Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 47


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 47


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   "Siau-sicu berhati2lah." -Berbareng Hiap-ciang-hiap yang tegak di depan dadanya bergetar, segulung hawa getaran senjatanya yang kemilau itu terus menyambar ke depan laksana anak panah menerjang ke tengah alis Ling Kun gi.   "Inilah hawa pedang,"   Diam2 tersirap darah Ling Kun-gi, tanpa ayal dia ayun pedang pendek untuk balas menyerang.   Ayunan pedangnya menimbulkan cahaya benderang dingin laksana kilat dan telak sekali membendung samberan hawa pedang yang diluncurkan Lama tua itu.   Tatkala Lama ini menyerang, empat Lama yang lainpun serentak menggetar senjata masing2 ikut me-nyerang, terdengarlah deru angin kencang memberondong ke tengah kalangan tertuju kepada Ling Kun-gi.   Tiada cahaya yang menyilaukan, tak terlihat bayangan pedang, hanya hawa pedang yang terasa dingin sehingga hawa sekitar gelanggang seakan2 beku.   Sekuatnya Kun-gi mengerahkan segala kemampuannya baru kelima jalur hawa pedang lawan terbendung di luar lingkup cahaya pedangnya, tapi orang yang menonton tidak mengerti sama bertanya2 dalam hati bahwa kelima Lama itu cuma duduk tak bergerak, kenapa Kun-gi bermain pedang sekencang dan sehebat itu.   Hanya Thi-hujin, Un It hong, Cu Bun-hoa dan Bok-tan yang sedikit banyak dapat merasakan, walau kelihatan kelima Lama ini duduk diam, tapi kemungkinan mereka sudah mulai melancarkan serangan entah dengan cara apa kepada Ling Kun-gi.   Kalau tidak tak mungkin anak muda itu memutar pedang dengan mengerahkan Lwekang sehebat itu.   Lima jalur hawa pedang terus bertambah kuat, gempurannya semakin dahsyat, makin lama makin tebal dan menjadikan serupa jaring hawa pedang di sekeliling tubuh Ling Kun-gi, tapi semua ini tidak kelihatan bentuknya, hanya Kun gi merasakan langsung akibat dari kehebatan ilmu yang tiada taranya ini.   Di dasar Hek-liong tam Kun-gi telah berhasil mempelajari sembilan jurus ilmu pedang peninggalan Tiongyang Cinjin, dalam permainan ilmu pedangnya boleh dikatakan dia sudah mampu mengembangkan segenap perubahan ilmu pedang itu.   Akan tetapi kelima jalur hawa pedang itu secara bergiliran menggempurnya dengan tekanan yang dahsyat, setiap jalur hawa pedang se-olah2 mengandung kekuatan yang mampu menggugurkan gunung.   pada hal Hwi-liong-kiam-hoat harus dimainkan dengan cara mengapung di udara, di bawah tekanan hawa pedang musuh yang ketat ini jelas dirinya takkan mampu melompat terbang ke atas.   Apa yang dikatakan Lama tertua itu memang tidak salah, asal dapat keluar dari lingkaran mereka, maka anggaplah mereka yang kalah.   Meski hebat ilmu pedang Ling Kun-gi, karena tiada kesempatan dikembangkan, apalagi tekanan hawa pedang terasa tambah berat, kelima jalur hawa pedang seakan2 telah menutup rapat di atas kepalanya, malah seberat gunung menindihnya sehingga lama kelamaan dia hampir tak kuasa berdiri lagi.   Terpaksa Kun-gi pusatkan segala perhatian dan bertahan mati2an, dalam hati dia sudah mulai gelisah, pikirnya.   "Agaknya hari ini aku bakal gugurdibawah hawapedangpara Lama ini." Seorang kalau menghadapi jalan buntu, walau tahu mungkin tiada harapan, tapi dalam sanubarinya tetap akan timbul secercah pikiran untuk mengejar hidup meski itu hanya merupakan harapan kosong. Apalagi teringat bahwa ibunda dan para kekasihnya tengah menonton di luar gelanggang, sekali2 dirinya tak boleh mati begitu saja. Dikala dia menghadapi jalan buntu inilah, tiba2 dia teringat akan ajaran semadi yang terdiri tiga gambar peninggalan Tiongyang Cinjing di dinding gua itu, ketiga gambar semadi ini merupakan rangkaian pula dari kesembilan jurus ilmu pedang. Entah dari mana datangnya ilham, tiba2 terpikir olehnya kalau ke lima Lama sama duduk bersimpuh, senjata berdiri tegak di depan dada, dengan kekuatan Lwekang mereka menyalurkan hawa pedang untuk menggempur dirinya, kenapa dirinya tidak meniru cara mereka saja? Karena itu segera dia pusatkan pikiran, pedang yang semula dia putar naik-turun tiba2 diam tegak di depan dada, begitu semangat terhimpun dia pusatkan tenaga pada batang pedangnya, pelahan2 dia mulai lakukan gaya sesuai dengan gambar pertama pelajaran semadi itu. Sungguh aneh, hawa pedang kelima Lama yang semula terasa semakin gencar dan berat itu, begitu dia mulai dengan gaya semadinya, tekanan yang berat itu seketika menjadi enteng. Padahal kelima Lama itu tak pernah kendur mengerahkan Lwekangnya untuk menggempurnya, malah terasa keadaan sudah mencapai puncaknya, kelihatan sebentar lagi mereka akan berhasil membunuh lawan, se-konyong2 terasa kekuatan hawa murni Ling Kun-gi melindungi badan melalui saluran pedangnya bertambah hebat gempuran hawa pedang mereka hanya mampu mencapai tiga kaki di luar lingkaran badan musuh, sedikitpun tak mampu mendesak maju lagi. Perlu diketahui mereka berlima sudah memusatkan pikiran, tenaga dan kekuatan lahir hatin untuk mengerahkan hawa pedang dan menggempur lawan, pandangan matanya hanya tertuju ke pucuk senjata sedikitpun tidak boleh terpecah perhatiannya. maka mereka tidak tahu bahwa kini Ling Kun-gi tengah duduk semadi di tengah lingkaran. Sembilan jurus ilmu pedang peninggalan Tiongyang Cinjin sudah diapalkan benar oleh Ling Kun-gi, tiga jurus yang terakhir dari rangkaian kedua belas jurus ilmu pedang itu meski hanya bergaya duduk semadi, tapi satu sama lain merupakan ikatan yang erat, cuma selama ini belum berhasil diselaminya dengan baik. Kini setelah dia mengulang dalam praktek pada saat menghadapi musuh tangguh, terasa pikiran menjadi terang, seperti memperoleh ilham sehingga segala kesukaran yang dihadapinya selama ini mendadak menjadi terang seluruhnya. tekanan musuhpun lambat lain terasa semakin ringan, baru kini betul2 dia sadari meski ketiga gaya duduk ini mirip orang bersemadi, hakikatnya merupakan ajaran ilmu pedang tingkat tinggi yang tiada taranya. Maka dengan pedang pendek dipegangnya lebih kuat dan mantap, hati bersih pikiranpun jernih, mulailah dia melakukan gaya selanjutnya dari gambar kedua. Seketika terasa benar perubahannya, bukan saja pikiran tenang hatipun seperti kosong tanpa disadarinya semangat telah bersatu padu dengan pedang secara langsung dia berlanjut ke gaya ketiga, sehingga dengus napasnya seolah menderu kencang mengandung kekuatan yang mampu memboboldinding. Tekanan hebat dari kelima jalur hawa pedang lawan tiba2 terasa sirna tak berbekas lagi. Lapat2 didengarnya Pui Ji-ping berteriak kaget dan heran.   "He, kenapa kelima Lama itu?"   Ling Kun-gi tertarik dan merasa heran, pelan2 dia kendurkan kekuatannya, setelah menarik napas panjang mulai dia membuka mata, maka dilihatnya kelima Lama tua itu sudah sama menggeletak di tanah tanpa mengeluarkan suara, sejak tadi sudah melayang jiwanya.   Tong Bun-khing, Bok-tan dan Un Hoan-kun tampak mengunjuk rasa kejut dan heran, tanpa berjanji mereka sama berlompatan maju, dengan penuh perhatian dan kuatir serempak mereka bertanya.   "Kau tidak apa2?"   Kun-gi melompat bangun, pedang disimpan serta berkata. "Terima kasih atas perhatian kalian, syukurlah aku lolos dari ujian berat ini berkat doa kalian, kelima Lama ini tadi sama menggunakan Ngo heng-kiam-khi."   Pui Ji-ping tidak mau ketinggalan, dia melompat turun dari kereta, tanyanya sambil mendekat.   "Toako, apa yang dinamakan Ngo-hing-kiam-khi?"   Belum Kun gi menjawab mendadak dia menoleh ke arah timur, wajahnya sedikit berubah, katanya.   "Ada orang datang." "Di mana?"tanyaPuiJipingikutberpaling. Maka terdengar derap kuda yang dilarikan kencang semakin mendekat dan sekejap saja sudah tiba, penunggangnya kiranya mahir benar mengendalikan kuda, begitu kendali ditarik dan kuda berhenti, langsung dia melompat turun seraya merogoh keluar sampul surat, dengan sikap hormat langsung dia mendekati Kun-gi, katanya.   "Hamba mendapat perintah Pho kongcu untuk mengantar surat ini, harap Kongcu terima.."   Kun-gi terima surat itu, terasa olehnya laki2 pengirim surat ini seperti pernah dikenalnya, tanpa menunggu jawaban Kun-gi orang itu menjura sekali terus mencemplak kudanya dan dikaburkan lagi.   Mengawasi punggung orang mendadak Kun-gi ingat, orang ini adalah orang yang semalam mengantar surat padanya.   Lekas dia periksa sampul surat yang terdapat sebaris tulisan indah berbunyi.   "Disampaikan kepada Ling-kongcu, pribadi."   Dia keluarkan secarik kertas yang berbau harum, surat ini berbunyi.   Yang terhormat Ling-kongcu Ling Kun gi, Kami dari keluar bangsawan, belajar kepandaian di Swat-san, sejak kecil menyendiri dan tinggi hati, semua laki-laki di jagat ini tiada yang pernah menjadi perhatianku, tapi sejak berkenalan dengan tuan di tepi Hek-liong-tam, setelah pertarungan naga terbang (Hwi-liong-kiam-hoat) lawan Burung Hong menari (Hwi- hong-kiam-hoat), dengan kekalahan itu baru kami sadar bahwa di jagat ini kiranya ada laki2 sehebat tuan, hati yang beku selama ini seketika mencair dan bergelora.   Sayang kami bermusuhan dengan tuan, terpaksa mengundurkan diri dengan hati hampa.   Kali ini kuketahui tuan akan melakukan perjalanan ke Jiat-ho, maka dengan menyamar sebagai Pho Kek-pui kita telah bersahabat, makan minum riang gembira bersama, terhiburlah hati nan merana ini, dua kali surat kirimanku rasanya cukup melimpahkan perhatianku, hanya itu pula yang dapat kupersembahkan kepada tuan, hal inipun telah mengingkari keluarga dan mendurhakai leluhur, sungguh harus disesalkan.   Waktu tuan terima suratku ini, kami sudah berangkat ke barat, kembali ke atas gunung, selamanya akan berbakti untuk ajaran agama.   Teriring salam hangat dan bahagia.   Cui Kin-in Sampai sekian lama Ling Kun-gi terlongong memegangi surat itu.   Kiranya Cui Kin-in adalah Pho Kek-pui puteri pangeran istana Hok.   Dia pula yang menyaru jadi pelajar baju putih waktu menolong dirinya di istana.   Cui Kin-in adalah gadis aneh dan hebat pula, seorang gadis romantis juga.   Melihat Kun-gi terlongong sehabis membaca surat, maka beramai orang banyak merubung maju ikut membaca surat itu.   Habis membaca merekapun sama menghela napas sambil menggeleng.   TAMAT Semarang, Januari 1977      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   /      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   /       Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Banjir Darah Di Borobudur Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini