Pedang Kiri Pedang Kanan 6
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 6
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L Kelima tusukan pedang ini boleh dikatakan dilancarkan dalam satu gerakan, cepatnya tak terukur sehingga tampaknya hanya sekali tusuk saja, Kun-gi bergerak mengikuti gaya pedang musuh, beruntun iapUn balas menyerang lima kali, malah kelima jurus serangan balasan ini serba ragam arahnya, enteng dan cekatan, kedua pedang saling samberdan menempel,tapitidaksampaimenerbitkansuara. Agaknya si baju hitam tidak menduga dibawah serangan gencar lima kali tusukannya tadi Ling Kun-gi masih mampu melancarkan serangan balasan malah, keruan dia tertegun, serta merta dia terdesak mundur dua langkah. Dengan dongkol dia menggerung tertahan, tiba2 ia menubruk maju pula, beruntun secara berantai dia lancarkan delapan kali serangan. Begitu hebat serangan ini sehingga mata orang serasa silau. Naga2 nya dia sudah keluarkan seluruh kemampuan ilmu pedangnya. Sayang hari ini dia kebentur Ling Kun-gi. Anak muda itu tertawa, katanya kalem. "Hati2lah kau." Mendadak pedang dia pindah ke tangan kiri, tubuh bergerak laksana angin berkisar ke kiri terus mendesak maju, mendadak sinar pedangnya berkembang, lalu menerjang miring laksana sinar perak. "creng" Benturan keras memekak telinga, kedelapan jurus serangan si baju hitam seketika sirna tanpa bekas. Karena tekanan tenaga benturan yang keras itu, pedang di tangannya itu tak kuasa dipegang lagi dan terlepas terbang ke belakang, menyusul terdengar jeritan kaget melengking tajam. Sejak tadi si baju hitam bicara dengan suara rendah dingin sehingga sukar dibedakan dia laki2 atau perempuan, kali ini dia menjerit melengking tanpa terduga2 dan keluar dengan suara aslinya, suara nyaring merdu ini terang keluar dari kerong-kongan seorang gadis. Begitu mendengar teriakan nyaring ini, lekas Kun-gi tarik pedang dan melompat mundur, dengan tajam ia mengawasi orang. Topi yang dipakai orang itu tadi sudah ditabasnya jatuh, maka tertampaklah rambutnya yang panjang hitam legam terurai dipundak. Lekas dia jemput pedangnya, dengan mendelik gusar dia tatap Ling Kun-gi sekejap terus tinggal lari pergi. Kun gi tidak kira bahwa lawannya perempuan, sesaat dia berdiri melongo. Pada saat dia berdiri menjublek inilah, tiba2 dilihatnya tiga titik sinar ungu melesat tiba dengan cepat menerjang ke dadanya. Waktu ketiga titik ungu itu hampir mengenai dada, gaya luncur yang semula lurus itu mendadak berpencar, satu menyerang teng gorokan, dua yang lain menerjang ke dua sisi pundak. Betapa tajam pandangan mata Ling Kun-gi, dengan jelas dia melihat titik ungu timpukan perempuan baju hitam ini adalah tiga ekor kumbang kecil warna ungu, lekas dia ayun pedang menabas ketiga ekor kumbang itu. "Ting, ting, ting," Be-runtun ketiga ekor kumbang kena dipukulnya jatuh. Mendengar suara "ting-ting" Itu, kembali Kun-gi melenggong, pikirnya "Ternyata ketiga kumbang ungu ini hanyalah senjata rahasia, tadi kukira kumbang asli." Segera dia menjemput ketiga kumbang ungu itu, ternyata buatannya memang hidup dan mirip sekali dengan kumbang asli, cuma warnanya ungu, kelihatan segar dan hidup, di ujung mulutnya terpasang sebatang jarum baja halus sebesar bulu kerbau, warnanyakemilau biru, terangjarumlembut iniberacun- Pada saat dia berjongkok mengambil ketiga kumbang ungu itu, didapatinya pula secomot rambut hitam, lekas dia mengambilnya pula, terasa lembut dan halus, warnanya legam mengkilap. Iapat2 terendusbauharum, jelasiniadalahrambutseoranggadisjelita. Siapakah dia? Menggenggam potongan rambut itu, sementara tangan lain menimang2 ketiga kumbang buatan, Ling Kun-gi ber- tanya2 dalam hati. "Dari buatan ketiga kumbang yang begini baiknya, terang perempuan ituprang dari keluarga Tong diSujwan-" -seketika pula dia terbayang akan perempuan jelita yang berdiri di belakang Tong-lohujin malam tadi. Jadi dia nyonya muda keluarga Tong. "Hm, pasti dia, kalau tidak buat apa dia pakai kedok segala mencari setori kepadaku? Tak heran dia begitu getol menantang diriku bertanding? Mungkin karena diriku telah mengalahkan Pat-kwa-to-tin sehingga orang- keluarga Tong penasaran, maka secara diam2 dia meluruk kemari membuat perhitungan. Besok siang aku harus menemui Tong-lohujin pula di puri keluarga Go, kenapa rambut dan ketiga kumbang buatan ini tidak langsung kukembalikan kepadanya?" Setelah ambil keputusan, Kungi simpan kedua barang itu ke dalam kantong terus. lari kembali ke Hotel.. Malam itu tak terjadi apa2 pula, Kun-gi tidur dengan nyenyak. waktu dia mendusin hari sudah terang benderang.. Begitu bangun segera dia bungkus ketiga kumbang buatan dan rambut itu dengan kertas, lalu buka pintu memanggil pelayan. Setelah membersihkan badan serta sarapan pagi, melihat hari sudah cukup siang, cepat ia bebenah dan mau keluar bayar rekening untuk berangkat. Tiba2 didengarnya langkah orang mendekati dari luar, didengarnya pelayan berkata sambil tertawa ramah. "Mungkin Ling-ya yang tuan cari menempati kamar ini." -Lalu muncul dua orang di depan kamarnya. Dengan seri tawa lebar, pelayan berlari masuk serta berkata. "Tuan inilah Ling-ya adanya? di luar ada seorang congkoan she Pa hendak mencari tuan." Pa Thian-gi yang ada diluar lantas melangkah masuk, katanya bersoja. "Atas perintah Lohujin, aku kemari menyambut Ling-ya ." Kun-gi mengangguk. sapanya. "Kiranya Pa-congkoan, maaf, cayhetidaksempat menyambut." Pa Thian-gi mengawasi pelayan-Pelayan ini cukup tahu diri, lekas dia mengundurkan diri. Dengan berseri Pa Thian-gi segera bersoja, katanya. "Kejadian semalam hanya lantaran salah paham, orang she Pa banyak berlaku kasar, atas perintah Lohujin disuruh kemari untuk menyatakan penyesalan dan minta maaf." Kun-gi tahu kalau orang ini licik dan banyak akalnya, diam2 dia waspada, katanya dengan tertawa. "Pa-congkoan tidak usah menyesal, cayhe sendiri juga bersalah" "Sejak pagi2 tadi Lohujin suruh kemari menyambut Ling-ya, sayang Ling-ya belum bangun, maka kutunggu di luar, kini kendaraan sudah tersedia, kalau Ling-ya tiada urusan lain, silakan berangkat." "Baiklah, mari berangkat," Ujar Kun-gi. Tanpa sungkan2 lagi, segera dia mendahului melangkah keluar. Seperti melayani majikan sendiri saja, dengan laku hormat Pa Thian-gi mengikutidibelakangnya. Di ruang depan, Kun-gi merogoh kantong hendak bayar rekening hotel, tapi Pa Thian-gi lantas memburu maju, katanya. "Rekening Ling yasudahkamibayarlunas." "Ah, mana boleh begitu?" Kata Kun-gi. "Ai, urusan sekecil ini, Ling-ya tidak usah sungkan, kami diutus menyambut kemari, itu berarti Ling-ya dipandang sebagai tamu keluarga Tong, mana ada tamu yang harus membayar rekening hotelnya sendiri." Hal ini sungguh di luar dugaan Ling Kun-gi, tingkah laku Pa- congkoan sekarang jauh berubah dari sikapnya semalam, ini betul2 membuatnya heran dan ragu. Tapi wajahnya tetap tenang, katanya. "Kalau begitu Lohujin terlalu baik padaku." "Terus terang Ling-ya , biasanya Lohujin jarang memuji seseorang, tapi terhadap Ling-ya beliau sa-ngat ketarik, maka pagi2 kami sudah disuruh kemari menyambut Ling-ya," Merandek sebentar, nadanya lantas berubah, sambungnya. "Bicara sesungguhnya, usia Ling-ya masih begini muda, jangankan ilmu silat membuat orang she Pa tunduk lahir batin, bahkan sikap dan perbawa Ling-ya juga membuat kami kagum betul2." Agaknya dia berusaha menjilat Kun-gi. Sudah tentu hal ini juga dirasakan oleh Kun-gi, cuma dia tidak tahu untuk apa dan kenapa orang sampai merendah diri menjilat sedemikian rupa? Maka dengan tertawa tawar dia berkata. "Terlalu baikpenilaian Pa-congkoan terhadap diriku." Pa Thian-gi jadi kikuk, katanya ter-sipu2. "orang she Pa bicara sejujurnya, bicara soal semalam Ling-ya sudah menang, tapi tidak bersikap congkak dan takabur, kalau orang lain tentu mengancam tenggorokanku dengan pedang untuk menunjuk jalan, tapi Ling-ya cukup bijaksana dan percaya pada kami, jelek2 orang she Pa ini adalah Congkoan keluarga Tong yang disegani, kalau sampai harus menunjuk jalan dengan ancaman pedang di punggung, hidup setua ini dikalangan Kangouw aku juga punya sedikit nama, bukankah habis pamorku ini? Tapi Ling-ya telah memberi muka dan mempertahankan gengsiku, sungguh orang she Pa merasa bersyukur dan berterima kasih." Maklumlah, insan persilatan umumnya memang suka mengejar nama, apa yang dikatakan Pa Thian-gi memang beralasan. Sudah tentu lahirnya saja dia merangkai kata2 halus, bahwa dia menjilatsedemikian rupatentu masihadaudang dibalikbatu. Diluar pintu dua orang Busu dari keluarga Tong menuntun dua ekor kuda, melihat Pa-congkoan keluar, lekas mereka maju mendekat. Setelah Ling Kun-gi mencemplak ke punggung kuda baru Pa Thian-gi naik kuda yang lain, lalu kedua Busu tadipun ikut naik kuda mereka sendiri. Di atas kudanya Pa Thian-gi memberi hormat, katanya. " Orang she Pa menunjuk jalan bagi Ling-ya ." -Lalu dia mendahului bedal kudanya. Kun-gi mengikut di belakangnya, disusul kedua busu itu. Mereka langsung menuju ke Pa-kong-san. Kira2 setanakan nasi, mereka tiba di bawah Pa-kong-san, tampak di luar hutan berbaris delapan laki2 seragam hitam, melihat Pa-congkoan datang, serentakmereka memberi hormat. Di atas kudanya Pa Thian-gi membalas hormat pula, katanya tertawa."Sebagaitamu, silakan Ling-yaberjalan lebihdulu." "Pa-congkoan jangan sungkan, kau saja yang menunjuk jalan," Ujar Kun-gi. " Ling-ya adalah tamu, betapapun orang she Pa tidak berani lancang." Kun-gi tidak banyak bicara lagi, segera dia bedal kudanya ke atas gunung, di bawah iringan Pa Thian-gi, cepat sekali mereka sudah tibadi depanpurikeluargaGo. Wakil congkoan Khing Su-kwi sudah menunggu di depan pintu, segera dia suruh seorang busu disampingnya masuk memberi laporan, dua busu maju memegang kendali kuda terus di tuntun ke belakang. Dengan tertawa lebar Khing su-kwi maju me-nyambut. "Sejak tadi kami ditugaskan menyambut di sini, Ling ya tentu sudah capai, lekas silakan masuk." Hanya semalam saja, sikap orang2 keluarga Tong sudah berubah seratus delapan puluh derajat, hal ini betul2 di luar dugaan Ling Kun-gi. Waktu mereka sampai di pintu kedua, tampak menyongsong keluar seorang pemuda berjubah sutera biru, sambil tertawa dia menyapa. "Apakah ini saudara Ling? Tong Siau-khing terlambat menyambut, harap dimaafkan." Pemuda jubah biru ini berusia 25-an, wajahnya cakap. sorot matanya tajam, kedua alisnya tebal kelihatan kereng dan berwibawa, tapijugaramahdan lembut. Lekas Pa Thian-gi berkata. " Ling-ya, inilah Siaucengcu ( majikan muda ) kami." Lekas Kun-gi memberi hormat, katanya. "Kiranya Tong Siaucengcu, sejak lama cayhe kagum, selamat bertemu, selamat bertemu" "Semalam Siaute mendengar cerita ibunda bahwa Ling-heng amat perkasa dan berhasil menghancurkan Pat-kwa-to-tin kami, sungguh ingin rasanya cepat berhadapan dengan Ling-heng," Tampaknya dia bicara jujur dan sesungguhnya, tidak ber-pura2. Kun-gi unjuk rasa menyesal, katanya. "Harap. Tong-siaucengcu suka memaafkan kekasaran cayhe semalam." Tong Siau-khing tertawa, katanya. "Kenapa Ling-heng bilang demikian? Syukur semalam Ling-heng menaruh belas kasihan, yang terang pihak keluarga Tong kami yang main keroyok, kesalahan tetap berada pada pihakkami." Terasa oleh Ling Kun-gi majikan muda dari keluarga Tong ini berwatak ramah, gagah dan sopan santun, watak ini amat mencocoki tabiatnya sendiri, maka katanya. "Ah. semakin tak tenang rasa hatiku mendengar ucapan Tong-siau cengcu ini." "Sekali kenal sudah seperti sahabat lama, kalau Ling-heng sudi, bagaimana kalau kita saling membahasakan saudara saja?" "Siaute turut saja atas kehendak Tong-heng," Sahut Kun-gi. "Dapat bersaudara dengan Ling-heng, sungguh menyenangkan sekali" "Tong-heng. terlalu memuji.." Sembari bicara mereka terus menuju ke dalam, Tong Siau-khing membawa Ling Kun-gi ke ruang belakang. Tampak Tong-lohujin duduk di sebuah kursi bersulam, dua pelayan berdiri di belakang sedang memijit punggungnya. Nyonya muda yang semalam berdiri di belakangnya kini tidak kelihatan, mungkin karena kejadian semalam, maka dia merasa rikuh tidak berani unjuk diri. Setelah Kun-gi merasa cocok dan saling membahasakan saudara dengan Tong Siau-khing, maka soal ketiga ekor kumbang dan potonganrambut yangsemulahendakdikeluarkan menjadibatal. Tong Siau-khing melangkah maju membungkuk hormat dan berseru. "Bu, Ling-heng sudah tiba." Lekas Kun-gi memberi hormat juga, katanya. "Wanpwe menghadap Pek bo." Sambil tertawa Tong-lohujin angkat sebelah tangannya, katanya. "Silakan duduk Ling-kongcu." "Bu," Kata Tong simi-khing. "anak baru bertemu lantas merasa cocok dengan Ling-heng, maka sudah setuju untuk saling membahasakan saudara." Tong-lohujin melirik sekejap kepada anaknya dengan wajah welas asih, katanya. "Begini cepat kau merebutnya, kalian sama2 muda, memang sepantasnya kalau mencocoki satu sama yang lain." Setelah Kun-gi dan Tong Siau-khing duduk. air tehpun disuguhkan-Sambil tersenyum lembut Tong-lohujin mengawasi Kun-gi, katanya. "Kejadian semalam hanya karena salah paham, memang tepat apa yang sering dikatakan orang2 Kangouw, kalau tidak berkelahi tidak akan kenal. Syukurlah kini Ling siangkong sudah menjadi sahabat baik anak Khing, demikian juga Piaumoay Ling-siang-kong sudah diserahkan padaku dan kuterima menjadi puteri angkatku pula." Heran Kun-gi, tanyanya. "Piaumoay Wanpwe?" Dalam hati dia bertanya2. "Kapan aku punya Piaumoay?" "Begini persoalannya," Tong-lohujin menjelaskan. "belakangan ini semua orang sama2 menguntit seorang misterius, konon dia membawa sebuah kotak kecil, di dalamnya mungkin ada suatu mestika, Sampaipun orang2 Siau-lim dan keluarga Un di Ling-lam juga menguntit secara diam2, entah dari siapa Lo-cit mendapat berita ini, dia kira Ling-siangkong adalah orang misterius itu, maka dia salah menahan Piaumoay mu. Soal ini semalam sudah kudengar dari Piaumoay mu, kini kita terhitung sekeluarga, Ling-siangkong tidak perlu merahasiakan diri pula, lekas kau cuci muka, ingin kulihat wajah aslimu." Tong siau-khing melengak. serunya. "Jadi Ling-heng merias mukanya, kenapaanaksedikit-pun tidak bisa membedakannya?" Tong-lohujin tertawa., katanya. "Ling-siang-kong adalah murid kesayangan Hoan-jiu-ji-lay, puluhan tahun Hoan-jiu-ji-lay malang melintang di Kangouw, tapi beberapa orangkah yang pernah melihat wajah aslinya?" Sudah tentu Kun-gi belum tahu siapa Piau-moay yang dimaksud oleh Tong-lohujin? Tapi peduli siapa dia, kini dirinya sudah mengikat persaudaraan, sementara Tong-lohujin menerimanya sebagai keponakan pula, setelah kedok mukanya diketahui orang, demi kehormatan dirinya pula, apa boleh buat, tidak enak dia menolak. katanya. "Perintah Pekbo tidak berani Wanpwe menolaknya." Dari kantong bajunya dia keluarkan sebutir obat pencuci muka, setelah diremas dan di-gosok2 ditelapak tangan terus diusap ke muka, lalu dikeluarkanpulasepotonghandukkeciluntukmembersihkan muka. Wajahnya yang semula berwarna legam, setelah dicuci dengan obat, seketika Tong-lohujin, Tong Siau-khing serta kedua pelayan terbeliak matanya. Sungguh tak pernah mereka bayangkan Ling Kun-gi yang memiliki ilmu silat begini tinggi ternyata adalah pemuda cakap ganteng tak terhingga. Bukan saja bagus, juga lemah seperti pemuda yangtidakpandai mainsilat. Sebetulnya Tong Siau-khing sudah terhitung cakap. tapi sekarang dia merasa kalah dibanding Kun-gi. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Serunya ter-gelak2. " Ling-heng, cakap benar kau ini." Seperti mengawasi menantunya saja, semakin dipandang semakin riang hati Tong-lohujin, dia manggut2 senang dan berkata dengan tersenyum puas. "Ling-siangkong betul2 seorang pemuda yang serba unggul dibanding pemuda2 umumnya," Lalu dia berpaling serta menambahkan. "Jun-lan, Ling-siangkong sudah datang, lekas kalian suruh Toa-slocia danJi-slocia keluar." Pelayan bernama Jun-lan mengiakan dan berlari pergi. Kemudian Tong-lohujin bertanya. "Berapa usia Ling-siangkong tahun ini?" "TahuniniWanpwegenap21,"sahutKun-gisambil membungkuk hormat. Berseri girang wajah Tong-lohujin, sekilas dia melirik kepada Tong Siau-khing, katanya. " Ling-siangkong lebih muda tiga tahun daripada mu, lebih tua dua tahun daripada adikmu." Lalu kata2nya di-tujukan kepada Ling Kun-gi. " Kudengar ibumu juga menghilang, apakah di culik oleh komplotan cin-cu-ling?" "Wanpwe sendiri belum tahu, tapi Suhu suruh Wanpwe terjun ke Kangouw, tujuannya memang mengejar jejak cin-cu-ling, dari sini dapatlah Wanpwe simpulkan kalau peristiwa hilangnya ibu pasti ada sangkut pautnya dengan komplotan ini." Tong-lohujin manggut2, katanya. "Ling-siang-kong masih punya keluarga lain dirumah?" "Tiada lagi, Wanpwe masih kecil ayah sudah meninggal, ibu yang membesarkan Wanpwe." Tong-lohujin manggut2 dan tak bicara lagi. Terdengar langkah lembut mendatangi, dari belakang pintu angin teruar bau harum semerbak. lalu muncul dua gadis jelita yang mempesonakan. Yang sebelah kanan berperawakan tinggi semampai, mengenakan pakaian warna ungu ketat, wajahnya halus pipinya bersemu merah, sepasang matanya nan bening kemilau memancarkan sinar tajam ke arah Ling Kun gi. Seorang lagi bertubuh agak kecil ramping, mengenakan gaun panjang warna cokelat muda dengan baju panjang warna hijau pupus, dia bukan lain adalah nona she Pui, gadis jenaka yang lincah itu. Kun-gi hanya tahu nona nakal ini she Pui, namanya siapa tidak tahu, yang terang dia suka mengenakan pakaian warna coklat. Kejadian hanya sekejap belaka, begitu melihat Kun-gi, wajah nona Pui yang molek seketika tertawa lebar bak bunga mekar, dia memburu maju seringan angin dan serunya riang. "Toa-piauko, ternyata kau telah datang, kemarin anak buah Tong -citya menculik aku dan minta keterangan tentang diri Piauko, memangnya aku tidak tahu ke mana kau selama ini? Semalam Tong citya membawaku kemari dan aku mengangkat Lohujin ini sebagai ibu angkatku."-Mulutnya nerocos dengan nyaring dan cepat, sembari bicara berulang kali dia mengedip kepada Ling Kun-gi, maksudnya sudahtentumintaKun-gi mengakuidirinyasebagaiPiau-moay. Baru sekarang Kun-gi mengerti bahwa perempuan yang diculik Tong-cit-ya adalah gadis she Pui ini. Nona yang belum diketahui namanya kini ternyata menjadi adiknya, sungguh brutal dan lucu. Sudah tentu Kun-gi melihat kedipan mata si nona dan tahu maksudnya. Wajah nan cerah bak bunga mekar di musim semi, walau kelihatan malu2, tapi tampaknya minta dikasihani dan mengandung permohonan yang sangat. Maka dengan tertawa segera dia berdiri, katanya. "Surat Tong-cit-ya kemarin mengatakan bahwa dia menculik adikku dan supaya aku menukarnya dengan barang yang kubawa, semula aku tidak mengerti siapa adikku yang dia maksud? Kiranya kau yang tidak mau pulang, buat apa selalu mengikuti diriku? Anak perempuan tidak baik keluyuran di Kangouw." Kata2nya memang persis nada seorang kakak memberi nasihat kepada adiknya. Nona Pui tertawa riang, tawa yang manis lalu melelet lidah, katanya. "Memangnya aku ini anak kecil, kenapa tidak boleh main2 di Kangouw? Banyak orang Kangouw yang menguntitmu sepanjang jalan, aku hanya ingin tahu barang apa sebetulnya yang kau bawa itu." Sampai di sini, dia mengeluarkan sebuah kotak perak gepeng, lalu diacungkan di depan Ling Kun-gi, katanya sambil cekikikan. "inilah oh tiap-piau (piau kupu2) pemberian ibu, bila ditimpukan bisa pentang sayap dan terbang seperti kupu2 asli, inilah salah satu dari tiga macam senjata rahasia keluarga Tong yang paling lihay, cici Bun-khing biasanya menggunakan ci-hong-piau (piau kumbang ungu) .... " Merah muka si nona baju ungu, serunya gu-gup. "Adik Ping, jangan usil kau." Tergerak hati Kun-gi mendengar "cici Bun-khing biasanya menggunakan ci-hong-piau", batin-nya. Jadi nona yang menantangku bertanding pedang semalam adalah nona baju ungu ini." Berkedip2 mata nona Pui lalu mengerling ke arah nona baju ungu, katanya. "Piauko, hampir saja aku lupa, inilah Bun-khing cici." Lalu dia membalik dan berkata kepada nona baju ungu. "Inilah Toapiaukoku, Ling Kun-gi." Lekas Kun-gi memberikan hormat kepada nona Tong. cerah wajah Tong-Lohujin, katanya. "Bun-khing, Ling-siangkong sudah mengikat saudara dengan engkohmu, dia bukan orang luar lagi, kau-pun harus memanggilLing-toako padanya." Sekilas mata TongBun-Khing melirik. katanya malu2. "Ling- toako"-Semalam dia begitu keras kepala, dingin dan menantang. Tapi sekarang sikapnya malu2, suara panggilannya merdu dan lembut. Memandangi Ling Kun-gi lalu mengawasi puteri sendiri, saking senangnya Tong-lohujin tertawa lebar, katanya. "Bun-khing, kenapa kau ini? Biasanya kau tidak takut langit tidak gentar bumi, seperti kuda liar yang tidak terkendali, Ling-toako kan bukan orang luar lagi, kenapa harus malu2 segala?" Nona Pui tertawa geli, katanya. "Bu, asal kaupasang tali kendali padadiri cicipasti diatidakakanbinal danliar lagi " Sudah tentu Tong Bun-khing tahu ke mana tujuan kata2 ini, seketika dia merengut sambil menuding. "Adik Ping, kau berani menggodaku?" -Segeraia hendak meng-kili2 ketiaknona Pui. cepat nona Pui menyingkir ke belakang Ling Kun-gi, katanya cekikikan. "Aku toh bermaksud baik, kuda yang binal harus diikat dengan kendali yang kokoh, apakah perlu aku bantu mencarikan seutastali?"diasembunyi dibelakang Kun-gi, sembaribicarajarinya menuding anak muda itu, mukanya unjuk mimik lucu dan melelet lidah segala. Malu dan gugup juga Tong Bun-khing, serunya membanting kaki. "Memangnya aku seperti kau, buka mulut "Piauko", tutup mulut "Piauko" Tiada henti2nya, mesra sekali." Nona Pui bertolak pinggang, serunya sambil membusungkan dada. "Memang dia Piaukoku, apa salahnya aku memanggil dia Piauko? Nah, dengar-kan aku memanggilnya lagi. Piauko, Piauko ....." "Piaumoay," Tukas Kun-gi sambil mengerut kening "sebesar ini kau masih bertingkah seperti kanak2? Memangnya kau tidak malu ditertawakan Tong-pekbo?" Nona Pui mencibir, katanya bersungut. "lbu justeru tidak akan menertawakan aku. Memangnya kau saja yang suka ngomel." Sementara itu dua pelayan sudah menyiapkan sebuah meja perjamuan-Tong Siau-khing lantas berdiri, katanya. "Bu, perjamuan sudah siap. marilah kita makan bersama." Tong-lohujin tertawa, ujarnya. "Ling-siangkong adalah tamu, kau harus mengundangnya lebih dulu." Lalu dia berpesan kepada pelayan di sampingnya. "Ling-siangkong bukan orang luar, kau panggil nyonya muda keluar." Seorang pelayan lantas masuk ke belakang. Tak lama kemudian nyonya muda atau isteri Tong Siau-khing pun keluar. "Silakan Ling-heng," Kata Tong Siau-khing. "Manaaku berani, silakanPek-bodulu,"sahut Kun-gi. Dengan ramah Tong-lohujin berkata. "Di sini meski kami hanya menumpang, tapi juga terhitung tuan rumah, Ling-siangkong silakan, tak usah sungkan-sungkan-" "Toa-piauko," Timbrung nona Pui. "hari ini kau betul2 seorang tamu agung yang serba komplit." -Mulut bicara sementara matanya mengerling ke arah Tong Bun-khing. Merah wajah Tong Bun-khing, tapi hatinya senang dan mesra. Setelah basa-basi ala kadarnya, akhirnya Tong-lohujin duduk paling atas, Ling Kun-gi duduk di tempat tamu, selanjutnya beruntun Tong Siau khing suami isteri, lalu kedua nona jelita itu. Dua pelayan melayani mereka makan minum. Tiba2 nona Pui rebut poci arak sambil berdiri, katanya. "Bu, kuaturkan secawan padamu serta kuaturkan selamat pula.". Dia habiskan secangkir arak. Pelayan kembali mengisi cangkir mereka, nona Pui tidak lantas duduk. ia angkat cangkir dan acungkan ke arah Tong Siau-khing suami isteri, katanya. "Toako, Toaso, Siaumoay juga aturkan secangkir kepada kalian," Sekalitenggak dia habiskanpulasecangkir. Dia tetap tidak mau duduk. setelah pelayan mengisi pula cangkirnya, dia tertawa kepada Kun-gi, katanya. "Toa-piauko, kau tahu aku tidak bisa minum arak. Tapi dalam perjamuan ini, usiaku paling muda, seharusnya satu persatu kuaturkan arak kepada kalian semua, tapi paling banyak aku hanya sanggup minum tiga cangkir, terpaksa kuaturkan secangkir terakhir ini kepada Toa-piauko bersama Bun-khing cici saja." Segera ia acungkan cangkir kepada mereka berdua terus ditenggaknya habis. Tong-lohujin mengawasi Kun-gi lalu berpaling kepada puterinya, kedua muda-mudi memang pasangan setimpal kurnia Thian. Karena hati senang, tak henti2nya dia ambil lauk-pauk dan diangsurkan ke mangkuk Kun-gi. Tong Siau-khing suami-isteri saling pandang, keduanya tersenyum penuh arti. Biasanya Tong Bun-khing lincah dan suka bergerak. nakal lagi, entah kenapa hari ini dia pendiam dan malu2, tapi sering matanya melirik Kun-gi. Sejam kemudian perjamuan ini telah usai, boleh dikatakan tuan rumah dan tamu sama2 senang dan puas. Setelah kenyang langsung Kun-gi mohon diri. "Toa-piauko," Kata nona Pui. "akupun ingin pergi" "Piaumoay," Ujar Kun-gi "Kau sudah punya ibu, tinggal saja beberapa hari lagi, aku ada urusan penting." "Ling-siangkong juga tidak usah ter-gesa2" Kata Tong-lohujin. " Urusan yang hendak kau kerjakan sudah kusuruh Lo-cit bantu mengawasi, selekasnya akan datang berita." "Adik Ping, kau tidak boleh pergi," Kata Tong Bun-khing. Nona Pui membisikinya. "Yang benar kau melarang dia pergi bukan?" Malu dan gugup Tong Bun-khing, Serunya. "Eh, minta diajar kau" Tangannyasegerameng-kili2 ketiakorang. Nona Pui berjingkrak geli sambil cekikikan, serunya. "cici yang baik, ampunilah aku." Lalu Kun-gi berkata kepada Tong-lohujin. "Wanpwe betul2 ada urusan, takbisalama2 di sini." "Kalau Ling-siangkong memaksa, Lo-sin tak enak menahanmu lagi," Lalu dia berpaling kepada pelayan, katanya berpesan. "Pergilah kauambilpedangku itu" Cepat pelayan itu berlari masuk. sekejap saja dia sudah keluar pula membawa sebatang pedang kuno dan dipersembahkan kepada Lohujin- Setelah memegang pedang berkatalah Tong-lohujin. "Tiada apa2 yang bisa kuberikan, biarlah pedang ini kuhadiahkan kepada Ling siangkong." Kun-gi tahu bahwa pedang ini barang mestika, belum lagi Tong- lohujin bicara habis, lekas dia menyela. "Begini besar pemberian Pekbo, Wanpwe mana berani menerimanya?" "Kau sudah bersaudara dengan Siau-khing, Piaumoaymu juga kuangkat menjadi puteriku, Lo-sin jadi terhitung orang tuamu, pedang ini kuberikan sebagai hadiah pertemuan ini, lekaslah kau menerimanya." "Memangnya kenapa kau Piauko", timbrung nona Pui. "kalau kau tidak terima, ada orang tidak senang dan gelisah hatinya, apalagi maksud baik ibu masa kau tolak mentah2." " Ling-siangkong," Ujar Tong-lohujin mendesak. "kalau kau tidak menerimanyaberartikautidak memberi muka kepadaku," Nona Pui segera ambil pedang dari tangan Tong-lohujin dan disisipkan ke tangan Ling Kun-gi, katanya lirih. "ibu nanti marah, Toa-piauko, lekas kau aturkan terima kasih kepada ibu." Didesak sedemikian rupa, terpaksa Kun-gi menerimanya, ia menjura, katanya sungguh2. "Terpaksa Wanpwe terima hadiah Pekbo ini." Berseri wajah Tong lohujin, katanya manggut2. "Ya, beginikan baik." Entah sengaja atau ti-dal dia berpaling kepada puterinya, katanya pula. "pedang ini dulu dibeli oleh ayah almarhum dengan harga tinggi dari luar perbatasan, waktu itu usiaku. baru genap setahun, menurut adat istiadat, anak2 yang genap setahun harus dirayakan secara meriah. Hari itu, dihadapanku penuh berbagai barang, ada pupur, gincu, pakaian, mainan dan perhiasan, ada pedang, panah dan lain2, aku diberi kesempatan untuk memilih satu diantaranya, tak terduga aku hanya mengambil pedang pendek ini, ayah almarhum waktu itu bilang anak sekecil ini sudah suka main pedang, biarlah pedang ini kelak menjadi mas kawinnya setelah dewasa. Sejak itu, pedang ini sudah puluhan tahun mendampingi aku." Sambil melirik Tong Bun-khing, nona Pui tertawa, katanya. "o, kiranya pedang ini mas kawin ibu di waktu muda." Jengah wajah Tong Bun-khing, dia tidak berkata, cuma matanya melotot kepada nona Pui. Kembali Kun-gi minta diri. Mendengar Kun-gi hendak pergi, merah mata Tong Bun-khing, sakapnya yang malu2 tadi lenyap. kini berganti rasa berat untuk berpisah. Tong-lohujin manggut2, katanya kepada Tong Siau-khing. "Nak. bersama adikmu antarkan Ling -siangkong dan budak nakal ini berangkat." Nona Pui maju kehadapan Tong-lohujin dan memberi sembah sujut, katanya. "Bu, anak pergi, harap engkau orang tua jaga diri baik2." "Nak setiba di rumah, jangan lupa sampaikan salamku kepada ibumu," Pesan Tong-lohujin. "Terima kasih Bu," Kata nona Pui. "Dijalan kau harus dangar petunjuk Piauko, jangan turuti adat sendiri, aku tahu kau sudah biasa disayang dan aleman, belum tentu mau dengar petunjuk Piaukomu. Sepanjang jalan ini banyak kaum persilatan yang berlalu lalang, kukira lebih baik Piau-komu mengantarmu pulang lebih dulu." Nona Pui manggut2, bersama Ling Kun-gi mereka keluar diantar Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing. Pa Thian-gi sudah menyiapkan dua ekor kuda. Sambil berjalan keluar Tong Siau-khing bertanya. "Entah kapan kitabakalberkumpul lagi?" "Setelah urusan selesai, pasti aku pergi keSujwan menjenguk kalian," Kata Kun-gi.. Urusan sudah sejauh ini, Tong Bun-khing melepaskan rasa malu lagi, segera dia menimbrung. "Ling -toako, sebutkan saja tanggalnya, kapan kau akan ke rumah kami?" Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berpikir sebentar baru Kun-gi memutuskan. "Paling cepat tiga bulan, paling lambat setengah tahun." "Wah, setengah tahun apa tidak terlalu lama," Kata Tong Siaukhing. "Ling toako," Sela Tong Bun.khing. "kukira tiga bulan sudah cukup lama, hari inibulanempattanggal duabelas, jaditanggal dua belas bulan tujuh kami menunggu kedatanganmu." Lalu dia tanya kepadanonaPui"Dan kauadikPing, kapan kau jugake rumahku?" "Setelah aku pulang dan minta izin pada ibu, segera aku menyusul kalian," Sahut nona Ping. Kun-gi berdua segera cemplak ke punggung kuda, katanya. "Saudara Tong, nona Tong, selamat tinggal." Lalu dia memberi salam pula kepada Pa Thian-gi dan Khing Su-kwi. "Pa-congkoan, Khing-hucongkoan, sampai bertemu." Ter-sipu2 Pa Thian-gi berdua membalas hormat, serunya. " Ling-ya, hati2lahdijalan, kamitidak mengantar." Kun-gi bedal kudanya berlari kencang turun gunung, nona Pui mengikutinyasambil melambaitangankebelakang. Berlinang air mata Tong Bun-khing, iapun melambaikan sapu tangan, terlaknya. "Ling-toako, tiga bulan lagi kau harus datang ... ...." Padahal kuda sudah lari jauh, tapi Tong Bun-khing masih berdiri melongo dengan dua jalur air mata membasahi pipi. "Dik, hayolah masuk." Kata Tong siau-khing dengan tertawa, "jangan kuatir urusanmu serahkan padaku, tanggung beres." Merah muka Tong Bun-Khing, katanya. "Aku tak tahu apa yang Toako maksudkan?" Lalu dia berlari masuk lebih dulu. ooooooooooo Sekejap saja kuda Ling Kun-gi sudah sampai dijalan raya. "Nona mau ke mana?"tanyanyaberpaling kebelakang. Nona Pui membedal kudanya dan berjalan sejajar, katanya tertawa geli. "Toa-piauko, dengan siapa kau bicara?" "Sudah tentu dengan kau." "Ya, setelah meninggaikan mereka, kau lantas tidak anggap aku sebagaiPiaumoay lagi." "Kalau akupunya adik selincah dan secantik kau, tentu bukan main senang hatiku. cuma sayang aku punya adik yang tidak diketahui namanya." "Hah, jadi kau mengorek keteranganku, Tidak akan kuberitahu." "Memangnya pantas seorang kakaktidaktahu nama adiknya?" "Kau terka sendiri saja." "Nama orang masakah boleh diterka segala.." "Tak mau terka ya sudahlah, jangan harap kuberitahu." Berpikir sejenak Kun-gi berkata. "Nama anak perempuan biasanyapakaiHong,Lan,sian,Hodan macam2lagi....." "Semua itu bukan namaku," Tukas nona Pui. "Aku belum habis bicara, kau menimbrung saja." "Baiklah, teruskan." "Nona secantik kau ini, bak sekuntum bunga sehalus batu jade, adalah jamak kalau memiliki nama yang indah pula." Girang hati nona Pui karena dirinya dipuji matanya yang besar ber-kedip2, katanya cekikikan. "Barusan sudah ada satu yang telah kau sebut." "Tunggu sebentar, apa yang kukatakan tadi? Ling Kun-gi mengingat2 kembali. "tadi aku bilang bak bunga (Ji hoa)dansepertijade (Ji-giok), apakahsatudiantaranya?" Nona Pui manggut2 sambil gigit bibir. "Kudengar nona Tong memanggilmu adik Ping, cantik lembut dan lincah bak bunga dan seperti batu jade, lala ditambah satu huruf Ping lagi ......... mendadak bersinar matanya, serunya tertawa. "Jiping, betultidak?" Merah muka nona Pui, serunya kaget dan senang. "Bagaimana kau bisa menebaknya?" "Soalnya nama yang serasi dan cocok dengan huruf Ping hanya huruf Ji saja.jadi kau bernama Pui Ji-ping. Nona Pui, sebetulnya kau mau ke mana?" Tanya Kun-gi. "He, kau tidak memanggilku Piaumoay lagi?" "Aku bicara dengan sungguh2." "Memangnya memanggil Piaumoay lantas tidak sungguh2?" Katanya sedih, matapun merah dan hampir meneteskan air mata. sepatah kata salah diucapkan menimbulkan salah paham orang, sudah tentu Kun-gi jadi gugup, lekas dia berkata sambil unjuk tawa. "Tanpa sengaja kata2ku menyinggung perasaanmu, kenapa lantas keki? Kutanya kau mau ke mana, kan bermaksud baik juga?" "Pedulikanaku maupergikemana?" "Tong-lohujin sudah berpesan, aku disuruh mengantarmu pulang." Monyong mulut Pui Ji-ping, jengeknya. "Memangnya pesan mertua, sudah tentu kau harus mematuhinya." "Apa katamu?" Seru Kun-gi melenggong bingung. "Tidak apa2," Ucap Pui Ji-ping dengan cekikikan pula, "anggaplah kau tidak mendengar" "Jadikau maupulangtidak?" "Semula ingin menengok ibu, tapi sekarang tidak. Aku ingin ikut kau." "Ikut aku? Mana boleh" "Kenapa tidak boleh? Kau menguntit si mata satu menyelidiki barang yang dibawanya, aku juga mau ikut." "Tidak boleh, nona belia seperti kau tidak boleh keluyuran di Kangouw yang penuh bahaya, dua kali kejadian telah kau alami memangnya belum kapok." "Soalnya aku tidak siaga, anak buah Tong citya juga kurobohkan semua." "Piaumoay yang baik, kau pulang saja, kalau kau anggap aku sebagaiPiauko, kauharusturutnasihatku." "Kenapa aku tidak boleh ikut kau?" "Kau anak perempuan .... " "Aku tahu kau sudah punya si dia, mana aku ini kau taruh dalam hati? Mertua memang lebih sayang kepada menantu? Kau takut berjalan dengan aku, kuatir diketahui oleh dia?" "Kauini membualapa?"seruKun-gigugupdanmalu. Pui Ji-ping tertawa geli, katanya. "Memang-nya salah? Kenapa aku tidak boleh ikut? Begini saja, besok aku akan menyamar jadi laki2, kan beres?" Apa boleh buat, Kun-gi manggut2. Pui Ji-ping berjingkrak senang, serunya. "Toa--piauko, kau sungguh baik," Setiba di Siu sian, Pui Ji-ping lantas beli pakaian laki2, topi, sepatu dan segala keperluan. Sepanjang jalan Kun-gi tidak menemukan tanda2 rahasia yang ditinggalkan anak murid Kim Kay-thay, agaknya si mata satu tidak lewat jalan ini. Maka dia bermaksud lekas2 balik ke Thay-ho saja. Hari itu juga mereka meninggalkan Siu-sian, belum jauh mereka meninggalkan kota, di sebelah depan membentang hutan yang lebat. Pui Ji-ping permisi masuk ke hutan untuk ganti pakaian, Ling Kun-gi terpaksa menunggu di luar hutan sambil duduk di sebuah batu besar. Dengan cepat Pui Ji-ping sudah keluar pula dengan berdandan laki2, mengenakan jubah hijau, sepatu kulit, tangan memegang kipas, sambil berjalan keluar, katanya dengan tertawa lucu. "Toa-piauko, mirip tidak?" Kun-gi geli, katanya tertawa. "Ya, sedikit mirip. cuma perawakanmu pendek, terlalu muda lagi." "Asal mirip saja, kau Toako, aku Siaute." Ujar Pui Ji-ping sambil mengikik. Kemudian Pui Ji-ping berkata pula. "Sejak kini aku memanggilmu Toako, dankau panggilakuadik," "Ya, kau harus she Ling juga," Kata Kun-gi. "maka kau harus bernama Ling Kun ...." Tiba2 terbeliak mata Pui Ji-ping serunya menyambung. "Ling Kun-ping saja, baik tidak?" "Baik," Kun-gi manggut2. " Kun-ping sungguh bagus nama ini." Pui Ji-ping bertolak pinggang, katanya dengan tertawa. "Ya, sejakkini akubernama Ling Kun-ping." Magrib hari itu mereka tiba di Cing yang-koan. Pada sudut sebuah tembok di luar kota Kun-gi menemukan tiga tanda segi tiga dari goresan arang, di bawahnya lagi sebelah kanan ada satu lingkaran pula, itulah tanda2 rahasia Kim Kay-thay yang mengadakan kontak dengan dirinya. Sejenak Kun-gi melongo mengawasi tanda itu, batinnya. "Kiranya Kim-loyacu datang sendiri." Ternyata ketiga tanda itu menggambarkan hiolo (berkaki tiga), lingkaran sebelah kanan memberitahu bahwa dia datang dari kiri, membelok ke kanan, ada sebuah tanda kepala panah pula menuding ke selatan, itu berarti jurusannya ke selatan- Duduk dipunggung kudanya Kun-gi menerawang keadaan dan merancang perjalanan selanjutnya. Kim-loyacu datang dari Thiat-ho, letaknya kebetulan di barat laut Cing yang-koan, kalau membelok ke kanan jurusannya jadi ke selatan, itulah jalan besar yang menuju ke Liok-an, jadi sekarang Kim-loyacu menuju ke arah Liok-an Pui Ji-ping keheranan melihat tingkah Ling Kun-gi, katanya. "Toako, soalapayangsedang kaupikir?" Kun-gi tersentak sadar, sahutnya. "o, tidak apa2, mari berangkat." Cin-yang-koan adalah sebuah kota yang cukup ramai, hari sudah menjelang petang, tiba saatnva cari hotel untuk bermalam, tapi Kun-gi keprak kuda membedalnya kejalan besar. Terpaksa Pui Jiping larikan kudanya pula, tanyanya "Toako, apa yang kau temukan?" "Kutemukan tanda rahasia Kim-loyacu, dia sudah menyusul kemari." "Siapakah Kim-loyacu?" "Kim-loyacu adalah pejabat Ciangbun murid2 preman Siau limpay." "Jadikau sudahberjanji mengadakan kontak dengandia?" Kun-gi mengangguk. Tanpa bicara mereka terus menempuh perjalanan cepat sejauh 40-an li, setiap tiba di simpang jalan selalu mereka menemukan tanda rahasia Kim-loyacu, setelah petang mereka tiba diIng-ho. Ing-ho adalah sebuah dukuh kecil, umumnya orang desa biasa tidur lebih dini, jangankan men-dapatkan tempat untuk bermalam, mencari warung makanpun sukar. Terpaksa Kun-gi menghentikan kudanya di tepi jalan, mereka duduk istirahat, Pui Ji-ping keluarkan bekal makanan yang dibawakan oleh keluarga Tong, memang perut sudah lapar, dengan lahap merekaganyanghabisduabungkus nasi danlaukyang lezat. "Sudah kenyang, mari berangkat," Kata Ji-ping sambil berdiri, "di luarIn-hiap-kipdidepan sanaadasebuahrumah perabuankeluarga ong yang besar sekali, kita istirahat di sana saja." "Dari mana kau tahu?" Tanya Ling Kun-gi. "Aku sering lewat jalan ini, sudah tentu apal keadaan sekeliling sini." Mereka menempuh perjalanan 20-an li lagi batu sampai di In- hiap-kip. Waktu itu sudah kentonganpertama, mereka langsung menuju ke arah barat kota, di sana memang terdapat sebuah rumah perabuan marga ong. Mereka tambat kuda di ujung tembok sana, lalu melompat ke dalam lewat pagar tembok, setelah menyusur pekarangan dan sampai di ruang tengah. Biara marga ong ini agaknya dari keluarga besardanbangsawan, keadaandisini terawatbersihdanteratur. Kun-gi memilih tempat sebelah kanan, duduk di lantai terus mulai samadi, betapapun Pui Ji-ping adalah anak perempuan, nyalinya radakecil, diadudukdekatKun-gi. Karena iseng Pui Ji-ping ajak bicara terus untuk menghilangkan lelah, sebaliknya Ling Kun-gi merasa sebal, katanya. "Adik jangan banyak bicara, lekaslah samadi mengembalikan semangat dan tenaga dalam dua hari ini mungkin bisa menyusul si mata satu lagi, gerak-gerik mereka begini misterius, ingin kutahu barang apa yang mereka bawa itu?" "Lho si mata satu kan sudah meninggal?" "Tidak. yang mati itu picak mata kiri, yang sekarang ini picak mata kanannya." Pui Ji-ping ketarik, katanya. "Kenapa mereka selalu menugaskan si mata satu untuk tugas pengantar barang ini? Kuduga pasti ada rahasiaapa2dibalikpersoalan ini." Kun-gi tidak bersuara, selincah kucing tiba2 dia melompat berdiri, desisnya lirih. "Ssst, ada orang datang, lekas sembunyi." Hakikatnya Pui Ji-ping tidak dengar apa2, Baru dia akan tanya, mendadak Kun-gi menghardik tertahan. " Lekas naik." Lengan Ji-pingdipegangterusdibawa lompatke atasdanhinggapdibelandar, katanya lirih. "Lekas sembunyi di belakang pigura." Lengan dipegang orang, terasa badan mumbul seringan asap. tahu2 sudah menyelinap ke belakang pigura besar. Kejadian terlalu mendadak dan berlangsung amat cepat, jantung ji-ping sampai berdetak keras. Belum lama mereka sembunyi di belakang pigura, betul juga di luar pekarangan sudah terdengar suara percakapan orang dan langkahnya yang mendatangi. Terdengar seorang berkata dengan suara serak. "Silakan Siau-heng" Rupanya setiba di ruang tengah mereka saling mempersilakan masuk lebih dulu. Maka terdengar pula suara tawa lantang, seorang lagi berkata. "Un-jiko kenapa sungkan2 padaku." Lenyap suaranya, tampak muncul dua orang berjajar masuk ke dalam. Betapapun tempat pigura sempit, terpaksa nona Pui harus mendekam dan bersentuhan badan dengan Ling Kun-gi, baru pertama kali ini dalam hidupnya berada dalam pelukan laki2. Kedua orang di bawah sudah dekat, maka dia tidak berani berseru sedikitpun. Yang terang jantungnya berdebur seperti ombak mengamuk. pikirannya melayang2 entah ke mana. Walau mencium bau harum dan bau badan anak perawan yang memabukkan, tapi perhatian Ling Kun-gi tumplek ke bawah pada dua orang yang baru datang, maka pikirannya tidak menjadi linglung. Malam gelap. tapi dia dapat melihat jelas kedua orang di bawah, yang di sebelah kiri kira2 berusia 50-an, mengenakan jubah panjang warna hijau kebiru2an, mengenakan topi beludru warna hitam, sepatunya berlapis kulit tebal, lima jaiur jenggot hitam menjuntai turun menghiasi dadanya. orang di sebelah kanan berpakaian panjang warna kuning kelam, mengenakan ikat pinggang sutera merah, wajahnya kereng cerah, tulang pipinya menonjol, sudah cukup tua juga, perawakannya agak pendek. orang kedua ini pernah dilihat oleh Ling Kun-gi, dia adalah paman kedua nona Un Hoankun, yaitu Un It-kiau dari Ling-lam. Tiba2 didengarnya Un It-kiau bersuara heran, katanya dengan suaraserak."Tiadaorangdisini, kenapadiluaradaduaekorkuda?" Lalu di sampingnya tertawa lebar, katanya. " Keluarga ong di Inhian-kip ini sebetulnya adalah keluarga bangsawan suku Bong, rumah abu ini adalah tempat umum, menambat kuda di luar adalah biasa, kenapa Un-jiko curiga segala?" Un It kiau manggut2. Dari belakang kedua orang melangkah masuk pula seorang pemuda berpakaian warna kuning, Ling Kun-gi juga mengenalnya, dia adalah Kim-hoan-liok-long Siau Kijing, melihat pemuda ini Ling Kun-gi lantas menduga bahwa orang tua, yang mengiringi Un It-kiau pasti bapaknya, yaitu Kim-hoan-siang-coat Siau Hong-kang. Di belakang siau Ki jing ikut pula dua pembantu rumah tangganya, saat mana lilin sudah dinyalakan di dalam ruangan, keadaan semula gelap kini menjadi terang benderang.. Kun-gi berdua yang mendekam di belakang pigura tidak berani mengintip keluar pula. Terdengar laki2 wajah merah itu berkata. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bukankah Un jiko juga mengundang Thong Thian-ong, kapan dia tiba?" "Ya, sebelum Siaute kemari sudah kusuruh mengirim surat kepada Tong Thian-ong, dia sudah setuju untuk membantu, dua hari yang lalu ada orang pernah melihat dia muncul di sekitar Poh-yang." "Aneh, kalau dua hari yang lalu dia sudah tiba di Poh-yang, sepantasnya dia sudah mengadakan kontak dengan kita," Kata si muka merah. Kun-gi membatin. "Thong Thian-ong yang mereka bicarakan ini mungkin adalah Thong-pi--thian-ong? " "siaute juga merasa heran, sepanjang jalan ini kita sudah memberikan tanda2 petunjuk. seharusnya dia sudah melihatnya." Sambil mengelus jenggot, laki2 muka merah berkata pula. "Watak Thong Thian-ong terlalu berangasan, mungkin terjadi apa2 di tengah jalan?" "Wataknya memang kasar, tapi bekal kepan-daiannya cukup tinggi, jarang ada tandingannya di Bu-lim, mana mungkin terjadi apa2 atas dirinya?" Kata Un It-kiau tertawa. "Sukar dikatakan," Kata laki2 muka merah. "Sepanjang jalan ini kutemukan Kim Ting Kim Kay-thay, itu ketua murid2 preman Siaulim-pay juga telah datang ke Thay-ho, demikian pula Lo-sam dan Lo-citdari keluargaTong diSujwan jugaadadisekitarsini." "Betul, kecuali itu ingin kuberitahukan kepada Siau-heng bahwa masih ada pula beberapa kelompok orang yang patut diperhatikan-" "Siapakah yang Unjiko maksudkan?" " Kelompok pertama adalah dua orang majikan dan pembantunya, majikannya berusia 25-an berjubah biru, mirip anak orang berada, pembantunya memakai lengan besi, ilmu silatnya tinggi, sejakdariKay-hong keduaorang initerus menguntitkemari." Laki2 muka merah tampak prihatin, tanyanya. "Adakah orang yang pernah menyaksikan kepandaian pembantunya itu? "Anaksendiripernah menyaksikan,"timbrung Siau Ki-jing. " Kiranya dia benar adalah Kiam-hoan-siang coat (ahli pedang dan gelang) Siau Hong-kang," Demikian batin Ling Kun-gi. "Kau sendiri melihat dia bergebrak?" Tanya si muka merah. SiauKi-jingmenerangkan."Beberapahariyanglalu,anak melihat dia merobohkan murid preman Siau-lim hanya dalam sekali gebrak saja." "Kepandaian murid2 Siau-lim ada yang kuat dan yang lemah, kalau paderi agak lumayan, murid2 preman kebanyakan adalab anak2 orang berada." "Kelompok kedua adalah seorang muda berusia likuran tahun, bernama Ling Kun-gi, diapun menguntit sejak dari Kay-hong, kadang muncul tiba2 lenyap. dia mengaku sebagai murid Hoan jiu ji-lay, dari gerak-gerik dan kepandaiannya kelihatan memang tidak salah." Terbelalak mata Siau Hong-kang, katanya.. "Hoan jiu-ji-lay juga sudah terima murid." "Kelompok ketiga muncul di sekitar Sha-cap--li-but, kelihatan seperti keluarga pejabat, kabarnya majikannya orang perempuan, tapi pengikutnya semua berkepandaian tinggi, gerak-geriknya juga main sembunyi, sampai sekarang Siaute masih men-cari2 jejak mereka, anak buah yang bertugas menyelidiki ternyata tiada yang kembali, semua lenyap tanpa keruan paran." Siau Hong-kang berpikir sejenak, katanya. "Unjiko tidak tahu asalusul kelompokterakhir ini?" "Laporan kudapat dari dua pembantuku di Sha-cap-li-but, hanya begitu saja laporan mereka," Sahut Un It-kiau. "Agaknya keramaian bakal terjadi, dari beberapa kelompok itu, kukira kita harus mengadakan kontak dengan pihak keluarga Tong dari su-wan ......" Sampai di sini dia termenung, lalu menambahkan. "orang2 Siau -lim juga terjun ke dalam kancah keramaian ini? Mungkin ........." "Trak." Tiba2 terdengar suara seseorang melompati pagar tembok dan turun di tengah pekarangan "Siapa?" BentakUn It-kiausambil angkat kepala. "Wanpwe akan keluar melihatnya" Ujar Kim--hoan-Liok-long Siau Ki-jing. Dengan langkah lebar dia berlari keluar. Kejap lain tampak dia sudah kembali, di belakangnya mengintil seorang laki2 baju abu2. "Un Lok." Seru Un it-Kiau segera. "apa yang telah kau temukan" Laki2 baju abu2 yang bernama Un Lok segera memberi hormat, katanya. "Lapor Ji-cengcu, disekitar ma-thau-kip. hamba menemukan tanda rahasia tinggalan Thong-thian-ong." "Gambar apa yang dia tinggalkan?" Tanya Un It-kiau. "Tanda gambar itu diukir pada sebatang pohon di pinggir jalan, hamba pernah mendengar penjelasan Ji-cengcu, maka mengenalnya, kini hamba telah mengupas kulit pohon itu dan kubawa pulang," Dengan hati2 lalu dia keluarkan sekeping kulit pohon-Menerima kulit pohon, hanya sekilas pandang air muka Un it-kiau lantas berubah, katanya dengan terbelalak. "Di mana kau menemukan gambar ini?" "Di sebuah persimpangan jalan di dekat Ma--thau-kip." "Men jurus ke mana persimpangan jalan itu?" "Simpang jalan itu menuju ke Sam-kak si." "Keterangan apa yang dibubuhkan pada tanda gambar ini?" Tanya Siau Hong-kang. "Inilah tanda gawat bahwa dia mengikuti seseorang, mungkin seorang musuh tangguh, dia memberitahu kepadaku untuk segera menyusulnya." "Siaute sependapat dengan Siau-heng," Kata Un it-kiau, segera dia mengulap tangan kepada Un Lok. katanya. "Tunjukan jalannya" Un Lok mengiakan, cepat dia berjalan pergi, -Un It-kiau dan Siau Hong-kang lantas beranjak keluar. Cepat sekali rombongan mereka sudah pergi jauh. "Mereka sudah pergi, mari turun," Kata Pui Ji-ping. Setelah turun di bawah dia mengebut pakaian membersihkan kotoran yang melekat di pakaiannya, katanya. "Toako, perlukah kita menguntit mereka?" "Kita punya urusan sendiri, peduli dengan urusan mereka, lebih baik istirahat, besokpagi menempuh perjalanan lagi." Pui Ji-ping tidak banyak bicara pula, mereka kembali ke tempat semula, duduk samadi sampai pagi hari. Belum sinar surya menongol keluar mereka sudah melanjutkan perjalanan-Jalan raya ini langsung menuju ke Liok-an, di sepanjang jalan ini memang ada tanda peninggalan Kim Kay-thay, mereka terus bedal kuda sampai hari menjelang lohor baru tiba di Liok-an. Diluar kota Liok-an Kun-gi menemukan tanda peninggalan Kim Kay-thay pula, arahnya seperti menuju ke sok-seng, maka mereka makan ala kadarnya di luar kota terus menempuh perjalanan pula. SoreharisampaidiTho-sip.disinimerekatidak menemukantanda2 peninggalan Kim Kay-thay. Pui Ji-ping mengusulkan untuk langsung ke Sok-seng, mungkin Kim Kay-thay sudah menunggu di sana. Tapi lain pendapat Ling Kun-gi, kalau Kim Kay-thay pergi ke sok-seng pasti dia meninggalkan tanda yang menjurus ke sana, di Tho-sip mereka sudah tidak menemukan tanda2 lagi, itu berarti kemungkinan Kim- loyacu menemukan apa2 di sini sehingga tidak sempat meninggalkan tanda2 dan tak mungkin menuju ke sok-seng. "Lalu bagaimana menurut pendapat Toako?" Tanya Pui Ji-ping. "Kau kenaljelaskeadaandisekitarsini?" "Aku tahu, dari sini ke timur menuju ke Jau--ouw, ke selatan ke sok-seng, ke utara pergi ke Hoaji-kang, Thong-keh-kang, langsung ke Hap-pui." Tengah mereka bicara, tiba2 didengarnya suara tapal kuda berdetak. suaranya ringan dan cepat. Waktu mereka berpaling, tampak dari arah utara sana membedal lari seekor keledai, dipunggung keledai bercokol seorang tua berbaju hijau dan celana panjang kuning luntur, badan terbungkuk, mata terpejam, dia biarkansaja keledainyalarisesukanya. Sekilas Ling Kun-gi pandang orang tua itu tanpa memperhatikan lebih lanjut. Tak terduga pada saat dia memandang orang, entah sengaja atau tidak-orang tua itupun melirik sekejap ke arah mereka. Betapa tajam pandangan mata Kun-gi, sekilas saja terasa olehnya kedua biji mata yang melirik itu hanya sebelah kiri yang bercahaya. Hanya mata kiri yang bercahaya, bukankah itu berarti mata kanannya picak? Mendadak tergerak hati Ling Kun-gi, dilihatnya orang tua itu menujukeSok-seng, makadiaberkatakepadaPuiJi-ping."Dik,hari sudah petang, kita harus lekas masuk kota, kalau terlambat pintu kota mungkin ditutup." -Sembari bicara dia memberi kedipan mata kepada Pui Ji-ping. Ji-ping merasa heran, tapi dia tahu diri, tanyanya lirih. "Memang benar." Kendali dia tarik ke kiri sehingga kudanya jalan merendeng lebih dekat dengan suara lebih lirih dia bertanya pula. "Siapakah dia? Toako mengenalnya?" "Kukira dia adalah orang yang ingin kita cari, si mata satu. cuma betulatau tidakperlu dibuktikan-" "Asal kita kuntit dia, nanti juga pasti ketahuan-" Sembari bicara mereka jalankan kuda pelan2 dari kejauhan menguntit keledai itu masuk ke kota. Hari sudah petang, banyak orang buru2 masuk kota, maka suasana menjadi ramai. Berbeda dengan si mata satu kiri yang telah ajal itu, sipicak kanan ini bergerak secara terang2an, dia berhenti di depan warung bakmi, ia melompat turun dan masuk dengan terbungkuk2 Waktu itu memang tiba saatnya makan malam, setelah letih menempuh perjalanan memang perlu istirahat dan mena ngsel perut, terutama orang yang berdandan seperti orang desa, adalah jamak kalau makan di warung kecildengan tarip murah. Melihat orang mampir di warung bakmi, Kun-gi berdua memasuki warung arak di seberang jalan, letaknya kebetulan berhadapanMereka memilih tempat duduk ditepi jendela, dari sini mereka dapat mengawasi gerak-gerik orang diseberang. Kun-gi memesan makanan ala kadarnya, lalu dia berkata setengah berbisik. "Dik, kau tunggu di sini dan amati gerak-geriknya, aku pergi sebentar." "Toako mau ke mana?" Tanya Ji-ping. "Tugasmu menjaga di bagian luar sini, aku Keh-hoa akan putar ke belakang, kalau benar dia si picak kanan yang bertugas mengantar barang, kemungkinan bisa merat lewat pintu belakang, hal ini harus kita jaga sebelumnya. Kalau dia pergi lewat depan, kau harus menguntitnya dan perhatikan ke mana atau di tempat mana dia menginap. Di sini pula kita nanti bertemu." Mendengar dirinya di beri tugas, riang hati Pui Ji-ping, katanya tertawa. "Tugas seringan ini, Toako tak usah kuatir, pasti kulaksanakan dengan baik," "Baiklah sekarang aku pergi," Bergegas Kun--gi keluar menuju ke pengkolan jalan sana, di belakang deretan rumah seberang sana memang terdapat sebuah lorong sempit, cepat Kun-gi menyelinap masuk dan menghitung rumah ke lima, itulah pintu belakang warung bakmi di depan, setelah memperoleh tempat yang gelap. dia berdiri mepet tembok, matanya memperhatikan pintu belakang rumah ke lima itu. Dengan sabar dia menunggu kira2 satu jam, betul juga dilihatnya sesosok bayangan orang tiba2 menongol keluar dari pintu belakang warung bak-mi itu, melihat tiada bayangan orang, dengan langkah buru2dia berlari kearah kirisana. Mata Kun-gi yang tajam dapat melihat bahwa bayangan orang itu adalah laki2 tua berbaju hijau, punggung yang tadi bungkuk kini sudah tegak. langkahnya ringan- Dengan sigap seperti anjing pelacak Kun-gi terus menguntit ke mana laki2 tua itu pergi. Ternyata laki2 tua ini juga cukup cerdik dan licin, agak lama dia ber-lari2, mendadak dia menghentikan langkah sembari berpaling ke belakang, betapa tangkas gerakan Kun-gi, mana mungkin jejaknya dilihat olehnya? Melihat tiada orang yang menguntit di belakangnya, si tua baju hijau kembali berlari ke depan, keluar dari jalan raya, dia menyelinap ke jalan melintang di sebelah depan sana, langkahnya tidak pernah berhenti, kecepatan sedang, arahnya ke selatan-Lama kelamaan dia menuju ke daerah sepi. Tak lama kemudian dia sampai di tempat pembarkaran genteng, di sini dia berpaling pula, setelah longak-longok ke belakang, dengan langkah cepat dia lewati tempat2 pembakaran genteng yang tersebar luas itu terus memasuki sebuah pekarangan yang dipagari tembok pendek. Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Rahasia Si Badju Perak Karya GKH Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong