Walet Besi 8
Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 8
Walet Besi Karya dari Cu Yi Sayangnya dia masih kurang cepat. Wie Kie-hong segera menjulurkan tangan kirinya dan langsung memegang bahu kiri Bu Tiat-cui. Sekali lagi Bu Tiat-cui memamerkan kebolehannya berkelit dari situasi yang sulit. Saat ini Bu Tiat-cui sedang membelakangi Wie Kie-hong. Tangan kanannya segera terangkat ke bahu kirinya, dan lalu memegang tangan Wie Kie-hong. Setelah menggenggam erat, dia menjatuhkan bahunya danberputarkebelakang. Bu Tiat-cui memelintir tangan kiri Wie Kie-hong dengan kuat. Sekarang mereka berdua jadi berdiri saling berhadapan. Hanya saja Wie Kie-hong tidak berdiri tegak. Dia rada membungkuk kesakitan. Bu Tiat-cui tidak membuang waktu. Kaki kanannya segera menendang tangan kanan Wie Kiehong yang masih memegang pisau. Pisau itu terlepas dari tangan Wie Kie-hong dan melayang menuju lemari yang terletak di sudut ruangan. "JLEEPP." Pisau menancap di lemari dengan kuat. Setelah kembali pada posisi berdiri, sekarang giliran kaki kiri Bu Tiat-cui yang menyerang. Kaki itu segera menyambar ke arah muka Wie Kie-hong. Wie Kie-hong segera menggunakan tangan kanannya untuk mencengkram kaki yang sedang melaju cepat ke arahnya. Mendadak Wie Kie-hong berdiri tegak. Dia sekarang mendapat keunggulan posisi, karena kaki kiri Bu Tiat-cui sudah ada dalam cengkeramannya. Dengan cepat dia ikut menendangkan kaki kanannya ke arah Bu Tiat-cui. Tendangan ini mengenai perutnya dengan telak. Bu Tiat-cui menjerit kesakitan, dan terlempar ke belakang. Wie Kie-hong segera berlari kearah lemari untuk mencabut pisaunya. Baru saja tangan kirinya menyentuh pegangan pisau, tangan itu sudah dipegang keras oleh tangan kanan Bu Tiatcui. Wie Kie-hong segera melemparkan tangan kirinya untuk membuka pertahanan Bu Tiat-cui. Serta merta dia melayangkan tinjunya sekuat tenaga ke dadanya. Ternyata Bu Tiat-cui juga tidak kalah cepat. Tangan kirinya segera menangkap tinju itu dengan mantap. Wie Kie-hong kembali mengayunkan kaki kanannya ke arah Bu Tiat-cui. Bu Tiat-cui melepas pegangan tinju Wie Kie-hong, dan dengan tangan yang sama menepis kakinya dengan keras. Kaki Wie Kie-hong jadi terasa perih, dan secara reflek turun kembali ke bawah. Kali ini kaki kiri Bu Tiat-cui melangkah maju. Telapak tangan yang sudah menepis kakinya meluncur dengan cepat dan menghantam dadanya dengan keras. Sekarang giliran Wie Kie-hong yang melenguh kesakitan. Wie Kie-hong mundur beberapa langkah menatap Bu Tiatcui dengan tatapan tidak percaya. Dia tidak tahu kalau lawannya bisa ilmu silat. Dia tidak akan percaya kalau tidak melihatnya sendiri. Tampak Bu Tiat-cui memasang kuda-kuda Tai Chi. Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara menghadapinya, namun dia tidak bisa tinggal diam. Maka dari itu dia melangkah maju dan mulai mencoba menyerangnya. Tangan kanannya segera terkepal menjadi tinju yang melayang cepat menuju dadanya. Mendadak tangan kiri Bu Tiat-cui terjulur menyambut datangnya tinju, sementara tangan kanannya terangkat setinggi kuping. Setelah menangkap tinju Wie Kie-hong, dia segera menarik tangan kirinya, dan telapak tangan kanannya sudah meluncur maju dan menghantam dadanya. Wie Kie-hong kaget. Namun dia tidak sempat kaget berlama-lama. Belum lagi Wie Kie-hong berhenti dari hempas-an tenaga pukulannya, Bu Tiat-cui sudah melangkah-kan kaki kirinya kedepan. Tangan kanannya kembali terangkat setinggi telinganya, dan langsung menerjang kembali ke dada Wie Kiehong. Wie Kie-hong segera kehilangan keseimbangan. Dia jatuh terguling-guling. Tidak hanya dadanya yang sakit, namun tubuhnya ikut sakit karena membentur lantai. Dia segera berdiri diatas kedua kakinya. Bu Tiat-cui kembali memasang kuda-kuda Tai-kek. Dia menghembuskan nafas karena sudah selesai menyerang. Wie Kie-hong tahu dia tidak bisa menganggap enteng lawannya. Wie Kie-hong juga memasang kuda kuda andalannya. Setelah beberapa saat, dia kembali meluncur kedepan ke arah Bu Tiat-cui. Kedua kepalan tangannya segera menyambar-nyambar. Bu Tiat-cui tetap terlihat tenang. Kedua tangannya yang berada diatas pahanya yang sedikit tertekuk segera berputar-putar cepat. Semua tinju Wie Kie-hong dapat ditepisnya dengan baik. "In -jiu!!" Pekik Wie Kie-hong dalam hati. In-jiu (Tangan Awan) adalah salah satu jurus Tai-kek" Konsentrasi Wie Kie-hong sedikit buyar. Bu Tiat-cui segera mengambil kesempatan ini untuk melancarkan jurus selanjutnya. Berat tubuhnya berpindah ke sebelah kiri. Kedua tangannya terayun turun dan tubuhnya sedikit turun. Mendadak dia kembali berdiri tegak. Tangan kiri dan kanannya masing-masing menggenggam tangan kiri dan kanan Wie Kie-hong. Kaki kanan Bu Tiat-cui menendang dengan keras dada Wie Kie-hong. Wie Kie-hong kembali terguling guling... "Deng Jiao ... " Pikir Wie Kie-hong sambil terbaring telungkup di lantai. Kali ini Wie Kie-hong berdiri lebih lambat. Dia sedang sibuk memikirkan bagaimana cara menghadapi jurus Bu Tiat-cui selanjutnya. Namun dia tidak menemukan Bu Tiat-cui dimanapun. Sepertinya dia sudah kembali melarikan diri. Bahkan dia sudah membawa pisau kecil bersamanya. Pada lemari hanya terlihat bekas pisau yang tadi menancap. Karena itu Wie Kie-hong segera berlari keluar. Dia segera menyibakkan tirai yang menutupi pintu Tiba-tiba Bu Tiat-cui muncul di hadapannya. Wie Kie-hong kaget dan secara reflek dia menghindar. Mendadak pinggangnya terasa pedih. Wie Kie-hong melongo sebentar. Dia segera menoleh melihat sumber rasa sakitnya. Ternyata baju disekitar pinggangnya sudah berlumuran darah. Ternyata Bu Tiat-cui sudah menyabetkan pisau yang direbutnya dari Wie Kie-hong ketika dia muncul mendadak. Wie Kie-hong tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. ujung pisau yang tajam sudah merobek kulitnya. Walaupun dia sangat gesit menghindari serangan, ujung pisau yang tajam tetap melukai pinggangnya. Darah segar terus mengalir keluar Wie Kie-hong jadi tidak tahu bagaimana cara menghadapi Bu Tiat-cui. Apakah dia harus membunuhnya? Tidak!. Dia masih belum tahu rahasia yang masih dipendamnya. Apakah sebaiknya tidak dibunuh? Tapi dia adalah seorang musuh yang sangat kuat. Ketika sedang ragu-ragu, tusukan pisau yang kedua sudah menyusul mengarah padanya. Wie Kie-hong terpaksa melangkah mundur. Bu Tiat-cui memanfaatkan kesempatan ini, dia segera melarikan. Tentu saja Wie Kie-hong harus mengejarnya, ketika dia berlari sampai taman, ternyata Bu Tiat-cui belum berlari keluar rumah. Penyebabnya ternyata ada orang lain yang sedang berdiri didepan pintu mencegat jalannya. Orang ini adalah Hiong-ki. Tentu saja Hiong-ki tahu kalau Wie Kie-hong sedang terluka dan mengucurkan darah. Segera dia bertanya. "Wie heng....bagaimana kejadiannya?" "Tolong Hiong-heng bantu aku menangkapnya. Orang ini punya rahasia yang sangat menentukan...." Tampaknya Bu Tiat-cui menyadari situasinya tidak mendukung untuk melarikan diri. Tiba-tiba saja dia mengarahkan pisau yang dipegang ke arah perutnya sendiri, jelas sekali dia bermaksud meng-akhiri hidupnya. Namun gerakan Hiong-ki sangat cepat bagaikan kilat. Ilmu silatnya tampak sudah terlatih sampai mencapai taraf kesempurnaan, ketika pisau itu masih berjarak sekitar dua puluh sentimeter, Hiong-ki sudah berhasil menangkap pergelangan tangan Bu Tiat-cui dan menahan pisau menusuk perutnya. Wie Kie-hong menahan rasa sakit dan terus melangkah maju. Dia segera merebut pisau yang dipegang Bu Tiat-cui. Sekarang Bu Tiat-cui sudah tidak mungkin lari kemanamana lagi... "Bu Tiat-cui" Wie Kie-hong berkata dengan dingin. "Sekarang hayo beritahu jawaban dari pertanyaanku tadi" Bu Tiat-cui ternyata memang sungguh sudah berubah menjadi mulut besi. Dia sama sekali tidak mengatakan apaapa. Wie Kie-hong melihat pada Hiong-ki, seperti-nya dia ingin meminta tolong membantunya mengha-dapi Bu Tiat-cui. Hiong-ki berkata dengan ramah. "Bu Tiat-cui! apakah ada akibat yang lebih berat daripada kematian? Kau berani membunuh diri, mengapa kau tidak memiliki keberanian yang sama untuk mengatakan jawaban pertanyaan Wie Kie-hong?" "Maaf, aku tidak dapat mengatakan apa-pun" "Mengapa?" "Kalau aku bicara, akibatnya juga mati" "Bu Tiat-cui! " Wie Kie-hong berkata dengan baik-baik. Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku berjanji akan menjaga keselamatanmu. Aku tidak akan membiarkan siapapun melukaimu" "Tidak ada siapapun yang dapat memberikan jaminan padaku. Kalau kau memaksa terus, lebih baik kau bunuh saja aku sekarang...." Mendadak Hiong-ki melepaskan Bu Tiat-cui. Dan berkata pada Wie Kie-hong. "Wi heng, sudahlah, sebaiknya kita pergi saja. Sepertinya kau terluka, dan harus segera diobati" "Ini hanya sebuah luka kecil" "Luka kecil pun tetap sebuah luka. Sebaiknya kita pergi" Sekarang penilaian Wie Kie-hong terhadap Hiong-ki sudah jauh lebih baik. Sambil menghela napas dia pun lalu melepaskan Bu Tiat-cui. Dia lalu pergi bersama Hiong-ki. "Wie heng, tampaknya aku sudah membun-tutimu lagi. Betul?" "Sejujurnya aku memang merasa demikian" "Mengapa aku ingin memperhatikan semua gerak-gerikmu dengan Tu Liong? Pada saat ini memang sangat sulit menjelaskannya. Suatu saat nanti kalian pasti akan mengerti....betul juga, perkataan apa yang kau tanyakan pada Bu Tiat-cui?" Wie Kie-hong lalu menceritakan ulang tentang muslihat Cu Siau-thian memberikan surat perintah ketika keadaan mendesak. Tentu saja dia juga mengata-kan tentang kopor kulit kuning. "Sebenarnya kau tidak perlu membuang-buang tenaga mengejar jawaban ini" "Mengapa?" "Sebab ini bukan hal yang menentukan" "Aku tidak setuju apa yang Hiong heng katakan. Kalau Bu Tiat-cui mengaku kopor itu sudah diberikan padanya oleh Cu Siau-thian, bukankah segalanya menjadi jelas?" "Siapapun yang sudah memberikan kopor tersebut, tidak menjadi masalah" "Kalau begitu masalah apa yang penting?" Tanya Wie Kiehong memaksa. "Hui Ci-hong adalah sahabat karib Cu Siau-thian, namun ternyata dia sudah memberikan surat yang menyuruhnya untuk mengakhiri hidupnya. Apakah ini yang pantas dilakukan oleh seorang teman pada temannya?" Wie Kie-hong terdiam tidak berkata apa-apa. "Apakah menurutmu orang seperti ini masih pantas hidup didunia?" Emosi Wie Kie-hong sama sekali tidak terpengaruh oleh kata-kata Hiong-ki. Dia mulai mengkhawatirkan luka yang sedang dideritanya. Karena itu dia segera menghentikan percakapan "Kalau ada waktu kita akan bicara lagi. aku ingin mencuci lukaku...." "Wie heng, baik kau dan Tu Liong semua sudah mendapat luka serius. Ini adalah persahabatan darah. Harap selalu diingat" Setelah itu dia kembali merangkapkan tangan dan segera pergi. Wie Kie-hong selalu merasa bahwa semua tindakan Hiongki selalu dilakukan dengan sangat mendadak. Sangat mencurigakan. Sepertinya dia sangat membenci Cu Siau-thian. Mengapa? Wie Kie-hong merasa sangat tenang. Sebelum masalah ini menjadi jelas, sebaiknya dia tidak ikut-ikutan. 0-0-0 "Ie-tiat-tong" Adalah toko obat yang sangat terkenal di Pakhia. Toko ini menjual perlengkapan obat-obatan. Wie Kiehong pergi ke toko ini membeli obat sekaligus membalut luka. Luka yang kecil seperti ini sepertinya bukan masalah besar. Setelah itu dia kembali pulang kerumah dan mengganti baju. Dia tidak mengatakan apa-apa, siapapun tidak ada yang tahu Rupanya Leng Souw-hiang juga selalu memperhatikan semua gerak-geriknya. Tidak lama dia sampai dirumah, sudah ada orang yang datang memanggilnya untuk menghadap. "Kie-hong! apakah kau sudah pergi lagi?" "Betul" "Untuk apa?" "Aku sudah pernah mengatakan sebelumnya, aku ingin mengetahui apa isi surat rahasia yang diberikan oleh Cu Taiya pada teman temannya. Dan aku sudah berhasil" "Oh...?" Leng Souw-hiang tampak sangat kaget "Surat rahasia yang diberikan pada Tan Po-hai hanya berisi kata-kata 'orang yang bodoh akan selamat', namun surat yang diterima oleh Hui Taiya sangat berbeda" Selanjutnya, Wie Kie-hong menceritakan semua penemuannya yang mengejutkan. Raut wajah Leng Souw-hiang terus berubah ubah. Terakhir wajahnya menjadi sangat pucat. "Cobalah ayah pikir, bukankah hal ini sangat menakutkan?" "Ya! sungguh menakutkan!" Leng Souw-hiang berkata sambil bergumam. "Ayah adalah generasi tua, sebaiknya ayah membuat sebuah pendirian" "Kie-hong masalah ini harus dihadapi oleh kami generasi tua. Aku tidak ingin generasi yang lebih bawah ikut terjerumus dalam masalah ini" "Tapi, aku tidak bisa berhenti sampai disini" "Mengapa?" "Karena urusan ini menyangkut masalah ayahku" "Memangnya kenapa dengan ayahmu?" "Ayahku belum mati, dia hanya sedang didesak oleh seseorang. Orang yang sudah mendesaknya tidak lain adalah Cu Siau-thian" "Siapa yang sudah mengatakan hal ini?" "Thiat-yan" "Mengapa kau begitu percaya kata-kata musuhmu?" "Thiat-yan bukanlah seorang musuh!" "APA?" Raut wajah Leng Souw-hiang tiba-tiba terlihat sangat dingin. "dia sudah membuatku menjadi cacat, kau masih tidak menganggapnya musuh?" "Dari berbagai sudut pandang, mungkin dia pantas disebut sebagai seorang pelaku kejahatan, tapi dia sama sekali bukan musuh. Saat ini kita sudah tidak perlu menunjukkan sikap yang bermusuhan padanya" "Apakah karena dia sudah menceritakan kisah tadi, jadi kau mengubah pandanganmu terhadap dirinya?" "Kisah?" Wie Kie-hong balik memandang Leng Taiya. Sepertinya dia tidak mengerti arti kata itu. "Dia mengatakan kalau ayahmu belum mati, kalau ini bukan kisah isapan jempol, apa lagi namanya?" "Aku percaya bahwa apa yang dikatakan Thiat-yan bukanlah isapan jempol saja." "Dari mana kau tahu kalau kata-katanya bukan hanya bualan semata? Ayahmu sudah mati, ini sebuah kenyataan. Tidak mungkin salah. Apakah kau percaya pada kata-kataku? Ataukah kau lebih percaya pada orang yang tidak kau kenal dengan baik?" "Gihu...." "Jangan menyebutku seperti itu. kalau memang ayahmu belum mati, pergilah mencarinya! jangan lagi mengganguku" Sekarang Leng Souw-hiang sangat marah. Kelakuannya seperti sedang mengusir anjing. "PERGI! PERGI!" Hati Wie Kie-hong sungguh merasa sedih. Dia berpikir ingin melangkah mendekat dan menjelaskan mengenai apa yang dia pikirkan. Menjelaskan tentang perasaannya, tapi dia merasa bahwa menjelaskan pada saat seperti ini, tampak nya tidak akan mudah. Karena itu dia tidakberkata apa-apa lagi dan segera pergi. 0-0-0 Saat orang sedang mendapat masalah, dia pasti memikirkan arak. Namun setelah tiga cawan arak turun ke dalam perutnya, Wie Kie-hong merasa semakin gundah. Ketika emosinya sedang bergejolak seperti ini, Wie Kiehong pergi ke kediaman keluarga Cu. Cu Siau-thian sudah sangat akrab dengan Wie Kie-hong. Dia juga tahu Wie Kie-hong biasa datang ke tempat tinggalnya untuk mencari Tu Liong. Sekarang tiba-tiba dia datang mengunjungi dirinya, tentu saja dia merasa aneh. "Kie-hong, mengapa kamu minum arak?" "Mabuk karena arak, hati akan mengerti" "Ha! Kata katamu terdengar sangat berat! Aku lihat kau sudah mabuk, hingga berpikir tidak jernih" "Cu Taiya, hari ini aku mengetuk pintu dan mengunjungimu, aku memohon anda menjelaskan sebuah masalah" "Katakanlah" "Kau tentu sudah kenal ayahku...." "Tentu saja! siapakah orang didalam kota Pakhia ini yang tidak kenal Wie Ceng? Dia adalah orang yang sangat menarik" "Kalau begitu ayah kandungku pasti sering berhubungan dengan anda?" "Tentu saja., tentu saja... kita berdua sering pergi minum arak bersama-sama" "Ketika ayahku disuruh pergi membereskan sebuah masalah. Dia pasti sudah datang kemari menceritakannya padamu, apa betul?" "Tidak salah..." "Kalau begitu, apakah ayahku tidak memberitahukan padamu apa tugas yang harus dikerjakannya?" "Kie-hong, kau sudah berputar putar sejauh itu, apakah ingin menanyakan tentang hal ini?" "Cu Taiya, kalau anda tidak mengetahui keadaan sebenarnya, aku juga tidak bisa apa-apa. kalau anda tahu, tolong beri tahu aku." "Aku merasa aneh. Mengapa kau tidak langsung bertanya pada Leng Taiya, malah datang kemari dan bertanya padaku? Dia pasti akan lebih mengerti banyak hal dibanding diriku" "Ayahku tidak mau memberitahu." "Oh...?" Raut wajah Cu Siau-thian tampak kaget sekaligus heran. "dia tidak mau memberitahu padamu? Mengapa?" "Aku juga tidak mengerti ........Ugh! Aku mendengar kabar diluaran, aku tidak berani mendengar lebih banyak lagi........Cu Taiya, anak membutuhkan kasih sayang ayah, namun ayahku tidak ada. Anda harus mengerti perasaanku!" "Gosip apa yang sudah kau dengar?" "Menurut kabar, ayahku masih hidup" "Bohong!" Cu Siau-thian terus menggeleng gelengkan kepala. "kalau ayahmu masih hidup, mana mungkin dia tidak menggubris anaknya sendiri?" "Ada dua macam kabar yang kudengar. Pertama mengatakan bahwa dia tidak berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, karena itu dia tidak berani pulang menghadap Leng Taiya. Yang sarunya lagi mengatakan kalau dia sudah didesak oleh seseorang, sehingga tidak memiliki kebebasan." "Kie-hong, Leng Taiya sudah memperlaku-kanmu dengan sangat baik. kau tidak seharusnya ragu akan dirinya dan memiliki pemikiran yang lain. Ayahmu memang sudah mati, Ini tidak salah" "Apakah Cu Taiya melihat mayatnya?" "Belum" "Kalau begitu mengapa kau sangat yakin?" "Kalau aku bilang mati, dia pasti mati" "Cu Taiya..." Karena pengaruh beberapa cawan arak yang diminumnya, sikap Wie Kie-hong menjadi sangat keras. "kau tidak bisa berkata seperti ini. kau harus mengeluarkan bukti, barulah aku bisa merasa tenang" "Mengenai urusan diluar, aku sungguh mengerti...." "Kau tentu mengerti tentang urusan diluar, namun kau tidak tahu apa tugas yang diemban oleh ayahku. Karena itu...." "Apakah kau sedang menggunakan taktik untuk memancing emosiku?" "Dihadapan generasi tua siasat apapun tidak berani aku gunakan. Aku hanya ingin tahu, tugas apakah yang diemban oleh ayah kandungku ketika itu. kecuali Leng Taiya, sepertinya tidak ada orang kedua yang mengetahui tentang hal ini. "Aku tahu" Emosi Wie Kie-hong semakin memuncak. Namun dari luar, raut wajahnya tampak masih tenang-tenang saja. Dia berkata dengan datar. "Aku tidak ingin mendengar tentang hal ini lagi" "Walaupun kau tidak ingin mendengarnya, aku masih akan memberitahu mu ........orang yang mengatakan kalau ayahmu masih hidup, itu hanyalah gosip yang menyesatkan. Kenyataannya adalah bahwa dia sudah meninggal, tentang hal ini hanya aku yang tahu" "Oh...?" Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sebelum ayahmu pergi bertugas, dia pernah datang kemari menemuiku. Menghadapi masa depan dia tidak memiliki sedikitpun rasa percaya diri. dia merasa bahwa perjalanan yang harus ditempuhnya sangat menakutkan, bahkan dia tidak memiliki keberanian untuk pergi. Aku sudah mengenal ayahmu selama bertahun-tahun. Dia adalah seorang pemberani yang tangguh. Hanya saja....Mmm.. cobalah kau pikirkan sendiri, tidak perlu aku mengatakannya sampai detail" Wie Kie-hong berpikir balik. 'mengapa ayahnya meragukan masa depannya'? Apakah dia melihat jalan yang ditempuhnya adalah suatu misi bunuh diri? Mengapa...? "Cu Taiya! apa yang ayah ku takuti pada waktu itu?" "Dia takut mati" "Mengapa dia tahu kalau dia mengemban tugas itu dia pasti mati?" "Kie-hong, aku berteman karib dengan Leng Souw- hiang selama bertahun-tahun. Setelah berbincang bincang kesanakemari, pastilah pada akhirnya akan membicarakan dirinya. Untuk apa kau menyuruhku menceritakan hal yang akan melukai temanku?.... orang yang sudah mati tidak akan kembali hidup. Kau tidak perlu terus mengejar pertanyaan ini" "Kalau kau mengetahui keadaan yang sebenar- nya, tolong beri aku penjelasan. Kalau tidak...." "Kalau tidak bagaimana?" "Kalau Cu Taiya tidak menjelaskan sampai tuntas, aku pasti akan menebak dan berpikir kesana-kemari.... "Baiklah. Aku akan mengatakannya....waktu itu ayah kandungmu sangat mengerti. Leng Taiya sudah menyuruhnya keluar, bukan menyuruh-nya untuk menyelesaikan sebuah tugas, tapi menyuruh nya untuk mati" "Aku tidak mengerti. Setiap kali ayah angkat mengatakan tentang ayahku, dia selalu menekankan kalau ayahku adalah orang yang sangat setia tiada bandingnya. Bagaimana mungkin dia menyuruhnya untuk mati? Aku tidak percaya....aku sama sekali tidak percaya" "Kie-hong....kata-kata ini aku dengar sendiri keluar dari mulutnya" "Aku belum pernah mendengarnya" "Oh...?" Cu Siau-thian memandang dingin dari ujung rambut sampai ujung kaki. "kau mengatakan bahwa aku sedang menipu dirimu, sedang membuat-mu bingung? Mengapa aku harus melakukan hal itu?" "Cu Taiya, aku memohon padamu" Wie Kie-hong berlutut dihadapannya. "Apa-apaan ini?" "Kalau anda tidak menyetujuinya, aku tidak akan berdiri dari tempat ini" "Katakan, urusan apa?" "Tolong biarkanlah aku menemui ayahku. Cu Taiya, aku mohon" Tiba-tiba saja wajah Cu Siau-thian berubah. Dia berteriak keras. "Apa artinya ini?" "Ayahku saat ini sedang berada dibawah tekananmu. Aku tahu. Cu Taiya, tolong ijinkan aku melihat ayahku....Aku mohon...." Tiba-tiba saja Cu Siau-thian menendangkan kakinya ke arah Wie Kie-hong. Karena Wie Kie-hong sedang berlutut dihadapannya, tendangan kakinya mengarah tepat menuju telinga Wie Kie-hong sebelah kanan. Ini adalah titik kematian yang dimiliki semua orang... dengan kemampuan silat yang dimiliki Cu Siau-thian, walaupun dalam emosi yang hebat, juga tidak seharusnya dia bertindak seperti ini. terhadap seorang generasi muda sekali bertindak langsung mengincar titik kematian, sepertinya sangat kelewatan. Dari semula Wie Kie-hong tidak yakin ayahnya berada dalam tekanan Cu Siau-thian, karena itu dia tidak berani bertindak gegabah. Sekarang ini, dibawah serangan Cu Siauthian yang sangat mematikan, tidak terelakan lagi, emosinya langsung meledak tidak terkendali. Kedua tangannya digenggam menjadi kepalan, dia menerima tendangan Cu Siau-thian. Dia juga mengerahkan kepandaian yang dipelajarinya untuk menangkap kaki kanan Cu Siau-thian. Sambil memegang kakinya, Wie Kie-hong segera berdiri. Sekarang Cu Taiya lah yang tidak bisa berbuat apa-apa. Dia berdiri dengan pose "ay?.rr emas berdiri satu kaki" "Cu Taiya" Wie Kie-hong terus memburu pertanyaan. "mengapa anda ingin membunuhku?" "Aku hanya mewakilkan Leng Taiya mendidikmu pelajaran bersopan santun." Cu Siau-thian masih sangat marah. "Mendidikku? Kau tadi sudah mencoba menendang titik kematianku, jelas sekali kau ingin membunuhku" "Kalau kau tidak menangkis serangan, aku pasti akan merubah arah seranganku pada detik terakhir" "Tentu saja aku harus menangkis serangan, aku tidak selemah ayahku" "Wie Kie-hong, kau salah. Aku sudah memberitahu jangan terlalu percaya omongan kosong orang lain sehingga tidak mempercayai orang yang lebih tua" "Cu Taiya, tendanganmu kali ini sudah membuktikan. Katakanlah........Dimanakah ayahku berada saat ini?" "Aku tidak tahu" "Pada waktu itu, kau sudah membuat rencana untuk mencelakai Tiat Liong-san, lalu kau menarik teman dekatmu menjadi tameng. Setelah itu orang-orang yang terlibat dalam peristiwa ini semuanya mendapat hukuman, sedangkan kau sendiri bisa lolos dan tenang-tenang diluar. Paman Tan, Hui Taiya, bahkan sampai Leng Taiya pun sudah dibohongi olehmu. Aku tidak boleh.... ... katakanlah! Dimana ayahku berada saat ini?" "Aku tidak tahu" Mendadak Wie Kie-hong memutar kaki kanan Cu Siau-thian yang masih dipegangnya. Cu Siau-thian tidak bisa berdiri tegak lagi. Dia segera terjatuh ke lantai. Kemudian Wie Kiehong langsung meloncat kedepan menerkam bagai macan menerkam mangsa-nya. Pisau kecilnya sudah menempel di punggung dibelakang jantungnya Cu Siau-thian. "Kie-hong! kau berani sekali berbuat seperti ini! aku pasti akan menyuruh Leng Taiya untuk menghukummu dengan keras!" "Kalau kau sekarang tidak mau memberitahu sampai jelas, kau selamanya tidak mungkin bisa menemui Leng Taiya. Katakanlah! dimana ayahku?" "Aku tidak tahu" Cu Siau-thian tetap berkeras sambil marah marah. "Jangan kau kira aku tidak berani turun tangan. Aku sungguh bisa membunuhmu" "Kalau aku tidak tahu ya tidak tahu" Wie Kie-hong mengangkat pisau yang di pegangnya, sepertinya dia sungguh akan membunuh-nya. "Berhenti!" Tiba tiba Tu Liong muncul "Tu Toako!" "Wie Kie-hong, kau tidak boleh berlaku kurang ajar seperti itu pada Cu Taiya" "Tu Toako, kau tidak mengerti...." "Cepat lepaskan Cu Taiya" "Kalau aku lepaskan, tidak ada kuburan yang mau menerima jazad ku" "Tenanglah, aku jamin keselamatanmu" Wie Kie-hong lalu melepaskan Cu Siau-thian, didepan Tu Liong, dia tidak berani terus melanjutkan tindakannya. Cu Siau-thian membalikkan tubuh dan mera-yap berdiri. Masih dengan marah-marah dia berkata. "Tu Liong, kau didik anak kecil yang tidak tahu sopan santun ini." Tu Liong berkata dengan dingin. "Cu Taiya, anda tentu sudah mendengar kata- kataku tadi. Aku mau menjamin keselamatan dirinya....... Wie Kie-hong, cepat kau pergi" "Tu toako, maksud kedatanganku kemari bukanlah untuk...." "Aku tidak perduli apa maksud kedatangan-mu. Sekarang kau cepat pergi. Lebih cepat lebih baik. Kau jangan membuat kesulitan sendiri, juga jangan membuat sulit diriku. Suatu saat nanti, kau dan aku pasti akan ada kesempatan lagi" Wie Kie-hong sangat pintar, mana mungkin dia tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Tu Liong. Tu Liong sedang berada ditengah situasi terjepit, hutang budi harus dibalas, persahabatan pun harus dijaga....berpikir sampai disini, dia pergi keluar tanpa membalikkan kepala lagi. Sekarang Cu Siau-thian menjadi lebih tenang, dia berkata dengan lembut. "Tu Liong, aku tahu kau dan Wie Kie-hong mempunyai hubungan persahabatan yang sangat akrab, tapi aku tidak tahu apakah didalam hatimu kau menghormati aku" "Aku sudah dibesarkan oleh anda, tentu saja aku menghormati anda" "Tu Liong, aku tidak ingin membuatmu merasa serba salah. Aku juga tidak ingin menyalahkan Wie Kie-hong. Sebenarnya Wie Kie-hong memiliki hati yang sangat baik, hanya saja ada orang yang sedang menyetirnya dari belakang. Tu Liong, bisakah kau membantuku mencari tahu, siapakah orang yang sedang menghasutnya selama ini?" "Urusan ini aku khawatir aku tidak bisa ikut campur" "Oh...? kenapa begitu?" "Sebelumnya aku sudah berpikir ingin memecahkan misteri ini. sekarang ini aku menjadi takut. Karena semakin menebak semakin jauh, aku semakin merasa bahwa jawaban dari misteri ini sangat menakutkan" "Rupanya ada maksud lain dalam kata-katamu" "Semua orang pasti memiliki sebuah rahasia, rahasia yang tidak ingin diberitahukan pada orang lain, mengapa aku harus mengorek rahasia orang lain?" "Kau harus berkata lebih jelas sedikit. Kalau kau merasa kau memiliki rahasia yang tidak bisa dikatakan pada orang lain, sebaiknya kau segera mengatakannya padaku" "Kalau anda mengijinkan, aku ingin meng-ajukan serentetan pertanyaan padamu" "Tanyakanlah" "Mengapa Hui Taiya bunuh diri?" "Bagaimana mungkin aku tahu?" "Apakah anda sama sekali tidak mencurigai kematian Hui Taiya?" "Jangan berbelit-belit. Sebaiknya kau katakan secara langsung padaku." "Hui Taiya sudah dibunuh orang" "Apakah kau pikir aku yang sudah membunuhnya?" "Aku tidak berani mengatakan seperti ini. sekarang ini aku ingin menanyakan suatu hal yang lain. Pada waktu itu Tiat Liong-san mendapatkan celaka, apakah anda sudah memberikan sebuah surat rahasia pada semua orang?" "Tidak salah" "Apakah maksudnya?" "Sama sekali tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin menenangkan hati semua orang. Pada waktu itu aku hanya bermaksud untuk bercanda saja." "Apakah anda masih ingat apa yang sudah anda tulis pada surat surat tersebut?" "Sudah lupa" "Pada surat yang diterima oleh Hui Taiya hanya tertuliskan kata-kata berikut. 'Cepat lah mati! untuk menghindari membuat susah teman temanmu'" "Oh?" Cu Siau-thian tampak sangat terkejut. "Lalu apakah Hui Ci-hong menganggapnya dengan serius?" "Tidak. Dia tidak ingin mati, lagipula dia sudah merundingkan masalah ini dengan orang lain. Hasilnya tetap saja dia mati" "Karena itu kau mengambil kesimpulan kalau aku yang sudah membunuhnya?" "Tidak. Aku punya kesimpulan yang lain" "Katakanlah" "Kedua mata Hui Taiya sudah tidak bisa melihat, sakitnya pun pasti tidak tertahankan. Tidak mungkin dia bisa mencari peralatan untuk meng-gantung dirinya sendiri dengan mudah." Cu Siau-thian menghela nafas dalam-dalam, tapi dia tidak berkata apa-apa. "Aku tidak ingin menutupinya darimu. Semua urusan ini sudah diberitahukan padaku oleh Wie Kie-hong. Dia sudah meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk memeriksa banyak hal. Cu Taiya, ini membuatku merasa serba salah." Cu Siau-thian memangku wajahnya dan bertanya. "Apa yang membuatmu serba salah?" "Banyak situasi dan kondisi yang sudah memberatkan dirimu. Di satu sisi aku selalu berusaha sekuat tenaga untuk menyelidiki kebenaran, di sisi yang lain aku juga mengingat budimu yang sudah merawatku dari kecil. Bagaimana mungkin aku tidak merasa serba salah?" "HUH!" Cu Siau-thian lalu mengeluarkan sebuah tawa dingin. "Apapun yang sudah kau katakan tadi, kesimpulannya kau mencurigai kalau aku yang sudah membunuh Hui Taiya, betul tidak?" "Tidak, aku tidak berani memastikan seperti itu" "Paling tidak kau mencurigai aku, betul?" Tu Liong mengatupkan rahangnya kuat kuat. Sepertinya dia tidak ingin mengatakan apa yang sedang dipikirkannya, namun pada akhirnya kata-kata itu terlepas dari mulutnya. "Betul. Aku memang merasa curiga" PLAK! Tiba-tiba Cu Siau-thian menampar Tu Liong dengan kuat. Dia merasa sangat emosi, dengan sangat marah dia berteriak "Cepatlah kau pergi dari sini jauh-jauh. Kau tidak perlu memikirkan lagi balas budi padaku. Pergi...!!!! Pergi ...!!!! Pergi...!!!!" Kata-kata ini terdengar bagaikan kilat yang terdengar sangat keras di telinga Tu Long, bahkan sampai merasa pusing mendengarnya. Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "PERGI ... !!!!" Amarah Cu Siau-thian sama sekali tidak berkurang walau sudah dikeluarkan tadi. Bahkan sekarang dia tampak lebih emosi lagi. "PERGI ... !!!! PERGI ... !!!! PERGIIIIIIIIIIIII ... !!!! kau dengar tidak kata-kataku?" Di ujung bibir, Tu Liong mengeluarkan darah, hatinya pun sedang berdarah, namun dia masih menjaga sikapnya. Dia lalu berlutut, dan lalu menundukkan kepalanya sampai menempel tanah, tata krama ini menunjukkan kalau hubungan balas budinya dengan Cu Siau-thian sekarang sudah putus. Setelah itu dia berdiri, dan lalu pergi keluar. 0-0-0 Tu Liong tidak hanya pergi keluar dari kamar tidur Cu Siauthian, tapi dia juga terus melangkah keluar dari rumah kediaman Cu Taiya. Dia terus melangkahkan kakinya menuju masa depan yang serba tidak pasti.... Orang yang berlalu lalang di jalanan sangat banyak. Suasana hiruk pikuk dan hari sangat panas, namun hati Tu Liong merasa dingin. Tapi ketika Hiong-ki muncul dihadapan matanya, mendadak sinar matanya kembali cerah. Kemunculan Hiong-ki selalu mendadak dan tepat waktu. "Tu Liong!" Hiong-ki bertanya kaget "Apa yang terjadi denganmu?" "Tadi aku sudah bertengkar dengan seseorang" Tu Liong belum menyeka darah yang mengucur dari sisi bibirnya. "Dengan siapa?" "Dengan orang yang tidak pantas dibicarakan" Dia sepertinya tidak ingin membahas kejadian yang baru saja menimpanya. "Hiong heng, aku ingin merepotkanmu dengan sebuah permintaan" "Tidak usah sungkan, katakanlah" "Bantulah aku mencari Boh Tan-ping" "Dia tinggal bersama Thiat-yan di gang San-poa" "Aku tahu. Hanya saja aku tidak ingin menemuinya disana. Bisakah kau mencari cara agar dia bisa keluar dari kediamannya untuk menemuiku?" "Kalau harus menariknya keluar sepertinya tidak mungkin. Tapi aku sangat ingin tahu, apa niatmu memanggilnya keluar?" "Aku ingin berbicara dengannya" "Hanya berbicara?" "Tentu saja, kalau harus melawannya, aku bukanlah tandingannya, membalas dendam pun bukan waktu yang tepat. Dalam hatiku masih ada pertanyaan untuknya, aku ingin mendapatkan jawaban itu langsung dari mulutnya." "HUH!" Lalu Hiong-ki tertawa dingin. "Bukankah ini hal yang mustahil?" "Hiong heng, walaupun dia berkata bohong, aku tidak perduli." "Kalau dia berbohong, apa manfaatnya bagimu menanyakan padanya?" "Setidaknya aku bisa membuktikan perkataan seseorang yang lain" Pertama-tama Hiong-ki tertegun, setelah itu dia tertawa lagi. Walaupun kejadian ini berlangsung sangat singkat, namun perubahannya sangat rumit. Dia lalu berkata seperti sedang bertanya sepintas. "Ternyata kau sedang mencurigai kata-kataku." "Maaf. Aku tidak boleh hanya mendengar dari satu pihak saja" "Kata-katamu tidak salah, mendengar penjelas-an dari satu pihak saja akan membuat orang menjadi salah paham. Ini sangat berbahaya. Tapi kalau kau ingin membuktikannya, paling baik kau jangan menemui Boh Tan-ping." "Kalau begitu harus mencari siapa?" Hiong-ki mengatakannya sepatah demi sepatah kata. "Carilah Thiat-yan" "Wie Kie-hong sedang mencari dirinya. Dia mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan. Mungkin berita yang didengarnya ini adalah sebuah kebohongan yang sangat enak didengar. Kalau kau orang yang baik, aku ingin meminjam sebuah barang darimu" "Katakanlah! asalkan aku memilikinya" "Aku ingin meminjam surat yang sudah kau tunjukkan padaku dulu" "Surat?" "Betul. Surat yang ditulis oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tanping" Sekejap saja rasa terkejut Hiong-ki menurun. Dia bertanya dengan ramah. "Untuk apa kau ingin meminjam surat itu?" "Menjadi sebuah bukti untuk menginterogasi seseorang" "Menginterogasi siapa?" "Menginterogasi orang yang terlibat pada waktu itu" "Apakah kau tahu mengapa waktu itu aku hanya memperlihatkan surat itu sekilas padamu dan setelah itu menyimpannya kembali? Ini karena aku takut kau akan mendapatkan masalah" "Mendapat masalah? Aku tidak mengerti apa yang kau maksud." "Tidak masalah apakah Cu Siau-thian, ataukah Boh Tanping, kau bukan lawan tandingan mereka" Tu Liong menjadi muram. Dia lalu berkata. "Kata-katamu ini harus diralat. Dunia ini bukanlah dunia dimana semua urusan bisa diselesaikan hanya dengan menggunakan tenaga manusia saja. masih ada hukum negara, aturan langit, etika antarmanusia." "Dengarlah kata-kataku. Kau carilah Thiat-yan dan berbicara dengannya" "Thiat-yan dengan Boh Tan-ping sering ber-sama-sama. Kalau gerak-gerikku terlihat olehnya, tetap saja dia bisa bertindak tegas menghadapiku" Hiong-ki berpikir, lalu berkata. "Setelah Wie Kie-hong berbicara dengan Thiat-yan, apakah dia akan meminta pendapatmu?" "Pasti" "Kalau begitu, dia pasti sudah memberi-tahumu tentang satu hal. Boh Tan-ping dan Cu Siau-thian selama bertahuntahun ini selalu menjaga hubungan. Sebenarnya Thiat-yan juga mengerti hal ini, karena itu asalkan salah mengaturnya, pertemuanmu dengan nona Thiat-yan, Boh Tan-ping juga pasti akan mengetahuinya." "Kalau begitu aku ingin meminta tolong Hiong heng untuk mengaturnya" Hiong-ki menyetujuinya, lalu meminta Tu Liong pergi ke sebuah rumah makan satu tingkat yang berada di sebelah barat untuk menanti. Ini membukti-kan satu hal, Hiong-ki diam-diam bisa menghubungi nona Thiat-yan. Tapi apa gunanya informasi ini? dari awal, Tu Liong selalu dipenuhi rasa percaya diri, karena dua tujuan. Mencegah Thiat-yan melakukan tindak kejahatan, mencari tahu sampai jelas barang apa yang sedang dicari Thiat-yan. Dia bahkan bersedia menolong dirinya. Namun sekarang keadaan berubah sampai seperti ini. bahkan hubungan balas budi sudah berubah sampai seperti ini, semakin lama semuanya terasa semakin rumit. Sebenarnya kemana dia harus melangkah? Tu Liong merasa bimbang. Dia hanya tahu kalau dia sedang menapakkan kaki di jalan yang sangat berbahaya. Tidak ada satu orang pun yang ingin menapakkan kakinya di jalan yang berbahaya. Namun dia malah memutuskan untuk terus berjalan disana. Dia tidak takut, dia hanya merasa kesepian. Satu-satunya orang yang dapat dipercaya adalah Wie Kie-hong. Namun dia tidak ingin menarik Wie Kie-hong untuk berjalan bersama dirinya di jalan yang berbahaya ini. Tu Liong kembali melihat wajah yang sudah sangat dikenalnya. Boh Tan-ping. Dari tatapan mata lawannya, bisa terlihat Boh Tan-ping sudah memperhatikannya sangat lama. Dia bermaksud ingin menghindar. Namun ternyata Boh Tan-ping menghampirinya. "Adik Tu, aku ingin meminta maaf atas apa yang sudah kulakukan kemarin ini." Ternyata sikap Boh Tan-ping sangatberbalikkan. "lukanya tidak parah kan?" "Kau sedang merencanakan apa?" Jawaban Tu Liong sangat terus terang. "Adik Tu, aku hanya ingin menunjukkan ketulusanku minta maaf, tidak ada maksud lain" "Kalau begitu, mengapa kemarin ini...?" "Kemarin ini karena kau adalah anak buah Cu Siau-thian, aku menganggapmu sebagai kaki tangan-nya. Setelah aku dengar kau sudah memutuskan hubungan dengan Cu Siauthian, karena kau sudah membulatkan tekadmu dan membuatnya marah" Tu Liong sangat terkejut. Bagaimana bisa berita ini begitu cepat menyebar? Bukankah Boh Tan-ping mempunyai hubungan yang akrab dengan Cu Siau-thian? Mengapa sekarang dia menunjukkan sikap yang seperti ini? Jika Hiong-ki dibandingkan Boh Tan-ping, tentu saja Hiongki lebih bisa dipercaya, dengan demikian berarti perkataan Boh Tan-ping tidak tulus? Apa taktik yang sedang dikerjakannya? "Adik Tu, kita harus berbicara" "Apa yang masih bisa dibicarakan?" Balas Tu Liong masih terdengar dingin "Adik Tu, jangan emosi dulu" Semua kata kata Boh Tanping terdengar lemah lembut. "aku berterus terang padamu, musibah besar sekarang sudah ada didepan mata. hanya kau yang bisa menyelesaikannya" "Kau terlalu berlebihan menilaiku" "Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi keputusannya ada ditangan Leng Taiya. Orang yang berada di sisi Leng Taiya adalah Wie Kie-hong. Orang yang berada di sisi Wie Kiehong adalah dirimu." Diam-diam hati Tu Liong tergerak. Namun dia tidak menunjukkannya. Dia hanya menggeleng gelengkan kepala dan berkata. "Aku tidak mengerti apa maksudmu" "Kalau kau tidak mengerti, aku akan mengata-kan lebih detail lagi. Dulu ketika Tiat Liong-san datang ke kota, dia membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning. Didalam kopor itu tersimpan sebuah barang yang sangat penting. Ketika Tiat Liong-san ditangkap oleh orang suruhan pemerintah, kopor kulit itu disimpan di gudang penyimpanan barang peninggalan terdakwa. Namun tidak lama kemudian Leng Taiya menyuruh orang untuk mengambilnya. Kami sudah menyelidikinya" "Buktinya?" "Kalau kami memiliki bukti, apa mungkin Leng Taiya tidak mengakuinya?" "Aku tidak percaya" "Aku juga tidak percaya. Sebelum datang ke Pakhia, aku dan Thiat-yan selalu menyangka kopor ini jatuh ke dalam tangan Cu Taiya. Karena itu kami sudah salah sangka....adik Tu, barang itu sangat berharga. Berdasarkan perkiraan kita, pada waktu itu Leng Taiya sudah pernah membawanya ke Hui Taiya untuk menanyakan perkiraan harganya. Hui Ci-hong mengetahui tentang hal ini, karena itu dia dibunuh." "Kalau menurut kata-katamu, orang yang sudah membunuh Hui Taiya adalah Leng Taiya" "Sepertinya tidak mungkin salah" "Tidak ada alasan" "Dibunuh untuk menutup mulut....apakah alasan ini tidak cukup?" "Leng Taiya sudah menderita luka yang berat. Dia kehilangan tangannya. Mana mungkin dia bisa pergi membunuh orang lain?" "Dia tidak perlu turun tangan sendiri" "Kalau begitu siapa yang sudah membantu membunuh Hui Taiya?" "Bukankah Leng Taiya memiliki seorang pengikut yang sangat setia padanya?" "Wie Kie-hong?" "Bukan Wie Kie-hong, tapi Wie Ceng ayahnya" Tu Liong terkejut, dia terdiam sangat lama. Boh Tan-ping melanjutkan kata-katanya. "Mungkin juga Leng Taiya sejak lama sudah memperhitungkan keadaan hari ini, karena itu dia mengatur sebuah siasat. Sebenarnya Wie Ceng tidak pernah pergi mengemban tugas, dia juga belum mati. Diam-diam dia membunuh untuk Leng Taiya." Kata kata Boh Tan-ping sangat berkebalikan dengan kesimpulan yang dibuat oleh Thiat-yan. Ini membuktikan bahwa walaupun mereka berdua saling berhubungan, namun pendirian mereka jauh berbeda. Karena itu Tu Liong kembali menaikkan penilaian dirinya terhadap Hiong-ki. "Apakah kau percaya?" "Setengah percaya setengah tidak percaya" "Aku sudah sangat puas. Orang yang satunya lagi sangat tidak percaya kata-kataku" "Siapa?" "Thiat-yan" Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oh,"? dia tidak percaya kata-katamu?" "Dia menyangka kopor itu berada didalam tangan Cu Siauthian. Dia memang seorang yang tidak sabaran. Dia langsung merencanakan menggunakan kekerasan, bukankah ini berbahaya?" "Kau kedengarannya membela Cu Taiya" "Tidak. Sebenarnya aku sedang memikirkan kebaikan Thiatyan. Aku tidak ingin dia salah mem-bunuh orang dan menanggung akibat yang berat." Tu Liong hanya diam. setelah beberapa lama, dia baru berkata. "Aku pasti akan menyelidiki hal ini. bagaimana kalau nanti kita bertemu lagi?" "Boleh saja. Malam ini di lapangan besar bagian belakang sebelum fajar menyingsing." 0-0-0 BAB 9 Penyelesaian Didalam sebuah rumah makan di sebelah barat kota, Tu Liong menjumpai nona Thiat-yan. Berdasarkan kata-kata Hiong-ki, pertemuan ini tidak diketahui oleh Boh Tan-ping. Tu Liong datang kesana bersama Hiong-ki, Namun Hiong-ki tidak ikut makan. Dia duduk diluar ruang makan untuk berjaga-jaga dan melihat-lihat keadaan, sekaligus menikmati pemandangan alam. Pada saat itu langit cerah berwarna biru muda, hanya sedikit awan putih yang terlihat di langit. "Seharusnya sejak awal kita bertemu dan berbicara santai seperti ini" Ini adalah kalimat pembuka yang diucapkan nona Thiatyan. "Betul" Sebelum datang kesini, Tu Liong sudah membuat draft catatan yang ingin dibicarakan, karena itu dia membalas kata-katanya dengan sangat tenang. "Namun sebelumnya kita berdua harus mempersiapkan diri untuk berkata dengan jujur" "dari awal aku memang bermaksud jujur, bagaimana dengan dirimu?" Thiat-yan masih terlihat santai. "Tentu saja aku akan jujur padamu" Jawab Tu Liong berusaha untuk ikut santai. Setelah itu Tu Liong langsung mengajukan pertanyaan "Kau datang kemari dan langsung melukai banyak orang. Apa tujuanmu melakukan hal itu?" "Semua orang yang kulukai adalah mereka yang sudah menjadi kaki tangan dalang kejahatan membantu mencelakai ayahku, aku hanya melukai bagian kecil tubuh mereka, itu sebenarnya sudah sangat baik sekali." "Nona Thiat-yan, aku tertarik dengan kata yang tadi kau gunakan 'kaki tangan'........kalau begitu menurutmu siapakah pelaku kejahatan sesungguh-nya?" Thiat-yan menjawabnya patah demi patah kata dengan jelas. "Cu Siau-thian" Tu Liong terus mendesaknya. "Apakah kau punya bukti?" "Sebenarnya punya, namun saat ini sulit ditunjukkan" "Kalau begitu mengapa kau tidak langsung menghukum pelaku kejahatan?" "Waktunya belum tepat" "Memangnya apa yang sedang kau tunggu?" "Menunggu sampai kopor kulit peninggalan ayahku sudah ditemukan." "Aku dengar kabar yang beredar. Menurut gosip katanya ketika ayahmu mendapat celaka, kopor kulit itu sudah di sita di gudang barang sitaan. Setelah itu Leng Souw-hiang menyuruh orang datang meng-ambilnya" "Ini memang kenyataan, hanya saja belakangan aku ketahui kalau kopor ini jatuh ke tangan Cu Siau-thian. Leng Souw-hiang selalu menghormati Cu Siau-thian, karena itu dia tidak berani membocorkan rahasia ini keluar" "Mengapa kau tidak pergi mencari Cu Siau-thian?" "Karena kau selalu berada di sisinya" "Kau terlalu tinggi menilai diriku. Apakah kau takut pada orang yang tidak memiliki nama sepertiku?" "Tentu saja aku tidak takut padamu. Namun aku tidak ingin melukai orang yang tidak ada hubungannya dengan masalah ini. aku sudah pernah memperingati Wie Kie-hong hal yang serupa, sekarang ini aku juga ingin memberimu peringatan yang sama. Jangan menghalangi ku, kalau tidak..." Aku datang kemari bukan untuk men-dengarkan peringatanmu. Aku datang kemari karena aku ingin mengerti masalah yang sebenarnya terjadi. Kau tadi mengatakan bahwa kopor ini sedang berada di dalam tangan Cu Siau-thian. Aku ingin melihat bukti apa yang mendukung kata-katamu ini" "Cepat atau lambat aku pasti akan menunjukkannya padamu." Tu Liong lalu mengajukan topik yang baru. "Apakah Boh Tan-ping tahu kau datang kemari?" "Dia tidak tahu. Bukankah tadi Hiong-ki sudah mengatakannya padamu?" "Sebenarnya sebelum aku datang kemari, aku sudah bertemu dengan Boh Tan-ping" "Oh...?" Nona Thiat-yan merasa terkejut. "apakah kau yang sudah mengundangnya untukbertemu?" "Tidak. Dia tiba-tiba datang mencariku" "Apa yang kalian bicarakan?" "Membicarakan tentang masalah ayah Wie Kie-hong. Menurut kata-katamu pada Wie Kie-hong, ayahnya masih hidup. Hanya saja sekarang ini dia sedang berada dibawah penindasan Cu Siau-thian. Tapi berdasarkan apa yang sudah dikatakan oleh Boh Tan-ping, cerita kalian berdua bertolak belakang" "Bagaimana ceritanya?" "Dia mengatakan bahwa Wie Ceng belum mati, mengenai cerita bahwa dia meninggalkan kediaman keluarga Leng Souw-hiang untuk menunaikan tugas, itu hanyalah isapan jempol saja. Sebenarnya Leng Souw-hiang sengaja mengaburkan kejadian yang sebenarnya agar gerak-gerik Wie Ceng selanjutnya tidak akan diperhatikan orang lain" "Apakah benar Boh Tan-ping berkata seperti itu?" "Kau seharusnya dapat melihatnya. Aku bukanlah orang yang suka berbohong" "Kau juga harus mempercayai kata-kataku. Kalau Boh Tanping tidak sengaja mengatakannya untuk menggoyang fakta, dia pasti sudah menjadi korban penipuan Cu Siau-thian. Wie Ceng sebenarnya sedang dibawah tekanan Cu Siau-thian. Suatu saat nanti kau pun pasti akan mengerti" Tu Liong merasa sulit membuat kepastian. Sebenarnya kata-kata siapakah yang dapat dipercayainya? Tapi dia sangat menghargai jawaban Thiat-yan, karena pemecahan masalah ini sangat menentukan banyak hal. Sementara waktu dia mengesampingkan masalah ini. dia lalu mengajukan pertanyaan yang lain. "Thiat-yan, kapan kau berencana untuk turun tangan memaksa Cu Siau-thian menceritakan tentang kopor kulit berwarna kuning itu?" "Malam ini" "Apakah kau yakin bisa mendapat jawaban-nya?" "Kalau kau tidak ikut campur, setidaknya aku tidak merasa khawatir" Thiat-yan menjawab pertanyaan dengan sangat pandai. Tentu saja ada kemungkinan kata kata ini keluar dari lubuk hatinya yang terdalam. Pendek kata, kata-kata Thiat-yan ini tersirat niat persahabatan. "Baiklah, aku akan menggunakan waktu yang tersisa untuk membuktikan yang mana yang benar yang mana yang tidak benar. Malam ini aku tidak akan berada dirumah. Nona, aku harus memberitahu satu hal. Kau mungkin tidak memiliki kesempatan seperti yang kau bayangkan" Thiat-yan tertawa tapi tidak berkata apa-apa. Setelah itu kedua orang ini bersama-sama makan makanan yang sudah terhidang didepan mereka dengan santai. Selain itu mereka masih mengangkat cawan arak dan saling tos. "Nona, ada satu hal yang sangat mengganjal di dalam hatiku" "Oo...?" "Mengapa kau bisa menerima Boh Tan-ping yang bermuka dua?" Thiat-yan berkata dengan penuh perasaan. "Orang itu sudah kupanggil paman dari kecil. Setelah aku tahu dia masih mempertahankan hubungan dengan Cu Siau-thian, aku tetap tidak bisa berpaling muka darinya. Lagipula ini bukan waktu yang tepat untuk berpaling." "Betul ! kata-katamu yang terakhir adalah kata-kata yang paling masuk akal" Thiat-yan tertawa manja. Dia memiliki sifat lemah-lembut yang biasa dijumpai dikalangan nona muda, namun dia juga memiliki ketegasan yang dimiliki kaum pria. "Aku datang ke Pakhia, lalu mengenal kau dan Wie Kiehong, aku merasa senang. Sayang sekali diantara kita terdapat hubungan balas budi dan balas dendam yang rumit. Masing-masing punya pendirian sendiri, kalau tidak...." "Nona, aku adalah orang yang sangat menyunjung tinggi kebenaran, dan menentang orang-orang yang berbuat jahat. Nona tenang saja. Didalam situasi apapun, kita bertiga selalu bisa menjadi kawan baik" "Benarkah?" "Aku tidak pernah berbohong" "Kalau begitu aku pantas memanggilmu dengan sebutan Tu toako" Tu Liong hanya tertawa, Thiat-yan juga ikut tertawa. Sepertinya semua masalah persahabatan diantara mereka sudah terselesaikan "Adik Yan!" Sekarang Tu Liong sudah menyebutnya dengan panggilan yang lebih akrab. "Ada satu hal yang ingin kujelaskan. Aku hanya memberimu satu kesempatan untuk datang menghadap Cu Siau-thian menanyakan tentang barang peninggalan ayahmu itu" "Hanya memberiku satu kesempatan? Apa maksud katakatamu itu?" "Hanya malam ini" "Sebenarnya aku juga hanya bisa melakukan malam ini saja..." "Oo..?" Tu Liong menyadari bahwa raut wajah Thiat-yan segera berubah menjadi serius, segera dia bertanya. "apa maksud kata-katamu itu?" "Toako! apakah kau masih belum mengerti? Cu Siau-thian tidak hanya memiliki ilmu silat yang hebat, selain itu dia juga pandai membuat siasat. Aku hanyalah seorang gadis kecil, mana mungkin aku bisa menang melawan dia? Yang aku miliki hanya sebuah hati yang berbakti, dan darah yang panas. Tapi pasti ada orang yang membantuku membalas dendam." Walaupun Tu Liong sangat terenyuh, tapi dia tidak menjawab. Dia sangat mengerti bahwa janji yang diucapkan seperti bekas tato yang ditempel besi panas, selamanya dia tidak bisa ingkar. Acara makan siang bersama ini harus berakhir juga. Karena Thiat-yan sudah minum beberapa cawan arak, kedua pipinya merona merah. Dia tampak semakin manis. Diam-diam Tu Liong terpesona. Namun dia berusaha untuk menahan perasaannya. Setelah selesai, kedua orang ini berdiri. Tempat mereka berdua makan adalah sebuah ruang makan tertutup, pintu masuknya ditutup rapat. Tu Liong menarik pintu masuk bermaksud keluar bersiap-siap membayar rekening. Tanpa diduga ternyata Hiong-ki sedang berdiri tegak didepan pintu masuk. "Mengapa Hiong heng tidak masuk kedalam dan duduk bersama kami?" Mendadak Hiong-ki jatuh bergedebuk kedepan, sebuah pisau menancap di punggung. Thiat-yan segera menggeliatkan tubuh bermaksud melesat menerjang keluar. Namun dengan cepat Tu Liong menjulurkan tangannya dan menahan gerakannya. Segera dia bertanya. "Kau mau kemana?" "Mengejar pelakunya" "Adik Yan!" Mungkin karena tegang, secara reflek dia kembali memanggil panggilan akrabnya. "Kepandaian Hiong-ki sangat tinggi, kau sudah tahu tentang hal ini. kalau ada orang bisa begitu mudah menancapkan pisau di punggungnya, walaupun menemukan pelakunya, apa yang bisa kau lakukan terhadapnya?" Thiat-yan hanya mendengus keras. Dia lalu melihat mayat yang tergeletak di tanah. Dia tidak berkata sepatah katapun. "Adik Yan! ayo kita pergi dari sini" "Apakah kita akan membiarkan Hiong-ki terbaring disini dan tidak memperdulikannya?" "Bukan tidak memperdulikan, tapi sekarang ini bukan waktu yang tepat. Petugas polisi di Pakhia sangat merepotkan. Bagaimana kau akan menghadapi mereka?" "Kalau begitu....kalau begitu apa yang harus kita lakukan sekarang?" "Percaya padaku. Seluruh masalah ini akan kuselesaikan sendiri, kau harus segera pergi dari sini.... ayo kemari!" Tu Liong segera menarik tangannya "Cepat ikut aku" Kebetulan sekali seorang pelayan datang membawa sepiring makanan ringan. Tu Liong segera mencegatnya. "Ayo antarkan, kami ingin membayar rekening" Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Perangkap Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo