Ilmu Golok Keramat 14
Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Bagian 14
Ilmu Golok Keramat Karya dari Chin Yung Ia melihat si pemuda meninggalkan kepadanya. Terpaksa ia memburu pula, sambil menyekal lengannya pula ia berkata. Engko Jong kau benci padaku ? Kenapa aku harus membenci kau ? Kau kelihatannya acuh tak acuh terhadapku. Ya, diantara kita tidak ada hubungan lain, Kita hanya sebagai kenalan sepintas lalu saja dan itu mudah dilupakan, Budimu yang aku terima, selama aku masih hidup tentu aku tidak akan melupakannya. Kembali Seng Giok Cin hatinya merasa di tusuk-tusuk. 340 Perih sekali hatinya ia menyintai sipemuda, tapi ternyata pemuda itu tidak mengerti akan cintanya. Tapi itu bukan salahnya Tiong Jong, salahnya sendiri barusan membuat sakit hatinya sipemuda yang beradat tinggi. ia menyesal, bagaimana akalnya supaya ia dapat baik kembali? mari kita bicara. mengajak si nona sambil menarik lengannya sipemuda pergi kebawahnya pohon yang rindang. Kedua-nya buat sejenak lamanya tinggal membisu. Seng Giok Cin tundukan kepala, sedang Ho Tiong Jong saban saban mendongak melihat kelangit seolah-olah ada apa-apa disitu yang dicari. Suatu saat ia memandang sinona yang menundukkan kepala sambil bakal main ujung bajunya. Nona Seng ada urusan apa kau ajak aku kesini? tiba-tiba sipemuda membuka pembicaraan. Seng Giok Cin tidak menjawab, hanya dari sepasang matanya yang jelita tiba-tiba mengeluarkan air mata. Ho Tiong Jong kaget melihat Seng Giok Cin menangis. Kau kenapa? tanyanya heran. Engko Jong. kata si nona sambil terisak-isak Apa kau masih marah padaku ? Kenapa aku mesti marah padamu ? Engko Jong, kau tak tahu isi hatiku terhadapmu. Ho Tiong Jong melengak. Sebelum ia membuka suara menanya, si nona sudah mulai melanjutkan kata-katanya secara blak blakan ia bukan seorang nona pemaluan atau pingitan, ia tidak tedeng aling-aling untuk mengatakan isi hatinya didepan pemuda pujaanya. Engko Jong, seumur hidupku selain ayah yang aku amat pikiri, tidak ada lain orang lagi. Tapi sejak hari itu, waktu kau menolong diriku tanpa menghiraukan diri sendiri telah menempur Sepasang Orang Ganas hatiku terus memikir padamu. Ho Tiong Jong berdebaran hatinya mendengar pengakuan si nona, ia tidak menyangka bahwa si nona berani secara terang terangan membuka rahasia hatinya, ia terus mendengarkan lanjutannya si nona bicara. Malah, aku lebih berat memikiri dirimu dari pada ayahku sendiri, Pikirku. setelah kau mati, aku akan mencukur rambut masuk menjadi nikouw untuk melayani suhu di 341 Ta san. Setiap hari aku akan tetap mengenangkan dirimu, mendoakan supaya arwah mu dialam baka mendapat tempat yang lapang.... Seng Giok Cin sampai disini sudah tidak dapat menahan rasa sedihnya lagi, maka ia telah menangis makin sedih danjatuhkan dirinya dalam pelukannya Ho Tiong Jong. Ia menangis terisak-isak didadanya sipemuda yang lebar dan kuat. Ho Tiong Jong sementara itu sudah tak dapat berkata-kata saking kagetnya. Kaget, Karena ia tidak menyangka si nona ada demikian besar cintanya terhadap dirinya, ia menyesal akan perlakuannya tadi, yang membuat si nona merasa tidak enak hatinya, Perlahan-lahan ia memenangkan hatinya. Sambil mengusap-ngusap rambutnya si nona yang hitam mengkilap dan tumbuh subur ia menghibur. Adik Giok. kau jangan berkata demikian. Aku hanya seorang pemuda gelandangan, tidak punya rumah tangga yang tentu, malah orang tua sendiri belum tahu dimana adanya. Masih terlalu banyak pemuda-pemuda pantaranku, yang lebih tampan, gagah dan tinggi kedudukannya maupun ilmu silatnya, maka bagimu masih mudah saja untuk memilihnya bukan? Kau... Engko Jong. memotong si nona dengan air mata masih berlinang-linang, memang tidak salah ucapanmu barusan, banyak yang lebih cakap dan cerdik dari pada kau. Tapi kau adalah kau, mereka adalah mereka, Mereka bukannya kau. Engko Jong, kau tidak tahu, meski sekarang badanku belum menjadi milikmu, tapi hatiku telah lama menjadi milikmu. Maka kalau kau mati, hatiku juga berarti mati, mengikuti kau dikubur, Selanjutnya aku akan hidup dengan semangat melayang-layang dan mungkin, setelah suhu menutup mata aku juga akan menyusul rokhmu ketempat baka. Adik Giok... suara merdu menyelusup ditelinga si nona, sedang mulutnya ditekap oleh sipemuda pujaannya, Kau jangan berkata demikian, aku seram mendengarnya, Nah, sekarang coba dongakkan wajahmu yang cantik. Seng Giok Cin menurut, dengan air mata masih berlinang-linang, ia dongakkan mukanya menatap wajahnya Ho Tiong Jong yang bersenyum kepadanya. Sejenak lamanya keduanya saling memandang dengan tidak merasa puas. 342 Tangannya Ho Tiong Jong yang kiri dipakai menunjang dagunya si nona, sedang yang kanan dipakai mengusap-usap jidat, rambut, pipi dan mulutnya sinona yang mungil, Matanya terus menatap seolah olah tidak mau berkedip. Si nona diperlakukan demikian, tinggal mandah saja malah merasa sangat bahagia. Adik Giok. kata sipemuda dengan suara pelahan, Aku cinta padamu, aku ingin memandang wajahmu sepuas puasnya, supaya kalau aku nanti mati dapatlah aku mengenangkan wajah yang elok jelita dari kekasihku daiam-dunia... Suara Ho Tiong Jong parau kedengaran-nya, karena menahan rasa sedih yang mencengkeram hatinya. Tampak pada kedua belah matanya ada meneteskan butiian air mata, sedang sepasang matanya Seng Giok Cin yang barusan baru berhenti menangis, kini mendengar kata kata itu. kembali mengeluarkan air mata dengan derasnya. Keduanya jadi saling peluk dengan sangat mesra seakan akan tidak ingin berpisahan pula, keduanya saat itu merasa sangat bahagia, melupakan untuk sesaat itu atas kematiannya sipemuda yang sebentar lagi akan terjadi. Suaranya Ho Tiong Jong yang memanggil adik Giok terus berkumandang dalam telinganya si nona, jasanya seperti suara musik yang merdu, ia bersenyum, diam-diam dan balas memeluk erat-erat pada sipemuda yang memeluk kencang tubuhnya seakan- akan sudah tak mau melepaskannya lagi. Tiba-tiba Ho Tiong Jong mendorong dengan perlahan tubuh sinona yang harum semerbak, pikirannya kalut perasaannya cemas meluap-luap dan ia menyesal bahwa umurnya akan demikian pendek. Kalau saja ia diberi panjang umur, alangkah bahagianya ia hidup di dampingi seorang wanita elok seperti nona Seng Eng yang mencintai setulus hati. Adik Giok,sudah waktunya kita berpisahan-.. terdengar sipemuda pelahan sambil mendorong tubuhnya si pemudi pelahan. seng Giok Cin berkeras tidak mau dipisahkan dari tubuhnya. Engko Jong.... ia berbisik, Biarkan aku ikut kemana kau pergi temponya ada sangat singkat untuk kita akan berpisahan selama-lamanya, dengan begitu dapatlah nanti aku mengenangkan wajahmu dibawah sinarnya lampu sang Buddha. 