Pedang Wucisan 18
Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 18
Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung "Huh," In Hay Hong mendengus. "Kau kira aku takut kepadamu? Kau memang gadis yang tidak tahu diuntung, Gadis yang tidak tahu bahwa kau adalah dijunjung orang, aku mengalah kepadamu, aku bertangan kosong melawan ilmu pedangmu, karena itu aku tidak berhasil menundukkan dirimu, ini bukan berarti aku kalah, inilah suatu penghormatan lain. Tapi kau salah terima, Baik! Kita boleh bertanding lagi. Sama-sama menggunakan pedang. Hendak kulihat, ilmu pedang siapa yang lebih lihay?" Bun In- Hian menyedot napasnya dalam-dalam, ia mengeluarkan pedang dan melintangkan didepan dada. Mata In Hay Hong berkilat-kilat, adanya Bun Hian ditempat ini bisa mengganggu urusan dengan Su-to Yan yang sedang membenarkan peredaran jalan darahnya. Tidak lama lagi, bilamana sipemuda sudah berhasil memulihkan kesehatannya, ia bisa dikeroyok oleh dua orang, itu waktu lebih berbahaya lagi. Putusan In Hay Hong adalah harus cepat-cepat menjatuhkan Bun In Hian. Baru saja Bun In Hian membikin persiapan, pedang In Hay Hong sudah meluncur datang. Bun In Hian terkejut, badannya disentak, membuat sepuluh macam jurus ilmu pedang, itulah perobahan-perobahan yang siap menyelinap ke dalam kekosongan lawan. In Hay Hong tertawa panjang, pedangnya seperti air mancur, menekan Bun In Hian. Bun In Hian menggentak keatas, dan kini sepasang pedang itupun telah beradu, lengket menjadi satu. Ilmu pedang lengket dari golongan Tong-hay adalah ilmu terakhir dari golongan yang bersangkutan. Belum pernah menampilkan dirinya didalam rimba persilatan, apalagi rimba persilatan Tionggoan. Su-to Yan adalah orang pertama yang merasakan kehebatannya ilmu pedang lengket dari Tong hay itu. Bun In Hian adalah orang kedua yang dipaksa berhubungan dengan getah lengketnya lima pedang Tong hay itu. Seperti juga keadaan Su-to Yan tadi, pedang Bun In Hian seperti mati tenggelam, bilamana ia menggerakan tenaga, Tapi mau tidak mau, tenaga itu tidak bisa ditarik kembali, tekanan balik dari kekuatan In Hay Hong akan menyerang segera, bilamana ia melalaikan kekuatannya. Bun In Hian turut menyaksikan pertandingan pedang tadi, kini ia mengerti, mengapa Su-to Yan kalah, mengapa Su-to Yan menderita luka. Inilah yang menjadi sebab musabab, ilmu pedang lengket dari Tong-hay memang hebat luar biasa ! Secepat itu pula Bun In Hian telah menemukan cara untuk menghadapi ilmu pedang lengket dari daerah Tong-hay, ia tidak mengerahkan tenaganya lagi, mempasrahkan diri, bilamana gelombang pertama dari tekanan In Hay Hong datang, ia mengikutinya mundur kebelakang. Dan disusul oleh gelombang kedua tenaga In Hay Hong, ia mundur lagi empat langkah, Demikian main mundur terus menerus empat langkah, lima langkah, dan seterusnya. Berapa hebat ln Hay Hong merangsek, secepat itu pula Bun In Hian mundur kebelakang, ia tidak mau menerima tekanan itu, tapi menyertainya selalu. Cara-cara yang digunakan Bun In Hian adalah cara-cara yang terbaik untuk menghadapi ilmu pedang lengket dari Tong-hay, In Hay Hong harus memuji kecerdikan otak gadis Khong-kiok kiong itu, Hanya cara inilah yang bisa memberi perlawanan atas dirinya. Terlambat beberapa detik saja, pasti Bun In Hian celaka, bila sampai terjadi persatu paduan yang melekat, untuk mengikuti arus itupun sudah tidak mungkin lagi. Masih beruntung Bun In Hian bergerak cepat, sebelum mengerahkan tenaga lengket In Hay Hong, ia telah menunggangi situasi itu. In Hay Hong pertandingan itu. menarik pulang pedangnya mengakhiri Disini letak kepintaran In Hay Hong, ia maklum, sampai keujung langitpun didesak, pasti tidak mungkin terjadi kelengketan, Bun In Hian tidak mau menerima tenaganya. Ia maju sepuluh langkah, Bun In Hian mundur sepuluh langkah, ia maju seribu kali, Bun In Hian mundur seribu kali, ia maju keujung langit, Bun In Hianpun akan mundur keujung langit. Pertempuran yang seperti itu tidak beda dengan pertempuran tadi. Bilamana tadi In Hay Hong yang dikejar kejar oleh ilmu pedang Bun In Hian, kini perobahan lain sekali, Kini Bun In Hian yang harus mengelakkan kekuatan lengket dari In Hay Hong. Melihat In Hay Hong menarik pedangnya demikian juga menyudahi pertempuran itu, ia sangat puas atas hasil hasil tadi. Tapi In Hay tiang bukan jago dari Tong hay bilamana ia sudahi sampai disitu. Secepat itu pula menggerakkan pedang, kali ini tidak ditujukan kepada Bun In Hian, karena mengetahui kecerdikannya gadis ini, kali ini ujung pedang diarahkan kearah Su-to Yan yang masih duduk bersila. Tentu saja Su-to Yan tidak tahu akan adanya bahaya itu, ia masih diam ditempat. Terdengar jeritan kaget Bun In Hian, bilamana ia membiarkan kejadian itu berlangsung, pasti Su-to Yan celaka, Membarengi jeritan tadi, tubuhnya melejit, dan menangkis ilmu pedang In Hay Hong. In Hay Hong tertawa berkakakan, membarengi suara trang dari beradunya kedua pedang, terjadi kelengketan, Bun In Hian masuk perangkap. Kini ia dipaksa mengerahkan kekerasan, dan kekerasan itu telah di tempel oleh In Hay Hong kekuatan lengket dari ilmu pedang yang seperti getah nangka itu, melekat keras sekali. Bun In Hian hendak menarik kembali pedangnya, tapi tidak berhasil, kini ia tertekan terus menerus. Keringat dingin mulai membasahi tubuh gadis itu. Apa boleh buat, Bun In Hian mengerahkan tenaga. Tapi betapa kuatpun tenaga yang dikerahkan, terpendam lenyap sama sekali. In Hay Hang tertawa berkakakan, pedangnya dipentilkan, ia hendak membikin serangan yang terakhir. Terdengar satu suara pekikan panjang dibarengi oleh berkelebatnya sinar pedang, itulah pedang dari luar pertandingan, pedang ketiga yang menyelak masuk. Pedang yang baru datang adalah pedang Su-to Yan. Pedang Su-to Yan dan pedang Bu In Hian menekan kekuatan pedang In Hay Hong. Rasa terkejutnya In Hay Hong tidak kepalang, sungguh diluar dugaan Su-to Yan bisa sembuh begitu cepat, sedapat mungkin ia menekan rangsakannya dua pedang itu. "Traaaaang !" Tiga pedang terpisah, terhuyung-huyung Su to Yan lompat ke belakang, dengan wajah yang pucat pasi, tidak berdarah. In Hay Hong berdiri tanpa membuka mulut, memandang kedua lawannya yang berada di depan itu. Bun In Hiat luput dari bahaya luka dalam, tapi wajahnya sudah menjadi putih kebiru-biruan, dikejutkan oleh kejadian tadi, juga sudah cukup membuat tidak lupa untuk seumur hidupnya. Ternyata Su-to Yan begitu memperhatikan dirinya, mengetahui bahwa ia dalam keadaan bahaya. Tanpa memperhitungkan keadaan lukanya yang belum sembuh betul, menempur In Hay Hong segera, Dan kini Su to Yan sudah terkena kekuatan balik In Hay Hong, lagilagi menderita luka. Bun In Hian tidak berani memikir panjang, akibat itu sungguh berbahaya sekali, segera ia melejitkan diri, menangkap sebelah tangan Su-to Yan, dan bagaikan seekor alap-alap yang menenteng anak ayam, menjinjing si pemuda pergi meninggalkan tempat itu, gerakannya cepat sekali. Menunggu bayangan Su-to Yan dan Bun In Hian lenyap dari tempat itu, baru In Hay Hong berani membuka mulutnya, hoooaaak, dari sana terhambur keluar butiran darah mati. Ternyata In Hay Hongpun sudah menderita luka, tapi dia menekan semua luka-luka itu di perlihatkan kegagahannya dan berhasil menipu Su-to Yan dan Bun In Hian. Bun In Hian menyangka bahwa In Hay Hong akan mengambil tindakan lain, maka cepatcepat melarikan diri. Bilamana Bun In Hian tahu bahwa In Hay Hong juga sudah menderita luka, pasti si gadis tidak mau meninggalkan tempat itu. Mengingat keadaan gadis itu masih sehat walafiat In Hay Hong terpekur, memandang keatas langit tinggi, kecongkakannya lenyap mendadak. Kini mengetahui bahwa didalam dunia ini bukan hanya ia seorang diri yang menjadi jago. Ternyata masih banyak jago-jago lainnya yang bisa menandingi dirinya. Kesombongannya telah lenyap. Menyusul larinya Bun In Hian yang menenteng Su-to Yan, Dalam keadaan malam gelap mereka berlarian untuk beberapa waktu. Mengetahui betul bahwa In Hay Hong tidak membikin pengejaran sehingga jarak mereka sudah cukup jauh, Bun In Hian mengendorkan langkahnya dan akhirnya berhenti di tepi sebuah sungai kecil. Mendudukkan dan membiarkan Su-to Yan mengatur peredaran jalan darahnya, Bun In Hian memandang air sungai yang jernih itu, pikirannya melayang-layang jauh. Dikala fajar menyingsing, perlahan-lahan Su-to Yan menarik kulit penutup mata, bangkit berdiri, dan mulai memikirkan apa yang telah terjadi. Suara desiran itu mengejutkan Bun In Hian, cepat-cepat ia menoleh ke belakang, tampak olehnya, Su-to Yan telah segar bugar seperti sedia kala, Si gadis terkejut, ternyata pemuda itu telah berhasil meyakinkan ilmu kepandaian yang tertinggi, bisa menyembuhkan luka-luka dalam secepat itu. Teringat kejadian-kejadian yang belum lama berlangsung, Su-to Yan terluka di bawah tangan In Hay Hong, dan In Hay Hong menggempur Bun In Hian, keadaan gadis tersebut terdesak, dengan melupakan keadaan dirinya yang belum pulih betul, Su-to Yan menerjang datang, dengan kekuatan bersama, akhirnya berhasil mengalahkan In Hay Hong. Di depan Su to Yan berdiri Bun In Hian maka mengetahuilah ia ketua golongan istana Belang Khong kiok-kiong inilah yang menolong. "Mengapa kau menolong diriku?" Bertanya si pemuda. Sepasang sinar mata Bun In Hian tertatap di atas wajah Su-to Yan, iapun tidak mengerti apa alasannya sehingga menyebabkan ia mau turun tangan membantu Su-to Yan. seharusnya kejadian ini tidak perlu terjadi. Tujuannya hanya meminta kitab ilmu pedang Maya Nada, bukan menjadi pengawal pribadi si pemuda kosen itu, terasa olehnya ada sesuatu yang sulit dikatakan, perasaan ini adalah perasaan luar biasa dari seorang gadis remaja. Mungkinkah cinta? Sedapat mungkin Bu In Hian menahan gejolak hatinya yang seperti itu, dengan berusaha membiasakan diri ia berkata. "Diantara sesama manusia, sudah wajib tolong menolong. Mengapa tidak boleh menolong dirimu?" "Terima kasih." Secara jujur dan terus terang, Su-to Yan sangat bersyukur sekali. "Kukira kau tidak perlu mengucapkan terima kasih," Berkata Bun In Hian. "Akulah yang harus mengucapkan terima kasih kepada mu, karena adanya bantuanmu. Aku bisa mengalahkan In Hay Hong. Kau begitu baik, bersedia mengorbankan diri dalam keadaan belum pulih betul, karena itu kau menderita lagi." "Sekali lagi kuucapkan terima kasih." Berkata Su-to Yan. "Tapi aku masih ada urusan, aku hendak minta diri." Tiba-tiba saja wajah Bun In Hian menjadi murung, nampak sekali sangat berduka, dengan menundukkan kepala ke bawah, memandang tanah, ia berkata perlahan. "Mungkinkah karena urusan gadis itu?" Tentu saja Ie Han Eng yang dimaksudkan olehnya. Su-to Yan menganggukkan kepala, tidak bicara lagi. Bun In Hian seperti hendak mencari sesuatu yang tidak mungkin bisa berhasil, sedapat mungkin ia berdaya upaya, apa guna lagi? Maka ia berkata. "Isterimu?" Su-to Yan bergoyang kepala. "Belum." Ia berkata. Menyaksikan keadaan Su-to Yan yang malu-malu, seperti seorang pemuda pingitan, Bun In Hian menjadi geli, dengan tertawa ia berkata. "Pergilah. Aku tidak akan mengganggumu lagi. Kudoakan kau agar bisa berhasil. Kuucapkan selamat bahagia kepada kalian berdua. Di-misalkan ada sesuatu yang hendak memerlukan bantuan tenaga, dengan suka rela aku akan menggerakkan kekuatan istana Belang-belang, membantu usahamu." Inilah perobahan yang sangat mendadak dari seorang musuh menjadi seorang kawan, tentu saja itu tidak mudah. Dengan adanya bantuan Istana Belang Khong kiok kiong, mana mungkin Su-to Yan tidak berhasil ? "Atas janjimu pada hari ini, sebelum dan sesudahnya aku mengucapkan banyak terimakasih." Su-to Yan memberi hormat. Merangkapkan kedua tangannya dan berkata. "Selamat berjumpa dilain waktu." Tubuh si pemuda melejit dan masih berusaha menyusul ke arah larinya Tie Ie Ya. Adanya Su-to Yan di depan Bun In Hian membuat ia sangat bergairah, dan bayangan itu sudah lenyap mendadak, seolah-olah kehilangan suatu benda kesayangannya, murung! Si gadis istana Belang juga ngelamun, seolah-olah ia hidup kembali, Hidup sunyi dan sepi, tidak ada kawan, dan tidak ada bantuan, ia berjalan dengan menundukkan kepala, keadaannya begitu bingung. Su-to Yan mengambil arah barat, sesudah terjadinya gangguan ini, tentu saja tidak mungkin bisa menyelidik Tie It Ya, sedangkan ilmu kepandaian kakek serba putih itu begitu hebat sekali, tanpa adanya gangguanpun belum tentu ia bisa menyandak, apa lagi sudah terlantar sekian waktu, inilah harapan kosong. Tapi Su-to Yan masih mencoba, mencoba dan mencoba terus. Satu hari penuh Su-to Yan melakukan perjalanan yang seperti itu, akhirnya ia tiba di gunung Ngo-bie san. Tempat yang dijanjikan oleh Tie It Ya untuk bertemu kembali, Tie It Ya pernah meninggalkan pesan, agar Su-to Yan menunggu di puncak Kim-teng dari gunung Ngo-bie san. Tapi waktu janji itu, ditetapkan tiga hari kemudian. Dan kini Su-to Yan tiba lebih cepat dari waktu yang dijanjikan hatinya berpikir. "Entah apa maksud dan tujuan kakek serba putih itu? Mungkinkah membawa Ie Han Eng turut serta?" Su-to Yan menuju ke arah puncak Kim-teng. Di puncak ini pun belum ada orang, Su-to Yan sangat kecewa, Sampai ini waktu baru ia merasa lelah, perlahan-lahan dia duduk mengatur peredaran jalan darahnya, menenangkan gejolak hati yang tak karuan. Su-to Yan duduk seorang diri, dadanya di rasakan sesak sekali, sulit untuk dia bisa mempertahankan ketenangannya, Disebabkan pikiran-pikiran yang banyak menggoda. Tidak henti-hentinya bayangan Tie It Ya dan bayangan Ie Han Eng muncul ditempat itu. Tapi Semua itu hanya khayalan belaka, belum menjadi suatu kenyataan. Di dalam keadaan samar-samar, tiba-tiba tampak sesuatu bayangan meluncur datang. Hati Su-to Yan tergerak, tidak perduli siapa orang itu, karena Tie It Ya yang menjanjikannya menunggu dipuncak ini, pasti mempunyai hubungan dengan sikakek serba putih. Karena mempunyai hubungan dengan sikakek serba putih pasti ada sedikit sangkut paut dengan Ie Han Eng, Orang ini tentu adalah orang Tie It Yan. Tapi, segera sipemuda menjadi kecewa, ia maklum, yang datang bukannya Tie It Ya ! Su-to Yan tidak menduga pada Tie It Ya, karena gerakan orang ini jauh berbeda dibawah sikakek serba putih itu. Waktu tiga hari yang dijanjikan sudah hampir tiba, walau belum tepat waktunya, Tokh sama sama saja. Semakin lama, bayangan ini semakin mendekat, Su-to Yan mementangkan sepasang matanya lebar-lebar, ia terbelalak, orang itu adalah orang yang tidak asing baginya, kekasih pertama yang memasuki lubuk hatinya, itulah Cin Bwee ! Eh, bagaimana Cin Bwee bisa datang ke tempat ini ? Betul-betul Su-to Yan tidak mengerti Apa lagi yang disandiwarakan oleh orang ? Mana mungkin Cin Bwee bisa turut serta dalam persengketaan ini! Cin Bwee telah mendekati Su-to Yan, gerakannya seperti sangat berat, sepasang air matanya berlinang turun, membasahi pipinya yang sudah tidak botoh lagi, ia menghampiri pemuda itu. Su-to Yan jadi masih bingung, sesudah ia tahu bahwa kakek moyangnya menunangkan dirinya dengan Ie Han Eng, perasaan kepada Cin Bwee itu harus ditekan, tidak mungkin ia merangkul dua gadis sekaligus. Sedapat mungkin Cin Bwee menahan rasa cintanya, tapi tidak berhasil jarak dengan sipemuda itu terlalu dekat, dengan satu kali tubruk ia menangis sedih didalam dekapan sipemuda. "Engkoh Yan," Berkata Cin Bwee sesenggukan. "Tidak kusangka, aku masih mempunyai waktu untuk bertemu denganmu lagi," Cin Bwee menangis semakin sedih. Su to Yan mengusap-usap pundak gadis itu, ia berkata perlahan. "Adik Bwee, kau kurus sekali." "Karena memikirkan dirimu." Berkata Cin Bwee. "Jangan terlalu memakan hati, segala sesuatu tidak bisa dipaksakan." Cin Bwee menangis lagi. "Eh," Berkata Su-to Yan terkejut. Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Mengapa kau menangis melulu?" Cin Bwee menyusut air matanya, ia berkata. "Aku senang karena bisa bertemu denganmu lagi." "Simpanlah air matamu itu. Ubahlah dengan senyum yang riang dan ramai." Berkata Su-to Yan. Cin Bwee memaksakan untuk tertawa, tapi sangat pahit sekali, tertawa itu lebih-lebih cepat dikatakan tertawa kesedihan, boleh juga di katakan tertawa meringis. Cin Bwee masih tetap bersedih. "Aku juga senang bisa berjumpa denganmu." Berkata Su-to Yan. "Kini hubungan kita sudah bukan hubungan biasa lagi, tahukah kau, bahwa ayah angkatku dan suhumu itu adalah dua saudara seperguruan, maka kitapun saudara seperguruan, aku adalah Suhengmu, untuk selanjutnya aku memanggilmu sumoay saja." Cin Bwee berkata. "Aku memanggilmu suheng ?" "Tentu." "Aku bergembira sepertimu." Bisa mempunyai seorang suheng yang "Eh, dimana supek dan sukow?" Yang diartikan supek oleh Su-to Yan adalah Put-in Taysu dan yang diartikan Sukow adalah guru Cin Bwee, si jago wanita dari gunung Kun-lun. Cin Bwee menjawab pertanyaan itu, katanya. "Aku tidak tahu, Aku melakukan perjalanan seorang diri, Aku meninggalkan gunung Kun-lun secara diam-diam. Tidak memberi tahu kepada mereka." Hati Su-to Yan tercekat, apa maksud tujuan Cin Bwee meninggalkan gunung Kun lun seorang diri, tentu hendak mencari dirinya mengapa harus mencari dirinya? Karena Cin Bwee masih cinta. Lenyaplah wajah terang Su-to Yan, Tidak mudah untuk mengatasi persoalan yang seperti ini. Teringat kepada Ie Han Eng, dimanakah Ie Han Eng itu berada? Mengapa Tie It Ya menculiknya ? Terdiam beberapa saat Cin Bwee berkata lagi. "Disepanjang jalan, aku mendapat berita bahwa kau menuju ke tempat ini, maka cepat-cepat aku menyusul. Kudengar kau baik sekali dengan Ie Han Eng, betulkah ada kejadian yang seperti itu ?" Lagi-lagi Su to Yan menganggukkan kepala, ia tidak membuka mulut. Semua gerak-gerik Su-to Yan itu tidak lepas dari penilaian Cin Bwee, rasa sigadis semakin sedih. Air matanya sudah membendul dikelopak kembali. Mulutnya bergerak-gerak, berat mengucapkan kata-kata, akhirnya tercetus juga suaranya. sekali "Kau sudah bosan kepadaku ?" Suara Cin Bwee sangat serak. Dengan rasa penuh penyesalan, Su-to Yan menggenggam tangan Cin Bwee, ia berkata perlahan. "Siapa yang bosan kepadamu? Kita adalah suheng dan sumoay, bukan ?" Cin Bwee melempar pegangan tangan Su-to Yan, dengan menahan air matanya ia berkata. "Kau pernah berjanji kepadaku untuk tidak menerima hati gadis lain lagi, kini mengapa kau melanggar janji sendiri?" Su-to Yan menundukkan kepalanya, dengan lemah ia berkata. "Terlalu banyak kejadian-kejadian yang berada di luar dugaan. itu waktu, aku tidak tahu bahwa aku telah ditunangkan pada Ie Han Eng, Dan selama terjadi hubungan kami, Ie Han Eng juga cinta kepadaku, aku cinta kepadanya." "Hanya aku yang tidak cinta?" Berkata Cin Bwee. "Aku juga cinta kepadamu. Cinta seorang suheng kepada seorang sumoay." Rasa kecewanya Cin Bwee tidak kepalang, dia membelakangi Suto Yan, dan bertindak pergi, gerakannya lembut sekali. Cepat-cepat Su-to Yan menyusulnya, memegang pundaknya dan berkata perlahan. "Marah kepadaku?" "Siapa yang berani marah kepadamu?" Berkata Cin Bwee. Hatinya seperti diiris-iris, pedih sekali. Tiba-tiba saja, Cin Bwee mengenjot tubuhnya, melemparkan pegangan Su-to Yan dan pergi begitu saja. "Sumoay!" Berteriak Su-to Yan. Tapi Cin Bwee tidak menjawab pertanyaan itu, bayangan sigadis telah lenyap dibawah gunung. Su-to Yan berdiri dipuncak gunung Kim-teng seorang diri. Maksudnya hendak mengejar Cin Bwee, tapi bila ia meninggalkan tempat itu, lenyap harapannya untuk bisa bertemu dengan Tie It Ya dan tanpa bertemu dengan Tie It Ya, bagaimana ia bisa menemukan Ie Han Eng? Cin Bwee lenyap dari pandangan mata si pemuda, ia tidak memperdulikan betapa kerasnya Su-to Yan memanggil, ia sudah putus harapan, ia pergi begitu saja. Atas nasib Cin Bwee yang dialami itu, Su-to Yan juga merasa kasihan, tapi apa daya, tidak ada lain jalan. Su-to Yan tertegun ditempat itu, malam berlarut-larut lalu duduk terus menantikan kedatangan Tie It Ya Orang yang diharap-harapkan itu belum juga kunjung datang, kini fajar mulai menyingsing. Matahari pagi membentangkan sinarnya yang gilang gemilang, menyilau seluruh jagat. Itu suatu pemandangan yang sangat indah, tapi hati Su-to Yan risau, tidak ada minat untuk merasakan dan menikmati keindahan alam yang permai ini. Jauh diujung jalan, meluncur sebuah titik hitam, datang cepat sekali, dan dibarengi oleh terdengarnya suara pekikan burung, itulah sibiru, burung rajawali dari daerah Tong hay. Su-to Yan cukup kenal dengan pekikan suara burung itu, ia terkejut, lagi-lagi Khong Bun hendak mencari dirinya, Urusan apa lagi? Rajawali biru dari daerah Tong-hay menukik turun, dari sana tampil sijago wanita. Keadaan Khong Bun ini sama seperti sediakala, Cukup gagah, sedang dikucilkan oleh Su-to Yan, seharusnya ia kembali kedaerah Tong hay, tapi tidak tahan hasutan, dan kini balik kembali. Su-to Yan tidak niat memberi hormat, ibu angkat ini sudah meracuni ayah angkatnya, itulah kesalahan yang terbesar, tapi Samkie Ju-su In Hong tidak berpesan kepadanya, tidak meminta ia mengadakan penuntutan balas itu, maka ia menyerahkan kepada kodrat alam, Bagai mana takdir memberi hukuman kepada Khong Bun. Khong Bun sudah menghadapi Su-to Yan, dengan dingin ia berkata. "Su to Yan, mungkinkah kau menganggap musuhmu masih kurang banyak? Menyebar-nyebarkan berita tentang pertandinganmu dengan Tie It Ya dipuncak gunung ini? Apa maksud tujuan utama dari hatimu itu? Sungguh aku tidak mengerti." Su-to Yan tertegun, janjinya dengan murid bontot Manusia Super tanpa tandingan Thian Kho Cu hanya diketahui oleh orang-orang yang bersangkutan, bagaimana ia menyebar-nyebarkan berita? Tentu saja, didalam hal ini, terdapat pihak ketiga. Siapa yang bisa mengetahui jelas keadaan dirinya? Hanya golongan Biarawati jaya yang selalu mengintil dan membayangi dirinya, hanya golongan lemah tanpa ilmu kepandaian itulah yang mengetahui seluk beluk keadaan dirinya. Pasti, pasti sekali, sangat pasti bahwa berita yang dikatakan oleh Khong Bun adalah bersumber dari golongan Biarawati jaya ! Su-to Yan diam, Tidak bicara. Khong Bun menggendong sepasang tangannya, memperhatikan keadaan itu, sebentar, baru ia berkata lagi. "Su-to Yan, biar bagaimana aku adalah ibu angkatmu. Dahulu, kau pernah berlaku kurang ajar, menghajar diriku, pikirlah baik-baik, patutkan seorang anak angkat memukul ibu angkat sendiri?" "Aku hanya mempunyai seorang ayah angkat, Tapi tidak mempunyai ibu angkat," Berkata Su-to Yan singkat. "Huh !" Khong Bun mendengus. "Su-to Yan, ketahuilah bahwa musuhmu itu berjumlah sangat besar! Tidak sedikit! Ie Han Eng sudah lenyap, In Hay Hong tidak mungkin bisa melepaskan begitu saja. Banyak jago-jago kelas satu hendak mengejar dirimu. Tahukah kau, betapa tenaga yang harus kau sediakan untuk menghadapi mereka? Kuatkah kau menghadapi mereka? Tanpa bantuan seseorang ?" Su-to Yan menengadahkan kepala kelangit tinggi, sikapnya ini seperti orang yang sangat congkak, Tidak memandang mata kepada manusia yang bicara didepan dirinya. Khong Bun sudah mulai berdiplomasi, ia berkata lagi. "Su-to Yan, aku sendiri menyediakan tenaga untuk membela dirimu, inilah itikat baikku. Bersedia kau menerima uluran tanganku?" "Terima kasih." Berkata Su-to Yan singkat. "Berpikirlah baik-baik." Berkata lagi Khong Bun. "Apa untungnya, dan apa ruginya berselisihan denganku, Bilamana kau bersedia menerima tawaranku, kukira tak mungkin ada orang yang berani mengganggu lagi. Tapi menolak tawaranku, berarti menambah satu musuh baru. Berpikirlah baik-baik." "Musuhku terlalu banyak." Berkata Su-to Yan. "Hilang satu atau bertambah satu tidak menjadi soal bagiku." Khong Bun berkata. "Khie Tojin, orang yang menjadi guru dari ayah angkatmu itu adalah pamanku, ia menurunkan ilmu kepandaian kepada tiga orang, aku, In Hay Hong dan Sam kie Ju-Su In Hong. Dan dari ketiga orang ini, ilmu kepandaian yang diturunkan kepadakulah yang paling sedikit mana mungkin kubiarkan ilmu itu kubiarkan terjun di kedalam tanganmu, aku berhak menuntut kembali, sebagai kemenakannya yang syah, aku berhak menuntut kembali." "Kukira kau sudah kehilangan hak ahli waris itu." Berkata Su-to Yan. "Segala tindak tandukmu melanggar kemanusiaan, melanggar tata tertib keduniaan." Atas sikap kedatangannya Khong Bun, Su-to Yan membawakan sikapnya acuh tak acuh, ia sedang memikirkan, bagaimana harus menghadapi Tie It Ya, bagaimana harus menolong Ie Han Eng, dan bagaimana harus mengatasi kesulitan itu. Untuk menempur jago-jago lihay yang hendak merebut hak milik pribadinya, Su-to Yan tidak perlu gentar, ilmunya telah cukup tinggi tidak mungkin bisa dikalahkan oleh mereka. Ada atau tidaknya bantuan Khong Bun, tidak menjadi soal, pasti Su-to Yan bisa mengalahkan orang-orang itu. Dikala Su-to Yan sedang melamun, tiba-tiba terdengar desiran tajam yang meluncur, inilah penyerangan gelap, secara diam-diam Khong Bun sudah mengeluarkan pedang, termasuk ke-arah pemuda itu. Disini letak liciknya kejahatan Khong Bun, mengetahui tidak mungkin dapat mengalahkan pemuda itu secara berterus terang, ia hendak membokong, dan hendak merebut kembali kitab pelajaran peninggalan Kie Toojin. Sungguh diluar dugaan, didalam posisi yang seperti ini, sesudah mengalami kekalahannya, Khong Bun masih berani mencoba-coba, dengan mengirim satu serangan bokongan ini berani mengungkit macan yang sedang tidur. Su-to Yan bergerak cepat, maju kedepan dengan mengenakan pedang penyabet kearah serangan bokongan, Terdengar suara ngeberebet panjang, baju luar Su-to Yan koyak oleh serangan pedang Khong Bun. Tapi Su Yan tidak menderita luka, ia sudah mengambil posisi baru, menghadapi Khong Bun, secara berhadap-hadapan, dengan sinar mata penuh kehinaan ia menatap wajah wanita itu. Hati Khong Bun lebih kaget lagi, ia menduga pasti bahwa tusukan pedang gelapnya tadi bisa mematikan sipemuda, sedikit-dikitnya membuat luka terberat, tapi dengan hanya satu gebrakan saja Su-to Yan sudah lolos dari maut. Disini letak kehebatan dan kepandaian ilmu Su-to Yan. Bila seorang yang membokong seperti itu, dan tanpa hasil yang sempurna, orang ini pasti merasa malu, karena ia telah melakukan sesuatu yang tidak patut dilakukan, tapi Khong Bun sudah hilang rasa malunya. Sesudah ia dikalahkan oleh Su-to Yan, dendam itu tidak bisa terbalas, ia bermaksud membunuh Su-to Yan tidak peduli secara terang atau secara menggelap, yang penting mengalahkannya. Penyerangan gelap Khong Bun tidak mengenai sasarannya. Su-to Yan menarik napas dalam