Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 5


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 5


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Dalam sekejap 30 jurus telah berlalu.   Sema-kin bertempur Thong-pi-thian ong semakin murka..   tapi juga semakin kaget, tadi dia mengira dalam 30 jurus pasti dapat mengalahkan kedua lawannya, tapi kenyataan kedua lengan besi lawan dapat bekerja sama sedemikian baiknya, serangan-pun gencar dan ganas.   Setelah 30-an jurusiniternyatadirasakanbahwa Lwekang sendiri semakinsusut.   Sudah tentu keadaan ini semakin menciutkan nyali dan perbawanya, sekaligus menyadarkan benak-nya pula bahwa secara tidak disadarinya tadi dirinya sudah dikerjai oleh Hian-ih-lo-sat.   Mendadak dia menggerung gusar, lengan tembaga sebelah kanan terayun ke atas, dari kelima ujung jari tembaganya itu serempak menyemperot keluar lima jalur air kuning yang deras.   Kiranya buatan lengan tembaga sebelah kanan Thong-pi-thian-ong lebih ringan, di dalamnya ada selongsong yang berisi air beracun, asal tekan tombolnya, air beracun akan menyemprot dari lubang di ujung jari.   Semprotan air kuning itu dapat mencapai setombak jauhnya, sekali kulit badan manusia kena kesemprot, daging seketika membusuk.   Apalagi serangan ini sering dilancarkan secata mendadak.   maka ganasnya luar biasa.   Agaknya kedua laki2 baju hijau secara diam2 telah dikisiki Hian-ih-lo-sat dengan ilmu mengirim gelombang suara, begitu lengan kanan Thong-pi--thian-ong terayun ke atas, serempak dengan cepat luar biasa mereka melompatjauh menghindarkan diri.   Begitu air kuning itu menyemprot bagai kabut tebal melanda ke empat penjuru, kedua orang itu-pun sudah mundur setombak lebih.   Maka terdengarlah suara mendesis ramai, air kuning itu muncrat bertaburan di atas tanah dan seketika menimbulkan kepulan asap kuning yang baunya teramat busuk.   untunglah angin pegunungan lekas sekali meniupnya buyar.   Melihat semprotan air beracunnya gagal, amarah Thong-pi-thianong semakin memuncak, ia menuding Hian-ih-lo-sat dan membentak.   "Sundel, berani kau kerjai Lohu?" "Barusekarang kautahu"jengek Hian-ih-lo-satcekikikan- Berkerutuk gigi Thong-pi-thian-ong, hardiknya bengis.   "Keparat, mampuslah kau, empat titik kemilau kuning laksana emas mendadak menjiprat ke keluar laksana sambaran kilat, itulah selongsong jari2 tembaga yang dia pasang pada ujung jari tangannya. Maka terdengar Hian-ih-lo-sat menjerit kaget, mendadak tubuhnya roboh ke belakang. Thong-pi thian-ong tertawa dingin, ejeknya. "Perempuan jalang, sebetutulnya tiada niat Lohu, membunuhmu, kausendiriyangcari mampus,jangansalahkanLohukejam"   Sembari bicara segera ia hendak memungut kembali selongsong jari tembaga, mendadak kepalanya pusing, badan yang sudah terbungkuk hampir saja jatuh terjerembab.   Pada saat yang sama, kupingnya mendengar tawa ringan merdu, berbareng jalan darah di belakang batok kepalanya terasa sakit tertutuk.   mata menjadi gelap.   seketika dia jatuh tersungkur dan tidakingat diri..   Hian-ih-lo-sat berdiri di belakang sambil tertawa cekikikan, di mana tangannya mengulap.   dua orang segera maju mendekat, kata mereka sambil meluruskan kedua tangan.   "Siancu ((dewi) ada perintah apa."?"   Hian-ih-lo-sat mengeluarkan sebuah botol porselin kecil serta menuang sebutir pil warna hijau ,gelap. dianggurkannya kepada kedua orang baju hijau, katanya.   "Minumkan obat ini kepadanya."   Laki2 baju hijau sebelah kiri mengiakan, dia terima obat pil itu serta pencet dagu Thong-pi--thian-ong, pil itu terus dia jejal ke mulutnya. Hian-ih-lo-sat tertawa puas, katanya.   "Bawa dia, sekarang kita boleh pergi"   Oooooooooo Sepanjang jalan Ling Kun-gi ber-lari2 kencang, waktu terang tanah dia sudah tiba di cin--siang, ia cari hotel terus masuk kamar, iaduduksemadi sampai lupa keadaansekelilingnya.   Waktu mengakhiri semadinya, haripun sudah dekat tengah hari, kepada pelayan ia minta diantar makanan ke dalam kamar, setelah kenyang dia salin pakaian, menyoreng pedang, setelah bayar rekening terus berangkat.   Tengah hari ramai orang yang berlalu lalang dijalan raya, sudah tentu tak mungkin dia mengembangkan Ginkang, tapi dari cin-siang sampai ke Siau-sian, jaraknya kira2 ada 200 li, ter-paksa dia beli kuda untuk menempuh perjalanan jauh ini.   Kuda dibedal terus sampai kehabiaan tenaga dan berbuih mulutnya, sebelum magrib dia tiba di sebuah dukuh kecil, letaknya tidak jauh dari Pat-kong-san.   Kebetulan di pinggir jalan ada sebuah gubug yang mengibarkan panji bertuliskan "arak", kiranya warung arak tempat orang berteduh dari terik matahari dan sekedar istirahat.   Setelah menempuh perjalanan setengah hari, lapar dan dahaga perut Ling Kun-gi, maka dia tambat kuda pada pohon di luar warungterus memasukiwarung arak itu.   Tampak seorang laki2 berpakaian kasar tengah membersihkan meja.   Kiranya hari menjelang magrib, pejalan kaki buru2 melanjutkan perjalanan masuk kota, maka keadaan warung ini sepi.   "Pelayan, masih ada makanan apa, lekas keluarkan,"   Begitu masukKun-gi terus minta makananserta memilihtempatduduk. Pelayan mengawasi Kun-gi sejenak. sahutnya.   "Tuan tunggu sebentar, makanan masih ada"   Buru2 dia berlari masuk. Melihat langkah orang enteng dan gesit, diam2 tergerak hati Kun-gi, batinnya.   "Pakaian pelayan ini kelihatan kasar, gerak-geriknya kurang memadai, langkahnya gesit lagi, tempat ini sudah tidak jauh dari Pat-kong-san, bukan mustahil ini mata2 musuh? Aku harus berlaku hati."   Demikian dia lantas waspada. Lekas sekali pelayan tadi sudah keluar mem-bawa sepoci air teh dansebuahcangkir, katanyasambil seritawa."Tuan, silakan minum dulu, bak-pau dan pangsit di warung kami memang selalu sedia, sebentar lagi selesai dipanasi."   Kun-gi manggut2, katanya.   "Ada makanan apa pula boleh kau keluarkan saja."   Pelayan meng ia kan terus berlari masuk pula.   Walau kerongkongan merasa kering, tapi Kun-gi tidak berani segera minum, ia keluarkan kantong sulam pemberian Un Hoan-kun dan ambil sebutir Jing-sim-tan terus dikulum dalam mulut, lalu dia tuang secangkir teh dan ditenggak habis.   Tak lama kemudian pelayan sudah keluar membawa sepiring pangsitdanbakpau, katanyatertawa."Tuansilakan mencicipidulu."   Setelah meletakkan piring, matanya mengerling, dilihatnya Kun-gi sudah menghabiskan secangkir teh, seketika wajahnya menunjuk rasa senang. Tersipu2 dia ambil poci serta menuang pula secangkir untuk Kun-gi, katanya tertawa.   "Tuan menempuh perjalanan jauh, tentu haus, daun teh warung kami adalah Lo-san-teh keluaran Patkong-san yang segar dan nyaman rasanya, warnanya memang tidak sedap dipandang, tapi kental dan nikmat, cocok untuk menghilangkan dahaga."   Melihat gerak-gerik orang serta tutur kata-nya, Kun-gi tahu di dalam air teh pasti ditaruh apa2, namun dia sudah telan Jing-sintan, tak perlu takut muslihat orang, maka dia manggut2, kata-nya "Air teh ini memang enak rasanya."   Se-cangkir penuh kembali dia tenggak habis, lalu bak-pau dan pangsit ganti berganti dia gasak pula.   Melihat secangkir teh habis pula, semakin riang hati pelayan, lekas dia tuang penuh pula se-cangkir.   Sekejap saja Ling Kun-gi sudah lalap-habis sepiring bakpau dan pangsit, air tehpun entah sudah berapa cangkir masuk ke perut, katanya sambil angkat kepala.   "Berapa duitnya?"   Habis berkata tiba2 dia pegang kepala sambil mengeluh ringan, katanya."celaka, kenapakepalakujadipusing?"   Sejak mula pelayan berdiri di samping melayaninya, segera dia unjuk seri tawa, katanya.   "Mungkin tuan ter-buru2 menempuh perjalanan, badan penat tentu kepala pusing."   Sambil mengawasi pelayan, Kun-gi berkata.   "Tidak mungkin, barusan aku segar bugar, kenapa mendadak. bisa pusing? Mungkin ..... kau.......mencampurapa2didalam...... airteh?"   Beberapa patah kata terakhir diucapkan dengan suara tidak jelas, badan menjadi lemas, kepala tertunduk ke atas meja terus pulas. Pelayan itu tiba2 tertawa lebar, katanya puas.   "Anak muda, bila kausadar, tapisudahterlambat."   Dari dalam warung tiba2 berlari keluar seorang laki2 pula, serunya.   "Sudah kau tundukkan bocah itu?"   Pelayan itu tertawa.   "obatnya kutaruh satu lipat lebih banyak dari biasanya, memangnya kuat dia bertahan? Bocah ini memang luar biasa kekuatannya, orang lain seteguk saja pasti semaput, tapi dia hampir menghabiskan sepoci dan sepiring bak-pau dan pangsit, citya bilang dia tidak takut racun, tadi juga aku kuatir kalau dia kebal dariTip-gau--bi(masuk mulut semaput, namaobatbius)." "Kau tunggu dia sebentar, aku akan lapor kepada cit-ya,"   Kata laki2 yang baru datang.   Lalu melangkah keluar.   Sudah tentu semua percakapan mereka didengar oleh Ling Kun- gi.   baru sekarang dia tahu duduk persoalannya, bahwa yang mengundang dirinya ke Pat-kong-san ternyata memang betul Tong cit-ya adanya.   Sudah tentu dia tidak berpeluk tangan membiarkan laki2 itu pergi memberi laporan-Diam2 jari tangan kanan menjentik, sejalur angin segera menerjang punggung laki2 yang sudah melangkah ke-luar pintu.   Seketika laki2 itu mematung kaku di ambang pintu karena tertutuk Hiat-tonya.   Melihat temannya berhenti di depan pintu, pelayan itu segera mendesak.   "Katanya mau lapor kepada cit-ya, kenapa tidak lekas berangkat, kuda tunggangan bocah ini ditambat di luar pintu, apa pula yang kau tunggu?"   Karena Hiat-to tertutuk. badan kaku tak mampu bergerak, sudah tentu mulutnya juga kaku tak dapat bersuara. Keruan laki2 yang menyamar pelayan itu menjadi heran dan menggerutu.   "Hai, cuilosam, kenapa kau?"   Baru saja selesai bicara, kupingnya tiba2 mendengar suara halus berkata.   "Losam kemasukan setan, lekas kau saja yang lapor kepada cit-ya."   Pelayan berjingkat kaget seperti disengat kelabang, mata jelilatan mengawasi sekelilingnya, tapi dalam warung hanya Ling Kun-gi seorang dan tetap mendekam di atas meja, sudah semaput minum obat biusnya lalu siapakah yang berbicara? Tahu ada gejala2 ganjil, dengan jeri dia ber-kata.   "Siapa kau?"   Hanya dirinya yang masih segar bugar di dalam warung, tiada orang lain, sudah tentu tiada orang yang menjawab pertanyaannya. Dengan membusungkan dada memperbesar nyail, pelayan ini menjura keempat penjuru, katanya keras.   "Sahabat dari manakah yang bicara dengan cayhe? Kami dari keluarga Tong di Sujwan, atas perintah Tong cit-ya kami melakukan suatu pekerjaan di sini, mungkin sahabat kebetulan lewat, umpama air sungai tidak bercampur air sumur, kuharap sahabat tidak mencampuri urusan kami."   Kun-gi angkat kepala serta berkata tertawa.   "Aku akan memberi ampun padamu, asal kau mau bicara terus terang."   Sudah tentu nelayan itu berjingkrak kaget pula, serunya dengan terbeliak.   "Kau ....kau tidak semaput?"-Ada niat lari, tapi entah mengapa kedua kakinya tidak mau turut perintah lagi. Kun gi mengawasi orang dengan tertawa, ka-tanya.   "Bukankah tadi kau bilang cit-ya mengatakan aku tidak takut racun? Kalau racun aku tidak gentar, apa lagi obat bius, memangnya aku gampang dibikin semaput?"   Grmetar badan pelayan itu, keringat dingin gemerobyos membasahi badannya.   "Saudara harap tenang2 saja, dihadapanku kau tidak bisa lari lebihtigalangkah,"Kun-gi mem-peringatkan Laki2 itu memang tidak berani bergerak.   katanya tergagap.   "Toaya, kau ....   kau tentu tahu, hamba hanya ....   menjalankan perintah ....   " "Jangan cerewet, jawab pertanyaanku, di mana cit ya sekarang?" "cit-ya .... cit--ya sekarang berada di pat-kong-san." "Pat-kong-san sebelah mana?" "Di rumah keluarga Go." "Siapa yang telah kalian culik?" "Kabarnya seorang nona, dia adalah adik Toaya . ."   Heran hati Kun-gi, Entah nona siapa dan dari mana yang mereka culik, tapi orang mengatakan dia adikku? Maka iapun manggut2, katanya.   "Baiklah, aku tidak akan menyakiti kalian, tapi kalian harus tetap di sini."   Sekali tuding dari kejauhan dia tutuk Hiat-to pelayan serta berkata dingin.   "Hiat-to kalian hanya kututuk. setelah tengah malam nantibaruakan terbukasendiri."   Dengan langkah lebar dia keluar dan cemplak kudanya terus dibedal ke arah Pat-kong-san..   Lekas sekali dia sudah tiba di Pat-kong-san, tampak sebuah jalan besar yang dialasi papan batu, rata memanjang langsung menuju ke rumah milikkeluargaGodiatasgunung.   Hari sudah gelap.   tapi mata Ling Kun-gi dapat melihat di tempat gelap.   dilihatnya di depan ada sebuah hutan, di depan sana berdiri empat laki2 seragam hitam.   Di sebelah belakangnya lagi adalah laki2 tua berjubah biru, usianya lebih dari setengah abad, kepalanya mengenakan topi yang bentuknya seperti semangka, mukanya kurus tepos, matanya bersinar terang, Thay-yang-hiat dikedua pelipianya menonjol, sekilas pandang orang akan tahu bahwa dia seorang jago kosen memiliki kekuatan luar dalam, Tangan laki2 tua bertopi memegang sebatang pipa cangklong panjang, sikapnya dingin, dengan seksamadia mengawasi Kun-gitanpabersuara.   Tetap duduk dipunggung kudanya Kun-gi berkata dengan sikap angkuh.   "Ada apa?"   Salah satu keempat laki2 seragam hitam bersuara.   "Kau siapa dan mau ke mana ?" "Siapaakudan maukemana, peduliapa dengankalian ?"   Laki2 yang bicara menarik muka, katanya.   "Kau tahu menjurus ke mana jalan ini?" "coba katakan, ke mana?" "Jalanbesarinihanya menuju ke gedung keluarga Go." "Memang aku mau ke tempat keluarga Go."   Agaknya laki2 tua bertopi tidak sabar lagi, dia mengulap tangan menghentikan percakapan, kata-nya kepada Kun-gi.   "   Untuk keperluan apa tuan pergi ke tempat keluarga Go?"   Kun-gi tertawa dingin, jawabnya.   "   Untuk apa aku kemari? Kenapa kau tanya aku malah?" "Kalau saudara tidak ingin kena perkara, kuharap lekas putar balik saja,"ancamlaki2 tuaber--topi.   Menegak alis Kun-gi, tatanya.   Justeru seba-liknya, keluarga Tong kalian yangsengajacariperkarapadaku."   Berubah air muka laki2 tua bertopi, katanya berat.   "Setelah tahu siapa yang bertempat tinggal di tempat keluarga Go sekarang, tapi kau masih meluruk datang?" -o0dw0o "Kalau aku takut kena perkara, memangnya aku berani datang?"   Ejek Kun-gi. "Bocah sombong,"   Maki laki2 tua bertopi dengan gusar. Tiba2 dia berpaling kepada keempat laki2 seragam hitam, katanya sambil menuding Ling Kun-gi dengan pipanya.   "Siapa diantara kalian yang berani meringkusnya?"   Dua orang segera tampil ke muka, masing2 melolos golok di tangan kanan dan kiri, dengan lang-kah lebar menghampiri Kun-gi. Setelah dekat ke duanya sama2 angkat golok, bentaknya.   "Saudara mau turundanterima diringkus?Atauingin kamiajar?"   Dengan tenang Kun-gi tetap bercokol di atas kudanya, katanya tertawa.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Boleh terserah apa ke-hendak kalian-"   Karena Kun-gi tetap duduk di punggung kuda, kedua orang ini tahu untuk membuatnya turun terpaksa harus melukai kudanya dulu. Maka tanpa berjanji keduanya lantas membabat ke kaki kuda, mulutpun menghardik.   "Bocah, menggelinding turun"   Berkerut alis Kun-gi, bentaknya.   "Ada permusuhan apa kudaku dengan kalian?"   Tiba2 ia me-mecut dengan cambuk di tangannya, "tarr", dengan tepat ujung cambuknya membelit pergelangan tangan laki2 di sebelah kanan-Laki2 itu menjerit keras, goloknya terlempar jatuh, sambil memegangi tangan dia menjerit2 sembari berjongkok.   Saking kesakitan keringat dingin sampai ber-ketes2, terang lukanya tidak ringan cambuk Ling Kun-gi ternyata bergerak hidup laksana ular, baru saja di sebelah kanan me-nungging kesakitan, tahu2 bayangan cambuk sudah melecut ke sebelah kiri.   "Tarr", telak mengenai pundak laki2 sebelah kiri. orang inipun menjerit kesakitan, goloknya entahmencelat kemana, saking kesakitandia ber-guling2ditanah. Kedua temannya gusar, segera mereka mem-buru maju seraya ber-kaok2, golok terayun terus menyerbu dengan beringas. Tapi baru saja mereka beberapa langkah di depan kuda, tiba2 terasa bayangan orang berkelebat, hakikatnya mereka tidak melihat jelas bagaimana Ling Kun-gi melompat turun dari punggung kuda, tahu2 orangsudahberdirididepan mereka. Selama 300 tahun turun temurun, keluarga Tong malang melintang di Kangouw dengan senjata rahasia beracun, tidak sedikit orange dari golongan hitam dan putih yang menghormat dan mengikat persahabatan dengan mereka, soalnya juga karena jeri menghadapi senjata rahasia mereka yang beracun, maka jarang yangberanicariperkarapada mereka. orang2 keluarga Tong sendiri juga jarang berkecimpung di dunia persilatan, oleh karena secara langsung menjadikan mereka tinggi hati, berpendapat bahwa orang2 Kangouw jeri dan tidak berani cari perkara pada keluarganya sehingga anak buah merekapun bertingkah laku kasar dan sombong. Melihat Ling Kun-gi maju, kedua orang itu-pun tidak banyak cingcong, serentak golok mere-ka bergerak. sinar biru bersilang sepertiguntingraksasadanmembacok miringketubuhLingKun-gi. Jangan kira mereka hanya kacung keluarga Tong, maklumlah karena orang2 mereka tiada yang berkecimpung di dunia Kangouw, daripada iseng, maka mereka menghabiskan waktu untuk melatih diri. oleh karena itu setiap orang keluarga Tong, memiliki kepandaian silat yang lumayan-Busu atau guru silat yang biasa berkelana di Kangouw mung-kin hanya dalam gebrak sudah dapat dipukul roboh oleh mereka, Tapi hari ini mereka justru menghadapi Ling Kun-gi, seumpama telur membentur batu. Begitu kaki hinggap di tanah, Kun-gi langsung menyongsong dua larik sinar biru secara bersilang yang menggunting tiba, dia tertawa lebar, katanya.   "   Kembali semua keroco tak berguna"   Mendadak dia gerakkan kedua tangan, sepuluh jari terbuka, masing2 mencengkeram ke batang golok lawan- Dengan tangan kosong, ternyata dia berani tangkap golok yang tajam malah berlumu racun-Baru saja kedua laki2 itu melengak.   tahu2 terasa tangan mengencang, golok masing2 sudah terpegang oleh musuh.   Sudah tentu kejut mereka bukan main, insaf menghadapi jago kosen, lekas mereka menarik sekuat tenaga.   Tak tahunya golok mereka itu seperti terjepit tanggam raksasa, sedakitpun tak bergeming.   Kun-gi menyeringai dingin, diam2 ia kerahkan Lwekang, melalui batang golokdia salurkan tenaga dalamnya.   Terasa telapak tangan tergetar, mendadak lenganpun menjadi linu, sudah tentu kedua laki2 itu tak kuasa mempertahankan goloknya lagi.   Dengan mudah Kun-gi merampas golok kedua lawannya, mendadak golok terpencar ke kanan-kiri, gagang golok masing2 mengetuk ke arah kedua lawan-cara mengetuk dengan golok sebetul-nya bukan gerakan tipu apa2, tapi serangan di-lancarkan oleh Kun-gi, maka perbawanya tentu luar biasa, lain daripada yang lain-Dikala kedua laki2 itu melongo kebingungan karena golok terampas lawan, mendadak lutut te-rasa kesakitan, mulut menjerit, kontan mereka roboh ke tanah.   Gerakan Ling Kun-gi secara beruntun ini dilakukan dengan cepat luar biasa, lompat turun dari kudanya sampai merebut golok serta mengetuk kedua lawan hanya berlangsung dalam sekejap.   sampaipun orang tua bertopi yang berdiri menonton di sana hanya mengawasi dengan mendelong, tahu2 keempat pembantunya sudah diroboh-kan semuanya, untuk menolong juga tidak sempat lagi.   Keruan ia kaget bercampur gusar, sungguh tak pernah terpikir olehnya bahwa musuh yang masih begini muda memiliki kepandaian setinggi ini, sepasang matanya yang kelam seperti biji mata burung hantu mengawasi Kun-gi, bentaknya dengan suara berat.   "Ternyata tuan memang punya bobot, tak heran berani meluruk kemari dan membuat onar.."   Seenaknya Kun-gi lempar kedua golok rampasannya, dengan tertawa congkak dia berkata-"Aku datang memenuhi undangan, bukan sengaja mau mencari onar, kalau saudara tidak ingin memberi pengajaran, lekaslah menyampaikan laporan, katakan bahwa aku orang she Ling telah datang."   Mendengar orang datang atas undangan sebetulnya si orang tua bertopi mau tanya.   atas undangan siapa dia kemari? Tapi serta mendengar kata2 terakhir yang bernada menantang serta mensindir se-akan2 dirinya tidak berani melawannya, air mukanya menjadi gelap.   katanya terkekeh di-ngin.   "Bagus sekali, asal hari kau bisa mengalahkan Lo-hu, nantipasti akan kulaporkan."   Ling Kun-gi ter-gelak2 lantang, ujarnya.   "Bagus, apa yang kau katakan memang mencocoki seleraku."   Laki2 tua bertopi mendengus, pipa cangklong dia pindah ke tangan kiri, tangan kanan tiba2 ter-ayun, telapak tangannya yang hitam legam tahu2 menepuk ke dada lawan-. "Hek-sat-ciang,"   Diam2 berteriak dalam hati Kun-gi waktu melihat telapak tangan orang berwarna hitam..   Sudah tentu Kun-gi tidak gentar dan tidak unjuk kelemahan? Dia kerahkan lwekang di tangan kanan terus dorong ke depan, secara keras dia sambut pukulan lawan.   Terdengar suara keras, pergelangan tangan Kun-gi tergetar kesemutan, dia tahu pukulan orang tua bertopi mengandung racun jahat, maka lekas dia merogoh ke kantong menggenggam Pi-tok-cu.   Laki2 tua bertopi juga terhempas mundur tiga langkah, darah bergolak dirongga dadanya, ia terkejut, batinnya "Bocah ini begini muda, darimana memperoleh Lwekang setangguh ini?"   Tapi wajahnya yang kurus tiba2 mengulum senyum sadis, katanya mengulaptangan."Bocah, lekas kau kem-balisana"   Ling Kun-gi berdiri tegak sambil bertolak pinggang, sahutnya pura2 keheranan.   "Lho, kenapa, apa cayhe kalah?" "Anak muda,"   Laki2 tua bertopi terkial2.   "ingat baik2, hari ini pada tahun depan adalah ulang tahun hari kematianmu."   Kun gi tertawa tawar, katanya.   "Kata2mu sulit kumengerti, agaknya kau mau bilang bahwa jiwaku takkan bertahan sampai malam ini?" "Betul, memang itulah maksudku." "Aneh,"   Kata Kun-gi dengan membadut.   "   Kenapa cayhe sedikitpun tidak merasakan? Kuha-rap kau lekas melaporkan kedatanganku?"   Ternyata laki2 bertopi ini adalah cong-koan (kepala rumah tangga) keluarga Tong yang bergelar Hek -sat-ciang Khing Su-kwi, biasanyadiapendiam, banyakakal muslihatnyadankeji.   Terutama Hek-sat-ciang yang dilatihnya amat ganas karena menggunakan racun khas keluarga Tong sehingga lebih lihay dibanding Hek-sat-ciang yang biasa di kalangan Kangouw, setiap lawan yang terkena pukulannya dalam jangka setengah hari jiwanya pasti melayang kalau tidak diberi obat penawar tunggal buatan keluarga Tong pula.   Pemuda dihadapannya ini telah mengadu pukulan dengan dirinya, biasanya racun pasti sudah merembes ketelapak tangan dan tubuhnya, langsung menerjang jantung, bekerjanya racun juga jauh le-bih cepat dari luka2 di tempat lain karena pukulan yang sama.   Tapi pemuda ini tetap segar bugar, sedikitpun tidak menunjukkan gejala2 keracunan- Keruan rasa kejut orang tua itujauh lebih besar dibanding terpukul mundur tiga langkah tadi.   Dengan mendelik ia tatap Kun-gi dalamhati mengumpat."   Keparat, bocahinitidaktakutracun?"   Mendadak dia manggut2, katanya.   "Baiklah, mari biar Lohu menunjukkan jalan,"-lalu ia ber-anjak ke atas gunung melalui jalan yang berian-das papan batu besar2 itu. Ling Kun-gi tertawa dengan pongah, sambil menarik tali kendali kudanya, dia ikut dibelakang orang. Jalan berbatu ini ternyata lapang dan halus, walau terus menanjak ke atas, tapi orang tidak merasakan lelah, deretan pohon2 siong dan pek yang sudah tua berjajar disepanjang jalan menuju ke atas. Tanpa terasa, mereka tiba dilamping gu-nung. Disebelah depan adalah sebuah tanah lapang yang luas, cuaca meski gelap. tapi Kun-gi masih dapat melihat jelas lapangan luas ini sekelilingnya dipagari batu putih yang berukir, tumbuhan bunga beraneka warnanya sedang mekar semerbak di se-panjang pagar batu putih itu. Disebelah depan sana adalah sebuah pintu gerbang besar dan tinggi dibangun dari marmer hijau mengkilap. tepat diatas pintu gerbang terukir beberapa huruf yang berwarna menyolok dari dasar hijau berbunyi "Puri keluarga Go". Kedua pintu gerbang terpentang lebar. Di kedua sisi pintu tergantung dua buah lampion besar, di atas lampion ini bertuliskan huruf TONG, kiranya mereka menetap di rumah keluarga Go untuk sementara. Di depan pintu berdiri dua orang laki2 baju hijau yang menyoreng golok, tegak tanpa bergerak. tak ubahnya seperti dua patung. Hek-sat-ciang Khing Su-kwi membawa Kun--gi ke tengah lapangan-tiba2 dia berhenti dan berpaling, katanya dingin. "Sahabat, tunggulah di sini sebentar, Lohu akan masuk memberi laporan-"-Lalu dia melangkah masuk ke pintu gerbang. Ling Kun-gi menunggu dengan sabar, tak la-ma kemudian tampak Khing Su-kwi sudah keluar pula membawa seorang laki2 berusia 50-an, alis gombyok tebal, mata seperti burung hantu, mengenakan jubah panjang warna biru, sikapnya kelihatan angkuh. Pada saat kedua orang ini muncul, dari kiri kanan pintu gerbang beruntun keluar pula delapan laki2 bertubuh kekar, berpakaian ketat, pakai ikat kepala, golok besar yang mereka bawa berkilau memancarkan warna biru, semuanya serba biru. Walau mereka tidak langsung mengepung Ling Kun-gi, tapi sigap sekali mereka sudah memencarkan diri, dari jarak kejauhan mereka mengelilingitanah lapangini.. Sambil menggendong tangan Kun-gi berdiri di tengah lapangan, melirikpun tidak ke arah mereka. La ki2 jubah biru menatap dengan tajamke arah Ling Kun-gi, lalu bertanya kepada Khing Su-kwi, "Bocah inikah yang kau katakan?"   Khing Su-kwi mengiakan dengan hormat. Menyipit mata laki2 jubah biru, tanyanya dingin.   "Siapa namamu? Untukapa kemari?"   Kun-gi tetap berdiri tegak dengan sikap angkuh, diam saja seperti tidak mendengar tegur sapa orang. "Anak muda,"   Laki2 jubah biru menarik mu-ka.   "Lohu bertanya padamu? Kau dengar tidak?" "Tanya padaku ?"   Jawab Kun-gi sambil me-lirik.   "Lebih baik kau sebutkan dulu siapa diri-mu ini?"   Sedikit melengak laki2 jubah biru, katanya.   "Lohu Pa Thian-gi, kepala congkoan dari keluar-ga Tong di Sujwan-"   Kun-gi tetap menggendong kedua tangan, sikapnya sombong tidak hiraukan segala adat umumnya hanya mulutnya bersuara "ooo"   Saja. Amarah membayang muka Pa Thian-gi katanya.   "Sekarang katakan maksud kedatanganmu.." "Kalau Pa-congkoan tidak tahu maksud kedatanganku, suruhlah Kwi-kian jiu Tong-locit ke-luar, dia tahu siapa diriku."   Berkerut alis Pa Thian-gi, katanya.   "Jadi saudara mencari cit-ya, tapi cit-ya sedang keluar." "Memangnya dia takut menemui aku. Kalau begitu bebaskan perempuanyang kalianculik itu,"kataKun-gi ketus. Berjingkrak gusar Pa Thian -gi, bentaknya.   "Anak sombong, jangan kau bertingkah disini."   Sambil menarik alis Kun-gi balas membentak.   "   Orang she Pa, orang she Ling ini datang menepati undangan, walau nona yang kalian culik bukan adikku, tapi aku orang she Ling sudah meluruk ke mari, maka nona itu harus kutolong, lekas suruh Tong cit-ya membebaskan dia." "Kau bocah ini membual apa? Terus terang kuberitahu, cit-ya tidakdisini, lekaskau enyahsaja." "   Kalian berani main culik, aku tidak peduli kalian dari keluarga Tong segala." "Kau tahu kami dari keluarga Tong, berani kau main tuntut segala, besar sekali nyalimu." "Siang hari bolong menculik perempuan, memangnya kalian sudah lupa undang2 raja?"   Mendelik mata Pa Thian-gi saking gusar, sam-bil mendongak ia ter-gelak2, katanya.   "Bocah ini sungguh angkuh, berarti mencari setoriketempatini, hayokalianbekukdia."   Kata2nya yang terakhir ini memberi perintah kepada delapan laki2 seragam biru yang berpencar di empat penjuru, dengan langkah enteng dan gesit cepat mereka merubung maju.   Mereka berdiri dengan kedudukan Pat-kwa, beberapa kaki di sekeliling Ling Kun-gi mereka berhenti, lalu dengan serentak mereka saling geser kedudukan pula seraya mengeluarkan golok masing2 terus membacok secara serabutan, Kun-gi merasakan sinar biru ber-lapis2 lak-sana gunung menindih dari bergagai arah.   Keruan kejut Kun-gi bukan main, diam2 dia berpikir.   "Agaknya mereka sudah siap menghadapiku, barisan golok ini sungguh lihay sekali."   Otak bekerja tanganpun bergerak.   "sret"   Tahu2 pedangnya dia lolos, selarik sinar hijau tiba2 mengelilingi tubuhnya menjadi semcam jaringan cahaya mem-bungkus badan-Maka terdengarlah suara berdering keras dari kiri kanan, depan danbelakang, secara berantai senjata beradu keras.   Walau dalam scgebrak dia berhasil memben-dung delapan golok lawan, Tapi hati sendiri juga mencelos, maklumlah barisan golok yang dilakukan delapan orang ini agaknya merupakan barisan tangguh yang amat dibanggakan oleh keluarga Tong di Sujwan, setiap orangnya masing2 memiliki kepandaian tinggi dan digembleng secara khusus.   Begitu barisan golok berkembang, maka yang kelihatan hanya cahaya biru kemilau yang simpang siur menyamber kian kemari, lama kelamaan semakin ketat dan ganas, sudah tentu Kun-gi terkepung dan semakin sempit ruang geraknya.   Betapapun tinggi ilmu silat Ling Kun-gi dibawah rangsakan sinar golok lawan yang hebat ini, dia rada terdesak juga, terasa ilmu pedang sen-diri yang lihay menjadi susah dikembangkan-Su-dah tentu dia tidak tahu bahwa yang dihadapinya ini adalah Pat-kwa-to tin ( barisan golok Pat-kwa ) ciptaan keluarga Tong di Sujwan, walautidak setaraf Lo-han-tindari Siau-lim-sisertaNgo-heng-kiam-tin dari Butong-pay, namun perbawanya juga amat mengejutkan, jarang tokoh2 Bu-lim yang terkepung oleh barisan golok ini mampu lolos dengan hidup, Maklumlah keluarga Tong di Sujwan terkenal dengan racun dan alat2 senjata, bukan saja kedelapan orang ini mahir betul memainkan barisan golok.   senjata merekapun dilumuri racun dan dinamakan Thian-lan-hoa-hiat-to (golok langit biru peng luluh darah), disamping itu merekapun meya-kinkan ilmu senjata rahasia yanglihay danbanyakragamnya.   jurusterakhir dinamakanPatsianhian-siu (delapan dewa merayakan ulang tahun), yaitu masing2 mendemonstrasikan kepandaian ilmu senjata rahasia, delapan macam senjata rahasia serentak memberondong ke satu sasaran, sebelum musuh ro-boh terkapar, serangan tidak akan usai.   Tujuh kali gebrakan telah berlalu, terasa oleh Kun-gi barisan golok lawan melibat dirinya sede-mikian kencang, ke mana dirinya bergerak sinar biru selalu mengikuti gerak langkahnya, dibabat tidak putus, ditusuk tak tembus, dibacokpun tidak pecah.   Lama kelamaan Kun-gi merasa sebal dan mangkel kalau dirinya selalu menjadi bulan2an musuh, kapan pertempuran berakhir? Tiba2 pedangnya berputar, kaki menjejak dan tubuhpun melambung ke atas.   Di luar tahunya bahwa kedelapan orang ini dijuluki Tong-bun- pat-ciang (delapan jago keluarga Tong), ilmu silat masing2 memang sangat tinggi, bila musuh melompat ke atas, merekapun turut mengapung ke atas dan golok mereka tetap merangsak secara bersilangdaridelapan penjuru, tubuh musuhtetap menjadi sasaran- Sejak berkelana di Kangouw, baru pertama kali ini Ling Kun-gi benar2 merasakan betapa dahsyat dan berat pertempuran yang harus dihadap-inya ini.   Badan yang terapung mendadak dia bikin berat dan anjlok dengan cepat dari tangkas, sekaligus dia hindarkan tabasan delapan golok beracun, begitu kaki menginjak tanah selicin belut tubuhnya berputar dan berkisar untuk menerjang keluar kepungan barisan golok musuh.   Di luar tahunya bahwa kedelapan lawannya juga sudah gemblengan, ilmu silat dan pikiran mereka boleh dikatakan sudah bersatu padu, be-kerja serasi dan ketat-Begitu golok membacok tempat kosong, sigap sekali merekapun turun-Deliapan orang tetap pada posisi semula, sedikitpun tidak kacau, delapan larik sinar biru kembali me-nyamber.   congkoan Pa Thian-gi berdiri diundakan dengan air muka membesi kereng.   terdengar suaranya membentak.   "Anak muda, sekarang buang pedangmu, masih ada harapan jiwamu akan hidup,"   Mendengar seruaa congkoan mereka, kedelapan orang itupun ikut membentak^ "Anak muda, congkoan suruh kau membuang pedang, lekas menyerah?"   Terkepung di tengah, Kun-gi menjadi berang, serunya lantang.   "   Orang she Pa, soalnya aku tidak ingin melukai orang tanpa sebab, kau kira barisan golok ini dapat mengurung diriku?"   Di tengah alunan suaranya pedangnya menusuk dengan jurus aneh dan lihay, tampak selarik sinar lembayung yang menyilaukan mata tiba2 menyam-ber ke samping terus barputar keluar.Jurus ini adalah Liong-can-gi-ya (naga bertempur di sawah), merupakan salah satu jurus dari delapan jurus ilmu pedang warisan keluarganya.   Gurunya pernah berpesan, tiga macam ilmu silat warisan keluarganya tidak boleh sembarangan dipertunjukkan sela-ma mengembara di Kangouw, Tapi sekarang dia di-paksa oleh keadaan demi mempertahankan diri.   Hanya sekejap saja, terdengar suara berde-ring keras danpanjang secara beruntun, kedelapan laki2 baju biru hanya merasa pandangan kabur dan silau oleh samberan sinar terang, tahu2 pergelangan tangan tergetar lemas dan linu, Thian-lan--hoa-hiat-to buyar, hampir dalam waktu yang sama golok mereka terpental lepas dan berjatuhan mengeluarkan suara kerontangan di atas lantai batu.   Sudah tentu kedelapan lelaki itu melenggong dan mematung sesaat oleh serangan lihay dan tak terduga ini, tiada yang tahu cara bagaimana golok mereka bisa terlepas sehingga mereka mendelik saja mengawasi Ling Kun-gi.   Hebat perubahan air muka Pa Thian-gi, mendadak dia tepuk kedua tangan, serunya.   "   Kalian tunggu apa lagi?"-kata2 ini berarti aba2 pula ter-hadap kedelapan laki2 baju biru itu.   Dengan ter-sipu2 kedelapan orang itu serempak melompat jauh ke belakang, delapan tangan serentak terayun pula, bintik2 biru kemilau yang tak terhitung jumlahnya sama meluncur ke arah Kungi berdiri.   Tapi saat itu juga Kun-gi tahu2 sudah berada didepan Pa Thian- gi, ujung pedang yang ke-milau telah mengancam tenggorokannya, katanya dingin.   "   Orang she Pa, berani kau bergerak segera kutusuk tenggorokanmu."   Bahwa Pa Thian-gi bisa diangkat sebagai kepala congkoan keluarga Tong, sudah tentu dia memiliki kepandaian silat yang dapat diandaikan, tapi sekarang hakikatnya dia tidak melihat sesuatu dan Ling Kun-gi tahu2 sudah berada di depan dan mengancam tenggorokan-dengan pedang.   Keruan wajahnya seketikapucatberkeringat, tapitidak beranibergerak sedikitpun.   Hek-sat-ciang Khing su-kwi berdiri di samping Pa Thian-gi, orang ini lebih licik dan nakal, melihat gelagat jelek tanpa bersuara mendadak telapak tangannya menepuk ke iga Ling Kun-gi.   Serangan ini dilakukan dalam jarak dekat, dilancarkan secara mendadak serta berusaha menolong atasan-nyalagi, sudah tentu lihay luar biasa.   Seperti tumbuh mata dibelakang kepalanya, tanpa menoleh Kungi geraki tangan kanan, dengan jurus Ji-jiu-po-llong (tangan kosong membekuk naga) cepat laksana kilat, tahu2 pergelangan tangan Khing Su-kwi sudah terpegang terus dikipatkan ke belakang.   Tiada keempatan sedikitpun bagi Khing Su-kwi untuk mempertahankan diri, seperti orang2an ter-buat dari damen, tubuhnya terlempar jauh ke belakang, terbanting di tengah lapangan-Untung ke delapan orang yang menimpuk senjata rahasia itu sudah menghentikan serangannya karena bayangan Kun-gi sudah lenyap secara mendadak.   kalau tidak tentu badan Khing Sukwi yang menjadi sasaran-Gusar serta malu, tapi Pa Thian-gi tak berani bergerak.   dengan ganas ia membentak.   "Apa keingin-anmu saudara?"   "Tunjukkan jalan"   Sahut Kun-gi angkuh. Gemobyos keringat Pa Thian-gi, tanyanya.   "Kau ...... ingin bertemu dengan siapa?" "Sudah tentu majikanmu,"   Sahut Kun-gi ketus. "Kau.."gugup dangelisahsuaraPa Thian-gi. Tanpa memberi kesempatan orang bicara, tiba2 Kun-gi tarik pedangnya, katanya dingin.   "   Orang she Pa, membaliklah pelan2 dan masuk ke dalam, kuharap kau tahu diri, dihadapan orang she Lingmenggunakan pedang atau tidak. sama saja, sedikit kau mengunjuk gerakan mencurigakan, selangkah-pun jangan harap kau bisa lari."   Kalau di waktu biasa tentu Pa Thian-gi tidak percaya, tapi kini kata2 ini diucapkan dari mulut Ling Kun-gi, mau tidak mau dia harus percaya dan betul2 tidakberanibanyaktingkah.   Maklumlah kepandaian silat anak muda ini sungguh amat tinggi dan sukar diukur, berani ber-kata tentu orang berani melaksanakan ancamannya.   Memangnya manusia mana di kolong langit ini yang berani mempertaruhkan jiwa sendiri dengan maut? Tanpa bersuara pelan2 Pa Thian-gi membalik tubuh, kini teng gorokan ada di depan, tapi masih serasa seperti ada pedang yang tidak kelihatan mengancam di lehernya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Untung pedang tidak terasa mengancam punggungnya, maka dengan leluasa ia berjalan masuk.   ia tahu orang suka memberi muka kepada dirinya.   Sebenarnya Ling Kun-gi tidak pandang sebelah mata pada congkoan keluarga Tong ini.   Se-baliknya bagi Pa Thian-gi, meski dirinya digusur masuk.   Tapi bagi pandangan orang lain se-olah2 Pa Thian-gi menunjuk jalan dan mengiringi Kun -gi masuk ke dalam.   Sudah tentu hal ini jauh lebih terhormat daripada diancam dengan ujung pedang.   Begitulah dia jalan di depan, sementara pe-dang Ling Kun-gi sudah dimasukkan kedalam sarungnya, langkahnya mantap mengikutiorang ke-dalam.   Di depanpintu terjaga pula oleh empat orang laki2 baju hitam bergolok, melihat Pa-Congkoan masuk mengiringi tamu, sudah tentu mereka tidak berani merintangi.   Masuk pintu ke dua terlihatlah cahaya lampu terang benderang di ruang tengah, diantara undakan di serambi luar sana, berjajar empat perempuan yang bersenjata Thian-lan-tok-kiam.   Usia keempat perempuan ini rata2 sudah lebih 40, masing2 membawa kantong kulit di kiri kanan pinggang, tangan kiri semuanya mengenakan sarung tangan yang ter-buat dari kulit menjangan- Kerai bambu menjuntai menutupi pintu besar, terdengar suara serak suara seorang perem-puan tua berkata dari balik kerai sana.   "Pa-cong-koan, kudengar katanya ada orang mampu memecahkan Pat-kwa-to-tin kita?"   Bergegas Pa-congkoan beranjaktiga langkah serta membungkuk di undakan, serunya.   "Hamba memang kemari untuk memberi laporan kepada Lohujin ( nyonya tua ), orang ini she Ling, dia minta bertemu dengan Lohujin."   Melengak Kun-gi mendengar ucapan ini, batin-nya.   "Yang kucari adalah Kwi-kian-jiu Tong cit-ya, kapan aku pernah bilang hendak menemu nyonya tua ini?"   Terdengar perempuan tua di dalam berkata pula.   "Mana orangnya?"   Pa Thian-gi menjura pula, sahutnya.   "   Lapor Hujin, hamba sudah membawanya kemari."   Terdengar perempuan tua mendengus, jengek-nya.   "Kalian sudah kecundang bukan?"   Keringat dingin ber-ketes2 membasahi badan, Pa Thian-gi bungkam tidak berani bersuara. "Baiklah,"   Suara perempuan tua lebih sabar dan lamban.   "Bawa dia masuk"   Pa Thian-gi mengiakan, cepat dia membalik, wajahnya tampak menampilkan senyuman sinis, katanya^ "Saudara Ling, mari masuk bersama ku."-Lalu dia mendahului masuk ke dalam.   Ling Kun-gi tidak bersuara, dia ikuti orang naik ke undakan, dua orang perempuan baju hitam maju dari kiri kanan menarik kerai ke atasdanmemberijalan kepada mereka.   Empat lamplon besar tergantung di empat penjuru ruang pendopo besar dan luas ini, tepat di tengah tergantung pula sebuah lampu kaca yang berbentuk menyerupai sekuntum bunga teratai, maka keadaanruang pendopoterangbenderangse-pertisianghari.   Sebuah kursi terbuat dari kayu cendana yang terukir indah berduduk dengan angkernya seorang perempuan tua berbaju kuning, wajahnya putih ber-sih, tapi kaku dingin, rambutnya sudah ubanan di-ikat kain hitam, tepat ditengah ikal rambutnya ter-tancap sebentuk mainan batu Giok yang berbentuk persis dengan kelelawar, tangan kanan memegang sebatang tongkat berkepala burung, usianya antara 60.   Dua gadis baju hijau pelayan pribadinya berdiri mengapit di kiri-kanan, pedang pendek tergan-tung di pinggang masing2.   Tepat dibelakang kursi berdiri seorang nyonya muda yang cantik, sikapnya anggun, kalau dia bu-kan menantu si perempuan tua, mungkin puterinya.   Begitu memasuki ruang pendopo, langkah Pa-congkoan dipercepat dengan sedikit munduk2, se-runya.   "Hamba menyampaikan sembah bakti kepada Lohujin dan Siauhujin-" "Pa-congkoan tidak usah banyak adat,"   Pe-rempuan tua mengebaskan lengan baju. Mulut bicara, namun biji matanya yang berkilat menatap Ling Kun-gi, lalu tanyanya dingin.   "Pa-congkoan, anak muda inikah yang mau menemuiku?"   Pa Thian-gi mengiakan sambil membalik badan, katanya pada Kun-gi.   "Saudara Ling bilang mau menemui Lohujin, nah, beliau inilah Lohujin-"   Pelan2 Kun-gi melangkah maju, dia memberi hormat dan berkata.   "cayhe Ling Kun-gi, mem-beri hormat kepada Lohujin-" "Anak muda,"   Ujar Tong-lohujin.   "katanya di luar tadi kau berhasil menghancurkan Pat-kwa-to-tin kami, sungguh hebat kau ini."   Nadanya dingin, jelas hatinya mendongkol dan kurang senang, Kun-gi tertawa, katanya.   "Maaf Lohujin, demi mempertahankan diri terpaksa Cayhe melakukan apa saja yang bisa dilakukan, tapi dalam hal ini aku cukup menaruh belas kasihan, tiada seorang-pun yang kulukai."   Sedikit berubah rona muka Tong-lohujin.   "Kalau begitu kau telah bermurah hati, bagaimana kalau kau tidak menaruh belas kasihan? Kau bunuh mereka semua?"   Menegak alis Ling Kun-gi, katanya dingin.   "Mereka tidak dapat membedakan salah dan benar, mengepung orang dan turun tangan dengan keji, umpama cayhe tidak menamatkan jiwa mereka, sedikitnya pasti kukutungi lengan mereka yang menyerang dengan senjata beracun." "Anak muda,"   Semprot Tong-lohujin.   "takabur betul kata2 mu, jangan kau memandang rendah ter-hadap anggota keluarga Tong kami." "Kurang tepat ucapan Lohujin,"   Ujar Kun-gi.   "dalam kalangan Kangouw hukum rimba sering terjadi, siapa lemah dia gugur dan si kuatsering menindakyanglemah. cuma keluargaTong kalian cukup terkenal, seharusnya kalian bertindak menurut aturan-" "Dalam hal apa kami tidak beraturan?"   Bentak Tong lohujin gusar.   "Kalau Lohujin pegang aturan, coba tanya kepada Pa-congkoan, cayhe datang atas undangan, tapi orang kalian main cegat dan menyerang, kalau cayhe tidak mampu mempertahankan diri, sejak tadisudahterkapar mampus di tengahhutansana." "Pa-congkoan,"seruTong-lohujin.   "apabetulucapannya?" "Menurut laporan Khing-hucongkoan,"   Demikian Pa Thian-gi menjelaskan.   "orang ini naik gunung mencari setori, karena sukar dilayani, terpaksa hamba suruh mereka menghadapinya dengan barisan golok." "Kautidaktanya maksud kedatangannya?"desak Tong-lohujin. "   Hamba, sudah tanya, dia menuduh kita menculik perempuan baik2, dia menuntut supaya kita membebaskan perempuan itu,"   Demikian Pa-cong-koan menerangkan. "Betulkah kalian menculik perempuan baik2?"   Desak Tong-lohujin pula. Gugup sikap Pa Thian-gi, sahutnya.   "Harap Lohujin maklum, mana kami berani melakukan perbuatan serendah ini?"   Sorot mata Tong-lohujin beralih ke arah Ling Kun-gi, tanyanya.   "Anak muda, kau minta bertemu dengan Losin (aku), maksudmu hendak me-nuntut pembebasan perempuan itu?" "Terus terang cayhe tidak tahu bahwa Lohujin ada di sini, jadi tiada maksudku ingin menemui Lohujin,"   Sahut Ling Kun-gi terus terang.   "Lalu kau carisiapa." "cayhe ingin menemui Kwi-kian-jiu Tong cit-ya.   ." "JadiLo-cityang menculikperempuan itu?" "Betul, dia menculik seorang perempuan, dia kira perempuan itu adalah adikku, maka dia tan-tang aku datang ke Pat-kong-san ini,"   Lalu dari sakunya Kun-gi, keluarkan surat undangan itu katanya menambahkan.   "Ada surat ini sebagai bukti harap Lohujin memeriksanya .   "   Seorang pelayan perempuan segera maju me-nerima surat itu terus dipersembahkan kepada Lo-hujin.   Setelah membaca surat itu, Tong-hujin mengernyitkan kening, tanyanya^ "Kau tahu siapakah perempuan yang diculik Lo cit?" "cayhe tidak punya adik, siapa perempuan yang dia culik, cayhe tidak tahu, tapi dia menculik lantaran cayhe, terpaksa kudatang kemari menuntut pembebasannya."   Tong-lohujin manggut2, katanya.   "Memang betul ucapanmu, lalu barang apa yang kau bawa?" "Hal ini cayhe sendiri juga kurang jelas, kemarin tengah hari waktu cayhe lewat perbatasan, Tong cit-yadan anak buahnya mencegat serta menuntut barang yang kubawa, sampai sekarang cayhe belum tahu apa tujuannya, mencegat dan ingin merampas barangku?"   Tampak marah mimik wajah Tong-lohujin, katanya kepada Pa Thian-gi.   "Pa-congkoan, apa saja yang kau urus selama ini? orang datang minta bertemu dengan secara hormat, kalau Lo-cit melakukan kesalahan, kenapa kau bela perbuatannya? Sungguh memalukan dan merendahkan derajat ke-luarga Tong kita."   Ter-sipu2 Pa Thian-gi munduk2, serunya. "Hamba memang pantas mati, harap Lohujin suka memberi ampun-" "Jangan banyak bicara lagi, di mana Lo cit?" "cit-ya tidak kemari ... ^ "   Tong-lohujin mengetuk tongkat di atas lantai, serunya murka.   "Sekarang juga kalian pergi mencarinya dan suruh dia segera kemari.   Keluarga Tong dari Sujwan sampai main culik dan peras segala, betapa memalukan kalau sampai hal ini tersiar di kalangan Kangouw? Hayolekascaridiakemari."   Tak berani ayal, cepat Pa Thian-gi berlari keluar dengan langkah ter-gopoh2. "Anak muda,"   Kata Tong-lohujin kemudian.   "Kau sudah dengar, orang2 keluarga Tong tidak seluruhnya jelek seperti dugaanmu. Besok sebelum tengah hari kau boleh kemari lagi, walau perempuan itu bukan adikmu, Los in akan serahkan dia padamu dan kau boleh mengembalikan dia keru-mahnya, kau terima tidak?"   Ling Kun-gi menjura, serunya.   "Lohujin ber-pesan, cayhe terima dengan senang hati". "Baik, besok sebelum tengah hari, kau boleh kemari menemui Los in pula." "Kalau begitu, cayhe mohon diri."   Setelah meninggalkan puri milik keluarga Go, segera Kun-gi kembangkan ilmu ringan tubuh langsung kembali ke kota, setelah melompati tem-bok kota, dia menyelundup melalui tempat sunyi terus berlenggang dijalan raya.   Malam belum larut, maka suasana masih cukup ramai, setelah pu-tar kayun dijalan raya sebentar, Kun gi membelok ke sebuah jalan, di sana ada sebuah hotel ber-nama Siu-jun, keadaan di sini tenang dan tenteram di tengah keramaian kota.   Belum lagi Kun-gi memasuki pinto, seorang pelayan sudah menyambutnya munduk2 menyilakan masuk.   Dengan langkah lebar Ling Kun-gi masuk ke situ, pelayan lain membawanya ke sebuah kamar kelas satu, servicenya memang cukup memu-askan- Setelah membersihkan badan dan makan ala kadarnya, Ling Kungi menanggalkan pedang di atas ranjang dan duduk menyandang secangkir teh, pikir-annya mengenang kembali pengalaman sejak mulaidariKayhongwaktu menguntitsibajubiru,yangkinidiketahui bernama Dian-kongcu serta kejadian sepanjang penguntitan ini.   Yang terang banyak orang dari berbagai kelompok juga mengikuti je-jaknya.   Terkenang olehnya Un Hoan-kun, si jelita yang ramah dan anggun-Diapun tak bisa melupa-kan gadis baju cokelat yang lincah dan berbudi halus, dia hanya tahu gadis menggiurkan ini she Pui.   Dia terkenang pada Un Hoan-kun, tapi juga rindu pada gadis baju cokelat.   Terasa kedua no-na ini bak sekuntum bunga, yang satu merah dan yang lain kuning, sama molek dan indah, sukar dipilih mana lebih cantik.   Laki2 umumnya suka mengagumi paras cantik, apalagi Ling Kun-gi, pemuda yang baru menanjak dewasa, pemuda yang mulai mendambakan jenjang asmara, Lama sekali dia termenung sambil mengawasi langit2 kamar, tanpa sadar ia mengulum senyum manis.   Bagi Kun-gi baru pertama kali ini dia me-ngecap manisnya cinta, belum lagi dia rasakan getirnya permainan cinta itu.   Lama kelamaan dia merasa badan penat dan kepala sedikit berat, tanpa ganti pakaian dia terus merebahkan diri di atas ranjang, tapi sekian lamanya tetap tidak bisa pulas.   Tanpa terasa dari kejauhan terdengar kentongan kedua.   Se-konyong2 didengarnya di luar jendela ada suara keresekan.   Suara lambaian pakaian yang meluncur turun serta terdengar suara kaki hinggap di tanah, lalu mendekati jendela.   orang ini jelas menahan napas, cukup lamadiaberdiridi luarjendela.   Sudah tentu semua ini tidak dapat mengelabui Kun-gi, tapi dia ingin tahu apa maksud ke-datangan orang "pejalan malam"   Ini, maka dengan sabar dia menunggu dan pura2 tidak tahu. Setelah menunggu sebentar dan tidak terdengar suara apa2 di dalam kamar, pejalan malam di luar itu agaknya tidak sabar lagi, dariluar jendeladiaberkatadingin.   "Ling Kun-gi, keluarlah kau"   Kata2nya tidak keras, umpama Kun-gi sudah tidur pulas, pasti juga mendengar suara ini.   Makulumlah setiap insan persilatan walau dalam keadaan tidur nyenyak.   dia tetap berlaku waspada, reaksinyapun sigap dan cepat, apalagi Ling Kun-gi memiliki kepandaian tinggi, seharusnya sudah tahu akan kedatangannya ini.   Bahwa dia diam menunggu di luar, maksudnya juga supaya Ling Kun-gi memburu keluar, karena Kun-gi tidak menunjuk reaksi apa2, terpaksa dia bersuara.   Karena orang telah menantangnya keluar, tak bisa Kun-gi berpeluk tangan, mulutnya segera menghardik tertahan.   "Siapa?"   Sekali lompat turtun ranjang, sekenanya dia mengenakan mantel sembari meraih pedang, sekali dorong jendela, ba-gai burung tubuhnya melayang keluar jendela.   Waktu kakinya menginjak tanah di luar pekarangan, tampak di atas wuwungan didepan sana berdiri sesosokbayangankecil kurus.   Melihat sikap orang yang menantang Kun-gi menjadi gusar, sekali enjot kaki, badannya melen-ting ke atap rumah, sekali tutul lagidia melesatkearahbayanganitu.   Begitu Kun-gi menubruk datang, bayangan itupun cepat melayang pergi, beruntun beberapa kali lompatan, pesat sekali tubuhnya sudah melayang kewuwungan rumah yang lain, dengan jalan main lompat di wuwungan rumah dia terus kabur laksana terbang ke arah barat.   Karena orang tunjuk nama dan menyuruhnya keluar, sudah tentu Kun-gi tidak mau lepas orang pergi, segera dia kerahkan tenaga, dan mengejar dengan kencang.   Kejar mengejar terjadi, bayangan mereka me-lesat di tengah udara.   cepat sekali mereka sudah berada di tempat belukar yang sepi di luar kota sebelah barat.   Ginkang orang itu memang tinggi, tapi dibanding Ling Kun-gi masih kalah setingkat, maka dalam kejar mengejar ini jarak kedua pihak semakin dekat..   setiba di luar kota jarakantarakeduaoranghanyatinggaltiga tombaksaja.   Pada saat berlari kencang itu, bayangan kecil kurus di depan mendadak membalik tubuh, tangan terayun dan mulut menghardik.   "Awas serangan-Setitik bayangan langsung menerjang ke muka Ling Kun-gi. Tidak mengira bakal diserang, cepat Ling Kun--gi mengerem langkah seraya ulur tangan menangkap senjata rahasia itu, kiranya hanya sebutir batu. Begitu dirinya berhenti, bayangan itupun sudah ber-henti serta berpaling .Jarak kedua orang kini hanya setombak lebih. Ling Kun-gi mengawasi dengan tajam, dilihat-nya orang mengenakan topi beludru, wajahnya kuning, perawakannya kecil kurus, pakaiannya ketat serba hitam, pedang panjang digendong dipunggung-nya, muka kelihatan jelek tapi sepasang matanya sedemikian bening, cerah dan bersinar. Di kala dia mengawasi orang, orangpun mengawasi dirinya. Kungi merasa belum pernah meli-hat orang ini. Keadaan sekeliling sunyi senyap. tidak terlihat adanya tanda2 perangkap di sini? Diam2 ia heran, tak tahan Kun-gi bertanya.   "Tuan memancingku kemari, entah ada petunjuk apa?" "Kau inikah Ling Kun-gi?"   Rendah suara si baju hitam itu. "Betul,"   Sahut Kun-gi.   "entah siapakah tuan ini?" "Tak perlu kau tanya siapa aku,"   Dingin nada orang itu. "Baiklah, sekarang coba jelaskan maksudmu?"   Pelan2 orang itu menurunkan pedang dari punggungnya, katanya.   "Kudengar kau mengagulkan kepandaianmu yang tinggi dan konon tiada bandingan di kolong langit ini."   Kun-gi melenggong, katanya tertawa tawar.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Mungkin saudara salah dengar, selamanya belum pernah aku mengagulkan ilmu silatku, apalagitiadabandingan segala." "Aku tidak peduli kau berani bilang demikian atau tidak, kupancing kau kemari, ingin kujajal ke-pandaianmu, bukankah kau membawa pedang pu-saka? Nah, marilah kita bertanding ilmu pedang."   Sekilas Ling Kun-gi pandang pedang pusaka ditangan kirinya, katanya.   "Apa perlu?" "Kecuali kautidakberaniatau menyerahkalah kepadaku."   Menyipit mata Kun-gi, katanya tegas.   "Pedang adalah senjata tajam, kita belum saling kenal, tidak pernah bermusuhan lagi, kenapa harus bertanding pedang?" "Aku ingin menentukan siapa lebih unggul di antara kita, setelah kau berada di sini, mau atau tidak harus bertanding juga." "Tuan dihasut orang atau atas keinginanmu sendiri." "Tiada orang menghasutku, atas keinginanku ..." "Kalau demikian silakan tuan kembali, maaf aku tidak bisa melayani,"habisberkataKun-giterusputartubuh hendakpergi. "Ling Kun-gi,"   Bentakorang itu.   "berdirilahditempatmu" "Tuan masih ada urusan lain?"   Sambil mengacung pedang orang itu berkata.   "Kau mau pergi, temanku ini yang keberatan."   Gusar Kun-gi tapi dia tetap bersabar, kata-nya.   "Agaknya tuan mahir ilmu pedang, tentunya kaupun tahu belajar ilmu pedang bukan untuk pamer atau buat adu kekuatan segala, tanpa sebab cayhe tidak akan sembarangan menggunakan pedang kau boleh kembali saja." "Tidakbisa,"seruorang itu. "Sejak cayhe belajar pedang, selamanya mem-batasi diri dan tidaksuka sembaranganbergebrakdengan orang lain." "Aku tidak tahu apakah itu larangan atau kebiasaan, dua kemungkinan kau hadapi sekarang, setelah itu baru kau boleh pergi."   Bersinar mata Ling Kun-gi, tanyanya.   "Dua kemungkinan apa?" "Kau mengalahkan pedangku ini atau buang pedangmu serta menyerah kalah."   Semakin terang sinar mata Ling Kun-gi, katanya kalem. "Kuharap kau tahu diri, jangan menyudutkan orang sedemikian rupa."   Berkedip orang itu, katanya tertawa dingin.   "Kucari kau untuk bertanding pedang, jangan bilang main paksa segala." "cayhe tadi sudah bilang tidak akan sembarang menggunakan pedang." "Kalau kau tidak mau bertanding, boleh kau lempar dan tanggalkan pedangmu di sini, kalau tidak mau menyerah, nah layani diriku, kita tentukan siapa lebih unggul siapa asor. Kukira murid Hoan-jiuji-lay tentubukan kantong nasibelaka."   Memancar terang sinar mata Ling Kun-gi, mendadak sikapnya berubah kereng, katanya tertawa lantang.   "Saudara menantang tanpa alasan, demi mempertahankan nama baik perguruan, terpaksa kulayani tantanganmu."   Dengan tangan kanan segera dia lolos pedangnya. "Kau sudah siap?"   Tanya orang itu dengan tertawa senang. "Tunggu sebentar,"   Seru Kun-gi. Kun-gi, pikirnya.   "   Ilmu pedang apakah ini? Begini licin dan ganas, agaknya aku terlalu pandang enteng padanya."   Sedikit menarik napas, gaya pedangnya tiba2 mengikuti gerak lawan, pedangnya ditekan menindih pedang lawan.   Sebat sekali lawan kembali menarik pedangnya, tapi setelah pedang tertarik ke belakang, tiba2 cahaya gemerlapan, sekaligus ia menusuk pula lima kali.    Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Bangau Sakti Karya Chin Tung Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini