Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 21


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 21


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Diam2 Kun gi membatin.   "cara yang diumumkan ini terasa cukup berat bagi calon cong-hou-hoat, karena dia harus menghadani 10 kali tantangan malah setiap kali harus menang baru boleh mendudukijabatantinggi ini."   Habis memberi pengumuman, sorot mata So-yok tertuju ke bawah undakan, serunya pula.   "Baiklah, aturan pertandingan sudah kuumumkan, kalau hadirin tiada pendapat, sekarang kumulai terima pendaftaran, siapa yang ingin ikut serta boleh mendaftar padaku"   Lenyap suaranya, tampak co-houhoat Leng Tio-cong angkat tangan sambil berseru.   "Hamba Leng Tio cong mendaftarkan diri." "Baik,"   Seru So-yok mengangguk. Yuhouhoat coa Liang juga ikut acung tangan dan berseru. "Hamba coa Liang juga mendaftarkan diri."   So-yok tersenyum sambil mengangguk.   "Masih adakah orang lain yang mendaftarkan diri? "   Beberapa kali dia bertanya, tapi kedelapanHouhoatyangberjajardidepan itutiadayangbersuara.   Mereka cukup cerdik, maklumlah, setiap Hou-hoat walau tak mendaftarkan diri menjadi calon cong-houhoat, tapi mereka punya hak untuk menantang calon itu, kalau menang, bukankah berarti mereka sendiri yang akan menjadi calonnya? Apa-lagi dalam situasi sekarang mereka anggap lebih baik menonton saja sambil menunggu perkembangan selanjutnya baru nanti menentukan pilihan-Sekian lama So-yok menunggu, tetap tiada orang lain yang daftar lagi, apa boleh buat, akhirnya matanya mengerling tertuju kearah Ling Kun-gi, katanya dengan nada aleman.   "Bagaimana Lingkongcu? "   Lekas Kun-gi menjura, katanya.   "Hamba hanya memiliki kepandaian beberapa jurus cakar kucing saja, mana berani menampilkan diri? "   Pek-hoa-pangcu tersenyum, serunya.   "Ling-kongcu terlalu merendah diri, pertandingan diadakan secara adil dan terbuka, siapapun boleh ikut, bahwa Ling-kongcu tidak mau mendaftarkan diri, baiklah biar aku yang mencalonkan dia." "Hamba tidak berani"   Lekas Kun-gi berdiri seraya membungkuk badan.   Mendengar Pangcu mereka mencalonkan Ling Kun-gi, para nona yang hadir seketika menyambut dengan keplok tangan ramai, sebaliknya cohouhoat yang bergetar Kin-cay-poan-koan Leng Tio- cong dan Yuhouhoat yang bergetar Sam-gam-sin coa Liang mendelu hatinya, tanpa terasa mereka saling pandang sekilas, keduanya sama mengulumsenyumdongkol.   So-yok menyapu pandang hadirin, suaranya lantang.   "Ada lagi yang mendaftarkan diri? "   Setelah ditunggu sekian lama tiada reaksi dari hadirin, akhirnya dia mengumumkan.   "Baiklah, pendaftaran ditutup, peserta hanya tiga orang, yaitu Leng Tio-cong, coa-Liang dan Ling Kun-gi"   Sampai di sini dan berhenti sebentar, mendongak melihat cuaCa, lalu menyambung. "sekarang sudah lewat lohor, pertandingan sementara ditunda, meja perjamuan sudah disiapkan dipendopo, seluruh hadirin boleh tangsel perut dulu."   Thay-siang berdiri lebih dulu dan beranjak ke dalam diiringi Pekhoa-pangcu dan Hu-pangcu. empat pelayan berpakaian serba kuning mengikuti langkah mereka. congkoan Giok-lan menghampiri, katanya.   "Silakan Ling-kongcu." "Silakan congkoan,"   Ucap Kun-gi.   "sekarang cayhe adalah peserta pertandingan, Layaknya beriring dengan Leng dan coa berdua."   Giok-lan mengangguk. tanpa bicara segera dia mendahului masuk kedalam. Tajam dingin sorot mata Leng Tio-cong, dengan sinis katanya. "Silakan Ling-kongcu."   Lalu dia mendahului melangkah ke dalam.   Sudah tentu coa Liang juga tidak mau mengalah, dia mengintil di belakang Leng Tio-cong, Sudah tentu Kun-gi merasakan sikap permusuhan kedua orang, tapi dia tidak peduli, dengan tertawa lebar dia melangkah di belakang mereka.   Meja di tengah pendopo berduduk Thay-siang, Pek-hoa-pangcu dan Hu-pangcu.   Meja di sebelah kiri atas diduduki para calon peserta, lebih bawah lagi diduduki para Houhoat dan ke-24 Hou- hoat-sucia.   Meja teratas di sebelah kanan diduduki para gadis2 ayu anggota Pek-hoa-pang.   Arak tersedia dalam perjamuan ini, tapi jarang yang berani minum banyak.   maklumlah Thay-siang berada di antara mereka, apalagi sebentar bakal ada pertandingan besar bermutu dari tingkatan yang lebih tinggi, kalau diri sendiri minum sampai mabuk, kapan mereka akan mendapat kesempatan menyaksikan pertandingan ini.   Maka hadirin hanya makan ala kadarnya secara tergesa2.   Habis makan Pek-hoa-pangcu dan Hu-pangcu mengiringi Thay siang ke kamar sebelah untuk istirahat.   Sementara hadirin yang lain boleh istirahat dan bergerakbebas sesukanya.   Karena tidak akrab dengan hadirin yang lain, sendirian Kun-gi keluar berjalan2 di pelataran luar.   Tiba2 didengarnya seorang menegur di belakangnya.   "Ling-kongcu."   Tanpa menoleh Kun-gi kenal suara orang, itulah congkoan Giok- lan yang memanggilnya, dengan tertawa dia menyahut.   "congkoan tentu amat letih."   Congkoan Giok-lan tertawa, ujarnya.   "Memang banyak kerja untuk menyiapkan pertandingan besar ini, tapi tenaga pembantu cukup banyak, cukup kubuka suara saja."   Tiba2 dia melirihkan suara, katanya.   "sebentar pertandingan bakal dimulai, sikap Leng Tio-cong dan coa Liang amat bermusuhan terhadapmu, kau harus hati2."   Kun-gi mengangguk, katanya.   "Terima kasih akan perhatian congkoan, akupun sudah maklum." "Delapan Hou-hoat yang baru diangkat sudah kau selami kepandaian mereka, tapi terhadap Leng dan coa ini kau belum pernah menyaksikan permainan mereka. jiwa mereka Culas dan keji, kalau dia sudah dengki padamu, maka kau harus selalu waspada ..... ."   Sampai di sini tiba2 dia gunakan ilmu gelombang suara.   "Leng Tio-cong bergelar Kiu-cay-poan-koan, disamping mahir menggunakan sepasang potlot baja, kepandaian tutukannya amat lihay, terutama jurus Kwi-cian-siok-hou (panah setan menyumbat tenggorokan) sembilan jari menutuk bersama, kabarnya belum ada tokoh Kangouw yang pernah lolos dari jurus ganas ini. Sementara coa Liang berasal dari Tiang-pek-san di luar perbatasan, kemahirannya Bu-ing-sin-kun (pukulan tanpa bayangan), setiap gerak pukulannya tiada suara sehingga susah dijaga ......."   Sampai di sini dia berhenti. Kiranya Giok-je dan Giok-li tampak mendatangi. Sebagai kawan seperjalanan sudah tentu Giok-je amat kenal Kun-gi, dengan tertawa dia lamas menyapa.   "Ling-kongcu, kuaturkan selamat padamu, obat penawar getah beracun berhasil kau buat, kini sebagai calon cong-houhoat lagi, seluruh persaudaraan kita dalam Pang sama mendoakan supaya kau berhasil menduduki jabatan tinggi itu."   Kun-gi tertawa hambar, katanya.   "Terima kasih akan pujian nona, dengan kepandaianku yang tak becus ini, bagaimana biaa terpilih nanti? "   Giok-je meliriknya, katanya.   "Baru sekarang aku mengerti, orang berkedok yang memukul Dian Tiong-pit dan Hou Thi-jiu di atas perahu itu ternyata adalah Ling-kongcu, sungguh kagum dan terima kasih kami terhadapmu."   Kun-gi hanya tersenyum saja tanpa menanggapi, Giok-li berdiri di samping tanpa bersuara, tapi sepasang matanya menatap wajah pemuda inidengan lekattanpaberkedip. "Pat moay, cap sah-moay,"   Kata Giok-lan.   "temanilah Lingkongcu ngobrol sebentar, aku masih ada urusan."   Lalu dia putar badan dan berlalu.   Melihat Giok-je dan Giok-li datang omong2 dengan Kun-gi, Bwe- hoa, Tho-hoa, Hay-siang dan nona2 lain segera berdatangan, sebentar saja Kun-gi sudah dirubung nona2 cantik yang bersendaugurau serta menggodanya.   "Ting, ting, ting,"   Suara kelinting berkumandang dipendopo.   "Nahpertandingan dimulai lagiterdengarseorangberseru.   Bagai penganten yang disambut para pemujanya Kun-gi segera masukkesana diiringinona2.   Sudah tentu bertambah iri dan dengki perasaan Leng Tio-cong dan coa Liang terhadap Ling Kun-gi, diam2 mereka mengumpat dalamhati.   ParaHou-hoatdan Suciajuga mendelikgemas pula.   Kun-gi tidak kembali ke tempat duduknya, dia langsung berdiri sejajar di samping coa Liang dan Leng Tio-cong di bawah undakan.   Sementara empat pelayan baju hitam sudah keluar dari pendopo mengiringi Thay-siang dan Pek-hoa-pangcu, IHu-pangcu.   Seluruh hadirin diam mematung dan sama memberi hormat.   So yok langsung tampil ke depan, serunya lantang.   "Sekarang pertandingan ketiga di mulai, babak pertandingan ketiga ini memperebutkan jabatan cong-houhoat dan co-yu-houhoat. Atas perintah Thay-siang, kami sendiri yang akan menjadi wasit pertandingan ini, waktu pertandingan berlangsung, baik adu jotos atau main senjata, tetap hanya saling jamah dan sentuh saja, dilarang keras melukai atau bermaksud membunuh lawan."   Hadirin menyambut pengumuman ini dengan tepuk tangan. Suara So-yok lebih keras lagi.   "Baiklah, sekarang persilakan ketiga calon peserta satu persatu menerima tantangan"   Kiu-cay-poan-koan Leng Tio-cong segera mendengus.   "Ling- kongcu tunas muda yang serba pandai, didikan Put-thong TaysU yang termashur lagi, bahwa dia rela mengabdi kepada Pang kita, inilah kesempatan yang sUkar didapat, hamba yang tidak becus ini ingin mohon petunjuk beberapa jurus pada Ling kongcu."   Kun-gi bersoja, katanya.   "cayhe masih muda dan Cetek pengalaman, masakahberanimenandingico-hou-hoat?" "Ling-kongcu jangan sungkan,"   Dingin suara Leng Tio-cong, "jabatanku semula sudah dicopot, sekarang hanya sebagai calon biasa, apalagi kita kan sama2 calon untuk memperebutkan jabatan cong-hou-hoat, setelah mencalonkan diri, adalah jamak kalau di antara kita harus mentukan siapa unggul dan asor." "Apa boleh buat, terpaksa cayhe turuti saja kemauan Leng- heng,"   Ujar Kun-gi, sikapnya tetap ramah dan wajar. Keduanya lantas beranjak ke tengah gelanggang, So-yok sebagai wasit segera turun dan berdiri disamping. Tanyanya. "Kalian pakai senjata atau adu kepalan? " "Selamanya hamba tak pernah pakai senjata,"   Ucap Leng Tio-cong, "kalau Ling-kongcu suka pakai senjata juga boleh."   Kun-gi tertawa tawar, katanya.   "Kalau Leng-heng tidak pakai senjata, sudah tentu cayhe ingin adu jotos saja."   Agak berkerut alis So-yok, katanya menegas.   "Thay-siang berpesan wanti2, pertandingan ini mengutamakan kepandaian sejati, kedua pihak hanya dibatasi saling sentuh saja, siapapun dilarang melancarkan serangan mematikan, untuk ini jangan kalian lupa diri."   Sebagai kawakan Kangouw sudah tentu Leng Tio-cong merasakan peringatan ini menyudutkan dirinya, supaya tidak melancarhan Siok-hou-bang kebanggaannya, kalau dalam hati bertambah rasa dengkinya, tapi lahirnya dia bersikap patuh dan mengiakan.   "Baiklah, sekarang kalian boleh mulai,"   Kata So-yok.   lalu dia mundur beberapa langkah.   Kiu-cay-boan-koan tetap mengenakan jubah biru, itu berarti dia menjaga gengsi dan meremehkan Ling Kun-gi.   Tapi Kun-gi sendiri juga mengenakan jubah panjang, dia tidak mencopotnya, jubahnya yanglonggar melambaitertiupangin, sikapnyagagah.   Sementara hadirin merubung maju berkeliling setengah lingkaran, banyak orang belum pernah tahu betapa tinggi pemuda sekolahan yang lemah-lembut ini, hanya Giok-je yang yang pernah menyaksikan kepandaian Ling Kun-gi, maka dia tidak ikut merasa kuatir sepertiteman2nya.   Perawakan Leng Tio-cong kurus kecil, tapi sorot matanya mencorong dingin dan kejam menatap Ling Kun-gi, kaki kiri maju setengah langkah, telapak tangan mengatup di depan dada.   Jelas dia sedang mengerahkan tenaga pada kedua tangannya, seumpama panah yang sudah terpasang dibusur dan siap dibidikkan.   Setelah menunggu sekian saat dan melihat Kun-gi tetap diam saja, Leng Tio-cong hilang sabar, tanyanya.   "Ling-kongcu sudah siap? " "Silakan mulai Leng-heng,"   Sahut Kun-gi tertawa. Ternyata tanpa memakaigayasegala, diatetapberdiritanpabergerak. Agakya Leng Tio-cong naik pitam melihat sikap Kun-gi yang tidak pandang sebelah mata padanya, dia tertawa katanya. "Baiklah, aku berlaku kasar lebih dulu."   Suaranya bagai pekik lutung ditengah hutan melengking menusuk kuping.   Lenyap suaranya tiba2 ia menubruk ke arah Kun-gi, gerakannya lincah secepat kilat, Sekali berkelebat tahu2 sudah berada di samping kiri Kun-gi, tangan kiri melintang kesamping dan telapak tangan tegak seperti golok membelah ke rusuk bawah.   Selanjutnya dia memutar tubuh, tahu2 sudah berkisar ke belakang Ling Kun-gi, lima jari tangan kanan terpentang mencengkram tulang punggung.   Gerakan serempak ini boleh dikatakan dilaksanakan secepat angin, malah satu sama lain sukar di-diraba mana yang serangan betul dan mana yang gertakan belaka.   Dia meyakinkan Eng-jiau-kang, sejenis kungfu yang keji, setiap serangan selalu menyembunyikan gerakan licik, tampaknya dia menyerang dari depan, tahu2 sudah berkisar ke belakang dan mengincar tempat lawan yang lemah, kalau cengkeraman jari2 tangannya mengenai sasaran dengan telak.   punggung Kun-gi pasti berlubang.   Sudah tentu So-yok melihat betapa keji, serangannya ini diam2 dia mengerut kening.   Betapapun cepat dan tangkas serangan Leng Tio-cong, tapi Kungi juga tidak lambat, pada kelima jari lawan hampir mengenai sasaran, tiba2 Kun-gi berputar, tubuhnya kini berhadapan dengan Leng Tio-cong, berbareng tangan kiri, terangkat dan sedikit menyanggah, dengan tepat dia tahan ruas tulang pergelangan tangan lawan, ia pegang tangan orang terus dibetot keluar, berbareng tangan kanan menutuk ke dada lawan-Tak pernah terpikir oleh Leng Tio-cong lawan bisa bergerak secepat ini, terutama tangan kanannya dipegang lawan sehingga dadanya terbuka, karuan kagetnya tidak kepalang, dalam seribu kesibukannya lekas dia tarik telapak tangan kiri melindungi dada, sementarakaki menjejaktanahdan melompat kebelakang.   Waktu dia berdiri tegak dan angkat kepala, dilihat Kun-gi tetap berdiri di tempatnya sambil tersenyum Simpul.   pakaiannya melambai terttiup angin, Sikapnya acuh tak acuh seperti tak pernah terjadi apa2.   Betapa gusar Leng Tio-cong, Sekali mundur segera ia rnendesak maju pula, tangan menepuk kemuka, tepukan tangan yang kelihatan enteng ini seketika membawa deru angin kencang, sungguh dahsyat perbawanya.   Wajah Kun-gi tetap mengulum senyum, namun diam2 iapun kaget, batinnya.   "Lwekang orang ini ternyata hebat sekali."   Segera dia himpun tenaga dan melejit ke samping.   Perawakan Leng Tio-cong kurus kecil, gerak-geriknya tangkas cepat, begitu tangan menepuk orangnyapun menubruk maju dan mencengkeram miring ke samping.   Kecepatan permainannya ternyata sudah diperhitungkan, dia yakin Kun-gi takkan berani menyambut pukulannya ini dan pasti akan berkelit ke samping, oleh karena itu walau tepukan tangannya tadi membawa damparan angin kencang, tapiyangdia utamakanadalahcengkermannyaini.   Baru saja Kun-gi berkelit, belum lagi kakinya berdiri tegak, lima jalur angin kencang tahu2 sudah menerjang pundak.   cengkeraman ini tidak kelihatan di mana letak keiatimewaannya, tapi pada saat kelima jarinya bergerak ini diam2 telah menyembunyikan tiga kali gerak perubahan susulan, cara bagaimana Kun-gi akan menangkis atau berkelit tetap takkan luput dari ketiga gerak serangan susulan itu.   Inilah salah satu jurus Kim-na-jiu-hoat yang lihay sekali dari aliran Eng-jiu-bun.   Penonton memang tiada yang melihat jelas adanya perubahan susulan dalam cengkeraman ini, cuma terdapat orang dari menepuk berubah mencengkeram dan tahu2 pundak Kun-gi hampir saja dipegangnya, keruan semua orang berkuatir bagi Ling Kun-gi.   Kejadian berlangsung cepat bagai percikan api, kelima jari Kiu- cay-boan-koan bagai kaitan besi tajam, pada detik2 hampir menyentuh pundak lawan, dalam hati dia bersorak girang, wajahnyapun mengulum senyum sinis.   Tak terduga ketika ujung jarinya menyentuh baju dipundak Ling Kun-gi, tiba2 Kun-gi mendak sambil berkisar dan tahu2 lenyap dari pandangan.   Bukan saja Leng Tio-cong, penontonpun tiada yang melihat jelas cara bagaimana Kun-gi berhasil menghindarkan diri.   Bukan saja meluputkan diri dari cengkeraman ganas, dia malah sudah berkisar ke belakang lawan Begitulah pertandingan itu terus berlangsung dan sudah dapat diduga lebih dulu, akhirnya Ling Kun-gi keluar sebagai juara dan diangkat sebagai cong-hou-hoat, Sebagai co-yu-hou-hoat masing2 adalah Leng Tio-cong dan coa Liang.   Semua anggota Pek-hoa-pang bersorak gembira dan suara ucapan selamat datang diri segenap penjuru.   Para Hou-hoat yang sudah terpilih juga tunduk kepada pengangkatan itu mengingat Ling Kun-gi memang telah memperlihatkan kepandaiannya yang sejati.   Dalam ucapara pengangkatan jabatan baru itu, Thay-siang menyerahkan pula sebilah pedang pusaka "Ih-thian-kiam"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kepada Kun-gi dandiputuskan pula malamnantiakan diadakan pestabesar.   Petangnya setelah istirahat, datanglah pelayan memberitahukan kepada Kun-gi bahwa perjamuan sudah siap dan Pangcu serta Hu- pangcu telah menunggu...   Kun-gi bergegas menuju kependopo disertai para co-yu-hou-boat dan Hoa-hoat-su-cia.   Ling Kun-gi mengenakan jubah hijau dengan lh-thian-kiam tergantung dipinggang, mendahului rombongannya masuk kependopo, para dara kembang yang sudah hadir lama bertepuk tangan menyambut kedatangannya.   Pada meja ujung kanan sana berduduk Pek-hoa pangcu dan Hu- pangcu, merekapun berdiri menyambut kedatangannya.   Dalam perjamuan besar malam ini, Pangcu dan Hu-pangcu adalah tuan rumah.   begitu berdiri Pek-hoa-pangcu segera buka suara.   "Dengan bersyukur dan senang yang tak terhingga, kita seluruh persaudaraan Pek-hoa-pang menyambut kehadiran cong-hou-hoat. coh-yu-hou-hoat dan para Hou-hoat serta yang lain2, hidangan arak kami suguhkan untuk merayakan hari bahagia yang takkan terlupakan untuk selamanya ini, silakan-"   Kun-gi rnerangkap tangan, katanya.   "Pangcu dan Hu-pangcu mengadakan perjamuan ini, hamba beramai sungguh sangat berterima kasih"   Di tengah pendopo berjajar tiga meja besar yang ditata segi tiga.   Tamu hari ini adalah cong-hou-hoat, coh-yu-hou-hoat dan kedelapan Hou-hoat, maka meja di tengah diduduki Ling Kun-gi.   Leng Tiong-ciong dan coa Liang bertiga.   Meja pertama di sebelah kiri diperuntukan kedelapan Hou-hoat.   Sebagai tuan rumah Pangcu dan Hu-pangcu duduk di meja paling atas sebelah kanan-Lalu berturut2 di sebelah kiri adalah ke 24 Hou-hoat-su-cia, Giok-lan congkoan dan 12 Taycia duduk di sebelah kanan dikerubung para dara2 kembang.   Perjamuan iniuntuk merayakanpengangkatancong-hou-hoat-su- cia yang baru, walau Pangcu mereka juga hadir, tapi Pangcu lain dengan Thay-siang yang menimbulkan rasa segan dan hormat, oleh karena itu perasaan para hadirin tidak tertekan dan dibatasi, semua riang gembira.   Apalagi pada Saat Pangcu dan Hu-pangcu bergantian menyuguh arak, lalu disusul congkoan dan 12 Taycia, sudah tentu dara2 kembang yang lain juga tidak mau ketinggalan, semuanya mencari kesempatan untuk menonjolkan diri.   yang susah adalah Ling Kun-gi, entah berapa banyak Cangkir arak telah masuk perutnya yang menjadi kembung.   Demikian pula para Houhoat yang lain semuapun setengah kelengar karena terlalu banyak menenggak arak.   Sebaliknya Pangcu, Hu-pangcu, congkoan dan ke12 Taycia sendiri yang biasanya jarang minum sebanyak ini kini juga sama lunglaidan mabuk.   Menjelang tengah malam.   Kun-gi yang sudah mabuk dibimbing dua pelayan yang disuruh Giok-lan kembali ke tempat penginapannya semula.   Sinar bulan purnama sedemikian bening danlembut, menyorotmasukmenyinarijendelakamar.   Daun jendela di sebelah kanan kamar tidur Ling Kun-gi masih terpentang lebar, sinar lampu sudah dipadamkan sehingga suasana gelap gulita tak terdapat apa2.   Bau arak yang tebal terurar keluar terbawa angin lalu.   Kun-gi tengah duduk bersimpuh di atas ranjang, dengan Lwekang yahg tinggi dia desak arak keluar dari badannya sehingga basah kuyup berbau arak.   Sekarang dia sudah sadar.   Untung juga maka dia baru saja sadar dan duduk semadi.   dalam keadaan hening dan tajam indranya, tiba2 didengarnya suara lirih dari pucuk pohon di luar pekarangan sana.   Itulah suara pakaian yang tergores ranting pohon, sudah tentu suaranya amat lirih.   jelas bahwa Ginkang pendatang ini teramat tinggi.   Tergerak hati Kun-gi dia angkat kepala menoleh keluar.   Tampak di antara celah2 dedaunan yang di atas pohon sana seperti berkelebat selarik sinar perak.   lalu disusul suara jepretan keras, serumpun bintik2 perak kemilau secepat kilat menyamber masuk dari jendela.   Untung Kun-gi sudah waspada begitu mendengar suara mencurigakan itu segera dia sudah siaga, kalau dia tidak mendengar suara keresekan tadi, mungkin dia terlambat dan jiwanya akan melayang oleh serangan gelap yang keji ini.   Tatkala bintik2 perak itu menyamber datang, dia sudah kerahkan tenaga pada kedua lengan bajunya, ia tetap bersimpuh, tapi badannya mengelak mundur ke dalam ranjang.   Begitu hujan senjata tiba ia terus kebut kedua lengan bajunya, ilmu sakti ajaran Hoan-jiuji-lay yang dinamakan "Kian-kun-siu" (lengan baju sapu jagat) segera dikembaskan, bintik2 perak yang tak terhitung banyaknya itu kini digulung seluruhnya.   Bak batu jatuh ke dalam hutan tidak menimbulkan riak gelombang apapun.   Pembokong di atas pohon seketika sadar adanya gejala ganjil, sesosok bayangan hitam segera melayang dari pucuk pohon melompatitembok pagarterusngacirkeluarpekarangan Kun-gi mendengus.   "Kau mau lari? "   Berbareng dia sendal lengan bajunya, jarum2 yang tak terhitung banyaknya itu dia buang kepinggir dinding sana, segesit tupai ia melejit keluar jendela terus mengudak ke arah bayangan hitam yang melarikan diri tadi, hanya sekejap bayangannyapun lenyap di kejauhan-sana oooodwoooo Cahaya bulan yang remang2 kebetulan tertutup oleh awan lalu, sehingga keadaan dalam kamar semakin gelap lagi.   pada waktu itu dari tembok sebelah timur sana tiba2 muncul sesosok bayangan tinggi, tanpa mengeluarkan suara bayangan ini meluncur ke arah jendela kamar Ling Kun-gi, sekali lompat dengan gesit dia menyelinap masuk kamar.   Segala kejadian di dunia ini se-akan2 sudah ditakdirkan, baru saja bayangan hitam tadi menyelinap masuk kamar, dari arah serambi sana tampak pula bayangan semampai yang gemulai tengah mendatangi dengan langkah ringan-Inilah seorang nona berperawakan ramping, montok berisi.   Sinar bulan tertutup awan tebal, dan sekelilingnya gelap gulita, umpama tidak melihat wajahnya, tapi kebentur badan orang yang putih halus dan lembut serta lekuk badannya, yang jelas laki2 siapa yang takkan terpikat, memang dia inilah nonacantikyanggenit dansedang kasmaran.   Langkah yang enteng cepat, tidak mengeluarkan suara.   Di tengah malam gelap.   sepasang matanya berkelap-kelip seperti bintang dilangit, tiba2 biji matanya mengerling ke sana, kiranya dia melihat jendela kamar yang terpentang lebar itu, tanpa terasa mulutnya bersuara kuatir dan penuh perihatin, cepat2 dia menghampiri jendela.   Orang di dalam kamar itu ternyata punya pendengaran yang amat tajam pula, mendengar suara tadi, seketika jantungnya seperti hampir copot, dalam suasana yang kejepit ini terang tak mungkin dia menyingkir lagi, maka cepat2 dia melompat ke ranjang, ia menyingkap kelambu terus menerobos masuk dan merebahkan diri.   Sementara itu bayangan semampai sudah tiba di depan jendela, terdengar omelnya.   "Sin-ih itu memang budak pantas mampus, kenapa jendela tidakditutup,"   Lirih suara orang di luar jendela.   tapi orang yang sembunyi di atas ranjang seketika tahu dan dapat membedakan siapa gerangan nona yang berada di luar itu, seketika darahnya tersirap.   Bayangan ramping itu membetulkan letak sanggulnya, lalu dengan suara lirih aleman ia berseru ke dalam.   "Ling-toako, kau sudah sadar belum? "   Sudah tentu orang di dalam kamar tidak berani bersuara.   Cekikikan bayangan semampai di luar itu, sekali menggeliat pinggang, seperti sengaja menghamburnya bau harum di badannya, sigap sekali dia melompat masuk ke dekat ranjang.   Bau arak masih memenuhi kamar, sudah tentu iapun merasakan ini, maka alisnya berkerut, tapi suaranya lebih lembut dan prihatin.   "coba lihat, mabuk sampai begini"   Sembari omong tangannya lantas menyingkap kelambu, jari2 yang runcing halus segera meraba dan menepuk pundak, teriaknya tertahan.   "Ling-toako, Ling-toako, bangunlah"   Sudah tentu jantung orang di ranjang seperti hendak melompat keluar dari rongga dadanya, dia pejamkan mata dan tak berani bersuara atau bergerak2 Tapi rasanya janggal kalau tidak menyahut, maka dengan samar2 dan bersuara dalam kerongkongan..   Bayangan semampai itu mengelupas kedok mukanya yang tipis, pelan2 ia membungkuk badan, mulutnya meniup pelan ke kuping orang, lalu berkata aleman.   "Kenapa kau? "   Betapa besar daya tarik suaranya? Manusia tetap manusia, apalagi di dalam kamar yang gelap gulita, satu sama lain toh tak melihat wajah masing2 segera orang itu memegang tangan si ramping yang lembut halus dan berdesis dengan suara gemetar.   "Kau ...."   Si ramping biarkan saja tangannya dipegang, tidak menarik juga tidak meronta, suaranya semakin riang dan lirih.   "Aku kuatir akan keadaanmu, maka kutengok kemari."   Orang itu menekan suaranya menjadi serak. katanya.   "Terima kasih" "Memangnya siapa suruh kau menjadi Toako-ku ...."   Omel si ramping dengan suara genit menawan hati. "Kau baik sekali,"   Suara orang itu lebih gemetar. Si ramping cekikikan, katanya lirih.   "Kau, .... kenapa kau gemetar?"   Begitu dekat jarak mereka, bau badannya yang harum semerbak bikin laki2 manapun akan mabuk kelengar.   Sudah tentu jantung orang yang rebah di atas ranjang itupun berdebur keras, dia tidak bersuara, tapi kedua tangan mendadak merangkul.   Dengan menjerit kaget mendadak bayangan ramping itu-pun menjatuhkan diri ke dalam pelukannya.   Tanpa diberi kesempatan orang bicara, bibirnya yang kasar dan hangat segera melumat bibir si ramping yang merekah bagai delima.   Ternyata si ramping tidak meronta dan biarkan saja dirinya ditindih dan menurut saja apa kehendak lawan jenisnya, sejenak kemudian hanya terkadang terdengar suara rintihan tertahan.   Malam sunyi, debar jantung dua insan sama bersahutan, kecuali dengus napas mereka yang semakin memburu, tak terdengar suara lain-Tapi jari tangan yang kasar mulai nakal, beraksi turun naik membuat olah kasar.   caranya yang semakin berani ini semakin mantap dan tenang, sebaliknya si ramping jadi gemetar dan menggeliat, menggelinjang, dalamseribu kegelian.   Sayang keadaan gelap gulita sehingga ia tak bisa melihat warna merah delima nan mempesona lesung pipit dipipisi ramping, sorot matanya memancarkan kenikmatan yang luar biasa, tapi secara langsung dia merasakan suhu badan si ramping semakin hangat dan berkobar, menimbulkan daya tarik yang tak tertahankan.   Kini yang gemetar, yang menggelinjang kenikmatan malah si ramping.   Maklumlah kejadian ini memang sebelumnya sudah di dalam dugaannya, karena kasmaran yang tak tertekan, demi mendapatkan pujaan hati, sehingga tak kuasa menahan buruan kalbu lagi, betapapun dia tidak rela orang lain merebut laki2 yang mengukir di kalbunya ini.   Pola lawan jenisnya memang terlalu keras kalau tidak mau dikatakan terlampau kasar dan bernafsu, tapi sedikitpun dia tidak dendam, malu atau kesakitanpun tidak terasakan lagi, karena semua ini memang sudah dalam bayangannya, sudah direlakan Yang jelas badannya gemetar, disamping merasa nikmat hatinyapun kuatir dan cemas.   Maklumlah biasanya betapa tinggi harga dirinya? Betapa dirinya penuh wibawa dan diagungkan? Tapi kini segala keagungan, kesucianpun tiada bekas lagi, bak umpama burung kecil yang ketimpa musibah, pasrah nasib belaka.   Rembulan tidak pernah menongol keluar pula dari balik awan, keadaan tetap gulita di dalam kamar, setelah mengalami gejolak membara yang membawa tautan hati ke sorga loka, lambat laun rangsangan yang membara itu mereda dan akhirnya padam membuat seluruh tubuh lemas lunglai.   Bayangan ramping itu angkat kepala, suaranya lembut dan aleman.   "Toako, kau. .... Diciumnya sekali pipi si nona, lalu, berkata orang itu.   "Moay-cu (adik), kau harus lekas pergi" "Kau takut? "   Tanya bayangan ramping itu. "Bukan,"   Sahut laki2 itu dengan hangat dan rawan.   "bukan takut, tapi aku kuatir bila kau dilihat orang, tentu amat merugikan pribadimu."   Bayangan ramping itu bersuara dalam mulut. Memangnya dia berwatak angkuh, tinggi hati, sudah tentu perbuatannya ini pantang kepergok orang, lekas2 dia berdiri serta mengenakan pakaian lagi, lalu katanya berpesan.   "Aku pergi, besok persoalan apapun yang dibicarakan Thay-siang, jangan kau ....   " "Adikku yang baik,"   Sela orang itu.   "jangan kuatir, aku sudah tahu maksudmu." "Hm, memangnya kau berani,"   Kata si ramping sambil angkat jari telunjuk menutul jidat orang, lalu seringan asap bayangannya melayang keluar jendela dan lenyap ditelan gelap.   Tiba2 timbul rasa penyesalan dalam benak si laki2, tak berani ayal iapun kenakan pakaiannya, sesaat dia berdiri menjublek di dalam kamar, akhirnya ia menarik napas panjang, ia menggumam sendiri.   "Ini bukan salahku."   Setelah membanting kaki, iapun mengeluyur pergi melalui jendela .   Beruntun kedua orang ini berlalu, sebetulnya bak umpama awan berlalu dan hujan sudah mereda, impian dalam sorgapun sudah tak berbekas lagi, tatkala itu kentongan ketigapun sudah lewat, siapapun takkan tahu akan kejadian di dalam kamar ini.   Tapi segala sesuatu di dunia ini justeru sering terjadi di luar dugaan, sesuatu yang dikira tidak di ketahui orang atau iblis justeru bisa bocor di luar dugaan-Waktu perbuatan mesum dua insan ini sedang berlangsung, sekuntum bunga mawar telah menyaksikan di luar jendela.   Dia bukan lain adalah Un Hoan-kun yang menyaru si kembang mawar alias Bi-kui.   Ia berdiri di bawah jendela, mendengar dengus napas memburu dari sepasang manusia yang dibuai nafsu birahi, merah jengah selebar mukanya, sungguh hatinya terasa hancur luluh.   Sungguh tak pernah terpikir olehnya laki2 tambatan hatinya ternyata adalah hidung belang yang begini kotor dan tak kenal malu.   Dia marah, malu, penasaran dan benci, perasaannya hancur berderai, denganberlinang air matadiam2diatinggalpergi.   Waktu Kun-gi memburu sampai di atas tembok tadi, bayangan hitam yang menyerang dirinya dengan senjata rahasia itu sedang meluncur pesat keluar pekarangan Diam2 dia mengerut kening, pikirnya.   "Ginkang orang ini amat tinggi, apalagi dia melangkah lebih dahulu, betapa luas markas Pekhoa-pang ini, asal dia menyelinap ke tempat gelap. kemana pula aku akan mengubernya? "   Hati berpikir, tapi kaki tetap mengudak dengan kencang.   Gerak-gerik bayangan hitam itu amat tangkas dan cekatan, baru saja Kun-gi melampaui pagar tembok, didapati bayangan itu sudah berada 20 tombak lebih, tapi masih berlari kencang seperti dikejar setan.   Mungkin takut membuat berisik sehingga jejaknya ketahuan orang Pek-hoa-bun, maka dia tidak berani menuju ke bangunan gedung yang berlapis2 itu, pada hal disana banyak tempat gelap untuk menyembunyikan diri.   Melihat orang belari2 lurus menuju keluar, sudah tentu kebetulan bagi Kun-gi, dia mengudak terus sambil mengembangkan ginkangnya.   Bayangan didepan ternyata sangat apal tentang liku2 Hoa-keh-ceng ini, jarak mereka memang cukup jauh, kebetuan rembulan sembunyi di balik awan lagi sehingga keadaan gelap.   kadang2 dia menghilang lalu muncul lagi di antara bayang2 bangunan gedung.   Betapapun cepat Kun-gi mengudak tetap ketinggalan Hoa-keh-ceng merupakan markas pusat Pek-hoa-pang, banyak terdapat pos penjagaan, bahwa orang ini dapat mengelabui mata kuping para penjaga dan ronda malam, jelas menandakan bahwa orang itu tentu bukan orang luar.   Dalam sekejap mata mereka sudah saling kejar keluar dari pagar tembok Hoa-keh-ceng yang tinggi.   Kini mereka berada di lereng sebuah bukit yang penuh ditumbuhi rumput hijau, batu2 gunung terserakdisana-sini, semak belukarjarangterinjak manusia.   Melihat Kun-gi terus mengudak dengan kencang, bayangan hitam di depan itu semakin gugup, maka dia menempuh jalan belukar dan lari tanpa menentukan arah.   Sudah tentu hal ini menimbulkan rasa curiga Kun-gi, pikirnya.   "Untuk apa dia memancingku ke tempat ini, memangnya disiniada jebakan? "   Tapi dia berkepandaian tinggi dan bernyali besar, umpama betul musuh ada bala bantuan di depan sana juga dia tidak gentar.   Pula bila orang ini betul adalah anggota Pek-hoa-pang, tentulah salah seorang yang tadi siang telah dikalahkan dalam pertandingan, karena merasa dengki dan penasaran, maka malam ini dia hendak menuntut balas dengan membokong secara keji dengan senjata rahasia beracun.   Walau awak sendiri tidak ingin mencari musuh, betapapun Kun-gi ingin membongkar kejahatannya.   Kalau bisa dibujukagar menempuhjalan benardan menjadiorang baik.   Sekarang mereka saling kejar di lereng bukit yang belukar, tapi tiada suatu tempat untuk menyembunyikan diri, kepandaian Kun-gi memang lebih tinggi, maka jarak kedua pihak telah ditarik pendek.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Jelas sebentar lagi dia akan berhasil menyandak musuh, sementara itu mereka sudah saling udak mendekati tepi danau, air danau setenang kaca tertimpa sinar rembulan menimbulkan cahaya kemilau yang mempesona, sementara kabut mengembang datang menambah suasana menjadi redup, Bayangan hitam di depan tiba2 berlompat meluncur ke atas batu gunung yang tinggi, laksana elang yang berhasil menyamber anak ayam, dengan tangkas dia meluncur turun ke balik batu padas besar sana.   Jarak kedua pihak kini tinggal sepuluhan tombak.   beruntun dua kali lompatan Kun-gi sudah mengejar tiba.   Batu cadas itu setinggi tiga tombak, di bawah adalah air danau, jelas tiada jalan lain untuk melarikan diri, tapi selepas mata Kun-gi menjelajah, Sekelilingnya sunyi senyap tiada kelihatan ada tanda apa2, entah ke mana gerangan bayangan hitam tadi? Memang tempat ini dikelilingi belukar, tapi rumput tumbuh hanya setengah pinggang orang, tak mungkin orang sembunyi di semak2 rumput, kecuali sudah kepepet maka dia nekat terjun ke air? Inipun tidak mungkin, betapapun lihaynya seseorang main dalam air, begitu dia terjun pasti menimbulkan riak gelombang dan tak mungkin selekas ini tenang kembali.   Kenyataan air danau setenang kaca, cipratan airpun tak kelihatan.   Berdiri sejenak di atas batu cadas, dia menunggu dan menanti reaksi, tapi tetap tak memperoleh jawaban, mendadak tergerak hatinya.   "Jelas dia tadi lari kemari kenapa jejaknya menghilang, kalau dia apal seluk-beluk dalam perkampungan ini tentu apal juga keadaan luar sini, sengaja aku dipancing kemari, lalu tiba2 menghilang, memangnya di bawah batu ini ada jalan lain yang menembus entah kemana? "   Segera dia melongok ke bawah mengincar suatu tempat untuk tempat berpijak.   lalu dengan enteng dia melompat turun.   Kakinya berpijak pada sebuah batu di antara semak2, betul juga didapatinya bagian bawah ini longgar dan lapang, seperti serambi panjang di rumah gedung layaknya, sebuah jalanan kecil berlumut menjurus masuk ke sela2 batu besar yang tiba cukup untuk berjalan satu orang.   Bagian luarnya tertutup rumput tinggi, umpama siang hari juga sukar orang menemukan tempat ini, apalagi dipandang dari atas takkan kelihatan.   Tempo hari Kun-gi mendengar dari Giok-lan yang mengatakan bahwa perahu orang2 Hek-liong-hwe yang menyelundup kemari disembunyikan di bawah tebing.   "Mungkin di sinilah letak dari tebing itu?"   Otak berpikir, sementara kaki melangkah ke depan-Kira-2 puluhan tombak kemudian, tiba2 di-lihatnya seperti ada sesosok bayangan orang rebah tengkurap di atas pasir di depan sana.   Sekali lompat Kun-gi memburu maju, ia dapat melihat di tempat gelap.   setelah dekat didapatnya orang ini mengenakan pakaian ketat warna hijau, golok terselip dipinggangnya, dandanannya mirip centing Pek-hoa-pang.   Setelah diteliti didapatinya pula jiwa orang sudah melayang, sesaat lamanya karena terhantam dadanya oleh pukulan berat.   Terpancar cahaya gemerdep dari bola mata Ling Kun-gi.   batinnya.   "orang ini jelas adalah centing yang ditugaskan berjaga di sini, golok yang tergantung dipinggangpun belum sempat tercabut, tahu-jiwa sudah melayang, tentunya orang tadi kuatir centhing ini membocorkan rahasianya maka dia di bunuh untuk menutup mulutnya."   Waktu dia berdiri tegak.   dilihatnya disemak2 rumput di depan sana ada sesosok mayat pula.   orang inipun mengenakan seragam warna hijau berdandan sebagai centing.   Kemungkinan dia terpukul mencelat sehingga terlempar sejauh itu, jiwanya jelas sudah amblas.   Berkeriut gigi Kun-gi saking gemas, diam2 dia berjanji akan mengusut perkara ini dan mencari tahu siapa gerangan bayangan itu untuk menghukumnya secara setimpal.   Kedua centing ini sudah mati beberapa saat, ini berarti pembokong itu tentu sudah pergi jauh dan tak mungkin dikejar lagi, ia putar balik dan akan melompat ke atas tebing.   Pada saat itulah mendadak didengarnya suara isak tangis sedih memilukandiatas, isaktangisse-orangperempuan, begitu sedihnya sampai tersendat2 dan banting2 kaki.   Heran Kun-gi, waktu ini sudah kentongan ketiga lewat tengah malam, memangnya siapa yang datang kepinggir danau dan bertangisan disini? suara tangis seorang perempuan, tentu dia salah satu dara kembang dari Pek-hoa-pang.   Mungkin dia menemukan kematian kedua centing, salah seorang centing adalah kekasihnya, maka dia menangis begini sedih? Tengah Kun-gi menduga2, tiba2 didengarnya perempuan itu berkata sambil sesenggukan.   "Ling Kun-gi, oh, Ling Kun-gi, akulah yang buta, sungguh tak nyana kau ..... Ai, aku ....... aku juga tidak ingin hidup lagi ......"   Suaranya terputus2 oleh sendat tangisnya, lemah dan lirih, tapi di malam sunyi ini Kun-gi dapat mendengarnya jelas sekali, terutama setelah akhir kata2nya, langkah kakinyapun terdengar menuju ke pinggir danau.   Jelas dia nekat hendakbunuh diri.   Sudah tentu Kun-gi berjingkat kaget, lekas dia berteriak.   "Jangan nona"Sebatsekalidia men-jejak kaki mengapung keatas.   Bahwa di bawah tebing ada orang sudah tentu tidak terpikir oleh si nona, tanpa sadar dia menyurut mundur, bentaknya.   "Siapa kau? "   Kini Kun-gi sudah melihat jelas siapa nona di hadapannya yang menangis ini, ia kaget dan keheranan, katanya sambil mengawasi tak berkedip.   "Apakah yang terjadi? Bilakah aku pernah berbuat salah padamu ......"   Nona ini bukan lain adalah Un Hoan-kun yang menyamar jadi Bikui, air mata masih berlinang2 di kelopak matanya, ia terbeliak mengawasi Kun-gi, iapun kaget dan heran, tanyanya.   "Kau ...... bagaimana kau bisa berada disini? " "coba kau dulu yang bicara, kenapa kau sembunyi di sini dan menangis? "   Nanar pandangan Un Hun-kun, katanya dingin.   "Tidak. kau dulu yang bicara, bukankah kau menguntit aku kemari? "   Dia mengenakan kedok sehingga sukar terlihat mimiknya, cuma biasanya dia bersifat lembut dan halus, bijaksana lagi, kata2nyapun ramah, kini dia bicara dingin ketus, jelas gelagatnya jelek.   Diam2 Kun-gi ber-tanya2 dalam hati, katanya kemudian "Cayhe memang menguntit seseorang ......."   Sampai di sini mendadak dia seperti ingat sesuatu, lalu tanyanya gugup.   "Waktu kau kemari adakah kau bertemu dengan seseorang? "   Un Hoan-kun dapat merasakan nada ucapan Kun-gi itu memang menguntit seseorang, maka dia bertanya siapa yang di maksud? "Entahsiapadia,diakejamdanlicin,aku menguntitnyasampaidi sini, sayang dia berhasil lolos, malah dua centing di bawah sana juga dibunuhnya ....."   Betapapun Un Hoa-kun adalah nona yang cerdik, dia tahu dalam soal ini mungkin ada latar belakangnya yang ber-belit2, segera dia balas bertanya.   "Coba katakan, berapa lama kau keluar? " "Cukup lama, sedikitnya sudah satu jam."   Un Hoa-kun mendesak lagi.   "Bahwa kau tak tahu siapa dia, kenapa kau menguntitnya kemari? "   Terpaksa Kun-gi tuturkan kejadian yang dialami, lalu menyambung tertawa.   "Sudah, kini giliranmu yang bicara, untuk apa seorang diri kau lari kemari? Tadi seperti kudengar kau tidak ingin hidup segala, memangnya kenapa? "   Mendengar cerita Kun-gi, Hoan-kun sudah tahu akan duduknya persoalan, tapi sebagai seorang gadis perawan yang masih suci bersih, sudah tentu tak mungkin dia menceritakan adegan mesum yang disaksikannya tadi. Dengan muka merah terpaksa dia menjawab.   "Kau tak usah tanya, hatiku amat risau, perlu jalan2 keluar untuk menenangkan perasaanku, lekas kau kembali, lebih cepat lebih baik."   Sudah tentu Kun-gi juga bukan pemuda goblok. iapun merasakan dibalik ucapan Un Hoan kun ini masih ada persoalan tersembunyi, maka dia bertanya.   "Dari omonganmu kurasakan seperti terjadi sesuatu? " "Lekas pergi, setelah kembali kau akan tahu sendiri,"   Kata Un Hoan-kun. Dirundung berbagai pertanyaan, Kun-gi masih menegas.   "Kau tidakpulangsajabersamaku? " "Kalau jalan bersamamu, dilihat orang tentu kurang leluasa, kau boleh berangkat lebih dulu, tunggulah aku dipekarangan yang gelap." "Kutinggal kau di sini, hatiku tidak tenteram, ayolah pulang bersama." "Bikin jengkel orang saja,"   Omel Un Hoan-kun.   "kalau terlambat sudah tiada gunanya lagi."   Kun-gi tidak bergerak. tanyanya.   "Kau pasti ada urusan, kenapa tidak kau beritahukan padaku? " "Tiada waktu untuk kujelaskan, hayolah pulang bersama, nanti berpisah di luar tembok, soal ini amat besar artinya, jangan kau tunda2, pulanglah dulu ke kamarmu dan kau akan tahu, tapi jangan kau masuk begitu saja, biar aku memberitahukan Congkoan dulu, malam ini aku bertugas bersama Hong-sian, katakan saja waktu kembali kau bersua dengan aku."   Mendengar orang berpesan secara serius, se-olah2 ditempat tinggalnya telah terjadi sesuatu, maka Kun-gi mengangguk. katanya.   "Baiklah, hayolah pulang."   Mereka tidak bicara lagi, keduanya sama2 mengembangkan Ginkang dengan cepat tiba di luar pagar tembok tinggi yang mengelilingi Hoa-keh-ceng.   Un Hoan-kun memberi tanda gerakan tangan terus melambung ke atas tembok dan melesat ke belakang sana.   Sementara Kun-gi juga mengapung terus melejit lebih jauh ke depan-mendadak didengarnya seorang membentak tertahan.   "Siapa? "-setitik sinar kemilau tahu2 meluncur kemuka Kun-gi.   Sekali raih dengan mudah Kun-gi tangkap senjata rahasia itu, kiranya sebutir pelor perak.   sementara mulutnya berseru.   "Cayhe Ling Kun-gi"   Dari tempat gelap tampak melompat keluar seorang laki2 berseragam hitam, begitu melihat jelas akan Ling Kun-gi, lekas dia membungkuk dengan gugup, katanya.   "Hamba Kho Ting-seng, maaf, kesembronoanku patut dihukum mati ......"   Laki2 ini adalah salah satu Hou-hoat-su-cia yang dinas jaga, maka dengan tertawa Kun-gi lantas berkata.   "Kho-heng tak usah berkecil hati. Cayhe meluncur dari luar tembok. adalah jamak kalau menimbulkan rasa curiga. Cuma untuk selanjutnya Kho-heng harus lihat jelas dulu baru boleh turun tangan-"-Sembari bicara dia angsurkan kembali pelor perak itu. Orang she Kho mengiakan sambil menerima pelor peraknya, Kungibertanyapula."Apakah malaminigiliranKho-hengberjaga?" "Ya,"   Sahut Kho Ting-seng.   "ada empat orang yang mendapat giliranjaga, hambaditugaskanjagadisebelahtenggarasini." "Apakah Kho-heng tadi melihat ada orang masuk kemari? "   Kho Ting-seng melengak. katanya.   "Maksud Cong-hou-hoat ada musuh yang menyelundup ke-mari? " "o, tidak."   Ujar Kun-gi.   "aku hanya tanya sambil lalu, kalau tiada melihat ya sudahlah." "Sejak giliran hamba berjaga tadi terus mondar-mandir di sekitar sini, kalau ada orang menyelundup masuk tentu hamba dapat melihatnya."   Kun-gi manggut2.   "Bagus sekali, baiklah aku mohon diri,"   Setelah balas hormat, sekali jejak kedua kaki ia lantas melejit tinggi meluncur kepekarangan belakang.   Karena pesan Un Hoan-kun tadi amat wanti2 dan serius, se-olah2 telah terjadi suatu peristiwa di dalam kamarnya, maka sepanjang jalan ini dia tingkatkan perhatian dan kewaspadaan, sinar pelita sudah padam di daerah pekarangan tengah, keadaan sunyi tenang tiada gerakan apa2 yang mencurigakan- Secara diam2 dia meluncur turun di balik pagar tembok serta memperhatikan kamar tidurnya, dua jendela disebelah selatan tetap terpentang lebar, keadaan hening, lelap seperti dirinya keluar tadi, tiada tanda2 perubahan lainnya puia, keruan ia heran dan bertanya2 kenapa Un Hoan-kun mendesak dirinya lekas kembali ke kamar tidur? Mengingat nona Un biasanya hati2 dan cermat, setiap menghadapi persoalan tentu dikerjakan dengan baik dan rapi, tak mungkin kali ini dia menipu dirinya..   Entah kenapa pula nona itu tidak mau menjelaskan persoalannya, seakan2 bila dirinya lekas kembali akan segera mendapat jawaban, tapi kenapa pula dirinya diharuskan menunggu dia menyusul datang setelah memberi laporan kepada Congkoan-Memangnya ada kejadianapa?Semarindipikirsemakin mengganjelperasaan.   "Memangnya ada orang hendak mencelakai diri-ku secara diam2?"   Demikian batinnya.   Inipun tidak mungkin, umpama betul seorang ada maksud mencelakai jiwanya, tak mungkin dia sembunyi di dalam kamarnya.   Maka sekian lamanya dia berdiri diam di tempat gelap.   tapi setelah ditunggu beberapa kejap tetap tidak terlihat ada tanda apa2.   Untunglah dikala Kun-gi sudah hampir kehilangan kesabaran, didengarnya desir angin malam yang lirih dari balik tembok sana, waku Kun-gi menoleh, dilihatnya dua bayangan orang muncuf di atas tembok.   Seorang mengenakan pakaian serba putih, pedang tergantung dipinggang, gayanya lembut laksana dewi kahyangan.   Seorang lagi berpakaian kencang, tubuhnya semampai menggiurkan-Mereka bukan lain adalah Congkoan Giok-lan dan Un Hoan-kun yang menyaru Bi kui.   Lekas Kun-gi menyongsong ke sana, katanya menjura.   "Mengganggu Congkoan saja."   Lekas Giok-lan balas hormat, matanya yang bening mengawasi Kun-gi, katanya.   "Bi kui Ling-kongcu menunggu, entah apa yang telah terjadi di sini? "   Apa yang terjadi, Kun-gi sendiri juga tidak tahu, sudah tentu dia tidak bisa menjawab, terpaksa dia berkata sekenanya.   "Congkoan sudahtiba, marilahbicaradidalamsaja."   Sekilas Giok-lan mengerling, katanya.   "Kiu-moay barusan lapor padaku, katanya waktu dia lewat sini telah mendangar orang bicara dalam kamar, semula dikira Ling-kongcu sendiri, ternyata waktu dia ronda sampai pekarangan tengah telah bertemu dengan Ling kongcu yang sedang mengejar musuh, maka dia sadar adanya gejala yang tidak sehat, cepat dia memberi laporpadaku, kini Lingkongcu sudah kembali, entah adakah sesuatu yang mencurigakan di dalam kamar ini? "   Kun-gi membatin.   "o, ada orang sembunyi di dalam kamarku, hanyasoalbegini sajakenapatidakdijelaskan padaku? "   Dengan tersenyum dia lantas berkata.   "Sejak Cayhe datang tadi sudah kuperhatikan, tiada gerakan apa2 di sini, biarlah aku masuk memeriksanya lebih dulu."   Lalu dia hendak menerobos masuk lewat jendela.   "Hati2 Ling-kongcu"seru Un Hoan-kun gugup, "Betul,"   Sambung Giok-lan.   "memang Ling-kongcu harus lebih hati2."   Kun-gi tertawa tawar, ujarnya.   "Ya, tidak jadi soal."-Sekali lompat dia menerobos masuk ke kamar, matanya menjelajah seluruh penjuru kamar, tapi tetap tiada kelihatan bayangan prang? Kiranya sejak di luar dan waktu melompat masuk tadi diam2 dia sudah pasang kuping danpentang mata, asal ada orang sembunyi di dalam kamar pasti didengarnya. Kun-gi keluarkan geretan api, setelah menyulut lampu dia terus angkat palang dan membuka pintu, katanya.   "silakan kalian masuk"   Diam2 Un Hoan-kun membatin.   "Agaknya sudah terlambat, kedua orang itu sudah pergi."   Giok-lan melangkah masuk lebih dulu, mata-nya yang jeli tajam menjelajah ke segala penjuru, lalu berkata.   "Kiu-moay bilang bahwa Ling-kongcu mengejar musuh yang membokongmu, laporannya tidak jelas, memangnya siapa yang bernyali besar berani bertingkah ditempatkitaini? HarapLing-kongcusudi menjelaskan? "   Kecut tawa Kun-gi, katanya.   "Cukup lama juga aku mengudak dia, sayang tak berhasil kususul, malah dua Centing kita dibunuh oleh nya, sungguh harus diaesalkan"   Lalu dia ceritakan kejadian yang dialaminya.   Berkilat mata Giok-lan, katanya setelah merenung sebentar.   "orang ini bisa bergerak bebas menghindari pos2 penjagaan, jelas ialah orang kita sen-diri, mungkin karena siang tadi dia kau kalahkan dalam pertandingan, karena dendam maka malam ini hendak menuntut balas secara menggelap." "Cayhe juga pikir demikian, pikirku hendak mengejarnya untuk memberipenjelasan dan membujuknya.   " "Besar nyali orang ini, berani main gila di sini, tapi dia bisa lolos dari kuntitan Ling-kongcu, jelas Ginkang dan kecerdikannya memang lebih tinggi daripada orang lain,"   Ujar Giok-lan-"Lalu senjata rahasia yang Ling-kongcu gulung tadi entah ditaruh di mana? "   Kun-gi menuding kepojok dinding, katanya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Karena buru2 hendak mengejar musuh, maka kulempar ke kakitembok itu."   Sinar lampu memang tidak sampai menyoroti kaki tembok sana, Giok-lan tidak perhatikan kalau di kaki tembok ada jarum2 berserakan-Kini dengan cermat dia memperhatikan, seketika berubah rona mukanya. Dingin sorot matanya, katanya.   "Mungkinkah dia orang Hek-liong-hwe?" "Sam-ci,"   Un Hoan-kun menyeletuk.   "darimana kau tahu dia orang Hek-liong-hwe? "   Dari kantong bajunya Giok-lan keluarkan sekeping besi sembrani, lalu menyedot sebatang jarum.   Jarum ini lebih kasar dari jarum jahit umumnya, seluruh batangnya berwarna hitam legam, jelas dilumuri racun jahat, Lalu sambil mengacungkan besi sembrani, dia bertanya kepada Kun-gi.   "Apakah Ling-kongcu tahu asal-usul jarum baja ini? " "Cayhetidaktahu,"sahutLing Kun-gi.. Giok-lan tertawa tawar, katanya.   "Racun yang dilumurkan di jaruminiadalah getahberacun."   Sejak mula Kun-gi kira sipembokong adalah orang dalam Pek- hoa-pang, mendangar Giok lan bilang dia orang Hek-liong-hwe, tanpa terasa ia bersuara heran-Giok-lan berkata lebih lanjut, Jarum baja ini dilepaskan dari Som-lo-ling, namanya adalah Sha-cap-lok-khong-wi-hong-ciam (Jarum kumbang kuning 36 lubang)." "Pengetahun Congkoan memang luas, melihat jarum lantas tahu namadan asal-usulnya,"demikianpuji Kun-gi.   Manusia di kolong langit ini baik pria atau wanita, kalau dirinya dipuji, tentu tidak kepalang riang hatinya.   Terutama Giok-lan yang sudah kasmaran terhadap perjaka di depannya ini, maka ia pandang Kun-gi seolah2 sudah setengah miliknya-.   Dengan penuh arti matanya mengerling Kun-gi, katanya tersenyum malu2.   "Thay-siang pernah menerangkan soal jarum ini, katanya jarum2 ini disimpan di dalam kotak gepeng terbuat dari baja, seluruhnya ada 360 batang yang tersimpan di dalamnya, maka dinamakan Som-lo ling.   yakni seumpama firman raja akhirat (som-lo), sekali tekan bisa menyambitkan 36 batang, maka dinamakan pula jarum kumbang kuning 36 lubang." "Senjata rahasia macam ini hanya dibikin oleh ahli yang luar biasa,"   Demikian tutur Giok lan lebih lanjut.   "konon jarum ini adalah buah karya seorang pandai besi yang lihay, sampai sekarang jarang ada orang Kangouw yang mampu meniru membuatnya. belum pernah terjadi lawan yang diserang bisa selamat, kalau malam ini yang diserang orang lain, tentu jiwanya takkan selamat dari jarum2 berbisa ini." "Mungkin nasib Cayhe lagi mujur,"   Ujar Ling Kun-gi.   "untung aku sudah bersiaga sebelumnya."   Mengawasi jarum ditangannya, Giok-lan menepekur sejenak, katanya kemudian.   "Jarum ini sudah dilumuri getah beracun, ini berarti mereka sudah mampu membuat Som-lo-ling ini,"   Sampai disini mendadak dia menoleh kepada Un Hoan-kun, katanya.   "Kiu-moay, coba kau hitung jumlahnya, apakah 36 batang? " . Un Hoan-kun segera menghitung, lalu berka-ta.   "Betul, di sini ada 35 batang, ditambah satu menjadi 36 batang"   Bertaut alis Giok-lan, katanya.   "Agaknya mereka memang sudah berhasil memproduksi Som-lo-ling, malah seluk beluk markas kitapun telah sedemikian apalnya, soal ini tidak boleh dipandang remeh." "Bukan mustahil ada mata2 musuh yang berada diantara kita,"   UjarBi-kuialiasUn Hoan-kun. Giok-lan manggut2, teringat laporan Bi-kui bahwa dua orang pernah berbicara di dalam kamar ini, maka dia bertanya "Kiu-moay, dapatlah kau menjelaskan suara pembicaraan di kamar ini pria atau wanita? "   Seketika panas muka Un Hoan-kun, untung dia mengenakan kedok sehingga mimik mukanya tidak dilihat orang, ia pura2 berpikir lalu berkata.   "Kalau tidak salah suara lelaki dan perempuan .....   "merandeksebentarlalu menambahkan. "Waktu itu kukira Ling-kongcu masih dalam keadaan setengah mabukdan berbicaradengan Sin-ih." "Waktu aku bangun dan semadi diatas ranjang untuk mendesak keluar arak dari badanku, Sin-ih langsung kembali ke kamarnya, tak pernah masuk kemari lagi,"   Demikian Kun-gi menerangkan sambil berjalan mendekati tempat tidur serta menyingkap kelambu.   Dilihatnya seprei acak2an, bantal guling tidak terletak pada tempat semestinya lagi, malah tepat di tengah ranjang kedapatan noktah darah.   Kun-gi terbeliak kaget, teriaknya.   "Darah Darah siapa ini? Memangnyadiaterlukadansembunyiditempattidurku? "   Karena kelambu tersingkap oleh tangannya, maka keadaan ranjang itupun terlihat oleh Giok-lan dan Un Hoan-kun.   Ada kalanya nona2 atau para gadis jauh lebih tajam perasaan dan firasat-nya daripada kaum pria.   Umpama soal noktah darah ini, bagi Kun-gi yang masih perjaka dan hijau plonco ini, dia mengira ada seseorang telah terluka, tapi kedua nona di belakangnya ini cukup cerdik, melihat keadaan ranjang itu seketika terbayang oleh mereka ....   ....   Jengah Giok-lan dan Un Hoan-kun, sekujur badan terasa panas dan gemetar, untuk sesaat mereka sama melenggong tak tahu apa yang harus di-ucapkan.   Tapi Giok-lan memang lebih tabah, katanya sambil membalik badan.   "Kiu-moay, pergilah kau panggil Sin-ih, suruhlah dia mengganti seprei dan bantal guling yang baru,"   Hoankun mengiakan terusberanjakkeluar.   Waktu membalik tubuh tadi, mendadak didapatinya sesuatu benda di bawah bantal, tergerak hati Giok-lan, sebagai Congkoan Pek-hoa-pang, maka dia tidak perlu main malu lagi, tanyanya.   "Lingkongcu hanya bersemadi di ranjang, seperai dan bantal guling tidak mungkin menjadiacak2an begini? " "Ya, malahan Cayhe belum pernah menyentuh bantal guling dan kemul itu,"   Sahut Kun-gi. Sengaja Giok-lan ajak mengobrol.   "Aneh kalau begitu, memangnya kenapa orang itu sembunyi di atas ranjang Ling- kongcu? "   Sambil bicara dia melangkah maju badan sedikit miring sehingga pandangan Kun-gi teraling, diam2 dia ulur tangan ke bawah bantal, gerakannya pura2 memeriksa, kalau2 sebatang tusuk kundai emas sudah dia simpan ke dalam lengan bajunya.    Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok

Cari Blog Ini