dalam, ia membentak. "Lekas kau pergi dari tempat ini, bilamana bersikap bandel, jangan katakan aku yang keterlaluan !" Menghadapi ancaman yang seperti itu, Khong Bun tidak menjadi gentar, ia tahu tidak lama lagi, pasti bakal terjadi kekalutan, banyak jago-jago yang hendak merebut kitab ilmu pedang Maya Nada, banyak jago-jago yang hendak memusuhi Su to Yan, bilamana ia bertahan beberapa saat, menunggu sampai kedatangan jago jago itu, tidak mungkin Su-to Yan berani kepadanya, Kekuatan mereka sangat besar. Kehadiran Khong Bun ditempat itu sangat menjengkelkan Su-to Yan, kemarahannya meluap luap, teringat kembali kematian Sang ayah angkat Sam kie Ju-su In Hong, itulah akibat racun perahan dari Khong Bun. Teringat kematian Seng mo Leng Kho Tiok, itulah akibat dari pukulan Khong Bun. Ujung pedang Su-to Yan diarahkan ketempat Khong Bun berdiri, segera sipemuda membentak. "Lekas enyah dari tempat ini!" Khong Bun masih memegang pedang, inilah senjatanya, ia pernah menderita kekalahan dari Su-to Yan. Tapi bilamana ia berhati-hati, dan dilihat dari keadaan Su-to Yan, yang seperti itu mana mungkin menyerang dirinya? Maka sikap Khong Bun sangat tenang. Khong Bun tidak menghiraukan ancaman Su-to Yan. Tiba-tiba Su-to Yan berteriak. "Awas !" Ujung pedang membuat suatu lingkaran kecil, dan semakin lama semakin besar, arah tujuannya Khong Bun. Khong Bun mundur dua langkah, dan memainkan pedangnya, dengan maksud tujuan menangkis serangan Su-to Yan. Terdengar suara gemerincing yang saling susul menyusul, Khong Bun tersentak mundur tiga langkah, Dikala ia memperhatikan pedang di tangannya tajam pedang itu sudah lenyap, hanya gagang pedang saja yang masih terpegang. Terjadi hujan logam yang berkeping-keping, itulah pedang Khong Bun yang sudah hancur, dipukul pecah oleh tenaga dalam Su-to Yan. Bagaikan gelas kristal yang mudah dihancurkan, pedang Khong Bun rontok berceceran. Sedapat mungkin Su-to Yan mengendalikan kelihayannya, tapi itupun sudah cukup. Dengan kejadian ini, ia memberi suatu bukti yaitu, bilamana ia ada maksud untuk membunuh wanita berbaju hijau itu, dengan mudah saja bisa dilakukan. Tapi ia tidak mau, hanya bermaksud mengusir pergi dari tempat tersebut. Sudah dua kali Khong Bun terjungkal di bawah Su-to Yan, kini ketangkasannya mulai lumer, ia memekik memanggil burung tunggangannya, si biru datang meluncur dan dengan satu kali lompatan, Khong Bun menunggangi burung itu meluncur pergi Meninggalkan puncak Kim teng di gunung Ngo-bie-san. Su-to Yan mengeluarkan helaan napas dalam-dalam. Biar bagaimana Khong Bun adalah ibu angkatnya, ia hampir terluka karena tipu muslihat Khong Bun yang memancing Cin Bwe pergi, maka ia jatuh dari jurang sihir. Sesudah itu kematian Sam-kie Ju su In Hong disusul dengan kematian Seng-mo Leng Kho Tiok, semua ini adalah akibat dari keganasan Khong Bun. Tapi dia tidak bisa membunuh wanita itu. Akhirnya Su-to Yan berhasil mengusir Khong Bun pergi dari tempat tersebut. Su-to Yan masih menunggu, dengan sabar ia menunggu. Satu bayangan bergulung-gulung naik ke atas puncak, sangat cepat sekali dan gesit sekali, Su-to Yan segera menduga kepada Tie It Ya. Dugaan Su-to Yan tidak salah, orang yang datang adalah Tie It Ya, murid bontot dari Manusia Super tanpa tandingan Thian Kho Cu, Tie It Ya sudah berada di atas puncak Kim-Teng, ia hanya seorang diri ia tidak membawa Ie Han Eng. Kejadian ini sangat mendebar-debarkan Su-to Yun, tidak hadirnya Ie Han Eng di tempat itu adalah suata beban baginya. Jauh di belakang bayangan Tie It Ya, bergulung-gulung pula satu bayangan hijau, kegesitannya tidak kalah Tie It Ya, dan secepat itu pula bayangan hijau sudah terpeta. Jelas inilah jago ternama pulau Tong Hay, In Hay Hong! Terlihat wajah kecut Tie It Ya yang mengkerut masam, memandang ke arah kedatangan In Hay Hong dan kini mereka berhadap-hadapan. Sedianya Tie In Ya hendak tertawa gelak gelak, karena sangat puas atas kedatangan su-to Yan, tapi dia tidak membutuhkan In Hay Hong, memperhatikan orang itu beberapa saat, dengan suara yang sangat dingin ia berkata. "Apa maksud kedatanganmu di sini?" "Hoa ... hoa... ha... ha..." In Hay Hong tertawa besar. "Tutup mulutmu!" Tie It Ya membentak keras. "Tentunya kau inilah yang bernama In Hay Hong. Kukira hanya seorang yang berani berlaku sombong padaku." -ooo0dw0ooo- Jilid 21 "BETUL." Jawab In Hay Hong dengan satu anggukkan kepala. "Tentunya kau ini yang bernama Tie It Ya. Hanya kau seorang yang berani berlaku sombong kepadaku." "Manusia congkak!" Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Memaki Tie It Ya. "Manusia angkuh!" Balas maka In Hay Hong. "Rasakan pukulanku!" Berkata Tie It Ya. Betul-betul ia menerjang In Hay Hong. In Hay Hong tidak mau kalah, dia juga bergebrak, terjadilah pertempuran antara Tie It Ya dan In Hay Hong. Disaat ini Su-to Yan bertindak tiga langkah, dengan suara yang sangat keras seperti guntur ia membentak. "Hentikan pertempuran ini!" Suara itu bagaikan guntur membelah angkasa, mengejutkan kedua orang itu. Akan tetapi tidak satu dari kedua orang itu yang mau berhenti. Su-to Yan marah besar, dengan satu tangan saja, ia menyelak di tengah-tengah mereka. Tangan kanan memukul Tie It Ya, tangan kiri memukul In Hay Hong. Tie It Ya dan In Hay Hong tidak berani menangkis serangan Suto Yan ini, maka mereka pun terpisah. Terjadi kedudukan segi tiga, di timur Su-to Yan, di barat daya Tie It Ya, dan di tenggara In Hay Hong. Su-to Yan memandang ke arah Tie It Ya dan membentak. "Hei, dimana kau sembunyikan Ie Han Eng?!" "Ie Han Eng sudah hilang," Acuh tak acuh sikakek serba putih itu menjawab. "Apa?" Pandangan mata Su-to Yan dirasakan menjadi gelap. "Ie Han Eng hilang?" "Mana mungkin Ie Han Eng bisa lenyap." "Diculik orang," Berkata Tie It Ya singkat. Su-to Yan memperhatikan keadaan kakek tua serba putih itu, dari cahaya mukanya, kata-kata dan keterangan tadi pasti bukan isapan jempol, Tapi mungkinkah ia bisa percaya? Masakan ada orang yang bisa menculik Ie Han Eng dari bawah tangan Tie It Ya ? Bukan, Su-to Yan saja yang tidak percaya, In Hay Hong juga ragu-ragu, ia baru tahu Ie Han Eng telah diculik oleh Tie It Ya, Dan dari tangan Tie It Ya ada suatu golongan lain yang menculiknya pula. Siapa yang menculik Ie Han Eng? Mungkinkah ada orang yang bisa mengalahkan ilmu kepandaian Tie It Ya? Tiba-tiba Su-to Yan memancarkan suara geramannya. "Tie It Yan, percuma saja kau menjadi ahli waris seorang Manusia Super Tanpa Tandingan seperti Thian Kho Cu, Bisanya hanya menculik seseorang yang sangat lemah, kau tidak bisa menjamin keselamatannya, sehingga membiarkan orang menculiknya dari tanganmu, tidak tahu malu !" Sinar mata Su-to Yan seperti sinar mata harimau yang mau menerkam, hati Tie It Ya bergidik, tanpa disadari olehnya, ia telah mundur setengah tapak. Su-to Yan menggeram lagi. "Tidak kusangka, sebagai seorang locianpwe, kau mempunyai kebejatan moral yang seperti ini." Wajah Tie It Ya juga berubah, ia membentak. "Su-to Yan, berani kau berlaku kurang ajar kepadaku ?" "Kau apa? Kau hanya seorang binatang yang berkulit manusia, kau hanya seorang cecunguk yang menjatuhkan pamor guru sendiri, Kau adalah seorang tua yang paling tidak tahu malu." Kata-kata makian Su-to Yan seperti meriam yang nyerocos terus. Tie It Ya juga menggeram marah, rambutnya berdiri tegak, seolah-olah landak putih, tubuhnya melejit dan kini menerkam ke arah Su-to Yan. Kemarahan Su-to Yan tidak berada dibawah kemarahan Tie It Ya, tentu saja bisa dimaklumi bahwa seorang yang mengetahui kekasihnya diculik orang, dan orang yang menculik ini tidak bisa mempertahankan keselamatan kekasihnya, sehingga membiarkan lagi diculik oleh orang lain, dua kali penculikan ini adalah disebabkan oleh keisengan Tie It Ya. Hal ini tentu saja semua kemarahan dijatuhkan kepada si kakek serba putih, pedangnya dilempar, dengan ilmu pedang terbang ia hendak melukai orang tua tersebut. Kedua orang itu sama-sama dibawah kekuasaan kemarahan. Angkara murka membakar hati masing-masing, disaat Tie It Ya menerkam, terlihat pedang itu berkelebat terlepas dari tangan Su-to Yan, mengincar dirinya. Tie It Ya menggunakan sepasang telapak tangan kosong memukul Su-to Yan. Dari sini tersembur sesuatu kekuatan tenaga dalam, membentur tajamnya pedang, Terdengar suara gemuruh yang keras, ternyata pedang yang dilempar oleh Su-to Yan juga digerakkan oleh tenaga dalam dan tenaga dalam Tie It Ya beradu. Sikakek serba putih terhuyung kebelakang. Su-to Yan memainkan Pedang Maya Nada, pedang itu terbang, dengan dikuasakan oleh tenaga dalam dari jarak jauh. Saking hebatnya kekuatan tenaga dalam Su-to Yan, Tie It Ya terpukul mundur. Tie It Ya juga seorang jago lihay, ia terpukul mundur, tapi tidak menderita cidera. Sekali ia menggerakkan sepasang tangan memukul pedang. Su-to Yan mengempos tenaga lwekangnya, masih tetap meluncur kedepan. Terdengar lagi suara benturan kekuatan tenaga dalam Tie- It Ya membentur kekuatan tenaga pedang dan lagi-lagi sikakek serba putih mundur kebelakang. Tapi ia tidak puas memukul lagi, terdesak kebelakang lagi, memukul lagi, dan terdesak kebelakang lagi. Walaupun demikian Tie It Ya masih tidak puas, dia kebal senjata, kekuatan tenaga dalamnya hebat sekali, memukul pedang itu berkali-kali, dengan menjatuhkannya. Sungguh sangat tidak masuk diakal sekali bila hal itu bisa terjadi. Tapi kenyataan tidak bisa dielakkan. Hanya sebatang pedang ditengah udara. Dipukul terus menerus oleh It Ya, yang terpukul pergi bukan pedang itu, hanya tubuh Tie It Ya, yang terus terdesak kebelakang. Disini telah terbukti betapa hebatnya tenaga dalam Su-to Yan. Seorang jago tua berpakaian serba putih dan jenggot putih kontra sebatang pedang. In Hay Hong bisa turut menyaksikan ilmu kepandaian seperti itu, menonton beberapa saat hatinya memuji atas kehebatan dan kemajuan ilmu pedang Su-to Yan. Memuji akan kehebatan tenaga dalam Su-to Yan. Pertandingan itu begitu hebat, sepasang tangan Tie It Ya silih berganti memukul sebatang pedang yang berterbangan di udara. Tenaga dalam Su-to Yan terlalu kuat, Tie It Ya mulai kewalahan. Tapi Tie It Ya bukan murid Manusia Super tanpa tandingan Thian Ko Cu, bila ia menyerah begitu saja, secepat kilat, sreet ia mengeluarkan pedang, dan dengan pedang ditangan, ketangkasannya bertambah. Kini dengan pedang itu, ia membentur pedang Su-to Yan. Bilamana tadi Tie It Ya menggunakan tenaga dalamnya membentur pedang, tanpa menyentuh senjata tersebut. Kini ia tidak segan-segan lagi membuat kedua pedang itu beradu dan pedang Su-to Yan yang terdesak mundur. Tentu saja, pedang Su-to Yan dikerahkan dari jarak jauh, dan pedang Tie It Ya digerakkan dari dekat, langsung berada dibawah genggaman tangan Tie It Ya. Pedang yang dipegang tangan pasti lebih kuat dari pedang yang terlepas, pedang Su-to Yan digerakkan dari jarak jauh, hanya mengandalkan tenaga dalam, tentu kalah tenaga. Berulang kali Su-to Yan mengempos tenaga, tapi tidak berhasil Perlahan demi perlahan, yang sudah pasti ialah pedang itu mundur ke-belakang. Pedang terbangnya terdesak, perlahan-lahan sudah mendekati tangannya kembali. Su-to Yan mengulurkan tangan, dan siap menyanggah pedang itu. Kegarangan Tie It Ya bertambah, kedudukan yang sudah mundur jauh, dibalikkan lagi, terus menerus ia memukul mundur pedang Suto Yan. Su-to Yan bisa mengambil putusan cepat dengan sekali gerak, ia berhasil menggenggam gagang pedang, dan secepat itu pula ia membuat lingkaran kecil, diperkeras dan semakin lama semakin besar, terdengar lelatu api yang berkencringan, dibarengi oleh suaranya gemerincingan benda-benda logam yang pecah, terjadi begitu saja, pedang Tie It Ya dipukul hancur menjadi berkeping keping, dan bagaikan hujan saja, rontok jatuh ditanah. Hanya itulah kekuatan yang terakhir sesudah berhasil merontokkan pedang Tie It Ya, napas Su-to Yan sendiri menjadi sengal-sengal, Tie It Ya terdesak dan ia lompat mundur ke belakang. Dua bayangan itu terpisah, Tie It Ya dan Su-to Yan saling pandang, Tapi terlebih-lebih kecewa lagi adalah Tie It Ya, karena ditangannya hanya tinggal gagang pedang. Wajah Tie It Ya menjadi pucat, ia sebagai seorang ahli waris Thian Kho Cu, jatuh di bawah tangan Su-to Yan. In Hay Hong juga membelalakkan mata, kekalahan Tie It Ya itu sungguh berada diluar dugaan, Lebih berada diluar dugaan lagi ialah kekecewaan itu adalah yang sangat mengenaskan sekali. Betul-betul ilmu pedang Maya Nada terlalu hebat, walau berada didalam tangan Su-to Yan bisa saja menjatuhkan seorang murid Manusia Super tanpa tandingan. Su-to Yan berhasil menenangkan gejolak hatinya, ia mengatur kembali peredaran jalan darahnya, dan disaat ini, segar bugar seperti sedia kala, bila ia mau dengan satu tusukan pedang, ia bisa membikin tamat riwayat hidup Tie It Ya. Tetapi ia tidak mengambil langkah seperti itu, ia menyimpan kembali pedangnya, Apa gunanya membunuh Tie It Ya? Tokh belum tentu Ie Han Eng bisa balik kembali. Su-to Yan maju tiga langkah, mendekat Tie It Ya dan membentak. "Lekas katakan, Ie Han Eng jatuh kedalam tangan siapa ?" "Biarawati jaya " Suara Tie It Ya sangat lemah. Lagi-lagi buah karya Biarawati jaya ! Sudah berada didalam dugaan Su-to Yan hanya golongan cerdik pandai itulah yang bisa menculik seseorang dari bawah kekuasaannya Tie It Ya. Kini urusan sudah tidak ada hubungan dengan Tie It Ya. Su-to Yan membalikkan badan, dengan langkah yang sangat lesu ia turun gunung. In Hay Hong telah menyaksikan betapa hebat ilmu pedang Maya Nada yang digerakkan oleh Su-to Yan, tidak mungkin ia bisa melawannya. Karena itu, ia mengundurkan diri dari persengketaan. Bercerita keadaan Su to Yan, setapak demi setapak, kakinya dirasakan sangat berat, dimana ia bisa mencari golongan Biarawati Jaya? Sedangkan golongan tersebut sangat misterius sekali. Su-to Yan bersedih atas nasib sengsara yang menimpa sang kekasih. Angin utara bertiup keras, memukul-mukul baju Su-to Yan, Tapi tidak dirasakan, semua kejadian ini. Si pemuda berada didalam kesusahan, pukulan bathin yang lebih hebat jauh berada diatas pukulan-pukulan angin itu. Matahari ditimur meluncur keatas, dan akhirnya terbenam diarah barat. Su-to Yan berjalan tanpa arah tertentu, maksudnya hendak kembali ketempat dimana ia menjadi tawanan golongan Biarawati Jaya tadi, tak mudah diketemukan golongan Biarawati Jaya adalah satu golongan yang sangat misterius sekali, hanya mereka yang bisa menemukan jejak orang, sulit untuk orang menemukan jejaknya Seseorang berlarian datang, dengan mengenakan pakaian warna belang seperti macan, itulah anak buah khong-kiok-kiong. Untuk sesaat Su-to Yan menghentikan langkahnya dan memperhatikan kedatangan orang tersebut. Orang yang datang adalah Sersan Lima dari istana Belang Khong-kiok-kiong namanya Tiang Sun Hoa. Tiba dihadapan Su-to Yan, Tiang Sun Hoa memberi hormat seraya berkata kepada pemuda itu. "Ketua kami ada urusan penting yang hendak dirundingkan denganmu, silahkan saudara Su-to Yan turut." "Beritahu kepada ketuamu itu, bahwa aku ada urusan penting, Tidak bisa hadir," Berkata Su-to Yan, ia menolak undangan. "Urusan sangat penting," Tiang Sun Hoa memberi keterangan. "Sudah kukatakan," Berkata Su-to Yan tidak puas. "Aku mempunyai urusan lain, tidak bisa hadir." "Kedatanganmu membawa akibat besar, mati hidup nona Bun berada ditanganmu itu?" Disaat terakhir Bun In Hian berpisah, gadis itu pernah memberikan janji, ia bersedia menolong Su-to Yan, bila si pemuda membutuhkan pertolongannya. Mengingat janji itu, mengingat keadaan diri sendiri yang belum tahu letak markas besar golongan Biarawati Jaya, Su-to Yan timbul harapan lain. Tiang Sun Hoa, berkata. "Mari ikut." Tanpa memberi tahu dimana letak sang ketua, Tiang Sun Hoa membalikkan badan, ia per gi melesat. Su-to Yan belum tahu, dimana adanya Ie Han Eng, ia juga tidak tahu, dimana adanya Bun In Hian. Karena itu lebih baik berkunjung kepada golongan istana Belang dulu, mengingat kekuatan Khong kiok-kiong yang cukup besar, masih ada harapan ia mendapat berita tentang dimana letak markas besar golongan Biarawati Jaya yang telah menculik Ie Han Eng. Tiang Sun Hoa mengajak Su-to Yan, akhirnya mereka tiba didepan sebuah goa. "Silahkan masuk." Berkata Tiang Sun Hoa. "Apa nona Bun In Hian berada didalam?" Bertanya Su-to Yan. "Betul." Berkata Tiang Sun Hoa "Tapi kebebasannya telah terganggu." "Apa?" Su-to Yan membelalakan matanya. "Silahkan kau masuk." Berkata Tiang Sun Hoa. "Maka kau segera tahu." Su-to Yan menggerakkan langkah kakinya memasuki goa tersebut. Keadaan ini berada diluar dugaan Su-to Yan, apa yang telah terjadi dengan Bun In Hian? Mengapa ia mengundang dirinya? Dalam goa tersebut, seseorang tua yang mempunyai potongan badan tinggi besar dengan mengenakan pakaian warna kuning sedang membelakangi Su-to Yan, langkah kaki sipemuda segera menarik perhatian orang tua tersebut, ia membalikan badan. Berhadap hadapan dengan Su-to Yan. Tiang Sun Hoa memberi hormat, segera sersan Lima itu mengundurkan diri. Didalam goa, kecuali orang tua berbaju kuning ini, tidak ada orang lain. Sesudah menunggu sampai Tiang Sun Hoa keluar meninggalkan goa, baru orang tua berbaju kuning itu berkata pada Su-to Yan. "Maafkan aku, terpaksa menggunakan nama keponakanku mengundang dirimu." Su-to Yan tertawa, ternyata orang tua ber baju kuning ini adalah paman Bun In Hian, tapi apa maksud undangannya? Baikkah? Buruk kah? "Aku pernah menerima budi nona Bun." Berkata Su to Yan. "Bagaimana keadaannya? Baik-baikkah?" Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Terima kasih, ia dalam keadaan sehat wal'afiat." Berkata orang tua berbaju kuning itu. "Apa maksud panggilan yang mengundang diriku?" Bertanya Suto Yan. Orang tua berbaju kuning itu memandang Su-to Yan beberapa saat, kemudian dengan sepatah demi sepatah ia berkata. "Seperti apa yang kau tahu, golongan kami sangat mengutamakan disiplin keras, peraturan-peraturan sangat streng, tidak boleh dilanggar." Su-to Yan tertawa, tidak menjawab dan juga tidak menolak katakata itu, hendak diketahui apa maksud tujuan yang sebenarnya dari kata-kata orang tua berbaju kuning itu. Orang tua itu segera berkata kepada Su-to Yan. "Keponakanku telah menduduki ketua istana Belang Khong-kiokkiong, tugasnya berat, dia wajib menarik pulang kembali kitab ilmu pedang Maya Nada, Tapi kenyataannya tidak. ia telah mengikat tali persahabatan denganmu, dan mengabulkan tugas berat itu, ini tidak mengapa. Tapi kedudukannya sudah mulai goyah, bilamana ia tidak berhasil mengambil pulang kitab ilmu pedang Maya Nada, kukira ia bakal dicopot dari kedudukannya." Lagi-lagi soal kitab ilmu pedang Maya Nada. Orang tua berbaju kuning itu meneruskan pembicaraannya. "Sudah kuanjurkan kepada keponakanku itu, agar ia meminta kembali kitab ilmu pedang Maya Nada kepadamu. Tapi ia berkepala batu, dia kukuh, tidak mau melakukan tugas itu. Dia lebih suka meninggalkan kedudukannya, dari pada dipaksa bertempur dengan dirimu." Su-to Yan bersyukur kepada kepribadian Bun In Hian, syukur atas kerelaan hati dari ketua Khong-kiok kiong itu, bilamana Bun In Hian bersikeras, menggerakkan orang-orangnya sudah tentu akan terjadi pertempuran pertempuran yang lebih hebat. Kedalam tangan siapa terjatuhnya kitab ilmu pedang Maya Nada masih belum ditentukan, yang sudah pasti akan jatuh korbankorban, Tidak sedikit jatuh pengorbanan yang harus diserahkan. Langkah Bun In Hian cukup bijaksana, dengan penolak pengembalian kitab ilmu pedang Maya Nada ia bisa mempertahankan jiwa beberapa orang-orangnya. Tapi hal ini bisa membawa akibat lain, ia bisa dicopot dari kedudukannya sebagai ketua, Sesudah memberi keterangan yang panjang lebar, orang tua berbaju kuning itu memandang ke arah Su-to Yan, hendak melihat, bagaimana reaksi si pemuda. Untuk beberapa waktu, Su-to Yan juga tidak menjawab, ia harus berpikir lama. "Kami sangat membutuhkan kitab ilmu pedang itu," Berkata si orang tua berbaju kuning "Bisakah saudara Su-to menyerahkan kepada kami?" "Kitab ilmu pedang Maya Nada sudah tidak ada." Berkata Su-to Yan. "Darimana saudara Su-to bisa meyakinkan permainan ilmu pedang Maya Nada?" Orang tua berbaju kuning itu tidak percaya. "Dari sebuah goa peninggalan Kong-Sun Put-hay." Orang tua berbaju kuning berpikir lama, dan soal ini ia harus mengambil keputusan yang tepat. "Bisakah saudara Su-to memberikan catatan ilmu pedang itu?" "Aku masih mempunyai urusan," Berkata Su-to Yan. "Dilain hari, mengingat muka terangnya nona Bun In Hian, dan kemungkinan aku bisa membuat satu catatan yang baru, dan diserahkan kepada kalian, Tapi bukan ini waktu " Berkata Suto Yan. "Baiklah" Orang tua berbaju kuning itu akhirnya mengalah "Kami membutuhkan catatan catatan itu." Setelah berkata, orang tua berbaju kuning segera memanggil keluar. "Lekas antar tamu kita." Segera muncul sersan Lima Tiang Sun Hoa menghormat kepada Su-to Yan dan berkata. "Silahkan." Mengikuti Tiang Sun Hoa, Su-to Yan meninggalkan goa itu. Ia tidak berhasil menemukan Bun In Hoan tapi kesulitankesulitan itu belum selesai sampai disitu. Su-to Yan melanjutkan perjalanan seorang diri. Kemana ia hendak mengambil arah tujuan. Mengingat keadaan golongan Biarawati jaya yang masih misterius itu? Hari menjadi pagi kembali. Setapak demi setapak, Su-to Tan melanjutkan perjalanan. Angin utara masih bertiup kencang, seolah-olah marah kepada dunia yang tidak adil. Seseorang berlari datang, dengan keadaan sempoyongan, menuju kearah Su-to Yan, dikala sipemuda mementangkan matanya besar-besar ia mengenali orang itu, itulah pendekar Rajawali Emas Kie Eng. Cepat-cepat Su-to Yan menyongsong kedatangan Kie Eng, dan bertanya kepadanya. "Cianpwee,kan mengapa ?" Kie Eng sangat lelah sekali, dan ia berteriak girang. "Kau Su-to Yan ?" Su-to Yan menganggukkan kepala, Dengan girang Kie Eng berkata. "Syukur akhirnya aku bisa menjumpai dirimu." "Bagaimana cianpwee berada ditempat ini?" Bertanya Su-to Yan. "Kau menderita luka?" Kie Eng menyedot napasnya dalam-dalam ia berkata. "Aku sedang mencari dirimu." "Ada urusan apa?" Berkata Su-to Yan. "Golongan Biarawati Jaya telah merusak tempat kediamanku. Golongan Biarawati jaya telah melukai Wie Biauw." Lagi-lagi golongan Biarawati Jaya, Betul-betul golongan yang sangat istimewa. "Aku juga selalu diganggu oleh mereka." Berkata Su-to Yan. "Bahkan, Ie Han Eng juga jatuh kedalam tangan mereka, Kini aku hendak mencari tahu, dimana letak sarang mereka itu." "Aaaah... Ie Han Eng jatuh kedalam tangan mereka ?" "Betul." "Baik, Dalam hal ini, pertemuan kita sangat kebetulan. Hanya aku yang bisa memberitahukan, dimana letak sarang Biarawati jaya itu. "Dimana?" Berteriak Su-to Yan girang. "Tapi kau harus berhati-hati." Berkata Kie Eng. "Tempat itu bukanlah tempat yang mudah didatangi. Kecuali Kong Sun Put-hay, belum pernah ada orang kedua yang bisa memasuki sarang Biarawati jaya tanpa jiwa kembali. Kau harus berhati-hati." Ternyata Kong-Sun Put-hay pernah bentrok dengan golongan Biarawati Jaya, hal ini menggirangkan Su-to Yan, apalagi mengingat bahwa Kong-sun Put-hay itu tidak mati didalam markas besar golongan Biarawati Jaya. Mengapa ia harus takut, sedangkan ilmu kepandaiannya tidak berada dibawah Kong-sun Put-hay. "Lekas katakan, dimana letak sarang mereka itu," Berkata Su-to Yan. "Dari sini kau berganti arah kearah barat." Kie Eng memberi keterangan "Lima ratus lie kemudian disana terdapat sebuah gunung, sarang Biarawati jaya terletak dalam gunung itu. Di-atas puncak gunung terdapat sebuah kelenteng, namanya kelenteng Biarawati Jaya. inilah sarang mereka." "Terima kasih. Aku harus segera pergi ke-tempat "itu." Berkata Su-to Yan, ia hendak melejitkan diri meninggalkan Kie Eng. "Tunggu dulu." Berteriak Kie Eng. "Ada apa lagi." Bertanya Su-to Yan. "Tempat ini hanya aku yang tahu, tapi bukan maksudku untuk menjerumuskan dirimu, pesanku sekali lagi ialah berhati-hatilah." "Terima kasih." Berkata Su-to Yan. Dengan satu lejitan kaki, ia meluncur dan meninggalkan Kie Eng. Apa lagi langkah yang harus dilakukan, kecuali mendatangi sarang Biarawati jaya itu? Ie Han Eng telah menjadi tawanan orang-orang golongan Biarawati Jaya, Su-to Yan wajib memberi pertolongan dan pertolongan itu harus diberikan. Segera, Tidak menunggu-nunggu lagi, Su-to Yan menuju kearah tempat yang sudah diberitahu oleh Kie Eng. Su-to Yan berlari dengan mengikuti arah yang ditunjuk oleh Kie Eng. Betul! Ditempat itu terdapat sebuah gunung sangat tinggi sekali, puncaknya menjulang sehingga seperti mau menembus awan. Su-to Yan berpikir, inilah puncak yang menjadi sarang besar markas Biarawati Jaya. Untuk mengumpulkan semangat, Su-to Yan tidak segera menaiki tempat itu, ia duduk bersila, mengatur peredaran jalan darahnya, agar bertambah kuat bertambah sehat. Su-to Yan harus membikin satu kekuatan tempur yang terberat, bukan suatu mustahil, bahwa golongan Biarawati jaya itu mengumpulkan jago-jago undangan untuk menghadapi dirinya. Satu jam kemudian, Su-to Yan berhasil memulihkan tenagatenaga yang Susut itu, kini ia mulai menaiki puncak. Su-to Yan sangat berhati-hati. Bilamana golongan Biarawati jaya itu bisa memancing banyak jago-jago yang mau diadu domba dengan dirinya, tentu melepas banyak mata-mata, dan mata mata itu tersebar diseluruh pelosok, tidak terkecuali disekitar daerah mereka. Tiba dilereng gunung, Su-to Yan menoleh kebelakang, Rasa terkejutnya tidak kepalang, satu bayangan putih meluncur datang, kecepatannya seperti awan, gesit sekali, dan didalam sekejap mata bayangan itu telah terpeta jelas, itulah sikakek serba putih Tie It Ya. Tie It Ya sudah menyusul tiba, memandang kearah Su-to Yan sebentar kakek ini berkata. "Eh, kupingmu cukup panjang juga, he? Baru saja aku mendapat berita tentang letak sarang markas besar Golongan Biarawati jaya ditempat ini, kau sudah tiba lebih dahulu dari-ku." Su-to Yan terkejut, ternyata Tie It Ya juga hendak menyatroni Biarawati Jaya, Tapi karena adanya permusuhan ini, Tie It Ya memburu satu tujuan, mereka bisa menjadi kawan bukan lawan. Jatuhnya Ie Han Eng kedalam golongan Biarawati Jaya, diambil alih dari tangan Tie It Ya. Sedikit banyak, sikakek putih wajib bertanggung jawab. Kehadiran Tie It Ya ditempat ini tentu hendak menolong Ie Han Eng. Su-to Yan juga hendak menolong Ie Han Eng. Karena itu mereka mempunyai Bermusuhan dengan Biarawati Jaya. Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo