Pendekar Sakti Suling Pualam 1
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 1
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung Pendekar Sakti Suling Pualam Giok Siauw Sin Hiap Lanjutan Pek Ih Sin hiap (Kesatria Berbaju Putih) Karya . Chin Yung Jilid . 1 PENDAHULUAN Setelah Bu Lim Sam Mo mati di tangan Pek Ih Sin Hiap. Tio Cie Hiong, maka para ketua tujuh partai besar dan kaum rimba persilatan lainnya, yakin bahwa dunia persilatan pasti aman, tentram dan damai. Sedangkan Tio Cie Hiong, Lim Ceng im, Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa melangsungkan pernikahan di pulau Hong Hoang To. Para ketua tujuh partai besar dan para jago silat lainnya hadir semua dalam pesta pernikahan itu, sehingga pesta pernikahan tersebut menjadi meriah dan semarak.Sejak itu, Tio Cie Hiong sama sekali tidak mencampuri urusan rimba persilatan lagi. ia hidup tenang, damai dan bahagia sepanjang masa bersama Lim Ceng Im di pulau itu. Bagaimana keadaan rimba persilatan setelah Tio Cie Hiong menetap di pulau Hong Hoang To? Betulkah kematian Bu Lim Sam Mo membawa kedamaian dalam rimba persilatan? Justru sungguh di luar dugaan. Karena di saat Tao Cie Hiong hidup tenang, damai dan bahagia di pulau itu, di rimba persilatan telah muncui Hiat Ih Hwe (Perkumpulan Baju Berdarah). Siapa ketua perkumpulan itu tiada seorangpun yang mengetahuinya, sebab perkumpulan tersebut sangat misterius, lagi pula para anggotanya rata-rata berkepandaian tinggi Dimana Hiat ih Huie muncul, di situ pasti banjir darah, Semula Hiat Ih Huie cuma membantai para pembesar yang jujur dan setia, juga membasmi para pemberontak- Akan tetapi, lambat laun perkumpulan tersebut mulai mengarah pada kaum rimba persilatan golongan putih- Tak lama setetah itu, muncul pula Tiong Ngie Pay (Partai Keadilan) dan Seng Huiee Kauw (Agama Api Suci), sebingga timbul pula berbagai pertikaian dan bencana dalam rimba persilatan. ---ooo0dw0ooo--- Bagian Kesatu Penyakit Aneh yang mencemaskan Pulau Hong Hoang To (Pulau Burung Phoenix) terletak di Pak Hai (Laut Utara). Panorama di pulau tersebut sangat indah menakjubkan, tampak pula belasan ekor burung phoenix berterbangan, bunga-bunga liar pun memekar segar menambah keindahan pulau tersebut, Pagi ini, terlihat seorang bocah laki-laki sedang berlatih ilmu pukulan dan ilmu pedang di tempat terbuka. Bocah lakilaki itu berusia sepuluh tahun, bukan main tampannya, siapa yang melihatnya pasti akan timbul rasa suka kepadanya. Siapa bocah laki-laki itu? Ternyata putra Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im bernama Tio Bun Yang. Sejak anak itu berusia tiga tahun, Tio Cie Hiong mulai mengajarnya pan Yok Hian Thian Sin Kang (Tenaga Sakti Pelindung Badan) dan Kan Kun Taylo Sin Kang (Tenaga Sakti Alam Semesta). Setelah Tio Bun Yang berusia tujuh tahun, mulailah Tio Cie Hiong mengajarnya Tujuh Jurus Giok Siauui Bit Ciat Kang Khi (Ilmu Suling Kumala Pemusnah Kepandaian), Tujuh Jurus Bit Ciat Sin Ci (Ilmu Jan Sakti pemusnah Kepandaian) dan Kan Kun Taylo Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Alam Semesta). Kini Tio Bun Yang telah menguasai semua ilmu itu, hanya saja luieekangnya masih belum begitu tinggi. Sedangkan monyet bulu putih pun tidak mau ketinggalan. Monyet sakti itu juga mengajarnya berbagai ilmu pukulan, Di saat Tio Bun Yang berlatih, monyet bulu putih terus memperhatikannya bagaikan seorang guru. Berselang beberapa saat, muncullah Tio Cie Hiong bersama Lim Ceng Im. Mereka berdua lalu duduk di bawah sebuah Pohon sambil memperhatikan latihan Putra mereka. "Adik Im," Ujar Tio Cie hong sambil tersenyum. "Aku tidak menyangka, Bun Yang baru berusia sepuluh tahun tapi telah dapat menguasai semua ilmu yang kita turunkan kepadanya. " "Benar, memang sungguh di luar dugaan," Sahut Lim Ceng Im dengan tersenyum, namun kemudian wajahnya berubah murung. "Adik Im____" Tio Cie Hiong menatapnya seraya berkata. "Engkau tidak perlu cemas." "Kakak Hioong...." Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Dia mengidap penyakit. " "Tidak Perlu cemas," Ujar Tio Cie Hiong. "Itu memang Penyakit aneh, tapi engkau tidak Perlu cemas. " "Bagaimana mungkin aku tidak cemas?" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala "Penyakit itu mungkin akan mempengaruhi dirinya." "Tidak mungkin," Sahut Tio Cie Hiong "Aku mahir ilmu Pengobatan, tentunya tahu jelas akan penyakit itu." "Kakak Hiong, kenapa dia bisa mengidap penyakit itu?" "Yaaah" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Mungkin sudah nasibnya." "Hingga saat ini engkau tidak mampu mengobatinya?" "Aku telah berusaha mengobatinya, namun belum menemukan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakitnya" "Apakah selamanya dia akan begitu?" "Menurutku, kalau sudah waktunya penyakit itu akan lenyap dengan sendirinya. " "Bagaimana mungkin?" "Percayalah!" Tio Cie Hiong menggenggam tangan isterinya dengan penuh cinta kasih. "Adik Im, sejak dia berusia tiga tahun, aku telah mengajarnya pula dengan pendidikan moral, akal budi wejangan dan lain sebagainya. Karena itu, aku yakin, dia pasti seperti diriku. Tidak mau membunuh dan berbuat dosa maupun melakukan hal-hal yang cenderung jahat. Lagi pula Pada dasarnya dia berhati bajik dan berwatak luhur, jadi aku tidak begitu cemas. " "Tapi____" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala. "Aku... aku khawatir dia akan sembarangan membunuh orang. " "Tidak mungkin." Tio Cie Hiong tersenyum dan menjelaskan. "penyakitnya timbul hanya di saat ia marah besar, sehingga peredaran darahnya berjalan lebih cepat menerjang ke arah syaraf otak, maka kesadarannya akan tertutup. Apabila ia masih dapat menekan hawa amarahnya, tidak akan terjadi apa-apa. Seandainya tidak bisa, Ia pasti mengamuk atau akan membunuh orang yang membuatnya marah besar itu." "Itulah yang kukhawatirkan." Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Kakak Hiong, sebetulnya penyakit apa itu? " "Semacam tekanan darah tinggi." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Akan tetapi, kasih sayang dan kelembutan dapat menjernihkan pikirannya disaat kesadarannya tertutup oleh hawa kemarahan. Oleh karena itu, penyakitnya tersebut dapat disembuhkan dengan kasih sayang dan kelembutan." "Ngmmml" Lim Ceng Im manggut-manggut dan melanjutkan. "Aku masih ingat, setahun lalu ketika ia dipagut ular, seketika itu juga ia membunuh ular itu saking marahnya, bahkan mencincang-cincangnya pula. " "Itu dikarenakan ia merasa dirinya disakiti, padahal Ia tidak mengganggu ular. Karena itu. Maka, timbullah kemarahannya hingga ular itu dibunuhnya sekaligus dicincangnya." "Bagaimana kelak kalau ada orang menyakiti bukankah ia akan langsung membunuh orang itu?" "Maka, aku memberikannya pelajaran moral, akal budi dan lain sebagainya agar pikirannya selalu terbuka, tidak terpengaruh oleh hawa kemarahannya," Ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. " Aku pun akan mulai mengajarnya ilmu pengobatan dan Ilmu Penakiuk Iblis. Sebab Ilmu Penakiuk Iblis dapat memperkuat imannya, bahkan tidak akan terpengaruh oleh ilmu hitam dan ilmu sihir lainnya." "Kakak Hiong!" Lim Ceng Im menatapnya. "Anak kita itu... tidak akan berubah jadi penjahat, kan? " "Aku yakin tidak," Sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Karena watakku yang baik pasti menurun padanya. " "Ooohl" Lim Ceng im manggut-manggut. Sementara Tio Bun Yang yang telah usai berlatih, ketika melihat kedua orang tuanya, ia langsung mengkampiri sambil tersenyum. "Ayah, Ibu!" Panggilnya sambil duduk. "Nak!" Lim Ceng Im tersenyum lembut. "Masih pagi kok sudah berlatih?" "Ibu, Ayah bilang berlatih ilmu silat pagi-pagi, akan menyegarkan tubuh kita," Jawab Tio Bun Yang. "Benar, Nak." Tio Cie hong membelainya. "Oh ya, tahukah engkau apa tujuan seseorang belajar ilmu silat?" "Untuk memperkuat tubuh, membela diri dan untuk menolong sesama manusia. itu tujuan utama belajar ilmu silat," Jawab Tio Bun Yang "Nak," Tanya Lim ceng Im " Setelah engkau berkepandaian tinggi, bolehkah engkau membunuh orang di saat engkau disakiti orang?a" "Ibu!" Tio Bun Yang menatapnya dengan mata bening. "Kita tidak menyakiti orang, kenapa orang lain akan menyakiti kita?" "Karena orang lain itu berhati jahat, maka suka menyakiti orang," Jawab Lim Ceng Im menjelaskan. "Di saat engkau disakiti orang, haruslah tetap bersabar, tidak boleh marah sama sekali. " "Ibu, bagaimana kalau ada orang ingin membunuh Bun Yang?" Tanya anak itu mendadak. "Engkau harus mengampuninya, tidak boleh membunuhnya," Sahut Lim Ceng im dengan tersenyum lembut " Cukup memusnahkan kepandaiannya saja?" "Ibu...." Tio Bun Yang tampak berpikir keras, kemudian bertanya. "Kalau orang itu jahat sekali, apakah Bun Yang boleh membunuhnya?" "Tidak boleh." Lim Ceng Im menggelengkan kepala. "Biar bagaimanapun engkau harus mengampuninya. Namun engkau boleh memusnahkan kepandaiannya agar dia tidak bisa melakukan kejahatan lagi?" Tio Bun Yang mengerutkan kening "Ibu, kenapa orang jahat tidak boleh dibunuh?" "Nak," Sahut Tio Cie Hiong sambil menatapnya lembut. "Membunuh orang adalah perbuatan yang sangat berdosa. Sebagai orang yang berhati bajik, luhur dan mulia, tidak boleh membunuh orang. Siapa yang pernah membunuh orang, kelak dia sendiri atau anak cucunya pasti dibunuh orang pula. Sebab merupakan hukum karma yang tak dapat dielakkan, jadi engkau harus ingat baik-baik!" "Ya, Ayah" Tio Bun Yang mengangguk. "Nak!" Tio Cie hong tersenyum sambil mengalihkan pembicaraan "Engkau masih mempunyai paman Toan dan paman Lam Kiong di Tayii. Kalau mereka punya anak, tentunya telah sebesar engkau." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oh?" Tio Bun Yang tertawa kecil "Kenapa ayah dan ibu tidak pernah mengajak Bun Yang ke Tayli menemui mereka?" "Tayli sangat jauh, lagi Pula ayah dan ibu telah bersumpah tidak akan meninggalkan pulau ini," Sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Tapi kelak engkau boleh pergi seorang diri ke Tayli." Tio Bun Yang tampak girang sekali. "Kapan Bun Yang boleh berangkat ke Tayli?" "Tentunya harus menunggu engkau dewasa dulu," Ujar Lim Ceng Im dan melanjutkan. "Jadi sekarang engkau harus giat berlatih, agar memiliki kepandaian tinggi kelak." "Ibu, kalau Bun Yang sudah besar, bolehkah Bun Yang pergi mengembara?" Tanya anak itu. "Tentu boleh. Tapi----" Lim Ceng im melirik Tio Cie Hiong "Kalau engkau pergi mengembara, sudah barang tentu akan berkecimpung dalam rimba persilatan," Ujar Tio Cie Hiong cepat " Engkau harus tahu, bahwa banyak orang jahat dalam rimba persilatan. Orang jahat pasti berhati licik, busuk dan tak segan membunuh orang. Karena itu, engkau harus berhati-hati dan harus bersabar menghadapi urusan apa Pun. ingat, engkau tidak boleh marah agar tidak sembarangan membunuh orang." "Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk. "Bun Yang pasti selalu ingat akan semua nasihat Ayah." "Bagus!" Tio Cie hong membelainya. "Bun Yang adalah anak baik, penuh kesabaran, pengertian dan berhati bajik, luhur serta mulia." "Ayah!" Tio Bun Yang tersenyum. "Bun Yang tidak akan mengecewakan Ayah dan ibu." "Bagus, bagus!" Lim Ceng Im tertawa gembira dan sekaligus memeluknya erat-erat dengan penuh kasih sayang. "Kakak Bun Yang! Kakak Bun Yang!" Terdengar suara seruan merdu, kemudian muncul seorang anak gadis berusia sekitar sembilan tahun, cantik, manis dan lincah. Siapa anak gadis itu? Tidak lain Lie Ai Ling, putri Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa. "Adik Ai Ling!" Sahut Tio Bun Yang tersenyum. "Paman, Bibi!" Panggit Lie Ai Ling. "Ai Ling, di mana ayah dan ibumu?" Tanya Tio Cie Hiong. "Mereka sedang sarapan," Jawab Lie Ai Ling dan memberitahukan. "Kakek dan kakek pengemis telah mulai main catur." "Ooohl" Tio Cie hong manggut-manggut. "Kauw heng!" Lie Ai Ling membelai monyet bulu putih. "Ai Ling mencari ke sana ke mari, ternyata kauw heng berada di sini!" Monyet bulu putih bercuit-cuit kemudian sepasang tangannya bergerak-gerak seakan memberitahukan sesuatu. "Oh, kauw heng berlatih di sini bersama Kakak Bun Yang!" Lie Ai Ling tersenyum. "Kakak Bun Yang, mari kita berlatih!" "Baik, Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang mengangguk. Mereka berdua lalu mulai benlatih. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im menyaksikannya dengan penuh perhatian, kemudian manggut-manggut. "Kakak Hiong," Bisik Lim Ceng Im. "Kelihatannya kecerdasan Bun Yang tidak di bawah kecerdasanmu. " "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk sambil tersenyum. "Menurutku, dia lebih cerdas dariku. Itu sungguh di luar dugaan, lagi pula----" "Kenapa?" "Adik im!" Tio Cie Hiong serius. "Tahukah engkau suatu hal mengenai diri Bun Yang?" "Hal apa?" "Dia pun kebal terhadap berbagai macam racun sepertiku" "Oh?" Terbetalak Lim Ceng Im. "Kok bisa begitu?" "Dua kali aku makan buah Kiu Yap Ling Che, sedangkan dia darah dagingku, maka dia pun kebal terhadap racun apa pun." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Syukurlah!" Ucap Lim Ceng Im dengan wajah berseri. "Bun Yang memang anak, yang luar biasa. Walau baru berusia sepuluh tahun, tapi telah menguasai semua ilmuku, termasuk ginkang (Ilmu Meringankan Badan)." "Memang." Lim Ceng Im manggut-manggut. "Hanya saja lweekangnya masih dangkali "Kalau dia terus berlatih, pasti Iweekangnya akan bertambah tinggi" "Kakak Hiong!" Lim ceng Im menatapnya. "Engkau akan memperbolehkannya pergi berkelana kelak?" "Itu memang sudah harus, tidak mungkin dia terus diam di pulau ini. Dia barus pergi mencari Pengalaman" "Tapi----" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala. "Otomatis dia akan berkecimpung dalam rimba persilatan, dan itu akan membahayakan dirinya." "Adik Im!" Tio Cie hong tersenyum lembut. Satu bahaya justru akan menambah pengalamannya, sekaligus menggembleng ketabahan hatinya. Kita pun tidak usah mengkhawatirkannya, sebab dia telah berbekal kepandaian tinggi yang kita turunkan kepadanya." "Ya." Lim Ceng im manggut-manggut. "Yang kusayangkan...." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Nenek telah wafat dua tahun yang lalu----" "Nenek memang sudah tua, sebelumnya nenek pun telah menurunkan kepandaiannya kepada Kakak Suan Hiang." "Sudah sepuluh tahun lebih Adik Suan Hiang belajar ilmu silat di pulau ini, mungkin tidak lama lagi dia akan ke Tionggoan untuk menuntut balas kematian ayahnya." "Kasihan dia----" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala. "Kini usianya sudah tiga puluh lebih, namun belum menikah!" "Mudah-mudahan dia akan bertemu lelaki yang baik, jadi dia pun akan hidup bahagia!" "Kelihatannya dia sudah tiada niat untuk menikah, hanya ingin menuntut balas kematian ayahnya saja". "Ngmm!" Tio Cie hong manggut-manggut. "Oh ya, belum lama ini Man Chiu kelihatan agak aneh" "Oh?" Lim Ceng Im menatapnya. "Bagaimana anehnya?" "Dia seling melamun, bahkan hatinya seakan terganjel sesuatu" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Aku khawatir suatu yang buruk akan terjadi...." Lim Ceng Im juga mengerutkan kening. "Menurutmu apa yang akan terjadi atas dirinya?" "Entah?" Tio Cie Hbong menggelengkan kepala. "Pokoknya suatu yang buruk, sebab dia kelihatan sedang mempertimbangkan suatu kePutusan. Terus terang, aku cemas akan itu." "Kalau begitu, engkau harus memberitahukan kepada Kakak Hong Hoa." Ujar Lim Ceng Im mengusulkan. "Tidak bisa." Tio Cie Hiong menghela nafas. "Karena aku tidak tahu jelas, melainkan cuma berfirasat dan juga itu kan urusan Man Chiu dengan Kakak Hong Hoa, aku tidak boleh turut campur." "Ya" Lim Ceng Im mengangguk. "Oh ya, Kakak Hiong! Setelah Bu Lim Sam Mo mati, apakah rimba persilatan sudah aman, tenang dan damai?" "Adik Im!" Tio cie Hbong menghela nafas panjang. "Rimba persilatan bagaikan laut yang selalu bergelombang, hanya bisa tenang sejenak lalu bergelombang lagi." "Maksudmu rimba persilatan tidak bisa tenang selamaiamanya?" Tanya Lim Ceng Im sambil menatapnya. "Adakah laut yang tenang selama-lamanya?" Cie Hiong balik bertanya. "Tidak ada." Lim Ceng Im menggelengkan "Nah begitu Pula rimba persilatan," Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum getir. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sebab kaum rimba persilatan tidak terlepas dan keserakahan, kelicikan dan lain sebagainya. Karena itu, bagaimana mungkin rimba persilatan bisa tenang seiama-iamanya?" "Kalau begitu----" Lim Ceng im mengerutkan kening. "Bun Yang berkelana kelak...." "Adik Im!" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membelainya. "Engkau Pun pernah berkecimpung dalam rimba persilatan, jadi jangan terlampau mengkhawatirkan Bun Yang!" "Kakak Hiong...," Tanya Lim Ceng im dengan suara rendah. "Perlukah kita menemaninya berkelana?" "Adik Im!" Tio Cie Hiong tertawa. "Dia pergi berkelana berarti dia telah dewasa, kenapa kita masih harus menemaninya? Bukankah engkau pernah mengembara seorang diri kemudian bertemu aku yang sedang mandi telanjang di sungai?!" "Kakak Hiong...." Wajah Lim Ceng im langsung kemerahmerahan. "Kenapa kau ungkit lagi kejadian itu, bahkan sering pula memberitahukan kepada Bun Yang, sehingga membuatnya tertawa geii?" "Adik Im!" Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh cinta kasih. "Itu merupakan kenangan yang sangat indah dan manis lho!" "Dasar...." Lim Ceng Im cemberut "Kakak Hiong, kita... selamanya tidak akan ke Tionggoan iagi?" "Tentu harus ke sana, sebab kita harus mengunjungi ayahmu," Jawab Tio Cie Hiong. "Sudah dua tahun ayahmu tidak ke mari." "Kakak Hiong, kapan kita akan ke markas pusat Kay Pang mengunjungi ayahku?" Tanya Lim Ceng Im mendadak. "Setelah Bun Yang besar" "Yaahi" Lim Ceng Im menarik nafas dalam-dalam. "Itu masih lama! Bagaimana kalau tahun depan kita ke markas pusat Kau Pang?" "Lihat saja nanti!" Tio Cie thong tersenyum. "Oh ya, entah bagaimana keadaan Toan Wie Kie, Lam Kiong Bie Liong dan isteri mereka? Sudah sepuluh tahun lebih kita berpisah dengan mereka, apakah mereka sudah mempunyai anak?" "Aku yakin mereka sudah mempunyai anak," Sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum" Kakak Hiong, yang kupikirkan adalah Kim Siau Suseng dan Kou Hun Bijin- Sudah sepuluh tahun lebih mereka menjadi suami isteri, mungkinkah mereka bisa mempunyai anak?" "Mereka pasti bisa mempunyai anak?" "Apakah mereka akan tetap awet muda?" "Tidak bisa" Tio Cie Hiong menjelaskan "Setelah menikah, mereka pun akan tua. Karena melakukan hubungan intim, sehingga mempengaruhi tubuh mereka. " "Kakak Hiong!" Lim Ceng Im tersenyum. Entah bagaimana anak mereka?" "Kalau anak mereka laki-laki, tentunya tampan luar biasa. Kalau perempuan, otomatis cantik bukan main," Sahut Tio cie Hiong sambil tertawa. "Eh? Kakak Hiong!" Wajah Lim Ceng im serius. "Kalau mereka mempunyai anak perempuan yang cantik bukan main, kelak entah berapa banyak kaum pemuda akan bertekuk lutut dihadapannya. Ibunya adalah Kou Hun Bijin (Wanita Cantik Pembetot Sukma), maka anak perempuannya" "Tidak akan seperti ibunya," Sambung Cie Hiong. "Kalau mereka mempunyai anak perempuan, aku yakin anak perempuan itu pasti lemah lembut dan kalem" Lim Ceng Im tersenyum. "Kakak Hiong, entah gadis mana yang akan menjadi jodoh Bun Yang!" "Adik im!" Tio Cie Hiong tertawa. " Un Yang belum dewasa, kenapa engkau telah memikirkan jodohnya?" "Kita adalah orang tuanya, tentunya harus memikirkannya, bukan?" "Benar," Tio Cie Hiong mengangguk. " Pokoknya iyu terserah dia, yang penting adalah gadis yang baik." "Betul!" Lim Ceng Im manggut-manggut dan berbisik. "Harus seperti kita berdua." "Ha ha ha!" Tio Cie Hiong tertawa gembira. "Saling mencinta dengan penuh kasih sayang Selamalamanya!" --ooo0dw0ooo-- Seusai berlatih ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat (Ilmu Pedang Burung Phoenix) dan Lui Tian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Petir Kilat), Yo Suan Hiang lalu duduk di bawah sebuah pohon, Berselang sesaat, wajah gadis itu tampak berubah murung. Ternyata ia teringat akan kematian ayahnya. Mendadak sepasang matanya memancarkan sinar berapi~api, kemudian bergumam sambil mengepalkan tinju. "Aku harus menuntut balas! Aku harus menuntut balas.... " "Suan Hiang!" Muncul Tio Tay Seng, majikan pulau Hong Hoang To menatapnya lembut. "Guru!" Yo Suan Hiang segera bangkit berdiri, sekaligus memberi hormat. "Guru tahu bagaimana perasaanmu." Tio Tay Seng mengheia nafas panjang seraya berkata. "Sudah sepuluh tahun lebih engkau belajar ilmu silat di sini, dan kini ilmu silatmu boleh dikatakan sudah tinggi. Kalau ingin menuntut balas kematian ayahmu, engkau boleh berangkat ke Tionggoan." "Guru. ." Yo suan Hiang menundukkan kepala. Tio Tay Seng tersenyum. "Memang sudah waktunya engkau ke Tionggoan, karena kepandaianmu sudah tinggi. Tapi biar bagaimanapun engkau harus berhati~hati" "Guru, kapan aku boleh ke Tionggoan?" "Besok pun boleh. " "Guru.." Yo Suan Hiang mulai terisak-isak "Guru tahu..." Tio Tay Seng menatapnya dalam-dalam. "Engkau merasa berat meninggalkan guru dan pulau ini. Tapi biar bagaimanapun engkau harus ke Tionggoan. Karena itu, guru izinkan engkau berangkat esok" "Ya, Guru" Yo Suan Hiang mengangguk. "Kakak Suan Hiang!" Muncul Lim Ceng Im dan Tio Cie Hiong. "Paman, Adik Suan Hiang!" Panggil Tio Cien Hiong, yang kemudian memandang Yo Suan Hiang. "Engkau akan ke Tionggoan esok?" "Ya, Kakak Cie Hiong"" Yo Suan Hiang mengangguk. "Kepandaianmu memang sudah cukup tinggi, namun aku pernah menyaksikan lweekang ketua perkumpulan Hiat Ih Huie. Kelihatannya dia memiliki iweekang yang sangat tinggi. Engkau harus berhati-hati menghadapinya, jangan berlaku ceroboh!" "Ya, Kakak Cie Hiong." Yo Suan Hiang mengangguk. "Begini..." Tio Cie Hiong menatapnya serius seraya berkata. "Berhubung ketua Hiat Ih Huie berkepandaian sangat tinggi, maka alangkah baiknya engkau kuajari Kiu Kiong San Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat). Apabila engkau bertemu ketua itu dan tidak sanggup melawannya, engkau masih bisa meloloskan diri dengan ilmu Kiu Kiong San Tian Pou." "Betul," Ujar Tio Tay Seng. "Cie Hiong, ajarkan kepadanya Ilmu Langkah Kilat! Setelah itu, barulah dia pergi ke Tionggoan." "Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk lalu berkata kepada Yo SUan Hiang. "Adik Suan Hiang, aku akan mulai mengajarmu Kiu Kiong San Tian Pou." "Terima kasih, Kakak Cie Hiong!" Yo Suan Hiang girang bukan main. "Tio Tocu!" Terdengar suara seruan dan kejauhan, yang tidak lain suara seruan Sam Gan Sin Kay (Pengemis Sakti Mata Tiga), Tetua Kay Pang. "Cepat kemari main catur!" "Baik! Hari ini engkau pasti kalah!" Sahut Tio Tay seng lalu sekaligus melesat Pergi. Sedangkan Tio Cie hong telah mulai mengajarkan Hiang Kiu Kiong San Tian Pou kepada Yo Suan Hiang. Gadis itu mempelajari ilmu tersebut dengan penuh semangat dan bersungguh. Dua hari kemudian, barulah Yo Suan Hiang dapat menguasai ilmu itu. Tio Cie hong manggut-manggut gembira, sedangkan Yo Suan Hiang tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. "Kakak Cie Hiong, terima kasih! Terima kasih.... " "Tidak perlu berterima kasih," Sahut Tio cie Hiong lembut. "Kita boleh dikatakan sebagai kakak adik" "Kakak Hiong." Sela Lim Ceng Im mendadak. "lebih baik engkau mengajarnya semacam ilmu pedang untuk melindungi diri, karena engkau bilang ketua perkumpulan Hiat Ih Huie berkepandaian sangat tinggi, Aku khawatir----" "Adik Im, ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat dan Lui Tian Kiam Hoat merupakan ilmu Pedang tingkat tinggi yang amat lihay." "Tapi belum tentu dapat mengalahkan ketua perkumpulan. Jadi alangkah baiknya engkau mengajar Kakak Suan Hiang semacam ilmu pedang," Usul Lim Ceng Im. Tio Cie hong berpikir lama sekali, kemudian barulah mengangguk. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baiklah. Aku akan ajarkan adik Suan Hiang semacam ilmu pedang," Ujar Tio cie Hiong sungguh-sungguh. "Kebetulan aku baru menciptakan ilmu pedang tersebut." "Terima kasih, Kakak Cie Hiong!" Ucap Yo Suan Hiang terharu "Terima kasih adik Ceng Im!" "Kakak Suan Hiang, engkau tidak usah mengucapkan terima kasih." Lim Ceng im tersenyum lembut lalu bertanya pada Tio Cie Hiong. " Ilmu pedang apa yang akan engkau ajarkan kepada Kakak Suan Hiang?" "Adik Im!" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Selama berada di pulau ini, aku terus memikirkan ilmu pedang Im sie Hong Mo-Ku Tek Cun dan ilmu pedang Pek Ih Hong Li-Yap In Nio. itu membuat kepalaku menjadi pusing sekali, namun akhirnya aku berhasil menciptakan semacam ilmu pedang berdasarkan ilmu pedang mereka" "Oh?" Lim ceng im terbelalak. "Engkau menciptakan ilmu pedang apa?" "Cit Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Fusing Tujuh Keliling)," Tio Cie Hiong memberitahukan "Apa?" Lim Ceng Im, tertegun, lalu tertawa geli seraya berkata. "itu pasti ilmu pedang yang kacau balaul " "Benar?" Tio Cie Hiong mengangguk dan berkata kepada Yo Suan Hiang. "Engkau harus ingat, bahwa ilmu pedang tersebut sangat lihay, dahsyat dan ganas, dan setiap jurusnya Pasti memutuskan urat di tubuh lawan. Karena itu, kalau tidak terpaksa, janganlah engkau mengeluarkan ilmu pedang tersebut!" "Ya." Yo Suan hang mengangguk "Cit Loan Kiam Hoat terdiri dan tujuh jurus." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Setiap jurusnya mempunyai tujuh perubahan, jadi tujuh jupus berarti mempunyai empat puluh sembilan perubahan, yang tak terduga. Oleh karena itu, ilmu Pedang tersebut sangat lihay. Engkau harus belajar dengan segenap hati, kalau tidak, sulit bagimu menguasainya," "Kakak Cie Hiong!" Ujar Yo Suan Hiang berjanji. "Aku pasti belajar dengan segenap hati, pokoknya tidak akan mengecewakanmu" "Bagus!" Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian meminjam pedang yang di tangan Yo Suan Hiang. "Aku akan memperlihatkan ilmu pedang itu." Tio Cie Hiong mulai memainkan ilmu pedang cit Loan Kiam Hoat. Yo suan Hiang dan Lim Ceng Im menyaksikannya dengan penuh perhatian. Tak seberapa lama kemudian, mereka berdua merasa berkunang-kunang dan kepala mereka pun menjadi pusing sekali, Ketika Tio Cie Hiong berhenti, Yo Suan Hiang dan Lim Ceng Im jatuh terduduk dengan wajah pucat pias. "Adik Im, Adik Suan Hiang!" Panggil Tio Cie Hiong dengan tersenyum. "Kenapa kalian?" "Tidak tahan, Pusing sekali," Sahut mereka berdua serentak. "Sungguh dan luar biasa sekali ilmu pedang itu! Pantas dinamai Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling!" "Karena itu...." Tio Cie Hiong mengingatkan. "Jangan sembarangan mengeluarkan ilmu pedang tersebut!" "Kakak Cie Hiong, mampukah aku mempelajari ilmu pedang itu?" Tanya Yo Suan Hiang mendadak. "Adik Suan Hiang!" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kalau ada kemauan keras, tentu akan berhasil" "Ya." Yo Suan hang mengangguk "Nah, kini aku akan mulai mengajarmu," Ujar Tio Cie Hiong dan mulai mengajar Yo Suan Hiang. Walau hanya tujuh jurus, tapi yo Suan Hiang mempelajarinya membutuhkan waktu sebulan lebih, barulah dapat menguasai ilmu pedang tersebut. Setelah itu, ia mohon pamit kepada Tio Tay Seng, Sam Gan Sin Kay, Tio Cie hong, Lim Ceng Im dan lainnya. "Bibi, kapan kita akan berjumpa lagi?" Tanya Tio Bun Yang dengan mata bersimbah air. "Bun Yang!" Yo Suan Hiang membelainya. "Kita akan berjumpa dalam rimba persilatan kelak," "Bibi," Sahut Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Bun Yang tidak mau berkecimpung dalam rimba persilatan." "Kenapa?" Tanya Yo Suan Hiang heran. "Kata ayah, banyak orang jahat dalam rimba silatan." Tio Bun Yang memberitahukan. "Jadi Bun Yang lebih senang tinggal di pulau ini." "Bun Yang____" Yo Suan Hiang tersenyum lembut "Kalau bisa, memang lebih baik tidak berkecimpung dalam rimba persilatan." "Ya, Bibi" Tio Bun Yang mengangguk- "Bibi," Tanya Lie Ai Ling, putri Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa sambil terisak-isak. "Kapan Bibi akan kemari menengok Ai Ling dan Kakak Bun Yang? A "Ai Ling!" Yo Suan Hiang membelainya. "Kalau urusan bibi sudah beres, bibi pasti kemari menengok kalian. Nah, selamat tinggal!" "Adik Suan Hiang, selamat jalan!" Ucap Tio Cie Hiong. "Kakak Cie Hiong____" Mata Yo Suan Hiang sudah basah, kemudian berlutut di hadapan Tio Tay Seng "Guru, aku mohon pamit." "Berangkatlah!" Tio Tay Seng menatapnya lembut dan melanjutkan. "Kapan pun engkau boleh kemari." "Ya, Guru." Yo Suan Hiang mengangguk lalu bertutut di hadapan Sam Gan Sin Kay. "Kakek, aku mohon pamit!" "Ha ha ha! Suan Hiang!" Sam Gan Sin Kay tertawa getak. "Jangan cengeng, hapusiah air matamu!" "Kakek.." Yo Suan Hiang terisak-isak. "Suan Hiang!" Tio Tay Seng tersenyum. "Bangunlah, jangan terus berlutut! Engkau boleh berangkat sekarang." "Ya, Guru" Yo Suan Hiang bangkit berdiri "Adik Ceng Im, sampai jumpa!" "Sampai jumpa, Kakak Suan Hiang!" Sahut Lim Ceng im dengan mata bersimbah air. "Hati-hati setelah sampai di Tionggoan!" Yo Suan Hiang mengangguk, kemudian mendadak melesat pergi. Tio Tay Seng dan Sam Gan Sin Kay saling memandang sambil menghela nafas Panjang, setelah itu Sam Gan Sin Kay tertawa. "Tio Tocu, mari kita main catur!" "Baik. Hari ini engkau Pasti kalah!" Sahut Tio Tay Seng sambil tersenyum dan menambahkan. "Pokoknya sepuluh kosong..." Mereka berdua melesat pergi, Lie Man Chiu, Tio Hong Hoa dan Lie Ai Ling juga meninggalkan tempat itu Sedangkan Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im saling memandang, kemudian mereka menggeleng-gelengkan kepala. "Kakak Hiong, dia mulai bergelut dengan bahaya," Ujar Lim Ceng Im sambil menghela nafas. "Mudah-mudahan dia berhasil menuntut balas! Kalau tidak...." Tio Cie Hiong diam, berselang sesaat baru melanjutkan. "Dia pula yang akan celaka." "Ayah, bibi mau pergi menuntut balas apa?" Tanya Tio Bun Yang mendadak. "Nak!" Tio Cie Hiong membelainya. "Ayah bibimu itu dibunuh orang jahat, maka dia mau pergi menuntut balas." "Jadi... bibi mau pergi membunuh orang jahat?" Tanya Tio Bun Yang lagi. "Ya" Tio Cie Hiong mengangguk. "Ayah...." Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Kata ayah harus mengampuni orang, kenapa bibi tidak mau mengampuni orang, yang memhunuh ayahnya?" "Nak," Tio cie Hiong tersenyum. "Sifat, watak dan hati orang tidak akan sama. Ada yang pendendam dan pembenci, ada pula yang uielas asih dan mau mengampuni orang lain. Jadi, bibi itu masih tercekam oleh rasa dendam dan benci, maka dia tidak bisa mengampuni pembunuh ayahnya." "Ayah," Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Seandainya Ayah dan ibu dibunuh orang, Bun yang juga pasti membalas dendam, paling tidak harus memusnahkan kepadaian penjahat itu." "Nak!" Tio Cie hong tersenyum lembut " Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Engkau memang tidak salah, namun cukup memusnahkan kepandaian penjahat itu saja." "Kalau begitu bibi..." "Dia pun akan memusnahkan kepandaian pembunuh ayahnya," Sahut Lim Ceng Im. sambil membelainya. "Membunuh itu tidak perlu, cukup memusnahkan kepandaian para penjahat saja" "Ya, Ibu." Tio Bun Yang mengangguk. "Bun Yang pasti selalu ingat akan nasihat Ibu." "Engkau memang anakku yang baik" Lim Ceng Im memeluknya erat-erat dengan penuh kasih sayang. "Anakku, engkau tidak boleh membunuh siapa pun kelak. Jangan membuat suatu karma yang buruk untuk dirimu sendirit Camkanlah baik-baik nasihat ibu!" "Ya, Ibu!" Tio Bun Yang mengangguk. "Bun Yang pasti menurut semua nasihat Ayab dan Ibu, Bun Yang tidak mau jadi anak durhaka, dan tidak mau jadi penjahat. Bun Yang berjanji kepada Ayah dan Ibu!" "Nak!" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im membelai-beiainya dengan penuh kasih sayang. -ooo0dw0ooo- Bagian Kedua Kejadian yang tak terduga. Lie Man Chiu, suami Tio Hong Hoa duduk diatas sebuah batu. Sepasang matanya terus mengarah ke laut yang membiru itu- Sayup-sayup terdengar suara deruan ombak, diiringi pula oleh suara desiran angin laut. Kelihatannya ia sedang mempertimbangkan suatu keputusan. Hal itu dapat diketahui dan keningnya yang terus menerus berkerut Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / "Benar." Gumamnya dengan suara rendah. "Aku harus mengambil keputusan itu, tidak boleh ragu lagi" Pada waktu bersamaan, Ia mendengar suara langkah di belakangnya. Tanpa menoleh ia sudah tahu, bahwa itu suara langkah Tio Hong Hoa, isterinya. "Kakak Chiu..." Panggil Tio Hong Hoa, kemudian duduk di sisinya. "Kenapa engkau duduk melamun di sini?" "Adik Hoa," Sahut Lie Man Chiu sambil tersenyum. " Aku sedang menikmati keindahan laut." "Oh?" Tio Hong boa menatapnya dalam-dalam. " Tapi kelihatannya engkau sedang memikirkan sesuatu. Apa yang engkau pikirkan? Bolehkah aku tahu?" "Adik Hoa!" Lie Man Chiu mengambil sebuah batu kecil, lalu dilemparkannya ke laut seraya berkata. "Aku tidak memikirkan apa-apa, percayalah!" "Kalau begitu, legalah hatiku!" Tio Hong Hoa tersenyum dan menambahkan. "Aku justru khawatir, ada sesuatu yang terganjel dalam hatimu." "Tentu tidak" Lie Man Chiu juga tersenyum. "Oh ya, Yo Suan Hiang telah pergi ke Tionggoan. Entah bagaimana dia, berhasilkah dia menuntut balas?" "Kasihan dia!" Tio Hong Hooa menghela nafas." Mudahmudahan dia akan berbasil membalas dendam!" "Adik HoaI " Lie Man Chiu menatapnya dalam-dalam. "Engkau tidak berniat sama sekali pergi ke Tionggoan?" "Kakak Chiu!" Tio Hong Hoa tersenyum lembut "Bukankah lebih tenang hidup di pulau ini Kita sudah mempunyai anak dan hidup bahagia, jadi untuk apa pergi ke Tionggoan?" "Tapi anak kita " Lie Man Chiu memandang jauh ke depan. "Apakah dia juga harus terus tinggal di sini?" "Setelah dia dewasa kelak, tentunya dia harus pergi mengembara mencari pengalaman. Engkau tidak mengijinkannya mengembara dalam rimba persilatan?" "Mengembara cari pengalaman memang harus, namun dunia persilatan penuh berbagai kejahatan dan kelicikan, maka aku kuatir...." "Ai Ling memiliki sifat baik dan periang Lagi pula____" Tio Hong Hoa memandang lurus ke depan dan melanjutkan. "Dia memang harus mencari pengalaman di luar" "Ngmmm!" Lie Man Chiu mengangguk "Oh ya, Cie Hiong begitu terkenal dalam rimba persilatan, namun dia malah hidup menyendiri di pulau ini bersama anak isterinya. Bukankah itu sayang sekali?" "Cie Hiong dan Ceng im memang telah bersumpah tidak akan mencampuri urusan rimba persilatan lagi Namun Ceng Im pernah memberitahukan kepadaku, bahwa mereka memperbolehkan Bun Yang berkelana untuk cari pengalaman." Lie Man Chiu manggut-manggut dan berkata. "Bun Yang memang sangat cerdas dan baik, aku yakin dia akan menjadi seorang Pendekar gagah kelak" "Benar." Tio Hong Hoa manggut-manggUt. "Aku sangat menyukainya, dan Ai Ling pun cocok sekali dengan dia" "Oh?" Lie Man Chiu tertawa. "Aku yakin ada sesuatu di batik ucapanmu itu," Bukanya "Ya?" Tio Hong boa tersenyum. "Kakak Chiu, alangkah baiknya kita menjodohkan mereka." "Adik Hoa!" Lie Man Chiu menggeleng-gelengkan kepala. "Kita tidak boleh menjodohkan mereka". "Kenapa?" "Mereka berdua memang sangat cocok dan akur, namun hubungan mereka kini merupakan hubungan kakak adik. Oleh karena itu, kita tidak boleh menjodohkan mereka. Lagi pula mereka masih kecil, belum mengenal cinta. Apabila mereka saling mencinta kelak, barulah kita menjodohkan mereka" "Baiklah." Tio Hong Hoa mengangguk. "Aku mengusulkan begitu karena aku sangat menyukai Bun Yang." "Engkau boleh menyukainya, tapi jangan dikaitkan dengan perjodohannya." Ujar Lie Man Chiu sungguh-sungguh "Mereka masih kecil, maka jangan membuat suatu beban yang menekan pikiran mereka." "Ya" Tio Hong Hoa mengangguk, kemudian tersenyum seraya berkata. "Kakak Chiu, mungkin Lam Kiong Bie Liong dan Toan Wie Kie sudah mempunyai anak. Bagaimana kalau suatu hari nanti kita ajak Ai Ling ke Tayli?" "Boleh." Lie Man Chiu mengangguk. "Tapi harus menunggu Ai Ling dewasa dulu." "Tunggu dia dewasa?" Tio Hong Hoa terbelajak. "Bukankah itu masih lama sekali?" "Tidak apa-apa, kan?" Lie Man Chiu tersenyum. Tio Hong Hoa menghela nafas panjang. "Baiklah." Pada waktu bersamaan, muncuj Lie Ai Ling menghampiri mereka dengan wajah cerah ceria, Ayah dan ibu ternyata berada di sini! Ai Ling tadi mencari ke mana-mana tapi tidak ada Tidak tahunya ayah dan Ibu mengobrol di sini" Ujar Lie AiLing sambil duduk. "Nak!" Tio Hong Hoa membelainya. " Di mana Bun Yang?" "Kakak Bun Yang sedang berlatih ilmu pedang." Lie Ai Ling memberitahukan. "Ibu, kepandaian Kakak Bun Yang semakin tinggi lho!" "Oh, ya?" Tio Hong Hoa menatapnya lembut. "Kenapa engkau tidak berlatih bersamanya?" "Ai Ling ingin menemani Ayah dan Ibu," Sahut Lie Ai Ling lalu menatap Lie Man Chiu. "Ayah dari tadi duduk di sini?" "Ya." Lie Man Chiu manggut-manggut. "Ayah...." Lie Ai Ling menundukkan kepala seraya bertanya. "Kenapa Ayah sering melamun? Ada sesuatu terganjel di dalam hati Ayah?" "Tidak." Lie Man Chiu tersenyum sambil membelainya. "Oh ya, paman Cie hong berkepandaian sangat tinggi, engkau harus banyak belajar kepadanya." "Ya." Lie Ai Ling mengangguk, Lie Man Chiu bangkit berdiri, Ia memandang Tio Hong Hoa sepaya berkata. "Adik Hoa. aku mau ke rumah, Engkau mau menemani Ai Ling berlatih bersama Bun Yang?" "Baiklah." Tio Hong Hoa mengangguk. "Ai Ling!" Lie Man Chiu menatapnya lembut. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Engkau boleh pergi menemui Bun Yang, ayah ingin pergi beristirahat." "Ya, Ayah." Lie Ai Ling tersenyum. Lie Man Chiu melangkah Pergi, sedangkan Tio Bong Hoa menggandeng putrinya ke tempat latihan Tio Bun Yang. Tio Cie Hiong terus memberi petunjuk kepada putranya mengenai Cit Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling). Setelah itu, Tio Bun Yang mulai berlatih. Anak itu tidak menggunakan Pedang, melainkan menggunakan suling kumala, pemberian ayahnya. "Lweekangnya masih agak dangkal, maka kalau menghadapi lawan yang memiliki tenaga dalam yang tinggi, maka dia akan kewalahan." Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im menyaksikannya dengan penuh perhatian, kemudian mereka saling memandang dengan penuh rasa kagum. "Kakak Hiong...," Bisik Lim Ceng Im. "Anak kita memang luar biasa, baru tiga hari telah menguasai Cit Loan Kiam Hoat." "Dia memiliki daya ingat yang kuat sekali," Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Bahkan juga memiliki bakat alam, maka tidak sulit baginya untuk mempelajari ilmu silat tingkat tinggi." "Ng!" Lim Ceng Im mengangguk. "Kakak Hiong, kita harus menjadikannya seorang pendekar berkepandaian tinggi, berhati bajik, bijaksana dan adil" "Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Hanya saja...." "Kenapa?" "Kini dia telah memiliki Pan Yak Hian Thian Sin Kang, Kan Kun Taylo Sin Kang, Giok Li Sin Kang dan Kiu Yang Sin Kang. Apabila dia terus bersemedi, beberapa tahun kemudian, lweekangnya pasti tinggi." "Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil tersenyum. "Dia memang harus menjadi pendekar gagah, berhati bajik, bijaksana dan adil" "Oh, ya, kupikir..." "Adik Im?" Tio Cie Hiong menatapnya mesra. "Apa yang engkau pikirkan?" "Entah siapa jodohnya kelak?" Sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum. "Yang jelas harus gadis yang bersifat iemah lembut dengan tatapan sejuk, itu dapat menyejukkan hatinya," Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh, "Ooohl" Lim Ceng im manggut-manggut. "Aku tahu, tatapan sejuk itu dapat menghilangkan rasa emosinya di saat marah, bukan?" "Betul." Tio Cie hong mengangguk. "Adik cie Hiong!" Panggil Tio Hong Hoa dengan tersenyum. "Oh, Kakak!" Sahut Tio Cie Hiong. Kemudian ia membelai Lie Ai Ling. "Engkau ke mana? Kok tidak berlatih bersama Bun Yang?" "Ai Ling pergi mencari Ayah dan Ibu." Lie Ai Ling memberitahukan. "Ternyata Ayah Ibu mengobrol dekat pantai." "Oh!" Tio cie hong tersenyum sambil memandang Tio Hong Hoa. "Apa yang kalian obrolkan di sana?" "Tidak mengobrol apa-apa," Jawab Tio Hong Hoa dan menghela nafas panjang. "Aku melihat dia duduk melamun di dekat pantai, maka aku mendekatinya..." "Man Chiu duduk melamun dekat pantai?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Apakah dia sedang memikirkan sesuatu?" "Katanya tidak, tapi...." Tio Hong Hoa menundukkan kepala. "Kelihatannya dia memang sedang memikirkan sesuatu." "Engkau tidak bertanya kepadanya apa yang sedang dipikirkannya?" Tanya Lim Ceng Im. "Aku sudah bertanya kepadanya, namun dia menjawab tidak. Kemudian kami mengalihkan pembicaraan.... " "Mengenai apa?" Tanya Tio Cie Hiong. "Itu..." Tio Hong Hoa tersenyum. "Mengenai Ai Ling dan Bun Yang." "Kenapa mereka berdua?" Tanya Lim Ceng im. "Aku suka sekali kepada Bun Yang, maka ingin menjodohkan Ai Ling padanya."Tio Hong Hoa memberitahukan. "Tapi Man Chiu bilang jangan." "Kenapa?" Lim Ceng Im menatapnya. "Man Chiu bilang, mereka masih kecil, jadi belum tahu tentang cinta, Karena itu, tidak boleh membebani pikiran mereka dengan suatu urusan," Ujar Tio Hong Hoa memberitahukan. "Benar apa yang dikatakan Man Chiu" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Kita sebagai orang tua, tidak boleh menjodohkan anak, Namun boleh menjodohkan pilihan mereka, jadi orang tua tidak akan dipersalahkan oleh anak," "Ya." Tio Hong Hoa mengangguk. "Oh ya, Adik Cie Hiong! Entah bagaimana keadaan Lam Kiong Bie Liong dan Toan Ulie Kie, mungkin mereka pun sudah mempunyai anak. Entah kapan kita akan ke sana atau mereka akan ke mari? Aku ingin mengajak Man Chiu ke Tayli, tapi dia bilang harus menunggu Ai Ling dewasa dulu." "Kakak!" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kami juga rindu sekali kepada mereka, karena sudah sepuluh tahun lebih tidak bertemu" "Oh, ya!" Mendadak Tio Hong Hoa tertawa geli. "Entah bagaimana dengan Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin? Mungkinkah mereka telah dikaruniai anak?" "Tentu mungkin.g Tio Cie Hiong mengangguk dan menambahkan. "Bahkan aku Pun yakin anak mereka pasti tampan atau cantik." "Yaaah!" Tio Hong Hoa menghela nafas. Entah kapan kita akan bertemu mereka lagi!" "Sudah sepuluh tahun lebih tiada kabar berita mengenaj mereka, yang di Tayli dan yang di Kwan Gwa (Luar Perbatasan)!" Ujar Tio Cie Hiong sambil menggeleng Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / gelengkan kepala. " Rasanya gembira sekali apabila bisa berkumpul kembali!" "Benar." Tio Hong Hoa mengangguk. "Oh, ya, bagaimana kepandaian Bun Yang? Apakah telah mengalami kemajuan?" "Memang mengalami kemajuan pesat, hanya saja lweekangnya masih belum begitu tinggi." Tio Cie hong memberitahukan "Kini aku sedang mengajarnya Cit Loan Kiam Hoat." "Cit Loan Kiam Hoat?" Tio Hong Hoa tertegun. "Setahuku, engkau tidak memiliki ilmu pedang itu." "Baru kuciptakan belum lama ini," Ujar Tio Cie Hiong. "Dan telah kuajarkan kepada Suan Hiang." "Oooh!" Tio Hong Hoa manggut-manggut kagum. "Pasti lihay sekali ilmu pedang itu!" "Memang lihay sekali sebab kuciptakan berdasarkan ilmu pedang, yang dimiliki Im Sie Hong Mo dan Pek Ih Hong Li. Namun tidak mudah mempelajarinya" "Eeeeh?" Tio Hong Hoa terbelalak ketika menyaksikan Tio Bun Yang sedang berlatih, dan kemudian ia pun merasa pusing "Ilmu itu. ..." "Itu adalah Cit Loan Kiam Hoat." Tio Cie Hiong memberitahukan "Tapi Bun Yang menggunakan seruling kumala" "Bukan main!" Tio Hong Hoa menghela nafas saking kagumnya "aku jadi pusing menyaksikan ilmu Pedang itu!" "Maka ilmu pedang Itu dinamai Ilmu Pedang Pusingng Tujuh Keliling," Sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum. "Adik Cie Hiong!" Tio Hong Hoa menatapnya. "Maukah engkau mengajarkan ilmu pedang itu kepada Ai Ling?" "Tentu boleh" Tio Cie Hiong tersenyum. "Mulai hari ini aku akan mengajarkan kepadanya." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Terimakasih, Adik Cie Hiong" Ucap Tio Hong Hoa. "Eh?" Tio Cie Hiong tersenyum geli "Kok kakak jadi berlaku sungkan kepadaku sih? Tidak usah mengucapkan terima kasih" "Oh, ya" Sela Lim Ceng Im mendadak "Aku pun akan menurunkan Giok Li Sin Kang kepada Ai Ling" "Bagus!" Tio Cie Hiong manggut-manggut setuju "Ai Ling memang harus belajar Sin Kang itu, sebab sangat bermanfaat bagi dirinya." "Adik Ceng Im," Ucap Tio Hong Hoa. "Aku berterima kasih kepadamu!" "Kakak Hong Hoa....." Lim Ceng Im tertawa geli. "Kok jadi begitu sungkan? Kita bukan orang lain, lho." "Terus terang..." Tio Hong Hoa menghela nafas panjang. "Kalian berdua memang sangat baik terhadapku, maka aku...." "Kak!' Tio Cie Hiong menggenggam tangan Tio Hong Hoa erat-erat. "Engkau kakakku, tentunya kami harus baik terhadapmu." "Terima kasih!" Ucap Tio Cie Hiong terharu. "Oh, ya, apakah kalian memperbolehkan Bun Yang berkelana kelak?" "Itu memang harus," Sahut Tio Cie Hiong. "Tidak mungkin Bun Yang terus tinggal di pulau ini sampai tua, karena dia harus ke Tionggoan mencari Pengalaman" "Adik Cie Hiong, bagaimana kalau Ai Ling ikut Bun Yang berkelana kelak?" Tanya Tio Hong Hoa mendadak. "Itu tidak jadi masalah," Sahut Tio Cie Hiong. "Tapi harus ada persetujuan dan Man Chiu dulu." "Ya." Tio Hong Hoa mengangguk. "Oh, ya, entah bagaimana keadaan Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin di Tayli? " "Mereka pasti segar bugar," Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum, a Paman Gouw Han Tiong telah lama bergabung dengan Kay Pang, mungkin kini sudah menjadi Tetua di sana" "Mungkin." Tio Hong Hoa manggut-manggut. "Yang paling senang adalah Sam Gan Sin Kay, setiap hari main catur dengan ayah" "Memang menggelikan," Ujar Lim Ceng Im dengan tersenyum. "Dulu kakek sering ribut dan saling mencaci dengan Kim Siauw Suseng. Kinipun begitu, sering ribut dan sating mencaci dengan ayahmu." "Itu pertanda mereka akrab sekali." Tio Hong Hoa memberitahukan. "Rupanya kakekmu tidak mau meninggalkan pulau ini." "Benar." Lim Ceng Im mengangguk. "Kakek sudah tua sekali, bagaimana mungkin akan meninggalkan pulau ini." "Adik Im!" Tio Cie Hiong menatapnya lembut seraya bertanya. "Entah bagaimana keadaan Kay Pang sekarang?" "Aku yakin bertambah maju," Sahut Lim Ceng Im. "Sebab Paman Gouw Han Tiong berada disana" "Adik Cie Hiong," Ujar Tio Hong Hoa. "Aku mau pulang dulu, karena Man Chiu berada dirumah." "Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk. Tio Hong Hoa melangkah Pergi. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im memandang punggung wanita itu sambil menghela nafas panjang. "Adik im," Ujar Tio Cie Hiong dengan kening berkerut. "Kakak Hong Hoa bilang, bahwa tadi Man Chiu duduk melamun di dekat pantai, Aku yakin dia sedang memikirkan sesuatu," "Kira-kira apa yang dipikirkannya?" "Entahlah Tio Cie Hiong" Menggelengkan kepala "Mudahmudahan dia memikirkan yang baik jadi tidak akan terjadi sesuatu" --ooo0dw0ooo-- Pagi ini, mendadak Tio Hong Hoa berlari kesana ke mari sambil berteriak-teriak. tangannya menggenggam sepucuk surat. "Kakak chiu Kakak chiu... ." "Ayah Ayah... ." Lie Ai Ling juga ikut berlari ke sana ke mari sambil berteriak-teriak memanggil ayahnya. "Ada apa, ada apa?" Betapa terkejutnya Tio Tay Seng. "Apa yang terjadi?" "Ayah... "Tio Hong Hoa menangis "Kakak chiu... ." "Kenapa dia?" Wajah Tio Tay Seng berubah pucat "Beritahukan kepada ayah, kenapa dia?" "Dia... dia... telah pergi." Tio Hong Hoa memberitahukan sambil menangis "Dia meninggalkan sepucuk surat." "Coba ayah baca" Tio Tay seng menyambar surat dan tangan putrinya, lalu membacanya dengan kening berkerutkerut. Adik Hoa. Sebelumnya aku minta maaf karena meninggalkanmu dan Ai Ling, aku terpaksa. Telah lama kupertimbangkan, akhirnya aku mengambil keputusan untuk meninggalkan kalian, sebab aku ingin prgi berkelana demi mengorbitkan namaku. Maka dalam hal ini, sekali lagi aku mohon maaf kepadamu, juga mohon maaf kepada ayahmu. Adik Hoa, tentunya engkau tahu. setelah aku memiliki kepandaian tinggi, aku tidak pernah berkelana. Begitu , mulai berkecimpung dalam rimba persilatan, aku bertemu denganmu lalu kita menikah di pulau Hong Hoang To. sejak itu aku tidak pernah kemana-mana. Terus terang, itu sungguh menyiksa hati dan perasaanku. Akhirnya aku mengambil keputusan meninggalkan kalian, demi mengorbitkan namaku dalam rimba persilatan. Aku harap engkau maklum dan bersedia memaafkan diriku, kita pasti berjumpa kembali kelak selamat tinggal dan jagalah Ai Ling baik-baik Lie Man chiu "Kurang ajar. Dasar tak tahu diri" Caci Tio Tay seng setelah membaca surat itu. "Dia betul-betul menyusahkan anak isteri" Lim Tocu sam Gan sin Kay menepuk bahunya. "Tenang lah. Jangan terus emosi" "Pengemis bau" Sahut Tin Tay Seng. "Mantuku itu sungguh kejam, dia meninggalkan anak isteri hanya demi mengorbitkan namanya dalam rimba persilatan Aku tidak menyangka murid Tayli Lo Ceng akan berubah jadi begitu" "Kakak...." Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im dan Tio Bun Yang menghampiri mereka dengan perasaan tercekam. "Apa yang terjadi, Kak?" "Man chiu telah pergi," Sahut Tio Hong Hoa dengan air mata berderai-derai. "Dia hanya meninggalkan sepucuk surat." "Oh?" Kening Tio Cie Hiong berkerut-kerut. "Cie Hiong, bacalah suratnya ini" Tio Tay seng menyerahkan surat tersebut kepada Tio Cie Hiong. Setelah membaca surat itu, Tio Cie Hiong langsung melesat pergi seraya berseru. "Aku akan mencoba mencari dia" Sementara Lie Ai Ling terus menangis dengan air mata bercucuran, dan Tio Bun Yang memegang bahunya. "Adik Ai Ling, jangan terus menangis Engkau akan sakit nanti...." Kakak Bun Yang Lie Ai Ling memeluknya. "Ayahku begitu tega meninggalkan kami, dia... dia kejam" "Adik Ai Ling, tenang lah" Tin Bun Yang membelainya. "Ayahku sudab pergi mencari ayahmu, mudah-mudahan ayahmu akan pulang bersama ayahku Kakak Bun Yang...." Lie Ai Ling terus menangis. "Ayoh mari kita ke ruang depan menunggu Cie Hiong" Ajak Tio Tay seng, yang wajahnya masih tampak merah padam saking gusarnya. Mereka semua menuju ruang depan. Tio Hong Hoa dan Lie Ai Ling masih terus menangis. Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong pulang dengan wajah muram. "Bagaimana?" Tanya Tio Hong Hoa kepada Tio Cie Hiong. "Tiada jejaknya," Sahut Tio Cie Hiong sambil menggeleng gelengkan kepala. "Aku yakin dia telah berlayar ke Tionggoan." "Lie Man chiu" Suara Tio Tay seng mengguntur. "Binatang kau. Demi mencari nama dirimba persilatan engkau tega meninggalkan anak isteri" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tio Tocu" Ujar sam Gan sin Kay. "Dia pergi tidak akan lama, mungkin sebulan dua bulan dia akan pulang." "Tidak mungkin." Tio Tay seng menggeleng kepala, kemudian memandang Tio Hong Hoa seraya bertanya. "Apakah kalian pernah ribut baru-baru ini?" "Tidak pernah sama sekali," Sahut Tio Hong Hoa dan menambahkan. "Tapi belum lama ini dia sering melamun seorang diri" Tio Tay seng mengerutkan kening. "Engkau tidak bertanya kepadanya kenapa melamun?" "Aku sudah bertanya, tapi dia menjawab tidak..." Tio Hong Hoa terisak-isak. "Aaaakh,., keluh Tio Tay seng. "Kalau memang dia ingin mencari nama di rimba persilatan, tidak seharusnya dia menikah denganku sepuluh tahun yang lalu Dia... telah membuat kalian menderita kini heran, kenapa Tayli La ceng tidak bisa meramalkan tentang ini?" "Ayah," Ujar Tia Hong Hoa mendadak. "Aku mau menyusulnya ke Tionggoan." "Hoa ji...." Tio Tay seng menghela napas panjang. Kak Tio Cie Hiong menatapnya. "Percuma engkau menyusulnya, sebab dia telah mengambil keputusan itu Lagi pula dia pasti tidak akan menemuimu, maka lebih baik engkau tetap tenang di pulau ini" "Adik Cie Hiong..." Tio Hong Hoa menatapnya penuh harap. "Bersediakah engkau pergi menyusulnya?" "Sebetulnya tidak jadi masalah. Tapi.... "Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa?" "Kalaupun aku berhasil menyusul, dia pasti tidak mau ikut aku pulang." Tio Cie Hiong menjelaskan. "sebab dia telah membulatkan tekadnya. seandainya dia mau ikut pulang, tentunya dia tidak akan meninggalkan kalian. Kakak harus mengerti itu". "Lalu bagaimana aku dan Ai Ling?" Tio Hong Hoa mulai menangis lagi. "Masih ada aku, Adik Ceng im, Paman dan Kakek pengemis di sisimu Jadi engkau tidak usah terlampau berduka." Sahut Tio Cie Hiong terus menasihatinya. Sam Gan Sin Kay dan Tio Tay seng saling memandang, kemudian manggut-manggut seakan saling memberi isyarat. "Cie Hiong, hiburlah dia Paman dan pengemis bau mau pergi main catur," Ujar Tio Tay seng, dan mereka berdua lalu pergi. "Aaaakh..." Keluh Tio Hong Hoa. "Aku tidak menyangka" "Ibu.." Lie Ai Ling memandangnya dengan air mata bercucuran. "Ayah tidak akan pulang lagi?" "Ai Ling," Sahut Lim Ceng Im cepat. "Ayahmu pasti pulang, engkau tidak usah terus bertanya kepada ibumu." "Ya." Lie Ai Ling mengangguk. "Adik Cie hong, maaf" Ucap Tio Hong Hoa. "Aku mau ke kamar untuk beristirahat." "Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk. Tio Hong Hoa berjalan ke dalam, dan Lie Ai Ling segera mengikutinya. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im memandang mereka sambil menghela nafas panjang. "Bun Yang," Ujar Tio Cie Hiong berpesan. "engkau harus sering-sering menghibur Ai Ling, tidak boleh membuatnya kesal" "Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk. kemudian menatap Tio Cie Hiong seraya bertanya. "Ayah, kenapa Paman Man chiu begitu tega meninggalkan Bibi dan Ai Ling?" "Karena Paman Man Chiu masih punya suatu ambisi." Tio Cie Hiong menjelaskan. "Dia tidak memikirkan anak isteri, sebaliknya malah ingin mengorbitkan namanya di rimba persilatan." "Ayah, kalau begitu Paman Man chiu berhati kejam, karena sudah tidak sayang Bibi dan Ling," Ujar Tio Bun Yang dan menambahkan. "Bahkan Paman Man chiu pun tidak mempunyai perasaan, begitu tega meninggalkan Ai Ling yang masih kecil. padahal Ai Ling sangat membutuhkan kasih sayangnya." "Nak" Lim Ceng Im membelainya. "Engkau telah melihat itu, maka kelak engkau tidak boleh seperti Paman Man chiu. Ingat baik-baik itu" "Ibu.." Tio Bun Yang tersenyum. "Ayah tidak seperti itu, dan Bun Yang pun tidak akan seperti itu pula. Ayah merupakan contoh yang baik bagi Bun Yang, lagipula Bun Yang tidak berhati kejam." "Bagus, Nak." Lim CengIm membelainya lagi. "ibu merasa puas dan bangga padamu, engkau memang anak baik" "Bun Yang harus menjadi anak baik, tidak mau mengecewakan Ayah dan ibu," Ujar anak itu sungguh-sungguh . "Nak. ayah gembira sekali." Tio Cie Hiong membelainya. "Nah, sekarang engkau harus mengajak Ai Ling main, agar dia tidak terus menangis memikirkan ayahnya" "Ya, Ayah". Tio Bun Yang berjalan ke dalam. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im manggut-manggut sambil tersenyum. Sam Gan sin Kay dan Tio Tay seng duduk di bawah sebuah pohon. Mereka tidak main catur, melainkan terus memperbincangkan tentang kepergian Lie Man chiu, wajah Tio Tay seng tampak muram sekali. "Yaaah" Sam Gan sin Kay menarik nafas. "Memang tidak disangka sama sekali mengenai kejadian ini. Man chiu begitu tega meninggalkan anak isteri hanya demi mengejar nama di rimba persilatan." "Padahal dia adalah murid kesayangan Tayli Lo Ceng, tapi kenapa...." Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala. "Aku yakin Tayli Lo Ceng tahu, namun dia diam saja?" "Kalau Lo Ceng tua itu tahu, tidak mungkin tidak memperdulikannya. Kukira..." Tio Tay seng mengerutkan kening dan melanjutkan," Lo Ceng itu tidak mengetahui watak asli muridnya itu." "Menurutku, itu tidak mungkin. Lo Ceng itu pasti tahu, hanya saja... mungkin ada sebab lain," Ujar sam Gan sin Kay dan menambahkan. "Kita tidak tahu berada di mana Lo Ceng itu.." "Yah, sudahlah" Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkin sudah nasib putriku". Pada waktu bersamaan, muncullah Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im menghampiri mereka, lalu duduk dengan kening berkerut-kerut. "Kakek pengemis, Paman" Panggil Tio Cie Hiong. Cie Hiong. "bagaimana Hong Hoa?" Tanya Tio Tay seng. Dia masih terus menangis?" "Biarlah dia menangis, karena bisa membuat hatinya lega," Jawab Tio Cie Hiong. "Bun Yang berusaha menghibur Ai Ling." Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo