Tugas Rahasia 8
Tugas Rahasia Karya Gan KH Bagian 8
Tugas Rahasia Karya dari Gan K H Pada hal kedua orang ini sama-sama berada diatas tambang kecil, bagaimana mereka akan bergebrak ? Disaat seluruh penonton membelalak dengan pandangan takjup, didalam kabin kapal besar, orang aneh menyentuh lengan Cia Ing-kiat dengan ujung sikutnya, katanya perlahan . / "Siapakah nona yang berdandan laki-laki itu ? Dia keracunan secara aneh." "Mendengar keracunan dan berdandan laki-laki." Sungguh kejut Cia Ing-kiat bukan kepalang. Siau-pocu dari Kim-hou-po memang benar adalah gadis yang berdandan laki-laki bahwa dia keracunan merupakan rahasia, boleh dikata hanya dirinya saja yang tahu. bagaimana orang aneh ini bisa tahu ? Sebelum Cia Ing-kiat menjawab, tampak Siau pocu diatas tambang sudah merangkap tangan dan berkata dingin . "Terima kasih." Sembari bicara kakinya melangkah setapak kaki kanannya sudah melangkahi kedua kaki Pak-to Suseng yang menginjak miring diatas tambang, tapi kaki kiri masih ketinggalan di belakang Pada saat itulah, tubuh Pak-to Suseng yang melintang miring diatas lambang itu mendadak mencelat mumbul keatas-Perobahan terjadi amat cepat, kejadian hampir berbareng dengan langkah setapak Siau-pocu, kenyataan bentrokan tak bisa dihindari lagi, tampak kedua alis Siau-pocu terangkat. "Blang" Benturan keras terjadi, tubuh Pak-to Suseng menumbuk tubuh Siau-pocu dengan keras. Sungguh mengejutkan bunyi dari benturan tubuh kedua orang ini, seumpama dua balok besar yang kosong tengahnya dipalu keras dengan martil raksasa, disusul tubuh keoua orang mencelat minggir kekanan dan kekiri. Belum sempat para penonton bersorak memuji, tampak tubuh kedua orang sudah membal balik keatas pula dan "Blang" Terjadi benturan lebih keras dari benturan yang pertama. Setelah benturan kedna, tubuh mereka kembali tertolak balik kedua arah, tampak wajah Pak-to Suseng mendadak berobah merah seperti diselubungi kabut tebal. Dua orang menyelinap keluar dari balik pintu kabin diatas kapal besar, sambil meluncur mereka berteriak. "Diharap para tamu tidak bentrok dan saling bermusuhan di sini" / Suara kedua orang yang melesat keluar ini yang satu melengking tinggi yang lain sember serak dan rendah, namun suara mereka berpadu menembus mega. Maka hadirin segera melihat jelas kedua orang yang meluncur keluar ini laki dan perempuan, yang laki adalah Thi-jan Lojin, yang perempuan bukan lain adalah Gin koh. Tapi baru saja mereka melesat keluar, belum habis mereka bicara, diatas tambang sudah terdengar "Blang" Sekali lagi, untuk ketiga kalinya Pak-to Suseng dan Siau pocu beradu, suara benturan ketiga itu ternyata menekan teriakan Thi-jan Lojin dan Gin-koh yang kumandang itu. Akibat dari benturan keras yang ketiga kali ini tubuh Pak to Suseng tampak mencelat miring keatas, kakinya lepas dari jajakan tambang. Dikala tubuhnya terapung di-udara, muka yang membara merah seketika berobah pucat, jelas didalam benturan adu kekuatan tenaga dalam diatas tambang itu dia terluka cukup parah. Pak to Suseng terkenal diseluruh jagat, tiada insan persilatan yang tidak segan dan kagum kepadanya, ternyata didalam adu kekuatan tenaga dalam sekali ini dia kecundang oleh seorang lawan yang berusia muda belia, karuan penonton terpesona dan kaget terbeliak. Tubuh Pak-to Suseng meloncat miring delapan kaki, tubuhnya meluncur turun, jelas bakal kecemplung sungai. Maka terdengarlah dua suitan panjang yang nyaring dari arah loteng restoran, suara suitan ini bagai pekik bangau sakti diangkasa, dua sosok bayangan menubruk kearan Pak-to Suseng yang sudah terguling kebawah, begitu tangan mereka meraih, seorang satu lengan mereka pegang tangan pak-to Suseng. Daya luncuran kedua orang ini ternyata cukup kuat, meski ditengah udara sudah memegang lengan Pak-to Suseng, tubuh mereka masih terus meluncur kedepan laksana meteor mengejar rembulan. Kejadian sesingkat kilat menyambar / diangkasa, setelah ketiga orang itu meluncur turun dan hinggap diatas gladak kapal baru hadirin malihat jelas, kedua orang penolong Pak-to Suseng seorang adalah Oh-sam Siansing. seorang lagi bertubuh kurus lencir dipunggungnya terselip sebatang tombak trisula terbuat dari emas yang mengkilap. Panjang Kim-ki atau tombak trisula ini ada tiga kaki, namun berbeda dengan senjata umumnya, gagang dan ujung tombak yang tiga sula itu ternyata teramat kecil dan lembut, besarnya kira kira sama dengan dupa, kelihatannya sekali bentur patah, hakikatnya tidak setimpal untuk dibuat gaman. Tapi begitu orang ini muncul, banyak orang lantas mengenalnya, terutama tombak tri sula yang terbuat dari emas itu merupakan gaman terlihay dan tiada bandingannya dari berbagai jenis senjata diluar kalangan yang ada dikolong langit ini, entah betapa banyak jago kosen Bulim yang pernah di-kalahkan oleh senjata ampuh ini. orang ini bukan lain adalah majikan tujuh puluh dua pucak di Tong thian yang terkenal dengan julukan Kun ki-sian-khek. Begtu Oh-sam Siansing dan Kim-kin sian-khek berhasil memapah Pak-to Suseng, segera mereka ulur sebelah tangan menekan dada Pak-to Suseng, yang lain menekan punggungnya, serempak mereka bergerak menghampiri Thi-jan Lojin dan Gin-koh. Tersipu Thi-jan Lojin dan Gin-koh membalik tangan mendorong daun kabin sambil menyurut mundur memberi jalan, sehingga ketiga orang ini langsung melangkah kedalam kabin. Setelah benturan ketiga, wajah Pak to Suseng yang membara seketika menjadi pucat badan dan mencelat, maka hadirin tahu bahwa dia pasti terluka parah. Apakah Oh-sam Siansing dan Kim-ki-sian-kek mampu menyembuhkan luka luka dalamnya, hadirin tiada yang berani memastikan. Kejadian ini ternyata menimbulkan kegemparan, orang-orang yang sudah siap berderet dipinggir pagar siap / menyebrang lewat tambang tanpa berjanji menyurut mundur kebelakang. Agaknya mereka cukup tahu diri, bila mereka ikut naik kapal dan tiba ditempat tujuan, entah peristiwa apa pula yang bakal terjadi, insaf kepandaian sendiri tidak becus, kuatir jiwa keserempet bahaya, mundur teratur adalah cara yang terbaik. Maklum kejadian beruntun adalah Oh-sam Siansing bergebrak dengan Hu-lo Popo, kelihatannya Oh-sam Siansing kecundang. kini seorang pemuda yang tidak dikenal ternyata mampu melukai Pak-to Suseng yang tangguh ini, lalu siapa berani tanggung, bila kejadian selanjutnya tidak lebih mengejutkan ? Disaat kegaduhan terjadi diatas restoran, Siau-pocu dari Kim hou-po sudah beranjak keatas gladak Thi-jan Lojin dan Gin-koh pernah merasakan sendiri betapa lihay pemuda ini tapi mereka juga tidak tahu asal usulnya. Sekilas kedua orang ini saling pandang, lalu dengan seri tawa mereka menyongsong maju Gin-koh menyambut. " Ternyata tuan juga ingin ikut keramaian, tapi sepantasnya tidak membuat onar di sini, mohon sudilah memberi muka kepada tuan rumah," Siau pocu mendengus, ia tanya. "Aku minta dia memberi jalan, dia boleh menolak, kenapa setelah menyingkir malah membokong aku ?" Bungkam mulut Thi jan Lojin dan Gin-koh, mereka tak bisa membantah, sementara Siau-pocu melangkah maju lewat depan mereka. Cia Ing-kiat yang duduk bersama orang aneh dalam kabin, belum lagi sempat menjawab pertanyaan si orang aneh, namun kejadian diluar dugaan beruntun telah berlangsung. Begitu Thi-jan Lojin dan Gin-koh muncul, hati Cia Ing-kiat sudah heran, kenapa urusan di sini bersangkut paut pula dengan kedua orang ini? Dari sikap dan nada bicara mereka / lagaknya sebagai wakil tuan rumah, lalu siapakah "tuan rumahnya" . Sekilas terasa oleh Cia Ing kiai,adanya mereka samar-samar dalam benaknya, tapi begaimana sebetulnya persoalan ini? Dia tidak mampu menjelaskan. "Lekas katakan," Orang aneh mendesak dengan suara lirih. "siapakah nona ini? " Matanya melirik tajam Cia Ing-kiat sudah buka mulut, tapi dia waktu angkat kepala, dilihatnya Siau-pocu sudah melangkah masuk. Cia Ing-kiat terlongong dikursinya, Siau-pocu menekuk wajahnya yang pucat, langsung dia beranjak menghampiri dirinya. Meja di mana Cia Ing-kiat dnduk berhadapan dengan orang aneh sisi sebelahnya mepet dinding kabin, kebetulan meja ini cukup untuk duduk tiga orang, setiba didepan meja, lengan baju Siau-pocu mengebas sekali menyeret mundur kursi lalu berduduk. Bukan saja jantung Cia Ing-kiat berdetak keras, orang aneh itupun menampilkan rona heran dan tanda tanya dalam sorot matanya. Celakanya Siau-pocu melirikpun tidak kepada orang aneh, sepasang bola matanya yang bening seperti dapat menembus isi hati orang yang dipandangnya mengawasi Cia Ing-kiat. Jantung Cia Ing-kiat seperti hendak mencelat keluar, telapak tangan basah oleh keringat dingin, sesaat lamanya Siau-pocu mengawasinya, lalu berkata. "Agaknya Lwekangmu sudah mendapat banyak kemajuan." Semula Cia Ing-kiat menyangka karena dirinya sudah merias muka dalam bentuk lain. Siau-pocu belum tentu mengenal dirinya, namun setelah mendengar pujian orang, rasa takut semula bertambah ngeri, tubuhnya dingin seketika, katanya dengan tertawa dipaksakan. "Apa iya, Aku sendiri kok tidak tahu." / Siau-pocu menatap Cia Ing-kiat sekian lama pula, sekian lama dia tidak bersuara. Sementara itu keributan masih berlangsung disebrang, diloteng restoran suara orang saling bentak. Ternyata anak buah Liong-bun-pang yang memikul tandu sedang berusaha menyebrangi tambang kecil juga, naga-naganya Pangcu Liong-bun-pang yang misterius iiu tetap tak mau keluar menunjukan tampangnya. Dibelakang tandu Liong-Pun Pangcu, tak sedikit pula orang-orang Bulim yang beruntun naik kekapal, ada yang melompat berjangkit, ada yang melesat terbang ada pula yang jalan pelan-pelan seperti pemain akrobatik. Hati Cia Ing-kiat sedang kalut, maka dia tidak berhasrat memperhatikan keadaan di luar, Karena tatapan mata Siau pocu yang dingin setajam pisau mengawasi dirinya. Hanya orang masih bersikap tak acuh dan berulang dia cengar cengir, tapi Siau-pocu tidak pernah menoleh kepadanva. Mendadak Orang aneh berkata. "Nona, orang yang dahulu mencelakai kau sungguh seorang yang culas dan kejam." Tergetar sekujur badan Siau-pocu, mendadak dia menoleh dengan tatapan mendelik, desisnya. "Siapa kau?" Orang aneh itu membentang kedua tangan tanpa menjawab pertanyaannya, Karuan berobah pucat muka Siau-pocu, mendadak tangannya terulur, dengan tiga jari tangannya dia sudah menindih pergelangan tangan orang aneh, sorot matanya berkilat dingin cukup menakutkan. Melihat Siau pocu mendadak bertindak, gerakannya laksana samberan kilat, karuan Cia Ing-kiat kaget sekali. Tidak sedikit jago kosen yang hadir di sini, namun dinilai taraf kepandaian mereka, kedua orang ini adalah yang paling top, bila kedua / jago top ini bergebrak didalam kabin, yakin kapal ini bisa dibikin hancur lebur Waktu Siau pocu menekan pergelangan tangan orang aneh, tangannya sedang pegang sumpit dan terulur hendak menyumpit sekerat daging, tangannya seketika terhenti di udara, namun sikapnya tetap wajar, katanya. "Jangan bergebrak di sini, aku ingin menjelaskan." Jari Siau-pocu tetap mengancam urat nadi dipergelangan tangan orang aneh, Cia Ing-kiat tahu. urat nadi lawan sudah terancam, dirinya berada diatas angin, sudah tentu Siau-pocu tidak mau menarik balik jarinya, kata siau-pocu dingin. "Dari mana kau tahu kalau aku keracunan ?" Orang aneh itu tertawa, katanya . "Bila yang menaruh racun dulu aku. dua tahun yang lalu kau sudah mati dengan tubuh kering, pasti takkan bisa hidup sampai sekarang. Orang yang meracuni kau belum mahir menggunakan racunnya, tapi juga sudah lumayan maka kuduga orang itu adalah Tocu (pemilik pulau) Hek-kiau-to di lautan timur, betul tidak ?" Mengikuti penjelasan orang aneh, rona muka Siau-pocu ikut berobah setelah orang aneh selesai bicara, Siau-pocu segera lepas tangan dan menurunkannya dibawab meja. Orang aneh berkelak tawa, tangan yang terhenti ditengah udara langsung bergerak maju menyumpit sekerat daging menjangan langsung dia jejalkan ke mulut lalu dikunyah dengan lahap, baru daging tertelan tangannya sudah sibuk meraih cangkir serta meneguk arak, padahal daging menjangan dalam mulutnya belum ditelannya habis, namun mulutnya sudah mengoceh kurang jelas . "Aneh pada hal kau baru genap dua puluh. Hek-kiau-to cu, umpama belum mati, sekarang sedikitnya sudah berusia delapan puluh. ada permusuhan apa dia dengan kau " "Dia sudah mati." Ujar Siau-pocu tandas. / Orang aneh mengangguk, katanya. "Pernah kudengar, selama hidupnya Hek-kiau tocu hanya membenci satu orang, orang itu dibencinya sampai ketulang sungsum, nona cilik, apa kau kau adalah........." "Cukup tak usah dilanjutkan," Segera Siau-pocu menukas sambil berjingkrak berdiri. Orang aneh mendongak mengawasi Siau-pocu, katanya perlahan. "Kalau demikian, baiklah aku memanggilmu nona Lui, pasti tidak salah lagi." Sekian saat Siau pocu berdiri menjublek, akhirnya dia manggut, katanya sambil duduk. "Aku bernama Lui Ang Ing" Orang aneh angkat kedua alisnya, kembali dia minum arak dengan lahap tanpa ber-bicara lagi. Kabin kapal itu amat besar dan luas, penuh meja kursi yang kini sudah diduduki orang mereka sibuk berbincang persoalan masing masing, hanya beberapa meja disekitar mereka yang masih kosong belum diduduki orang. Maklum siapa yang tidak gentar berhadapan dengan Hu-lo Popo, maka tiada orang berani duduk didekatnya apalagi di tengah mereka ketambah Siau-pocu yang kosen dari berhasil membikin Pak-to Suseng terluka parah. Karena itu percakapan ini diantara orang aneh dengan Siau pocu orang lain tiada yang mendengarkan. Hanya Cia Ing-kiat saja yang mendengar jelas seluruhnya. Cia Ing-kiat tidak bisa menimbrung bicara, karena apa yang dibicarakan ada yang dia tahu, tapi ada juga yang tidak diketahui. Hek-kiau to cu yang diucapkan orang aneh hakikatnya belum pernah didengar oleh Cia Ing kiat, entah tokoh macam apakah dia ? Tapi dari percakapan ini, Cia Ing-kiat lebih tahu banwa orang aneh ini berpengalaman dan luas pengetahuan, hanya sekali pandang lantas tahu orang keracunan, keracunan jenis / apa pula, diapun tahu siapa yang melakukan kejahatan, dari sini dia menebak pula asal-usul Siau pocu. Setelah asal usulnya terbongkar, ternyata Siau-pocu memberitahu namanya kepada orang aneh. Agak lama orang aneh melenggong, lalu dia mendesis suara mengulang nama Siau pocu, katanya."Lui Ang-ing. eh. ayahmu memberikan nama ini kepadamu, ternyata memang mengandung maksud yang mendalam." Lu Ang ing hanya menarik alis tanpa bersuara. Mumpung ada kesempatan Cia Ing-kiat, segera menyeleiuk. "Nona Lui." Lui Ang-ing menoleh, katanya. "Kenapa kau membuat kelakar ini kepada Cianpwe ini ?" Cia Ing-kiat serba runyam. Tapi orang aneh itu berkata. "Tidak jadi soal, memangnya aku tak tahu apa? Jangan salahkan dia." Lekas Cia Ing-kiat berkata. "Kalau aku tidak merobah dia jadi Hu-lo Popo, yakin nona Lui juga pasti tidak akan kenal padaku, betul tidak?" Lui Ang-ing tidak menjawab, hanya alisnya bertaut. Orang aneh berkata. "Nona Lui, sejak empat puluh tahun yang lalu, aku pernah bertemu sekali dengan ayahmu. Aneh. setelah ayahmu diracun orang. kenapa dia tidak mencariku? Atau dia tidak bisa menemukan aku?" Waktu orang aneh melontarkan kata-katanya sikapnya tetap wajar, tapi Lui Ang ing sudah berobah air mukanya, teriaknya tertahan "Jadi kau, kau......"hanya tiga patah kata saja yang terlontar dari mulutnya. Orang aneh itu masih tetap gares hidangan diatas meja, katanya ; "Ayahmu pasti pernah mencari aku. Sayang sekali waktu itu akupun dicelakai orang, jiwaku sendiri juga / diambang maut, sudah tentu dia takkan bisa menemukan aku." "Betul," Ucap Lui Ang-ing. "sembilan kali beliau masuk kepedalaman Biau-kiaug-mencari jejakmu, tapi selalu gagal" Orang aneh angkat kepala, katanya . "Sebetulnya umpama dia menemukan aku juga tak berguna, keadaanmu sekarang cuma sering berabe, jiwamu jelas takkan putus seketika " Sikap Lui Ang-ing kelihatan prihatin dan masgul. dia angkat kepala melihat cuaca diluar jendela, hatinya kelihatan rawan dan sebal. Sebetulnya masih banyak orang yang berjubel diatas restoran, tapi mereka tidak berminat naik keatas kapal. Dua laki-laki bersama menyendal lalu menarik tambang bersama, gantolan yang menancap diatas pagar disebrang terlepas dan mencelat balik maka puluhan penggayuh serempak bekerja dibawah satu aba-aba. Kapal besar itu melaju dipermukaan air mengikut arus sungai. Lekas sekali kapal itu sudah jauh meninggalkan kota tadi. Lui Ang-ing dan orang aneh tiada yang buka suara, Cia Ing-kiat juga kehabisan bahan untuk ajak mereka bicara, terpaksa dia memandang panorama disepanjang perjalanan. Sungai ini memang besar dan luas makin jauh makin besar, seolah olah kapal mereka sedang berlayar ditengah lautan, hanya beda nya air disini kuning keruh, arus air disini juga jauh lebih lamban, sementara kapal terus maju mulai membelok kekiri mengikuti dinding karang yang curam dan tinggi. Dinding karang itu kelihatannya dekat, namun setelah kapal itu menikung, kini mulai memasuki sebuah selat yang diapit dua dinding karang yang terjal. Padahal waktu itu sudah menjelang fajar. Ditengan keremangan cuaca tampak dinding / karang itu penuh ditumbuhi akar rotan yang belit membelit hingga mirip pohon beringin besar bergelantung setinggi ratusan tombak hingga menyentuh air sepintas pandang tak ubahnya sebuah air terjun raksasa yang menakjupkan pandangan. Diatas pohon-pohon rotan itu hidup beratus ribu kera atau orang hutan berbulu emas, mereka tampak santai bergelantung dan berlompatan dari dahan yang satu kedahan yang lain agaknya mereka sedang menunggu terbitnya sang surya ambil berceloteh. Cepat sekali sinar surya yang pertamapun menyorot kepucuk selat, bulu kera yang emas itu menjadi kelihatan menyolok ditengah sinar mentari, pemandangan yang indah menakjupkan mempesona Cia Ing kiat. Soalnya pemandangan didepan mata memang amat ganjil dan menakjupkan, maka kapal besar itu dicekam kesunyian, semua tertarik oleh pandangan yang serba aneh dan ganjil tanpa terasa kapal telah laju puluhan tombak kedepan meninggalkan selat, laju kapal lebih cepat lagi. sekarang baru diantara penumpang menjerit kaget, karena bila kapal ini tidak segera dihentikan akan menumbuk dinding karang yang menghadap didepan. Padahal jarak kapal dengan dinding karang didepan tinggal beberapa tombak saja mereka yang berhati gugup dan bernyali kecil sudah lompat berdiri dan menjadi ribut semula siap melompat keluar mencapai akar-akar rotan bila kapal ini betul-betul menabrak karang dari pada terjungkal jatuh kedalam air, kemungkinan jiwa melayang menjadi umpan ikan. Tugas Rahasia Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Untunglah pada saat yang pening itu salah seorang penyambut tamu herusia setengah umur itu berteriak lantang."Harap para tamu duduk tenang tidak ribut." Mereka yang sudah berdiri tengah beradu pandang, kera-kera bulu emas diatas rotan menjadi ribut dan berceloteh / serta manjat lebih tinggi, kapal sudah menyentuh akar rotan yang menyerupai tirai menyentuh air, namun tidak terjadi tabrakan yang keras seperti diduga orang banyak, haluan kapal malah sudah menembus kedalam dan hanya sekejap meluruh kapal sudah menyelinap kedalam pandangan mendadak menjadi gelap, ternyata kapal sebesar itu seluruhnya sudah masuk kedalam sebuah gua raksasa. Baru sekarang orang banyak sadar bahwa mereka memang terlalu berkuatir tanpa alasan. Ternyata diatas dinding karang itu terdapat sebuah lobang raksasa, namun mulut lobang di rambati penuh akar rotan hingga menyerupai kerai yang tumbuh secara alam, pada hal mulut gua amat tinggi lebar, jangan kata hanya sebuah kapal, sekaligus tiga kapal besar yang sama masuk kedalamnya juga bisa laju berjajar. Di sana sini orang menghela napas lega, mereka yang berdiri duduk kembali, kapal besar ini laju lebih cepat didalam gua, hanya sekejap bila menoleh kebelakang, mulut gua itu menjadi kecil, kapal sudah ratusan tombak jauhnya, tapi melihat kedepan keadaan gelap gulita, seperti tidak berujung. Lampu gantung sudah dipasang diatas kapal hingga keadaan seterang siang hari, tampak lucu dan aneh-aneh mimik muka hadirin. Diam diam Cia Ing-kiat memperhatikan, sejak naik kekapal ini, hakikatnya tiada seorangpun yang pernah menyapa atau menoleh kearah mereka bertiga, agaknya mereka sengaja menyingkir atau menjauhkan diri, jelas mereka takut kena perkara, Pada hal jago-jago silat yang benar-benar kosen juga tidak berada dalam kabin ini. Maka Cia Ing-kiat hanya tertawa getir dalam hati, kalau suruh dia memilih, dia lebih senang semeja dengan Oh-sam Siansing atau Pak-to Suseng, celakanya sekarang dia tak bebas dan tak mungkin bisa menyingkir dari hadapan orang aneh dan Lui Ang ing. / Karena tiada bahan bicara Cia Ing-kiat hanya menunduk atau sekali tempo melongok keluar, namun diam-diam terasa olehnya, sorot pandangan Lui Ang-ing agak ganjil bila mengawasi dirinya. Dalam setengah malam ini hatinya sudah tak karuan rasanya, siapa sebetulnya orang aneh ini, dia tak perlu memikirkannya lagi, tapi kenapa Lui Ang-ing juga datang? Keadaan Kim-bou-po serba misterius, banyak hal-hal yang menakutkan di sana seperti baru saja dialaminya. Apalagi bila dia terbayang betapa dirinya disiksa dengan Hun-kin-jo-kut-jiu oleh Lui Ang-ing dibiara bobrok tempo hari, mau tidak mau dia tetap bergidik seram, tulang tulang tubuhnya seperti copot berkeretekan Sekarang orang misterius yang menakutkan itu berada disampingnya, walau dia yakin orang tidak bermaksud jahat lagi, tapi kenapa orang justru memilih tempat disampingnya? Makin lama Cia Ing kiat makin risi, seperti duduk diatas jarum, terbayang akan kematian sang ayah, terbayang sebelum dirinya menyelundup kedalam Kim-hou-po, selalu dia berkecimpung di Kangouw sebagai Siau cengcu Kim liong ceng, di mana dia berada selalu mendapat sambutan dan pujian yang layak, waktu itu dia beranggapan dunia memang besar tapi juga begini saja, sekarang bila mengenang masa lalunya, sungguh pengalaman dirinya dulu terlalu kerdil dan cupat- Tanpa terasa Cia Ing-kiat tertawa getir sendiri. Tengah dia melamun itulah, mendadak terkiang sebuah suara lirih lembut tapi juga hangat mesra berkata. "Apa yang kau pikirkan?" Cia Ing-kiat melenggong. waktu dia angkat kepala, tampah wajah Lui Ang ing yang pucat dekat sekali jaraknya, sepasang matanya yang bening tajam tengah menatap dirinya. Sejat tahu Lui Ang ing adalah seorang gadis, perasaan Cia Ing kiat selalu tak karuan dan ganjil, ingin dia menyingkir dari tatapan orang, tapi jantung yang berdebar keras menyebabkan dia / blingsatan, maka jawabannya-pun tergagap. "Tidak apa-apa .... aku sedang berpikir .... akan ke mana kapal ini?" Lui Ang ing menghela napas perlahan, mulutnya menjengkit, seperti tertawa tidak tertawa, namun rona mukanya yang pucat itu kelihaian berobah sabar dan bersemu merah Pada saat itulah orang aneh menjawab pertanyaan Cia Ing-kiat. "Segera juga sampai ke tujuan, tak usah gelisah." Mumpung ada kesempatan Cia Ing-kiat alihkan pandangannya kearah orang aneh. Pada saat itu, beberapa orang dihaluan kapal terdengar berseru gembira, waktu Cia Ing-kiat menoleh, tak jauh didepan sudah kelihatan cahaya lerang. Cahaya surya menyorot masuk lewat sebuah lobang besar diatas gua, pemandangan berobah dan berbeda. Laju kapal besar semakin lambat tak lama kemudian kapal sudah bermandikan cahaya surya.Ternyata lobang besar diatas gua itu merupakan celah gunung yang berbentuk lonjong, panjangnya ada puluhan tombak. Diatas dinding karang terdapat ratusan undakan batu buatan manusia, tidak sedikit orang berlari turun menyusuri undakan batu karang itu, mereka terdiri laki perempuan, pakaiannya bercorak sama. tapi yang perempuan disebelah depan, dibawah cahaya matahari yang berderang, Cia Ing kiat melihat jelas, dua orang yang berlari paling depan bukan lain adalah Toa kui dan Siau-kui, dua gadis remaja yang hidup beberapa bulan di Thian-lau-hong bersama dirinya, belakangan dttengah kabut pegunungan mereka dilukai orang aneh hingga muntah darah dan lari terbirit-birit..Begitu melihat Toa-kui dan Siau-kui, seketika timbul rasa simpati Cia Ing-kiat teriaknya kaget. " Ha, jadi di sini adalah Hat ... ." Dari cerita Toa-kui dan Siau-kui dia tahu bahwa majikan mereka adalah pemilik Hiat-lui-kiong. / Jilid ke . 7 Tapi baru kata 'Hiat sempat diucapkan mendadak terasa pinggang kesemutan sekujur badan seketika lunglai, maka mulut pun mengejang tak mampu bersuara. Sekilas sempat diliriknya orang aneh tengah menarik tangannya yang menutuk pinggangnya dari jarak tertentu. Padahal jarak jari orang aneh dengan Hiat-to pelemas dipinggangnya ada tiga kaki tapi dari jarak sekian dia menutuk, dirinya sudah tak mampu berkutik lagi. Cia Ing-kiat tahu Kungfu orang aneh atau Lui Ang-ing beratus kali lebih tinggi dibanding dirinya, maka dia tidak merasa heran, sebelum rasa linu ditubuhnya hilang, didengarnya orang aneh berkat dengan tekanan berat. "Harus selain ingat jangan banyak mulut, ikuti saja apa yang kami lakukan, tanggung kau akan melibat tontonan ramai." Diwaktu orang aneh bicara, terasa oleh Cia Ing kiat Lui Ang-ing juga tengah memandangnya. Maka hatinya semaki ruwet. Karena dugaannya sekarang benar, kapal ini tengah menuju Hiat-lui-kiong. Walau dia belum tahu siapa penghuni Hiat lui-kiong, tapi dia tahu bahwa Hiat-lui-kong ada hubungan yang luar biasa dengan dirinya. Sejak kedatangan Gin-koh dan Thi-jan Lojin ke Hwi-liong keng melamar dirinya, lalu menculik dirinya secara terang-terangan selama ini pengalaman Cia Ing-kiat memang serba aneh dan ganjil, sukar di kisahkan dalam waktu singkat, namun sebab musabab dari peristiwa ini adalah pihak Hiat lui-kiong hendak mengawinkakn putrinya dengan dirinya pada hal Cia Ing kiat tidak pernah mendengar keterangan sedikitpun tentang calon istri dan keluarganya yang jelas Toa-kui dan Siau kui sering menggoda waktu dia disekap di Thian lau -hiong, maka sedikit banyak dia sudah punya gambar bahwa majikan Hiat-Iui-kiong yang memaksa dirinya kawin dengan putri. / Dan sekaiang tanpa disadarinya, dirinya berada di Hiat-lui-kiong. Hiat lui kiong mengundang jago jago kosen sebanyak ini, gelagatnya hendak merayakan sesuatu yang menggembirakan, kalau betul undangan ini untuk menghadiri pernikahan putrinya, padahal dirinya sebagai mempelai laki-laki menyamar jadi seorang kakek bercampur ditengah para tamu bukankah kejadian teramat lucu dan menggelikan? Waktu Cia Ing-kiat angkat kepala, dilihatnya orang aneh tengah menatapnya juga, agaknya dia tahu jalan pikirannya, dengan menyengir lebar oraag seperti menggoda dirinya. Dalam pada itu kapal besar itu sudah berhenti, orang-orang yang berlari turun dari undakan batu berdiri menjadi dua baris, Toa-kui dan Siau-kui sebagai pimpinan barisan, setiap orang berdiri disatu undakan demikian seterusnya makin tinggi. Berbareng Toa-kui dan Siau-kui mengayun tangan, dari tangan mereka meluncur segulung tali beraneka warna diujung tali terikat gantolan besi meluncur kearah kapal besar,' Trak, trak" Kedua gantolan itu menancap atas gladak. kembali kedua gadis itu mengayun tangan, ujung tali yang lain terikat sebuah gelang kuning kemilau, tepat memasuk kedalam tonggak batu dipinggir sana. Maka Toa-kui dan Siau-kui tarik suara bersama." Hiat-lui kiong menyambut para tamu dengan kehormatan, persilakan para tamu mendarat.' Kalau para tamu naik keatas kapal menyebrangi tambang, kalau sekarang mereka harus mendarat lewat tali berwarna itupun tidak perlu dibuat heran. Tanpa diminta kedua kali, berbondong para tamu keatas kapal satu persatu melesat terbang diatas tali itu orang-orang yang hadir adalah jago jago silat kosen. maka mereka pamer kemahiran sendiri-sendiri diatas tali untuk mendarat. / Disaat pendaratan berlangsung, diatas puncak tetabuhan musik terdengar mengalun merdu. Melihat orang aneh dan Lui Ang-ing tidak bergerak, maka Cia Ing-kiat juga diam saja belum ada setengah jam, dalam kabin kapal besar itu tinggal mereka bertiga. Tapi dari kabin tinqkat bawah, orang masih belum selesai mendarat. Tak berselang lama, terdengar beberapa kali suara holobis kuntul baris dari kabin tingkat bawah, ternyata beberapa anggota Li-ong-bun-pang yang memikul tandu telah beranjak naik terus menyebrang juga lewat tali berwarna itu, cepat sekali mereka sudah tiba dibawah undakan batu, padahal tandu itu dipikul dari depan dan belakang, jelas takkan bisa dipikul naik keatas. Maka Toa-kui dan Siau kui beradu pandang,serunya bersama. ' Jalan pegunungan licin dan curam, mohon Liong-bun pangcu turun dari tandu naik keatas gunung.' Para pemikul tandu seperti tidak mendengar seruan mereka, mereka tetap maju kedepan sambil mendengus bersama, empat yang didepan langsung menaiki undakan, begitu yang didepan naik diundakan, tandu itu seperti hampir terguling saja, tapi empat orang di-belakarg serempak pegang atap tandu, delapan laki laki kekar melangkah secepat terbang, tandu dibiarkan melintang, lekas sekali mereka sudah beranjak keatas. Kaum persilatan tahu bahwa Liong bun-pang Pangcu amat misterius, asal-usul atau indentitasnya amat dirahasia, bila tidak terpaksa pasti tak mau muncul di muka umum. Seolah-olah sudah menjadi tradisi dalam kalangan mereka, setiap Pangcu yang pernah muncul didepan umum akhirnya pasti mati tak karuan parannya, karena itu jarang ada kaum persilatan yang tahu siapa pejabat Pangcu Liong bun-pang yang sekarang, dalam keadaan seperti sekarang, orang dalam tandu tetap tidak mau keluar, hingga menambah suasana lebih seram dan menimbulkan perasaan yang tidak karuan. / Setelah rombongan Liong hui-pang berada diatas undakan. maka muncullah Oh-sam, Siansing bersama Pak-to Suseng yang melesat berjajar kearah undakan, sikap mereka kelihatan serius dibelakang mereka muncul pula Thiam-lam-siang jan. Baru sekarang orang aneh berdiri dan berkata. "Sekarang giliran kami." Lui Ang-ing manggut, dihadapan kedua orang ini hakikatnya Cia Ing kiat tidak punya pendirian, karena kedua orang ini berdiri, terpaksa dia ikut berdiri. Walau Kungfunya tidak terlalu baik, namun tali berwarna untuk menyebrang ini sebesar kepelan bayi, untuk menyebrang keundakan batu kukan soal sulit bagi dirinya, maka dia beranjak keatas undakkan diapit oleh orang aneh dan Lui Ang-ing. Senyum manis Toa kui dan Siau-kui menyambut mereka, agaknya mereka tidak kenal dirnya lagi, tahu kalau dirinya bersuara mungkin bisa menimbulkan banyak urusan dengan majikan Hiat-lui-kiong, maka Cia Ing-kiat diam saja, pura-pura tidak kenal mereka juga. Undakan batu itu ada ratusan menjurus kepuncak, makin tinggi makin benderang, lama kelamaan Cia Ing kiat melongo. Waktu tinggal di Thian-lou-hong, Cia Ing-kiat sudah merasa letak puncak itu melampaui mega, kini setiba dipuncak, lautan mega juga berada disebelah bawah, selepas mata memandang puncak-puncak gunung kelihatan seperti gundukan tanah melulu. Bila dia membalik arah, puncak gunung ini ternyata datar dan lapang, berbagai jenis kembang dan rerumputan serba aneh ditanam subur, pohon tua mencakar langit, anehnya diatas itulah dibangun sebuah istana yang megah, seluruh bangunan bewarna merah sesuai batu-batu gunung yang terdapat dipuncak itu. Kelihatannya sebuah puncak gunung telah dikerjakan oleh tangan-tangan ahli, dipacul ditatah dan dipahat pula hingga menjadi sebuah istana besar yang kelihatan angker tak heran / bahwa istana besar itu merupakan gugusan gunung tunggal, kalau tidak menyaksikan sendiri siapa mau percaya. Undakan batu yang dibuat tangan-tangan ahli melingkar naik keatas puncak, para tamu sedang menyusuri undakan itu naik keatas. Cia Ing kiat bertiga berada dipaling belakang Ternyata kecuali istana megah itu, didepan istana juga terdapat sebuah lapangan luas, gunung ini agaknya memang bertanah merah, maka lapangan halus didepan isiana itupun serba merah legam. Didepan istana di tanah lapangan itu beberapa orang sibuk menyambut para tamu, bila makin dekat maka mereka melihat tak jauh didepan pintu gerbang istana di pinggir lapangan berdiri sebuah batu pilar yang lebar dan tebal, diatas batu besar inilah berukir tiga huruf "Hiat-lui-kiong" Dengan gaya kuno, warna batu besar ini ternyata lebih legam dari tanah sekitarnya seperti sering disiram oleh darah. Istana itu tampak megah dan angker, tapi juga seram membuat orang merinding, para tamu meranjak kedalam sambil menahan napas serta menunggu adegan-adegan aneh. Mengikuti langkah orang banyak Cia Ing-kiat bertiga memasuki istana itu. akhirnya mereka tiba disebelah balairung yang besar, semua perabot yang ada di sini semua terbuat dari batu gunung setempat, maka selayang pandang pemandangan serba merah, seolah olah mereka masuk ke alam sebuah kotak raksasa yang terbuat dari darah yang sudah beku siapapun merasa risi dan tak renang. Dalam balairung terdapat banyak batu-batu persegi yang tersebar di berbagai sudut, begitu masuk tamu tamu itu sudah lantas mencari tempat duduk sendiri-sendiri tanpa menunggu tuan rumah keluar menyilahkan mereka duduk. Orang aneh sambil tersenyum menghampiri sebuah batu lantas duduk. Orang-orang yang semula sudah duduk tak jauh disekitarnya lantas berbangkit dan pindah ternpat hingga beberapa saja kursi batu disekitar mereka kosong tanpa dihuni. Orang aneh melotot sekilas kepada Cia Ing kiat, dia hanya tersenyum getir / saja. Lekas sekali seluruh tamu yang berada dikapal sudah masuk kedalam balairung tampak Toa-kui dan Siau-kui juga memasuki balairung langsung melangkah kesebelah dalam. Tidak lama setelah Toa-kui dan Siau-kui masuk kedalam. maka terdengar tambur dipukul keras dari istana yang cukup jauh. namun pukulan tambur itu makin keras dan berat, sehingga hadirin merasa risi, pukulan tambur itu seperti memukul pula dalam relung hati mereka. Tak lama kemudian Thi jan Lojin dan Gin-koh muncul dari dalam, serunya sambil merangkap tangan . "Majikan akan segera keluar, biasanya majikan jarang menemui tamu, kedatangan kalian boleh dikata merupakan kesempatan yang sukar diperoleh." Bermacam macam reaksi para hadirin setelah mendengar sambutan Gin-koh, ada yang merasa wajar, ada pulayang merasa kurang senang. Lain pula sikap Cia Ing-kiat yang kelihatan kaget dan heran, karena tamu-tamu yang tadi dalam balairung ini seluruhnya orang kosen. tapi nada sambutan Gin koh kedengarannya seperti ditujukan kepada angkatan muda yang baru mencari pengalaman dalam percaturan Bulim Tapi Cia Ing-kiat juga tahu bahwa Gin-koh sendiri juga bukan tokoh sembarangan. bahwa dia sudi menjadi pesuruh yang harus pergi datang melakukan perbuatan yang serba janggal, maka dapat dibayangkan bahwa majikan Hiat lui kiong pasti seorang yang luar biasa. Di saat Gin-koh bicara, suara tambur ditabuh makin gencar, seorang laki-laki baju hitam yang sejak tadi duduk dipojok bola balairung mendadak berdiri, teriaknya lantang . ,,Siapa sebetulnya majikan Hiat-lui-kiong. manfaat apa yang akan diberikan kepada kami, kenapa tidak lekas keluar, masih main teka teki segala." Laki laki baju hitam ini pernah dilihat Cia Ing kiat dikota kecil itu. dia bukan lain adalah Thi-giam-lo Utti Ou, begal tunggal yang kenamaan jahat. / Terangkat alis Gin-koh, katanya . "Tuan tak usah terburu nafsu, sebentar juga majikan pasti keluar." Utti Ou mengawasi Gin-koh, katanya dengan tertawa . "Manfaat apa yang akan ddiberikan oleh majikanmu, aku tidak kepingin, aku hanya ingin ...hanya ingin......" Sampai di sini dia tetap menatap Gin-koh sikapnya tampak kikuk dan malu-malu. Laki-laki kekar kasar dan beringas, terkenal jabat dan kejam lagi, mendadak didepan umum menunjukan sikap yang lucu begini, sungguh merupakan kejadian yaug menggelikan. Walau merasakan tatapan Utti Ou agak ganjil, namun Gin-koh tak bisa meraba jalan pikirannya, dengan tersenyum dia berkata. "Tuan ingin omong apa boleh terus terang saja." Seketika Utti Ou berseri kegirangan, mulutnya terpentang lebar hingga jambang bauk selebar mukanya berdiri kaku, giginya yang ptiih bagai siung serigala tampak menggiriskan, tampangnya yang jelek tak ubahnya setan dedemit ditengah kuburan. Setelah cengar cengir dia menuding Gin-koh, lalu katanya dengan sikap serius . "Coba lihat, aku hitam legam sekujur badan, kau sebaliknya seluruh tubuh perak kemilau, apakah kami berdua bukan pasangan yang amat setimpal ? Bagaimana kaiau kau menjadi isteriku." Pernyataan gamblang ini membikin hadirin melongo. Kalau ditengah suara tambur yang gencar hadirin sedang menunggu tuan rumah keluar, sekarang perhatian mereka tertuju kearah Utti Ou lalu menoleh kearab Gin koh pula, tiada seorangpun yang bersuara ternyata hadirin tiada yang merasa geli dan tertawa. Karena mereka juga sadar bahwa pernyataan Utti Ou betul-betul serius, bukan main-main. Bagaimana watak Gin-koh juga diketahui orang banyak, maka hadirin menduga Utti Ou bakal ditabrak dan dicaci maki, meski tinggi kepandaian Thi giam lo, bila membikin jengkel / dan malu Gin-koh, rasakan saja siksaannya. Umpama hatinya juga naksir ke pada begal tunggal ini namun dihadapan umum betapa dia mau menerima begitu saja lamarannya? Hadirin menunggu reaksi Gin-koh, hingga mereka tidak sabar bahwa suara tambur sudah berhenti. Alis Gin-koh tampak bertaut bibirnya bergetar, sebelum dia buka suara mendadak sebuah suara lembut welas asih dari seorang nyonya tua kumandang dari dalam. Gin-koh, masa remajamu kau sia siakan sampai sekarang masih belum menikah. Syukurlah sekarang ada orang yang melamar dirimu, sungguh menyenangkan dan patut diberi selamat " Suaranya tidak keras atau bemada tinggi, namun seluruh hadirin mendengar seluruhnya Pertama nenek tua ini menyebut nama Gin-koh kedengarannya masih jauh. namun dalam sekejap sudah dekat sekali, namun sang nenek belum juga muncul hadirin hanya melihat munculnya dua baris gadis gadis remaja yang jelita, pakaian mereka seragam putih panjang menyentuh lantai, rambut digelung di kedua sisi kepala, langkahnya lembut gemulai. Hadirin memperhatikan suara si nenek hingga tidak memperhatikan munculnya dua baris gadis-gadis jelita itu. Hanya Cia Ing-kiat yang menaruh perhatian, dilihatnya kedua barisan gadis gadis ayu itu kembali dipimpin oleh Toa-kui dan Siau-kui, tapi dandanan mereka sudah berbeda dengan tadi. Dua baris gadis-gadis jelita itu berjumlah dua puluh empat orang, mereka sudah berbaris dipinggir pintu, mendadak segelung angin keras mendesak tiba hingga hadirin serempak berdiri. Hanya orang aneh dan Lui-Ang-iug yang tetap duduk. Cia Ing-kiat juga hanya mengangkat pantat saja, lalu duduk pula. Saat itulah bayangan seorang berkelebat, seorang nenek perawakan tinggi lebih tinggi dari setiap laki laki yang hadir didalam balairung, rambut ubanan wajahnya bersih walas asih alispun memutih, tangannya memegang sebatang tongkat / panjang enam kaki sebesar lengan bocah tengah beranjak keluar. Kecuali perawakan yang tinggi, nenek ini tak ubahnya seperti nenek lainnya, hanya tongkat ditangannya itu bentuknya memang aneh, kelihatannya berwarna merah tua entah terbuat dari logam apa, kepala tongkat dihiasi kepala setan yang diukir sedemikian rupa hingga kelihatan seram. Begitu nenek itu muncul, hadirin tertegun diam, dengan senyum ramah, nenek itu menyapu pandang keseluruh hadirin. Seluruh hadirin berdiri kecuali tiga orang yang tetap duduk tapi sedikitpun dia tidak ketarik kepada ketiga orang ini, seolah-olah tidak melihat. Lalu dengan seri tawa manis, dia berkata pula kepada Gin-koh ."Gin-koh. apa yang kau ucapkan tadi memang sesungguhnya." Gin-koh, berdiri menjubluk, sikapnya sukar diraba. Sebaliknya Utti Ou yang berdiri tak jauh di ebelah sana seketika tertawa lebar, kelihatannya amat senang. Nenek itu angkat kepala memandang Utti Ou, katanya tersenyum . "Agaknya kau berminat mempersunting Gin-koh, dihadapan sekian banyak kawan Bulim, kuharap kau tidak bermain-main, kenapa masih berdiri saja tanpa bicara?" Dengan tertawa lebar seperti kera kegirangan mendapat buah Utti Ou garuk garuk kepala, lalu gosok telapak tangan, kaki tangan seperti gatal, tak tahu apa yang harus dilakukan. Tugas Rahasia Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Begitu muncul nenek ini lantas sibuk merangkap perjodohan Utti Ou dengan Gin-koh padahal kedua orang ini cukup punya nama dikalangan Kangauw bila kenyataan mereka terangkap mejadi suami isteri memang merupakan berita besar yang menyegarkan perasaan dalam Bulim, maka suara bisik-bisik hadirin terdengar di sana sini. Memangnya wajah Utti Ou sudah hitam seperti arang, kini wajah hitam itu bersemu merah kelihatannya menjadi amat ganjil. Sementara Gin-koh menunduk kepala tanpa bicara. Iblis perempuan yang / sering membuat kaum persilatan pusing kepala ini. Ternyata bersikap malu-malu kucing seperti gadis remaja, memang jarang terjadi dalam kalangan Kangouw perjodohan dari dua insan yang sudah lanjut usia masih malu-malu segala. Utti Ou masih garuk-garus kapala, tak tahu bagaimana dia harus bertindak maka diantara kerumunan hadirin seorang berteriak." Maling hitam, kalau kau dapat mempersunting Gin-koh sebagai isteri, sungguh setimpal dan menyenangkan, hayo lekas serahkan tanda mata" Hadirin tertawa gemuruh mendengar istilah "setimpal ' yang diucapkan orang itu. Perlu diketahui Thi-giam lo Utti Ou berilmu silat-tinggi, berangasan dan tidak tahu aturan, suka bertindak sembarangan, kaum persilatan tidak sedikit yang dibuat pusing olehnya, jikalau dia menjadi Gin-koh isteri maka sang bini akan selalu mengaturnya sehingga dia tidak bertindak sewenang-wenang lagi. hal inilah yang dinyatakan setimpal dan menyenangkan. Ditengah gelak tawa hadirin, tampak Utti-Ou membalik mata lalu melotot, serunya lantang. "Serahkan ya serahkan, memangnya aku takut apa ?" Mendengar ucapan yang banyol ini, Gin-koh yang tunduk kepalapun tak tertahan ikut cekikikan geli, diliatnya Utti Ou sudah meraba-raba pinggang, ditengah suara berisik Utti Ou mencopot sebatang ruyung besi tujuh puluh dua ruas, setiap ruas panjang setengah kaki. Semula banyak hadirin mengira Utti Ou hanya berpura-pura dan mau menggoda Gin-koh atau mencari alasan untuk melabraknya karena suatu persoalan pribadi, kini setelah dia mencopot ruyung besi, maju dua langkah dengan kedua tangan dia haturkan kepada Gin-koh, baru hadirin betul-betul melongo, tiada yang curiga bahwa manusia hitam ini hanya berkelakar saja. / Maklum ruyung besi milik Utti Ou merupakan salah satu pusaka dunia persilatan.kalau tidak dibelit dipinggangnya, mungkin sudah dirampas atau dicuri orang, maklum ruyung besi dibuat dari Hiantiat yang diperolehnya di Tian-lam, Utti Ou pandang ruyung besinya ini lebih berharga dari jiwa raga sendiri. Kalau Hiantiat dibikin senjata tajam, tajamnya luar biasa, dibeli ribuan emas juga tidak boleh, kaum persilatan memandangnya sebagai barang pusaka, kebanyakan orang setelah mendapat besi besi murni pasti membikin golok atau pedang, tapi Utti Ou ternyata untuk bikin ruyung yang runcing tanpa tajam sisinya boleh dikata manfaat Hian-tiat yang besar telah disia-siakan. Tapi dengan ruyung lemasnya ini Utti Ou sudah malang melintang diutara dan selatan betapa banyak jago-jago kosen yang di kalahkan dan terbunuh olehnya, sering dia membanggakan senjata ampuhnya ini. Ternyata Gin-koh juga berdiri melongo, Utti Ou berdiri didepannya. mata mereka saling nandang sejenak, namun sepatah kata-pun tak terucapkan. Disarhping kikuk merekapun malu pula. Akhirnya Gin-koh angkat tangan pelan-pelan mengelus ruyung besi itu, katanya . "Inilah senjatamu yang ampuh hingga kau terkenal, mana boleh aku menerimanya ?" Turun naik biji leher Utti Ou, akhirnya dia ngomong secara nakal . "Seluruh tubuhku bakal menjadi milikmu, memangnya aku harus kikir mempertahankan senjataku ?" Karuan haairin terpingkel-pingkel, wajah Gin-koh juga jengah seperti kepiting direbus tanpa bicara mendadak dia putar tubuh terus berlari masuk secepat angin. Utti Ou menggembor keras, segera dia mengudak. Tapi hanya dua langkah, mendadak dengan tertawa si nenek melintangkan tongkatnya menghadang Utti Ou. Dasar kasar dan dungu. Utti Ou tidak tahu kenapa mendadak Gin-koh berlari pergi karena gugup segera dia / memburu, betapa kencang daya gerakannya, seumpama sebuah menara yang mendadak ambruk. Tapi si nenek hanya seenaknya angkat tongkatnya melintang, tak kelihatan dia menggunakan tenaga, tampak tubuh Utti Ou seperti menumbuk dinding dan tertolak mundur, beberapa langkah. Dasar dungu Utti Ou makin gusar dan gugup, karena dicegat hingga tertolak mundur, dia makin murka, sambil menghardik sekeras guntur, tangannya menggentak ruyung lemas di angannya diayun untuk mengepruk batok kepala si nenek. D tengah seruan kaget para hadirin, si nenek kelihatan tetap tersenyum manis, tongkat ditangannya terangkat ke atas. "Plak" Ruyung besi itu telah ditekannya, Utti Ou menarik ruyung sekuatnya hendak menyapu tak nyana mendadak mendengar suara gemerincing,ruyung besi murninya itu mendadak mencelat lepas dari cekalannya. Perubahan terjadi mendadak dan singkat padahal hadirin menyaksikan dengan mendelong, tapi tiada satu pun yang melihat jelas bagaimana nenek tua melucuti senjata Utti Ou. Utti Ou sendiri juga bingung dan heran, hanya terasa segulung tenaga lembut yang kuat mendadak menerjang tiba tahu-tahu tangannya tergetar kesemutan maka ruyung besi itupun mencelat terbang dari cekalannya. Anehnya setelah terlepas dari cekalan Utti Ou, ruyung panjang itu tidak meluncur keatas, namun diudara membelok selincah ular sakti terus melurcur kedalam pintu ke mana tadi Gin-koh berlari masuk, hanya sekali berkelebat lantas lenyap tak karuan parannya. Karena kehilangan senjata maka Utti Ou berdiri menjublek ditempatnya tanpa bersuara. Terdengar nenek itu berkata dengan ter senyum . "Jargan kuatir, dihadapan sekian banyak orang, sudah tentu Gin-koh malu menerima tanda mata. sekarang aku sudah wakili dia / menerima tanda matamu, maka perjodohan kalian boleh serahkan kepadaku." Utti Ou masih melenggong. setelah mendengar penjelasan si nenek segera dia tertawa lebar pula. Sekali mengulap tangan, empat laki-laki pakaian ketat melangkah maju lalu mengapit Utti Ou berjalan kedalam. Maka suasana balairung menjadi ramai lagi oleh pembicaraan hadirin. Orang aneh itu berkata periahan. "Kungfunya makin lama makin tinggi, kelihatannya sudah mencapai taraf membolak balik saluran hawa murni, tingkat yang paling sukar diyakinkan.?" Lui Ang-ing mengangguk, katanya. Kukira demikian." Tak tahan Cia Ing kiat bertanya ."Siapakah sebenarnya nenek tua ini?" Lui Ang-in memandangnya, katanya." Dia hendak memaksa kau menjadi menantunya, masa kau tidak tahu siapa dia?" "Itulah yang dinamakan celaka dua belas." Ujar Cia Ing-kiat tersenyum pahit. Lui Ang-ing menatap Cia Ing-kiat, katanya. "Konon putri Kui bo Hun Hwi-nio cantik molek bak putri raja. tiada bandingan diseluruh negeri, bukankah rejekimu besar dapat mempersunting gadis jelita." Lui Ang-ing bicara setengah berbisik, tapi waktu Cia Ing kiat mendengar dia menyebut "Kui bo Hun Hwi-nio" Seperti mendengar guntur disiang hari kagetnya, seketika kepala pusing mata berkurang kaki tangan menjadi lemas, kalau waktu itu dia berdiri mungkin sudah roboh terkulai. Tiga puluhan tahun yang lalu Kui bo Hun Hwi-nio sudah merajai Bulim, waktu pertama kali berkecimpung di dunia persilatan usianya baru delapan belas, namun betapa banyak kaum persilatan baku hantam lantaran memperebutkan cintanya, sampaipun tokoh-tokoh ternama yang biasa / mengagulkan diri sebagai jago yang di senani dari aliran lurus juga tidak sedikit yang tergila-gila padanya, tidak sedikit diantara mereka rela menyerahkan segala miliknya termasuk ilmu silat perguruan yang pernah di yakinkan, maka tak heran bila Kungfunya semakin lihay, sekaligus dia menguasai belasan Kungfu, hal ini belum pernah terjadi dalam kalangan Bulim, bahwa seorang mampu meyakinkan belasan macam ilmu secara menyeluruh, meski kejadian sudah puluhan tahun berselang, tapi Cia Ing-kiat juga tahu ketenarannya. Waktu dirinya diculik Thi jan Lojin dan Gin-koh, pernah dia menduga, siapa gerangan tokoh kosen yang mampu menundukan kedua orang ini untuk dijadikan pesuruh. Bagaimanapun dia paras keringat, tetap tak teringat pida Kui-bo Hun Hwi-nio. Ing kiat tahu nenek ini adalah orang aneh pertama dalam Bulim. Kui-bo Hun Hwi nio, namun hatinya masih juga heran dan tak habis mengerti, tokoh setinggi Kui nio, kenapa mau menyerahkan putrinya kepadanya. Selama setengah tahun ini pengalaman Cia Ing-kiat cukup luas, pandangan pun terbuka, dia tahu Kim-Liong ceng yang didirikan ayahnya hakikatnya tidak berarti apapun dalam percaturan Kangouw, sebagai Siau-cengcu dari Kim-liong-ceng juga tiada harganya berkecimpung di Kangouw, apalagi dibanding putri Kui-bo Hun Hwi nio. majikan Hiat lui-kiong yang disegani. Lama dia terlongong, bila dia tersentak sadar, dengan suara kering dia bertanya; "Dia .... kenapa ingin mengawinkan putrinya dengan aku?" Perkataan Cia Ing-kiat diucapkan dengan suara perlahan, jelas bahwa pertanyaan itu dia tujukan kepada Lui Ang ing. tapi dia tidak memperoleh jawaban, waktu dia angkat kepala baru disadari bahwa keadaan balairung ini teramat sepi, tampak Kui bo Hun Hwi-nio memiringkan tubuh memandang kebelakang kerai mutiara dipintu samping, dibelakang kerai terdengan langkah lembut yang mendatangi dengan cepat. / Kejap lain kerai tersingkap, rraka pandangan hadirin mendadak terang terbeliak, seorang nona cantik bak bidadari sudah melangkak masuk. Nona cantik ini berusia sekitar dua puluh lima, wajahnya bukan saja rupawan juga bercahaya, begitu cantiknya hingga orang tak berani menatapnya lekat, siapapun yang melihatnya meski hanya sekilas, napas seketika sesak, demikian pula Cia Ing kiat menjublek ditempatnya. Dibelakang gadis cantik ini muncul pula seorang perempuan, tapi perawakannya tinggi besar, kaki tangan kasar, sekali pandang Cia lng-kiat kenal, perempuan ini bukan lain adalah salah saru dari Sam-tiau-cu yang berkuasa disungai bessr, yaitu Li-pi-lik. Berdebar jantung Cia Ing kiat, begitu melihat Li-pi-lik, rasa sesal seketika membayangi sanubarinya, rasa simpati pun timbul dalam relung hatinya. Diatas tanggul tempo hari perempuan kasar dia tinggal begitu saja, sekarang dia tidak perlu takut perempuan gede ini mengenainya, namun hampir saja dia bersuara memanggilnya. Kedua gadis ini beranjak masuk berdampingan, namun sorot mata seluruh hadirin tertuju kcwajah sicantik jelita, hingga balairung sebenar dan dihadirin sekian puluh orang, tapi sunyi senyap. Ditengah keheningan itulah mendadak Lui Ang-ing mengeluarkan dengus hidung yang cukup keras Dengus hidung itu sebetulnya tidak keras, namun dalam keadaan hadirin menahan napas, kedengarannya menjadi amat menyolok, Li-pi-lik menoleh lebih dulu menatap kearah sini, begitu melihat wajah Lui Ang-ing, seketika berobah air mukanya, sikapnya kelihatan gugup dan takut, mendadak dia menjerit serta berteriak. "Suhu, tolong, musuhku itu telah datang." / Hampir saja Cia Ing-kiat tertawa geli mendengar tingkah Li-pi-lik, setelah berpisah beberapa bulan watak perempuan gede ini ternyata tetap tidak berobah. Seluruh hadirin kaget oleh teriakan Li-pi-lik, Kui-bo Hun Hwi-nio juga menoleh arah Cia Ing-kiat bertiga, sorot matanya setajam kilat, begitu bentrok dengan pandangan orang Cia Ing-kiat seperti kena stroom, sekujur badan menjadi dingin, demikian pula rona muka Lui Ang-ing juga kelihatan lebih pucat Hanya sekiias Kui-boHun Hwi nio menoleh lalu melengos, bentaknya. Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo