Pedang Wucisan 1
Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 1
Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com Pedang Wucisan Karya . Chin Yung d/h . Ilmu Pedang Maya Nada, Kitab wasiat Ebook oleh . Dewi KZhttp.//kangzusi.com /http.//dewi-kz.info / http.//kang-zusi.info / Daftar Isi . Pedang Wucisan Daftar Isi . Jilid 1 Jilid 2 Jilid 3 Jilid 4 Jilid 5 Jilid 6 Jilid 7 Jilid 8 Jilid 9 Jilid 10 Jilid 11 Jilid 12 Jilid 13 Jilid 14 Jilid 15 Jilid 16 Jilid 17 Jilid 18 Jilid 19 Jilid 20 Jilid 21 Jilid 22 Jilid 1 SEEKOR kuda berlari dengan kencang, debu mengulak naik, didalam keadaan malam gelap, pemandangan tidak terlihat jelas, hanya ketropakannya suara kaki kuda yang terdengar jelas. Penunggang yang melakukan perjalanan malam adalah seorang anak muda, wajahnya putih dan cakap, ia mengenakan pakaian warna putih, pada pinggangnya tersoren pedang, dia adalah seorang akhli silat. Kini, penunggang kuda berbaju putih itu mendekati kelenteng, telah terlalu lama ia melakukan perjalanan, sudah waktunya istirahat, ia lompat turun, mengikat tali kuda tunggangannya, dan berjalan masuk kedalam kelenteng tersebut. Empat orang telah menantikan ditempat sudut dari ruangan itu, begitu melihat masuknya pemuda berbaju putih, empat pedang mereka bergerak, penusuk pemuda tersebut, luar biasa cepat, tiada ada tanda tanda yang memberi tahu akan datangnya seranganserangan itu. itulah serangan gelap ! Wajah sipemuda berubah, desiran angin itu tidak lepas dari pendengarannya, tubuhnya melesat tinggi, menghindari serangan yang mengancam. Hampir terjadi benturan diantara empat pedang tadi, beruntung para pemiliknya berkepandaian tinggi, cepat-cepat mereka menarik pulang tenaga yang dikerahkan, dengan demikian, terhindarlah bentrokkan diantara sesama orang sendiri. Pemuda baju putih melayang turun dilain tempat, memandang keempat orang yang membokong dirinya, itulah orang orang berbaju hitam, dari ilmu pedang yang mereka gunakan, sipemuda dapat menduga asal usulnya. "Tentunya anak murid golongan Thian-lam Lo-sat?" Ia bergumam Keempat orang berbaju hitam melihat jelas pemuda baja putih yang diserang mereka tertegun. "Kita telah salah mata." Berkata seorang. "Bukan dia." Berkata seorang lagi. "Kita tertipu." Berkata orang ketiga. "Aaaaa...." "Kalian adalah anak murid golongan Thian lam Lo-sat?" Berkata lagi pemuda itu. Lebih terkejut lagi bagi keempat orang ini, setelah gumaman kata-kata sipemuda, gerakkan mereka adalah sangat dirahasiakan tidak di sangka bahwa ilmu pedang yang diperlihatkan untuk menyerang orang membocorkan rahasia. Asal usulnya telah terbongkar. Terdengar lagi suara sipemuda. "Aku tidak mempunyai permusuhan dengan golongan kalian, juga tidak kenal pada kalian. mengapa mengadakan serangan gelap ?" Ia diserang hebat, tapi tidak menunjukan kemarahan, pada wajahnya masih tersungging senyuman. Satu dari keempat orang berbaju hitam itu berdengus. "Kau telah mengetahui asal usul kami, hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kesalahan ini dikarenakan banyak usilnya mulutmu, jangan bersakit hati kepada kami." "Kita masih banyak urusan." Berkata seorang baju hitam lainnya. "Bunuh saja beres." Serentak, merekapun maju kembali. Pemuda baju putih tidak takut, ia sudah siap, ketika pedang lawan datang, dengan seenaknya saja, ia berhasil menghindari diri dan serangan-serangan itu. Melihat serangannya tidak berhasil, keempat orang itu mengulang lagi serangan-serangan lain, mereka mengepung dengan rapat, menyerang dengan gesit, mereka bersenjata pedang sedangkan lawan bertangan kosong, mungkinkah tidak berhasil melukai atau membunuhnya? Mereka adalah golongan anak murid Thian-lam Lo-Sat yang terkenal! Meskipun mereka ngotot menyerang, kenyataan tetap menjadi kenyataan, ilmu kepandaian sipemuda jauh berada diatas mereka, suatu saat, pemuda itu menjulurkan tangannya, mencengkeram bahu seorang berbaju hitam. Untuk menghindari diri dari serangan ini memang tidak mungkin, sibaju hitam mengadakan tenaga perlawanan Pemuda itu menjatuhkan lawan tiba-tiba dirasakan bahu orang yang dipegang menjadi dingin, ia sangat terkejut, teringat akan peringatan gurunya, bahwa murid-murid Thian-lam Lo-sat pandai menggunakan racun, mungkinkah hal ini dapat terjadi? Cepat-cepat ia melepaskan tangan yang menyentuh bahu orang itu. Orang berbaju hitam yang dicengkeram tidak berkutik, seharusnya, dengan mudah dirinya dapat di lempar jauh-jauh, begitu merasakan lenyapnya tekanan yang ada, segera ia berjumpalitan pergi. Sipemuda telah menghindari dari tiga tusukan pedang, kini pertempuran telah terpisah, memandang keempat lawannya, ia tersenyum. Keempat orang berbaju hitam itu telah berkumpul, bila pada saat sebelumnya, mereka galak dan bengis, kini kegalakan dan kebengisan itu telah lenyap sama sekali. Sebaliknya, nyali mereka telah diciutkan. ilmu kepandaian lawan telah disaksikan, dan itu bukan tandingan mereka, dia lihay, tidak mungkin dapat memenangkan pertandingan. Pemuda berbaju putih memandang kepada empat orang berbaju hitam itu, ia sedang melakukan tugas penting, tidak mau terlibat dengan anak murid golongan Thian-lam Lo-sat, Bila dirinya tidak diganggu, iapun tidak akan mengganggu orang. Mengetahui bahwa bukan tandingan pemuda baju putih yang kosen, tanpa malu-malu lagi, satu-persatu, empat orang berbaju hitam itu ngeloyor pergi, mereka meninggalkan kelenteng. Inilah yang diharapkan oleh pemuda itu, ia harus beristirahat, dibiarkan saja musuh-musuh tersebut meninggalkan dirinya, ia masih memikirkan kejadian-kejadian yang telah dialami, belum lama ia muncul didalam rimba persilatan, gangguan-gangguan dan halangan yang datang saling susul menimpa dirinya, ia sedang menunaikan misi tugas sang guru untuk membawa pedang In-liongkiam, menemui seorang gadis yang bernama Ie Han Eng, tujuannya adalah lembah Hui-in. Manakala ia berdiri diam, telinganya dapat menangkap lain suara berkesiuran angin, Cepat-cepat ia membalikkan badan, menghadapi orang yang baru datang. Seorang berbaju putih sedang mendatangi kearah dirinya, pemuda itupun mempunyai potongan badan yang agak mirip dengan dirinya, dilihat sepintas lalu, mereka adalah saudara kembar, perbedaannya ialah wajah pemuda yang baru datang agak lebih manis, kulitnya pun lebih halus. Pemuda yang baru datang itu membuka suara. "Maafkan, siauwtee yang terlambat datang sehingga merepotkanmu mengusir keempat orang tadi, perkenalkan siauwtee bernama Cin Bwee." "Ooo, hanya perkara kecil." Dan ia membalas hormat pemuda yang bernama Cin Bwee itu. "Memang perkara kecil, dengan mudah keempat orang telah berhasil kau usir pergi!" Berkata Cin Bwee sambil tersenyum. "Sebenarnya, tujuan mereka adalah diri. "siauwtee" Mata mereka agak sedikit lamur maka mengganggu saudara dengan kesudahan seperti ular mencari penggebuk, mereka lari kucar-kacir, ha, ha, ha betul-betul lucu!" Si pemuda tertegun ucapan Cin Bwee banyak berkesan, Matanya melirik kearah pakaian dan potongan badan pemuda itu, pada punggungnya pun terselip sebatang pedang, itulah cara dandanan dirinya, tidak dapat menyalahkan kepada empat orang berbaju hitam, didalam waktu yang terburu-buru, mereka dapat salah mata, dirinya dianggap sebagai pemuda Cin Bwee. Melihat gerak-gerik dan lagu suaranya, Cin Bwee sangat mirip dan lebih mirip dari seorang wanita, daripada seorang pria. Menyaksikan keadaan pemuda itu, Cin Bwee mengalami getaran, ia berpikir di dalam hati. "Celaka! Mengapa aku tertarik kepadanya? Sudah kurencanakan baik-baik untuk menggunakan nama palsu, mengapa kuberitahu nama asli ? Dilihat dari sinar matanya, seolah-olah, ia telah mengetahui penyamaranku ? Mungkinkah..." Segera ia memanggil. "Hei, mengapa kau diam saja ? Siauwtee bernama Cin Bwee, dan bagaimana nama sebutanmu ? Mengapa tidak memberi tahu?" Pemuda itu tersadar dari lamunannya, ia sadar bahwa tidak seharusnya memandang orang seperti apa yang telah dilakukannya tadi, beruntung orang tersebut sebagai seorang pemuda, bila berhadapan dengan seorang pemudi, bukankah sangat kurang ajar sekali ? "Oh Maafkan... Namaku Su-to Yan." Demikian ia berkata gugup. "Eh, namamu itu seperti nama perempuan," Pemuda yang bernama Su-to Yan tertegun, ia berpikir. "Mungkinkah namamu itu mirip dengan nama laki-laki? Aku tidak mencela kepada kedua orang tuamu yang memberi nama bersifat perempuan, mengapa kau mencela nama orang?" "Nama saudarapun tidak mirip dengan nama laki-laki," Berkata Su-to Yan. Wajah Cin Bwee berubah menjadi merah, beruntung keadaan gelap, hal ini tidak terlihat oleh Su-to Yan. Cepat-cepat Cin Bwee menundukkan kepala, kemudian ia berkata. "Telah kusaksikan, bagaimana kau menyerang keempat orang tadi dengan gerakkan-gerakkan yang luar biasa, sangat indah, itulah tipu silat Siauw-lim-pay. Sayang Siauw-lim-pay melarang anak buahnya menampilkan diri, turut campur keduniawian kesempatanmu mendapat nama akan terkekang olehnya, bila tidak, dengan ilmu kepandaian yang kau dapati, kukira sukar mendapat tandingan." "Saudara Cin, kau terlalu memuji ilmu kepandaianku, tapi kau keliru, aku bukan anak-murid Siauw lim pay." Cin Bwee melengak, hal itu sungguh berada diluar dugaan. "Benarkah, kau anak murid Siauw lim-pay?" "Mana berani aku menghianati nama partai sendiri?" "Dari partai manakah asal-usulmu?" "Aku tidak berpartai." "Hei, jangan kau berdusta." "Selamanya, belum pernah aku berdusta kepada orang." Cin Bwee memperlihatkan wajah cemberut, persis seperti gadis jelita yang kolokan, perubahan mana yang menimbulkan kecurigaan Su-to Yan, makin kuat dugaannya bahwa Cin Bwee ini adalah wanita yang menyamar pria. Ketika Cin Bwee ingat akan keadaan dirinya, cepat-cepat membuang wajah cemberut itu, kini parasnya ramah lagi, seperti sediakala ia-berkata. "Saudara Su-to, kemanakah kau hendak pergi ?" Su-to Yan tidak dapat berdusta, ia menjawab pertanyaan itu secara terus terang. "Aku sedang berada didalam perjalanan menuju kelembah Hui in." "Lembah Hui in digunung Bu-san?" "Betul" "Hendak menemui nona Ie Han Eng, bukan?" "Eh, bagaimana kau tahu?" Su-to Yan sangat heran, bagaimana orang tahu bahwa dirinya ingin menemui nona dilembah Hui-in tersebut? Matanya mengawasi Cin Bwee, ia hendak meminta keterangan yang lebih jelas. Cin Bwee mengerti akan keheranan sipemuda, segera ia berkata. "Ketahuilah, setiap orang yang menuju ke arah lembah Hui-in, pasti mencari Ie Han Eng, maka tidak mungkin aku salah duga." Su-to Yan belum membuka mulut Cin Bwee telah meneruskan pembicaraannya. "Setiap orang yang hendak menemui nona Ie Han Eng akan ditolak oleh si Pedang Selatan dan Pedang Utara, sepasang jago tanpa tandingan. Mungkinkah kau bersedia ditempur oleh kedua orang tersebut? tidak mudah untuk menjatuhkan salah satu dari kedua orang itu, tahu?" Su-to Yan tertawa, dan ia berkata gagah. "Aku sedang menjalankan perintah suhu, segala sesuatu yang akan kuhadapi pasti dapat kuatasi, aku harus berusaha membersihkan rintangan-rintangan itu." Cin Bwee tercengang. "Hei." Katanya. "perintah suhu? Kau tahu bahwa Pedang Selatan dan pedang Utara itu melarang orang memasuki lembah Hui-in, mereka melarang orang melihat kitab Maya Nada, ilmu pedang tersebut tidak boleh lepas dari tangan Ie Han Eng," "Mengapa?" Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bertanya Su-to Yan tidak mengerti "Mudah dimengerti. ilmu pedang tersebut sangat luar biasa, Siapa yang memilikinya pasti menjadi seorang jago yang tak terkalahkan dan ini tidak boleh." "Aku masih belum mengerti." Cin Bwee melengak, mengapa demikian? Segera ia berkata. pemuda itu mengatakan "Kau mendapat tugas kelembah Hui-in, tujuanmu menemukan Ie Han Eng, seharusnya kau tahu akan rahasia ilmu pedang Maya Nada, Nah, ceritakanlah sedikit tentang ilmu pedang itu." "Maaf, sama sekali, aku tidak tahu akan adanya ilmu pedang itu." "Jangan kau berbohong dihadapanku." "Siapa yang bohong kepadamu?" Cin Bwee menunjukkan wajahnya yang tidak puas, ia berkata. "Ternyata kau tidak jujur Aku tidak suka kepadamu, Maka sampai disini sajalah perkenalan kita. Selamat tinggal." Tanpa menoleh lagi, Cin Bwee meninggal kan Su-to Yan. Su-to Yan tidak mencegah kepergian pemuda yang seperti gadis itu, ia menaruh curiga kepada musuh, tentunya Cin Bwee mengandung permusuhan dengan Ie Han Eng, dan ingin mengorek rahasia dari dirinya, sebenarnya ia tidak tahu sama sekali. Setelah berdiri beberapa saat, Su-to Yan duduk bersila, ia harus istirahat dan melakukan perjalanan diesok hari. Bagi seorang yang melatih ilmu silat, mengatur peredaran jalannya beberapa saatpun cukup, dengan harapan pada hari berikutnya ia dapat meneruskan perjalanan dengan badan sehat. Su-to Yan ada maksud untuk istirahat lebih lama, sengaja ia memejamkan mata, dengan demikian, ia lebih cepat memulihkan tenaga. Apa mau telinganya dapat merangkap satu suara derap kaki kuda, arah tujuannya adalah kelenteng dimana ia sedang menetap, tidak lama kemudian suara kuda itu sudah berada didepan kelenteng disini ia terhenti. Ia berpikir. "Tentu ada orang yang akan masuk ke-dalam kelenteng." Ia membuka kedua matanya dan secepat itu pula, ia dapat melihat seorang berbaju kuning memasuki ruangan. "Ada orangkah didalam?" Demikian orang berbaju kuning itu bertanya, Segera matanya bertumbuk dengan mata Su-to Yan. Su-to Yan memperhatikan orang itu, pada pinggangnya tergantung sebuah pedang, tentunya bukan pedang biasa. Orang itu mendekati Su-to Yan dan berkata. "0ooo....Saudara sudah berada ditempat ini? Sudah lamakah? Agak mengganggu." Su-to Yan belum menjawab pertanyaan tersebut, dan orang itu sudah meneruskan pembicaraannya. "Kebetulan aku lewat didepan kelenteng, berhubung hari sudah malam, maka aku hendak turut istirahat. Harap saudara tidak keberatan, perkenalkan, aku adalah Kong-Sun Giok." Su-to Yan telah bangun berdiri, mendengar disebutnya nama Kong-sun Giok, hatinya tergetar, ternyata orang yang berada dihadapan dirinya adalah Pemimpin pada rimba persilatan untuk daerah Selatan si pedang selatan Kong-Sun Giok. Salah satu dari tiga jago pedang di masa itu. Mungkinkah Kong-sun Giok ingin menghalang-halangi perjalanannya menuju kelembah Hui-in? Demikian ia bertanya kepada diri sendiri jika hal itu benar, agaknya tidak mudah untuk menghindari diri dari rongrongan jago pedang nomor satu ini, besar kemungkinanya tugas yang didapat dari sang guru akan terlantar. Su-to Yan adalah seorang pemuda yang tidak mudah ditundukan begitu saja, sikapnya yang kalem dan tenang menunjukkan kepribadian dirinya, dari sinar matanya yang penuh kewibawaan bagaimanapun sulit rintangan yang di hadapi, tetap akan diterjang olehnya. Demikian, mendengar Kong-sun Giok memperkenalkan diri, dengan sikap yang hormat, Su-to Yan memberi tanggapan. "Sungguh beruntung, aku Su to Yan dapat berkenalan dengan saudara Kong-sun Giok yang termashur." Kong-sun Giok sangat puas atas pujian yang diberikan kepada dirinya, dengan tertawa panjang ia-berkata. "Saudara Su-to, pedangmu itu sangat bagus, bolehkah aku melihat sebentar. Harap Saudara tidak menolak permintaanku." Su-to Yan adalah seorang pemuda jujur, seorang yang belum tahu betapa pahit getirnya kejahatan dan kelicikan dunia, tentu saja tidak mencurigai akan maksud orang yang mengatakan hendak meminjam pedang itu. Diloloskannya pedang In-liong dan diserahkan kepada Sang bengcu rimba persilatan Kong Sun Giok menyambut pedang dengan sikap yang sangat ramah, ia tertawa riang. Ditimbang-timbangnya berat pedang, rasa kagetnya tidak terkira, apa lagi setelah melihat huruf "In-liong" Yang tercetak pada pedang tersebut. Mata beralih kepada sipemilik pedang dan berkata kepada lainnya. "Saudara Su-to, siapakah gelar nama guru mu yang terhormat?" Su-to Yan tertawa "Maaf, Guruku sudah tidak menginjakkan kaki didalam rimba persilatan maka tak dapat aku menyebut namanya," Demikian ia memberikan jawaban. Kong-sun Giok mengerutkan sepasang alisnya, tapi dirubahnya segera, dengan wajah ber seri seri, ia menanyakan Su-to Yan. "Saudara Su-to tahukah kepada nama-nama akhli pedang dijaman ini?" Dengan cepat, tanpa pikir lama-lama, Su-to Yan memberikan jawaban. "Untuk daerah utara sungai Tiang-kang, si pedang utara Auwyang Ie menunduki urutan pertama, dan untuk daerah Selatan, kau si Pedang Selatan Kong-sun Giok, mengepalai semua jago rimba persilatan Kecuali dua akhli pedang ini, masih ada seorang yang tidak pernah menginjakkan kakinya didaerah Tionggoan, itulah Jago Pedang Bayangan Sie An." Mendengar keterangan Su-to Yan, rasa mangkaknya Kong-sun Giok menjadi-jadi, dia adalah Bengcu atau pemimpin para jago rimba persilatan untuk daerah selatan, ilmu pedangnya belum pernah menemukan tandingan dan hal itu ternyata diketahui semua orang, Dengan hati bangga ia berkata. "Saudara Su-to, sudah kau ketahui bahwa Kong-sun Giok yang kau sebut itu adalah aku sendiri, Sejak umur lima belas tahun aku berkecimpungan didalam rimba persilatan, hingga kini sepuluh tahun telah kulewatkan, ribuan macam pedang yang telah kulihat, tidak satupun yang dapat memadai pedangmu, namanya pedang Ing-liong-kiam. Aku sangat tertarik sekali, bila kau tidak keberatan, sudikah menghadiahkan pedang ini kepadaku." Luar biasa, inilah cara perampasan secara halus, Bila Su-to Yan tidak mempunyai ilmu kepandaian yang berarti, bila Su-to Yan tidak mempunyai itu keberanian untuk memintanya kembali, atau setidak tidaknya merebut kembali dari tangan orang, pasti pedang In-liong menjadi korban, Su-to Yan bersenyum, Diam-diam ia berpikir didalam hati . "Hm, Sejak tadi kau bicara ke barat ke timur, ternyata bermaksud tujuan kepada pedangku ? ingin memiliki pedang In-liong ? tidak mudah, kawan." Ia hendak membuka mulut, tapi didahului oleh Kong-sun Giok. "Saudara Su-to, jangan kau salah mengerti Aku ingin memiliki pedang Ing-liong bukan tiada syarat, pedang itu akan kutukar dengan pedangku yang pernah menguasai rimba persilatan didaerah Selatan, Dengan adanya pedang tersebut, bilamana kau berkelana didaerah kekuasaanku kau banyak menarik banyak keuntungan tiada seorangpun yang berani mengganggumu. Melihat pedang itu, mereka akan menaruh hormat dan tidak berani membikin susah." "Tapi, saudara Kongsun," Jawab Su-to Yan. "Harap jangan kau berkecil hati, aku tidak dapat meluluskan permintaanmu karena pedang itu bukankah milik pribadiku aku mendapat tugas dari guruku yang memberi perintah untuk menyerahkan pedang tersebut kepada seorang nona yang bernama Ie Han Eng, dengan tempat persemayamannya di lembah Hui-in, di gunung Bu-San." Wajah Kong-Sun Giok berubah gusar, alis nya mengkerut tinggi, ia berpikir. "Dugaanku tepat! Dengan pedang ini, ia ingin menukar ilmu pedang Maya Nada. Bila kubiarkan dia menuju kelembah Hui-in, setelah berhasil meyakinkan ilmu luar-biasa itu, derajatku akan tertekan olehnya, Didalam dunia bertambah seorang akhli pedang tanpa tandingan. Betul-betul tanpa tandingan ! Tiada seorang pun yang dapat mengalahkannya." Tiba-tiba ia tertawa berkakakan, kemudian berkata . "Saudara Su-to, lembah Hui-in di gunung Bu-san itu telah kujadikan sebagai daerah terlarang, Saudara ingin menuju ke tempat tersebut bukankah ingin melanggar pantanganku ? Apakah saudara hendak mencari permusuhan dengan Kong-sun Giok ? Aku tidak bermaksud jahat, sudah pasti bahwa pedang In-liong ini akan menjadi rebutan orang, daripada jatuh kepada tangan orang lain, ada baiknya kau serahkan Saja padaku, dengan hadiah pedang bengcu yang kupunyai untuk diserahkan kepadamu." Su-to Yan tidak puas dengan kata-kata yang diucapkan oleh si Pedang Selatan, ia menjawab. "Kau adalah bengcu untuk daerah Selatan, Dimisalkan pedang In-liong hilang dibawah kekuasaanmu tidakkah akan menurunkan pamor nama Kong-sun Giok yang arif bijaksana?" "Hm Kau berada didaerah Selatan, daerah yang berada dibawah kekuasaanku, berani kau mengeluarkan kata-kata seperti tadi ? Bukankah secara blak-blakan, ingin bermusuhan dengan aku Kongsun Giok?" Berkata si pedang Selatan dengan suara tidak senang. Su-to Yan mendongkol hatinya berpikir. "Menurut keterangan suhu, si pedang Selatan ada lebih jujur dari Pedang Utara, tidak disangka bahwa orang yang bernama Kong-sun Giok inipun sangat tamak, tiada aturan sama sekali, Su-to Yan tidak tahu, betapa pentingnya pedang In-liong itu, maka ia mempunyai pikiran seperti apa yang telah kemukakan diatasi bila ia tahu, berapa nilai pedang In-liong di dalam rimba persilatan, tentunya berpikiran lain. Kong sun Giok telah membalikkan badan, ia meninggalkan pesan. "Aku menetap di kota Kie-Shie. Bila kau ingin meminta kembali pedang ini. Datanglah dikota tersebut untuk menemuiku." Dan si Pedang Selatan siap meninggalkan kelenteng. Cepat cepat Su-to Yan berteriak. "Tunggu dulu !" Kong-sun Giok menghentikan langkahnya, ia berbalik kembali, ditatapnya Su-to Yan dengan sinar mata tajam, selaput hawa pembunuhan telah mengarungi bengcu rimba persilatan daerah Selatan. Su-to Yan tertawa-tawa, dengan tenang bertanya. "Bagaimana dengan ditanganmu itu ?" In-liong, milikku yang masih "Pedang ini akan kubawa pulang." Tukas Kong-sun Giok. berada "Dengan nama Pedang Selatan Kong-Sun Giok yang ternama, agaknya tidak mungkin meminjam barang tanpa dikembalikan lagi." Secara tidak langsung, Su-to Yan memberi peringatan kepada sang bengcu, belum lama dikatakan hendak meminjam pedang, bukanlah hendak memilikinya. Kong sun Giok berkata dengan tenang. "Su-to Yan. kau harus mengerti harga dan pentingnya pedang Inliong, Bila tidak kuambil, tokh akhirnya akan diambil orang lain." Su-to Yan tersenyum, ia berkata . "Saudara Kong-sun, arah tujuanku ke Utara, menyebrangi sungai Tiang-kang, dari sini? masih berjarak ratusan lie, Kalau betul-betul hendak memiliki pedang InHong-kiam, kau boleh ambil dengan cara hormat. Rebutlah dari tanganmu, sebelum aku melintasi daerah kekuasaanmu." "Bagus! Kau ingin menantang diriku ? Baiklah, Aku percaya kepadamu, Ambillah pedang ini." Berkata Kong-Sun, Giok sambil melempar pedang In-liong. Tenaganya ditambah beberapa bagian, sengaja melempar dengan keras, didalam hati ia-berkata. "akan kulihat, bagaimana kau menyanggah pedang yang kulempar kepadamu?" Dengan gaya yang manis sekali, hanya-menggunakan tiga jarinya, Su-to Yan menangkap datangnya pedang, masak kedalam genggaman tangannya, tanpa goyang ! Perbuatan mana membuat Kong-sun Giok kaget, ia harus memuji kepandaian lawan. tidak diketahui, gerangan cara apa yang digunakan orang menyambuti pedang ? Sungguh luar biasa l Sebelum Su-to Yan membuka mulut, Kong-Sun Giok sudah berkata lagi. "Saudara Su-to, jangan khawatir Aku Kong-sun Giok tidak segera mengambil pedangmu itu. Cuma saja aku peringatkan kepadamu bahwa perjalanan masih jauh, bahaya dan rintangan masih banyak bagimu, tidak sedikit dari pada pendekar ulung yang menghendaki pedang itu, harap saja kau dapat menjaga pedang tersebut, demikian sehingga aku dapat mengambilnya secara hormat." Su-to Yan tersenyum, ia memasukkan kembali pedang In-liongkiam kedalam serangkanya, dan digantungkan lagi di pinggang. Kong-sun Giok menyaksikan sikap Su-to Yan yang acuh tak acuh, hatinya sangat mendongkol ingin sekali ia menerjang pemuda itu, bila tidak takut ditertawakan oleh orang-orang bawahannya yang pasti akan mengetahui di kemudian hari. Su-to Yan berdiri tanpa bergeming. Kong-sun Giok melirik sebentar, hatinya berkata. "Sungguh luar biasa, sayang ia memiliki pedang In-liong. Bila tidak, betapa baiknya kita bekerja sama." Dengan pikiran seperti yang telah disebut diatas, Kong-sun Giok meninggalkan Su-to Yan. Setelah bayangan Kong-sun Giok lenyap dari pandangan mata, Su-to Yan menggunakan pikirannya mengasah otak, Apakah yang menjadi keistimewaan pedang In-liong? sehingga seorang bengcu yang tersohor tidak takut menurunkan martabat untuk mendapatkannya, ia tidak dapat memecahkan problem itu, karena sang guru tidak memberi tahu kegunaan dari pedang tersebut, pesannya terlalu singkat, ia harus menyerahkan pedang tersebut kepada seorang gadis yang bernama Ie Han Eng, dilembah Hui-in digunung Bu-san." Maksudnya yang ingin istirahat didalam kelenteng itu hampir mengalami kegagalan, setelah diganggu dengan empat orang dari golongan Thian-lam Lo-sat, kemudian datang Cin Bwee, disusul lagi dengan munculnya Kong-sun Giok. Sungguh sangat menjengkelkan. Peristiwa gangguan Pedang Selatan, dengan ilmu kepandaian dirinya, mungkinkah dapat menandingi Kong-Sun Giok? Karena sudah mengeluarkan kata-kata tantangan, apapun yang akan terjadi, harus dihadapinya dengan segala ketabahan yang ada. Kekuasaan Kong-sun Giok tidak berada di bawah partai Siauwlim-pay atau Bu-tong-pay. Ancaman bengcu itu harus mendapat tempat yang layak. Sebentar kemudian, haripun telah menjadi terang, Su-to Yan melanjutkan perjalanan. Hari itu, tidak terjadi sesuatu yang perlu dicatat, Menjelang sore harinya, Su-to Yan telah berada dibawah kota Leng-shia. Mana kala ingin memasuki pintu gerbang, mata Su-to Yan yang lihay dapat menangkap sesuatu, itulah bayangan sipemuda Cin Bwee. Su-to Yan menggebrak kudanya, mengejar kuda tunggangannya Cin Bwee. Cin Bwee sedang tengak tengok diatas kuda, melihat orang yang datang mengejar, ia menjadi kaget, cepat-cepat menolehkan kepala, dan ia masih kenal kepada Su-to Yan. "Hei, mengapa kau menyusul aku?" Tegur Cin Bwee dengan cemberut. "Ha, ha.... Saudara Cin, kau suka marah itu tidak baik. Seorang pemuda harus mempunyai gelora semangat yang menyala nyala. "Cukup... Cukup..., Aku tidak Pergi...Pergi...Aku tidak suka padamu." Sudi menemani..... "Mengapa ?" "Kau tidak jujur. Mana mungkin tidak tahu tentang ilmu pedang Maya Nada ?" "Saudara Cin, kau telah salah paham. Sungguh aku tidak tahu adanya ilmu pedang Maya Nada." "Cukup... Aku tidak mau tahu ." Dua penunggang kuda lain telah menghadang perjalanan Su-to Yan Dan Cin Bwee, setelah memberi hormat mereka berkata. "Majikan kami, pukulan Langit Goan Thong ada mengundang." Dengan girang, Cin Bwee berteriak. "Aaaaa... undangan dari si Pukulan Langit Goan Thong ?" Ia sangat gembira, terlihat pada wajahnya yang segera bercahaya terang, Si Pukulan Langit Goan Thong adalah wakil bengcu daerah Selatan, kedudukannya hanya setingkat dibawah si Pedang Selatan Kong Sun Giok. undangan itu di tujukan kepadanya, suatu tanda, betapa hormat orang rimba persilatan menjunjung dirinya. Segera Cin Bwee menerima undangan itu, katanya. "Bagus, pulanglah dahulu dan beri tahu kepada majikan kalian, bahwa aku Cin Tiong menerima undangan ini." Ia menggunakan nama palsu Cin Tiong! Kedua orang itu merangkapkan kedua tangannya, memandang Su-to Yan dan meminta jawaban si pemuda. "Aku tidak keberatan," Jawab Su to Yan. Cin Bwee mengajukan protes. "Hei mengapa harus mengundang dia? Kami bukan satu golongan, Aku seorangpun sudah cukup untuk menghadiri undangan majikan kalian," Dua penunggang kuda itu tertegun. "Majikan kami baru saja lewat, dan perintah beliau tidak berani kami bantah, undangan disampaikan kepada dirinya juga." Cin Bwee melirik kearah Su-to Yan, dengan tidak puas ia memaki kepada pemuda itu. "Huh, kalian orang dari Siauw-lim-pay di larang mencampurkan diri dari urusan rimba persilatan Hari ini, rejekimu bercahaya terang, karena turut bersama-sama denganku." Su-to Yan memberikan senyumannya, ia tidak mengucapkan sepatah kata. Setelah menerima undangan si Pukulan Langit Goan Thong, mereka segera menuju kerumah wakil bengcu itu. Ditengah jalan, Cin Bwee bertanya kepada kawannya. "Hai, tahukah kau, mengapa orang-orang Thian-lam Lo-sat ingin membunuh diriku?" "tidak tahu." Su-to Yan menggelengkan kepala. Cin Bwe tertawa puas, dan ia bertanya lagi. "Tahukah, mengapa si Pukulan langit Goan Thong mengundang aku?" Lagi-lagi Su-to Yan menggelengkan kepalanya. Cin Bwee lebih puas, ia berkata dengan suara bangga. "Aku ada membawa pusaka seruling In-thian Cek-hong." Su-to Yan membelalakan mata, ia memandang kawan itu dengan penuh kesangsian, betulkah bahwa Cin Bwee membawa pusaka tersebut? Cin Bwee meneruskan keterangannya. "Guruku yang menghadiahkan kepadaku seruling In-thian Cekhong adalah pusaka Kun-lun-pay. Maksudnya agar aku dapat menerjang rimba persilatan dan mengangkat nama Kun-lun-pay." Su-to Yan menganggukkan kepala mengerti, ternyata orang ini membawa pusaka Kun-lun-pay, ternyata mempunyai rencana untuk memamerkan ilmu kepandaiannya. Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Cin Bwee semakin membusungkan dada, luar biasa bangga atas keadaan tersebut. Kini mereka telah tiba disebuah gedung yang sangat mewah. itulah rumah si Pukulan Langit Goan Thong, orang yang menduduki wakil bengcu rimba persilatan, jalan masuk ke dalam rumah dijaga oleh 40 orang berpakaian hitam, mereka berbaris dikanan dan kiri, setiap orang ada menyoren pedang, sangat gagah sekali, Su-to Yan dan Cin Bwee telah lompat turun dari kuda tunggangan mereka. Dan sudah ada orang yang menyambut kuda-kuda itu, di tuntunnya keruang belakang. Pintu besar segera dibuka lebar-lebar, itulah cara penyambutan yang sangat meriah. Su-to Yan dan Cin Bwee adalah tamu-tamu yang mereka harapkan, kedua orang itu bertindak masuk kedalam. Seorang pemuda berbaju hijau keluar menyambut kedua tamunya, dengan wajah tersungging senyuman, pemuda itu berkata. "Silahkan masuk, Selamat datang dikota Leng-Shia, Siauwtee Goan Bun, atas perintah ayah menyambut kedatangan kalian berdua." Ternyata, pemuda berbaju hijau itu bernama Goan Bun. putera si Pukulan Langit Goan Thong. "Terima kasih." Berkata Cin Bwee yang segera mengajak Su-to Yan masuk kedalam ruangan yang terang benderang. Diruang besar telah duduk seorang tua dengan tubuh gagah, umurnya sudah hampir setengah abad, menyaksikan kedatangan kedua-tamunya, ia bangkit berdiri. "Lohu Goan Thong" Ia memperkenalkan diri. "Entah bagaimana sebutan jiwi berdua?" "Aku Cin Tiong dan dia..." Menunjuk kearah Su-to Yan, Cin Bwee tidak meneruskan kata-katanya dengan harapan agar kawan tersebut memperkenalkan diri sendiri, Maksudnya sangat jelas, maukah Su-to Yan menggunakan nama palsu ? Cepat Su-to Yan memperkenalkan dirinya. "Aku Su-to Yan." Su-to Yan tidak mau mempergunakan nama palsu. Dan mereka telah dipersilahkan mengambil tempat duduk. Setelah kedua tamunya duduk, tampak Goan Thong bersenyum, ia memandang Su-to Yan dan berkata kepada pemuda itu . "Lohu mendapat perintah Kong-Sun bengcu untuk mengundang Saudara, tentunya saudara telah maklum dan tahu maksud tujuan kami, bukan?" Tidak menunggu Su-to Yan membuka mulutnya, Cin Bwee sudah menyelak. "Ternyata bukan diriku mengundang dirinya?" Yang diundang ? Kalian hanya "Lohu tidak mengerti akan kata-kata saudara Cin." Berkata si Pukulan Langit Goan Thong. "Kalian bukan bermaksud tujuan kepada seruling In-thian Cekthong yang berada padaku?" "Saudara Cin salah paham," Berkata tuan rumah, masih bersenyum ramah. Cin Bwee merasa tidak enak, dugaan bahwa dirinya yang dijunjung orang telah dibuyar kan oleh kenyataan, dugaan itu meleset Karena tidak ada sangkut paut dengan dirinya, apa guna berdiam ditempat ini ? Ada lebih baik segera meninggalkan Su-to Yan dan berlalu dari rumah itu, segera ia bangkit dan berdiri, siap pergi. Su-to Yan menghadang kepergian kawan itu . "Mengapa saudara Cin harus terburu-buru?" "Orangpun tiada mengundangku mengapa harus menebalkan muka, duduk dijadikan patung?" Su-to Yan ada niatan untuk berkawan dengan Cin Bwee, ia menarik tangan baju orang dan berkata perlahan. "Saudara Cin, kita sudah terlanjur masuk kedalam rumah orang, meskipun kau tidak punya kepentingan rasanya tidak jahat untuk menemani aku disini, bukan ? Kukira aku sedang mengalami kesulitan, maukah kau membantu?" "Sungguh?" Su-to Yan menganggukan kepala dengan senyumannya yang sangat menarik. Dipihak lain Goan Bun telah menarik tangan baju ayahnya, ia berkasak-kusuk sebentar dan menyingkir kesamping. Si Pukulan Langit Goan Thong mengkerutkan alisnya. So-to Yan telah berhasil menahan kepergian Cin Bwee, terlihat Goan Thong menghampiri dirinya, dengan tersenyum senyum orang tua itu berkata. "Ooo, barusan ada pesan dari Kong-sun Bengcu, diharapkan agar saudara Su-to dapat menyerahkan pedang In-liong, Dikatakan bahwa pedang tersebut penting untuk mengakhiri persengketaan dengan Siauw-lim-pay. "Cianpwee keliru, aku bukan anak murid Siauw-lim-pay." Wajah Goak Thong berubah, mungkinkah sipemuda bukan murid Siauw-lim-pay? Untuk membuktikan benar tidaknya ia harus menyaksikan bagaimana sipemuda itu bersilat, siapakah yang harus ditampilkan sebagai lawan tandingan? Tiba-tiba ia melirik kearah anaknya, kemudian berkata kepada Su-to Yan. "Tentunya saudara tidak puas untuk menyerahkan pedang tanpa dimeriahkan dengan suatu pertandingan bila saudara Su-to mempunyai minat keramaian, biarlah anakku yang bodoh melayani beberapa jurus." Su-to Yan tertawa, Tapi sebelum ia membuka mulut, Cin Bwee sudah mendahuluinya. "Untuk menandingi anaknya, tak perlu kau yang turun tangan, Biar aku yang mewakili mu, bagaimana?" Su-to Yan menganggukkan kepala. Dilain pihak, Goan Thong mengkerutkan alis, ia ingin Su-to Yan yang turun tangan maka dapat dilihat dari aliran manakah ilmu silat pemuda ini? Apa mau Cin Bwee menyelak dan menalangi pemuda itu, ia tidak bisa menolak, ia diam. Didalam hati memaki habis-habisan, orang ini terlalu usilan. Sementara itu, Goan Bun telah siap di pusat ruangan, ia menantikan kedatangan lawan, tidak perduli Su-to Yan atau pemuda yang bernama Cin Tiong itu, akan tetap dilayani olehnya. Harus diperlihatkan kepada ayahnya, bahwa ia melatih diri dengan tekun, akan dijatuhkan mereka, satu demi satu. Siapa yang maju lebih dulu, sama saja baginya. Cin Bwee telah menghampiri Goan Bun. Sedangkan putera dari wakil bengcu itu menantikannya dengan senyum tenang. "Hei, mana senjatamu?" Bertanya Cin Bwee kepada sang lawan, dilihat Goan Bun bertangan kosong, seolah-olah ingin menghadapinya tanpa senjata. "Aku kira ada lebih baik bermain dengan tangan kosong," Goan Bun memberikan jawaban. Sebagai putera si Pukulan Langit, Goan Bun lebih pandai bersilat dengan tangan kosong. Cin Bwee menyimpan kembali pedang yang telah dihunus keluar, iapun bersedia melawan pemuda itu dengan tangan kosong, demikian ia berkata. "Sudah lama orang mencela ilmu kepandaian Kun-lun-pay. Hari ini akan kuberikan kenyataan dari ketidak benarannya desas desus ini itu, dengan ilmu kepandaian Kun-lun-pay yang paling khas, aku akan menundukkanmu." Perkataan itu ditutup dengan satu serangan hebat, sehingga memaksa Goan Bun mundur ke belakang. Hanya satu langkah, tangan kanan Goan Bun menepuk kearah sisi lawan, disertai dengan tenaga dalam, dengan cara cara ini, bukan saja menghindari rangsekan lawan, disaat yang sama, iapun sudah siap mengirim serangan balasan. Serangan Cin Bwee mengandung dua unsur, unsur menyerang dan bertahan, dilihat orang itu menggunakan cara yang paling tepat, maka iapun turut bergeser, dengan satu jurus "Guntur berkilat" Meneruskan rangsekannya. Goan Thong yang menyaksikan ilmu "Guntur berkilat" Dimainkan oleh pemuda yang mengaku bernama Cin Tiong, hatinya sangat terkejut. Diketahui olehnya, itulah salah satu diantara jurus dari ilmu "Hoan-thian Pat-ciang", dan ilmu "Hoan-thian Pat-ciang" Atau "Delapan pukulan mengembalikan dunia" Adalah satu dari sepuluh macam ilmu purbakala yang sudah lenyap dari permukaan dunia. Di jaman yang telah silam, sepuluh macam ilmu purbakala itu dimiliki oleh seorang yang bernama Thian Ku Cu, setelah Thian Ku Cu wafat, ilmu kepandaiannya diturunkan kepada sepuluh muridnya, disayangkan terjadi perang saudara, sepuluh murid Thian Ku Cu yang tidak dapat hidup bersatu bentrok, terjadilah perang saling gempur, sembilan diantaranya binasa, dan murid bontot Thian Ku Cu juga mati dibawah bisa racun yang tidak diketahui namanya. Maka lenyap pula sepuluh macam ilmu silat purbakala itu, inilah akibat dari ketidak akuran diantara saudara-saudara sendiri. Peringatan bagi mereka yang tidak dapat hidup bersatu, Dengan demikian, sepuluh macam ilmu silat purbakala itu tidak diturunkan kepada siapapun juga. Mendadak sontak, bagaimana salah satu dari sepuluh macam ilmu silat purbakala tersebut dapat dimiliki oleh seorang muda dari golongan Kun-lun-pay. Tentu saja si Pukulan Langit Goan Thong ketakutan, Sang anak bukan tandingan orang yang memiliki ilmu Hoan-thian Pat-ciang tersebut. Goan Thong bingung sekali, bagaimana baiknya untuk menolong sang anak dari kesulitan ? Bukan Goan Thong saja yang terkejut Su-to Yan yang juga turut tersentak bangun, tidak disangka bahwa Cin Bwee memiliki salah satu dari sepuluh macam ilmu silat mujijat dari jaman purbakala. Terlebih Goan Bun, pemuda ini langsung berurusan dengan Cin Bwee, Diserang dengan ilmu luar-biasa, bagaimana ia tidak terdesak mundur ? Tidaklah disangka lawan itu begitu liehay! Cepat sekali ia menghindari serangan kearah kiri. Cin Bwee tidak mengasih hati, dengan jurus Hui-in Hoan-ie menggantikan jurus yang pertama, jurus Hui-in Hoan ie berarti Guntur melintang hujan, juga salah satu jurus dari ilmu Hoan-thian Pat-ciang, setiap macam dari sepuluh ilmu silat mujijat dijaman purbakala cukup untuk menundukkan dunia, termasuk juga Hoan thian Pat-ciang, sangat luar biasa. tidak mungkin Goan Bun sanggup menerima serangan tersebut, dengan mengeluarkan suara jeritan, putra wakil si bengcu sempoyongan, bahunya kena dihajar, mundur jauh kebelakang dan rubuh di lantai. Dua orang berbaju hitam cepat-cepat membangunkan tuan muda mereka. Goan Thong menyaksikan anaknya dirubuhkan, air mukanya berubah bengis. Tapi tidak lama, perubahan itu sudah di ganti dengan tertawa yang tergelak-gelak. "Ha, ha, ha... tidak kusangka, saudara Cin memiliki ilmu Hoanthian Pat-ciang, salah satu dari sepuluh ilmu silat mujijat dijaman purbakala yang sudah tiada, Kini giliranku meminta pelajaran, sudikah saudara Cin memberi beberapa petunjuk?" "Mengapa tidak?" Jawaban Cin Bwee lebih menjengkelkan lawannya. Goan Thong meringkaskan bajunya, ia sudah siap turun kedalam gelanggang pertempuran. Tiba-tiba... Seorang lari masuk kedalam ruangan itu, dengan lantang ia memberi laporan. "Hang-kang To-jin dari Oey-san-pay tiba!" Goan Thong batal menempur Cin Bwee, kedatangan Han-kang To jin sangat menggirangkan hatinya, ilmu pedang tosu tersebut menduduki urutan nomor dua, setelah dibawah Kong-Sun Giok, kedatangan Sang kawan tepat pada waktunya. Seorang tosu berjubah hijau memasuki ruangan, punggungnya tergembol pedang, itulah Han-kang To-jin ! pada Goan Thong menyambut kedatangan tosu tersebut, terlihat jelas, bagaimana wajah Siwakil bengcu menjadi bercahaya terang. Kedua orang itu berbisik-bisik. Han-kang To-jin memandang Cin Bwee dengan sikapnya yang angkuh berkata. "Berani kau melukai kemenakanku ? Hm, Akan kusaksikan, berapa banyak seranganku yang dapat kau terima, Bersiaplah untuk bertempur." Han-Kang To-jin langsung menghadapi Cin Bwee. "Bagus!" Cin Bwee tidak menolak tantangan. "Telah kudengar namamu yang menduduki urutan nomor dua, tentunya mempunyai ilmu pedang yang luar biasa, pedangku inipun telah gatal tangan, tentunya sudah siap digunakan." Cin Bwee mengeluarkan pedangnya. "Sretttt !" Itulah suara pedang Han-kang To-jin yang keluar dari kerangka, Tosu ini tidak sabar lagi, begitu cepat pedang berpindah ketangan, ia memendekkan tubuhnya, ujung pedang disodorkan kedepan, mengarah pinggang lawan. Serangan ini cepat dan jitu! Disertai dengan tenaga dalam penuh, desiran angin pedang terdengar jelas ! Su-to Yan terkejut ia khawatir atas kegesitan pedang Han-kang To-jin itu, tentunya Cin Bwee sulit memenangkan pertandingan. Rasa khawatir ini bertambah lagi, setelah melihat Sang imam menyerang secara bertubi-tubi, sehingga tidak memberi kesempatan kepada Cin Bwee untuk melakukan penangkisan yang baik. Pengalaman tempur Cin Bwee terlalu tipis sekali, diserang oleh seorang akhli pedang kawakan, ia menyingkirkan diri kesamping, dan memotong kearah pergelangan tangan musuh, Han-kang To-jin telah memegang kunci penyerangan, hal itu tidak mau diserahkan kepada lawan, pada gebrakan pertama, ia telah mengetahui bahwa lawannya kurang pengalaman beruntun lagi mencecer dengan serangan-serangan pedang. Cin Bwee menangkis beberapa kali, dan tubuhnya dipaksa bergeser kearah kedudukan yang tidak menguntungkan. Menyaksikan sang kawan terdesak, Su-to Yan tidak enak hati, Maksudnya ingin menggantikan kawan tersebut, belum dapat ia menemukan cara yang terbaik untuk menghentikan pertempuran itu. Disaat ini terdengar teriakan seorang berbaju hitam yang lantang. "Kong-Sun bengcu tiba!" Han-kang To-jin menarik pulang serangannya, ia mengadukan pedang dan lompat keluar kalangan. Cin Bwee melintangkan pedangnya, ia berdiri dipusat ruangan. Goan Thong telah lari kearah luar, menyambut kedatangan sang bengcu. Sebentar lagi terlihat Kong-sun Giok berjalan masuk kedalam ruangan itu, dibelakang bengcu tersebut berbaris 20 orang berbaju hitam, mereka adalah pengiring-pengiringnya. Melihat ditempat itu ada Cin Bwee dan Su-to Yan, ia menganggukkan kepala kepada mereka, kemudian memandang Goan Thong dan berkata. "Saudara Goan, bagaimana hasil peminjaman pedang dari saudara Su-to?" Si pakaian langit tertawa meringis. "Perintah bengcu telah kujalankan. Tapi, rupanya saudara Su-to tidak rela menyerahkan pedang tanpa diadakan pertempuran dahulu." Demikian Goan Thong memberi jawaban. Lebih jauh, Goan Thong menuturkan bagaimana ia meminta pedang, secara baik-baik mengadakan perundingan dengan Su-to Yan. Kemudian terjadi pertempuran, dan anaknya dilukai oleh pukulan Cin Bwee yang menggunakan ilmu silat mujijat dari jaman purbakala, ilmu yang menghilang dari rimba persilatan. Kong-sun Giok terkejut, air mukanya berubah. Matanya menyapu keseluruh ruangan, mengawasi Su-to Yan Cin Bwee bergantian. Dan sinar mata itu ditarik kembali, memandang Goan Thong, seraya ia berkata. "Mengapa tidak kau sendiri yang turun tangan, Goan toako? Tiada halangan kau mencoba coba ilmu kepandaian orang muda, hal ini dapat menambah pengalaman, bukan?" Sebelum Goan Thong memberi jawaban, Han-kang To-jin sudah membuka mulut, tosu itu berkata. "Bengcu, mengapa Goan toako yang harus turun tangan? Biarkanlah pinto yang mencobanya dahulu, Akan pinto lihat, sampai dimana dan berapa gebrakan dia dapat menahan serangan ilmu pedang Oey-san-pai" Cin Bwee tidak senang. Segera ia hendak membuka mulut, menantang tosu tinggi hati itu. Su-to Yan telah turun kedalam gelanggang dan menarik tangan Sang kawan, berkata kepadanya. "Saudara Cin, kau telah banyak mengeluarkan tenaga, Biar aku yang saja melayaninya, akan kulihat, betapa hebatkah ilmu kepandaian imam jumawa ini?" Cin Bwee agak jeri kepada ilmu pedang Han-kang Tojin yang lihay, dengan mudah ia dapat dibujuk, segera ia menerima baik kemauan kawan tersebut. "Berhati hatilah dengan ujung pedangnya." Ia berkata penuh perhatian. Su-to Yan memandang wajah kawan tersebut, Cin Bwee menjadi merah muka. Han-kang Tojin yang mengadakan tantangan. sudah berada didepan Su-to Yan, "Memperhatikan pedang yang berada padamu, kukira kau seorang akhli pedang juga, Tapi kau akan kupaksa bertekuk lutut, sebelum jurus serangan yang kesepuluh selesai." Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Atas kesombongan Han-kang Tojin itu, Su-to Yan tertawa. "Belum tentu, Totiang." Ia berkata sinis. "tidak percaya, Cabutlah pedangmu dan akan kubuktikan kebenaran dari kata-kataku tadi." Berkata Han-kang Tojin bernapsu. "Aku tidak mengeluarkan pedang mengadakan perlawanan." Berkata Su-to Yan tidak mau kalah suara, Keangkuhan Han-kang Tojin menimbulkan rasa anti patinya, maka iapun harus bersikap agung. Kata-kata Su-to Yan menjadikan sedikit kegaduhan, siapakah yang berani menerima serangan Han-kang Tojin tanpa senjata? Tosu tersebut adalah ahli pedang kedua, setelah berada dibelakang urutan Kong-sun Giok, belum pernah ada orang yang menandinginya. Han-kang Tojin masih belum mengerti bahwa dirinya telah dipandang rendah, ia bertanya. "Apa maksud tujuanmu tidak menggunakan pedang?" "Sudah menjadi kebiasaanku, kalau bertanding tidak dengan pedang." Berkata Su-to Yan. ia sangat puas dapat menekan sedikit kecongkakan lawan tersebut. "Dengan senjata apa kau menghadapi seranganku?" Bertanya lagi Han-kang Tojin. "Dengan sepasang senjata ini." Berkata Su-to Yan mengeluarkan tangannya. Mata Han-kang Tojin terpentang lebar-lebar, ia melotot besar, itulah suatu penghinaan sebagai ahli pedang nomor dua didaerah Kang lam, mungkinkah harus dilayani dengan tangan kosong? Sungguh keliwatan! "Baiklah." Akhirnya dengan menghela napas Han-kang Tojin berkata. "Akupun menggunakan tangan kosong menempur dirimu." "Ooo, itupun tidak usah. Totiang tidak dilarang untuk menggunakan pedang dan aku bertangan kosong mempertahankan diri dari sepuluh jurus serangan tadi, seperti apa yang totiang telah katakan, dapatkah aku dijatuhkan sebelum serangan kesepuluh selesai dimainkan?" Han-kang Tojin menyeringai. Dilain pihak, orang-orang yang mendengar percakapan itu semakin tobat kepada kata-kata yang Su-to Yan keluarkan Han-kang Tojin itu telah dikenal lebih dari dua-puluh tahun, tidak sedikit akhliakhli pedang yang jatuh di bawah tangannya. Mana mungkin ada orang yang berani menghadapi serangan pedang sitosu tanpa senjata? Apalagi mengingat umur Su-to Yan masih sangat muda, bukankah kata-kata untuk mengolok orang? Kong-sun Giok tampil kedepan, dengan tertawa ia berkata. "Saudara Su-to, bila kau dapat menggunakan tangan kosong mengalahkan Han-kang To-jin, untuk seterusnya, aku tidak mengganggumu pula, Aku Kong-sun Giok menyerah kalah, Di mana kau berada, aku akan menyingkirkan diri jauh-jauh." So-to Yan telah menimbang-nimbang ilmu kepandaian sendiri, dibandingkan dengan ilmu kepandaian Hiun-kang Tojin, masih ada kesempatan baginya memenangkan pertandingan, dengan satu senyuman riang, ia berkata. "Ingin sekali buktikan segera." Han-kang Tojin telah menggoyangkan pedang, ia menantang. "Su-to Yan, dimana kau mau menerima serangan? Ditempat ruangan ini atau dilapangan luar?" Memandang keadaan ruangan itu, Su-to Yan menganggukan kepala. "Disinipun boleh." Han-kang Tojin menenteng-nenteng pedangnya, mengelilingi musuh kurang ajar itu. Suatu ketika, ia menusuk kearah jalan darah Kie-bun Su-to Yan. Su-to Yan menunjukan wajahnya yang bersungguh-sungguh, lima jari direntangkan dengan telapak tangan keatas bermaksud merebut gagang pedang Han-kang Totiang. Itulah ilmu Pie-pa-cap-Sa-san-chiu ! Pie-pa-cap-sa-san-chiu berarti tiga belas jari menguasai alat Piepa, lebih banyak tiga jari dari manusia biasa, Mudah dibayangkan, betapa cepatnya cengkeraman yang diarah oleh jari jari yang melebihi manusia biasa itu. Melihat ilmu tersebut, Kong-sun Giok dan Goan Thong terkejut, sebagai dua tokoh-tokoh terpandai, mereka dapat menyaksikan keistimewaan dari tipu Pie-pa cap-sa-san-chiu. Ilmu inipun termasuk salah satu dari sepuluh macam ilmu silat jaman purbakala yang telah terpendam. Terlebih bagi si Telapak Langit Goan Thong, pada seratus tahun berselang, dua macam ilmu silat purba kala itu telah menghilang tanpa bekas, tiada orang mewarisinya. Dihari ini, disaat dan diwaktu jam tadi, didalam satu hari saja, ia menyaksikan dua dari kesepuluh ilmu silat purbakala itu muncul dihadapannya, Bagaimana ia tidak terkejut ? Bercerita Han-kang To-jin yang menyerang Su-to Yan dengan ilmu pedang Oey San-pay, mempelintirkan tangannya, membuat satu lingkaran dan mengirim serangan yang berikutnya, didalam hati sitosu berkata. "Betapa tingginya ilmu kepandaianmu bila bertangan kosong, jangan harap dapat menerima lima puluh jurus." Lupalah kepada janji pertama yang menetapkan sepuluh jurus sebagai batas pertempuran. Sebagai seorang akhli pedang, Hankang To-jin merangsek lawannya dengan hebat, sedangkan Su-to Yan bertangan kosong, ia harus menjaga tajamnya pedang, Tanpa ada rasa khawatir sama sekali Han-kang To jin bergerak leluasa. Su-to Yan main mundur kebelakang. Cin Bwee menyaksikan pertandingan itu, hatinya berdebar-debar, lebih khawatir lagi, setelah melihat bagaimana sang kawan tidak dapat memberi serangan balasan. Diketahui bahwa Han-kang To-jin sangat pandai memainkan ilmu pedang, masakan dilawan dengan tangan kosong? Sungguh tolol. Lain penilaian Cin Bwee, dan lain lagi penilaian Su-to Yan. -ooo0dw0ooo- Jilid 2 SEBAGAI SEORANG ahli pedang, menyaksikan cara-cara Su-to Yan bertempur, sang bengcu segera mengetahui, bahwa Hankang Tojin akan mengalami kekalahan. Meskipun Su-to Yan main mundur, setiap langkah pemuda itu mengambil kedudukan yang tepat, bukanlah keteter, tapi menunggu saat yang baik untuk mengadakan serangan balasan, ingin sekali ia memberi tahu kepada Han-kang Tojin agar berhati-hati, kekalahan Han-kang Tojin berarti kekalahannya. Bagaimana ia dapat mengambil pedang In-liongkiam, jika Su to Yan memenangkan pertarungan tadi? Pengalaman Cin Bwee tidak dapat disamakan dengan Kong-sun Giok, dilihat Han-kang To-jin merangsek dengan galak, di lihat bagaimana Su-to Yan main mundur semakin lama semakin terdesak, ia bingung, ia tidak menginginkan kekalahan berada difihaknya, dengan membanting kaki, ia berteriak. "Ayo, lekas keluarkan pedangmu !" Su-to Yan sedang mengadakan pancingan seolah-olah terdesak, maka lawan akan lengah itu waktu, ia dapat berebut pedang Hankang To-jin, inilah maksud tujuan utama dari jago kita. Kini, Su-to Yan menyilangkan kedua tangan, menyingkirkan tekanan pedang Han-kang To-jin. Han-kang To-jin menyeret pedang kesamping, dan diputar lagi kembali, bagaikan kecepatan angin, lagi-lagi menghujam Su-to Yan dengan tusukan-tusukan pedang. Cin Bwee meremas-remas kedua tangannya, Kong-sun Giok dapat melihat keadaan itu, ia memancarkan sinar mata girang, timbul pikiran baru untuk memenangkan pertarungan, ia berpikir. "Telah kujanjikan kepada Su-to Yan, bila ia dapat menggunakan tangan kosong menjatuhkan Han-kang To-jin, aku tidak boleh mengganggu dirinya lagi. Dilihat dari keadaan ini. Han-kang To-jin bukan tandingannya. Aku harus memaksa Su-to Yan menggunakan pedang, maka ia tidak memenuhi syarat-syarat yang kutentukan." Didekatinya Cin Bwee, dengan tertawa berkata. "Saudara Cin, kawanmu itu tidak mempunyai ketika untuk mengeluarkan pedang, Tapi, kau dapat menolongnya dari kesulitan, bila kau lempar pedangmu kearahnya, pasti ia dapat menyambuti." Cin Bwee mendapat ketika untuk menolong sang kawan dari kesusahan, demikianlah ia salah mengerti, tidak diketahui akan maksud-maksud tertentu yang telah direncanakan oleh Su-to. Sayang sekali! Pikiran Cin Bwee terlalu cepat, tangannya telah mengeluarkan pedang, dilempar kearah Su-to Yan dan berteriak. "Hei, terima pedang ini!" Su-to Yan telah melihat titik-titik terang untuk merebut pedang Han-kang Tojin, tiba-tiba dilihat cara Cin Bwee yang mengambil langkah ceroboh, ia mengeluh. Ludeslah semua rencananya, bila dibiarkan pedang itu melayang datang, tentu melukai dirinya. tidak ada waktu bagi Su-to Yan banyak-pikir, pedang telah datang, serang Han-kang Tojin juga tidak mengendur. Su-to Yan memelintirkan tubuhnya, berputar ditempat itu, dengan cara-cara yang tidak mungkin dibayangkan orang ia berhasil menghindari diri tusukan pedang Han-kang Tojin. Itu waktu, Han-kang Tojin mendesak Su-to Yan sehingga kepinggir tembok, maksudnya, tusukan pedang tadi adalah tusukan yang terakhir, ia menduga pasti dapat memantek Sang lawan ditempat itu. Tiba-tiba saja pandangan matanya menjadi kabur, tubuh Su-to Yan yang berputar itu lenyap dari depan dirinya. Han-kang Tojin kaget sekali, segera diketakui bahwa posisi kedudukan dirinya berada didalam bahaya, untuk menghindari diri dari ancaman orang, jalan satu-satunya menubruk tembok didepan, itupun membawa akibat besar, kepalanya hanya dua kaki lagi dari tembok, ia akan menderita luka. Kecepatan daya reflek segera bekerja, tubuh Han-kang Tojin melesat naik keatas setinggi mungkin ia menjauh semua bahaya bahaya itu. Su-to Yan telah berputar, dan dengan gerakan yang tercepat, dirinya telah berada di belakang Han-kang To-jin, seharusnya, dengan satu kali uluran tangan, ia dapat merebut pedang tosu tersebut Tapi pedang yang Cin Bwe lemparkan itupun telah tiba, dengan demikian, pasti punggungnya ditembus oleh tajam pedang. Apa boleh buat, Su~to Yan membatalkan niatnya yang dapat merebut pedang lawan itu tangan dibalikkan kebelakang, dengan jari-jari yang keras, ia mementil pedang. Satu sinar putih menyusul larinya Han-kang To-jin, bagaikan seekor elang panjang, pedang tersebut memagut leher baju Sang tosu, dan memakunya ditembok, dim lagi, darah merah akan muncrat memenuhi ruangan itu. Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Perintah Maut Karya Buyung Hok Perangkap Karya Kho Ping Hoo