343 Ho Tiong Jong kaget, ia tidak tega untuk mendorong sinona yang memeluk erat- erat tubuhnya. Adik Giok. semestinya aku tidak boleh berbuat begini, aku harus bersikap dingin padamu, memancing kebencianmu, supaya kau dapat melupakan aku. Tapi, ya, barusan kau kata hendak mengikuti aku sampai aku... IHussstt... kata Seng Giok Cin, sambil menekap mulutnya sipemuda dengan jari-jari tangannya yang halus mulus, jangan teruskan bicaramu, aku seram mendengarnya, sebaiknya kita bicarakan hal hal yang membahagiakan hati saja. Ho Tiong Jong menatap wajah cantik dari Seng Giok Cin, kerlingkan matanya yang menjalin hati, membuat Ho Tiong Jong lemas karenanya, maka ia bersenyum dan berkata dengan pikiran lega. Baiklah, aku menurut saja padamu. Seng Giok Cin berseri-seri, air matanya yang barusan berlinang linang telah menghilang entah kemana. Perlahan-lahan ia keluar setangannya, hendak menyeka bekas menangis tadi. Ho Tiong Jong cepat merebutnya setangan yang harum semerbak ini, ia sendiri yang menyeka pelahan-lahan air yang masih mengeram ditelakupan dan bulu matanya yang halus lentik, oh bagaimana bahagia Seng Giok Cin pada saat itu. Keduanya saling menatap dengan bersenyum-senyum. Tangannya nona Seng yang halus memegang tangannya sipemuda, diajaknya untuk berduduk pada sebuah batu besar yang tidak jauh dari situ. Engko Jong. kata sinona, setelah mereka duduk berendeng, semula aku tidak memperdulikan segala kejadian. Kini aku merasakan akan kedatangannya malaikat elmaut. Setelah aku menyaksikan perbuatanmu menolong si lemah memberantas si jahat, hatiku jadi tergerak. Aku berjanji akan membuang perangaiku yang sudah-sudah dan selanjutnya akan menjalankan kebenaran seperti kau? Bagus itu, bagus adik Giok, Setelah aku... dia tidak dapat melanjutkan bicaranya karena mulutnya kembali dibekap oleh tangan yang mungil Seng Giok Cin matanya melotot kepadanya seolah-olah menegur kenapa ia hendak berkata pula yang menyeramkan itu. Ho Tiong Jong merasa bersalah, maka ia berseri-seri kemudian berkata. Adik Giok, maafkan aku barusan aku kelupaan- 344 Aku harap kan jangan timbulkan soal demikian pula, yang membikin hatiku sangat pilu dan kepingin menangis. apakah kau senang melihat aku menangis terus-terusan? demikian si nona menyesalkan. Iyah dah. aku tidak berani lagi. jawab sipemuda bergurau. Seng Giok Cin ketawa, Suasana menjadi gembira lagi, keduanya meneruskan percakapannya. Seng Giok Cin menyatakan pikirannya. Engko Jong meski betul katanya kau tak iapal ditolong lagi, tapi apa salahnya sebelumnya waktunya sampai, kita berdaya untuk mencari pemunah racun yang ada ditubuhmu. Siapa tahu Tuhan memberkahkan kita dapat hidup bahagia nanti? Ho Tiong Jong diam saja. Tapi otaknya bekerja, ia pikir, tubuhnya sudah tiga kali kena racun. Pertama karena goresan kukunya Tok-kay, kemudian Toat-kim chi dari ceng ciauw Nikow yang ia gigit dengan giginya, lantas belakangan diinjeksi oleh jarum mautnya si kakek aneh dari Lembah Pasir Berjalan. Tiga macam racun sudah mengaduk dalam tubuhnya, mana mungkin dirinya ketolongan dari bahaya kematian. Melihat sipemuda diam saja. Seng Giok Cin meneruskan bicaranya. oo, ya.... sekarang aku baru ingat, Locianpwee Kong Yat Sin sering-sering datang ke gunung Po kay san menyambangi seorang sahabatnya untuk bercakap-cakap. Dari sini gunung itu jaraknya hanya seratus lie saja. Aku kira, dalam waktu dua jam kita sudah bisa sampai, Siapa tahu peruntunganmu panjang umur, dengan Tuhan Yang Maha Esa kau dapat di tolong. Dia ada mempunyai hubungan baik dengan ayahku, maka aku akan minta supaya bagaimana juga ia dapat menolong dirmu. Eh bagaimana kau pikir? Ho Tiong Jong terbuka sedikit harapannya, ia menyetujui usulnya si nona untuk pergi kesana. Disaat mereka pada bangun berdiri dari duduknya, tiba tiba muncul Souw Kie Han dihadapan mereka. Hei, kalian lagi merundingkan apa lagi bukan lekas pergi? tegurnya kasar. Ho Tiong Jong beringas, Agaknya ia sangat marah pada si kakek yang menginjeksi dirinya dengan jarum mautnya. Tapi sebelum pemuda membuka suara, Seng Giok Cin 345 menalangi padanya menjawab. Hii, kau ini orang tua bawel benar, sekarang juga kira memang hendak meninggalkan tempatmu Souw Kie Han melihat sepasang matanya si nona merah seperti habis menangis, hatinya menjadi lemas. Tidak tega berlaku keterlaluan, ia hanya menyuruh supaya mereka buru buru meninggalkan tempat itu. Matanya Ho Tiong Jong mendelik, IHm.... ia menggeram, kalau kepandaianku diatasmu, aku akan membereskan kau kakek serakah ini mengangkangi seluruh gunung. Souw Kie Han berubah wajahnya, ia tidak senang mendengar perkataan Ho Tiong Jong. Bccah, kau jangan banyak omong. Sekali lagi kau berani berkata begitu awas demikian ia mengancam. Ho Tiong Jong meluap amarahnya. Ia nekad dan hendak menempur lagi si kakek, meskipun ia sudah dipecundangi dan tahu bahwa kepandaiannya belum nempil untuk melayani si kakek. Pikirnya, sudah kepalang, tokh dirinya bakalan mati, Takut apa sama si kakek yang kejam itu. Tapi Seng Giok cia lebih sabar, ia tahu meski ia berdua bersatu juga mengerubuti si kakek masih bukan tandingannya, apa lagi Ho Tiong Jong seorang diri menghadapinya, maka ia sudah kasih isyarat kepada sipemuda dengan kerlingan matanya. Sabar Locianpwee, jangan berbuat sekasar itu kepada kami, Tokh kami hanya menginjak Liu soa-kok hanya untuk sekali ini saja, untuk apa kau jadi marah? Si kakek mendengar tata bahasanya demikian halus dan merendah, hatinya lemas, Terdengar ia menghela napas, kemudian berkata. Ya, kalian tidak tahu kesusahan hati lohu. Sebenarnya, lohU tidak punya maksud memberlakukan kalian kasar. Ho Tiong Jong mendengar perkataannya si kakek, lantas terlintas dalam ingatannya suatu penemuannya tempo hari. Aku tahu kau punya kesusahan hati , katanya Souw Kie Han berubah wajahnya, ia mengawasi si pemuda sejenak. Bagaimana kau tahu kesusahan lohu ? Kau tentu sedang memikirkan benda wasiat yang kau cari tak ketemu, bukan ? 346 Si kakek tergetar hatinya, ia heran kepada pemuda ini dapat menebak dengan tepat kesusahan hatinya? Apa artinya perkataanmu itu, tanya sikakek. Sekarang kau terangkan dahulu kesusahan hatimu, nanti aku akan kasih tahu apa apa yang membuat terhibur kesusahanmu? si kakek terheran heran mendengar bicaranya Ho Tiong Jong. Ya. lohu sudah puluhan tahun lamanya-tapi selama itu belum juga dapatkan benda yang lohu maksudkan- Ho Tiong Jong ketawa, Aku tahu kesusahan ini, kau lentu mencari itu patung yang melukiskan tubuhnya satu wanita elok. benar tidak? Hei bocah teiiak si kakek, Kau bohong mana bisa jadi kau dapat menemukan benda itu digunung Sie ban-leng ini, tentu kau menemukannya diluar gunung. Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Aku sudah memegangnya, aku sudah melihatnya, bahkan sudah membaca apa bunyinya tulisan yang diukir pada patung sicantik itu. jawab Ho Tiong Jong. souw Kie Han terbelalak matanya, ia mengawasi si pemuda tanpa berkesiap. Bocah, kau lekas beritahukan pada lohu, dimana letaknya dan apa patung itu sudah di ambil olehmu. Bicara lekas, kalau sedikit, membohong lohu tidak perkenankan meninggalkan tempat ini. Mungkin lohu akan membuka pantangan membunuh dan hilangkan jiwa kalian. Seng Giok Cin terkesiap hatinya, ia jerih juga menghadapi si kakek yang sedang kalap mendengar berita tadi dari Tiong Jong. Tapi sebaliknya Ho Tiong Jong tidak takut, ia tertawa bergelak-gelak. Kakek kejam, aku Ho Tiong Jong tidak nanti takut dengan ancamanmu sekarang mati dan nanti mati, untukku sama juga bukan? Souw Kie Hanjadi melongo. Memang benar juga kata-katanya sipemuda, ia sudah kena jarum injeksi mautnya lagi beberapa jam menemui kematiannya, kalau sekarang ia membunuhnya sama juga, tidak banyak bedanya ada terlebih cepat ia menemui kematiannya. 347 Ia menyesal sendiri tidak dapat memunahkan racun jarum mautnya, kalau tidak boleh ia memunahkan dahulu racun yang pada ditubuhnya si pemuda untuk mengorek rahasia yang diketahui oleh sipemuda itu dengan jalan menyiksa dirinya. Kini gertakannya tidak mempan. Maka dengan mendongkol ia sudah tinggalkan pergi sepasang muda mudi itu. Mereka juga tidak ambil perduli si kakek dan lantas angkat kaki dari situ. Tapi tidak dinyana si kakek kemudian balik lagi dan menegasi, katanya. Hei bocah, apa patung itu kau sudah ambil? Tidak jawab Ho Tiong Jong sambil terus berjalan, hingga si kakek menjadi tidak senang pertanyaan dianggap sepi. Dalam gemasnya, ia sudah keluarkan kepandaiannya menotok dari jarak jauh, sebentar lagi Ho Tiong Jong dan sinona pada jatuh rubuh. He he he, si kakek tertawa aneh, ketika melihat korbannya rubuh, ia datang menghampiri lalu keluarkan rantai wasiatnya, dan merantai muda mudi itu diikatnya pada pohon masing-masing sejarak kira kira satu tumbak. Mereka diikat berhadap hadapan, Setelah mana ia lalu membuka pula semua totokannya, sehingga saling susul Seng Giok Cin dan Ho Tiong Jong mendusin, Si nona merasa girang, ketika siuman melihat Ho Tiong Jong tak kurang suatu apa hatinya lega, sebaliknya sipemuda, ketika membuka matanya bukan main gusarnya pada Souw Kie Han, ia mencaci maki si kakek. Kau ini tua bangka tidak tahu diri, kejam dan tidak punya peri kemanusiaan- Bagaimana tidak hujan tidak angin mau berlaku sewenang-wenang lagi pada kami? Apa belum puas dengan jarum mautmu yang ditusukkan kepadaku. Tapi Souw Kie Han tidak jadi marah, malah ia ketawa terkekeh kekeh. Kau sayang pada dia? tanyanya kemudian sambil menunjuk pada nona Seng. Tentu, kan mau berbuat apa? sahut Ho Tiong Jong beringas. He he he, kalau kau sayang padanya, lekas cerita terus terang, lohu tidak akan mau mengganggu seujung rambutnya? Tidak. kau jangan kena digertak olehnya, Engko Jong, kalau kau menuruti kemauannya aku akan membenturkan kepalaku mati disini demikian si nona berkata dengan suara gemas dan pasti. 348 He he, dia cerita juga boleh kenapa? Tidak. aku tidak suka menyenangkan hatimu, Kau kakek kejam. Bocah, kau jangan bikin lohu jadi marah bentak Souw Kie Han pada nona Seng. Tidak. aku tidak takut kau marah, Eh, Engko Jong kalau kau memberitahukan kepadanya aku akan menggigit lidahku untuk mati disini. Souw Kie Han benar benar marah, ia angkat tangannya menampar pipinya si nona hingga bersuara nyaring, Sinona sangat malu di hina demikian rupa seumur hidupnya ia baru mengalamkan kejadian itu. Dengan air mata bercucuran ia memaki si kakek kalang kabut, tapi tidak diladeni oleh Souw Kie Han. Di lain pihak Ho Tiong Jong perih hatinya melihat kekasihnya diperhina demikian rupa oleh si kakek. tapi apa daya? ia tidak mempunyai tenaga untuk melawannya, ia hanya menyesalkan dirinya yang tidak punya guna. Tapi Souw Kie Han juga sesudah menampar si gadis harinya merasa sangat menyesal ia terburu napsu bukannya ia punya maksud untuk menghina seorang wanita, ia berbuat demikian karena tidak tahan oleh perasaan gusarnya. Ia lalu menghadapi Ho Tiong Jong dan berkata. Bocah lohu sudah mengambil ketetapan untuk melepaskan kau dan dia. Tapi dengan syarat, yalah ke satu kalau kalian sudah merdeka kau menjamin dia tidak akan membikin pusing lohu, kedua kau harus bersumpah bahwa benda itu masih dipuncak gunung ini tidak dibawa olehmu. Bagaimana kau sanggup? Si kakek rupanya merasa kuatir juga si nona kalau sudah dimerdekakan akan ngamuk dan merangsak dirinya, Meskipun ia sendiri tidak takuti Seng Giok Cin tapi biar bagaimana juga ia merasa sungkan melayani seorang anak perempuan yang pantas menjadi buyut-nya. Ho Tiong Jong pikir-pikir syarat-syaratnya itu dapat diterima sebab kalau ia terus membandel, dikuatirkan si nona akan mendapat tambah penghinaan yang tak ada perlunya dari si kakek. Maka ia lalu mengawasi pada Seng Giok Cin, seakan-akan yang meminta persetujuaanya.. Seng Giok Cin mengerti, ia pikir memang tidak ada gunanya membandel. Paling perlu lekas-lekas mereka dapat kemerdekaannya, supaya Ho Tiong Jong cepat-cepat 349 mendapat pertolongan dari Kong Jat Sin. Maka ia lantas mengasih isyarat dengan matanya, bahwa ia mupakat sipemuda menerima baik syaratnya slkakek. Bagaimana? si kakek mendesak. Ya, aku terima syaratmu itu. Kalau aku membawa patung itu, biarlah langit dan bumi menghukum diriku? Souw Kie Han tertawa gelak-gelak. Ia percaya perkataan sipemuda, maka seketika itu ia telah melepaskan mereka lagi. Seng Giok Cin cepat-cepat mengajak Ho Tiong Jong meninggalkan tempat itu. Mereka menuju ke gunung Po-kay san. Di sepanjang jalan, mereka bercakap-cakap meskipun di wajah mereka kelihatan gembira, tadi dalam hati masing-masing cuma Tuhan yang tahu, Mereka kuatir akan gagal racun pada tubuh sipemuda tak dapat ditolong karena tidak dapat menemui Dewa obat Kong Yat Sin-Mereka beli seekor kuda naiki berdua, Gunung Pokaysan itu tidak seberapa jauh mereka hanya memerlukan setengah jam saja berkuda sudah sampai ditempat yang dituju. Ketika mendaki gunung tersebut sampai ditengah-tengahnya Seng Giok Cin telah menangis, karena hatinya sangat sedih memikirkan nasib sendiri dan Ho Tiong Jong, pemuda pujaannya, ia berkata pada sipemuda. Ya, Engko Jong hatiku merasa takut sekali. Kau takuti apa? tanya sipemuda heran. Kalau-kalau kita tak dapat menjumpai orang yang akan diminta pertolongannya, bagai mana baiknya, ya? Kau jangan meninggalkan aku... Ho Tiong Jong mendengar kata-kata si nona, hatinya sangat pilu. Kau jangan takut, jiwa manusia di tangan Tuhan- menghibur Ho Tiong Jong, tapi berbareng ia sudah menotok jalan darah si nona hingga ia ini jatuh lemas. Ho Tiong Jong cepat menahan tubuhnya si nona yang hendak rubuh, perlahan- lahan si jelita diturunkan dan kuda dan diletakkan diatas rumput dibawah satu pohon siong yang rindang. Matanya si nona mengawasi sipemuda dengan sayu, seolah-olah mau menanya, kenapa menotok dirinya? Kemudian memeramkan matanya tidur pulas. 350 Adik Giok. jangan kecil hati. Aku terpaksa menotokmu, supaya kau jangan turut aku kesana, Sebab kalau benar tidak menemui orang yang dicari, repotlah nanti aku karena kau putus asa. Kau beristirahatlah sebentar disitu, aku segera akan kembali^ la boleh dikata telah berkata-kata sendirian, karena Seng Giok Cin saat itu sudah tidak sadarkan dirinya, ia sudah pulas karena totokannya tadi. Ia menghampiri kudanya dan ditambat pada sebuah pohon-Cepat Ho Tiong Jong gerakan kakinya naik keatas gunung. Sesampainya dipuncak. benar saja ia dapatkan rumah yang dimaksud. Ia tampak mencil sendirian, hingga tidak sukar untuk Ho Tiong Jong mencarinya. setelah berada didepan rumah, ia lalu mengetuk pintunya. ooOOoo Ketika ketukannya tidak mendapat jawaban, ia lalu membentak. Numpang tanya, apa Kong Jat Sin lo cianpwee ada didalam rumah ? Siapa di luar ? terdengar jawaban dari sebelah dalam. Aku Ho Tiong Jong bersama nona Seng Giok Cin ingin berjumpa. Sayang sekali terlambat sedikit, Kong Jat Sin sudah pergi dari sini. Mencelos rasa hatinya mendengar ia terlambat datang tak dapat menjumpai Kong Jat sin. pikirnya jiwanya sudah tak dapat tertolong lagi, habislah pengharapannya. Tiba-tiba ia mendengar dari sebelah dalam dari suara tadi, yang menanyakan apa nona Seng itu ada putrinya Seng Eng? Muridnya dari Kok Lo-lo dari Rumah Es Tay-pek- san? Pertanyaan mana dijawab oleh Ho Tiong Jong Ya Hei, untuk apa sebenarnya kamu berdua datang kemari? Apakah sekiranya dapat diwakili olehku? demikian kata-kata orang dari sebelah dalam. TERIMA kasih, tapi urusan rasanya sulit untuk diwakili. jawab Ho Tiong Jong. Mari masuk. kita bicara didalam ada lebih leluasa. mengundang orang tadi. Ho Tiong Jong terus masuk kedalam rumah, Ternyata didalamnya ada lebar dan resik, di tengah-tengah ada kursi dari batu diatas mana ada duduk seorang tua yang sedang bakal main biji-biji catur, sikapnya gagah dan bersemangat. Ho Tiong Jong lantas menjura sambil berkata. 351 Boanpwe Ho Tiong Jong menghadap didepan Lo cianpwe. orang tua ini memandang pada sipemuda sejenak lamanya, lantas angguk- anggukan kepalanya, Anak muda mukamu tampan dan gagah, tentu kepandaian silatmu ada tinggi, Mari datang dekat sini. mengundang si orang tua. Ho Tiong Jong menurut, Kiranya si orang tua mengundang sipemuda datang lebih dekat hendak menatap lebih leluasa lagi, Dalam hatinya memuji tulang tulang bakat yang sempurna dari Ho Tiong Jong untuk menjadi jago silat ternama. Melihat sikapnya si orang tua, yang memperkenalkan namanya Kie Hia San, penghuni dari rumah itu, diam-diam si anak muda berpikir bahwa orang tua itu tentu bukan orang sembarangan. Ia tentu ada salah satu jago tua yang telah mengasingkan diri, makanya juga ia menjadi sahabat baiknya Kong Jat Sin, si Dewa obat yang suka keluyuran menyambangi sahabat-sahabat karibnya. Memikir kesitu lantas Ho Tiong Jong menjatuhkan diri berlutut dan berkata. Li-cianpwee, kedatangan boanpwe adalah hendak minta pertolongan dari Kong Lo cianpwee, hanya sayang sekali tak dapat menjumpainya, kini boanpwee beruntung dapat berhadapan dengan Lo-cianpwee, mohon pertolongan cianpwee supaya dapat menolong boan pwee yang ditimpa kesulitan- Orang tua itu kaget menyaksikan kelakuannya Ho Tiong Jong. Anak muda kau jangan pakai banyak peradatan, Lekas bangun dan ambil tempat duduk. katanya, sambil mengunjuk pada sebuah kursi dari batu. Ho Tiong Jong menurut, ketika diminta menuturkan hal pertolongan yang hendak di mintanya, telah dituturkan jelas oleh sipemuda tentang dirinya menghadapi bahaya kematian karena kena racun Tok kay, Tok-kim chi Ceng cianw Nikow dan paling belakang jarum mautnya Souw Kie Han-Orang tua itu geleng-geleng kepala. Ya, memang hanya Kong Iaote saja yang dapat menolong kau. Nona Seng baik kepadamu, tapi kau jangan lupa pada nona yang kau sudah tolongi. Ho Tiong Jong baru ingat lagi tentang Kim Hong Jie. Ia lalu minta supaya orang tua itu sebisanya dapat menolong dirinya. Kie Hia sianjin geleng-geleng kepala, Aku bukannya tidak mau menolongi, tapi memang aku tidak punya kemampuan untuk menawarkan racun dari dalam tubuhmu itu. 352 Habislah pengharapan Ho Tiong Jong. Maka, setelah minta diri dari tuan rumah, ia lalu keluar lagi dari rumah itu berjalan dengan pikiran kalut menuju ketempatnya Seng Giok Cin yang barusan ia tinggalkan. Ketika ia sampai dan hendak membuka totokan si gadis, tiba tiba ada seorang dibelakangnya berkata. Nanti dahulu. Ho Tiong Jong kaget, cepat ia membalik. Kiranya orang itu ada Khi Hia Sianjin, yang telah menguntit dirinya, ia memuji kepandaiannya orang tua itu, yang ia tidak dapat dengar sama sekali kedatangannya kesitu. Dia tokh harus dibuka totokannya, supaya siuman kembali, kata Ho Tiong Jong. Aku tahu, tapi sebelumnya kau telan dahulu ini pil buatanku, Aku membuatnya dalam tempo sepuluh tahun dari embun pohon siong tua. orang biasa kalau memakan bisa tambah umur seratus tahun, sedang untuk orang yang berilmu silat dapat membuat badan segar dan tambah semangat dalam tempo satu jam saja. Meskipun pil ini tak bisa menghilangkan racun, tapi ada sangat berfaedah untukmu. setelah berkata Kie Hia Sanjin serahkan pil itu kepada Ho Tiong Jong. Bermula sipemuda tidak mau menerimanya karena merasa sayang Pil yang sangat berharga itu ditelan olehnya yang tidak lama lagi akan mati, Tapi Kie Hia Sanji mende- sak. katanya, Memang sayang akan pil yang mujarab ini kau telan karena tokh kau bakal mati, akan tetapi kau harus ingat, kalau sebentar nona Seng sudah siuman dan melihat mukamu begitu lesu guram, apa nanti jadinya? Ho Tiong Jong terperanjat, ia baru ingat akan kepentingannya nona yang dicintainya maka ia lantas menyambuti pil tadi dan segera ditelannya. Nah, sekarang kau sudah menelan pilku, sama saja kau menelan pilnya Kong Laote. Ho Tiong Jong merasa bekerjanya pil itu, lebih dulu masuk dalam tenggorokannya sangat harum kemudian dirasakan sekujur badannya segar betul, semangatnya berbareng terbangun, ia sangat heran, diam-diam sangat memuji kemujaraban obat itu. Ia memandang Kie Hia Sianjin dengan penuh terima kasih. Cianpwee, kau sangat baik, aku sangat berterima kasih kepadamu. katanya. Anak kau jangan kata begitu, Aku memberikan pil itu karena terdorong oleh perasaan simpati kepadamu. Orang muda yang seperti kau, hormat dan memandang 353 tinggi pada orang tua, sungguh jarang sekali, Lain dari itu, aku kuatir kedukaannya nona Seng kalau sebentar dia siuman melihat kau dalam keadaan lesu tidak bersemangat karena putus asa, dia tentu akan sangat berduka dan perih hatinya. Maka itu, sekarang kau sudah menelannya, aku lihat obat itu mulai bekerja karena air mukamu sekarang sudah berubah bersemangat. Ho Tiong Jong hanya menjawab. Cianpwee... terima.... kasih... Kemudian ia duduk bersemedi disisinya nona Seng. Ia merasakan bekerjanya obat Kie Hia Sianjin lebih jauh dalam tubuhnya. Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo perutnya dirasakan panas, kemudian hawa panas itu beredar keseluruh tubuhnya membuka jalan darah yang kurang baik bekerjanya. tulang tulangnya pun mendapat pengaruh kemujarabannya itu obat tadi. Dalam sekejapan saja Ho Tiong Jong merasakan sekujur badannya menjadi sangat segar dan tenaganya bertambah kuat, semangatnya juga terbangun. Bukau kepalang girangnya sipemuda, sayang ketika ia buka matanya yang barusan di pejamkan sekian lama merasakan menyelusupnya hawa panas disekujur badannya, ternyata Kie Hia Sianjin sudah tidak ada dihadapannya pula. Orang tua itu entah sejak kapan telah meninggalkan padanya. Matanya lalu memandang pada nona Seng yang masih rebah seperti orang pulas Mukanya elok dan putih seperti salju, bibirnya kecil mungil seolah-olah menantang di cium, Ho Tiong Jong menyaksikan keelokannya si gadis, terpesona sekian lamanya. Dadanya dirasakan berontak. pelahan-lahan tangannya di ulur untuk mengusap-usap itu pipi yang halus, jari telunjuknya mengkutik- kutik bibirnya yang merah menantang. Hatinya semakin bergoyang karena kelakuannya itu. Pikirnya. Aku tokh bakal mati dalam beberapa jam lagi, apa halangannya kalau aku akan mencium dia. Karena pikiran ini ia merebahkan dirinya disisinya si gadis, muka didekati pada mukanya nona Seng dengan sangsi-sangsi, tapi... tapi... akhirnya perasaan sangsi itu lenyap dan si nona dalam keadaan tidak sadar mendapat ciuman mesra dari pemuda pujaan-nya. oh...kalau saja itu dilakukan dalam keadaan nona Seng sadar, entah bagaimana besar rasa girang dan bahagianya. 354 Diiain saat Ho Tiong Jong sudah membuka totokannya nona Seng. Pelahan-lahan Seng Giok Cin siuman, ia nembuka matanya dan mengawasi pada HoTiong Jong yang sedang duduk disisinya sambil bersenyum-senyum. Eh, Engko Jong, kenapa kau tadi menotok aku ? tanyanya. Ho Tiong Jong tertawa, Nah, coba kau tebak, dari sebab apa aku barusan menotok padamu ? Seng Giok Cin membuka lebar-lebar matanya. ia dapatkan Ho Tiong Jong begitu bersemangat dan segar sekali. Hatinya menjadi sangat girang, Pikirnya, apakah Tiong Jong sudah ditolong oleh Kong Yat Sin? Aku tahu. kata si nona bersenyum, Kau tentu sudah ditolong oleh Kong locianpwee betul tidak ? Sipemuda geleng-geleng kepala. Hei, kau jangan menggoda aku. Keadaan mu begini seger dan bersemangat terang kau tentu sudah dapat ditolong oleh si Dewa obat itu, kenapa kau masih geleng-geleng kepala Adikku, kau keliru menebak. Habis bagaimana? Sabar dahulu, jangan tergesa-gesa, nanti engkomu menuturkan duduknya perkara, adikku... au... kenapa kau nyubit? Ho Tiong Jong mengusap-usap lengannya sambil bersenyum. Seng Giok Cin sebenarnya seorang gadis yang bersifat serius dan bertindak tegas, tapi belakangan ini ia galang gulung dengan sipemuda yang selalu gembira. Jenaka hatinya menjadi lembek dan banyak berubah adanya. Mendengar kata-katanya sipemuda yang berkelakar, hatinya sangat geli, tidak tahan kalau ia tidak memberikan cubitan mesra. Rasakan terdengan si gadis berkata, Kalau kau masih mau berbelit-belit lagi bicara, nanti adikmu akan mencubit lebih sakit lagi? mengerti? Si nona berkata sambil kerlingkan matanya diiring oleh senyuman memikat, hingga Ho Tiong Jong berdebar keras hatinya. Dia betul-betul cantik... katanya dalam hati sendiri. 355 Baiklah, akan kuceritakan- lantas ia berkata pula pada si nona, supaya jangan kena dicubit, kenapa adik Giok jadi kaya kepiting bisa... Nona Seng tidak sabaran karena Ho Tiong Jong kembali berkelakar bicaranya, maka ia sudah mencubit lagi, hingga sipemuda berjengit pura-pura. Ini baru seperti kepiting, nanti cubitan berikutnya seperti kalajengking, kau boleh rasakan-.. hihihi... Ho Tiong Jong tertawa gembira sekali. Dua orang muda itu berkelakar penuh bahagia untuk sementara melupakan saat genting yang tengah menanti. Adik Giok. kau masih belum menebak dari sebab apa aku menotok padamu, kata Ho Tiong Jong. si nona berpikir, Aku tahu, kau menotok aku supaya aku tidak turut naik gunung, karena disana kalau tidak menjumpai Kong lo-cianpwee pikiranmu tentu aku akan bersusah hati, Kau terlebih dulu melihatnya kesana, begitu bukan? Setelah berkata sinona tundukkan kepalanya, mukanya kemerah-merahan. Adik Giok. tebakanmu tepat sekali. Betul-betul kau pintar tidak percuma menjadi anak masnya pocu dari Seng kee-po. Awas, ya sinona mengancing tangannya diulur hendak mencubit lagi, tapi Ho Tiong Jong pegang tangan yang halus dan ketawa gembira. Tapi kemudian ia lepaskan cekalannya dan sodorkan tangannya untuk di cubit seraya berkata. Biarlah, lebih banyak mendapat cubitanmu, lebih banyak aku mengenangkan wajahmu yang elok ditempat baka.... Engko Jong, si gadis berseru, sambil menekap mulutnya sipemuda, Kau jangan cerita yang begituan, seram aku... Ho Tiong Jong ketawa nyengir. Habis bagaimana selanjutnya? Kau mendapat pertolongan siapa jadinya? tanya nona seng. Ho Tiong Jong lantas menceritakan pertemuannya dengan Kie Hia Sianjin, oleh ia di beri pil yang mujijat, hingga tubuhnya dirasakan segar bugar dan semangatnya menyala. 356 Aku seumur hidupku, belum pernah berlutut d ihalapan orang. sipemuda menutup ceritanya, Akan tetapi ketika ketemu dengan Kie Hia Sianjin entah bagaimana pikiranku lantas aku menekuk lutut meminta pertolongan- Setelah mendengar penuturannya sipemuda, Seng Giok Cin kerutkan alisnya yang lentik, seakan-akan yang berpikir la bengong sejenak. Aku mau menemui Kie Hia Sanjin... katanya berbareng ia lompat bangun dan lari mendaki gunung menuju kearah rumahnya si orang pandai. Ho Tiong Jong mengejar dan menghalang halangi perjalanannya si gadis. Hei, kenapa kau mencegah aku kesana? teriak Seng Giok Cin. Ho Tiong Jong, Kiranya ia hanya main-main saja, menggoda nona Seng, sebab setelah itu ia lepas lagi sinona untuk meneruskan perjalanannya. Awas kau tunggu ya sebentar kau akan mendapat cubitan kalajengking terus si nona sambil lari naik gunung. Ho Tiong Jong hanya tertawa dan mengawasi bayangan si nona yang semakin lama semakin jauh dan lenyap dari pemandangan-nya. Kembali kedukaan mengaduk dalam hati-nya setelah nona Seng tidak ada didampingnya. Dengan lesu ia menghampiri kebawahnya pohon, dimana ia sambil melamun menantikan baliknya Seng Giok Cin. Tidak lama ia menanti, dari atas gunung meluncur turun Seng Giok Cin laksana bidadari saja. Dengan berseri Ho Tiong Jong datang menghampirinya. Tapi heran, wajahnya si nona tidak segembira seperti tadi ketika ia naik gunung. Bagaimana? tanya Ho Tiong Jong. Seng Giok Cin hanya gelengkan kepala. Mari kita turun gunung saja. kata Ho Tiong Jong. Kita pergi kemana? Hidupku tinggal beberapa jam lagi saja, pikirku hendak mengadakan perjamuan berduaan dengan kau pikir? Seng Giok Cin tertawa tidak wajar. Ya sesuka hatimu saja, kau mau ajak kemana aku juga menurut saja. 357 Ho Tiong Jong bercekat hatinya, ia melihat perubahan sikap Seng Giok Cin, maka lalu ia menanya, Hei kenapa kau ini? Apa ada hal-hal yang tidak menyenangkan hatimu? Mungkin. jawab sinona singkat, sambil terus putar tubuhnya jalan pelahan-lahan turun gunung. Ho Tiong Jong menyusul. Mari aku antar kau pulang. katanya. Tangannya diulur hendak menyekal tangannya Seng Giok Cin, tapi sinona berkelit kemudian berkata dengan suara, Bahwa kau akan datang kerumahku, memang aku sudah menduganya. Aku tidak ingin melihat kau membuang-buang tempomu yang berharga... Ho Tiong Jong heran mendengar kata katanya Seng Giok Cin yang membingungkan. Kenapa si nona mendadakan saja jadi berubah sikapnya. Pikirnya, perempuan itu memang sukar diraba kemauannya, ia seperti menyesal sudah mengikuti padanya, Giok Cin memang anak manja dan dari kalangan atas, tentu saja tidak betah melayani dirinnya yang sudah dekat mati, ia bukan satu tingkatan dengan-nya, bagaimana juga susah diciptakan pergaulan yang akrab. Selagi Ho Tiong Jong terbenam dalam lamunannya, tidak terasa sudah mendekati kudanya yang dicancang pada sebuah pohon. Mereka datang kesitu dengan naik seekor kuda, tatkala mana disepanjang jalan mereka bercakap-cakap dengan gembira. Tapi sekarang ketika hendak meninggalkan tempat itu mendadak si nona sikapnya berubah dingin. Betul betul Ho Tiong Jong tidak habis mengerti. Si nona loloskan tali kuda yang melihat dipohon kemudian berkata pada Ho Tiong Jong. Nah, sekarang begini saja, kalau kau datang kerumahku. tentu tidak begini enak hati, Lebih baik aku sampaikan padanya supaya dia datang menjumpai kau, dengan begitu kau berdua bisa leluasa. Sampai disini ia tidak bisa melampiaskan bicaranya, disambung oleh mengucurnya air mata, ia menangis sesenggukan, entah karena apa ia sampai demikian sedih dan semua kata-katanya masih belum dapat mengerti oleh Ho Tiong Jong. Adik Giok... Ho Tiong Jong berkata pelahan, apa artinya perkataanmu itu? 358 Sambil berkata sipemuda datang lebih dekat dan hendak menyekal lengannya si gadis, tapi Seng Giok Cin mengelakan tangannya, kemudian dengan kegesitannya ia sudah lompat keatas pelana kuda, Dengan satu kali cambukan saja sang kuda sudah lari terbang.. Ho Tiong Jong mengejar, ia tidak puas dengan sikapnya si nona yang aneh. Kuda dilarikan dengan kencangnya, akan tetapi Ho Tiong Jong dengan menggunakan ilmu lari cepatnya yang istimewa, dengan mudah sudah dapat menyandak. Kemudian dengan sekali enjot tubuhnya melayang dan sebentar lagi tampak ia sudah duduk nangkring dibelakangnya Seng Giok Cin. Sambil peluki tubuhnya sijelita, ia berbisik Adikku, kau kenapa ngambek? Kau anggap aku ini orang macam apa? Ada apa-apa urusan sebaiknya kau bicarakan blak- blakan, jangan bikin aku menebak-nebak... Kau... kau... si nona meronta-ronta dari pelukannya si pemuda, akan tetapi berontaknya itu hanya separuh hati saja, sebab biar bagaimana juga ia merasa bahagia di peluk rapat-rapat oleh pemuda pujaannya itu. Aku kenapa, adik yang baik.... Ho Tiong Jong berbisik pula dikupingnya. Kau senantiasa tidak melupakan dirinya, sehingga kau berani menaruhkan jiwamu untuk dia... si gadis menjawab sambil terisak-isak. Demi kau adikku. aku berani mengorbankan jiwaku dengan ikhlas... jawab si pemuda yang masih belum mengerti kemana juntrungannya perkataannya si gadis. Seng Giok Cin menjadi sengit karena Ho Tiong Jong masih belum mengerti akan bicaranya, IHm... ia menggeram. mungkin aku tidak demikian baik nasibnya. Dengan alasan apa kau dapat berkorban untukku? jiwamu sudah ditukar dengan jiwanya, mana ada jiwamu lagi dan bersedia berkorban untukku. Kini baru Ho Tiong Jong dapat merabah-rabah kemana arahnya perkataan si nona. Ia sekarang sudah tidak bingung terhadap perubahan sikapnya si gadis. Seng Giok cin cemburuan karena Kim Hong Jie, rupanya ketika ia naik ke Po kay- san, menemui Kie Hia Sanjin,disana ia sudah mendapat keterangan tentang Ho Tiong Jong sudah mempertaruhkan jiwanya kepada Souw Kie Han guna menolong nona Kim. Kie Hia Sanjin tentu menasehati pada Seng Giok cin, untuk ini mempertimbangkan matang-matang sikapnya terhadap si pemuda, karena Ho Tiong Jong sudah punya Kim 359 Hong Jie, yang telah ditolongnya dari tangan si kakek aneh denganpertaruhkan jiwanya ditusuk dengan jarum mautnya si kakek. Tidak heran, barusan ketika turun gunung Pok-kay-san ketemu lagi dengan Ho Tiong Jong parasnya si nona tampan lesu dan tidak gembira lagi. ooh, urusan adik Hong yang bikin kau ngambek? kata sipemuda. Seng Giok Cin tidak menjawab. Adik Giok, kau jangan keliru membedakan urusan. Kalau aku berani pertaruhkan jiwa ku untuk menolong adik Hong dari tangan si kakek, itulah karena terdorong oleh perasaan membalas budi, Adik Hong banyak menolong aku bagaimana baik ia ketika pada lima tahun berselang aku berada dirumahnya belajar silat. Pengorbanan untuknya karena disebabkan membalas budi, Tapi, misalnya aku rela mengorbankan diriku untukmu, adik Giok, ini lain lagi sifatnya. Lainnya? tanya si nona pelahan. Lain, bukan karena budi, tapi karena cintaku besar terhadap dirimu.... Engko Jong, kau... hanya ini perkataan yang meluncur dari mulutnya, sementara air matanya berlinang-linang bahna sangat girang dan bangga hatinya. Seng Giok Cin tidak sempat menyeka air matanya karena kedua tangannya repot memegangi tali kendali kuda^ Pelahan lahan dengan sapu tangannya, Ho Tiong Jong menyeka air mata kegirangan itu dari mata dan pipinya si jelita. Begitu telaten perlakuan Ho Tiong Jong, hingga si nona merasa sangat berterima kasih dan memuji Tuhan, bahwa pilihannya tidak keliru. Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Awan kedukaan dan perasaan cemburu yang meluap-luap tadi telah lenyap entah kemana. Kini kembali tampak wajahnya yang ramai dengan senyuman Kerlingan matanya yang memikat, senyumannya yang menawan, semua itu tak dapat dilupakan oleh si pemuda, Tidak heran kalau ia, setelah menyeka kering air mata yang berlinang-linang tadi, lantas pererat pelukannya. Adik Giok, kau marah aku memeluk tubuhmu? bisiknya pelahan. Ah, Engko Jong, aku bahagia. jawabnya hampir tak kedengaran-Keduanya bersenyum, Dengan begitu perjalanan diteruskan dengan sangat gembira. Untuk sementara mereka melupakan bayangan malaikat elmaut yang akan mengambil jiwanya Ho Tiong Jong dalam tempo beberapa jam saja saja. 360 Tahu-tahu mereka sudah sampai di Po-hong, sebuah distrik yang hanya Seng Giok cin yang mengenalnya. sementara itu perutnya Ho Tiong Jong sudah keroncongan. Adik Giok. omong-omong perutku kini sudah minta diisi, bagaimana kalau kita mampir disebuah rumah makan dalam kota? Bagus, akupun lapar. jawab si jelita ketawa. Tapi... Tapi apa ? Bagaimana, tempomu sangat singkat sekali. Ah.... adik Giok, kau jangan mengingatkan itu, biarlah sang tempo lewat, kita anggap saja seperti tak akan ada kejadian apa-apa. Sesuatu detik yang lewat sebaiknya disia-siakan untuk kita beromong-omong dengan gembira, Aku ingin tempoku yang singkat ini di gunakan untuk hidup berkumpul bersama-sama kau disuatu tempat. Tapi oh, adik Giok maafkan ucapanku ini ada melanggar batas kesopanan- Hati Seng Giok cicperih mendengar perkataan pemuda pujaannya. Engko Jong, seumurku aku belum pernah tunduk kepada siapapun juga, Belum pernah aku melayani dengan penuh kesabaran, tapi terhadap kau... entahlah, aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku bisa jinak... .. itulah cinta, adik Giok.^ bisik sipemuda dengan mesra. Hati Seng Giok cin tertegun, perasaan bahagia yang belum pernah dialamkan sebelumnya telah meliputi dirinya, ketika mendengar kata-katanya sipemuda diiring dengan pelukan yang erat dan ciuman pada pipinya. Seketika itu wajahnya sinona menjadi merah jengah, tangannya bergemetar dan hampir tali kendali kuda terlepas dari cekalannya. Pipinya dirasakan panas dengan tiba-tiba, tangannya kepingin merabah pipi bekas ciuman tadi, tapi tak berani karena malu. Kuda terus berjalan. Adik Giok. hidupku mungkin hanya tinggal dua jam lagi, Aku ingin serahkan padamu tempo ini untuk kau memilih saat-saat kita bergembira, bagaimana ? Kembali Seng Giok cin merasa hatinya seperti disayat pisau, perih rasanya mendengar ucapan sipemuda, Engko Jong.... suaranya hampir tidak kedengaran karena 361 menahan sedihnya, aku tak dapat menetapkannya. aku serahkan padamu dan aku hanya menuruti saja. Ho Tiong Jong mengelah napas. Segera mereka sudah masuk kedalam kota pik-hong yang ramah Didepannya satu rumah makan si gadis hentikan kudanya, mereka pada turun dan masuk kedalam rumah makan tersebut. Waktu itu keadaan sudah melatih Seng Giok Cin memesan makanan yang lezat- lezat guna menjamu pemuda pujaannya untuk penghabisan kali. Wajahnya dipaksa bergembira, tapi tak dapat mengelabui matanya Ho Tiong Jong, yang mengawasi padanya dengan penuh kasih, bahwa diwajah yang cantik itu ada tersembunyi kesedihan luar biasa. Meskipun hidangan yang dihadapi semua ada terdiri dan hidangan pilihan dan arak yang paling bagus, ternyata Ho Tiong Jong tidak bernapsu makannya ia hanya terus- terusan menenggak araknya. Pikirannya sangat kalut, Dan nona yang dikasihi akan ia tinggalkan dalam tempo singkat ini, karena malaikat elmaut rupanya sudah tak mengasih kelonggaran lagi. Tanpa terasa arak itu sudah banyak setali ditenggaknya, hingga mukanya menjadi merah. Seng Giok Cin tidak berani mencegahnya ia tahu karena saat itu adalah untuk penghabisan kalinya Ho Tiong Jong menenggak ajak. Ia terus melayani sipemuda dengan telaten, beberapa kali ia minta Ho Tiong Jong makan, tapi sipemuda hanya ganda ketawa saja. Sinona sendiri paksakan makan, tapi hidangan yang demikian lezat itu tak mau masuk ke perutnya, seolah-olah mandek ditenggorokannya. Hatinya sangat pilu, mana dapat makanan masuk dengan mudah. Adik Giok.... terdengar sipemuda berkata, sebaiknya kita mencari rumah penginapan supaya kita bisa bercakap-cakap dengan leluasa, bagaimana apa kau... Baik, mari kita pergi memotong sigadis. Berbareng ia bangun dari duduknya, lantas panggil pelayan untuk perhitungkan makanan yang masih utuh restannya itu. Kemudian ia mengajak Ho Tiong Jong, ke satu rumah penginapan yang tidak banyak tetamu-nya. 362 Ketika mereka sudah berada dalam kamar Ho Tiong Jong lantas rebahan diranjang karena kepalanya dirasakan agak pusing. Ia minta teh panas pada sinona, Kebetulan teh masih panas betul ketika dituang dicangkir, Sambil meniup teh supaya agak dingin, si nona duduk ditepi pembaringan- Seumurnya Seng Giok Cin baru kali ini melayani lelaki, ia lebih banyak dilayani dari pada melayani orang. Betul-betul cintanya sinona sangat murni, ia mengasih pelayanan yang menyenangkan sekali hatinya Ho Tiong Jong, selagi sinona meniupi teh yang masih mengebul sipemuda mengawasi mukanya yang cantik tapi dirundung duka. Hatinya sangat pilu, sebab tidak lama lagi akan meninggalkan nona yang dikasihinya ini. Nah, teh ini sudah agak dingin, mari bangun-.. terdengar sinona berkata. Ho Tiong Jong bangun, berduduk menghadapi si nona. Sambil menyodorkan cawan teh ke bibirnya untuk diminum, air matanya Seng Giok Cin tampak bercucuran deras sekali. Tangannya bergemetaran dan hampir tak kuat memegang cawan yang sedang diirup oleh Ho Tiong Jong. Teh itu sangat harum ketika masuk dicenggorokannya dirasakan enak sekali dan segar. Rasa pusingnya pelahan-lahan hilang, kini ia mengawasi si nona yang sedang menangis sesenggukan. Ho Tiong Jong dekati duduknya pada si nona, lalu ular tangannya memegang pundaknya si gadis, katanya Adik Giok, buat apa kau menangis. Aku seorang yang bernasib celaka, tidak ada harganya ditangisi, Kau sangat cantik, banyak pemuda yang ingin mendekatimu, maka tidak susah untuk kau dapati satu pemuda yang unggul segala-galanya dari... Ho Tiong Jong, karena mulutnya di tekap tangannya si gadis yang mungil, Dengan air mata berlinang-linang, si nona berkata Engko Jong, hatiku sudah menjadi kepunyaanmu... Meski ada pemuda yang seratus kali lebih unggul darimu juga tidak akan menggerakan hatiku yang sudah dingin, mana kala kau sudah tidak ada lagi didalam... ah, engko Jong... kau... Seng Giok cin tidak tahan dengan kesedihannya, maka ia sudah menangis keras. 363 Ho Tiong Jong datang memeluk dan membisikannya, Adik Giok kau sadar, Di sini tempat apa, jikalau kau nangis keras-keras nanti orang punya dugaan ada keliru tentang kita berdua. Tapi Engko Jong, aku tidak ingin berpisah dengan kau, jawabnya terisak-isak. ia menurut juga pelahan nangisnya. Ho Tiong Jong dongakan mukanya sigadis yang tengah mendongakan kepalanya menangis, hingga dua pasang mata saling pandang, Air mata berlinang dikedua belah pipinya, membuat Ho Tiong Jong perih hatinya. Demikian besar kecintaan hati sinona terhadap dirinya yang bernasib celaka. Setelah sejenak saling pandang, tiba-tiba sipemuda memeluk lebih erat dan mencium bibirnya si cantik, Adik Giok.... maafkan aku... Berbareng si gadis tubuhnya menjadi lemas, karena kena totokan urat tidurnya. Si nona jatuh pulas, dengan pelahan-lahan direbahkan di atas pembaringan-Ho Tiong Jong memandang wajah nona Seng dengan hari seperti diiris-iris pisau. Air matanya bercucuran tak tertahan, seumurnya Ho Tiong Jong belum pernah mengalami kesedihan demikian hebat. Ia sangat kasihan pada si nona, tak mau nona Seng menyaksikan dalam kematian, maka sengaja ia menotok urat tidurnya supaya si nona pulas dan ia sendiri dapat meninggalkannya.. Kalau totokannya nanti terbuka sendirinya si nona mendusin, ia sudah tidak ada pula disitu dan mayatnya berada dilain tempat, Demikian maksudnya sipemuda menotok si gadis. Setelah sekali lagi ia memandang parasnya si nona yang cantik, ia sudah berjalan keluar dari kamar itu pelahan-lahan dengan saban-saban menyeka air matanya yang lantas mengalir dengan lengan bajunya. kemudian mengunci pintu dan padamkan penerangan Belum lama ia berjalan keluar, tampak ada satu bayangan berkelebat dan dengan berindap-indap masuk kedalam kamar. Pintu lantas dirapatkan dan sebentar kemudian peneranganpun telah padam. Aaaa....siapa dia? Berani nyelonong masuk kedalam kamar justru si jelita Seng Giok Cin tengah rebah dipembaringan dalam keadaan tertotok? 364 Kejadian ini akan dituturkan kemudian sekarang marilah kita ikuti jago kita, Ho Tiong Jong yang jalan dengan pikiran kalut. Kemana ia menuju ia juga tidak tahu, ia hanya menuruti kakinya saja berjalan pikirnya lebih jauh jaraknya dengan rumah penginapan ada lebih baik ia menemui kematian-nya. Dengan begitu, Nona Seng yang ia kasihi tak usah menyaksikan dimana mayatnya berada. jalan punya jalan akhirnya sang kaki membawa ia keluar kota dengan masuk ke daerah pegunungan. IBA-TIBA ia hentikan kakinya dan berdiri sekian lamanya dan memandang kesekitarnya tempat, keadaan sangat sunyi hanya terdengar suaranya burung hantu dan binatang binatang liar yang menyeramkan. Ia jalan lagi beberapa lamanya, lantas ia menghadapi sebuah gunung, entah gunung apa ini namanya. Tidak jauh ia nampak ada satu pohon siong tua yang tinggi cepat ia menghampiri dan memanjat pohon itu, ia melihat dari terangnya suasana malam dan berbintang, dijalan untuk mendaki gunung itu ada sangat licin. Dari pohon siong itu, pikirnya ia dapat melompat kejalanan gunung itu, akan kemudian mendaki lebih jauh, jaraknya mungkin tidak seberapa jauh untuk sampai ke puncaknya. Pikirnya tempat dipuncak gunung itu ada sangat cocok untuk tempat mayatnya, tidak mudah diketahui orang. Mungkin ada orang yang nanti menemukannya, akan tetapi tentu pada saat itu ia sudah berubah menjadi tulang belulang dan tidak dapat dikenali dirinya siapa. Ia tidak menghiraukan licinnya jalanan, yang membuat ia terpeleset dan jatuh mati, karena ia pikir, sebentar mati sekarang mati sama saja. Memikir ini maka ia menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya melompat dari pohon siong tadi dan sebentar saja ia sudah berjalan mendaki gunung. Benar hebat ilmu mengentengi tubuhnya karena jalanan yang demikian licinnya dapat dilalui oleh Ho Tiong Jong dengan selamat sampai dipuncaknya. 365 Tiba-tiba matanya Ho Tiong Jong dibikin heran, karena ia melihat dipuncak gunung itu ada sebuah rumah kecil mungil bertingkat. Gentengnya berwarna biru, sedang dindingnya merah, sekitarnya dipagar oleh batu batu putih, didepan rumah ada satu pekarangan yang cukup lebar, jalanan yang menuju kepintu meriah ditanami pohon pohon bambu dikedua sisinya, tampaknya indah sekali dan senang untuk yang mengasingkan diri tinggal disini. Di pekarangan rumah kelihatan ada dua orang sedang tarik urat, yang satu hweshio dan yang lain ada orang biasa berbaju kuning. si hweshio pengawakannya kurus kering dan orang tua berbaju kuning sebaliknya ada tinggi besar dan keren sekali kelihatannya. Dengan menggunakan ilmunya jalan tanpa bersuara, Ho Tiong Jong diam-diam menghampiri dua orang yang sedang tarik urat itu, ia sembunyi dibalik sebuah pohon yang rindang yang cukup aman untuk dirinya tidak sampai diketahui oleh mereka. Tiba- tiba ia mendengar si baju kuning berkata. Hm... dengan tegas kukatakan, aku tak kenal hal kebencian Bagaimana, apa masih belum mau menyerah kalah ? Berbareng ia menyerang hingga si hweshio jatuh meloso. Keduanya kira-kira berumur enam puluh tahun, Entah apa sebabnya mereka bertengkar dan sibaju kuning menyerang hingga si hweshio jatuh meloso ? Ho Tiong Jong jadi terbengong. Ternyata si hweshio tidak mau bangun lagi, ia tetap berbaring ditanah. Tiba-tiba si orang tua baju kuning lompat menghampiri pohon bambu, ia poteskan sebatang pohon bambu panjang, kemudian ia menghampiri lagi si hweshio yang sedang rebah di tanah dan memukuli dengan bambu tadi, hingga si kepala gundul bergulingan menahan sakit, akan tetapi sekalipun ia tak mengeluarkan suara merintih. Ho Tiong Jong tidak senang menyaksikan keganjilan ini pikirnya orang tua baju kuning benar-benar kejam. hweshio yang berbadan kurus kering itu dipukuli demikian hebatnya, Mana ada itu aturan orang tidak melawan dihajar pergi datang, Maka dalam tidak teganya, ia sudah hendak melompat dari tempat sembunyinya guna menolong si hweshio tapi mendadak ia mendengar si orang baju kuning berkata pula. Hnm... kau bisa berbuat apa sekarang padaku? Lima kali aku berpindah tempat, meskipun sebenarnya hendak menyingkir dari gangguanmu adalah yang penting 366 karena aku tidak merasa cocok ditempat ini. Kini aku sudah berdiam dipuncak Pit seng hong ini merasa betah, tapi mendadak kau datang mengadu biru lagi, Kau selamanya mengganggu aku saja, apakah kau kira aku tidak berani membunuh kau. Mendengar bicara si orang tua baju kuning membuat Ho Tiong Jong heran, ia tidak jadi lompat keluar untuk bantu menolongi si hweshio karena ia ingin mendengarkan lebih jauh duduknya perkara. Ia tidak menunggu lama, karena si hweshio terdengar berkata. Ya, aku sudah duapuluh tahun menderita siksaannya, apa itu belum cukup untuk menggerakkan hatimu jadi sadar. Si baju kuning ketawa terbahak-bahak. Urusanku adalah urusanku sendiri, untuk apa kau hendak turut campur? katanya. Kita ada saudara sekandung, apalagi kita ada saudara kembar, maka tahu kau berbuat kejahatan mana aku bisa tinggal peluk tangan melihatinya? Si baju kuning marah besar, Secepat kilat ia menendang tubuhnya si hweshio, sehingga terbang setengah tumbak tingginya dan kemudian jatuh ditanah pula dengan mendapat luka parah. Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo