tidak baik?" "Tidak,"   Sahut Pek,hoa-pangcu menggeleng.   "sedikitpun aku tidak curiga."   Lalu dengan nada serius dia menambahkan.   "Aku dapat merasakan,.Ling-kongcu pasti seorang Kuncu." "Ah, Pangcu terlalu memuji."   Berkedip dan bertanya Pek-hoa-pangcu.   "Ling-kongcu mau mencari ibu dan sudi tinggal di tempat kami, mungkinkah dapat membantu kesulitankamipula?"   Kun-gi tertawa, katanya.   "Cayhe sudah telanjur janji, tentu akan kutepati." "Terima kasih. Pang kami juga akan membantu sekuat tenaga untuk mencari jejak ibumu yang hilang, paling lama tujuh hari pasti kami dapat memperoleh kabar ...."   Sedikit merandek, dia bertanya lebih lanjut.   "Cuma siapa she dan nama ibumu." "Ibuku she Thi, tentang nama beliau Cayhe sendiri juga tidak tahu." "Kami jarang berkelana di Kangouw, tapi setiap orang yang punya nama beken sedikit banyak tentu pernah kami dangar, tapi tokoh perempuan she Thi yang kenamaan belum pernah kami dengar?" "Ibuku tidak pandai ilmu silat, selamanya tidak pernah keluar rumah, sudahtentuPangcutidakpernah mendengarnamabeliau?"   Heran Pek-hoa-pangcu, katanya.   "Ibumu bukan kaum persilatan, bagaimana bisa lenyap? Mungkin dia punya musuh?" "Watak ibuku welas-asih, bijaksana dan bajik, kecuali mengurus pekerjaan rumah, belum pernah ribut dan bertengkar dengan orang, mana mungkin punya musuh?" "Aneh kalau begitu. Em, berapa usia ibumu? Bagaimana raut wajahnya, bolehkah Kongcu memberi gambaran secara terperinci, supayakuperintahkananak-buahku untuk ikut mencari jejakbeliau"   Melihat sikap orang yang prihatin dan sungguh2, Kun-gi lantas berkata.   "Ibuku berusia, badannya lemah dan sering sakit2an, maka kelihatannya sudah tua seperti berusia lima-puluhan, mukanya lonjong agak kurus, rambut di atas pelipis sudah beruban." "Ling-kongcu tak usah kuatir, akan kukerahkan seluruh kekuatan Pang kita bantu mencari jejaknya,"   Lalu sambil mengerut alis dia menambahkan.   "Cuma ibumu bukan kaum persilatan, untuk mencarinya tentu agak sukar, tapi kami percaya dengan kekuatan Pang kita yang tersebar luas di seluruh Kangouw, cepat atau lambat pastibisa memperolehberita." "Budi kebaikan Pangcu membuat Cayhe amat berterima kasih."   Mendadak merah wajah Pek-hoa-pangcu, katanya sambil menatap Kun-gi.   "Kalau Ling-kongcu sudi, bagaimana kiranya kalau anggap diriku sebagai kawan?"   Agaknya dia menggunakan seluruh keberaniannya untuk mengucapkan kata2nya ini, setelah mengutarakan isi hatinya, dengan malu dia menunduk kepala. Berdetak jantung Kun gi, mukanya merah, katanya dengan tertawa.   "Berat kata2 Pangcu, bahwa cayhe bisa berkenalan dengan Pangcu sudah beruntung besar, bukankah sekarang kita sudah berkawan?"   Sorot mata Pek-hoa pangcu tertuju ke lantai, jari2 tangannya mengusap kedok mukanya yang tipis, katanya lirih.   "Maksudku .."   Belum habis dia bicara tampak. Giok-lan melangkah masuk, lekas Pek-hoa-pangcu putuskan pembicaraan. Di ambang pintu Giok-lan menekuk lutut memberi hormat, katanya.   "Pangcu, Ling-kongcu, meja perjamuan sudah disiapkan, silakan makan dulu."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Pek-hoa-pangcu tidak pakai lagi kedok mukanya, dia hanya menutup dengan cadar, pelan2 ia berbangkit, katanya.."Mari, silakan Ling-kongcu."   Dibawah iringanPek-hoa-pangcu mereka meninggalkan, Ing jun- koan, melalui serambi terus menuju ke kamar bunga di seberang sana.   Di dalam meja perjamuan memang sudah siap.   empat gadis berdiri di empat sudut siap melayani, melihat sang Pangcu mengiringi seorang pemuda berwajah tampan, sekilas mereka unjuk rasa kaget dan kagum, tersipu2 mereka maju menyambut.   Pek-hoa-pangcuangkattangan.   "Silakan Kong-cu dudukdiatas."   Kun-gi duduk di kursi tamu, Pek-hoa-pangcu duduk di tempat tuan rumahnya.   Malah duduk di sebelah bawahnya.   Dua pelayan segera mengisi cangkir yang sudah tersedia.   Hidangan yang disuguhkan memang luar biasa dan banyak ragamnya, keempat pelayar ganti-berganti menyuguhkan bermacam2 masakan, sementara mereka makan minum sambil mengobrol, banyakjugasoal yang merekabicarakan.   Mendadak di luar sana terdengar suara ribut2 beberapa orang, Pek-hoa-pangcu bersungut, katanya dongkol.   "Ada kejadian apa di luar itu?"   Lekas Giok-lan berdiri, katanya.   "Biar hamba keluar melihatnya . . ..   "   Belum habis dia bicara, dari luar sudah berlari masuk seorang pelayan dengan ter-gopoh2.. Giok-lan lantas tanya.   "Kau ter-buru2, ada kejadian apa di luar?" "Lapor congkoan, barusan ditemukan jejak musuh di taman depan... ."   Giok-lan melengak. tanyanya.   "Ada kejadian begitu? Siapa yang berani menyelundup ke taman?" "Pendatang berkepandaian tinggi, agaknya tidak mengusik bagian luar, tahu2 mereka sudah ada didalam lewat jalan air"   Seorang gadis terdengar membentak. lebih dekat di luar taman sana.   "Pendatang dari mana? hayo berhenti"   Tiba2 terdengar suara serak tua berkata dingin.   "Kami bertiga kebetulan lewat dari danau, kulihat di sini ada sebuah taman yang luas, sengaja kami tamasya ke Sini, kalian budak2 ini berani main gila terhadap Lohu?"   Waktu itu tengah hari, tapi ada orang berani terobosan di markas besar Pek-hoa-pang, sungguh besar nyali mereka.   Giok-lan tidak banyakbicaralagi, cepatdia lari keluar.   Wajah Pek-hoa-pangcu yang jelita kelihatan berubah, cepat ia mengenakan kedoktipisdimukanya.   Kun-gi tidak tahu siapa yang datang? Tapi dia menduga pihak Pek-hoa-pang telah kedatangan musuh tangguh, lekas dia berdiri dan berkata.   "Pangcu ada urusan, boleh silakan-"   Tajam tatapan mata Pek-hoa-pangcu, katanya..   "Apakah yang datang temanmu?"   Kun-gi menggeleng kepala, katanya.   "Bukan temanku." "Syukurlah kalau bukan temanmu. Apakah Ling-kongcu ingin keluar melihatnya?" "Kalau tiada alangan boleh saja."   Pek-hoa-pangcu tertawa manis, katanya.   "Mari silakan-"   Lalu dia berpesan kepada pelayannya.   "Lekas keluarkan perintah, sebelum diketahui asal-usul pendatang, suruh orang di depan tidak usah masuk kemari"- Seorangpelayan mengiakan laluburu2 larikeluar. Seperti tidak terjadi apa2, bersama Ling Kun-gi, Pek-hoa-pangcu berhenti di ambang pintu. Melalui jendela Kun-gi melongok keluar, tampak pakaian putih Giok-lan melambai2 berdiri di undak2an, di depannya adalah sebuah lapangan berumput, di sana berdiri berjajar tiga orang menghadap ke arah kamar sini. Orang yang berdiri di tengah berjubah hitam, mukanya merah beralis ketal, jenggot jarang2 menghias dagunya, pedang panjang terpanggul dipundaknya, kedua biji matanya mencorong buas, usianya antara setengah abad. Di sebelah kirinya berdiri laki2 bermuka jelek berpakaian kain belacu seperti orang berkabung, anehnya pakaian belacu yang dipakainya hanya separo, sorot matanya memancarkan cahaya biru, sekilas pandang perawakannya kelihatan rada aneh dan lucu. Yang berdiri di sebelah kanan adalah laki2 setengah baya, menyandang pedang dipunggungnya, mukanya pucat seperti tidak berdarah. Sikap mereka garang dan kasar, jelas kedatangan mereka bermaksud tidak baik. Tidak jauh di sekeliling ketiga orang ini berpencar lima gadis baju hijau yang menenteng pedang, terang mereka adalah anak buah Pek-hoa-pang. Sikap Giok-lan tenang2 saja, dengan kalem dia pandang ketiga orang, lalu menatap laki2 muka merah di tengah itu, tanyanya dengan nada kurang senang.   "Siang hari belong, tanpa sengaja kalian main terjang masuk ke rumah orang, memangnya ada keperluan apa?"   Memang tidak memalukan Giok-lan diangkat sebagai congkoan Pek-hoa-pang, tindakannya tegas, tutur katanyapun tandas, orang akan merasa bahwa dia seorang gadis bangsawan dari suatu keluarga besar. Laki2 muka merah menyeringai, katanya.   "Jadi nona pemilik taman ini?" "Taman ini dalam lingkungan keluargaku, sudah tentu aku adalah pemiliknya,"   Ujar Giok-lan dongkol. "Siapakah she nona?"   Tanya laki2 muka merah.   "Kita belum saling kenal, tak perlu tanya nama segala, kalian menyelundup ke rumah ku, ada keperluan apa?" "Tadi sudah kujelaskan, kami hanya ingin bertamasya saja." "Pintu taman kami tidak terbuka, memangnya dari mana kalian masuk-?" "Terdorong oleh keinginan hati, kalau hanya pagar tembok setinggi itu tidak menjadi alangan bagi kami bertiga." "Kami adalah rakyat jelata yang bersahaja, apa tujuan kalian kemari?".   "Nona jangan menyindir, memangnya kau kira kami bukan rakyat baik2?" "Siang hari belong, kalian melompati tembek dan masuk ke rumah orang, tentunya punya maksud tujuan tertentu."   Si muka merah terkekeh2, katanya.   "Nona2 anak buahmu ini kiranyaberkepandaiantidakrendah juga." "jugakalian memangsengajakemariuntukcariperkara?"   Bersinar mata si muka merah, katanya sinis.   "Hampir mengena sasaran kata2 nona, kudengar di Phoa-yang-ouw ini akhir2 ini ada gerombolan nona2 cantik yang banyak menimbulkan gelombang di Kangouw, maka Lohu bertiga ingin memeriksa kemari apa betul kabar yang tersiar itu?"   Diam2 Kun-gi membatin.   "Kiranya tempat ini di tengah2 Phoayang-ouw?"   Terdengar Giok-lan tertawa dingin, katanya.   "Betapa luas dan besar Phoa-yang-ouw ini, apakah kalian tidak kesasar?" "Semula Lohu memang kira taman seluas ini adalah milik bangsawan yang telah pensiun dan mengasingkan diri disini, maka ingin menengoknyakemari,kinipandanganLohujadiberubah." "Berubah bagaimana?" "Sudah puluhan tahun Lohu berkecimpung du Kangouw, memangnya pandanganku bisa meleset?" "Jadi menurut pandanganmu tempat apakah taman kami ini?" "Justeru Lohu ingin keterangan dari nona?"   Sampai di sini Pek-hoa-pangcu tidak sabar lagi, katanya lirih. "Ling-Kong cu, mari kita keluar.   "   Lalu dia singkap kerai melangkah keluar, suaranya kumandang merdu.   "Sam-moay, kedatangan mereka terang ada maksud tertentu, coba kau tanya mereka dari kalangan mana?"   Kun-gi ikut melangkah keluar, dalam hati dia membatin.   "Dia panggil Giok-lan sebagai Sam-moay, jadi masih ada Ji-moay, lantas siapa dia?"   Mendengar suara merdu Pek-hoa-pangcu, si muka merah bertiga memandang ke sini, tampak muncul sepasang muda-mudi, yang laki2 tampan dan yang perempuan ayu jelita.   Dari langkah mereka dapat diketahui bahwa kedua muda-mudi ini bukan sembarang orang.   Sekilas melengak si muka merah, lalu tertawa, katanya sambil menjura.   "Nona danKongcu ini tentunyama Jikan disini?"   Karena orang bicara sambil menatap dirinya, maka Kun-gi tertawa tawar, katanya.   "Tuan salah, cayhe hanya bertamu disini, bukan pemilik tempat ini?"   Si muka merah lalu mengamati Pek-hoa-pang-cu, katanya kemudian.   "Lalu nona inikah ma Jikan tempat ini." "Kalian harus jelaskan dulu asal-usul sendiri baru nanti tanya siapa diriku."   Si muka merah terkekeh2, katanya.   "Betul, biarlah kita bicara blak2an, Lohu Jik Hwi-bing, pejabat Ui-liong-tongcu dari Hek-lionghwe."   Pek-hoa-pangcu tidak kaget juga tidak heran, sikapnya tenang2, katanya.   "o, kiranya seorang Tongcu malah, jadi kami yang berlaku kurang hormat, lalu siapa kedua orang ini?" "Mereka adalah dua saudara angkat Lohu."   Ujar Jik Hwi-bing. Sejak tadi kedua orang di kiri kanannya berdiam diri, mukanya beringas dan kaku, kini laki2 muka jelek berpakaian biru itu bersuara.   "cayhe Lan Hou"   Laki2 muka pucat di sebelah kanan juga memperkenalkan diri, "cayhe PekKi-ham." "Kami bertiga sudah perkenalkan diri, giliran nona menyebut namamu?"ujarJik Hwi-bang. "Aku she Hoa,"   Kata Pek-hoa-pangcu. "Lohu ingin tahu, gerombolan nona yang sudah sering berkecimpung di Kangouw secara diam2 tentu punya nama bukan?"   Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya.   "Terlalu tinggi penilaian Ui-tongcu terhadap kami, yang sering menimbulkan gelombang ombak di kalangan Kangouw hanya beberapa saudara kami saja, hasil yang dicapaijugatidakberarti, memangnyakamipunyanamaapa."   Jik Hwi-bing menarik muka, katanya mengejek.   "Jadi nona tidak mau berterus terang." "Apa yang kukatakan adalah kenyataan, kalau Jik-tongcu tidak percaya terserah"   Tajam sorot mata Jik Hwi-bing, katanya. "Baiklah, Lohu anggap apa yang nona katakan memang benar, kedatangan kami memang ada maksud untuk merundingkan sesuatu hal dengan nona." "Entah soal apa sampai Jik-tongcu memerlukan kemari dari tempat jauh"   Jengek Pek-hoa-pangcu.   "Asas berdirinya Hek-liong-hwe bertujuan hidup berdampingan secara damai dengan sesama golongan Kangouw, tidak ingin menimbulkan bentrokan dengan aliran manapun, umpama air sungai tidak menyalahi air sumur, syukurlah kalau bisa sailing mengalah dan mengikat hubungan secara terbuka, kalau tidak juga jangan sampai ribut, entah bagaimana pendapat nona tentang perkataanku ini?" "Apa yang kau katakan memang masuk akal, cuma dengan cara kasar kalian terobesan di taman kami apakah ini bukan air sungai menyerang air sumur? Beginikah asas Hek-liong-hwe yang tidak suka bentrok dengan sesama golongan Kangouw"   Lekas Jik Hwi-bing menjura, katanya.   "Kalau Lohu mohon bertemu dengan cara Kangouw, terang nona tidak sudi menemui kami, untuk ini sebagai Tongcu dari Hek-liong-hwe, kami mohon maaf kepada nona." "Soal ini tidak perlu dibicarakan lagi, katakan saja, apa maksud kedatangan Jik-tongcu?" "Nona memang suka berterus terang, baiklah lohu blak2an saja, kami mencariseseorang." "Siapa yang kalian cari?" "cam-liong Cu Bun-hoa, cengcu dari Liong-bin-san-ceng."   Tergerak hati Ling Kun-gi, pikirnya.   "cepat benar kabar berita mereka."   Pek-hoa-pangcu tertawa tawar, katanya.   "Aneh, kalian mencari Cu-cengcu pemilik liong-bin-san-ceng, kenapa tidak ke sana tapi malah meluruk ke-mari?"   Jik Hwi-bing terkekeh dingin, katanya.   "Lohu sudah mencari tahu dengan jelas, buat apa nona mungkir?" "Apa2an ucapanmu ini? Setiap insan keluarga Hoa kami selalu bicara dengan blak2an, kenapa harus mungkir segala?" "Baik, biarlah Lohu tanya, semalam ada sebuah perahu dari Ankhing, siapa saja orang yang berada di perahu itu?" "Itulah adikku nomor 13 bersama kedua pelayannya." "Siapa nama adikmu itu?" "Dia bernama Giok-je," "Agaknya dia kurang pengalaman,"   Demikian batin Kun-gi. "Pihak Hek-liong-hwe sudah meluruk kemari, kenapa dia masih terang2an menyebut nama Giok-je,"   Betul juga Jik Hwi-bing lantas tergelak2, matanya bercahaya, serunya.   "Betul dia adanya" "Memangnya adikku itu berbuat salah apa terhadap kalian?" "Apa yang dibawa pulang oleh nona Giok-je?"   Jengek Jik Hwibing. "Kusuruh dia membeli obat2an di An-khing, sudah tentu membawa pulang bahan obat."   Sampai di sini dia lantas balas bertanya.   "Jik-tongcu bilang hendak cari cu-cengeu dari Liong -binsan-ceng, memangnya kenapa kau tanya urusan kami?" "Dia memang tidak punya pengalaman Kangouw, maka kata2nya terlalu puntul, tapi hal ini justeru memperlihatkan bahwa dia seakan2 memangtidaktahuapa2."   Jik Hwi-bing luas pengalaman, mendengar jawaban ini timbul juga rasa sangsinya, katanya.   "Bukankah adikmu Giok-je yang menculikciam-liong CuBun-hoakemari." "Apa benar? Ah, aku tidak percaya."   Lalu menoleh berpesan pada seorang pelayan.   "Lekas panggil cap-sha-moay (adik ke-13) kemari, katakan aku ingin tanya dia."-Pelayan itu mengiakan terus mengundurkan diri. Diam2 Kun-gi merasa geli, pikirnya.   "Agaknya dia sengaja hendak mempermainkan mereka."   Didengarnya Pek-hoa pangcu berdehem sekali, lalu menoleh kearah Kun-gi, katanya tertawa.   "Ling-kongcu, apa kau tidak lelah berdiri? Bok-hi, ambilkan dua kursi kemari."   Seorang pelayan dibelakangnya mengiakan terus lari ke kamar mengambil dua kursi dandi-jajarkandiserambi. Gerak-gerik Pek-hoa-pangcu lemah lembut seperti tidak bertenaga, dia duduk dikursi sebelah kanan, lalu menoleh berkata dengan nada mesra.   "Ling-kongcu silakan duduk."-Dia sengaja bersikap kalem seakan2 tidak pandang sebelah mata pada ketiga orang Hek liong-hwe itu. Kun-gi tidak bersuara, dengan tersenyum dia duduk di kursi sebelah kiri, didengarnya Pek-hoa-pangcu seperti berbisik dipinggir telinganya.   "Sebentar kau akan menyaksikan tontonan yang mengasyikkan."   Dari serambi luar tampak mendatang tiga gadis dengan langkah gopoh, yang di tengah mengenakan baju warna coklat muda diiringi dua pelayan.   Sekali pandang Kun-gi lantas tahu bahwa ketiga orang ini adalah Giok-je, Ping-hoa dan Liau-hoa, cuma sekarang mereka sudah pakai kedok muka.   Belum lagi mereka tiba, kesiur angin sudah membawa bau harumsemerbak.   Setelah dekat Giok je melangkah pelan2, waktu dilihatnya di samping sang Pangcu duduk Ling Kun-gi, sekilas dia tertegun.   Mimpipun tak pernah terbayangkan bahwa Cu Bun-hoa yang dia culik dan menempuh perjalanan bersama sekian jauhnya itu ternyata adalah pemuda setampan ini.   Karena perhatiannya tertuju kepada Ling Kun-gi, maka dia tidak perhatikan tiga orang di lapangan rumput, langsung dia mendekat ke depan Pek-hoa- pangcu, katanya lirih.   "Toaci, kau memanggilku?"- Baru sekarang dia sempat berpaling dan melihat Jik Hwi-bing bertiga, lalu tanyanya pula.   "Siapakah mereka? Kenapa berada di taman kita?" "Mereka dari Hek-liong-hwe, menguntit kau sejak dari An-khing,"   Kata Pek-hoa pangcu. Jik Hwi-bing dan kedua adik angkatnya sama menatap tajam tanpa berkedip ke arah Giok-je, mulut mereka terkancing rapat.. Giok-je melirik sekali, mendadak ia tertawa, dingin.   "Keluarga Hoa kami selamanya tidak pernah bermusuhan dengan insan persilatan manapun, kenapa kalian menguntit kami?"   Tingginadasuarajawaban Jik Hwi-bing."Kau inikahGiok-je?" "Kau ini kutu apa?"   Bentak Liau-hoa.   "memangnya beleh sembarangan kau menyebut nama nona kami?"   Jik Hwi-bing terkial2, katanya.   "Bukankah kalian bertiga yang melarikan diridari coat-sin-san-Ceng? " "Kalian sendirilah yang melarikan diri dari coat-sin-san-Ceng,"   Damperat Ping-hoa, agaknya dia merasa geli, habis bicara lantas Cekikikan sendiri.   "Setiap golongan dan aliran di Kangouw masing2 mempunyai aturannya sendiri, orang tidak menggangguku, akupun tidak mengusik orang lain, Heks liong-hwe selamanya tidak pernah menyentuh kalian, kalian bertiga justeru menyelundup ke coat-sinsan-Ceng, ini sudah menyalahi aturan umum, lebih celaka lagi kalian berani menculik cu-ceng-cu, tamu undengan kami, bukankah terlalu perbuatan kalian ini?"   Giok-je tampak marah, katanya.   "Toaci, dia mengoceh apa?" "Hari ini Lohu harus minta pertanggungan jawab secara adil kepada kalian,"   Desak Jik Hwi-bing.   Giok-lan yang sejak tadi tidak bersuara mendadak menyela.   "Kenapatidak kau katakan kedatanganmu inihendakcari gara2?" "Ketahuilah Hek-liong-hwe bukan sembarang perkumpulan, kami juga tidak gentar menghadapi peristiwa apapun, tapi demi memegang teguh aturan Kangouw, maka perlu sedikit mengoreksi tuduhan nona tentang mencari gara2.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kami hanya mengharap nona suka menyerahkan Cu-cengcu, supaya tidak terjadi bentrokan di antara kita."   Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya.   "Agaknya bentrokan kedua pihaktidakbiaadihindari lagi."   Berubah air muka Jik Hwi-bing, katanya sambil menyeringai. "Jadi nona tidak mau menyerahkan Cu-cengcu?" "Darimana kami harus menyerahkan Cu-cengcu, bukankah bentrokaninijelas akanterjadi?"   Jik Hwi-bing manggut2, katanya.   "Berulang kali kami sudah menyatakan sikap kami yang sesungguhuya, tujuannya supaya tidak saling merugikan, jadibukantakuturusan." "Kalau kami bilang tidak menculik Cu-cengcu, Jik-tongcu tentu tidak mau perCaya, lalu bagaimana baiknya?" "Toaci,"   Seru Giok-lan naik pitam.   "Jika dia tidak takut urusan, memangnya kita yang takut malah, kalau Hoa-keh-ceng membiarkan orang luar terobosan kesini, memangnya kita selanjutnya biaa berkecimpung di Kangouw lagi?" "Betul,"   Sela Giok-je.   "mereka toh tidak mematuhi aturan Kangouw, Seenak perut sendiri main terobos di taman orang, bermulut besar dan bersikap kasar, hakikatnya tidak pandang kita bersaudara dengan sebelah mata, buat apa kita harus sungkan2 terhadap orang2 macam ini?" "Memangnya kenapa kalau tidak sungkan terhadap kami?"jengek Jik Hwi bing. "Kami tidak akan berbuat apa2, hanya menahan kalian saja, setelah pihak Hek-liong-hwe kalian mengutus orang minta maaf baru kami bebaskan kau."   Berubah air muka Jik Hwi-bing, serunya tergelak2 sambil mendongak.   "Nona begini congkak. memangnya kalian mampu menahan kami bertiga?"   Seorang gadis lain segera menanggapi dengan suara merdu.   "Memangnya kalian bisa pergi?"-Tampak dari belakang gunung buatan diseberang sana muncul seorang gadis berpakaian cokelat, di atas sanggul tertancap sekuntum bunga Bwe, tangan menenteng pedang, langkahnya ringan mantap, kira2 lima kaki di depan pintu lantas berhenti.   Di belakang gadis baju coklat beriring keluar empat gadis berpakaian ketat, semuanya bersenjata pedang, begitu sigadis baju coklat berhenti, mereka lantas berdiri berjajar sambil memeluk pedang.   Bersamaan dengan munculnya gadis baju coklat ini, dari jalanan disebelah timur sana juga muncul seorang gadis berpakaian serba merah menyala, di-atas sanggul rambutnya tertancap sekuntum bunga anggrek merah, bersenjata pedang, empat gadis baju hijau mengikuti di belakangnya.   Lalu dari arah barat di antara semak2 bunga muncul juga seorang gadis baju kuning dengan bunga seruni tertancap di sanggul, seperti yang lain empat gadis bersenjata pedang mengiringinya pula.   Merekapun, berhenti dalam jarak lima tom-bak.   ke empat gadis pengiring itupun berjajar, di belakang.   jadi sekarang JikHwi-bingbertiga telahdikepung..   Dingin sorot mata Jik Hwi-bing, dia terkekeh kering, katanya.   "Hanya begini saja perbawa kalian?"   Selama puluhan tahun menjabat salah satu Tongcu dari tiga pejabat tinggi dalam Heks-liong-hwe, betapa sering dia menghadapi pertempuran besar kecil, sudahtentunona2cantik inisedikitpuntidak masukperhatiannya. Giok-lan berdiri di undakan, tantangnya.   "Kalau kalian kurang senang, boleh mencobanya." "Benar, memang Lohu ingin menjajal,"   Sahut Jik Hwi-bing. Gadis baju coklat alias Bwe-hoa tertawa, katanya.   "Tua bangka, muka merah, kau tidak mau menyerah tapi ingin ditelikung, ini rasakan beberapa kali tusukan pedang nonamu."   Pek Ki-ham yang berdiri di sebelah kanan Jik Hwi bing berpaling, sorot matanya kelam dingin, katanya.   "Tongcu biar siaute yang menghadapinya.".JikHwi-bing manggut2,katanya."Baiklah,hati2" "Sret"   Pek -Ki-ham melolos pedang, katanya kepada Bwe-hoa. "Hanya nona saja yang turun gelanggang?" "Memangnya berapa orang harus turun tangan bersama?"jengek Bwe hoa. "Baiklah,"   Kata Pek Ki-ham, pelan sekali dia gerakan pedang di tangan kanan. Bwe-hoa berpaling dan berpesan kepada ke-empat gadis di belakangnya.   "Kalian siap untuk bantu aku membekuk dia." -Empat gadis mengiakan. Wajah Pek Ki-ham yang pucat halus mengunjuk mimik kejam diliputi hawa nafsu, dengusnya.   "Nona, hati2lah."   Gaya pedangnya aneh danamat pelan, tapi lenyap suaranya pedang panjang ditangannya tiba2 menyamber laksana selarik rantaiperaksepertibianglala, cepatnyaluarbiasa.   Sigap sekali Bwe-hoa menggeser, dengan enteng dia hindarkan diri, baru saja dia siap balas menyerang, didengarnya Pek Ki-ham tertawa dingin, pedang tahu2 terayun balik, sekaligus dirinya dicecar delapan kali serangan.   Bwe-hoa seakan2 tiada kesempatan untuk balas menyerang, cuma gerak-geriknya gesit dan tangkas, dia hanya main berkelit.   Harus diketahui siapapun yang menyerang dengan gencar, pada suatu ketika harus ganti napas dan serangan tentu sedikit lambat atau tertunda, tapi delapan jurus serangan Pek Ki-ham ini hakikatnya tidak memberi peluang bagi Bwe-hoa untuk bertindak.   sedikit gerakannya tertunda, segera dia tutup dengan gerakan lengan baju tangan kiri serta mencecar pula delapan kali pukulan, setiap gerak pukulan ternyata membawa deru angin dingin luar biasa.   Bayangan pukuian memenuhi udara, sementara deru angin dingin bergolak ditengah gelanggang.   Bayangan Bwe-hoa yang seringan daun melayang kian-kemari, agaknya dia sudah tak kuasa banyak karena terkurung di dalam bayangan pukuian lawan dan serasa beku oleh hawa dingin.   Kun-gi duduk di serambi, jaraknya ada beberapa tombak dari gelanggang, iapun merasakan damparan hawa dingin yang luar biasa, diam2 ia membatin.   "   Orang ini bernama Pek Ki-ham, yang diyakinkan juga Ham-ping-ciang (pukulan hawa dingin) dari aliran sesat, Bwe-hoa berpakaian tipis, mungkin takkan tahan lama."   Tanpaterasaia melirikPek-hoa-pangcuyangdudukdisebelahnya.   Dilihatnya sikap Pek-hoa-pangcu tenang2 saja, se-olah2 tidak ambil perhatian sama sekali akan keadaan anak buahnya yang terancam bahaya.   Selagi Kun-gi keheranan, tiba2 Pek hoa-pangcu berpaling ke arahnya sambil tersenyum.   Kejadian hanya sekilas saja dan perubahanpun telah terjadi ditengah gelanggang, Bwe-hoa yang terombang-ambing ditengah bayangan pukuian lawan serta terbendung hawa dingin itu menghardik nyaring, badannya bergontai dua kali seperti jatuh, tapi sinar pedang mendadak bergerak.   hamburan sinar, perak laksana bertaburan, memuhiasi udara.   "Tring", terdengat benturan senjata, pedang Pek Ki-ham tampak ditangkis pergi. Serempak terdengar serba pujian dan tepuk tangan di sekeliling gelanggang. Terbelalak mata Ling Kun-gi melihat perubahan ini, terunjuk rasa heran dan aneh pada wajahnya. Tampak Pek Ki-ham yang bermuka pucat itu sekarang merah padam, langkahnya sempoyongan mundur beberapa tindak, lengan bajunya kiri berlepotan darah, ternyata lengan kirinya telah tertabas buntung oleh pedang Bwe-hoa, lengan kutungannya itu jatuh tiga kaki di depannya. Sanggul Poe-hoa juga terpapas bertebaran oleh pedang lawan, baju di atas pundak kanannya juga tergores robek sepanjang tiga dim. Melihat lengannya putus, rasa pedih dan malu melebihi rasa sakit, mendadak Pek Ki ham menghardik beringas.    Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini