Pedang Kiri Pedang Kanan 40
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 40
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L Han Jan-to sudah mampus, Cui Kin-in melarikan diri, dua kalimat ini sungguh membikin darah Nyo Ci-ko tersirap, melihat sikap Yong King-tiong jelas bukan membual. Tapi kejap lain dia merasa ganjil pula, memangnya Yong King-tiong dan pemuda jubah hijau ini dapat menandangi Cui Kin-in? Apalagi Cui Kin-in masih didampingi seorang Lama kasa merah yang memiliki ilmu Yoga tingkat tinggi tiada tandingan. Lekas sekali otaknya bekerja, akhirnya dia tertawa keras. "Yong king-tiong, jangan kau membual, kalian sudah masuk ke daerah terlarang Ceng-liong-tam, memangnya masih ingin keluar." Ternyata tempat ini bernama Ceng-liong-tam. "Baik, tiada gunanya putar lidah, marilah kita tentukan dengan kepandaian saja." -"Sreng", Yong King-tiong lantas melolos pedang. Ling Kun-gi melangkah maju setindak, katanya. "Paman Yong, membunuh ayam masa pakai golok? Biar Wanpwe saja yang menghadapinya." "Tunggu sebentar, Ling-toako," Seru Un Hoan-Kun. "AdaapaHoan-moay?"tanyaKun-gisambil berpaling. "Apakah orang she Nyo ini setimpal menjadi lawanmu?" Ucap Hoan-kun tertawa. "kupikir biar saudara Tu saja yang menjajalnya bebarapa jurus." -Lalu sambil membetulkan sanggulnya Un Hoankun berpaling, katanya. "Saudara Tu, babak pertama ini terpaksa kau saja yang menghadani orang she Nyo beberapa jurus." Karena jiwa sendiri tergenggam ditangan orang, Tu Hong-sing tak berani membangkang, terpaksa dia melolos pedang dan maju ke hadapan Nyo Ci-ko. Sudah tentu Nyo Ci ko naik darah, matanya mendelik tajam mengawasi Tu Hong-sing, bentaknya. "Kau kenapa Tu Hong-sing? Memangnya kau sudah ter-gila2 oleh perempuan siluman itu?" Tu Hong-sing menjura, katanya. "Lapor Cong-koan, hamba baik2 saja." Ternyata Nyo Ci-ko adalah Congkoan yang berkuasa di Ceng- liong-tam ini. "Baiklah, kau minggir saja ke samping," Teriak Nyo Ciko. Tu Hong-sing menyengir, katanya. "Maaf Cong-koan, aku terpaksa oleh keadaan ........." Nyo Ci-ko betul2 kaget, hardiknya. "Kau juga mau berontak?" Keringat menghiasi jidat Tu Hong-sing, katanya. "Aku disuruh menelan Sip-hun-wan dari ke-luarga Un, terpaksa harus menurut perintahnya." "Orang she Tu, buat apa putar bacot melulu? Hayo labrak dia, kalau hari ini kau biarkan dia lolos, setelah keluar dari sini apa dia mau mengampunijiwamu?"demikiandesakHoan-kun. Seperti dipalu jantung Tu Hong-sing, katanya mengertak gigi. "Betul, Nyo-congkoan, kecuali mengadu jiwa dengan kau tiada jalan lain bisa kupilih." -"Cret", kontan dia menusuk lebih dulu. Gusar Nyo Ci-ko. "trang", sekali tangan membalik dia tangkis pedang Tu Hong-sing, teriaknya beringas. "Tu Hong-sing, mereka hanya berapa orang, berapa lama lagi mereka kuat bertahan di tempat terlarang ini? Kenapa kau gampang dihasut kaum pemberontak?" Tu Hong-sing menarik pedangnya, katanya sambil menggeleng2. "Tidak mungkin, kalau aku tidak mmemperoleh obat penawar, hidupku takkan sampai besok." "Kau tunduk pada pemberontak, memangnya hari ini kau bisa hidup?" Bentak Nyo Ci-ko. Sembari angkat pedang kembali dia membentak. "Hayo kalian maju, ringkus beberapa pemberontak ini?" Pada setiap sudut pintu itu berdiri seorang laki2 seragam hijau yang menghunus pedang, jelas mereka mendengar perintah Congkoan, tapi mereka tetap berdiri tegak, tiada satupun yang bergeming. Keruan Nyo Ci-ko semakin murka, mukanya membesi hijau, bentaknya. "Kalian sudah mampus, Hayo sikat mereka!" Hoan-kun tertawa tawar, katanya. "Walau mereka belum mampus, tapi mereka takkan mau turut perintahmu lagi." Seperti disengat lebah Nyo Ci-ko tersentak mundur, serunya gusar. "Apa yang kau lakukan terhadap mereka?" "Betul, mereka terkena obat biusku, sengaja kusisakan kau seorang, supayasaudaraTuinibisa membereskan kau." Serasa pecah nyali Nyo Ci-ko, tapi lahirnya dia tetap beringas, katanya mendesis. "Perempuan siluman, keji juga cara kerjamu." -Mulut bicara kepada Un Hoan-kun. "Wuut", tiba2 tangan kiri menghantam ke arah Tu Hong-sing, berbareng ke-dua kaki menjejak tanah terus melejit mundur ke arah salah satu pintu. Kejadian sebetulnya amat cepat dan mendadak apalagi serangan kepada Tu Hong-sing cepat sekali sehingga dia tak mungkin merintangi, dia pikir dengan mudah dapat lari masuk ke balik pintu sana. Sekali dia berada di lorong gelap itu, jalan yang simpang siur disanalebih memudahkan melarikandiri. Tak tahu baru saja dia bergerak, didengarnya Kun-gi membentak keras. "Lari ke mana kau?" -Dari kejauhan tangan kirinya menghantam. Serangkum tenaga dahsyat seketika timbul dari tepukan telapak tangannya, sasaran pukulannya ternyata tidak langsung ditujukan pada Nyo Ci-ko, tapi menuju ke pintu yang terletak kira2 lima kaki di belakangnya. Lwekang Ling Kun-gi amat tangguh, pengalaman tempur selama ini menambah banyak perbendaharaan menghadapi musuh, pukulan yang dilancarkan ini sungguh tepat perhitungan waktunya, dikala tenaga pukulannya menerjang ke depan pintu, badan Nyo Ci-ko yang mundur ke belakang itupun kebetulan melejit turun. Sebagai Siwi kelas tiga istana raja, sudah tentu Kungfu Nyo Ci-ko tidak rendah, waktu badannya melejit mundur, terasa adanya kesiur angin mencurigakan di belakang, lekas ia menarik napas, badan yang terapung di udara itu secara mentah2 lantas berputar kearah kiri, tangan kiri yang semula melindungi dada secepat kilat terayun keluar. Reaksinya cukup cepat, ayunan tangannya kebetulan menggempur samping tenaga pukulan Ling Kun-gi yang menerjang ke pintu sudut, begitu dua tenaga saling terjang, karena dia melancarkan pukulan waktu badan masih terapung, seketika ia terpental mundur beberapa langkah. Tapi hal ini sudah dalam perhitungannya, tujuannya untuk meluputkan diri dari terjangan telak pukulan Ling Kun-gi, maka badannya cuma terpental beberapa kaki lantas dapat berdiri tegak pula. Tapi hanya sekali adu pukulan saja dia sudah mmemperoleh bukti bahwa Lwekang pemuda ini sungguhtidakkepalangtingginya, betul2di luardugaannya. Sekali adu pukulan ini, terasa juga oleh Ling Kun-gi bahwa Nyo Ci ko adalah musuh tangguh, Nyo Ci-ko yang melejit, mundur dan keterjang angin pukulan, umpama dia kuat bertahan juga pasti akan kerepotan, tapi kenyataan dikala angin pukulan hampir mengenai dirinya, badan yang masih terapung itu mendadak masih sempat berputar sembari balas memukul sekali, dengan daya bentrokan pukulan itu dia membal mundur menyelamatkan diri, jelas tak mungkin dilakukan. Untung setelah melancarkan sekali pukulan jarakjauh, Kun-gitidak menyusuli lagi denganpukulanlain. Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong tergelak2 dengan menengadah, katanya.. "Nyo Ci-ko, tentunya kau sudah dapat memperhitungkan situasi di depan mata, kalau tidak mau menyerah, untuk bisa keluar dengan selamat, sukarnya seperti manjat ke langit." Wajah Nyo Ci-ko ,yang semula putih, halus kini membara kelam, pedang di tangan dibolang-balingkan, bentaknya bengis. "Yong King-tiong, beranikah kau perang tanding melawanku?" "Belum lagi kau bertanding melawan saudara Tu ini," Demikian sela Un Hoan-kun. "Kau sudah berusaha lari, kini berani kau menantang paman Yong?" Bahwa Tu Hong sing masih bimbang adalah karena Nyo Ci-ko berpangkat Siwi kelas tiga, kalau dirinya ingin merambat ke atas, sekali2 tidak boleh berbuat salah padanya. Tapi kenyataan jauh berbeda. Dari nada Yong King-tiong dia yakin bahwa Nyo Ci-ko sudah tiada harapan keluar dan lolos dengan selamat. Bahwa Nyo Ci-ko sudah bukan merupakan ancaman baginya, apalagi pihak Yong King-tiong sudah menguasai keadaan, kalau sekarang tidak lekas turun tangan, tunggu kapan lagi? Maklumlah, bagi seorang tamak yang selalu memikirkan pangkat dan mengejar kedudukan, tiada yang tidak main licik dan selalu memungut keuntungan dikala lawan kepepet, demikian juga keadaan Tu Hong-sing sekarang. Apalagi diumpak oleh omongan Un Hoan-kun, sambil memutar pedang, segera dia melangkah maju, dengan memasang kuda2 dan pedang menuding ke depan, dia berkata. "Nyo-congkoan, aku dipaksa oleh keadaan, terpaksa menyalahi kau, silakan." "Baik, sekongkol dengan pemberontak sama dosanya, orang she Nyo akan mulai menjagal kepalamu lebih dulu," -Sreet, cepat sekali pedangnya menyabat. "Bagus," Sambut Tu Hong-sing, Mendadak tubuhnya berputar ke pinggir Nyo Ci-ko, pedang lantas menyerang dengan tipu Kim-tau-jan-ci (garuda emas pentang sayap), sinar pedangnya tahu2 laksana kilat menyerampang dan menusuk le-ngan dan pundak. Tapi gerak Nyo Ci-ko amat tangkas dan gesit, setiap pedang bergerak, posisi kakinya selalu berubah, sebat sekali pedangnya membalik mematahkan serangan lawan. "Trang", dua pedang beradu, keduanya sama2 tergentak mundur selangkah. Tu Hong-sing rasakan telapak tangannya pedas linu, pedangnya tertolak balik, diam2 ia terkejut. Mulut Nyo Ci-ko menjengek, mendadak dia balas merangsak, pedang berputar dengan kencang mengembangkan serangan gencar, beruntun dia menusuk lima kali. Sudah tentu Tu Hong-sing tidak mau kalah, iapun kembangkan ilmu pedang andalannya dan balas menyerang serta mempertahankan diri dengan rapat, sekaligus lima tusukan lawan dapat dia tangkis, malah sempat balas menyerang tiga kali. Tujuan Nyo Ci-ko ingin secepatnya mengakhiri pertempuran, maka begitu berpencar lantas menubruk maju pula dengan serangan lebih keji. Setelah bentrok pendahulnan tadi, kini kedua-nya sama tidak berani memandang enteng lawan, Nyo Ci-ko mengembangkan ilmu pedang ajaran Tiang-pek-pay, gerak pedangnya mengutamakan keras dan kencang, setiap pedang menyamber laksana naga mengamuk dan seperti elang berputar di udara hendak menubruk mangsanya, perbawanya cukup meyakinkan. Ilmu pedang Tu Hong sing justru berbeda, dia mengembangkan gerak lincah dan tangkas disertai perubahan yang berbelit2, sekujur badannya seperti terbungkus oleh cahaya sinar pedang. Lekas sekali pertempuran sudah berlangsung tiga sampai lima puluh jurus. Semula Nyo Ci-ko terlalu mengagulkan diri dan percaya akan tingkat ilmu pedangnya, dia anggap Tu Hong-sing sebagai anak buahnya, gampang dan pasti bisa dirobohkan. Apalagi dia ingin lekas mengakhiri pertempuran, maka serangannya selalu mendahului dantidaksegan2 menempuh bahayauntuk merobohkan lawan. Tak tahunya Tu Hong sing cnkup cerdik, gerak geriknya lincah dan tangkas, penjagaanpun ketat, setelah lima puluhan jurus, bukan saja Nyo Ci-ko tidak berhasil menarik keuntungan, malah beberapa kali karena terburu nafsu hampir saja dia dilukai pedang Tu Hong-sin, keruan ia semakin gelisah, marah dan gugup, pula. Nyo Ci-ko tidak tahu bahwa Tu Hong-sing hakikatnya jauh lebih payah daripada dia.. Ilmu pedang Tu Hong-sing memang lincah dan banyak perubahan, tapi Lwekangnya lebih rendah, untuk bertahan sekian lama ini dia sudah keluarkan seluruh kekuatannya, apalagi setiap kali dua senjata beradu, selalu dia rasakan dadanya seperti digodam oleh getaran keras yang timbul dari benturan senjata itu. Maka dia harus bertahan mati2an, demikianlah tiga puluh jurus telah berselang pula. Kini baru Nyo Ci-ko melihat meski ilmu pedang Tu Hong-sing tidak lemah, tapi Lwekang orang bukan tandingannya. Penemuan ini seketika menambah keyakinan Nyo Ci-ko dan mengobarkan semangat tempurnya, sambil tertawa dingin, gerak pedangnya tiba2 berubah, diam2 dia kerahkan tenaga dalam sehingga batang pedangnyadiliputitenaga murniyanghebat. "Trang," Kembali dua senjata beradu, meski Tu Hong-sing berhasil menahan beberapa kali rangsakan lawan, tapi dia sendiripun ditolak mundur beberapa langkah. Dengan hasil itu sudah tentu Nyo Ci-ko semakin senang, ia mengejek . "Ingin kulihat berapa jurus pula kau kuat bertahan?" Hanya beberapa gebrak lagi Tu Hong-sing telah terdesak di bawah angin, serangan Nyo Ci ko semakin gencar, pedangnya hanya naik turun menangkis dan bertahan belaka. Kini setiap serangan setiap jurus, kedua pedang selalu beradu "trang-tring" Dengan keras, sudah tentu lama kelamaaa Tu Hong-sing kehabisan tenaga, keringat sudah membasahi badan, langkahnya menyurut mundur, boleh dikatakan dia sudah tidak mampu balas menyerang lagi. "Toako," Kata Hoan-kun lirih. "Tu Hong-sing sudah tidak becus lagi, lekas kau turun tangan." "Tidak apa," Sabut Kun-gi "dia masih kuat bertahan tiga jurus lagi." Di sini tengah bicara, di sana terdengar pula benturan pedang, "bret", lengan baju kiri Tu Hong-sing terbabat robek oleh pedang Nyo Ci-ko. Tu Hong-sing tampak kaget serta melompat mundur. Mendadak Nyo Ci-ko juga menubruk maju, pedangnya kembali menyapu miring. Lekas Tu Hong-sing angkat pedang menangkis. "trang", lengan kanan seketika terasa kemeng, pedangnya terpental pergi. Sudah tentu pertahanannya menjadi terbuka lebar. Mata Nyo Ci-ko tampak merah membara, tanpa bersuara pergelangan tangannya memutar sambil menggentak pedang, selarik sinar terang laksana kilat menyamber tahu2 menusuk lurus ke dada orang. Pada detik2 menentukan itulah, tiba2 Nyo Ci-ko merasakan adanya kesiur angin tajam di sebelah seperti ada orang melejit tiba. Belum lagi dia sempat berpikir, tiba2 terasa pergelangan tangan kanan mengencang dan sakit, tahu2 sudah terpegang oleh orang, disusul segulung tenaga raksasa menyalur ke luar telapak tangan orang itu, sehingga kelima jari sendiri yang memegang pedang menjadi kendur, tanpa kuasa dia kena disengkelit jungkir-balik ke belakang. Kejadian seperti dalam impian belaka, belum lagi dia melihat jelas bayangan orang, tahu2 dirinya sudah terbanting jatuh. Tapi jelek2 Nyo Ci-ko adalah jago kosen dari istana raja, Kungfunya tinggi, dengan daya sengkelitan lawan, sigap sekali ujung pedangnya menutul bumi, kedua kaki membalik terus hinggap ditanah dan berdiri tegak. Waktu dia angkat kepala, ternyata Ling Kun-gisudah berdiridihadapannyadengansikapgagah. Nyo Ci-ko tidak tahu siapa pemuda jubah hijau ini? Hatinya kaget dan gusar pula, melihat anak muda ini bertangan kosong, maka kumatlah amarah-nya, sekali ia menghardik. "Wut", pedang menyapu kencang dengan deru keras. Serangan yang dilancarkan diburu kemarahan ini sudah tentu tidak kepalang hebatnya, sinar pedang menjulur panjang, dia kira lawan bertangan kosong tentu sukar mengegos. Jika lawan dapat dibabat kutung sebatas pinggang bukankah terlampias penasarannya? Tak nyana begitu pedangnya menyapu, ternyata menabas tempat kosong, berapa licin dan lincah gerakan tubuh Ling Kun-gi, entah bagaimana telah berkelit pergi? Tapi kenyataan dia masih berdiri di tempat semula, tidak kelihatan menggeser kaki barang satu sentipun. Nyo Ci-ko melenggong, sungguh dia tidak habis percaya, selama tiga puluh tahun dia meyakinkan ilmu pedang, tapi lawan muda bertangan kosong ini tak mampu menyentuh ujung pakaiannya, sedangkan musuh2 tangguh masih berada disekelilingnya, anak buahnya mati kutu oleh obat bius perempuan siluman itu, kalau dirinya tidak menyerang dengan sergapan mendadak, sedikitnya dua tiga orang harus dirobohkan baru bisa meloloskan diri, kalau tidakhari inipasti gugur ditempatini. Karena itu tanpa ayal pedang kembali bekerja. "sret, sret" Dua kali, ia membelah dan membacok, Kali ini Nyo Ci-ko dapat menyaksikan dengan jelas, pada jurus serangan pertama, Ling Kungi tampak sedikit miring ke samping, sinar pedang menyerempet lewat sisi kanan badannya. Jurus kedua sudah tentu lebih cepat lagi, sasarannya adalah badan sebelah kiri di mana kebetulan Kun-gi sedang berkelit ke kiri juga, tapi badan Kun-gi seperti bermata saja, belum lagi pedang lawan menyerang tiba, badannya kembali bergontai miring ke samping sehingga serangan kedua kembali mengenai tempat kosong. Nyo Ci-ko sungguh kasihan, seperti berhadapan dengan setan, sejak dia malang melintang di Kangouw belum pernah dia melihat lawan dengan gerakan tubuh seaneh dan ajaib begini, sesaat dia melenggong kagettidaktahu apapula yangharusdia lakukan. Mendadak Kun-gi tertawa panjang, tangan kanan terangkat, tahu2 tangannya sudah pegang sebilah pedang panjang empat kaki, ujung pedang menuding ke arah Nyo Ci-ko, katanya lantang. "Orang she Nyo, kalau sekarang kau turunkan pedang dan menyerah, paling2 aku memunahkan kepandaian silatmu, jiwamu tetap boleh diampuni, kalauberani...." Nyo Ci-ko sudah nekat, dengan mendelik dia membentak. "Biar tuanmu adu jiwa denganmu." Kembali pedang berputar, kali ini memancarkan bintik sinar berkelip bagaibintangterus menusuk. Kun-gi tertawa dingin, pedangnya menyilang balik dan "trang", sengaja dia mengetuk batang pedang Nyo Ci-ko. Kontan lengan kanan Nyo Ci-ko, terasa kemeng, jarinya kesakitan luar biasa, pedangpun tak kuasa dipegang lagi dan "trang", jatuh ke tanah. Ujung pedang Kun-gi yang kemilau tahu2 sudah mengancam tenggorokan Nyo Ci-ko, katanya dengan menjengek. "Orang she Nyo, apa pula yang ingin kau katakan?" NyoCi-kotidakbersuara, diapejamkan mata. Yong King-tiong melihat gelagat jelek, lekas dia melompat maju dan menutuk beberapa Hiat-to di tubuh orang, lalu dengan keras dia pencet geraham Nyo Ci-ko, tampak darah hitam kental meleleh dari ujung mulutnya. Yong King-tiong membanting kaki, katanya gegetun. "Keparat ini bunuh diri dengan menelan racun." Waktu dia lepaskan pegangannya, badan Nyo Ci-ko lantas roboh tersungkur. "Lihay benar racun yang dia gunakan," Seru Hoan-kun bergidik. "Itulah racun khusus yang di buat oleh istana, cukup menjilat dengan ujung lidah dan malam pembungkusnya akan pecah, racun akan segera bekerja dan jiwapun melayang seketika. Losiu agak lena sehingga dia sempat bunuh diri." Melihat Nyo Ci-ko mati menelan racun, diam2 Tu Hong-sing merasa lega, lekas dia maju mendekat dan berjongkok di pinggir tubuh orang, ia merogoh kantong orang, lalu dikeluarkan tiga biji uang emas terus diangsurkau kepada Yong King-tiong, katanya. "Yong-congkoan, inilah kun-ci untuk membuka pintu batu Ceng-liong-tam, harap engkau suka terima." Yong King-tiong menerima ketiga mata uang itu, bobotnya ternyata lebih berat daripada mata uang umumnya, lebih tebal dan kadar emasnya juga lebih murni, maka dia bertanya. "Pintu batu Ceng-liong-tam? Di mana letak Ceng-liong-tam?" Sebagai Hek-liong-hwe Congkoan, ternyata dia tidak tahu menahu adanya Ceng-liong-tam. "Ceng-liong-tam berada di tempat tahanan tawanan Ceng-liongtong, yang dikurung di sana semuanya adalah pesakitan penting .. . " Sebelah tangan mengelus jenggot, Yong King-tiong bertanya heran. "Sebagai Hek-liong-hwe Cong-koan, kenapa Lohu tidak tahu akan hal ini?" "Ceng-liong-tam dibangun di bawah pimpinan Nyo Ci-ko setelah kedatangan Cui-congkam, tempat sekitar sini dinamakan Ceng-liong-tam, Nyo Ci-ko adalah Congkoan daerah terlarang ini." "Coba terangkan, dimana letak kamar batu itu?" "Letaknyatepatdibawahruangan segienamini" "Cara bagaimana untuk turun ke bawah?" Untuk membuka pintu pertama harus dilakukan enam orang sekaligus, keenam kursi batu di sini, berbareng didorong ke tengah sampai masuk ke bawah meja, pintu akan segera tampak." "Yong King-tiong berpaling, pihaknya ada lima orang, ketambahan Tu Hong-sing kebetulan enam orang, maka dia berkata. "Kebetulan kita ada enam orang, marilah kita kerja bersama." Un Hong -kun melirik kelima orang yang di biusnya itu, katanya. "Paman Yong, bagaimana kelima orang ini?" "Biarlah, kita bereskan dulu urusan di bawah, setelah berhasil menolong orang baru putuskan nasib kelima orang ini." Maka di bawah pimpinan Yong King-tiong, Ling Kun-gi, Un Hoankun, Siau-tho, jago pedang baju hitam serta Tu Hong-sing, enam orang masing2 pegang satu kursi, di bawah aba2 Yong King-tiong serempak mereka mendorong kursibatu ketengah. Kalau seorang diri hendak mendorong keenam kursi ini secara bergantian tidak mungkin, karena kursi batu ini seperti berakar di dalambumi, tapibilasekaligusdidorong keenamnya, anehmemang, dengan mudah kursi bergeser maju masuk ke bawah meja. Pada saat lain terdengar suara gemuruh, meja bundar bersama keenam kursi batuitutiba2bergerakdan pelan2ambles kebawah. "Yong-pongkoan," Lekas Tu Hong-sing menjelaskan. "meja bundar ini, adalah alat angkut naik turun ke kamar batu di bawah, sekaligus enam orang bisa turun bersama, setelah meja bundar ini sejajar dan rata dengan lantai baru kita boleh beranjak ke tengah meja." "Baiklah. " Yong King-tiong berkeputusan. "Ling-kongcu bersama Losiu dan Tu-heng. bertiga turun lebih dulu, nona Un harap tunggu dan jaga di atas saja." Tengah bicara meja itupun sudah rata sejajar dengan lantai, Yong King-tiong lantas mendahului melangkah kepermukaan meja diikuti Ling Kun-gi dan Tu Hong-sing. Semula meja bergerak lamban, tapi setelah dimuati tiga orang, ternyata daya amblesnya semakin cepat. Un Hoan-kun merasa kuatir, sengaja ia ang-kat obor menerangi ke bawah, ia berdiri di pinggir lubang bundar dan melongok ke bawah" Ling Kun-gi keluarkan Le-liong-cu, dia amati keadaan sekelilingnya, tempat di mana meja itu melorot turun bentuknya mirip sebuah sumur, mereka bertiga terus dibawa turun ke bawah. Tak lamakemudian mejaitu sudahberadaditengah2sebuah kamar batu, laluberhentisendiri. Diam2 Kun-gi memperhitungkan jarak turun meja dari atas kira2 ada sepuluhan tombak dalamnya. "Sudah sampai," Kata Tu Hong-sing mendahului melompat turun. "Silakan kalian turun." Yong King-tiong cukup cermat dan hati2, setelah Tu Hong-sing melompat turun di lantai baru dia ikut melompat turun. Kini mereka berada di sebuah kamar batu segi empat, luasnya ada lima enam tombak, tapi kecuali meja bundar yang turun dari atas bersama kursinya, keadaan di sinipun kosong melompong tiada perabot lainnya. Setelah melompat turun Tu Hong-sing bergegas maju menarik sebuah kursi dan dipindahnya keluar terus menduduki kursi itu. "Tu-heng, apa yang kau lakukan?" Tanya Yong King-tiong, Diam2 dia sudah kerahkan tenaga pada telapak tangan kiri, bila Tu Hong-sing menunjukkan gerak-gerik yang mencurigakan, segera dia akan memukulnya mampus. Tu Hong-sing tertawa getir, katanya. "Jiwaku sudah tergenggam di tangan nona Un, sementara Cayhe sendiri belum ingin mati, meja batu ini setelah turun ke bawah, jika kursi ini tidak segera dipindah, dia akan bergerak naik sendiri pula, bila begitu kecuali di atas ada enam orang sekaligus mendorongnya pula dan menunggu lagi meja ini turun, kalau tidak kitaselamanyatidakakan bisa naik ke atas." "O, begitu," Ucap Yong King-tiong. Lalu diapun menarik sebuah kursi serta diduduki, tanyanya. "Kamar batu ini tiada pintu, cara bagaimana bisa terbuka?" "Di sini ada tiga lapis pintu, Yong-congkoan sudah empat puluh tahun berada di Hek-liong-hwe, berbagai pintu batu yang terpasang dilorong2itupastisudahapalsekali,demikianjugauntuk membuka ketiga lapis pintu di sini, setiap orang Hek-liong-hwe cukup angkat tangan saja untuk membukanya ...." "Lalu untuk apa ketiga keping mata uang emas ini?" Tanya Yong King-tiong. Tu Hong-sing tertawa, katanya. "Ini untuk menjaga bila di dalam Hek-liong-hwe ada pengkhianat atau mata2 musuh, atau para tawanan penting Hek-liong-hwe yang berani menyelundup kemari untuk menolong orang, tentu dia pikir akan bisa membuka pintu di sini, tapi diluar tahunya dengan caranya itu sekaligus akan menyentuh alat rahasia yang merupakan perangkap keji, hujan anak panah atau senjata rahasia lainnya akan terjadi, meski orang yang membuka pintu memiliki kepandaian setinggi langit juga jangan harap bisa lolos dari mara bahaya." "Keji benar perangkapnya," Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengus Yong King-tiong. "apa pula gunanya ketiga keping mata uang mas ini?" "Untuk menjaga supaya alat perangkap itu bekerja, sebelum kita menekan tombol membuka pintu, kita harus masukkan dulu sekeping uang mas ini, alat rahasia itu dibikin bungkam barulah dengan leluasa pintu terbuka dan kita bisa masuk dengan selamat." " "Di depan Lohu, kuharap Tu-heng tidak bertingkah melakukan sesuatu yang membahayakan jiwamu sendiri," Demikian ancam Yong King-tiong. "Untuk ini Yong-congkoan tak usah kuatir, tadi sudah kubilang, aku belum ingin mati," Demikian Tu Hong-sing memberikan janjinya. "Syukurlah kalau kau tahu diri," Ucap Yong King-tiong. Lalu kepingan uang emas terus diangsurkan kepada Tu Hong-sing, katanya. "Baiklah tolong Tu-heng melakukannya, bukalah ketiga lapis pintu itu satu persatu." Tu Hong-sing terima ketiga keping uang mas itu dengan tertawa, katanya. "Yong-congkoan terlalu banyakcuriga." "Itulah yang dinamakan lebih baik berhati2 menjaga segala kemungkinan, watakmu Lohu cukup tahu." Tu Hong-sing angkat pundak, katanya. "Yong-congkoan tidak percaya padaku, ya, apa boleh buat." -Sekali tarik dia putuskan tali emas yang merenteng uang emas itu lalu dia menghampiri dinding di sebelah depan. Yong King-tiong segera berdiri, tangan terangkat siap siaga, tenaga sudah dia pusatkan pada kedua telapak tangan, setiap waktu siap melontarkan pukulan. TanpaayalLing Kun-gijuga ikut maju mendekat. Tibadikakidinding, TuHong-singberkata. "Kamar batu di sini untuk mengurung orang2 yang lebih penting dan berkedudukan tinggi, semuanya ada dua kamar, tempatnya juga lebih nyaman, di sini pesakitan tidak perlu diborgol, karena berada di kamar ini meski punya kepandaian juga jangan harap bisa lolos keluar." Sembari bicara iapun berjongkok. Ternyata di bawah dinding ada sebuah garis lubang kecil, kalau tidak diamati sukar ditemukan. Tu Hong-sing masukkan sekeping uang emas itu ke lubang sempit itu, terdengar suara "tring" Di dalam dinding, lalu tak terdengar apa2 pula. Tu Hong-sing berdiri tegak lalu menekan dua kali pada bagian dinding, maka tampak dua daun pintu pelan2 terpentang. Di balik pintu batu itu terdapat dua kamar yang berjeruji besi sebesar lengan bayi di bagian depannya, tempatnya tidak begitu besar, tapi di dalam ada dipan, meja kursi, bentuk kedua kamar ini sama, tapi tiada penghuninya. "Tu-heng, di sinitiadaorang,"ucap Yong King-tiong. "Tadi sudah kujelaskan, kamar ini khusus untuk mengurung orang2 penting, sudah tentu sekarang tiada penghuninya, tapi aku ingin membukanya dan tunjukkan pada kalian," Sembari bicara dia tutup pula daun pintu seperti sedia kala. "Bagaimanadengan kamar lainnya?"tanyaYong King-tiong. "Dua kamar di kedua samping ini adalah kamar tahanan biasa, lelakidisebelah kiri, kanan untuk kaumwanita." "Coba kau buka dulu pinto sebelah kanan," Kata Kun-gi. "Apakah kedua sahabat Ling-kongcu adalah perempuan?" Tanya Tu Hong-sing. "Benar,"sahut Kun-gi. Tanpa bicara lagi Tu Hong-sing mendekati dinding, lalu menceploskan sekeping mata uang ke dalam lubang sempit, lalu menekan tombol dan membuka pinto. Baru saja daun pintu terbuka, dari dalam lantas terdengar suara nyaring galak orang sedang memaki. "Cis, kalian bangsat keparat, kawanan anjing buduk, memangnya kalian bisa berbuat apa pada nonamu? Akan datang suatu ketika nonamu bikin hancur sarang kalian ini, satu persatu kusembelih kalian ......" Agaknya nona yang memaki dengan menerocos nyaring ini bukan saja galak tapi juga binal, meski memakiorang tapisuaranyakedengaran merdu. Tanpa melihat orangnya, mendengar suaranya, Kun-gi lantas tahu bahwa yang mencaci maki ini adalah Pui Ji-ping. Seketika perasaan Ling Kun-gi jadi bergolak, dia lekas berteriak. "Ping-moay, inilah aku datang menolongmu, apakah kau berada sama nona Tong?" -Dengan Le liong cu diangkat ke atas cepat dia masuk ke dalam. Di balik pintu sudah tentu adalah kamar tahanan berjeruji besi pula, cuma kamar tahanan di sini tiada dipan, juga tidak ada meja kursi. Di kamar depan terkurung tiga nona, rambut tampak semrawut, ketiganya sama2 mengenakan pakaian pria, jubah hijau sutera dengan sepatu kulit rendah, wajah mereka kelihatan kuyu pucat, keadaannya tampak lucu menggelikan. Memang waktu mereka di tawan semuanya mengenakan pakaian laki2, kemudian diketahui bahwa mereka perempuan, maka di pisah di kamar ini. Ketiga orang ini adalah Tong bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim. Mendengar suara Ling Kun-gi, Pui Ji ping tampak berdiri melongo. Suara ini amat dikenalnya, betapa dia telah berharap akan kedatangannya? Entah berapa ribu kali saking iseng dalam tahanan ini mereka membicarakan hari2 yang amat mereka dambakan ini, memang hanya Ling Kun-gi seoranglah yang menjadi titik sinar harapan mereka. Kini kenyataan sang perjaka yang diharapkan betul2 sudah berdiri dihadapan mereka. Sepasang mata Tong Bun-khing bagai mata burung Hong itu tampak berkaca2 lalu meneteskan air mata," Suaranya gemetar haru."Ling-toako, inibukan mimpibukan?" Pu Ji-ping juga meneteskan air mata, teriak-nya keras. "Toako, kau betul2 telah datang, kutahu kau pasti akan menolong kami, kenyataan sekarang kau betul telah kemari." -Dari balik terali dia masih kelihatan lincah, dengan mengembeng air mata, bicara sambil tertawa bak sekuntum bunga mekar yang ditaburi air embun, jernih dan tetap segar, cuma kelihatan agak kurus. Sungguh bukan main senang hati Ling Kun-gi, tapi juga merasa kasihan. Sejak mulai berkelana di Kangouw, nona yang dia jumpai pertama kali adalah Pui Ji-ping, selama ini dia pandang nona lincah ini sebagai adik kecilnya sendiri, ia kira tak pernah dirinya menaruh hati kepadanya. Tapi di luar sadarnya bibit asmara akan tumbuh dan bersemi di dalam sanubari orang, sudah tentu hal ini tak pernah dia pikir. Baru sekarang dia sadar Pui Ji.-ping juga telah menempati sesuatu sudut tersendiri, malah menduduki tempat yang cukup penting dalam hatinya. Selama beberapa bulan ini, siang malam selalu dia rindukan si dia, kini setelah berhadapan, bila tidak teraling jerujibesi mungkindiasudahmenubruk majusertamemeluknya. Tapi semua ini hanya gelora perasaan yang sekejap saja, dia sadar masih ada Yong King-tiong dan Tu Hong-sing di sampingnya, maka dengan mengerut alis dia bertanya. "Bagaimana kalian bisa sampai tertawan oleh orang2 Hek-liong-hwe?" Pui Ji-ping mengomel. "Perempuan keparat yang bernama Liu- siancu itulah sebabnya. Hm, Siancu apa? Dia menamakan dirinya Siancu (dewi) segala, yang terang dia itu lebih patut dinamakan siluman centil, ingin rasanya kami menusuk badannya biar mampus baru terlampias penasaran kami" "Tu-heng," Kata Yong King-tiong. "pintu besi ini bagaimana cara membukanya?"-Pintu berjeruji itutiada, gembokataukunci, terang dikendalikan dengan alat rahasia juga. "Terus terang aku sendiri tidak tahu cara membukanya, kecuali Nyo Ci-ko mungkin tiada orang lain yang bisa membuka pintu ini." Berkerut alis Yong King-tiong, katanya berpaling kepada Kun-gi. "Ling-kongcu, Pokiam yang kau bawa apakah bisa digunakan?" Baru sekarang Kun-gi teringat akan pedang pusakanya, lekas dia berkata. "Ya, biar Wanpwe mencobanya" Lalu dia mengeluarkan Seng-ka-kiam dan berkata pula. "Adik Ping, kalian mundur agak jauh." Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim segera mundur berjajar mepet dinding dalam. Kun-gi mendekat, dan pelan2 menghirup napas mengerahkan tenaga di lengan kanan, pedang diangkatnya terus memapas terali besi. "Trang", di mana sinar pedangnya berlalu, besi sebesar lengan bayi itu dengan mudah telah dipapasnya putus. Sekali berhasil bertambah keyakinan Ling Kun-gi, beruntun beberapa kali tabasan pula dia bikin suatu lubang besar pada terali besi yang mengurung ke-tiga nona itu. Ling Kun-gi simpan pedangnya, sambil berteriak senang girang Pui Ji-ping mendahului menerobos keluar. "Toako," Teriaknya, selama dua bulan ini dia cukup menderita, kini suka-duka sama merangsang perasaannya, tanpa hiraukan orang banyak segera dia menubruk ke arah Ling Kun-gi. Lekas Kun-gi memapahnya, katanya lirih. "Pingmoay, berdirilah tegak, jangan seperti anak kecil , di hadapan orang banyak kau bisa ditertawakan." Pui Ji-ping Jadi merah malu dan lekas mundur. Sementara Tong Bun-khing dan Cu Ya-khim juga sudah menerobos keluar. "Ji-moaycu ( adik kedua )," Kata Kun-gi kepada Tong Bun-khing, "cukup lama kalian sama menderita." Tong Bun-khing menahan isak tangisanya, tangannya sibuk membetulkan sanggulnya, katanya dengan tersenyum rawan. "Setiap hari kami berharap akan kedatangan Ling-toako, syukurlah hariini harapankami terkabul." Tidak seperti Pui Ji-ping main tubruk dan peluk tapi mimiknya yangmesradan harusdikasihanisungguh membuatorangterharu. Kun-gi memandang Cu Ya-khim, katanya. "Ji-moaycu, nona ini ......." Pui Ji-ping segera menyela. "Toako, inilah Piau-ci Cu Ya-khim yang sering kusebutkan padamu itu." -lalu dia berpaling dan berkata pula. "Piauci, dia...." Merah muka Cu Ya-khim mendengar Pui Ji -ping bilang "sering kusebutkan padamu", tapi sikapnya tampak wajar dan tertawa, katanya. "Tak usah kau jelaskan, kutahu dia adalah kau punya ... ... Piauko". Balas digoda, Pui Ji-ping uring2an, serunya tak mau kalah. "Kau punya berada di depan sana, jangan kuatir....... " Kun-gi sendiri ikut merah mukanya digoda ke-dua nona, lekas dia menyela. "Marilah kuperkenalkan, inilah Paman Yong, sahabat karib ayahku almarhum, inilah Tu-tayhiap. Dapat menolong kalian dengan leluasa adalah berkat pertolongan mereka berdua." Lekas Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim memberi hormat kepada Yong King-tiong dan Tu Hong-sing, katanya serempak. "Terima kasih Yong-lopek, Tu-tayhiap," Yong King-tiong dan Tu Hong-sing sama mengangguk. Lalu Kungi menerangkan asalusul ke-tiganona. Tong Bun-khing berkata. "Ling-toako, yang tertawan bersama kami waktu itu ada puluhan orang " Dari keluarga Ban dari Ui-san dan keluarga Kho dari Ciok-mui, mereka dikurung di kamar sebelah lekaslah kau tolong mereka sekalian. Tu Hong-sing tertawa, katanya. "Nona tak usah kuatir, segera kubuka pintunya." Pui Ji-ping melirik kepada Cu Ya-khim sambil mencibir, katanya. "Ya Piauci, legakan saja hatimu." "Setan kecil," Maki Cu Ya-khim dengan muka merah. "takkan kuampuni kau nanti," -Sembar bicara dia memburu ke arah Pui Jiping. Dengan cekikikan lekas Pu Ji-ping lari sembunyi ke belakang Ling Kun-gi, teriaknya. "Piauci ampun, tak berani lagi." Sudah tentu Cu Ya-khim jadi rikuh, katanya "Ya, sekarang kau punya tempat untuk bersembunyi, apa kau dapat bersembunyi selamanya." Pui Ji-ping segera unjuk muka setan, katanya tertawa. "Segera kaupun akan punya tempat untuk bersembunyi." Dalam pada itu Yong King-tiong dan Tu Hong-sing telah beranjak ke kamar sebelah, Kun-gi ajak ketiga nona maju ke sana. Tampak Tu Hong-sing sedang masukan mata uang mas ke dalam lubang kecil, lalu menekan tombol, lekas sekali daun pintu lantas terbuka, seperti keadaan di kamar sebelah tadi, kamar di sinipun berterali besi. Dalam kamar tahanan yang remang2 tampak terkurung dua orang, mereka memang Ban Jin-cun dan-Kho Keh-hoa. Melihat keadaan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa, kecut hati Cu Yakhim, baju yang mereka pakai ternyata lebih rombeng, rambut awut2an keadaannya lebih runyam daripada mereka bertiga, dengan mengembeng air mata lekas dia memburu ke depan terali, teriaknya. "Ban-toako, lihatlah, Ling-toako datang menolong kalian." Ban Jin-cun tampak melengak, tanyanya. "Nona, kau siapa?" Sambil membetulkan letak rambutnya Pui Ji-ping cekikikan, katanya. "Dia adalah Cu Jing sahabatmu alias Piauciku, kenapa Banheng melupakan dia?" Kembali Ban Jin-cun melenggong, teriaknya. "Nona adalah.... .. ." "Siaute Ling Kun-ping," Sela Ji-ping menggoda dengan tertawa jenaka. "Inilah Tong-jiko Tong Bun-khing." Kho Keh-hoa lantas mengerti, katanya sambil menghela napas. "Kiranya kalian adalah nona2." "Sekarang baru kalian tahu," Seru Pui Ji-ping terpingkal2. Lalu dia tuding Ling Kun-gi, katanya. "Dia ini adalah Toakoku Ling Kun-gi, dia sengaja kemari menolong kita." Lekas Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa memberi hormat. Sejak tadi Ling Kun-gi sudah siapkan Seng-ka-kiam, katanya. "Ban-heng, Khoheng harap mundur dua langkah, biar kurusak dulu pintu terali ini, setelah kalian keluar baru bicara lagi" Ban dan Kho berdua segera mundur, maka dengan mudah terali besi itu dirusak oleh Ling Kun-gi, dengan leluasa kedua orang lantas menerobos keluar, kembali mereka satu sama lain saling memperkenalkan diri. Untuknaik keatas mereka membagiduarombongan, rombongan pertama Ling Kun-gi diiringi ketiga nona, setelah Tu Hong-sing mendorong maju kedua kursi, meja bundar itupun mulai bergerak naik ke atas, kejap lain keempat orangpun telah berada di kamar segi enam, Waktu meja kembali pada keadaan semula, keenam kursi itupun bergeraksendiriberpencar ketempat masing2. Maka Kun-gi pimpin orang banyak mendorong kursi ke tengah pula, supaya meja kursi kembali turun ke bawah, Sudah tentu Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim sama kagum dan tidak habis mengerti akansegala peralatanyangbergerakserbaotomatisini. Setelah kursi ambles ke bawah, maka Kun-gi perkenalkan Tong Bun-khing bertiga kepada Hoan-kun. Antara nona dan nona lebih gampang bergaul, cepat sekali merekapun sudah bergaul dengan akrab dan intim. Tak lama kemudian rombongan keduapun telah naik ke atas, Un Hoan-kun keluarkan obat penawar dan satu persatu dia oles hidang kelima laki2 baju hijau, setelah berbangkis sekali kelima orang itupun siuman. Sorot mata Yong King-tiong tajam berwibawa, katanya kereng. "Kalian dengarkan, Heng-liong-hwe kini telah lebur, Han Jan-to sudah mampus, Cui Kin-inpun telah merat, Ceng-liong-tam CongkoanNyiCi-kojugamampus, mengingatkalianbiasanyajarang melakukan kejahatan, hari ini Lohu tidak ingin main bunuh, asal kalian mau bersumpah selanjutnya tidak menjadi antek musuh dan cakar alap2 kerajaan, sekarang tugas kalian mengumpulkan orang2 Pek-hoa-pang yang terjebak di lorong2 sesat, setelah keluar dari sini, kalian bebas memilih jalan hidup sendiri2, apa kalian mau terima kebijaksanaan ini?" Melihat Nyo Ci-ko memang sudah mati, situasi jelas tidak menguntungkan, maka serentak mereka menjura dan menyatakan setuju dan tunduk. "Syukurlah kalian mau insaf, nah inilah Sip-hun-wan buatan khusus dari keluarga Un kami di Linglam, dalam dua belas jam kalau tiada obat penawarnya. selama hidup kalian akan menjadi orang pikun dan gila, tapi bila kalian menunaikan tugas dengan baik sesuai dengan perintah paman Yong tadi, setelah keluar dari sini, obat penawarnya akan kubagikan pula kepada kalian," Demikian pesan Un Hoa-kun. Lalu dia keluarkan lima butir pil dan ditaruh di meja. Bahwa mereka harus menelan Sip-hun-wan, sudah tentu kelima orang ragu2 dan saling pandang dengan bingung. Tu Hong-sing segera menghardik. "Apa pula yang kalian ragukan? Bukankah tadi akupun telah menelan sebutir? Jangan kuatir, nona Un pasti menepati janji, sekarang lekas ambil dan telan, jangan membuang waktu lagi." Kelima laki2 baju hijau tidak berani ayal lagi, setiap orang maju mengambil sebutir pit terus ditelannya. "Sekarang tenaga kita di sini cukup banyak," Demikian Yong King-tiong sambil menyapu pandang seluruh hadirin. "tapi yang kenal dengan orang Pek-hoa-pang hanya Ling-kongcu dan nona Un", kalau satu lama lain tidak saling kenal, pasti bisa menimbulkan salah paham dalam usaha pencarian mereka, maka Losiu berpendapat lebih baik Ling-kongcu bersama nona Un berdua saja yang masuk mencari mereka." "Ucapan Yong-lopek memang beralasan," Ujar Kun-gi. "soal menolong orang memang adalah kewajiban Wanpwe sesuai pesan bibi, sekarang biarlah Wanpwe saja yang mencari mereka." Sudah tentu berbeda perasaan antara tiga nona demi mendengar Kun-gi bilang "kami berdua". Tong Bun-khing berwatak lembut dan tidak usil mulut, tapi tidak demikian dengan Pui Ji-ping yang binal dan suka usil, segera dia menyeletuk. "Ling-toako, aku mau ikut," "Adik Ping, dalam lorong sana banyak anak cabang yang berbelit2, keadaan gelap pula, sembarang waktu menghadani bahaya, lebih baik kau ikut orang banyak menunggu dan istirahat saja di sini, setelah menemukan orang2 Pek-hoa-pang kita akan cepat keluar dan kumpul pula di sini, kalau terlalu banyak orang malah kurang leluasa." "Betul," Sela Yong King-tiong. "lebih baik kalian tunggu saja di sini, ketahuilah di sini ada enam sudut pintu, pada hal kita hanya bisa membagi dua kelompok, setelah setiap sudut pintu diperiksa harus segera mundur dan keluar memeriksa sudut pintu yang lain, kalau kalian tinggal di sini sembarang waktu kan bisa memberi bantuan dan menjaga jalan mundur mereka." "Yong-congkoan," Timbrung Tu Hong-sing, agaknya kau belum jelas akan keadaan di sini, walau tempat ini merupakan mulut atau jalan keluar Ceng-liong-tam, tapi keadaan di dalam keenam sudut pintu situ sama lain tiada bedanya, kita cukup membagi dua kelompok masuk ke dalam mencari mereka, cuma perlu dijanjikan dulu jalan2 mana yang harus ditempuh masing2 kelompok, setelah sampai pada suatu tempat dapat berkumpul lalu ke-luar bersama." "Kiranya begitu," Ujar Yong King-tiong. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalau begitu tentu bisa menghemat tenaga dan waktu. Ling-kongcu jangan membuang waktu lagi, bersama Tu-heng pimpinlah mereka (kelima laki2 baju hijau) dalam satu rombongan, Lohu akan bawa sia yang lain dalam rombongan kedua, cuma kita harus membawa obor lebih banyak Nah, sekarang berangkat," "Wanpwe terima petunjuk," Kata Kun-gi. Tu Hong-sing berkata. "Setiap orang yang bertugas di Ceng- liong-tam harus membawa obor khusus, jalan yang mesti ditempuh masing2 kelompok harus diatur dan direncanakan dulu, supaya tiada yang ketinggalan dalam usaha mencari mereka." "Kalau begitu, tolong Tu-heng saja yang membagi tugas," Ucap Yong King-tiong.. Tu Hong-sing lantas memberi pesan pada kelima orang baju hijau. "Kelompok pertama harus masuk dari Thian-mui, membelok kanan keluar dari Te-mui. Kelompok yang lain masuk dari Te-mui, belok kanan keluar dari Thian-mui." Kelima orang baju hitam mengiakan bersama. Yong King-tiong lantas pimpin Un Hoan-kun dan tiga laki2 baju hijau memasuki Thian-mui dari sebelah kiri setelah menyulut obor. Sementara Kun-gi bersama Tu Hong-sing dengan dua laki2 baju hijau masuk melalui Te-mui dari sebelah kanan, merekapun membawa obor. Sia yang laintetapberjagadi kamar segienam. Setelah kedua kelompok orang itu masuk, tanpa terasa Pui Ji- ping mengerut kening, tanyanya. "Tong-cici, entah orang2 Pek-hoapang apa yang dicari oleh Ling-toako?" "Bukankah Hek-liong-hwe anggap kita orang Pek-hoa-pang? Mungkin kedua kelompok Pang dan Hwe ini terjadi bentrokan sengit, Ling-toako bantu pihak Pek-hoa-pang menggempur Hek- liong-hwe, maka dia bisa menolong kita," Lalu Tong Bun-khing berpaling ke arah Siau-tho dan bertanya. "Nona, betul tidak terkaanku?" "Ah, hamba hanya seorang pelayan yang melayani keperluan Congkoan, apa yang kuketahui hanya sedikit saja, kalau tak salah Ling-kongcu adalah Cong-hou-hoat-su-cia dari Pek-hoa-pang, Han-hwecu dari Hek-liong-hwe adalah pembunuh ayahnya. sedang Yong-congkoan adalah sahabat karib ayah Ling-kongcu, maka dia, bantu Ling-kongcu menggempur Hek-liong-hwe." "Lalu siapa itu nona Un?" Tanya Ji-ping. "Kudengar tadi Ling-kongcu pernah bilang, sejak mula nona Un memang sudah kenal baik dengan Ling-kongcu. waktu Ling-kongcu menyelundup ke Pek-hoa-pang, nona Un ikut membantu dengan menyamar Bi-kui dalam Pek-hoa-pang, untung tadi dia tertolong oleh Ling-kongcu dari lorong2 sesat di dalam." "Kalau Ling-kongcu menyelundup ke dalam Pek-hoa-pang. bagaimana mungkin bisa diangkat menjadi Cong-hou-hoat-su-cia dariPek-hoa-pang?" Demikian tanya Cu Ya-khim. "Entahlah, hambasendirijugatidak tahu."sahutSiau-tho. "Kukira dalam hal ini ada banyak persoalan yang berbelit," Timbrung Tong Bun-khing. "Biarlah kita tunggu setelah Ling-toako keluar baru kita tanya padanya." Bersungut Pui Ji-ping, katanya dengan tertawa. "Kalau mau tanya, kau saja yang tanya padanya." -000-0dw0-000 Kini kita ikuti rombongan Ling Kun-gi, Tu Hong-sing membawa obor berjalan di depan diikuti Kun-gi, lalu kedua orang baju hijau yang juga membawa obor. Di bawah penerangan tiga batang obor lorong yang gelap gulita itu menjadi cukup terang, dalam jarak sepuluh tombak keadaan sekitarnya dapat terlihat dengan nyata. Tadi Kun-gi baru masuk puluhan tombak saja di dalam lorong2 sesat ini, maka dia belum tahu di mana letak rahasia inti lorong2 sesat ini. Kali ini Tu Hong-sing jadi penunjuk jalan, setelah belok kanan tikung kiri, di antara lorong2 sempit itu banyak pula cabangnya sehingga mirip sarang labah2. Banyak jalan cabang yang berliku2 setelah ditempuh sekian lamanya baru diketahui bahwa lorong itu buntu, terpaksa harus putar balik. Tapi bukan mustahil kembalinya akan salah jalan ke cabang yang lain pula. Bila tiada penunjuk jalan, sekalisalah langkahbesarsekaliakibatnya, mungkin selamanyatakkan bisa keluardaritempatyang menyesatkanini. Tapi tugas Kun-gi kini harus menjelajah seluruh lorong2 ini untuk menemukan dan menolong orang2 Pek-hoa-pang yang terkurung, maka setiap lorong cabang kudu diperiksanya, umpama menemukan lorong-lorong buntu juga harus diperiksa. Diam2 Kun-gi menaruh perhatian, sepanjang jalan ini makin banyak cabang yang simpang siur, putar sana belok sini, dan membuat orang pusing tujuh keliling, tapi setiap kali bila tiba pada lorong yang agak lebar dan merupakan lorong penting, maka selalu ada belokan ke kanan dan ini berarti tidak salah jalan lagi. Semula dia masih was-was dan menaruh curiga pada Tu Hong-sing, lambat laun dia yakin Tu Hong-sing dapat bekerja jujur dan betul2 memeras keringat. Setelah terbukti Tu Hong-sing bekerja sekuat tenaga, maka Kungi juga pusatkan perhatiannya, mata kuping dipasang tajam, pikiran dia tumplek dalam usaha pencarian orang2 Pek-hoa-pang. Sebetulnya jalan lurus yang penting dalam lorong ini hanya ada enam jalur, tapi lantaran pada jarak tertentu ada cabang yang rumit dan membingungkan, adakalanya setelah menyusur pergi datang ternyata masih tetap berada dilorong yang sama, maka kerja mencari orang ini sungguh amat berat dan menghabiskan tenaga, apalagisetiappelosokharus merekajelajahi. Tengah mereka berjalan, tiba2 Kun-gi mendengar kira2 sepuluh tombak di sebelah depan lapat2 seperti ada suara keresekan. Suara itu sangat itu lirih seperti daun jatuh, meski seorang persilatan yang memiliki Lwekang tinggi juga harus tumplek perhatian mendengarkan dengan cermat baru dapat mendengar suara itu. Maklum derap langkah mereka berempat sendiri sudah menimbulkan suara yang ramai, tapi Kun-gi dapat mendengar suara geseran sesuatu itu diantara derap kaki mereka, Mungkin seekor tikus yang lari ketakutan. Pendek kata suara itu amat lirih, tapi sekilas pasang kuping Kun-gi lantas menghentikan langkah, katanya dengan suara tertahan. "Tu-heng, berhenti dulu, apa di depan ada persimpangan jalan pula?" Tu Hong,-sing berhenti, sahutnya. "Betul, tapi dari sini ke persimpangan jalan masih sepuluh tombak." "Di persimpangan jalan depan ada orang bersembunyi, entah dia kawan atau lawan?" Demikian kata Kun-gi. "Ada orang sembunyi didepan? Bagaimana Ling-kongcu bisa tahu?" Tanya Tu Hong-sing heran. "Lapat2 kudengar dalam jarak sepuluh tombak di depan ada suara napas pelahan empat-lima orang, tapi jalan yang kita tempuh ini jalan lurus, bayangan manusia tidak kelihatan, maka kuduga pasti mereka sembunyi di persimpangan jalan." Tu Hong-sing kaget, katanya heran. "Jadi Ling-kongcu sudah dengar suara pernapasan mereka." "Dalam lorong ini mudah menimbulkan gema suara, apalagi mereka sembunyi ditempat gelap, karena hati merasa tegang hendak menyergap musuh, meski menahan napas tapi deru napasnya menjadi lebih berat dari biasanya." "Kemampuan Ling-kongcu yang luar biasa ini sungguh mengagumkan......"pujiTuHong-sing. Belum habis dia bicara kini iapun mendengar suara lambaian pakaian orang, lalu tampak empat sosok bayangan orang berkelebat keluar dari kanan-kiri persimpangan jalan di depan. Lalu menyusul suara seorang gadis membentak. "Pendatang berhenti, kalau mau hidup lekas buang senjata dan tinggalkan orangnya, kalau tidak kalian bertiga bangsat ini jangan harap bisa hidup!" -Agaknya dia sudah melihat tiga orang Hek-liong-hwe, ucapannya supaya meninggalkan orang mungkin dia mengira Ling Kun-gi menjadi tawanan musuh yang sengaja di gusur kemari. Maklumlah di depan Ling Kun-gi adalah Tu Hong-sing yang menenteng pedang, di belakangnya adalah dua laki2 baju hijau, jadi se-olah2Kun-giadalah tawanan mereka. Begitu mendengar suara orang, berdegup girang hati Kun-gi, segera dia melompat maju dan berseru. "Pangcu, Cayhe memang sedang mencari kalian." "Hah......" Dari lorong di depan terdengar teriakan tertahan, nada yang mengandung rasa kaget dan kegirangan luar biasa, sesosok bayangan langsing segera melejit maju, teriaknya. "Lingheng, ......" Karena hati senang, seperti seorang yang sudah lama tersesat kini bertemu dengan sanak familinya, maka dia berlari menubruk datang. Maklumlah seorang remaja yang sekian lamanya tersesat di lorong gelap ini, kini bertemu dengan perjaka pujaannya, maka dia ingin melimpahkan seluruh perasaannya, kini dia perlu bujuk dan hibur manja. Namun betapapun dia adalah Pek-hoa-pang Pangcu, dihadapan orang luar, apalagi di depan dayangnya, betapapun dia tetap harus pegang gengsi sebagai Pangcu yang berwibawa dan disegani. Untunglah seruan "Pangcu" Kun-gi telah menyentak sanubarinya. Kira2 beberapa kaki di depan Kun-gi dia berhenti, matanya yang jeli tampak berkaca2, wajahnya berseri girang, katanya. "Ling-heng, bagaimana kau bisa menemukan tempat ini? Kau tidak apa2? Rombongan kami telah tercerai berai." -Meski masih tertawa, tapi wajahnya sudah basah air mata, katanya pula. "Lihatlah, kini tinggal kami berlima orang sungguh aku tidak tahu cara bagaimana harus memberipertanggunganjawab kepadaSuhu?" "Pangcu tidak usah sedih," Bujuk Kun -gi. "lorong sesat di Ceng-liong-tam ini memang amat berbahaya, orang2 yang tercerai-berai pasti dapat kita temukan, Cayhe memang sedang mencari kalian." Bok-tan melirik Tu Hong-sing bertiga, tanyanya. " Kenapa kau tidak menungguku?" "Nona mau ke mana? "Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" U n "Bukankah mereka orange Hek-liong-hwe kenapa . ." memancarkan sinar aneh, katanya dengan mesra. "Kembali Lingheng membuat pahala besar. Ai, aku sungguh menyesal." Tak enak dia banyak bicara, terpaksa ia mendesak . "Syukurlah kami berhasil menemukan Pangcu, cuma lorong sesat ini banyak cabang yang simpang siur, kami membagi dua rombongan untuk mencari kalian, tugas kami belum lagi selesai, waktu amat berharga, kinisilakan Pangcu ikut dalamrombongan ini." Bok-tan membetulkan rambutnya, katanya tertawa. "Entah berapa lama kita ubek2an di tempat ini, obor yang kami bawapun telah padam kehabisan minyak, sudah tentu kami harus ikut kau." Kun-gi angkat sebelah tangannya, katanya. "Tu-heng bertiga membawaobor, silakan berjalandidepan saja." Maka Tu Hong-sing bertiga lantas jalan di depan, Bok-tan dan Kungiditengah,empatdayangikutdibelakang mereka. Bok-tan jalan berendeng dengan Kun-gi, tanyanya sambil berpaling. "Siapapuladalamrombongankedua?" Kun-gi ragu2 sebentar, dia sadar cepat atau lambat persoalan ini harus dibicarakan, lebih baik sekarang saja dibicarakan sama dia, maka dengan tertawa ia berkata. "Sebetulnya Pangcu sudah kenal dia, tapikenyataansekarangsudahbukandialagi." "Siapa yang Ling-heng maksudkan?" Tanya Bok-tan heran. "Bi-kui." "Kiu-moay maksudmu?" Bok-tan tertawa geli. Tiba2 seperti ingat apa2, dia bertanya pula. "Bagaimana mungkin bukan dia lagi?" "Bi-kui asli adalah salah satu agen kalian yang diselundupkan ke Hek-liong-hwe, padahal jejaknya sudah diketahui musuh dan kini sudah ajal, yang menyamar jadi Bi-kui sekarang adalah Un Hoan- kun ...." Berubah air muka Buk-tan. "Dia adalah orang Hek-liong-hwe?-" "Bukan," Sahut Kun-gi. "Dia anak keluarga Un dari Ling-lam, sebelumnya sudah kenal baik dengan Cayhe. tanpa sengaja dia menemukan Giok-je dan lain2 memasukan Cayhe ke dalam karung, maka dia menyaru jadi Bi-kui terus menguntit . " Bok-tan meliriknya, tawanya mengandung arti, katanya. "Kalian berhubunganbaiksekali, benartidak?" Teringat pesan Thay-siang sebelum ajal, berdegup keras jantung Kun-gi, lekas dia berkata. "Dengan dia Cayhe hanya ...." "Tak perlu kau jelaskan," Tukas Bok-tan. "aku tidak salahkan kau." -Suaranya begitu lirih, mungkin hanya Kun-gi saja yang bisa mendengar, tapi selebar mukanya sudah merah jengah. Kun-gi juga merasa panas mukanya, hatinya baru dan lega, katanya lirih. "Terima kasih ... ." Selanjutnya mereka terus maju ke depan tanpa bersuara, beberapa kejap lagi baru Kun-gi berkata. "Pangcu, ada satu hal mungkin juga di luar dugaanmu." Berkedip2 Bok-tan.tanyanya."Soalapa?" "Kau tahu pernah apakah Thay-siang dengan Cayhe?" Hal ini memang betul2 membuat Bok-tan melengak di luar dugaan, tanyanya. "Pernah apamu?" "Dia adalah Bibiku, beliau adik ibu kandungku." "Apa betul?" Bok-tan berteriak kaget dan senang. "Ya, kuingat sekarang, kau pernah bilang ibumu she Thi, darimana kau tahu akan hal ini?" Maka Kun-gi lantas bercerita secara singkat bagaimana kakek luarnya dulu mendirikan Hek-liong-hwe, tatkala ibunya menikah dengan ayahnya, Thay-siang minggat tak keruan parannya, akhirnya Han Jan-to menjual Hek-liong-hwe kepada kerajaan. "Kiranya begini liku2nya," Ucap Bok-tan. "tak heran kau suruh Sam-moay (Giok-lan) jangan bilang padaku tentang ibumu she Thi. O, ya, apa-kah Pekbo juga datang?" "Ibuku sudah berangkat, mungkin sekarang berada di Gak-kohbio, beliau minta Cayhe bawa Pangcu menghadapnya." "Em," Bok-tan bersuara pelahan, wajahnya yang semula pucat tampak merah malu, tapi sorot matanya tampak senang dan bersemangat, tanyanya riang. Banjir Darah Di Borobudur Karya Kho Ping Hoo Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo