Ceritasilat Novel Online

Pedang Wucisan 10


Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 10


Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung   In-ie Taysu tidak melarang mereka menggempur si Anak Srigala.   Lee Pin tertawa nyengir-nyengir, dihadapan kedua hwesio berjubah merah itu, tidak sedikitpun rasa gentar menguasainya Sebentar-bentar menengok kesalah satu dari orang-orang itu, sikapnya selalu memandang enteng.   Kedudukan kedua hwesio berjubah merah sangat tinggi, tujuan mereka meringkus Su-to Yan, maka mereka maju berbareng, kini dipermainkan seperti itu, tentu saja marah besar, sret, sret, mengeluarkan golok, membacok kearah si Anak Srigala yang dianggap terlalu kurang ajar.   Lee Pin sengaja memanaskan kedua lawan-lawannya, dengan demikian, dia lebih mudah mendesak mereka.   Datangnya dua bacokan itu begitu cepat, gerakan Lee Pin lebih cepat lagi, duk, duk.   membenturkan kedua tangannya sendiri, gerakan ini membingungkan orang yang menyaksikannya.   Secepat itu pula, tubuh si Anak Srigala melejit, tangannya terentang kekanan dan kekiri.   "Sret.. Sret"   Sebagian jubah dari kedua hwesio merah itu sobek.   Dua hwesio Siauw lim-sie menarik golok mereka, dengan wajah malu, menghentikan pertempuran.   Dengan golok ditangan, dengan kekuatan dua orang, mereka tidak dapat menundukkan lawan, lebih2 dari pada itu, hampir saja jiwa mereka melayang.   Tentu saja harus menyerah kalah.   In-ie Taysu mengeluarkan suara pujian.   "Hebat! ilmu kepandaian yang hebat."   Anak Srigala Lee Pin tertawa berkakakan, dengan jumawa dia berkata.   "Mengapa tidak menampilkan beberapa orang lain lagi?"   Sebelum In-ie Taysu memberi putusan untuk mengajukan calon tandingan yang lain, terdengar suara beradunya senjata, kurungan Siauw lim pay bobol disatu tempat.   disana muncul seorang berbaju kelabu, inilah Jie Han Liu, ayah si Pedang Emas Jie Ceng Peng.   "Ha, ha, ha.   "   Jie Han Liu tertawa riang. In-ie Taysu kenal kepada jago silat itu, menghadapi Jie Han Liu, Sang ketua partay mengajukan pertanyaan.   "Jie sicu ada urusan apa? Dapatkah menunggu selesainya perkara ditempat ini?" Jie Han Liu tertawa lagi.   "Ada keramaian apakah ditempat ini? Mengapa begitu banyak hweesio yang menghadang kedatanganku?"   Dia mengajukan pertanyaan.   "Siauw lim pay sedang berurusan dengan ahli waris Ciok Pek Jiak."   In-ie Taysu memberi keterangan.   "Tahukah Taysu, siapa yang menjadi ahli waris Ciok Pek Jiak itu ?"   Bertanya Jie-Han Liu.   "Nah, itulah orangnya."   Menunjuk kearah Su-to Yan, sang ketua partay berkata "Namanya Su-to Yan."   "Tahukah Taysu, bagaimana hubunganku dengan Su-to Yan ini?"   Bertanya lagi Jie Han-Liu. In-ie Tay su, mengerutkan sepasang alisnya, tahulah dia, bahwa kedatangan Jie Han Liu hendak menolong Su-to Yan.   "Bagaimana hubungan Jie Sicu dengan Su-to Yan?"   Dia bertanya.   "Seharusnya taysu tahu, bahwa Su-to Yan adalah cucu dari Kiathay Kiam khek Su-to Pek Eng, Dan hubunganku dengan Su-to Pek baik sekali."   Berkata Jie Han Liu yang membeberkan kedudukan dirinya.   "Su-to Yan bersedia memberi pertanggungan jawabnya, kuharap Jie sicu tidak menyampurkan diri didalam urusan ini."   Berkata In-ieTaysu.   "Mana boleh?"   Berkata Jie Han Liu menantang.   "Kakek tuanya bukan orang asing bagi Siauw lim-pay, mengapa begitu cepat melupakan budi orang."   "Dia bertanggung jawab atas tindakan Ciok Pek Jiak, Bukan kakek tuanya."   Berkata In ie Taysu.   "Baik."   Berkata Jie Han Liu."   Kalau Siauw lim Pay berani mengusir orang, tentu tahu cara-cara bagaimana harus mengusir aku, siapa yang hendak mengantar aku meninggalkan tempat ini?" Alis In ie Taysu berkerut tajam, Jie Han Liu bukan jago biasa, tidak mudah untuk mengusirnya.   Kecuali dia turun tangan sendiri, hal ini dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang ketua partay agung.   Menunggu beberapa waktu, Jie Han Liu berkata lagi.   "Ha, ha, ha....Tidak ada orang yang mengantar aku keluar dari tempat ini?"   Empat hwesio berjubah merah menampil kan diri, memberi hormat kepada In-ie Taysu dan berkata.   "Kami meminta perkenan Ciang-bun jin untuk mengantar Jiesicu."   In-ie Taysu memperhatikan keempat orang itu, apa boleh buat, dia menganggukkan kepalanya.   "Kalian harus berhati-hati."   Dia memberi pesan. Keempat hwesio itu mengurung Jie Han Liu. Disaat yang sama, terdengar satu suara yang sangat dingin.   "Mengapa harus menggunakan begitu banyak orang mengantar dia?"   Disana bertambah seseorang, berpakaian tosu, dengan kebut ditangan, dia menghampiri Jie Han Liu.   "Biar aku yang mengantar kau."   Dia berkata.   Inilah murid si jago purbakala Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu, namanya Giok Hie, dengan gelar si Tosu Tukang Sado.   In-ie Taysu, Su-to Yan dan Lee Pin terkejut.   Mereka bingung akan kehadiran Giok Hie.   In-ie Taysu bingung, dia tidak mengerti dengan cara apa, dan bagaimana Giok Hie dapat menembus pertahanan kurungannya para hwesio Siauw-lim-pay.    Su-to Yan dan Lee Pin bingung, bagaimana si Tosu Tukang Sado dapat menembus pertahanannya pasukan srigala? Jie Han Liu belum pernah bertemu muka dengan tosu pembawa pecut ini, segera dia mengajukan pertanyaan.   "Bagaimana sebutan totiang yang mulia?"   Disaat itu empat hwesio Siauw-lim-pay mengundurkan diri lagi. Giok Hie berhadapan dengan Jie Han Liu, dengan suaranya yang dingin dia berkata.   "Aku Giok Hie mendapat perintah Suhu, agar kau mau menyingkirkan diri dari persengketaan ini."   Giok Hie tidak menyebut nama dan gelar gurunya, Karena itu Jie Han Liu salah paham dia menduga bahwa orang yang dihadapannya itu tidak berkepandaian hal ini terbukti karena kehadirannya hanyalah tugas dari Sang guru, Tentu saja Jie Han Liu tidak tahu, bahwa orang yang menjadi guru si Tosu tukang Sado adalah seorang akhli silat dari jaman purbakala Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu yang ternama..In-ie taysu juga tidak kenal kepada Giok Hie, Dia mempunyai penilaian yang sama dengan apa yang dipikirkan oleh Jie Han Liu.   Hanya seorang yang terkejut, orang ini adalah jago kita Su-to Yan.   Menurut pengakuan Giok Hie, dia mendapat tugas dari gurunya, suatu bukti bahwa Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu masih berada didaerah sekitar tempat itu.   Ini sangat berbahaya ! Di samping mereka masih ada seorang jago tua dari jaman purbakala, dengan sepasang matanya yang tajam, mengincar kitab Maya Nada.   Inilah yang Su-to Yan khawatirkan.   Giok Hie memandang Jie Han Liu dan berkata kepada jago tua itu.    "Boleh aku yang mengantar kau pergi dari tempat ini?"   "Boleh saja."   Berkata Jie Han Liu tersenyum ewah.   "Wuttt..."   Giok Hie mengayun kebutnya, serangan itu berupa serangan pembukaan, hanya variasi permainan tipu silat, tidak hanya mengandung unsur berbahaya.   Creettt, jari tangan lain turut menyertai pembukaan acara perang, serangan dengan tenaga dalam Kabut Hijau It Bok Cin-khie.   Jie Han Liu mengegos kekiri, dia memandang ringan lawannya, didalam hati dia berpikir, Huh, hanya inikah ilmu kepandaianmu? Hanya sekali pukul, aku dapat mengalahkanmu.   Dengan sepasang jari yang diluncurkan keras, Jie Han Liu mengincar sepasang mata lawan itu.   Giok Hie menutulkan kakinya, dia mengancam perut Jie Han Liu.   Jie Han Liu bukan jago biasa, dia memotong serangan itu, Demikian dua jago mengadu jiwa.   Semakin lama, mata In-ie Taysu terpentang semakin lebar, tidak disangka seorang tosu tidak ternama dapat mengimbangi kekuatan Jie Han Liu.   Suatu saat, Jie Han Liu berada didalam posisi samping, tangannya menyeret angin memasuki pertahanan perut orang.   Giok Hie mementilkan sepasang kakinya, inilah ilmu Kaki Kepiting Mo-liong-tui, salah satu ilmu silat dari jaman purbakala yang dapat dibanggakan olehnya.   "Hek"   Pukulan Jie Han Liu mengenai sasaran, bagaikan karet, tempat yang dipukul mementilkan tangannya.   Dia terkejut, inilah ilmu Bambu Bung Han-tiok-kang.   Disaat yang sama, kaki kepiting Giok Hie menyepak pantat, kontan Jie Han Liu diterbangkan, menggunakan adanya daya lemparan itu, Jie Han Liu terbang melayang meninggalkan tempat kejadian.   Dia menderita kekalahan.   In-ie Taysu semakin bingung, siapakah tosu ini, mengapa begitu lihay ? Dapat memainkan ilmu silat dari jaman purbakala ? Giok Hie telah mengalahkan Jie Han Liu, kini dia menghadapi ketua partay Siauw-lim pay.   In-ie Taysu mendahului orang, dia membuka mulut.   "Siapakah yang menjadi guru totiang?"   Giok Hie memberikan jawaban.   "Suhu kami adalah Pek-ie-kauw-cu Bong-Bong Cu."   In-ie Taysu terkejut. Ternyata dia sedang berhadapan dengan murid seorang jago silat dari jaman purbakala ? Pantas saja Jie Han Liu dapat dikalahkan olehnya.   "Apakah maksud tujuan totiang ke tempat ini?"   Bertanya lagi In ie Taysu.   "Kedatanganku atas perintah guruku,"   Berkata Giok Hie "Apakah yang dikatakan olah guru sicu?"   Berkata lagi In-ie Taysu.   "Dikatakan olehnya, bawa aku harus membawa Su-to Yan."   Berkata Giok Hie.   "Su-to Yan?"   In-ie Taysu bingung sekali.   "Perintah guruku adalah meminta orang,"   Berkata Giok Hie cepat.   "Berani kau membantah perintah ini?"   Wajah In-ie Taysu berubah.   "Kurang ajar."   Dia membentak "jangan kau terlalu menghina Siauw-lim-pay."   "Mengapa tidak?"   Giok Hie pantang menyerah "Berani kau menghina suhu kami."   In-ie Taysu serba salah, Menyerahkan Su-to Yan berarti kekalahan baginya. Tidak menyerahkan pemuda itu akan membawa buntut panjang. Apa boleh buat, ia harus berani menantang, Dia mundur kebelakang dan menganggukan kepalanya. "Wut, wut, wut."   Empat hwesio telah mengurung Giok Hie ditengah. Memandang kearah sang ketua partay, ke empat orang itu berkata.   "Kami berempat tersedia menerima pelajaran dari murid Pek ie kauw-cu Bong Bong Cu yang ternama."   "Jangan membikin malu Siauw-lim pay."   Berkata In-ie Taysu, Tapi dia tidak mencegah gerakan keempat orang itu. Giok Hie memperhatikan keempat pengurungnya.   "Kalian hanya berempat?"   Dia memandang rendah. In-ie Taysu dipaksa membikin perlawanan, tapi dia masih mempunyai banyak anak buah, karena itu dia berkata.   "Merekapun sudah cukup untuk menghadapimu."   Giok Hie tertawa berkakakan.   "Ha, ha ... ."   Tangan dan kakinya bergerak, menyerang keempat hwesio dari Siauw-lim pay itu.   Keempat hwesio itu mengurung lawannya.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      berpencar, secara teratur, mereka Kekanan dan kekiri, ke timur dan kebarat Giok Hie menerjang keempat lawannya.   Tetapi ternyata tidak berhasil menjatuhkan salah satu dari keempat hwesio itu.   Pihak Siauw-lim-pay tidak dapat menarik napas lega, keempat jago merekapun tidak dapat menundukkan lawannya.   Pertempuran seperti itu berjalan sangat lama, Giok Hie hilang sabarnya, tetapi semakin dia berhati panas, semakin sulit pula menjatuhkan lawan-lawannya.   Tiba-tiba, satu bayangan putih meluncur datang, langsung memasuki arena pertempuran itu.    Keempat hwesio Siauw-lim-pay meninggalkan pertempuran, mereka berdiri diempat sudut jalan.   Ternyata seorang tua berpakaian pelajar sudah berada disana, inilah murid pertama dari Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu.   Namanya Kong yat Ciu-jit, dengan gelar si Pelajar Tua.   "Toa-suheng."   Giok Hie memanggil girang, Kong-yat Ciu-jit menganggukkan kepalanya, Dia berkata.   "Kau satu orang, sedangkan mereka berjumlah empat kali dirimu, Dapatkah kau memenangkan pertandingan ini?"   "Untuk memenangkan pertandingan harus menunggu kelengahan mereka."   Berkata Giok Kie. Kong yat Ciu jit tertawa lagi katanya.   "Diantara kita bertiga saudara, kau khusus menekunkan diri didalam pertahanan. Daya tahanmu memang hebat, tapi kau kurang penyerangan, Lebih cocok untuk dikerubuti orang, Maka merekapun tidak dapat mengganggu selembar rambutmu, begitu bukan?"   "Betul."   Jawab Giok Hie.   "Dan Bwee Goat adalah orang terlemah, maka suhu tidak memberi tugas keras kepadanya."   "Suhu kita memang sudah dapat memperhitungkan semua kejadian."   Berkata Giok Hie menimpali suara toa Suhengnya. Tiba-tiba masuk lagi seseorang diapun seorang hwesio berkepala gundul, tapi bukan hwesio Siauw-lim-sie. Dia adalah si Hwesio Tukang Pacul Bwee Goat. Kong yat Cia-jit menggapaikan tangannya.   "Bwee Goat, kemari kau."   Dia berkata, Bwee Goat menggabungkan diri, jumlah mereka menjadi tiga orang.   In-ie Taysu memberi kerlingan mata kepada keempat orangnya, maka hwesio-hwesio itu mengundurkan diri.   Kong-yat Chiu-Jit berkata kepada Giok Hie dan Bwee Goat.    "Kalian berdua membawa Su-to Yan.   Biar aku yang menghadapi para jago Siauw-lim-pay."   Tiga orang memecahkan diri.   "Tunggu dulu."   In-ie Taysu berteriak keras. Si Pelajar Tua Kong-yat Chin Jit, Hwesio tukang pacul Bwee Goat dan Tosu tukang Sado Giok Hie menahan langkah langkah mereka.   "Seratus perintah. delapan Lohan bergerak."   In-ie Taysu memberi Rombongan kepala gundul saling bantu, mengurung ketiga murid Pek-ie Kauw-cu Bong-Bong Cu. Secepat kilat, Kong-yat Chiu Jit sudah mengeluarkan pedangnya "sret sret, sret, sret !"   Beberapa kali, dua hwesio Siauw lim Sie kehilangan tangan dan kaki.   Wajah In-ie Taysu berubah, Srat srat, srat lagi empat kali, tiga hwesio Siauw lim-pay kehilangan kepala mereka.   In ie Taysu melayangkan badan, dia turut serta menerjunkan dirinya kedalam arena pertarungan.   Kong yat Chiu-Jit hendak menghadapi sang ketua partay tapi Bwe Goat lebih cepat, dia memapaki kedatangan In-ie Taysu.   "Toa-suheng, serahkan hwesio ini kepadaku."   Dia meminta persetujuan suhengnya. Dari jauh Kong yat Chiu-Jit berkata.   "Bwee Goat, kau jangan berkepala batu."   "Aku tahu."   Sahut Bwe Goat.   "Tidak mungkin kita kalah."   Menyerahkan In ie Taysu kepada Bwee Goat, Si pelajar Tua Kong-yat Chiu Jit dan Tosu Tukang Sado Giok Hie lari kearah Su-to Yan.   Lawan lama, Su to Yan mengeluarkan berhadapan dengan Kong yat Chiu Jit.   pedangnya, dia Anak Srigala Lee Pin berhadapan dengan Tosu Tukang Sado Giok Hie.   Keadaan menjadi begitu tegang sekali, Tiba-tiba ...   Terdengar suara tabuh khim yang dipukul berderum, semakin lama semakin keras, sehingga menghentikan pertempuran pertempuran ditempat itu.   Seorang tua dengan langkah lenggang memasuki gelanggang pertempuran, pada tangan orang tua ini menenteng alat tabuh khim yang ditendang keras, siapa lagi, bila bukan si Tabuh Maut Wie Biauw.   Seperti apa yang kita telah ketahui dari keempat jago tua dijaman purbakala yang masih hidup sehingga saat itu, Pendekar Rajawali Mas Kie Eng menduduki urutan pertama disusul oleh Ahli waris Gua Kematian Pek-Tong Hie.   Si Tabuh Maut Wie Biauw dan Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu, dari sekian banyak orang yang kita sebut diatas, ilmu kepandaian Wie Biauw adalah yang terendah, bisanya hanya menabuh alat Khim, berdendang membawakan lagu lagu kuno.   Wie Biauw bentrok keras dengan Pek ie Kauw Cu Bong Bong Cu, langsung dia menghadapi Kong-yat Chiu Jit, Giok Hie dan BweeGoat, Berkatalah dia kepada mereka.   "Dimana guru kalian?"   Ketua partay Siauw lim-pay In-ie Taysu belum kenal kepada Wie Biauw, menyaksikan sikapnya yang menegurkan tiga murid dari jaman purbakala dia terkejut, hatinya sedang berpikir-pikir.   "siapakah orang tua ini?"   Kong-yat Chiu Jit tidak berani berlaku kurang hormat, segera dia menjawab pertanyaan.   "Sebentar lagi suhupun datang."   Wie Biauw menganggukan kepalanya, Dia berpaling kearah Lee Pin dan membentak. "Siapa yang membawa bawa pasukan anjing hutan itu?"   Lee Pin juga tidak kenal kepada si Tabuh Maut jago tua dari jaman purbakala, sikapnya Kong-yat Chiu Jit yang merendah diri itu akan dinilai rendah oleh semua orang, Dia tidak mau mengikutinya, dengan membanggakan diri, dia berkata.   "Aku, Mengapa?"   Wie Biauw mengerutkan alis, segera dia membentak.   "Lekas bawa semua binatang itu pergi diri sini!"   Kata-kata tadi mengandung perintah, menyinggung perasaan si Anak Srigala Lee Pin.   "Hm ...."   Dia berdengus.   "Sehingga saat ini, belum pernah ada orang yang memberi perintah kepadaku."   Wie Biauw memancarkan sinar matanya yang tajam.   "Akulah yang memberi perintah kepada mu."   Dia berkata.   "Aku menolak perintahmu."   Lee Pin menantang.   "Bagus, Segera kubikin kau mematuhi perintahku."   Wie Biauw begitu marah. Disaat itu Su to Yan menampilkan dirinya.   "Tunggu dulu."   Dia berteriak.   "Ada apa?"   Wie Biauw menoleh kearah sipemuda.   "Sebelumnya, aku menghaturkan terima kasih."   Berkata Su-to Yan memberi hormat.   "Di dalam soal ini, Lee Pin adalah kawanku."   Dia memberi keterangan.   "Bolehkah aku mewakili dirinya?"   "Su-to Yan, ini urusanku."   Lee Pin tidak mau ditalangi orang.   Su-to Yan menarik napas, dia mengundurkan diri.   Lee Pin berhadapan dengan si Tabuh Maut Wie Biauw.   Wie Biauw bergerak begitu cepat sekali, dia hendak menangkap tangan si Anak Srigala.    Lee Pin membikin perlawanan, kemanapun dia menyerang selalu dihadang oleh tabuh Khim lawan "Wing,"   Tangan Wie Biauw berhasil mencekal pergelangan tangan Lee Pin. Si Anak Srigala mati kutu, dia kena di cengkeram, lalu tidak berdaya lagi, Begitu aneh dan begitu gesit, tanpa dapat ditolak, Wie Biauw sudah menahan si jendral pasukan Srigala.   "Hayo."   Berseru Wie Biauw.   "Segera bubarkan anjing liarmu itu."   Lee Pin memeramkan matanya, dia penasaran sekali. Wie Biauw mengangkat tinggi tangannya, dia mau memberi hajaran kepada anak muda liar ini, Su-to Yan masih memegang pedang, tanpa disadari, dia menusuk kearah tokoh purbakala itu.   "Jangan."   Dia menduga kepada sesuatu yang buruk, sangkanya, Wie Biauw hendak membunuh kawan itu. Menenteng tubuh Lee Pin, Wie Biauw menghindari serangan Su-to Yan dan berteriak. lompat ke atas, "Bagus."   Itulah ilmu pedang Cian-san Kiam-hoat yang di dapat dari ketua partay Cian-san-poy Su In Seng.   Su-to Yan menyerang lagi sehingga dua kali.   Wie Biauw menggunakan tubuhnya menangkis serangan itu.   Dan menginjakkan kakinya, tangannya masih menjinjing tubuh si Anak Srigala Lee Pin.   "Jangan celakakan kawanku."   Su-to Yan berteriak. Wie Biauw menganggukkan kepalanya.   "Ah, kupulangkan kawanmu."   Dia berkata, melempar Lee Pin kearah Su-to Yan.   "Segera bawa anjing-anjing liar itu meninggalkan tempat ini."   Dia memberi perintah. Si Tabuh Maut menghadapi In-ie Taysu dan para hwesio Siauwlim-pay.   "Mengapa kalian mengganggu Su-to Yan?"   Dia membikin teguran.   "Apa maksud sicu mengungkit urusan ini?"   Bertanya In-ie Taysu.   "Apa alasanmu mengganggu Su-to Yan?"   "Sicu tidak tahu urusan Ciok Pek Jiak dengan Siauw-lim-pay?"   Berkata In-ie Taysu.   "Ini urusan intern kami."   Si Tabuh Maut Wie Biauw memandang ketua partay Siauw-limpay dengan sinar mata dingin, kemudian menoleh ke arah Su-to Yan.   "Kau boleh pergi, urusan disini dapat diserahkan kepadaku."   Su-to Yan mengajak Lee Pin meninggalkan daerah itu.   In-ie Taysu mengulapkan tangannya, maka rombongan hwesio bergerak, mereka mengurung dan menghadang dua orang itu.   Wie Biauw memukul tabuh khimnya, dia berdendang dengan membawakan lagu-lagu lama, Para hwesio memegang ulu hati mereka, terasa sekali getaran sukma yang hendak di copot rontok oleh suara tabuh maut itu.   Satu persatu mempertahankan diri dari siksaan itu, lupalah mereka untuk mengurung Su-to Yan.   Kong-yat Chiu-jit, Bwee Goat dan Giok Hie menghadapi Wie Biauw.   "Atas perintah suhu kami, dilarang melepaskan Su-to Yan."   Mereka berkata kepada si jago tua dari jaman purbakala.   "He, he... Dimanakah guru kalian? Mengapa tidak menampilkan diri?"   Wie Biauw mengejek ketiga orang itu. Kong-yat Chiu-jit berkata.   "Suhu segera tiba." "He, he... ."   Wie Biauw bergerak, tabuh khim meluncur kearah Kong-yat Chiu-jit.   Si Pelajar Tua Kong-yat Chui-jit melarikan diri dari serangan itu.   Tabuh tua itu bergerak cepat, trang, dia berhasil mengejar larinya Kong-yat Ciu-jit, membentur pedang si Pelajar Tua.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Hampir pedang Kong-yat Chui-jit diterbangkan jauh, Pek, terdengar lagi suara benturan, kali ini tabuh khim Wie Biauw membentur pacul Giok Hie.   Cepat sekali, manis sekali, indah sekali, setiap serangan Wie Biauw begitu lincah, datang tanpa diketahui lebih dahulu.   Terakhir, dia membentur pacul Bwee Goat.   Ketiga murid Pek Ie Kauwcu Bong Bong Cu dapat dikalahkan! "Ha, ha, ha..."   Wie Biauw tertawa besar "Hanya seperti inikah ilmu kepandaian Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu ?"   Satu bayangan suaranya. putih meluncur masuk, segera membuka "Saudara Wie sedang uring-uringan dengan siapa ?"   Kong yat Chiu-jit, Bwee Goat dan Giok Hie bersorak girang, mereka memberi hormat kepada orang itu.   Itulah jago keempat dari ahli-ahli silat di jaman purbakala, Pek Ie Kauw cu Bong Bong Cu.   Menurut aturan, Pek Ie Kauwcu Bong Bong Cu disebut sebagai jago keempat.   Sebetulnya, dinilai dari ilmu kepandaian tidak satupun dari ketiga jago silat lainnya yang dapat menandingi dia.   Si Tabuh Maut Wie Biauw menghadang jago tandingannya.   "Kau baru tiba?"   Dia menyapa.   "Bagaimana saudara Wie Biauw bisa berada ditempat ini? mencampurkan diri didalam persengketaan orang lain ?"   Wie Biauw tertawa tawar, dia berkata. "Kulihat kau masih mempunyai omongan besar juga, Hendak mengikuti jejak Manusia Super Tanpa Tandingan Thian Kho Cu ?"   "He. he, ha..."   Pek Ie Kauwcu Bong Bong Cu tidak menyangkal "Dari sepuluh ilmu kepandaiannya, aku telah mendapatkan empat macam, ada harapan bertambah menjadi enam. Maukah kau membantu usahaku ?"   "Huh... tua-tua tidak tahu diri. Berapakah umur kita?"   Wie Biauw menolak tawaran itu.   Tiba-tiba....   Diudara bekas terdengar suara seruling ditiup tujuh kali berturutturut, membawakan tujuh kali berturut-turut, membawakan tujuh suara nada irama.   Wajah Wie Biauw dan Pek Ie Kauwcu Bong Bong Cu berdesis.   Puluhan tahun yang lalu, rimba persilatan digemparkan oleh munculnya seorang tokoh silat yang bernama Cit-su Mo kun, dengan bersenjata sebuah seruling, dia sering melakukan pembunuhan pembunuhan, maka orang menyebutnya sebagai Seruling Yang Menggemparkan Rimba Persilatan.   Wie Biauw dan Pek Ie Kauwcu Bong Bong Cu mempunyai urutan dan kedudukan yang lebih tinggi dari Ciu-su Mo kun, tapi belum ada satupun dari mereka yang dapat menandinginya.   Karena itu, munculnya tokoh silat itu membawa perubahan bagi mereka.   Wie Biauw memandang Su-to Yan dan Lee Pin.   "Lekas kalian melarikan diri."   Dia berkata kepada mereka.   Sudah terlambat karena disana bertambah seorang tua gemuk pendek, berpakaian warna merah, inilah Seruling Yang Menggemparkan Rimba persilatan Cit-su Mo-kun.   Ratusan hwesio Siauw lim-pay dan tokoh silat yang berada ditempat itu diam2 tersirap.   Keadaan menjadi hening sekali.    Cit su Mo kun memperhatikan orang-orang ditempat itu, hadirnya Wie Biauw dan Pek-ie-Kauw-cu Bong Bong Cu ditempat yang sama tidak mengejutkan dirinya.   Sebagai seorang yang mempunyai kesenangan untuk membunuh, dia tidak langsung menerjang kearah jago-jago lie-hay itu.   Tubuhnya melejit, memasuki rombongan para hwesio Siauw-limpay, Serulingnya digoyang diseret, ditarik dan diulurkan ke depan, dia mengadakan pembunuhan.   Terdengar korbannya.   jeritan-jeritan para hwesio yang menjadi para Darah membanjiri tempat itu, seruling Cit Su Mo-kun bermain begitu rupa, menadah percikan-percikan darah merah yang bercipratan, hup, dia menyedot sampai beberapa kali.   Jeritan-jeritan para hwesio sangat pilu terdengarnya dari tempat itu, Siauw-lim-pay mengalami hari naas, jauh-jauh mereka datang ke sana, hanya untuk mengorbankan jiwa-jiwa anak muridnya.   Inilah akibat dari salahnya pucuk pimpinan tidak seharusnya In-ie Taysu haus akan ilmu silat orang, Ratusan hwesio diajak perang, tanpa membikin perhitungan yang masak, berapa banyak korban jiwa yang akan diderita oleh partaynya.   Kejadian itu terjadi begitu cepat, dikala Wie Biauw sadar akan kesalahannya, darah hwesio suci itu telah ditenggak oleh Cit-Su Mokun.   Demi kemanusian Wie Biauw menampikkan diri, dia menuju kearah Cit-su Mo-kun.   Disaat yang sama, In-tie TaySu mengajak anak buahnya, membikin perlawanan nekad, di sini menyangkut hidup mati mereka, semua orang wajib membela diri secara mati-matian.   Percikan darah masih ditenggak oleh Cit-su Mo-kun, bagaikan minum madu saja, iblis ini masih mengamuk kalang-kabut, Tabuh khim Wie Biauw memukul punggung iblis tukang menyedot darah itu.   Cit - SU Mo - kun membalikan Seruling,, trang, mematahkan serangan Wie Biauw.   Sekali lagi Wie Biauw menyerang, inipun ditangkis kembali.   Trang, lengket tidak terpisah.   In-ie Taysu menyerang dari bagian depan.   Disaat yang sama, Pek-ie Kauw-Cu Bong Bong Cu bergerak, dia tidak menyerang Cit-siu Mo-kun.   Begitu benci rasanya kepada Wie Biauw, menggunakan kesempatan bagus, dia menyerang si Tabuh Maut.   Su-to Yan berteriak kaget, pedang diluncurkan, berikut juga tubuh pemuda itu, mengancam belakang Pek-Ie Kauwcu Bong Bong Cu.   Kong-yat Chiu-jit, Bwee Goat dan Giok Hie tidak tinggal diam.   Mereka meluruk kearah Su-to Yan.   Kejadian-kejadian yang seperti kita uraikan diatas berlangsung disaat-saat yang bersamaan, sangat ricuh sekali.   Orang pertama yang ditenangkan oleh kekuatan musuh, adalah ketua partay Siauw-lim-pay, In-ie Taysu tidak sanggup bertahan, dia melayang kebelakang.   Kejadian berikutnya, adalah tubuh Wie Biauw yang melejit keatas, hek, dia menderita luka dalam.   Disusul oleh benturan pedang Su-to Yan dengan kekuatan tenaga dalam Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu.   Baru terdengar teriakan-teriakan Kong-yat Chiu-jit, Bwee Goat dan Giok Hie.   In-ie Taysu, Cit-su Mo-kun, Wie Biauw, Su-to Yan dan Bwee Goat menderita luka.    Luka yang terberat adalah luka Su-to Yan, luka Wie Biauw juga tidak ringan.   Orang-orang lainnya hanya menderita luka sepele saja.   Lee Pin mementang mulut, dia melolong panjang, bantuan pasukan srigala sangat dibutuhkan panggilan ini mendapat sambutan yang meriah, segera terdengar lolongan-lolongan para anjing liar itu bergema dari seluruh penjuru.   Beberapa ekor yang berukuran besar sudah lompat membela majikannya.   Dengan bantuan anjing-anjing liar ini.   Lee Pin dapat menolong Su-to Yan dan Wie-Biauw, Mereka mengundurkan diri didalam lingkungan pertahanan Srigala.   Ratusan ekor Srigala menerjang kian kemari tidak peduli siapa.   bila ada orang asing, mereka menyergapnya.   In-ie Taysu membikin putusan cepat, mengajak sisa anak buahnya mengundurkan diri.   Dikejar oleh Cit-su Mokun yang senang kepada darah.   Pasukan Srigala menyerang orang yang berada ditempat itu.   Didalam hal ini adalah Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu dan ketiga muridnya mengetahui bahwa Wie Biauw dan Su-to Yan sudah terluka, mereka merangsek hebat, banyak srigala dibunuh mati, puluhan ekor terluka.   Lee Pin memberi komando langsung, memberi perintah kepada binatang-binatang, membela mereka bertiga.   Su to Yan dan Wie Biauw duduk bersila, mereka harus menyembuhkan luka luka yang mereka derita.   Su to Yan mengeluarkan seruling pemberian Sam-Kie Ju Su In Hong, perlahan-lahan meniupnya, dia membawakan lagu Han-San Lok Bwee.    Lagu itu dapat mempercepat peredaran darahnya, sangat bermanfaat bagi mereka yang menderita luka, perlahan lahan, Su-to Yan menyatukan luka luka yang ada.   Wie Biauw pernah dengar tentang semacam ilmu seruling yang dapat menyembuhkan luka dalam, inilah ilmu kepandaian dari pulau Tong-pay yang khas, mengikuti irama yang Su-to Yan bawakan, dia turut ambil bagian.   Lagu Han San Lok-Bwee selesai ditiup, Su-to Yan menyimpan serulingnya, Dia membuka mata, keadaannya agak lumayan, Wie Biauw juga selesai melancarkan perputaran darahnya, dia mempunyai latihan yang lebih hebat, betul menderita luka berat, dengan bantuan tenaga dalamnya dengan adanya lagu Han-sin-Lokbwee.   Di saat Su-to Yan menyimpan serulingnya, dia sudah bangkit berdiri.   Dengan di bantu oleh tiga muridnya, Pek-ie-Kauw-cu Bong-Bong cu berhasil memecahkan sergapan para srigala, mereka menghampiri Lee Pin, Wie Biauw dan Su to Yan.   Lee Pin memandang Su-To Yan dan berkata.   "Pasukan serigalaku tidak berhasil membendung mereka."   Dia bersedih atas derita kerugian pasukan istimewanya, tidak mudah untuk menernakkan Srigala-srigala yang gesit dan tangkap seperti apa yang kini dia miliki. Wie-Biauw membuka mulut.   "Biarkan keempat orang itu maju."   Lee Pin memperhatikan keadaan Wie-Biauw dan Su-to Yan. Dia ragu-ragu, bagaimana bila membiarkan Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu dan kawan-kawan menyerang datang? Su-to Yan tertawa.   "Jangan khawatir."   Dia berkata.   "Kita masih mempunyai kekuatan untuk menggempur mereka." Lee Pin mengeluarkan perintah mundur dua kali lolongan panjang dan dua kali lolongan pendek. Induk srigala membawa anaknya mengundurkan diri. Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu beserta tiga muridnya lompat ke hadapan Su-to Yan. Wie Biauw mendampingi anak muda kita, memperhatikan keadaan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu sekalian, ke empat orang itu bermandikan darah, entah darah siapa, mungkin juga darah Serigala-serigala yang di bunuh oleh mereka, mungkin juga darah orang yang bersangkutan, adanya serigala-serigala Lee Pin itu sangat galak dan tangkas, bukan mustahil bila beberapa diantaranya dapat melukai orang-orang itu.   "Wie Biauw, kita harus bertempur lagi."   Berkata Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu mengejek. Wie Biauw bertepuk dada.   "Pek-ie Kauw-cu Bong-Bong Cu."   Dia memanggil.   "Keadaan kondisi badan kalian sudah begitu lemah, masih ada minat untuk mengulang pertempuran?"   Wie Biauw menaruh dendam kepada jago purbakala itu, sudah saatnya dia menuntut balas.   Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu terkejut, dapat begitu cepatkah orang menyembuhkan luka-luka dalamnya? Menoleh kearah Su-to Yan, dia lebih terkejut lagi, anak muda itupun masih segar bugar, tidak ada tanda-tanda yang menyatakan dia menderita luka dalam.   Pasukan srigala Lee Pin menderita kerugian besar, sepertiga dari anjing-anjing hutan itu binasa dan terluka, sisanya masih mengurung di sepanjang jalan.   Pek Ie Kauw cu Bong Bong Cu harus membikin perhitungan baru, dapatkah dia mengatasi keadaan ini? Tiba-tiba...   Diudara terdengar suara jeritan suara burung..   Kik...   kik...kik...   Seekor rajawali kuning terbang datang dan berhenti diantara sekian banyak orang itu.   Dari punggung burung bertempat seorang laki-laki setengah umur, inilah jago daerah Tong-hay Sam-kie Ju-Su In-Hiong.   Su-to Yan maju memapaki ayah angkatnya, dia memberi hormat.   "Jangan banyak membangunkannya. peradatan."   Sam-kie Ju-su In Hong Berpaling kearah si Tabuh Maut Wie Biauw, jago Tong-hay itu berkata.   "Baru saja aku bertemu dengan Kie Eng, dia memberi tahu kejadian kalian, Saudara Wie Biauw, atas bantuanmu aku mengucapkan banyak terima kasih."   Suatu tenaga baru bagi pihak Su to Yan. Berarti keadaan lebih tidak menguntungkan Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu.   "Masih ingin melanjutkan pertempuran?"   Sam-kie Ju-su In Hong menantang mereka.   "Sampai berjumpa dilain hari?"   Berkata Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mengajak ketiga muridnya, mereka siap menerjang pasukan srigala lagi. Sam-Kie Ju-Su In-Hong memandang ke-arah Lee Pin.   "Tolong kau beri kesempatan hidup bagi kelima orang ini."   Lee Pin sedang membayangkan bagaimana dia dapat mengumpulkan srigala srigala baru, hampir dia menangis, menyaksikan bangkai binatang itu yang berserakan diseluruh tempat.   permintaan Sam-Kie Ju-Su segera dikabulkan Dia memekik panjang.    Tanpa adanya gangguan, Pek ie Kauw cu Bong Bong Cu, Si pelajar Tua Kong-yat Chiu-Jit, Hwesio Tukang pacul Bwee Goat dan Tosu Tukang Sado meninggalkan tempat itu.   Keadaan sepi kembali Lee Pin memberi hormat kepada tiga orang dan berkata.   "Saudara Su-to, aku meminta diri."   Mengajak sisa-sisa binatang hutannya, Lee Pin dengan hati sedih. Disana tinggal tiga orang, Su-to Yan, Wie Biauw dan Sam-kie Jusu In Hong.      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com         Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   Memandang anak angkatnya, mengajukan pertanyaan. Sam-kie Ju-su In Hong "Bagaimana maksud tujuanmu?"   Su-to Yan memberi jawaban.   "Memulangkan kitab Maya Nada kepada Ie Han Eng."   "Kemudian?"   Bertanya lagi Sam-kie Ju-su In Hong.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Membikin perhitungan dengan istana Khong kiok kong,"   Berkata Su-to Yan dengan suara tandas. Sam kie Ju-su ln Hong menghela napas dan berkata.   "Su-to Yan, sudahkah kau dengar tentang gerakan istana Belang Khong-kiok-kiong? Mereka sedang menuju kearah Tionggoan mencari dirimu."   "Bagus, Aku tidak perlu menyusahkan diri lagi,"   Berkata Su-to Yan. Dia tidak tahu, apa orang-orang dari istana Khong-kiok-kiong mencari dirinya. Dia juga tidak perlu tahu, karena bentrokan dengan mereka tak mungkin dapat dielakkan. Sam-kie Ju-su In Hong berkata.   "Untuk jaman ini, kekuatan yang dapat menandingi istana Khongkiok-kiong adalah kekuatan Tong-hay. Tapi kami tidak dapat bentrok dengan mereka, Aku menyesal, tidak dapat membantu dirimu."   Su-to Yan memandang ayah angkatnya, dia tidak mengerti, mengapa pulau Tong-hay tidak dapat bentrok dengan istana Khongkiok-kiong? Sam-kie Ju su In Hong berkata lagi.   "Kecuali pulau Tong-hay, masih ada seorang yang dapat menandingi istana Khong-kiok-kiong. Pernah dengar nama Thian-lie Koay-siu? Nah, inilah murid Manusia Super Tanpa Tandingan Thian Kho Cu yang ke sebelas."   Su-to Yan lebih bingung lagi, hanya diceritakan bahwa Thian Kho Ciu menerima sepuluh murid, belum pernah ada disebut nama dari murid yang kesebelas, Kini sang ayah angkat membuka rahasia, tentunya bukan cerita bohong.   "Thian-tie Koay-siu tinggal dipuncak gunung Kun-lun. Carilah orang ini."   Berkata lagi ayah angkat itu.   "Terima kasih."   Su-to Yan sangat bersyukur "Nah, sedapat mungkin, aku akan membantu urusanmu, Selamat jalan."   Sesudah meminta diri pada Wie Biauw, Sam-kie Ju-Su In Hong menggapaikan tangan, burung rajawali kuning tebang menurun, mencemplak diatas punggung tunggangannya si jago Tong-hay terbang pergi.   Kemudian Su-to Yan dan si Tabuh Maut Wie Biauw berpisahan, kedua orang ini pun meneruskan usaha masing-masing.   Tanpa menceritakan perjalanan Si Tabuh Maut Wie Biauw, kita langsung menceritakan langkah kaki Su-to Yan yang menuju ke arah lembah Hui-in.   Dengan adanya kitab Maya Nada, maka walaupun kitab kosong tiada isinya, tetapi mengingat benda inilah yang di dapat dari Ie Han Eng, dia wajib mengembalikan kepada gadis yang bersangkutan.   Mo Pak, demikian orang tua yang menjaga lembah itu berdiri di depan Su-to Yan.    "Tolong beri tahu kepada nona Ie Han Eng, bahwa aku Su-to Yan datang untuk menyambanginya."   Demikian Su-to Yan berkata kepada orang tua itu. Mo Pak memperhatikan mata putihnya, dia tidak menjawab sapaan itu, membalikkan badan, masuk kedalam lembah dan meningggalkan si pemuda begitu saja. Su-to Yan lari menyusul.   "Hei."   Dia berteriak "Aku mempunyai urusan penting dengan nona majikanmu."   Su-to Yan menghadang dihadapan Mo Pak. Dengan marah, orang tua itu membentak, suaranya sangat ketus.   "Masih berani kau memperlihatkan diri di lembah Hui in? Huh, tidak kusangka, anak dari keluarga Su-to dapat melahirkan seorang bergajul sepertimu. Aku tidak kenal kepadamu."   Dan Mo Pak menyingkirkan diri lagi. Su-to Yan bingung.   "Bergajul?!"   Betul-betul membuat dia tidak mengerti.   "Apakah yang sudah terjadi?"   Untuk membikin jelas perkara itu, lagi-lagi dia menyusul Mo Pak.   "Hei, mengapa kau berlaku kurang ajar!"   Su-to Yan juga marah.   "Siapa yang kurang ajar?"   Mo Pak mendelikkan matanya.   "Kau sudah dijodohkan dengan nonaku, mengapa masih mengudek-udek gadis lainnya?" -ooo0dw0ooo-   Jilid 12 LAGI-LAGI MO Pak menyingkirkan diri dari depan Su To Yan.   Tentu saja Su-to Yan tidak mau menyerah, ilmu kepandaiannya jauh diatas Mo Pak, dengan mudah, dia dapat menyusul orang tua ini.   Tiba-tiba...    Satu bayangan hijau meluncur datang, Dia membentak.   "Su To Yan, berani kau kurang ajar?"   Disana bertambah seorang laki-laki setengah umur, inilah laki-laki yang memberi obat Tong-hay Sin-ciauw.   Jago-jago yang bernama In Hay Hong.   Su-to Yan memandang In Hay Hong dengan penuh cemburu, diketahui bahwa laki-laki ini ada menaruh hati kepada Ie Han Eng, maka dia rela menjadi pengawal lembah Hui-in tanpa bayaran.   "Kau masih berani masuk kedalam lembah Hui-in?"   In Hay Hong siap menempur serunya, Perjodohan keluarga Ie dan keluarga Su-to ditetapkan oleh orang-orang tua mereka, Su-to Yan menemukan Cin Bwee lebih dahulu, karena itu dia terpaksa menolak cinta Ie Han Eng, dari dalam saku bajunya, dia mengeluarkan kitab maya nada, inilah tanda pertunangannya, dilempar kearah In Hay Hong dan berkata.   "Nah, tolong kau serahkan kitab ini pada Ie Han Eng."   Selesai memberi putusan itu, Su-to Yan membalikkan badan, pertunangannya dengan Ie Han Eng boleh dikatakan mendapat penyelesaiannya yang wajar, dia harus pergi meninggalkan tempat itu.   Jago Tong-hay In Hay Hong sedang menunggu alasan yang tepat untuk menempur Su-to Yan, dia hendak mengalahkan pemuda itu, maka didepan Ie Han Hong dapat cahaya terang, siapa tahu, dia dapat merebut hati gadis itu ? Yang berada diluar dugaan adalah sikapnya Su-to Yan yang bermasa bodoh, melempar kitab maya nada dan berjalan pergi, inilah pengelakan.   In Hay Hong menyambut kitab maya nada, ia tertegun sebentar dan melempar kembali kitab itu, sambil membentak keras.   "Su-to Yan, kau kembali." Kitab yang dilempar itu membawa angin desiran yang keras, sehingga Su-to Yan menduga bahwa dia dilempari senjata rahasia, maka dia hanya mengulurkan tangan menangkap benda itu, Hut, ternyata kitab maya nada ! Su-to Yan membalikkan badan, Berhadap-hadapan dengan In Hay Hong.   "Apa maksudmu?"   Dia juga marah.   "Su-to Yan,"   Berkata In Hay Hong.   "Ie Han Eng meninggalkan lembah sudah beberapa waktu yang lalu, hingga saat ini dia masih belum kembali, Kitab maya nada bukan milikku, Kau harus langsung mengembalikan kepadanya."   In Hay Hong menyadari apa akibatnya bila pemulangan kitab maya nada lewat dirinya, hal ini akan menimbulkan salah paham, Tentu Ie Han Eng marah besar, mengatakan dia yang mengojokngojok perceraian itu.   Sehingga lebih sulitlah untuk dirinya mengambil alih cinta kasih sang bidadari.   Berita itu sangat mengejutkan Su-to Yan.   Kemana perginya Ie Han Eng? Gadis itu tidak berkepandaian sama sekali, Meninggalkan lembah Hui-in berarti menerjunkan diri kedalam lembah yang sangat berbahaya.   Su-to Yan melamun ditempat itu.   Kemanakah perginya Ie Han Eng? Tiba-tiba si jago Tong-hay In Hay Hong sudah membentak lagi.   "Lekas pergi! Mengapa kau harus lama-lama menginjak lembah Hui-in, aku In Hay Hong akan meremukkan batok kepalamu."   Su-to Yan membalikkan badan meninggalkan lembah Hui-in.   Terbayang sikapnya Mo Pak yang dingin, terbayang kegalakan In Hay Hong, dia segan untuk menginjakkan kaki ditempat ini.    Betulkah Su-to Yan tidak mau balik kelembah Hui-in? Bayangan sibidadari dari lembah Hui in Ie Han Eng begitu menarik, Kemanakah perginya gadis itu? Sepasang mata Ie Han Eng yang jernih membayangi pikirannya, Aneka macam perasaan merangsang Su-to Yan.   Lembah Hui-in di Gunung Bu-san ditinggalkan, Su-to Yan melakukan perjalanan dengan menundukkan kepala.   Berapa lama perjalanan itu telah dilaluinya, Su to Yan tidak ingat lagi.   Keadaannya sudah seperti manusia linglung, keseimbangan otaknya sudah susut sebagian.   Kini Su-to Yan mengayun langkah kaki-nya, memasuki sebuah kelenteng tua.   Dia tahu, bahwa dirinya memasuki tempat itu, tapi dia tidak tahu, mengapa harus masuk ketempat itu.   Pikirannya diputar balikkan kepada kejadian-kejadian lama, dimana dia pertama kali menerjunkan dirinya ke dalam rimba persilatan, dia istirahat di sebuah kelenteng juga, diserang oleh empat anak buah golongan Thian-lam Lo-sat, muncul Cin Bwee dan kejadian-kejadian berikutnya, Wajah Cin Bwee terbayang-bayang, tetapi akhirnya mengalahkan wajah Ie Han Eng.   Tiba-tiba muncul lain wajah, inilah wajah seorang gadis yang keren dan gigih, wajah si Pedang Emas Jie- Ceng Peng.   Wajah Cin Bwee dan wajah Ie Han Eng diputar balikan, hanya wajah Jie Ceng Peng yang berkuasa.   Tiba-tiba....   Terdengar satu suara yang sangat halus memanggil-manggilnya.   "Su-to Yan...Su-to Yan..."   Wajah Cin Bwee terbayang kembali, menyamarkan wajah Jie Ceng Peng. Su-to Yan mengucek-ngucek matanya, apakah yang sedang dilihat? Mungkinkah dia sedang pusing kepala ? "Su-to Yan.,.,"   Panggil suara itu.   Dia membuka mata, sangat lebar, dan itulah wajah Cin Bwee.   Kemana larinya wajah kenangan Jie Ceng Peng? Kemana pula kenangannya kepada Ie Han Eng? Dan wajah Cin Bwee pun turut lenyap satu bayangan melesat keluar, meninggalkan kelenteng itu.   Su-to Yan tersentak bangun dari lamunannya, itulah bayangan orang.   Dia tahu betul, Tidak akan salah lagi.   Tubuhnya melesat, menyusul bayangan tadi.   Kecepatan Su-to Yan tidak mudah ditandingi dia berhasil menyusul orang itu, dihadapannya berdiri seorang gadis yang berpakaian pria, siapa lagi bila bukan sigadis manja Cin Bwee? Su-to Yan terbelalak..   Keadaan ini begitu cocok dengan kenangannya.   Seperti pertemuannya pertama kali, Cin Bwee mengenakan pakaian lakilaki.   Berbeda dengan kejadian dahulu, sekarang Cin Bwee lebih kurus, lebih pucat dan lebih tidak bersemangat.   Cin Bwee memanggil-manggil beberapa lama, karena Su-to Yan sedang melamun, dia tidak mendapat jawaban yang selayaknya, karena itu dia marah, rasa sedihnya kambuh segera, melesat keluar dan meninggalkan kelenteng.   Gerakan ini disusul oleh gerakan Su-to Yan.   Mereka berhadap-hadapan.   Lama sekali, kejadian itu berlangsung tanpa kata-kata.   Tiba-tiba Cin Bwee membalikan badan, dia melarikan diri lagi.   Su-to Yan kaget, tubuhnya mencelat menyusul si gadis, dia berhasil menghadang lagi.   "Cin Bwee...."   Dia memanggil Cin Bwee mengayunkan tangan, dia memukul Su-to Yan.   "Pergi!"   Disertai oleh bentakannya. Su-to Yan mengegos, dia menghindar dari pukulan tadi.   "Cin Bwee..."   Dia memanggil lagi.   "Pergi! Aku tidak kenal denganmu."   Cin Bwee menutup wajahnya dia menangis. Su-to Yan menangkap tangan Cin Bwee mengelus-elusnya dan berkata perlahan.   "Mengapa ?"   "Huh, kukira kau sudah lupa kepadaku."   Berkata Cin Bwee menangis lebih sedih.   "Mengapa kau mengucapkan kata-kata seperti itu ?"   "Kau sudah mempunyai seorang bidadari hidup, siapa tidak kenal kepada bidadari dari lembah Hui-in Ie Han Eng? Secara resmi kau adalah calon suaminya. Karena itu kau bersifat angkuh, hendak meremehkan semua gadis yang ada ?"   "Cin Bwee, ketahuilah bahwa pertunangan itu ditetapkan oleh kedua orang tua kami."   "Kau boleh menjadi puas, bukan?"   "Jangan kau terlalu cepat memberi putusan. Pertunanganku dengan Ie Han Eng sudah dibatalkan."   "Dibatalkan?"   Cin Bwee mendongakkan kepalanya.   "Ng ... ."   "Suhu mengatakan kepadaku, bahwa kau telah mengikat tali perjodohan dengannya."   Berkata lagi Cin Bwee.   "Dimanakah suhumu itu?"   Bertanya Su-to Yan. "Suhu mengajak aku pulang kegunung, tentu saja aku tidak mau, aku lari lagi, akhirnya aku berhasil menemukanmu."   Berkata Cin Bwee sedih.   "Suhumu tahu, bahwa banyak bahaya yang membayangi aku, Demi kepentinganmu, dia melarang pergaulan kita, Kau harus maklum kepada maksud baik gurumu itu."   Berkata Su-to Yan memberi perkiraan.   "Huh, kau juga menghendaki aku pergi jauh?"   Cin Bwee merah. Su-to Yan menyerah, Dia tidak membuka mulut lagi.   "Kau tidak melarang aku menyertaimu, bukan?"   Cin Bwee memandang sipemuda.   Su-to Yan menganggukan kepala, Sigadis terlompat girang, dia menubruk dan berlompat lompatan, akhirnya menangis didalam rangkulannya Su-to Yan.   Su-to Yan mengajak Cin Bwee melakukan perjalanan kearah barat.   Disepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya mulut Cin Bwee nyerocos tentang kejadian-kejadian yang dialami olehnya, Sedari diculik oleh Cut-kat Hong, mendapat pertolongan Jie-Ceng Peng, ditahan didalam markas Thian-lam Lo sat, datangnya Cia Ciu Nio, dibawa pulang oleh suhunya itu dan terakhir dia melarikan diri, terlunta-lunta seorang diri, tetapi akhirnya dia berhasil menemukan Su-to Yan.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Cin Bwee begitu lincah, penuh kekuatan hidup, dia dapat menyegarkan siapa yang kurang kesenangan.   Menjatuhkan diri dengan Cin Bwee, banyak menambah pengalaman hidup, tapi bersatu dengan Ie Han Eng, seperti merendengi seorang dewi yang agung, tidak mudah tercapai.   Perjalanan itu begitu memuaskan.   Tiba disebuah kota, mereka memasuki sebuah rumah makan, Diantara pengunjungnya restoran terdapat seorang yang ukuran bentuk tubuhnya pendek dan gemuk, dia adalah si Pendekar Bayangan Sie An.   "Aha. ."   Sie An melompat dari tempat duduknya.   "Lagi-lagi kita bertemu muka."   Su-to Yan sangat gembira, akhirnya dia dapat menemukan kawan lama itu, dia menyapa.   "Sie toako kemana saja?"   Sie An melirik kearah Cin Bwee, dengan kerlingan mata penuh arti, dia tertawa-tawa, tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kepada dirinya.   Cin Bwee mendelikkan mata, Sifat-sifatnya sering bertentangan dengan Sie An akan membawa buntut panjang..Mereka duduk menghadapi satu meja.   "Su-to Yan."   Berkata Sie An.   "Kau memang lihay, Nama tiga ahli pedang hanya nama kosong belaka, Tidak satupun yang dapat menandingimu."   Pedang Utara Auwyang Ie, pendekar selatan Kong-sung Giok dan Si Pedang Bayangan Sie An adalah tiga ahli pedang ternama dimasa itu, tapi tidak satupun dari ketiga orang ini yang dapat menandingi Su-to Yan.   "Sie toako,"   Berkata Su-to Yan.   "Jangan kau mengumpak orang."   "Ha, ha,.,Eh, mengapa kau tidak turut bicara?"   Sie An menggoda Cin Bwee. Gadis itu memonyongkan mulutnya, adu mulut Sie An selalu tidak menguntungkan dirinya. Karena itu, lebih baik dia tutup mulut.   "Sie toako dari mana?"   Bertanya Su-to Yan.   "Sejak berpisah dengan Jie Ceng Peng, aku berkelana tanpa tujuan."   Jawaban Pendekar pedang Bayangan.   "Jie Ceng Peng ?"   Cin Bwee mendongakkan kepalanya. "Betul."   Berkata Sie An.   "Eh, dia berterima kasih kepadamu."   Kata-kata yang terakhir itu ditujukan kepada Su-to Yan. Cin Bwee menoleh kearah Sang kekasih, timbul lagi rasa cemburunya.   "Jangan salah paham."   Su-to Yan memberi keterangan "Itu waktu, Cukat Hong menculikmu, dia mengatakan hendak membawamu ke lembah Cui-goat-kok.   Karena itu, aku melakukan perjalanan jauh, dengan maksud menolong kau dari tangannya, Jie Ceng Peng juga berada didalam lembah itu."   "Betul."   Berkata Sie An.   "Susah payah kita menanggung resiko besar, terakhir berhasil menerjang lembah Cui-goat-kok, tetapi ternyata kau tidak berada didalam lembah itu."   Mereka menceritakan pengalaman-pengalamannya berpisah dari lembah Cui-goat-kok. sesudah "Jie Ceng Peng berterima kasih kepadamu."   Berkata lagi Sie An.   Lagi-lagi kata-kata yang menyinggung perasaan Cin Bwee, Si gadis hampir menangis, memang bukan impian ideal, bila mempunyai seorang kekasih gagah perkasa yang berwajah tampan.   Terlalu banyak saingan.   Sie An menghela napas, dia berkata.   "Su-to toako, betapapun tinggi ilmu kepandaianmu! banyak orang yang mengiri. Kau harus berhati-hati."   Su-to Yan merasa heran.   "Aku tidak mengerti."   Dia berkata terus terang.   "Segera kau mengerti."   Berkata Sie An.   "Mengerti apa?"   Cin Bwee turut bicara.   "Lihat."   Si Pendekar pedang Bayangan Sie An menunjuk kemeja disebelahnya. Su-to Yan menengok kesamping, wajahnya berubah, Disana, diatas meja tertancap sebatang tongkat tajam, pada ujung tongkat itu terdapat permata merah, bercahaya terang.   "Apa artinya permainan ini.?"   Su-to Yan mengajukan pertanyaan.   Sie An mematung ditempat, seolah-olah terkena ilmu sihir.   Su-to Yan menoleh kearah Cin Bwee, keadaan gadis inipun seperti keadaan Sie An, matanya memancarkan cahaya kosong, hampa tidak berisi.   Su-to Yan menggoyang-goyangkan tubuh kedua orang ini.   "Hei, mengapa?"   Dia berteriak. Tidak ada jawaban, kedua orang memandang tongkat hijau dengan batu merah di ujungnya itu. Su-to Yan menduga sesuatu yang luar biasa melekat pada tongkat itu, hati kedua lengan dibalikkan, memukul kearah benda tersebut.   "Plaakkk..."   Tongkat itu pecah dan hancur, dari dalam bumbung mencelat suatu benda itulah ular kecil.   Ular kecil dari tongkat itu menjalar keluar, berputar disekitar rumah makan hal, ini menimbulkan panik, para tamu lain dan menyingkirkan diri, Kemudian ular itu menghadapi Su-to Yan.   Su-to Yan mengeluarkan suara dari hidung, tenaga dalamnya dikerahkan, dengan ilmu Uap hijau It bok Cin-keng yang dicampur dengan cengkeraman Maut dia menjulurkan jari-jarinya, krekek, dia meremas hancur ular itu.   Bangkai ular dilempar, Baru dia memeriksa keadaan kedua kawannya.   Sie An dan Cin Bwe mengeluarkan keluhan napas lega.   "Bagaimana perasaan kalian?"   Su to Yan bertanya kepada dua orang itu. "Hampir aku diperdayainya."   Seru Sie An.   "Aduh, kepalaku masih terasa sakit."   Berkata Cin Bwee.   "Sudah kubereskan tongkat sihir tadi,"   Berkata Su-to Yan.   "Beruntung kau tidak kena tenungan mereka."   Berkata Sie An.   "Bila tidak, celakalah kita bertiga."   "Mari kita melanjutkan perjalanan,"   Berkata Su-to Yan. Mengajak kedua kawannya, dia meninggalkan rumah makan itu. Mereka menuju ke luar kota, tiba-tiba dari samping pintu muncul seorang tosu berpakaian merah. Memandang Su-to Yan bertiga, tosu itu berkata.   "Siapa diantara kalian yang bernama Su-to Yan?"   "Aku."   Su-to Yan menampilkan diri.   "Tidak seharusnya kau merusak tongkat tenung kami."   Berkata tosu itu penuh penyesalan. Cin Bwee berteriak.   "Tosu bangsat! Ternyata kau yang mempermainkan kami!"   Tangannya terayun, memukul kearah tosu berjubah merah itu.   "Ha, ha..."   Tosu itu tertawa, Dia sudah siap sedia, tangannya menaburkan sesuatu, membalikkan badan dan melarikan diri.   Gagallah serangan Cin Bwee tadi.   Disaat yang sama, benda yang ditabur oleh sitosu berkembang biak, warnanya hitam pekat, bertaburan kearah tiga orang.   Su-to Yan bergeram, mengeluarkan bentakan, tangannya didorong kedepan, hut, hut hut, dengan gerakan iblis Sakti Menahan Gelombang Pasang dia menyampingkan benda bubuk hitam itu.   Asap hitam menubruk pohon.   Cesss.    Pohon yang berdaun hijau segera menjadi layu, tangkainya menunduk kebawah, daun-daunnya berguguran jatuh, berubah menjadi kuning? Rusak terkena racun jahat Tidak lama kemudian, pohon itupun tumbang, roboh dengan suara yang menggelegar.   Su-to Yan, Sie An dan Cin Bwee lari menghindari diri.   Tosu berbaju merah melesat jauh.   Terdengar suara tertawanya yang mengejek ketiga jago kita.   Su-to Yan membentak keras.   "Jangan lari !"   Dia mengejar cepat, Diikuti oleh Sie An dan Cin Bwee. Cin Bwee tertinggal di belakang, dia berteriak.   "Su-to Yan..."   Si pemuda menghentikan pengejarannya bersama-sama dengan Sie An, mereka menghampiri sigadis.   "Kita sedang berhadapan dengan tukang-tukang sihir."   Berkata Cin Bwee.   "Kita harus berhati-hati."   Sie An dan Su-to Yun menyetujui pendapat itu, sudah selayaknya bagi mereka untuk berhati-hati.   Entah golongan sesat dari mana yang sedang sirik kepada ilmu kepandaian Su-to Yan.   Mereka melakukan perjalanan sambil bercakap-cakap, dengan bertiga, tentu mereka lebih mudah untuk menghadapi musuh kuat.   Menjelang sore harinya, mereka berada disuatu tempat yang agak sepi.   Tiba-tiba muncul seorang anak kecil berbaju merah memberi hormat kepada Su-to Yan bertiga seraya berkata kepada mereka.   "Paman Tenung kami mengundang tuan Su-to Yan."   Su-to Yan memperhatikan anak kecil itu, dia bertanya.   "Siapakah paman Tenung kalian?" "Tuan bersedia menerima undangannya?"   Anak kecil berbaju merah pandai bicara, suaranya empuk dan merdu.   "Baik."   Berkata Su-to Yan.   "Segera ajak kita bertiga,"   Anak kecil itu membuka jalan, mengajak ketiga tamunya, Dia memasuki jalan yang berliku-liku, semakin lama semakin sepi. Cin Bwee menaruh curiga, dia berteriak.   "Tunggu dulu !"   Anak kecil berbaju merah itu tidak menghentikan larinya, dia menggoyang pantat semakin cepat lari ngiprit.   Su-to Yan dan Sie An mengejar maju.   Mereka kehilangan jejak anak kecil itu, Timbul halimun biru, menutupi pemandangan mata, terjadi sedikit keganjilan yang membingungkan semua orang.   "Su-to Yan, Sie An dan Cin Bwee terpisah?"   Tiba-tiba terdengarlah satu suara perlahan yang memanggil-manggilnya.   "Su-to Yan...., ..Su-to Yan..."   Suara itu begitu menarik, seolah-olah hendak membetot sukma si pemuda, Su-to Yan berusaha mempertahankan imannya, dia berkutet, melawan suara panggilan tadi.   "Su-to Yan..."   Panggil lagi suara itu.   "Mengapa kau tidak mau datang?"   Suaranya semakin menarik, penuh gairah panggilan tersebut.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Su-to Yan masih berusaha mempertahankan dirinya, Dia menekan kemauan yang hendak mengikuti panggilan suara itu, semakin lama, gejolak hati itu semakin keras, dia harus memberi tambahan tenaga, baru dapat menekannya.   "Ha, ha ... Su-to Yan pengecut."   Berkata suara itu.   "Mengapa tidak berani datang ketempatku ?"   Su-to Yan menggeser kakinya, dan perasaan itu segera dapat ditekan, dia menarik pulang langkah yang sudah digerakkan itu.   "Su-to Yan ... Su-to Yan ...   "   Suara itu semakin gencar memanggil.    Betapa kuatpun tenaga panggilan suara orang itu, dia tidak dapat menggugurkan hati Su-to Yan.   Sipemuda dapat mempertahankan dirinya dari godaan.   Terjadi perang adu iman kekuatan! Kini muncul bayangan khayalan, dengan wajah-wajah yang menyeramkan mencoba menerkam Su-to Yan.   Hati sipemuda tergerak, cepat-cepat dia mengerahkan ilmu Uap Hijau It-bok Cin-khie, sekujur badannya dilindungi oleh kekuatan itu, matanya bersinar terang.   Lenyaplah semua bayangan-bayangan tadi, kabut yang meluluhkan suasanapun turut sirna.   Keadaan dapat dijernihkan.   Dikala Su-to Yan memandang dan memperhatikan kedudukan dirinya.   Dia terkejut sekali hampir dia terjun kedasar jurang yang curam.   Dia menoleh kesamping, lagi lagi dikejutkan oleh pemandangan lain.   Sie An dan Cin Bwee berdiri kaku, mata mereka memandang lurus kedepan, Dan dihadapan kedua orang itu, duduk seorang kakek kecil berpakaian merah.    Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Karya Chin Yung Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini