Ceritasilat Novel Online

Pedang Wucisan 9


Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 9


Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung   Katanya.   "Aku tidak mau merebut kitab pusakamu, Tapi aku pun tidak rela membiarkan kau pergi begitu saja, Lemparlah ke atas, dan kau boleh merebut lagi. Aku bertepuk tangan sehingga seratus kali, setelah itu. Siapa yang dapat, itulah orang yang harus memilikinya. Cara memperebutkan kitab ilmu pedang seperti usulku ini tidak akan mengganggu, bukan?"   Su-to Yan tertegun, Tidak disangka bahwa Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mengajukan tawaran yang sangat menguntungkan dirinya, Berani dia bertepuk sehingga seratus kali? Bukankah kitab ini sudah pulang kandang lagi? Melihat keragu-raguan pemuda itu, Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu tertawa.   "Kau jangan tidak percaya,"   Dia berkata.   "Seratus gebrakan tangan itu hanya berlangsung didalam sekejap mata, bila aku tidak berhasil merebut kitab ilmu pedang Maya Nada, untuk selanjutnya, aku tidak mau berurusan denganmu lagi."   "Baik."   Su-to Yan menerima tantangan. Dia mengeluarkan kitab ilmu pedang Maya Nada. Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mengangguk kan kepala.   "Nah, boleh kau mulai."   Dia berkata.   Su-to Yan menimbangnimbang berat kitab yang dijadikan rebutan semua orang itu, lalu dia melempar keatas.   Secepat kilat, Pek-ie Kauwcu Bong-Bong Cu bertepuk tangan sehingga belasan kali.   Su-to Yan mempunyai banyak kesempatan dia tidak segera menutulkan dirinya membiarkan kitab itu sampai puncak tinggi, dan dikala hendak menukik turun, baru dia membentang ke dua belah tangannya, menutulkan kedua kaki, meluncur tinggi.   Disaat yang sama, Pek ie Kauwcu Bong-Bong Cu sudah melesat bertepuk tangan sehingga seratus kali, Tubuh jago purbakala inipun meluncur keatas.   Hanya terpaut beberapa meter saja dari Su-to Yan.   Dua tubuh itu meluncur cepat, Dikala tangan diri Su-to Yan dan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu hampir memperebutkan kitab itu.   Tiba-tiba meluncur benda merah yang sangat kecil, inilah seekor burung berbulu merah, bercahaya terang sekali, sangat gesit, mendahului gerakan kedua orang yang memperebutkan kitab pusaka, dia sudah mematuknya.   Dia terbang pergi.   Su-to Yan menubruk tempat kosong, Demikianpun, raihan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu, jago purbakala inipun tidak berhasil mendapat catatan ilmu pedang Maya Nada.   Burung berbulu merah itu sudah meluncur jauh, Paruhnya menjepit kitab Maya Nada kencang-kencang.   Tubuh Su-to Yan melayang turun, dan akhirnya menginjak tanah.   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu mempunyai gerakan yang lebih gesit, tanpa membiarkan dirinya melayang jatuh, mengempos beberapa tenaga, diapun meluncur kearah burung yang mencuri kitab ilmu pedang Maya Nada.   Dia mengadakan pengejaran.   Su-to Yan sadar akan kekalahannya, mengikuti gerakan Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu..   sebentar kemudian jarak mereka semakin jauh dan akhirnya lenyap tidak terlihat.   Dia kehilangan jejak lawannya.   Kehilangan jejak burung kecil berwarna merah itu, juga kehilangan kitab ilmu pedang Maya Nada, Su-to Yan menghentikan pengejarannya, diam-diam tidak bisa berbuat apa-apa.   Apa yang harus dilakukan? perjalanan kearah lembah Hui in bertujuan untuk mengembalikan ilmu catatan pedang Maya Nada, kitab itu masih menjadi hak milik Ie Han Eng.   Tetapi kini kitab itu sekarang sudah lenyap dibawa lari oleh seekor burung merah, Bagaimana dia dapat memberi pertanggungan jawabnya? Malampun tiba, Su-to Yan memandang ke arah lembah Hui in, pikirannya kosong melompong, Apa yang dapat dikerjakan olehnya? Selama menerjunkan diri kedalam rimba persilatan, orang-orang yang dijumpai bertambah banyak, satu-persatu lebih lihay dari lainnya.   Dia menganggap dirinya sendiri masih kurang pandai, dia wajib menekunkan diri lagi.    Su-to Yan melanjutkan perjalanan dimalam hari.   Demikian sehingga dia lelah, memilih satu pohon yang agak besar dia nangkring dan tidur diatas pohon itu.   Terkenang kepada Cin Bwee, gadis itu berada didalam tangan Jie Ceng Peng, tentu saja tidak dapat memberi usul lain.   Si Pendekar Bayangan Sie An tidak ada kabar berita dan entah bagaimana dengan keadaannya.   Seorang lagi yang dapat membantu adalah si Anak Srigala Lee Pin, adanya pasukan itu dapat membantu banyak, saat ini, Lee Pin juga tidak berada disampingnya.   Su-to Yan penat memikirkan kejadian itu, akhirnya ia jatuh pulas.   Badan yang penat lebih cepat pulas, melakukan perjalanan dan pertempuran-pertempuran yang terus-menerus, menjadikan sipemuda tidak mengenal lelah, dan adanya waktu untuk istirahat begitu penting, Dia tidur lama sekali.   Matahari pagi menembus sela-sela daun menyinari pemuda itu, Masih juga Su-to Yan belum bangun.   Satu bayangan menghampiri Su-to Yan, tidak bersuara sama sekali, orang ini adalah bayangan seorang tua, pada tangannya menjinjing alat khim, dia membaringkan diri disamping sipemuda, Mengikuti suara ngorok Su-to Yan.   orang tua inipun mengeluarkan suara ngorok yang keras.   Su-to Yan mencelat bangun, Kaget sekali, menengok kiri, dan dia lebih-lebih terkejut lagi.   "Aaaaa..."   Adanya orang tua yang terhalang tidur disamping sisinya itu mengagetkan dirinya. Orang tua itu membuka kedua matanya, tertawa kearah Su-to Yan.   "Kau sudah bangun?"   Dia bertanya. Su-to Yan menganggukkan kepala, dia masih berpikir-pikir, siapakah orang tua ini? Apa maksud tujuannya tidur disamping dirinya? Mengapa tidak disadari sama sekali ? Tentunya tokoh silat yang berkepandaian tinggi.   "Su-to Yan,"   Panggil orang tua itu.   "Urusan ilmu pedang Maya Nada bukanlah urusan anak muda, itulah urusan orang-orang yang sudah tua, Tidak perlu kau menyusahkan diri. Biarkan saja diambil orang."   "Aaa ... ."   Su-to Yan kaget, Orang tua ini juga mengikuti perkembangan ilmu Pedang Maya Nada ? "Bagaimana ?"   Orang tua itu melirikkan matanya.   "Kitab catatan ilmu pedang Maya Nada bukan hak milik boanpwee,"   Su-to Yan memberi keterangan.   "Itulah milik orang lain, boanpwee wajib mengembalikan kepadanya."   "Kau hendak mengetahui jejak burung yang melarikan kitab itu?"   Bertanya siorang tua itu.   "Boanpwee sangat berterima kasih kepada petunjuk cianpwee."   Berkata Su-to Yan.   "Pergilah kearah utara sejarak lima lie, disana kau akan mengetahui, siapa yang melarikan kitab pusakamu."   Berkata orang tua itu, menenteng tubuhnya, dia meluncur pergi.   "Cianpwee ..."   Su-to Yan memanggil.   Si Tabuh Maut tidak menghiraukan panggilan Su-to Yan.   Untuk mengejar, tentu saja tidak mungkin, dan tiada guna sama sekali, Su-to Yan mengambil putusan untuk mengikuti petunjuk menuju kearah utara.   Lima lie kemudian, Su-to Yan dapat menyaksikan api merah yang mencorong keluar dari semak-semak rimba.   Secara berindap-indap, Su-to Yan menyelinap kearah rimba itu.    Pada tumpukan kayu yang membara, bergelimpangan suatu benda, Dikala Su-to Yan memasang mata betul-betul, dia mengenali burung merah yang menyambar kitab ilmu pedangnya.   Burung merah itu sedang bermain di atas api, aneh, tidak selembar bulupun yang hangus terbakar.   Belum pernah Su-to Yan menyaksikan pemandangan yang seperti baru dilihatnya, yaitu adanya seekor burung yang bermandi api, ini adalah suatu kejadian yang sangat janggal sekali.   Teringat kepada kitab catatan ilmu pedangnya, burung ini bukan burung biasa? maka dapat menyambar kitab catatan itu, kini dia sedang bermandi api, gerak-geriknya sangat gesit, begitu lincah, menandakan kepuasan hatinya.   Su-to Yan memperhatikan gerak-gerik burung merah itu, Untuk menemukan kitab catatan ilmu silatnya, dia harus menangkap burung ini sehingga dapat menemukan jejak kitab ilmu Pedang Maya Nada.   Perlahan-lahan, Su-to Yan mendekati.   Burung merah masih bermain diatas bara api, sehingga api itu mengecil.   Sebentar lagi, api pembakaran menjadi padam, Su-to Yan mengambil keputusan, cepat2 menyedot pernapasan dalam-dalam, dia harus segera bergerak, bila tidak, manakala menunggu sampai burung aneh itu puas mandi api dan terbang pergi, kemana lagi harus melakukan pengejaran.   Su-to Yan meluncar cepat, tujuannya adalah burung kecil yang berwarna merah.   Sang burung menoleh, begitu tenang, seolah-olah sudah biasa berhadapan dengan manusia, dia tidak segera terbang pergi, dan menunggu serangan Su-to Yan.   Sepasang sayapnya masih bergibrik-gibrik diatas lidah api.    Su-to Yan merentangkan kelima jarinya, dengan harapan satu kali sergapan dia dapat menangkap burung aneh itu.   Menunggu sampai jarak dekat, secara tiba-tiba saja, burung aneh berwarna merah mengibaskan sayap, mementalkan percikan api ke arah Su-to Yan.   Si pemuda mengepulkan alisnya, dia marah atas kelicikan sang burung, tangannya dibalikkan, menghindari percikan api merah, berganti arah, dia menyergap kembali.   Sang burung bercicit-cicit, tidak henti-hentinya melempari Su-to Yan dengan percikan api.   Kemarahan Su-to Yan semakin menjadi-jadi, dia begitu sengit sekali, tenaga dalamnya disalurkan kearah telapak tangan "Hut.."   Memukul burung merah itu.   Maksudnya memukul jatuh burung merah yang gesit, kemudian, dia tidak takut kehilangan kitab ilmu silat.   Cara Su-to Yan adalah cara yang paling tepat, tidak mungkin burung merah itu dapat mengelakkan diri.   Tiba-tiba, punggung Su-to Yan menerima serangan.   Telapak tangan si pemuda ditarik pulang dan memukul serangan gelap itu.   Berganti posisi, dia menyingkir kesamping, segera membalikkan badan, hendak dilihat, siapa gerangan yang menyerang secara gelap itu? Seorang gadis berpakaian putih memandang Su-to Yan dengan mata bersinar, inilah Pek Leng Soat.   "Hei, mengapa kau memukul si Merah?"   Sigadis menegur lebih dahulu. Su to Yan berkerut alis.   "Burung aneh ini yang kau artikan dengan Si Merah?"   Dia tidak mengerti.   "Siapa lagi?"   Pek Leng Soat adalah seorang gadis yang manja. Kejadian ini membingungkan Su-to Yan, jelaslah sudah bahwa orang yang mencuri kitab catatan ilmu pedangnya adalah sigadis berbaju putih.   "Tidak kusangka."   Dia berkata.   "Jangan kau mengganggunya lagi.!"   Berkata Pek Leng Soat, dia sangat sayang kepada si Merah.   "Aku tidak ada maksud untuk mengganggu si Merah."   Berkata Su-to Yan.   "Kembalikanlah kitab catatan ilmu pedangku."   "Kitab itu berada ditangan ayahku."   Pek Leng Soat memberikan keterangan. Suto Yan mengerutkan alis lagi, Dia berkata.   "Dapatkah kau menolong memintanya kembali ?"   "Adat ayahku tidak bisa diselami."   Berkata Pek Leng Soat.   "Aku tidak berani."   "Tolong kau ajak aku menemuinya."   Su-to Yan meminta.   "Lebih baik jangan, Dia akan marah kepadamu."   Pek Leng Soat mengirim satu senyuman.   "Kitab itu bukan milikku."   Berkata lagi Su-to Yan.   "Kitab catatan ilmu pedang Maya Nada adalah kitab Ie Han Eng, aku harus mengembalikan kepadanya, Kuharap kau dapat mengembalikannya."   Pek Leng Soat tidak memberi jawaban, dia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.   "Biar bagaimana aku harus menjumpai ayah mu."   Berkata Su-to Yan marah. Pek Leng Soat meremehkan permintaan itu, masih saja sigadis menggoyang kepala. Disaat ini, satu bayangan melesat datang, menyambung katakata Su-to Yan. "Kau hendak bertemu denganku ?"   Disana bertambah seorang tua berbaju kuning, inipun termasuk salah satu dari empat jago silat golongan tua dari jaman purbakala, dia menduduki urutan kedua, namanya Pek Tong Hie, orang yang menjadi ahli waris dari Gua kematian.   Su-to Yan berbalik cepat.   "Ayah."   Berteriak si gadis kolokan, dia menubruk orang tua berbaju kuning itu dan tenggelam didalam pelukannya. Orang toa berbaju kuning Pak Tong Hie mengelus-elus rambut sang putri, kemudian dia mendorong tubuhnya, memandang Su-to Yan dan berkata.   "Si Telor Busukkah yang memberi tahu kepadamu, bahwa aku berada ditempat ini?"   Su-to Yan tidak dapat menjawab pertanyaan itu, dia tidak tahu, siapa yang diartikan dengan sebutan "Telor Busuk"   Itu. Mungkinkah orang tua yang membawa tabuh khim? "Aku tidak tahu nama julukannya."   Bertanya si pemuda.   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Huh,"   Pek Tong Hie mengeluarkan suara dari hidung.   "Dengan kedudukanmu tentu tidak mengetahui namanya."   "Entah bagaimana sebutan cianpwee yang mulia?"   Bertanya Suto Yan.   "Hendak mengetahui namaku?"   Orang tua berbaju kuning itu tertawa."   "Maksud boanpwee..."   "Maksudmu?"   "Meminta kembali Catatan ilmu pedang Maya Nada."   "Bagus. Akupun hendak membikin perhitungan kepadamu."   "Perhitungan?"   Suto Yan tidak mengerti.. "Ng, dengan maksud tujuan apa kau membuat kitab Maya Nada yang palsu?"   Su-to Yan lebih tidak mengerti lagi, apa yang dimaksudkan dengan kitab Maya Nada yang palsu?"   Disaat itu, orang tua berbaju kuning sudah mengeluarkan kitab, dilempar kearah Su-to Yan.   "Nah, ambillah kitab pusaka palsumu."   Dia berkata marah. Su-to Yan menyanggah datangnya kitab itu, inilah kitab yang menjadi rebutan banyak orang, dia menyimpannya kedalam saku baju, memberi hormat dan hendak berjalan pergi.   "Boanpwee meminta diri."   Dia berkata.   "Tunggu dulu!"   Bentak orang tua berbaju kuning itu.   "Ada apa?"   Su-to Yan batal berangkat.   "Dimana kau sembunyikan catatan ilmu pedang Maya Nada?"   Orang tua Berbaju kuning menatapnya dengan wajah merah.   "Catatan ilmu pedang Maya Nada?"   Su-to Yan bingung sekali.   "Betul."   Orang tua baju kuning Pek Tong Hie menganggukkan kepalanya "Dimana kau simpan ?"   Su-to Yan memegang saku bajunya.   "Bukan itu yang kumaksudkan."   Berkata Pek Tong Hie lagi. Su-to Yan mengeluarkan kitab ilmu pedang Maya Nada. Pada kulit muka kitab tersebut ada tertulis. ilmu pedang Maya Nada.   "Bukalah lembaran isinya."   Pek Tong Hie memberi perintah. Su-to Yan menerima catatan ilmu pedang Maya Nada dari tangan Ie Han Eng, setelah itu, dia belum pernah memeriksa. Mendapat perintah tadi, dia memeriksa lembaran-lembaran kitab.   "Aaaa..."   Su-to Yan berteriak, kitab yang berada ditangannya adalah lembaran-lembaran yang putih, tidak ada isi sama sekali.   Kitab putih ? Su-to Yan memeriksa dengan teliti, tidak ada bekas-bekas sobekan atau sesuatu yang mencurigakan, inilah kitab yang didapat dari tangan Ie Han Eng, yang menjadi rebutan banyak orang.   "Mengapa tanpa kata-kata atau keterangan keterangan lainnya ?"   "Dimana kau sembunyikan kitab yang asli?"   Pek Tong Hie membentak lagi. Mungkinkah dipalsu orang ? Su-to Yan bingung. Dia mematung ditempat. Pada tangannya masih terpegang kitab ilmu pedang Maya Nada yang tiada isi itu. Tiba-tiba, dari jauh terdengar satu suara tertawa besar.   "Ha, ha, ha... Pek Tong Hie, sudah lama kita tidak bertemu."   Disana melayang masuk satu orang, dia adalah lelaki setengah umur, jago keempat dari tokoh-tokoh silat jaman purbakala, Pek-ie Kauw cu Bong Bong Cu.   Ahli waris Gua Kematian Pek Tong Hie menghadapi Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu.   Baru sekarang Su-to Yan tahu, bahwa orang tua berbaju kuning itupun sudah berumur diatas satu abad.   Pek Tong Hie berhadapan dengan jago sederajat, dia membuka suara.   "Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu, kemana larinya ketiga murid pusakamu itu ?"   "Mereka segera datang."   Jawab Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu.   "Ha, ha, ha...."   Pek Tong Hie tertawa.   "Apa maksudmu ?"   "Apa lagi, bila bukan karena catatan ilmu pedang Maya Nada? Aku hanya memiliki sebagian dari sepuluh ilmu silat jaman purbakala yang ditinggalkan Thian Kho Cu, maukah kau membantu urusan untuk mengumpulkan semua ilmu-ilmu itu ?"   Pek Tong Hie tertawa tawar. "Belum pernah aku ketarik dengan usul yang kau kemukakan."   Dia menolak ajakan itu.   "Puluhan tahun kita tidak berjumpa."   Berkata Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu.   "Sikapmu masih seperti sediakala. Kau belum mau membuang rasa sentimen itu ?"   "Kau hendak memperebutkan se   Jilid kitab kosong?"   Pek Tong Hie memberi peringatan.   "Aku tidak percaya."   Menggoyangkan kepala. Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu "Terserah."   Berkata Pek Tong Hie.   "Aku tidak memaksa kau percaya. Kau kira dapat mengalahkan aku dengan ilmu Kut-hie Sinkang yang kau pelajari ?"   "Ha ha ... ilmu Thiat-tan Kie-kang memang lihay, tapi aku tidak takut kepadamu."   Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu memandang rendah.   "Bagus, sudah lama aku hendak menjajal ilmu kepandaian Kuihie Sin kang."   Berkata Pek Tong Hie, dia tidak mau kalah.   Kedua jago purbakala itu berhadap-hadapan.   Mereka segera akan mengadu ilmu itu.   Su-to Yan berdiri disamping, adanya kesempatan itu tidak mudah didapat, dia segera dapat menyaksikan bagaimana dua jago dan jaman purbakala mengeluarkan ilmu simpanan masing-masing.   Ahli Waris Gua Kematian Pek Tong Hie memasang kuda-kuda, dia mengerah tenaga dalamnya.   Tubuh kakek ini segera berselubung kabut putih yang tipis.   Sikap Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu juga menjadi tegang, dia siap mengalahkan tandingan itu.   Pek Tong Hie bergerak lebih dahulu, tubuhnya melompat tinggi, kemudian menyerang kearah lawan.    Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu menggoyangkan tangan, perlahan sekali, didorong ke-depan.   Su-to Yan segera mengenali cara-cara si pelajar Tua Kong-yat Chiu-jit menghadapi dirinya, hampir-hampir dia dikalahkan oleh murid Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu itu.   Pek Tong Hie mengenal baik kepada ciri-ciri khas lawannya, dia tidak berani melibatkan diri kedalam pertempuran berjarak dekat, tubuhnya bergeser ke samping, jauh sekali.   Pek-ie Kauw cu Bong Bong Cu menyeret serangannya kearah posisi baru lawan itu.   Kabut putih yang menyelubungi tubuh Pek Tong Hie semakin tebal, dia membikin penjagaan yang kuat.   Pek-ie Kauw-cu Bong Bong Cu menyerang sampai beberapa kali semakin lama semakin cepat, akhirnya tubuh itu berubah menjadi seekor bianglala biru, berputar disekitar tubuh Pek Tong Hie.   Akhli Waris Gua Kematian Pek Tong Hie membikin perlawanan yang semakin hebat.   Dua ekor bianglala jelmaan mereka bergerak begitu cepat, hampir tidak dapat dilihat dengan mata.   Suatu saat Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu mengipaskan tangan, sepuluh jalur serangan jari berdesir keras.   Setelah itu, tubuhnya mundur kebelakang, Bayangannyapun terpeta kembali.   Dia tertawa puas.   Pek Tong Hie juga mundur ke belakang, memperpanjang jarak perpisahan mereka.   Kabut putih itu menipis lagi, dan akhirnya lenyap sama sekali.   Wajahnya menunjukkan rasa kemarahan yang tidak terhingga.   Menyaksikan akhir babak pertama dari pertandingan itu, Su-to Yan mengetahui bahwa Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu telah mendapat kemenangan diatas angin.   Dengan ilmu Kit thian cie jaman- purbakala berhasil mendesak lawannya.    Dua jago tua dari jaman purbakala ini masih berhadap-hadapan berjarak aman mereka masih hendak meneruskan pertandingannya.   Tiba-tiba, terdengar suara alat tabuh khim yang didendang perlahan.   Semakin lama semakin keras, datangnya kearah tempat itu.   Wajah Pek-ie Kauwcu Bong Bong Cu berubah.   "Wie Biauw juga hendak mengikuti keramaian ini."   Dia berkata.   "Berani kau meneruskan pertandingan dilain tempat ?"   Dia menantang Pek Tong Hie.   Setelah itu, tanpa menunggu jawaban sang akhli waris dari Gua Kematian, Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu bergerak meluncur jauh.   Gerakan ini tidak dibiarkan oleh Pek Tong Hie, baja kuningnya berkibar-kibar, dia juga lari menyusul.   Dua jago dari jaman purbakala pergi meninggalkan tempat itu.   Pek Leng Soat menoleh kearah Su-to Yan mengkhawatirkan keselamatan ayahnya diapun dibelakang.   sebentar, mengintil Diatas udara, turut terbang burung ajaib yang aneh api Si merah.   Bayangan abu-abu, kuning, putih dan merah kecil itu meluncur jauh.   Meninggalkan Su-to Yan seorang diri.   Su-to Yan mengalami kegagalan.   Dia berhasil meminta pulang kitab ilmu pedang Maya Nada.   Ternyata hanya kitab kosong dengan lembaran kertas putih.   Apa yang harus dilakukan olehnya? Satu bayangan meluncur datang, berpakaian tosu, inilah murid Pek ie Kauwcu Bong-Bong Cu yang nomor dua, si tosu Tukang sado Giok Hie.   Su-to Yan siap menyambut kedatangan tosu itu.   Giok Hie memperhatikan Su-to Yan beberapa saat kemudian berkata.    "Lagi-lagi kita berjumpa kembali."   Su-to Yan melentikkan sepasang alisnya yang hitam.   "Ada apa?"   Dia bertanya dengan suara yang membawakan sikap adem.   "Guruku pernah berkata, untuk mendapatkan kitab Maya Nada, hanya boleh menuju ke arah dua jalan, Kemungkinan pertama jatuh ke dalam tangan Pek Tong Hie, dan kemungkinan berikutnya masih berada didalam tanganmu, Guruku masih bersitegang dengan Pek Tong Hie, apa boleh buat, aku harus meminta dari tangan mu."   "Kitab Maya Nada memang berada pada-ku,"   Berkata Su-to Yan terus terang, Dia tidak menyebut bahwa kitab itu adalah se   Jilid kitab yang kosong.   "Bagus."   Kepadaku."   Berteriak Giok Hie girang, "Serahkan kitab itu "Begitu enak meminta benda kepunyaan orang lain?"   Su-to Yan menjebikan bibirnya yang tipis.   "Mau hendak mempersulit kedudukanku?"   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Berkata Giok Hie memainkan istilah tata bahasa halus.   "Bagaimana aku dapat memberikan pertanggung jawabku, bila guruku menegur tentang kitab Maya Nada itu?"   Su-to Yan menyedot napasnya dalam-dalam, dia maklum bahwa Giok Hie memiliki dua macam ilmu silat dari jaman purbakala, ilmu Bambu Bung Han-tiok kang dan ilmu Kaki kepiting Mo-liong-ti- tidak boleh dipandang ringan.   Menyaksikan cara cara Su-to Yan menghadapi dirinya, Giok Hie tidak buka suara lagi, langsung memainkan tangan, menyodok kedepan.   Untuk menghindari desakan Giok Hie yang bertubi tubi, Su-to Yan harus memelihara jarak jauh, karena itu, tanpa menunggu datangnya serangan, dia terbang keatas.    Giok Hie menubruk tempat kosong, Su-to Yan menjatuhkan dirinya dibelakang lawan itu, dengan kedua tangan direntangkan, dia menyergap murid Pek-ie Kauw Cu Bong-Bong Cu.   inilah tipu gerakan iblis Sakti Menampilkan Diri.   Giok Hie sudah membalikan badan, datangnya kedua tangan Suto Yan begitu cepat, untuk mengimbangi daya perputaran Giok-Hie mengirim dua tendangan.   Su-to Yan mengayun badan, tipu iblis Sakti Menampilkan Diri berubah menjadi iblis Sakti Menenteng Gendongan, begitu tepat manis sekali.   Sepasang tangannya berhasil menangkap kedua kaki Giok Hie.   Kedua-duanya terayun ke atas udara.   Giok Hie tidak menjadi takut, tubuhnya dijungkir balikkan, dia memiliki ilmu Bambu Bung Han tiok kang, karena itu melengkung panjang, dengan sepasang tangan yang masih ada bebas, dia menyerang punggung Su-to Yan.   Serangan ini datangnya dari bawah keatas, tanpa menghiraukan sepasang kakinya yang masih terpegang, dia menyerang hebat.   Su-to Yan melemparkan kedua kaki lawan nya, lagi-lagi dia menjauhkan diri.   Giok Hie mendapat kebebasan kembali.   Babak berikutnya diteruskan dengan pertempuran benturan-benturan tenaga tidak dapat dielakan lagi.   cepat, Giok Hie menendang sampai beberapa kali, Su-to Yan mengendekkan badan, menerjang maju, dan mengancam jalan darah Yauw-hu-hiat si tosu Tukang Sado.   Wajah Giok Hie menunjukkan senyuman, inilah akibat totokan Su-to Yan, jalan darah Yauw-hu-hiat mengandung perasaan geli, karena itu dia tertawa.   Pada detik-detik yang bersamaan, tendangan Giok Hie mengenai dada Su-to Yan, inilah ilmu Kaki Kepiting Mo-liong-tui.   Darah Su-to Yan dirasakan bergolak, tubuhnya terhuyung kebelakang, begitu hebat ilmu dari jaman purbakala itu, sebelah badan sipemuda dirasakan panas, dan lain bagian menjadi dingin, inilah siksaan luar biasa, dia mendapat gencetan hawa dingin dan hawa panas berbareng.   Giok Hie bersorak girang, dia menyusuli dengan serangan berikutnya.   Su-to Yan mendorongkan kedua telapak tangan, hawa panas dan hawa dingin bergulung, mempelintir tubuh si tosu Tukang Sado.   Giok Hie hanyut dibawah pusaran tenaga gaib itu.   Su-to Yan pernah diberi makan obat perekat Tong-hay Sin-ciauw, dan secara kebetulan, dia menyedot hawa dingin ketua lembah Cuigoat-kok Kiu-han Sinkun Kho Cio dan hawa panas Hoan-hian Mokun Thiat Kiam Seng.   Tendangan Kaki Kepiting si Tosu Tukang Sado Giok Hie memecahkan tempat penampungan kedua tenaga luar biasa itu maka Su-to Yan kehilangan kekuatan tempur.   Begitu berhasil mendorong lawannya, Su-to Yan membalikkan badan, dia melarikan diri.   Giok Hiok melawan kedua kekuatan hawa panas dan dingin, walaupun sudah payah, diapun berhasil menekannya.   Su-to Yan sudah lari sejauh puluhan tombak.   Giok Hie tidak mengenal lelah dia mengejar Terjadi kejar mengejar terus menerus, Giok Hie masih gesit, dia berhasil memperpendek jarak pengejaran.   Semakin lama semakin dekat.   Su-to Yan menyeruduk ke depan, tanpa memilih jalan yang lebih baik untuknya, Kini dia memasuki sebuah lembah.   Giok Hie juga tiba dimulut lembah itu, dia mendongakkan kepala, wajahnya berobah disana, didepannya ada tanda pedang kecil pada pohon yang agak tinggi juga terlihat tergantung sebatang pedang mungil.   Giok Hie tidak berani memasuki lembah itu, membalikkan diri, pergi ngeloyor.   Apa boleh buat, dia belum berani membangkitkan kemarahan orang yang memasang tanda kecil dimulut lembah.   Su-to Yan tidak memperhatikan adanya tanda-tanda itu, dia memasuki lembah semakin jauh.   Pohon-pohon bambu yang berwarna kuning memenuhi seluruh tempat, Su-to Yan masuk ke-dalam rimba bambu kuning.   Didalam daerah pohon bambu berwarna kuning itu Su-to Yan sesat jalan, Kemanapun dia pergi, tidak berhasil menemukan jalan keluar, semua adalah jalan mati, jalan buntu.   Dia melongok kebelakang, tidak ada tanda-tanda yang memberi tahu, bahwa Giok Hie mengejar sampai ditempat itu.   Hati Su-to Yan agak lega, Dia duduk bersila, mengatur peredaran jalan darahnya.   Kekuatan Kiu-han Sin-kun Kho Chio bersifat dingin, kekuatan Hoan-thian Mo-kun Thiat Kiam Seng bersifat panas, dikala kedua jago ini mengadu kekuatan dilembah Cui-goat-kok, Su-to Yan menyelak masuk, tepat dibawah gencetan kedua orang itu.   Tanpa disengaja, obat perekat Tong hay Sin-ciauw telah menyedot kekuatan kedua orang.   Kini kekuatan itu dipecahkan oleh tendangan Giok Hie.   Su-to Yan harus mengatur kembali, Memberi wadah yang wajar kepada mereka.   Penyaluran yang seperti itu memakan waktu setengah hari.   Berkat latihan tenaga dalamnya yang tekun, Su-to Yan berhasil memisahkan kekuatan panas dan dingin.   Dia membuka kedua mata yang dirapatkan Kanan, kiri, depan dan belakang ada tumbuh pohon bambu, semua bentuk dan ukuran pohon itu sejenis.   Tidak dapat membedakan mereka.    Mungkinkah memasuki daerah seseorang tokoh silat yang pandai soal tim barisan? Su-to Yan memilih satu arah, dia bangkit dan menuju lurus kedepan.   Betapa jauh-pun dia melewati pohon-pohon bambu itu, masih belum juga berhasil keluar darinya.   Su-to Yan balik kembali, menuju kearah utara, dia hendak meninggalkan rimba bambu kuning, Adanya bambu-bambu kuning yang ditanam di lembah ini adalah khusus ditanam oleh seorang tokoh silat dari jaman purbakala, dia sudah buta, karena itu membutuhkan sesuatu yang dapat menjamin jiwanya.   Dia mengatur bambu-bambu ini sedemikian rupa, sehingga tidak mudah untuk mencelakainya.   Untuk memberi tanda kepada orang-orang yang tidak sengaja, pada mulut lembah diberi tanda pedang kecil.   To-su Tukang Sado Giok Hie melihat adanya tanda itu, dia tidak berani lancang masuk kedalam lembah Bambu Kuning.   Demikianlah Su to Yan buntu meninggalkan rimba bambu kuning.   jalan, dia tidak berhasil Setengah harian Su-to Yan terputar-putar didalam lembah itu.   Tiba-tiba dia dikejutkan oleh adanya sebatang pedang kecil yang tergantung disuatu pohon bambu.   "Aaaa.,."   Su-to Yan berteriak kaget, inilah tanda khas dari Pendekar Rajawali Mas Kie Eng.   Dia telah memasuki daerah terlarang jago dari jaman purbakala itu.   Su-to Yan bingung, pendekar Rajawali Mas Kie Eng adalah orang pertama dari empat jago tua dari jaman purbakala, umurnya sudah seratus delapan tahun, kecerdikannya tidak ada yang dapat memadai.    Untuk ilmu kepandaian, dia hanya kalah oleh Pek ie Kauwcu Bong Bong Cu, Si Tabuh Maut Wie Biauw dan Akhli waris dari Gua Kematian Pek Hong Hie tiga orang.   Mengetahui dirinya berada dibawah kekuasaan seorang jago tua dari jaman purbakala, Su-to Yan menyerahkan diri.   Dia mengeluarkan helahan napas panjang.   Disaat inilah tiba-tiba terdengar suara yang serak bertanya.   "Su-to Yan kah yang datang?"   Sipemuda terkejut, untuk tidak mengganggu usahanya, dia berkata hormat.   "Betul, Boanpwee Su-to Yan."   "Sudah kuduga."   Berkata suara yang serak itu.   "Datanglah kedekatku."   "Boanpwee tak dapat menemukan jalan."   Berkata Su-to Yan.   "Kau melihat tanda pedang kecil?"   Bertanya orang ini, wajahnya belum terlihat.   "Ada."   Berkata Su-to Yan.   "Nah, majulah kearahnya, Melewati pohon bambu yang ada tanda pedang kecil, kau ke kiri 15 langkah, Maka kau dapat melihat wajahku."   Mengikuti petunjuk orang itu, Su-to Yan menggeser langkah kakinya, Tiba-tiba pemandangan dihadapannya bersinar terang, Dia membelakangi rumpun pohon bambu, disana duduk seorang tua berambut panjang.   Duduk disebuah batu besar, kedua matanya lurus memandang kedepan, hanya berupa layar putih, tidak terlihat hitamnya, orang tua ini sudah buta.   "Su-to Yan, mataku tidak dapat melihat, jangan kau menjadi kaget."   Su-to Yan memperhatikan orang tua berambut panjang, begitu panjang sehingga menutupi seluruh tubuhnya. "Kau adalah orang pertama yang memasuki barisan tin pohon bambu kuningku ini."   Berkata lagi orang tua itu. Su-to Yan membungkukkan setengah badan, dia bertanya.   "Cianpwee tentunya Pendekar Rajawali Mas Kie Eng."   "Aku memang Kie Eng."   Berkata orang tua itu, terlihat senyumnya yang serius sekali.   "Sudah ku perhitungkan, kau bakal datang ketempatku, sengaja kubangun barisan tin bambu kuning, khusus menunggu kedatanganmu dan betul-betul kau datang."   Su-to Yan lebih terkejut, ternyata kedatangannya diperhitungkan oleh orang tua berambut panjang. sudah "Aku adalah kawan baik kakekmu,"   Berkata orang tua berambut panjang Kie Eng.   "Aaaa...!"   Cepat-cepat Su-to Yan memberi hormat dalam.   "Ha, ha ..."   Si pendekar Rajawali Mas Kie Eng tertawa.   "Jangan banyak peradatan bangun !"   Dia tidak dapat melihat, tapi telinganya cukup tajam, pendengarannya luar biasa sekali, segala gerak-gerik Su-to Yan tidak lepas dari penilaiannya.   Betul-betul Su-to Yan takluk.   Membelalakkan mata putihnya, Kie Eng menatap kearah sipemuda, dan dia mengajukan pertanyaan "Kudengar, ayahmu telah menyerahkan kau kepada Ciok Pek Jiak, apakah benar berita itu?"   Su-to Yan sangat girang, inilah untuk pertama kalinya ada orang yang menyebut tentang diri sang ayah, cepat-cepat dia berkata.   "Betul, Boanpwee mendapat didikan langsung dari Suhu."   "Sudah kuduga... Sudah kuduga."   Berkata Kie Eng. "Tentang ayah boanpwe,"   Berkata Su-to Yan.   "Dimanakah cianpwe bertemu dengan beliau? Dapatkah memberi sedikit keterangan."   Kie Eng mengoyang-goyangkan kepalanya maka rambutnya yang panjang itu terurai kekanan dan kekiri.   "Ayah dan kakek tuamu sudah mati semua."   Su-to Yan tertegun.   "Dan ibu boanpwee?"   Dia bertanya tentang ibunya.   "Juga turut mengorbankan dirinya."   Berkata Kie Eng.   Su-to Yan berdiri seperti patung, matanya lurus memandang depan.   Terkenang kepada orang tuanya, teringat bagaimana sang ayah dan ibu membawa dia ke tempat kakek tuanya, kemudian menyerahkannya kepada Ciok Pek Jiak, hanya itu yang masih dapat diingat, kemudian, lenyaplah ayah bunda itu.   Sang kakek tuapun tidak terkecuali.   Lenyap tanpa bekas, Tidak seorangpun yang tahu, kemana perginya ketiga orang itu.   Disini, dia mendapat keterangan dari jejak orang tua dan kakeknya.   Dan berita yang didapat adalah berita kesedihan, ketiga orang itu sudah berada dialam baka.   Orang tua berambut panjang Kie Eng turut mengheningkan cipta, beberapa saat kemudian, dia berkata lagi.   "Kudengar gurumu telah mencucikan diri, tentunya belum menceritakan duduk perkara keluargamu, bukan ?"   "Suhu tidak mau membuka rahasia."   Berkata Su-to Yan.   "Nah, kulihat sudah waktunya kau mengetahui kejadian ini."   Orang tua meluruskan pandangan mata putihnya, seolah-olah hendak menembus jaman yang lalu.   Dia mengenang kejadian lama.   Su-to Yan menunggu cerita si Pendekar Rajawali Mas Kie Eng, Membiarkan orang tua itu melamun lama, dia menantikan dengan penuh kesabaran.    Dengan suara tandas, mengajukan pertanyaan.   sepatah demi sepatah, Kie Eng "Kau telah mendapatkan kitab Maya Nada ?"   "Sudah."   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tahukah bahwa kitab itu hanya berupa kitab samaran, kitab kosong yang hendak memalsukan catatan ilmu pedang Maya Nada?"   Su-to Yan terkejut Lagi-lagi orang tua ini dapat memperhitungkan adanya kitab kosong itu.   "Baru saja boanpwe ketahui."   Dia berkata. Kie Eng menghela napas.   "ilmu pedang Maya Nada adalah ilmu pedang kelas satu, belum ada yang dapat menandingi ilmu pedang ini, didalam kecepatan dan juga didalam soal perubahan-perubahannya. Tanah bisa merekah, sungaipun dapat pecah, mana kala dia bergemuruh gunungpun dapat dihancurkan. Selama ratusan tahun terakhir, turun menurun tersebar didalam rimba persilatan. Karena adanya keampuhan ilmu pedang itu, banyak yang memperebutkannya, terutama para jagojago kepalang tanggung, agar menjadikan dirinya sebagai manusia Super Tanpa Tandingan, dengan segala jerih payah, mereka mengorbankan tetesan darah yang berharga, tidak sedikit jiwa yang dikorbankan untuknya."   Pendekar Rajawali Kie Eng kenal banyak tentang ilmu pedang Maya Nada, Su-to Yan mendengar keterangan itu dengan hati patuh. Kie Eng menghela napas lagi, dia meneruskan ceritanya.   "Murid bontot Thian Kho Cu yang bernama Kong-su Put-hay mengantongi ilmu pedang Maya- Nada masuk kedaerah Tionggoan, dia pribadi mati bersama-sama dengan sembilan saudara-saudara seperguruannya, maka ilmu pedang Maya Nada turut lenyap sementara, Kong-sun Put-hay mati disuatu tempat yang tidak diketahui orang." Su-to Yan berguru kepada Ciok Pek Jiak dan jago ini sudah bosan kepada keramaian dunia, dia menyucikan diri, menutup semua sumber berita yang mempunyai hubungan dengan ilmu pedang Maya Nada yang membawa malapetaka itu. Dengan maksud agar Su-to Yan tidak melibatkan diri dalam persengketaan berdarah. Apa mau, takdir sulit dielakkan, Su-to Yan tidak berhasil lari dari kenyataan ilmu Pedang Maya Nada itu selalu membayangi dirinya, sehingga terjadi tragedi-tragedi yang sudah kita tuturkan diatas. Orang tua itu berambut panjang Kie Eng melanjutkan ceritanya.   "Kakek tuamu Su-to Pek Eng berhasil menemukan ilmu pedang Maya Nada, kitab itu didapat dari seorang asing yang berpakaian belang2, kemudian terjadi persengketaan. Kakek tuamu menyerahkan kitab Maya Nada kepada keluarga dilembah Hui-in digunung Bu-san. Demikian urusan ilmu pedang Maya Nada dapat diredakan."   Su-to Yan mengangguk-anggukkan kepalanya, dia mendapat gambaran jelas dari asal mula ilmu pedang Maya Nada. Orang tua berambut panjang Kie Eng mengatup-ngatupkan sepasang matanya yang buta, dan dia meneruskan cerita yang terputus tadi.   "Orang asing berpakaian belang adalah jago istana Khong-kiokkiong yang melarikan dirinya dari tekanan dan kejaran bangsanya, Hal ini diketahui juga, setelah terjadi pengambilan ahli kitab Maya Nada oleh keluaga Ie. Jago-jago istana Khong-kiok-kiong membikin penyelidikan mereka mengintimidasi kakek dan kedua orang tuamu, pertempuran-pertempuran tidak dapat dielakkan, untuk memberi pertanggung jawabannya, kakek tuamu pergi ke istana Khong kiokkiong. Disusul oleh kepergian kedua orang tuamu, akhirnya mereka mati didalam istana belang itu."   Su-to Yan mendongakkan kepala, dia mendamba-dambakan kehadiran sepasang orang tua-nya, kini harapan itu lenyap sama sekali, buyar terbawa angin lalu, dan kakek tuamu pun sudah tiada, mereka itu mati dibawah tangan Istana Khong-kiok-kiong.    Airmata membasahi pipi sipemuda.   Pendekar Rajawali Mas Kie Eng menarik napas, dia berkata lagi.   "Dikala kakek tuamu membikin perjalanan ke istana Khong-kiokkiong, dia pernah meminta diri dariku, Dan manakala kedua orang tuamu menyusul, juga bertemu denganku, generasi ketiga dari keluarga Su-to, kau juga menjumpaiku janganlah kau menyusul jejak keluargamu itu."   Su-to Yan mengadukan kepala, kakek tua nya Kiay-hay Kiamkhek Su-to Pek eng begitu lihay, tokh tidak dapat mengalahkan jago istana Khong-kiok-kiong, maka Kie Eng memberi bujukan halus, agar dia tidak menuju ke-istana belang itu.   Dengan suara yang serak, Kie Eng meneruskan keterangannya.   "Kukira, ilmu pedang Maya Nada sudah jatuh kedalam tangan istana Khong kiok-kiong, maka kakek tuamu tidak dapat mengalahkan mereka. Bila betul ada kejadian yang seperti ini, urusan lebih tidak mudah diselesaikan."   "Boanpwee kira belum tentu."   Su-to Yan mengemukakan pendapatnya.   "Sehingga saat ini. belum pernah terdengar cerita tentang orang-orang dari istana Khong-kiok-kiong."   "Mendapat serangan kakek dan kedua orang tuamu, tentu istana belang menderita banyak kerugian, besar kemungkinan para jago kelas satunya telah binasa, maka istirahat untuk sementara, menunggu sampai kekuatan mereka pulih kembali. Segera mengadakan gerakan serentak perhatikan betul-betul tentang kejadian ini."   "Begitu lihaykah jago-jago dari istana Khong-kiok-kiong?"   Su-to Yan mengajukan pertanyaan.   "Bayangkan sendiri, bila mereka tidak mempunyai kekuatan yang cukup hebat. Mungkinkah kakek dan kedua orang tuamu dapat dikalahkan."   "Kau juga tidak dapat menandingi mereka?"   Su-to Yan menatap orang tua berambut panjang itu. "Ha, ha..."   Pendekar Rajawali Mas tertawa.   "Aku sudah tua, tiada guna."   "Suatu hari, boanpwee akan menjajal kepandaian istana Khongkiok-kiong."   Berkata Su-to Yan gagah. Kie Eng, menunjukkan wajahnya yang girang, dia berkata.   "Aku tahu, kau memiliki aneka macam ilmu kepandaian silat yang hebat, sayang kau masih terlalu muda, belum dapat menyatukan semua ilmu itu. Berusahalah untuk membikin ilmu gabungan yang sehat, dan itu waktu, kukira tidak ada orang yang dapat mengalahkan mu."   Pikiran Su-to Yan terbuka lebar, apa yang dikemukakan oleh orang tua ini adalah tujuan yang menjadikan harapannya, bila saja dia dapat menyatukan semua ilmu kepandaian dan tenaga orang yang berada didalamnya, siapakah yang dapat mengalahkan Su-to Yan? Kie Eng berkata.   "Aku tidak melarang kau menggulungkan diri didalam persengketaan ilmu pedang Maya Nada, Aku turut bergembira, bila melihat kau menjadi orang, tapi bukan sekarang, Tekunkan-lah semua ilmu-ilmu itu."   Su-to Yan sedang mengurung kembali semua ilmu kepandaian yang ada padanya, dia sedang mencari jalan bagaimana harus menyatukan ilmu-ilmu kepandaian yang acak-acakan itu.   Kata-kata Kie Eng hampir tidak masuk kedalam telinganya.   Sebagai seorang yang berpengalaman menggunakan pendengaran telinganya, Kie Eng dapat mengetahui, bahwa pemuda itu sedang menekunkan ilmu-ilmunya.   Dengan perlahan-lahan, Sijago purbakala berkata.   "Alam semesta tercipta olehnya, hanya satu yang berkuasa, lima yang bertaburan diseluruh angkasa, menyelinap diantara yang ada dan yang tiada. Setiap gerakan berpangkal di pusat, menyusun jalur-jalur naluri terjadilah suatu kebahagian. Hancurlah semua kekotoran-kekotoran duniawi yang berani menggangu kelancaran kerja insan didunia." Hati Suto Yan tergerak, inilah kunci yang sulit didapat, Sam kie Ju-Su In Hong memberi pelajaran "Hui Eng cap-pat-San dan koatkong-cit-hian. Ayah angkat itu tidak memberi kunci-kunci pemecahannya, dan dari orang tua berambut panjang Kie Eng, Suto Yan menemukan kunci-kunci temuan baru. Si pemuda berlompat girang, Dia menari-nari membawakan ilmu silat yang ada. Pendekar Rajawali Mas Kie Eng menganggukkan kepala dia girang, Membiarkan pemuda itu bersilat beberapa saat, dia berkata.   "Aku ada urusan, dan hendak meninggalkan rimba bambu kuning ini, baik-baiklah kau melatih diri. Bila kau hendak keluar, perhatikan tanda pedang kecil itu, kau harus belok kekiri sebanyak lima belas langkah, Maka barisan bambu kuning tidak banyak mengganggumu."   Tubuh melesat, dan lenyap dari pandangan.   Su-to Yan mendapat kemajuan maju selangkah ditempat itu.   Petunjuk Kie Eng masuk tepat kedalam lembahnya.   Didalam lembah Bambu Kuning, Su-to Yan mendapat setengah hari.   Kemudian mengikuti petunjuk Kie Eng, dia melanjutkan perjalanannya.   Hari mulai gelap...   Telinga Su-to Yan yang tajam dapat menangkap datangnya suara pertempuran.   Mengikuti datangnya suara-suara itu, dia meluncurkan kakinya.   Belasan orang berbaju hitam sedang mengurung seorang anak muda yang berambut kusut, anak muda itu membikin perlawanan yang hebat, dia main terkam dan seruduk, main sesak dan menerjang hebat, inilah si Anak Srigala Lee Pin.   Dikala Su-to Yan memasang mata betul-betul, dia mendapat suatu kepastian, bahwa orang berbaju hitam adalah anak buah golongan Thian-lam Lo-sat.   Dibawah kurungannya para jago Thianlam Lo-sat, Lee Pin tidak dapat menembus pertahanan musuh.    Su-to Yan sedang berpikir-pikir, mengapa Lee Pin tidak minta bantuan pasukan srigalanya ? Disaat itu, Lee Pin mengamuk semakin hebat, dia mengeluarkan suara jeritan, srek, menerkam salah satu pengurungnya, perut orang itu berhasil disodok pecah berdarah, ususnya berceceran panjang, tubuh orang itu terhuyung sebentar dan jatuh, jiwanya mengucapkan selamat tinggal.   Orang-orang berbaju hitam mengurung semakin rapat, mereka berhati-hati sekali, tidak satupun yang berani lengah, Karena itulah keadaan Lee Pin semakin terjepit.   Su-to Yan menyedot napas, tubuhnya melesat tinggi terjun kedalam kalangan pertempuran itu.   "Saudara Lee Pin, jangan takut."   Dia berteriak- "Aku datang membantu."   Orang-orang berbaju hitam mengenali si Pedang Baru Suto Yan, serentak mereka membubarkan diri. Menggunakan kelengahan mereka, Lee Pin membunuh seorang lagi. Kurungan itu pecah segera, Mengajak Lee Pin, Su-to Yan berkata.   "Mari kita meninggalkan tempat ini."   Si Anak Srigala Lee Pin setuju saja, dia menganggukkan kepala.   "Mari."   Mereka siap meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba....Terdengar satu suara, besar berkata.   "Ha, ha.... Mau pergi... Ha. ha... sudah terlambat."   Su-to Yan memandang kawan itu. Dan Lee Pin memberi keterangan.   "Mereka menabur bisa jahat disekitar tempat ini." Su-to Yan mengerti, mengapa Lee Pin tidak memanggil pasukan srigalanya, dia sayang kepada binatang-binatang itu, karena adanya racun2 jahat disekitar tempat itu, agar para srigala tidak mati konyol, Lee Pin membiarkan dirinya dikurung oleh orang-orang Thian lam-Lo-sat.   "Bagaimana ?"   Terdengar lagi suara tadi.   "Masih hendak melarikan diri?"   Disana sudah bertambah seorang, inilah ketua golongan Thianlam Loo-sat yang bernama Lam Kiong It. Su-to Yan menghadapi ketua golongan berbaju hitam itu, Dia berkata.   "Lam Kiong It, berani kau bertanding satu lawan satu?"   "Ha, ha... Mengapa harus satu lawan satu ? Rombongan srigala dari kawanmu itu dapat menakutkan anak buahku,"   "Kau masih ingat akan kitab Maya Nada, bukan?"   Bertanya lagi Su-to Yan.   "Ng, bagaimana?"   Lam Kiong It melirikkan mata.   "Kau dapat memenangkan hadiah kitab, bila memenangkan aku,"   Su-to Yan mengeluarkan tantangan. dapat "Baik."   Lam Kiong It maju seorang diri.   "Bubarkan orang-orangmu itu,"   Su-to Yan mengajukan syarat.   "Jangan banyak omong !"   Bentak Lam Kiong It keras, Tubuhnya mumbul tinggi, dan dia segera menerkam Su-to Yan.   Si pemuda bergeser kesamping.   Lam Kiong It menubruk tempat kosong.   Sret, tangannya menyebarkan sesuatu, itulah lima utas tali berwarna merah, putih, hijau, kuning dan biru.   Dengan tali-tali itulah, dia meneruskan serangannya.    Senjata yang lain daripada yang lain, senjata khas ketua golongan Thian-lam Lo-sat.   Su-to Yan bermain diantara sela-sela lima utas tali lima warna, Lawannya gesit, diapun sangat lincah, terjadi pertarungan cepat.   Lam Kiong It sangat terkejut menyaksikan kemajuan ilmu kepandaian pemuda itu, dia harus memberi penilaian lain, inilah ilmu kepandaian Hui-eng-cap-pat-san dari pulau Tong hay.   Tentu saja Lam Kiong It tidak tahu, bahwa Sam-kie Ju-Su In Hong telah menurunkan ilmu itu kepada anak angkatnya.   Su-to Yan sudah menyatukan ilmu kepandaian praktek yang didapat dari Sam-kie Ju-Su In Hong dan teori sang pendekar Rajawali Mas Kie Eng.   Lee Pin dan anak buah Thian-lam Lo-sat dapat menyaksikan suatu pertandingan itu, sehingga mereka melupakan maksud tujuannya.   Sebagai seorang ketua golongan, Lam Kiong It memang mempunyai ilmu keistimewaannya, dengan menggunakan lima utas tali berwarna-warni, dia hendak mengaburkan sinar pandangan lawannya.   Su-to Yan tidak dapat disengkelit begitu mudah, dia dapat membedakan warna mana yang berbahaya, dan warna mana yang berupa warna ancaman, dengan mudah, dia dapat memilih warna yang agak lemah, dan menerobos kian kemari.   Pertempuran itu berjalan lagi belasan jurus, Lam Kiong It meletakkan lima tali Thian lam Lo-sat pada tangan kanan, dengan menggunakan tangan kiri, dia menyodok ke depan.   -ooo0dw0ooo-    Jilid 11 SUTO YAN mempunyai kegesitan yang luar biasa, tanpa menunggu perubahan yang berikutnya, dia sudah berhasil menangkap tangan itu.   Lam Kiong It menyeret lima tali Thian-lam Lo-sat, dia hendak melepaskan diri dari keadaan buruk itu.   Tangan Su-to Yun seperti memegang seekor belut, sangat licin sekali.   Dia terkejut, cepat-cepat melepaskan pegangan itu, tubuhnya melejit kebelakang.   Thian-lam Lo-sat adalah ahli bisa dan racun, sangat berbahaya sekali, bila membiarkan persentuhan kulit terjadi, yang akan dirugikan tentu diri sendiri.   Lam Kiong It juga menarik diri dari pertempuran itu, dia segan kepada ilmu kepandaian pemuda tangguh itu.   Harapannya yang hendak memiliki ilmu pedang Maya Nada kandas begitu saja.   Untuk mengalahkan lawannya, apa boleh buat, dia harus meminta bantuan banyak orang.   Mulutnya dikecilkan, memekik panjang, inilah tanda gerakan serentak.   Su-to Yan dan Lee Pin menggabungkan diri, mereka harus menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi.   Lam Kiong It berdiri diatas sebuah batu besar, dia menunggu reaksi dari instruksi penyerangan.   Lama sekali tidak ada tanda-tanda adanya gerakan pihak Thianlam Lo-sat.   Lam Kiong It mengerutkan keningnya, Su-to Yan dan Lee Pin menunggu dengan perasaan tidak sabar.   Tiba-tiba, terdengar suara orang yang menyebut Budha, Disaat yang bersamaan disana bermunculan para hwesio Siauw-lim-sie.   Datangnya dari seluruh penjuru.   Mengurung beberapa orang yang ada ditempat itu.   Lam Kiong It mengalami kegagalan, barisannya telah dikucarkacirkan oleh hwesio ini.    Tiga puluh hwesio berbaju merah mengurung datang, Su-to Yan terkejut, inilah 36 hu-hoat dari gereja Siauw-lim-sie, tugasnya menjaga keamanan gereja, Untuk urusan bagian luar, biasa nya 18 Lohanpun sudah cukup.   Hari ini terkecuali 36 hwesio berbaju merah keluar gereja serentak, tentu ada sesuatu urusan besar.   Seorang hwesio tua menampilkan diri, inilah ketua partay Siauwlim-pay, In-ie Taysu.   In-ie Taysu menghampiri Lam Kiong It dan berkata kepada ketua golongan Thian Lam Lo-sat itu.   "Maafkan kepada kami yang telah merusak barisan Bisa Racunmu."   "Bagus,"   Lam Kiong It berdengus.   "Budi Siauw lim-pay tidak akan kulupakan, jangan lupa kejadian dihari ini. Aku Lam Kiong It bersumpah untuk menuntut balas."   Mengajak sisa anak buahnya, ketua golongan Thian-lam Lo-sat itu meninggalkan mereka.   MakSud tujuan Siauw-lim-pay ketempat itu bukan mau membasmi Thian-lam Lo-sat, pokok tujuan adalah ilmu pedang Maya Nada yang berada ditangan Su-to Yan.   Bentrokan dengan Thian lam Lo-sat adalah jalan untuk meratakan ke tempat tujuan, Kini mereka menyingkirkan diri dari persengketaan, In-ie Taysu tidak mencegah.   Bayangan Lam Kiong It beserta anak buahnya sudah lenyap tidak terlihat.   In-ie Taysu menghadapi Su-to Yan dan Lee Pin.   "Sicu yang bernama Su-to Yan?"   Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   In-ie Taysu bertanya kepada pemuda kita.   "Betul."   Su-to Yan menganggukan kepala.   "Dan bagaimana sebutan sicu ini?"   In-ie Taysu memandang Lee Pin. "Anak Srigala Lee Pin,"   Su-to Yan memperkenalkan nama dan gelar kawannya.   "Aaaa...."   In-ie Taysu mengeluarkan suara kaget. Nama Anak Srigala pernah menggemparkan rimba persilatan, sedikit banyak, dia pernah dengar nama ini.   "Ada apa?"   Lee Pin mengeluarkan suara tantangan. Kepada Thian-lam Lo-sat, dia boleh takut memanggil pasukan binatang srigalanya, karena orang-orang itu pandai menggunakan racun, tapi rombongan kepala gundul ini, tidak dianggap mata sama sekali.   "Tidak ada urusan dengan Lee sicu."   Berkata In-ie Taysu tenang "Urusan hanya menyangkut diri Su-to Sicu."   "Hm ..."   Lee Pin mengeluarkan suara dari hidung.   "Dia belum ada waktu pergi kegerejamu, sudah begitu terburu2 kau menyusul datang? Begitu tidak sabar ?"   In-ie Taysu tidak mau melibatkan dirinya dengan kerewelan Lee Pin, dia langsung berurusan dengan Su-to Yan, katanya.   "Sicu berguru kepada Ciok Pek Jiak ?"   "Betul."   Jawab Su-to Yan segera. In-ie Taysu menyedot napasnya dalam-dalam, dan berkata lagi.   "Sedikit banyak, tentu Sicu pernah dengar tentang sepak terjang orang yang menjadi guru sicu itu, bukan? Seorang saudara kami yang bernama In-khong Taysu mati dibawah tangan Ciok Pek Jiak dan kami datang untuk urusan ini."   Sebelum Su-to Yan memberikan reaksinya, tiba-tiba terdengar suara Lee Pin yang melolong panjang.   Wajah Su-to Yan berubah, itulah suara isyarat untuk panggilan kepada pasukan srigala.   Didalam sekejap mata, ribuan binatang itu akan menerjang datang, tentu dari seluruh penjuru.    Demikian juga keadaan In-ie Taysu, dia tahu, apa kode dari lolongan panjang si Anak Srigala.   secara spontan, diapun menyebut nama Budha, Suara ini disambung saling susul oleh 36 hwesio baju merah Siauw-lim-sie.   Persiapannya begitu rapi sekali disaat yang sama, ratusan hwesio berkepala gundul menampilkan diri, mereka datang dari semua penjuru Lebih cepat dari gerakan rombongan srigala.   Su-to Yan dan Lee Pin kaget sekali.   In-ie Taysu membawakan suara yang dingin, dia berkata.   "Lebih baik kau tarik pulang pemanggilan para srigalamu itu, Adanya bentrokan secara besar-besaran akan tidak menguntungkan semua orang."   Melihat adanya persiapan Siauw-lim-pay yang begitu rapi.   Lee Pin mengetahui, pasukan srigala akan menderita kerugian besar.   Masih suara-Suara hweesio yang menyebut nama Budha itu mengalun diseluruh lembah.   Su-to Yan membikin perhitungan yang masak, segera dia berkata kepada sang kawan.   "Saudara Lee Pin, tolong kau tarik mundur pasukan srigalamu itu."   Lee Pin sedang berada didalam polisi kejepit, mendengar bujukan Su-to Yan, segera dia berlolong kembali, panjang dan pendek dua kali.   Suara lolongan dari pasukan Srigala menyambung suara lolongan Lee Pin, tapi mereka tidak menyuruduk masuk.   Adanya anjinganjing hutan diluar kurungan Siauw-lim-pay adalah jaminan kuat.   Su-to Yan berhadapan dengan In-ie Taysu lagi.   "Segala urusan boleh taysu selesaikan dengan aku."   "Sicu dapat memberikan jaminan yang pasti?"   Bertanya In-ie Taysu. "Ketahuilah."   Berkata lagi In-ie Taysu.   "Gurumu itu mendapat ilmu pelajaran Siauw-lim-pay dari seorang murid murtad kami, maka dia begitu lihay, tujuan Siauw-lim-pay tidak membenarkan adanya seorang diluar partay yang memahami ilmu silat kami. dengan ini, atas nama ketua partay Siauw-lim-pay, aku meminta kembali ilmu silat yang bernama Cui-pie-chiu dan Taygin-nu-chiu itu."   "Kukira urusan ini sebagai tameng alasan saja."   Berkata Su-to Yan.   "Mengapa taysu tidak menyebut ilmu pedang Maya Nada?"   In-ie Taysu membudekkan kuping tentang soal itu, dia berkata lagi.   "Ciok Pek Jiak telah membunuh seorang anak murid Siauw limpay. dengan ini kami menuntut ganti jiwa."   Su-to Yan membikin pembelaan.   "Guruku itu telah menyucikan diri, mungkinkah taysu tidak dapat memberi pengampunan kepada seorang yang sudah bertobat?"   "Ha, ha... Enak saja kau menggoyang lidah."   Berkata In-ie Taysu.   "Bila semua orang yang sudah melakukan kejahatan boleh bertobat dan dihari pengampunan, bila mana dia dibebaskan dari segala dosa yang sudah dilakukan olehnya, kemana pula larinya keadilan dan kebenaran? Boleh saja kita melakukan kejahatan-kejahatan, dan setelah itu ramai-ramai ku bertobat dan menyucikan diri, meminta pengampunan yang berkuasa. Setelah itu impaslah dosa kita, Ha,ha ha..."   "Maksud taysu?"   Su-to Yan makin naik darah.   "Kau adalah muridnya, segala tanggung jawab seorang guru wajib jatuh kepada orang yang dididik olehnya. Tanggung jawab ini harus jatuh keatas kedua pundakmu."   In-ie Taysu menudingkan jarinya kearah Su-to Yan.   "Baik."   Sipemuda menerima tuduhan itu.   "Bagaimana Siauw-limPay hendak meminta tanggung jawab?"   "Hutang jiwa harus dibayar dengan jiwa."   Berkata In-ie Taysu.   "Mungkinkah sicu tidak mengerti?" "Tentu saja mengerti,"   Berkata Su-to Yan.   "Segala sesuatu diselesaikan dengan kekerasan, Aku siap menerima tantangan kalian."   Dua hwesio berbaju merah menampilkan diri.   "Ciang-bun jin,"   Serentak mereka meminta tugas.   "Serahkan orang ini kepada kami, biar kami berdua yang menangkapnya."   In-ie Taysu menganggukkan kepalanya, permintaan kedua hwesio baju merah itu.   "Berhati-hatilah kepada memberi peringatan. ilmu dia kepandaian mengabulkan tangannya,"   Dia Dua huhoat baju merah dari gereja Siauw lim-sie menghampiri Su-to Yan. Lee Pin tertawa, mendahului gebrakan sang kawan, dia berkata.   "Biar aku yang mengusir mereka."   "Mereka adalah huhoat Siauw-lim-sie."   Su-to Yan memberi peringatan.   "Aku tahu."   Lee Pin sudah meluncurkan dirinya.   Tugas kedua huhoat itu adalah menangkap orang-orang persilatan Su-to Yan.   tetapi yang muncul di hadapan mereka adalah si Anak Srigala.   Karena itu, mereka menoleh kebelakang memandang In ie Taysu, meminta putusan ketua partay itu.   "Terimalah beberapa jurus pelajaran Lee-Pin sicu."    Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini