Ceritasilat Novel Online

Pedang Wucisan 12


Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 12


Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung   Sinar matahari menyilaukan mata Su-to Yan.   untuk beberapa saat si pemuda memeramkan matanya, perlahan-lahan membukanya kembali, dia mendapatkan dirinya berada disebuah lereng gunung yang banyak ditumbuhi pohon-pohonan.   Su-to Yan meninggalkan guha Liok-sian-tong yang sudah hancur, dia meneruskan perjalanannya.   Tiada jalan yang tiada gangguan, tiada usaha yang tiada rintangan.   Belum berapa lama Su-to Yan berjalan, seseorang telah meluncur datang kearahnya, orang ini bukan orang asing, dia adalah murid pertama dari Pek-ie Kauwcu Bong Bong-Cu, si pelajar Tua Kong-yat Ciu-jit.   Su-to Yan berhadap-hadapan dengan Kong yat Ciu-jit.   Kong-yat Ciu-jit langsung memandang pemuda kita, setelah memperhatikannya sekian saat, iapun tertawa.   "Ha ha ... ."   Suara Kong-yat Ciu-jit menggema suasana.   "Kau telah menghilang tiga bulan, kami semua telah menyangka bahwa kau sudah tiada lagi, tidak disangka disini kita berjumpa kembali."   Demikian sapa pelajar tua itu! Su-to Yan mengerutkan alisnya, dia berada didalam guha Lioksia-tong meyakinkan ilmu silat, dan ia tidak tahu bahwa jumlah hari hari yang telah dilewatkan olehnya telah memakan waktu berbulanbulan.   Terdengar suara Kong-yat Ciu-jit yang menegur pemuda kita.   "Hei, kau Su-to Yan, bukan?"   Su-to Yan menganggukkan kepala.   "Betul. Aku masih hidup."   Suaranya sangat dalam sekali.   "He ...   "   Kong-yat Ciu-jit berdengus.   "Diluar dugaan kalian bukan?"   Su-to Yan tertawa sinis. Sepatah demi sepatah, Kong yat Ciu-jit berkata.   "Su-to Yan, tidak tahukah kan, bahwa orang-orang dari istana belang Kong-kiok-kiong telah memasuki Tionggoan, maksud mereka adalah menemukan dirimu?"   Su-to Yan mengangkat pundak.   Reaksinya sangat tawar sekali, sudah berada didalam perhitungannya bahwa ia akan bentrok dengan orang-orang dari istana belang itu, lambat atau cepat, tidak mungkin dapat dielakan lagi, maka apa yang dikatakan oleh si pelajar tua yang sangat cerdik itu tidak mengejutkan.   Dua orang saling pandang lagi, dan Su-to Yan tertawa-tawa, berkatalah ia kepada murid pertama Bong Bong Cu itu.   "Dan bagaimana dengan urusanmu?"   Kong-yat Ciu-jit menengadah kepala, tertawa dua kali kemudian dia memberikan jawaban.   "Kukira kau terluka, selama tiga bulan ini tentunya kau sudah istirahat disatu tempat yang tersembunyi? Dan tadi Sam Kie Ju-Su In Hong ubek-ubekan mencarimu hal ini yang tidak kau ketahui."   Sam-kie Ju-Su In Hong adalah ayah angkat Su-to Yan yang berasal dan menjadi jago pulau Tong hay...   Sedari Su-to Yan jatuh dari tebing tinggi berhasil diselamatkan oleh si Tukang Tenung Hui In Khek, semua orang tidak pernah mendengar ceritanya lagi, tentu saja dianggap sudah mati.   Bukan suatu yang mustahil, bila mana ayah angkatnya mencaricari dia.   Su-to Yan memandang Kong-yat Ciu-jit, melihat pelajar tua itu memancarkan sinar matanya yang pasti, seolah-olah hendak menembus diri pemuda kita.   Su-to Yan memberi hormat, dengan sungguh-sungguh ia berkata.    "Atas berita-berita yang kau sampaikan kepadaku, disini aku Suto Yan mengucapkan banyak terima kasih."   Mata Khong-yat Ciu-jit berkilat-kilat, ia berkata.   "Su-to Yan, tahukah kau, bahwa ilmu pedang Maya Nada yang ada padamu itu adalah ilmu pedang palsu, Siau-lim-pay tidak mau ambil tahu lagi, kau boleh legakan hatimu."   Pikiran Su-to Yan sedang menimbang-nimbang, dengan sifatnya Kong-yat Ciu-jit yang jarang membuka mulut, hari ini telah banyak memberi tahu apa yang belum diketahui olehnya, apa maksud yang sebenarnya? Adakah udang dibalik batu? Su-to Yan belum menemukan jawaban.   Kong-yat Ciu-jit tersenyum kecil, katanya lagi.   "Hari ini pertemuan kita adalah suatu jodoh, dengan ilmu kepandaianmu aku tidak percaya, bahwa aku tidak dapat memenangkanmu, Beruntung kau tidak mati jatuh dari tebing jurang itu, kita masih mempunyai kesempatan untuk bertanding lagi, bagaimana penilaianmu?"   Su-to Yan menganggukkan kepala, Tawaran bertanding dari sang lawan tepat mengenai lubuk hari pemuda kita.   Inilah suatu kesempatan untuk memperaktekkan ilmu-ilmu yang didapat dari dalam guna Liok-sian-tong, ilmu yang diyakinkannya selama tiga bulan itu, khususnya ilmu pedang Maya Nada.   "Baiklah"   Berkata kepandaian."   Su-to Yan gagah, "Mari kita menjajal Si pelajar tua Kong-yat Ciu-jit telah mengeluarkan pedang, lebih pendek dari pedang biasa, tapi cukup hebat untuk menandingi pedang apapun juga.   itulah pedang pemberian Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu, sang guru yang mempunyai kehebatan luar biasa, tokoh kuat dari salah satu dari empat jago silat purbakala yang.   mempunyai kekuatan luar biasa.    Mendahului gerakkannya sang lawan, Kong yat Ciu-jit menyerang iga kanan Su-to Yan.   Su-to Yan bergerak cepat, dia menyingkir kesamping.   Dalam waktu yang sama Kong-yat Ciu-jit juga tertawa.   "Hebat juga ilmu Hui-eng-cap pa san dari Tong-hay biarpun sangat hebat, tapi ilmu kepandaian ini hanya dapat bertahan, bukan menyerang, Rasakanlah seranganku."   Betul-betul Kong-yat Ciu-jit menyerang lagi.   Ilmu Hui-eng-cap-pa-san dari Tong-hay adalah ilmu yang dahulu Su-to Yan gunakan untuk mengalahkan Kong-yat Cui-jit, ilmu itu didapat dari ayah angkat sipemuda yang bernama Sam kie Ju-su In Hong.   Sebagai murid pertama dari seorang tokoh jaman purbakala, Kong-yat Ciu-jit pandai meneliti kesalahan sendiri dan kesalahan lawan, maka selama ini dia menekankan diri untuk memecahkan problem dari ilmu Hui eng-cap-pa-san itu, akhirnya ia berhasil, dan kini dengan ilmunya yang diduga dapat menekan ilmu Hui-eng cap pa-San, ia menempur Su-to Yan.   Kong-yat Ciu jit sudah memperdalam ilmunya, ia menyangka sudah dapat menaklukan Su to Yan.   Dan disamping itu Su-to Yan juga mendapatkan kemajuan besar, ilmu-ilmu yang didapat dalam gua Liok sian tong cukup menandingi guru si pelajar tua Kong yat Cin-jit, yang bernama Bong Bong Cu.   Dan betul-betul hal ini sudah segera terjadi.   Su-to Yan mendapat serangan, badannya bergoyang bergeser, dengan kaki kanan dimiringkan kesamping, tepat sekali menginjak posisi kematian Kong-yat Ciu jit.   Kong-yat Ciu-jit terkejut, kecepatan dan kegesitan serta ilmu yang Su-to Yan perlihatkan sungguh-sungguh diluar dugaan, posisi kedudukannya sudah disudutkan, inilah kematian, ia tidak ada jalan lain, kecuali menyerah begitu saja.   Bergerak berarti mati konyol terpukul dibawah pukulan Su-to Yan.    Jago muda kita tidak berniat untuk membunuh orang, sebenarnya, dengan mudah ia dapat mematikan si Pelajar Tua Kong-yat Ciu-jit, tapi ia tidak mau, gerakannya ditahan ditengah jalan dan menyudutkan orang itu begitu saja.   Demikian orang itu mematung.   Si Pelajar Tua Kong-yat Ciu-jit mati kutu tidak bisa bergeser, dengan demikian ia sudah menyerahkan takdirnya kepada alam.   Su-to Yan memperlihatkan senyumannya yang ramah, bajunya berkibar-kibar sesaat kemudian dia berkata.   "Dengan ilmu kepandaianmu yang seperti ini, kuanjurkan agar kau tidak banyak bertingkah."   Kong-yat Ciu-jit bungkam. Perlahan-lahan Su-to Yan menarik kembali kakinya, dan kemudian ia berkata.   "Bukan saja kau, saudara-saudara seperguruanmu dan juga gurumu, didalam keadaan seperti sekarang, kuanjurkan agar kalian jangan banyak menonjolkan diri, kalian bukan lagi tandinganku !"   Baru saja Su-to Yan berdiri tenang, telinga nya yang tajam dapat menangkap desiran-desiran angin yang datang, berbareng disaat itu terdengar suatu suara mendengung.   "Benarkah ilmu tendangan kepitingmu mendapat kemajuan yang luar biasa !"   Su-to Yan melirik kearah datangnya suara disana berdiri empat orang, yang paling depan yalah Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu, dibelakang jago purbakala itu masing-masing berdiri Hweeshio Tukang Pacul Bwee Goat dan si Tosu tukang Sado Giok Hie.   Munculnya Bong Bong Cu guru dan murid ditempat itu sangat menggirangkan Kong yat Ciu-jit dan sedia memberi hormat kepada sang guru, dan meninggalkan Su-to Yan.   Kini Su-to Yan berhadapan dengan Bong Bong Cu dan tiga muridnya.   Ia tertawa sebentar dan berkata kepada jago tua itu.    "Tidak disangka cianpwee juga sudah tiba ditempat ini !"   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mengibas-ngibaskan jubahnya, tertawa sebentar dan berkata.   "Aku sedang melakukan perjalanan kearah gunung Tay-soan-san, tidak kusangka disini menjumpai dirimu. Hanya tiga bulan kita berpisahan, ilmu kepandaianmu telah mencapai klimak tingkat tertinggi."   "Hanya suata kebetulan."   Su-to Yan merendah diri. Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu berkata lagi.   "Kau berhasil memenangkan murid-muridku karena itu kecongkakanmu menjadi lebih tinggi lagi, begitu tekebur kau telah mengatakan kami berempat bukan lawanmu ?"   Su-to Yan memeriksa perobahan wajah jago purbakala itu, tidak ada tanda-tanda kemarahan, untuk sementara dia masih belum mengerti apa yang masih dipikirkan oleh Bong Bong Cu, untuk membikin persiapan yang lebih sempurna, ia menyedot napasnya sedalam-dalam mungkin.   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mengalih matanya kesamping, memandang Giok Hie.   dan berkata kepada sang murid.   "ilmu kepandaian Kaki Kepiting Su-to Yan jauh lebih diatasmu, mengapa kau tidak meminta pelajaran darinya?"   Itulah satu perintah agar sang murid menandingi Su-to Yan. Tosu Tukang Sado Giok Hie membungkukan badan, menerima perintah-perintah itu, maju kedepan dan berkata.   "Baik!"   Ia meninggalkan gurunya dan menghadapi Su-to Yan.   Sebelum Su-to Yan memasuki guha Liok sian-tong, selisih ilmu kepandaiannya dengan Giok Hie miliki, bisa diukur dengan tangan, ilmu kekuatan Giok Hie masih cukup kuat untuk mengimbangi kekuatan pemuda kita, itulah kekuatan kita, itulah kejadian lama.    Kini, Su-to Yan sudah meninggalkan gua Liok-sian-tong, ilmu kepandaian dari si Manusia Super Tanpa Tandingan Thian Kho Cu telah diwarisi semua.   Dan karena itulah ia tidak perlu berlaku segan atau takut kepada si Tosu Tukang Sado.   Demikian pikiran Giok Hie, demikian pula ia kini merasa pasti, bahwa dirinya cukup kuat untuk menandingi Su-to Yan, karena itu tidak segan-segan ia langsung menyerang kepada si pemuda.   Su-to Yan sudah tahu apa yang dimaksud oleh lawannya itu, dengan manis ia membuat satu egosan badan meluncur kesamping sehingga menyelewengkan serangan Giok Hie ketempat kosong.   Giok Hie marah, Balik lagi dan kembali menyerang bahu Su-to Yan.   Kali ini tidak bergerak, ia mengulurkan kedua tangannya, sambil menyambuti serangan itu dengan maksud keras lawan kekerasan pula.   Akibat dari beradunya kedua kekuatan itu Giok Hie terpental kebelakang, Su-to Yan hanya bergoyang sedikit, tetapi masih berada di tempat posisi kedudukan semula.   Si Tosu tukang Sado Giok Hie membelalakan matanya, sungguh diluar dugaan bahwa apa yang dialami itu benar-benar bukan suatu impian.   Tapi ia segera sadar, maka maju lagi, kali ini melesat tinggi dari udara, menyerang kearah Su-to Yan.   Inilah gerakan yang ditunggu oleh pemuda kita, Tangannya diulurkan ke samping miring sedikit, dengan lima jari yang kuat dan kokoh ia menangkap tendangan kaki Giok Hie dari atas itu.   Hanya tiga gebrakan, Giok Hie terjungkal dibawah kekuatan Suto Yan.   Itu waktu Su-to Yan memiringkan badannya, tangannya yang menangkap kaki Giok Hie dikerahkan kuat-kuat, begitu keras sekali, dengan ilmu tipu Tay-gim-na-chiu dari Siauw-lim-pay, ia menangkap dan melempar sehingga membuat Giok Hie terjatuh ditanah.    Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu tertawa berkakakkan.   "Hahaha, ilmu kepandaianmu memang luar biasa."   Su-to Yan belum pernah mempunyai rasa takut, demikian kepada si pelajar tua Kong-yat Ciu jit, kepada Hweesio Tukang Pacul Bwee Goat, kepada Tosu tukang Sado Giok Hie dan juga guru mereka Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu.   Itu waktu Bong Bong Cu tidak mempunyai niatan untuk bertempur, sifatnya ramah sekali, penilaian ini tidak lepas dari mata Su-to Yan, dia menghadapi dengan sabar.   Secara diam-diam Bong Bong Cu sudah menimbang kembali ilmu kepandaiannya hanya didalam tiga bulan ini, ilmu kepandaian Su-to Yan sudah mencapai tingkatan yang sangat tinggi, belum tentu dia dapat mengalahkannya dengan mudah, karena itu, sebagai seorang generasi yang lebih tua, dia akan menderita malu, bilamana tidak berhasil menjatuhkan pemuda itu.   Dari pada rasa malu itu diperlihatkan di depan ketiga muridnya, ada lebih baik ia menggunakan akal lain, Dan kini ia memulai memegang peranan.   Pertama-tama, Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu tertawa gelakgelak, kemudian berkata.   "Su-to Yan, aku hendak pergi kegunung Tay-soat-san. Rencanaku ini sudah lama terkandung, tentunya kau sudah tahu, bukan?"   Su-to Yan menggoyangkan kepala, ia bersikap adem, tetapi selalu siap sedia. Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu berkata lagi.   "Aku hanya mengajak ketiga muridku ini dengan maksud meminta keadilan dari istana belang Khong-kiong-kiong."   "Kuharap saja cianpwee berhasil."   Berkata Su-to Yau acuh tak acuh. Pek Ie Kiauw Bong Bong Cu memuji kepada sikap Su-to Yan yang sangat tenang, Lebih baik menggunakan tenaga Su-to Yan daripada memusuhi jago muda itu, maka ia berkata.   "Su-to Yan, maukah kau membantu usahaku ?"   Jawaban yang didapat berada diluar dugaan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu, setelah melihat si pemuda tertawa sinis itu, entah karena tidak tahan menahan perasaan gelinya, dia tertawa terbahak-bahak, lalu berkata.   "Pek-ie Kauwcu,", katanya.   "Seumur hidup ku belum pernah diperintah orang, mana mau aku menjadi pembantumu."   "Tapi, kau juga bermusuhan dengan golongan istana belang Khong-kiok-kiong."   Membujuk lagi Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu. Suto Yan menganggukkan kepala.   "Betul,"   Katanya.   "Tapi itu diluar garis dengan urusanmu."   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu memperlihatkan senyumnya yang sinis, kemudian berkata.   "Mungkinkah kau tidak tahu, bahwa ilmu pedang Maya Nada yang asli telah jatuh ke dalam istana belang Khong-kiok-kiong?"   "Aku tahu."   Jawaban Su-to Yan sangat singkat.   Ternyata, adanya kitab palsu tentang ilmu pedang Maya Nada ditangan Ie Han Eng bukan suatu rahasia lagi, Kitab ilmu pedang Maya Nada yang asli sudah keluar dari lembah Hui-in.   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu tidak berhasil menarik tenaga Su-to Yan.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Baik,"   Ia berkata.   "Bantuanmu dapat mempercepat usahaku, tapi tidak begitu penting sekali, siapakah yang dapat menandingi ilmu kepandaianku dewasa ini ?"   Setelah itu, dengan mengajak ketiga muridnya Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu meninggalkan Su-to Yan.    Su-to Yan tertawa geli, ia tidak takut kepada Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu, ini berarti dia sudah mempunyai rencana untuk dapat mengalahkan jago purbakala itu.   Pek-ie Kauwcu Bong Bongcu adalah salah satu dari empat jago purbakala yang masih hidup sehingga masa kini.   Seperti apa yang kita ketahui empat jago silat purbakala adalah si Pendekar Rajawali EmaS Kie Eng.   Ahli waris Gua Kematian Pek Tong Hie, si Tabuh Maut Wie Biauw, dan terakhir Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu.   Sebagai seorang jago muda yang tidak ingin menonjolkan atau mempamerkan kepandaiannya Su-to Yan tidak senang kepada kancah peperangan atau pertempuran, dia membiarkan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mengajak ketiga muridnya pergi begitu saja.   Su-to Yan melakukan perjalanan seorang diri, pikirannya terkenang kepada dua gadis yang paling dekat dengannya, itulah Ie Han Eng dan Cin Bwee.   Entah bagaimana dengan Ie Han Eng ? Dan bagaimana dengan Cin Bwee? Didaerah yang seperti itu, telinga Su-to Yan yang tajam dapat menangkap suara yang sangat dingin.   "Ie Han Eng lenyap tanpa bekas, Cin Bwee sudah kembali ke gunung Kun-lun."   Itulah jawaban apa yang dipikirkan oleh jago muda kita.   Reaksinya sangat cepat sekali, Su-to Yan segera balik, mengambil sikap bersiap-siap untuk menghadapi orang itu, entah siapa orang yang mengetahui pikiran didalam benak hatinya ? .   Seseorang sedang berdiri tenang bersender pada pohon besar, dengan sinar matanya yang kejam menatap Su-to Yan, itulah si Kakek muda tukang tenung Thio Sek Bun.   Mengenali adanya musuh itu, sepasang mata Su-to Yan memancarkan api, teringat kembali kematian si Kakek serba hijau Gang Lam Hong, semua itu disebabkan permainan tangan Thio Sek Bun.   Lima jari kanan Su-to Yan memegang pedang, siap melakukan untuk membunuh orang itu.   Letak posisi Thio Sek Bun cukup jauh, dengan sepasang sihir matanya yang ditatapkan seperti itu, ia tidak perlu takut kepada Suto Yan, walau sipemuda memandang dirinya seperti hanya dengan sedikit guna-guna, ia sudah cukup merobohkannya.   Su-to Yan juga enggan kepada ilmu gaib si Kakek muda tukang tenung itu, dia belum menemukan cara bagaimana untuk menghadapinya.   Selalu ia bersiap siaga.   -ooo0dw0ooo-   Jilid 14 DEMIKIAN kedua orang itu saling pandang, seorang ahli pedang dunia Kang-ouw, seorang dari golongan yang pandai ilmu hitam.   Tangan Su-to Yan yang memegang pedang mengeluarkan keringat, ia semakin tak berani lengah.   Thio Sek Bun juga tak mempunyai pegangan kuat, sedikit banyak dia harus takut kepada Su-to Yan, bilamana ia tidak berhasil menekan bathin pemuda itu, kematian tentu berada di pihaknya.   Bilamana Thio Sek Bun dapat menduga isi hati Su-to Yan yang sedang memikirkan Cin Bwee dan Ie Han Eng, hal itu disebabkan dari lamunan-lamunan sipemuda dan jalan-jalan si pemuda yang tak seimbang, Kini lengan tangan Su-to Yan yang memegang pedang, ia tak mengetahui hal-hal yang hendak dilakukan oleh pemuda itu.   Su-to Yan tidak tahu, apa yang sedang dipikirkan oleh Thio Sek Bun pada saat itu.   Apa yang sedang pikirkan oleh Thio Sek Bun ? Thio Sek Bun sedang berpikir Mengapa Su-to Yan dapat meninggalkan guha Liok-sian-tong dengan aman? Kemana Gang Lam Hong? sudah berhasilkah Su-to Yan menemukan catatancatatan ilmu purbakala peninggalan si Manusia super tanpa tandingan Thian Kho Cu? Jawaban ini penting bagi Thio Sek Bun.   Bila mana Su-to Yan sudah berhasil menemukan ilmu-ilmu itu, dia bukan tandingannya lagi, maka harus secepat mungkin meninggalkannya.   Su-to Yan tidak menyerang, sebelum dia diserang, karena itu jaraknya dengan Thio Sek Bun tetap seperti semula.   Pikiran Thio Sek Bun lebih cepat, begitu kakinya bergeser, secepat itu juga ia telah lari meninggalkan Su-to Yan.   Su-to Yan termenung ditempat itu, Dia mengeluarkan keluhan napas lega, manakala menyaksikan bayangan Thio Sek Bun sudah lenyap, tak terlihat lagi.   Tapi tidak lama kemudian, diapun mentertawakan dirinya sendiri, mengapa begitu bodoh dan lemah, membiarkan Thio Sek Bun pergi tanpa ditantang ? Mungkinkah takut kepada Thio Sek Bun ? Mungkinkah lupa menuntut batas untuk kematian Gang Lam Hong ? Semua pertanyaan-pertanyaan diatas tidak terjawab, Dengan hati yang kesal, Su-to Yan menuju kearah barat.   Melintasi dua puncak gunung, Su to Yan melangkahkan kakinya kearah sebuah kota, Kota itu tidak terlalu besar, tapi cukup ramai, dimana ia mencari sebuah penginapan, mengganti baju dan mengisi perut.   Dikala itu ia keluar untuk mencari tahu perkembangan situasi dalam dunia Kang-Ouw Se lama tiga bulan terakhir ini, dimana ia tersekap dibawah guha Li ok-sian-tong, keadaan sudah berubah, cuaca saat itu sudah mulai gelap, dan kini turun salju.   Ia mempercepat langkahnya untuk kembali ketempat rumah penginapan.    Seorang yang mengenakan pakaian belang seperti kulit macan menghampirinya, menjura dan memberi hormat kepada Su-to Yan, kemudian berkata.   "Su-to Kongcu, bukan ?"   Su-to Yan memperhatikan orang ini, dan asing baginya, pada punggung orang tersebut menggembol pedang, dia tidak tahu, bagaimana orang ini dapat kenal padanya ? Mungkinkah ada berita yang begitu cepat, ada yang memberitahukan bahwa ia akan tiba dikota ini? Su-to Yan menaruh curiga, toh dia menjawab pertanyaan orang itu dengan sejujurnya.   "Betul, Aku Su-to Yan."   Orang tersebut berkata lagi.   "Majikan kami mengundang tuan, silahkan tuan turun kesana."   Tanpa menunggu reaksi Su-to Yan, orang itu sudah membalikan badan dan berlalu pergi. Su-to Yan tercengang, cepat-cepat ia meneriakinya orang itu.   "Hei, tunggu dulu, siapa majikanmu?"   "Segera tuan tahu,"   Berkata orang itu tanpa menghiraukan teriakan Su-to Yan, ia berjalan pergi terus.   Su-to Yan tidak pernah takut kepada siapa pun juga, kakinya melejit, ciutt.,, ia meluncur kebelakang orang tersebut.   Ilmu meringankan tubuh orang itu hanya dapat digolongkan kedalam kelas nomor tiga, bilamana Su-to Yan mau dengan mudah ia dapat melewatinya, tapi pemuda kita berjalan saja dengan tenang, tidak diketahui kemana dirinya hendak dibawa? Demikian dua orang itu meninggalkan kota, melalui perjalanan berliku-liku, akhirnya tiba di sebuah kelenteng.    Orang itu berdiri didepan kelenteng! membuat satu isyarat tangan dan berkata.   "Majikan kami menunggu tuan didalam, silahkan masuk."   Su-to Yan menganggukkan kepala, dengan tegap ia memasuki pintu kelenteng, langsung menuju kepusat ruangan.   Ditengah ruangan dari kelenteng itu berkumpul beberapa orang, duduk diatas kursi kebesaran seorang tinggi besar, dengan pakaiannya yang seperti macan belang, menatap kearah Su-to Yan, kelihatannya gagah sekali.   Su-to Yan langsung menghadapi kearah orang tersebut.   Hanya berjarak delapan tombak lagi dan ia berdiri tegak.   Orang itu masih melihat kedatangan Su-to Yan, tapi berdiripun tidak, dia masih duduk di kursi kebesarannya, sikapnya sangat dingin sekali.   Su-to Yan hilang sabar, maka ia membuka suara.   "Tuan mengundang aku datang ketempat ini?"   Orang tersebut menganggukkan kepalanya.   "Betul"   Suaranya sangat dingin.   "Dikalangan Kang-Ouw sudah tersiar berita yang menyatakan bahwa kau sudah meninggal dunia, tidak kuduga hari ini kita dapat berjumpa, maka betul-betul membuat aku tidak percaya."   "Maksudmu bagaimana?"   Bertanya Su-to Yan gagah. Orang itu berkata.   "Su-to Yan, perhatikanlah baik-baik keadaan kami? sudahkah kau tahu, kepada siapa kau sedang berhadapan?"   Su-to Yan memperhatikan orang orang yang berada didalam kelenteng itu, rata-rata memakai pakaian yang bercorak seperti kulit macan, loreng-loreng dan belang, hatinya tergerak.   "Istana belang Khong-kiok-kiong!"   Ia berseru. Orang yang duduk diatas kursi kebesaran menganggukan kepala, Membenarkan dugaan Su-to Yan, setelah itu ia berkata.   "Betul kau sedang berhadapan dengan kami, anak murid golongan istana bilang Khong-kiok-kiong, Aku adalah Sersan Lima Tiang-Sun Hoa."   Untuk pertama kalinya Su-to Yan berhadapan dengan anak murid golongan istana belang Khong kiok-kiong, karena ia belum mengerti apa maksud tujuan manusia-manusia itu, dengan suaranya yang sinis sekali ia mengajukan pertanyaan.   "Apa maksud kalian?"   Sersan Lima dari istana Khong-kiok-kiong Tiang Sun Hoa menekuk wajahnya, dengan sungguh-sungguh ia memberi keterangan.   "Kami mendapat tugas untuk menghadapi Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu beserta ketiga muridnya, tidak kami sangka, musuh utama belum kami temukan, disini kami bersua dengan kau."   Perselisihan Su-to Yan dengan istana belang Khong-kiok-kiong disebabkan oleh kitab ilmu pedang Maya Nada, kitab tersebut seharusnya menjadi milik kakeknya, tapi entah bagaimana, kemudian dikabarkan telah jatuh kedalam tangan orang-orang istana belang Khong-kiok kiong dalam hal ini ia belum mengerti jelas, karena itu, wajiblah kiranya mencari keterangan yang lebih terperinci.   Hanya orang-orang ini berhadapan muka dengannya, adalah disebabkan kebetulan, dengan mudah ia dapat mengajukan tuntutan tersebut, agar tidak jauh-jauh menghampiri istana belang mereka.   Su-to Yan berhadapan dengan Sersan lima Tiang Sun Hoa dari istana belang Khong-kiok kiong, menatap orang itu sebentar dan berkata.   "Tuan Tiang Sun Hoa, bolehkah aku mengajukan sedikit pertanyaan?" "Silahkan."   Berkata Tiang Sun Hoa ketus. Su-to Yan berkata.   "Yang hendak diketahui ialah tentang sebuah kitab yang berjudul ilmu pedang Maya Nada, tahukah tuan Tiang Sun Hoa pada kitab tersebut?."   Sersan Lima Tiang Sun Hoa berkata.   "Sebelum menjawab pertanyaanmu aku hendak mengajukan beberapa pertanyaan."   "Silahkan!"   Su-to Yan tidak gentar kepada mereka.   "Namamu, Su-to Yan bukan?"   Bertanya Tiang Sun Hoa.   "Betul jawab Su-to Yan.   "Putra Su-to Hiap?"   Suara Tiang Sun Hoa lebih keras.   "Tidak Salah."   Berkata Su-to Yan.   "Cucu Su-to Pek Eng?"   Suara Tiang Sun Hoa semakin keras lagi.   "Sangat tepat."   Jawab Su-to Yan tidak mau kalah suara.   "Anak angkat dari Sau-kie Ju-Su In Hong dari pulau Tong-hay?"   Ternyata kuping Tiang Sun Hoa sangat panjang sekali.   "Ha, ha, ha, ha..."   Tiang Sun Hoa tertawa besar.   "Mengapa kau tertawa?"   Bentak Su-to Yan keras.   "Lucu... lucu."   Berkata Tiang Sun Hoa.   "Apa yang lucu?"   Bertanya Su-to Yan.   "Bagaimana tidak kukatakan lucu? Keluarga Su-to Yan memang cukup aneh, keluarga Su-to Yan adalah keluarga yang sangat luar biasa, Kitab ilmu pedang yang palsu telah jatuh ke tangan istana Khong-kiok-kiong, Tetapi mereka mengejar-ngejar terus, sehingga tiba di istana kami. Demikianlah karena itu, kami tidak menduga bahwa itu kitab imitasi. Dengan adanya sikap kakek dan ayahmu yang bersungguh-sungguh itu, seolah-olah kami telah berhasil menemukan kitab yang asli. Tapi, kenyataan tidaklah demikian, Kitab ilmu Pedang Maya Nada yang kami dapat adalah kitab tiruan, Maka, karena itulah selama empat puluh tahun belakangan ini, ketua istana kami hampir masuk Api."   Masuk api adalah Suatu istilah untuk dalam bahasa silat, dapat diartikan sebagai berikut seseorang yang salah, dan manakala peredaran-peredaran jalan darah itu buntu, atau mengalami gangguan sesuatu, maka orang itu menjadi cacad atau kejadiankejadian lain yang diluar dugaan sama sekali, inilah yang diartikan sebagai masuk Api.   Dari cerita si kakek Hijau Gang Lam Hong, Su-to Yan mulai mengerti duduk persoalan yang sebenarnya.   Kitab ilmu Pedang Maya Nada berasal dari tangan Kong-sun Put-hay.   Kong-Sun Puthay adalah murid si Manusia Super Tanpa Tandingan Thian Kho Cu, memang sungguh luar biasa sifat-sifatnya Kong-Sun Put-hay, sehingga berhasil membuat sebuah kitab ilmu Pedang Maya Nada yang palsu, demikian dapat terhindar dari kejaran-kejaran para jago rimba persilatan.   Bila Kitab ilmu Pedang Maya Nada yang jatah ke dalam tangan kakek Su-to Yan, kemudian jatuh kedalam tangan istana Belang Khong kiok kiong itu adalah sebuah kitab palsu, kitab ilmu pedang yang berada didalam tangan Ie Han Eng lebih-lebih lagi, kitab itu hanya se   Jilid kitab kosong putih. Dengan tajam, mata Tiang San Hoa memandang Su-to Yan.   "Tiang Sun Hoa."   Berkata Su-to Yan, dia membuat pembelaan atas fitnah yang dijatuhkan kepada kakeknya.   "Dikatakan bahwa kitab palsu itu adalah kitab yang sengaja disandiwarakan oleh ayah dan kakekku, ini tidak mungkin, Bilamana mereka tahu bahwa kitab itu adalah sejenis kitab palsu, tidak adalah untuk mengejar-ngejar kalian dan hendak merampas pulang kitab pusaka tersebut, inilah suatu kenyataan. Kini, yang hendak kuketahui, ialah dimana dan bagaimana keadaan kakek serta ayahku itu?"   Tiang Sun Boa berkata. "Kukira, mereka sudah tiada."   Mata Su-to Yan menjadi beringasan. Hanya sebentar, masih beruntung pemuda kita dapat mengendalikan hawa amarahnya.   "Tiang Sun Hoa,"   Panggil lagi Su to Yan.   "Golongan Khong kiok kiong begitu berani memusuhi keluarga Su-to, aku Su-to Yan sebagai salah satu dari cucu keluarga itu, wajib menerima tantangan kalian, Aku bersedia melayani pertandinganpertandingan. Aku bersedia memberi pengorbanan sehingga pada tetesan darah yang penghabisan."   "Ha, ha..."   Tiang Sun Hoa tertawa besar.   "ilmu kepandaian apa yang kau miliki, sehingga berani menuntut ganti rugi kepada kami? Sampai dimanakah ilmu kepandaian, sehingga menantang golongan Khong kiok kiong ?"   Mendapat hinaan yang seperti itu, hati Su to Yan panas, Srett ....ia mengeluarkan pedangnya, dibulang-balingkannya sebentar, kemudian berkata.   "lnilah senjata yang akan melayani kalian siapa yang hendak maju lebih dahulu ?"   Su-to Yan mengirim tantangan perang.   Perlahan-lahan, Tiang Sun Hoa bangkit dari tempat duduknya, langsung menghampiri Su-to Yan, dilihat gelagat ia sudah siap menempur jago kita.   Sersan Lima dari golongan istana Belang itu tidak bersenjata, maka Su-to Yan juga menyimpan kembali pedangnya.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ruangan didalam kelenteng itu sangat besar untuk dipakai dan dipergunakan sebagai arena pertempuran, tentu saja tidak banyak mengganggu usaha mereka.   Orang-orang Khong-kiok-kiong sudah membuat satu lingkaran, membiarkan jago mereka dan jago kita yang sudah siap bertempur.   Su-to Yan menudingkan pedangnya orang yang dituju adalah Sersan Lima dari istana Belang Khong-kiok-kiong Tiang Sun Hoa.    "Tiang Sun Hoa", katanya menantang.   "Kau yang akan melayani diriku ?"   "Tepat."   Jawab Tiang Sun Hoa sangat singkat.   "Mari, mari kita mulai."   Berkata Su-to Yan menggeser kaki kirinya setengah langkah kearah samping.   Tiang Sun Hoa tidak berhasil mengendalikan hawa amarahnya, ia mengeluarkan telapak tangan, tampak kelima jarinya yang memerah,didorong kedepan perlahan, disertai senyuman menyindir menyerang Su-to Yan.   Ilmu ini bernama ilmu Telapak Tanda Setan, sangat terkenal diantara golongan Khong-kiok-kiong, dan sebagai Sersan Lima dari golongan itu, tentu mempunyai latihan yang cukup lumayan.   Disaat itu, serangan telapak tangan Tiang Sun Hoa tiba.   Su-to Yan membuka kedua tangannya, dibarengi disodorkan kedepan, memapaki datangnya serangan Tiang Sun Hoa.   Telapak tangan dari kedua jago itu tidak segera membentur, telapak tangan Tiang Sun Hoa seperti membawa suatu angin pusaran, menyedot dan menghanyutkan lawannya.   Hal inilah sangat mengejutkan jago muda kita.   Cepat-cepat Su-to Yan melakukan satu tendangan kaki, inilah satu tendangan kepiting, salah satu dari sepuluh macam ilmu peninggalan jaman purbakala yang luar biasa hebatnya.   Tiang Sun Hoa memperdengarkan suaranya, sangat kuat, serangan telapak tangannya sudah menyusul tiba, demikian saling susul, telapak tangan itu silih berganti menyerang Su-to Yan.   Untuk satu ketika, Su-to Yan berada didalam keadaan terdesak.   Kecepatan Tiang Sun Hoa memang luar biasa, ia melakukan serangan berganti2 sehingga sampai sepuluh kali, tapi lawannya cukup kuat, Su-to Yan tidak berhasil dijatuhkan begitu saja.   Su-to Yan terdesak mundur sedikit, tiba-tiba badannya dibalikan sedemikian rupa, dua kali dia berjumpalitan ditengah udara, kepalanya ditongolkan kedepan, langsung memasuki posisi kurungan sang lawan, sangat berbahaya, tapi suatu tipu muslihat yang tidak mudah dimainkan oleh sembarangan orang, inilah ilmu iblis Sakti Menongolkan Kepala.   Posisi penyerangan balasan Su-to Yan seperti itu berada diluar dugaan Tiang Sun Hoa, dia bingung sebentar, tidak berani berlaku gegabah, karena itu ia lengah sedikit, Su-to Yan berhasil mengekang kegarangan Tian Sun Hoa, kedua tangannya diangsurkan dan turut maju kedepan.   Tiang Sun Hoa menyedot peredaran jalan napas dia mundur cepat, jauh kearah belakang, Su-to Yan kaget.   Tiang Sun Hoa membuat perhitungan yang cermat, Karena itu, dia memekik panjang dengan ilmu tipu iblis sakti mengejar setan, dia meneruskan serangan.   Tiang Sun Hoa mulai terdesak, sepasang tangan Su-to Yan, masing-masing dari kanan dan kiri, satu memotong dan lainnya menepuk, dua serangan itu menyerang jalan darah Tian Sun Sun Hoa.   Tiang Sun Hoa memasangkan tangannya kesamping sedikit, berulang kali menutul dengan maksud menghindari serangan Su-to Yan itu.   Su-to Yan merangkapkan kedua tangannya, kini benturan tidak dapat dielakkan lagi terdengar suara .   ...debur, ...   lantai kelenteng itu pecah berlubang, debu menyebar hingga membuat pandangan mata orang-orang yang ada di tempat itu hampir kabur kerenanya.   Bayangan kedua jago itupun terpisah.   "Su-to Yan"   Berkata Tiang Sun Hoa "ilmu kepandaianmu jauh lebih tinggi dari apa yang mereka siarkan didalam rimba persilatan, tetapi jangan lupa, dipihak kami bukan aku seorang, aku memang berkepandaian rendah, tapi disamping itu masih banyak jago-jago lainnya yang mempunyai ilmu kepandaian diatasku, mereka tidak mau mengerti padamu."   Su-to Yan tidak bisa digertak, berita lenyapnya Sang kakek dan ayah didalam istana Belang Khong-kiok-kiong belum mendapat kepastian, karena itu dia harus megorek keterangannya yang lebih jelas.   "Tiang Sun Hoa,"   Katanya.   "Bilamana kau memberi sedikit keterangan, aku dapat memberi kebebasan kepadamu."   "Hmm..."   Tiang Sun Hoa mengeluarkan dengusan.   Su-to Yan siap membikin penyerangan selanjutnya.   Disaat itu Tiang Sun Hoa menurunkan tangan, secara serentak orang-orang berbaju harimau belang itu meluruk dan mengurung jago muda kita inilah pengeroyokan dengan tenaga gabungan mereka, tentu saja tidak mudah dilayani.   Su-to Yan harus berpikir kembali.   "Su-to Yan,"   Berkata lagi Sersan Lima Tiang Sun Hoa.   "Kakek dan sepasang orang tuamu menempur ketua istana lama kami, dan pertempuran itu berlangsung demikian hebatnya, tidak satu dari mereka yang luput dari bahaya kematian, betul kakek dan kedua orang tuamu itu sudah tidak ada, tapi ketua lama kami pun mengorbankan jiwanya, lebih baik permusuhan ini dihabiskan begitu saja, Berpikirlah baik-baik."   Keraguan-keraguan Su-to Yan itu digunakan dengan baik, dengan satu aba-aba dari golongan istana Khong-kiok-kiong, Tiang Sun-Hoa mengajak orang-orangnya meninggalkan kelenteng itu.   Gerakan mereka demikian rapi dan gesit, didalam sekejap mata, tanpa banyak suara tanpa banyak bertanya, mereka sudah berlari pergi, sebentar kemudian hanya tinggal Su-to Yan seorang...   Memikirkan kejadian lama dari kakek dan kedua orang tuanya, Su-to Yan ngelamun di tempat itu.    Dikala ia sadar kembali, Tiang Sun Hoa dan orang-orangnya sudah tidak terlihat, Su-to-Yan berpikir.   "Betul aku lemah sekali!"   Su-to Yan mengeluarkan keluhan napas panjang, Sersan Lima dari istana Belang Khong-kiok kiong telah memberi sedikit keterangan tentang kakek dan kedua ayah bundanya, si pendekar Rajawali Emas Kie Eng juga memberi penjelasan tentang hal yang sama, tapi masih belum begitu jelas sekali.   Su-to Yan terus mencari keterangan dengan bukti-bukti yang nyata, karena itu dia harus mendatangi istana Belang Khong-kiokkiong.   Inilah putusannya.   Itu waktu, hujan salju turun dengan derasnya.   Su-to Yan batal mengadakan pengejaran terhadap orang dari istana Belang Khong kiok-kiong, ia duduk bersila didalam kelenteng itu sambil menenangkan pikirannya, dia mendapat waktu untuk istirahat.   Tidak lama, satu bayangan yang tidak terlalu asing memasuki kelenteng itu, pendengaran dan panca indera Su-to Yan sangat lihay, cepat ia bangun dan kini jelaslah siapa orang yang baru datang itu, dia adalah musuh lama, si kakek Tukang Tenung ThioSek Bun.   Pada siang harinya Su-to Yan dan Thio Sek Bun pernah berjumpa, dan hanya setengah hari saja, mereka berjumpa kembali untuk kedua kalinya.   Betul-betul dunia ini dirasakan sangat sempit sekali.   Su-to Yan bangkit berdiri.   Thio Sek Bun memasuki kelenteng itu, karena tidak tahan dihujani oleh salju yang turun terus menerus.   Dia berhasil menemukan tempat meneduh, itulah kelenteng yang sudah ada penghuninya, dan orang itu adalah musuh dan jago muda kita Su-to Yan.    Dia menghentikan langkah kakinya dan melihat jarak ketentuan dari jago muda kita, Su-to Yan memandang orang itu.   Thio Sek Bun menghela napas perlahan-lahan ia berkata.   "Segala rencanaku belum pernah mengalami kegagalan, tidak kusangka, aku terjungkal di bawah tanganmu."   Su-to Yan mengeluarkan suara dengusan.   "Thio Sek Bun, tahukah kau, bahwa aku berjanji untuk menuntut balas kematian Gang Lam Hong?"   Pertanyaan ini sudah berada didalam pikiran Thio Sek Bun, dan dia sudah dapat mempunyai rencana, bagaimana untuk menghadapi Su-to Yan. Secara tiba-tiba saja, Thio Sek Bun, menudingkan jarinya, jeritnya keras sekali.   "Lihat apa dibelakangmu itu?"   Su-to Yan menoleh kebelakang, badannya bergidik keras, pada tembok dinding kelenteng itu, tiba-tiba saja mereka, perlahan-lahan bergeser kedua beluh, dan disana muncul bayangan seseorang, itulah seorang gadis yang muda belia siapa lagi kalau bukan si Cin Bwee? "Kau..."   Su-to Yan berteriak kaget. Thia Sek Bun mundur kebelakang, dan lagi-lagi dia berteriak.   "Su-to Yan...."   Dari samping Cin Bwee, tiba-tiba muncul gulungan api membara, besarnya api itu sebesar, tempat pembuangan sampah, langsung menyerang kearah jago muda kita, Ciut. ..Su-to Yan mengeluarkan pedang, membacok kearah bola api itu.   "Thio Sek Bun."   Berkata Su to Yan dengan cemoohannya.   "Tak guna kau menggunakan ilmu ini."   Membarengi sabetan pedang Su-to Yan, bola api pecah menjadi dua bagian, Dan yang aneh, lenyaplah semua cahaya-cahaya, tadi, kini ia menjadi terkejut, aduh!.,, seperti juga tembok, dinding kelenteng itu, tiba-tiba saja tubuh Cin Bwee merekah tepat dibagian tengah dari kepala bergerak kebadan dan terus sehingga kaki, garis pemecah itu berwarna merah, dan makin lama semakin membesar, Cin Bwee menjadi dua belahan yang tidak sama, satu kekanan satu kekiri.   Mata Su-to Yan terbelalak Dia tidak mengenali dia kaget sekali.   Disaat itu, lagi-lagi terdengar Thio Sek Bun.   "Su to Yan... Su-to Yan....gunakanlah pedangmu untuk bunuh diri, Apa guna kan hidup di dalam dunia ? Karena kau sudah membunuh kekasihmu sendiri,.,bunuhlah dirimu, bunuhlah dirimu sendiri."   Su-to Yan menoleh kearah datangnya menemukan bayangan Thio Sek Bun. suara dia tidak "Su-to Yan.,., Su-to Yan...."   Inilah suara Thio Sek Bun.   "Hayo bunuh diri sajalah kau harus bunuh diri"   Tidak diketahui dari mana datangnya suara itu.   Su-to Yan mengeluarkan suara pekikan panjang, pedangnya disabetkan berulang kali maka pilar pilar dari kelenteng itu berguguran inilah ilmu pedang Maya Nada.   Suara-suara Thio Sek Bun dan suara dengungan pedang berhamburan menjadi satu.   Beruntung Su-to Yan telah meyakinkan ilmu-ilmu didalam guha Liok-sian-tong, karena itu, kekuatan bathinnya semakin dipertebal, tidak mudah dikuasai oleh Thio Sek Bun, walau sedikit banyak agak terganggu, dengan bantuan ilmu pedang Maya Nada, ia sudah melayani kekuatan gaib dari si Kakek muda tukang tenung itu.   Lagi lagi terjadi pemandangan yang aneh, ribuan pasang mata bermunculan ditempat itu, dengan sorotan sinar yang menyeramkan memandang Su-to Yan ditengah-tengah kelenteng.   Su-to Yan menggunakan ilmu keras melawan ilmu sihir Thio Sek Bun ilmu kepandaian asli untuk menandingi ilmu tenung kakek muda itu, tidak berhasil, semakin lama semakin banyaklah mata terbang, ada yang warnanya hijau sekali.   Keadaan Su-to Yan begitu terjepit, ia menyesal, karena kurang waspada, maka segera terkena sinar mata Thio Sek Bun, tidak mudahlah untuk keluar kembali dari tahanan bathin si Kakek muda tukang tenung itu.   Su-to Yan memutar pedangnya sedemikian rupa, sehingga badannya terbungkus oleh sinar pedang itu, semua kata-kata dan semua mata bayangan itu tidak berhasil menembus dirinya.   Kadang-kadang masih terdengar suara gaib yang menyelusup ke dalam telinga Su-to Yan, tapi itu tidak banyak guna, dengan hati yang tabah kokoh dia mempertahankan diri.   Beberapa saat kemudian, terdengar satu jeritan, seperti ada seseorang yang terkena goresan senjata tajam.   Tekanan yang mengganggu pikiran Su-to Yan buyar berceceran, disaat itu juga pikiran jernih Su to Yan pulih kembali Ternyata jeritan tadi keluar dari mulut Thio Sek Bun, salah satu dari sabetan pedang Su-to Yan telah mengenai pundaknya, memapas putus sebagian tangan kanan Kakek Muda tukang tenung itu.   Su-to Yan menghentikan permainan pedang, matanya memandang kearah datangnya suara jeritan, disana terlihat wajah siKakek muda tukang tenung Thio Sek Ban, wajahnya pucat pasi, mulutnya meringis ringis, dia sudah kehilangan sebelah tangan kirinya.   "Hebat.... kau memang hebat."   Berkata Thio Sek Bun menahan sakit."   Ternyata kau sudah berhasil meyakinkan ilmu Pedang Maya Nada. Bagus.... Bagus..."   Di lantai kelenteng itu, masih menggeletak sebatang tangan dengan jari jemarinya yang bergoyangan, itu tangan Thio Sek Bun.   Menyaksikan pemandangan yang seperti itu, tentu saja mengejutkan Su-to Yan, ia tidak segera membunuh musuhnya tapi dalam keadaan demikian apa yang dapat dilakukan olehnya? Dia diam.   Thio Sek Bun membalikkan badan, tanpa menghiraukan hujan salju yang belum berhenti itu, dia lari meninggalkan Su-to Yan.   "Bagus.. Su-to Yan... aku tidak akan melupakan.,..."   Demikian lapat lapat masih terdengar suara rintihan si Kakek muda tukang tenung Thio Sek Bun.   "Su-to Yan,... jagalah pembalasanku... Kau berhasil meyakinkan ilmu pedang Maya Nada., . tapi aku akan lebih giat menekunkan ilmu pelajaran ilmu gaibku... Satu hari kita pasti akan berjumpa kembali."   Disebuah kelenteng yang kurang perawatan berdiri seorang anak muda, dia melamun, matanya memandang lurus kedepan pintu tanpa berkedip sama sekali.   Tidak jauh dari kelenteng itu, terdapat potongan tangan manusia yang ditinggalkan begitu saja, itulah peninggalan tangan si Kakek muda tukang tenung Thio Sek Bun, sedangkan pemuda yang melamun itu adalah jago kita yang bernama Su-to-Yan.   Salju mulai mereda, akhirnyapun terhenti.   Dengan satu keluhan napas panjang, Su to Yan menghembuskan semua kekesalannya.   Su-to Yan mulai menggeser kakinya, mantap dan perlahan, tapi pasti ia meninggalkan kelenteng tersebut.   Lima hari kemudian, setelah menempuh perjalanan yang terus menerus, akhirnya Su-to Yan tiba dikota Seng-to.   Tidak mudah mengalahkan siKakek Muda tukang tenung Thio Sek Bun, pikiran dan tenaganya banyak berkurang, karena itu Su-to Yan merasa lelah, dia mencari rumah penginapan dan istirahat disana.   Setelah tidur siang, sebelum matahari terbenam, ia meninggalkan rumah penginapan itu, dia berjalan keluar kota, menyaksikan pemandangan yang menakjubkan sinar mata, matahari merah berada diufuk barat, bercahaya seperti dunia terbakar.   Disana ia menyedot napasnya dalam-dalam, dan berpikir kembali, kemana dia harus pergi ? Mencari Cin Bwee? Dimana? Haruskah ia menuju kearah gunung Kun-lun Segera? Mungkinkah Cin Bwee tidak meninggalkan gunung Kun-lun lagi? ini membingungkan dirinya.   Terbayang kembali wajah cantik Ie Han Eng, bidadari dari lembah Hui-in itu.   memang cukup memikat hatinya, dia dijodohkan dengannya, tanpa sepengetahuan dirinya.   Karena itulah hubungannya dengan Cin Bwee begitu rapat sekali, perlu diketahui kembali bahwa Ie Han Eng itu adalah calon istrinya yang ditetapkan oleh orang tua mereka, haruskah dia menerima takdir yang seperti itu? Su to Yan tidak dapat mengambil keputusan...   Tiba-tiba...   Sek..sek..sek...Sek.   Inilah suara derapan orang yang berjalan kaki, sangat perlahan sekali, tapi telinga Su-to Yan cukup tajam, dia tahu, bahwa di belakangnya sedang berjalan seseorang, siapakah orang itu? Cepat-cepat pemuda kita menoleh dirinya, Disana, didepan dia berdiri seseorang, tak asing lagi, dia adalah salah satu dari sepasang manusia jibaku Seng-mo Leng Kho Tiok dari gunung Tay-soat-san.   Long Go Tiok mendekati Su-to Yan, dengan memperlihatkan kedua baris giginya dia berkata.   "Sudah lama kita tidak bertemu, bukanya"   "Kukira, pertemuan kita ini bukan suatu kebetulan."   Berkata Suto Yan. Seng-mo Leng Go Tiok tidak menggubris ejekan itu, ia berkata. "Baru saja aku mendapat berita yang mewartakan bahwa ilmu Pedang Maya Nada berada didalam tubuhmu betulkah ada kejadian yang seperti ini ?"   Su-to Yan melentikkan alisnya keatas, setelah itu berkata.   "Dahulu, pernah mau meminta keterangan ini. hampir aku binasa ditanganmu! Tapi tidak berhasil, belum puaskah kau kepada hasilhasil yang seperti dahulu itu ?"   Leng Go Tiok menggoyang-goyangkan kipasnya, setelah itu berkata.   "Bilamana betul bahwa berita apa yang didapat itu menjadi kenyataan bahwa kitab ilmu pedang Maya Nada berada didalam tubuhmu maka sudah pasti kau berhasil mempelajari ilmu tersebut, dan besar kemungkinannya bahwa ilmu kepandaianmu telah setaraf dengan apa yang kini kumiliki, tapi jangan kau menjadi besar kepala, hampir aku membinasakan dirimu dahulu itu, diantara kita belum terjadi persahabatan lain lagi kejadiannya bilamana kau bersedia menjadi kawanku, diantara kawan sendiri tidak boleh terjadi percekcokan bukan? Maka itu, kuharap saja uluran tanganmu, maukah kau menjadi kawanku?"   Su-to Yan harus menimbang-nimbang kembali, apa dibalik katakata Seng-mo Leng Go Tiok tadi, betulkah dia bersedia diajak bersahabat ? "Aku tidak mengerti maksud tujuan dari kata-katamu,"   Berkata Su-to Yan. Leng Go Tiok memandang Su-to Yan sebentar, matanya berputar, kemudian berkata.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Disaat ini hanya ada dua kekuatan yang berada diatasku, kekuatan itu adalah kekuatan Pek-ie kauwcu Bong Bong Cu beserta ketiga muridnya dan lain kekuatan adalah kekuatan dari istana Belang Khong-kiok-kiong. Kedua kekuatan itu memusuhimu, mungkinkah kau dapat menandingi mereka, bilamana tidak mendapat bantuan dariku? Berpikirlah baik baik, aku bersedia membantumu, maka bersahabatlah kita berdua." Su-to Yan tertawa geli, maka itu dia berkata lagi.   "Masih ada lain kekuatan ketiga yang tidak kau ketahui!"   "Kekuatan siapakah itu?"   Bertanya Seng-mo Leng Go Tiok.   "ilmu silat kepandaian kekuatan ketiga ini tidak hebat, tapi ilmu sihirnya, sungguh luar biasa, itulah kekuatan si Kakek Muda Tukang Tenung Thio Sek Bun dan si Paman Tenung Hui In Khek."   "Tidak perlu kau takuti kekuatan itu, dan bersediakah kau mendapat bantuanku ?"   Su-to Yan belum mau memberikan kepastiannya, Dia diam, bungkam. Leng Go Tiok berkata.   "Masihkah kau mendendam sakit hati lama kita ?"   Su-to Yan tertawa kemudian berkata.   "Sedang kupikirkan. secara mendalam, betulkah maksud persahabatanmu yang seperti ini? Bilamana betul, tentu saja aku menjadi senang sekali, bantuan tenaga penting darimu sangat kubutuhkan, dengan menemukannya kau sebagai sahabat, berani mengurangi satu musuh kuat. Karena itu selisih ini menjadi dua kekuatan yang luar biasa."   Leng Go Tiok tertawa besar.   "Ha, ha, ha ... apa yang kau uraikan demikian juga menjadi pikiranku, bilamana kita bermusuhan, maka kekuatan kita berpisah, bila mana kita menjadi satu, maka kekuatan kita menjadi lebih ampuh."   Su-to Yan belum percaya seratus persen karena itu dia memperhatikan perobahan wajah Seng-mo Leng Go Tiok.   Tiba-tiba terdengar lagi suara gesekan kaki orang, perlahan, tapi tidak lepas dari pendengaran Su-to Yan, cepat-cepat ia menoleh kearah itu, kemudian membentaknya "Siapa ?" Disana muncul empat manusia, seorang yang berjalan paling depan adalah seorang tua berpakaian serba putih, inilah Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu.   Dibelakang Pek-ie Kauwcu berdiri tiga orang, masing-masing adalah si Hweeshio Tukang Pacul Bwee Goat, siTosu Tukang Sado Giok Hie dan si pelajar tua Kong-yat Chiu-jit.   Su-to Yan menduga kepada bantuan Seng-Leng Co Tiok, maka ia semakin curiga kepada kedatangan salah satu dari manusia jibaku itu.   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu memandang, ke arah Su-to Yan, ia tertawa besar sekali setelah itu berkata.   "Su-to Yan hampir aku melepaskan dirimu!"   "Apa maksudmu?"   Bentak Su-to Yan. Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu berkata.   "Betul-betul aku lupa, bahwa kitab ilmu pedang Maya Nada yang asli itu berada didalam kantongmu."   Lagi-lagi persoalan kitab ilmu pedang Maya Nada. Su-to Yan menjadi benci sekali. Tidak menunggu Su-to Yan sampai memberikan jawaban, Pek-ie Kauwcu Bong Bong, Cu berkata lagi.   "Sebetulnya, aku tidak percaya bahwa kitab ilmu pedang itu berada didalam kantongmu, Dan kini aku mengetahui pasti bahwa kitab itu berada didalam tanganmu, Soal ini sudah dipastikan, mengingat adanya golongan istana Belang Khong-kiok-kiong yang mencari cari dirimu, ternyata golongan istana Belang itu tidak mendapatkan kitab ilmu Pedang Maya Nada yang asli, adanya mereka mencari kau, tentu hendak merebut kembali kitab itu."   "Ha, ha, ha ..."   Su-to Yan tertawa besar.   "Kalian berlima hendak mengeroyok aku ?"   Su-to Yan membuat suatu lingkaran musuh yang disertai dengan Seng-mo Leng Go Tiok.    Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu dan Seng-mo Leng Go Tiok saling pandang, Mereka sama-sama bingung, tidak mengerti, apa yang dimaksudkan oleh Su-to Yan ? Beberapa saat kemudian, Seng-mo Leng Go Tiok dapat menangkap apa yang diartikan oleh Su-to Yan, maka ia menjelaskan pendiriannya.   "Su-to Yan, jangan kau menjadi salah paham, kita bukan satu rombongan, kedatangan mereka adalah suatu kebetulan. Aku adalah bukan musuhmu, aku bersedia menjadi Sahabatmu."   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu kernyitkan alisnya, ia sudah melihat ada Seng-mo Leng Go Tiok ditempat itu, tapi seolah-olah tidak melihat kehadirannya orang tersebut, dengan tawar dia berkata kepada ketiga muridnya.   "Kong-yat Chiu-jit, pergi kau usir kepada orang yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kita!"   Kong-yat Chiu-jit menjalankan perintah itu, tubuhnya melejit, pedang pendeknya keluar dari kerangka, sebelum tubuh itu menginjak tanah.   dia sudah menudingkan senjata tadi kearah alis Seng-mo Leng Go Tiok.   Seng-mo Leng Go Tiok juga seorang jago mandraguna, kedudukannya hanya dibawah setingkat dari kedudukan empat jago silat purbakala yang seperti Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu itu, karena itu, dia tidak takut kepada mereka apa lagi hanya Kong-yat Chiu-jit seorang, tidak perlu dia menjadi gentar.   Disaat itu, Kong-yat Ciu-jit sudah mulai menyerang, Seng-mo Leng Go Tiok memicingkan matanya, disaat ujung pedang hampir tepat mengenai sasaran.   tapi dia tak bergeming sama sekali, hendak melihat, bagaimana si Pelajar tua meneruskan serangan itu.   Pelajar tua Kong-yat Ciu-jit, hanya memainkan ilmu tipu itu sebagai suatu hiasan yang sangat sempurna, hendak diketahui, bagaimana sang lawan mengelak atau menyingkirkan serangan tadi.    Adanya Seng-mo Leng Go Tiok yang tidak bergerak dari kedudukannya semula sangat membingungkan sang lawan, pedang Kong-yat Ciu-jit diam ditempat itu, dia harus berlaku lebih hatihati,bilamana dia menyerang tanpa membikin perhitungan diserang orang, itulah berbahaya sekali.   Betul-betul Seng-mo Leng Go Tiok membikin serangan balasan, terlihat kipasnya terangkat naik, wing...   menyerang kearah pergelangan tangan Pelajar tua Kong-yat Ciu-jit.   Kong-yat Ciu-jit merendahkan tangan kemudian disentil naik, menyerang orang.   Kipas Seng-mo Leng Go Tiok begitu sejuk, berputar, dari arah yang tidak terduga2 sama sekali, tetap mengikuti sasarannya.   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu menyaksikan pertandingan yang seperti itu, maka diketahuilah, bahwa sang murid bukan tandingan lawan itu, cepat-cepat ia berkata.   "Kong-yat Ciu-jit, mundur !"   Kemudian dihadapinya Seng-mo Leng Go Tiok dan berkata.   "Hebat! Betul-betul satu ilmu kepandaian yang hebat!"   Seng-mo Leng Go Tiok membawa sikap yang lebih dingin lagi, ia tidak menjawab, dan juga mempelengoskan muka, seolah-olah memandang rendah sekali lawan itu.   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu menghadapi dua lawan berat, Suto Yan tidak mudah dihadapi, kini Seng-mo Leng Go Tiok lebih tidak mudah lagi.   Karena itu ia harus memikir dua kali.   Putusannya ialah meninggalkan Seng-mo Leng Go Tiok dan menghadapi Su-tO Yan kembali, kitab ilmu pedang Maya Nada berada didalam tubuh Su-to Yan, karena itu dia hendak merebut kitab tersebut.   "Su to Yan."   Berkata Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu "Kitab ilmu pedang Maya Nada yang berada pada mu. Hendaknya kau serahkan begitu saja, maka persahabatan masih berlangsung tanpa perkelahian bila tidak, haruskah kurebut dengan tanganku sendiri?"   Su-to Yan bukan seorang yang getol kepada pertempuran, tapi dia tidak gentar menghadapi pertempuran. Termasuk juga berdua dengan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu, karena itu mendengar tantangan si jago purbakala, dia berkata dengan gagah.   "Su-to Yan bersedia melayani segala kehendak hati kauwcu."   Pek-ie Kauw cu Bong-Bong Cu tertawa, dari dalam sakunya ia mengeluarkan biji-biji catur, dan berkatalah kepada Su-to Yan.   "Sudah lama aku tidak menggunakan dan memainkan alat-alat ini, marilah kau menerimanya beberapa biji saja?"   Su-to Yan menganggukkan kepalanya.   "Silahkan,"   Berkata pemuda kita, Dia menerima segala macam tantangan.   Pek ie Kauwcu Bong-Bong cu menyentilkan salah satu biji caturnya, wing mengancam ulu hati Su to Yan.   Inilah serangan pertama.   Su-to Yan menggerakkan tangan, maksudnya hendak menangkap biji yang melayang datang itu, tapi dia membatalkannya segera, manakala diketahui bahwa biji catur Pek-ie-Kauwcu Bong-Bong Cu pernah menggetarkan rimba persilatan diabad yang lalu.   Dengan menekuk jarinya, Su-to Yan mengenai biji catur itu.   ia berhasil mengenyampingkannya, rasa terkejutnya tidak kepalang, karena jari itu terasa sangit sakit, inilah hasil buah karya Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu yang disalurkan melewati biji catur tadi.   Rasa kaget Bong Bong Cu tidak berada dibawah Su-to Yan, biji catur tadi dipentil pergi, maka dengan beruntun lagi beberapa kali, dia menyerang dengan tiga biji catur, dengan arah atas, tengah, dan bawah.   "Sungguh hebat! memang hebat! Su-to Yan, kau memang hebat! Terima lagi seranganku." Su to Yan memainkan telapak tangan, dibalikannya dan dibalikannya kembali, dia menanti datangnya dua biji catur, setelah itu, dia mundur sedikit, dengan tenaga dalam yang keras dia memikul pergi dua biji catur itu. Satu biji catur yang terakhir kembali datang tiba, maka Su-to Yan memendekkan kepala, membiarkan biji catur itu lewat pergi dengan desingannya yang keras sekali. Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mengerutkan alis, ilmu tipu yang Su-to Yan perlihatkan didepan dirinya adalah ilmu tipu Tiga Belas jari memainkan alat Pie-pa, kehebatannya sangat luar biasa, tentu saja berhasil menekan biji catur tadi.    Alap Alap Laut Kidul Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong

Cari Blog Ini