Ceritasilat Novel Online

Pedang Wucisan 17


Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 17


Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung   Berkata Su-to Yan.   "Kalian hendak bertanding satu persatu? Boleh juga."   "Bong Bong Cu,"   Berkata Cit-su Hiat-kun.   "Sudah kau dengar, lekas serbu, biar aku nanti yang kirim jiwanya menemui Giam loong. Kau hajarlah lebih dahulu."   Giam lo-ong adalah nama dari Raja Akherat dialam baka.   "Tunggu dulu."   Berkata Su-to Yan.   "Aku minta kepastian, bahwa inilah pertarungan kita yang terakhir. Aku tidak mau diganggu terus menerus, bilamana aku kalah, aku menyerah, apa yang menjadi kehendakmu terserah! Tapi sebaliknya bilamana aku yang berhasil memenangkan pertandingan ini, aku meminta kepastian kalian aku meminta kalian tidak lagi mengganggu diriku. Sanggup? Bersediakah kalian dengan janji itu?"   "Haaaa, haaa, haaa...."   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Bu tertawa.   "Lucu."   Berkata Cit-su Hiat-kun.   "Permintaan yang lucu. Tentu saja kita berjanji bila mana kalah, tidak nanti mengganggu dirimu lagi."   Su to Yan sudah bersedia menerima tantangan dari salah satu dari dua orang itu.   Tapi disaat inilah, terjadi lain perobahan, dari jauh terdengar suara tertawa dua orang, dua bayangan muncul ditempat itu, masing-masing adalah Kiu-han Sin-kun Ko Cio dan Hoan thian Mo-kun Thiat-kiam Seng.   Adanya Hoan thian Mo-kun Thiat-kiam Seng, dan ketua lembah Cui goat kok ditempat itu juga buah hasil karya Biarawati Jaya.   Golongan Biarawati jaya kurang begitu yakin, bilamana Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu bisa membikin penyergapan karena itu mereka hanya dengan sedikit tipu muslihat, berhasil mengadu domba dan menghasut Kiu-han Sin kun Ko Cio dan Hoan thian Mo kun Thiat Kiam Seng, masing-masing ditugaskan untuk menempur Su-to Yan.   Wajah Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu menjadi asam kecut.    Cit su Hiat kun memalingkan wajahnya kearah kedatangan kedua orang itu, dengan dingin ia berkata.   "Selalu tidak kebetulan, setiap kali kita bisa menjumpai saudara Hoan-thian Mo kun Thiat Kiam Seng dan Kiu-han Sin-kun Ko Cio."   "Memang tidak kebetulan."   Berkata Hoan-thian Mo-kun Thiat Kiam Seng.   "Selalu kita bertemu menjadi satu, selalu kita membawa persengketaan hanya karena Su-to Yan, Kita mendapat berita bahwa Su-to Yan berada ditempat ini, secepat itu pula, kami datang menyusul. Tapi masih terlambat, telinga kalian lebih panjang lagi, kalian lebih dahulu tiba dari pada kita."   Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu menuju ke-arah Su to Yan dan bertanya kepada sipemuda.   "Bagaimana dengan urusan kita ?"   "Terserah!"   Berkata Su-to Yan. Kiu-hoan Sin-kun ko-cio dengan suara dingin berkata.   "Su-to Yan, disini kau menghadapi empat musuh tangguh, aku percaya, kau tidak bisa mendatangkan ketua Cian-San pay Su-in Seng, juga tidak mungkin bisa meminta bantuan Put-in Taysu lagi, karena mereka itu berada jauh dari tempat itu."   Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu memandang kepada dua orang yang baru datang dan berkata.   "Kukira kalian harus bersabar, sudah terjadi persepakatan, Aku hendak menempur Su-to Yan terlebih dahulu, Satu Persatu, Ya! Kita harus bergilir, bukan? Yang datang lebih dahulu harus bertempur lebih dahulu, dan yang belakangan harus menunggu giliran."   "Aku tidak setuju."   Berteriak Hoan-thian Mo kun Thiat Kiam Seng.   "Betul"   Turut bicara Kiu hoan Sin kun Ko-Cio.   "Kami mendapat berita lebih dahulu seharusnya kami yang mendapat prioritas pertama." "Tidak mungkin, Terbukti bahwa kami datang lebih dahulu dari kalian."   Berkata Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu.   "Hendak bertempur dahulu?"   Hati Cit-su Hiat-kun panas sekali.   "Terserah."   Hoan thian Mo-kun Thiat Kiam Seng menantang. Belum tentu kalian bisa menang."   Berkata juga Kiu-han Sin kun Ko Cio.   "Sabar. Tunggu dulu!"   Berkata Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu menengahi.   "Pertaruhan diantara sesama orde sendiri akan menguntungkan kepada fihak lawan, disini aku mempunyai satu cara yang terbaik untuk memecahkan kesulitan-kesulitan, tanpa menggunakan kekerasan, juga tidak merusak persahabatan, Entah bagaimana dengan kalian, setujukan dengan usulku ?"   "Usul apa itu?"   Bertanya Hoan thian Mo kun Thiat kiam seng.   "Betul"   Turut bicara Kiu-hoan Sin-kun Ko Cio.   "Katakan dahulu."   Su-to Yan sedang mengharap harapkan bila mana keempat orang ini saling gempur, yang untung pasti adalah dirinya.   Tapi Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu ada-ada saja, entah dengan usul apa pula, ia hendak meredakan ketegangan disini ? Tampak Pek ie Kaucu Bong Bong Cu merogoh saku, dan dikeluarkan lagi, tertawa kepada semua orang.   Sesudah mengepalkan tangannya, Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu berkata.   "Didalam genggaman tanganku terdapat biji catur, mungkin putih, mungkin juga hitam, coba kau duga, hitam atau putih? Bila mana dugaanmu itu tepat, Aku dan Cit-su Hiat Kun akan mengalah. Kami mengundurkan diri, bila dugaan itu salah, maka kalian berdua harus mengalah, mengundurkan diri. Setuju ?"   Hoan thian Mo kun Thiat Kiam Seng dan Kiu hoan Sin-kun Ko Cio saling pandang, akhirnya orang yang tersebut duluan menudingkan diri sendiri, dan orang yang tersebut belakangan menganggukkan kepala.   Setuju ! Kiu hoan Sin kun Ko Cio setuju bilamana Hoan Thian Mo kun Thian Kiam Seng yang menebak biji catur didalam tangan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu.   Hoan thian Mo-kun Thian Kiam Seng menganggukkan kepala, ia berkata.   "Baik, Sangat setuju !"   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu tertawa dan berkata.   "Nah, boleh dimulai. Hitam atau putih? Katakan !"   Hoan Thian Mo kun Thian kiam Seng berpaling kearah Kiu hoan Sinkan Ko Cio dan berkata perlahan.   "Kukira hitam !"   Kiu hoan Sin kun Ko Cio mempentang suara, katanya.   "Hitam !"   Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu membuka genggaman tangan, disana terdapat sebuah biji catur, warnanya putih.   "Salah!"   Ia berkata girang.   Kiu hoan Sin kun Ko Cio dari Hoan thian Mo kun menghela napas, mereka harus mengakui keunggulan lawan itu,dengan apa boleh buat, mereka membalikkan badan, dan ngeloyor pergi.   Sesudah Kiu-hoan Sinkan Ko Cio dan Hoan thian Mo kun Thian kiam Seng meninggalkan tempat itu, Pek ie Kaucu Bong Bong Cu berhadapan dengan Su-to Yan lagi.   "Nah, kin kita boleh bertanding secara bebas."   "Silahkan,"   Su-to Yan pantang mundur. Pek-ie Kaucu tertawa berkakakan, katanya.   "Hendak kulihat, sampai dimana ilmu kepandaianmu dahulu itu."   Su-to Yan sudah membikin persiapan, tapi Ie Han Eng masih berada tidak jauh dari dirinya, karena itu ia berkata kepada sigadis.    "Adik Eng, pergilah menyingkir dibawah pohon itu, Agar kita bisa bertempur dengan bebas.   Tanpa takut mengganggu dirimu, Kau bisa menonton, bagaimana akan kuberi hajaran kepada kakek-kakek berengsek."   Ie Han Eng sangat jinak sekali, segala perintah Su-to Yan dilakukannya semua, ia berkata.   "Baik. Aku hendak menonton pertandingan ini."   Tubuh Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu mulai bergerak, dengan ilmu tipu Kui-hie Sin-kang ia menyerang Su-to Yan.   Kedua telapak tangannya digosok-gosok sebentar dan langsung mengeluarkan asap putih.   Sekali ia merangkapkan kedua telapak tangan itu lagi, asap putih yang mengandung tenaga ajaib itu langsung menyerang Su-to Yan.   Sangat hebat sekali.   Su-to Yan bertahan sedapat mungkin.   Asap putih dari Pek Ie Kaucu Bong Bong Cu menggulung-gulung membungkus tubuh Su-to Yan.   Dengan pedang Lay-hong ditangan Su-to Yan membikin pembelaan, Memutarkan pedangnya, ia melindungi diri, dan mulai timbullah sinar kehijau-hijauan, menekan kekuatan asap putih Pekie Kaucu Bong Bong Cu.   Semakin lama, cahaya hijau semakin keras, semakin bersinar.   Semakin lama asap putih semakin menipis, akhirnya pudar.   Adu silat secara tenaga dalam itu telah dimenangkan oleh Su-to Yan.   Tiba-tiba...   Su-to Yan melempar pandangan, dan senjata itu bergulung gulung meluncur kearah sang lawan, tujuannya tepat dan gesit.   Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu menggunakan akal, memukul pedang Su to Yan itu.    Pedang Lay-hong terpukul kesamping, tapi meluncur balik lagi, tetap mengancam Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu, inilah ilmu Pedang Maya Nada yang pernah dimahirkan, dapat dikuasai tanpa dipegang oleh tangan, ilmu Pedang yang terhebat.   Menyaksikan keadaan itu.   Cit-Su Hiat-kun juga terkejut.   Ternyata Su-to Yan bisa menguasai ilmu pedang tanpa dipegang, memainkan permainan pedang dari jarak jauh, inilah ilmu pedang terbang yang hanya didalam cerita kuno saja.   Tapi mereka harus berhadapan dengan kenyataan dengan adanya ilmu pedang terbang tadi, tidak mungkin Pek-ie Kaucu bisa mempertahankan diri, Cit-su Hiat-kun segera turun tangan, dengan sepasang telapak tangannya yang merah mengandung bau amis, menyerang Su-to Yan.   Tentu saja Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu dan Cit-su Hiat-kun tidak tahu, bahwa ilmu pedang yang digunakan oleh Su-to Yan adalah ilmu pedang Maya Nada.   Terdengar suara geraman tertahan, dibarengi oleh mundurnya tubuh Pek ie Kaucu Bong Bong Cu, terhuyung-huyung orang tua itu lari ke belakang, dengan bibir mulut berdarah, ternyata ia telah menderita luka yang cukup parah.   Keadaan Cit Su Hiat-kun juga tidak lebih baik dari pada keadaan Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu, tertekan oleh hawa sinar pedang, terpental mundur sehingga lima tombak.   Su-to Yan menarik pulang pedang Lay-hong, ia begitu girang, ternyata ia sudah berhasil meyakinkan ilmu pedang Maya Nada yang terhebat.   Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu telah menderita luka, dengan perasaan bingung dan tidak mengerti, menatap Su-to Yun, Siapa ini Su-to Yan? Dia cukup tahu, Su In Seng tidak mungkin mempunyai kepandaian yang begitu tinggi, Sam kie Ju su In Kong juga tidak mungkin, Siapa lagi? Mengapa bisa melainkan ilmu pedang terbang ? Tentu saja, ilmu pedang Maya Nada yang telah dimahirkan oleh Su-to Yan melebihi ilmu pedang yang telah diyakinkan oleh KhongSun Put-hay almarhum dahulu.   Pek ie Kaucu Bong Bong Cu tidak percaya, Cit-su Hiat-kun juga hampir tidak percaya.   Mereka telah kalah dibawah kehebatan ilmu pedang Maya Nada.   Su-to Yan sudah berhasil mengalahkan Cit-su Hiat-kun dan Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu.   inilah hasil kerjanya yang paling gemilang! Dengan menenteng pedang ditangan, Su-to Yan menghampiri kedua orang itu.   Hati Pek-ie kaucu Bong Bong Cu dan Cit Su Hiat lun menjadi kebat-kebit, keadaan mereka telah tidak mengijinkan untuk meneruskan pertempuran.   Besar kemungkinannya mereka bisa mati dihajar ketajaman pedang Su-to Yan.   Di saat inilah terdengar satu suara yang merdu memanggil "Engkoh Yan."   Itulah suara Ie Han Eng, ia memanggil kekasihnya. Su-to Yan menoleh, mengetahui bahwa Sang kekasih memanggil ia menyimpan kembali pedangnya.   "Engkoh Yan."   Panggil lagi Ie Han Eng.   "Kau kemari."   Meninggalkan Pek-ie kaucu Bong Bong Cu dan Cit-Su Hian-kun, Su-to Yan menghampiri Ie Han Eng.   "Adik Eng,"   Katanya.   "Ada apa? Kau memanggilku?"   "Engkoh Yan,"   Berkata Sigadis.   "Kau sudah memenangkan pertandingan ini, kulihat mereka sangat ketakutan, jangan dibunuh mereka itu sungguh kasihan. Betul-betul sangat kasihan."   Su-to Yan menganggukan kepalanya, ia bisa meneruskan anjuran sang kekasih. Disaat ini, tiba-tiba terdengar suara tertawa berkakakan. "Ha, ha, ha,...Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu yang ternama telah dikalahkan oleh seorang muda!"   Entah kapan Kiu-hoan Sin kun Ko Cio dan Hoan Thian Mo kun Thian kiam-Seng sudah balik kembali, Ternyata Kiu hoan Sin kun Ko Cio dan Hoan thian Mo kun Thian kiam Seng masih penasaran, mereka kurang rela meninggalkan Suto Yan begitu saja.   Beberapa saat kemudian, mereka balik kembali Mereka balik kembali.   Sesudah Su-to Yan mengalah kedua jago toa itu, Kiu-hoa Sin kun Kho-cio dan Hoan-thian Mo kun Thian kiam-Seng tidak tahu, dengan cara bagaimana sipemuda menjatuhkan lawan-lawannya, tapi mereka tahu bahwa keadaan Pek ie kaucu Bong Bong Cu dan Cit-su Hian kun telah menderita satu cidera, dan kejadian ini bisa dipastikan dari wajah kedua jago tua itu yang sudah menjadi sangat pucat sekali.   Su-to Yan mengerutkan keningnya.   Sungguh tidak mudah menjadi seorang manusia.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Terlalu banyak sekali racun-racun dunia.   Tidak sedikit godaan-godaan sengsara.   Memandang kepada Ie Han Eng, Su-to Yan berkata.   "Adik Eng, coba kau minggir lagi, Dua kakek brengsek ini juga hendak mengenal kelihaian, biar kuberi hajar dahulu."   Lagi-lagi Ie Han Eng dipaksa menjauhi si pemuda. Su-to Yan menghadapi Kiu hoan Sin kun Ko Cio dan Hoan thian Mo kun Thia-kiam Seng.   "Dua kakek berengsek,"   Katanya.   "Mengapa kalian balik kembali ?"   "Kami tidak balik kembali, bilamana kau sudah terjatuh kedalam tangannya."   Berkata Kiu han Sin kun Ko Cio.   "Lain lagi halnya, bilamana kau berhasil memenangkan pertandingan ini. Dilihat sepintas selalu, kau telah memenangkan pertandingan tadi, Mari mari, kita bertanding." "Silahkan. Silahkan."   Berkata Su-to Yan.   "Siapa yang hendak bertanding denganku, silahkan maju. Silahkan maju. Satu, dua, atau berapa orang sajapun boleh maju."   Menduga sampai dimana kehebatan Su-to Yan.   Kiu-hoa Sin-kun Ko Cio dan Hoan thian Mo kun Thian kiam song maju berbareng, menyerang dari kiri dan kanan, tidak memberi kesempatan untuk Sipemuda mengeluarkan pedang.   Diserang seperti itu, Su to Yan tidak menjadi takut.   Dengan ilmu pedang, walaupun tangan kosong, tetap ia akan unggul, ilmu kepandaiannya bukan terjadi dari satu macam.   Aneka cara telah dimahirkan olehnya, walau khusus istimewa didalam permainan ilmu pedang Maya Nada, tokh ilmu lain cukup hebat, ia tidak perlu gentar.   Pergumulan terjadi, bilamana disaat pertama-tama, hak inisiatif penyerangan berada di tangan Kin-hoan Sin-kun Ko Cio dan Hoanthian Mo Kun thiat Kim Seng, kini perobahan telah terjadi, perlahanlahan, tapi pasti, inisiatif penyerangan telah diambil alih oleh Su-to Yan.   Kiu Hoan sin kun Kho Cio dan Hoan thian Mo kun Thiat Kiam Seng mulai terdesak mundur.   Dikala Su-to Yan hampir menyelesaikan pertandingan itu, tibatiba terdengar satu suara bentakan yang keras.   "Su-to Yan, jangan kau bergerak."   Inilah suara Ci Su Hiat kun.   Su-to Yan menoleh ke arah datangnya Suara, dadanya dirasakan hampir meledak, ternyata entah kapan Cit Su Hiat kun telah mendekati Ie Han Eng, dengan memberi ancaman kepada sang gadis, Cit Su Hiat kun hendak menjadikan sebagai seorang sandera, ia membentak dan hendak menggunakan keselamatan jiwa Ie Han Eng memaksa Su-to Yan bertekuk lutut.   Wajah Su-to Yan sudah berubah begitu ganaS, ia membentak.   "Cit su Hiat kun, mempunyai rasa malukah kau?" "Haaa, haaa.,.,"   Cit Su Hiat kun tertawa.   "Apa artinya rasa malu? kita menang, kita tidak perlu malu. Tapi bila mana kita kalah, rasa malu itu sulit dihapuskan kini kedudukan sangat menguntungkan. Berani kau melakukan sesuatu, gadismu ini akan mati terlebih dahulu, ingat baik-baik, dengar segala perintah kami."   "Apa maumu?"   Bertanya Su-to Yan.   "Kitab ilmu pedang Maya Nada."   Ternyata, disaat Su-to Yan menempur Hoan thian Mo kun Thiat Kiam Seng dan Kiu han Sin kun Ko Cio, pikiran Cit-su Hiat-kun terputar, ilmu pedang yang seperti apakah yang di pergunakan oleh Su-to Yan, mengapa bisa terbang? Mengapa bisa dilepaskan dan ditarik kembali menurut kemauan hatinya? Begitu cepat sekali, jawabannyapun mudah diterka, itulah ilmu Pedang Maya Nada! Maka dengan secara diam2, menghampiri Ie Han Eng.   Su-to Yan sedang menempur dua jago lihay, tidak sadar akan kejadian itu, terakhir ia mengetahui sesudah Ie Han Eng jatuh kedalam tangan Cit-su Hiat kun.   Ini waktu, Kiu hoan Sin kun Ko Cio dan Hoan thian Mo kun Thiat kiam Seng juga mengundurkan diri.   Kiu hoan Sin kun Ko Cio memandang ke arah Cit Su Hiat kun dan berteriak.   "Cit-Su Hiat kun jangan lupa bagi warisan kitab ilmu pedang Maya Nada itu."   Ia meminta bagian. Tapi tuntutan ini segera ditolak oleh Cit-su Hiat-kun, katanya.   "Tidak mungkin, Kitab ilmu pedang Maya Nada hanya berada didalam tangan kami, kalian tidak berhak sama sekali."   "Mengapa tak ada hak ? Bilamana bukan kami yang bergebrak dengan Su-to Yan, mungkinkah kau bisa berhasil?" "Menurut perjanjian, kalian berdua mengundurkan diri."   Berkata Cit-su Hiat-kun. sudah seharusnya "Kami sudah mengundurkan diri,"   Berkata Kiu-hoan Sin kun Ko Cio."   Tapi kalian tidak berhasil. Karena itu kami balik kembali."   "Siapa yang tidak berhasil?"   Bertanya Pek ie Kaucu Bong Bong Cu.   "Kau ... .dan kau ...!"   Berkata Hoan-ih-an Mo kun Tiat Kiam Seng, Sambil menudingkan jarinya kearah Pek ie Kaucu Bong Bong Cu dan Cit su Hiat kun.   "Tidak tahu malu,"   Berkata Cit su Hiat-kun.   "la sudah mengerti siapa yang tidak berhasil."   Dengan dingin, Kiu hoan Sin kun Ko Cio berkata.   "Cit Su Hiat kun, dengan menggunakan Ie Han Eng sebagai sandera, kalian hendak menekuk lutut Su-to Yan? Kukira belum tentu bisa."   "Betul"   Berteriak juga Hoan thian Mo-kun Thiat kiam Seng.   "Su-to Yan bukan seorang pemuda yang mudah digencet seperti itu."   Betul betul Su-to Yan menjadi marah, ia membentak Cit su Hiat kun, katanya.   "Cit su Hiat kun, lekas lepaskan Ie Han Eng."   "Aku segera melepaskannya, sesudah kau menyerahkan kitab ilmu pedang Maya Nada."   Berkata Cit su Hiat kun.   "Bila tidak mau kuserahkan?"   Berkata Su-to Yan.   "Tidak menjadi soal. Aku tidak memaksa."   Berkata Cit Su Hiat kun.   "Hanya kasihan saja tunanganmu ini, kukira belum tentu ia bisa memperpanjang jiwanya."   Su-to Yan bertindak dua langkah, hendak mendekati Cit su Hiat kun lebih cepat, segera membentak. "Berhenti! Kau berani melangkah lagi, Ie Han Eng segera menjadi korban."   Tapi Si-to Yan tidak mendengar perintah -itu, ia maju lagi satu tapak.   Dengan menenteng Ie Han Eng, Cit su Hiat kun mundur satu tapak.   Su-to Yan menggerakkan kakinya maju tiga langkah.   Dengan tetap masih mengekang kebebasan Ie Han Eng, dengan memaksakan tubuh gadis tersebut, Cit su niat Kun juga mundur tiga langkah.   Semakin lama Su-to Yan maju semakin cepat, semakin lama Cit su Hiat kun mundur semakin jauh.   "Lepaskan!"   Su-to Yan membentak.   Entah segan kepada kewibawaan Su-to Yan, entah takut kepada kegagahan Su-to Yan, entah sesuatu sebab lainnya, Cit-su Hiat kun melepaskan pegangannya yang mengekang kebebasannya Ie Han Eng.   Ie Han Eng lari kedepan, dengan menangis menubruk kearah Suto Yan.   Su-to Yan mengeluarkan helahan napas panjang.   Belum lama, ia sedang mempertaruhkan jiwanya, bilamana Cit su Hiat kun betul-betul membunuh Ie Han Eng, pasti ia mencincang orang itu, kemudian ia akan membunuh diri.   Beruntung sekali kejadian ini tidak sampai terjadi.   Dengan keringat membanjiri seluruh tubuhnya, Su-to Yan mengelus-elus rambut Ie Han Eng.   Pek ie Kaucu Bong Bong Cu menjadi panas sekali, ia membanting banting kaki.   Menyesalkan perbuatan Cit su Hiat kun, mengapa mau melepaskan orang yang sudah menjadi sandera? Lain pikiran Pek le Kaucu Bong Bong Cu, lain pula pikiran Cit su Hiat kun, ia maklum, betapa hebat ilmu kepandaian Su-to Yan, bila mana ia membunuh Ie Han Eng, apa yang didapat olehnya? Tentu saja, Su-to Yan yang akan menjadi kalap, bagaimana bila Su-to Yan menyiksanya, mati tidak, hiduppun tidak? Karena itu ia melepaskan pegangan Ie Han Eng.   Su-to Yan dikelilingi oleh empat jago kelas satu, tapi ia tidak gentar kepada keempat orang itu.   Dengan menggandeng tubuh Ie Han Eng, ia meninggalkan mereka.   Seorang manusia lemah akan dihina terus menerus.   Demikianlah, sehingga selamanya mesti tersiksa.   Tapi bagi mereka yang kuat, tidak mungkin ada yang berani menghina.   Demikianpun keadaan Su-to Yan, dengan penuh kewibawaan ia merampas hak kebebasan diri sendiri.   Tidak satupun dari keempat orang yang berada ditempat itu, berani menghadang dirinya.   Su-to Yan juga mempunyai pikiran yang seperti ini, ilmunya telah menjadi begitu tinggi, siapakah yang bisa menandingi dirinya lagi ? Kedatangan Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu sekalian dengan maksud tujuan merebut kitab ilmu pedang Maya Nada, kini angan-angan itu tidak mungkin terlaksana.   Musuh terlalu tangguh, bagaimana mereka bisa merebutnya ? Mengetahui bahwa Su-to Yan juga tidak ada niatan untuk membunuh mereka, satu persatu ngeloyor pergi, meninggalkan tempat itu.   Dengan berpeluk-pelukan dengan Ie Han Eng, Su-to Yan memberikan hiburan kekasihnya.   "Adik Eng, kini kita sudah bebas dari bahaya, Ditempat ini hanya kita berdua saja."   Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu, Cit-su Hiat-kun.   Kiu-han Sin-kun Ko Cio dan Hoan Thian Mo-kun Thiat Kiam Seng telah meninggalkan tempat itu.   Tentu saja mereka tidak tahu, apa yang diucapkan oleh pemuda itu.   Disaat Su-to Yan mengajak Ie Han Eng dengan maksud ke arah pulau Tong-hay, datang lagi lain bayangan, bayangan ini sangat gesit, tidak lain dia adalah jago nomor satu dari daerah Tong-hay! In Hay Hong ! In Hay Hong ada niatan untuk memperistri Ie Han Eng, tapi ia ditolak, dan Ie Han Eng lebih suka kepada Su-to Yan, inilah perjodohan yang sudah dijodohkan oleh kakek-kakek mereka.   Memandang kearah Ie Han Eng, Su-to Yan berkata.   "Kita tidak bisa pergi lagi."   "Tentu."   Menyambung In Hay Hong.   "Ku dengar Sam kie Ju-su In Hong telah meninggal dunia dan ilmu kepandaiannya diserahkan kepadamu, bukan ?"   Su-to Yan menyedot napasnya dalam-dalam, ia berkata.   "Dari mana kau dapat berita yang seperti ini ?"   "Jangan kau menyangkal."   Berkata In Hay Hong.   "Kitab peninggalan guruku, juga telah jatuh kedalam tanganmu. Sudah pasti, Ie Han Eng juga akan jatuh kedalam tanganmu, Sudah pasti. Kukira, tidak boleh kau terlalu serakah, hanya boleh memilih satu diantaranya, memiliki kitab peninggalan pulau Tong hay, atau memiliki Ie Han Eng, satu saja. Lebih baik kau ambil kitab intisari pulau Tong hay, dan serahkan Ie Han Eng kepadaku, Bersediakah?"   "Jangan sembarangan menghina orang."   Berkata Su to Yan.   "Ie Han Eng bukan benda, mana boleh dijual, diserah-serahkan seperti itu? Tak mungkin diserahkan kepadamu ?"   In Hay Hong tertawa jumawa, ia berkata.   "Kau percaya bisa memenangkan diriku?"   Mengetahui bahwa dirinya ditantang, Su-to Yan menganggukan kepala. "Baik,"   Ia menerima tawaran orang itu.   Tentu saja, bilamana Su-to Yan belum berhasil meyakinkan ilmu pedang Maya Nada dengan sempurna, ia bukan tandingan In Hay Hong.   Tapi, lain dulu lain sekarang, Su-to Yan dihari ini bukanlah Su-to Yan yang kemarin lagi, Siapa saja berani ditempur olehnya.   In Hay Hong mengkerutkan alisnya.   "Betul-betul kau berani bertempur dengan aku?"   Tanda terima dan kesanggupan Su-to Yan itu sangat mengejutkan Su-to Yan. ia minta ketegasan yang lebih pasti.   "Mengapa tidak?"   Su-to Yan balik bertanya, dengan satu senyuman yang tidak memandang mata.   "Bagus. Sekarang begini saja, kau boleh menggunakan senjata pedang, atau senjata lain, Aku dengan tangan kosong. Kita bertempur. Bilamana ilmu pedangmu betul-betul hebat, bisa mengalahkan sepasang tangan kosongku, aku In Hay Hong berjanji, tidak akan merongrongmu lagi, bagaimana? Setuju ?"   Su-to Yan agak terhina karena kata-kata In Hay Hong yang seperti ini, akan tetapi ia juga tahu, sampai dimana tingginya ilmu kepandaian In Hay Hong, sangat tinggi sekali, maka dengan senjata pedang, ia bisa menarik keuntungan.   Karena itu dia menyanggupinya.   "Baiklah."   Jawabnya dengan suatu anggukkan kepala.   Disaat Su-to Yan Sudah mengeluarkan pedang, In Hay Hong tertawa memandang rendah, ia telah memasang kuda-kudanya sangat kuat, inilah persiapan tempur yang hebat.   Hati Ie Han Eng menjadi gelisah, berdiri dengan keadaan tidak tenang.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sigadis berpikir, apakah kekasihnya dapat mengalahkan In Hay Hong yang sudah kesohor namanya diseluruh jagat? Tapi kenyataan sudah berada diambang mata, ia tak dapat berkata apa-apa lagi, kecuali memohon kepada yang berkuasa, agar bisa melindungi kekasihnya dari godaan-godaan manusia-manusia tertentu.   In Hay Hong mengirim satu tantangan, katanya.   "Hayo, lekas mulai menyerang"   Su-to Yan berkata.   "Aku menggunakan pedang, kau bertangan kosong, seharusnya kau lebih dahulu, membikin penyerangan."   "Baiklah."   Berkata In Hay Hong.   Rupanya ia tidak sungkan-sungkan lagi, maka tangannya bergerak, mengirim satu serangan pertama.   Kekuatan In Hay Hong sungguh luar biasa, angin pukulan itu bergemuruh, seperti datangnya angin puyuh, seolah-olah menggulung sesuatu yang berada didepannya menerbitkan gelombang sehingga merontokkan daun-daun pohon yang berada disekitar tempat itu.   Sungguh hebat, Didalam hati Su-to Yan berpikir.   Tapi si pemuda sudah begitu percaya, kepada ilmu kepandaiannya, tenaga dalamnya juga telah berlipat ganda, ia tidak takut.   Bila dibandingkan ilmu kepandaian In Hay Hong, hanya berada diatas Pek-ie Kaucu Bong Bong Cu, Cit-Su Hiat kun, Kiu hoan sin kun Ko Cio dan Hoan thian Mo kun Thiat Kiam seng, sedangkan keempat tokoh silat itu bisa dikalahkan olehnya, mengapa tidak bisa mengalahkan In Hay Hong? Su-to Yan memutarkan pedang ditangan menggulung dirinya didalam selaput uap hijau yang berlapis tipis.   Pertempuran terjadi cepat sekali, diam-diam Su-to Yan mengagumi kekuatan musuh, didepannya ini, ilmu kepandaian In Hay Hong betul-betul sangat tinggi, sukar ditandingi kalau saja belum memiliki kepandaian baru yang diandalkan, terang dalam segebrakan saja, ia akan terjungkal jatuh dibawah tangan jago dari Tong hay itu.   Dilain pihak, In Hay Hong juga terkejut, menyaksikan kemajuan ilmu silat Su-to Yan yang begitu pesat ia terheran-heran, tidak menduga sama sekali, mana mungkin ada seorang pemuda yang bisa meyakinkan ilmu kepandaian seperti apa yang Su-to Yan pertontonkan dihadapan dirinya? Kini Su-to Yan hanya melakukan pertahanan, tapi sebentar lagi pasti akan mengubah melakukan penyerangan Mungkinkah In Hay Hong dapat menyambutnya ? Berpikir seperti itu, hati In Hay Hong semakin tidak tentram.   In Hay Hong menyesal karena telah membuka mulut besar, menyilahkan Su-to Yan menggunakan pedang, dan akan dilawan olehnya dengan tangan kosong.   Coba kalau ia menggunakan pedang, melawan Su-to Yan, meskipun belum bisa dikatakan pasti menang, setidak-tidaknya kedudukan dapat berobah lebih baik.   Oleh karena tadi ia sudah omong besar dan berani melawan Suto Yan dengan tangan kosong, walau kini ia mengeluarkan pedangnya, berarti ia mengingkari janji.   Hal ini tidak mau terjadi Semakin lama, terasa semakin berat untuk melayani Su-to Yan.   Tiba-tiba saja, dengan satu kesempatan yang baik, In Hay Hong lompat mundur kebelakang mulutnya berteriak.   "Tahan !"   Su-to Yan menutup satu serangan pedang berdiri dengan tenang, memandang ke-arah lawan itu dan bertanya.   "Apa lagi ?"   "Kau sudah berhasil meyakinkan ilmu pedang Maya Nada?"   Bertanya In Hay Hong.   "Tepat!"   Berkata Su to Yan.   "Pantas kau berani begitu sombong."   "Yang sombong Kukira bukan aku,"   Berkata Su-to Yan.   "Kau berani omong besar dengan tangan kosong hendak melawan ilmu pedangku? Kini rasakanlah, apa akibat dari pembicaraan yang muluk muluk ini."   Dari arah sungai, meluncur datang pula sebuah perahu besar, menyaksikan kedatangan perahu itu, In Hay Hong tertawa, ia berkata kepada Su-to Yan.   "Su-to Yan, kukira sudah waktunya aku menyerahkan pertempuran ini kepada orang ke tiga, dia sudah datang, tentu hendak menemuimu."   Su-to Yan melirik kearah datangnya perahu baru datang itu, itulah perahu dari golongan istana Belang Khong kiok kiong.   Golongan Khong kiok kiong tidak mau ketinggalan, ternyata membikin gangguan pula kepada Su-to Yan.   Sebentar kemudian, perahu itu sudah menepi, dimana telah tampil beberapa orang, dibawah pimpinannya ketua maka Khong kiok kiong Bun In Hian.   Sigadis ini begitu gagah, cukup berwibawa untuk mengepalai sesuatu rombongan besar.   Bun In Hian langsung menghadapi In Hay Hong dan berkatalah kepada sijago Tong hay itu.   "Kukira aku sedang berhadapan dengan In Hay Hong, jago dari Tong hay yang ternama?"   "Betul."   Membenarkan In Hay Hong.   "Nona inikah yang menjadi ketua muda dari golongan istana Belang Khong kiok kiong?"   "Namaku Bun In Hian."   Berkata sigadis.   "Lebih tepat bila memanggil diriku dengan sebutan nona Bun saja."   "Nona Bun, ada urusankah dengan diriku?"   "Tentu."   Berkata Bun In Hian.   "Mungkinkah disebabkan perselisihan lama? karena aku telah melukai orang-orangmu?"   Berkata In Hay Hong.   "Tepat!"   Berkata Bun In Hian.    In Hay Hong tidak segan untuk berhadapan dengan golongan istana Belang Khong kiok kiong, tapi didalam keadaan yang seperti ini, di dalam keadaan yang terjepit sekali, tentu saja tidak menguntungkan dirinya.   Terdengar suara Bun In Hian yang sudah berteriak kepada orang-orangnya.   "Bawa kemari pedangku !"   Sersan Lima Tiang Sun Hoa sudah cepat berlari, ia menyerahkan pedang Bun In Hian.   Tiang Sun Hoa sudah menyerahkan pedang yang diminta.   Berbeda dengan golongan Biarawati jaya golongan istana Belang Khong kiok kiong memang terlalu banyak pernik, sampai mengantar pedang saja harus diserahkan kepada seorang yang mempunyai kedudukan cukup tinggi.   Ketua istana Belang Khong kiok kiong Bun In Hian telah menerima pedang, ia menghadapi In Hay Hong.   Terdengar suara tertawanya Hay Hong yang galak, katanya.   "Hendak kulihat, bagaimana anak-anak kemarin seperti kalian ini mempermainkan ilmu pedang."   In Hay Hong belum melihat, bagaimana Su-to Yan menggunakan pedangnya, memainkan ilmu pedang Maya Nada yang sudah dikombinasikan dengan sembilan macam kepandaian ilmu silat purbakala lainnya, bila saja ia sudah menyaksikan permainan pedang itu, kata-kata yang seperti tertera diatas, tidak mungkin berani diucapkan olehnya! Kini In Hay Hong sedang berhadapan dengan Bun In Hian.   Sebagai seorang gadis, Bun In Hian cukup penasaran, segera ia mengeluarkan bentakan.   "Lihat pedang !" Itulah tanda-tanda penyerangan disertai dengan satu tusukan yang langsung menuju ke arah ulu hati. In Hay Hong adalah jago nomor satu dari daerah Tong hay, ia meremehkan semua orang, belum pernah ia menemukan tandingan, walau diserang seperti itu, dengan sikapnya yang acuh tak acuh, ia tertawa berkakakan. Tubuhnya melejit keatas, dan seperti terbang mumbul tinggi, Betapa cepatnyapun ilmu pedang Bun In Hian, tidak mungkin menelikung sembilan puluh derajat, karena In Hay Hong sudah berada ditengah udara, tusukan tadi menubruk tempat kosong. Bun In hian juga bukan seorang yang lemah, pedang tadi sudah ditarik kembali, dan kini ditujukan keatas, Tetap mengincar In Hay hong. In Hay hong masih meluncur kearah tinggi. Ternyata Bun In Hian juga melejitkan kakinya, turut terbang keatas, menyusul kearah larinya In Hay Hong. Pertandingan ini cukup mempersonakan semua orang, tidak terkecuali juga Su-to Yan, di dalam hati sipemuda bergidik, pantas saja In Hay Hong berani mengucapkan kata-kata sembarangan, memang betul bahwa jago Tong hay itu memiliki ilmu silat yang luar biasa. Bun In Hian juga bukan seorang yang lemah, pantas saja nama istana Belang begitu tenar, terbukti dari seorang gadis yang sangat lemah gemulai seperti Bun In Hian, mempunyai kekuatan dan kehebatan seperti itu. Didalam sekejap mata, kedua orang tersebut telah terbang diatas dua puluh tombak. Ilmu meringankan tubuh Bun In Hian jauh berbeda diluar dugaan In Hay Hong, betul-betul tidak ia sangka, bahwa gadis ini juga mengejarnya. Karena itu ia menjadi bingung, bagaimana bisa mengelakan kejarannya? Kejar mengejar ditengah udara itu sungguh menarik, belum pernah ada pertandingan yang seperti itu, pandangan semua orang diarahkan tubuh-tubuh In Hay Hong dan Bun In Hian, kadangkadang mereka menukik, tapi hanya satu kali kibasan baju, kedua tubuh itupun mumbul kembali. Kejar mengejar masih diteruskan, Su-to Yan menarik tangan Ie Han Eng dan membisikinya.   "Mari kita meninggalkan tempat ini."   Ie Han Eng menganggukan kepala dengan dituntun oleh Su-to Yan, secara berindap-indap, mereka meninggalkan semua orang.   Jago-jago dari golongan istana Belang tidak ada perintah Sang ketua, mereka tidak berani menahan kepergian Su-to Yan dan Ie Han Eng.   Ada juga yang bermaksud menahan, tapi pusat perhatian mereka sedang diarahkan keatas udara, orang-orang ini tidak melihat kepergian Su-tO Yan.   Begitu juga dengan In Hay Hong dan Bun In Hian, begitu asyiknya mereka kejar mengejar di tengah udara, karena Bun In Hian menggunakan pedang, karena In Hay Hong bersilat dengan tangan kosong, maka In Hay Hong lebih banyak menyingkirkan diri, Bun In Hian lebih banyak menyerang daripada bertahan.   Dilihat sepintas lalu, In Hay Hong seperti terdesak, Di kejar terus menerus, tapi kenyataan bukanlah demikian, ilmu kepandaian In Hay Hong masih berada diatas ketua golongan istana Belang Khong kiok kiong itu.   Meninggalkan pertandingan Bun In Hian dan In Hay Hong mengikuti perjalanan Su to Yan dan Ie Han Eng.   Dengan cepat mereka telah menghilang dari semua orang, kini mereka memasuki kearah kota.   Sudah terlalu lama tidak menangsal perut mereka, mengajak Ie Han Eng, Su-to Yan masuk kedalam sebuah rumah makan.    Tergesa-gesa sekali mereka memesan makanan, dan tergesagesa pula mereka melahap pesanan barang-barang itu.   Su-to Yan segera membikin perhitungan rekening, mereka siap melanjutkan perjalanan.   Tiba-tiba...   Berkelebat satu bayangan, disana telah bertambah seorang kakek tua, berpakaian putih, tentu saja mengejutkan sepasang muda mudi kita.   "Betul Aku Su-to Yan, Apa maksud kedatanganmu?"   "Huaa, ha....ha..."   Kakek serba putih itu tertawa "Namaku Tie It Ya, pernah kau dengar ?"   "Siapakah kakek tua berbaju putih ini?"   Tidak henti-hentinya Suto Yan berpikir. Si Kakek tua berdiri dihadapan Su-to Yan dan Ie Han Eng, memperhatikan kedua orang muda-mudi itu. Su-to Yan hilang sabar, segera ia membentak.   "Siapa kau?"   Kakek tua serba putih itu tertawa, katanya.   "Tidak kenal kepadaku? Haa, ha.tentu saja, pasti kau tidak kenal kepadaku, Tapi aku kenal kepadamu, kukira kau adalah Su-to Yan yang sedang menjadi bahan pembicaraan semua orang rimba persilatan. Betulkah?"   Lagi-lagi ada orang yang hendak mengganggu dirinya, kini Su-to Yan tertawa dan berkata.   "Betul, Aku Su to Yan. Apa maksud kedatanganmu?"   "Huaa, haa, ha ...."   Kakek serba putih itu tertawa.   "Namaku Tie It Ya, pernah dengar, bukan? Aku hendak berurusan denganmu."   Hati Su-to Yan tercekat Tie It Ya? Tie It Ya adalah murid terakhir dari si Manusia Super Tanpa tandingan Thian Kho Cu.   Tie It Ya adalah adik seperguruan dari Kongsun Put-hay, apa maksud kedatangan Tie It Ya ditempat ini? Dari ilmu kepandaian Kongsun Put-hay yang bisa menyempurnakan ilmu pedang Maya Nada, tentu saja sudah diduga, ilmu kepandaian Tie It Ya juga sangat luar biasa.   Su-to Yan memandang ke arah Ie Han Eng, kini ia sangat menguatirkan keselamatan diri kekasihnya.   Tampak Tie It Ya menggapaikan tangan, seraya berkata.   "Mari, ada sesuatu urusan yang hendak kurundingkan denganmu, mari kau ikut kepadaku."   Su-to Yan masih berpikir-pikir, apa maksud tujuan Tie It Ya ? Baikkah ? Jahatkah? Mengetahui bahwa Su to Yan disaat itu berada didalam keadaan bimbang, Tie It Ya sudah melesatkan tubuhnya dan jauh berada diluar.   Su to Yan tidak segera mendengar perintah kakek tua serba putih itu.   Mengetahui bahwa Su-to Yan tidak berkumandang .   "Hei, takut kepadaku ? Mengapa tidak berani turut?"   Su-to Yan memberikan jawaban.   "Ada urusan apa?"   Apa boleh buat Tie It Yan itu balik kembali memandangi Su-to Yan dan berkata.   "Kau pernah dengar nama Tie It Ya bukan?"   Su-to Yan menganggukkan kepala.   "Aku adalah murid terakhir dari Thian Kho Cu almarhum"   Tie It Ya memperkenalkan diri.   "Aku tahu,"   Jawab Su-to Yan singkat.   "Menurut cerita orang, kau telah mendapatkan sepuluh macam ilmu silat penjaga jaman purbakala, itulah ilmu silat suheng- suhengku. Termasuk juga ilmu pedang Maya Nada yang sudah dikombinasikan oleh Kong-Sun Put-hay. Betulkah ada kejadian yang seperti ini?"   Su-to Yan semakin terkejut, begitu cepatkan tersiar kabar tentang pengombinasian ilmu pedang Maya Nada? Ilmu Pedang Maya Nada dimahirkan belum terlalu lama, hanya beberapa gelintir orang saja yang mengetahui, bagaimana bisa dikatakan oleh Tie It Ya, sudah ada orang yang bercerita kepadanya ? Oh, pasti golongan Biarawati jaya.   Pasti permainan golongan Biarawati jaya ? Su-to Yan menjerit, ia menganggukan kepala pelahan dan berkata.   "Betul."   Tidak perlu dan tidak guna baginya untuk menyangkal.   "Hua. hah, ha, ha.,.,."   Tie It Ya tertawa berkakakan.   "Cukup jujur, cukup jujur, Tapi kau tahu bukan? Bahwa aku Tie It Ya adalah murid Thian Kho Cu almarhum yang syah. Kongsun Put hay itu belum tentu diakui oleh suhuku, ilmu ilmu pedang yang kau dapat darinya, wajib kau serahkan kepadaku."   "Mengapa?"   Bertanya Su-to Yan.   "Mengapa? Huh! Kembalikan saja semua ilmu ilmu itu kepadaku, Beres bukan?" -ooo0dw0ooo-   Jilid 20 SU-TO YAN mengerutkan sepasang alisnya. Tie It Ya menatapnya tajam-tajam, seraya berkata.   "Kau kira aku tidak mempunyai hak?"   "Hak apa ?"   Su-to Yan marah. "Hak untuk menuntut ilmu pedang Maya Nada. Untuk menarik kembali sepuluh macam ilmu peninggalan jaman purbakala."   Kerut didahi Su to Yan semakin dalam, bila betul bahwa kakek serba putih ini adalah Tie It Ya, tentunya telah berumur diatas seratus tahun, tapi sepintas lalu, seperti tidak mungkin bisakah dipalsukan oleh seseorang ? Tidak mungkin ! Siapa yang berani melakukan pemalsuan kurang ajar seperti ini.   Terdengar sikakek serba putih Tie It Ya berkata lagi.   "Anak muda, hayo kita selesaikan persengketaan ini di luar."   "Maaf !"   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Su-to Yan menolak.   "Untuk sementara tidak bisa kuterima tawaranmu."   Tie It Ya menoleh kearah In Han Eng sebentar maka ia mengetahui bahwa gadis ini tidak berkepandaian silat, dengan suaranya yang dingin ia berkata.   "Kau takut ia diculik orang ? Atau takut tidak bisa menandingiku ?"   "Bukan urusanmu."   Bentak Su-to Yan.   "Bagus! Bagus! Seorang pemuda yang mempunyai ambekan, Tapi aku bukanlah seorang biasa, mau tak mau, kau harus mengikuti perintahku, tahu ?"   "Sudah kukatakan, hari ini permintaanmu."   Berkata Su-to Yan. aku tidak bisa memenuhi "Bagus, Aku lebih tertarik lagi kepadamu."   Berkata Tie It Ya.   "Untuk sementara aku belum ada niatan untuk membunuhmu. Legakan hatimu, Tapi biar bagaimana aku tidak bisa membiarkan ilmu-ilmu seperguruan terjatuh kedalam tanganmu, sebentar malam, pasti aku balik kembali."   Su-to Yan terkejut, ilmu meringankan tubuh In Hay Hong sudah sangat tinggi, ilmu meringankan tubuh Bun In Hiong cukup istimewa tapi ilmu kepandaian orang kakek tua serba putih ini lebih tinggi lagi dari kedua orang yang disebut terdahulu, inilah yang dinamakan sepandai-pandainya katak didalam tempurung, masih ada lagi yang masih tinggi.   Kepergian Tie It Ya itu bisa melegakan hati Suto Yan, tapi ia harus berpikir, sebentar malam, ia akan datang lagi, bagaimanakah harus menghadapinya ? Tiba-tiba...   Terdengar suatu suara gemuruh yang hebat dibarengi oleh meluncurnya benda merah keatas langit tinggi.   Su-to Yan terkejut, tubuhnya melejit dan hendak menyaksikan, apakah yang sudah terjadi ? Dikala ia tiba diluar, hanya tampak buntut roket merah yang meluncur dan asapnya lenyap dilangit lepas.   Tidak ada sesuatu yang terjadi.   Entah permainan apa lagi yang berada di tempat itu ? Su-to Yan menggoyang-goyangkan kepalanya, sungguh banyak sekali kejadian-kejadian yang melewatkan dirinya, Mengetahui tidak ada sesuatu yang perlu dilihat, Su-to Yan balik kembali dengan maksud menjemput Ie Han Eng.   Mereka hendak meninggalkan tempat itu.   Hati Su-to Yan dirasakan copot, manakala ia menengok ke belakang, disana sudah tidak terlihat bayangan Ie Han Eng.   Gadis itu lenyap tanpa bekas.   Su-to Yan berusaha menguasai gejolak hatinya, dikala itu tertumbuk oleh secarik kertas, demikian bunyi tulisan diatas kertas tersebut.   "Belum pernah kupercaya kepada orang.   Sebentar malam, belum tentu kau datang.   Cara-cara yang terbaik adalah membawa Ie Han Eng, kuberi waktu tiga hari, kita akan berjumpa kembali dipuncak gunung Ngo-bie-san."   Tertanda tangan TIE IE YA Su-to Yan mematung beberapa waktu, tubuhnya melejit, menyusul kearah lenyapnya bayangan Tie Ie Ya tadi.   Tenaganya dikerahkan penuh semaksimum apa yang ia bisa Dengan harapan, dapat menyusul Tie Ie Ya.   Mengingat keadaan Tie Ie Ya yang belum bisa lari cepat karena menenteng-nenteng Ie Han Eng yang cukup berat.   Su-to Yan hendak menyusul Tie Ie Ya.   Su-to Yan hendak menolong Ie Han Eng dalam cengkramannya kakek tua serba putih itu.   Berlari dan berlari terus ...   Hari mulai menjadi malam, Pikiran Su-to Yan disaat itu sangat kosong, putih bersih, hanya satu tujuan, itulah menolong Ie Han Eng, menolong sigadis, Ie Han Eng wajib kembali kedalam pelukannya.   Tiba-tiba....Satu bayangan hitam bergulung-gulung datang, seolah-olah burung sakti yang gesit sekali, arahnya adalah Su-to Yan.   Tidak perduli siapa, Su-to Yan harus merintangi maksud tujuannya, Kedua tangannya didorong kedepan, memukul datangnya bayangan tadi.   Bayangan tadi juga bukan manusia biasa, disaat yang sama, mendorong kedua tangannya memapaki serangan Su to Yan.   Terdengar suara jelegur hebat, pukulan-pukulan tenaga itu terbentur menjadi satu.   Dan akibatnya berbeda, tubuh masingmasing terpisah dan ditengah-tengah ditempat bekas pukulanpukulan itu terdapat suatu lubang, debu dan abu disertai tanahtanah terpisah berterbangan.   Su-to Yan dipaksa mundur kebelakang, ia sangat bingung sekali, marah sekali, tapi tidak berdaya, ilmu kepandaian tenaga lawannya betul-betul sangat hebat.    Kini ia hendak mengetahui merintangi dirinya didepan itu? siapa orangnya yang berani Disana berdiri seseorang, tubuhnya sangat langsing, wajahnya sangat cantik, dengan rambut hitam yang panjang, inilah ketua istana Belang Khong kiok kiong, Bun In Hian.   Su-to Yan terkejut, Bun In Hian memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat, ini tidak heran, mengingat sigadis telah meyakinkannya dengan hebat sekali.   Yang mengejutkan Su-to Yan adalah tenaga dalam Bun In Hian juga luar biasa, tidak kalah dari seorang pria.   Su to Yan kaget, Bun In Hian juga kaget, Tenaga Su-to Yan betul-betul berada diluar dugaan, bilamana sebelumnya ia mengagulkan diri tanpa tandingan, kini pikirannya itu sudah menjadi goyah, sampai dimana ilmu kepandaian Su-to Yan, ia belum tahu.   Tapi yang jelas, bahwa pemuda ini bukanlah satu pemuda yang tidak mudah dihadapi.   Su-to Yan dan Bun In Hian saling pandang, dua pasang mata itu bertumbuk menjadi satu, akhirnya Su-to Yan harus mengalah, ia merendahkan pandangannya ketanah, dengan menghela napas perlahan ia berkata.   "Bisakah kau memberi jalan kepadaku? Aku ada urusan penting, kuminta jangan diganggu. Semua urusan ditangguhkan sehingga lain kali."   Bun In Hian memperlihatkan jempolnya.   "ilmu kepandaianmu hebat sekali!"   Ia memuji.   "Tolong beri aku jalan,"   Su-to Yan memohon.   "Jangan terburu-buru,"   Berkata Bun In Hian.   "Mengapa ?"   "Urusan kita belum selesai."   "Bisakah diselesaikan lain waktu?" "Tidak bisa !"   Su-to Yan menjadi marah, ia membentak.   "Urusan apakah menggangu diriku?"   Yang begitu mendesak, sehingga harus Bun In Hian tertawa tawar, katanya.   "Mengapa harus bertanya tentang ini, maksud tujuan kami, golongan Khong kiok kiong adalah berpokok pangkal pada ilmu pedang Maya nada, kau sudah tahu pasti. Kukira tidak perlu tanya lagi."   Su-to Yan berkata.   "Tentang ilmu pedang Maya nada, telah kuceritakan kepada Sersan Lima Tiang Sun Hoa. Kau boleh tanya saja kepadanya."   "Aku tahu pasti bahwa kau telah memiliki kitab ilmu pedang Maya nada, Karena kau bisa menggunakan ilmu tersebut dengan mahir. Mengapa harus mencari orang tidak mencari dirimu."   Su-to Yan maklum, betapa hebatnya ilmu kepandaian ketua golongan istana Belang ini. Bila sampai terjadi pertempuran, tidak mungkin bisa diselesaikan cepat. Karena ia harus mengalah, dengan setengah memohon ia berkata.   "Sekali lagi kuminta kepadamu, agar urusan kita diselesaikan lain waktu saja, beri aku jalan. Aku mempunyai urusan penting."   "Tentu saja aku beri jalan, sesudah menyerahkan kitab ilmu pedang Maya nada,"   Berkata Bun In Hian.   Su-to Yan tidak tahu, mulut usil siapa lagi yang bercerita kepada Bun In Hian, bahwa kitab ilmu pedang itu berada didalam tubuhnya tapi kini ia mempunyai urusan yang mendesak, karena itu harus menyingkir dari gangguan Bun In Hian.   "Ku ulangi sekali lagi permintaanku,"   Berkata Su-to Yan.   "Minggir !" "Bila kau mempunyai itu kemampuan untuk meminggirkan diriku, silahkan!"   Berkata Bun In Hian tenang.   Su-to Yan tidak bicara, tangannya bergerak mengeluarkan pedang, digoyangkan cepat, dengan ilmu pedang Maya Nada yang sudah dimahirkan ia menerjang ketua istana Belang Khong-kiokkiong itu.   Bun In Hian juga merasa sakit hati karena dirinya diperlakukan seperti itu, ia juga mengeluarkan pedang, inilah pedang yang telah mengejar-ngejar jago Tong-hay untuk beberapa waktu, kini dihadapi untuk menghadapi Su-to Yan.   Gerakan dua bilah pedang itu begitu cepat, terdengar suara tang, tang, ting yang riuh sangat cepat, dibarengi oleh muncratnya lelatu api, puluhan kali telah saling bentur dan membentur-bentur lagi.   Dikala kekuatan kedua orang itu hampir mereda, masing-masing mundur kebelakang, memeriksa pedang milik mereka, tidak gompal,juga tidak lecet, pedang-pedang itu adalah pedang-pedang istimewa, tenaga dalam mereka cukup sempurna, seimbang, karena itu tidak terjadi sesuatu.   Bun In Hian memang sengaja hendak melintang di jalan, sikapnya sangat tenang selalu.   Berbeda dengan keadaan Bun In Hian, hati Su-to Yan semakin gelisah.   Bagaimana ia bisa mengejar Tie It Ya, bila diganggu terusmenerus seperti ini? Terdengar si pemuda mengeluarkan suatu lengkingan panjang, lagi-lagi menggerakkan ilmu Pedang Maya Nada, menyerang dari menerjang.   Terjadi hujan bayangan pedang, dengan target sasaran Bun In Hian.   Bisa saja Bun In Hian menyerang diri Hay Hong, tanpa takut diserang, tapi kali ini ia tidak berani membentur lagi, tenaga Su-to Yan terlalu kuat, terlalu hebat, betul-betul ilmu pedang Maya Nada yang luar biasa! Karena itu untuk menghindari dirinya menderita luka Bun In Hian memutar pedang sedemikian rupa, dengan mengenjot tubuhnya, ia melejit tinggi, menghindari gempuran dan tekanan yang lebih hebat.   Inilah yang dikehendaki Su-to Yan, ia tidak mengejar lagi.   Tubuhnya melejit, dan mengejar Tie It Ya yang melarikan Ie Han Eng.   Bun In Hian berteriak marah, dia merasa diperdayai, tubuhnya melejit dan menyusul Hanya salah set, ini sudah cukup untuk membuat Su-to Yan berlari cepat, jarak mereka itu sudah cukup, tidak perduli, bagaimana Bun In Hian berteriak-teriak dibelakang, Su-to Yan meluncur terus.   Bagaikan anak panah meluncur dari busurnya kecepatan itu sukar dilukiskan.   Dibelakang Su-to Yan tidak perduli kejaran orang itu, yang penting adalah menyandak Tie Ie Ya, menolong Ie Han Eng.   Berlari beberapa jenak, tiba-tiba lain bayangan memotong, disertai dengan suara tertawanya gelak-gelak, bayangan ini berkata.   "Su-to Yan, kau melarikan diri dari siapa ?"   Terjadi saling gempuran, kekuatan kedua tenaga ini seimbang Su-to Yan tertekan ke belakang.   Disana telah berdiri seorang berbaju hijau, inilah jago utama Tong-hay, In Hay Hong.   Munculnya In Hay Hong ditempat ini, menggagalkan usaha Su-to Yan.   Didepan ada In Hay Hong, dan dibelakang ada Bun In Hian.   Bagaimana ia bisa meneruskan pengejarannya pada Tie It Ya ? Tidak perlu ia berpikir panjang, ilmu pedang Maya Nada lagi-lagi dikerahkan, kini tujuannya bukan Bun In Hian.   tapi In Hay Hong yang berani melintang dijalan, menerjang keras dan cepat.   Sikap Su to Yan yang terburu napsu ini, mengakibatkan perubahan yang lain sekali.    Keadaan In Hay Hong begitu tenang, kelengahan Su-to Yan bisa dipergunakannya dengan baik, ia sudah mengeluarkan pedang dan mentrapkan permainannya, memapaki serangan Su-to Yan.   Pedang Su-to Yan telah membentur pedang In Hay Hong.   Yang aneh ialah seperti terpendam, tidak ada serangan balik, Seolah-olah menubruk tempat kosong.   Hampir Su-to Yan sempoyongan ngusruk kedepan.   Cepat sipemuda menarik kembali tenaganya, dan waktu inilah serangan balikan In Hay Hong menyusul, menampilkan kekuatannya.   Su-to Yan terkejut, mengapa hari ini ia begitu tolol? Dikerahkan tenaganya lagi, dan tenaga In Hay Hong punah.   Sungguh betulbetul mengherankan sekali.   Permainan ilmu Pedang ln Hay Hong ada suatu permainan yang betul-betul luar biasa, belum pernah Su-to Yan menemukan ilmu pedang yang seperti ini, ditekan dia hilang, dan ditarik, dia menyerang.   Dikala Su to Yan hendak menarik kembali serangannya, kekuatan In Hay Hong pun menyusul datang.   Keringat dingin mulai membasahi tubuh Su to Yan, dia mengulang penyerangannya, dan secara bergelombang dan teratur In Hay Hong menyedot tenaga-tenaga itu.   Sembilan digagalkan.   kali Su-to Yan menyerang, sembilan kali pula Bilamana In Hay Hong menggerakkan lagi tenaganya, pasti Su-to Yan tidak bisa menerima karena itulah, Su-to Yan segera melepaskan pedang, dengan tubuh melejit kebelakang.   ia menggunakan ilmu pedang terbang, menguasai pedang Lay-hong dari jarak jauh.    Berhasil juga Su-to Yan menekan keajaiban permainan pedang In Hay Hong, toh ia menderita luka dalam, dari sela-sela bibirnya meleleh darah merah.   In Hay Hong tertawa jumawa, ia berkata.   "Sudah kau rasakan kelihayan ilmu pedang Tong-hay ?"   Su-to Yan mempertahankan napasnya, ia mengetahui bahwa dirinya telah menderita luka yang agak berat, bila tidak berhati-hati, luka dalam itu segara terpecah menjadi luka yang berat, sulit ditolong.   Dengan senyuman yang menghina, In Hay Hong mengajukan pertanyaan.   "Dimana Ie Han Eng ?"   Seperti apa yang kita ketahui, In Hay Hong tergila-gila kepada Ie Han Eng, sedangkan Ie Han Eng menyerahkan diri kepada Su-to Yan, inilah keputusan kakek-kakek moyang sepasang anak muda itu.   Tentu saja ln Hay Hong menganggap ganjelan kepada Su-to Yan, yang dianggap telah merebut gadis yang telah dicintainya.   Su-to Yan mengatupkan mulutnya rapat-rapat, ia sedang mencari jalan, bagaimana bisa meloloskan diri dari kesulitan-kesulitan ini.   In Hay Hong mendongakkan kepala, dengan menengadah keatas langit, ia mengeluarkan suara dengusan terlebih dahulu, baru berkata.   "Su-to Yan, bilamana aku mau, dengan satu kali tusukan, aku bisa membikin tamat riwayat hidupmu."   Ancaman In Hay Hong ini bukan ancaman kosong, didalam keadaan yang seperti itu, tidak mungkin Su-to Yan bisa mempertahankan diri dari tusukan si jago Tong hay.   Tapi suara tadi disambung oleh satu suara yang sangat nyaring dan merdu, itulah suara Bun In Hian, katanya.    "Jangan terlalu membuat penilaian yang terlalu rendah, disini masih ada aku."   Su-to Yan masih mengenali suara Bun In Hian, ia berpikir-pikir, dengan alasan apa Bun In Hian mengejarnya terus menerus, ada hubungan apa perkara ini dengan golongan istana Belang ? Bun In Hian menyusul tiba ditempat itu.   Terjadi pertarungan hebat, diantara In Hay Hong dan Su-to Yan, menyaksikannya sebentar, ia karena dua orang yang sedang mengadu pedang memusatkan perhatian mereka kepada lawan masing-masing, mereka tidak sadar bahwa masih ada jago lain lagi yang berdiri disamping sisi itu.   Kini sudah waktunya Bun In Hian menampilkan diri, maka ia membuka mulut dan mengucapkan kata-kata yang seperti tadi.   Maksud tujuan mengejar Su-to Yan adalah hendak meminta ilmu kitab ilmu pedang Maya Nada, dia dihasut oleh golongan Biarawati Jaya, dikatakan bahwa kitab ilmu pedang Maya Nada ada masih berada dalam kantong saku baju Su-to Yan, dikatakan bahwa Su-to Yan sedang menuju ketempat itu, dengan cepat Bun In Hian berhasil menyusul tiba.   Tapi Su-to Yan menderita luka dalam karena kekuatan istimewa dari In Hay Hong, rasa simpatiknya timbul mendadak, kini ia memihak dibelakang Su-to Yan.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kedatangan Bun In Hian berada diluar dugaan, In Hay Hong mengetahui bahwa ilmu meringankan tubuh dan ilmu pedang gadis tersebut sangat luar biasa, inilah bukan lawan ringan, tapi ia tidak bisa mengembalikannya begitu saja, dengan mengeluarkan dengusan dari hidung, In Hay Hong terkata.   "Hendak menolong dirinya? Kukira kau belum tentu mempunyai itu kemampuan."   Bun In Hian mesem-mesem, melirik kearah Su-to Yan sebentar, karena menderita tenaga pedang In Hay Hong yang luar biasa, Su- to Yan belum bisa bangkit, entah bagaimana keadaan luka sipemuda itu, Su-to Yan tahu bahaya, Bun In Hian lihay, tapi In Hay Hong lebih lihay, cepat-cepat ia mengalirkan peredaran darahnya, membenarkan keadaan luka-luka yang diderita.   Bun In Hian telah berdiri ditengah-tengah In Hay Hong dan Su-to Yan, bilamana pemuda itu mengalami tekanan-tekanan In Hay Hong yang lebih kuat.   "Hei,"   Berteriak In Hay Hong kepada Bun In Hian.   "Bersediakah kau bertempur ilmu pedang denganku?"   In Hay Hong bukan tandingan Bun ini Hian bilamana melawan pedang sigadis dengan pukulan tangan kosong, dengan susah payah dan dengan setengah mati, baru ia berhasil meloloskan diri dari kejaran tusukan pedang gadis itu.   Tapi keadaan bisa terbalik, bilamana In Hay Hong diberi kesempatan untuk menggunakan ilmu pedang juga, ilmu pedang dari golongan Tong hay adalah ilmu pedang yang sangat luar biasa.   "ln Hay Hong,"   Berkata Bun In Hiang.   "Kau adalah bekas pecundangku, biasanya lari ngiprit pergi. Urusan kita disambung kembali, apa lagi mengingat Su-to Yan juga menjadi buronan orang istana Belang kami. Kami melarang kau mengganggu atau melukai dirinya."    Mustika Gaib Karya Buyung Hok Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pendekar Kembar Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini