Pedang Kiri Pedang Kanan 38
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 38
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L Dengan kalem tapi angkuh Kun-gi berkata "Caybe menurut saja kehendak Cui-tongcu." "Kudengar ilmu pedangmu amat lihay, marilah kita bertanding senjata?" "Katakansajacaranya, pastiCayheiringi keinginanCui-tongcu." Dengan lekat Cui Kinin menatap Kun-gi sekilas, katanya sambil mencibir. "Hm, kau angkuh sekali." "Selamanya memangbeginilahwatakCayhe,"sahutKun-gi. Terunjuk rasa gusar pada wajah Cui Kinin, dia melambai ke arah dayang berpakaian hijau di belakangnya. Tampak seorang gadis baju hijau segera maju sambil menjinjing sebilah pedang, dengan hormat dia angsurkan senjata itu kepada majikannya. Pelan2 Cui Kinin melolos pedangnya, sebilah pedang panjang tiga kaki memancarkan kemilau hijau menyilaukan mata, itulah sebilah pedang yang tipis tajam luar biasa. Tiba2 Cui Kinin pegang gagang pedang dengan kedua tangannya terus dibentang ke samping, ternyata pedang seta serangka ini merupakan sepasang pedang, dengan tangan kirikanan masing2 memegang sebatang pedang, Cui Kinin melangkah maju beberapa tindak. katanya dingin. "Ling Kungi, keluarkan senjatamu" Kun-gi tertawa lebar. "Creeng", tangan kanannya terangkat, tahu2Ih-thiankiamsudah terlolos. Terbeliak Cui Kinin, tanpa terasa dia berseru memuji. "Pedang bagus!" Dengan menenteng pedang Kun-gi tidak membuka jubah juga tidak pasang kuda2, hanya seenaknya saja dia menjura dan berkata. "Silahkan Cui-tongcu!" Makin wajar seenaknya dia menjura, semakin kentara sikapnya yang gagah dan tampan. Sesaat Cui-Kinin melenggong dibuatnya, kedua tangan tetap terbentang, memegang sepasang pedang, sesaat wajahnya bersemu merah jengah, tanyannya. "Kau tidak menanggalkan jubah?" Umumnya orang yang turun gelanggang mau bertandang harus mencopot jubahnya, kecuali yakin akan kepandaian sendiri yang lebih unggul daripada lawannya, kalau tidak jubah itu akan mempengaruhi gerak-geriknya. Tapi hal ini apa pula sangkut pautnyadenganCuiKinin, kanmenguntungkandiamalah" Kun-gi tertawalebar, katanya."Tidakapalah" "Ini kan bertanding pedang, senjata tak bermata, kau tidak kuatir aku memungut keuntungan dalam hal ini?" "Tidakapa, tidakapa,"jawab Kun-gi. "Kau sombong." Jengek Cui Kinin mencibir pula sekali gentak, kedua bilah pedang ditangannya bergetar menggaris bundar menciptakan dua lingkaran sinar pedang sebesar mulut mangkuk, tapi dia belum menyerang, kedua pedang tetap berhenti di depan dada, katanya dingin. "Ling Kun-gi, apakah aku yang harus turun tangan lebih dulu?" "Boleh silakan Cui-tongcu," Ucap Kun-gi. Terpancar sinar membara pada sorot mata Cui Kinin. "Baik," Serunya. Lenyap suaranya pedang di tangan kanan mendadak membentuk tabir cahaya kemilau, deru hawa dingin setajam pisau dengan secepat kilat menyambar ke depan. Ling Kun-gi bergerak mundur, miring setengah langkah, sementara Ih-thiankiam sudah pindah ke tangan kiri, ujung pedang menegak ke atas terus menyampuk ke depan. Panjang Ih-thiankiam ada empat kaki, satu kaki lebih panjang daripada pedang umumnya, maka sebelum pedang Cui Kinin menyerang tiba sudah kena diketuk pergi. "Trang", ternyata sepasang pedang Cui Kinin juga pedang mestika, kalautidaksekali benturtaditentusudah terpapaskutung. Lenyap suara benturan, Cui Kinin lantas mengejek, bayangannya berkelebat lincah, tahu2 dia menyelinap ke samping kanan Kun-gi, pergelangan tangan berputar, secepat kilat ia menusuk iga kanan lawan. Gerakan tubuh serta gaga pedangnya sungguh lincah menakjubkan. Yong-King-tiong yang menonton di luar gelanggang sampai berjingkat kaget, teriaknya tanpa terasa. "Awas Ling-kongcu!" Belum habis dia bicara, keadaan sudah berubah.. Ternyata setelah pedang di tangan kiri Kun-gi berhasil menyampuk pedang Cui Kinin, waktu Cui Kinin menyelinap ke kanan, cepat sekali diapun sudah pindah pedang ke tangan kanan pula dan menahan ke bawah. "Trang," Kembali kedua pedang beradu. Tusukan Cui Kin in kembali dipatahkan, tapi Cui Kinin memang hebat, selicin belut badannya tiba2 berputar, kakinya seperti tidak menyentuh tanah, tahu2 bayangannya sudah berada di depan Kungi. Seiring dengan putaran tubuhnya pedang kanan ikut berputar menusuk ke pundak kiri, sementara pedang kiri ditarik mundur lalu membabat pinggang. Bukan saja cepat perubahan tipu serangannya kedua pedangpun bergerak menyilang dengan tusukan dan membabat dengan lihay dan sukar diduga. Agaknya Kun-gi sengaja pamer kepandaian, pedang kembali dia geser ke tangan kiri, tusukan pedang lawan kearah pundaknya kembali ditangkisnya, lalu dia kembalikan pula pedang ke tangan kanan untuk menangkis tebasan pedang lawan yang mengincar pinggangnya. "Trang, tring!" Dua kali secara beruntun hampir terjadi bersama, suara pertama adalah tangkisan pada pedang lawan yang menusuk pundak, suara kedua yang lebih keras adalah sampukan keras pada pedang lawan yang membabat pinggang. Karena kedua kali bentrokan keras ini, kedua pedang Cui Kinin tergetar sehingga tak kuasa mengendalikan badan, langkahnya tersurut mundur, terpaksa dia tarik kedua pedang sambil menatap tajamLing Kun-gi, katanya dingin. "Kau memang hebat sekali." "Cui-tongcuterlalu memuji!", ucap Kun-gitawar. "Kenapa kau hanya bertahan dan tidak balas menyerang?" "Gerak pedang Cui-tongcu teramat lincah dan cepat, bahwa Cayhe mampu menangkis sudah beruntung, mana ada kesempatan balas menyerang?" Cui Kinin tertawa, tawa manis karena umpakan ini, katanya. "Ternyata kau pandai merendah juga." Tiba2 kuncup senyumannya, katanya pula dingin. "Setelah saling gebrak, kita harus menentukan siapa unggul dan asor, Nah, hati2lah." Pada ucapannya terakhir, sebat sekali dia lantas menubruk maju, pedang kiri menusuk dan pedang kanan menabas, kalau tangan kanan membabat tangan kiri menyontek, serangan yang kiri lebih cepat dari yang kanan, menyusul serangan kanan melebihi melebihi kecepatn yang kiri, disamping ganas dan keji, serangan inipun tambah gencar, sekaligus dia sudah menyerang delapan belas jurus. Ling Kun-gi ternyata tidak berebut mendahului, dia tetap bertahan dengan mantap dan tenang, pedang dia pindah ke tangan kiri seenaknya dia mengembangkan Tat-mo-hoanjiu-kiam, ilmu pedang Tat-mo-co-su yang dimainkan dengan tangan kidal, berbeda dengan ilmu pedang aslinya yang dimainkan dengan tangan kanan, tipu2nya serba berbeda, isi kosong sukar dijajagi, belum lagi jurus yang satu dilancarkan tahu2 sudah berganti jurus yang lain, apalagi setiap gerakannya mengandung perubahan, menyerang juga bertahan, di waktu bertahan ada pula gerak menyerang. Permainannya sungguh amat indah dan lihay. Karena dia ber-main pedang dengan tangan kidal, Cui Kinin menjadi kebingungan dan tidak tahu arah mana yang dituju serangan lawan. Semakin tempur kedua orangbergeraksemakin cepatdansengit, yang kelihatan melulu sinar hijau dan cahaya perak yang melingkar, selulup timbul silih berganti, deru angin pedang bergolak menimbulkan angin kencang, suaranya semakin ribut seperti benda keras yang tiba2 sobek tergetar, lama kelamaan menjadi sukar dibedakan mana lawan dan mana pula kawan. Pertempuran berjalan lagi tiga puluhan jurus, keadaan tetap berimbang sama kuat. Cui kinin tampak semakin bernapsu, selebar mukanya membara, tiba2 dia menjerit sambil menggentak pedang, permainan pedangnya mendadak berganti, kini dia bergerak selincah kupu2 terbang di atas rumpun bunga, menyelinap kian kemari dan menari dengan lemah gemulai, gerak sepasang pedangnya semakin lincah dan cepat, bukan saja lebih aneh dan banyak ragamnya, setiap gerakan pasti mencari peluang menyerang ke pertahanan lawan. Suatu ketika Ling Kun-gi bergerak sedikit lambat. "cret", pedang Cui Kin in segera menyelonong masuk, jubah hijaunya tertusuk robek. Tidak kepalang kaget Kun-gi, baru sekarang dia benar2 insaf akan permainan pedang Cui Kinin yang lihay ini, mau tidak mau dia lantas berpikir. "Untuk mengalahkan dia, terpaksa aku harus mengembangkan Hwi-liong-kiam-hoat." Segera ia bersiul panjang, tubuh bergerak mengikuti gaya pedang, sejalur cahaya pedang lantas membumbung ke udara laksana naga sakti mengamuk. Agaknya Cui Kinin tidak menduga pada saat menghadapi serangan segencar ini, Ling Kun-gi masih sempat melambung ke udara, terdengar ia menggerung lirih, tiba2 iapun tutul kedua kakinya, sepasang pedang menggaris lintang, menyusul kedua tangan menggapai dengan kedua pedang berputar mirip sayap burunghong lagiterbang. Sementara itu Kun-gi tengah mengembangkan jurus Sinliong-juthun, waktu badan mencapai ketinggian tiga tombak, dia lantas pemukik balik, pergelangan tangan bergetar, pedang mengeluarkan sinar cemerlang laksana pancaran kembang api yang meledak, berubah menjadi hujan cahaya yang bertebaran di angkasa. Waktu Cui Kinin menyusul keatas, kebetulan dia papak Kun-gi yang menukik turun, karena berada di tengah udara, menghadapi serangan lihay lagi, ternyata sedikitpun dia tidak jeri dan gugup, kedua pedangnya masih terus bergerak dengan garis silang dan naik turun mirip burung Hong yang sedang terbang di udara. Kalau yang lelaki laksana seekor naga me-lingkar2 di tengah mega, maka yang perempuan mirip burung Hong yang terbang di angkasa. Gerak pedang kedua pihak sama2 cepat laksana kilat, dengan benturan senjata berkumandang menimbulkan gema nyaring di lembah pegunungan. Air muka Yong King-tiong tampak berubah berulang kali, katanya dengan penuh keheranan. "Aneh, memangnya dia memainkan Hwihong-kiam-hoat?" Bahwa Cui Kinin mampu menandingin Hwi-liong-sam-kiam warisan keluarganya, ini sudah membuat Thi-hujin ikut berubah air mukanya, kini mendengar Yong King tiong menyebut nama Hwihong-sam-kiam, tanpa terasa ia bertanya. "Hwi-hong-kiam-hoat? Kenapanamainitidakpernah kudengar?" "Hwi-hong-kiam-hoat," Ujar Yong King-tiong. "adalah ciptaan Soat-sansinni dulu, Sinni adalah sahabat karib Tuan Puteri, bagaimana mungkin anak murid didiknya bisa berkiblat kepada pihak kerajaan....." "Kulihat dia memang seorang Kinjin," Kata Thi-hujin. Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong mengangguk, katanya. "Sejaktadi Losiusudah curigaakanhalini." SementaraitusetelahLingKun-gidanCuiKinin mengadupedang keduanya lantas turun ke atas tanah. Belum lagi Kun-gi berdiri tegak, Cui Kinin sudah melompat maju lagi menyerang dengan gencar. Keruan Kun-gi naik pitam, kaki menjejak tanah kembali ia melejit keatas, menyusuldia menukikpula menubruk kearah lawan. Karena kedua pedangnya menyerang tempat kosong, Cui Kinin melanjutkan meluncur lurus ke depan. Dari atas Kun-gi lancarkan jurus Lui-kong-pit-bok (geledek membelah kayu) Tiba2 Cui Kinin membalik, kedua pedang tersilang, dengan tepat dia tahan pedang Kun-gi. Karena sedang terkunci oleh kedua pedang Cui Kinin hati Kun-gi semakin berang, belum lagi kakinya menyentuh tanah, segera dia kerahkan Tay-lik-kim-kong-sim-hoat, tenaga dikerahkan di lengan, pedang di tekan sekeras2nya ke bawah. Karena badan Kun-gi masih terapung, sementara tabasan pedangnya kena dikunci oleh sepasang pedangnya, maka Cui Kinin dapat meluangkan sebilah pedangnya untuk menyerang sebelum Kun-gi hinggap di tanah, serangannya pasti akan berhasil, umpama tidak berhasil membunuh Kun-gi, sedikitnya kedua kaki lawan dapat ditabas kutung. Tidak terduga selagi dia me-nimang2 itulah, terasa berat pedang Kun-gi yang terjepit di antara kedua pedangnya itu bertambah lipat seolah2 tekanan ribuan kati, hampir saja kedua tangan sendiri tak mampu memegang pedang, dengan sendirinya tak sempat meluangkan sebilah pedang untuk menyerang lawan? Wajahnya nan molek itu kontan berubah pucat hijau lalu merah, keringatpun membasahi jidat, kedua tangan yang pegang sepasang pedang yang menyilang itu tampak gemetar, pelan2 tertekan turun seperti tak tahan lagi. Kalau ia tak kuasa manahan tekanan pedang lawan, berartiiasendiribakalterbelah menjadi duadanbinasa. Tapi pada detik gawat itulah, mendadak terasa tenaga ribuan kati yang menindih itu tiba2 sirna, sedikit meminjam tenaga pertahanan pedang Cui-Kinin, Kun-gi terus melambung ke belakang. Jelas dalam gebrak ini dia menaruh belas kasihan. Hampir meledak tangis Cui Kinin saking dongkol, sejak kecil dia berlatih pedang, Hwi-hong-kiam-hoat juga merajai Bu-lim, dia kira tiada tandingan lagi di kolong langit ini, tapi kini dirinya kecundang dua kali oleh Ling Kun-gi. Diam2 dia mengertak gigi, tanpa bersuara mendadak dia memburu maju, sepasang pedangnya menaburkan cahaya kemilau menggulung ke arah Ling Kun-gi. Agaknya Cui Kinin benar2 naik pitam sehingga melancarkan serangan gencar dan sengit, ingin rasanya membikin beberapa lubangditubuh Kun-gi yangdibencinyaini. Tapi Kun-gi juga kembangkan ilmu pedangnya, Ih-thiankiam ditangannya dimainkan begitu rupa sehingga sekujur badan seperti terbungkus cahaya, deru anginpun mendengung keras. Kembali kedua jago pedang ini berhantam dengan seru, masing2 keluarkan seluruh kemahiran sendiri, sudah tentu adegan kali ini jauh lebih menegangkan daripada pertempuran terdahulu tadi. Tiga jalur sinar pedang saling gubat. kadang2 seperti rantai perak yang menjulang ke atas, tiba2 pula laksana gumpalan mega mengambang di udara dengan enteng. Yang satu laksana burung Hong menari2 diudara, yanglain sepertinaga mengaduksungai. Makin sengit pertempuran makin kejut hati Ling Kun-gi, bila dia belum masuk ke dasar kolam naga hitam dan berhasil mempelajari ilmu pedang peninggalan Tiong yang Cinjin, dengan bekal Hwi- liong-sam-kiam saja, terang dia bukan tandingan nona ini. Memang sembilan jurus ilmu pedang yang dia pelajari dari ukiran dinding itu belum apal dan mahir betul, maka dalam permainan adu pedang ini lebih sering dia mengulang permainan Hwi-liong-sam-kiam. Sementara enam jurus yang lain karena hanya hanya dilandasi dengan kecerdasan otaknya saja, maka dalam prakteknya masih agak kaku, tapi toh tetap dia kembangkan sembari diselami. Memang sekaranglah kesempatan latihan untuk memperdalam ilmu pedangnya itu, apalagi lawan tandingannya adalah Cui Kinin, nona jelita yang berkepandaian ilmu pedang yang tinggi, yang dimainkan juga ilmu pedang kelas tinggi yang aneh dan banyak perubahan dan variasi, pula sama2 harus dilancarkan dengan cara mengapung di udara, Hwi-hong-kiam-hoat lawan memang serasi sebagai kawan latihan yang sempurna. Lekas sekali seratus jurus telah dicapai, lama kelamaan Kun-gi menjadi apal dan leluasa memainkan Hwi-liong-kiu-sek. Di tengah pertempuran sengit itu terdengar suara benturan keras dibarengi cipratan kembang api yang menyilaukan mata, sekonyong2 cahaya pedang sama kuncup, dua bayangan orangpun terpental mundur. Rambut Cui Kinin kusut masai, wajahnya tampak membesi hijau, sekilas dia melirik ke atas tanah, mendadak dia merangkap kedua pedang serta dimasukkan ke dalam sarungnya, lalu berseru lirih. "Hayo pulang!" Tanpa berpaling segera dia melangkah pergi. Di tanah menggeletak secomot rambut, kiranya hasil tabasan pedang Ling Kun-gi. Tak heran wajahnya bersungut dan uring2an, maka cepat2 dia membawa anak buahnya pergi. "Cui-tongcu,"seraThihujin dingin. "kau inginpergi beginisaja?" Cui Kinin sudah memutar badan, tiba2 dia menghentikan langkah, tanyanya sambil berpaling. 'Apa kehendak kalian?" Yong King-tiong bergelak tertawa, katanya. "Sebagai Komisaris umum, adalah tidak pantas kalau Cui-tongcu tinggal pergi begini saja." Rasa marah menjalari selebar muka Cui Kinin, alisnya menegak, katanya sambil tertawa dingin. "Aku ingin pergi boleh segera pergi, siapa dapat menahanku" "Sreng", The hujin melolos pedang, jengeknya. "Urusan sudah selanjutini, betapapunkauharus kamitawan." "Bagussekali! Nah,cobasajakalau mampu,"ejekCuiKinin. Pada saat itulah, mendadak dari tempat jauh berkumandang suaraserakberkata."NonaCui, kaubolehpergi saja." Thi-hujin dan Ling Kun-gi tampak melenggong, bukankah Put-thong Taysu yang berbicara? Terunjuk rasa kaget dan heran, tanya Cin Kui-in sambil mendongak. "Siapa kau?" "Tak usah tanya siapa aku," Sahut suara serak tua itu. "kau masih punya urusan sendiri, pergilah, jangan terburu nafsu." Sekilas melirik Thi-hujin, Cui Kinin, lantas turunkan pedang dan melangkah pergi. Empat gadis baju hijau bersama delapan laki2 berpedang segera merubung maju berbaris dibelakangnya dan angkat langkah. Karena yang bersuara adalah guru Ling Kun-gi, yaitu Hoanjiu-ji- lay Put-thong Thaysu, sudah tentu tak enak Thi-hujin merintangi Cui Kinin, maka dia diam saja membiarkan mereka pergi, namun tak tertahan iapun mendongak dan bertanya. 'Kau ini ..... "Jangan banyak tanya Hujin," Sahut suara itu. "kalianpun harus lekaspergi." Sampaiakhir katanyasuaranyasudahsemakin jauh. "Kenapa Suhu berulang kali menampilkan diri, memberi keringanan kepada Cui Kinin?" Demikian Kun-gi ber-tanya2 keheranan. "Pasti Taysu punya maksud tertentu dengan tindakannya ini," Ujar Thi-hujin. "Yang bicara barusan, apakah guru Ling-kong-cu?" Tanya Yong King-tiong. Thi-hujin hanya mengangguk. Sambil mengelus jenggotnya, tiba2 Yong King-tiong menghela napas, katanya. "Berapa tinggi kepandaian nona muda ini sungguh jarang ada tandingannya jaman ini, hari ini kita tak bisa melenyapkan dia mungkin kelak bisa menimbulkan banyak kesukaran bagi kita semua." "'Bahwa Taysu berulang kali memberi muka padanya, tentu ada alasannya, kalau betul kelak dia akan mendatangkan kesulitan bagi kita, kukira Taysu takkan melepaskan dia pergi," Demikian ucap Thihujin, lalu dia menengadah melihat cuaca, katanya pula. "Anak Gi, sebelum ajal bibimu ada pesan bahwa Bok-tan dan So-yok masing2 diberikan gambar peta, sebelum terang tanah seharusnya mereka sudah kumpul di Hek-liong-tam, tapi sampai sekarang masih belum kelihatan bayangan mereka, mungkin di tengah jalan mereka disergap musuh tangguh, bibimu amat kuatir, maka kau disuruh memberi bantuan." Ling Kun-gi mengiakan. "Tadi Han Janto bilang bahwa lorong2 rahasia dalam perut gunung ini sudah banyak yang di pugar, kalau mereka bekerja sesuai gambar peta yang diberikan bibimu, tanpa lawan turun tangan dengan sendirinya mereka akan masuk perangkap dan menemui ajal, kukira Yong-lopek tahu liku2 jalan rahasia di sini, pergilah kau bersama Yong-lopek, tolonglah dan kumpulkan dulu kedua rom-bongan Pek-hoa-pang yang tercerai berai itu,"kata Thihujin pula. "Dan ibu?" Tanya Kun-gi. "engkau ....... " "Ibu masih ada urusan lain, setelah kalian bertemu dengan mereka dan berhasil menggempur Ceng-liong dan Hwi liong tong, bawalahBok-tandanSo-yokkeGak-kohbio menemuiaku." Kembali Kun-gi mengiakan. Berkata Thi-hujin kepada Yong King-tiong. "Yong Congkoan, mohon pertolonganmu suka membantunya." Lekas Yong King-tiong menjura, katanya. "Hujin ada urusan boleh silakan, Losiu akan mem-bantu Ling-kongcu menyelesaikan urusan di sini." Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tak banyak bicara lagi Thi-hujin terus melejit jauh berlari kencang bagai terbang. 'Ling-kongcu, tiba saatnya kitapun harus berangkat" Ucap Yong King tiong. "Dari sini keluar entah mana yang lebih dekat antara Ceng-liongtong dan Hwi-liong-tong?" Kata Kun-gi. "Sudah tentu Ceng liong-tong lebih dekat, Ceng-liong-tong adalah seksi dalam, letaknya di sebelah kiri markas pusat, maka kita harus ke Ceng-liong-tong menolong orang dulu baru nanti dilanjutkan menuju ke Hwi liong-tong" "Masih ada sebuah hal, ingin Wanpwe tanya kepada Yong- lopek." "Soal apa ingin Kongcu tanyakan?" "Ada dua teman wanpwe yang tertawan orang2 Hek-liong-hwe, mereka dianggap orang Pek-hoa-pang, entah di mana sekarang mereka disekap?" "Beberapa hari yang lalu memang pernah kudengar pihak Ceng-liong-tong berhasil menawan beberapa orang laki-perempuan, katanya orang Pek-hoa-pang, setiap tawanan yang digusur ke gunung ini pastidisekapdi markaspusat." "Kalau begitu, marilah Yong-lopek antar aku pergi menolong orang saja." "Kamar tahanan tidak melulu di markas pusat saja, letaknya yang tepat adalah di perut gunung sebelah belakang Ceng-liong-tong, jalan menuju ke sana adalah daerah rawan yang juga dilewati orang2 Pek-hoa pang, di sana pulalah mereka terjebak dalam perangkap." Sembari bicara tanpa terasa mereka sudah tiba pula di pinggir Hek-liong-tam. "Yong-lopek, kita telah berada di Hek-liong-tam pula," Ucap K urngi. "Tiga seksi Hek-liong-hwe semuanya didirikan dalam perut gunung, hanya Hek-liong-tam yang letaknya di bagian luar, tapi di sini dikelilingi dinding gunung yang mencakar langit, putus hubungan dengan dunia luar, untuk keluar sudah tentu kita harus kembali ke sini," Sembari mengelus jenggot Yong King-tiong menambahkan dengan tertawa. "Dan lagi, sekarang sudah hampir lohor, marilah kita makan dulu, apalagi selain Siau-tho, Lo-siu masih ada delapan pembantu, sudah sekian tahun mereka melayani Losiu, setelah keluar dari sini mungkin Losiu takkan kembali lagi, merekapun harus dibubarkan." Di bawah petunjuk Yong King-tiong mereka menuju kearah barat, tak lama kemudian tampak di bawah dinding curam sebelah sana terdapat sebuah lubang gua yang terhimpun dari tumpukan batu2 padas. Mulut gua amat besar, tingginya ada beberapa tombak, karena di sini ada pancaran sinar mentari, maka keadaan tidak begitu gelap, tepat di tengah gua terdapat dua baris meja batu dan beberapa kursi, dinding di kanan kiri masing2 terdapat sebuah pintu, Yong King tiong bawa Kun-gi masuk ke dalam gua lalu berhenti, katanya kepada keempat jago pedang baju hitam. "Kalian pergilah makan siang, lalu bebenah bekal kalian masing2, kumpul lagidisini, nanti ikut Losiu keluar." Keempat jago pedang itu mengiakan terus mengundurkan diri. "Marilah Ling-kongcu ikut Losiu," Ajak Yong King-tiong. Dia melangkah ke pintu sebelah kanan. Kun-gi ikut di belakangnya terus melangkah masuk, sementara Yong King-tiong mengeluarkan sebuah bumbung obor. "Cres", dia nyalakan api dan menyulut obor itu. Jelas itulah sebulah lorong, dinding kedua sisi ditatah rata dan licin, lebarnya hanya tiga kaki, cukupuntukjalanduaorang berjajar. Langkah merekaamatcepat, taklama kemu-dian tibalah di ujung lorong. Yong King-tiong maju selangkah, ia menekan sesuatu di dinding, maka terbukalah sebuah pintu. Begitu mereka melangkah masuk, Siau-tho, pelayan baju hijau itu segera memapak maju, katanya sambil membungkuk. "Cong-koan sudah kembali." 'Hidangan makan siang sudah kau siapkan belum' tanya Yong- King-tiong. "Koki barusan sudah datang dan tanya apakah hidangan siang perlu diantar sekarang? Karena Congkoan belum pulang, hamba suruh mereka menunda sebentar." "Baiklah, sekarang kau suruh koki siapkan pula beberapa macam hidangan dan arak, masih ada kerja lain yang akan kusuruh kau." Siau-tho mengiakan terus melangkah keluar. Yong King-tiong mendekati dinding, dia membuka sebuah pintu dan beriring melangkah masuk. Ternyata mereka telah berada di kamar rahasia dimana kemaren malam mereka berbicara. "Silakan duduk Kongcu," Ucap Yong King tiong. "semalam suntuk kau tidak tidur, boleh silakan istirahat sebentar." "Wanpwe tidak merasa letih," Sahut Kun-gi. Mereka duduk berhadapan menyandang meja kecil. Tanya Yong King-tiong. "Bagaimana pengalaman kau semalam waktuselulupkedasarkolamdan masukkekamarguaitu?" "Memang akan kulaporkan kepada paman." Ujar Kun-gi. Lalu dia bercerita ringkas jelas pengalamannya didasar kolam ibtu. Yong-king-tiong mendengarkan dengan seksama, setelah Kun-gi habis bercerita, baru dia manggut2 sambil mengelus jenggot, katanya. "Syukurlah kalau sudah kau hancurkan, cita2 Losiu selama ini sudah tercapai. Mengenai tiga gambar semadi itu, kemungkinan adalah penuntun dasar untuk meyakinkan ilmu pedang dengan jalan semadi, kalau sembilan jurus terdepan sudah Kongcu latih dengan mahir, boleh kau lanjutkan dengan ajaran semadi yang terukir di dinding itu." "Pendapat paman memang betul." Tengah bicara pintu kembali terbuka, Siau-tho melangkah masuk sambil membawa tenong, dia taruh arak dan piring mangkok yang berisi ber-macam2 hidangan di atas meja, lalu katanya sambil membungkuk. "Congkoan dan Kongcu silakan makan bersama." "Di sini tidak perlu pelayananan lagi, kaupun pergi makan, setelah itu suruh orang di dapur membenahi bekal masing2 dan kumpul di depan, nanti ikut Losiu pergi." Siau-tho melenggong, tanyanya. "Congkoan hendak meninggalkan tempat ini?" "Jangan banyak tanya, semua orang akan pergi, kaupun lekas bebenah, dengarkan pesan Losiu selanjutnya." Dengan terbelalak heran sesaat Siau-tho menatap Yong King tiong, akhirnya dia menunduk sambil mengiakan dan mengundurkan diri. "Marilah Ling-kongcu, tidak usah sungkan, lekas kita makan seadanya." Masih banyak urusan yang harus dikerjakan, maka Kun-gi tidak sungkan2 lagi, segera mereka makan sekenyangnya. Siau-tho tampak melangkah masuk pula, membawa dua cangkir teh wangi serta hendak mengangkuti piring mangkok. "Siau-tho," Kata Yong King-tiong setelah meneguk secangkir teh. "tidak usah diangkuti lagi, pergilah kau bebenah barang2mu saja, kita akan segera berangkat." "Kecuali beberapa perangkat pakaian, hamba tidak punya bekal apa2 lagi,"sahut Siau-tho. "Baiklah marikitaberangkat,"ajakYongKing-tiong. Siau-tho berlari keluar, cepat sekali dia sudah berlari datang pula dengan menjinjing sebuah buntalan kecil, dipinggang masih menyoreng sebatang pedang. Yong King-tiong mendahului berdiri, katanya. "Mari berangkat Ling-kongcu." Kun-gi ikut berdiri, bertiga mereka keluar dari kamar rahasia itu, Yong King-tiong menoleh dengan perasaan berat, katanya lirih. "Sejak umur likuran tahun Losiu atas perintah perguruan mendharma-baktikan diri di Hek-liong-hwe. Empat puluh tahun lamanya tinggal di sini, kini harus pergi takkan kembali lagi, hati merasa amat berat sekali." Lalu dia mendahului melangkah keluar menuju ke lorong panjang sana, kembali ke kamar batu di bagian luar gua, keempat jago pedang bersama lima laki2 dan dua perempuan tua yang biasa kerja di dapur sudah lama menunggu dengan menyandang buntalan masing2. Melihat Congkoan datang serempak mereka berdiri. Yong King-tiong membuka pintu sebelah kiri, dari dalamnya dia menyeretkeluarseonggokuang perakterusdibagikan kepadaorang banyak, setiap orang kebagian dua ratus tahil perak, katanya kemudian. "Kalian boleh pergi dan carilah nafkah secara halal, sekedar pesangon ini boleh buat modal dagang atau untuk usaha lain, selanjutnya jangan singgung soal Hek-liong-hwe." Lalu dia berpesan pula. "Loh Jongi, kau harus mengawal mereka keluar, pergilah ke Gak-koh-bio menunggu Losiu di sana." Salah seorang jago pedang baju hitam mengiakan sambil menjura. Tiba2 Siau-tho maju menjatuhkan diri berlutut, katanya sambil menyembah. "Cong-koan yang terhormat, sejak kecil hamba dibawa kemari, entah di mana ayah bundaku sekarang, tiada tempat yang kutuju dan tiada sanak kadang yang bisa kupercaya biarlah hamba mendampingi Cong-koan saja, mohon Congkoan menaruh belas kasihan, jangan suruh hamba pergi." Yong King-tiong menjadi kasihan melihat gadis remaja ini bercucuran air matanya, katanya. "Lohu akan meninggalkan tempat ini, selanjutnya kalian tak usah pangil Congkoan kepadaku, apalagi kerajaan tidak akan membiarkan Lohu, mana boleh kau ikut Lohu menempuhbahaya, akanlebih baik..." "Setelah meninggalkan tempat ini, hamba akan pandang engkau sebagai kakek, tolong engkau menerimaku sebagi cucu saja." Demikian ratap Siau-tho dengan sesenggukan. Memang Siau-tho tidak punya sanak kadang, gadis sebatangkara bagaimana bisa hidup di masyarakat luas yang banyak godaan, maka Yong King-tiong lantas mengulap tangan kepada Loh Jonggi, katanya. "Baiklah, kau bawa mereka pergi lebih dulu." Loh Jonggi mengiakan, ia pimpin orang banyak keluar dari pintu sebelah kiri. Bahwa Yong King-tiong menerima permohonannya, keruan Siautho kegirangan, berulang kali dia menyembah pula baru berdiri ke pinggir. "Phoa Sib-bu, Go Nui-cu, Kik Su-hou boleh ikut lohu, di jalan peduli siapapun kalau tiada pesan lohu, kularang kalian turun tangan," Kata Yong King-tiong pada sisa ketiga jago pedang uang masih tinggal. Tiga jago pedang yang masih berdiri di pojok sana mengiakan bersama. "Silahkan Ling-kongcu," Kata Yong-tiong lebih lanjut, lalu dia mendahului menunjuk jalan. Kembali mereka berada di lorong2 panjang yang gelap, cuman lorong di sini cukup luas, rata dan bersih, jelas lorong ini menjurus ke Ceng-liong-tong. Yong King-tiong di depan, Kun-gi mengikut di belakangnya, Siautho dan tiga jago pedang baju hitam berada di belakang Kun-gi, tiada seorangpun yang buka suara, hanya derap langkah mereka ber-lari kecil saja yang terdengar. Kira2 setengah li baru lorong ini berakhir, mendadak langkah Yong King-tiong diperlambat, lalu berhenti di bawah dinding, ia menekan pada sebuah sasaran di dinding, lalu terdengar suara gemuruh terbukalah sebuah pintu di tengah dinding. Yong King-tiong mendahului melangkah masuk dengan kedua tangan melintang di depan dada, hanya beberapa langkah saja lalu dia berhenti. Membiarkan Kun-gi, Siau-tho dan ketiga jago pedang sama masuk, lalu dia menekan pula ke dinding dua kali, pintu batu pelan2 menutup rapat pula. Mendadak dia ayun telapak tangan terus menghantam keras2 ke tempat yang ditekannya tadi. Maka terdengar suara keras bergema, begitu keras getaran yang terjangkit akibat pukulan itu sehingga debu beterbangan dari atap lorong. "Alat rahasia pintu2 lorong yang menembus ke Hek-liong-tam telah lohu rusak, selanjutnya takkan bisa dibuka lagi," Demikian kata Yong King-tiong dengan nada rawan, lalu dia beranjak mendekati dinding sebelah kanan, pelan2 menempelkan kuping ke dinding seperti mendengarkan apa2 sekian lama, selanjutnya dia pindah ke dinding sebelah kiri, menempelkan kuping pula mendengarkan dengan seksama. Melihat tindak-tanduk orang, Kun-gi maklum apa artinya, apalagi sepanjang perjalanan dan pengalamannya selama di lorong2 gelap itu menambah pengetahuannya, dia menduga pada dinding di kanan kiri ini pasti terpasang pintu rahasia. Setelah mendengarkan sekian lama, mendadak Yong King-tiong mengetuk kaki dinding sebelah kiri dengan tungkak kakinya, pelan2 tangan kananpun mendorong ke depan. Tempat di mana dia berada ternyata betul, adalah sebuah pintu rahasia, didorong pelan2 pintu batu yang tebal berat itupun terbuka. "Tunggu sebentar Ling-kongcu," Ucap Yong King-tiong. "pintu ini berputar bolak-balik, setelah lohu masuk ke sana baru boleh mendorongnya pula" Habis bicara dia terus melangkah ke sana, pintuitupunterbalikdan menutuprapat. Menuruti pesan orang, Kun-gi mendorong pintu serta melangkah ke sana, demikian yang lain2 satu persatu meniru orang yang duluan. Di balik pintu sudah tentu merupakan lorong panjang pula. Cuma lorong di sini jauh lebih sempit, sama2 gelap gulita pula. Dengan tangan kiri mengangkat tinggi obor, tangan kanan melindungi dada, Yong King-tiong berpaling dan berkata lirih. "Tempat ini sudah masuk daerah Ceng-liong-tong yang terlarang, banyak dipasang perangkap, keadaan sebenarnya Losiu tidak begitu jelas, maju lebih lanjut lagi setiap saat menghadapi sergapan. Kongcu genggam saja Le liong-cu, supaya cahaya mutiara itu tidak terlihat oleh orang lain, lebih baik kau menghunus pedang juga, supaya tidak menimbulkan suara." Melihat orang berpesan dengan nada serius, pelan2 Kun-gi keluarkan pedang serta menanggalkan mutiara dan di genggam di tangannya, karena lorong di sini sempit, Ih-thiankiam terlalu panjang, maka dia memakai pedang pandak. Sedang Siau-tho dan ketiga jago pedang juga menyiapkan pedang masing2. Bukan saja gelap gulita, lorong yang sempit dan panjang inipun terasa sunyi lenggang. Suara pedang terlolos dari serangka mereka menimbulkan pantulan gema yang cukup keras juga. Maka terdengar sebuah bentakan keras berkumandang dari arah depan. "Siapa di sana?" "Lohu", seru Yong King-tiong, suaranya kereng dan berat, sehingga menimbulkan pantulan suara yang bergema mendengung. Makateguranorangdidepan tidak bersuaralagi. Tanpa memadamkan obor, Yong King-tiong berpaling, katanya. "Mari ikut aku." Cepat sekali langkah mereka, kira2 sebidikan panah jauhnya, mendadak terdengar pula bentakan lebih keras. "Siapa yang datang? Hayo berhenti!" Tampak selarik sinar api dengan mengeluarkan deru angin kencang meluncur tiba. "Blup", api itu jatuh di depan kaki Yong King tiong, seketika meledak dan apipun berkobar. Itulah panah buatan khusus, nyala api amat keras dan besar sehingga jalan lorong selebar tiga kaki terbendung oleh kobaran api. Belum api padam, dari arah depan muncul seorang berpakaian hijau, tanyanya. "Siapa kalian?" Terpaksa Yong King-tiong berhenti, dengusnya. "Memangnya Tang-heng sudah tidak kenal lagi pada Lohu?" Si baju hitam melenggong, serunya. "Apakah Yong-congkoan yang datang?" Di bawah cahaya api, jarak dalam tiga tombak cukup terang, tapi karena teraling asap tebal sehingga sukar melihat jelas orang di seberang. "Betul, inilah Lohu," Kata Yong King-tiong. Mendengar yang datang betul Yong King-tiong, pejabat Hek- liong-tam Congkoan, kedudukannya sejajar dengan para Tongcu yang mengetuai setiap seksi, sudah tentu orang itu tidak berani ayal, lekas dia merangkap tangan menjura, katanya. "Ham-ba tidak tahu akan kedatangan Yong-congkoan, harap dimaafkan kelalaian ini." Habis kata2nya, kembali terdengar suara "Blub", api yanrg masih berkobar besar itu seketika padam, asap juga sirna seketika. Yong King-tiong memuji di dalam hati. "Peralatan senjata api orang ini memang lihay." Diam2 iapun heran, batinnya. "Setelah mengundurkan diri dari Say-cu-kau, Cui Kinin sudah berangkat setengah jam lebih dulu, seharusnya dia sudah menyampaikan perintah untuk berjaga lebih ketat, tapi dari nada Tang Kim-seng, agaknya dia belum tahu kalau aku sudah berontak?" Sembari membatin segera ia melangkah maju, katanya. "Apakah Tang-heng berdinas di daerah ini?" "Hamba diperintahkan membantu Nyo-heng di sini." "Di mana Nyo Ci-ko sekarang"' tanya Yong King tiong. "Hamba bertugas jaga pintu ini, Nyo-heng ada di dalam." Dengan kalem Yong King-tiong menghampiri dan berhenti di depan orang, katanya. "Lohu mendapat perintah kemari untuk membekuk orang, entah siapa saja yang terperangkap di dalam sana" "Jumlahnya tidak banyak, tapi Kungfu mereka rata2 tinggi, agaknya ada Pangcu Pek-hoa-pang, cuma sekarang kita hanya berhasil mengurung mereka, belumbisa membekuknyahidup2." "Baiklah, biar Lohu periksa di dalam," Kata Yong King-tiong. Terunjuk mimik serba salah pada muka Tang Kim-seng, katanya. "Hamba mendapat kuasa dari Cui-congkam (komisaris besar) untuk melarang keras, siapapun tidak boleh masuk kecuali membawa medaliemas, Yong-congkoan....?' Tanpa menunggu orang bicara habis, Yong King-tiong lantas menukas. "Cui-tongcu suruh aku kemari membekuk musuh, sudah tentu memberikan medali kebesarannya? Nah, lihatlah yang jelas Tang-heng', tangan kanan segera diangsurkan kemuka orang. Tak pernah terpikir oieh Tang Kim-seng bahwa orang akan bertindak mendadak, sambil mengiakan segera ia hendak menerima. Tak terduga tangan yang disodorkan ke depan tahu2 terpegang pergelangan tangannya, kelima jari Yong King-tiong telah menjepit sekeras tanggam, keruan ia berjingkrak kaget, serunya bingung. "Yong-congkoan ...."" Yong King-tiong tahu orang ini mahir menggunakan berbagai alat rahasia yang serba berapi, lihaynya bukan main, begitu berhasil pegang urat nadi orang, segera dia kerahkan tenaga pada lima jarinya, katanya sambil tertawa ejek. "Tang-heng tidak usah banyak bicara, ikuti saja kehendakku." Lalu dia melangkah ke depan. Karena pergelangan tangan kanan terpegang, badan Tang Kim- seng menjadi lemas, sudah tentu tak mampu meronta lagi, terpaksa ia ikuti saja kehendak orang, katanya. "Yong-congkoan, lepaskan peganganmu, hamba akan menunjukkan jalan bagimu." "Tang Kim-seng," Jengek Yok King-tiong. "jangan kau kira Lohu gampang dipedayai, kau dan Nyo Ci-ko adalah anak buah Cui Kinin yang diutus kerajaan sebagai cakar alap2 di sini, hayolah ikuti perintah Lohu, jiwamu masih dapat kuampuni." Sambil bicara mereka sudah tiba di depan sebuah dinding. Yong King-tiong bertanya. "Di balik pintu ini apakah ada orang2 Ceng-liong-tong yang jaga?" "Sebelum terang tanah hamba baru bertugas di sini dan ada perintah jika ada orang menerjang keluar, siapapun harus dibunuh tanpa perkara, tentang keadaan di dalam, sungguh hamba tidak tahu apa2." "Kau bicara sejujurnya?" Yong King-tiong menegas. "Setiap patah kuucapkan dengan sejujurnya," Sahut Tang Kimseng. "Baik, Ling-kongcu, tolong kau tutuk Ah-bunhiat dan Hong- bwehiatnya," Pinta Yong King-tiong. Ah-bunhiat bikin orang bisu sementara, Hong-hwehiat bikin kedua lengan sementara lumpuh tak bertenaga.. "Congkoan......" Teriak Tang Kim-seng kaget. Belum selesai dia bicara beruntun Kun-gi sudah menutuk Hiat-tonya. Kini Yong King-tiong berani melepaskan pegangan tangannya, ia menekan sebuah tombol, segera terdengar suara gemuruh dinding, dan lantai lorong terasa bergetar, pelan2 terbuka sebuah lubang pintu didinding. Dengan penerangan obor Yong King-tiong menuding ke depan, bentaknya. 'Tang Kim-seng, kau di depan tunjukkan jalannya." Karena Hiat-to tertutuk, tangan tak mampu bergerak dan mulut tak dapat bicara, sudah tentu Tang Kim-seng tidak berani bertingkah, terpaksa dia melangkah masuk ke balik pintu. Maklum meski beberapa hiat-to tertutuk, tapi ilmu silatnya belum punah seluruhnya, kedua kaki masih dapat berjalan dengan langkah lebar dan cepat. Semula dia masih berjalan dengan baik, tapi begitu tiba di balik pintu, langkahnya segera dipercepat, seperti serigala yang lepas dari kurungan, secepat anak panah dia melesat sejauh dua tombak. Melihat orang mendadak lari, Yong King-tiong hanya mendengus, baru saja dia angkat tangan hendak menyusul dari kejauhan Tang Kim-seng yang sudah sejauh dua tombak itu tiba2 berkelebat ke tempat gelap, tiga bintik seperti kunang2 mendadak meluncur tiba menerjang Yong King-tiongdengan formasisegi tiga. Sudah lama Yong King-tiong tahu bahwa senjata rahasia berapi Tang Kim-seng memang lihay, maka dia suruh Ling Kun-gi menutuk Hong-hwehiat supaya kedua tangannya tak dapat bergerak, sungguh tak pernah terpikir bahwa tanpa menggunakan tangan orangpun dapat menimpukkan senjata rahasia. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Melihat tiga bintik sinar melesat tiba, ia tak berani menyambutnya, sembari membentak keras, tangan yang sudah terayun dia tepuk ke depan. Ke tiga bintik sinar dingin seketika tersampuk pergi dan "Ting, tring, tring." Semuanya terpental balik memukul dinding, menyusul suara itu terdengar pula tiga kali ledakan lemah, berhamburlah kembang api dan asap tebal yang menyala didinding. Mencelos juga hati Yong King-tiong melihat kehebatan senjata rahasia berapi Tang Kim-seng, kalau terkena badan orang tentu akan terbakar mampus. Karena sedikit gangguan ini bayangan Tang Kim-sengpun sudah lenyap entah ke mana. Terpaksa Yong King-tiong hanya angkat pundak saja, setelah orang banyak masuk ke lorong di balik pintu baru dia berpesan dengan suara lirih. "Setelah kita masuk ke pintu ini, apalagi keparat she Tang itu sempat lolos, keadaan selanjutnya pasti amat berbahaya, sembarang waktu mungkin menghadapi sergapan serta berhantam sengit dengan musuh, maka kalian harus lebih waspada, lebih baik setiap orang mengambil jarak tertentu, supaya bebas bergerak." "Kekuatiran paman memang beralasan," Kun-gi menyokong pendapatnya. Dengan mengacungkan obor Yong King-tiong lantas melangkah ke depan, sebelah tangannya melintang menjaga dada, mata kuping di jaga seksama memeriksa keadaan sebelah depan. Tak lama kemu-dian, tiba2 terdengar suara hardikan orang, disusul suara gerungan tertahan, suara gerungan itu seperti suara seorang yang tenggorokannya tersumbat sehingga susah bersuara. "KeparatsheTang ituagaknyamengbadapi musuh,"kata Kun-gi. "Betul," Sahut Yong King-tiong mengangguk. Beberapa langkah pula mereka maju, mendadak terdengar bentakan keras dari lorong depan sana. "Yang merintangi aku mampus!" Berbareng sesosok bayangan orang menerjang datang. Dengan mengangkat tinggi obornya Yong King-tiong memapak maju mengadangditengahjalan,bentaknya."Berhenti!" Tapi gerak terjangan orang itu amat cepat, baru Yong King-tiong melangkah setindak mengadang di tengah lorong, orang itupun sudah menerjangtibadi depannya, keduapihak jadisaling papak. Melihat ada orang mengadang jalan, orang itupun membentak bengis. "Minggir!" Tanpa tanya siapa di depannya, jari tangannya terus menutuk. Di bawah penerangan, obor Yong King-tiong melihat jari lawan berwarnamerah menyolok, itulahHiat-ing-ci(jaribayangandarah). Sambil tertawa dingin Yong King-tiong menyambut serangan orang sambil membentak. "Siapa kau, kenapa main serang?" . Tutukan jari yang merah mengeluarkan desis angin kencang seketika bentrok dengan pukulan yang mengeluarkran damparan angtin pula. Mulut qpenerjang itu mrasih terus mengoceh. "Yang merintangi aku mampus!"" Tapi badannya terpental mundur tiga langkah oleh benturan angin keras tadi. Jarak Kun-gi dengan Yong King-tiong ada beberapa kaki, begitu mendengar bentakan kedua pi-hak, lekas dia memburu maju; teriaknya. "Kendurkan pukulanmu paman Yong, dia orang Pek-hoapang." Begitu berdiri tegak pula orang itu lantas membentak lagi sambil menerjang maju. Mendengar oraug ini adalah anggota Pek-hoa-pang, Yong King- tiong bersuara tertahan dan menyingir ke samping. Sementara Kungi sudah melompat maju mengadang di depan orang itu, teri-aknya. "Liang-heng, lekas berhenti!". Ternyata orang ini adalah Hiat-ing-ci Liang Ih-jun. Tampak pakaiannya sudah koyak2, badannya terluka puluhan goresan pedang, kedua bola matanya merah mendelik, seperti tidak kenal Ling Kun-gi lagi, mulutnya menghardik. "Yang merintangi aku mampus!" Jari tengah disurung ke depan, secepat kilat jari yang berwarna merah itu menutuk ke muka Kun-gi. Baru sekarang Yong King-tiong kaget, serunya cepat. "Orang ini sudah kehilangan ingatan, awas Ling-kongcu." Ling Kun-gi mengegos ke samping, sebat sekali tangannya menangkap pergelangan tangan Liang ih-jun, berbareng ia berkisar memutar ke belakang orang, sementara jari tangan kanannya menutuk ke Ling-tai hiat Liang lh-jun. tiga gerakan dia laksanakan sekaligus, bukan saja lincah dan gesit juga amat mempesona, keruan Yong King-tiong bersorak memuji. Terpentang mulut Liang Ih-jun memuntahkan sekumur darah, pelan2 badannya menjadi lemas terus mendeprok duduk di tanah, kedua matanya terangkat dan jelilalan mengawasi Ling Kun-gi sekian lamanya, mendadak tampak secercah sinar jernih pada sorot matanya, mulutpun berteriak gi-rang. "Cong-coh ...." Agaknya dia hendak meronta bangun. Lekas Kun-gi menahan pundakmya, katanya. "Liang-heng terlalu capai, setelah mengalami pertempuran sengit dan lama, kini kau lekas himpun tenaga dan pusatkan hawa murni, jangan bicara lagi." Tapi Liang Ih-jun masih memaksa bicara dengan tersendat. "Pangcu ....mereka ....terkurung di dalam ....alat2 rahasia . ..disini amat berbahaya." Kun-gi mengangguk, bujuknya. "Liang-heng tak usah banyak bicara, keadaandisini sudah kuketahui." Liang Ih jun tahu bahwa luka2nya amat parah, kini setelah bertemu dengan Ling Kun-gi, hatipun merasa lega, maka dia tidak banyak bicara lagi, ia duduk bersemedi memulihkan kesehatan badan. Yong King tiong menoleh kepada kedua jago pedangnya, dan memberi pesan supaya mereka berjaga disini melindungi Liang Ih- jun, jadi tidak usah ikut maju lebih lanjut. Kedua jago pedang itu mengiakan. 'Marilah Ling kongcu," Ajak Yong King-tiong. "Paman Yong," Ujar Kun-gi. "maju lebih lanjut kemungkinan akan bersua dengan orang2 Pek-hoa-pang, biarlah wanpwe yang berjalan didepansupayatidak terjadisalah paham." "Begitupun baik," Ucap Yong King-tiong sambil mengelus jenggot. "tadi kalau aku tidak tahu cara memecahkan Hiat-ing-ci, hampir saja aku jadi korban." Tanpa banyak bicara Kun-gi lantas berjalan mendahului, tempat itu kebetulan berada di belokan, beruntun membelok dua kali, beberapa tombak kemudian terdengarlah suara keresek lirih di sebelah depan. Padahal dalam lorong gelap gulita, tapi karena KungipegangLeliong-cu, musuhditempatgelappihaksendiriditempat terang, jadi lebih jelas dan mudah disergap, maka untuk maju lebih lanjut sudah tentu harus lebih hati2. Mendengar suara keresekan itu, Kun-gi bertambah waspada lagi, tapi begitu dia pasang kuping mendengarkan, suara itupun lenyap. Berkepandaian tinggi nyali Kun-gi pun besar, langkahnya tidak berhenti, sekejap saja dia sudah tiba di tempat suara keresekan tadi. Dalam keadaan gelap pancaran sinar Leliong-cu dapat mencapai tiga tombak, waktu diba pandang ke dedpan, dilihatnyaa di sebelah depban ada dinding yang mengadang. Di sebelah kiri mepet dinding ada bayangan seorang berdiri tegak. Orang ini berpakaian ketat warna hijau, dari kejauhan Kun-gi sudah melihat dan mengenali bahwa orang itu berseragam Hou-hoat Pek-hoapang. Maka ia lantas bersuara lantang. "Aku Ling Kun-gi; entah siapa di depan?" Sambil berdiri mepet dinding, orang itu tidak hiraukan seruan Kun-gi, tetap berdiri tak bergeming seperti tidak mendengar dan melihat. Waktu bersuara, Kun-gi sudah maju lebih dekat, dalam jarak dua tombak dia sudah melihat jelas wajah orang itu, dan bukan lain adalah Yap Kay-sian yang serombongan dengan Pek-hoa-pangcu Bok-tan, bersama Liang Ih-jun kedua orang ini bertugas melindungi Pangcu. Tampak mukanya pucat seperti kertas, kedua mata. terpejam, mepet dinding seperti kehabisan tenaga. Dilihat dari pakaiannya yang koyak2 disana-sini, sekujur badan berlepotan darah, paling sedikit ada puluhan luka di badannya, jelas barusan telah mengalami pertempuran dahsyat, luka2nya amat parah dan kinitengah menghimpuntenagadan memulihkansemangat. Diam2 Kun-gi kaget dan kuatir, dengan bekal kepandaian Liang Ih-jun dan Yap Kay-sian yang merupakan jago2 kelas utama, tapi kedua orang itu mengalami luka parah dengan puluhan luka, kalau tidakkebentur jagoahlipedang, terang merekabaru lolosdari suatu barisan pedang yang lihay. Maka cepat2 Kun-gi memburu maju dan berteriak. "Bagaimana lukamu, Yap-heng ...." Mendadak dilihatnya dua gulung sinar terang meleset keluar dari bawah ketiak Yap Kay-sian, meluncur ke arah dirinya. Waktu melesat keluar kedua gulung sinar itu hanya sebesar kacang, tapi setelah mencapai satu tombak bertambah terang dan membesar nyala apinya juga berubah biru terang. Pandangan Kun-gi tajam luar biasa, sekilas pandang dia sudah melihat kedua gulung sinar biru ini ternyata adalah puluhan batang Bwehoa-ciam warna biru, pada setiap ekor jarum membawa percikanapiyang menyalaterang. Pada detik2 genting itu, Yong King-tiong berseru gugup di belakang. "Awas Ling-kongcu, itulah Ceng-ling-ciam milik Tang Kimseng, bila menyentuh benda lantas menyala." Tapi Kun-gibergerak lebih cepatdari padaperingatannya, tangan membalik pedang pandak seketika menaburkan jaring cahaya hijau di depan badannya. Dua rumpun Ceng-ling-ciam menyamber datang bagai kilat itu, begitu menyentuh cahaya hijau laksana bunga salju yang beterbangan tertimpa sinar matahari, seketika rontok berjatuhan. Nyala api di ekor jarumpun seketika sirna tak berbekas. Ternyata setiap rumpun Ceng-ling-ciam Tang Kim-seng ini berjumlah tiga puluh enam batang dengan kedua tangan menyambit bersama, dua rumpun berarti berjumlah tujuh puluh dua, jika sebatang di antaranya mengenai tubuh manusia, api akan segera berkobar, malah api yang ada pada ekor ja-rum ini sudah dibikin sedemikian rupa dengan obat beracun, bila sudah nyala, sebelum habis terbakar api tidak akan padam. Tapi kali ini tujuh puluh dua batang Ceng-ling-ciam seluruhnya kena ditabas kutung oleh ketajaman pedang Ling Kun-gi, malah tepat kena ekor jarumnya, betapapun buas dan besar daya nyala api beracun ini, sekali tersampuk oleh hawa dingin pedang pusaka Ling Kun-giseketikapadamsendirinya. Dalam waktu sedetik itulah Ling Kun-gi sudah melihat jelas bahwa di belakang Yap Kay-sian ada bersembunyi seorang, jelas orang yang sembunyi ini adalah Tang Kim-seng. .Agaknya Yap Kaysian terluka parah, maka dengan mudah dia tertawan oleh Tang Kim-seng, oleh karena itulah seruannya tadi tidak terjawab. Mengingat jiwa teman terancam bahaya, mendadak Kun-gi menghardik sekali, jari tengahnya teracung terus menutuk ke arah Yap Kay-sian dari kejauhan. Hardikannya itu ditekan keluar dengan Lwekang, suaranya bagai halilintar menggelegar sampai Tang Kimseng merasakan kupingnya pekak mendengung, sudah tentu jantungnya serasa hampir melonjak keluar. Pada saat itulah didengarnya pula sejalur angin tutukan mendesis kencang dan "Crat" Mengenai dinding batu di belakang telinga kanannya, batu seketika muncrat beterbangan, terasa belakang kepalanya sakit pedas. Ling Kun-gi memang sengaja mengincar tempat yang miring, kalau tidak jiwa Yap Kay-sian sendiripun bakarl terancam. Tapi gertakannya ini justeru bikin Tang Kim-seng kaget bukan main, tak pernah diduganya bahwa pemuda di depannya ini memiliki kepandaian dan Lwekang setangguh ini. Walau dalam waktu singkat ini dia berhasil membuka tiga Hiat-to yang ditutuk Ling Kun-gi tadi, tapi dikala melarikan diri tadi dalam lorong kesamplok dengan Liang Ih-jun, tanpa sengaja dia dilukai oleh Hiat-ing-ci Liang Ih-jun, maka sekarang dia merasa perlu menggunakan Yap Kay-sian sebagai tameng untuk menyelamatkan diri, malah dia membokong dengan Ceng-ling-cam yang keji. Kini mendengar hardikan Ling Kun-gi sekeras halilintar, kepala menjadi pusing, mata ber-kunang2, ditambah angin tutukan yang menyakitkan belakang kepalanya, karena sakit dia menjadi nekat serta ber-teriak. "Rasakan ini!" Tenaga dia sudah kerahkan pada dua lengan, tahu2 Yap Kay-sian dia angkat terus dilempar ke arah Ling Kun-gi, berbareng dia lantas mengegos ke samping dan baru sajakeduatanganbergerakhendak menimpuk......." Melihat Tang Kim-seng betul2 terjebak oleh tipu dayanya, Yap Kay-sian dilemparnya, sementara lawan lantas mengegos ke pinggir, keruan hatinya senang, dengan tangan kiri Kun-gi menahan ke depan menyambut badan Yap-Kay-sian yang melayang datang, tangan kanan menyusul menepuk sekali, segulung angin pukuian segera menerjang ke arah Tong Kim-seng. Kejadian ini berlangsung singkat dan cepat, Tang Kim-seng baru mengegos ke pinggir dan hendak menggerakkan kedua tangan, mendadak dirasakan segulung tenaga keras menerjang dirinya, tadi ia sudah merasakan kelihayan tutukan jari Ling Kun-gi, sudah tentu menghadapi gelombang pukulan orang dia sekali2 tak berani manyambutnya dengan keras, tak sempat lagi dia keluarkan senjata apinya dia berkisar ke sebelah kanan terus menyurut mundur. Sementara itu tangan kiri Kun-gi sudah ber-hasil menyambut badan Yap Kay-sian, tapi begitu dia menyambut badan Yap Kay- sian, Kun-gi tertegun, seketika itu pula hawa amarahnya berkobar. Ternyata badan Yap Kay-sian yang disambutnya itu sudah dingin kaku, hanya sesosok mayat belaka. Biarpun Ling Kun-gi tidak berniat menjadi Cong-houhoat Pek- hoa-pang, tapi dia pernah bekerja dan menduduki jabatan itu, Yap Kay-sian adalah Hou-hoat Pek-hoa-pang, jelek2 anak buahnya. Bukan saja soal dinas, persahabatan mereka sudah terjalin dengan baik dan akrab, adalah pantas dan menjadi kewajibannya untuk menuntut balas kematian Yap Kay-sian. Sekejap itu mata Ling Kun-gi mendadak mencorong terang, tangan kiripun dia tarik mundur terus diangkat tinggi lurus ke atas kepala, lalu pelan2 bergerak menurun lalu didorong ke depam. Tang Kim-seng yang mengegos tadi berhasil menghindarkan diri dari pukulan Ling Kun-gi, serentak dia ayun kedua tangan, dari bawah lengan bajunya tiba2 melesat keluar puluhan jalur sinar perak. Itulah tiga belas batang anak panah pendek warna putih perak, kelihatannya seperti rantai perak, secara beruntun meluncur keluar dari lengan bajunya, daya luncurnya keras sekali, tapi belum seberapa jauh luncurannya mendadak berubah lam-ban. Setelah yang di depan menjadi lamban, yang di belakang menyusul, tiba juga ikut bergerak lamban. Maka tiga belas batang anak panah pendek itu kini berjajar menjadi satu baris berhenti di udara, seperti kebentur oleh sesuatu dan tak mampu maju lagi.. Rupanya ketiga belas batang anak panah itu terbendung oleh tenaga pukulan Mo-ni-in yang di-lancarkan Ling Kun-gi, tenaga yang tidak kelihatan tahu2 menindih tiba bagai gugur gunung dahsyatnya mendadak ketiga belas anak panah Ginling-cian itu memutar balik terus meluncur kembali menyerang Tang Kim-seng malah. Kekuatan atau daya bakar Cinling-cian berpuluh kali lebih besar dari Ceng-ling ciam, sudah tentu panah perak berapi inipun bisa menimbulkan daya bakar yang luar biasa. Melihat Ginling-sian menemui rintangan dan tak mampu melukai musuh, Tang Kim-seng sudah merasakan gelagat jelek, kini melihat senjata putar balik hendak makan tuannya, keruan ia semakin gugup, dia hendak berkelit, namun tidak sempat lagi, dengan menjerit keras ia roboh ke belakang. Waktu pukulannya berhasil menghantam mampus Tang Kim- seng, sementara tangan kiri Ling Kun-gi sudah menurunkan jenazah Yap Kay-sian, sesaat lamanya dia periksa dengan seksama, ternyata sekujur badan Yap Kay-sian terdapat delapan belas goresan luka pedang, luka2 tabasan yang paling berat dan menyebabkan kematiannya terletak pada pinggang kanannya, begitu dalam tabasan pedang di sini sehingga mencapai lima dim. Dari sini dapat dibuktikan bahwa Yap Kay-sign sebetulnya tidak mati di tangan Tang Kim-seng, tapi Tang Kim-seng adalah cakar alap2 kerajaan dengan senjata rahasia jahat yang berapi, manusia jahat seperti ini memang pantas menemui ajalnya oleh senjata keji sendiri. Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo