Pedang Wucisan 2
Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 2
Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung Han-kang Tojin mengeluarkan keringat dingin, ia terpantek ditembok tanpa berani ber kutik, leher bajunya digantung oleh pedang Cin Bwee. Pentilan dari Su-to Yan yang memantek Hon kang Tojin itu sangat luar biasa ! Kong-Sun Giok turut terkejut, bila bukan lemparan pedang Cin Bwee yang memaksa Su-to Yan menggunakan senjata mengalahkan lawannya, bukankah ia dipaksa melepas niatannya yang ingin memiliki pedang In-liong kiam ? Su-to Yan sangat menyesalkan datangnya pedang Cin Bwee. Tapi mengingat perbuatan Sang kawan yang bermaksud baik. ia dapat memahami keadaan tersebut, Han-kan Tojin masih belum berani berkutik Su-to Yan maju menghampiri tosu tersebut, tangannya bergerak menarik pedang yang tertancap. "Totiang boleh membalikkan badan." Demikian ia berkata. Sangat kasihan juga melihat si akhli pedang yang menembok rapat seperti itu. Cin Bwee berlompat-lompatan gembira, pada tanggapan dirinya, tentu lemparan pedang tadi yang membantu usaha Sang kawan untuk mengalahkan Han-kang Tojin, Aku berjasa ! Cin Bwee sangat bangga ! Kong-Sun Giok bermuram durja, anak buah nomor satu yang paling diandalkan menderita kekalahan, bagaimana ia tidak merasa turut malu ? Goan Thong lupa menutup kembali mulutnya yang terpentang lebar-lebar, mungkinkah hal itu betul-betul terjadi ? ia masih kurang percaya kepada kenyataan yang terbentang di hadapan dirinya, Han-kang Tojin adalah akhli pedang nomor satu, hanya kalah setingkat di bawah Kong-sun Giok, bagaimana dapat kalah oleh seorang pemuda yang baru menampilkan dirinya didalam rimba persilatan ? Su-to Yan memperhatikan keadaan disekeliling dirinya, didalam ruangan itu telah bertambah banyak orang, bagaimana bila mereka mengepung dirinya ? Dapatkah mengajak Cin Bwee melarikan diri dari kepungan mereka ? Kong-Sun Giok telah mendekati Su-to Yan, dengan wajah disungging senyuman, berkatalah Bengcu rimba persilatan itu. "Bagus ! Kau telah mengalahkan Han-kang Tojin, tapi masih ada aku Kong-sun Giok, berapa jurus lagi kau dapat melayaniku?" Su-to Yan tidak melayani tantangan Kong-Sun Giok, langsung menghampiri Cin Bwee, diserahkannya pedang kawan tersebut dan berkata kepadanya. "Mari kita meninggalkan tempat ini!" Cin Bwee maklum akan bahaya ditempat itu, ia mengikuti sang kawan, meninggalkan ruangan, dipintu telah menghadang dua puluh orang berbaju hitam. Kong-sun Giok tersenyum ditempat dan memberi perintah kepada orang-orangnya. "Tangkap mereka !" Dua puluh orang itu bergerak, dengan senjata-senjata mereka yang telah siap, menyerang Su-to Yan dan Cin Bwee. Su-to Yan yang sangat mendongkol "Belum tentu kalian dapat menguasai kami berdua," Katanya didalam hati, Berbareng, ia telah mengeluarkan satu lengkingan panjang, sepuluh jari tangannya direntangkan dari sana berkembang dan bertaburan uap hijau. Hampir bersamaan dengan gerakan sipemuda, delapan macam senjata telah berpindah ke-dalam tangan Su-to Yan. Belum pernah ada orang yang melihat ilmu silat seperti itu, mereka berteriak dan mundur jauh-jauh. Cin Bwee memandang sang kawan dengan kagum, itulah ilmu Thi-in-mo-nie-hun cauw. Satu macam lainnya dari sepuluh ilmu silat mujijat jaman purbakala, Sungguh diluar dugaan, bahwa kawan ini memiliki dua macam ilmu purbakala yang sudah terpendam lama. Su-to Yan berhasil memecahkan kurungan yang mengepung dirinya. Kongsun Giok dan Goan Thong turut mengejar keluar Su-to Yan menggibaskan tangan, maka delapan macam senjata musuh yang baru saja direbut itu bertebaran diudara, Dengan satu tangan ia rangkul tubuh Cin Bwee, menggandeng tubuh itu, segera mementalkan kedua kakinya, melewati diatas kepala orang orang yang masih bengong, ia meninggalkan gedung si Telapak Langit Goan Thong. Menyaksikan kecepatan tangan Su-to Yan, semua orang sudah bengong terlongong-longong, kini di saksikan lagi lain keakhliannya sipemuda didalam ilmu meringankan tubuh, semakin terpaku ditempat masing-masing. Dilihat sepintas lalu, gerakan Su-to Yan itu tiada keistimewaannya, Gerakan tersebut harus dipikir lagi mendalam maka terasa betapa hebat gerakan tersebut. Kong-sun Giok telah tiba dipelataran depan, disaksikan bagaimana Su-to Yan terbang diatas kepala orang-orangnya. ia turut memuji kepandaian lawan. Ilmu kepandaian Su-to Yan ingin mengimbangi dirinya pemuda itu pasti memegang peranan penting dikemudian hari. Goan Thong memandang Sang bengcu dan berkata. "Haruskah meneruskan pengejaran ?" "Biarkanlah ia lari," Berkata Kong-sun Giok tenang, ia telah mempunyai rencana lain, rencana yang lebih bagus dan lebih masak. Bagaikan ayam jago yang baru kalah bertempur, Han-kang Tojin tidak berani memandang bengcu tersebut, ia sedang berpikir, bagaimana hal barusan dapat terjadi, sedangkan pemuda yang menjadi lawannya belum ada pada daftar urutan orang-orang ternama? Goan Thong bersyukur kepada nasib peruntungan yang baik, bila Han-kang To-jin datang lambat beberapa menit, dirinyalah yang menempur Su-to Yan, dan sesudah ia bertempur dengan Su-to Yan, bukankah menderita kekalahan yang sama? Rasa malu dikalahkan oleh seorang pemuda yang baru muncul didalam dunia persilatan? Dan kejadian tersebut disaksikan oleh puluhan orang-orangnya, bagaimana ia dapat memimpin mereka peraturan-peraturan yang keras ? Kong-Sun Giok mengulapkan tangan, itu tanda agar semua orang berkumpul kembali ia harus memberitahu kepada mereka, bagaimana harus menghadapi musuh dikemudian hari. Meninggalkan Kong-Sun Giok, Goan Thong, Han-kang To-jin dan orang-orang mereka. Menyusul perjalanan Su-to Yan yang menggandeng Cin Bwee, setelah mereka melarikan diri dari gedung Goan Thong tanpa pengejaran, mereka dapat melakukan perjalanan dengan agak tenang, meletakkan tubuh sang kawan, dengan menggandeng tangan tersebut Su-to Yan berlari terus. "Cin Bwee terus berlari iapun berulang kali menoleh kebelakang, tidak ada seorangpun yang mengadakan pengejaran, walaupun demikian, tangan Su-to Yan masih tidak lepas-lepas menggandengnya, ia mengirikkan tangan tersebut dan bersungutsungut. "Hei, mengapa terus menerus memegang tangan orang? Kau kira aku masih kecil? Harus digendong dan digandeng?" Su-to Yan cepat-cepat berkata. "Maaf. Aku lupa melepaskan tanganmu yang halus." Ia bergurau. Su-to Yan mengucapkan kata kata tadi tanpa dipikir lebih dahulu, itulah kenyataan, dan Cin Bwee menyangka bahwa orang telah mengetahui penyamarannya, sengaja berlaku ceriwis, wajahnya menjadi merah, ia memonyongkan mulutnya seraya berkata. "Genit." Dikala Su-to Yan menggendong dan menggandeng tangan kawan itu, hidungnya mendapat serangan bau harum semerbak, bau yang seperti itu hanya dimiliki oleh kaum wanita, mendengar kata-kata teguran yang terakhir, semakin besar lagi kecurigaannya, ia menatap wajah yang cakap itu. Ketika Cin Bwee mendongak, terlihat Su-to Yan memperhatikan wajahnya, sepasang mata beradu. Untuk kedua kakinya, wajahnya Cin Bwee berubah. Segera ia cemberut "Kau pemuda genit, Aku tidak mau bersamasama denganmu." Setelah mengucapkan kata-kata yang seperti di atas, tanpa pamit lagi, tubuh Cin Bwee meleset, meninggalkan Su-to Yan, lenyap didalam semak-semak pohon, Sangat gesit sekali! "Aaah... Dia adalah seorang gadis yang menyamar." Su-to Yan sadar akan kesalahan yang telah diperbuat itu waktu, Cin Bwee telah lari jauh. Bila Su-to Yan tidak tahu keadaan asli kawan itu, tentu meluncur dan mengejarnya, dengan ilmu kepandaian yang dimiliki oleh si pemuda, tidak sulit untuk menyandak Cin Bwee. Apa mau, penyamaran Cin Bwee telah terbongkar, dimisalkan ia berhasil menguber, apa yang dapat dikatakan oleh mulutnya yang tipis? Su-to Yan sedang bimbang, ia serba salah. Pikirnya, biarlah, dilain hari masih ada kesempatan berjumpa lagi dengan gadis itu, ia akan meminta maaf atas kelancangankelancangan yang telah dilakukan. Hal itu tidak disengaja, bukan maksud dirinya yang hendak berlaku genit. Lain lagi pikiran Cin Bwee, ia melarikan diri dari Su-to Yan untuk mengadakan ujian dengan harapan pemuda itu mengejar, maka angka yang akan diberikan kepada Su-to Yan mendapat tambahan istimewa, Diapun jatuh cinta, Beberapa kali ia melirik kebelakang, ingin sekali dapat melihat bayangan pemuda itu muncul dibalik semak-semak. Kenyataan tidak demikian, ia agak kecewa, dihentikan langkah larinya, menunggu lagi beberapa lama, ia semakin putus harapan, hampir menangis di tempat itu. ia merasa kesal, membanting-banting kaki, Sebagai seorang gadis yang baru pertama kali terpikat oleh lain jenis, penderitaan itu sangat luar biasa. Cin Bwee meneruskan perjalanan dengan wajah sayu, langkah tidak bertenaga. Kemanakah ia harus pergi ? Pikirannya bekerja, kemanakah Su-to Yan pergi ? ia pernah dengar pemuda itu mengatakan bahwa maksud tujuannya adalah lembah Hui-in digunung Bu-san, mendapat tugas sang guru untuk menemui nona Ie Han Eng, menyerahkan pedang In-liong-kiam. Ie Han Eng mempunyai se Jilid kitab ilmu pedang Maya Nada, dengan pedang In-liong-kiam, tentunya Su-to Yan dapat menerima kitab ilmu pedang itu, Cin Bwee tidak akan mengiri akan hal ini. Cin Bwee berpikir lagi, adanya Ie Han Eng yang turut serta didalam hubungan mereka menimbulkan rasa dengkinya, Ie Han Eng adalah seorang nona yang terkenal cantik, seluruh rimba persilatan maklum hal ini. Ia sangat cemburu, ia harus turut serta didalam pertikaian itu, ia harus menyusul kelembah Hui-in. Cin Bwee berganti arah, langsung menuju kelembah Hui-in digunung Bu-san. Dilain pihak, Su-to Yan melanjutkan perjalanan dengan otak dikeliling oleh bayangan-bayangan wajah Cin Bwee yang sangat berkesan, ternyata kawan itu bukan pria, masuk di akallah yang mempunyai gerakan-gerakan dan prilaku yang lain daripada lainnya. Su-to Yan menggunakan tempo satu hari satu malam untuk sampai disungai Tiang-kang, melewati sungai yang menjadi perbatasan Utara dan Selatan, bebaslah kekangan Kong-sun Giok kepada dirinya. Sipemuda masih berpikir, mengapa si Pedang Selatan belum mengadakan gerakan-gerakan ? Disini Su-to Yan menemukan sedikit keanehan, Pada sebatang pohon terikat seorang yang bertubuh kurus kering, kepalanya terbelah oleh sebuah kampak tipis, darah masih mengalir keluar, kejadian itu belum lama. Hati si pemuda tercekat. Kampak tipis adalah senjata yang paling khas dari dua belas jago utama si Pedang Utara Auw-yang le, Ternyata tokoh akhli pedang itu mempunyai dua belas jago utama yang paling diandalkan, senjata mereka adalah kampak tipis, dimainkan dengan jurus tipu gerakan pedang, lebih praktis dari kampak biasa. Su-to Yan mengerti, mengapa orang-orang Kong-sun Giok tidak bergerak, tentunya dua-belas jago utama akhli kampak tipis dari si Pedang Utaralah yang menggagalkan mereka! Disini ada suatu bukti, seorang anak buah Kongsun Giok lagi mati dibawah kampak tipis. Pernah, pada beberapa waktu berselang, Si Pedang Utara Auwyang le membawa dua belas jago utama ini menyebrangi sungai Tiang kang itu waktu, ia tidak berhasil, Walaupun Kong sun Giok menderita luka-luka, beberapa kampak tipis binasa ditangan Bengcu tersebut, Auw-yang Ie harus melatih lama, mencari pengganti pengganti baru. Mulai dari saat itu, dua akhli pedang mendendam. Masing-masing maklum akan kepandaian lawan, mereka tidak berani mencari urusan, sungai Tiang kang ditetapkan sebagai daerah demarkasi, sebelah utara sungai tersebut berada dibawah kekuasaan Auw-yang le, dan Kong-sun Giok berkuasa untuk daerah Selatan. Kini, dua belas jago utama akhli kampak tipis telah menyebrangi sungai Tiang-kang, maksud mereka sangat jelas, tentunya bertujuan pedang In-liong. Su-to Yan meninggalkan orang yang sudah mati, ia meneruskan perjalanan, Tibalah ia ditepi Sungai Tiang-kang. Mata Su-to Yan celingukan mencari tukang perahu, lebar dan panjang sungai Tiang-kang tiada tara, perahu kecilpun takut ditenggelamkan oleh arus sungai itu, jarang sekali ada orang yang mau mengerjakan tugas tersebut. Hanya perahu-perahu besar yang berani mengarungi sungai Tiang-kang. Tiba-tiba, sebuah perahu besar mendatangi kearahnya, sangat cepat sekali, perahu itu sudah menurunkan layar, siap-siap mengadakan pendaratan. Su-to Yan berpikir. "Mungkinkah bertujuan kepadaku?" Perahu itu telah dekat sekali, dari dalam muncul seseorang, langsung memandang Su-to Yan berteriak. "Su to kongcukah disana? Bila kongcu membutuhkan perahu, aku Thung Kun Ie bersedia menyediakan tenaga?" Su-to Yan tidak kenal kepada Thung Kun le, tapi dari pembicaraan orang, ia seperti tahu bahwa Thung Kun Ie itu adalah salah satu dari anak buah Kong-sun Giok. Sambil tertawa, Su-to Yan menjawab. "Terima kasih, Dimanakah Kong-sun beng-cu berada ?" Sebelum Thung Kun Ie memberikan jawaban, dari dalam perahu muncul lagi seseorang itulah Kong-sun Giok, dengan wajah tersungging senyuman, bengcu itu berkata kepada Su-to Yan. "Kong-sun Giok ada ditempat ini. Saudara Su-to, naiklah, aku ingin berunding denganmu." Su-to Yan tertawa, ia bernyali besar, dengan satu gerakan yang enteng, ia melayang dan menuju keperahu Kong-sun Giok, terakhir dengan gerakan Peng-san Kie-ya, meletakkan kedua kakinya dipapan perahu. "Bagus!" Kong-sun Giok