Pedang Kiri Pedang Kanan 28
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 28
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L "Ser" Selarik sinar putih tiba2 menyambar keluar dari hutan melayang ke atas bukit. Orang di atas bukit cepat menangkapnya, langsung dimasukkan ke dalam saku. Terdengar orang dalam hutan cemara berkata pula. "Bagus, sekarang boleh kau kembali!" Orang di atas bukit mengiakan, sekali menutul kaki terus meluncur turun ke bawah bukit, sekejap saja bayangannya lenyap ditelan kegelapan. Keadaan hutan cemara juga seketika menjadi sunyi, agaknyaorangdidalamhutan itujuga telahpergi. Selang agak lama lagi baru kedua muda-mudi yang sembunyi di semak belukar itu berani angkat kepala. Kata si gadis dengan pelahan. "Entah orang di dalam hutan itu sudah pergi belum?" Pemuda itu mendahuluiberdiri, sahutnya."Sudahpergijauh." Kaget dan heran si gadis, tanyanya. "Agaknya mereka bukan orang Hek-liong-hwe?" "Sudah tentu bukan." "Memangnya siapa mereka?" "Sekarang belum jelas, sungguh tak nyana di dalam Pek-hoa- pang kecuali ada mata2 Hek-liong-hwe, masih ada juga komplotan agen rahasia lain." 'Tadi sudah kau lihat jelas siapa dia?" "Kukira dia mengenakan kedok." "Lalu suaranya? Kau tidak kenal?" "Tentunya mereka juga sudah waapada kalau konangan orang, maka suara pembicaraan mereka tadipun menggunakan suara palsu, biarlah hal ini pelan2 kita selidiki." "Bukankah kau dengar majikan mereka menginginkan dia kerja sama dengan kau?" "Betapapun kita harus menyelidiki asal-usul dan seluk-beluk mereka, supaya kita tidak di peralat di luar sadar kita," Berhenti sebentar, lalu ia menambahkan. "Hoanmoay, hayolah pulang!" Dua bayangan orang segera meninggalkan bukit kecil itu dan meluncur ke bawah. -oo0dw0oo Kapal besar berloteng susun tiga itu terus berlayar mengikuti arus sejak dari Kwa-ciu menuju ke muara sungai Tiangkang. Sekarang mereka sudah berlayar di lautan teduh. Tiga layar besar berkembang. Langit nan biru dihiasi gumpalan mega putih, gelombang laut mendampar udara cerah. Kalau kapal berloteng ini dapat laju dengan tenang di sungai Tiangkang, tapi tidak demikian di lautan teduh. Gelombang di lautan lepas ini jauh lebih besar dan kuat, kalau di Tiangkang kapal ini terhitung ukuran besar, tapi di lautan teduh seperti daun kering kecil terombang ambing dipermainkan gelombang yang naik turun, maka terasa sekali guncangan yang amat kuat. Kehidupan orang2 di atas kapal sudah tentu tidak setenang dan senyaman waktu masih berlayar di sungai. Terutama para dara kembang yang tidak biasa hidup di atas air, mereka sama pening kepala dan muntah2, kaki enteng langkah limbung. Setelah berada di lautan teduh ini, kapal bersusun ini putar haluan menuju ke utara, Siang malam tak berhenti dan berlayar terus tanpa berlabuh lagi. Sejak Cong-su-cia Ling Kun-gi membongkar mata2 Hek-liong-hwe, sepanjang jalan ini tak pernah lagi terjadi apa2. Lantaran tak terjadi apa2 ini maka terasa sekali kehidupan di tengah lautan ini menjadi hambar. Dan karena kehidupan yang hambar ini, maka dua persoalan yang selama ini masih mengganjeldalambenak Ling Kun-gisukardiselidiki. Kedua persoalan yang mengganjel hati Kun-gi ini adalah pertama dia harus mencari tahu siapa laki2 yang menyamar dirinya melakukan perbuatan mesum di kamarnya itu? Orang lain yang makan nangkanya, dia sendiri yang kena getahnya, maka dia harus menyelidikinya sampai persoalan ini menjadi jelas. Kedua, siapakah orang yang mengadakan kontak dengan temannya di atas bukit itu? Dia harus mengetahui rencana aksi mereka supaya dirinya tidak sampai diperalat diluar tahunya pula, sebagai Cong-su-cia Pek-hoapang, adalah tanggung jawab dan kewajibannya untuk menyelidiki hal ini. Tapi kalau lawan tidak mengadakan aksi tentu takkan timbul reaksi, padahal menyelidiki sesuatu memerlukan adanya aksi, kalau kehidupan di atas kapal ini terus tawar dan hambar begini, kecuali sehari makan tiga kali, semua orang menganggur dan cuma ngobrol di kamar makan atau bermain catur belaka. Begitulah hari ke hari telah lewat, kedua persoalan ini tetap belum ada penyelesaian. Beberapa hari kemudian kapal sudah keluar dari teluk Lo-sin, sepanjang pelayaran ini beberapa kali, mereka melihat banyak kepulauan besar dan kecil. Pada hari itu, pagi2 betul sampai tengah hari seorang diri Thaysiang naik ke atap tingkat ketiga memandang jauh ke depan sana. Semua orang menduga mereka sudah hampir tiba ke tempat tujuan, tapitiadaseorangpunyangtahudimana merekabakalmendarat. Menjelang senja, di bawah pancaran sinar surya yang kuning cemerlang, di kejauhan sana daratan sudah kelihatan samar2. Thay-siang suruh Teh-hoa menyampaikan perintahnya kepada Ko-lotoa, mumpung malam ini gelombang pasang, sebelum tengah malam kapal harus sudah memasuki teluk kepulauan Ngo-hui-to. Beritainisegeratersiarke seluruh kapal. Tahu bahwa malam ini kapal bakal menepi dan mereka akan mendarat, suasana menjadi hiruk pikuk, berkobar semangat mereka. Hari sudah petang, Kehidupan di atas kapal sesudah makan malam dan istirahat satu jam semua orang harus tidur ke kamarnya masing2. Tapi lain dengan malam ini. Lampu terang benderang di kamar makan tingkat kedua, cuma pada setiap lubang dari jendela berkaca telah dipasang kain hitam yang tebal sehingga cahaya lampu tidak menyorot keluar. Meja besar yang berjajar segi tiga di kamar makan kini tinggal satu saja, maka ruang makan ini terasa lebih luas. Orang2 sudah berdiri berjajar di kanan-kiri, sebelah kiri dipimpin oleh Cong-su-cia Ling Kun-gi, di belakangnya terbagi dua baris, Coh-houhoat Leng Tio-cong dan Sam-gansin Coa Liang, di belakang mereka lagi adalah ke tujuh Hou-huat, Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thi Lam-jiang, Toh Kanling, Lo Kunhun, Yap Kay-sian dan Liang Ih jun, ( Cin Tekiong sudah gugur ). Delapan Hou-hoat-su-cia adalah Ting Kiau, Ban Yu-wi, (empat diantara dua belas Hou-hoat-su-cia sudah terbunuh oleh orang2 Hek liong-hwe ). Barisan sebelah kanan dipimpin oleh Congkoan Giok-lan, disusul enam Tay-cia, yakni Bikui Ci-hwi, Hu-yong, Hong-siang, Giok-je dan Loh-bi-jin (Hay-siang sudah mati), merekapun berdiri menjadi dua baris, Disusul oleh barisan para dara kembang yang berjumlah sembilan belas, Cu-cu sudah meninggal. Mereka berdiri tegak khidmad, suasana hening dan sunyi.. Tak lama kemudian tampak kerai tersingkap, yang mendahului melangkah masuk adalah Thay-siang, dia tetap menggunakan pakaian serba hitam, cadar hitam, sebutir mutiara sebesar buah anggur bertengger di atas gelung rambutnya. Perempuan tua ini memang serba misterius. Di belakang Thay-siang adalah Pek-hoa- pangcu Bok-tan, Hupangpcu So-yok. Lalu dua pelayan Teh-hoa Liu- hoa, satu membawa Ji-gi ( mistar batu jade ) seorang lagi memegang kebutan bergagang batu jade pula. Thay-siang langsung menuju ke meja di tengah ruangan, Pangcu dan Hupangcu berdiri di kirikanan kedua pelayan berdiri paling belakang. Orang2 di barisan kanan-kiri serentak bersorak menyanjung puji dengan suara lantang. Agaknya Thay-siang merasa puas, dia manggut2 kepada hadirin. Memang suasana seperti inilah yang disukai Thay-siang, dia adalah jantan di antara kaum perempuan, suka menonjolkan diri sebagai orang yang berkuasa dan berwibawa. Begitu senyap suasana di ruang makan ini, sorot mata Thay-siang yang mencorong tajam menyapu para hadirin, katanya kemudian. "Losin sudah perintahkan Ko-lotoa untuk berlayar memasuki teluk kepulauan Ngo-hui-to malam ini selagi air laut pasang. Kita akan mendarat di suatu tempat yang dinamakan Cu-thau ......" Sampai di sini dia bicara, hadirin sudah menyambut dengan tampik sorak yang riang gembira. Setelah suara keplok tangan sirap baru Thay-siang melanjutkan. "Cu-thau tempat kita mendarat itu kira2 puluhan li dari Kunlunsan, kira2 seratus li lebih dari Ui-lionggiam, markas besar Hek-liong-hwe, oleh karena itu setelah kita mendarat harus segera mendapatkan tempat berteduh untuk istirahat di samping membagi tugas." Merandek sebentarlalu ia melanjutkan. "DariCu-thau menuju barat, kira2 lima li jauhnya kita akan menuju ke sebuah gunung yang bernama Ciok santhu, di atas gunung ada sebuah Ciok-sinbio, di biara inilah kita akan istirahat." Sampai di sini dia angkat kepala serta berteriak; "'Ling Kun-gi!" Lekas Kun-gi menyahut. "Hamba ada di sini." Kata Thay-siang "Kau pimpin Coh-yu-hou-hoat dan seluruh Houhoat-su-cia, setelah kapal mendarat bersama Congkoan Giok-lan kalian naik ke darat lebih dulu dan berkumpul di Ciok-sinbio itu. Di sebelah timur Ciok-santhau adalah sungai, sebelah barat adalah hutan, boleh kau berunding dengan Coh-yu-houhoat cara bagaimana harus menyesuaikan diri dengan keadaan di sana dan aturlah segala yang kita perlukan." Kun gi mengiakan dan terima perintah. Thay-siang berkata pula. "Giok-lan pimpin Bikui, Ci-hwi, Hu-yong, Hong sian, Giok-je ber-lima seperjalanan dengan Ling Kun-gi berangkat dulu ke Ciok-sinbio dan atur lebih dulu segala keperluan kita." Giok-lan dan para Tay-cia yang disebut namanya membungkukhormatsambil mengiakan. "Loh-bi-jin bersama para dara kembang akan mengiringi perjalanan Losin," Demikian pesan Thay-siang. Setelah membagi tugas berkata Thay-siang lebih lanjut. "Sekarang waktu masih cukup, kalian boleh bubar dan membenahi semua yang diperlukan, setelah tengah malam nanti bekerjalah menurut pesanku tadi, awas jangan gagal." Hadirin mengiakan, Thay-slang terus meninggalkan tempat itu di bawah bimbingan Bok-tan dan So-yok. Setelah Thay-siang pergi, Giok-lan bersama para Tay-cia dan dara2 kembang itu juga mengundurkan diri ke tingkat ketiga. Maka terjadilah sedikit kesibukan di atas kapal, semua orang sibuk mem-benahi barang miliknya masing2. Manusia adalah makhluk yang biasa hidup di daratan. Setelah puluhan hari hidup di atas kapal, siapapun sudah merasa gerah, kesaldantak betah, semuaorang ingin lekas2naik kedarat. Setelah larut malam dan rembulan sudah mulai doyong ke barat, tiba saatnya air laut naik pasang. Ko-lotoa adalah seorang kelasi yang ahli, dia tahu cara bagaimana memanfaatkan tenaga angin dan kekuatan air. Tiga layar berkembang, mumpung air laut pasang, kapal laju pesat mengikuti arah angin. Sebelum kentongan ketiga, di bawah dorongan gelombang pasang serta hembusan angin kencang kapal sudah mulai memasuki teluk. Maka, terdengarlah dua kali suara tiupan kulit kerang, ketiga layar yang berkembang itu segera diturunkan. Dalam teluk sekitar kepulauan Ngo hui-to ini banyak sekali pulau2 kecil, kini pulau2 kecil ini tenggelam di bawah air pasang, hanya batu2 karang saja yang kelihatan menonjol dipermukaan air. Agaknya Ko-lotoa sudah apal akan keadaan sekitar sini, maka kapal lajuseperti kembalike rumahnyasendiri. Setelah layar diturunkan laju kapal menjadi lambat, kalau air pasang sudah dengan sendirinya kapal mengapung ke atas, Ko- lotoa sendiri yang pegang kemudi, kapal belok ke kanan dan ke kiri melalui batu2 karang laksana seekor ikan raksasa yang berenang di dalam air. Kira2 semasakan nasi kemudian kapal mulai memasuki teluk rendah, terdengar suara keresekan di dasar kapal, kiranya perairan di sini sudah dangkal dan kapalpun berhenti. Tanpa diperintah para kelasi segera sibuk bekerja menurunkan jangkar maka kapalpun tak bergoyang lagi. Bahwa kapal sudah berhenti di sini, itu berarti mereka sudah tiba di tempat tujuan. Tapi orang2 yang berdiri di atas kapal menjadi keheranan, selepas mata memandang hanya kegelapan melulu, kiranya kapal besar ini masih dikelilingi air, jaraknya dengan daratan paling tidak masih setengah li jauhnya. Dengan cekatan para kelasi segera menurunkan 6 sampan, sementara Ko-lotoa menghampiri Ling Kun-gi, katanya sambil menjura. "Cong-su-sia, Cong-koan, sekarang boleh silakan turun ke sampan" Kun-gi memperhitungkan sampan itu paling2 hanya muat tiga orang, jadi sekali jalan hanya bisa membawa 18 orang, rombongan sendiri bersama rombongan Giok-lan terang tidak bisa sekaligus mendarat bersama. Maka dia lantas berkata. "Terpaksa kita harus membagi dua rombongan, oleh karena itu harap Congkoan bersama para Tay-cia, Leng-heng dan para Houhoat dan aku sendiri akan turun lebih dulu sebagai rombongan pertama. Coa-heng bersama delapan Hou-hoat-su-cia berangkat pada rombongan kedua. Sekarang rombongan pertama boleh turun ke sampan." Sambil angkat tangan ke arah Giok-lan dia menambahkan. "Silakan." Lalu dia mendahului lompat turun ke salah sebuah sampan. Leng Tio cong, tujuh Houhoat dan Giok-lan serta Bikui dan lain2 juga melompat turun. Cepat sekali keenam sampan ini sudah meluncur ke arah daratan. Setelah kedua rombongan ini mendarat semua, sementara itu mereka sudah menghabiskan waktu setengah jam. Setelah semua orang lengkap berkumpul, Kun-gi menjadi kebingungan, baru saja dia hendak ajak Giok-lan berunding, tampak bayangan orang berkelebat, tahu2 Ko-lotoa yang kini mengenakan topi beludru, sambil menenteng pipa cangklong mendatang terus menjura, katanya tertawa. "Atas perintah Thay-siang, hamba disuruh menyusul untuk menunjukkan jalan. " Kun-gi melenggong, katanya mengangguk. "Bagus sekali, memang aku hendak berunding cara bagaimana menuju ke Ciok- santhan. Syukurlah Thay-siang mengutus Ko-lotoa kemari, silakan." Ko-lotoa tertawa, katanya. "Cong-su-cia terlalu sungkan, aku orang tua memang kelahiran Mo-ping, di kampungnya sendiri sudah tentu apal keadaan sini." Lalu dia menjura serta menambahkan. "Ma-rilah kutunjukkan jalannya." Kun-gi dan Giok-lan beramai lantas mengikuti langkahnya. Sembari jalan Kun-gi berpaling dan berkata dengan menggunakan ilmu gelombang suara kepada Giok-lan. "Congkoan, kau tahu asal usul Ko-lotoa?" Giok-lan menjawab dengan gelombang suara pula. "Aku hanya tahu dia pandai berenang, dia-lah yang memimpin armada laut Pekhoa pang kita di sekitar perairan Phoa-yang-ouw, tentang asal usulnya aku tidak tahu. Sejak aku tahu urusan, agaknya dia sudah menjadi anak buah Thay-siang dan menjadi pemimpin para kelasi itu." "Jadisudah lamasekali dia ikut Thay-siang?" Giok-lan manggut, tanyanya. "Adakah Cong-su-cia melihat gejala2 yang mencurigakan atas dirinya?" Kun-gi tertawa tawar, katanya. "'Tidak, aku hanya bertanya sambil lalu saja." Selama percakapan ini, mereka berjalan terus dengan langkah cepat. Mendadak disadari oleh Kun-gi bahwa Ko-lotoa yang menunjuk jalan di depan berjalan dengan langkah enteng dan cekatan. Maklumlah rombongan di bawah pimpinan Ling Kun-gi ini semua memiliki kepandaian silat yang lumayan kalau tidak mau dikatakan kelas satu, Ko-lotoa hanya kelasi, dia berjalan paling depan lagi, padahal orang2 yang di belakangnya sudah berjalan sambil ber-lari2 kecil, dari ini dapatlah disimpulkan bahwa Ko-lotoa juga memiliki Ginkang yang tinggi, paling tidak sejajar dengan semua orang. Kira2 semasakan air mereka sudah tiba di Ciok-santhau. Di tengah malam di pegunungan yang tidak seberapa besar dan tinggi ini bertengger seperti raksasa mendekam terletak Ciok-sanbio di samping gunung, jalan menuju ke biara ini merupakan undakan batu yang rata dan terawat bersih. Di tengah perjalanan Kun-gi mengamati situasi sekelilingnya, lalu dia perintahkan Coh-houhoat Leng Tio-cong bersama Toh Kanling, Liang Ih-jun dan empat Houhoat-su-cia bertugas jaga di sebelah timur yang menghadap ke sungai. Coa Liang ber-sama Lo Kun hun, Yap Kay-sian bersama empat Houhoat-su-cia berjaga di hutan sebelah barat. Sementara dia pimpin Kongsun Siang, Song Tekseng. Thio Lam-jiang bersama Giok-lan langsung naik ke atas gunung. Setiba di depan Ciok-sinbio baru Ko-lotoa menghentikan langkah, katanya menjura. "Biarlah aku mengetuk pintu." Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lalu dia mendahului maju ke pintu serta mengetuk tiga kali. Maka kumandanglah suara seorang perempuan bertanya. "Siapakah di luar?" "Kita kemari bukan untuk sembahyang," Sahut Ko-lotoa. Jawaban yang tak sesuai dengan pertanyaan, Diam2 Kun-giheran, tapidiatidakbersuara. Terdengar suara perempuan di dalam berkata pula. "Kalian tidak akan sembahyang, lalu mau apa kemari?" "Lamhay KoansimdatangmenemuiCiok-sin,"sahutKo-lotoa. Tergerak hati Kun-gi, batinnya. "Kiranya mereka bicara dengan bahasa rahasia." Waktu dia berpaling ke arah Giok-lan, wajah orang juga menunjuk mimik heran seperti tidak tahu menahu, kebetulan orangpun menoleh ke arahnya dengan pandangan penuh tanda tanya. Kiranya pembicaraan rahasia Ko-lotoa ini juga tidak diketahui maksudnya oleh Giok-lan. "O," Terdengar perempuan tua di dalam ber-suara, pintu tetap tidak dibuka, tanyanya pula. "Apakah ucapanmu ini dapat dipercaya?" "Kiap toaciangku dari istana bawah laut yang bilang begitu, memangnya omongannya bisa salah?" "Lalu di mana dia!" "Dia adalah aku inilah yang tidak becus," Ujar Ko-lotoa tertawa. "Hah," Lirih suara kaget perempuan tua di dalam. "jadi kau inilah Kiap-toaciangkun, lekas silakan!" Daun pintu segera terpentang lebar, keluarlah seorang nenek beruban dengan muka kuning kurus, melihat di luar pintu berdiri sekian banyak orang seketika dia berjublek, segera pula dia unjuk tawa sambil menjura. "Di tempat iniserbakekurangan, marisilakankalianmasukminumteh." Bahwa Ko-lotoa mendadak menjadi "Kiap-toa ciangkun", sungguh aneh bin ajaib. Ko-lotoa tertawa, katanya. "Tidak jadi soal, Lam-hay Koanseim toh sudah kemari, apa pula yang ditakuti?" "Kalau begitu terpaksa aku harus memberi lapor kepada yang berkuasa." "Betul, lekaslah kau laporan kepada yang berkuasa." Bergegassinenek lari masuk kebelakang. Sekilas pandang Kun-gi lantas tahu bahwa si nenek mengenakan kedok, di waktu membalik badan, gerak pinggangnya gemulai dan langkahnya enteng, tidak mirip seorang nenek yang sudah tua, bertambah besar perhatian dan rasa curiganya. Tak tahan dia berpaling kepada Ko-lotoa, tanyanya. "Kau kenal baik penghuni biara ini?" Ko-lotoa tertawa lebar, sahutnya. "Orang sekampung halaman sendiri, sudah-tentu kami kenal baik. Mari silakan Cong-su-ciat dan Congkoan." Beriring orang banyak lantas masuk ke biara menyusuri serambi mereka masuk ke sebuah pekarangan, tampak bangunan biara ini terdiri dari tiga lapis gedung, setiap lapis bangunannya amat lebar dan luas. Tatkala semua orang lagi mengagumi bangunan megah dipegunungan sepi ini, tampak dari dalam beranjak keluar seorang Nikoh tua berkopiah kain kelabu, jubah agamanyapun kelabu, dengan merangkup tangan dia berkata kepada Ko-lotoa. "Omitohud! Pinni dengar katanya Ko-toasicu berkunjung, terlambat menyambut, harap dimaafkan." Ko lotoa balas hormat ber-ulang2, katanya tertawa. "Sekian tahun tak bertemu. Lo-tang-keh masih baik2 saja, marilah kuperkenalkan dua orang penting dalam Pang kita." Segera dia menunjuk Kun-gi. "Inilah Cong-su-cia!" Lalu menunjuk Giok-lan. "Inilah Congkoan. Atas perintah Thay-siang ia di suruh kemari mengadakan persiapan." Nikoh tua mengamati mereka berdua, lalu berkata. "Kiranya Cong-su-cia dan Congkoan, maaf pinni kurang hormat." Tajam tatapan Kun-gi, didapatinya muka Nikoh tua inipun mengenakan kedok, bertambah tebal rasa curiganya, tapi sedikitpun dia tidak unjuk tanda apa2, bersama Giok-lan dia balas hormat dan menyapa ala kadarnya. Lalu Nikoh tua bertanya kepada Ko lotoa. "Go-po tadi melaporkan, katanya Koanseim akan datang sendiri kemari, apa betul?" "Tidak salah," Ucap Ko-lotoa berseri tawa. "Posat sudah tiba di Cu-than, sebentar juga akan tiba, maka Congkoan disuruh kemari mengadakan persiapan." Baru sekarang Kun-gi dan Giok-lan jelas duduk perkaranya, Koanseim-po-sat yang dimaksud dalam pembicaraan kedua orang ini kiranya adalah Thay-siang. Tampak sikap Nikoh tua menjadi tegang, mulutpun berseru kaget, katanya ter-sipu2 kepada Giok-lan. "Congkoan sekalian silakan ikut Pinni, periksalah perumahan di belakang, supaya dibersihkan dan dipajang semestinya untuk menyambut kehadiran sang agung." "Silakan Losuhu," Ucap Giok-lan tertawa. Lalu ia berkata kepada Kun-gi. "Harap Cong-su-cia duduk saja di sini, biar kuperiksa ke dalam." Ia menggapai Bikuiberlima. "Kalian ikutaku." Sebetulnya Kun-gi hendak memberitahu Giok-lan bahwa Nikoh tua dan nenek reyot tadi sama mengenakan kedok, supaya dia berlaku hati2, tapi ucapan yang sudah di ujung mulut itu akhirnya batal diucapkan. Bahwa secara diam2 Thay-siang menyuruh Ko-lotoa menunjuk jalan serta bicara dengan para biarawati ini secara rahasia, nenek tua itupun memanggil Ko-lotoa sebagai. Kiap-ciangkun segala, dari tanda2 ini tidak sukar dianalisa bahwa dalam biara ini termasuk seluruh penghuninya pasti mempunyai hubungan erat dengan Thaysiang. Setelah Giok-lan berlalu dalam ruang itu tinggal Ling Kun-gi, Ko-lotoa dan Kongsun Siang, bertiga duduk di kursi yang ada di ruang sembahyang itu, Kira2 kentongan ketiga baru tampak Thay-siang datang diiringi Bok-tan, So-yok dan sekalian Taycia dan dara kembang. Ling Kun-gi, Giok-lan dan Nikoh tua beramai menyambut kedatangannya serta menyongsongnya ke dalam ruang. Mendadak Nikoh tua berlutut terus menyembah di depan Thay-siang dengan air mata bercucuran, serunya sambil menyembah ber-ulang2. "Syukurlah akhirnya hamba bisa bertemu pula dengan Tuan Puteri." Bahwa Nikoh tua berubah menjadi "hamba" (pelayan) sedang Thay-siang menjadi Tuan Puteri, sudah tentu kata2 ini membuat semua hadirin melongo kaget. Terutama Ling Kun-gi, pikirnya dalam hati. "Kiranya Nikoh tua ini adalah pelayan Thay-siang waktu mudanya dulu, entah tuan puteri apa dan darimana Thay-siang asalnya?" Thay-siang tampak tertawa ramah. "Lekas bangun, hampir dua puluh tahun kita tidak bertemu, masih banyak persoalan yang ingin kutanya padamu." Sembari bicara sedikit dia mengangkat tangannya, Teh-hoa dan Liu-hoa segera maju membimbing Nikoh tua itu berdiri. Nikoh tua berdiri sambil menyeka air mata, katanya. "Ada pesan apa tuan puteri?" "Coba lihat, rambutpun sudah ubanan, jangan kau selalu usil mulut memanggil Tuan Puterisegala," KataThay-siang. Dari samping Ko-lotoa ikut menimbrung dengan tertawa. "Sekarang kita memanggilnya Thay-siang, kaupun harus ubah panggilanmu. " Nikoh tua menghormat sambil mengiakan. Thay-siang duduk dikursi yang telah disediakan, tanyanya. "Selama dua puluh tahun ini tentu kau cukup kepayahan, apakah mereka pernah mencari setori ke sini?" "Letak tempat ini hanya seratusan li dari Ui-lionggiam, beberapa tahun permulaan mereka memang menaruh curiga, beberapa kali mengobrak-abrik tempat ini, malah secara diam2 kita diawasi dan gerak-gerik dibatasi, syukur tiada yang mengenali hamba, beberapa tahun belakangan ini ada kalanya juga mereka meronda di perairan sekitar sini, sesuai pesanmu dulu tak pernah hamba memperlihatkan jejak, maka keadaan tetap aman tenteram." Diam2 Kun-gi mulai paham, pikirnya. "Tak heran dia mengenakan kedok." "Gak-koh-tiamapaada kabar?"tanyaThay-siang. "Beberapa hari yang lalu masih ada kabar, mereka sudah tahu bahwa engkau sudah berangkat kemari lewat jalan air, maka Hwiliong-tongcu Nao Sam-Jun diperintahkan mencegat kalian di tengah jalan, di samping itu merekapun mendatangkan jago2 dari berbagai daerahumruk menghadapipertempuran besar2an."' Thay-siang tertawa dingin, katanya. "Beberapa hari yang lalu Nao Sam-jun dengan Cap-ji-sing-siok sudah dipukul mundur, kecuali beberapa gelintir cakar alap2 memangnya jago2 macam apa yang bisa mereka kumpulkan?" Kembali Kun-gi melenggong mendengar percakapan ini, pikirnya. "Kiranya Hek liong-hwe juga bersekongkol dengan alat negara." Cakar alap2 yang dimaksud adalah petugas negara. "Agaknya Thay siang terlalu pandang rendah mereka, kabarnya ...." Mendadak nikoh tua berhenti tak berani meneruskan ucapannya, lalu menyambung dengan ilmu gelombang suara. Jelas percakapan selanjutnya amat penting dan rahasia, tiada seorangpun yang tahu persoalan apa yang dipercakapkan? Akhimya terdengar Thay-siang mendengus gusar. "Keparat, biar kuhadapi jago2 Bit-cong andalan mereka, betapa sih lihaynya?" Lalu ia menyambung. "Kali ini kita menempuh perjalanan lewat air, mereka kurang biasa, menurut rencanaku semula akan istirahat dua hari di smi, bahwa merekapun sudah mempersiapkan diri, biarlab kita sergap saja sebelum mereka bersiaga." Sampai di sini pandangannya menyapu hadirin lalu berkata pula. "Begitu fajar menyingsing kita harus segera berangkat, waktu masih kira2 dua jam, dalam waktu yang singkat ini semua harus istirahat secukupnya." Habis berkata dia berdiri, Nikoh tua membuka jalan, mereka mengundurkan diri ke belakang bersama Bok-tan dan So yok. Giok- lan juga bawa para Tay-cia dan dara kembang istirahat ke belakang. Kecuali mereka yang malam ini tugas jaga, sisanya sama duduk bersimpuh di ruang depan ini.. " Kenapa kau tidak menungguku?" "Nona mau ke mana? "Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" U n Dengan cepat haripun mulai terang, semua orang berbaris tegak beranjak keluarlah Thay-siang berdiri di undak2an, sorot matanya yang berkilat tajam tampak mencorong dibalik cadar hitam, sekilas dia menyapu pandang seluruh hadirin, lalu berkata dengan suara lantang. "Sekarang kita akan berangkat, musuh kita adalah Hekliong hwe, dengan banyak jago kosen merekapun sudah siap menyambut kedatangan kita, oleh karena itu kita harus sergap mereka untuk merebut kemenangan dengan jumlah kita yang sedikit ini, melumpuhkan mereka yang berjumlah berlipat ganda. Sepatah kata pesanku ini harus kalian camkan dengan baik, setiap kali berhadapan dengan orang2 Hek-liong-hwe kalian harus turun tangan lebih dulu bunuh seluruhnya dan habis perkara, sekali lena dan kalah cepat memperoleh kesempatan, jiwa kalian sendiri yang akan melayang dan tiada liang kubur untuk kalian." Semua hadirin mendengarkan dengan khidmad dan patuh, tiada yang buka suara. Sudah ribuan li mereka tempuh perjalanan inti, tujuannya menyerbu Hek liong-hwe, medan laga sudah di depan mata, maka berkobarlah semangat tempur scmua orang. Apalagi kata2 Thay siang cukup tajam dan membakar semangat, semakin besar gairah tempur mereka. Habis bicara dari lengan bajunya yang lebar itu Thay-siang mengeluarkansepucuksampultertutup, teriaknya."Boktan!" Pek-hoa-pangcu Bok-tan mengiakan sambil tampil ke depan, serunya. "Guru ada, pesan apa?" "Kau pimpin Giok-lan, Bikui, Ci-hwi dan Coh-houhoat Leng Tio-cong, Houhoat Liang Ih-jun, Yap Kay-sian dan Bing-gwat sebagai petuntuk jalan, bekerjalah menurut catatan dalam surat rahasiaku ini," Lalu ia serahkan sampul surat itu. Setelah terima sampul surat itu, Bok-tan menjura, katanya . "Tecu terima perintah." Thay-siang mengulap tangan. "Kalianpun boleh pergi. " Giok-lan, Bing-gwat ( Nikoh tua ), Leng Tio-cong dan lain2 mengiakan bersama, lalu mereka mengintil cepat di belakang Pek- hoa-pangcu Bok-tan keluar biara. Kembali Thay-siang keluarkan sampul surat kedua serta berseru. "So-yok!" "Tecu ada," Sahut So-yok tampil ke depan. "Kau bawa Hu-gong, Hong-sian, Giok-je, Yu-houhoat Coa Liang, Houhoat Toh Kanling, Lo Kunhun dan Bing-cu akan menunjukkan jalan, bekerjalah menurut petunjuk dalam suratku ini," Lalu diapun serahkan sampulsurat itu. Setelah menerima sampul So-yok terus mengundurkan diri beserta orang2 yang ditunjuk Thay-siang barusan. Untuk ketiga kalinya Thay-siang mengeluarkan pula sampul ketiga, teriaknya. "Ling Kun-gi!" "Hamba ada,"sahut Kun-gi. Thay-siang serahkan sampul surat itu, sorot matanya menatap tajam ke muka Ling Kun-gi, katanya dengan suara tandas. "Ling Kun-gi, dalam tiga rombongan ini, rombonganmu merupakan pusat kekuatan penyerbuan kita kali ini, apakah Pek-hoa-pang dapat mengalahkan Hek-liong-hwe, tugas berat ini terletak di atas pundakmu, oleh karena itu kau harus mematuhi pesanku di dalam sampul ini, jangan lena dan jangan ragu, tahu tidak?" "Hambaakan bekerjasekuattenaga,"sahutKun-gi. "Baiklah" Ujar Thay-siang. "Sisa orang2 yang ada di sini boleh kau pimpin seluruhnya, Ko-lotoa akan menjadi petunjuk jalan, laksanakan perintahmu di dalam sampul, hanya boleh berhasil pantang gagal" Habis berkata baru dia serahkan sampul surat itu. Waktu Kun-gi terima sampul itu, tampak di bagian depan sampul tertulis sebaris huruf yang berbunyi. "Sebelum jam 8 harus tiba di Lim-cu-say dansurat inibarubolehdibuka." Entah dimana letak Lim-cu-say? Tapi Ko-lotoa akan menunjukkan jalannya, maka dia tidak perlu banyak tanya. Segera dia simpan sampul itu ke dalam saku, terus menjura dan serunya. "Hamba terima perintah dan segera melaksanakannya" "Loh-bi-jin," Ucap Thay-siang lebih lanjut. "20 dara kembang yang kau pimpin tinggal 19, biarlah Teh-hoa menggenapi jumlah ini, kau tetap pimpin 20 orang." Teh-hua adalah salah satu pelayan pribadi Thay-siang. "Tecu terima perintab," Seru Loh-bi-jin. Kata Thay-siang. "Suruhlah mereka menggotong tandu yang ada dibelakang itukeluar, kalianboleh segeraberangkat." Kembali Loh bi-jin mengiakan terus ke belakang membawa empat dara kembang, tak lama kemudian dia sudah keluar, keempat dara kembang itu memikul sebuah tandu, warna tandu ini juga serba hitam. Diam2 Kun-gi membatin."Tandu initentubuatThay-siang." Thay-siang mengulap tangan, katanya. "Untuk memburu waktu, sekarang juga kalian boleh berangkat!?` lalu dia berpaling kepada Liu-hoa di belakangnya. "Bawalah ji-gi itu dan jalanlah selalu mengiring di samping tandu." Liu-hoa mengiakan. Heran Kun-gi, semula dia kira Thay-siang akan naik tandu ini, tak kira dia membagi seluruh kekuatan Pek-hoa-pang menjadi tiga rombongan, ketiga rombongan dilepasnya pergi berarti seluruh kekuatan dikerahkan. Lalu dia sendiri bagaimana? Memangnya seorang diri dia akan tinggal di biara ini? Atau sengaja dia membagi tugas kepada orang banyak, sementara dia sendiri menuju ke suatu tempatb tertentu? Tapid Thay-siang sudaah memerintahkabn berangkat, kecuali berangkat menunaikan tugas, tak mungkin dia mengajukan pertanyaan lagi. Maka lekas dia menjura kepada Thay-siang, ia membawa Ko- lotoa, Kongsun Siang, Song Tek seng, Thio Lam-jiang dan kedelapan Hou-hoat-su-cia mendahului keluar. Sementara Loh-bi-jin mengintil dengan barisan 20 dara kembang yang mem-bawa tandu kosong, sementaraLiu-hoa mengiringdisampingtandu hitam. Setelah rombongan mereka itu meninggalkan Ciok-santhan barulah Kun-gi bertanya kepada Ko-lotoa. "Ko-lotoa, Thay-siang suruh kita tiba di Lim-cu-say sebelum jam 8 pagi, apakah keburu waktunya?" "Lim-cu-say terletak di kaki gunung Kunlun sebelah depan, dari sini kira2 ada 50 li, kini baru jam 6, kalau jalan cepat, kukira masih sempat memburu waktu." "Baiklah, silakan Ko-lotoa tunjukkan jalan, kita jalan cepat2," Demikian ucap Kun-gi. Di bawah petunjuk Ko lotoa, mereka berjalan cepat menuju ke arah utara. Daerah yang mereka lalui adalah pegunungan rendah, jalan2 gunung yang berliku sukar dilalui, untung mereka sama memiliki kepandaian tinggi, dengan menyusuri kaki gunung mereka maju terus, ada kalanya mereka harus melintas jurang atau menyeberang sungai. Selama sejam lebih mereka menempuh perjalanan dengan sangat payah, tapi tapi tiada yang mengeluh, untungnya sepanjang perjalanan yang serba sukar ini mereka tidak mengalami aral rintang berarti, tepat pada jam yang ditentukan mereka tiba diLim-cu-say. Itulah sebuah tanah datar yang cukup luas di bawah gunung, hutan bambu memagari tanah lapang, berumput di depan sana, kiranya ada beberapa petak bangunan gubuk bambu yang dihuni beberapa keluarga. Tiba2 tergetar pikiran Kun-gi, pikirrrya. "Agaknya beberapa gubuk bambu itu ada sembunyi para mata2 Hek-liong-hwe." Serta merta dia merogoh keluar sampul surat itu dan dibukanya, tampak di atas secarik kertas tertulis. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Pertama, kalian belum sarapan pagi, maka boleh istirahat di sini sambil mengisiperutyangtersediadidalamtandu. Kedua, dari Lim-cu-say menuju ke utara, sepanjang jalan hendaklah kibarkan panji Pang kita, para dara kembang sebagai pelopor jalan.. Liu-hoa tetap beriring di samping tandu, kalian menyebar mengelilingi tandu, gerak langkah kalian harus hati2 dan selalu waspada, tapi juga tidak perlu cepat2, hal hal ini harus diperhatikan, berbuatlah supaya pihak lawan mengira kalian akan menyerbu setelah tabir malam mendatang, tentang situasi perjalanan boleh berunding dengan Ko-lotoa. Ketiga, sebelum magrib harus tiba di Ui-lionggiam, di depan Ui- liong giam ada sebuah tanah lapang, kalian harus sembunyi dan aturlah jebakan di sini, sementara perintahkan Loh-bi-jin menaruh tandu di tengah lapangan dan berjaga mengelilinginya. Keempat, kalau berhadapan dengan Cap-ji-sing-siok dari Ui liongtong, suruhlah para dara kembang menghadapinya. Kelima, di antara musuh yang muncul, bila kedapatan Lama berkasa merah, jangan dihadapi dengan kekuatan, biarkan dia berusaha menerjang ke dekat tandu, kalau tidak kesamplok Lama kasa merah, tandu harus dijaga seketat mungkin, setelah tiba di Uilionggiam, baru lemparkan tandu ini ke gua Ui-liong-tong, sarang para penjahat itu. Enam, sampul tertutup yang kedua ini baru boleh dibuka setelah kalian berhasil, mendudukiUi-Liong-tong." Setelah habis membaca tulisan dalam sampul, Ling Kun-gi berpaling kepada Ko-lotoa, tanyanya. "Berapa jauh dari sini menuju ke Ui-lionggiam?" "Lima sampai enampuluh li," SahutKo-lotoa. Perjalanan sejauh lima puluh li harus ditempuh dari pagi sampai maghib, pantas Thay-siang menekankan supaya kita tidak usah bergerak terlalu cepat. Kini baru Kun-gi paham bahwa rombongannya ini meski merupakan kekuatan utama untuk menyerbu Ui-lionggiam, tapi kenyataan juga hanya merupakan barisan yang main gertak belaka. Apalagi mereka tidak perlu bergerak cepat, para dara kembang sebagai pelopor barisan jelas tujuannya untuk menarik perhatian pihak lawan