Pedang Kiri Pedang Kanan 31
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 31
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L Di belakang, kedua daun pintu besi itu mendadak menutup sendiri, keadaan seketika menjadi lebih gelap pula. Sambil menoleh Kongsun Siang mendengus, jengeknya. "Agaknya kita memang sudah masuk perangkap." Belum habis bicara, dari atas pekarangan itu tiba2 menungkrup jatuh sebuah jala raksasa, mereka bertiga seketika terjaring di dalamnya. Reaksi Kongsun Siang dan Ting Kiau cukup sebat, dikala jaring raksasa, melayang turun mereka sudah sama2 mengeluarkan senjata dan membacok. Tak nyana jala ini terbuat dari kawat2 baja murni yang kuat dan ulet, celakanya lagi pada setiap lubang atau mata jalanya dipasanyi duri2 tajam yang membengkok terbalik. Bila meronta di dalam jala, duri bengkok itu malah akan menusuk kulit daging sehingga akan terbelenggu semakin kencang dan kesakitan. Hanya Kun-gi yang tetap berdiri diam saja tanpa bergerak, walau sekujur badan terjaring di dalam jala raksasa, namun badannya paling sedikit tertusuk oleh gantolan tajam itu, akibat Kong-sun Siang ;dan Ting Kiau meronta2 sehingga badannya ikut terluka di bagian pundak dan punggung. Gugup dan gusar Ting Kiau, tapi apapun juga dia adalah murid Ginsancu, begitu melihat gelagat semakin tidak menguntungkan segera dia berhenti meronta, serunya. "Congcob, bagaimana baiknya?" Kongsun Siang berteriak gusar. "Hek-liong-hwe bangsa tikus celurut! Kalau berani hayo unjuk tampangmu mengadu jiwa secara jantan, main ser-gap cara licik dengan perangkap terhitung ksatria macam apa?" Kun-gi tetap diam saja, katanya tertawa tawar. "Kongsun-heng, Ting-heng kenapa kalian terburu nafsu? Walau kita terjaring, di sini tiada orang lain, sampai pecah tenggorbokan kalian juga percuma, sekarang lebih penting tabahkan hati menghadapi kenyataan dengan kepala dingin."' "Hahaha! ....Memang jempol kau bocah bagus!" Tiba2 gelak tawa keras berkumandang dari pendopo disusul keadaan menjadi terang benderang, delapan lampu kaca muncul bersama di ruang pendo-po. Di undakan batu sana juga muncul tiga orang. Orang di tengah adalah Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing, di kanan-kirinya diapit dua laki2 berjubah sulaman naga terbang di bagian dadanya, usia kedua orang ini di atas empat puluhan. Di kanan-kiri undakan beruntun muncul pula delapan laki2 kekar berseragam hijau, menghunus pedang yang berlumuran racun. Ci Hwi-bing tertawa lantang, katanya. "Ling Kun-gi, kau dapat meluruk sampai di sini, sungguh harus dipuji, tapi kau tetap takkan lolos dari cengkeraman tanganku." Saking senang kembali dia terbahak2. Kepala, pundak dan beberapa bagian tubuh Kun-gi sudah tentu terancam oleh duri2 gantolan, tapi dia tetap berdiri tak bergerak, katanya dingin. "Ci Hwi-bing, kau kira orang she Ling bertiga sudah kau kurung dengan jaringmu ini"? Ci Hwi-bing tertawa, katanya. "Memangnya kau pikir masih bisa lolos?" Seketika terpancar sinar mata Ling Kun-gi, katanya tertawa lantang. "Jaring besi begini, kau kira dapat berbuat apa terhadap orang she Ling?" Sambil bicara, jubah hijaunya tiba2 melembung seperti balon yang di tiup penuh berisi hawa. Karena jubahnya melembung, maka duri2 gantolan itupun kena disanggah ke atas, cepat sekali tangan kanannya menarik keluar sebilah pedang. Maka terdengarlah suara mendering nyaring beruntun, di mana sinar kemilau itu menggaris na-ik turun terus melingkar sekali, jaring kawat baja di depannya tahu2 sudah berantakan di bobolnya, sekali lagi pedang bergerak melingkari badan, benang jala yang terbuat darikawatbaja lemasitupunsamaberjatuhan. Bukan kepalang kaget Ci Hwi-bing, serunya. "Pedang ditangannya itu adalah senjata pusaka." Laki2 baju hijau sebelah kiri menyeringai dan memberi tanda. Maka ke delapan laki2 kekar itu serentak bersiul panjang, dari delapan penjuru serempak nnereka menubruk ke arah Ling Kun-gi, Pedang Kun-gi bergerak, tiga jurusan kena di bendungnya, di mana cahaya hijau kemilau dan hawa dingin setajam pisau, kedelapan lawan sama merasakan ayunan pedang Kun gi seperti memba-cok ke arah mereka, sebelum cahaya pedang menyamber tiba serentak mereka sama melompat mundur. Ringansekali Kun-giberputarsatulingkaran, gayapedangnyapun ikut melingkar, hanya beberapa kali gerakan ini, jala kawat yang mengurung Kongsun Siang dan Ting Kiau sudah dibabatnya rontok ber-hamburan. Begitu keluar dari jaring berduri, dengan gemas Kongsun Siang segera menyerbu musuh dengan gerungan murka, gayanya mirip amukan serigala kelaparan dibantu kilat pedangnya yang ganas. Ting Kiau juga tidak banyak omong lagi, dengan kipas terbentang segera iapun merangsak musuh. Betapapan tinggi dan lihay ilmu pedang kedelapan laki2 itu, tapi Kongsun Siang dan Ting Kiau terlebih lihay lagi, hanya beberapa gebrak saja mereka sudah di atas angin, delapan lawan kena didesak mundur. Kun-gi simpan pedang dan melangkah mundur, dengan menggendong tangan dia menonton saja di luar arena. Long-sing-kiam yang dimainkan Kongsun Siang memang aneh, bayangannya tampak terjang sana amuk sini, gerak pedangnya secepat kilat, setiap serangan selalu mengincar Hiat-to besar di tubuh lawan sehingga lawan susah berjaga dan sukar menangkisnya. Sementara kipas Ting Kiau kadang2 tecbentang dan tahu2 mengatup, kalau dibuka bisa digunakan sebagai senjata tajam, kalaudikatupkan bisadigunakanuntuk menutukdan menusuk, yang diincar juga Hiat-to dan urat nadi lawan. Kedua orang ini adalah jago2 silat kelas tinggi dari generasi muda masa kini, bahwa gabungan permainan ilmu kipas mereka ternyata begini hebat, pekarangan kecil di dalam perut gunung ini rasanya seperti dipenuhi bayangan pedang dan kipas. Dengan kekuatan kedelapan orang bukan saja tidak mampu menundukkan dua lawannya, malah terdesak di bawah angin, sudah tentu kedelapan orang itupun malu dan gusar, akhirnya mereka lupa akan kerja sama dalam barisan yang sudah teratur, kini masing2 mengembangkan keahlian sendiri. Kejap lain delapan batang pedang dengan bayangan gelapnya sama menyambar ke arah kedua orang. Rangsakan bersama ini tidak dibatasi oleh langkah barisan, serangannya jauh lebih bebas dan berkembang, maka terasa betapa hebat dan bertambah berat tekanan mereka, seketika Kongsun Siang dan Ting Kiau berbalik terdesak ke dalam himpitan serangan lawan. Ting Kiau menggertak gusar, kipas besi menggentak sekali, dia luncurkan dua batang jarum berbisa, dua lawan yang terdepan kontan ambruk tanpa mengeluarkan suara. Tanpa terlihat luka2 pada kedua temannya dan tahu2 tersungkur binasa, keruan enam temannya mencelos. Sementara pedang Kongsun Siang juga tidak kenal kasihan, tatkala lawan melengak itulah, pedangnya segera bekerja, suara jeritan kontan terdengar, pedang Kongsun Siang berhasil menyunduk perut seorang musuh, darah muncrat dan isi perutpun kedodoran. seketika melayang jiwanya. Dalam sekejap tiga di antara delapan musuh roboh binasa, maka lima orang yang masih hidup menjadi ciut nyalinya, meski kelihatan mereka masih bertempur sengit, tapi semangat mereka sudah mengendur, rangsakanpun tidak segencar tadi. Kipas dan pedang Ting Kiau dan Kongsun Siang sebaliknya berkembang semakin hebat, kem-bali lima lawannya kena diserang hingga kelabakan. Kedua orang baju hijau yang berdiri di undakan sekilas saling pandang, maka terdengar orang di sebelah kiri membentak. "Berhenti!" Memangnya kelima orang itu sudah terdesak di bawah angin pula, jiwa mereka terancam setiap detik, tanpa perintah tiada yang berani mundur, kini mendengar aba2 berhenti, seperti berlomba saja mereka saling mendahului melompat mundur. Kongsun Siang menarik pedang, katanya tertawa dingin. "Apakah tuan yang ingin turun gelanggang merasakan kelihayan pedang Kongsun-toayamu?" Dengan kipasnya Ting Kiau menuding lelaki baju hijau di sebelah kanan, katanya dengan tertawa. "Kaupun turunlah, coba rasakan permainan kipas Ting-toaya yang silir2 nyaman ini." Lelaki baju hijau disebelah kiri menyeringai. "Haha, memangnya betapa kemampuan Long-sing-kiam dan Thiancesan kalian, berani bertingkahdihadapan kami?" "Hayolah jangan banyak bacot, kalau tidak percaya turunlah rasakan sendiri," Jengek Kong-sun Siang. "Ji-te," Kata laki2 baju hijau sebelah kiri kepada orang di sebelah kanan. "kau turun dan bereskan mereka" Laki2 baju hijau sebelah kanan mengiakan, sambil melangkah turun ia melolos sebatang pedang lebar berwarna hitam, ia menjengek. "Kalian bertiga boleh maju bersama!" Kongsun Siang menubruk maju lebih dulu, katanya tertawa. "Tuan amat takabur, kau turun gelanggang sendirian, sudah tentu Kongsuntoaya akan melayanimu." Dengan sikap angkuh laki2 baju hijau itu melirik, katanya. "Hanya kau seorang bukan tandinganku." Kongsun Siang naik pitam, serunya. "Memangnya kau ini tandinganku atau bukan juga belum diketahui." "Sret", pedangnya menusuk lebih dulu dari samping, maka terlihatlah cahaya kemilau ta-jam berkelebat, menciptakan tiga kelompok cahaya pedang menusuk tiga Hiat-to di tubuh lawan. Serangan Long-sing-kiam dilancarkan dengan gerakan kilat, malah khusus menyerang musuh dariarahsamping, sehingga lawansering takber-jaga2. Agaknya laki2 baju hijau lawan Kongsun Siang ini memang memiliki bekal kepandaian yang mengejutkan, hanya tangan kiri bergerak, dia keluarkan serangkum tenaga kuat yang tak kelihatan mendesak serangan pedang lawan, jengeknya dingin. "Coba kaupun sambut sejurus serangan pedangku!" Pedangnya yang lebar itu terayun terus membacokdariarah depan. Gerak bacokan ini hakikatnya tidak menyerupai jurus serangan, tapi begitu pedangnya membacok keluar, seketika terasa adanya doronganhawadingin yangtimbuldaritajampedangnya. Sebat sekali Kongsun Siang tarik balik pedangnya serta menyelinap ke samping. Long-sing-poh atau langkah serigala yang dia mainkan amat gesit dan lincah, sekali berkelebat saja mestinya dia da-pat menghindarkan serangan lawan, diluar tahunya si baju hijau yang tadi berdiri di sebelah kanan ini hanya sedikit geser, pedangnya yang lebar itu tetap dengan gaya semula membacok lurus kemuka Kong-sun Siang, Gerakannya tidak begitu cepat, justeru karena gerakan pedangnya tidak mengalami peru-bahan, maka bacokan pedang ini kini tinggal dua kaki saja dari badan Kongsun Siang. Keruan tidak kepalang rasa kaget Kongsun Siang, dalam gugupnya ia tak sempat banyak pikir, cepat dia angkat pedang untuk menangkis dengan jurus Thianlong-som-to. "Trang", kedua pedang saling bentur dengan keras, si baju hijau tetap berdiri tidak bergiming di tempatnya, sebaliknya Kong-sun Siang merasakan lengan kanannya kesemutan pegal dan menyurut mundur. Sejak keluar kandang dan mengembara di Kangouw, kecuali pernah dikalahkan oleh Ling Kun-gi, baru sekali ini dia benar2 mengalami kekalahan dan berhadapan dengan musuh tangguh. Watak Kongsun Siang memang tinggi hati, hanya segebrak lantas dipukul mundur, selebar mukanya seketika merah membara, begitu mundur segera ia menubruk maju pula, beruntun dia menyerang tiga jurus. Tiga jurus ini merupakan tipu serangan Thianlong-kiamhoatnya yang paling lihay, sinar pedang menyambar bagai ular sakti. Si baju hijau hanya tertawa ejek saja, pedang lebar ikut bergerak tiga jurus untuk membendung dan mematahkan serangan musuh, sementara tangan kiri bergerak melancarkan tipu merebut pedang lawan, pergelangan tangan kanan Kongsun Siang yang memegang pedang segera dicengkeramnya. Ilmu silat orang ini ternyata amat aneh dan luar biasa, permainannya kelihatan kasar dan sederhana, tapi setiap gerak serangan justru mengandung tipu yang lihay dan mematikan, terutama gerakan merebut pedang lawan, kelihatan lucu dan aneh, tampaknya kombinasi dari Kim-na-jiu dan Kong-jiu-jip-pek-yim, ilmu menangkap dan rebut senjata dengan bertangan kosong, Kongsun Siang didesaknya sedemikian rupa sehingga tak mungkin melawan dengan gerakan lain. Kalau Kongsun Siang tidak mundur, pedang di tangannya pasti terampas oleh musuh. Bahwa tiga serangan pedang Kongsun Siang semuanya kena dipatahkan oleh pedang lebar lawan, kini tangan lawan yang lain juga mencengkeram ke arahnya, semua ini membuatnya naik pitam, mendadak kakinya menendang tangan lawan yang menjulur tiba itu. Untunglah pada saat yang gawat itu didengarnya desiran lirih serta didengarnya seseorang berkata ditelinganya. "Lekas mundur Kongsun-heng!" Kongsun Siang tahu itulah suara Ling Kun-gi yang memberi petunjuk untuk menyelamatkan diri, tapi kakinya sudah kadang melayang, untuk ditarik turun sudah tidak mungkin, maka tangan si baju hijau begitu tersentuh, kaki Kongsun Siang, kelima jarinya segera mencengkeram, tetap mengincar pergelangan tangan Kongsun Siang, malah gerakannya bertambah cepat karena dorongan tendangan kakinya sendiri. Kongsun Siang sendiri merasa kakinya kesakitan karena dirasakan seperti menendang batang-an besi, sementara tangan kiri lawan sudah memegang gagang pedangnya, Kejadian terlalu cepat dan masing2 pihak tidak sempat berpikir, tatkala itu kelima jari si baju hijau sudah tertekuk hendak memegang pedang lawan, tiba2 dirasakan sesuatu benda menyesap ke telapak tangannya, secara otomatis ia menggegamnya dan seketika dia merasakan kesakitan pada telapak tangannya, lekas dia menunduk dan membuka telapak tangan, ternyata yang dia pegang bukan gagang pedang, tapi adalah sebuah duri gantolan yang semula berada di jaring raksasa tadi. Betapa runcing dan tajam duri gantolan yang terbuat dari besi ini, karena digenggam, ujungnya yang runcing sudah menusuk kulit dagingnya, darah segar mengalir deras dan menetes dari sela2 jarinya. Sementara itu Kongsun Siang sudah melejit mundur.. Kalem seperti tidak terjadi apa2 dan seperti tidak merasa kesakitan, pelan2 si baju hijau angkat kepala mengawasi Ling Kun-gi. "Perbuatanmu bukan?' Kun-gi tertawa, katanya. "Kusaksikan pedang temanku bakal terampas orang, maka sekadar kubantu dia, kukira toh tiada salahnya? Apalagi Cayhe tidak bermaksud melukai orang, asal tuan tidak mencengkeram dengan kencang, telapak tanganmupun takkan terluka." "Bagus", desis si baju hijau. "babak ini belum berakhir, kini kaulah yang maju saja." Dalam pada itu, Ci Hwi-bing dan si baju hijau di sebelah kiri tampak sedang bicara bisik2. Lalu terdengar si baju hijau sebelah kiri berseru. "Lo-ji, kau mundur, biar aku yang menghadapi Conghou-hoat-su-ciadariPek-hoa-pang ini." Kun-gi tertawa lantang, katanya. " Tuan mau memberi petunjuk, sudah tentu akan kuiringi, tapi satu hal perlu kau ketahui, kini Cayhe bukan lagi Cong-su-cia Pek-hoa-pang segala " Si baju hijau di sebelah kiri tampak melengak heran, tanyanya. "Mengapa kau bukan Cong-su-cia Pek-hoa-pang lagi?" "Soal ini tiada sangkut pautnya dengan urusan sekarang, tak perlu Cayhe menjelaskan." "Kenapa Tunheng percaya akan obrolannya?" Demikian sela Ci Hwi-bing. "kalau dia bukan lagi Cong-su-cia Pek-hoa-pang, buat apa dia meluruk kemari?' Dengan sikap sungguh2 Kun-gi berkata. "Sekali orang she Ling bilang bukan, ya tetap bukan, memangnya persoalan ini harus diperdebatkan?" Jelilatan sinar mata Ci Hwi-bing, tanyanya. "Tentunya ada alasannya?" "Tiada alasan apa2, yang terang Cayhe sudah bosan bekerja." Berputar bola mata Ci Hwi-bing, katanya. "Kalau benar kau sudah keluar dari Pek-hoa-pang, berarti tiada bermusuhan dengan Hekliong-hwe kami, asal tuan suka turunkan senjata, Hwecu ka-mi malahinginmengundangmu,untukiniakubisa menjadiperantara." "Memang, Cayhe ingin menemui Hwecu kalian, entah cara bagaimana Ci-tongcu hendak mempertemukan Cayhe dengan dia?" Semakin lebar senyum Ci Hwi-bing, ucapnya. "Sebelum jelas maksud kedatanganmu, terpaksa menyusahkanmu dulu, letakkan senjata dan kututuk beberapa Hiat-tomu, habis itu baru kubawa kau menghadap Hwecu." "Cong-coh," Seru Ting Kiau. "jangan kau tertipu olehnya, bukankahcara ituberarti menjaditawanan musuh?" "Jangan salah paham Ling-lote," Kata Ci Hwi-bing. "itulah salah satu prosedur bagi orang luar untuk menghadap Hwecu. Terus terang setiap orang yang mau menghadap Hwecu, kedua tangannya harus dibelenggu rantai emas untuk menjaga segala kemungkinan, tapi Ling-lote adalah orang satu2nya yang ingin ditemui Hwecu, maka aku berani ambil putusan sendiri, hanya beberapa Hiat-tomu yang ditutuk dan kedua matamu ditutup, dihadapan hwecu nanti mungkin aku akan disalahin malah." Kun-gi tersenyum sinis, katanya. "Terima kasih akan kebaikan Citongcu, maksud kedatanganku ini memang ingin menemui Hwecu kalian, tapi bukan begitu caraku menemuinya." Si baju hijau di sebelah kiri mendengus, katanya. "Orang ini begini congkak, tak usah Ci-tongcu banyak omong padanya lagi, biar kubekuk dia dan gusur ke hadapan Hwecu." Ci Hwi-bing mengerut kening, dengan lirih dia membisiki si baju hijau di sebelah kirinya. Tampak si baju hijau sebelah kiri mendongak, sambil ngakak, katanya. "Ci-tongcu tak usah kuatir, setelah dia masuk ke Hwi-liongtong, memangnya dia bisa terbang ke langit?" Kun-gi membatin. "Kiranya tempat ini memang benar Hwi-liongtong." Sementara itu si baju hijau sebelah kiri telah turunkan sebatang pedang yang berbadan lebar dari pundaknya, dengan tajam ia tatap Kun-gi, katanya dengan membusungkan dada. "Kabarnya kau murid Hoanjiu-ji-lay, orang she Tun ingin belajar beberapa jurus padamu." Melihat usia orang belum terlalu tua, tapi sorot matanya ternyata mencorong terang, jelas memiliki Lwekang tinggi. Maka dengan sabar Kun-gi berkata. "Minta belajar tidak berani, kalau tuan memang menantang berkelahi, pasti Cayhe mengiringi keinginanmu tapi sebelum turun tangan, lebih dulu ingin Cayhe mohon tanya siapa panggilan kalian berdua?" "Ya, kenapa aku lupa memperkenalkan kalian," Sela Ci Hwi-bing, "inilah Hwi-liong-tong Hutongcu kita Tun Thiankhi, dan inilah komandan ronda Hwi-liong-tong Tun Thianlay." Ling Kun-gi mengangguk, katanya. "Beruntung dapat berkenalan disini, kalianadalah murid Thiansanpay bukan?" Tun Thiankhi dan Tun Thianlay sama menggunakan pedang panjang yang berbadan lebar, ter-utama setelah melihat gaya permainan pedang Tun Thianlay tadi mirip sekali dengan jurus2 ilmu Thiansanpay, di kalangan Bu-lim hanya ilmu pedang Thiansanpay pula yang kelihatannya sederhana tapi setiap gerakannya mengandung intisari ilmu pedang dari berbagai aliran yang paling tinggi. Apalagi ke dua orang ini sama she Tun, mungkin sekali adalah angkatan muda atau keponakan Thiansan tayhiap Tay-mosintiau Tun Kui-ih. Terlihat Tun Thiankhi menarik muka dan menjawab. "Dari aliran mana kami orang she Tun, tiada sangkut-pautnya dengan adu pedang ini, lekas keluarkan senjatamu." Kun-gi tertawa, katanya. "Ih-thiankiam milikku ini tajam luar biasa, membacok emas seperti mengiris tanah, memotong besi seperti merajang sayur, kau harus hati2." Sembari bicara, pelahan2 terloloslah sebatang pedang panjang yang memancarkan sinar dingin kemilau. Sekilas Tun Thiankhi pandang pedangnya, jengeknya. "Pedang itu memang amat bagus, entah bagaimana pula kemahiranmu menggunakannya?" Mendadak ia melangkah setapak, pedang lebar ditangannyapun terus membacok. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pedang lebar ini besarnya kira2 sama dengan telapak tangan anak kecil, bacokan lurus dari depan menandakan gerakan yang sederhana, tidak cepat, tak kelihatan di mana letak keanehannya, tapi bacokan ini justeru membawa deru angin yang kencang berpusar. Tidak sedikit ahli2 pedang yang pernah dihadapi Ling Kun-gi, tapi belum pernah dia berhadapan dengan serangan pedang yang begini hebat, diam2 ia terkejut, batinnya. "Agaknya dia sudah memperoleh ajaran murni dari Thiansankiam-hoat." Secepat pikirannya bekerja, tangan terangkat pedangpun bergerak, dia lancarkan jurus Liongjiau-hoat-hun (cakar naga menyingkap mega), ujung pedang sedikit mendongakterus menyampuk ke depan. "Trang", kedua pedang saling bentur, mendadak terasa oleh Kungi dari badan pedang lawan merembes keluar segulung tenaga kuat sehingga pergelangan tangannya tergetar kesemutan. Kalau orang lain, hanya sekali benturan ini tentu pedang akan tergetar lepas dari cekalannya, kini pedang Tun Thianlay malahan tersampuk minggir oleh pedang Kun-gi. Berubah air muka Tun Thianlay, tanpa bersuara kembali pedangnya menabas miring. Menabas adalah gerakan miring yang tidak mengandung gerakan variasi, tapi Kun gi sudah dapat merasakan tabasan lawan ini membawa tenaga yang hebat. Tanpa pikir Kun-gi melompat ke atas setinggi dua tombak. Begitu tabasan pedangnya luput, sekaligus Tun Thianki berputar, dengan landasan kekuatan menabas tadi, pedang lebarnya terayun balik ke atas. Di luar tahunya bahwa Ling Kun-gi tengah melancarkan jurus Sinliong-jut-hun, badannya harus melambung tinggi ke atas, ketika pedang lebar itu membalik ke atas, sementara Kun-gi yang meluncur tinggi ke atas itu mulai menukik balik, dengan kepala di bawah dan kaki di atas, yang satu menyerang turun, yang lain menerjang naik ke atas, betapa cepatnya serang menyerang ini, maka terdengarlah dering nyaring benturan kedua pedang, bagai bunyipetasanrenteng, suaranyasemakin keras memekak telinga. Cepat Tun Thiankhi mundur beberapa langkah, dilihatnya pedang lebar miliknya yang terbuat dari baja murni yang biasanya khusus untuk mematahkan senjarta lawan, mata pedangnya kini ternyata gumpil beberapa tempat. Mendadak ia berseru. "'Mundur!" Segera ia putar tubuh terus lari masuk pendopo. Ci Hwi-bing, Tun Thianlay begitu mendengar seruannya juga lantas mengundurkan diri. Agaknya kelima laki baju hijau itupun sudah terlatih baik, gerak gerik merekapun cekatan, cepat merekapun menghilang masuk ke dalam pendopo. Delapan lampu kaca dipendopopun seketika padam. Kun-gi bertiga seketika merasakan keadaan sekelilingnya gelap gulita, orang2 yang mundur ke pendopo dalam sekejap mata saja telah lenyap entah kemana. Ting Kiau ingin mengudak, tapi karena Kun-gi tetap diam saja di tempatnya, makatakenakdiabertindak sendiri. Kongsun Siang juga telah memburu maju, katanya lirih. "Musuh mundur sebelum kalah, mungkin untuk mengatur muslihat." Kun-gi manggut2, katanya. "Ucapan Kongsun-heng masuk akal, mari coba2 kita periksa." Dengan mengacung tinggi mutiara di atas kepala dia menaiki undakan itu. Saat itu mereka berada dalam gua di perut gunung, tapi orang2 Hwi-liong-tong telah membangun tempat ini sedemikian rupa sehingga hampir saja mirip pekarangan dan ruang pendopo umumnya. Tadi mereka bertempur di pekarangan, maka kini mereka memasuki ruang pendopo. Setelah melampaui tiga tingkat undakan batu, mereka menyusuri serambi panjang yang lebar, tepat di depan mengadang enam pintu batu yang diukir dengan hiasan warna warni, tapi semua pintu terpentang lebar. Kun-gi mendahului masuk ke pendopo, hanya beberapa langkah segera berhenti, dengan pancaran sinar mutiara dia memeriksa keadaan pendopo itu. Kiranya ruang pendopo atau kamar batu ini luasnya kira2 ada sembilan tombak, kecuali sebuah meja batu panjang tepat di tengah ruangan ada dua baris kursi batu putih disisi kanan-kirinya, tiada lainbenda lagidalampendopo ini, keadaankosong dangelap. Pancaran sinar mutiara di tangan Kun-gi hanya mencapai tiga tombak jauhnya, tapi dengan bantuan pancaran sinar yang redup ini Kun-gi dapat melihat keadaan sekelilingnya yang lebih jauh lagi, kiranya pendopo ini dikelilingi dinding2 batu yang tinggi dan licin, tiada kelihatan bekas2 pintu rahasia disekelilingnya. Jelas Ci Hwi-bing dari anak buahnya tadi masuk ke tempat ini, tapi jejak mereka menghilang di sini, maka Kun-gi menduga pasti adapinturahasiadidalamruang pendopo ini. Kongsun Siang ikut masuk dan berhenti di belakang Kun-gi, katanya keheranan. "Tiada pintu dalam pendopo ini, pasti dipasang alat2 rahasia. Ting-heng, mari kita periksa bersama, supaya tidak terjebakoleh muslihat mereka." Ting Kiau merogoh ketikan api dan menyalakan obor kecil yang selalu dibawa oleh setiap insan persilatan, katanya. "Ya, mari kita periksa bersama." Kongsun Siang juga mengeluarkan obor kecilnya. Dengan menyalanya kedua obor kecil ini, maka keadaan pendopo bertambah terang. Tampak dinding, lantai dan meja kursi semuanya terbuat dari batu hijau yang digosok licin meng-kilap laksana kaca, dengan seksama kedua orang berpencar memeriksa tiga arah dinding batu yang kemilau oleh sinar obor mereka, setiap sudut, setiap jengkal lantai yang berlapis batu hijau itu dan tetap tak berhasil mereka temukan apa2. Obor di taugan Ting Kiau akhirnya menjadi guram karena makin pendek, dengan kecewa dia buang obornya sambil berkata gegetun. "Setelah menghadapi kenyataan baru terasa kekurangan, sampai hari ini baru aku betul2 menyadari kenapa dulu tidak belajar lebih rajin dan tekun kepada guru, kini menyesalpun telah kasip." Menyusul obor Kongsun Siang juga padam, katanya pula. "Agaknya alat2 rahasia di sini diciptakan oleh seorang yang betul2 ahli, dengan pengetahuan kita yang cetek ini tak mungkin bisa menyelami letak kuncinya." Kedua obor sudah padam, tinggal cahaya mutiara di tangan Kungi saja, maka keadaan pendopo kembali menjadi remang2. Kata Kun-gi. "Kalautak ketemu, takperlu kitasusahpayah mencarinya." "Tapi jalan mundur sudah buntu, memangnya kita harus diam saja terkurung di sini," Kata Ting Kiau. "Mereka mundur sebelum kalah, jelas musuh punya rencana keji, mumpung ada waktu, sebaiknya kita istirahat mengumpulkan tenaga dulu," Ujar Kun gi, pelan2 dia menghampiri kursi batu dan duduk di sana. "Sikap tenang Ling-heng ini sungguh mengagumkan, betapapun aku bukan tandinganmu," PujiKongsun Siang. Kun-gi tersenyum, katanya. "Sejak kecil guruku sudah mendidikku, setiap kali menghadapi kesukaran, kepala harus dingin dan pikiran tetap jernih, supaya kita sendiri tidak kelabakan kehabisan tenaga '' Sampai di sini tiba2 dia pakai ilmu gelombang suara. "Setiap saat kemungkinan musuh akan menyerang kita, harus selalu waspada, Kongsun-heng, Ting-heng, kalian boleh ambil posisisendiri2, tanpaisyaratkujangansembarangan bertindak." Kongsun Siang dan Ting Kiau mengiakan. Kun-gi keluarkan kantong sulam pemberian Un Hoankun, dia keluarkan sebuah botol porselen kecil dan menuang dua butir Jingsin wan dan dibagikan kepada kedua orang, lalu menambahkan dengan ilmu suara. "Inilah Jing-sinwan bikinan Ling-lam, khusus untuk menawarkan segala macam obat bius dan dupa wangi yang memabukkan, kulumlah dalam mulut kalian." ' Setelah terima pil itu dan dikulum dalam mu-lut, Kongsun Siang dan Ting Kiau lantas mundur berpencar menempati posisi di kirikanan, mereka berjongkok di belakang kursi. Kejap lain Kun-gi masukkan mutiara ke dalam sakunya sehingga ruang pendopo itu menjadi gelap gulita, kelima jari sendiripun tidak kelihatan, begitulah mereka berdiam diri kira2 setanakan nasi, keadaantetapsunyi,tiadasesuatureaksiapa2daripihak musuh. Akhirnya Ting Kiau buka.suara. "Cong-coh, agaknya musuh sengaja hendak kurung kita di sini, selama tiga hari saja cukup membikin kita kelaparan dan kehabisan tenaga, betapa kita kuat melawan mereka?" "Tidak mungkin," Kata Kun-gi. "tempat ini sudah merupakan daerah penting Hwi-liong-tong, bahwa selama ini mereka tidak bergerak mungkin karena tengah menghadapi pertempuran terbuka di depan sana dan tenaga tidak mencukupi untuk mengurus kita, dan terpaksa kita dikurung di sini untuk sementara, tapi peduli mereka kalah atau menang, kukira waktunya tidak akan terlalu lama lagi." "Menurut pendapatku," Demikian Kongsun Siang ikut bersuara, "bahwa selama ini mereka belum bertindak, pasti ada sangkut pautnya dengan Ling-heng." "Berdasarkan apa pendapat Kongsun-heng ini?" Tanya Kun-gi.. "Apa yang pernah diucapkan Nao Sam-jun di Gu-cu-ki tempo hari tentunya Ling-heng masih ingat, dia pernah bilang asal Ling-heng sudi menyerah atau mau bekerja demi kepentingan Hek-liong-hwe, kalau Pek-hoa-pang bisa memberi kedudukan Cong-su-cia, maka Hek-liong-hwe juga sanggup memberi jabatan Cong-houhoat kepadamu." "Soal ini sudah tentu masih kuingat," Ucap Kun-gi. "Baru saja kita tiba di Ui-lionggiam, musuh lantas meluruk dari tiga arah mengepung kita, dalam keadaan yang buruk itu Ci Hwibing masih membujuk Ling-heng supaya bekerja untuk Hek-liong- hwe, akhirnya terjadilah pertempuran sengit, Cap ji-sing-siok Hekliong-hwe berhasil kita tum-pas habis, Lansat-sin Dian Yu-hok, Ping-sin Tok-ko Siu juga melayang jiwanya, malah Ui-liong-tongpun telah kita ledakkan, hanya Ci Hwi-bing seorang saja yang lolos dari renggutan elmaut, peristiwa besar ini sebetulnya merupakan pukulan berat baginya, terhadap Ling-heng mestinya dia amat benci dandendam...." "Ya, betul, adalah layak kalau dia membenciku," Ujar Kun-gi. "Tapi tadi waktu Ling-heng membobol jaring kawat baja dan Ci Hwi-bing muncul, sikapnya tak nampak bermusuhan terhadap Lingheng, malah dia tetap membujuk Ling-heng bekerja sama dan mau membawamu menemui Hek-liong-hwecu. Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa Hek-liong-hwe Hwecu memandangmu terlalu penting, kukirapastiadapesannyakepadaanakbuahnya." Kun-gi tertawa, katanya. "Dalam hal apa diriku ini sampai dipandang begitu penting oleh mereka?" Dalam hati dia membatin. "Pasti lantaran aku bisa menawarkan getah beracun itu." "Menurut rekaanku;" Dernikian ucap Kongsun Siang lebih lanjut, "Hek-liong-hwe mungkin merasa segan dan tak berani berbuat salah terbadap guru Ling-heng, atau mungkin ada sebab lainnya. Tapi Hek-liong-hwecu ingin secepatnya merangkul dan menarik hati Lingheng, hal ini kukira tidak perlu disangsikan lagi." Ia merandek sebentar, lalu melanjutkan lagi. "setelah Ling heng masuk kemari, jaring baja mereka tak berguna, Tun Thian khi sendiri juga sadar dirinya bukan tandinganmu, maka lekas dia mengundurkan diri, kini kitadikurung di tempatini...." "Analisa Kongsun-heng cukup jelas," Timbrung Ting Kiau. "tapi apa pula tujuan mereka mengurung kita di sini?" "Ruang pendopo ini pasti ada dipasang perangkap yang amat lihay, walau mereka telah mengurung Ling-heng, agaknya Ci Hwi- bing dan Tun Thiankhi tak berani bertindak sendiri, maka mereka merasa perlu untuk menghadap Hwecu mereka dan minta petunjuknya, jika perintah Hwecu mereka belum sampai di sini, pasti merekatakkan beranisembarang bertindak." Ting Kiau menepuk paha, serunya tertawa. "Betul, marilah kita tunggu perintah Hek-liong-hwecu, mau perang atau akan damai, sebentar akan kita ketahui." Di kala mereka bicara itulah, mendadak Kun-gi merasakan adanya serangkum bau aneh yang merangsang hidungnya, kepala seketika terasa pening dan berat, tergerak hatinya. "Tepat dugaanku, mereka mau menggunakan dupa bius untuk merobohkan kami bertiga." Kejadian memang aneh, baru saja hidungnya mengendus bau wangi yang memabukkan dan bikin kepalanya pening, kantong sulam yang tergantung di depan dadanya seketika juga menguarkan bau wangi yang semerbak sehingga kapalanya yang pening seketika sirna, pikiran jernih dan badan segar. Diam2 Kun-gi merasa kagum dan membatin. "Keluarga Un dari Ling-lammemangtidak malusebagaicakalbakalahliobatbiusyang telah turun temurun sejak kakek moyang mereka, botol porselen yang hanya tertutup gabus berlubang biasanya tidak pernah menguarkan bau apa2, tapi begitu dupa bius merangsang, obat penawaryangterisidalambotolseketikapulaunjuk khasiatnya." Karena mutiara sudah tersimpan dalam kantongnya, maka ruang pendopo itu gelap gulita, keadaan sekelilingnya menjadi tidak jelas, tapi Kun-gi yakin bahwa dupa bius itu sudah memenuhi seluruh ruang pendopo, karena terasa juga olehnya bau harum segar dari kantong sulamnya itu terus merangsang keluar. Kongsun Siang dan Ting Kiau berpencar di kanan-kiri, masing2 duduk di bawah kursi, jadi tiga orang berposisi segi tiga, kini merekapun sudah mengendus bau dupa memabukkan itu, maka terdengar Ting Kiau bersuara heran, katanya. "Cong-coh, kau sudah menciumbukan? Bau dupa ini agakganjil?" Dengan menahan suara Kun-gi berkata. "Musuh tengah melepaskan asap dupa wangi yang memabukkan, Ting-heng jangan bersuara, nanti kalau ada orang masuk kalian harus pura2 rebah terbius, jangan turun tangan secara serampangan, dengarkan tanda tertawaku " Kongsun Siang berdua mengiakan. Kira2 setanakan nasi lagi, bau dupa dalam pendopo semakin tipis dan akhirnya sirna. Maka dari arah dinding sebelah timur berkumandang suara gemuruh, mendadak dinding yang rapat itu merekah buka, tapi hanya segaris sempit saja. Dikala suara gemuruh mulai berkumandang, Kongsun Siang dan Ting Kiau lekas2 merebahkan diri, mereka mendekam di bawah kursi dengan waspada. Kejadian berlangsung hanya sekejap saja, setelah suara gemuruh berhenti dan dinding sedikit terbuka itu, keadaan menjadi hening pula, tak kelihatan ada orang masuk. Agaknya musuh tahu diri, karena belum jelas keadaan di dalam mereka tak berani masuk. Beberapa kejap lagi, mendadak sinar lampu yang terang menyilaukan rata menyorot masuk dari sela2 dinding yang terbelah itu, pendopoyangsemulagelapgulita menjaditerangbenderang. Kun-gi duduk bersandar kursi, diam tak bergerak seperti lemas lunglai. Maka terdengar suara Ci Hwi-bing dari belakang dinding. "Bagaimana keadaan di dalam?" Seorang menjawab. "Lapor Tongcu, hanya kelihatan orang she Ling duduklemas di kursi, agaknyasudahterbiussemaput." "Dua yang lain bagaimana?' tanya Ci hwi-bing. "Tidak kelihatan, mungkin sudah rubuh di lantai, teraling oleh kursi," Sahut orang itu. "Baiklah, coba kalian masuk memeriksa" Perintah Ci Hwi-bing. Ternyata sela2 dinding itulah pintunya, pintu terbuka agak lebar, dua sosok orang berkelebat masuk dari balik dinding langsung mendekati mereka.. Melihat pintu sudah terbuka, sementara dua orang musuh sudah melangkah masuk, maka Kun-gi tidak tinggal diam lagi, mendadak dia tertawa ngakak sambil melompat bangun terus menerjang ke arah pintu. Ilmu silat kedua orang yang masuk ternyata cukup tinggi, begitu Kun-gi menerjang maju merekapun segera siap siaga, keduanya mundur setengah langkah. "Sret, sret", dua batang pedang hitam mereka membabat bersilang berusaha menahan lawan. Kun-gi ayun tangan kanan secepat kilat dia menepuk sekali, segulung tenaga pukulan seketika menahan gerakan pedang lawan sebelah kanan, berbareng tangan kiri mencengkeram lengan orang di sebelah kiri terus ditarik, sebat luar biasa ia terus meluncur ke depan memberesot lewat di tengah kedua musuh dan memburu ke arah pintu. Kongsun Siang dan Ting Kiau mendengar gelak tawa Ling Kun-gi, berbareng merekapun melompat berdiri. Sekali tubruk Kongsun Siang menerjang orang di sebelah kiri, berbareng pedangnya menusuk. Ting Kiau juga tidak kalah cepat dan tangkasnya. belum lagi dia menerjang tiba, kipas lempitnya sudah bekerja menggaris melintang dengan membawa deru angin mengincar muka orang di sebelah kanan. Sebetulnya kepandaian silat kedua orang yang masuk ini cukup lumayan, walau tidak mampu menghalangi Ling Kun-gi, tapi dikala Kongsun Siang dan Ting Kiau menubruk, tiba merekapun sudah bersiap menyambut serangan mereka. Bahwasanya gerakan Ling Kun-gi tadi memang cepat luar biasa dan secara mendadak maka dalam segebrak dia dapat bikin kedua lawannya menyingkir serta menerjang lewat, sayang sekali ketika dia hampir mencapai pintu batu mendadak dilihatnya bayangan seorang tinggi besar mengadang di depan pintu. Sebelum lawan turun tangan menyerang Kun-gi sudah mendahului melontarkan pukulan kilat menghantam dada lawan. "Blang", dengan telak telapak tangannya memukul dada lawan. Tapi Kun-gi sendiri merasa telapak tangannya tergetar pedas kesakitan, ternyata pukulannya seperti memukul pada batu yang keras, keruan kejutnya tidak kepalang. Waktu dia mendongak dan melihat lebih jeias, kiranya bayangan orang yang muncul di depan dan mengadang jalannyu adalah patung batu yang tinggi besar. .Karena sedikit teralang ini, pintu batu yang hanya terbuka sedikit itu cepat sekali sudah menutup lagi, sorot lampupun padam sehingga keadaan di ruang pendopo kembali menjadi gelap gulita. Begitu keadaan menjadi gelap, kedua orang yang lagi bertempur dengan Kongsun Siang dan Ting Kiau segera pura2 menyerang, habis itu terus melompat mundur. Pada hal pintu batu sudah tertutup, jelas tiada jalan lain untuk melarikan diri. Maka Kongiun Siang menghardik. "Mau lari ke mana kalian?" Pedang berpindah ke tangan kiri terus menyalakan api, lalu cepat2 dia pindahkan pula pedang di tangan kanan, tangan kiri mengacungkan tinggi kertas yang terbakar di atas kepala. Pada saat yang sama Ting Kiau juga telah menyalakan api, serempak mereka lantas mengudak ke pojokan sana, tampak kedua orang berbaju hijau itu telah melambung ke sebuah lubang besar dipojok atap sana, sekali berkelebat bayangan merekapun lenyap, cepat sekali lubang besar itupun tertutup kembali dan tidak kelihatan adanya bekas apa2. Barulah sekarang mereka maklum bahwa asap dupa tadi kiranya dilepas dari lubang besar di atas atap ini. Ting Kiau mencak2 gusar. "Kunyuk itu berhasil lolos lagi." Kongsun Siang menghela napas, katanya. "Alat rahasia yang mengendalikanpendopo ini, kiranyatidak hanyabeginisaja." "Persetan dengan alat rahasia perangkap segala, memangnya kita gentar menghadapinya," Seru Ting Kiau marah2 . Terdengar suara Ci Hwi-bing berkumandang. "Ling Kun-gi, tadi kulepas asap dupa juga demi kebaikanmu, karena hanya jalan itulah satu2nya, sehingga kau lemas tak mampu melawan dan terima dibelenggu dan selanjutnya kau pasti akan bekerja bagi kami, tak terkira perhitungan Lohu meleset, agaknya aku menilaimu terlalu rendah." Gusar tapi Kun-gi masih bisa tertawa, katanya. 'Ci Hwi-bing, sia2 kau menjadi Tongcu dari Hek-liong-hwe, yang kau andalkan hanya alat rahasia dengan segala perangkap ini, kau bisa mengurungku di sini, memangnya ulah apa pula yang bisa kau lakukan?".. "Ling Kun gi," Terdengar kereng suara Ci Hwi bing. "kau harus tahu diri, kalian bertiga seumpama kura2 yang berada dalam belanga, kalau Lohu betul2 mau merenggut nyawamu, segampang membalik telapak tangan, cuma Lohu masih ingin memberi kesempatan padamu, pikirkanlah dua kali lagi, menyerahlah saja dan bekerja untuk Hek-liong-hwe kita, kutanggung masa depanmu akan lebih cemerlang, tapi kalau kau tetap bandel, jangan kau menyesal kalau Lohu tidak kenal kasihan " Lantang tawa Kun-gi, katanya. "Ci-tongcu, kau mampu berbuat apa, silakan lakukan saja, Cayhe tidak pernah mengerut kening menghadapi kelicikanmu." "Orang she Ling," Hardik Ci Hwi-bing beringas. "dengan baik hati Lohu memberi nasihat, tampaknya kau tidak bisa diinsafkan, sejak kini Lohu memberi waktu semasakan air mendidih, pikirlah lagi dengan baik, asal kau mau tunduk dan bekerja untuk Hek-liong- hwe, Lohu berani tanggung selama hidup kau tidak akan kekurangan. .... ." "Bangsat keladi," Bentak Ting Kiau. "tutup bacotmu yang kotor, kalau berani hayo buka pintu, tandangilah kami dengan kepandaian aslimu." Terdengar Ci Hwi-bing mendangus sekali, mendadak terdengar suara keretekan, dari atap terjadi hujan anak panah yang tak terhitung banyaknya, semuanya jatuh di lantai depan Ting Kiau, ujung panah yang menyentuh lantai mengeluarkan suara ramai dan memercikkan lelatu api. Keruan Ting Kiau kaget, cepat dia melompat mundur. Panah ternyata hanya berhamburan sekali, tapi jumlahnya ada puluhan batang, kalau mengenai tubuhnya tentu dirinya sudah menjadi landak. Agaknya musuh sengaja mau mendemonstrasikan kelihayan alatrahasianya, buktinyaCiHwi-bingpuntidakbanyakucap lagi. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kongsun Siang mengerut kening, dia menghampiri Kun-gi, katanya lirih. "Ling-heng, dari hujan panah barusan dapat ditebak kalau alat2 rahasia semacam busur di atas sana tentu dikendalikan orang sehingga panah bisa dibidikan ke segala jurusan, ke manupun kita sembunyi tetap akan terbidik oleh panah musuh, berabe juga bagi kita." Kun-gi tertawa tawar, katanya. capanmu memang betul Kongsun-heng, tapi soal ini gampang diatasi, pertama, asal kalian tidak menyalakan api, dalam keadaan gelap gulita, mereka akan kehilangan sasaran bidik. Kedua meja dan kursi yang terbuat dari batu ini amat kuat dan tebal, bisa kita gunakan untuk berlindang, persoalan yang lain biar kuhadapi sendiri" 'Tapi hujan panah itu sedemikian lebat dan rapat, bukan saja daya bidiknya amat kuat dan kencang, mungkin dilumuri getah beracun pula. Cong-coh ....' "Tidak apa," Kun-gi menukas ucapan Ting Kiau. "aku punya akal untuk menghadapinya, nanti kalau musuh menyerang, kalian harus bisa mencari tempat berlindang dengan baik, soal diriku tak usah kalian kuatir." Dikala mereka bicara terdengar suara Ci Hwi-bing bergema pula. "Ling kun gi, sudah kau pikirkan belum?" Kun-gi memberi tanda kepada Kongsun Siang dan Ting Kiau, nyala api segera dipadamkan, bergegas mereka menyelinap ke bawah meja batu. Dengan tertawa angkuh Kun-gi berkata. "Cayhe tidak perlu pikir lagi." Kereng dingin suara Ci Hwi-bing. "Kalian berada dalam kurungan, inilah kesempatan terakhir, kalian tetap tidak mau menyerah, sekali Lohu mem-beri aba2, kalian akan segera mampus tertembus ratusan anak panah." Kun-gi ter-gelak2, serunya. "Hanya panah memangnya dapat menggertak dan menakuti aku? Ha-yolah lekas kau perintahkan anak buahmu lepaskan panah untuk menggaruk badanku yang sedang gatal ini." Pada saat itulah kumandang suara seorang perempuan berkata. "Ci tongcu, Hwecu ada perintah." "Hamba terima petunjuk," Terdengar Ci Hwi-bing menyahut hormat. Suara perempuan nyaring itu berkumandang pula. "Pengkhianat Ling Kun-gi dari Pek-hoa-pang yang terkurung di dalam Bansiang-thing, kalau masih tetap melawan dan tidak mau menyerah, maka Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing diberi kekuasaan penuh untuk menjatuhkan hukuman mati." "Hambaterima perintah!"seruCi Hwi-bingpula. Agaknya mereka bicara di lapia atas dari ru-angan di mana Ling Kun-gi dikurung, mereka sengaja bicara keras. supaya didengar oleh Kun-gi. maka pembicaraan mereka terdengar jelas dari sebelah atas. Kejap lain terdengarlah suara Ci Hwi-bing yang ketus dingin. "Ling Kun-gi, kau sudah dengar bukan?" Nadanya mengancam, maksudnya menekan Ling Kun-gi supaya menyerah saja. "Memangnya kenapa kalau Cayhe sudah dengar?" Jengek Kun-gi. "Inilah kesempatan terakhir untukmu menolong jiwa sendiri, Lohu akan menghitung sampai tiga, kalau kau tetap keras kepala, Lohu akan perintahkan membidikmu." Ting Kiau tertawa besar, serunbya. "Umpama kaud menghitung sampai tiga ratus atau tiga ribu, jangan harap kami sudi menyerah." Ci Hwi-bing tidak hiraukan ocehan Ting Kiau, mulutnya mulai menghitung. "Satu ....dua ....tiga ...." Seiring dengan hitungan ketiga, dari pojok atap sana melorot turun selarik sinar lam-pu yang terang benderang, langsung menyoroti tubuh Ling Kun-gi diusul suara bunyi jepretan, sebaria anak panah dibidikkan tigakakididepan Ling Kun-gi. Jelas ini bersifat mengancam, umpama betul2 mau merenggut jiwa orang, tentu sudah langsung dibidikkan ke tubuhnya. Sambil menggendang tangan Kun-gi mendongak tertawa lantang, katanya. "Barisan panah Ci-tongcu ini paling manjur untuk membidik sebangsa rusa, kalau untuk main kayu dihadapanku, kukira terlalu menggelikan." Lenyap suaranya mendadak kedua tangannya terangkat, lengan bajunya yang lebar tahu2 mengebut ke depan. Yang digunakan ini adalah gerakan Kiankunci (lengan baju sapu jagat) ciptaan Hoanjiu-ji-lay. nampak kedua lengan bajunya yang lebar itu mengembang bagai layar, barisan panah musuh yang dibidikkan dengan daya keras dan kencang itu belum lagi menyentuh lantai tahu2 sama terpental berserakan seperti daun pohon kering yang digulung angin lesus, langsung terbang keluar pekarangan. Jelas Ling Kun-gi juga sengaja mau pamer kepandaiannya dihadapan Ci Hwi-bing. Sekali jari tengah tangan kiri menjentik, sebuah duri bengkok seketika melesat dengan suara deru kencang menerjang lampu kaca yang menyorot turun dari atas atap. Maka terdengar suara "prang" Yang keras, kaca pecah apipun seketika padam, ruang pendopo kembali menjadi gelap gulita. Sembunyi di atap sana sudah tentu Ci Hwi-bing melihat jelas keadaan dalam ruang pendopo, tanpa terasa giginya gemeratak gemas, desianya. "Kalau orang ini tidak dilenyapkan, kelak pasti menjadi bibit bencana bagi kita semua, hayo siapkan panah, bunuh dia."iabetul2 memberiperintah. Satu lampu kaca sudah pecah dirusak oleh Kun-gi, tapi mendadak menyorot lagi tiga lampu yang lain, ketiganya sama2 menyorotkan sinar yang terang menyilaukan mata, secara bersilang dari tiga jurusan menyoroti pendopo. Maka suara jepretan panah menjadi ramai, hujan panah sama berjatuhan dari tiga arah yang berlawanan, lebih hebat lagi di antara samberan anak panah itu tercampur pula berbagai macam senjata rahasia, seperti paku berbentuk duri cemara, jarum2 terbang yang lembut semuanya berwarna hitam, terang berlumuran getah beracun yang jahat dan mematikan. Hujan panah dan senjata rahasia sungguh lebat dan berseliweran dengan suaranya yang mendenging, Sementara Kongsun Siang dan Ting Kiau yang sembunyi di bawah meja batu masih tetap memegang senjata untuk menyampuk panah dan senjata rahasia yang mengincar mereka. Dari desiran angin yang berseliweran itu Kun-gi dapat membedakan sedikitnya ada lima macam senjata rahasia yang bentuknya kecil dan ringan bobotnya, karena diseling di tengah samberan panah yang berdaya kencang, orang tidak akan berjaga dan menyangka untuk menyampuk dan merontokkannya, diam2 ia kaget juga. Ruang pendopo ini memang dipasang segala macam perangkap yang serba lengkap, kalau orang lain tentu sejak tadi jiwa melayang dan tubuh hancur luluh. Walau Kun-gi meyakinkan ilmu pelindung badan, betapapun ia tak berani pandang enteng senjata rahasia yangberbobotringan, apalagiada kalanyadia harus memperhatikan keselamatan Kongsun Siang dan Ting Kiau. Kejadian sebetulnya teramat cepat, baru saja panah dan senjata rahasia musuh berhamburan, tangan kanan Kun-gi sudah melolos pedang pendek dan dipindah ke tangan kiri, begitu tangan kanan terangkat, Ih thiankiam juga dikeluarkannya. Begitu dua pedang pusaka panjang-pendek keluar dari sarungnya, cahaya yang kemilau menjadikan pendopo ini bertambah terang, hawa dinginpun terasa menyayat badan. Tanpa ayal Kun-gi ayun tangan kirinya, cahaya pedangnya yang gemilapan segera membungkus sekujur badannya, sementara Ih- thiankiam ditangan kanan menggaris lurus miring mengeluarkan sinar perak ber-lapis2 membantu Kongsun Siang dan Ting Kiau merontokan senjata rahasia. Suara jepretan masih terus berlangsung, maka kedua pedang pusaka di tangan Lingkun-gi pun bekerja semakin cepat dan tangkas, sinar pedang hijau kemilau dilingkari sinar perak tampak indah mempesona, dengan menarikan kedua pedangnya, betapapun lebat hujan anak panah dan senjata rahasia dapat dirontokkan. Padahal sorot lampu sedemikian terang benderang, tapi bayangan Kun-gi sendiri seakan telah lenyap, hanya cahaya pedang dan kesiur anginnya yang menderu, hawa pedang seolah2 sudah memenuhi seluruh ruang pendopo, panah dan senjata rahasia yang tersentuh oleh cahaya kemilau itu kontan terpental terbang dan tersampukrontokberserakandi lantai. Begitu bernafsu Ling Kun-gi menarikan kedua pedangnya, mendadak mulutnya berpekik keras mengalun tinggi bagai pekik naga dan seperti singa mengaum, tiba2 badannya melejit ke atas, bagai bianglala Ih-thiankiam memantulkan tiga bintik sinar dingin melesat ke atas atap, ke arah lubang2 di mana anak panah dan senjata rahasia dihamburkan. Panah dan senjata rahasia itu semua dibidikkan dengan berbagai alat rahasia yang serba lengkap, Ih-thiankiam merupakan pedang pusaka yang dapat memotong besi seperti mengiris tahu, sekali Ihthian khiam bekerja, bukan saja segala alat rahasia yang menjadi sasaran dapat dirusakkan, di tengah keramaian gemeretaknya alat2 yang berantakan itu diseling pula jerit kaget orang2 yang mengendalikan alat2 rahasia itu. Jelas bahwa para pengendali alat rahasia itupun banyak yang terluka. Begitu melayang turun pula ke lantai langsung Kun-gi pindah pedang pandak ke tangan kanan, sekali jongkok dia raih tiga batang patahan panah terus diayun ke atas, tiga bintik hitam seketika meluncur ketiga sasaran. "Prang", Iampu2 kaca di atas atap seketika tertimpuk padam. Semua kejadian berlangsung amat cepat. setelah alat rahasia musuh berhasil dirusak dengan sendirinya hujan panah dan senjata rahasiapun berhenti, begitu lampu kaca padam pula, kembali kegelapan meliputi ruang pendopo. Menyaksikan betapa gagah dan perkasa Ling Kun-gi barusan, Ting Kiau sampai melelet lidah, katanya kejut2 girang. "Cong-coh, pertunjukanmu sungguh amat mengagumkan." Kongsun Siang merangkak keluar serta berdiri, katanya sambil menghela napas. "Setelah kejadian malam ini baru aku sadar bahwa apa yang kupelajari selama ini dibanding Ling-heng sungguh seperti kunang2dibandingrembulan, bagai langitdan bumiperbedaannya." Kun-gi simpan kedua pedangnya. katanya tawar. "Kongsun-heng terlalu mengumpak, aku hanya mengandal ketajaman kedua pedang pusaka ini, secara untung2an menerjang bahaya" Ting Kiau ber-kaok2. "Tua bangka she Ci, kau masih punya ulah apa lagi, hayo tunjukkan kepada tuan2 besarmu.?" Suasana di atas hening lelap tak terdengar suara orang, agaknya Ci Hwi-bing sudah tiada di sana. Dua kali musuh tidak berhasil menumpas perlawanan mereka meski sudah terkurung di dalam kamar, sudah tentu timbul rasa jera dan waspada Ci Hwi-bing, maka dalam waktu dekat ini terang dia tidak akan beraksi lagi. Maka keadaan sama bertahan pada sikap masing2, Ling Kun-gi bertiga pantangmenyerahwalau terkurung di dalampendopo. Kini pendopo itupun diliputi ketenangan, akhirnya kesunyian terasa mencekam Ling Kun-gi, Kong-sun Siang dan Ting Kiau maklum, keadaan tenang ini merupakan permulaan dari suatu gempuran musuh yang akan lebih hebat lagi, entah rencana apa pula yang tengah dirancang. Setelah sekian lama menunggu sambil berdiam diri, akhirnya Kongsun Siang melompat berdiri, katanya lirih. "Bukan cara baik kalau cuma berpeluk tangan terima dikurung begini saja, kita harus berdaya untuk menerjang keluar." "Memangnya perlu dikatakan lagi?" Timbrung Ting Kiau. "Soalnya pintu batu tadi sudah tertutup, kau mampu membukanya?" Mendadak tergerak hati Kongsun Siang, pikirnya. "Pintu batu memang sudah tertutup, tapi patung batu berbentuk manusia besar itu masih berada di tempatnya tak pernah bergerak lagi, bukankah di situ letak kunci rahasianya?" Karena pikirannya ini, cepat dia keluarkan ketikan dan manyalakan api, katanya lirih. "Ling-heng, coba pinjam Ih-thiankiam-mu sebentar." "Kongsun heng mendapat akal apa?" Tamya Kun-gi, dan serahkan Ih-thiankiam. Menerima pedang pusaka itu, Kongsun Sang berkata dengan suara tertahan. "Kupikir kalau pintu batu itu dikendalikan alat rahasia, asal kita dapat menemukan letak atau bekasnya, alat rahasia yang mengendalikan itu kita rusak pula, dengan kesaktian kekuatanLing-heng pastidapat membukanya." "Kongsun-heng dapat menemukan letak pintu batu itu?" Tanya Ting Kiau. Kongsun Siang tertawa, katanya. "Orang2an batu itu keluar dari balik pintu, kini masih tetap di tempatnya tak pernah bergeser, cara bagaimana patung batu ini bisa masuk kemari? Tentu dikendalikan alat rahasia pula, dan alat kendalinya tentu berada di bawah kakinya, asal kita bisa merobohkan patung ini, rasanya akan menemukan alat rahasianya pula?" Ting Kiau keplok kegirangan, serunya. "Akal Kongsun-heng memang bagus, Hayolah, kita coba"' Kongsun Siang menyalakan api, bersama Ting Kiau mereka memeriksa patung batu itu dengan teliti. Kongsun Siang tubleskan Ih-thiankiam kelantai, lalu memberi tanda gerakan tangan kepada Ting Kiau, mereka mengerahkan tenaga mendorong bersama dari kanan-kiri. Betapa besar kekuatan gabungan kedua orang sebetulnya bukan soal sulit untuk merobohkan patung batu itu. Tapi mengingat di bawah patung batu ini ada dikendalikan alat rahasia, maka untuk menggesernya terang tidak mudah. Tak nyana setelah keduanya kerahkan tenaga mendorong berulang kali, meski mulut ber-kaok2 dan napas ter-sengal2, patung batu itu tetap tidak bergeming. Tapi Kongsun Siang dan Ting Kiau masih tidak putus asa, mereka masih terus berusaha mendorong patung itu. Sampai muka merah padam, akhirnya mereka sendiri yang kehabisan tenaga, tapi patung itu tetap tak tergeser sedikitpun. "Kalian berhenti saja," Akhirnya Kun-gi bersuara. "biar aku mencobanya."Laludia menyingsing lenganbaju dan menghampiri. Setelah menarik napas Ting Kiau mundur dua langkah dan mengamati patung di depannya, tiba2 timbul sesuatur pikirannya, dia goyang tangan dan berkata. "Cong-coh, aku ingat akan suatu hal." "Kau ingat apa, Ting-heng?" Tanya Kun-gi. "Patung ini baru menerjang masuk dikala Cong-coh menubruk ke arah pintu tadi sehingga Cong-coh teralang karenanya, pintupun segera menutup pula, begitu bukan?" "Ya, memang begitu," Jawab Kun-gi. Kata Ting Kiau lebih lanjut. "Itu berati alat rahasia mendorong patung ini masuk kemari, maka pintupun tertutup, sebaliknya kalau pintu terbuka lagi, maka patung akan mundur keluar, maka kalau kita ganti cara merobohkanya menjadi mendorongnya mundur, pintupastiakanterbukadengan sendirinya." Kun-gi manggut2, katanya. "Ya, masuk akal alat rahasia yang mengendalikan pintu dan patung batu ini tentu berkaitan, kalau patung ini kita dorong keluar, pintu akan terbuka. Nah, marilah kita coba" Kedua tangannya menahan perut patung batu. Dari samping Kongsun Siang dan Ting Kiau ikut membantu, di bawah aba2 Ling Kun-gi mereka bertiga mulai mendorong. Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Perintah Maut Karya Buyung Hok