memberikan pujian. "ilmu meringankan tubuh saudara Su-to juga luar biasa." "Terima kasih." Su-to Yan memperhatikan keadaan perahu itu, cukup besar, tidak ada yang mencurigakan Disaat ini ....Dari hulu sungai mendatangi lain perahu sangat besar kecepatannya luar biasa. Sangat pesat sekali, bilamana bila dari jauh perahu tadi terlihat kecil, kini sangat jelas, lebih besar dari perahu Kong-sun Giok, sebentar kemudian, sudah merendengi perahu Pedang Selatan itu. Kong-sun Giok memperhatikan kedatangan Sang perahu, panji perahu berbendera kuning segi tiga, itulah bendera tanda si pedang utara Auw-yang Ie. Apakah maksud kedatangan Auw-yang Ie? Mungkinkah turut menghendaki pedang In-liong kiam ? Sebelum Kong-sun Giok dapat memecahkan pertanyaan itu, tibatiba tampak seorang pemuda berwajah kuning berada di geladak depan dari perahu yang baru datang, itulah Auw-yang Ie. -ooo0dw0oooSi pedang Utara Auw-yang Ie memunculkan diri ! Perlahan-lahan, Auw-yang Ie mengangkat kedua tangannya, ia memberi hormat berkata. "Selamat bertemu Kong-sun bengcu." "Orang she Auw-yang, kau telah mengingkari janji tempo hari?" Kong-Sun Giok mengadakan teguran. Auw-yang Ie tertawa terbahak-bahak. "Saudara Kong-Sun." Ia berkata. "dahulu kita mengadakan perjanjian untuk memisahkan daerah kekuasaan secara tegas. Sungai Tiang-kang adalah garis demarkasi, kau di Selatan dan aku menguasai daerah Utara. Hari ini, kita sama-sama berada diatas permukaan sungai Tiang kang, sama-sama didaerah demarkasi, aku tidak mengadakan teguran, bagaimana kau boleh menegur diriku? Apa yang kau maksudkan melanggar janji ? Ha, ha, ha, ha...." Kong-sun Giok tidak dapat mendebatkan kali ini, ia kalah suara. "Saudara Kong-sun," Berkata lagi Auw-yang le! "Hampir kau meninggalkan daerah ke kuasaanmu, tentunya ada urusan luar biasa, perkara apakah yang menyulitkan dirimu ?" Kong-sun Giok segera menjawab pertanyaan. "Aku hendak mengadakan perundingan dengan saudara Su-to Yan ini, perihal bagaimana harus meminjam pedang In-liong-kiam. Mungkinkah kau mempunyai maksud tujuan yang sama ?" Si Pedang Utara Auw-yang Ie menganggukkan kepala, ia membenarkan dugaan orang, katanya. "Cocok! Kau sangat pandai menduga isi hati orang." "Oooo....silahkan naik ke atas perahuku," Berkata Kong-sun Giok. "Kita mengadakan perundingan bersama." "Baiklah." Sementara itu, tubuh Auw yang Ie telah berpindah ke atas perahu Kongsun Giok. Kong-sun Giok, Su-to Yan dan Auw-yang Ie masuk kedalam perahu. Setelah masing-masing mengambil tempat duduk, Kong-sun Giok membuka suara. "Saudara Su-to, bagaimana kita harus menyelesaikan persoalan pedang In-liong? Yang tahu rahasia itu hanya kita bertiga." "Maksudmu bagaimana?" Inilah suara pedang Utara Auw-yang Ie. ia memandang rendah kepada kehadirannya Su-to Yan, langsung nyeletuk, memotong pembicaraan itu, pertanyaan diajukan kepada Kong-sun Giok. Sipedang Selatan memberikan keterangan. "Menurut janji yang diberikan oleh Ie Han Eng kepada rimba persilatan, pedang Ie-liong, dapat ditukar dengan ilmu pedang Maya Nada. Siapa yang memiliki pedang Ie-liong, dia berhak untuk menuntut ilmu pedang luar biasa itu. Nah, kini pedang telah berada diatas perahu, siapa diantara kita bertiga yang harus memilikinya?" Mendengar keterangan Kong-Sun Giok, Su-to Yan mengerti akan duduk perkaranya. Betapa pentingnya pedang In-liong, ternyata dapat ditukar dengan semacam ilmu pedang luar biasa, ilmu pedang yang bernama Maya Nada itu! Dikala Su-to Yan mendapat tugas untuk membawa pedang Inliong-kiam kelembah Hui-an, gurunya tidak memberi tahu tentang adanya syarat seperti itu, maka si pemuda kurang berhati-hati, memperlihatkan pedang tersebut kepada Kong-Sun Giok. Kini segala sesuatu telah jelas, ia harus berhati-hati menjaga keselamatan pedang. Melihat sikap Su-to Yan yang diam, pedang Utara Auw-yang Ie memandang rendah pemuda itu, ia menduga kepada Sitolol yang mudah dihina, pemuda kemarin yang mudah dipermainkan. Dan tanpa menganggap kehadiran Su-to Yan ditempat mereka, ia berkata kepada Kong-sun Giok. "Tentunya kau bermaksud menentukan hak milik dengan kekerasan, bukan? Aku sangat Setuju. Sebagai pemimpin-pemimpin dari daerah Utara dan selatan, sekali lagi kita mengadakan adu keakhlian, siapa yang mempunyai ilmu pedang yang lebih tinggi, pasti dia keluar sebagai juara, Dan itulah orang yang berhak memiliki pedang In-liong Kiam." "Bagaimana dengan Saudara Su-to?" "Ha, ha, Dia pasti setuju, ia harus setuju kepada putusan kita." "Saudara Auw-yang, kau keliru." Berkata Kong-sun Giok. "Saudara ini memiliki dua macam ilmu purbakala, Bagaimana kau dapat memandang rendah dirinya?" Auw-yang Ie terkejut, ia melirik kearah Su-to Yan, dilihat pemuda itu masih anteng-anteng ditempat semula, seolah-olah tiada hubungan sama sekali, pemuda tolol seperti ini haruskah ditakuti? Mungkinkah dapat memiliki ilmu silat jaman purbakala? Bahkan lebih dari satu macam? tidak mungkin Kong-sun Giok mengucapkan sesuatu yang tidak menjadi kenyataan, ilmu purbakala tidak boleh dipandang ringan, siapa yang memiliki satu macam dari 10 macam ilmu Silat mujijat tersebut, orang itu sudah digolongkan kedalam jago silat kelas satu, kini Su-to Yan memiliki dua macam ilmu luar biasa, tidak boleh dipandang ringan. "Kalau begitu, bagaimana bila kita bersatu?" Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Auw-yang Ie memandang Kong-sun Giok. "Siapakah yang dapat mengalahkan tenaga gabungan, pedang Utara dan Pedang Selatan. Urusan diantara kita lebih mudah diselesaikan, bukan?" "Tapi, aku lebih suka bekerja sama dengan saudara Su-to untuk mengalahkanmu." Berkata si pedang Selatan Kong-sun Giok. Auwyang Ie melengak. Sungguhlah diluar dugaan, bila Kong-Sun Giok menolak tawaran itu, Bila si pedang selatan mau diajak bekerja sama, melenyapkan Su-to Yan, diantara kedua pedang itu akan bertempur menetapkan kekuatan, siapa yang menang, itulah yang berhak memiliki pedang In-liong. Auw-yang Ie melirik kearah Su-to Yan, agaknya pemuda itu masih sangat tenang. "Bagaimana pendapat saudara Su-to tentang tawaran saudara Kong-sun tadi?" Ia ber tanya kepada pemuda itu. Su to Yan mengeluarkan pendapat. "Ada baiknya, bila kalian berdua yang menetapkan persoalan tadi." Auw-yang Ie melirik kearah Kong-sun Giok dan bertanya. "Bagaimana?" Kong-sun Giok menggeleng gelengkan kepala. "Aku tidak bersedia bekerja sama denganmu." "Baiklah." Berkata Auw-yang Ie. "Terpaksa aku harus mendahului gerakan rencanaku." Tiba-tiba akhli pedang dari Utara itu mengeluarkan satu pekikan panjang, bergema hingga diseluruh permukaan air. Berbareng, terdengar suara bergedebrukannya dari orang-orang yang roboh di lantai kapal Kong-sun Giok. Diluar telah terjadi pertempuran. Wajah si Pedang Selatan berubah. "Auw-yang Ie," Ia membentak. "Kau ada menyembunyikan orang orangmu didalam perahu ini?" Auw-yang Ie tidak perlu memberikan jawabannya. Disaat itu, pintu telah didobrak dari luar, disana muncul beberapa orang, masing-masing memegang sepasang kampak sangat tipis, itulah dua belas anak buah pilihan Auw-yang Ie dengan dua belas pasang kampak-kampak tipis mereka. Kong-sun Giok sangat marah sekali, ia membentak. "Auw-yang Ie, berani kau kurang ajar di atas kapal ku?" "Ha, ha, ha, ha... ." Pedang Utara tertawa. "Manakah orangorangmu?" "Agaknya kau telah menghilangkan semua rintangan, bukan?" Kong-sun Giok tidak melihat adanya orang-orang yang telah dibawa, termasuk juga Thung Kun Ie. Auw-yang Ie memberi keterangan. "Sebenarnya, aku ingin bekerja sama denganmu. Apa mau, kau tidak tahu diuntung, Menolak terlalu cepat, inilah hasil diri perbuatanmu sendiri." Kong Sun Giok telah berhasil menguasai kemarahannya, melihat situasi yang tidak menguntungkan ia telah mempunyai rencana lain, dengan dingin berkata. "Auw-yang Ie, kau telah berhasil menyingkirkan semua orangorangku, tentunya menganggap bahwa kemenangan telah berada dipihakmu, bukan?" Auw-yang Ie tertawa nyengir, ia memandang ke arah orangorangnya, meminta laporan mereka. "Kapal kita telah bocor." Melapor seorang. "Demikianpun dengan kapal ini." Sambung Kong-sun Giok. "Kau harus ingat, dimana kah kini kita berada? Diatas permukaan air, di tengah-tengah sungai Tiang-kang yang sedang mengalir deras, Semua jalan sungai sudah kututup, sedangkan pengemudi kapal ini, sebelum ia mati atau mengalami sesuatu, telah kuperintahkan untuk merusak papan, ia harus menenggelamkannya. Nah! pikirlah, apa kau juga dapat lolos dari kematian ?" Auw-yang le terkejut. Tampak ia mengerutkan kedua alis, dan akhirnya iapun menjadi sangat gelisah. "Cincang dua orang ini!" Demikian sipedang Utara Auw-yang Ie memberi perintah kepada orang-orangnya. Dua belas jago utara dari daerah utara dengan dua belas pasang kampak tipis mereka mengurung semakin rapat. Kong-Sun Giok telah mengeluarkan pedang hanya beberapa tangkisan, ia berhasil menyingkirkan serangan orang-orang itu, ia berada di atas kapalnya sendiri, tentu lebih apal, tikung sana tikung sini, pada suatu ketika, ia berhasil lompat keluar. Dua orang dengan empat kampak tipis mengancam Su-to Yan. Jago kita tidak berpeluk tangan lagi, ia berkelit, kemudian mencabut pedang, hanya satu sentakan, ia membuat delapan kampak itu - terbang. "Trang ... Trang ... Trang . , . Trang." Empat kampak lagi diterbangkan, Orang-orang Auw-yang Ie menjadi gentar, mereka mundur jauh-jauh. Su-to Yan berhasil keluar dari geladak kapal, Terlihat Kong-sun Giok sedang bertempur seru dengan Auw-yang Ie, ilmu kepandaian dua orang itu seimbang, tidak mudah menentukan kemenangan Melihat jago-jago utamanya tidak berhasil membendung pemilik pedang In-liong, Auw-yang Ie terkejut. Kesempatan ini telah digunakan oleh Kong-Sun Giok, ia lari ke buritan kapal, melepaskan perahu kecil, laju sekali, perahu itu menjauhkan kapal besar yang sudah mulai tergenang dengan air. Dengan satu loncatan, Kong-sun Giok nangkring diatas perahu itu. Auw-yang Ie mengejar kearah Su to Yan. Dari atas perahu kecilnya, Kong-sun Giok berteriak. "Su-to Yan, datanglah kemari, kita belum selesai mengadakan pertempuran. Su-to Yan agak tertarik kepada Kong-sun Giok, bila dibandingkan dengan kepribadiannya Auw-yang Ie. Tentu saja, si pedang Selatan lebih pandai mengambil hati orang, tidaklah seperti si pedang Utara yang sangat kasar. Keadaan sudah sangat gawat, Su-to Yan menyimpan pedang, dipungutnya Sebingkai papan, dilempar kearah permukaan sungai, Begitu tubuhnya melayang, dengan tepat jatuh pada papan itu, dari sana, ia lompat lagi kearah perahu kecil Kong-sun Giok. Kong-sun Giok mengeluarkan pujian. "Bagus. Aku Kong-sun Giok harus memberikan pujian kepada ilmumu ini." Su-to Yan telah berada diperahu kecilnya, ia menganggukkan kepala. "Terima kasih." "Jangan terlalu cepat mengucapkan terima kasih, sebentar lagi, mungkin kau mengutuk dan memaki-makiku." "Masih ingin meminjam pedang In-liong?" "Betul, sekali lagi kuulang permintaanku. Walaupun berada ditempat ini, aku masih membutuhkan pedang tersebut. Serahkanlah pedang In-liong." Su-to Yan tersenyum-senyum, ia memberi jawaban yang sama. "Maaf, Aku belum dapat melulusi permintaan itu." "Jawaban yang sudah kuduga." Berkata Kong-sun Giok. "Di misalkan berganti kedudukan. Aku yang memiliki pedang In-liong, dan kau yang meminta pedang itu, Akupun tidak akan menyerahkannya, Kecuali..." "Maksud saudara Kong-sun...." "Kecuali didalam keadaan-keadaan tertentu." "Apakah yang kau maksud dengan keadaan-keadaan tertentu itu?" "Kudengar Goan Thong bercerita, kau memiliki ilmu silat Siauwlim-pay. Tapi kau menyangkal dan mengatakan, kau bukan murid Siauw-lim-pay." Su-to Yan terkejut, hatinya berkata. "tidak kusangka, Kong-Sun Giok memang mempunyai keistimewaan. Penilaian sangat luar biasa." Dan ia memberikan jawaban. "Aku bukan anak murid Siauw-limpay." "Betul. Kau bukan anak murid Siauw-lim pay, Tapi, dikala kau menempur Han-kang To-jin beberapa jurus tipu silat dapat kau gunakan baik." "Tapi, aku bukan murid Siauw-lim-pay." "Siapakah orang yang menjadi gurumu?" Su-to Yan tidak mau menyebut gurunya. "Kau adalah anak murid Ciok Pak Jiak, orang yang pernah menepuk mati In-khong Hum dari Siauw-lim sie" Su-to-Yan kaget, sungguh diluar dugaan, bagaimana Khong-Sun Giok dapat menyebut nama gurunya? "Bagaimana kau tahu?" Ia minta keterangan yang lebih jelas. "Saudara Su-to, seluruh dunia persilatan telah kujelajahi penuh, Mengapa tidak tahu? Mana mungkin tidak dapat mengenali ilmu silat aliranmu?" Su-to Yan diam tidak bicara. "Saudara Su-to," Panggil lagi Kong-Sun Giok. "Sekarang begini Saja, pedang In-liong kau serahkan kepadaku, ambillah pedang Selatanku, Didalam perjalananmu didalam dunia persilatan, walaupun kau orang baru, kutanggung tidak akan mendapat gangguan, bila kau mau menonjolkan pedang Selatan itu ." Su-to Yan tertawa, ia memberikan jawaban. "Kong-Sun bengcu, tidak kusangka, kau begitu mendesak, Ketahuilah bahwa pedang In-liong harus diserahkan kepada Ie Han Eng, bagaimana aku memberikan pertanggungan jawab ku, bila tiba dilembah Hui-in tanpa pedang tersebut? inilah pesan guruku sebelum beliau menghembuskan napasnya yang penghabisan." "Kau salah paham. Aku hendak membantu ketenangan diperjalananmu. Tapi kelihatannya, kau salah menerima maksud baik orang." "Aku selalu berterima kasih kepada setiap kebaikan-kebaikan yang orang berikan, Termasuk juga kebaikanmu. Tapi, kalau orang memaksa seperti kau ini, bagaimana aku mengerti ?" "Bagus, Nanti, kalau sudah kusebarkan dan siarkan bahwa kau adalah muridnya Ciok Pok Jiak, entah berapa banyak orang yang akan memusuhi dirimu, menghalang-halangi perjalananmu, mengganggu kehidupanmu. Gurumu mempunyai banyak musuh, maklumlah akan hal ini?" Su-to Yan belum menjawab, Kong-sun Giok sudah menyambung lagi. "Ditambah dengan urusan pedang In liong, dengan adanya pedang itu padamu, bila tokoh-tokoh rimba persilatan mengetahui berapa banyaknya orang yang ingin merebutnya? Berapa banyakkah yang dapat kau halau? Sangat berbahaya, dapat kau menginsafi keadaan ini" "Aku tidak perduli." Jawab Su-to Yan singkat. "Baik, Aku gagal dalam usaha melakukan jalan perdamaian, Apa boleh buat, aku harus mendapatkan pedang In liong dengan cara kekerasan." "Boleh kau coba." Su-to Yan menantang, ia tidak gentar. Suasana semakin tegang, keadaan yang meruncing tidak dapat dielakan lagi, jalan pemecahan hanya satu, itulah pertempuran, pertarungan diatas permukaan air yang sangat berbahaya. Perahu meluncur kearah hilir sungai. "Bagus, Aku harus menempur anak murid Ciok Pak Jiak, orang yang pernah mendapat julukan iblis Sesat Nomor Satu." Berkata Kong-Sun Giok. "Aku bergembira dapat di tempur oleh ahli pedang nomor satu untuk daerah Kanglam." Su-to Yan tidak mau kalah suara. "Sret ..." Pedang Kongsun Giok telah keluar dari sarungnya, wajahnya bersungguh-sungguh. Melihat sikap yang dibawakan oleh lawannya, Su-to Yan maklum, ilmu pedang si Pedang Selatan jauh diatas ilmu pedang Han kang To jin. Su-to Yan tidak berani lengah, ia melintangkan pedang didepan dada, itulah penjagaan terkuat. Dengan sepasang mata menatap batang pedang lawan, selalu siap menerima serangan. Kong-sun Giok belum pernah dikalahkan orang, bila pada saat sebelumnya, ia bersikap tenang dan memandang rendah ilmu kepandaian lawan, Kini sikap itu telah dibuang jauh-jauh. Su-to Yan anak murid Ciok Pak Jiak, jago Sesat nomor satu yang pernah menggemparkan rimba persilatan. Dan lain dari pada itu, diapun memiliki dua macam ilmu silat mujijat dijaman purbakala, tidak mudah untuk menjatuhkan jago muda ini. Nama Kong-sun Giok terdaftar pada deretan pertama, Su-to Yan tidak ada niatan untuk mengalahkan ahli pedang itu, ia boleh merasa puas, bila dirinya tidak dijatuhkan lawan. Dari posisi kedudukan yang diambil, ia memilih jalan perdamaian, jalan ini ditempuh dengan mempertahankan diri lebih kuat lagi. Lama sekali keadaan itu berlangsung. Kong Sun Giok menunggu kelemahan orang, dan ia tidak berhasil. Dilihat bagaimana rapat penjagaan Su-to Yan, diam berdiri diburitan perahu, bila serangannya tertutup, tidak mudah ia membalikkan keadaan, maka ia harus berhati-hati. Lain pikiran mengarungi benak Kong-sun Giok, Diketahui bahwa Ciok Pak Jiak mendapat nama karena sepasang telapak tangannya yang luar biasa, tidak ada keistimewaan untuk menguasai ilmu pedang, Su-to Yan adalah murid jago sesat itu, mungkinkah dapat melebihi gurunya? Lain pikiran berkata kepada Kong-sun Giok, dirinya mendapat julukan si Pedang Selatan, mungkinkah harus takut kepada pemuda baju putih itu? Kong-sun Giok menyedot tarikan napas yang panjang., kemudian melempangkan ujung pedang, disodorkan kedepan, perlahan sekali. Serangan yang sangat biasa, Tapi penuh perubahan, serangan untuk menjajal, sampai dimana reaksi lawan. Su-to Yan masih membiarkan pedangnya melintang didepan dada, dia tidak bergerak, seolah menutup mata dari serangan KongSun Giok. Kong-Sun Giok tidak meneruskan serangan itu, pedang ditarik pulang, dari arah lain, ia mengadakan jajalan yang kedua. Su-to Yan bergeser sedikit, walaupun begitu, pedang melintang melindungi dada, tidak merubah posisi melindungi diri. Lagi-lagi Kong-sun Giok membatalkan serangan, berganti arah lain, mendorong maju pedang. Seperti keadaan pertama, karena pedang Kong-Sun Giok di mainkan sangat perlahan. Su-to Yan tidak menangkis serangan menggebraknya, ia tidak dapat diganggu. itu, juga tidak Delapan kali Kong-sun Giok mengadakan gangguan, Delapan kali pula Su-to Yan berganti arah, didalam keadaan posisi kedudukan yang sama. Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kini Kong-sun Giok maju dua tapak, jarak mereka telah dipersingkat, ujung pedang mengarah jalan darah Keng-kie-hiat. Su-to Yan harus memiringkan pedangnya, dengan mudah menyingkirkan serangan pedang lawan. Kong-sun Giok tetawa, tubuhnya mundur. Cepat, hal ini penting, mengingat serangan balasan yang musuh akan dilontarkan kepada dirinya. Tapi Su-to Yan tidak mengejar Sipedang Selatan, lagi-lagi ia melintangkan pedang membuat penjagaan kepada diri sendiri. Suatu tanda2 bahwa pengalaman tempur pemuda itu sangat cetek sekali. Kong-sun Giok berhasil mengetahui kelemahan lawan, ia pun tahu dimana letak kekuatan lawan, kini maju kembali, pedang diputar kencang, mengirim beberapa serangan, sebentar dari atas, sebentar dari samping, dan sebentar lagi membabat sepasang kaki musuh itu. Su-to Yan memiliki beberapa macam ilmu ampuh, sayang kurang pengalaman, belum lancar menggunakan ilmu-ilmu itu, sedang orang yang dijadikan lawan adalah bengcu daerah Kang-lam, terlalu berat. Menangkis lagi dua kali, tusukan pedang Kong-sun Giok yang berikutnya tidak tertahankan ujung pedang menusuk beberapa senti di pundak kanannya. Su-to Yan mengeluarkan suara gerengan, tangan yang memegang pedang yang menjadi lemas, hampir ia melepaskan pedang ln liong. Sadar akan pentingnya pedang tersebut, dengan menahan rasa sakit, ia tidak mau melepaskannya. Tangan kirinya masih mempunyai kebebasan, dengan satu jurus Han-In Ciok goat dari ilmu purbakala Pie-Pa-cap-Sa-san Chiu membacok tangan lawan. Kong-sun Giok dipaksa mundur. Betapa lihay ilmu tersebut, ia sangat maklum. Su-to Yan harus mempertahankan pedang In-liong, tidak ada lain jalan, setelah berhasil mendesak lawan, seketika itu juga, ia lompat kedalam air. Kong-sun Giok melengak, ia tidak tinggal diam, diketahui bahwa lawan telah menderita luka, mengetahui Su-to Yan telah berada diair, ia pun meluncurkan perahunya, mengejar. Su-to Yan menggunakan air sebagai senjata, lagi-lagi ia mengalami kegagalan, pedang Kong-Sun Giok sangat cepat, pada suatu ketika, pedang itu melukai paha kiri. Karena terlalu banyak mengeluarkan darah, Su-to Yan tidak dapat mempertahankan dirinya, tubuhnya tenggelam ke dasar sungai. Kong-sun Giok kehilangan lawan tersebut. Sebentar kemudian, terlihat air merah yang menuju kearah perahunya, itulah darah Su-to Yan. Su-to Yan tenggelam sambil memegangi erat-etat pedang Inliong, biar bagaimana, ia harus mempertahankan pedang itu. Terbawa arus sungai, ia diombang-ambingkan ombak. bertahan beberapa saat, dan iapun pingsan, tidak sadakan diri lagi. Air sungai Tiang kang mengalir. Berapa lama ia tidak ingat orang, Su-to Yan tidak tahu. Dikala ia membuka matanya, ia mendapatkan sudah berbaring di suatu tempat yang empuk, ternyata sudah ditolong orang. Gerakan yang pertama adalah mencari pedang In-liong, dan pedang itupun telah tiada pada tangannya. Ia kaget sekali, cepat-cepat lompat bangun. Sekujur badannya dirasakan sakit, ia terjatuh kembali. Su-to Yan berusaha memperhatikan keadaan itu, dirinya berada didalam sebuah perahu lain, cukup besar, perahu ini bukan perahu besar Kong-Sun Giok yang sudah tenggelam, juga bukan milik Ouw yang Ie yang sudah bocor. Seorang gadis pelayan masak kedalam ruangan itu. Melihat keadaan Su-to Yan yang sudah siuman, ia berteriak girang. "Ooo... Kong cu sudah ingat orang?" "Dimanakah pedangku ?" Su-tu Yan tidak dapat melupakan pedang In-liong, segera ia bertanya kepada gadis pelayan itu. Sigadis tertawa, dengan senyum manis, ia berkata. "Kau agak kurang tahu aturan, Bukannya bertanya kepada orang yang menolong dirimu, tapi soal pedang yang sangat diperhatikan." "Tapi, nona..." "Jangan panggil aku nona, panggil saja aku Siauw-In, itulah namaku." "Nona Siauw In." "Siauw ln saja cukup." "Oh, Siauw In, kau telah menolong diriku? Terima kasih." "Hi, hi, hi ....Bukan aku yang menolong, Tapi, nonaku yang telah berusaha menolong dirimu." "Nonamu ? Dimanakah ia berada ?" "Mau apa bertanya pedangmu itu ?" Tentang dirinya? ingin menanyakan "Oh, oh ....Aku ingin mengucapkan terima kasihku." "Nah, lihatlah, nonaku telah datang." Berkata gadis pelayan yang bernama Siauw In itu. Seorang gadis berbaju hijau berjalan datang, sangat agung sekali, ia menghampiri tempat pembaringan. Su-to Yan menunjuk hormatnya, ia berkata. "Terima kasih kepada budi nona yang telah menolongku dari kesulitan." Gadis itu menganggukkan kepala, ia berkata. "Keadaaamu masih belum baik betul, aku harus menambah obat untukmu, tunggulah sebentar." Dan gadis itupun pergi lagi, meninggalkan ruangan yang ditempati Su-to Yan. Hanya Siauw In dan Su-to Yan masih belum lepas memandang kearah lenyapnya bayangan gadis berbaju hijau tadi. "Su-to Yan," Siauw ln memanggil. "jangan kau berpikir yang bukan-bukan kepada nonaku." Su-to Yan terkejut, cepat-cepat ia mengalihkan pandangan. "Eh," Tiba-tiba ia memandang Siauw In "Bagaimana kau tahu aku, bernama Su-to Yan." Siauw In tertawa. "Mengapa tidak ?" Ia berkata. "Siapakah yang berani menempur pedang Utara dan pedang Selatan sekaligus ? Bila bukan Su-to Yan yang ternama ?" Su-to Yan menundukkan kepala, bagaimana ia dikatakan menempur Pedang Selatan dan Pedang Utara, jiwanyapun hampir direngut oleh maut. "Aku sangat berterima kasih kepada kalian," Ia berkata perlahan. "Terima kasih ? Huh, mengapa kau ingin merencanakan sesuatu kepada nonaku ?" "Merencanakan sesuatu ?" Su-to Yan tidak mengerti. "Kau kira aku tidak tahu ? Setelah melihat wajah nonaku, matamu menjadi merah, kuning, hijau, sangat liar, seperti juga orang-orang lainnya, entah apa yang sedang kau rencanakan kepadanya ?" Su-to Yan menyengir, ia dianggap sebagai pemuda ceriwis. "Jangan kau menyangkal." Berkata lagi Siauw In. "Setiap lelaki yang bertemu dengan nona pasti memandang seperti itu. pengalamanku didalam hal ini tidak dapat dikelabui orang." "Jangan kau sama ratakan semua orang." Berkata Su-to Yan. "Huh, bagaimana kau memandang nonaku tadi ? Kau kira aku tidak tahu ?" Su-to Yan diam, ia tidak mau berdebat dengan gadis seperti Siauw In. "Hh," Melihat pemuda itu diam, Siauw In gatal mulut. "Apa yang sedang kau pikirkan." "Sedang kupikirkan, kemanakah kalian ingin pergi?" "Mengapa?" "Aku sedang menjalankan tugas." "Menjalankan tugas? Tugas yang bagai manakah yang sedang kau jalankan? Bolehkah kau beri tahu kepadaku?" Bertanya Siauw In yang ternyata sangat usil sekali. "Gunung Bu-San." "Gunung Bu-san adalah di hulu sungai, dan perahu kita inipun sedang melakukan perjalanan kearah itu. jangan kau khawatir, tidak menelantarkan tugasmu." "Mengganggu kalian." Berkata Su-to Yan.."Eh, kau hendak kegunung Bu-san? Siapa kah yang hendak kau jumpai?" "Aku harus menemukan seorang gadis yang bernama Ie Han Eng." Berkata Su-to Yan secara jujur. "le Han Eng?" Siauw In membelalakan mata. "Huh? Lagi-lagi Ie Han Eng. Dimanakah letak kebagusannya? Mungkinkah nonaku kalah cantik dari Ie Han Eng?" Su-to Yan memandang gadis pelayan itu. Dengan sungguh-sungguh Siauw In berkata. "Kuanjurkan kepadamu, ada lebih baik tidak menemui Ie Han Eng." "Mengapa?" Su-to Yan semakin bingung. Dengan berbisik-bisik, Siauw In berkata perlahan. "Kuberitahu kepadamu, bahwa nona kami adalah musuh orang yang bernama Ie Han Eng itu." "Eh, siapakah nama nona kalian?" Siauw In ingin memberi jawaban, tapi dari luar sudah terdengar teriakan Sang nona majikan. "Siauw In, jangan kau mengganggu Su-to kongcu, ia harus banyak istirahat." Siauw In mencibirkan bibir, dan membalikkan tubuh, meninggalkan Su-to Yan, Su-to Yan masih mengunyah kembali keterangan-keterangan Siuw In, nona majikan Siauw In adalah musuh Ie Han Eng? Mengapa setiap orang didunia ini memusuhi Ie Han Eng? Teringat kepada Cin Bwee, gadis itupun tidak puas kepada Ie Han Eng, dimanakah letak ketidak puasan itu? ia harus mengorek sedikit keterangan. Pertanyaan yang tidak dijawab, tentu saja Su-to Yan tidak tahu, betapa cantik wajah gadis yang bernama Ie Han Eng, dia adalah gadis tercantik untuk masa itu, semua wanita mengiri kepadanya, semua gadis dengki kepadanya, dan inilah sebab penting, mengapa Cin Bwee dan Siauw In tidak puas kepada Ie Han Eng. Seorang diri ditempat itu, Su-to Yan mengatur peredaran darahnya, menyembuhkan luka-luka yang diderita, ia mengeluarkan terlalu banyak darah, dan itu membutuhkan istirahat yang banyak. Setengah jam kemudian, lapat-lapat terdengar suara pintu dibuka, dan seseorang memasuki kamar itu, berdiri didepannya beberapa saat, meletakkan sesuatu, dan pergi kembali. Semua pusat perhatian Su-to Yan sedang dicurahkan untuk mempercepat peredaran darah nya, karena itu tidak boleh mendapat gangguan walaupun tahu akan kedatangan orang itu, ia tidak membuka mata. Sata jam lagi berlalu, Su-to Yan berhasil mengalirkan semua peredaran jalan darah, ia menyedot hawa napas dalam-dalam, pandangan lebih terang, Terpikir akan kejadian tadi, ia mengucurkan keringat dingin. Tentunya sigadis berbaju hijau yang datang, maka ia tidak mengganggu bukankah akan celaka? Dugaan Su-to Yan tidak salah, setelah mengetahui bahwa pemuda itu telah selesai menekunkan dirinya, sigadis berbaju hijau masuk kembali, Dengan senyuman manis, ia berkata. "Kudengar kau memiliki dua macam ilmu purbakala, tidak kusangka, kecuali itu, kau juga pandai menggunakan It bok Cengkhie." Su-to Yan terkejut ia berpikir, lihay mata gadis ini, hanya sepintas lalu, latihan It-bok Ceng-khie telah diketahui. Gadis tersebut mengambil obat yang belum lama diletakan dimeja, diserahkan kepada Su-to Yan dan berkata. "Makanlah obat ini, maka kekurangan darahmu dapat bertambah cepat." Su-to Yan menenggak obat tersebut. Sigadis berkata lagi. "Kudengar kau hendak pergi kegunung Bu-san menemui Ie Hian Eng, entah alasan apakah yang belum diselesaikan dengan nona itu?" Su-to Yan ragu-ragu. Keterangan Siauw In memberitahu kepadanya, Ie Han Eng bermusuhan dengan mereka, bagaimana ia harus membuka mulut? Gadis itu tertawa lagi, katanya. "Jangan kau percaya keterangan Siauw In, ia mulutnya terlalu usil, pandai mengerang cerita yang tidak ada, Kami belum pernah mengikat tali permusuhan. Aku dan Ie Han Eng adalah sahabat baik. Kinipun sedang menuju ke gunung Bu-San untuk mencarinya," Su-to Yan memandang gadis tersebut dengan tajam. Keterangan yang bertentangan dengan keterangan yang Siauw ln berikan. Yang manakah yang harus dipercaya olehnya? ia lupa menjawab pertanyaan itu, Melihat keragu-raguan orang, gadis berbaju hijau tidak memaksa ia berkata. "Bila ada sesuatu yang harus dirahasiakan aku tidak mengharuskan kau menjawab pertanyaan tadi. Anggap saja aku tidak bertanya kepadamu." -oo0dw0oo- Jilid 3 SU-TO YAN malu hati, Hutang budi kepada nona yang menolong dirinya dari kematian mungkinkah harus dibalas dengan air tuba? Segera ia berkata. "Aku harus menemui Ie Han Eng untuk menyerahkan pedang Inliong." "Oooo, ..." Mata gadis tersebut memancakan keanehan. "Pada sebelumnya, pernahkah kau kenal dengan Ie Han Eng?" Su-to Yan menggeleng-gelengkan kepala. "tidak kenal sama sekali?" Gadis tersebut belum mendapat kepuasan. "Hanya perintah guruku yang mengharuskan menyerahkan pedang In-liong kepadanya." Berkata lagi Su-to Yan. Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tapi le Han Eng tidak pandai silat, Mengapa harus menyerahkan pedang kepadanya?" Su-to Yan tertegun, Ie Han Eng tidak pandai silat? Mengapa memiliki ilmu pedang Maya Nada? ilmu pedang yang dikenal sangat ampuh? ilmu pedang tanpa tandingan? Lama sekali mereka tidak bicara. "Su-to Yan... ." Panggil gadis tersebut menyadarkan lamunan si pemuda. "Oh....Oh, ..." Cepat-cepat Su-to Yan bangkit. "Nona, aku berterima kasih kepadamu." Berkata si pemuda. "Pertolonganmu juga, telah mengangkat diriku dari maut tidak akan kulupakan." "Perkara kecil, Kulihat kau berada didalam bahaya, maka segera aku menyuruh orang ku menolong dirimu." "Bagaimana nona tahu, aku berada di dalam bahaya?" "Dikala kau jatuh ke air dan dikejar oleh Kong-sun Giok, aku dapat melihat dari tempat jauh." "Oooooh..." "Segera kupercepat kapalku, dan tepat pada waktunya, dapat menghindari dirimu dari kematian." "Eh, bagaimana kau tahu aku bernama Su-to Yan?" "Kong-sun Giok memanggil-manggil nama mu itu. Maka aku dapat tahu." "Bolehkah... .Aku mengetahui nama nona yang mulia?" "Ng....Kau pernah berhadapan dengan 4 suhengku, seharusnya tahu namaku." "Empat suheng nona?" " Su-to Yan tidak mengerti. "Disebuah kelenteng yang tidak jauh dari gunung Oey-San, dikala menjelang malam gelap, tatkala kau memasuki kelenteng itu dan diserang oleh mereka... ." "Oo ... Nona juga dari golongan Thian-lam Lo-sat ?" Su-to Yan ingat kepada anak murid golongan Thian-lam Lo-sat. "Betul, Namaku Jie Ceng Peng." Berkata gadis itu. "Oh, Pedang Emas Jie Ceng Peng." Berteriak Su-to Yan terkejut. "Demikianlah mereka memanggil diriku." Jie Ceng Peng sangat ramah. Su-to Yan mengucurkan keringat dingin, pernah didengar cerita tentang seorang gadis dari Thian-lam Lo-sat yang bernama Jie Ceng Peng, dengan gelar si pedang Emas yang ganas, setiap laki-laki yang jatuh kedalam tangannya, pasti mengalami kesulitan, lebih baik mati daripada hidup, Dan kini, dirinya telah ....Terdengar lagi suara gadis baju hijau yang bernama Jie Ceng Peng itu. "Kudengar suheng suhengku itu bercerita, mereka bertemu dengan seorang pemuda berbaju putih dari Siau-lim-pay, sulit dikalahkan, maka aku segera menyusul datang." Su-to Yan masih berpikir, apa maksud Jie Ceng Peng bercerita tentang kejadian-kejadian lama ? Jie Ceng Peng masih berkata. "Aku kurang percaya kepada keterangan itu, tidak kulihat ilmu-ilmu kepandaianmu, tapi tadi, ilmu yang kau kerahkan adalah ilmu It-bok Ceng-khie pasti, tidak akan salah lagi." "Su-to Yan harus memuji kelihayan mata gadis berbaju hijau ini, tentunya mempunyai ilmu kepandaian yang hebat, sungguh tidak mudah mengalahkannya." "Bagaimanakah hubunganmu dengan Ciok Pak Jiak ?" "Murid dan guru." "Guru ?" Mata Jie Ceng Peng terpentang lebar-lebar, ia kurang percaya, bahwa pemuda yang benda dihadapannya adalah murid Si tokoh sesat yang sudah lama tiada kabar cerita itu. Ciok Pak Jiak terkenal pada 50 tahun berselang, dan 20 tahun kemudian karena terlalu banyak musuh, ia melenyapkan diri. Pemuda ini baru berumur belasan tahun, mungkinkah Ciok Pak Jiak dapat sanggup bertahan sampai satu abad? "Nona," Su-to Yan membuka Suara. "bolehkah aku bertanya, dimana pedang In-liong yang kupegang sebelum jatuh pingsan ?" "Pedang In liong berada padaku!" Berkata si gadis. "Bolehkah kau menyerahkan kembali pedang itu ?" "Kau tentunya maklumi gurumu itu menanam banyak permusuhan bila mereka tahu, kau keluar dengan membawa-bawa pedang In-liong mungkinkah mereka tidak mengadakan gangguangangguan? Dapatkah kau mempertahankan pedang In-liong dari keroyokan banyak orang?" "Atas peringatan nona, sebelumnya aku mengucapkan banyak terima kasih. Sebagai murid dari seorang guru, aku telah mewarisi semua kepandaian, tentu saja harus menanggung semua resikoresiko lama." "Bagus, Aku ada sedikit ganjelan dengan perhitungan inipun jatuh padamu, bukan?" Gurumu, dan "Tentu." "Bila aku ingin mengadakan perhitungan denganmu, apa yang dapat kau berikan?" "Mengadu silat ?" "Cara yang paling biasa bagi kaum kita, bukan?" "Aku tidak menolak setiap tantangan." "Bukan menolak atau tidaknya, yang kuingin ketahui dapatkah kau bertanding segera, didalam keadaan masih terluka?" Si gadis menatap wajah pemuda itu. "Matipun akan kulayani tantanganmu." Berkata Su-to Yan gagah. "Bagus." Berkata Jie Ceng Peng "Telah tiga hari tiga malam kau jatuh pingsan, Kong-sun Giok datang menyusul, ia ingin memeriksa perahu, Dan permintaan itu telah kutolak, Seperti inikah pembalasanmu?" Su-to Yan memperhatikan wajah sigadis berbaju hijau sangat cantik, tapi masih muda belia, mungkinkah dapat menolak tuntutan yang Kong-sun Giok ajukan ? sedangkan ketua Thian-lam Lo-sat saja belum tentu ditakuti oleh pedang Selatan, bagaimana hal ini dapat terjadi? Dengan cara apa Jie Ceng Peng menghalau gangguan Kong-sun Giok? Su-to Yan terpekur, Mulutnya menggerendeng. "Ada ubi ada talas, ada budi harus dibalas." "Untuk membalas budi, kini dapat kau lakukan dengan mudah." Berkata Jie Cheng Peng. "Apa yang harus kulakukan?" Bertanya sipemuda. "Bila kau bersedia menyerahkan pedang In-liong kepadaku, maka akupun akan berhutang budi, kita bersama melepas budi, Mudah kau kerjakan bukan?" Berkata sigadis dengan satu kerlingan mata yang menantang. Su-to Yan membisu, Bagaimana ia dapat menyerahkan pedang In-liong kepada orang yang tidak berhak untuk menerima pedang itu? Dan bagaimana ia dapat membuka mulut untuk menuntut kembali pedang tersebut? sedangkan nona ini berkepandaian tinggi, sedang dirinya masih berada didalam keadaan luka? Terdengar lagi suara gadis yang bernama Jie Ceng Peng itu. "Aku tahu, mengapa Kong-Sun Giok dan Auw-yang In selalu bertengkar. Mereka ada niatan untuk memiliki ilmu pedang Maya Nada. Karena itulah, mereka menutup daerah lembah Hui-In sebagai daerah terlarang, Ie Han Eng pernah berkata kepada dua orang tersebut, ilmu pedang Maya Nada harus ditukar dengan pedang In-liong, siapa yang dapat menyerahkan pedang In-liong. dialah yang berhak memiliki ilmu pedang Maya Nada, bahkan lebih dari pada itu, bukan saja dapat memiliki ilmu pedang yang sangat mujijat, nona tersebut masih bersedia menyerahkan dirinya, diperistri oleh salah satu dari mereka yang dapat menyerahkan pedang In-liong." "Oooh..." Su-to Yan dapat mengerti sedikit dari cerita ini. Jie Ceng Peng berkata lagi. "Auw yang Ie Kong-Sun Giok semakin bernapsu untuk mendapatkan pedang In-liong, mereka tidak tahu, dimana pedang tersebut disimpan, untuk menghindari dari kerewelan dan untuk menghindari agar ilmu pedang Maya-Nada dan Ie Han Eng tidak terjatuh kedalam tangan orang lain, mereka menutup lembah tersebut walaupun demikian, karena menjunjung tinggi nama keluarga le, kakek Ie Hang Eng adalah seorang tokoh silat yang sangat dihormati orang, si Pedang Selatan dan Pedang Utara tidak berani mengadakan gangguan." Jie Ceng Peng menghentikan ceritanya, sedang Su-to Yan mendapat berita baru tentang keluarga Ie itu. "tidak sedikit cerita yang berlebih-lebihan." Berkata Jie Ceng Pang. "Untuk mendapatkan kepastian sebagai pemilik pedang Inliong-tentunya kau lebih jelas dariku, betulkah keadaan seperti apa yang kuuraikan diatas?" Su-to Yan menyengir "Aku miliki pedang In-liong, kecuali itu, semua aku tidak tahu." Berkata sipemuda dengan jujur. Sigadis menilai wajah pemuda tersebut sangat bersungguhsungguh, bukan keterangan palsu. "Kau tahu bahwa Kong-sun Giok dan Auw-yang Ie sedang menantikan kedatanganmu di lembah Hui-in?" Bertanya lagi Jie Ceng Peng. "tidak." "Mungkinkah kau dapat melawan gabungan kedua tenaga ahli pedang itu?" "Segala sesuatu harus diusahakan " "tidak mungkin, Kau bukan tandingan mereka, daripada menyerahkan pedang In-liong kepadamu dan kemudian diserahkan kepada salah satu dari kedua orang yang kusebut tadi, ada lebih baik kusimpan di tempat yang aman." Berkata Jie Ceng Peng panjang lebar. "Atas perhatian nona, aku mengucapkan terima kasih. walaupun demikian, karena nona bukan orang yang berhak memiliki pedang tersebut, aku harus meminta kembali." Melihat kekukuhan si pemuda, Jie Ceng Peng tidak berdaya, ia berkata. "Pedang In-liong tidak akan kukembalikan kepadamu, istirahatlah baik-baik. Kau harus menjaga diri, banyak istirahat Selamat tidur." Tubuh gadis itu berbalik, meninggalkan Su-to Yan. Su-to Yan mengetahui pasti bahwa pedang In-liong berada ditengah si Pedang Emas Jie Ceng Peng, Mengetahui bahwa gadis itu tidak ada niatan mengembalikan ia belum dapat menggunakan kekerasan, luka-luka yang diderita karena tusukan pedangnya KongSun Giok luar biasa, agak mengenai tulang. Dan ia belum berhasil menyembuhkannya, harus menunggu waktu, Yang dapat menenangkan hati Su-to Yan ialah ilmu kepandaian Jie Ceng Peng cukup tinggi untuk sementara, pedang In-liong biar disimpan padanya, Tentu tidak ada orang yang berani merebut dari tangan gadis itu. Suatu hari, setelah ia mempunyai kekuatan untuk mengalahkannya, Pasti ia minta kembali. Siapakah Jie Ceng Peng ini? Mengapa mempunyai pengaruh besar, sampai dapat menolak perintah penggeledahan Kong-sun Giok, jago pedang yang sangat liehay? Berpikir tentang Kong-Sun Giok, ia sadar bahwa luka karena dua tusukan pedang si Pedang selatan harus segera disembuhkan, menggunakan ilmu It-bok Ceng khie, ia duduk bersila, mematung ditempat. Perahu masih belajar Entah berapa lama kemudian, Su-to Yan berhasil menyelesaikan satu kwartal latihan ia membuka matanya. Terdengar suara digeladak kapal yang berisik, berbareng, perahu besar itu bergoyang keras, seolah-olah hendak berlabuh. Dimanakah mereka telah tiba? Mengapa harus menepi? Terlihat pintu didorong, Siauw In berjalan masuk, dengan tertawa ia menghampiri Su-to Yan dan berkata kepada pemuda itu. "Kongcu ingin menonton keramaian? Segera akan terjadi pertempuran mari kupayang kau kegeladak kapal." "Apa yang telah terjadi?" Bertanya sipemuda. "Tentunya kau belum melihat ilmu pedang Kun-lun-pay, lekaslah keluar. Kau akan puas menyaksikan pertempuran itu." "ilmu Kun-lun-pay?" "Betul, Orang itu mengenakan dandanan sepertimu, maka orangorang kami salah paham, Nona kami ingin meminta seruling pusaka In-Thian Cek-hong yang berada padanya." Su-to Yan segera menduga kepada Cin Bwe, Dengan ilmu It-bok Ceng-khie, ia banyak mendapat kemajuan, segera turun dari tempat pembaringan, dan menuju keluar dari perahu besar. Digeladak depan telah berdiri Jie Ceng Peng, diapit oleh empat orang berbaju hitam, itulah empat orang yang pernah membokong dirinya dikelenteng rusak, orang orang Thian-lam Lo-sat. Satu bayangan putih lompat naik kearah kapal, sebelum menginjakkan kaki dipapan geladak, mulutnya sudah berteriak. "Bangsat-bangsat dari golongan Thian-lam Lo-sat, hari ini, aku akan..." Itulah Cin Bwee yang menyamar dengan pakaian prianya. Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo