Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 44


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 44


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Waktu mendengar Hok-ti-keke tadi sekilas Lim-Cu-jing melengak, baru sekarang dia mengerti surat dari "istana"   Yang dimaksudkan kiranya dari Hok-ti-keke, hakikatnya dia sendiri tidak tahu di mana Hok-ti (istana marga Hok itu serta siapa pula orangnya. Cuma dia tahu "keke"   Adalah panggilan bahasa Boan untuk seorang puteri raja. Mungkinkah Pho Kek-pui? Betul dia she Pho, nama palsu ini sengajapakai"Kek"yangsenadadengan"Ke",jelasyangdi maksud adalah "Keke"   Itu.   Tanpa terasa merah muka Lim Cu-jing, sesaat dia jadibingung dantak mampubersuara.   Pho tujong memandanginya dengan tertawa, katanya pula.   "Dari Thio-po kudapat tahu bahwa Keke ada menulis surat perkenalan supaya Congsu kemari mencariku, bila seorang gila pangkat dan kedudukan, sebelum kuundang tentu dia sudah mencariku, namun hal ini tidak kau lakukan, dari hal ini dapatlah kunilai bahwa Limcongsu seorang yang tak acuh terhadap pangkat dan nama, sungguh harus dipuji."   Karena orang sudah bicara blak2an, terpaksa Lim Cu jing keluarkan surat perkenalan yang ditulis sendiri oleh Pho Kek-pui. Sikapnya sedikit kikuk dan risih, katanya ragu2.   "Karena paman sudah meninggal dan menghentikan usahanya, semula aku berniat pulang saja, maka surat perkenalan inipun tidak jadi kusampaikan, kepada To-swe, harap dimaklumi."   Meski dalam hati dia menduga "Keke"   Yang dikatakan Pho-tujong ini adalah Pho Kek-pui, tapi sebelum hal ini terbukti dia tidak berani menyinggungPho Kek-pui dantidakberani tanyasiapakahKekeitu? Seterima surat itu Pho-tujong tergelak2, katanya.   "Kalau tidak kutanya, surat inipun tidak akan dikeluarkan." -Sekilas dia baca isi surat itu lalu berkata kepada Jin Ji-kui dengan tertawa.   "Surat yang dibawa Thio-po semalam isinya memang tegas, tapi Lohu kenal itu tulisan Hoa-suya, surat yang ini baru betul2 tulisan Keke pribadi. waktu kecil dulu dia sering naik di punggung Lohu seperti menunggang kuda, maka gaya tulisannya amat kukenal."   Agaknya dia bangga bahwa Keke menunggang punggungnya seperti naik kuda, ini lebih memperjelas bahwa Pho-tujong ini dulu adalah pembantu di istana Hok itu. Habis berkata Pho-tujong angsurkan surat itu kepada Jin Ji-kui, katanya pula.   "Ji kui, coba kau ikut pikirkan, di mana baiknya menempatkan Lim-lote sesuai bakatnya? Ini tugas dari Keke, maka kau harus lebih perhatikan." -Dari Lim-congsu dia ubah panggilan Lim lote, ini lantaran dalam surat Pho Kek-pui menyebut "temanku Lim-Cu-jing", nadanya amat hormat dan mengindahkan terhadap Lim Cu jing. adalah jamak kalau diapun berubah sikap dan bermuka2 demikelanjutan karirnya. Dengan laku hormat Jin Ji kui terima surat itu, sebelah tangan memelintir kumis, sesaat dia berpikir, katanya kemudian.   "Hamba ada sebuah usul, entah bagaimana pendapat To-swe?" "Coba jelaskan." "Di kantor kita ini bukan saja tiada lowongan, umpama ada jabatannya juga terlalu rendah, kurang sembabat dengan bakat Lim-congcu ...." "Memangnya ada jabatan yang lebih tinggi di kantor kita di wilayah hat-ho ini?"   Tanya Pho-tujong. Jin Ji kui tertawa lebar, katanya.   "Hanya kedudukan To-swe saja yang paling tinggi di sini, umpama komandan barisan jaga di istana paling2 juga cuma berpangkat wakil Tu jong, maka menurut pendapat hamba, lebih baik Lim congsu di masukkan kepasukan bayangkari pasanggerahan, Pertama di sana bukan kantor pemerintahan yang harus selalu dinas, tapi kedudukan lebih tinggi dari pada pejabat pemerintahan biasa, namanya lebih dihormati. Kedua, kecuali setiap tahun sekali baginda raja cuti dan berburu di sini, hari biasa tiada tugas2 penting. bukankah di sana jauh lebih baik daripada kerja di kantor kita ini? Apalagi To swe sekaligus bisa memberikan pertanggungan jawab kepada Keke"   Pho tujong manggut2, katanya.   "Usulmu memang baik, kenapa tadi tidak kupikir kesana."-Lalu dia bertanya.   "Lantas jabatan apa yangadadidalampasukan bayangkari, apakautahu?" "Dalam pasukan bayangkari pasanggerahan baginda terdiri dari tiga barisan, setiap barisan dipimpin oleh seorang komandan dan seorang wakilnya, setiap barisan terdiri dari sepuluh kelompok, setiapkelompokdipimpin seoranglagi.. ..   " "Cukup,"   Potong Pho-tu-jong "coba kau pergi cari tahu, adakah lowongan pimpinan barisan atau wakilnya? Kalau ada suruhlah Ki jongtay berikan lowongan itu kepada Lim-lote, katakan ini pesan dariistana Hok."   Lekas Jin Ji kui berkata.   "Bukankah nanti malam Tayjin hendak menjamu Lim-congsu, menurut pendapat hamba, sekalian undang saja Ki-jongtay kemari, secara langsung To-swe bisa bicara padanya, kan lebih baik?"   Agaknya laki2 ini pan-dai melihat arah angin, dia sengaja bermuka2 kepada Lim Cu-jing demi kepentingan dirinya kelak. "Betul,"   Ujar Pho-tu-jong.   "pergilah kau suruh orang mengundang Ki-jongtay kemari."   Jin Ji-kui mengiakan lalu keluar. Dengan rasa tidak tenteram Lim Cu-jing berkata.   "Terima kasih banyak atas kebaikan To-swe, hamba hanya mengharapkan tempat berteduh, bila menduduki jabatan terlalu tinggi jangan2 akan menimbulkanrasasirikorang lain." "Lote tak usah kuatir, jangankan soal ini sudah ditangani sendiri oleh Keke, umpama Lohu sendiri yang mengutus orang ke sana, siapa yang berani tidak tunduk padanya? Soal ini pasti Lohu atur dengan baik." "Budi kebaikan To-swetidakakan hamba lupakan selamanya." "Tolo Keke bukan saja adalah anak angkat Seng-cin-ong, malah ia menjabat sastra di istana timur, kelak kemungkinan bisa terpilih sebagai permaisuri, dengan keke sebagai tulang punggung Lote, memangnya apapula yang dikuatirkan? Haha Lohu dulu juga utusan istana Hok, kini Lote terhitung orang sana pula, kita terhitung orang sendiri, kalau Lohu tidak berusaha membantu orang sendiri, memangnya membantu siapa?"   Sekarang lebih jelas bagi Lim Cu jing bahwa istana Hok yang dimaksud ternyata adalah istana Hok-kun-ong, tak heran pengaruhnya begitu besar ( Menurut tradisi bangsa Boan, puteri Kun-ong dipanggil Tolo Keke.).   Tengah bicara Jin Ji-kui sudah kembali.   katanya sambil menjura kepada Pho-tujong.   "Lapor To-swe, hamba sudah suruh. Pho An pergi mengundang Kijongtay."   Pho tujong mengangguk. Jin Ji-kui lalu berpaling kepada Lim Cujing, katanya.   "Seperti biasanya To swe Tayjin saat ini harus menyelesaikan beberapa urusan dinas, silakan Lim-congsu istirahat ala kadarnya di kamar saja, malam nanti To-swe akan mengadakan perjamuan untukmu."   Lim Cu jing berdiri dan mohon diri. Setiba di kamar Jin Ji-kui, Lim Cu-jing bertanya.   "Siapakah orang yang Lokoko suruh datang kemari?" "Dia komandan pasukan bayangkari dipesanggerahan raja, she Ki bernama Seng-jiang, asal orang Kanglam, konon Kungfunya tinggi, sudah lama dia terjun kepasukan perang, dulu ikut menumpas pemberontakan di Siau-kim-jwan. keberaniannya mendapat penghargaan Hok-kun-ong, tatkala To-swe masih memimpin barisan bayangkari dia sudah berpangkat kelas tiga, dia berjasa pula dan dinaikkan pangkatnya menjadi komandan pasukan bayangkari, hitung2dia masih termasukbawahan To-swe."   Sambil mengobrol mereka membuang waktu di kamar Jin Ji-kui, tak lupa Jin Ji-kui keluarkan seperangkat pakaian baru dan diberikan kepada Lim Cu-jing.. Menjelang petang Jin Ji-kui berdiri mengajak.   "Waktu hampir tiba, marilah, supaya To-swe tidak menunggu."   Jin Ji-kui membawa Lim Cu-jing menyelusuri serambi panjang berliku2 dan akhirnya kembali ke taman sebelah barat, di mana terdapat sebuah ruang makan. Baru saja mereka memasuki ruangan, seorang pelayan maju menyambut.   "Tayjin sudah menunggu, harap Jin-loya membawa Lim-ya ke dalam."   Lekas Jin Ji-kui mempercepat langkah membelok ke kiri di sana ada sebuah pintu bundar, dua pelayan perempuan baju hijau bergaun putih segera menyingkap kerai menyilakan mereka jalan.   Lekas Lim Cu-jing melangkah masuk dan menjura, katanya.   "Maaf membuat To swe menunggu." "Lohu juga baru tiba, silakan kalian duduk,"   Ucap Pho-tujong.. MakaLimCujingdanJinJi kuiduduk di sebelahbawahnya. Pho-tujong tanya kepada Jin Ji-kui.   "Ji kui. kau suruh Pho An mengundang Ki jongtay, sudahkah kau terangkan untuk makan malam di sini?" "Hamba sudah memberi pesan padanya, sekarang seharusnya dia sudah sampai."   Baru selesai dia bicara, didengarnya di luar pengawal berteriak. "Lapor To-swe, Ki-jongtay telah tiba."   Pho-tujong berseru.   "Boleh silakan masuk."   Waktu kerai tersingkap, tampak seorang laki2 tua berperawakan sedang mengenakan pakaian dinas beranjak masuk dengan langkah cepat2, langsung dia memberi hormat kepada Pho-tujong, serunya.   "Bawahan menyampaikan hormat kepada To swe."   Orang ini berusia lima puluhan, wajahnya bersih, cuma tulang pipinya menonjol tinggi, sekilas pandang orang akan tahu bahwa dia seorang cerdik yang banyak akal muslihat licik.   Dia bukan lain adalah Ki Seng-jiang, yang dahulu berkuasa di Coat-seng san-ceng, tapi jabatan sebenarnya adalah wakil Tu jong di daerah Jiat ho ini, komandanbarisan bayangkaripesanggrahanraja.   Pho tujong hanya mengangguk, katanya tertawa.   "Seng jiang, di kamar makan sini, segala peradatan boleh dibuang jauh, lekas duduk."   Ki Sengjiang mengiakandengan berdiritegak. Pho tujong berpaling, katanya.   "Ji kui, kau tak beritahu kalau makan malaminibersifatpribadi."   Sebelum Jin Ji kui menjawab Ki Seng-jiang sudah mendahului.   "Lapor To-swe, Ji-kui sudah memberi pesan pada Pho An tentang perjamuan makan ini, tapi hamba ada tanya kepada Pho An dan mengetahui To swe hendak menjamu utusan dari istana Hok, hamba tidak berani kurang hormat, maka kukenakan pakaian dinas ini." "Memangnya kau sok pintar, kau sudah kubilang bersifat pribadi, kenapa harus bertele2 begini? Lekas buka jubah kebesaranmu, nanti kuperkenalkan kalian."   Ki Seng jiang mengiakan, dia melepas kopiah serta membuka jubah, seorang pengawal menyambutnya dan mengundurkan diri.   Pho tujong menunjuk Ki Seng jiang, katanya pada Lim Cu-jing.   "Lim-lote, mari Lohu perkenalkan, dia inilah komandan tertinggi dari pasukan bayangkari pesanggerahan raja, Ki-jongtay." -Lalu dia berpaling kepada Ki Seng jiang.   "Lim-lote ini bernama Lim Cu-jing, utusan dari istana Hok."   Lim Cu-jing dan Jin Ji-kui sudah berdiri tatkala Ki Seng-jiang masuk. Setelah diperkenalkan lekas Lim Cu-jing merangkap kedua tangan, katanya."CayheLimCu-jing, selamatbertemu Jongtay." "Kiranya Lim-heng, syukur dapat berkenalan denganmu,"   Ki Seng-jiangbalas menghormatdengan basabasialakadarnya.   "Kalian boleh duduksemaunya,"kata Pho-tu-jong.   Tiga orang lantas duduk bersama.   Pho tujong merogoh keluar, dua pucuk surat dan diangsurkan kepada Ki Seng jiang, katanya.   "Seng jiang, kedua surat ini kiriman dari istana Hok, sepucuk lagi adalah tulisan Keke pribadi, boleh kau baca."   Ki Seng jiang terima dan baca surat2 itu dengan hormat, lalu dilempit pula serta diaturkan kembali, katanya membungkuk.   "Limheng adalah utusan istana Hok, kalau To-swe ada perintah yang perlu kukerjakan silakan katakan saja." "Dugaanmu memang betul,"   Ucap Pho-tujong.   "sebagai utusan istana Hok yang langsung membawa surat perkenalan Keke, kalau kita memberi jabatan rendah, tentu menurunkan pamor Keke, kupikir lebih baik dicarikan kedudukan di pasukan bayangkari yang kau pimpin, tugas ini akan lebih cocok dengan bakat dan kemampuannya." "Pesan To swe pasti kuperhatikan, cuma mungkin harus sedikit merendahkan derajat Lim-heng ."   Ucap Ki Seng-jiang. "Coba kau pikir dalam pasukan bayangkari adakah lowongan wakil pimpinan utama, biarlah dia membiasakan diri lebih dulu, setelah menyesuaikan diri kelak bila ada kesempatan dapat mengangkatnya lebih lanjut."   Sekali minta jabatan wakil pimpinan, sudah tentu hal ini membuat Ki Seng-jiang serba susah, tapi di mulut dia mengiakan. Lekas Jin Ji kui menimbrung dengan tertawa.   "Pasukan bayangkari ada tiga baris pasukan, jadi hanya tiga jabatan wakil pimpinan utama, mungkin Ki jongtay punya kesulitan, maka menurut pendapat hamba, bagaimana kalau diadakan mutasi, salah satu wakil pimpinan utama dipindah kemari membantu To-swe, Entah bagaimana pendapat To swe?" "Begitupun boleh. Kelompok ketiga dari barisan keamanan kota masih ada lowongan wakil pimpinan, kalau dibanding kedudukannya malah lebih tinggi."   Ki Seng-jiang berpikir sejenak, lalu berkata.   "Pesan To swe pasti akan kulaksanakan, baiklah kumutasikan saja wakil komandan dari barisan pertama Pian Mi ci kemari." "Baik, Ji-kui, besok kau siapkan suratnya, Pian Mi ci dimutasikan ke barisan keamanan kota,"   Lalu ia berpaling pula kepada Ki Seng jiang.   "Sementara surat2 Lim-lote tolong kau saja yang menguruskan."   Ki Seng-jiang mengiakan, lalu berpaling kepada Lim Cu-jing. "Besok Lim-heng boleh datang ke Le kiong untuk melaporkan diri." "Terima kasih atas bantuan To-swe dan Jong-tay,"   Kata Cu-jing. "Besok pagi2, biar kutemani Lim lote melaporkan diri."   Timbrung Jin Ji kui.   Esok paginya Jin Ji-kui mengiringi Lim Cu-jing menunggang kuda menuju ke Pi-siok-san-ceng.   Pesanggrahan lui didirikan di atas bukit, luasnya ada puluhan hektar, sekeliling dipagari tembok tinggi, di luar tembok mengalir sungai yang cukup lebar dan dalam.   Diantara pepohonan yang menghijau subur tampak beberapa bentuk bangunan megah berloteng tersebar di sana sini.   Panorama di sini tak kalah dengan pemandangan di puncak2 gunung ternama seperti Thay-san dan Heng san.   Waktu mereka keluar dari pintu utara, dari kejauhan sudah nampak bukit menghijau permai, di antara lebatnya dedaunan, di sebelah selatan sana berjajar menjulang tinggi tiga bangunan istana yang angker.   Dari kejauhan Jin Ji-kui menuding, katanya.   "Lim-lote, itulah pasanggerahan raja, maju lagi beberapa jauh kita harus turun dan berjalan kaki."   Kejap lain mereka sudah tiba di tempat ketentuan bahwa pembesar sipil harus turun dari tandu dan pembesar militer turun dari kuda, sambil menarik kendali kuda mereka terus maju ke depan.   Dari rumah sebelah kanan sudah ada orang keluar menyambut kedatangan mereka, setelah memberi hormat dia tuntun kedua ekor kuda ke istal.   Dari sini menuju ke gedung induk kira2 masih ada setengah li, tapi setiap lima langkah seorang serdadu berdiri tegak berjaga, setiap puluhan tombak ada satu pos penjagaan lagi, semua serdadu yang bertugas disinibersenjata lengkap.   Belum lagi Jin Ji-kui sampai di tempat tujuan, dari istana ketiga sebelah kanan beranjak keluar seorang laki2 bergolok dengan ikat pinggang ketat, memakai topi lancip, dia memapak maju serta menyapa.   "Hamba Coh Te-seng, atas perintah Jong-tay sejak tadi sudah menanti kedatangan Jin-loya dan Lim ya." "Terima kasih, bikin capai Coh heng saja,"   Ujar Jin Ji-kui tertawa, Lim Cu jing balas menjura pula. "Silakan, biar hamba menunjukkan jalan,"   Ucap Coh Te-seng, lalu mendahului beranjak ke istana.   Bagian dalam istana adalah sebuah lapangan luas yang dialasi papan batu marmer, tak jauh ke depan ada sebuah aliran sungai kecil, di atas sungai dibangun sebuah jembatan batu putih yang diukir indah.   Tidak jauh dari jembatan, mereka dihadapi undakan batu yang lebar, tidak tinggi cuma puluhan undakan, di sebelah atasnya lagi adalah istana yang dibangun laksana jamrut di atas mahkota kerajaan.   Pintu gerbang istana tertutup rapat, beberapa laki2 bergolokbertugas jaga disini.   Coh Te-seng hawa mereka menaiki undakan batu terus menuju ke sebelah kiri, di mana ada sebuah jalan batu yang dipagari pepohonan tua dan besar mencakar langit.   kira2 setengah li perjalanan, tampak sebuah lapangan rumput yang amat luas, di tengah lapangan itulah berderet lima bangunan berloteng, di luar pintu berjaga dua laki2 bergolok, seragam pakaiannya mirip Coh Te-seng.   Pada kiri kanan masing2 terdapat bangunan asrama, kelihatan teratur amat rapi.   Lim Cu-jing tahu di sinilah letak markas pasukan bayangkari yang bertugas jaga pesanggerahan raja ini.   Baru saja Coh Te seng membawa mereka berdua menaiki undakan, tampak Ki Seng jiang telah memapak keluar, wajahnya yang bersih tampak cerah, tawanya lebar, katanya.   "Jin-lote, Lim lote, maaf akan keterlambatan sambutanku." "Jongtay terlalu sungkan, aku hanya menemani Lim lote saja."   Lim Cu-jing maju serta memberi hormat.   "Hamba datang untuk lapor kepada Jongtay."   Ki Seng-jiang terbahak2, katanya.   "Lim lote jangan sungkan, sebelum urusan dinas diumumkan, kau masih terhitung tamu kita, mari kita bicara di dalam."   Ki Seng-jiang persilakan mereka masuk ke kamar tamu dan berduduk. Seorang pengawal keluar menyuguhkan teh. "Jin-lote,"   Kata Ki Seng Jiang.   "apakah surat2 dari To swe sudah diselesaikan?" "Sudah, sekalian kubawa serta,"   Sahut Jin Ji-kui sambil mengeluarkan gulungan surat dinasnya dan diangsurkan. Seterima surat dinas itu Ki Seng jiang membacanya sebentar lalu berteriak keras.   "Penjaga?"   Pengawal yang jaga di luar pintu mengiakan dan berlari masuk, serunya.   "Hamba siap menerima perintah." "Pergilah kau panggil pimpinan utama barisan kesatu dan wakilnya, Pui Hok-ki dan Pian Mi-ci."   Demikian perintah Ki Sengjiang. Pengawalitu mengiakanterus mengundurkandiri. Dari bajunya Ki Seng jiang keluarkan sepucuk surat, dengan tertawa ia berkata kepada Lim Cu-jing.   "Lim lote, inilah surat pengangkatanmu, kau baru datang sementara ini untuk beberapa lama dudukilah jabatan ini."   Tampak terharu Lim Cu-jing, dengan gugup dia terima surat pengangkatan itu, lalu berkata dengan sikap tegak.   "Terima kasih akan kebaikan Jong-tai, mungkin hamba tidak sesuai untuk jabatan ini." "Ini maksud To-swe sendiri, apalagi utusan dari istana Hok, memangnya tidak sesuai apanya? Lote tidak perlu berterima kasih padaku, asal kau bekerja dengan giat, rajin dan baik, bila ada kesempatanpasti kubantu memberi laporan kepihakatas."   Setelah kedua orang bicara, lekas Jin Ji-kui menjura, katanya. "Kiong-hi Lim-lote telah memangku jabatannya."   Dalam pada itu, dari luar tampak masuk dua orang, yang di depan seorang setengah umur berperawakan gemuk.   wajahnya bulat, alis tebal mata sipit.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Laki2 di belakangnya berperawakan sedang, usianya sekitar tiga puluhan enam, tampak kekar berotot, langkahnya gesit.   Tiba di ambang pintu kedua orang berdiri tegap, si gendut itu buka suara.   "Hamba Pui Hok-ki dan Pian Mi-ci datang menghadap."   Ki Seng-jiang manggut2, katanya.   "Kalian boleh masuk."   Kedua orang jelas adalah pimpinan utama dan wakilnya dari barisan kesatu. Maka Pui Hok-ki dan Pian Mi-ci beranjak ke dalam ruangan besar. Jin Ji-kui sudah berdiri menyambut, katanya menjura. "Pui-heng, Pian-heng, selamat bertemu."   Lim Cu jing juga berdiri, tapi dia hanya menyapa dengan anggukan kepala. Wajah bulat Pui Hok-ki yang gembur penuh daging lebih tampak berseri tawa, berulang dia balas menjura, katanya.   "Jin-lo, kau baik2 saja."   Ki Seng-jiang segera menuding Lim Cu-jing, katanya kepada Pui Hok-ki.   "Hok-ki, adik Lim Cu-jing ini adalah utusan istana Hok." -Lalu dia balas perkenalkan kedua orang kepada Lim Cu jing. Mendengar utusan istana Hok, semakin lebar tawa Pui Hok-ki, berulangdia menjurasambil basa-basisekedarnya. "Kita orang sendiri, hayolah duduk."   Ucap Ki Seng-jiang. Dariatas meja Ki Seng-jiang ambilsuratpemindahandan berkata kepada Pian Mi-ci.   "Selamat Pian-heng, inilah surat pengangkatan untukmu, kau dimutasikan setingkat lebih tinggi ke kantor balai kota menjabat wakil komandan barisan keamanan kota, sementara jabatanmusekarangakandi isioleh Lim-lote."   Wakil pimpinan utama dari barisan bayangkari dimutasikan menjadi wakil komandan barisan keamanan kota, menurut jamaknya jabatannya naik setingkat, tapi pasukan bayangkari betapapun adalah tenaga2 ahli dan terdidik yang bisa selalu mendampingi baginda, kini dimutasikan ke kantor balai kota, berarti sudah keluar lingkungan istana.   Mimik Pian Mi-ci menunjuk perasaan yang aneh, sudah tentu dia juga mengerti, soalnya Lim Cu-jing orang utusan istana Hok, untuk mencarikan jabatan sesuai bagi Lim Cu-jing, terpaksa dirinyalah yang dikorbankan.   Tapi ini perintah, terpaksa dia menerima, katanya.   "Hamba terima perintah, entah kapan harus laporan?" "Setelah menyelesaikan surat2 mutasimu di sini, boleh segera kau melaporkan diri ke sana,"   Bahwa penggantinya sudah hadir, adalah jamak kalau dia harus segera menyingkir. Maka Pian Mi-ci mengiakan pula. Ki Seng-jiang tertawa lebar, katanya.   "Pasukan keamanan kota tiada bedanya dengan barisan bayangkari, semua adalah orang kita sendiri, bukankah dulu aku juga bertugas di bawah pimpinan Toswe, malah jabatan Pian-heng sekarang lebih tinggi daripada aku waktu itu."   Pian Mi-ci kembali mengiakan, katanya.   "Baiklah, sekarang juga hamba menyelesaikan surat mutasi, bila Jongtay tiada pesan lain, hamba mohon diri saja." "Baiklah, selesaikanlah surat2mu, kebetulan Jin-lote berada di sini, siang nanti kau harus kembali, aku akan menjamu kedatangan Lim-lote, sekaligus untuk menjamu perpisahan dengan Pian-heng, biarlah kita bergembira bersama."   Setelah Pian Mi-ci pergi Ki Seng-jiang berpaling kepada Pui Hok-ki, katanya.   "Hok-ki, sejak kini Lim-lote termasuk orangmu. boleh kau iringi dia menemui He-congkoan untuk laporkan diri dan menyelesaikan surat2nya."   Lekas Pui Hok-ki berdiri sambil mengiakan, lalu berkata kepada Lim Cu-jing dengan tertawa.   "Lim-heng, bawalah surat2mu, ikutlah aku ke sekretariat." "Mohon bantuan Pui ling-pan (pimpinan she Pui),"   Seru Cu jing.   MukabulatPui Hok-kitampak berseri, katanya."Lim-hengjangan sungkan, untuk selanjutnya kita terhitung orang sendiri, saling bantu adalah semestinya." -Karena Lim Cu jing orang utusan istana Hok, makasengajadiamerapatdanmengambilhatinya.   Setelah mohon diri kepada Ki Seng jiang, kedua orang langsung masuk ke istana lebih dalam.   He-congkoan adalah Thay-kam (dayang-kebiri) yang berkuasa di pasanggerahan ini, tahu bahwa Lim Cu-jing utusan istana Hok, sudah tentu pelayanannya berbeda dengan yang lain, setelah dia periksa surat2 yang ada, segera dia isi formulir riwayat hidup Lim Cu-jing serta nama tiga turunan leluhurnya, maka selesailah soal mutasi ini, Lim Cu jing pula memperoleh sebentuk medali perak tanda pangkat wakil pimpinan barisan kesatu.   Siang hari itu Ki Seng jiang mengadakan perjamuan di kamar tamu itu, tamunya ada tiga orang, yaitu Lim Cu-jing serta Pian Mi-ci yang kini dimutasikan ke barisan keamanan kota, orang ketiga adalah Jin Ji kui.   Sementara para tamu pengiring ada lima, yaitu pimpinan utama barisan kesatu Pui Hok-ki, pimpinan utama barisan kedua Hok Ji-liong, wakilnya Pok Coan-seng, pimpinan utama barisan ketiga Pi Si-hay dan wakilnya Keh Tiang-sin.   Biasanya jarang ada perjamuan besar macam ini dalam pasukan bayangkari seperti sekarang.   Hanya kedatangan seorang wakil pimpinan utama yang baru ternyata Jongtay telah menyambutnya dengan perjamuan sebesar ini, agaknya kecuali menyambut kehadirannya, sekaligus juga untuk pesta perpisahan dengan Pian Mi-ci, tapi Lim Cu-jing kenyataan duduk di kursi utama, jelas perjamuan ini lebih mengutamakan kepada Lim Cu jing.   Tiada alasan lain karena Lim Cu-jing adalah orangnya Tolo Keke.   Bukankah semalam To-swe sendiri juga telah mengadakan perjamuan menyambut kedatangannya? Biarpun para pimpinan utama dan para wakilnya ini semula juga tokoh2 Bu-lim yang sudah lama berkecimpung di dunia Kangouw, tapi sekali sudah masuk kalangan pemerintahan, siapapun akan kemaruk harta dan pangkat, kalau tidak siapa yang sudi menjual nyawa, relamenjadi antekdancakaralap2 kerajaanpenjajah? Pho-tujong juga orang dari istana Hok, untuk apa pula dia harus bermuka2 kepada Lim Cu-jing, hal ini tidak sukar diterka, yakni lantaran Lim Cu-jing didukung oleh seorang yang punya kuasa tinggi di istana Hok, mereka yang cerdik akan lekas memahami liku2 ini, maka adalah jamak pula bila para pimpinan utama dan para wakilnya yang hadir dalam perjamuan ini berusaha memikat dan mengikat persahabatan dengan Lim Cu-jing, secara bergiliran mereka menyuguh arak kepada Lim Cu jing.   Lim Cu jing juga tahu dan dapat melihat gelagat bahwa arak yang disuguhkan padanya adalah arak persahabatan, arak menjilat untuk menarik hatinya.   Hampir selesai perjamuan, seorang pengawal tampak masuk mendekatiKiSeng-jiangsertaberbisik di telinganya.   Ki Seng jiang tampak melengak, tanyanya.   "Mana orangnya?" "Ada di luar,"   Sahut pengawal itu.   "tanpa izin Jongtay dia tidak berani masuk."   Ki Seng jiang mengulap tangan, katanya.   "Suruh dia masuk."   Pengawal mengiakan sambil meluruskan kedua tangan, setelah membungkuk terus mengundurkan diri.   Tak lama kemudian sudah berjalan masuk pula membawa seorang baju hijau.   Usia orang ini lima puluhan, mukanya lancip tirus, tubuhnya tinggi kurus, begitu melangkah masuk segera ia memberi hormat dan berseru.   "Hamba menghadap Jongtay."   Melihat si baju hijau ini, Lim Cu-jing tampak melenggong. Dia kenal orang ini adalah salah satu dari kedelapan Koan-tay Hek-liong hwe, yaitu Tu Hong-seng adanya. Ki Seng jiang mengangguk, katanya.   "Tu-heng tidak usah banyak adat, kau buru2 menghadapku, apakah Cui-congkoan yang mengutusmu untuk minta bala bantuan kesana?"   Kembali Lim Cu jing melenggong mendengar pertanyaan ini, pikirnya.   "Agaknya Cui Kin-in berkuasa untuk memerintahkan bantuan dari pasukan bayangkari di pesanggerahan raja ini, bukankah ini berarti jabatan dan kekuasaan Cui Kin-in jauh lebih tinggi daripada Ki Seng-jiang? Bahwa Cong-kam (komisaris umum) Hek-liong-hwe dapat memerintah dan menguasai pada pasukan bayangkaridisini, memangnyasiapakahdiasebenarnya?"   Tu -Hong seng tampak berdiri tegak, sahutnya.   "Lapor Jongtai, hamba datang untuk memberi laporan." "Urusan apa boleh kau katakan saja." "Hek liong hwe telah dipukul hancur oleh musuh, Jan-hwecu, Nao-tongcu, Ci tongcu dan Nyo-jilingpun yang ditarik dari pasukan bayangkaridi sinisemuanyasudahgugur."   Diam2 Lim Cu-jing mengangguk, pikirnya.   "Kiranya Nyo Ci-ko adalahwakilpimpinanutamadaribarisan bayangkaridisini." "Prang", muka Ki Seng jiang seketika berubah pucat, cangkir yang dipegangnya terlepas jatuh berantakan, tanyanya gugup. "Bagaimana dengan Cui-congkam?" "Agaknya Cui-congkam sudah meninggalkan tempat itu,"   Sahut Tu Hong-seng. Sesaat baru Ki Seng-jiang menenangkan diri, seperti teringat apa2, wajahnya kini menjadi kelam, tanyanya.   "Kau tahu siapa saja yang telah menyerbu Hek-liong-hwe?" "Hamba hanya tahu kalau mereka adalah orang2 Pek hoa-pang, yang menjadi tulang punggung Pek-hoa-pang adalah kedua puteri Thi Tionghong, pentolan Hek liong-hwe dulu, tapi yang paling lihay di antara mereka Cong-houhoat Pek-hoa-pang yang bernama Ling Kun-gi, konon dia adalah putera Ling Tiang-hong, murid Hoan-jiu-jilay, Hek-liong-hwe boleh dikatakan seluruhnya runtuh di tangan orang she Ling ini."   Berubah pula air muka Ki Seng Jiang, serunya murka.   "Lagi2 bocah keparat she Ling itu."   Tu Hong-sing mengeluarkan setumpukan kertas tebal dan diangsurkan, katanya.   "Inilah laporan tertulis hamba, semuanya tercatat dengan jelas di sini."   Seorang pengawal maju menerima kertas laporan itu dan dihaturkan kepada Ki Seng-jiang. Tapi Ki Seng jiang mengulap tangan, katanya.   "Bawalah ke kamar bukuku saja,--Lalu dia berkata kepada Tu Hong-sing.   "Bagus sekali, Tu heng boleh istirahat dulu, sementara boleh kau tinggal di markas, setelah aku mohon petunjuk langsung dari Cui-cong-koan baru kuputuskan tindakan selanjutnya."   Tu Hong-sing mengiakan, katanya sambil memandang ke arah Ki Seng jiang.   "Jongtai, masih ada soal penting yang akan hamba laporkan." "Yang hadir di sini semua orang kita sendiri, ada urusan penting atau rahasia apa boleh kau katakan saja." . Tu Hong sing mengiakan dan berkata.   "Waktu hamba keluar perbatasan, di tengah jalan pernah kulihat dua rombongan orang yang mencurigakan, mereka mirip komplotan Pek hoa-pang, tujuannya juga ke Jiat-ho sini." "Ada berapa orang?"   Tanya Ki Seng jiang. "Jumlahnya tidak banyak, mungkin kuatir menarik perhatian orang, maka mereka berpencar dalam beberapa kelompok."   Tiba2 terunjuk hawa nafsu membunuh pada wajah Ki Seng-jiang, katanya tertawa dingin.   "Berani juga mereka meluruk ke Jiat ho. Hehe, jelas tujuannya adalah mencari perhitungan kepada aku orang she Ki."   Lalu dia mengulap tangan.   "Baiklah, kau boleh mundur dulu. Semalam kau menginap di mana?"   "Hamba menginap di losmen Liong-kip," "Lebih baik kau tetap kembali ke penginapanmu, perhatikan disekelilingmu, nanti kusuruh orang Hamba terima perintah, sahut To Hong-Sin terus mengundurkan diri. Setelah perjamuan usai, Sin Ji kui dan Pian Mi-ci mohon diri, Ki Seng jiang dan lain mengantar sampai di depan pintu. Akhirnya Ki Seng-jiang berpaling kepada Lim Cu jing, katanya.   "Lim-heng, tolong kau antarkan Jin loya, sekembalinya langsung ke kamar bukuku. Waktu Lim Cu-jing kembali setelah mengantar Jin Ji-kui, pengawal Ki Seng-jiang telah menunggunya, katanya.   "Jongtai sudah menunggu di kamar buku, Lim-lingpan silakan ikut hamba."   Kamar buku terletak di sebelah timur, ruang tengah adalah tempat tinggal Ki Seng-jiang, dinding kamar buku penuh digantungi lukisan kuno, tepat di tengah kamar terletak rak buku Ki Seng-jiang tampak duduk di belakang rak buku di kursi berukir dan berlapis sutera sulaman, agaknya dia tengah membaca laporan Tu Hong-sing tadi.   Tepat di atas kepala pada dinding dibelakangnya tergantung sebilah pedang panjang, coraknya kuno, jelas pedang pusaka juga.   Ki Seng jiang adalah anak pungut Ui-san-it-kiam Ciok-boh Lojin, sudah tentu diapun seorang jago pedang.   Pui Hok ki, pimpinan utama barisan kesatu tampak duduk di kursi yang membelakangi jendela sebelah kiri.   Setiba di depan pintu, pengawal itu berhenti serta membungkuk, serunya.   "Lapor Jongtay, Lim-jilingpan telah tiba." "Silakan masuk!"   Seru Ki Seng-jiang Lim Cu-jing segera melangkah masuk.   "Silakan duduk Lim-heng,"   Ucap Ki Seng-jiang. LimCujing lantasduduk di kursisebelah Pui Hok-ki. Ki Seng-jiang menatapnya, katanya kalem. "Ingin aku mohon sekedar penjelasan dari Lim-heng ..."   Berdetak jantung Lim Cu jing, katanya sambil berbangkit.   "Entah soal apa yang Jongtay ingin tanyakan?" "Lim heng sengaja diutus oleh istana Hok kepada To-swe, tentunya kau memiliki Kungfu yang tidak sembarang, tapi ingin kutanya asal-usul dan aliran dari mana ilmu yang Lim heng pelajari?" "Menjawab pertanyaan Jongtay, hamba tiada masuk golongan tidak punya aliran, semasa hidup ayahku bekerja di Piaukiok juga, beliau adalah saudara angkat Lim piauthau dari Tin-wan Piau-kiok, ilmu cakar kucing yang kupelajari dari ayah adalah pelajaran kampungan, paling2 hanya bisa main kepalan, telapak tangan, golok dan pedang."   Ki Seng jiang tersenyum, katanya.   "Hou-pian-liong-jiu Lim- lopiauthau pernah menggetarkan Kwan-tang, bahwa ayah Lim - heng seangkatan dengan Lo piauthau, tentunya beliau juga seorang persilatan yang punya nama." "Waktu ayah almarhum angkat saudara dengan Lim-piauthau usianya masih terlalu muda. Setelah ayah menikah, ibu melarang ayah berkecimpung di Kangouw, katanya usaha di Piaukiok hanya mempertaruhkan jiwa belaka, penghasilan juga tidak memadai, sebaliknya bahaya yang harus ditempuh teramat besar, lebih baik hidup tenang di kampung halaman dengan usaha dagang kecil2an, maka sejak itu ayah lantas putus hubungan dengan Lim-lopiauthau, sampai sekarang sudah dua puluhan tahun lebih .. .."   Agaknya Ki Seng jiang tidak tertarik oleh cerita riwayat hidupnya, katanya. Apakah Lim-heng pernah meyakinkan Ginkang?" "Semasa ayah masih hidup beliau memang pernah melatih Ginkang dan Lwekang padaku,"   Kalau hanya ketinggian dua-tiga tombak, saja masih dapat kucapai." "Itu sudah cukup, nah sekarang Hok-ki, kau mencoba dia."   Pui Hok ki mengiakan terus berbangkit, katanya dengan tertawa.   "Lim-heng, Jongtay ada sebuah tugas rahasia yang teramat penting minta supaya kau menyelesaikannya, tapi pihak lawan semuanya adalah musuh2 tangguh, kuatir Lim-heng mengalami sesuatu alangan dan tentu akan sukar memberi laporan kepada To-swe, maka Lim-heng sengaja di undang ke kamar buku ini, kita perlu mengetahui sampai di mana tingkat kemampuan Lim-heng...   " "Ada tugas apa yang akan Jongtay serahkan, umpama menerjang lautan api dan terjun minyak mendidih juga hamba tidak akan menolak,"   Seru Lim Cu jing. Pui Hok ki berkata.   "jongtay ingin supaya aku menjajalmu satu dua jurus, Lim-heng jangan sungkan, juga tidak usah ragu2 dan kuatir, boleh turun tangan sekuat tenaga menurut kemampuan, cukup asal saling tutul atau jamah saja,"   Sembari bicara dia mulai pasang kuda2 serta menambahkan.   "Lim heng hati2, aku akan turun tangan."Kelima jari tangan kanannya terkembang, bagai cakar iaterus mencengkerampundak LimCu-jing. Gerakan yang kelihatan lamban ini adalah Kin-na jiu-hoat yang lihay, pimpinan utama barisan kesatu ini ternyata memang membekal kepandaian tinggi, dari jurus permainan ini sudah dapat dinilai kemantapan tipu, serangannya dengan pakai jari yang keras. Lim Cu-jing tertawa tawar, ujarnya.   "Hamba mana berani "-Sambil bicara badannya masih berdiri tegak tidak mengegos atau berkelit. Tatkala telapak tangan Pui Hok-ki, hampir menyentuh pundaknya, mendadak ia berputar ke kanan, kelima jari tangan kiri menegak terus didorong keluar, ujung jarinya menyapu dan menyerempet pergelangan tangan Pui Hok-ki. Gerakan ini merupakan tipu serangan biasa, namanya "mendorong jendela melihat gunung", gerakan untuk menutup dan mematahkan serangan, jadi kelihatannya tiada yang istimewa. Tapi Ki Seng-jiang dan Pui Hok-ki adalah jago silat yang cukup tajam pandangannya, sekali Lim Cu-jing bergerak, meski gerakan yang sepele, tapi jelas mengandung gaya perubahan yang menakjubkan, serentak menimbulkan deru angin yang kencang menyerempet pergelangan tangan Pui Hok-ki. Pada hal jarak pergelangan tangan Pui Hok-ki masih ada satu kaki jauhnya dengan tangan Lim Cu-jing, tapi orang sudah merasakan tangannya seperti tersampuk mistar besi, tiba2 tangannya terasa sakit. Keruan bukan main kagetnya, lekas Pui Hok-ki tarik tangannya seperti orang berjingkat kaget karena keselomot api, matanya terbeliak menatap Lim Cu-jing, katanya dengan keheranan.   "Lim-heng ternyata hebat sekali."   Lim Cu-jing telah meluruskan kedua tangannya. katanya. "Terima kasih atas kemurahan hati Toa-lingpan."   Pui Hok ki tergelak2, katanya.   "Jongtai memang ahli, tentunya sudah menyaksikan sendiri, gerakan menyapu Lim-heng tadilah betul2 menaruh belas kasihan padaku, kalau tidak, pergelangan tanganku ini tentu sudah cacat."   Ki Song-jiang tampak riang, katanya mengangguk.   "Cukuplah, hanya sejurus saja sudah meyakinkan bahwa tiada tugas apapun yang takkan bisa diselesaikan oleh Lim-heng." "Jongtai terlalu memuji,"   Ucap Lim Cu-jing, -"hamba ingin tanya, apakah Toa-lingpan juga mahir menggunakan senjata rahasia?" "Apa??"   Seru Pui Hok-ki sambil goyang tangan.   "Lim-heng ingin bertanding Am-gi denganku? Sudahlah. barusan aku sudah pamer kebodohan, memangnya Lim-heng tega membikin malu aku lagi." "Toa-lingpan jangan salah mengerti, bukan begitu maksud Cayhe, soalnya Jongtai tadi ada tanya soal Ginkang, maka hamba ingin mencobanya." "Memangnya untuk apa Lim-heng tanya soal Am-gi?"   Tanya Pui Hok-ki. Lim Cu-jing tertawa, katanya.   "Bila Toa-lingpan, sekarang membawa Am-gi, bolehlah dicoba sekarang juga."   Agaknya Ki Seng-ji ing tertarik, katanya kepada Pui Hok-ki. "Hokki, baiklah, biarkan dia mencobanya Pui Hok-ki menyengir, katanya.   "Inilah perintah, terpaksa aku menurut keinginan Jongtai, biarlah aku konyol sekali lagi."   Pui Hok-ki mengeluarkan tiga batang panah pendek, tanyanya kepada Lim Cu-jing.   "Cara bagaimana Lim-heng akan mencobanya?" "Sebatang saja sudah cukup."   Ujar Cu jing, lalu dia tuding keluar jendela.   "Inilah panah timpuk yang paling kecil, mungkin harus ditimpukkan dengan kekuatan jari. Baiklah, sekarang boleh Toalingpan menimpuknya keluar jendela."   Sekenanya Pui Hok-ki jemput sebatang panah dan ditimang2 di telapaktangan, katanyatertawa."Apayangharuskubidik?" "Terserah, Toa-lingpan mau membidik lurus ke depan atau ditimpukkan ke angkasa juga boleh." "Baiklah,"   Sahut Pui Hok-ki, begitu tangan terayun, panah kecil itu lantas meleset keluar jendela, Pada saat itulah Lim Cu-jing yang berdiri di samping Pui Hok-ki mendadak menutul kedua kakinya, badannya melesat lurus ke depan bagai meteor mengejar rembulan, mengudak ke arak panah kecil yang meluncur keluar.   Gerakan keduanya sungguh cepat luar biasa.   Ki Seng jiang dan Pui Hok ki tidak pernah bayangkan bahwa tujuan Lim Cu-jing suruh Pui Hok-ki menimpuk panah pendek Itu hanya untuk dikejarnya.   Dalam Bu-lim sudah sering orang mendemonstrasikan kepandaian menyambut dan menimpuk senjata rahasia secara berhadapan.   Tapi Lim Cu-jing baru mengudak panah setelah panah itu ditimpukkan, bahwa dia sudah mengejar tentu dapat menangkap panah itu.   Bila Lim Cu-jing tidak yakin dapat menyandak senjata rahasia itu, tak mungkin dia berani pamer dihadapanorangdan mempersulitdirisendiri.   Pikiran mereka berdua sama maka dengan mendelong mereka menyaksikan dengan hati berdebar kejadian hanya sepercikan api belaka, belum lagi mereka melihat jelas kejadian sesungguhnya, terasa angin berkesiur, tahu2 Lim Cu-jing sudah melayang masuk pula lewat jendela dan hinggap di hadapan mereka.   Tampak di antara dua jari tangan kanannya menjepit sebatang panah kecil, katanya sambil menjura dengan tertawa lebar.   "Jongtai, dihadapan Toa-lingpan Cayhe telah pamer kejelekan,"   Terpancar cahaya aneh pada sinar mata Ki Seng-jiang, katanya tertawa.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "   Tak heran Keke sampai begitu tinggi menilaimu, haha, demonstrasi yang Lim-heng tunjukkan barusan, jangankan dalam pasukan bayangkari kita tiada seorangpun yang mampu menandangi kau, meski jago2 lihay dari istana rajapun sukar mencari bandingannya."   Kedua bola mata Pui Hok-ki terbeliak sekian lamanya, akhirnya dia tertawa ngakak serunya.   "Dengan bekal kepandaian yang barusan Lim-heng pamerkan, adalah pantas kalau aku menukar jabatan dengan kau, malah terasa kurang setimpal aku menjadi wakilmu."   Lim Cu-jing menjadi gugup, katanya.   "Jangan, Toa-lingpan berkata demikian, hamba jadi tidak enak hati." "Aku bicara sejujurnya,"   Ucap Pui Hok-ki.   "dalam jangka sepuluh tahun, Lim-heng pasti menonjol dan mengungguli jago2 silat manapun, naik pangkat hidup senang, hahaha ...."   Walau masih tertawa, tapi mimik Ki Seng-jiang tampak kurang wajar mendengar umpakan Pui Hok-ki ini, katanya sambil goyang2 tangan.   "Marilah, kita bicara sambil duduk."   Lalu dia kembali ke kursi kebesarannya.   LimCu-jing danPui Hok-kipun dudukpuladi kursi semula.   Menghadap ke arah Lim Cu-jing, pelan2 Ki Seng-jiang berkata.   "Barusan kau telah melihat orang yang bernama Tu Hong-seng, dia adalah Koan-tai dari pihak pemerintah yang sengaja ditanam dalam Hek-liong-hwe, beberapa hari yang lalu kabarnya Hek-liong-hwe telah digempur oleh Pek-hoa-pang dan hancur lebur ...........   "Hek-liong-hwe?"   Lim Cu-jing pura2 menepekur.   "rasanya hamba pernah mendengar orang memperbincangkan, tapi nama Pek-hoapang, selamanya belum pernah hamba dengar?"   Ki Seng-jiang tersenyum.   "Itulah suatu sindikat gelap yang terorganisir baik dan rapi, tidak pernah terjun ke percaturan dunia persilatan secara terbuka, sudah tentu kau tak tahu, begini dia jemput kertas laporan Tu Hong seng dan diangsurkan, katanya. "Inilah laporan Tu Hong-seng, boleh kau membacanya dengan teliti, nanti pasti akan mengerti. Menurut laporan Tu Hong-seng, kaum pemberontak dari Pek-hoa-pang sudah menyusup ke Jiat ho sini, tujuannya jelas mengadakan kembali keonaran dan kejahatan, tadi sudah kusuruh Tu Hong seng agar tetap menginap di losmen Liong kip, dan secara diam2 menyelidik dan mengawasi gerak-gerik mereka, kau orang baru, jelas pihak musuh belum ada yang mengenalmu, maka tugas ini kuserahkan padamu seluruhnya .... . ...." "Berkat kebijaksanaan Jongtai, maka tugas yang diserahkan padaku pasti akan kukerjakan sekuat tenaga,"   Demikian Lim Cu jing memberikan janjinya.   "Tugas Lim-heng yang pertama sekarang adalah, kaupun harus menginap ke Losmen Liong kip itu, secara diam2 kau boleh mengadakan kontak dengan Tu Hong seng, bila menemukan orang yang patut dicurigai, Tu Hong seng tidak leluasa bertemu muka dengan mereka, maka tugasmulah yang menyelidikinya secara diam2 lalu kau mengadakan hubungan dengan Pui Hok-ki, cuma ada satu hal harus Lim heng perhatikan, yaitu jangan terburu nafsu mengejar pahala, supaya tidak mengejutkan pihak lawan." "Hamba mengerti,"   SahutLimCu jing. "Baik, setelah kau baca habis laporan ini boleh segera berlalu, bila tiada urusan penting tidak usah kau sering kembali ke markas sini, supaya jejak asal usulmu tidak konangan musuh,"   Lalu dia berpaling dan bicara kepada Pui Hok-ki.   "Tugas ini seluruhnya kuserahkan kepada barisan kesatu, dari sini kau boleh langsung bawa Lim-heng ke kesatuanmu, supaya anak buahmu mengenal wakilmu dan Lim-heng kenal juga anak buahnya, bila di luar markas bertemu dalam menjalankan tugas, mereka harus tunduk pada perintah Lim-heng,"   Pui Hok-ki mengiakan, sambil munduk2.   Dikala mereka bicara Lim Cu-jing sudah baca laporan Tu Hong- seng, kejadian hancurnya Hek-liong-hwe seperti yang ditulis dalam laporan Tu Hong-seng memang sesuai dengan kenyataan.   Cuma demi kepentingan pribadinya dia terlalu menonjolkan jasa2 pribadi sendiri, bagaimana dia tertawan musuh oleh obat bius keluarga Un, bagaimana pula dia berusaha menipu musuh tidak gugup sedikitpun meski menjadi tawanan, dan akhirnya berhasil melarikan diri setelah mengelabui musuh Diam2 Lim Cu-jing menghela napas, pikirnya.   "Bila manusia sudah kemaruk pangkat dan harta, sampai matipun dia tidak akan insaf akan kesalahannya."   Akhirnya dia tutup laporan itu serta menaruhnya di atas meja, katanya.   "Hamba sudah membacanya, Jongtai." "Dalam laporan Tu Hong seng ini cukup jelas, wajah, usia dan ciri para pemberontak, ini banyak membantu bagimu dalam menjalankan tugas, kau mengingatnya semua" "Beberapa orang penting sudah kuingat dengan baik,"   Sahut Lim Cu-jing.   "Baiklah, sekarang kalian boleh berangkat,"ucap Ki Sengjiang.   Pui Hok-ki dan Lim Cu jing menjura bersama dan mengundurkan diri.   Setelah kembali di tempatnya, Pui Hok-ki lantas mengumpulkan anak buahnya dan memperkenalkan Lim Cu-jing kepada mereka, terutama kepada komandan ketiga kelompok pasukannya, yaitu kepala kelompok pertama bernama Go Jong-gi, berusia empat puluhan, muka putih tubuh kurus kecil, mirip pelajar yang lemah lembut.   Kepala kelompok kedua bernama Ko Siang seng, perawakan sedang, mukanya lonjong kurus, usianya sekitar lima puluhan.   Kepala kelompok ketiga bernama Thio Ih-bin, agak gemuk, usianya juga sudah empat puluh lebih.   Akhirnya Pui Hok-ki berkata.   "Baiklah, sekarang tiada urusan lain, kalian boleh bubar, Go Jong-gi, kau saja yang tinggal di sini." -Kemudian berkata pula Pui Hok-ki kepada Go Jong-gi.   "Lim-heng akan menginap di Tang sun-can untuk melakukan tugas rahasia, untuk ini kutugaskan kau selalu mengadakan kontak dengan Lim- heng, ada pesan dan petunjuk apapun dari Lim-heng harus segera kau laksanakan." "Hamba mengerti "   Sahut Go Jong-gi lalu ia berputar menghadap Lim Cu-jing, katanya.   "Jilingpan entah ada pesan apa?" "Setiap malam setelah makan malam kuharap Go-lingpan datang ke kamarku, supaya hubungan tetap diadakan, kalau ada kejadian atau urusan mendadak satu sama lain bisa berunding, entah bagaimana pendapat Go heng?" "Jilingpan bekerja secara rapi, sudah tentu hamba terima petunjuk saja." "Di luar markas harap Go heng tidak memanggilku demikian lagi, kita saling membahasakan saudara saja, untuk ini Go-heng tidak boleh lalai "   Melihat hari sudah sore, Lim Cu-jing lantas menjura kepada Pui Hok-ki, katanya.   "Toalingpan, waktu sudah mendesak, biarlah hamba mengundurkan diri." "Ya, demitugas, bolehlahsegeraberangkat,"ucapPui Hok ki. Setelah minta diri kepada Pui Hok-ki, bersama Go Jong-gi mereka terus keluar markas menuju ke istal, kuda tunggangan Lim Cu jing sudah disiapkan, dia cemplak ke punggung kuda dan berpisah dengan Go Jong-gi, langsung dibedal ke Tang-sun-can. Waktu itu sudah magrib, pelayan yang bertugas di luar segera menyongsong kedatangan Lim Cu-jing dan menyapa dengan tertawa .   "Lim-ya, kau sudah kembali lagi."   Lim Cu jing mengangguk, dengan tangkas dia melompat turun, tanyanya.   "Masih ada kamar?" "Silah Lim-ya tanya saja di kantor, hamba tugas di luar, kurang terang keadaan didalam."   Waktu Lim Cu jing melangkah masuk, kasir hotel ter gopoh2 menyambutnya, Lim Cu-jing bertanya pula.   "Ciangkun, masih ada kamar istimewa?"   Kasir ini bersikap hormat berlebihan, katanya munduk2.   "Hamba tidak tahu bahwa Lim-ya adalah tamu agung sehingga pelayanan kurang baik, harap Lim-ya memberi maaf sebesar2nya, rekening Lim-ya beberapa hari yang lalu sudah dilunasi seluruhnya oleh Jin loya, kamar yang Lim-ya perlukan sekarang masih ada, mari silakan periksa, entah mencocoki selera Lim ya tidak?"   Tang-sun-can adalah hotel terbesar di seluruh Jiat-ho dengan restorannya pula, waktu itu lampu baru saja dipasang, restorannya bertingkat lima dengan lima ruangan makan yang besar, luas dan nyaman, seluruhnyasudahhampirdipenuhitetamu.   Dengan enteng, Lim Cu-jing melangkah ke atas loteng, seorang pelayan menyambutnya dengan tertawa.   "Tuan hanya seorang diri, silahkan ikut hamba." -Lalu dia berlari kecil di depan, dalam suasana yang riuh ramai dan penuh sesak, untuk mencari tempat dudukdiruang makanseluasini memangbukansoal gampang. Pelayan membawa Lim Cu-jing ke sebuah meja yang dekat jendela menghadap jalan raya, setelah menarik kursi dia menyilakan dengan tertawa.   "Silakan tuan duduk di sini saja, tamu cukup banyak, terpaksa satu sama lain saling mengalah."   Pada meja itu sudah ada dua orang, pedagang yang sedang makan minum sambil berundang soal dagang.   Maka merekapun tidak hiraukan kedatangan Lim Cu-jing, Cu-jing juga tidak pedulikan mereka, seorang diri dia pesan makanan serta menunggu dengan sabar.   Dikala dia berduduk itulah, sekilas dilihatnya dimeja sebelah kanan sana duduk tiga orang.   Seorang nenek sudah ubanan rambutnya, seorang lagi nyonya muda jelita, dari dandanan mereka seperti ibu mertua dengan menantunya, Seorang lagi yang duduk di depan mereka adalah kakek kurus bermuka kuning, meski semeja tampaksikapnyaamathormatdan munduk2.   Begitu melihat ketiga orang ini, hampir saja Lim Cu-jing berteriak.   Soalnya ketiga orang ini adalah samaran ibunya, Bok-tan dan Ting Kiau.   Walau mereka sudah berganti rupa, tapi Lim Cu-jing tetap dapat mengenalnya.   Mengapa ibu juga berada di Jiat-ho? Demikian dalam hati dia bertanya2.   Maka Lim Cu-jing angkat poci menuang secangkir teh, dengan pura2 menikmati air teh panas yang dihirupnya sedikit demi sedikit Lim Cu jing gunakan ilmu gelombang suara berkata kepada nenek itu.   "Bu, bagaimana kaupun datang kemari?"   Nenek itu memang samaran Thi-hujin, mendengar bisikan suara Ling Kun-gi, sekilas tampak dia melengak, lekas sekali dia berpaling, segera iapun dapat melihat Lim Cu-jing.   Karena dia sedang makan, sudah tentu orang lain tidak perhatikan bila bibirnya lagi bergerak bicara, dengan ilmu yang sama dia menjawab.   "Anak Gi, kau sudah menemukan Ki Seng-jiang? Sorenya setelah kau berangkat, nona Pui mendadak minggat, mungkin diapun menyusul ke Jiat-ho ini, maka ibumu bersama Un-cengcu dan Cu-cengcu terbagi dalam tiga rombongan mencari jejaknya kemana2, sayang tidak ketemu."   Mencelos hati Lim Cu jing mendengar kabar ini, Tu Hong-seng bilang di jalanan pernah melihat beberapa kelompok kaum pemberontak, jelas yang dilihat adalah rombongan ibunya dengan rombongan Un-cengcu dan Cu cengcu.   Untung Ki Seng-jiang serahkan tugas ini padaku, kalau tidak bukankah segala persoalannya akan terbongkar, Yang menjadi beban pikirannya kini adalah Pui Ji-ping, memang nona itu pernah belajar ilmu rias untuk menyamar ala kadarnya, bila ketiga rombongan orang yang mencarinya ini bertemu muka secara langsung juga pasti tidak mengenalnya lagi.   Nona ini memang binal, sifat kanak2 masih menghayati setiap gerak langkahnya yang suka iseng, apa saja yang dipikirkan lantas dikerjakannya.   Yang dikuatirkan adalah si nona bertindak secara ceroboh.   bukan saja bakal menggagalkan rencananya, malah membawa kesulitan pula.   Sesaat pikirannya jadi kusut dan gelisah, dia memegang cangkir pura2 seperti orang minum pelan2, dengan ilmu gelombang suara dia ceritakan pengalamannya selama berada di sini.   Thi-hujin terdiam sebentar, katanya kemudian.   "Anak Gi apa kau tidak merasakan semua ini terlalu mudah kau peroleh? Bukan mustahil pihak lawan memang sengaja mengatur semua ini untuk menjebakmu kedalamperangkapnya?" "Ibu tidak usah kuatir, hal ini tidak mungkin, anak juga tidak semudah itu kena tipu mereka." "Ini daerah kekuasaan mereka, apapun kau harus hati2,"   Demikian pesan Thi-hujin. Bok tan duduk di samping Thi-hujin, sudah tentu segera diapun merasakan adanya tanda2 yang tidak beres ini, tak tahan dia bertanya."Apakahpopokurangselera makanhidangandisini?"   Dengan tersenyum Thi-hujin menggeleng lalu memberi tahu dengan suara lirih.   Bok-tan menjadi jengah dan melirik ke arah Lim Cu-jing.   Selanjutnya Lim Cu-jing beritahu bahwa Tu Hong-seng juga sudah berada di Jiat-ho sini serta telah melaporkan kepada Ki Seng jiang tentang jejak mereka, maka dia anjurkan setelah menemukan Pui Ji ping harus cepat2 meninggalkan Jiat-ho supaya tidak mengganggu rencananya, juga jangan menginap di hotel, carilah rumah penduduk saja.   "Baiklah, besok kami akan pindah keluar kota,"   Demikian ucap Thi-hujin.   "ibu belum sempat mengadakan kontak dengan Un-cengcu dan Cu-cengcu, entah di mana sekarang mereka berada, tapi ini soal sepele, asal ibu meninggalkan tanda rahasia akhirnya pasti dapat bertemu dengan mereka."   Lim Cu-jing mengucapkan syukur.   Kebetulan pelayan datang membawakan pesanan makanannya.   Thi-hujin, Bok-tan dan Ting Kiau sudah selesai makan, beriring mereka berdiri, Ting Kiau merogoh kantong membayar rekening dan turun ke bawah.   Tak lama kemudian Lim Cu jing pun turun dari loteng.   Saat itu suasana di jalan raya masih ramai.   Sekeluar dari Tang-sun-can, Lim Cu jing langsung menuju ke losmen Liong kip.   Losmen Liong-kip jauh lebih kecil, letaknya juga di ujung gang, maka tamu2 yang menginap di sini kebanyakan adalah kaum pertengahan atau orang2 yang kurang mampu keuangannya.   Pada hal dalamgang ini masih ada delapan hotelyang lain, Tu Hong seng justeru menginap di losmen yang paling kecil dan murah, tujuannya sudah tentu supaya tidak diperhatikan orang.   Seperti lazimnya pelayan segera menyambut kedatangan Lim Cujing dengan sikap ramah yang berkelebihan.   "Toaya ingin kamar, meski keciltapi kamar kami cukupbersih untuk istirahat." "Cayhe hanya ingin mencari seorang teman saja,"   Ucap Lim Cu jing. Mendengar orang bukan cari kamar, tawa dan sikap ramah si pelayan seketika kuncup, tapi melihat dandanan dan perawakan Lim Cu-jing gagah, tak berani dia bersikap sembarangan, tanyanya.   "Toaya hendak cari siapa?" "Adakah seorang tuan Tu yang menginap di sini?"   Mendengar orang she Tu yang menginap di kamar kelas satu yang dicari, kembali mekar tawa si pelayan, katanya sambil munduk2 pula.   "Ada, ada, kiranya tuan adalah kenalan Tu-toaya, silakan, silakan, biar kutunjukkan tempatnya."   Dengan langkah lebar segera si pelayan berlari2 ke dalam serta berteriak.   "Tu-ya, ada kenalan-mu mencarimu." "Siapa?"   Pintu kamarpun terbuka, begitu melihat Lim Cu jing, sekilas Tu Hong-seng tertegun, lekas dia menjura dan menyapa. "O, kiranya Ji.."   Cepat Lim Cu-jing melangkah maju, tukasnya dengan tertawa.   "Cayhe Lim Cu-jing, Tu-heng tidak kira akan kedatanganku bukan?" -Sembari bicara berulang kali dia memberi tanda kedipan mata, maksudnya supaya tidak membocorKan rahasia dirinya di depan pelayan.   Sebagai kawakan Kangouw, segera Tu Hong-seng paham maksudnya, maka dia tertawa katanya.   "Sungguh tak nyana kedatangan Lim-heng, lekas silakan duduk di dalam.   Hahaha, inilah yang dinamakan dirantau ketemu orang sekampung."   Lengan Lim Cu-jing digenggam serta digoyang2kan, lalu menyilakan tamunya masuk. dia berpesan kepada pelayan. "Pelayan, lekas bikin teh."   Pelayan mengiakan dan mengundurkan diri. Tu Hong-seng segera tutup pintu, cepat dia menjura, katanya. "Hambatidaktahu kedatanganJilingpan, harapdimaafkan."   Lim Cu-jing mengulap tangan, katanya tertawa bangga.   "Tu- heng, memangnya tempat apa di sini? Lebih baik kita saling membahasakan saudara saja." "Ya..... silakan duduk Lim-heng,"   Sejenak Tu Hong-seng tergagap.   Lim Cu jing tidak sungkan, dia duduk di kursi sebelah sana.   Pelayan telah datang pula membawa dua cangkir kosong dan sepoci teh wangi panas.   Tu Hong-seng mengisi secangkir penuh, dengan sikap menjilat segera dia aturkan ke depan Lim Cu jing, katanya.   "Silakan minum Lim-heng." "Terima kasih,"   Ucap Lim Cu-jing, lalu dia duduk dengan bersikap kereng, katanya tegas.   "Laporan Tu-heng sudah kubaca dengan seksama."   Padahal laporan Tu Hong-seng diserahkan kepada Ki Seng jiang, bahwa dia mengatakan sudah membaca laporan itu, berarti dia adalah orang terpercaya dari Ki Seng-jiang.   Dari Ki Lok, kacung Ki Seng-jiang, Tu Hong-seng sudah mendapat tahu bahwa Jilingpan yang baru ini adalah utusan dari istana Hok, asal usulnya tentu luar biasa.   Sudah tentu sikapnya sangat hormat, lalu ia mohon petunjuk, katanya.   "Entah bagaimana pendapat dan petunjuk Lim-heng?"   Lim Cu jing tertawa tawar, mendadak dia berbisik.   "Jongtai serahkan perkara ini padaku untuk menyelesaikannya , ada beberapasoalyangingin kutanyakankepadaTu heng." "Ada soal apa yang kurang jelas, boleh Lim-heng tanyakan, bila kutahu tentu kujelaskan." "Yang ingin kutanyakan adalah beberapa kelompok orang2 Pek hoa pang yang pernah Tu heng lihat di tengah jalan itu, entah di mana Tu-heng melihat mereka? Berapa orang dan siapa saja mereka?" "Tengah hari kedua setelah aku keluar dari perbatasan, di daerah kim kou-tun kulihat seorang tua dan muda beserta dua nona, laki2 tua muda itu aku tidak mengenainya, tapi kedua nona itu sudah kukenal baik." "Siapa kedua nona itu?" "Lim-heng sudah melihat laporanku itu, tentunya juga tahu bahwa dari Ceng liong tam Yong King-tiong dan Ling Kun-gi pernah menolong dua laki dan dua perempuan, dua nona yang kulihat itu adalah nona2 yang ditolong keluar dari Ceng-liong-tam itu, kalau tidakkeliru sheTongdan sheCu." "Laki2 tua muda yang dimaksud tentu Cu Bun-ho dan Tong Siaukhing,"    Bangau Sakti Karya Chin Tung Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Pedang Wucisan Karya Chin Yung

Cari Blog Ini