saja. Yang pasti rombongan Bok-tan dan So-yok baru boleh dikatakan sebagai barisan penyerbu, terang tugas mereka jauh lebih berat, karena kemungkinan tugas mereka adalah menyerbu Ui-liong-tong dan Hwi-liong-tong. Dari sini dapatlah diambil kesimpulan bahwa Thay-siang pasti masih mempunyai rahasia lainnya yang sengaja disembunyikan. Dan yang membuatnya paling heran adalah Cap-ji- sing siok dari Hwi-liong tong itu kebal segala macam senjata, tapi kenapa para dara kembang itu yang diharuskan mengadapi mereka? Dari mana pula Thay siang bisa tahu kalau Lama ber-kasa merah akan muncul di antara para musuh? Kenapa pula kalau berhadapan dengan para Lama kasa merah boleh membiarkan mereka menubruk ke tandu? Kalau tidak bersua Lama kasa merah, tandu harus dipertahankan malah? Bolak-balik Kun-gi berusaha memecahkan berbagai persoalan ini, tapi tetap tidak memperoleh jawaban yang memuaskan, terpaksa dia simpan sampul surat itu, lalu berkata kepada seluruh rombongan. "Thay-siang suruh kita istirahat di hutan bambu ini, setelah menempuh perjalanan sejauh 50 an li, belum makan pagi lagi, di dalam tandu ada disediakan rangsum, marilah kita istirahat di sini saja." "Cong-coh" Kata Ko-lotoa. "apakah perlu kita mencari suatu tempat yang tersembunyi untuk istirahat?" "Begitupun boleh," Sahut Kun-gi. Ko-lotoa berseri senang, katanya. "Kalau demikian marilah ikut aku." Agaknya dia amat apal akan daerah ini, dia bawa orang banyak memutar ke kaki gunung, di mana kebetulan ada tanah lekukan di balik hutan yang cukup tersembunyi, maju lagi beberapa jauh mereka tiba di sungai besar di sebelah belakang adalah hutan yang subur dan rimbun. tanah lekukan itu ditumbuhi rumput menghijau, di sinilah tempat yang cocok untuk istirahat banyak orang. Tandu diletakan di tengah tanah lapang, laki perempuan duduk menjadi dua kelompok di kanan kiri melingkari tandu. Loh-bi-jin segera suruh dua dara kembang mengeluarkan rangsum di dalam tandu dan dibagikan kepada orang banyak. -odw0o Untung Ui-lionggiam sejauh 50-an li. Thay-siang berpesan supaya mereka tidak perlu buru2, cukup asal mereka tiba di tempat tujuan sebelumsenja, jadiwaktunya masihcukup luang untuk istirahat. Setelah semua kenyang, Kun-gi suruh Loh-bi-jin maju dan suruh dia membaca pesan Thay-siang secara lantang dihadapan orang banyak. habis membaca Loh-bi-jin terus menyingkap tutup tandu, betul juga di tempat duduk tandu memang ada panji yang dilipat rapi. Maka dia suruh dua dara kembang memotong bambu dan dibuat tiang panji. Bukan saja panji2 itu berwarna warni menyolok, sulamannya juga indah Ada yang berbentuk segi panjang, panji ini bertuliskan Pek-hoa-pang dengan huruf besar. Ada pula yang berbentuk segi tiga, di tengahnya bersulam huruf "Hoa" Yang besar. Ada pula panji panjang sempit berwarna dasar putih bertulisan hitam, hurufnya berbunyi-"Tumpas habis Hek-liong-hwe" Dan sebuah lagi bersemboyan "Lenyapkan sampah persilatan". Setelah panji2 ini dipasang di ujung bambu panjang hingga mirip barisanpanjidiwaktupawai, menarikdan mengesankan. Setelah segala persiapan selesai dilakukan, Kun-gi mendekati Loh-bi-jin, tanyanya. "Apakah nona tahu apa yang harus dilakukan sepanjang perjalanan ini?" "Wah, agaknya Cong-su-cia hendak menguji aku," Ucap Loh-bi-jin "dalam pesan Thay-siang suruh para dara kembang menjadi pelopor barisan dengan panji2 serba aneka ragam ini, tapi gerak-gerik kita sedapat mungkin harus tetap dirahasiakan, ku-kira maksud Thaysiang supaya kita menggulung panji2 itu, barisan maju ke depan dengandiam2, entahbetultidakgambaranku ini?" "Nona memang cerdik," Ujar Kun-gi mengangguk. "kukira memang demikianlah maksud Thay-siang." "Aku sangat bangga dapat seperjalanan dengan Cong-su-cia dan berada di bawah perintahmu lagi, segalanya terserah kepada Congsu-cia saja." "Jangan nona sungkan, baiklah kita bekerja sesuai pesan beliau saja," Kata Kun-gi pula. Setelah cukup lama mereka istirahat, Ko-lotoa tetap berjalan paling depan sebagai penunjuk jalan. Kali ini barisan dibagi menjadi beberapa kelompok, maka jalannya jauh lebih teratur. Ko-lotoa sebagai penunjuk jalan berada paling depan, lalu Cong- su-cia Ling Kun-gi, Kongsun Siang, Song Tek-sing, Thio Lam-jiang dandisusulparadara kembangyang membawa panji2. Cuma panji yang mereka bawa sama digulung, ada yang masih melambai dan sebagian gambar kelihatan, siapapun yang melihatnya pasti akan tahu bahwa mereka adalah barisan orang Pek hoa-pang. Yang berada dibelakang barisan dara2 kembang adalah Loh-bi-jin sang pimpinan, lalu Liu-hoa yang memegang mistar kebesaran, di belakangnya lagi baru tandu, dibelakang tandu adalah delapan Houhoat-su-ciayang mengenakanseragamhijaupupus. Barisan tampak megah dan merupakan kekuatan utama Pek-hoapang, siapapun bila melihat tandu serba hitam itu pasti akan mengira orang yang duduk didalamnya Thay-siang adanya. Memang siapa yang tahu bahwa tandu ini sesungguhnya kosong? Barisan ini memang dimaksud untuk menggertak musuh belaka. Ternyata Ko-lotoa juga cukup cerdik dan pintar, dia meninggalkan jalan raya, sengaja dia pilih jalan pegunungan yang jauh lebih sulit dilewati. Malah ada kalanya sengaja main sembunyi dan menggeremet majusepertitakut jejaknyakonangan musuh. Yang benar, waktu berada di Lim-cu-say, jejak mereka sudah selalu diawasi oleh mata2 Hek-liong-hwe, dengan burung dara pos mata2 itu sudah kirim berita ke markas pusat, malah sepanjang perjalanan ini ada juga orang menguntit, setiap saat gerak-gerik mereka selalu dilaporkan lewat burung pos. Oleh karena itu pihak Hek-liong-hwe amat jelas akan jejak dan gerak-gerik mereka. Tapi maksud tujuan Thay-siang akan rombongan yang dipimpin Ling Kun-gi ini memang hanya untuk menggertak musuh, supaya pihak Hek-liong hwe merasa yakin sudah menguasai situasi. Menjelang senja sesuai pesan Thay-siang mereka sudah berada di belakang gunung, tapi mereka bergerak sembunyi2, mereka harus menunggu hari menjadi gelap baru akan beraksi, secara mendadak menyergap Ui-lionggiam. Hari mulai remang2, rombongan yang dipimpin Ling Kun-gi dibawah petunjuk jalan Ko lotoa akhirnya tiba di tanah lapang berumput di luar Ui-lionggiam. Inilah tempat yang sudah di tentukan oleh Thay-siang, setiba di tempat ini mereka tidak perlu main sembunyi lagi. Dara2 kembang dengan mengacungkan panji2 mereka berderap memasuki tanah lapang serta menduduki tanah berumput datar ini, tandupun diturunkan tepat di tengah lapangan. Sungguh aneh, dari depan sampai belakang gunung tak pernah mereka kesamplok dengan seorang musuhpun sehingga barisan pelopor Pek-hoa-pang yang merupakan kekuatan inti ini seolah2 memasuki daerah yang tidak dihuni lagi, Tapi Kun-gi cukup mengerti, bila pihak lawan diam saja dan tidak memberikan sesuatu reaksi, ini berarti bahwa mereka memang sudah sejak lama mempersiapkan diri dan mengekang anak buahnya secara keras dan membiarkan pihak Pek-hoa-pang masuk jebakan yang telah diatur. Maka Kun-gi berpesan kepada seluruh anak buahnya agar selalu siaga dan waspada. Delapan Hou-hoat-su-cia, 20 dara kembang semua sudah melolos senjata siap membentuk ancang2 barisan di tengah tanah rumput itu. Tandu tetap berada di tengah, tirai menjuntai menutup rapat sehingga tak kelihatan siapa yang ada di dalam, Liu-hoa berdiri tegak di samping tandu sambil memeluk mistar kebesaran. Jumlah mereka tidak sedikit, tapi gerak-gerik mereka cukup lincah dan tangkas, langkah tidak berbunyi dan tidak menimbulkan kepulan debu. Sementara panji2 Pek-hoa-pang sudah dipancang di sekeliling tanah lapang, panji berkibar tertiup angin. Empat dara kembang yang ditugaskan mengurus komsumsi segera mengeluarkan rangsum dan dibagikan. Setelah malam semakin berlarut nanti mereka akan menghadapi suatu pertempuran besar yang akan menentukan mati dan hidup, maka mereka harus mengisi perut untuk menunjang semangat dan kekuatan fisik. Pada saat mereka istirahat itulah tiba2 terdengar dari arah barat di mana tadi mereka datang berkumandang suara ledakan menggelegar. Terlihatlah serombongan bayangan orang muncul dari balik batu2 besar dan mencegat jalan mundur mereka. Yang terdepan adalah seorang kakek tua bertubuh kurus kering, bermata satu sebelah kanan. Di belakangnya berbaris sembilan orang, dari kaki sampai kepala di bungkus pakaian seragam. ketat warna hitam, hanya kedua biji mata mereka yang kelihatan, itulah sisadariCapji-sing-siok yangberpakaian kebal senjata. Kun-gi tertawa dingin, jengeknya. "Kukira siapa, rupanya kalian yang pernah kecundang di bawah pedangku, mana Kim kao cian Nao Sam-jun, kenapa tidak kelihatan batang hidangnya? Memangnya sudah pecah nyalinya?" Bola mata si kakek yang bermata tunggal ini mendelik besar seperti kelereng berapi, sesaat lamanya dia menatap Kun-gi, katanya kemudian. "Usia muda bermulut besar, kau inikah Cong-sucia Pek-hoa-pang yang bernama Ling Kun-gi itu?" Kun-gi bertolak pinggang dengan angkuh, katanya. "Sebutkan juga namamu?" Si mata tunggal mencibir, dengusnya. "Cari urusan tidak tahu diri, memangnya siapa Lohu ini tidak pernah kau dengar orang bilang?" Kun-gi tertawa lantang, katanya. "Terlalu banyak sampah persilatan, mana mungkin orang she Ling tahu akan orang2 tersisa ini." Seketika si mata tunggal menarik muka, teriaknya gusar. "Anak keparat yang tidak tahu diri, nanti akan Lohu bikin kau tahu betapa lihaynya orang tersisa ini." Ko-lotoa berdiri di belakang Ling Kun-gi, tiba2 dia berkata lirih. "Dia inilah yang dipanggil Hoanthianeng Siu Ing, salah satu dari ke 36 panglima Hek-liong-hwe dulu ........." Mata tunggal Hoanthianhwe Siu Ing memancarkan cahaya dingin tajam, sesaat dia tatap Ko-lotoa, akhirnya ter-gelak2, katanya. "Kau ini Ko-ciangkun, haha, tak heran kau segera tahu asal usul saudaramu ini." Ko-lotoa segera menjura, katanya. "Ya, memang inilah orang she Ko, silakan Siu-ciangkun." Diam2 Kun-gi mengangguk, pikirnya. "Ternyata Ko-lotoa juga salah satu dari ke36 panglima Hek-liong hwe dulu." Tatkala dia ber-pikir2 inilah, dari arah jalan pegunungan sebelah sana juga berdentum suara ledakan keras. Muncul bayangan dua pasang orang berbaju hitam dari jalanan hutan sana. Empat orang bergerak laksana setan gentayangan, pelan2 mereka beranjak keluar dari hutan, lalu berdiri terpencar ke kirikanan, tegak laksana patung, kedua tangan lurus ke bawah, muka kalihatan putih kaku seperti mayat. Lalu disusul munculnya dua buah lampion warna merah, dua gadis baju hijau menentengnya keluar dengan langkah lembut dari hutan. Menyusul muncul sebuah tandu yang di pikul dua laki2 kekar. hanya sebentar saja sudah berada di luar hutan dan berhenti di ujung jalan. Kedua gadis pembawa Lampion berdiri di kirikanan tandu, keempat laki2 serba hitam berwajah seperti mayat tadi juga merapat ke dekat tandu. Diam2 Kun-gi menerawang. "Ramalan Thay-siang memang tepat, Hek-liong-hwe main pancing musuh ke daerah terlarang ini untuk turun tangan tapi pihak musuh tidak tahu semua ini sudah dalam perhitungan beliau." Maka dapatlah diduga kalau Hek-liong-hwe mengerahkan kekuatan dan membuat perangkap di sini, jelas rombongan Pek- hoa-pangcu Bok-tan dan Hupangcu So-yok yang bertugas menyerbu dari sayap kirikanan atas perintah Thay siang itu belum diketahui pihak musuh. Apa yang dikatakan Thay-siang memang tidak salah, rombongan yang dipimpinnya ini merupakan pusat kekuatan dari barisan penyerbu Pek-hoa-pang yang paling tangguh, agaknya Hek-lionghwe mengira Thay-siang berada di dalam tandu yang mereka pikul dan dijaga ketat ini, maka merekapun mengerahkan kekuatan untuk mencegat dan menumpasnya di sini. Sambil menimang2 itulah secara diam2 dia memberi kedipan mata kepada Loh bi-jin, maksudnya supaya si nona bekerja sesuai petunjuk Thay-siang yang tertera di surat rahasianya itu, dia harus pimpin para dara kembang menghadapi Cap-ji-sing-siok dari Hwiliong-tong. Loh-bi jin mengerti, dia mengangguk, lalu memberi tanda dengan lambaian tangan ke arah dara2 kembang. Melihat aba2 serentak dua puluh dara kembang menggerakkan tangan, sekali tangan membalik, dari pinggang masing2 mereka mengeluarkan sepasang golok melengkung, mereka menghadap ke barat dan berbaris rapi. Walau tidak tahu cara bagimana para dara kembang ini akan menghadapi Cap ji-sing-siok, tapi Kun-gi tahu bahwa Thay-siang sudah memperhitungkan pihak Hek-liong-hwe pasti memasang perangkap di sini, dengan menunjuk dara2 kembang ini menghadapi Cap-ji-sing-siok, tentu hal ini tidak perlu dikuatirkan. Musuh dibagian barat sudah dia serahkan pada Loh -bi-jin, ini menurut pesan Thay-siang di dalam surat rahasianya, maka urusan selanjutnya dia boleh tidak usah mengurusnya. Mengenai rombongan musuh yang berada di arah timur, jumlahnya memang tidak banyak, tapi tandu hitam yang mungil itu tidak asing lagi bagi Kun-gi, dia tahu itulah tandu yang biasa dinaiki Hianih-lo-sat. Perempuan yang satu ini pandai menggunakan obat bius, sampai Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thianong Tong Ji-hay yang memiliki kepandaian tinggi itupun kecundang olehnya, tapi dia tidak usah gentar menghadapinya karena memiliki Jing-sintan buatan keluarga Un dari Ling-lam pemberian Un Hoankun. Maka pelan2 dia memutar ke arah timur sembari tangan meraba gagang pedang, serunya tertawa lantang. "Apakah yang datang Hianih-lo-sat Coh-siancu? Sungguh tak nyana kita berjumpa lagi di sini." Maka berkumandanglah suara seorang nyonya dari dalam tandu hitam itu. "Aku bukan Hianih-lo-sat Coh-siancu." Mendengar logat suara orang Kun-gi tahu memang bukan suara Coh-siancu, sekilas dia melengak, tanyanya. "Kalau kau bukan Hianih-siancu, memangnya kenapa kau gunakan panji2 miliknya?" Orang dalam tandu mendengus, katanya. "Buat apa Losin harus memakai panji miliknya?" Sampai di sini suaranya tiba2 meninggi. "Junhoa, Jiu-gwat, buka tirai." Dua pelayan baju hijau yang berdiri di kanan-kiri tandu mengiakanterus menyingkaptiraiyang menutup tandu. Kini Kun-gi bisa melihat jelas. Di dalam tandu duduk seorang nyonya baju hijau bergaun putih, wajahnya putih, rambutnya sudah beruban, sorot matanya berkilat, memang dia bukan Hianih-lo-sat. "Anakmuda,"ucapnyonyabajuhijau. "kaukenalCoh-siancu?" Gagah perkasa sikap Ling Kun-gi dengan jubah yang melambai2, katanya sambil mengangguk. "Cayhe pernah bertemu dengan Cohsiancu." "Bagus sekali" Ucap nyonya baju hijau sambil mengawasinya lekat2, tanyanya. "Siapa namamu?" "Cayhe Ling Kun-gi." Agaknya nyonya baju hijau rada melengak, beberapa saat dia mengawasi pula, katanya kemudian. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jadi kau inilah Cong-su-cia dari Pek-hoa-pang itu.." "Ya, betul, memang akulah yang rendah ini." "Baiklah musuh utama yang kita hadapi malam ini adalah Thaysiang dari Pek-hoa-pang, untuk itu Losin boleh memberi keringanan padamu, asal kau tidak menerjang ke arahku sini, Losin tidak akan mempersulit padamu." Tegak alis Kun-gi, katanya lantang. "Banyak terima kasih akan kebaikanmu, Cayhe juga ada sepatah dua kata untuk disampaikan. Pertempuran malam ini pihak mana bakal gugur sulit diramalkan, tapi asal engkau suka mengundurkan diri dari asalmu datang tadi, Cayhe juga boleh memberi keringanan padamu, pasti tidak akan menyentuh seujung rambutmu." Junhoa dan Jiu-gwat yang berdiri di kanan-kiri tandu seketika menarik muka, sambil menuding Kun-gi mereka memaki. "Berani, kau kurangajar terhadap Liu siancu, biar kuringkus kau lebih dulu." Liu-siancu, kiranya nyonya berbaju hijau yang duduk di dalam tandu adalah Jianjiu-koanim Liu-siancu yang terkenal itu. ' Mencorong terang bola mata Ko-lotoa mendengar nama orang, dilihatnya tangan kedua budak perempuan yang menuding itu mengeluarkan selarik sinar emas berkelebat, segera ia berteriak. "Cong-coh, hati2 serangan mereka." Sayang peringatannya ini sudah terlambat. Di tengah hardikan suara Junhoa dan Jiu gwat, dua batang jarum emas tanpa bersuara menyamber ke kirikanan pundak Ling Kun-gi. Tapi Kun-gi tetap menggendong tangan dengan sikapnya yang gagah perkasa tanpa bergerak, kedua jarum emas lawan dibiarkan saja mengenai pundaknya, malah dia unjuk senyum manis dan berkata. "Kalau jarum nona berdua bisa melukai Cayhe, jabatan Cong-su-cia di Pek-hoa-pang memangnya bisa kududuki." Belum habis dia bicara, kedua jarum emas lawan yang mengenai pundaknya, pelan2 jatuh ke tanah. Terbeliak Junhoa dan Jiu-gwat, muka merekapun pucat pasi. Tapi Jiu-hoa masih bandel, dengusnya. "Jangan takabur? Hm, coba rasakanyangini ...." Lekas Liu-siancu bersuara. "Jiu-gwat, jangan turun tangan, dia meyakinkan ilmu sakti pelindung badan, kalian tidak akan mampu melukai dia." Pandangannya beralih dan berkata pada Ling Kun-gi. "Usiamu masih begini muda, tapi sudah berhasil meyakinkan ilmu sakti pelindung badan, sungguh kagum dan harus dipuji, tak heran kau berani bersikap angkuh dan bermulut besar, ketahuilah ilmu silat tiada batasnya, kepandaian seorang bisa lebih tinggi daripada yang lain, tentunya kau pernah dengar penuturan gurumu tentang nama Kinsianyang Jianjiu-koanim bukan? Ilmu sakti pelindung badanmu itu hanya mampu menolak senjata rahasia biasa, tapi menghadapi Thay yangsinciam (jarum sakti matahari) milikku ini, ilmu saktimu itu tidak akan berguna lagi.". Diam2 tergetar hati Ling Kun-gi, memang gurunya pernah bilang bahwa Jianjiu-koan im Liu-siancu yang bertempat tinggal di Kiusianyang memiliki ilmu senjata rahasia yang menjagoi Bu-lim, selama berpuluh tahun malang melintang tak pernah menemukan tandingan, terutama "jarum sakti matahari" Yang dia yakinkan itu khusus untuk memecahkan Khikang atau ilmu sakti kekebalan pelindung badan yang tangguh bagi tokoh2 persilatan umumnya. Sungguh tak pernah terpikir oleh Kun-gi bahwa Jianjiu-koanim Liusiancu yang tersohor juga mau menjadi kaki tangan musuh dan bersekongkol dengan Hek-liong-hwe. Dengan tertawa Kun-gi berkata. "Memang Cay-he pernah dengar dariSuhu tentangnamabesarLiu-siancu, tapikalauLiu-siancuyakin bahwa jarum sakti mataharimu itu mampu membobol pertahanan ilmu pelindung badanku, nah boleh silakan coba." "Suhu," Teriak Junhoa gusar," Usil mulut orang ini, kalau tidak diberi tahu rasa, dia kira jarum sakti matahari Suhu tidak mampu mengalahkan dia." Liu-siancu tersenyum, katanya. "Anak muda, sekali hawa murni pertahanan badanmu pecah, maka tamatlah jiwamu, jangan kau mempertaruhkan jiwamu sendiri, perlu kuperingatkan padamu, asal nanti kau tidak menerjang ke arahku, aku tetap tidak mengganggu dirimu." Pada saat itulah, suara ledakan ketiga menggelegar lagi. Maka muncullahdelapan lampu yangbesarterangdari ngaraibatutempat ketinggian sana, sehingga seluruh Ui-lionggiam ini menjadi terang benderang sepertisiang hari. Dari sebuah mulut gua besar yang menganga di bawah Ui- lionggiam sana muncul sebarisan orang dengan langkah lamban. Orang yang berjalan paling depan adalah laki2 tua berjubah hitam, wajahnya merah beralis tebal, jenggot dibawah dagunya sudah memutih, pedangnya panjang beronce kuning tampak tersandang dipundaknya, sorot matanya berkilat menghijau dingin. Orang ini pernah dilihat Kun-gi di Pek-hoa-pang dulu, dia adalah Ci Hwi-bing Tongcu dari Ui-liong-tong. Di belakangnya ada dua orang tua lagi, seorang berpakaian kain kaci kasar, berperawakan agak pendek, tapi raut mukanya memanjang, mirip tampang kuda sehingga kelihatannya amat lucu. Seorang lagi bermuka tirus, tulang pipinya menonjol, rona mukanya pucat seperti kertas, kedua matanya memicing seperti meram tapi juga melek sekilas pandang orang akan segera tahu bahwa kedua orang tua ini berasal dari aliran jahat. Di belakang kedua orang tua ini diikuti pula empat laki2 kekar berpakaian hitam ketat dengan pedang panjang di punggung mereka, paling tidak keempat orang ini adalah para Sincu dari Uiliong-tong yang ber-pangkat tingkat dua. Diam2 Kun gi menerawang situasi yang dihadapinya, pihak lawan sekaligus muncul tiga rombongan jago2 kosen, musuh di timur dan barat terang akan mencegat jalan mundur pihaknya, sementara rombongan yang dipimpin Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing sendiri berhadapan langsung dengan dirinya. Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo