Ceritasilat Novel Online

Patung Emas Kaki Tunggal 23


Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH Bagian 23


Patung Emas Kaki Tunggal Karya dari Gan K H   Entah karena jeri melihat wibawa Koan San Gwat yang besar atau melihat keadaan Ma Pek poh yang menderita, sepanjang jalan ini mereka tidak mendapat gangguan dan rintangan, meski dibebani tiga orang, sedikitpun unta sakti tidak merasa payah dan tenaga kaki nya sudah bisa berlari kencang seperti mengejar angin.   Hari kedua meeka sudah tiba di lereng sebuah gunung, tempat mana agak nya tidak jauh dari pondok desa yang mereka inapi beberapa waktu yang lalu.   Itu berarti bahwa jarak Jian coa kok tidak jauh lagi.   Saking senang Kang Pan menepuk nepuk leher unta sakti, katanya.   "Koan toako! Hampir tiba ketempat tujuan, kukira keparat ini tiada gunanya lagi, lebih baak di tinggalkan saja disini, supaya Lo pek (unta sakti) rada enteng bebannya."   Pergaulan dua hari yang cukup pendek membuat hubungan Kang Pan dengan Koan San Gwat semakin dekat dan intim, bukan saja dia membahasakan Koan San Gwat sebagai Koan toako, terhadap unta sakti iapun memanggil lebih mesra dengan sebutan Lo pek.   Terpaksa Koan San Gwat melompat turun dan melepas ikatan Ma Pek poh terus melemparkannya dipinggir jalan, karuan ia menjerit kesakitan.   Agakanya Kang Pan tidak tega, lekas ia ikut melompat turun, dari dalam bajunya ia keluarkan sebuah botol kecil dimana ia menuang sebutir pil merah terus dijejalkan ke mulut Ma Pek poh Katanya.   "Menurut perbuatanmu, memang setimpal dihukum mati cuma aku tidak tega melihat kau mampus dipinggir jalan, makanlah obatku dan istirahatlah sebentar, sejam lagi kau akan bebas bergerak selanjutnya kuharap kau bisa berkelakuan jujur dan baik, jangan mencari gara gara kepada kami,"   Kasiat pil obat ini ternyata amat mujarab, badan Ma Pek poh yang melepuh besar segera mengempes semangatnya jauh lebih baik, tapi dia masih bermuka getir dan merengek.   "Koan tayhiap Kang siocia terima kasih akan pengampunan kami berdua, tapi lebih baik kalian bunuh aku saja, kau kalian melepas aku pulang saja, Kaucu tidak akan mengampuni diriku....."   Berdiri alis Koan San Gwat katanya.   "Satu jam lagi kau bisa bebas seperti sedia kala, masakah tidak mampu melindungi keselamatan sendiri? Cia Ling im sendiri tidak akan punya waktu untuk mengurus dirimu..."   "Mesks Kaucu dalam waktu dekat tidak akan menemukan aku, kelak sama saja aku tidak akan bisa lepas dari genggamannya, kalau aku sampai terjatuh ketangan Kaucu siksaan yang kuterima sungguh tidak berani kubayangkan"   Kang Pan menjadi heran, katanya.   "Cia Ling im menugaskan kau membokong kami, kau sudah bekerja cukup baik, cuma kemampuanmu saja yang tidak becus, masakah karena hal itu Cia Ling im akan menjatuhkan hukuman kepada kau?"   "Kang siocia kau tidak tahu aturan aturan disiplin didalam Thian mo kau, setelah kami menerima suatu tugas, jikalau bisa sukses pahalanya sudah tentu juga besar, sebalikanya kalau gagal, hukumannya pasti amat berat, aku mendapat perintah untuk merintangi perjalananan kalian, akhirnya tidak terlaksana sesuai perintahnya, tidak bekerja menurut aturan tertentu pula..."   "Aturan tertentu apa?"   Tanya Koan San Gwat.   "Terhadap anggota bawahannyayang menerima tugas Kaucu ada memberikan sebutir pil beracun, bilamana kita gagal menunaikan tugas yang diperintahkan, untuk bunuh diri menggunakan pil racun itu, hanya diperbolehkan bunuh diri daripada ditawan...."   Koan San Gwat tertawa dingin, jengeknya.   "Disaat kau tahu kau tidak berhasil, kenapa tidak segera bunuh diri saja? "   Ma Pek poh menunduk kepala, ujarnya.   "Begitu tergigit ular seluruh badanku lantas melepuh dan kesakitan luar biasa, hakekatnya tidak bisa gerak secara bebas, Tayhiap mengingat diriku diatas unta lagi, sehingga pil obat ku itu terguncang jatuh didalam perjalanan."   "Cara mencari kematian ada banyak macam, masakah harus menggunakan obat racun saja, jikalaa kau memang bertekad gugur demi tugas, dengan cara apapun dapat kau lakukan, kenapa harus."   "Ucapan Tayhiap memang benar, namun hidup manusia di dalam dunia fana ini ada kalanya sesuatu persoalan tidak bisa diterapkan dengan keadaan tertentu atau dengan nalar saja diwaktu aku kena ditahan, memang aku tidak takut mati, soalnya aku tidak mampu bergerak, kini aku sudah bebas, justru aku tidak ingin mau lagi. Celakanya untuk hidup teruspun susah."   "Lalu apa kehendakmu? "   Tanya Koan San Gwat mengerut kening.   "Untuk bunuh diri aku sudah tidak punya keberanian, hati sudah jeri pula menghadapi hukuman berat tiada punya kemampuan melawan Kaucu lagi, maka harap Tayhiap suka berbelas kisihan silahkan bunuh aku saja." "Tidak mungkin! Aku sudah membebaskan kau berati tidak ingin membunuh kau !"   Tergerak hati Ma Pek poh, katanya tersipu sipu "Kalau begiru harap Tayhiap suka bawa aku serta, hanya menghamba pada Tayhiap baru jiwaku tidak terjatuh ketangan orang orang Thian mo kau kalau tidak, begitu kalian tinggal pergi, segera detang beberapa orang uuruk membereskan diriku..."   "Bohong!"   Sentak Koan San Gwat.   "Kenapa aku tidak melihat jejak mereka? "   "Disepanjang jalan ini, entah berapa banyak kaki tangan Thian mo kau yang tersebar luas mengawasi segala gerak gerik kita, karena Tayhiap meringkus diriku baru mereka tidak berani bertindak terhadap Tayhiap...."   "Jadi dengan meringkus kau sepanjang jalan ini berarti tindakanku tepat, terhindar berbagai rintangan dan halangan, meski sebenarnya aku tidak takut terhadap segala gangguan itu!"   "Terhadap gangguan itu sendiri sudah tentu Tayhiap tidak takut, tapi paling tidak bisa menghambat perjalanan Tayhiap satu hari lebih lama. Perjalanan secepat ini hanya memakan satu setengah hari, itu berati aku sudah membantu mempercepat setengah hari diantaranya."   "Jadi maksudmu kami harus mengucap terima kasih kepadamu malah !"   Olok Koan San Gwat tertawa.   "Meski aku tidak takluk kepada Tayhiap orang orang Thian mo kau tak akan mau percaya keadaan memaksa aku harus menyerah dan terima diperbudak saja kepada Tayhiap!"   "Aku tidak perduli kau menyerah atau takluk, melihat keadaanmu, memang patut aku melindungi keselamatanmu, cuma kini aku tiada tempo....." "Kalau begitu harap Tayhiap suka bawa aku serta, meski harus digantung di pantat unta juga bolehlah, hal itu akan lebih baik daripada aku kau tinggalkan disini."   "Tidak ! Tujuan yang akan kucapai cukup sulit, membawa kau menambah beban belaka dan lagi disana aku harus berhadapan langsung dengan Cia Ling im, disana belum tentu kau bisa selamat ..."   Gelisah dan gugup membuat Ma Pek poh mencak mencak dan hampir saja ia melelehkan air mata rengeknya.   "Kalau begitu Tayhiap kusilahkan menyempurnakan hidupku saja, lebih baik daripada jatuh ketangan orang orang Thian mo kau,"   Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu berpaling pada Kang Pan, katanya.   "Nona Kang! Apakah didalam satu jam ini dia bisa pulih seluruhnya ?"   "Tidak akan salah! Kalau Siau giok kena menggigit urat nadinya, jiwanya pasti sudah mampus, akupun tidak akan bisa menolongnya. Soalnya Siau giok mendengar pesan mu, hendak menawannya sebagai sandera, maka kadar racunnya hanya meresap kedasar kulitnya saja, setelah menelan obat pemunahku, satu jam lagi dia akan pulih seluruhnya seperti sedia kala."   "Baiklah orang she Ma!"   Ujar Koan San gwat.   "Aku percaya akan keteranganmu, aku akui secara tidak sengaja kau telah membantu sedikit mengatasi kesulitanku, maka kutunggu kau satu jam disini, setelah kau sehat kembali baru kutinggal pergi, kelak kau beruntung atau celaka terserah pada nasibmu sendiri....!"   "Jelas aku tidak akan selamat di bawah ancaman kekuatan Thian mo kau, kecuali ikut kau Koan Tayhiap, tiada tempat berteduh yang aman bagiku. Bahwa aku bsa menjadi begundal mereka tidak lebih hanyalah karena aku mengenal sendikit ilmu pengobatan terhadap hewan, maka aku diperbudak oleh Ki Houw untuk mencarikan unta serta melatih unta terbang hitamnya itu...."   Tergerak hati Koan San Gwat, tanyanya.   "Jadi unta terbang itu hasil dari pilihan dan didikanmu?"   "Ya, untuk menandingi dan menghadapi unta sakti kepunyaan Tayhiap ini, sejak lama aku sudah diperintahkan mencari seekor unta yang setanding untuk menghadapi unta sakti mu ini. Meski aku menemukan seekor itu, betapapun belum setanding menghadapi tunggangan Tayhiap yang sakti ini, karena kekalahan itu, Ki Houw sendiri sudah merasa sakit hati terhadapku, kini terjadi pula suatu peristiwa ini."   Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya.   "Kalau kau punya pengetahuan macam itu, ingin aku menguji kau, dapatkah kau mengatakan asal usul dari unta saktiku ini? Berapa umurnya tahun ini? Punya kemampuan khusus apa saja..."   Agakanya Pek poh sudah lupa akan rasa sakit badannya, bangkitlah semangatnya katanya.   "Unta sakti Tayhiap ini kelahiran dari Se ek, merupakan keturunan campuran dari naga dan unta liar, sejak jaman kuno turun temurun hanya ketinggalan seekor milik Tayhiap ini, dasar cerdik dan sakti langkah nya enteng secepat angin lalu, satu hari dapat menempuh seribu li pulang pergi, jalan digunung seperti jalan datar menerjang gelombang laksana berlaju dilautan tenang, apalagi dibawah asuhan dan bimbingan Tokko Bing gurumu, bukan saja pandai dan menjadi cerdik mengenal huruf dan bisa membaca, tidak sedikit pula ajaran silat yang berhasil dipahami, cuma sayang dia merupakan unta jantan, tidak bisa lagi melahirkan anak menyambung keturunan, sayang sekali kalau selanjutnya harus putus keturunan. Sejenak Koan San Gwat terlongong, katanya.   "Apa yang kau uraikan memang benar apakah benar dia tidak akan bisa melanjutkan keturunan? " "Unta biasa tidak setimpal menjadi jodohnya, hanya unta hitam milik Ki Houw itu sedapat mungkin bisa dipakai, tapi telah binasa oleh kekejaman Ki Hou!"   "Apakah kau tak bisa mencari yang lain? "   "Unta hitam itu sebenarnya merupakan binatang pilihan yang cukup pandai juga, cuma belum bisa menandingi kesaktiannya, kemungkinan aku masih bisa menemukan seekor yang lain yang cukup lumayan, cuma waktu sudah tidak memberikan kesempatan padaku."   "Asal kau dapat menemukan seekor jodoh, aku bersumpah akan melindungi keselamatanmu, sekali kali tidak akan kubiarkan orang orang Thian mo kau melukai seujung rambutmu"   Berjingkrak girang Ma Pek poh mendengar janji Koan San Gwat, serunya.   "Tayhiap sudah mengucapkan janjimu, aku pasti akan bekerja sekuat tenaga, bicara terus terang aku pun merasa sayang bila unta sakti ini sampai putus turunan....."   Koan San Gwat menuntun unta sakti kemari, dia turunkan semua perbekelannya serta Tok kak kim sin, senjatanya lalu diletakkan disamping Ma Pek poh dengan laku yang amat prihatin.   Dari dalam bajunya dia mengeluarkan sebentuk Bing tho ling, tanda kebesaran dari Bing tho ling cu serta se   Jilid buku tipis yang ia letakkan pula bersama senjatanya, katanya dengan serius.   "Ma siansing, sebelum ini memang aku berlaku kurang hormat kepada kau, kuharap kau tidak menjadi berkecil hati dan suka memaafkan kesalahanku itu, sekarang segala sesuatunya kuserahkan semua kepadamu...."   Dalam pada itu keadaan Ma Pek poh sudah berangsur angsur baik, bergegas ia melom pat bangun dari tanah serta serunya.   "Koan tayhiap! Apa apaan maksudmu ini? "   Dengan kereng dan penuh wibawa Koan San Gwat menjelaskan.   "Karena unta sakti ini bakal putus turunan maka guruku pernah beritahu kepadaku bahwa aku bakal menjadi generasi terakhir dari kejayaan Bing tho ling cu, tapi aku percaya, secara diam diam kubersiap siap, buku ini merupakan catatan hasil ciptaan Suhu didalam mendalami ilmu silat tingkat tinggi, Tok kak kim sin adalah senjata tunggal dari kebesaran Bing tho ling cu, sekarang semua kuserahkan kepada kau untuk menyimpan dan menjaga baik baik...."   Lekas Ma Pek poh menggoyangkan tangan. Tapi Koan San Gwat tidak memberi kesempatan orang buka suara, katanya lebih lanjut.   "Cia Ling im menjanjikan aku bertamu di Jian coa kok, mati hidupku sulit diramalkan, seumpama tidak beruntung aku menemui ajalku disana, kuharap Siansing menunggang unta sakti meninggalkan tempat ini. Sepihak kan harus berdaya untuk melanjutkan keturunan unta sakti ini, dilain pihak harap carilah seorang tunas muda yang benar benar punya bakat dan berhati luhur serta bajik untuk mewarisi jabatan Bing tho ling cu, pelajaran silat dalam buku itu, boleh silahkan Siansing juga membaca serta mempelajarinya tapi dasar pelajaran silatmu sudah cukup kokoh, tidak akan banyak membawa manfaat bagi kau, bagi calon penerus dari Bing tho ling Cu harus mengutamakan seorang yang berbakat tinggi dengan tanpa pernah mempelajari dasar ilmu silat cabang lain"   Ma Pek poh amat haru dan terketuk, sanubarinya, ujarnya.   "Begitu besar kapercayaan Tayhiap terhadap diriku? "   Koan Sangwat tetawa lantang, katanya "Terhadap unta sakti Siansing cukup kenal segalanya, sudah tentu kaupun amat sayang memandangnya sebagai milikmu pribadi, aku percaya Siansing tidak akan bikin aku kecewa, segalanya kuserahkan kepada kau untuk mengurusnya...."   Ma Pek poh berpikir sebentar lalu berkata.   "Aku akan bekerja sekuat tenaga sesuai dengan pesan Tayhiap, yang aku kuatirkan sulit terhindar dan kejaran orang orang Thian mo kau, aku tahu jago jago dalam kumpulan mereka cukup banyak." "Siansing tidak usah kuatir, asal aku tetap berada disini, Cia Ling im tentu tumplek perhatiannya pada diriku, orang lain tidak perlu dibuat takut, kalau Siansing tidak suka bentrok langsung, mengandal kekuatan lari unta sakti tentu dapat meninggalkan mereka jauh di belakang, tapi jangan sekali kali Siansing meningalkan punggung unta sakti, aku berani pastikan Siansing pasti akan selamat dan terlindung,"   Ma Pek poh tidak banyak bicara lagi, kedua mata dipejamkan, seolah oleh sedang merenungkan sesuatu, seperti pula sedang mengerahkan hawa murni untuk selekasnya memulihkan tenaganya.   Sebalikanya si unta agaknya juga tahu bahwa segera mereka akan berpisah, mungkin untuk selamanya, lekas ia menemui Koan San Gwat, mulutnya berbunyi aneh, maeanya memancarkan rasa iba dan berat berpisah, tak tertahan lagi air matanya meleleh keluar.   Tenggorokan Koan San gwatpun terasa tersumbat air mata sudah berlinang di kelopak matanya sambil mengelus ngelus bulunya yang halus berkatalah ia "Sahabat tua! Kau sudah mendengar kata kataku, dapatkah kau memahami perasanku?"   Unta sakti manggut manggut, air mata meleleh semakin deras.   "Sahabat tua, jangan kau bersedih, aku hanya mempersiapkan diri untuk menjaga segala kemungkinan, mungkin selekasnya kita sudah bertemu lagi, apakah kau rela dalam pertempuran kali ini aku mampus di medan laga? Aku adalah Bing tho ling cu dan kau adalah penyanggah dan tulang punggung dari Bing tho ling, sekali kali , pantang mengucurkan air mata !"   Lekas unta sakti menggeleng kepala mengeringkan air mata.   "Nah kan begitu, pergilah kesarang tinggalmu istirahat baik baik disana mungkin dalam waktu singkat Ma siansing sudah berhasil mencarikan teman hidupmu, setelah kalian melahirkan unta kecil, aku akan minum arak bagianmu !"   Unta sakti menggeleng tanda tidak setuju dengan ucapan Koan San Gwat. Koan San Gwat mejadi heran, tanyanya.   "Kenapa? Kau tidak ingin punya keturunan? "   Unta sakti menggeleng lagi lalu dengan kaki depannya diatas tanah mencoret coret dua huruf, lapat lapat huruf itu seperti berbunyi Menunggu kau Koan San Gwat bergelak tertawa, serunya."Untuk apa kau menunggu aku? Kan tidak bisa aku bantu kau melahirkan unta kecil!"   Unta sakti menunduk dan melengking keras tanda hatinya marah, lekas Koan San Gwat membujukanya.   "Sahabat tua, jangan marah, aku hanya guyon guyon saja. Sebalik nya kau jangan main main, bila kau punya keturunan Bing tho ling cu baru bisa hidup disanubari masyarakat dengan abadi........"   Unta sakti menggeleng kepala pula, dengan kaki depannya ia menulis beberapa huruf yang berbunyi. Melahirkan anak.... "Menunggu kau melahirkan anak....."   Koan San Gwat membaca lebih lanjut.   "Apakah maksudnya?"   Sekilas berpikir akhirnya ia tahu kemana juntrungan kata kata ini, ujarnya sambil tertawa lebar.   "Bagus sekali! Kau melahirkan unta kecil, aku melahirkan seorang putra, biarlah mereka yang mewarisi Bing tho ling, baik! Sahabat tua, aku pasti tidak akan menyia nyiakan harapanmu, asal aku tidak menemui ajal, aku tidak akan membiarkan Bing tho ling cu terjatuh ketangan orang lain, lega tidak hatimu ."   Unta sakti mendongak dan melengking suara panjang, dengan kaki depannya ia menulis satu huruf pula. Lekas ! Koan San Gwat menahan geli, katanya.   "Soal jodoh dan punya anak tidak bisa dibuat cepat pertama tama kita harus sama sama mencari jodoh"   Demikian asyik Koan San Gwat melayani untanya bicara serta hubungan mereka yang begitu intim membuat Kang Pan sarat haru tak tertahan ia mengalirkan air mata.   Tiba tiba unta sakti menggerakkan leher nya mendorong Koan San Gwat, lalu mengedip ngedipkan mata memberi tanda, lekas Koan San gwat mendapat tahu, cepat ia bertanya.   "Nona Kang! kenapakah kau? "   Lekas Kang Pan menghapus air mata dengan rikuh, jawabnya.   "Tidak apa apa, keakraban kalian membuat hatiku terharu...."   Mendadak unta sakti menggigit ujang baju Koan San Gwat, lalu di tanah ia menulis satu huruf lagi.   Dia! dengan kakinya ini dia menutul dua kali lalu menutul ke huruf cepat itu dua kali pula.   Koan San Gwat tahu maksudnya, dengan tertawa ia tepuk kepalanya serta serunya "Hus, jangan main main!"   Lekas ia menghapus huruf itu dengan telapak kakinya, kuatir terlihat oleh Kang Pan.   Akan tetapi Kang Pan keburu melihat semula merah jengah selebar mukanya, kejap lain dengan sikap mesra dan aleman segera ia maju menghampiri memeluk leher unta sakti, katanya "Terima kasih Lo pek! Aku apakah aku setimpal? "   Unta sakti manggut manggu t lalu memicingkan mata pula kearah Koan San gwat, keruan Koan San Gwat menjadi rikuh dan kikuk, terutama menghadapi pandangan mata Kang Pan hampir saja dia tidak berani beradu pandang.   Tapi Kang Pan tidak melepaskan kesempatan ini, tanyanya dengan suara lirih.   "Koan toako! Kenapa kau tidak bicara? "   Koan San Gwat menjublek ditempatnya sanubarinya sedang bergejolak, ia rasakan gentingnya persoalan ini.   Karena penolakannya secara tegas akan lamaran Liu Ih yu membuat orang menyeleweng menempuh jalan sesat sejak saat itu diam diam ia sudah dapat memahami dan menyelami betapa berbahaya dan menakutkan jiwa seorang perempuan yang kena diperalat oleh cinta asmara yang membabi buta.   Terutama mengahadapi Kang Pan dia adalah gadis remaja yang baru mekar dan belum mengenal kehidupan yang sesungguhnya, perasaannya jelas amat lemah dan masih liar lagi, sulit dia dapat membedakan antara cinta dan benci yang amat kuat mendasari jiwanya.   Sedikit meleset dan kurang hati hati ia menghadapi persoalan ini, Liu Ih yu kedua akan terjadi pula gara garanya, lebih celaka pula karena Kang Pan belum sematang Liu Ih yu, maka akibatnya akan jauh menakutkan.   Kalau sekarang juga ia melulusi permohonan orang, bagaimana pula kelak ia harus menghadapi Thio Ceng Ceng? Pikir punya pikir sekian lamanya baru dia memperoleh jawaban.   Jawaban yang lucu yang menggelikan, ia arahkan persoalan ini kepada pertanyaan soal cocok atau tidak.   Maka dengan tersenyum ia berkata.   "Nona Kang! Mengandal parasmu yang cantik serta ilmu silatmu yang tinggi, tidak sembarang kau memperoleh jodoh, maka pertanyaanmu itu seharusnya, diajukan orang lain, kukira jarang orang yang cocok untuk menjadi pasanganmu!"   Agakanya Kang Pan puas akan jawaban Koan San Gwat pada permulaan, maka secara spontan ia memberikan jawaban akan ucapan terakhir Koan San Gwat.   "Koan toako! Kau adalah laki laki pertama yang pernah kulihat, kau pula laki laki yang paling kuhormati dan kukagumi, aku kuatir kau tidak sudi mempersunting diriku, jangan kau singgung soal lain kecuali kau, selama hidupku tidak akan kupikirkan laki laki kedua!"   Koan San Gwat menjublek ditempatnya, tak tahu apa pula yang harus ia lakukan, sebalikanya unta sakti angkat kedua kaki depannya dan berjingkrak kegirangan.   Untunglah pada saat itu juga Ma Pek poh tersadar dari samadinya, terhitung dialah yang mengubah suasana kaku dan kikuk ini, agakanya dia tidak tahu menahu akan kejadian yang baru berlangsung.   Dengan hati hati ia membungkuk tubuh menjemput Bing tho ling cu terus disimpan kedalam baju, lalu diangkatnya pula Tok kak kim sin, setelah ditimang timang berat lalu dipanggul di atas pundak, katanya.   "Hanya senjata Tayhiap yang berat ini, dapatlah dibayangkan kenapa Bing tho ling cu kuasa malang melintang dan menggetarkan Kangouw soal nama dan gengsi sekali kali bukan diperoleh secara untung untungan. Maka terhadap calon pengganti atau ahli waris dari Bing tho ling cu sekali kali Cayhe tidak akan berani ambil keputusan sendiri, lebih baik kutunggu Tayhiap kembali saja...."   Tanpa menunggu Koan San Gwat men jawab, Kang Pan sudah menukas.   Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Persoalan itu tidak perlu kau banyak pikiran, kalau hari ini aku dan Koan toako terhindari dari bencana, dalam dua tiga tahun kami akan mengantar anak kami....."   Koan San Gwat melongo dan tidak tahu apa harus diperbuat, mukanya merah malu namun dengan suara mantap dan penuh keyakinan Kang Pan menambahkan.   "Aku hanya mematuhi maksud Lo pek, dia benar benar seekor binatang sakti yang mempunyai kepribadian manusia, cerdik dan bisa menulis lagi, tadi dengan tulisannya dia mengharap keturunan Koan toako kelak bakal menjadi ahli waris dari Bing tho ling cu. Lopek ! Benarkah begitu maksudmu ?"   Unta saku manggut manggut Kang Pan tertawa ujarnya.   "Lihat malah diapun dapat menjadi comblang, katanya supaya aku menikah sama Koan toako, Koan toakopun sudah setuju !"   Ma pek poh manggut manggut, sambil mengiakan katanya.   "Kalian menjadi pasangan sungguh merupakan karunia Tuhan ...."   Kata Kang Pan dengan tertawa riang "Sedapat mungkin kita akan selekasnya melahirkan anak dan kukirim ketempatmu untuk belajar silat, kelak biar menjadi penerus yang lebih gagah dan perwira sebagai tokoh besar yang lebih tenar!"   Ma Pek poh bergelak tawa, serunya "Keturunan naga melahirkan naga pula. anak kalian kelak pasti menjadi seorang besar yang tiada bandingan diseluruh jagat...."   Melihat sikap Kang Pan yang begitu serius dan sungguh sungguh, semakin berkerut pula alis Koan San gwat, terpaksa ia mendesak.   "Ma siansing, sudahlah lekas kau berangkat." -oo0dw0oo-   Jilid 25 "O YA! BIARLAH AKU MENUNGGU kabar baik kalian...."   Sebalikanya Koan San Gwat lantas berkata."Ma siansing! Mengenai calon ahli waris, kau harus hati hati, jikalau kau temukan anak muda pilihan yang benar benar berbakat, sekali kali jangan kau sia siakan kesempatan....."   Berubah air muka Kang Pan, katanya.   "Koan toako, bukankah tadi kau sudah setuju untuk mencalonkan anak kita sebagai ahli warismu? Kenapa pula kau ingkar janji? "   Sungguh Koan San Gwat amat kewalahan katanya menghela napas.   "Bukan aku ingkar janji, mati hidup kita sendiri masih merupakan persoalan...."   Kang Pan manggut manggut dan paham maksudnya, katanya.   "Aku tidak memikirkan kearah hal itu, begini saja! Tiada halangannya Ma siansing bersiap siap mencari seseorang calon, seumpama kami tidak mati, baru kau"   "Ya, aku akan waspada, untunglah untuk membimbing seorang tunas muda menjadi orang yang betul betul matang diperlukan masa yang cukup panjang, sembarang waktu masih bisa diubah."   "Betul! Ma siansing, lekaslah berangkat kami sudah menghabiskan banyak waktu!"   Demikian ujar Kang Pan. Unta sakti datang mendekat terus menekuk kaki depannya membiarkan Ma Pek poh naik kepunggungnya, Koan San Gwat tidak banyak bicara lagi, segera ia melambaikan tangan serunya.   "Ma siansing, hati hati dan bekerjalah dengan cermat! Sahabat tua, kaupun harus hati hati, pergilah ikut Ma siansing semoga kita masih bisa bertemu...."   Unta sakti manggut manggut, kakinya di pentang dengan langkah lebar ia tinggal pergi menuju kebarat laut.   "Ma siansing! Lo pek! Jagalah diri kalian baik baik, kami pasti segera melahirkan anak dan kubawa kepada kalian! Selamat bertemu! Selamat bertemu!"   Demikianlah teriak Kang Pan sambil melambaikan tangan. Koan San Gwat mengerutkan alis, katanya.   "Nona Kang, selanjutnya jangan kau tuturkan ucapanmu itu kepada orang lain!"   Kang Pan melengak katanya.   "Omongan apa? "   Koan San Gwat merandek sebentar baru berkata.   "Sudah tentu kata katamu yang barusan kau ucapkan kepada Ma siansing..."   Kata Kang Pan tertawa.   "Soal pesanmu terhadap Ma siansing adalah sebuah rahasia, sudah tentu aku tidak akan katakan kepada orang lain! Soal pernikahan kita..."   "Hal itu lebih tidak boleh kau katakan,"   Lekas Koan San Gwat menukas.   "Kenapa?"   Tanya Kang Pan tertegun.   "Meski aku tahu urusan, namun aku tahu soal pernikahan adalah urusan agung yang harus dibuat gembira, tiada alasan harus main sembunyi sembunyi, aku berpendapat bisa menjadi istrimu betapa bangga dan menyenangkan, ingin rasanya aku beritahukan kepada setiap orang."   Koan San Gwat menarik napas, ujarnya "Setelah kita menikah secara resmi sudah tentu kita boleh beritahukan kepada siapa saja, tapi sekarang belum terikat menjadi istri ...."   "Kukira tidak menjadi soal, yang jelas... toh kau sudah setuju soal pernikahan ini, aku tanpa kau pun tidak akan menikah cepat atau lambat masyarakat bakal tahu akan hal ini. Kenapa harus main rahasia segala? "   Apa boleh buat Koan San Gwat menjelaskannya.   "Pernikahan jelas memang suatu hal yang harus dibanggakan dan terjadi secara gamblang, tapi sebelum upacara resmi dilakukan masakah boleh setiap ketemu orang lantas cerita padanya, terutama bagi anak perempuan sebelum menikah...."   "Aku tidak paham,"   Sela Kang Pan sambil memonyongkan mulut.   "Sebelum dan sesudah menikah ada perbedaan apa...?"   "Sebelum menikah anak perempuan harus menjaga nama baik dan kesuciannya, meski sudah bertunangan, juga dilarang membicarakan soal hubungan antara laki laki dengan perempuan, kalau tidak orang akan mentertawakan dan menghina kita...."   "Aku tidak perduli dengan segala cemoohan atau obrolan mereka."   Ujar Kang Pan menggeleng kepala.   "Aku perduli!"   Sentak Koan San Gwat keras.   "Aku tidak bisa membiarkan kau menjadi bahan tertawaan khalayak ramai."   Melihat orang marah, terpaksa Kang Pan berlaku kalem, katanya lembut.   "Baiklah tidak kukatakan saja! Koan toako, jangan kau marah marah."   Melihat sikap aleman dan mesra orang, Koan San gwat menjadi luluh hatinya, katanya perlahan.   "Pethatikanlah baik baik! Aku tidak marah, hanya kuberitahu bagaimana jadi manusia bebas yang hidup dalam lingkungan adat istiadat yang mengekang segala tindak tanduk kita, didalam kebiasaan itulah kau tidak patut melakukan perbuatan seperti keinginanmu tadi!"   Kang Pan mengerling tertawa, katanya.   "Baik! Masih banyak yang belum kuketahui, kau harus pelan pelan menjelaskan kepadaku. Aku pasti mendengar nasehatmu, tapi adat istiadat itu sebetulnya kurang beralasan...."   "Banyak adat istiadat yang memang tidak memenuhi selera dan janggal, tapi manusia hidup diatas dunia ini mau tidak mau harus mematuhi segala aturan aturan lapuk itu! Perlahan lahan kau akan paham sendiri!"   Begitulah sembari bicara mereka melanjutkan kedepan. Entah berapa jauh kemudian tiba tiba dilihatnya Ma Pek poh putar balik dan sedang mendatangi dengan tergesa gesa. Cepat mereka menyongsong maju serta bertanya.   "Ma siangsing, kenapa kau putar balik lagi? "   Sahut Ma Pek poh dari atas unta.   "Tadi aku sudah menempuh kira kira dua li perjalanan, didepan sebuah toko dalam desa didepan sana kulihat dua orang, meskipun mereka mengenakan kedok samarannya, namun masih dapat kukenali bahwa mereka adalah Ki Houw dan Sebun Bu yam...."   Koan San Gwat melengak, tanyanya.   "Apakah mereka tak merintangi perjalananmu? "   "Tidak!"   Tutur Ma Pek poh.   "Melihat aku mendatangi menunggang unta sakti, kelihatannya Ki Houw hendak turun tangan tapi lekas Sebun Bu yam merintangi dengan menarik lengannya, karena gerak gerik mereka yang mencurigakan ini maka dapat kulihat kedok penyamaran mereka. Ki Houw menyamar sebagai petani, sementara Sebun Bu yam menutupi wajahnya dengan secarik kain, mengenakan pakaian laki laki."   "Cara bagaimana kau bisa mengenali penyamaran mereka? "   Ma Pek poh tertawa geli, ujarnya.   "Dada Sebun Bu yam amat montok meski mengenakan pakaian laki laki toh tidak dapat mengelabui pandangan seorang ahli seperti aku ini. Meski Ki Houw sendiri tidak menunjukkan suatu tanda khusus, namun sepasang matanya itu memancarkan hawa beringas yang sesat, sudah lama aku bergaul dengan dia, sekali pandang lantas konangan,"   Koan San Gwat berpikir, katanya kemudian "Tentu mereka sedang menunggu dan hendak mempersulit aku."   "Betul !"   Sahut Ma Pek poh.   "Semula begitu melihat unta sakti ini, tentu mereka menyangka Tayhiap yang datang, untunglah mata Sebun Bu yam cukup celi, dia lebih dulu melihat aku yang bercokol diatas unta maka lekas lekas menarik lengan Ki Houw, maka aku bisa lewat dengan leluasa. Kuatir Tayhiap kena dijebak maka aku putar balik kemari memberitahu Tayhiap supaya kalian tidak terjebak kedalam perangkap mereka."   Setelah menepekur akhirnya Koan San Gwat berkata.   "Baiklah, aku sudah tahu terima kasih akan pemberitahuan ini, silahkan kau berangkat lagi lebih dulu !"   "Jangan!"   Tiba tiba Kang Pan menyela.   "Sekali mereka sudah memberi kelonggaran kepada Ma siansing tentu tidak akan mereberikan kedua kalinya apalagi jejak mereka sudah konangan, apakah Lo pek cukup mampu menerjang lewat rintangan mereka berdua? "   "Analisamu cakup beralasan"   Demikian ujar Koan San Gwat.   "Meski Lo pek cukup sakti, namun untuk menerobos sergapan dari kekuatan mereka berdua, mungkin memerlukan tenaga yang bukan kecil..."   Berpurar biji mata Kang Pan, tiba tiba ia berkata.   "Kalau Ma siansing hendak lewat dengan aman dan tidak kurang suatu apa, aku mendapat sebuah akal!"   Lalu ia suruh Ma Pek poh maju mendekat bertiga mereka berbisik bisik merundingkan sesuatu. Akhirnya terdengar Koan San Gwat berseru memuji.   "Bagus sekali! Nona Kang, akalmu ini cakup baik, biarlah kita bekerja menurut rencanamu."   Mendapat pujian Kang Pan berseri tawa lebar kesenangan. Sebalikany Ma Pek poh merengut dan sungkan, katanya.   "Cara itu memang dapat membebaskan aku dari kesulitan tapi kalian berdua"   "Tidak menjadi soal !"   Ujar Koan San Gwat goyang tangan.   "Ingatlah akan tugasmu yang berat, nasib unta sakti dan masa depan Bing tho ling cu berada ditangan Siansing, aku harap kau tidak banyak kuatir dan main sungkan segala....."   Terpaksa Ma Pek poh manggut manggut, urusan akhirnya berkeputusan dan mereka mulai bekerja menurut rencana.   Unta sakti berlenggang kedepan pelan pelan dengan Ma Pek poh tetap bercokol dia atas punggungnya.   Sikap orang yang duduk di punggung unta kelihatan amat tegang dan was was, sementara gerak gerik serta langkah unta sakti kelihatan tidak wajar dan seperti risi dan keri.   Untunglah jarak satu li akhirnya mereka tempuh dengan susah payah, desa yang dimaksud disebelah depan sudah kelihatan dari kejauhan kira kira puluhan tumbak dari warung kecil di pinggir desa, dari dalam rumah mendadak menerobos keluar seorang laki laki berpakaian petani, panggulnya menyandang sebuah pacul besi, mencegat ditengah jalan ia membentak dengan murka.   "Ma Pek poh! Kau bangsat yang makaa dilain membantu orang luar, masih hendak lari kemana kau?"   Laki laki itu memang samaran Ki Houw samarannya memang cukup pintar, bentukanya sekarang sama sekali lain. Mendengar Ma Pek poh buka mulut lantas mengenali dirinya, seketika ia tertegun, kiranya sambil menurunkan caping diatas kepalanya.   "Ma Pek poh! Cara bagaimana kau bisa kenali aku? "   Ma Pek poh tersenyum manis, ujarnya.   "Penyamaran Ki congkoan cukup lihay, hamba hanya mana bisa tahu, cuma hamba punya suatu keahlian yaitu memelihara dan menundukkan binatang, dapat pula membedakan bau rengus dari berbagai jenis binatang, dari bau itulah hamba dapat mengenali Ki congkoan..."   "Badanku ada bau apa?"   Tanya Ki Houw melengak.   "Kalau dikatakan mungkin Ki congkoan bisa marah, karena bau di atas badan Ki congkoan amat istimewa dan lain dari yang lain meski berada ditempat jauh empat lima li hamba juga merasakannya!"   Ki Houw menjadi tidak sabar, sentakanya.   "Jangan ngelantur! Lekas katakan badanku ada rasa bau apa? "   "Bau badan Ki eongkoan tidak akan sama dengan bau manusia, namun mirip benar dengan bau amis badan keledai!"   "Kunyuk."   Seketika Ki Houw berjingkrak gusar.   "Kemarin didepan mata. berani kau menghina dan memaki aku!"   Ma Pek poh tergelak tertawa, serunya.   "Bukan saja bau badan Ki congkoan seperti bau apek badan keledai, sampai suara bicaramupun seperti dengus dan berbenger keledai malah."   Sudah tentu Ki Houw amat murka mendengar olok olok yang menyakiti hati nya ini, kontan pacul diatas pundaknya terangkat terus menyapu keatas.   Sikap Ma Pek poh amat tenang, seakan akan sedkitpun tidak melihat akan serangan dahasyat ini, disaat pacul besi lawan sudah hampir saja mengenai perutnya....   Dari biwah perut unta sakti mendadak menerobes keluar sesosok bayangan, sebat sekali menyambut kedatangan samberan pacul terus didorong mundur, sedemikian besar daya tolakannya ini sampai Ki Houw ikut tersurut mundur beberapa langkah.   Setelah berdiri tegak terlihat oleh Ki Houw orang yang merintangi dirinya ini ternyata adalah Kang Pan.   Karuan ia melongo di tempatnya.   Sementara Ma Pek poh bergelak tertawa terpingkal pingkal diatas unta, serunya.   "Ki congkoan, nona Kang mendapat kabar katanya daging keledai dari Samsay amat gurih dan enak rasanya, dia ingin coba mencicipi jangan kau membuatnya kecewa. Maaf aku tidak bisa melayani kau lama lama."   Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa orang itu adalah Sebun Bu yam adanya, meski dia menyamar dengan pakaian laki laki dan menutupi mukanya pula.   Tapi seperti yang dituturkan oleh Ma Pek poh, kedua buah dadanya yang montok besar itu lapat lapat masih kelihatan, apalagi diwaktu ia bergerak kelihatan lebih nyata pula, terpaksa Ma Pek poh menghentikan tunggangannya, serunya tertawa terloroh loroh sambil menuding dada orang.   "Sebuh huhoat! Tidak pantas kau mengenakan pakaian laki laki, seorang laki laki masa punya dada yang sedemikian montok dan menggiurkan, sungguh lucu dan ganjil sekali...."   Karena mukanya tertutup, jadi sulit mengetahui bagaimana perubahan air mukanya tapi dari gerak geriknya, terang Sebun Bu yam sudah naik pitam dan amat murka.   Begitu menyingkap baju ia segera mengeluarkan sebuah bumbang bambu yang dicat merah, panjang kira kira satu kaki sebesar lengan bocah, dengan garang matanya mendelik sementara tangan yang lain sudah siap hendak membuka tutup bumbung yang terbuat dari kapok kapas.   Disebelah sana lekas Ki Houw berteriak "Sebun huhoat, jejak musuh belum kelihatan jangan kau sembarangan gunakan...."   Dari bawah perut unta sakti tiba tiba keluar Koan San Gwat, serunya tertawa seraya bertepuk tangan.   Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Aku ada disini, kalian punya pusaka apa untuk menghadapi aku, silahkan keluarkan saja, jangan sungkan, ingin aku lihat barang permainan apa sih......"   Lalu ia tepak pantat unta sakti dan berkata pula.   "Sahabat tua! Bikan susah kau saja, sungguh aku menyesal, sekarang kami sudah turun, silahkan kau berangkat lebih dulu."   Unta sakti segera pentang keempat kakinya berlari pergi bagai terbang.   Ternyata karena hendak muncul secara tiba tiba dan tidak terduga untuk menggertak dan merintangi Sebun Bu yam dan Ki Houw supaya unta sakti membawa Ma Pek poh pergi dengan selamat mereka menggunakan cara yang diusulkan Kang Pan, yaitu mereka berdua sembunyi dibawah perut unta sakti menggunakan bulu bulunya yang panjang untuk menutupi badan, tak heran gerak gerik jalan unta sakti tadi kelihatan berat dan risi serta keri.   Dengan mendelong Sebun Bu yam dan Ki Houw mengawasi unta sakti berlenggang pergi karena dihalangi oleh Koan San Gwat berdua.   Tapi tujuan, utama mereka memang terhadap Koan San Gwat, lekas Ki Houw mendekat Sebun Bu yam, sementara Kang Pan juga kumpul bersama Koan San Gwat.   Dalam pada itu Ki Houw menanggalkan topi caping nya, sementara Subun Bu yam sudah mencopot pakaian luar dan kain penutup mukanya, Koan San Gwat jadi geli, godanya.   "Kenapa kalian merubah bentuk lagi bukankah samaran begitu lebih baik? Untung Ma Pek poh mengenali samaran kalian, kalau tidak bagaimanapun aku tidak akan kenal tampang kalian sekarang yang lucu ini ..."   Ki Houw menjengek dingin.   "Sekarang sudah kau ketahui juga tidak menjadi soal, karena tujuan kami menghalangi kau maju ke depan, batas perjanjian tiba hari belum lagi tiba mimpimu jangan harap kau bisa tiba disana."   Koan San Gwat tersenyum, tanyanya.   "Apakah Cia Ling im berjanji bertemu di Jian Coa kok bersamanaku?"   "Kau sudah tahu kenapa banyak tanya segala? "   "Dia minta bertemu di Jian coa kok, tentunya hendak menggunakan Coa sin untuk nenghadapi aku, tapi batas tiga hari perjalanan, sisa dua hari yang lain, dengan cara apa ia hendak membujuk dan menundukkan Coa sin? Apakah Coa sin sudi mendengar obrolannya?"   "Setelah tiba waktunya, pasti kau akan itahu segalagalanyai"   Justru aku tidak sabar menunggu, ingin kususul kesana melihat kenyataan."   "Tidak mungkin!"   Seru Sebun Bu yam bengis.   "Kaucu bilang tiga hari ya tiga hari, sebelum tiba waktunya sekali kali kau dilarang kesana, maksud kami justru merintangi kau kesana."   "Aku tidak peracaya kalian mampu menghalangi aku. Ma Pek poh sudah megcobanya sekali akibatnya dia malah menyerah dan tunduk kepadaku, kalian...."   "Kami berdua jangan kau samakan dengan Ma Pek poh. Kausu ada pesan bila kau hendak main kekerasan, segera bunuh saja habis perkara."   Koan San gwat terbahak bahak, serunya.   "Tujuan utama Cia Ling im memang hendak membunuh aku, kalau kalian mampu melaksanakan kenapa harus masih ulur waktu sampai tiga hari lagi? " "Orang she Koan, jangan kau takabur untuk membunuh kau sebetulnya Kaucu tidak perlu banyak mengeluarken tenaga, soalnya beliau dulu pernah kau tusuk sekali, sakit hati ini harus dia balas dengan cara pertandingan pedang, maka jiwamu bisa bisa terulur sampai sekarang, tapi jikalau kau sudah bosan hidup, kami bisa bantu kau lekas mampus"   Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya.   "Untuk membalas sakit hati luka luka pedangnya itu, tidak pantas Cia Ling im mencari Coa sin untuk membantunya, menurut apa yang kuketahui, paling paling Coa sin hanya ilmu silat yang maha tinggi soal ilmu pedang amat biasa aja...."   "Perseten dengan obrolanmu."   Demikian damprat Ki Houw.   "Bagaimana pesan Kaucu begitulah aku menunaikan tugas, mau percaya tidak terserah kepada kau, kalau kau memang tidak takut mati, marilah coba coba."   "Manusia siapa yang tak takut mati mendengar ucapanmu ini, aku jadi tidak berani mempertaruhkan jiwaku untuk menyerempet bahaya, terpaksa baiklah kutunggu sampai tiga hari seperti batas yang dijanjikan saja."   Habis berkata Koan San Gwat lantas tarik tangan Kang Pan hendak tinggal pergi, sudah tentu perbuataanya ini berada diluar dugaan Ki Houw, sejenak ia melengak, buru buru menyusul maju sambil mengayun paculnya, serunya "Koan San Gwat pulang atau pergi sama saja bakal mampus, kenapa kau tidak sekarang saja mencari jalan kematianmu?"   "Wah, aneh benar kata katamu ini,"   Demikian sindir Koan San Gwat menyeringai dingin.   "Kau melarang kami melanjutkan perjalanan, kini melarang kami kembali."   "Kaucu ingin membanuh kau di bawah tusukan pedangnya, sebaliknya ingin rasanya aku segera dapat membunuh kau. Maka kuharap silahkan kau coba menerjang maju kedepan."   "Tidak!"   Sahut Koan San Gwat geleng kepala.   "Biar hidup sehari lebih lama jauh lebih enak daripada mati konyol,"   Sembari berkata ia sudah putar badan hendak tinggal pergi pula. Saking gugup Ki Houw berpaling kepada Sebun Bu yam, teriaknya "Sebun hu hoat, apa lagi yang sedang kau tunggu? Lekasilah turun tangan!"   Tak nyana Sebun Bu yam malah menggeleng kepala, ujarnya "Tidak! Aku harus mematuhi perintah Suheng, kalau dia tidak mau main terobos dengan kekerasan, akupun tidak akan turun tangan, biar Suheng sendiri yang membereskan dia."   Jelas bahwa bujukan dan desakannya tidak berhasil terpaksa Ki Houw menghadapi Koan San gwat pula serta mengumpat caci "Orang she Koan, kau memang manusia durjana yang lemah dan takut mati, kau ini anak haram dan hina dina, kau adalah keturunan liar yang tak pantas menjadi manusia"   Untuk memancing kemarahan Koan San Gwat supaya orang mau turun tangan, Ki Houw menggunakan segala makian yang paling kotor.   Namun sikap Koan San Gwat tetap wajar seperti tidak mendengar belaka, sebalikanya Kang Pan tidak tahan lagi, dampratnya "Bedebah! Mulutmu ini memang terlalu kotor dan perlu disikat !"   Lekas Koan San Gwat menahannya, katanya tersenyum.   "Nona Kang! Anjing gila sedang menggonggong kenapa kau hiraukan ocehannya? "   Namun Kang Pan masih uring uringan omelnya "Tapi aku sebal dan tidak bisa kubiarkan dia berani menghina kau !"   "Kalau anjing sedang menggonggong anggap saja kau tidak mendengar. Tujuannya adalah hendak membunuh aku, namun dia tidak berani membangkang perintah Cia Ling im, maka sengaja dia menyakiti perasaanku, supaya aku kena tipu muslihatnya dan dia punya alasan yang tepat untuk turun tangan..."   Kang Pan tidak percaya, selanya.   "Masa kau percaya bahwa mereka betul betul membunuh kita?"   "Bahwa dia begitu besar tekadnya supaya lekas aku turun tangan, kemungkinan sudah mempersiapkan suatu muslihat yang cukup sempurna, bukan aku takut mati, namun kalau mampus di bawah perangkap keji lawan yang licik macam mereka ini sungguh penasaran dan tiadi harganya...."   Tak tahan Sebun Bu yam bertanya.   "Darimana kau bisa tahu bila kami hendak menghadapi kalian dengan perangkap licik?"   Koan San Gwat bergelak tertawa besar, u jarnya "Mengandal tampang kalian berdua yang tidak becus ini, kalau tidak mengandal tipu muslihat licik, masakah berani mentang mentang berdiri dihadapanku, kalau tidak langsung sejak tadi kalian sudah mencawat ekor dan sembunyi ke tempat yang jauh, jangan kata berani unjuk diri menongolkan kepala pun pasti tidak berani!"   Kata kata ini mengobarkan amarah Sebun Bu yam.   "Sret"   Kontan ia mencabut pedang, teriak nya beringas sambil mengacungkan pedang.   "Koan San Gwat, aku hanya pernah dengar katanya betapa tinggi ilmu silat dan permanian pedangmu, namun selama ini belum pernah menjajal mohon petunjuk kepada kau. Malah ingin aku menempur kau dengan sebilah pedangku ini!"   Raut muka Ki Houw mengunjuk sekulum senyum licik yang sadis, dari samping ia menghasut.   "Sebun hu Howe! Jangan kau kena ditipu olehnya, ilmu pedang bocah keparat ini jauh lebih lihay dari gurunya, Lim Hiang ting sendiripun sudah bukan lawannya, mana kau mampu melawan dia?"   Kata katanya terakhir lebih mengobarkan amarah Sebun Bu yam, dampratnya berjingkrak.   "Kentut! Lim Hiang ting terhitung golekan apa?"   Seperti menyiram minyak diatas api unggun, Ki Houw menambahkan.   "Tapi, Kaucu masih amat kangen dan tidak melupakan selama lamanya,"   Mungkin Sebun Bu yam paling pantang mendengar kata kata ini, tiba tiba ia membalik badan berbareng pedangnya menyambar balik membabat kearah Ki Houw malah. Ki Houw lekas melejit menyingkir, teriakanya.   "Sebun Hu hoat, jangan kau salah mengincar lawan, kalau hendak adu jiwa lawanlah Koan San Gwat, dialah murid Ui ho, Lim Hiang ting sekarang sudah jadi istri Ui ho, hanya membunuh bocah keparat ini, baru kau bisa memancingnya keluar...."   Seperti sudah gila Sebun Bu yam segera putar tubuh terus menerjang kearah Koan San Gwat dengan kalap.   Lekas Koan San Gwat melolos pedang menangkis menyampoki nya terhuyung kesamping, sementara hatinya amar mendelu dan kasihan.   Agakanya perempuan jelek ini amat kepincut dan berkelebihan cintanya terhadap Cia Ling im, sebalikanya Cia Ling im diam diam mencintai Lim Hiang ting, sementara Lim Hiang ting justru jatuh cinta kepada gurunya yaitu Tokko Bing, hingga terjadilah tragedi yang berkepanjangan sampai sekarang ini.   Seperti anjing gila yang kesurupan setan Sebun Bu yam menyerbu datang pula dengan kalap, lagi lagi Koan San Gwat harus acungkan pedangnya menyongsong maju, kali ini ia gunakan tajam pedangnya, betapa tajam dan lihaynya Ui tiap kiam ditangannya.   "Trang"   Pedang panjang Sebun Bu yam seketika putus menjadi dua potong, lebih celaka lagi lengannyapun kena tergores luka panjang, untung Koan San Gwat masih menaruh belas kasihan lekas lekas menarik pedang ditengah jalan, kalau tidak sebuah lengannya ini tentu sudah kutung dan menjadi cacat.   Seperti diketahui dibagian depan cerita sewaktu di Sin li hong dulu, Sebun Bu yam pernah mengorbankan kedua tangannya untuk menolong jiwa Cia Ling im dari ancaman pedang Koan San Gwat, tapi hari ini Koan San gwat menjadi tidak tega hati menurunkan tangan keji, terutama ia melihat bahwa kedua tangan Sebun Bu yam sekarang adalah sepasang tangan palsu.   Dikatakan tangan palu karena kedua tangannya itu bukan asli miliknya, itulah tangan orang lain yang ditrapkan atau disambung dengan kedua lengannya setelah melalui oprasi jangka panjang, cara oprasi menyambung tangan macam ini di bidang ilmu pengobatan memang suatu hal yang menakjubkan, tapi serta ia teringat bahwa ayah Thio Ceng ceng, yaitu Thio Hun cu pun terima menjadi antek dalam Thian mo kau.   maka kejadian ini tidak perlu dibuat heran.   Betapa tingginya pengetahun pengobatan Thio Hun cu, mungkin hanya mertuanya sa yaitu Soat lo thay thay yang dapat menandinginya.   Dengan tangan asli menyambung tangan yang lain, sudah tentu bukan menjadi persoalan bagi dirinya.   Cuma betapapun lihay dan tinggi keahlian seorang tabib dalam menyambung tangan yang sudah kutung itu, sedikit banyak masih meninggalkan cacat dan tidak bisa menjadi wajar seperti sedia kala, maka mau tidak mau permainan ilmu pedang Sebun Bu yam dengan sendirinyapun jauh menurun dari sejak mulanya dulu, apa lagi gerak gerik kedua tangan palsunya tidak begitu cekatan lagi.   Pek hong kiam milik Koan San Gwat dulu kini sudah dicuri oleh Liu Ih yu, pedang yang berada ditangannya ini adalah Ui tiap kiam yang dapat ia pinjam dari ibunya.   Bicara soal pedang Ui tiap kiam masih jauh lebih sakti dari pada Pek hong kiam, tapi bagi Koan San gwat, Pek hong kiam jauh lebih mencocoki seleranya, terutama bila dia perlu mengembangkan Tay lo kiam hoat.   Alasan Tay lo kiam hoat yang diselami oleh Mo li Oen Kiau biasanya mengandal Pek hong kiam untuk latihan, kalau menggunakan Ui tiap kiam malah tidak bisa menunjukkan perbawa semula yang angker dan penuh.   Namun demikian Sebun Bu yam toh tidak kuasa melawannya, kutungan pedang dibuang lekas ia mendekati luka luka dilengannya, kedua biji matanya memancarkan sorot buas, liar dan beringas.   Dari samping Ki Houw menyeringai dingin pula.   "Bagaimana Sebun Hu hoat! Betul tidak kata kataku! Tempo dulu bocah keparat ini mengutungi kedua tanganmu, meski kini sudah diganti yang baru, bagaimana juga terpaut terlalu jauh dari yang asli, masih untung kau terluka ringan, asal dia mau mengerahkan sedikit tenaga, tanggung seluruh lenganmu yang sudah buntung. Thio Hun cu tidak akan mampu lagi mengoperasi menyambung dengan lengan orang lain pula...."   Kata kata ini tepat mengenai borok lamanya, cepat ia melompat mundur rada jauh seraya berteriak dengan beringas.   "Ki Houw! Siappp!"   Sementara bumbung bambu itu sudah dicekal pula ditangannya. Ki Houw angkat paculnya, katanya ringan.   "Nah, semestinya sejak tadi kau sudah bertindak begitu, kenapa pula harus mandah terima dilukai dulu."   Sambil gertak gigi Sebun Bu yam segera mencopot kapuk kapas yang menutup mulut bumbung bambu itu.   Sementara Ki Houw mengetuk ngetuk ujung paculnya sehingga mengeluarkan suara yang menusuk kuping dengan nada dan irama yang tertentu.   Begitu Sebun Bu yam meneriaki Ki Houw bersiap, diam diam Koan San gwat sudah bersiaga menghadapi segala kemungkinan, dia melihat bumbung itu ditutupi kapuk kapas maka ia menduga isinya tentu semacam asap atau kabut beracn yang jahat, lekas lekas ta menutup hidung menahan napas, disampmg itu ia angkat tangan memberi tanda kepada Kang Pan suruh orangpun siap siaga.   "Koan toako!"   Ujar Kang Pan menggoyang tangan sambil tertawa.   "Tidak menjadi soal memangnya kau sangka aku takut menghadapi racun..."   Belum habis ia bicara, tiba tiba ia menjerit kaget dan tersentak mundur, cepat sekali ia melejit kesamping Koan San Gwat serta ia tarik lengannya, sikapnya amat gelisah dan gugup serta takut lagi, serunya.   "Koan toakol Hati hatilah, binatang itu amat lihay...!"   Koan San gwat sendiri sih bersikap adem ayem, karena yang merayap keluar dari bambu bambu itu hanyalah dua ekor kelabang panjang satu kaki, meski bentukanya kelihatan jelek dan menjijikan, namun gerak geriknya amat lamban dun malas malasan.   Maka dengan pongah Koan San gwat berkata.   "Sebun Bu yam, jadi kau mengandal kedua ekor binatang ini untuk mengadapi aku..."   Raut muka Sebun Bu yam amat perihatin, bibirnya mencebir dan mendesis keras dan cepat, suaranya berpadu dengan ketukan pacul Ki Houw dengan adanya perpaduan suara yang memimpinnya, kedua kelabang itu bergerak dari kanan ke kiri, merambat maju lambat lambat, badan mereka memancarkan warna merah yang terang menyala, pasangan kakinya yang banyak itu bergerak gerak sangat menjijikan ke depan.   Cekalan Kang Pan senakin kencang malah mulai gemetar.   Koan San Gwat menjadi keheranan dan tidak habis nengerti, tabyanya.   "Nona Kang! Kenapa kau begitu menjadi ketakutan? "   Jawab Kang Pan dengan suara gemetar.   "Memangnya aku paling takut pada kelabang mereka adalah satu satunya lawan tertangguh dari binatang ular...."   Koan San gwat sambil tertawa sombong.   "Kelabang dapat mengatasi ular, belum tentu mampu mengatasi kita, legakan saja hatimu. Lihatlah aku, nanti kalau maju lebih dekat lagi, biar sekali tebas kubunuh mereka..."   Di mulut ia bicara sombong, secara diam diam ia bersiap waspada karena dia tahu bila Ki Houw dan Sebun Bu yam mau menggunakan kedua binatang berbisa ini pastilah mereka merupakan musuh musuh yang jahat yang amat tangguh pula.   Apalagi dari nada bicara Ki Houw tadi, seolah olah ia anggap kedua binatang ini benar benar merupakan terampuh untuk membunuh dirinya.   Lambat namun pasti kedua ekor kelabang itu merambat maju terus, setelah ada dekat bentuk asli mereka sudah terlihat jelas seluruh panjang tubuhnya terbagi dalam tiga puluh enam ruas, setiap ruasnya tumbuh sepasang kaki lembut.   Ruas terdepan dan paling besar adalah kepalanya, dimana tumbuh sepasang sungut yang berdiri tegak, namun berwarna hitam legam, mulutnya mendesis menyemburkan kabut tipis warna kehijauan.   Koan San Gwat tidak tahu, kelabang itu sendiri yang bisa melukai orang atau kabut hijau yang tersembur dari mulutnya yang dapat melukai orang.   Tapi ia sudah berkeputusan bahwa kedua binatang menjijikan itu tidak boleh maju lebih dekat lagi.   Diwaktu kelabang sebelah kiri sudah maju berjarak lima enam kaki dan menongolkan kepalanya, belum lagi ia menunjukkan sesuatu gerakkan apa pedang Koan San Gwat sudah berkelebat menebas miring.   Gerak tebasannya ini boleh dikata dilakukan amat cepat sekali, namun masih ada yang bergerak jauh lebih cepat lagi, disaat tajam pedang hampir saja mengenai kepala kelabang, dari samping mendadak melesat datang selarik bayangan putih menerjang batang pedang.   Waktu Koan San Gwat melihat tegas, ki ranya ulah Kang Pan yang dinamakan Giok tai, sungguh ia tak habis mengrti, apa maksudnya merintangi dirinya turun tangan, membunuh kedua kelabang ini.   Maka dilihatnya ular putih seperti sabak kumala itu melentingkan badan, sementara ekornya menyapu kedepan telak sekali menyongsong kearah badan kelabang yang merambat maju terus disendal keluar, kontan badan kelabang itu terpental terbang satu tumbak jauhnya gerak gerik Giok tai teramat cepat, dengan cara yang sama dia singkirkan pula seekor kelabang yang lain ketempat yang jauh.   Setelah kedua kelabang itu disingkirkan rada jauh, baru ular putih menegakkan kepala yang bergerak dan berpaling kearah Koan San gwat, pula menggeleng geleng kepala sementara mulut berdesis aneh.   Kang Pan segera berkata "Koan toako! Kata Siau giok jangan kau gunakan pedangmu untuk membacok mereka...."   Raut muka Ki Houw seketika berubah seringainya dingin.   "Koan San gwat! Ularmu ini memang aneh dan amat cerdik sekali"   Habis berkata ia sendiri angkat pacul tanpa banyak cingcong beruntun ia bacok kutung kedua kelabang itu menjadi puluhan banyakanya, sementara suara suitan dari mulut Sebun Bu yam Semakin kencang dan cepat.   Kejadian ini membuat Koan San Gwat tambah bingung dan tidak mengerti bahwa mereka melepas kelabang untuk menghadapi musuh, kenapa pula sekarang membunuhnya sendiri? Tapi teka teki ini tidak lama berselang lantas mendapat jawabanya yang pasti dan aneh serta menggiriskan.   Ternyata potongan potongan kelabang itu begitu terhembus angin seketika tumbuh memanjang, sekejap lain setiap potonganya menjelma bentuk seperti asalnya tadi, kejap lain lengkap dengan kepala dan kakinya, terang bahwa potongan potongan kecil badan kelabang itu bisa tumbuh menjadi puluhan kelabang lain yang sama besanya.   Kejadian aneh ini seketika membuat Koan San Gwat tersirap darahnya, terutama Kang Pan amat takut dan kebingungan, teriakanya dengan pucat.    Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Si Tangan Halilintar Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini